View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PENGRAJIN
TAHU DENGAN CARA PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI
TAHU DI KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS
SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Khoirur Rohmah
NIM: 3201411102
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 28 Agustus 2015
Mengetahui,
Pembimbing
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 9 September 2015
Penguji I
Penguji II
Ariyani Indrayati, S.Si,M.Sc. NIP.197806132005012005
Penguji III
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang ditulis di dalam skripsi ini benar-benar skripsi saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 28 Agustus 2015
Khoirur Rohmah
NIM. 3201411102
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Bukan kecerdasan anda, melainkan sikap andalah yang akan mengangkat
anda dalam kehidupan (Muhammad, SAW).
Apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk
berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak
akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun (Ir. Soekarno).
Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah
untuk menjadi manusia yang berguna (Albert Einstein).
Hidup terlalu singkat hanya untuk bersenang-senang tanpa adanya suatu
pencapaian (Khoirur Rohmah).
PERSEMBAHAN:
Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah
SWT, kupersembahkan karyaku ini kepada :
Bapak dan Ibu tercinta, terima kasih atas
semua yang telah diberikan.
Mbak dan adik-adik yang selalu
mendukung.
Teman-teman Pendidikan Geografi ’11,
terima kasih atas bantuan dan
kerjasamanya.
vi
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan antara Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu dengan Cara Pengelolaan
Limbah Industri Tahu di Kecamatan Jati Kabupaten Kudus” ini dengan baik.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang terhormat :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang atas
segala bimbingan dan arahan selama menjadi mahasiswa Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial atas segala bimbingan dan
arahan selama menjadi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial.
3. Drs. Apik Budi Santoso., M.Si, Ketua Jurusan Geografi atas segala
bimbingan dan arahan selama menjadi mahasiswa Geografi.
4. Drs. Sriyono, M.Si, atas segala arahan dan bimbingan dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Drs. Mundir, M.M., Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kudus,
atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Warga Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, atas bantuan dan kerjasamanya
dalam penyusunan skripsi ini.
7. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
vii
Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal
kebaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kelengkapan dan kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan berguna bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, 28 Agustus 2015
Penulis
viii
SARI
Rohmah, Khoirur. 2015. Hubungan antara Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu
dengan Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu di Kecamatan Jati
Kabupaten Kudus.Skripsi. Jurusan Geografi. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas
Negeri Semarang. Pembimbing I Drs. Sriyono, M.Si. 112 halaman.
Kata Kunci: Tingkat Pendidikan, Limbah Industri Tahu, Pengelolaan
Limbah Tahu
Industri tahu dalam proses produksinya selain menghasilkan produk utama
berupa tahu juga menimbulkan limbah, baik padat maupun cair. Limbah yang
dibuang ke lingkungan harus diolah terlebih dahulu. Pengrajin tahu dengan tingkat
pendidikan yang tinggi diperkirakan memiliki kesadaran dan kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan. Tujuan penelitian: mengetahui ada tidaknya hubungan
antara tingkat pendidikan pengrajin tahu dengan cara pengelolaan limbah industri
tahu.
Lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus. Penelitian
ini merupakan penelitian korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
pengrajin tahu yang ada di Kecamatan Jati, Kudus, yang berjumlah 25 orang.
Variabel bebas penelitian adalah tingkat pendidikan dengan batasan tingkat
pendidikan Formal terakhir dan pendidikan non Formal. Variabel terikat
penelitian adalah cara pengelolaan limbah dengan batasan pengelolaan limbah
padat dan limbah cair hasil industri tahu. Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah angket dan observasi yang dilengkapi dengan wawancara dan
dokumentasi. Peneliti menyusun instrumen degan panduan dosen pembimbing.
Instrumen penelitian berupa angket yang berisi 41 pertanyaan mencakup riwayat
pengrajin tahu, tingkat pendidikan pengrajin tahu, pengelolaan limbah industri
tahu. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan deskriptif dan korelasi Product
Moment.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: tingkat pendidikan pengrajin tahu di
Kecamatan Jati termasuk rendah karena pendidikan Formalnya tinggi namun
pendidikan non Formalnya rendah. Pengrajin tahu di Kecamatan Jati mempunyai
cara pengelolaan limbah yang buruk karena sebagian besar pengrajin membuang
limbahnya langsung ke sungai tanpa diolah. Analisis korelasi Product Moment
diperoleh angka 0,93. Dan, rhitung > rtabel, hal ini menunjukkan terdapat hubungan
antara dua variabel. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan cara pengelolaan limbah dapat diterima. Tingginya tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi cara pengelolaan limbah yang baik.
Saran yang diajukan peneliti agar pemerintah menyelenggarakan pelatihan
dan penyuluhan secara merata kepada pengrajin tahu. Dalam kegiatan pelatihan
dan penyuluhan juga disampaikan tentang adanya progam bantuan IPAL kepada
pengrajin tahu dan prosedur untuk memperoleh bantuan tersebut. Menetapkan
sanksi khusus kepada industri kecil yang membuang limbah ke lingkungan tanpa
diolah terlebih dahulu.
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii
PERNYATAAN ..................................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v
PRAKATA ............................................................................................................. vi
SARI ..................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah ......................................................................................... 4
1.3.Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4.Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................................................... 4
1.4.2 Manfaat Praktis ....................................................................................... 4
1.5.Batasan Istilah ............................................................................................... 5
1.5.1 Tingkat Pendidikan ................................................................................. 5
1.5.2 Pengrajin tahu ......................................................................................... 5
1.5.3 Limbah Industri Tahu ............................................................................. 6
1.5.4 Cara Pengelolaan Limbah Industri Tahu ................................................ 6
1.5.5 Pengetahuan tentang Limbah Industri Tahu ........................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR .............................. 7
2.1. Landasan Teori ............................................................................................. 7
2.1.1 Tingkat Pendidikan ................................................................................. 7
2.1.2 Pengrajin Tahu ...................................................................................... 12
2.1.3 Pengelolaan Limbah ............................................................................. 14
2.1.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) ............................................. 29
2.1.5 Biogas ................................................................................................... 29
2.1.6 Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Cara Pengelolaan Limbah .... 30
x
2.2. Kerangka Berfikir ....................................................................................... 32
2.3. Hipotesis ..................................................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 35
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 35
3.2. Metode Penelitian ....................................................................................... 35
3.3. Desain Penelitian ........................................................................................ 35
3.4. Populasi dan Sampel .................................................................................. 35
3.4.1 Populasi ................................................................................................. 35
3.4.2 Sampel .................................................................................................. 37
3.5. Variabel Penelitian ..................................................................................... 37
3.5.1 Variabel bebas (x) ................................................................................. 37
3.5.2 Variabel terikat (y): ............................................................................... 38
3.6. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 38
3.6.1 Teknik Observasi .................................................................................. 38
3.6.2 Teknik Wawancara ............................................................................... 39
3.6.3 Teknik Angket (Kuesioner) .................................................................. 39
3.6.4 Teknik Dokumentasi ............................................................................. 39
3.7. Teknik Analisis Data .................................................................................. 40
3.7.1 Statistik Deskriptif ................................................................................ 40
3.7.2 Korelasi Product – Moment (Korelasi Pearson) ................................... 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 48
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Jati Kabupaten Kudus ................................ 48
4.1.1 Letak dan Luas Wilayah.................................................................. 48
4.1.2 Sarana Pemerintahan ....................................................................... 51
4.1.3 Penduduk dan Tenaga Kerja ........................................................... 51
4.1.4 Perindustrian ................................................................................... 52
4.1.5 Riwayat Pengrajin Tahu .................................................................. 57
4.1.6 Peternakan ............................................................................................. 66
4.1.7 IPAL dan Biodigester ........................................................................... 67
4.2. Hasil Penelitian ........................................................................................... 71
4.2.1 Tingkat Pendidikan ............................................................................... 71
4.2.2 Cara Pengelolaan Limbah Tahu ............................................................ 78
xi
4.2.3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Cara Pengelolaan Limbah
Tahu ............................................................................................................... 81
4.3. Pembahasan ................................................................................................ 84
4.3.1 Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu ..................................................... 84
4.3.2 Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu ..................................... 86
4.3.3 Analisis Hubungan antara Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu dengan
Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu .............................................. 89
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 91
5.1. Simpulan ..................................................................................................... 91
5.2. Saran ........................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 92
LAMPIRAN .......................................................................................................... 94
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Karakteristik Beberapa Limbah Cair Industri Kerupuk Kulit dan
Industri Tempe. ..................................................................................................... 17
Tabel 3. 1 Populasi Penelitian............................................................................... 36
Tabel 3. 2 Perubahan Populasi Penelitian ............................................................. 36
Tabel 3. 3 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Tahun Sukses .................................. 37
Tabel 3. 4 Jawaban Responden ............................................................................. 41
Tabel 3. 5 Contoh Tabel Frekuensi Relatif ........................................................... 41
Tabel 3. 6 Kriteria Tingkat Pendidikan ................................................................. 43
Tabel 3. 7 Kriteria Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu ....................... 45
Tabel 3. 8 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi
............................................................................................................................... 47
Tabel 4. 1 Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa di Kecamatan
Jati Tahun 2013................................................................................................... 51
Tabel 4. 2 Jumlah Perusahaan Industri Besar dan Sedang Dirinci Menurut Desa di
Kecamatan Jati Tahun 2013 .................................................................................. 53
Tabel 4. 3 Jumlah Perusahaan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga
Dirinci Menurut Desa di Kecamatan Jati Tahun 2006 .......................................... 54
Tabel 4. 4 Jumlah Pengrajin Tahu Menurut Desa Di Kecamatan Jati .................. 55
Tabel 4. 5 Profil Industri Tahu di Kecamatan Jati Tahun 2015 ............................ 56
Tabel 4. 6 Pengalaman Kerja Pengrajin Tahu ....................................................... 57
Tabel 4. 7 Perolehan Keterampilan Membuat Tahu ............................................. 57
Tabel 4. 8 Modal Usaha ........................................................................................ 58
Tabel 4. 9 Jumlah Tenaga Kerja ........................................................................... 59
Tabel 4. 10 Rata-rata Jumlah Kedelai Perhari ...................................................... 59
Tabel 4. 11 Rata-rata Pendapatan Bersih Perbulan ............................................... 60
Tabel 4. 12 Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Formal ........... 60
Tabel 4. 13 Pendidikan Non-Fromal Responden tentang Pengolahan Limbah
Industri Tahu ......................................................................................................... 61
Tabel 4. 14 Pengetahuan Pengrajin Tahu tentang Limbah Industri Tahu ............. 62
Tabel 4. 15 Cara Pengolahan Limbah Cair Tahu .................................................. 64
Tabel 4. 16 Banyaknya Ternak dirinci Menurut Jenis Ternak dan Desa di
Kecamatan Jati Tahun 2013 (Ekor)....................................................................... 66
Tabel 4. 17 Data IPAL dan Biodigester Mandiri di Kecamatan Jati, Kabupaten
Kudus .................................................................................................................... 67
Tabel 4. 18 Hasil Perhitungan Lembar Angket Tingkat Pendidikan .................... 71
Tabel 4. 19 Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu ................................................... 72
Tabel 4. 20 Persiapan Analisis Korelasi Antara Pelatihan dengan Cara
pengelolaan Limbah .............................................................................................. 73
Tabel 4. 21 Persiapan Analisis Penyuluhan dengan Cara pengelolaan Limbah ... 76
Tabel 4. 22 Hasil Perhitungan Lembar Angket Cara Pengolahan Limbah Tahu .. 79
xiii
Tabel 4. 23 Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu .................................. 80
Tabel 4. 24 Persiapan Analisis Korelasi antara Tingkat Pendidikan dengan Cara
Pengelolaan Limbah .............................................................................................. 81
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Proses Pengolahan Limbah Sederhana Sistem Kombinasi Anaerobik-
Aerobik dengan Biofilter (Herlambang, dkk. 2002). ............................................ 21
Gambar 2. 2 Skema Proses Lumpur Aktif (Departemen Perindustrian, 2007) ..... 22
Gambar 2. 3 Skema Proses Sistem RBC (Departemen perindustrian, 2007) ....... 24
Gambar 2. 4 Skema Reaktor UASB (Departemen Perindustrian, 2007) .............. 26
Gambar 2. 5 Penampang Melintang Sistem Septik Tank (Sugiharto, 1987 dalam
Departemen Perindustrian, 2007).......................................................................... 27
Gambar 4. 1 Peta Lokasi Penelitian...................................................................... 50
Gambar 4. 2 Salah Satu Peternak yang Membeli Limbah Padat (Ampas Tahu)
untuk Pakan Ternak............................................................................................... 63
Gambar 4. 3 Limbah Cair yang Langsung dibuang ke Sungai ............................. 65
Gambar 4. 4 Limbah Cair Tahu di Bak Pengontrol untuk disalurkan ke Reaktor
Biogas .................................................................................................................... 65
Gambar 4. 5 Bak Penampuangan Limbah Cair yang Sudah diolah untuk
disalurkan ke Sungai ............................................................................................. 65
Gambar 4. 6 Reaktor Biogas (digester)................................................................. 66
Gambar 4. 7 Komunal di Desa Ploso .................................................................... 69
Gambar 4. 8 IPAL Mandiri Bantuan dari BLH (Badan Lingkungan Hidup)
Provinsi Jawa Tengah ........................................................................................... 69
Gambar 4. 9 IPAL Mandiri Bantuan dari KLH (Kantor Lingkungan Hidup)
Kabupaten Kudus .................................................................................................. 70
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kisi-kisi Instrumen Angket ........................................................................ 95
2. Angket Penelitian ....................................................................................... 96
3. Pedoman Wawancara (KLH) ................................................................... 104
4. Pedoman Wawancara (Masyarakat) ......................................................... 107
5. Proses Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menjadi Biogas Secara Anaerob .............................................................. 109
6. Proses Pengolahan Limbah Cair Tahu ..................................................... 110
7. Struktur Organisasi IPAL Biogas Tahu
Desa Ploso, kecamatan Jati, Kabupaten Kudus ........................................ 111
8. Hasil Angket Penelitian Riwayat Pengrajin Tahu
dan Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu .................................................. 112
9. Hasil Angket Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu .................. 113
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah
mencapai 42.516 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kudus merupakan daerah
industri dan perdagangan, dimana sektor ini dapat menyerap banyak tenaga kerja
dan memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan daerah. Salah satu
industri kecil yang berkembang pesat di Kudus adalah industri tahu.
