View
214
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
HUBUNGAN KEMAMPUAN METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN
BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA MAHASISWA
(AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG)
T E S I S
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan
Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh:
Achlish Abdillah
NIM: S540809201
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti :
Nama : ACHLISH ABDILLAH
NIM : S 540809201
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul HUBUNGAN KEMAMPUAN
METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MAHASISWA AKADEMI KEPERAWATAN LUMAJANG adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka peneliti bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang telah diperoleh dari tesis
tersebut.
Surakarta, Mei 2011
Yang membuat pernyataan
Achlish Abdillah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
karunia-Nya tesis ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat Magister Kedokteran Keluarga.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan tesis
ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat
teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, MS selaku Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan Pascasarjana di Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret
3. Prof. Dr. Didik Tamtomo, dr, M.Kes., MM, PAK selaku Ketua Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan kesempatan
kepada peneliti untuk menempuh pendidikan Pascasarjana.
4. Prof. Dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, Ph.D selaku Pembimbing I yang telah memberikan
banyak bimbingan dan pengarahan.
5. DR.Nunuk Suryani, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan banyak
bimbingan dan pengarahan.
6. Nurul Hayati,S.Kep.,Ners.,MPd selaku Direktur Akper Lumajang.
7. Dr. Triworo Setyowati selaku Direktur RS Dr. Haryoto Lumajang.
8. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
Tidak lupa penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada isteri tercinta
Yulistiana, Amd. Keb., S. Pd dan anak-anakku tersayang Laili Izzaturrohmah dan Ahmad
Irsyadul Ibad yang dengan penuh pengertian dan memberi dorongan, semangat dan motivasi
serta diiringi doa yang tulus dan ikhlas sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
sempurna. Ketidak sempurnaan ini semata-mata karena keterbatasan pada diri penulis.
Namun penulis berharap mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan Ilmu Kedokteran Keluarga.
Surakarta, Meil 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………….……….............. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING…….……………………............ ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… v
DAFTAR ISI……………………………………………………………..... ........ vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………............. x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………. xi
ABSTRAK.........…………………………………………………................ …… xii
ABSTRACT………………………………………………………………………. xiii
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………......... . ...... 1
A. Latar Belakang Masalah..………………………………….............. 1
B. Rumusan Masalah…………………………..…………................... 4
C. Tujuan Penelitian…………………………………………............... 4
D. Manfaat Penelitian………………………………………................ 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS … ……………………. 6
A. Kajian teori
1. Kemampuan Metakognitif………………………....................... 6
2. Konsep Lingkungan Belajar…………………………................ 10
3. Konsep Kemampuan Pemecahan Masalah Asuhan Keperawatan 14
4. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................... 15
B. Penelitian Yang Relevan................................................................. 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
C. Kerangka Berfikir........................................................................... 23
D. Hipotesis....................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN…………………………….................... 25
A. Jenis Penelitian…………………………………………............. 25
B. Lokasi Penelitian………………………………………............... 25
C. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………............ 25
D. Kerangka Penelitian……………………………………............. 26
E. Identifikasi Variabel Penelitian…………………………….......... 27
F. Definisi Operasional Variabel………………………………........ 27
G. Instrumen Penilitian..….........………………………...................... 29
H. Teknik Pengumpulan Data...........……………………………...... 30
I. Tes Validitas dan Reliabilitas……………………………........ .. 30
J. Analisis Data ...............…………………………………….......... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………. 32
A. Hasil Penelitian ………………………………………………… 32
B. Pembahasan ……………………………………………………. 37
C. Keterbatasan Penelitian ………………………………………….. 44
BAB V PENUTUP ………………………………………………………… 47
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 47
B. Implikasi ………………………………………………………. 48
C. Saran …………………………………………………………… 48
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 50
LAMPIRAN..................................................................................................... 53
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Distribusi berdasar variabel penelitian ...................................................... 32
Tabel 4.2 Distribusi responden berdasarkan karakteristik ......................................... 33
Tabel 4.3 Distribusi pemecahan masalah berdasarkan nilai asuhan keperawatan...... 33
Tabel 4.4 Hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan kemampuan
metakognitif dan lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan …………………………………………… 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir………………………………...................... 23
Gambar 3.1 Kerangka penelitian…………………………………………… 26
Gambar 4.1 Hubungan antara kemampuan metakognitif dan pemecahan
masalah asuhan keperawatan ……………………………….. 34
Gambar 4.2 Hubungan antara lingkungan belajar rumah sakit dan pemecahan
masalah asuhan keperawatan ……………………………….. 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jadwal Penelitian
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Kemampuan Metakognitif
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Lingkungan Belajar.Rumah Sakit
Lampiran 4 Panduan Indikator Penilaian Asuhan Keperawatan
Lampiran 5 Panduan kuesioner asli Dundee Ready Education Environment
Measure (DREEM)
Lampiran 6 Kuesioner Penelitian Kemampuan Metakognitif diadopsi dari penelitian
Poncorini
Lampiran 7 Formulir persetujuan Responden
Lampiran 8 Data uji kuesioner dan hasil
Lampiran 9 Data hasil penelitian
Lampiran 10 Hasil analisis data dengan SPSS versi 17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRAK
ACHLISH ABDILLAH, NIM: S-540809201. JUDUL: HUBUNGAN KEMAMPUAN
METAKOGNITIF DAN LINGKUNGAN BELAJAR RUMAH SAKIT DENGAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA
MAHASISWA (Akademi Keperawatan Lumajang) Tesis: Program Studi Magister
Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.
Metakognisi adalah pengetahuan seseorang terhadap proses berfikirnya sendiri,
kemampuan metakognisi peserta didik berpusat perencanaan, pemecahan masalah dan
evaluasi. Lingkungan belajar rumah sakit adalah lingkungan belajar tempat praktik bagi
mahasiswa keperawatan pada situasi nyata untuk menumbuhkan ketrampilan intelektual,
teknik, dan interpersonal. Tujuan dari tesis ini adalah mempelajari hubungan kemampuan
metakognisi dan lingkungan belajar di Rumah Sakit dengan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan pada mahasiswa Akademi Keperawatan Lumajang.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional
study. Sampel berjumlah 45 mahasiswa keperawatan, yang diambil dengan teknik
randomisasi sampel. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner Metacognitive
Awereness Of Reading Strategies Inventory (MARSI) dan kuesioner lingkungan belajar
menurut Dundee (DREEM) masing-masing telah diuji validitas dan realibilitas (konsistensi
internal) dengan: item total corelation dan alpha Cronbach serta kemampuan pemecahan
masalah diukur dari nilai ASKEP dengan skala kontinum. Kemudian data penelitian
dianalisis dengan model regresi linier ganda.
Hasil analisis menunjukkan ada hubungan positif statistik yang signifikan antara kemampuan
metakognitif dan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.3; CI 95% 0.2 hingga
0.4). Demikian pula ada hubungan positif yang signifikan antara lingkungan belajar rumah
sakit dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.4; CI 95% 0.2
hingga 0.7)
Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan positif kemampuan metakognitif dan
lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan masalah. Rekomendasi penelitian ini
metakognitif dan lingkungan belajar sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran
pemecahan masalah di lingkungan pembelajaran klinik.