Berbagai pihak mengadakan pelatihan dan penyuluhan dalam rangka
mengembangkan industri ini, mulai dari dinas perindustrian dan UMKM,
Lingkungan Hidup, KOPTI, PLN, serta bank, melakukan pelatihan dan
penyuluhan. Pelatihan dan penyuluhan tersebut meliputi peningkatan kuantitas
dan kualitas hasil produksi, pengetahuan tentang limbah dan cara pengelolaannya,
cara menghemat listrik, serta bagaimana cara mendapatkan modal pinjaman untuk
mengembangkan usaha. Namun, pelatihan dan penyuluhan ini belum sepenuhnya
merata ke semua pengrajin di Kabupaten Kudus, dikarenakan pelatihan dan
penyuluhan hanya diberikan kepada pengrajin yang telah memiliki izin usaha.
Berkembangnya industri tahu di Kudus dapat dilihat dari berdirinya
industri-industri tahu baru dan pemasarannya meliputi Kudus, Jepara, Demak,
Pati, dan Semarang. Pesatnya perkembangan industri selain membawa dampak
positif seperti peningkatan pendapatan keluarga dan penyerapan tenaga kerja, juga
menimbulkan dampak negatif berupa limbah hasil industri. Salah satu limbah
industri rumah tangga bidang pangan yang banyak ditemukan adalah limbah
2
pengolahan tahu. Pada proses produksi industri tahu disamping menghasilkan
produk utama berupa tahu, juga menimbulkan limbah baik limbah padat maupun
cair. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan, limbah
ini biasa diolah menjadi tempe gembus, dan pakan ternak. Sedangkan limbah
cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan
tahu. Limbah cair tahu mengandung kadar BOD dan COD yang cukup tinggi, jika
langsung dibuang ke badan air akan menurunkan daya dukung lingkungan.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tetang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 25 menyatakan
setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penanggulangan
pencemaran air pada keadaan darurat dan/ atau keadaan yang tidak terduga
lainnya.
Pengelolaan limbah padat (ampas tahu) di Kabupaten Kudus yaitu dijual
kepada peternak di lingkungan sekitar industri dan maupun ke peternak dari
Kabupaten Boyolali untuk pakan sapi dan babi. Selain untuk pakan ternak, ampas
tahu juga dibuat tempe gembus. Sedangkan untuk limbah cair, ada bantuan IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah) dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten
Kudus dan Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah. Bantuan ini diberikan dengan
syarat industri tersebut harus sudah mempunyai izin dan mempunyai lahan yang
cukup luas untuk dibuat IPAL. Dari bantuan tersebut, ada beberapa pengrajin tahu
yang sudah mengelola limbah cairnya menjadi biogas.
Menurut data yang diperoleh dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten
Kudus, di Desa Ploso, Kecamatan Jati terdapat IPAL komunal, ada empat belas
3
pengrajin yang menyalurkan limbah ke IPAL tersebut. Bantuan IPAL ini
diberikan pada tahun 2007. Dalam mengelola IPAL ini terdapat sebuah organisasi
yang diketuai oleh Sriwijiyanto. Sriwijiyanto merupakan sarjana pertanian dari
Universitas Negeri Surakarta (UNS), beliau yang memiliki gagasan untuk
mengajukan bantuan IPAL komunal di Desa Ploso dan mengajak beberapa
industri tahu untuk bergabung dalam IPAL komunal tersebut. Desa Ploso juga
terdapat industri tahu yang memiliki IPAL mandiri, yaitu industri tahu Ada Rasa
yang dikelola oleh Yanto. Sebelumnya, Yanto pernah mendapatkan pelatihan
tentang pengolahan limbah oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Tengah.
Awalnya keberadaan industri tahu di Desa Ploso ini mendapatkan respon
negatif dari masyarakat karena limbah tahu yang berbau tidak sedap. Setalah
dilakukan pengolahan limbah menjadi biogas, masyarakat mulai menerima
keberadaan industri tahu karena masyarakat sekitar juga memanfaatkan biogas
yang ada baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk berjualan. Namun
sebagian besar industri tahu di Kecamatan Jati masih belum mengolah limbah
padat maupun cair. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti terhadap
beberapa pengrajin tahu di Desa Ploso, Kecamatan Jati, pengrajin tahu belum
mengolah limbah tahu sebagian besar dikarenakan pengrajin tahu tidak
mengetahui bagaimana cara mengolah limbah. Selain itu, pendidikan Formal
pengrajin tahu tersebut rendah, serta belum pernah mendapatkan pelatihan
maupun penyuluhan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) setempat.
Berdasarkan latar belakang di atas, pendidikan yang dimiliki oleh
pengrajin tahu diperkirakan mempunyai hubungan terhadap cara pengrajin dalam
4
mengelola limbah hasil industri. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
“HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PENGRAJIN
TAHU DENGAN CARA PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHU DI
KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS”.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, ditarik rumusan masalah,
yaitu: adakah hubungan positif antara tingkat pendidikan pengrajin tahu dengan
cara pengelolaan limbah industri tahu?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya
hubungan positif antara tingkat pendidikan pengrajin tahu dengan cara
pengelolaan limbah industri tahu.
1.4.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak,
anatara lain:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
dan wawasan dalam mengkaji limbah industri tahu dan upaya pengelolaan limbah
industri tahu untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu lingkungan.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Penelitian ini memberikan tambahan pengetahuan tentang berbagai macam
upaya pengelolaan limbah industri tahu yang dilakukan para pengrajin tahu,
5
untuk pertimbangan penyusunan kebijakan bagi pihak-pihak yang
berkompeten (Pemkab, Pemprov, dll.)
b. Penelitian ini memberikan referensi dan masukan bagi para pelaku industri
tahu tentang pentingnya mengelola limbah sehingga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan.
1.5.Batasan Istilah
1.5.1 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan
yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta
keluasan dan kedalaman bahan pengajaran. Menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003, pendidikan Formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Sedangkan, pendidikan nonFormal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan Formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang.
Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
pendidikan Formal dan nonFormal pengrajin tahu. Tingkat pendidikan Formal
diukur dengan tahun sukses. Sedangkan tingkat pendidikan nonFormal diukur dari
seberapa sering pengrajin tahu memperoleh pelatihan dan penyuluhan yang
berkaitan dengan limbah.
1.5.2 Pengrajin tahu
Pengrajin tahu adalah bagian dari masyarakat yang memiliki mata
pencaharian memproduksi tahu. Pengrajin tahu yang dimaksud dalam penelitian
ini adalah pemilik industri tahu di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
6
1.5.3 Limbah Industri Tahu
Industri tahu dalam proses produksinya selain menghasilkan produk
berupa tahu, juga menimbulkan adanya limbah. Menurut Kristanto (2004), limbah
adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah limbah padat dan limbah cair hasil industri
tahu.
1.5.4 Cara Pengelolaan Limbah Industri Tahu
Pengelolaan limbah industri pangan (cair, padat dan gas) diperlukan untuk
meningkatkan pencapaian tujuan pengelolaan limbah (pemenuhan peraturan
pemerintah), serta untuk meningkatkan efisiensi pemakaian sumber daya. Cara
pengelolaan limbah industri tahu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
tindakan yang dilakukan oleh pengrajin tahu terhadap limbah indutsri tahu.
1.5.5 Pengetahuan tentang Limbah Industri Tahu
Pengetahuan merupakan proses pengalaman khusus yang bertujuan
menciptakan perubahan terus-menerus dalam perilaku atau pemikiran (Seifert,
2008). Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman
pengrajin tahu mengenai limbah industri tahu secara teori saja.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1. Landasan Teori
Pada sub bab ini akan membahas mengenai tingkat pendidikan (baik
Formal maupun nonFormal, pengertian pengrajin tahu, pengelolaan limbah
industri tahu, dan hubungan antara tingkat pendidikan dengan cara pengelolaan
limbah industri tahu.
2.1.1 Tingkat Pendidikan
2.1.1.1 Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan, dan
kapasitas manusia yang mudah dihubungkan oleh kebiasaan, kemudian
disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, didukung dengan alat
(media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan
untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan (Brubacher dalam Suwarno, 2008).
Pendidikan adalah: pertama, keseluruhan proses di mana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang
bernilai positif dalam masyarakat di tempat hidupnya; kedua, pendidikan adalah
proses sosial di mana seseorang dihadapkan pada hubungan lingkungan yang
terpilih dan terkontrol (khusus yang datang dari sekolah), sehingga orang tersebut
bisa mendapat atau mengalami perkembangan kemampuan sosial maupun
kemampuan individual secara optimal (Good dalam Suwarno, 2008).
8
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS
(sistem pendidikan nasional), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tingkat
(jenjang) pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang dikembangkan. Tingkat pendidikan di Indonesia terdiri atas tiga jenjang
yakni pendidikan dasar (SD/MI/sederajat dan SMP/MTs/sederajat), pendidikan
menengah (SMA/MA/SMK/sederajat) dan pendidikan tinggi (perguruan tinggi).
2.1.1.2 Jalur pendidikan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik
untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.
Jalur pendidikan terdiri dari jalur Formal, nonFormal, dan inFormal.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan Formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonFormal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan Formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan inFormal adalah jalur pendidikan keluarga
dan lingkungan.
9
2.1.1.3 Pendidikan Formal
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 14, jenjang
pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi. Disamping jenjang pendidikan itu dapat diadakan pendidikan
prasekolah, yang tidak merupakan prasyarat untuk memasuki pendidikan dasar.
Pendidikan dasar menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 17
menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah
dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk
lainyang sederajat.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 17, pendidikan
menengah merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah
terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah
(MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK),
atau bentuk ain yang sederajat.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 19 menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
pendidikan tinggi.
10
2.1.1.4 Pendidikan NonFormal
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 26 menyatakan
bahwa pendidikan Non Formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/ atau pelengkap pendidikan Formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan Non Formal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. Pendidikan
Non Formal meliputi pendidikan kecakapan kepemudaan, pendidikan
pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Hasbullah (2008), dalam perspektif pendidikan seumur hidup, semua
orang secara potensial merupakan anak didik dalam berbagai tahap perkembangan
hidupnya. Oleh karena itu, anak didik yang dapat menjadi sasaran pendidikan
jalur luar sekolah sangat luas dan bervariasi. Dalam konteks ini dapat
diklasifikasikan ke dalam enam kategori, yang masing-masing dengan prioritas
programnya berikut ini.
a. Para Buruh dan Petani
Golongan ini mempunyai pendidikan yang sangat rendah atau bahkan
tanpa pendidikan sama sekali. Program pendidikan yang harus diberikan
kepada mereka adalah pertama, pendidikan yang bisa atau mampu menolong
meningkatkan produktivitas mereka dengan cara mengajarkan berbagai
11
keterampilan dan metode baru terutama seperti bertani atau sejenisnya;
kedua, pendidikan yang mampu mendidik mereka agar bisa memenuhi
kewajiban sebagai warga negara dan sebagai kepala keluarga yang baik
sehinga mereka menyadari bahwa pendidikan bagi anak-anak mereka adalah
sangat penting; ketiga, pendidikan yang mendidik mereka bagaimana
memanfaatkan waktu senggang secara efektif, terutama dengan kegiatan-
kegiatan yag menyenangkan serta produktif sehingga hidupnya lebih berarti.
b. Para Remaja Putus Sekolah
Golongan remaja menganggur karena tidak mendapatkan pendidikan
keterampilan atau under employed, disebabkan kurangnya bakat dan
kemampuannya, memerlukan pendidikan vokasional yang khusus. Dalam
upaya perkembangan pribadinya, mereka perlu diberi pendidikan kultural dan
kegiatan-kegiatan yang rekreatif, serta pendidikan yang bersifat remedial.
c. Para Pekerja yang Berketerampilan
Program pendidikan yang diberikan kepada golongan ini hendaknya
yang bersifat kejuruan dan teknik, yang dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang telah mereka miliki. Program yang diberikan kepada
mereka harus mengandung minimal dua tujuan, yaitu dapat menyelamatkan
mereka dari bahaya kekurangan pengetahuan dan keterampilan yang mereka
miliki, dan akan membuka jalan bagi mereka untuk naik jenjang dalam
promosi kedudukan yang lebih baik.