Kata kunci: metakognitif, lingkungan belajar rumah sakit dan pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ABSTRACT
ACHLISH ABDILLAH, NIM: S-540809201. TITTLE: THE RELATIONSHIP BETWEEN
METACOGNITIVE ABILITY AND LEARNING AREA WITH THE PROBLEM
SOLVING ABILITY OF NURSERY STUDENTS (NURSERY ACADEMIC
LUMAJANG.Thesis: Masters Program in Family Medicine. Post Graduate Program Of
Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011.
Metacognition is the person’s ability to understand the way of his/ her own thinking process.
This ability takes the center on the planning, problem solving, and evaluation. Hospital
learning area is the place where the nursery students do their practical to speed up their
intellectual skill, techniques, interpersonal. This thesis is conducted to examine the
relationship between metacognitive ability and learning environment with the problem
solving ability towards nurseries’ students (Nursery Academic Lumajang).
The study was conducted by using analytically observational in the basis of the use of cross
sectional study approximation. The study has taken 45 nursery students randomly as the
sample. The instruments used for this study were Metacognitive Awereness of Reading
Strategies Inventory (MARSI) questionnaire and learning area questionnaire according to
Dundee (DREEM) which each of its questionnaires have been examined in the term of
validity and reliability (internal consistency) based on the correlation item-total and alpha
Cronbach and also the problem solving ability is measured by using ASKEP scores in the
continuum scale. Then, it was analyzed using double linier regression model.
The analysis result investigated that there is a significantly positive statistic correlation
between metacognitive ability and the problem solving of nursery education (β = 0.3; CI 95%
0.2 to 0.4). There is also a significant correlation between hospital learning area and problem
solving of nursery education (β = 0.4; CI 95% 0.2 to 0.7).
Based on the study above concludes that there is a correlation between metacognitive ability
and hospital learning area with the problem solving ability towards nursery education at
nursery students. This study recommends that the metacognitive and learning area is very
appropriate method to be applied in problem solving learning at clinic learning area.
Keywords: metacognitive, hospital learning area, and problem solving.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta adanya pergeseran
pada sistem pelayanan kesehatan menuntut perkembangan keperawatan sebagai suatu profesi.
Selain itu disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan masyarakat akan tuntutan layanan
asuhan keperawatan.
Keperawatan sebagai profesi maka kurikulum pendidikan tinggi keperawatan disusun
berdasarkan kerangka konsep pendidikan yang kokoh yang mencakup: penguasaan IPTEK
Keperawatan, menyelesaikan masalah secara ilmiah, sikap, tingkah laku dan kemampuan
profesional, belajar sendiri dan mandiri serta belajar di masyarakat.
Harapannya pendidikan dan proses belajar mengajar keperawatan dapat disusun dan
dikembangkan secara terarah sehingga mampu menumbuhkan ketrampilan profesional yang
mencakup intelektual, ketrampilan teknik dan ketrampilan interpersonal yang diperlukan
untuk melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan kepada klien (Nursalam, 2003).
Salah satu fungsi pokok perguruan tinggi yaitu fungsi pendidikan, yaitu institusi
pendidikan tinggi keperawatan harus dapat menyelenggarakan proses pembelajaran
keperawatan melalui sistem belajar aktif dan mandiri.
Untuk mewujudkan proses pembelajaran keperawatan yang aktif dan mandiri maka
pengalaman belajar harus bisa dirancang untuk mencapai kemampuan akademis dan
profesional dalam bidang keperawatan, oleh karena itu dibutuhkan suatu lingkungan belajar
yang bisa menumbuhkan motivasi untuk belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2
Menurut Hamid (1997) fasilitas pelayanan kesehatan dapat digunakan sebagai sumber
pendidikan yang cukup kondusif untuk proses pembelajaran peserta didik Quin dalam
Nursalam (2003) mengidentifikasi salah satu teori belajar yang bisa diterapkan pada
pendidikan keperawatan yaitu teori kognitif yang menekankan pada ketrampilan intelektual
dan berfikir dengan harapan teridentifikasinya masalah kesehatan terutama terkait masalah
keperawatan.
Untuk menjamin kemampuan problem solving menurut O’Neill dan Brown dalam
Usman Mulbar (2008) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses dimana seseorang
berfikir tentang berfikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah.
Sedangkan Flavel (1976) metakognisi adalah pengetahuan seseorang terhadap proses
berfikirnya sendiri. Dengan metakognisi peserta didik dapat membangun strategi baru dalam
belajar karena proses metakognisi berpusat pada perencanaan, pemecahan masalah dan
evaluasi.
Menurut Imel (2002) beberapa komponen dalam metakognisi yaitu self assesment
dan self management. Selain itu disebutkan komponen yang lain dalam metakognisi yaitu:
metamemori, metakomprehensi, dan regulasi diri sendiri (Pordue University, 2005)
Program profesi merupakan suatu proses sosialisasi peserta didik dalam mendapatkan
pengalaman nyata untuk mencapai kemampuan ketrampilan profesional: intelektual, sikap
dan teknis dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien. Hasil akhir yang diharapkan
mahasiswa dari program profesi adalah memiliki kemampuan profesional salah satunya dapat
melaksanakan asuhan keperawatan dari masalah yang sederhana sampai yang kompleks
secara tuntas melalui pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan
keperawatan, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2003).
Tentunya pelaksanaan asuhan keperawatan bisa dilaksanakan selama mahasiswa
praktik di fasilitas pelayanan kesehatan sehingga dibutuhkan lingkungan belajar tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
praktik. Tempat praktik adalah suatu institusi di masyarakat dimana peserta didik berpraktik
pada situasi yang nyata melalui penumbuhan dan pembinaan ketrampilan intelektual, teknik
dan interpersonal (Nursalam, 2003).
Lingkungan sebagai sumber belajar menurut Gagne sebagaimana dikutip Dalhar
(1991) belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana suatu organisme berubah
perilakunya sebagai akibat pengalaman yang diperolehnya. Tentunya tempat praktik seperti
fasilitas pelayanan kesehatan juga bagian sumber belajar khususnya bagi mahasiswa
keperawatan yang sedang praktik profesi.
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, maka dikatakan metakognisi memiliki
peranan penting dalam mengatur dan mengontrol proses-proses kognitif seseorang dalam
belajar dan berfikir terutama dalam kemampuan pemecahan masalah khususnya dalam
pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa diploma keperawatan ketika
praktik di rumah sakit serta lingkungan belajar apakah dapat digunakan dalam pemecahan
masalah keperawatan.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Adakah hubungan kemampuan metakognisi dengan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan ?
2. Adakah hubungan lingkungan belajar seperti rumah sakit dengan kemampuan
pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan ?
3. Jika ada, seberapa besar kekuatan kemampuan metakognisi, lingkungan belajar
dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa
keperawatan ?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mempelajari hubungan kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar dengan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Mempelajari hubungan kemampuan metakognisi dengan kemampuan
pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
b. Mempelajari hubungan lingkungan belajar rumah sakit dengan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
c. Meneliti kekuatan hubungan kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar rumah
sakit dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa
keperawatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
a. Tingkat kemampuan metakognisi yang dimiliki mahasiswa dapat digunakan
dalam kemampuan pemecahan masalah pada pemberian asuhan keperawatan.
b. Lingkungan belajar di rumah sakit yang ideal dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah pada pemberian asuhan keperawatan.
c. Kemampuan metakognisi yang selaras dengan lingkungan belajar di rumah sakit dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada pemberian
asuhan keperawatan.
2. Manfaat teori
a. Tingkat kemampuan metakognisi seseorang dapat digunakan dalam
pemecahan masalah.
b. Lingkungan belajar yang ideal mempunyai kekuatan dalam kemampuan
pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Kemampuan Metakognitif
a. Definisi
Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell dalam
Livingston (1997), metakognisi yaitu pengetahuan seseorang terhadap proses berfikirnya
sendiri. Sedangkan menurut Wellman dikutip oleh Usman Mulbar (2008) metakognisi
sebagai bentuk kognisi, atau suatu proses berfikir tingkat dua atau lebih yang melibatkan
pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Karena itu metakognisi dapat dikatakan sebagai
berfikir seseorang tentang berfikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya
sendiri.
Selain itu metakognisi melibatkan pengetahuan dan kesadaran seseorang tentang
aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas
kognitifnya (Livingston, 1997; Shoenfeld, 1992; Sukarna, 2005). Dengan demikian aktivitas
kognitif seseorang seperti perencanaan, monitoring, dan mengevaluasi penyelesaian suatu
tugas tertentu merupakan metakognisi secara alami (Livingston, 1997). Sedangkan menurut
O’Neil dan Brown dalam Usman Mulbar (2008) menyatakan bahwa metakognisi sebagai
proses dimana seseorang berfikir tentang berfikir dalam rangka membangun strategi untuk
memecahkan masalah.
b. Komponen dalam metakognisi
Menurut Imel (2002) ada dua komponen dalam metakognisi yaitu:
1) Self assessment yaitu pengetahuan itu sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2) Self management yaitu pengaturan metakognitif
Self assessment meliputi pengetahuan tentang koresponden kognitif untuk
mempelajari tentang apa yang berhubungan dengan pelajar itu sendiri, strategi, kondisi yang
mengikuti strategi. Sedangkan self management adalah aspek pengendalian dalam
pembelajaran antara lain pengaturan untuk mengetahui tentang cara mahasiswa
merencanakan, mengimplementasikan strategi, mengawasi, membetulkan kesalahan-
kesalahan pemahaman dan mengevaluasi kegiatan belajar mereka.
Baker et al. dikutip Nur (2000) mengemukakan bahwa metakognisi memiliki dua
komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan
monitoring kognitif. Sedangkan Flavel (Livingston,1997) mengemukakan bahwa metakognisi
meliputi dua komponen yaitu (a) pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge), dan
(b) pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation).
Kedua komponen metakognisi yaitu pengetahuan metakognitif dan regulasi
metakognitif, masing-masing memiliki sub komponen sebagaimana disebutkan berikut ini
(OLRC News, 2004):
1) Pengetahuan tentang kognisi
Tediri dari sub kemampuan sebagai berikut:
a) Declarative knowledge yaitu pengetahuan tentang dirinya sebagai pebelajar serta
strategi, ketrampilan, dan sumber-sumber belajar yang dibutuhkannya untuk
keperluan belajar.
b) Procedural knowledge yaitu pengetahuan tentang bagaimana menggunakan apa saja
yang yang telah diketahui dalam declarative knowledge tersebut dalam aktivitas
belajarnya.
c) Conditional knowledge adalah pengetahuan tentang bilamana menggunakan suatu
prosedur, ketrampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi bagaimana berlangsungnya,
dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur-prosedur yang lain.
2) Regulasi metakognisi
Terdiri dari sub kemampuan sebagai beriku:
a) Planning adalah kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya.
b) Information management strategies adalah kemampuan strategi mengelola
informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan.
d) Comprehension monitoring yaitu kemampuan dalam memonitor proses belajarnya dan
hal-hal yang berhubungan dengan proses tersebut.
e) Debugging adalah kemampuan strategi-startegi yang digunakan untuk
membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar.
f) Evaluation adalah kemampuan mengevaluasi keefektifan strategi belajarnya, apakah ia
akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan
tersebut.
c. Peranan metakognisi terhadap keberhasilan belajar
Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metakognisi pada
dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana harusnya belajar dilakukan yang didalamnya
dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas sebagai berikut (Taccasu Project, 2008):
1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar.
2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan berkenaan dengan kegiatan belajar.
3) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, ketrampilan, dan ide-ide yang
baru.
4) Mengidentifikasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai
sumber belajar.
5) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
6) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah
kelompok.
7) Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang
telah berhasil dalam bidang tertentu.
8) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya.
d. Pengembangan metakognisi peserta didik dalam pembelajaran
Strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi
peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengan cara:
a) Mendorong pembelajar untuk memonitor proses pebelajar dan berfikirnya.
b) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi belajar yang efektif.
c) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul
atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau dipelajari.
d) Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.
e) Menunjukkan kepada pembelajar bagaimana teknik mentransfer pengetahuan, sikap-
sikap, nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan dari situasi ke situasi yang lain.
2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik
melalui:
a) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri.
b) Mengembangkan kebiasaan untuk berfikir positif.
c) Mengembangkan kebiasaan untuk berfikir secara hirarkhis.
d) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya.
2. Konsep lingkungan belajar
a. Definisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Definisi lingkungan dikutip oleh Hendriani (2010) adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar (di dalam atau di luar) organisme yang mempengaruhi perkembangan dan tingkah
laku organisme. Lingkungan tertentu mempunyai fenomena, keunikan, dan batas-batas
sendiri. Pengenalan dari fenomena, keunikan dan batas-batas ini akan memberi rasa aman
dan tentram pada mahasiswa. Dengan bertambahnya pengetahuan tentang berbagai keadaan,
tempat, serta peranannya secara keseluruhan dalam suatu lingkungan, akan membuat
mahasiswa memperoleh kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia nyata.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar diantaranya kurikulum, dosen,
sesama mahasiswa, lingkungan dan media (sumber) belajar. Sumber belajar mengemukakan
bahwa dengan penggunaan yang tepat sumber belajar dapat meningkatkan pemahaman siswa
dan mempercepat seluruh proses latihan. Lingkungan dapat digunakan sebagai sumber
belajar.
Relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh Driver
dalam Nirwana (1996), bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar yang
terbuka. Partisipasi siswa melalui pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai sumber
belajar lebih aktif dibandingkan pembelajaran biasa. Pendapat ini didukung oleh Balding dkk,
dalam Nirwana (1996) yang mengemukakan bahwa cara mengajar menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan bahan, alat, serta fenomena yang ada di
lingkungan.
Harapan proses belajar mengajar keperawatan dapat disusun dan dikembangkan
secara terarah menumbuhkan ketrampilan profesional yaitu kontekstual, ketrampilan teknikal,
serta ketrampilan interpersonal (Nursalam, 2003), sehingga diperlukan pengalaman belajar
mahasiswa yang membuka motivasi untuk belajar. Menurut hasil penelitian Hettie (2005)
menyimpulkan bahwa lingkungan belajar dapat memperkuat pencapaian belajar, kepuasan
dan kesuksesan belajar dikarenakan lingkungan belajar akan secara teratur memberi umpan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
balik bagi mahasiswa melalui pengalaman belajarnya. Ini diperkuat oleh Abraham et al.
(2008) yaitu menyatakan mahasiswa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar
yang positif, namun juga dikatakan area problem dari lingkungan pembelajaran pada sekolah
keperawatan yang memungkinkan kita untuk mengadopsi pengukuran-pengukuran demi
perbaikan dalam pembelajaran.