12
d. Golongan Teknisi dan Profesional
Golongan ini umumnya menduduki posisi-posisi penting dalam
masyarakat, karena itu kemajuan masyarakat banyakbergantung pada
golongan ini. Maka mereka harus senantiasa memperbaharui dan menambah
pengetahuan dan keterampilannya.
e. Para Pemimpin Masyarakat
Golongan ini termasuk para pemimpin politisi, agama, sosial dan
sebagainya, mereka dituntut untuk mampu mensintesakan pengetahuan dari
berbagai macam profesi atau keahlian, dan selalu memperbaharui sikap-sikap
dan gagasan yang sesuai dengan kemajuan dan pembangunan.
f. Anggota Masyarakat yang Sudah Tua
Disebabkan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
banyak pengetahuan yang belum mereka ketahui pada waktu muda. Sehingga
pendidikan ini merupakan kesempatan yang sangat berharga meskipun tidak
banyak menguntungkan dari segi materi.
2.1.2 Pengrajin Tahu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengrajin/ perajin berasal
dari kata rajin yang artinya suka bekerja (belajar); sungguh-sungguh bekerja;
selalu berusaha giat. Pengrajin adalah orang yang sifatnya rajin; sesuatu yang
mendorong untuk menjadi rajin; orang yang pekerjaannya (profesinya) membuat
barang kerajinan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa
pengrajin tahu adalah bagian masyarakat yang mempunyai mata pencaharian
memproduksi tahu.
13
Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai, dan
prosesnya masih sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. (Herlambang,
dkk., 2002). Secara umum tahapan proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut:
Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan
dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih.
Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup
lunak untuk digiling. Lama perendaman 1 - 1
jam.
Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan bergantung pada
jumlah kedelai yang digunakan.
Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk
memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang
sebanding dengan jumlah kedelai.
Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit.
Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan
air dan diaduk.
Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang
diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang
lebih 70% - 90% dari bobot kering kedelai.
Setelah itu, dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada
suhu 50ºC. Kemudian didiamkan sampak terbentuk gumpalan besar.
Selanjutnya air di atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses
penggumpalan kembali.
14
Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan
kain penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka
dan diangin-anginkan. Kemudian tahu dipotong sesuai permintaan konsumen.
2.1.3 Pengelolaan Limbah
2.1.3.1 Limbah Industri
Pada dasarnya proses produksi adalah mengolah bahan baku dan bahan
penolong yang memiliki nilai ekonomis tertentu menjadi bukan limbah yang
mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi, bahan baru ini namanya produk.
Kenyataannya tidak semua bahan baku dan bahan penolong tersebut dapat
diproses menjadi produk, sebagian dari bahan-bahan itu keluar dari proses
menjadi bahan lain di luar produk, bahan ini disebut sisa proses. Bila sisa proses
ini memiliki nilai ekonomis, maka disebut produk samping, sedangkan sisa lain
yang tidak memiliki nilai ekonomis atau tidak berguna lagi disebut limbah
(Neolaka, 2008: 78).
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi.
Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan oleh limbah tergantung pada jenis dan
karakteristik limbah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Mungkin
dalam jangka waktu singkat tidak akan memberikan hubungan yang berarti,
namun dalam jangka panjang mungkin berakibat fatal terhadap lingkungan.
Berdasarkan karakteristiknya, limbah digolongkan menjadi tiga bagian: limbah
cair, limbah gas dan partikel, limbah padat (Kristanto, 2004).
15
2.1.3.1.1 Limbah Cair
Limbah air bersumber dari industri yang biasanya banyak menggunakan
air dalam proses produksinya, di samping itu adapula bahan baku yang
mengandung air, sehingga dalam proses pengolahannya air tersebut harus dibuang
(Kristanto, 2004: 172).
Air dari industri membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang larut
maupun yang mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan ada yang halus. Kerap
kali air buangan industri berwarna keruh dan bersuhu tinggi. Air limbah yang
telah tercemar mempunyai ciri yang dapat diidentifikasi secara visual dari
kekeruhan, warna, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya. Sedangkan
identifikasi secara laboratorium ditandai dengan perubahan sifat kimia air.
Mungkin air telah mengandung B-3 dalam konsentrasi yang melampaui batas
yang dianjurkan (Kristanto, 2004: 172).
Limbah cair pengolahan pangan umumnya mempunyai kandungan
nitrogen yang rendah, BOD dan padatan tersuspensi tinggi, dan berlangsung
dengan proses dekomposisi cepat. Komponen limbah cair dari industri pangan
sebagian besar adalah bahan organik. Fluktuasi aliran dan muatan organik harus
dievaluasi secukupnya bila limbah ini diizinkan memasuki fasilitas penanganan
kota (Jenie dan Rahayu, 2007: 21).
2.1.3.1.2 Limbah padat
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur,
dan bubur yang berasal dari proses pengolahan. Limbah ini dikategorikan menjadi
dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur-ulang (misalnya plastik, tekstil,
16
potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah
padat yang tak bernilai ekonomis dapat ditangani dengan berbagai cara, antara
lain ditimbun pada suatu tempat, diproses kemudian dibuang dan dibakar
(Kristanto, 2004: 174).
2.1.3.2 Limbah Industri Tahu
Limbah tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu
maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah
padat dan cair. Limbah padat industri tahu belum dirasakan dampaknya karena
limbah padat industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pembuatan
tempe gembus.
Air banyak digunakan sebagai bahan pencucian dan merebus kedelai untuk
proses produksinya. Akibat dari banyak nya pemakaian air dalam proses
pembuatan tahu maka limbah cair yang dihasilkan juga cukup besar. Limbah cair
industri tahu memiliki beban pencemar yang tinggi. Pencemaran limbah cair
industri tahu berasal dari bekas pencucian kedelai, perendaman kedelai, air bekas
pembuatan tahu dan air bekas perendaman tahu.
Karakteristik buangan industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan,
yaitu: karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total,
suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan
anorganik, dan gas (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987 dalam Herlambang, dkk.,
2002).
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu
limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai
17
460C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi
kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dna
tegangan permukaan (Sugiharto, 1987 dalam Herlambang, dkk. 2002).
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu
pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak, dan minyak. Senyawa yang
jumlahnya paling besar adalah protein dan lemak (Nurhasan dan Pramudyanto,
1987 dalam Herlambang, dkk., 2002), yang mencapai 40 – 60% protein, 25 – 50%
karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987 dalam Herlambang, dkk., 2002).
Limbah cair industri tahu dan tempe mengandung bahan organik dan
padatan terlarut. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe dihasilkan limbah
sebanyak 3.000 – 5.000 liter (Departemen Perindustrian, 2007).
Tabel 2. 1 Karakteristik Beberapa Limbah Cair Industri Kerupuk Kulit dan
Industri Tempe.
No. Parameter Industri
Kerupuk Kulit Tahu – Tempe
1. BOD (mg/ L) 2.850 950
2. COD (mg/L) 8.430 1.534
3. TSS (mg/L) 6.291 309
4. pH (-) 13 5
5. Volume (m3/ton) 2,5 3 – 5
Sumber: Wenas, Sunaryo, dan Sutyasmi (2002) dalam Jurnal Departemen
Perindustrian (2007)
BOD (Bio Chemical Oxigen Demand) adalah kebutuhan oksigen bagi
sejumlah bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) semua zat-zat organik
yang terlarut maupun sebagai tersuspensi dalam air menjadi bahan organik yang
lebih sederhana. Nilai ini hanya merupakan jumlah bahan organik yang
dikonsumsi bakteri. Penguraian zat-zat organis ini terjadi secara alami. Aktifnya
18
bakteri-bakteri menguraikan bahan-bahan organik bersamaan dengannya habis
pula terkonsumsi oksigen (Ginting, 2007: 51).
COD (Chemical Oxigen Demand) adalah sejumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat anorganis dan organis sebagaimana pada
BOD. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat anorganik
(Ginting, 2007: 52).
2.1.3.3 Pengelolaan Limbah Industri Tahu
2.1.3.3.1 Limbah Cair Industri Tahu
Limbah harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang jika mengandung
bahan pencemar yang mengakibatkan rusaknya lingkungan, atau paling tidak
berpotensi menciptakan pencemaran (Kristanto, 2004). Pengolahan air limbah
bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat
(Neolaka, 2008: 78).
Kabupaten Kudus, dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi
upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan mengacu pada Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah.
Dalam Pasal 1, menyatakan bahwa usaha dan/ atau kegiatan adalah usaha dan/
atau kegiatan yang mempunyai potensi menimbulkan pencemaran lingkungan
hidup. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/
atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaanya dalam air limbah
yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan/ atau
kegiatan.
19
Menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004
tentang Baku Mutu Air Limbah, Pasal 8, menyatakan bahwa setiap penanggung
jawab usaha dan/ kegiatan yang membuanng air limbah ke lingkungan wajib:
a. Memenuhi baku mutu air limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Daerah ini;
b. Melakukan pengolahan air limbah yang dibuang agar memnuhi baku mutu air
limbah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Daerah ini;
c. Membuat instalasi pengolahan air limbah dan sistem saluran air limbah kedap
air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan;
d. Memasang alat ukur debit atau laju alir limbah pada inlet instalasi pengolahan
air limbah dan outlet instalasi pengolahan air limbah serta inlet pemanfaatan
kembali apabila air limbah yang dihasilkan dimanfaatkan kembali;
e. Melakukan pencataatan debit harian air limbah baik untuk air limbah yang
dibuang ke sumber air dan/ atau laut, dan/ atau yang dimanfaatkan kembali;
f. Melakukan pencatatan pH harian air limbah;
g. Tidak melakukan pengenceran air limbah ke dalam aliran buangan air limbah;
h. Melakukan pencatatan jumlah bahan baku dan produk harian senyatanya;
i. Memisahkan saluran pembuangan air limbah dengan saluran limpasan air
hujan;
j. Menetapkan titik penataan untuk pengambilan contoh uji;
k. Memeriksakan kadar parameter air limbah sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Peraturan Daerah ini secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali
20
dalam 1 (satu) bulan di laboratorium yang terakreditasi dan teregistrasi di
Kementrian Lingkungan Hidup;
l. Menyampaikan laporan debit air limbah harian, pH harian, penggunaan bahan
baku, jumlah produk harian, dan kadar parameter air limbah sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, huruf e, huruf g, dan huruf j secara berkala paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kepada Bupati/ Walikota dengan
tembusan Gubernur dan Meteri serta instansi lain yang terkait sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; dan
m. Melaporkan kepada Bupati/ Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan
Menteri mengenai kejadian tidak normal dan/ atau keadaan darurat yang
mengakibatkan baku mutu air limbah dilampaui serta rincian upaya
penanggulangannya paling lama 2x24 jam.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu tersebut
adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerobik dan aerobik.
Secara umum proses pengolahannya dibagi mejadi dua tahap yakni pertama
proses penguraian anaerobik, dan yang kedua adalah proses pengolahan lanjut
dengan sistem kombinasi biofilter anaerob-aerobik. Secara garis besar proses
pengolahan limbah industri tahu ditunjukkan seperti gambar 2.1.
21
Berikut diuraikan beberapa sistem pengolahan limbah cair yang sesuai
untuk limbah cair industri pangan skala kecil, meliputi:
a. Sistem Lumpur Aktif / mixed liquor suspended solid (MLSS)
Lumpur aktif dikenal dengan istilah mixed liquor suspended solid
(MLSS), yaitu jumlah total padatan tersuspensi yang berasal dari kolam
pengendap lumpur aktif.
Lumpur banyak mengandung zat pengurai sehingga sangat baik untuk
memakan bahan organik yang masih baru Hal yang perlu diperhatikan dalam
proses lumpur aktif:
Lumpur aktif proses pertumbuhan bakteri.