Menurut Hamid (1997) dikutip Nursalam (2003) fasilitas pelayanan seperti RS dapat
digunakan sebagai sumber pendidikan yang cukup kondusif. Dengan demikian rumah sakit
dapat dijadikan sebagai salah satu lingkungan belajar untuk mencapai pengalaman belajar
klinik/ lapangan.
b. Konsep pengalaman belajar klinik
Pengalaman belajar klinik (PBK) adalah suatu proses transformasi mahasiswa untuk
menjadi seorang perawat profesional, yang memberi kesempatan beradaptasi pada perannya
sebagai perawat profesional dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional di tatanan
nyata pelayanan kesehatan klinik untuk: melaksanakan asuhan keperawatan yang benar,
menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap/ tingkah laku profesional
serta menerapkan ketrampilan profesional (Nursalam, 2003).
c. Lingkungan belajar tempat praktik
Tempat praktik sebagai bagian lingkungan belajar bagi mahasiswa keperawatan
mengandung arti yaitu suatu institusi di masyarakat dimana peserta didik berpraktik pada
situasi nyata melalui penumbuhan dan pembinaan ketrampilan intelektual, teknik, dan
interpersonal.
d. Komponen tatanan tempat praktik
Menurut Nursalam (2003) komponen yang harus ada pada tempat praktik yaitu:
1) Kesempatan kontak dengan klien.
2) Tujuan praktik.
3) Bimbingan yang kompeten.
4) Praktik ketrampilan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
5) Dorongan untuk berfikir kritis (problem based learning).
6) Kesempatan mentransfer pengetahuan.
7) Kesempatan mengintegrasikan pengetahuan.
8) Penggunaan konsep tim.
e. Pengembangan lingkungan belajar
Untuk pengembangan lingkungan belajar yang ideal seperti tempat praktik bagi
mahasiswa keperawatan antara lain:
1) Pelayanan diagnostik, pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi.
2) Jumlah kasus klien memadai.
3) Fasilitas cukup untuk pembelajaran.
4) Memiliki perpustakaan cukup.
5) Situasi pendukung yang kondusif: idea baru, proses keperawatan, standar kualitas
keperawatan, evaluasi kinerja, program pengembangan.
6) Sistem manajemen pelayanan keperawatan yang baik.
7) Kegiatan penelitian.
8) Tenaga terpilih sebagai fasilitator.
9) Sistem pencatatan dan pelaporan memadai.
10) Sistem ketenagaan yang ada efisien (Nursalam, 2003).
3. Konsep kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
a. Konsep pemecahan masalah
1) Definisi
Pemecahan adalah upaya untuk menyelesaikan, mengatasi serta definisi masalah
adalah persoalan, sesuatu yang harus diselesaikan (Fajri dalam kamus Lengkap Bahasa
Indonesia).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
2) Hubungan pemecahan masalah dalam asuhan keperawatan
Konsep keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat
profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan
spiritual): dapat ditujukan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang
sehat. Dengan demikian paradigma dalam konsep keperawatan memandang bahwa
pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan
keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses
pemenuhan kebutuhan dasar yang harus segera diatasi melalui pendekatan langkah-
langkah proses keperawatan.
Melalui pendekatan asuhan keperawatan, diharapkan mahasiswa dapat
menerapkan ketrampilan profesional yaitu kontekstual, ketrampilan teknik, dan
ketrampilan interpersonal. Hal ini dibenarkan oleh Quin dikutip Nursalam (2003)
mengidentifikasikan salah satu teori belajar yang bisa diterapkan pada pendidikan
keperawatan adalah teori kognitif yang menekankan pada ketrampilan intelektual dan
berfikir. Selain itu hasil penelitian Pamungkasari (2007) menunjukkan ada pengaruh
signifikan kemampuan metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah yaitu
makin tinggi kemampuan metakognitif makin tinggi pula kemampuan pemecahan
masalah. Berdasarkan kaitan diatas di dalam pemberian asuhan keperawatan di dalamnya
juga mahasiswa dituntut untuk memberikan bantuan pemecahan masalah khususnya
masalah kesehatan klien yaitu masalah yang terkait pemenuhan kebutuhan dasar manusia
teori Henderson dalam (Kozier, 1997). Dengan demikian melalui asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa dapat
menjamin kemampuan problem solving atau pemecahan masalah keperawatan klien
dengan mengacu pada kebutuhan dasar sesuai 14 kebutuhan menurut teori Henderson.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
4. Konsep asuhan keperawatan
a. Falsafah keperawatan.
Merupakan pandangan dasar tentang hakekat manusia dan esensi keperawatan
yang menjadikan kerangka dasar dalam praktek keperawatan. Hakekat manusia yang
dimaksud di sini adalah manusia sebagai makhluk biologis, psikologis, sosial dan
spiritual, sedangkan esensinya adalah falsafah keperawatan yang meliputi: pertama,
memandang bahwa pasien sebagai manusia yang utuh (holistik) yang harus dipenuhi
segala kebutuhannya baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang
diberikan secara komprehensif dan tidak bisa dilakukan secara sepihak atau sebagian dari
kebutuhannya; kedua, bentuk pelayanan keperawatan yang diberikan harus secara lansung
dengan memperhatikan aspek kemanusiaan; ketiga, setiap orang berhak mendapatkan
perawatan tanpa memandang perbedaan suku, kepercayaan, status sosial, agama dan
ekonomi; keempat, pelayanan keperawatan tersebut merupakan bagian integral dari sistem
pelayanan kesehatan mengingat perawat bekerja dalam lingkup tim kesehatan bukan
sendiri-sendri; dan kelima, pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan
kesehatan, bukan seorang penerima jasa yang pasif.
b. Paradigma keperawatan
Banyak ahli yang membahas pengertian paradigma seperti Stevens (1999) yang
mendefinisikan paradigma sebagai pandangan fundamental tentang persoalan dalam suatu
cabang ilmu pengetahuan. Hidayat (2004) mengartikan paradigma sebagai suatu
perangkat bantuan yang memiliki nilai tinggi dan sangat menentukan bagi penggunanya
untuk dapat memiliki pola dan cara pandang dasar khas dalam melihat, memikirkan,
memberi makna, menyikapi dan memilih tindakan mengenai suatu kenyataan atau
fenomena kehidupan manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Keperawatan sebagai ilmu juga memiliki paradigma sendiri dan sampai saat ini
paradigma keperawatan masih berdasarkan empat komponen yang diantaranya manusia,
keperawatan, kesehatan dalam rentang sehat-sakit dan lingkungan. Sebagai disiplin ilmu,
keperawatan akan selalu berkembang untuk mencapai profesi yang mandiri seiring
dengan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan sehingga paradigma keperawatan
akan terus berkembang.
c. Konsep Keperawatan
Komponen yang kedua dalam paradigma keperawatan, ini adalah konsep
keperawatan. Konsep keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat
profesional dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial dan
spiritual): dapat ditujukan kepada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang
sehat. Dengan demikian paradigma dalam konsep keperawatan memandang bahwa
pelayanan keperawatan yang diberikan pada klien dalam bentuk pemberian asuhan
keperawatan adalah dalam keadaan tidak mampu, tidak mau dan tidak tahu dalam proses
pemenuhan kebutuhan dasar. Bentuk asuhan keperawatan menurut Kozier (1997) berupa
antara lain:
Pertama, bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini dapat diberikan melalui pelayanan
keperawatan untuk meningkatkan atau memulihkan kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya khususnya kebutuhan fisiologis.