Proses penambahan oksigen, yang disebut dengan aerasi. (Kristanto, 2004:
202)
Sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu bioreaktor
(tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Limbah cair dan biomassa dicampur
Kolam
Anaerobik
Kolam
Aerobik
Pemanfaat Lain
Limbah Padat
Limbah Cair
Bak Kontrol
Limbah
Kolam Ekualisasi/
Pemisah Minyak
Industri Tahu Tahu
Dibuang
ke alam
Gambar 2. 1 Proses Pengolahan Limbah Sederhana Sistem Kombinasi
Anaerobik-Aerobik dengan Biofilter (Herlambang, dkk. 2002).
22
secara sempurna dalam suatu reaktor dan diaerasi. Secara umum, aerasi ini
juga berfungsi sebagai sarana pengadukan suspense tersebut. Suspensi
biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke tangki sedimentasi,
dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah. Sebagian biomassa
yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor, dan air yang telah terolah
dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor konstan
(MLSS=3-5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut sebagai
excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat pada
gambar 2.2.
b. Sistem Trickling Filter
Trickling filter terdiri atas tumpukan media padat dengan kedalaman
sekitar 2 m, umumnya berbentuk silinder. Limbah cair disebarkan ke
permukaan media bagian atas dengan lengan distributor berputar, dan air
kemudian mengalir (menetes) ke bawah melalui permukaan media padat akan
terabsorpsi oleh mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada
permukaan media padat tersebut. Setelah mencapai ketebalan tertentu,
Gambar 2. 2 Skema Proses Lumpur Aktif (Departemen Perindustrian,
2007)
23
biasanya lapisan biomassa ini terbawa aliran limbah cair ke bagian bawah.
Limbah cair dibagian bawah dialirkan ke tangki sedimentasi untuk
memisahkan biomassa. Resirkulasi dari tangki sedimentasi diperlukan untu
meningkatkan efisiensi.
Sistem trickling filter mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sistem
ini sesuai untuk pengolahan limbah cair dengan relatif kecil, baik untuk
tujuan oksidasi karbon maupun nitrifikasi. Desain dan operasi trickling filter
cukup sederhana, tetapi sistem ini memerlukan klarifier primer, klarifier
sekunder, serta memerlukan resirkulasi efluen. Terdapat potensi terjadinya
penyumbatan pada media filter oleh benda berukuran besar ( seperti plastik,
ranting, daun, kayu), terutama jika sistem tidak dilengkapi fasilitas
penyaringan kasar (Departemen Perindustrian, 2007).
c. Sistem RBC (Rotating Biolocal Contractor)
Sistem RBC terdiri atas deretan cakram yang dipasang pada as
horizontal dengan jarak sekitar 4cm. Sebagian dari cakram tercelup dalam
limbah cair, dan sebagian lagi kontak dengan udara. Pada saat as diputar,
permukaan cakram secara bergantian kontak dengan limbah cair dan
kemudian kontak dengan udara. Akibatnya, mikroorganisme tumbuh pada
permukan cakram sebagai lapisan biologis (biomassa), dan mengabsorpsi
bahan organik dalam limbah cair. Contoh gambar RBC dapat dilihat pada
gambar 2.3.
24
Gambar 2. 3 Skema Proses Sistem RBC (Departemen perindustrian, 2007)
d. Sistem SBR (Sequencing Batch Reactor)
Sistem SBR adalah suatu system lumpur aktif yang dioperasikan
secara curah (batch). Satuan proses dalam sistem SBR identic dengan satuan
proses dalam sistem lumpur aktif, yaitu aerasi dan sedimentasi untuk
memisahkan biomassa. Pada SBR kedua proses tersebut berlangsung secara
bergantian pada tangki yang sama.
Kelebihan sistem SBR antara lain: sesuai untuk volume limbah cair
kecil atau bervariasi, dapat digunakan untuk eliminasi karbon, nitrogen, dan
fosfor, serta pemisahan biomassa (sedimentasi) berlangsung dalam satu
rekator. Kelemahan system SBR adalah hanya sesuai untuk jumlah limbah
cair kecil dan tidak kontinu. Sistem SBR dioperasikan secara curah (batch),
sehingga untuk operasi kontinu diperlukan beberapa SBR yang dioperasikan
secara paralel (Departemen Perindustrian. 2007).
25
e. Sistem Kolam (Kolam Oksidasi)
Prinsip daripada kolam oksidasi adalah kemampuan pemulihan diri
sendiri karena adanya bantuan dari luar. Air yang mengalir sebenarnya cukup
potensial untuk memulihkan diri sendiri karena adanya arus turbulensi,
gesekan dengan batuan, sehingga banyak oksigen terserap dalam air.
Iklim. Suhu, musim kemarau dan hujan sangat memhubungani proses
kolam oksidasi. Pada cuaca cerah, di samping proses fotosintesis dapat
berlangsung dengan baik, oksigen yang terlarut juga bertambah banyak,
sehingga nilai BOD akan turun. Sebaliknya, jika hujan turun dan mendung,
aktivitas bakteri berkurang, kolam kekurangan oksigen sehingga tercipta
kondisi anaerobik (Kristanto, 2004).
Sistem kolam merupakan sistem pengolahan limbah cair sederhana
yang tidak memerlukan peralatan mekanis, mudah dioperasikan dan tidak
memerlukan biaya tinggi. Kekurangan sistem ini adalah sangat tergantung
pada cuaca, dan memerlukan lahan luas, serta berpotensi menimbulkan bau
busuk untuk proses aerobic. Selain, kolam juga dapat digunakan sebagai
tempat berkembang biak nyamuk (Departemen Perindustrian, 2007).
f. Sistem UASB
Pada prinsipnya, UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blaket)
merupakan salah satu jenis rector anaerobic yang paling banyak diterapkan
untuk pengolahan berbagai jenis limbah cair. Berbeda dengan proses aerobik,
dimana bahan organik dikonversi menjadi produk akhir berupa
26
karbondioksida dan air, pada proses anaerobik sebagai produk adalah gas
metana dan karbondioksida.
Kelebihan rector UASB adalah konstruksi sederhana, tanpa bahan
untuk pertumbuhan mikroorganisme, paling banyak diterapkan pada skala
teknis sehingga banyak pengalaman praktis. Kekurangan reaktor UASB
antara lain adalah sangat sensitif terhadap perubahan beban Hedrolik dan
beban organik laju perombakan relatif rendah dibanding dengan reaktor
anaerobik lainnya, seperti reaktor fluidized bed. Kadar bahan organik dalam
efluen UASB umumnya masih tinggi, sehingga memerlukan pengolahan
tambahan, misalnya dengan proses aerobik.
g. Septik Tank
Septik tank merupakan tipe sistem anaerob yang banyak dipergunakan
penduduk untuk pengolahan limbah rumah tangga. Bentuknya sederhana,
dapat berupa kubus atau silinder dengan kedalaman 1,2 sampai 1,5 m, dapat
berupa kubus atau silinder dengan saluran (pipa) pembuang gas (Kristanto,
2004: 208).
Gambar 2. 4 Skema Reaktor UASB (Departemen Perindustrian, 2007)
27
Sistem septik tank harus didesain dan dioperasikan secara benar agar
tidak mencemari air dan tanah di sekitarnya. Pada prinsipnya, sistem septik
tank terdiri atas ruang pencernaan dan ruang lumpur. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mendesain dan mengoperasikan sistem septik tank adalah:
Dinding septik tank harus kedap air
Septik tank harus dilengkapi dengan fasilitas resapan efluen hasil
pencernakan
Waktu tinggal limbah cair di dalam septik tank minimum 2 hari.
Lumpur yang terbentuk harus dibuang secara regular (misalnya setiap 3 –
4 tahun).
Lantai dasar septik tank dibuat miring agar lumpur yang terbentuk dapat
mengalir ke ruang lumpur.
Saluran air masuk harus lebih tinggi dari saluran air keluar (efluen),
perbedaan tinggi minimum 3 cm.
Septik tank harus dilengkapi lubang untuk pembuangan gas yang
terbentuk, dan
Septik tank harus dilengkapi lubang kontrol.
Gambar 2. 5 Penampang Melintang Sistem Septik Tank (Sugiharto, 1987 dalam
Departemen Perindustrian, 2007)
28
Kelebihan sistem Septik Tank untuk pengolahan limbah cair pangan
antara lain adalah dapat diterapkan untuk hampir semua jenis limbah industri
pangan dengan kadar bahan organik tinggi, dapat diterapkan untuk debit
limbah cair kecil dan tidak kontinu, biaya konstruksi, operasi, dan
pemeliharaan rendah, dan tidak memerlukan keahlian khusus baik untuk
konstruksi maupun pengoperasiannya. Kelemahan sistem ini adalah
berpotensi mencemari air tanah (Departemen Perindustrian, 2007).
Setiap sistem mempunyai keunggulan dan kelemahan, dan
pemanfaatannya membutuhkan kesesuaian dengan permasalahan yang
dihadapi. Pada umumnya pertanyaan yang muncul berkisar pada:
kemampuan alat dalam menurunkan kadar pencemaran hingga memenuhi
baku mutu yang berlaku,
biaya investasi dan operasi yang dibutuhkan,
kemudahan dalam perawatan dan suku cadang, dan kebutuhan lahan
(Herlambang, dkk., 2002).
2.1.3.3.2 Limbah Padat Hasil Industri Tahu
Proses pengolahan limbah padat dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu
pemisahan, penyusutan ukuran, dan pengkomposan. Pemisahan, adalah
pengembilan bahan tertentu kemudian diproses lagi sehingga mempunyai nilai
ekonomis. Penyusutan ukuran, bertujuan untuk mempermudah pengolahan limbah
selanjutnya, misalnya pembakaran. Ukuran yang lebih kecil akan mempermudah
pengangkutan dan pembakaran pada tungku pembakar. Jadi tujuannya adalah
pengurangan volume atau berat. Pengomposan, merupakan proses biokimia, yaitu
29
zat organik dalam limbah dipecah, menghasilkan humus yang bermanfaat untuk
memperbaiki struktur tanah. Banyak jenis limbah padat dari industri yang upaya
pengelolaannya dilakukan menurut kriteria yang sudah ditetapkan (Kristanto,
2004: 175).
2.1.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Pengendalian pencemaran yang dikenal masyarakat adalah menggunakan
instalasi pengolahan limbah. Instalasi pengolahan limbah pada prinsipnya seperti
sebuah sistem industri dimana tersedia sejumlah input untuk diolah menjadi
output. Dalam kaitannya ini adanya limbah sebagai bahan baku yang diolah dalam
sistem kemudia hasilnya adalah limbah yang memenuhi syarat baku mutu. Kalau
limbah cair yang diolah kotor maka setelah mengalami pengolahan akan
dihasilkan limbah yang memenuhi baku mutu limbah cair.
Instalasi pengolahan limbah mempunyai spesifikasi tertentu dengan
kriteria-kriteria teknis seperti tingkat efisiensi, beban persatuan luas, waktu
penahanan hidrolis, waktu penahanan lumpur, dan lain-lain. Pengolahan limbah
menggunakan berbagai metode dan jenis tingkatan sedangkan penggunaannya
tergantung pada jenis limbah yang diolah (Ginting, 2007: 80).
2.1.5 Biogas
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerobik). Prinsip
dasar biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme
dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob) untuk menghasilkan campuran dari
beberapa gas, seperti metan dan CO2. Biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri
30
metanogen atau metanogenik. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang
mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah organik. Proses
tersebut dikenal dengan istilah anaerobic disgetion atau pencernaan secara
anaerob. Umumnya biogas diproduksi menggunakan alat yang disebut reaktor
biogas (digester) yang dirancang agar kedap udara (anaerobik), sehingga proses
penguraian oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal (Wahyuni, 2011).
2.1.6 Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Cara Pengelolaan Limbah
Manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang memiliki daya
pikir dan daya nalar tertinggi dibandingkan makhluk lainnya. Disini jelas terlihat
bahwa manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang aktif. Hal ini
disebabkan manusia dapat secara aktif mengelola dan mengubah ekosistem sesuai
dengan apa yang dikehendaki. Kegiatan manusia ini dapat menimbulkan
bermacam-macam gejala (Supardi, 2003). Kegiatan manusia ini selain membawa
dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Untuk mengatasi problem lingkungan agar tidak semakin akut, maka perlu
langkah strategis dan berkesinambungan. Langkah yang dimaksud adalah melalui
proses pendidikan berwawasan lingkungan. Pendidikan adalah wahana yang
paling tepat untuk internalisasi dan transformasi keyakinan, nilai, pengatahuan,
dan keterampilan. Pendidikan dalam konteks ini bukan hanya proses belajar
mengajar di bangku sekolah dan secara Formal, melainkan melalui keseluruhan
sistem yang holistik dalam relung kehidupan manuisa. Pendidikan harus mampu
merubah setiap jengkal dimensi kehidupan seseorang. Proses pembelajaran sudah
31
semestinya membantu masyarakat pembelajar untuk mengembangkan potensi
intelektualitasnya (Harefa dalam Ahmad, 2010).