Kedua, bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki
ketidakmauan dalam memenuhi kebutuhan dasar ini dapat diberikan melalui pelayanan
keperawatan yang bersifat bantuan dalam pemberian motivasi pada klien yang
mempunyai penurunan dalam kemauan sehingga diharapkan terjadi motivasi yang kuat
untuk membangkitkan semangat hidup agar terjadi peningkatan. Pada proses pemenuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
kebutuhan dasar tindakan ini pada umumnya merupakan terapi psikologis yang dimiliki
perawat dalam mengatasi masalah klien.
Ketiga, bentuk asuhan keperawatan pada manusia sebagai klien yang memiliki
ketidaktahuan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia ini dapat diberikan melalui
pelayanan keperawatan yang bersifat pemberian pengetahuan, yang berupa pendidikan
kesehatan (health educator) yang dapat dilakukan pada individu, keluarga atau
masyarakat mempunyai pengetahuan yang rendah dalam tugas (masalah) perawatan
kesehatan sehingga diharapkan dapat terjadi perubahan peningkatan kebutuhan dasar.
d. Teori kebutuhan dasar manusia Henderson
Teori keperawatan Virginia Henderson mencakup seluruh kebutuhan dasar seorang
manusia. Henderson (1964) mendefinisikan keperawatan sebagai: membantu individu yang
sakit dan yang sehat dalam melaksanakan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap
kesehatan dan penyembuhannya di mana individu tersebut akan mampu mengerjakannya
tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan kemauan, dan pengetahuan yang dibutuhkan serta
hal ini dilakukan dengan cara membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat
mungkin.
Kebutuhan berikut ini, seringkali disebut 14 kebutuhan dasar Henderson, memberikan
kerangka kerja dalam melakukan asuhan keperawatan:
1) Bernapas secara normal.
2) Makan dan minum cukup.
3) Eliminasi.
4) Bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki.
5) Istirahat dan tidur.
6) Memilih cara berpakaian, berpakaian dan melepas pakaian.
7) Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
8) Menjaga tubuh tetap bersih dan rapat.
9) Menghindari bahaya dari lingkungan.
10) Berkomunikasi dengan orang lain.
11) Beribadah menurut keyakinan.
12) Bekerja yang menjanjikan prestasi.
13) Bermain dan berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.
14) Belajar, menggali atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal.
e. Standar praktik keperawatan
Perawat sebagai suatu profesi tentunya memiliki standar praktik keperawatan demi
memenuhi kebutuhan dasar klien, ada delapan standar praktik keperawatan (DPP PPNI,
1996)
Standar 1, pengumpulan data tentang status kesehatan klien/ pasien yang dilakukan secara
sistematik dan berkesinambungan. Data diperoleh melalui suatu rangkaian proses pengkajian
pada klien.
Standar 2, diagnosa keperawatan yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan klien.
Standar 3, rencana asuhan keperawatan yang meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan
diagnosa keperawatan.
Standar 4, rencana asuhan keperawatan meliputi prioritas dan pendekatan tindakan
keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang disusun berdasarkan diagnosa
keperawatan.
Standar 5, tindakan keperawatan memberi kesempatan klien/ pasien untuk berpartisipasi
dalam peningkatan, pemeliharaan, dan peningkatan kesehatan.
Standar 6, tindakan keperawatan membantu klien/ pasien untuk mengoptimalkan
kemampuannya untuk hidup sehat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Standar 7, ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan oleh klien dan
perawat.
Standar 8, catatan dokumentasi asuhan keperawatan.
f. Langkah-langkah proses asuhan keperawatan
Menurut Carpenito (1998) ada lima langkah dalam proses asuhan keperawatan yaitu
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana asuhan keparawatan,
implementasi tindakan keperawatan, serta melakukan evaluasi terhadap hasil asuhan
keperawatan.
B. Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian menyebutkan bahwa kesadaran pebelajar secara metakognitif adalah
lebih strategis dan memberi hasil yang lebih baik dari pada pebelajar yang tidak mempunyai
kesadaran metakognisi. Dukungan metakognisi yang kuat tersebut adalah pengetahuan dan
pengaturan metakognisi itu sendiri. Dengan demikian ada hubungan yang kuat antara
kemampuan metakognisi dengan kemandirian siswa dalam belajar sesuai hasil penelitian
Imel (2002). Pada penelitian lain oleh Pamungkasari (2007) menunjukkan ada pengaruh
signifikan kemampuan metakognitif terhadap kemampuan pemecahan masalah.
Selain itu relevansi penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar dikemukakan oleh
Driver dalam Nirwana (1996) bahwa reaksi siswa cukup baik terhadap lingkungan belajar
yang terbuka. Partisipasi siswa melalui pembelajaran menggunakan lingkungan sebagai
sumber belajar lebih aktif dibandingkan pembelajaran biasa. Pendapat ini didukung oleh
Balding dkk, dikutip Nirwana (1996) yang mengemukakan bahwa cara mengajar
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar adalah dengan memanfaatkan bahan, alat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
serta fenomena yang ada di lingkungan. Serta hasil penelitian Abraham et al. (2008) yaitu
menyatakan mahasiswa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar yang positif.
Terkait kaitan diatas ada harapan proses belajar mengajar keperawatan dapat disusun
dan dikembangkan secara terarah yang dapat menumbuhkan ketrampilan profesional yaitu
kontekstual, ketrampilan teknik, serta ketrampilan interpersonal (Nursalam, 2003), melalui
pengalaman belajar klinik (PBK) adalah suatu proses transformasi mahasiswa untuk menjadi
seorang perawat profesional, yang memberi kesempatan beradaptasi pada perannya sebagai
perawat profesional dalam melaksanakan praktik keperawatan profesional di tatanan nyata
pelayanan kesehatan klinik untuk: melaksanakan asuhan keperawatan yang benar,
menerapkan pendekatan proses keperawatan, menampilkan sikap/ tingkah laku profesional
serta menerapkan ketrampilan profesional (Nursalam, 2003).
C. Kerangka Berfikir
Kemampuan belajar bagaimana belajar, kemampuan metakognitif terdiri dari
kemampuan pengetahuan metakognisi itu sendiri serta kontrol proses atau sebagai regulasi
metakognisi yang didalamnya akan membantu dalam proses pemecahan masalah asuhan
keperawatan.
Selain itu apabila didukung oleh lingkungan belajar seperti lingkungan di klinik/
rumah sakit yang disusun dan dikembangkan secara terarah yang dapat menumbuhkan
ketrampilan profesional yaitu kontekstual, ketrampilan teknik, serta ketrampilan
interpersonal sehingga menjadikan lingkungan belajar menjadi lebih ideal, dengan demikian
akan terwujud suatu kemampuan pemecahan masalah dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan seperti yang terlihat pada Gambar 2.1 Kerangka berfikir di bawah ini.
Pengetahuan metakognisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Kemampuan
Pemecahan
Masalah
Askep
1. Declarative knowledge 2. Prosedural knowledge 3. Conditional know
Kemampuan metakognitif
Regulasi metakognisi
1..Planning 2.Information 3.Comprehension 4.Debugging 5.Evaluatioin Lingkungan belajar
Lingkungan belajar praktik RS Lingkungan belajar ideal
1. Jadwal praktek tepat waktu 2. Suasana nyaman saat praktik 3. Kesempatan mengembang- Kan keterampilan perorangan 4. Nyaman untuk belajar sosial 5. Suasana nyaman selama bimbingan 6. Berkonsenterasi baik selama Praktik Lingkungan belajar belum 7. Kenyamanan ruangan akan ideal
mengurangi stres 8. Suasana ruangan memotivasi pembelajar 9. Bisa bertanya selama praktik
Keterangan :
: diteliti : tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
D. Hipotesis
Hipotesa yang dapat disampaikan terkait pemikiran diatas adalah
Ada hubungan antara kemampuan metakognisi dan lingkungan belajar rumah sakit dengan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik yang menggunakan
rancangan cross sectional study (studi potong lintang).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa keperawatan di Akademi keperawatan
Lumajang pada bulan Nopember-April 2011 dengan lokasi di Lingkungan Rumah sakit Dr.