Pendidikan merupakan hal penting bagi kehidupan, tidak hanya dipandang
sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, namun
diperluas mencakup usaha untuk mewujudkan keinginan, kebutuhan dan
kemampuan individu sehingga tercapai pola hidup pribadi dan sosial yang
memuaskan. Peran pendidikan menentukan tingkat kesuksesan seseorang.
Pendidikan dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat,
pendidikan Formal, inFormal dan nonFormal.
Pendidikan harus mampu merubah keyakinan, nilai dan pemahaman
tentang pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan agar tetap berkualitas
dan sehat. Pada saat bersamaan, keyakinan, nilai dan pemahaman di atas
diimplementasikan dalam derap perjuangan yang lebih nyata. Pada aras yang lebih
nyata, pendidikan lingkungan perlu didukung environmental leadership
(kepemimpinan lingkungan), untuk mendorong kapasitas, sikap dan pengalaman
praktis untuk mewujudkan keberlanjutan dan keadilan lingkungan (Witoelar
dalam Ahmad, 2010).
Kesadaran lingkungan adalah usaha melibatkan setiap warga negara dalam
menumbuhkan dan membina kesadaran untuk melestarikan lingkungan,
berdasarkan tata nilai, yaitu tata nilai daripada lingkungan itu sendiri dengan
filsafat hidup secara damai dengan alam lingkungannya. Asas ini harus mulai
ditumbuhkan melalui pendidikan sekolah dan luar sekolah, dari taman kanak-
kanak hingga perguruan tinggi agar lambat laun tumbuh rasa cinta kasih kepada
32
alam lingkungan, disertai tanggung jawab sepenuhnya setiap manusia untuk
memelihara kelestarian lingkungan (Zen dalam Neolaka, 2008).
Membangun sadar lingkungan harus dimulai dari hulu ke hilir, dari atas
hingga bawah, dari perangkat lunak hingga yang paling keras. Strategi tersebut
juga perlu dilakukan secara masif dan simultan. Dan proses itu dapat dilakukan
melalui prses pendidikan. Pendidikan dapat membangkitkan kesadaran peserta
didik akan arti penting menjaga kelestarian lingkungan hidup (Ahmad, 2010).
Upaya penyadaran dapat dilakukan melalui berbagai cara, diberbagai
tempat, dan waktu, tentu harus dilalui secara berkesinambungan. Pendidikan
berwawasan lingkungan baik yang secara Formal, in-Formal, maupun melalui
pendidikan popular yang mengedepankan local wisdom menjadi tak terelakkan
(Ahmad, 2010).
Oleh karena itu, pendidikan dirasa penting dalam menciptakan sikap sadar
lingkungan yang menjadikan seseorang lebih peduli terhadap lingkungan. Salah
satunya adalah pengrajin tahu yang mengelola limbah hasil industrinya agar tidak
mencemari lingkungan.
2.2. Kerangka Berfikir
Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, dimana sektor ini
dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar
terhadap pendapatan daerah. Salah satu industri kecil yang berkembang pesat di
Kudus adalah industri tahu. Pesatnya perkembangan industri selain membawa
dampak positif seperti peningkatan pendapatan keluarga dan penyerapan tenaga
kerja, juga menimbulkan dampak negatif berupa limbah hasil industri.
33
Pengelolaan limbah diperlukan adanya pendidikan baik secara Formal
maupun nonFormal. Pendidikan Formal meliputi pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonFormal meliputi pelatihan/
penyuluhan yang diperoleh pengrajin tahu dari pemerintah/ badan setempat
mengenai dampak limbah industri tahu terhadap lingkungan, serta cara
pengelolaan limbah industri tahu. Semakin tinggi tingkat pendidikan Formal
pengrajin tahu, dan sering mengikuti pelatihan dan penyuluhan, maka semakin
baik pula dalam mengelola limbah hasil industri tahu.
Pengrajin
(Industri Tahu)
BerpendidikanTinggi Berpendidikan Rendah
CARA PENGELOLAAN
LIMBAH
Pengelolaan
Limbah
Kurang Baik
Pengelolaan
Limbah
Lebih Baik
34
2.3. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan kerangka berfikir pada penelitian ini, maka
dirumuskan dalam hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan pengrajin tahu dengan cara
pengelolaan limbah industri tahu di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
Ha : Ada hubungan antara tingkat pendidikan pengrajin tahu dengan cara
pengelolaan limbah industri tahu di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei tahun
2015, di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
3.2. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sugiyono
(2011), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik, dengan tujuan untuk menguji
hipotesis yang telah ditetapkan.
3.3. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Dalam Arikunto (2006: 270),
penelitian korelasi bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan. Dan
apabila ada, berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu.
3.4. Populasi dan Sampel
3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pengrajin tahu yang ada di
Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, menurut data yang diperoleh peneliti dari
KOPTI (Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia) Kabupaten Kudus. Polpulasi
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
36
Tabel 3. 1 Populasi Penelitian
No. Desa Jumlah Pengrajin
Tahu
1. Getaspejaten 0
2. Jati Kulon 3
3. Jati Wetan 0
4. Jepangpakis 0
5. Jetiskapuan 0
6. Loram Kulon 0
7. Loram Wetan 1
8. Megawon 0
9. Ngembal Kulon 0
10. Pasuruhan Lor 4
11. Pasuruhan Kidul 0
12. Ploso 25
13. Tanjungkarang 0
14 Tumpangkrasak 0
Jumlah Total 33
Sumber: Data KOPTI Kabupaten Kudus
Pada awalnya populasi berjumlah 33 pengrajin tahu, namun setelah
dilakukan penelitian terdapat selisih jumlah antara data sekunder dengan data di
lapangan, sehingga terjadi perubahan jumlah populasi menjadi 25 pengrajin tahu,
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3. 2 Perubahan Populasi Penelitian No. Desa Jumlah Pengrajin Tahu
1. Getaspejaten 0
2. Jati Kulon 3
3. Jati Wetan 1
4. Jepangpakis 1
5. Jetiskapuan 0
6. Loram Kulon 0
7. Loram Wetan 0
8. Megawon 0
9. Ngembal Kulon 0
10. Pasuruhan Lor 0
11. Pasuruhan Kidul 2
12. Ploso 17
13. Tanjungkarang 0
14 Tumpangkrasak 1
Jumlah Total 25
Sumber: Data Primer Penelitian 2015
37
3.4.2 Sampel
Penentuan jumlah sampel yang dapat mewakili populasi sebagai patokan
apabila jumlah populasi kurang dari 100 orang sebaiknya semua populasi diambil
sebagai sampel. Selanjutnya apabila jumlah populasi lebih dari 100 orang sampel
dapat diambil 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih (Arikunto, 2006: 134).
Penelitian ini menggunakan sampel populasi, yaitu semua populasi diambil
sebagai sampel karena jumlah populasi di bawah 100 orang, sehingga jumlah
sampel dalam penelitian ini sebanyak 25 responden.
3.5. Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel bebas (x)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan pengrajin
tahu, dengan subvariabel sebagai berikut:
a. Pendidikan Formal, terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini diukur didasarkan
pada tahun sukses responden.
Tabel 3. 3 Tingkat Pendidikan Berdasarkan Tahun Sukses
No. Pendidikan Tahun Sukses Skor
1. Tidak sekolah – 3 SD 0 – 3 tahun 1
2. 4 SD – 6 SD 4 – 6 tahun 2
3. 7 SMP – 9 SMP 7 – 9 tahun 3
4. 10 SMA ke atas ≥10 tahun 4
b. Pendidikan NonFormal, dengan indikator: Pelatihan/ penyuluhan yang
diperoleh pengrajin tahu dari pemerintah/ badan setempat mengenai dampak
limbah industri tahu terhadap lingkungan, serta cara pengelolaan limbah
industri tahu.
38
3.5.2 Variabel terikat (y):
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah cara pengelolaan limbah
industri tahu. Adapun sub variabelnya sebagai berikut:
a. Pengetahuan tentang limbah industri tahu, dengan indikator:
1) Mengetahui jenis limbah industri tahu
2) Mengetahui dampak limbah tahu terhadap lingkungan
3) Mengetahui cara pengelolaan limbah hasil industri tahu
b. Pengelolaan limbah padat industri tahu, indikator:
1) Pemanfaatan limbah padat industri tahu (ampas tahu)
2) Perlakuan terhadap limbah padat industri tahu (ampas tahu)
c. Pengelolaan limbah cair industri tahu, indikator:
1) Perlakuan terhadap limbah cair industri tahu
2) Adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
3) Pemanfaatan biogas dari limbah cair tahu
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan peneliti
untuk mengumpulkan data yang selanjutnya akan dianalisis oleh penulis sehingga
diperoleh kesimpulan dari penelitian. Teknik pengumpulan data pada penelitian
ini adalah:
3.6.1 Teknik Observasi
Teknik observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui tentang
gambaran umum kondisi fisik industri tahu di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus.
Selain itu juga untuk mengetahui kondisi industri tahu dan lingkungan sekitar
39
industri tahu di Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus berkaitan dengan pengelolaan
limbah yang dilakukan oleh pengrajin tahu, dengan datang langsung ke lokasi.
3.6.2 Teknik Wawancara
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara. Teknik ini digunakan
untuk memperoleh informasi awal mengenai profil industri tahu, antara lain nama
pemilik industri tahu, tingkat pendidikan pengrajin tahu, proses pembuatan tahu,
jumlah tenaga kerja, jumlah produksi tahu perhari. Wawancara dilakukan
penelitian secara langsung dengan pengrajin tahu di Kecamatan Jati, Kabupaten
Kudus. Teknik wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik
wawancara langsung dengan para pengrajin yang ada di Kecamatan Jati,
Kabupaten Kudus.
3.6.3 Teknik Angket (Kuesioner)
Teknik angket digunakan untuk memperoleh informasi mengenai riwayat
pengrajin tahu, pendidikan pengrajin tahu, dan cara pengelolaan limbah hasil
industri tahu. Teknik ini dilakukan dengan cara mendatangi pengrajin tahu di
Kecamatan Jati secara langsung dan memberikan angket berisi daftar pertanyaan
untuk dijawab.
3.6.4 Teknik Dokumentasi
Tenik dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan sampel, tingkat pendidikan, pengelolaan limbah industri tahu, serta hal-hal
lain yang bersangkutan dengan penelitian ini. Teknik dokumentasi ini juga
digunakan untuk memperoleh data awal tentang jumlah pengrajin tahu yang ada di
Kabupaten Kudus.
40
3.7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data statistik deskriptif untuk
menganalisis data tingkat pendidikan pengrajin tahu dan cara pengelolaan limbah
hasil industri tahu. Sedangkan untuk menganalisis hubungan antara tingkat
pendidikan pengrajin tahu dengan cara pengelolaan limbah hasil industri tahu
menggunakan analisis korelasi product moment (korelasi Pearson).
3.7.1 Statistik Deskriptif
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, sehingga dalam penelitian
ini teknik analisis data menggunakan statistik. Dalam Sugiyono (2012), terdapat
dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data dalam penelitian, yaitu
statistik deskriptif, dan statistik inferensial.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif.
Sugiyono (2012), statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi.
Menurut Sarwono (2006), kegunaan utama statistik deskriptif ialah untuk
menggambarkan jawaban-jawaban observasi. Yang termasuk di dalamnya
diantaranya ialah distribusi frekuensi, distribusi persen dan rata-rata (mean).
3.7.1.1 Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel distribusi frekuensi menggambarkan pengaturan data secara teratur
di dalam suatu tabel. Data diatur secara berurutan sesuai dengan besar kecilnya
angka atau digolong-golongkan ke dalam suatu kelas-kelas yang sesuai dengan
41
tindakan dan jumlah yang ada pada masing-masing kelas. Di bawah ini contoh
tabel distribusi frekuensi:
Apakah Saudara pernah berbelanja di Matahari Supermarket?
Tabel 3. 4 Jawaban Responden Jawaban Frekuensi
Pernah 110
Tidak Pernah 90
Jumlah 200
Artinya: ada sebanyak 110 individu yang memilih “pernah” berbelanja di
Matahari Supermarket dan 90 yang memilih “tidak pernah” berbelanja di
Matahari Supermarket (Sarwono, 2006).
3.7.1.2 Frekuensi Relatif
Frekuensi relatif ialah frekuensi yang dihitung dalam bentuk persen. Cara
memperoleh frekuensi relatif ialah:
Frekuensi masing-masing individu x 100%
Jumlah frekuensi
Contoh:
Tabel 3. 5 Contoh Tabel Frekuensi Relatif
Umur Frekuensi Presentasae
<25
26 – 30
31 – 40
>40
121
59
83
66
37%
18%
25%
20%
Jumlah 329 100%
Sumber: Sarwono (2000: 139)
42
3.7.1.3 Analisis Data Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tahap Penyekoran
Tahap ini dilakukan untuk mempermudah dalam menganalisis data dengan
cara memberikan skor terhadap jawaban responden dengan kriteria pemberian
skor sebagai berikut:
- Opsi jawaban A akan diberi skor 1
- Opsi jawaban B akan diberi skor 2
- Opsi jawaban C akan diberi skor 3
- Opsi jawaban D akan diberi skor 4
b. Menentukan parameter
Menentukan kriteria parameter dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Menentukan skor maksimal dengan rumus:
Skor maksimal=∑
= 3 x 4
= 12
Menentukan skor minimal dengan rumus:
Skor minimal = ∑
= 3 x 1
= 3
43
Menentukan rentang skor dengan rumus:
Rentang = skor maksimal – skor minimal
= 12 – 3
= 9
Menghitung interval skor dengan rumus:
Ineterval =
=
= 2,25
Menentukan kriteria tingkat pendidikan. Kriteria tabel yang akan
digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3. 6 Kriteria Tingkat Pendidikan
No. Interval Skor Kriteria
1. 3,00 – 5,24 Sangat rendah
2. 5,25 – 7,50 Rendah
3. 7,51 – 9,75 Sedang
4. 9,76 – 12,00 Tinggi
Sumber: Data Primer (2015)
c. Menyusun tabel distribusi frekuensi
d. Menghitung frekuensi relatif
44
3.7.1.4 Analisis Data Cara Pengelolaan Limbah Tahu
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Tahap Penyekoran
Tahap ini dilakukan untuk mempermudah dalam menganalisis data dengan cara
memberikan skor terhadap jawaban responden dengan kriteria pemberian skor
sebagai berikut:
- Opsi jawaban A akan diberi skor 1
- Opsi jawaban B akan diberi skor 2
- Opsi jawaban C akan diberi skor 3
- Opsi jawaban D akan diberi skor 4
b. Menentukan parameter
Menentukan kriteria parameter dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Menentukan skor maksimal dengan rumus:
Skor maksimal=∑
= 13 x 4
= 52
Menentukan skor minimal dengan rumus:
Skor minimal= ∑
= 13 x 1
= 13
45
Menentukan rentang skor dengan rumus:
Rentang = skor maksimal – skor minimal
= 52 - 13
= 39
Menghitung interval skor dengan rumus:
Interval =
=
= 9,75
Menentukan kriteria tingkat pendidikan. Kriteria tabel yang akan
digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3. 7 Kriteria Cara Pengelolaan Limbah Hasil Industri Tahu
No. Interval Skor Kriteria
1. 13,00 – 22,75 Buruk
2. 22,76 – 32,50 Kurang baik
3. 32,60 – 42,25 Baik
4. 42,26 – 52,00 Sangat baik
Sumber: Data Primer (2015)
c. Menyusun tabel distribusi frekuensi
d. Menghitung frekuensi relatif
3.7.2 Korelasi Product – Moment (Korelasi Pearson)
Teknik analisis ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan
hipotesis hubungan dua variabel bila data kedua variabel berbentuk interval atau
ratio, dan sumber data dari dua variabel atau lebih tersebut adalah sama.
46
Berikut ini dikemukakan rumus yang paling sederhana yang dapat
digunakan untuk menghitung koefisien korelasi. Koefisien korelasi untuk populasi
diberi simbol rho (ρ) dan untuk sampel diberi simbol r, sedang untuk korelasi
ganda diberi simbol R (Sugiyono, 2012).
Rumus Korelasi Product Moment
∑ (∑ )(∑ )
√( ∑ ( ) )( ∑ ( ) )
(Sugiyono, 2012)
Pengujian signifikansi koefisien korelasi, selain dapat menggunakan tabel,
juga dapat dihitung dengan uji t yang rumusnya ditunjukkan pada rumus berikut.
t = √
√
(Sugiyono, 2012)
Keterangan:
t : Uji keberartian korelasi
r : Koefisien korelasi
n : Jumlah responden (Sugiyono, 2012)
Harga t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga t tabel.
Apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat
hubungan yang positif dan nilai koefisien korelasi anatara tingkat pendidikan
dengan cara pengelolaan limbah.
47
Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisien korelasi yang
ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada ketentuan yang
tertera pada tabel berikut.
Tabel 3. 8 Pedoman untuk Memberikan Interpretasi terhadap Koefisien Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono (2012)
Dalam analisis korelasi terdapat suatu angka yang disebut dengan
Koefisien Determinasi, yang besarnya adalah kuadrat dari koefisien korelasi (r2).
Koefisien ini disebut koefisien penentu, karena varians yang terjadi pada variabel
dependen dapat dijelaskan melalui varians yang terjadi pada variable independen.
91
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan pengrajin tahu dengan cara pengelolaan limbah industri tahu.
Keduanya mempunyai hubungan yang positif. Jadi, semakin rendah tingkat
pendidikan pengrajin tahu maka akan semakin buruk cara pengelolaan limbahnya.
5.2. Saran
Setelah melakukan penelitian dan menganalisis data yang diperoleh, beberapa hal
yang dapat disarankan adalah:
Perlu adanya pelatihan dan penyuluhan mengenai limbah dan cara
pengelolaannya secara merata dari Pemerintah terhadap industri kecil agar
tercipta kesadaran terhadap lingkungan.
Kegiatan pelatihan dan penyuluhan tidak hanya membahas tentang limbah dan
cara pengelolaannya, tetapi juga menyampaikan tentang adanya program
pemerintah memberi bantuan IPAL dan bagaimana prosedur untuk
mendapatkan bantuan tersebut, sehingga industri kecil yang belum mengolah
limbah cair karena faktor biaya dapat terbantu dengan adanya program
tersebut.
Pemerintah dapat menetapkan sanksi khusus kepada industri kecil yang
membuang limbah cair ke lingkungan tanpa mengolah terlebih dahulu, untuk
meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan.
92
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Maghfur. 2010. Pendidikan Lingkungan Hidup dan Masa Depan Ekologi
Manusia. Dalam Forum Tarbiyah. No. 1. Hal 59 – 61. Pekalongan:
Jurusan Syariah STAIN Pekalongan.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah. 2007. Pengelolaan Limbah Industri
Pangan. Jakarta: Departemen Perindustrian.
Ginting, Perdana. 2007. Sistem pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri.
Bandung: Yrama Widya.
Herlambang, Arie, dkk. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri.
Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, Deputi
Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Irianto, Agus. 2008. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta: Kencana.
Jenie, Betty Sri Laksmi dan Winiati Pudji Rahayu. 2007. Penanganan Limbah
Industri Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. 2008. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Kristanto, Philip. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Koordinator Statistik Kecamatan Jati. 2014. Kecamatan Jati dalam Angka 2014.
Kudus: BPS Kabupaten Kudus.
Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Peubahan
Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Limbah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
ProfilKabupatenKudus.http://www.kuduskab.go.id/profile.php?CSRF_TOKEN=2
a16a3df788d3fe1f8a829cff3190921e7f8600e. (20 Feb. 2015).
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
93
Seifert, Kelvin.2008. Manajemen Pembelajaran & Instruksi Pendidikan
(Manajemen Mutu Psikologi Pendidikan Para Pendidik). Jogjakarta:
IRCiSoD
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Penelitian Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: ALFABETA.
Supardi, Imam. 2003. Lingkungan Hidup & Kelestariannya. Bandung: P.T.
Alumni.
Suwarno, Wiji. 2008. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Wahyuni, Sri. 2011. Menghasilkan Biogas dari Aneka Limbah. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
94
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen Angket
a. Variabel bebas (X): Tingkat Pendidikan
No. Sub Variabel Indikator No. Item
Instrumen
1. Pendidikan Formal
(didasarkan pada
tahun sukses)
Pendidikan Formal
terakhir diukur
berdasarkan tahun sukses
8
2. Pendidikan Non
Fromal Pelatihan/ penyuluhan
yang diperoleh pengrajin
tahu dari pemerintah/
badan setempat mengenai
dampak limbah industri
tahu terhadap lingkungan,
serta cara pengelolaan
limbah.
9, 10
b. Variabel Terikat (Y): Cara Pengelolaan Limbah Industri Tahu
No. Sub Variabel Indikator No. Item
Instrumen
1. Pengetahuan tentang
limbah industri tahu Mengetahui jenis limbah
industri tahu 16
Mengetahui dampak
limbah tahu terhadap
lingkungan
17
Mengetahui cara
pengelolaan limbah hasil
industri tahu
18
2. Pengelolaan limbah
padat industri tahu Pemanfaatan limbah padat
industri tahu (ampas tahu)
untuk diolah
20, 21
Perlakuan terhadap limbah
padat tahu (ampas tahu)
19
3. Pengelolaan limbah
cair industri tahu Perlakuan terhadap limbah
cair tahu Instalasi
22, 23
Adanya Instalasi
Pengolahan Limbah
(IPAL)
27, 32, 34, 35
Pemanfaatan biogas dari
limbah cair tahu
37
95
Lampiran 2
ANGKET
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PENGRAJIN TAHU
DENGAN CARA PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHU
DI KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS
I. Petunjuk Pengisian Angket
1. Isilah identitas Bapak/ Ibu di tempat yang telah disediakan.
2. Mohon Bapak/ Ibu memberikan Bapak/ Ibu (X) pada salah satu
alternatif jawaban yang Bapak/ Ibu anggap paling benar.
Instrumen Penelitian
II. Identitas Responden :
Nama :
No responden :
Umur :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Tanggal :
III. Profil Industri Industri Tahu:
Nama Industri Tahu :
Nama Pemilik :
Lokasi Industri Tahu :
PERTANYAAN
I. Riwayat pengrajin tahu
1. Sudah berapa lama Bapak/ Ibu bekerja sebagai pengrajin tahu?
a. Kurang dari 5 tahun
b. 5 – 10 tahun
c. 11 – 15 tahun
d. Lebih dari 15 tahun
96
2. Darimanakah Bapak/ Ibu memperoleh keterampilan membuat
tahu?
a. Keluarga (turun-temurun)
b. Pelatihan dari pemerintah setempat
c. Program Mahasiswa
d. Masyarakat sekitar
3. Darimana Bapak/ Ibu memperoleh modal untuk membangun
industri tahu?
a. Pinjaman bank
b. Pinjaman keluarga
c. Uang sendiri
d. Lainnya (...............................)
4. Berapa jumlah tenaga kerja yang ada?
a. 1 – 5 orang
b. 6 – 10 orang
c. 11 – 15 orang
d. 16 – 20 orang
5. Berapa jumlah rata-rata kedelai yang diproduksi dalam sehari?
a. ≤1 – 2 kw
b. 3 – 4 kw
c. 5 – 6 kw
d. > 6 kw
6. Berapa rata-rata pendapatan per bulan yang diperoleh?
............................................................................................................
............................................................................................................