Haryoto Lumajang yang tersebar di empat ruangan yaitu R. IGD, R. Interne, R. Bedah, R.
Maternitas.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa yang ada di
lokasi penelitian. Sedangkan populasi sumber adalah mahasiswa Akademi Keperawatan
Lumajang yang sedang melaksanakan praktik klinik keperawatan di RS. Dr. Haryoto
Lumajang. Jumlah mahasiswa yang menjadi populasi penelitian adalah 100 orang, sedang
jumlah sampel pada penelitian menggunakan simple random sampling sebanyak 45
responden.
Desain sampel menggunakan probabilitas dengan simple random sampling. Adapun
kriteria restriksi dalam penelitian ini sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1. Kriteria Inklusi:
a. Mahasiswa TK III.
b. berada di lokasi penelitian.
c. bersedia menjadi subyek penelitian.
Jumlah sampel tersebut dibagi pada empat lokasi ruangan dimana terdapat mahasiswa
prakatik klinik keperawatan dengan jumlah antara 11-12 responden.
D. Kerangka Penelitian
Gambar 3.1. Kerangka penelitian
Populasi Sasaran: seluruh mahasiswa keperawatan
Populasi Sumber: mahasiswa Akper Lumajang
Yang sedang praktik klinik keperawatan
Simple random sampling
Sampel 45 mahasiswa pada empat lokasi ruang yang
terpilih
Dilakukan pengukuran variabel dengan instrumen
kuesioner dengan skala likert
Analisis data menggunakan model regresi linier ganda
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
E. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : Kemampuan metakognitif
Lingkungan belajar rumah sakit
2. Variabel terikat : Kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
F. Definisi Operasional Variabel
1. Kemampuan metakognitif
Kemampuan metakognitif yang terdiri tiga komponen metakognitif yang diukur,
yaitu (1) strategi umum, (2) strategi pemecahan masalah, dan (3) strategi pendukung. diukur
dengan menggunakan kuesioner Metacognitive Awareness Of Reading Strategies Inventory
(MARSI) yang telah dialih bahasakan dan dimodifikasi oleh Poncorini (2006). Jumlah butir
soal secara keseluruhan sebanyak 30 butir, kemudian dilakukan uji reliabilitas korelasi item-
total dengan hasil ada 11 butir pertanyaan dengan nilai < 0.2 yang harus dibuang yaitu butir
pernyataan nomer 6,7,8,14, 16, 17, 21, 23, 24, 29 dan 30, nilai alpha cronbach > 0.6 sehingga
hanya 19 butir yang bisa dipakai dalam penelitian ini dengan dengan strategi umum
sebanyak 8 butir, strategi pemecahan masalah sebanyak 4 butir dan strategi pendukung 7
butir.
Alat pengukuran dengan kuesioner.
Skala pengukuran: katagorikal.
2. Lingkungan belajar
Lingkungan belajar adalah kondisi serta situasi lingkungan pembelajaran yang diukur
dengan kuesioner metode pengukuran kesiapan lingkungan pendidikan Dundee (DREEM)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
(Roff et al., 1997) terdiri atas 50 pernyataan yang terdiri lima subkelas yaitu persepsi proses
pembelajaran ada 12 butir pernyataan, persepsi organisasi pembelajaran ada 11 butir
pernyataan, persepsi akademik ada 8 butir pernyataan, persepsi lingkungan pembelajaran ada
12 butir pernyataan serta persepsi lingkungan sosial ada 7 butir pernyataan. Sedangkan
penelitian ini menggunakan persepsi lingkungan pembelajaran dengan 12 butir pernyataan,
memakai skala likert dan setiap pernyataan dinilai: 4 untuk Sangat Setuju (SS), 3 untuk
Setuju (S), 2 untuk ragu-ragu (R), 1 untuk Tidak Setuju (TS) dan 0 untuk Sangat Tidak Setuju
(STS). Berdasarkan hasil uji reliabilitas korelasi item-total ada 3 butir perntanyaan dengan
nilai < 0.2 yaitu butir nomer 1,3 dan 8 dan, nilai alpha cronbach > 0.6 sehingga hanya ada 9
butir pernyataan yang dipakai dalam penelitian ini.
Alat pengukuran dengan kuesioner.
Skala pengukuran: katagorikal.
3. Kemampuan pemecahan masalah melalui asuhan keperawatan
Kemampuan pemecahan masalah meliputi bagaimana kemampuan pengkajian,
merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan perawatan, implementasi
tindakan keperawatan serta kemampuan evaluasi hasil tindakan keperawatan.
Alat pengukuran menggunakan data hasil nilai asuhan keperawatan (ASKEP)
mahasiswa praktik klinik keperawatan.
Skala pengukuran: kontinu.
G. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner terdiri
dari beberapa kelompok pertanyaan yang meliputi:
1. Identitas responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Data yang diambil berupa nama, umur, jenis kelamin.
2. Instrumen metakognitif, lingkungan belajar, disusun dalam bentuk kuesioner.
3. Kemampuan pemecahan masalah diperoleh dari data rekapitulasi nilai asuhan
keperawatan.
H. Teknik Pengumpulan Data
1. Data primer
Data primer diperoleh melalui kuesioner yang berisikan pernyataan dan pertanyaan
yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian. Data ini langsung diperoleh dari hasil
penelitian dengan melalui kuesioner dengan skala likert yaitu untuk mengukur kemampuan
metakognitif dengan menggunakan kuesioner Metacognitive Awareness Of Reading
Strategies Inventory (MARSI) yang telah dialih bahasakan dan dimodifikasi oleh Poncorini
(2006) dan data untuk mengukur lingkungan belajar yang diadopsi dari metode pengukuran
kesiapan lingkungan pendidikan Dundee (DREEM) (Roff et al.,1997) terdiri atas 9
pernyataan.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
diperoleh dari data rekapitulasi nilai mahasiswa selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
I. Tes Validitas dan Reliabilitas
Dalam penelitian ini uji reliabilitas dengan menggunakan SPSS yaitu Alpha Cronbach
untuk menguji item-item kuesioner yang disebut konsistensi internal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
J. Analisis Data
Data kontinu karakteristik sampel dideskripsikan dalam mean, SD, minimum,
maksimum. Data kategorikal karakteristik sampel dideskripsikan dalam frekuensi dan persen.
Hubungan antara kemampuan metakognitif, lingkungan belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah dianalisis dengan model regresi linier ganda:
Y = a + b1X1 + b2X2
Y = kemampuan pemecahan masalah
X1 = Kemampuan metakognitif
X2 = Lingkungan belajar
b1 = koefisien regresi untuk metakognitif yaitu hubungan kemampuan
metakognitif dengan kemampuan pemecahan masalah
b2 = koefisien regresi untuk lingkungan belajar yaitu hubungan
lingkungan belajar dengan kemampuan pemecahan masalah
a = konstanta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Bab ini akan menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal bulan
Nopember – April 2011 pada mahasiswa Akademi Keperawatan Lumajang yang sedang
praktik klinik keperawatan dengan jumlah responden 45 mahasiswa menggunakan teknik
randomisasi sampel.