7. Apakah Bapak/ Ibu anggota KOPTI (Koperasi Produsen Tahu
Tempe Indonesia)?
a. Tidak pernah menjadi anggota KOPTI, mengambil kedelai dari
KOPTI
b. Pernah menjadi anggota KOPTI, tapi saat ini bukan anggota
c. Pernah menjadi anggota KOPTI, tapi saat ini bukan anggota
dan masih mengambil kedelai dari KOPTI
d. Masih anggota KOPTI dan mengambil kedelai dari KOPTI
II. Tingkat Pendidikan Pengrajin Tahu
8. Apa pendidikan Formal terakhir yang Bapak/ Ibu tempuh?
a. Tidak sekolah – 3 SD
b. 4 SD – 6 SD
c. 7 SMP – 9 SMP
d. 10 SMA – Perguruan Tinggi
97
9. Apakah Bapak/ Ibu pernah mendapatkan pelatihan yang berkaitan
dengan limbah industri tahu?
a. Tidak pernah
b. 1 kali
c. 2 kali
d. 3 kali
10. Apakah Bapak/ Ibu pernah mendapatkan penyuluhan yang
berkaitan dengan limbah industri tahu?
a. Tidak pernah
b. 1 kali
c. 2 kali
d. 3 kali
11. Apakah Bapak/ Ibu setuju telah memperoleh pengetahuan tentang
bahaya limbah tahu dan cara pengolahannya dari keluarga?
a. Tidak setuju
b. Kurang setuju
c. Setuju
d. Sangat setuju
12. Apakah Bapak/ Ibu setuju telah memperoleh pengetahuan tentang
bahaya limbah tahu dan cara pengolahannya dari masyarakat
sekitar?
a. Tidak setuju
b. Kurang setuju
c. Setuju
d. Sangat setuju
13. Apakah Bapak/ Ibu setuju telah memperoleh pengetahuan tentang
bahaya limbah tahu dan cara pengolahannya dari media
(televisi/radio/surat kabar)?
a. Tidak setuju
b. Kurang setuju
c. Setuju
d. Sangat setuju
14. Darimanakah Bapak/ Ibu memperoleh pelatihan tentang bahaya
limbah tahu dan cara pengolahannya?
a. Badan Lingkungan Hidup
b. Badan Pemerintah Daerah
c. Program Mahasiswa
d. Dinas Perindustrian dan Perdagangan
98
15. Darimanakah Bapak/ Ibu memperoleh penyuluhan tentang bahaya
limbah tahu dan cara pengolahannya?
a. Kantor Lingkungan Hidup
b. Badan Pemerintah Daerah
c. Program Mahasiswa
d. Dinas Perindustrian dan UMKM
III. Pengelolaan limbah industri tahu
16. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui jenis limbah yang dihasilkan dari
proses produksi tahu?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
17. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
limbah tahu (baik padat ataupun cair) terhadap lingkungan?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
18. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui cara pengelolaan limbah industri
tahu?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
19. Pada saat Bapak/ Ibu membuang limbah padat tahu (ampas tahu),
apakah limbah tersebut sudah diolah terlebih dahulu?
a. Tidak pernah
b. Kadang
c. Sering
d. Sangat Sering
20. Apakah Bapak/ Ibu memanfaatkan/ mengelola limbah padat tahu
(ampas tahu) tersebut? Jika iya, dimanfaatkan untuk apa?
a. Sebagai pakan ternak sendiri
b. Dijual untuk pakan ternak
c. Diolah menjadi makanan dan dikonsumsi sendiri
d. Diolah menjadi makanan untuk dijual
99
21. Jika Bapak/ Ibu mengolah limbah padat tahu (ampas tahu) menjadi
makanan, ada berapa jenis inovasi makanan yang telah Bapak/ Ibu
buat?
a. 1 jenis
b. 2 jenis
c. 3 jenis
d. >3 jenis
22. Pada saat Bapak/ Ibu membuang limbah cair tahu, apakah limbah
tersebut sudah diolah terlebih dahulu?
a. Tidak pernah
b. Kadang
c. Sering
d. Sangat Sering
23. Apakah Bapak/ Ibu mengelola limbah cair tahu tersebut? Jika iya,
bagaimana caranya?
a. Dibuang langsung ke sungai
b. Dibuang ke bak penampungan kemudian disalurkan menuju
sungai
c. Sebagian limbah dibuang ke saluran menuju sungai, sebagian
lagi disalurkan ke IPAL dan Biodigester untuk dijadikan biogas
d. Disalurkan ke IPAL dan Biodigester untuk dimanfaatkan
sebagai biogas
24. Apakah ada lembaga/organisasi kemasyarakatan yang mengurusi
dalam masalah pengelolahan limbah tahu di Kecamatan Jati? Jika
ada, apakah lembaga/ organisasi tersebut berpengaruh?
a. Tidak ada
b. Ada dan tidak berpengaruh
c. Ada dan kurang berpengaruh
d. Ada dan sangat berpengaruh
25. Lembaga/ organisasi apa saja yang turut berperan aktif dalam
masalah pengelolahan limbah tahu?
a. Paguyuban pengrajin tahu
b. PKK
c. Karang taruna
d. Lainnya (.....................................................................................)
100
26. Apakah Bapak/ Ibu sering mengikuti (aktif) dalam lembaga/
organisasi masyarakat yang ada?
a. Tidak pernah
b. Kadang
c. Sering
d. Sangat sering
27. Apakah Bapak/ Ibu memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan
Limbah)? Jika iya, IPAL tersebut diperoleh darimana?
a. Bantuan dari pemerintah setempat tanpa mengajukan proposal
bantuan
b. Bantuan dari pemerintah setempat dengan mengajukan
proposal bantuan
c. Sebagian modal sendiri dan sebagaian bantuan dari pemerintah
setempat dengan mengajukan proposal bantuan
d. Dari modal sendiri
28. Bagaimana status kepemilikan IPAL tersebut?
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
29. Jika IPAL komunal, siapa yang bertanggungjawab untuk
mengelola IPAL tersebut?
a. Lembaga/ organisasi
b. Pengrajin tahu yang ikut menyalurkan limbah ke IPAL tersebut
c. Pemerintah setempat
d. Lainnya (……………………………………………………….)
30. Apakah ada bantuan yang diberikan pemerintah setempat untuk
membantu proses pengelolaan limbah tahu? Jika ada, bantuan apa
saja yang diberikan pemerintah setempat untuk membantu proses
pembuangan limbah tahu?
a. IPAL
b. Saluran gorong-gorong
c. Pipa saluran
d. Lainnya (.....................................................................................)
31. Apakah Bapak/ Ibu memanfaatkan bantuan tersebut?
a. Tidak pernah
b. Kadang
c. Sering
d. Sangat Sering
101
32. Apakah IPAL (Instalasi Pengolahan Limbah) tersebut masih
berfungsi?
a. Tidak berfungsi (rusak)
b. Kadang tidak dapat digunakan/ tidak berfungsi
c. Masih berfungsi dengan baik
d. Masih berfungsi dengan sangat baik
33. Jika sudah tidak berfungsi (rusak), apa penyebab IPAL tidak
berfungsi?
a. Tidak tahu
b. Dinding bak penampungan (reactor biogas/ digester) rusak
c. Ukuran bak penampungan (reactor biogas/ digester) tidak
mampu menampung jumlah limbah yang ada
d. Jarak IPAL terlalu dekat dengan industri, sehingga bakteri
pengurai mati karena limbah cair yang masih panas
34. Apakah Bapak/ Ibu mengatahui cara kerja IPAL tersebut?
a. Tidak tahu
b. Kurang tahu
c. Tahu
d. Sangat tahu
35. Apakah Bapak/ Ibu memanfaatkan IPAL tersebut?
a. Tidak pernah
b. Kadang
c. Sering
d. Sangat sering
36. Menurut Bapak/ Ibu, apakah IPAL tersebut sangat bermanfaat/
berguna dalam proses pengelolaan limbah?
a. Tidak bermanfaat
b. Kurang bermanfaat
c. Bermanfaat
d. Sangat bermanfaat
37. Siapa saja yang memanfaatkan biogas dari limbah industri tahu
tersebut?
a. Pengrajin tahu pemilik IPAL
b. Warga sekitar yang dekat dengan IPAL, baik untuk rumahan
maupun warung
c. Pengrajin tahu yang menyalurkan limbah ke IPAL dan warga
sekitar yang dekat dengan IPAL
d. Semua warga yang tinggal di sekitar IPAL termasuk pengrajin
tahu dan pemilik industri lainnya yang ada di sekitar IPAL
102
38. Jika tidak mengolah limbah. Mengapa Bapak/ Ibu tidak melakukan
pengelolaan limbah?
a. Tidak tahu cara mengelola limbah
b. Tahu cara mengolah limbah tapi tidak mengolah karena rumit
c. Kondisi lingkungan sekitar industri tidak memenuhi standar
untuk dibangun IPAL
d. Sudah mengajukan proposal bantuan IPAL ke pemerintah
setempat, namun belum terealisasi
39. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui tentang adanya sanksi dari
pemerintah terhadap pengrajin tahu yang tidak mengelola limbah?
a. Tidak Tahu
b. Kurang Tahu
c. Tahu
d. Sangat Tahu
40. Apa saja sanksi yang diberikan kepada pengrajin yang tidak
mengelola limbah?
............................................................................................................
............................................................................................................
41. Apakah ada protes dari masyarakat sekitar akibat pencemaran yang
ditimbulkan dari limbah industri tahu?
a. Sangat sering
b. Sering
c. Kadang
d. Tidak pernah
103
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA (KLH)
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PENGRAJIN TAHU
DENGAN CARA PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHU DI
KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS
Identitas Responden :
Nama :
Jabatan :
Alamat :
Pertanyaan :
1. Apa saja jenis limbah yang dihasilkan dari produksi tahu?
Jawab:
2. Bagaiamana dampak limbah tahu tersebut terhadap lingkungan?
Jawab:
3. Apa saja syarat-syarat yang ada sehingga limbah tahu tersebut dikatakan
mencemari lingkungan/ berbahaya?
Jawab:
4. Apa saja kandungan air buangan limbah industri tahu?
Jawab:
5. Seberapa besar tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh industri tahu di
Kabupaten Kudus, khususnya di Kecamatan Jati?
Jawab:
6. Apakah ada Perda (Peraturan Daerah) yang mengatur tentang pengelolaan
limbah industri? Jika ada, Perda nomor berapa dan bagaimana isisnya?
Jawab:
7. Apa peran pihak KLH (Kantor Lingkungan Hidup) terhadap pengelolaan
limbah industri tahu di Kabupaten Kudus?
Jawab:
104
8. Apakah dari pihak KLH (Kantor Lingkungan Hidup) pernah memberikan
pelatihan kepada pengrajin tahu di Kabupaten Kudus mengenai limbah
tahu?
Jawab:
9. Jika iya, kapan biasanya pelatihan tersebut diadakan? Siapa saja yang
menjadi pesertanya?
Jawab:
10. Apakah pihak KLH (Kantor Lingkungan Hidup) pernah memberikan
penyuluhan kepada pengrajin tahu di Kudus mengenai limbah industri
tahu?
Jawab:
11. Jika iya, kapan penyuluhan tersebut biasa diadakan? Siapa saja peserta
penyuluhan tersebut?
Jawab:
12. Apakah pihak KLH (Kantor Lingkungan Hidup) pernah memberikan
bantuan kepada industri tahu dalam rangka pengelolaan limbah industri
tahu? Jika pernah, bantuan tersebut berupa apa?
Jawab:
13. Apakah ada syarat/ ketentuan agar mendapatkan bantuan tersebut? Jika
ada, apa saja?
Jawab:
14. Apakah ada pengawasan secara berkala terkait dengan keberlangsungan
bantuan yang diberikan pihak KLH kepada industri tahu?
Jawab:
15. Bagaimana cara pengelolaan limbah cair tahu yang ideal?
Jawab:
16. Bagaimana cara pengelolaan limbah padat tahu (ampas tahu) yang ideal?
Jawab:
17. Apakah sudah ada industri tahu yang melakukan pengelolaan limbah?
Jawab:
105
18. Jika ada, siapa saja industri tahu yang sudah mengelola limbah?
Jawab:
19. Apakah pengelolaan yang dilakukan sudah sesuai dengan cara pengelolaan
limbah yang ideal?
Jawab:
20. Apakah ada sanksi bagi industri tahu yang tidak melakukan pengelolaan
limbah? Jika ada, apa saja?
Jawab:
106
Lampiran 4
PEDOMAN WAWANCARA (Masyarakat)
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PENGRAJIN TAHU
DENGAN CARA PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI TAHU DI
KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS
IV. Identitas :
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Tanggal :
V. Pertanyaan
1. Apakah Bapak/ Ibu mengetahui apa saja jenis limbah yang dihasilkan
dari produksi tahu?
Jawab:
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari limbah tersebut (baik limbah
padat/ cair) terhadap lingkungan sekitar?
Jawab:
3. Apakah industri tahu (yang bersangkutan) sudah mengelola limbah
tersebut?
Jawab:
4. Jika ya, apa yang Bapak/ Ibu ketahui tentang pengelolaan limbah yang
dilakukan oleh industri tersebut?
Jawab:
5. Jika tidak, apa kerugian yang ditimbulkan industri tersebut terhadap
lingkungan sekitar?
Jawab:
6. Bagaimana tindakan (tidak mengelola limbah) warga sekitar mengenai
hal tersebut?
Jawab:
107
7. Apakah industri tersebut sudah memiliki IPAL (Instalasi Pengolahan
Limbah)?
Jawab:
8. Apakah IPAL tersebut dimanfaatkan sebagai biogas? Jika iya, siapa
saja yang memanfaatkan biogas tersebut?
Jawab:
9. Siapa yang bertanggungjawab dalam pengelolaan IPAL tersebut?
Jawab:
10. Apakah warga sekitar ikut berpartisipasi dalam pengelolaan IPAL?
Jawab:
108
Lampiran 5
PROSES PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU MENJADI BIOGAS
SECARA ANAEROB
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
BA
K P
ENG
ON
TRO
L
Lim
bah
cai
r
tahu
men
gand
ung
BO
D,
CO
D,
zat
org
anik
REA
KTO
R
BIO
GA
S
(DIGESTER
)
BA
K P
ENA
MP
UN
G A
IR
LIM
BA
H Y
AN
G S
UD
AH
DIO
LAH
UN
TUK
DIS
ALU
RK
AN
KE
SUN
GA
I
SU
NG
AI
2
Gambar 1 Proses limbah tahu menjadi biogas
109
Ket
eran
gan
:
:
Pro
ses
Pen
gola
han
Air
Lim
bah
Tah
u
: P
rose
s P
engola
han
Air
Lim
bah
Tah
u m
enja
di
Bio
gas
Lampiran 6
Gam
bar
6.