1. Gambaran Karakteristik Demografi Subyek Penelitian Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian Variabel Mean SD Minimum Maksimum Kemampuan 61.9 8.5 42 78 Metakognitif Lingkungan 26.0 3.5 18 35 Belajar RS Kemampuan 72.2 4.2 62.6 80.0 Pemecahan masalah Dari table 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata kemampuan metakognitif, lingkungan belajar
RS berturut-turut 61.9; 26.0 Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah asuhan
keperawatan adalah 72.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Usia n Prosentase (%) 19 1 2.2 20-21 36 80.0 22-23 8 17.8 N = 45 100.0 Jenis kelamin Laki 19 42.2 Perempuan 26 57.8 N = 45 100.0 Dari table 4.2. dapat diketahui prosentase usia 19, 20-21, 22-23 berturut-turut 2.2 Persen,
80.0 persen dan 17.8 persen, sedangkan jenis kelamin laki-laki 42.2 persen dan perempuan
sebesar 57.8 persen.
Tabel 4.3. Distribusi Pemecahan Masalah Berdasarkan Nilai Asuhan Keperawatan
No. Variabel n Mean SD Minimum Maksimum
1. Pengkajian 45 71.6 4.6 52.0 79.0
2. Diagnosa keperawatan 45 72.1 4.3 60.0 79.0
3. Rencana 45 72.6 4.0 63.0 80.0
4. Implementasi 45 72.2 4.8 62.0 82.0
5. Evaluasi 45 72.7 4.5 63.0 81.0
6. Pemecahan Masalah 45 72.2 4.2 62.6 80.0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa rata-rata tahapan pemecahan masalah
ASKEP mulai pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi berturut-turut 71.6; 72.1; 72.6; 72.2; 72.7
Sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan adalah
72.2
Garis regresi dengan rentang positif pada hubungan kemampuan
metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
digambarkan dengan diagram sebar dan regresi seperti pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Hubungan antara kemampuan metakognisi dan pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Sedangkan garis regresi dengan rentang positif pada hubungan lingkungan belajar RS
dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan digambarkan dengan diagram
sebar dan garis regresi seperti Gambar 4.2.
2.
3. Hubungan antara kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan dijelaskan dalam hasil analisis
regresi pada table 4.3.
Analisis yang digunakan untuk menghubungkan variabel satu dengan variabel lainnya
adalah analisis regresi linier ganda dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS
(versi 17.0). Data yang akan dianalisis selengkapnya pada lampiran 10 sedangkan hasil
analisis dapat dilihat pada lampiran 11.
Di bawah ini merupakan tabel hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan
kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar rumah sakit dengan kemampuan
pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan Lumajang yang dapat
dilihat pada table 4.4. dibawah ini.
Gambar 4.2 Hubungan antara lingkungan belajar RS dan pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Tabel 4.4. Hasil analisis regresi linier ganda tentang hubungan kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar RS dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan Variabel Confidence Interval (CI)
Independen Koefisien Nilai p Batas Batas regresi (b) bawah atas Kemampuan metakognitif 0.3 <0.001 0.2 0.4 Lingkungan belajar 0.4 0.002 0.2 0.7
Konstanta 45.1 <0.001 38.6 51.5 N observasi = 45 Adjusted R Square = 62.2 % P = < 0.001
Interpretasi atas hasil analisis linier ganda diatas adalah bahwa kemampuan
metakognitif memiliki hubungan positif dengan kemampuan pemecahan masalah asuhan
keperawatan pada mahasiswa keperawatan. Kenaikan 1 skor kemampuan metakognitif
mahasiwa akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan sebesar
0.3 skor dengan rentang antara 0.2 sampai 0.4 (b = 0.3, CI 95 % 0.2 sampai 0.4)
Selain itu bahwa lingkungan belajar memiliki hubungan positif dengan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada mahasiswa keperawatan.
Kenaikan 1 skor lingkungan belajar RS akan meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan sebesar 0.4 skor dengan rentang skor antara 0.2 sampai 0.7 (b
= 0.4, CI 95 % 0.2 sampai 0.7)
Konstanta regresi sebesar 45,1 menyatakan bahwa jika variabel kemampuan
metakognitif dan lingkungan belajar RS yang sebelumnya dianggap nol, maka rata-rata
skor kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan adalah 45,1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Sedangkan ditinjau dari nilai Adjusted R square pada persamaan regresi yang
bernilai 62.2 %. Artinya kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan diperoleh
dari variabel kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar RS, sedangkan sisanya
yaitu 37.8 % dipengaruhi oleh variabel faktor lain.
B. Pembahasan
1. Hubungan kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan
keperawatan.
Hasil analisis regresi linier ganda hubungan kemampuan metakognitif dan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan menunjukkan setiap kenaikan 1 skor
kemampuan metakognitif akan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sebesar 0.3
Hasil ini mendukung penelitian Imel (2002) yang menyebutkan bahwa kesadaran
pebelajar secara metakognitif adalah lebih strategis dan memberi hasil yang lebih baik dari
pada pebelajar yang tidak mempunyai kesadaran metakognisi. Dukungan metakognisi yang
kuat tersebut adalah pengetahuan dan pengaturan metakognisi itu sendiri, dengan
demikian ada hubungan kuat antara kemampuan metakognisi dengan kemandirian siswa
dalam belajar.
Pada temuan penelitian Pamungkasari (2007) menunjukkan makin tinggi
kemampuan metakognitif seseorang maka makin tinggi juga kemampuan pemecahan
masalah.
Selain itu hasil penelitian ini sejalan pendapat Toccasu Project (2008) mengatakan
bahwa metakognitif pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana seharusnya belajar
dengan mempertimbangkan salah satunya berperan serta dalam pemecahan suatu masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pada penelitian ini fokus pemecahan masalah didasarkan pada pemberian pelayanan
asuhan keperawatan ketika mahasiswa melakukan praktik klinik keperawatan sesuai dengan
konsep keperawatan menurut Kozier (1997) bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada klien dalam bentuk asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah klien
sesuai dengan 14 kebutuhan dasar manusia (Hendersen,1964).
Hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Hsu LL (2010) yang
menyimpulkan bahwa kemampuan keterampilan metakognitif pada mahasiswa
keperawatan di Taiwan dapat berkembang baik di kelas maupun di tempat praktik klinik
keperawatan. Hal ini juga sejalan hasil penelitian Kuiper (2005) yang mengatakan
penggunaan metode pembelajaran self regulation di lingkungan praktik dapat merangsang
aktivitas metakognitif terutama pengalaman klinik dan ketrampilan berfikir kritis dalam
pemecahan masalah keperawatan.