Bak
pen
amp
un
gan
air
lim
bah
yan
g
sud
ah d
iola
h u
ntu
k d
isal
urk
an k
e su
ngai
Gam
bar
4.
Rea
kto
r B
iogas
(d
iges
ter)
Gam
bar
3.
Bak
Pen
go
ntr
ol
Gam
bar
2.
Lim
bah
Cai
r T
ahu
Gam
bar
7.
Sel
ang d
an
Pen
gu
kur
Tek
anan
Gas
Gam
bar
8.
Nyal
a A
pi
dar
i B
iogas
Gam
bar
5.
Air
lim
bah
yan
g s
ud
ah d
iola
h
Sumber: Hasil Penelitian (2015)
111
Lampiran 7
STRUKTUR ORGANISASI IPAL BIOGAS TAHU
DESA PLOSO, KECAMATAN JATI, KABUPATEN KUDUS
Ketua I : Sriwijiyanto
Ketua II : Nur Said
Sekretaris : Suharto
Bendahara : Turyono
Seksi :
1. Dana : Sumarmi
2. Kebersihan : Saderi, Pak Yus, Rubawan
Anggota : Pemakai biogas
Data Kelompok Pengrajin Tahu IPAL Komunal Desa Ploso, Kec. Jati, Kab. Kudus
No. Nama Alamat
1. Retno Ploso, Rt/ Rw 01/ 02, Jati, Kudus
2. Arifin Ploso, Rt/ Rw 01/ 02, Jati, Kudus
3. Bejo Hendarto Ploso, Rt/ Rw 03/01, Jati, Kudus
4. Jasri Ploso, Rt/ Rw 03/01, Jati, Kudus
5. Sriwijiyanto Ploso, Rt/ Rw 01/ 02, Jati, Kudus
6. Yanto Ploso, Rt/ Rw 03/01, Jati, Kudus
7. Bambang Ploso, Rt/ Rw 04/02, Jati, Kudus
8. Sulkhan Ploso, Rt/ Rw 04/02, Jati, Kudus
9. Haryanto Ploso, Rt/ Rw 02/01, Jati, Kudus
10. Watno Ploso, Rt/ Rw 03/01, Jati, Kudus
11. Andi Ploso, Rt/ Rw 01/ 02, Jati, Kudus
12. H. Sutris Ploso, Rt/ Rw 01/ 02, Jati, Kudus
Sumber: Instrumen Angket (Lampiran 2 Halaman 96))
111
Lam
pir
an
8
HA
SIL
AN
GK
ET
PE
NE
LIT
IAN
RIW
AY
AT
PE
NG
RA
JIN
TA
HU
DA
N T
ING
KA
T P
EN
DID
IKA
N P
EN
GR
AJI
N T
AH
U
No
. N
o.
Res
p.
Pro
fil
Ind
ust
ri T
ahu
R
iwayat
Pen
gra
jin T
ahu
T
ingkat
Pen
did
ikan P
engra
jin
Nam
a In
dust
ri
Nam
a P
em
ilik
A
lam
at I
nd
ust
ri
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1.
1
PL
R
etno
P
loso
, R
t/ R
w 0
1/
02
, Ja
ti,
Kud
us
D
D
A
B
B
6 j
t A
D
A
A
A
A
A
X
X
2.
2
Tid
ak a
da
Pak
Ari
fin
P
loso
, R
t/ R
w 0
1/
02
, Ja
ti,
Kud
us
C
A
B
A
A
3jt
A
D
A
A
A
A
A
X
X
3.
3
Sar
i re
jo
Bej
o H
end
arto
P
loso
, R
t/ R
w 0
3/0
1,
Jati
, K
ud
us
D
D
B
B
A
2-
3jt
A
D
A
A
C
C
A
X
X
4.
4
Tid
ak a
da
Jasr
i P
loso
, R
t/ R
w 0
3/0
1,
Jati
, K
ud
us
C
A
B
A
B
3 j
t A
B
A
A
A
C
A
X
X
5.
5
Su
mb
er R
ejek
i S
riw
ijiy
anto
P
loso
, R
t/ R
w 0
1/
02
, Ja
ti,
Kud
us
D
A
C
B
B
6 j
t D
D
D
B
A
C
C
A
A
6.
6
Ad
a R
asa
Y
anto
P
loso
, R
t/ R
w 0
3/0
1,
Jati
, K
ud
us
A
A
B
C
B
6 j
t D
D
B
B
D
C
A
A
A
7.
7
Tid
ak a
da
Kis
wanto
P
loso
, R
t/ R
w 0
1/
02
, Ja
ti,
Kud
us
D
A
B
B
B
6 j
t D
D
B
B
A
C
A
A
dan
D
A
8.
8
Tah
u B
erkah
S
ulk
han
P
loso
, R
t/ R
w 0
4/0
2,
Jati
, K
ud
us
B
A
C
A
A
3 j
t D
B
A
A
B
B
A
X
X
9.
9
Tid
ak a
da
H.M
ahm
ud
i P
loso
, R
t/ R
w 0
3/0
1,
Jati
, K
ud
us
D
A
C
A
B
6 j
t D
D
B
B
A
C
A
B
B
10
. 1
0
Tid
ak a
da
Nur
Ro
syid
P
loso
, R
t/ R
w 0
1/
02
, Ja
ti,
Kud
us
A
D
C
B
A
6jt
A
D
B
A
C
C
C
A
X
11
. 1
1
Tah
u B
erkah
B
amb
ang
P
loso
, R
t/ R
w 0
4/0
2,
Jati
, K
ud
us
B
A
B
A
B
6 j
t D
B
A
A
A
A
A
A
A
12
. 1
2
MM
W
atno
P
loso
, R
t/ R
w 0
3/0
1,
Jati
, K
ud
us
A
A
A
B
B
6jt
D
C
B
B
A
C
C
A
A
13
. 1
3
Tid
ak a
da
Dar
yat
i P
loso
, R
t/ R
w 0
3/0
1,
Jati
, K
ud
us
D
A
B
C
B
6 j
t D
B
A
A
A
A
A
X
X
14
. 1
4
SL
M
Har
yan
to
Plo
so,
Rt/
Rw
02
/01
, Ja
ti,
Kud
us
D
A
C
B
B
5jt
D
D
C
B
C
B
B
D
D
15
. 1
5
Kar
ya
Ind
ah
Muh
tam
in
Plo
so,
Rt/
Rw
01
/01
, Ja
ti,
Kud
us
C
D
C
B
A
3jt
D
B
A
A
A
D
A
X
X
16
. 1
6
Tid
ak a
da
Mar
wan
Ja
ti K
ulo
n,
Rt/
Rw
03
/01
, Ja
ti, K
ud
us
C
A
C
B
B
6 j
t A
D
B
B
A
A
A
C
X
17
. 1
7
Tid
ak a
da
H.
Sutr
is
Plo
so,
Rt/
Rw
01
/ 0
2,
Jati
, K
ud
us
D
A
C
B
B
6 j
t C
C
A
A
A
C
A
X
X
18
. 1
8
Tid
ak a
da
Ed
i K
usw
anto
Ja
ti K
ulo
n,
Rt/
Rw
03
/ 0
5,
Jati
, K
ud
us
A
A
C
B
C
6jt
A
D
B
B
A
A
A
D
D
19
. 1
9
Tid
ak a
da
Ru
sdi
Jep
angp
akis
, R
t/ R
w 0
3/0
2,
Jati
, K
ud
us
D
D
C
B
B
2jt
A
B
B
A
B
C
B
A
X
20
. 2
0
Tid
ak a
da
Ag
us
Sal
im
Pas
uru
an K
idul,
Jat
i, K
ud
us
A
D
C
B
B
6jt
A
D
A
A
C
C
D
X
X
21
. 2
1
A3
Z
uhro
n
Pas
uru
an K
idul,
Rt/
Rw
03
/ 0
1,
Jati
, K
ud
us
A
D
A
A
A
2,1
jt
A
D
A
A
C
C
B
X
X
22
. 2
2
Hid
ayah
S
ukam
to
Tum
pang K
rasa
k,
Rt/
Rw
02
/01
, Ja
ti,
Kud
us
C
D
C
B
C
9jt
B
D
A
A
A
C
A
X
X
23
. 2
3
Tid
ak a
da
Su
kam
to
Jati
Kulo
n,
Jati
, K
ud
us
C
D
C
A
B
4,5
jt
A
D
A
A
A
C
A
X
X
24
. 2
4
Tah
u S
abit
D
imas
Jati
Wet
an,
Rt/
Rw
02
/01
, Ja
ti, K
ud
us
D
A
0
B
A
3jt
A
D
A
A
A
B
A
X
X
25
. 2
5
Tid
ak a
da
Su
kho
lis
Plo
so,
Rt/
Rw
05
/02
, Ja
ti,
Kud
us
A
A
0
B
A
6 j
t D
A
A
A
A
A
A
X
X
Sumber: Instrument Angket (Lampiran 2)
112
Lam
pir
an 9
HA
SIL
AN
GK
ET
CA
RA
PE
NG
EL
OL
AA
N L
IMB
AH
HA
SIL
IN
DU
ST
RI
TA
HU
No
. N
o.
Res
p.
Car
a P
engel
ola
an L
imb
ah I
ndu
stri
Tah
u
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
1.
1
A
A
A
A
A
X
D
D
A
X
A
B
IPA
L K
OM
UN
AL
A
A
D
D
X
A
A
C
B
X
X
X
D
2.
2
C
D
A
A
B
X
A
B
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
A
A
0
D
3.
3
C
C
C
A
B
X
D
D
D
A
B
B
IPA
L K
OM
UN
AL
A
A
C
D
X
C
C
D
B
X
X
X
D
4.
4
C
C
A
A
B
X
B
C
D
A
B
B
IPA
L K
OM
UN
AL
B
A
B
D
X
B
B
C
B
X
X
X
D
5.
5
D
D
D
A
B
X
D
D
D
A
D
B
IPA
L K
OM
UN
AL
DA
N M
AN
DIR
I A
A
D
D
X
D
C
D
B
X
X
X
D
6.
6
C
C
C
A
B
X
C
C
D
A
C
B
IPA
L M
AN
DIR
I X
A
C
D
X
C
C
D
B
X
X
X
D
7.
7
C
C
C
C
D
A
A
A
D
A
A
X
X
X
X
X
0
A
A
C
B
C
A
0
D
8.
8
C
C
A
A
B
X
D
D
C
A
A
B
IPA
L K
OM
UN
AL
A
D
A
D
0
A
A
C
B
X
X
X
D
9.
9
A
A
A
A
B
X
A
B
D
X
X
A
IPA
L M
AN
DIR
I X
A
B
A
A
C
B
C
A
X
X
X
D
10
. 1
0
C
C
C
A
B
X
B
A
C
A
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
B
A
0
D
11
. 1
1
C
C
C
A
A
X
D
D
D
A
A
B
IPA
L K
OM
UN
AL
A
A
C
D
X
B
A
C
B
X
X
X
D
12
. 1
2
C
C
C
A
B
X
D
D
C
A
D
B
IPA
L K
OM
UN
AL
A
A
C
D
X
C
C
C
B
X
X
X
D
13
13
C
C
B
A
B
X
A
A
C
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
A
A
0
D
14
14
C
C
C
A
A
X
C
D
D
A
C
B
IPA
L K
OM
UN
AL
A
A
D
D
X
B
A
C
B
X
X
0
D
15
. 1
5
C
C
C
A
B
X
A
A
D
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
A
A
0
D
16
. 1
6
C
C
B
A
B
X
B
B
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
D
17
. 1
7
C
C
C
A
B
X
C
D
D
A
B
A
IPA
L K
OM
UN
AL
A
A
A
D
X
B
B
C
B
X
X
0
D
18
. 1
8
C
C
C
A
B
X
A
A
D
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
B
A
0
D
19
. 1
9
C
C
C
A
B
X
D
D
A
X
X
A
IPA
L M
AN
DIR
I X
A
C
C
X
C
A
C
B
X
X
X
D
20
. 2
0
C
C
C
A
B
X
C
D
A
X
X
B
IPA
L M
AN
DIR
I X
A
C
C
X
C
C
C
B
X
X
X
D
21
. 2
1
C
C
A
A
B
X
A
A
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
A
A
0
D
22
. 2
2
C
C
C
A
B
X
A
A
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
D
A
0
D
23
. 2
3
C
C
C
A
B
X
A
A
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
B
A
0
D
24
. 2
4
B
B
B
A
B
X
A
A
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
B
A
0
D
25
. 2
5
A
A
A
A
B
X
A
A
A
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
A
A
0
D
Sumber: Instrument Angket (Lampiran 2)
Recommended