Di dalam praktik pemberian pelayanan asuhan keperawatan menurut Nursalam
(2003) hasil akhir yang diharapkan mahasiswa praktik profesi adalah memiliki kemampuan
professional salah satunya dapat melaksanakan asuhan keperawatan dari masalah yang
sederhana sampai yang kompleks secara tuntas melalui tahapan pengkajian, merumuskan
diagnose keperawatan (masalah keperawatan), merencanakan tindakan keperawatan,
melakukan implementasi (pelaksanaan) tindakan keperawatan dan terakhir tahapan
evaluasi terhadap apa yang sudah dilaksanakan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan masalah keperawatan dapat diatasi (problem solving). Pernyataan di atas juga
mendukung hasil penelitian Pesut (1992) yang mengatakan bahwa kemampuan ketrampilan
metakognitif berpengaruh pada pembelajaran di klinik terutama dalam menemukan masalah
keperawatan karena kemampuan keterampilan metakognitif dapat digunakan untuk tahapan
observasi, analisis, perencanaan dan evaluasi proses keperawatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Bila mahasiswa memiliki dasar kemampuan metakognitif yang cukup diharapkan
mahasiswa akan mampu melakukan kegiatan asuhan keperawatan mulai tahap pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan, implementasi tindakan keperawatan serta
evaluasi dengan berhasil.
Hal itu dapat dijelaskan menurut Flavel (Livingston,1997) bahwa metakognisi
memiliki dua macam yaitu pertama pengetahuan metakognisi itu sendiri dan kedua regulasi
metakognisi. Selain itu menurut (OLRC News, 2004) masing-masing kedua metakognisi
terbagi beberapa sub kemampuan metakognisi antara lain: pengetahuan tentang metakognisi
terdiri declarative knowledge yaitu pengetahuan tentang dirinya sebagai pebelajar serta
strategi, ketrampilan dan sumber belajar yang dibutuhkan. Yang kedua procedural knowledge
yaitu pengetahuan bagaimana menggunakan apa saja yang telah diketahui dalam declarative
knowledge dalam aktivitas belajarnya serta conditional knowledge yaitu pengetahuan
bilamana menggunakan suatu prosedur, ketrampilan atau strategi dan bilamana hal-hal
tersebut tidak digunakan, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur-prosedur yang
lain.
Untuk regulasi metakognisi terdiri sub kemampuan planning atau perencanaan,
information management strategies yaitu kemampuan strategi mengelola informasi
berkenaan dengan proses belajar, comprehension monitoring yaitu kemampuan dalam
memonitor proses belajarnya, debugging yaitu kemampuan strategi yang digunakan untuk
membetulkan tindakan yang salah dalam belajar, serta sub komponen evaluation yaitu
kemampuan mengevaluasi keefektifan strategi belajarnya apakah ia akan mengubah
strateginya, menyerah atau mengakhiri kegiatan tersebut.
Sehingga dalam perencanaan pelaksanaan pemecahan masalah asuhan keperawatan
ada keterkaitan kemampuan metakognitif karena masing-masing sub kemampuan dari
metakognisi menjadi dasar dalam proses pemberian asuhan keperawatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pada tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, kegiatan ini adalah
upaya melakukan pengkajian secara komprehensif data dari klien sehingga pada akhirnya
dapat ditemukan masalah keperawatan yang muncul pada klien sesuai dengan 14
kebutuhan dasar manusia menurut Henderson (1964).
Untuk mencapai keberhasilan tahap pengkajian dan rumusan diagnosa keperawatan
kemampuan metakognitif yang dimiliki akan menggunakan landasan sub komampuan
declarative knowledge, procedural knowledge, conditional knowledge yaitu mahasiswa akan
menggunakan strategi serta menggunakan prosedur, ketrampilan yang tepat untuk menggali
data klien dengan harapan bisa merumuskan masalah keperawatan klien.
Pada tahap perencanaan dan tahap implementasi keperawatan, untuk memperoleh
keberhasilan tahap-tahap ini diharapkan menggunakan subkemampuan regulasi
metakognitif jenis planning, information management, comprehension monitoring dan
debugging. Pada tahap-tahap ini dibutuhkan kemampuan suatu perencanaan yang dapat
diterapkan untuk mengatasi masalah klien sehingga bila mahasiswa memiliki kemampuan
perencanaan, pengelolaan informasi data pengkajian atau analisis data, kemampuan
memonitir perkembangan data klien serta kemampuan memilih strategi tindakan
keperawatan yang tepat maka akan menunjang keberhasilan pada pemecahan masalah
klien.
Sedangkan pada tahap evaluasi yaitu diharapkan mahasiswa mampu melakukan
proses evaluasi sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Untuk menunjang keberhasilan
proses tahapan evaluasi maka dibutuhkan kemampuan metakognitif yang berlandasan
evaluation karena mahasiswa akan berfikir strategi yang paling tepat tindakan untuk
mengatasi masalah klien atau pemecahan masalah klien berdasarkan data perkembangan
klien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
2. Hubungan lingkungan belajar rumah sakit dan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan.
Hasil analisis regresi terhadap hubungan antara lingkungan belajar rumah sakit dan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan menunjukkan bahwa setiap 1 skor
lingkungan belajar rumah sakit akan meningkatkan skor kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan sebesar 0.4
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Hattie (2005) yang menyimpulkan bahwa
lingkungan belajar dapat memperkuat pencapaian belajar, kepuasan dan kesuksesan
belajar dikarenakan lingkungan belajar akan secara teratur memberi umpan balik bagi
mahasiwa melalui pengalaman belajarnya.
Selain itu hasil penelitian lain oleh Abraham et al. (2008) menyatakan bahwa
mahasiwa dapat merasa menerima dengan lingkungan belajar yang positif, namun juga
dikatakan area masalah dari lingkungan pembelajaran pada sekolah keperawatan yang
memungkinkan kita untuk mengadopsi pengukuran-pengukuran demi perbaikan dalam
pembelajaran.
Berdasarkan kaitan diatas maka perlu adanya lingkungan belajar yang mendorong
motivasi mahasiwa untuk belajar. Menurut Nursalam (2003 harapan proses belajar
mengajar keperawatan dapat disusun dan dikembangkan secara terarah yang dapat
menumbuhkan ketrampilan professional yaitu kontekstual, ketrampilan teknis, serta
ketrampilan interpersonal.
Selanjutnya menurut Hamid dikutip Nursalam (2003) fasilitas pelayanan rumah sakit
dapat digunakan sebagai sumber pendidikan yang cukup kondusif sehingga lingkungan
belajar seperti rumah sakit dapat dijadikan sebagai salah satu lingkungan belajar untuk
mencapai pengalaman belajar di klinik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Untuk menunjang lingkungan belajar di rumah sakit agar dapat kondusif ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sehingga menjadikan lingkungan belajar rumah
sakit menjadi ideal menurut Nursalam (2003) antara lain: tersedia pelayanan memadai,
jumlah kasus memadai, fasilitas cukup untuk pembelajaran, memiliki perpustakaan, situasi
pendukung yang kondusif, sistem manajemen pelayanan keperawatan, ada kegiatan
penelitian, ada tenaga terpilih sebagai fasilitator, ada sistem pencatatan dan pelaporan
memadai serta sistem ketenagaan yang ada efisien.
Apabila lingkungan belajar di rumah sakit bisa memenuhi persyaratan diatas
diharapkan lingkungan belajar di rumah sakit tersebut akan meningkatkan motivasi belajar
mahasiswa.
Pada akhirnya mahasiswa yang menjalani praktik klinik keperawatan terutama
dalam memberikan asuhan keperawatan keberhasilan kemampuan pemecahan masalah
asuhan keperawatan tergantung juga kondisi lingkungan belajar di rumah sakit misalnya
keberadaan kasus penyakit, pelayanan, fasilitas sarana pendukung, jumlah tenaga perawat,
termasuk jumlah tenaga CI (clinical instructor), harus seimbang dengan jumlah mahasiswa.
Semua itu bagian faktor lingkungan yang dapat ditingkatkan untuk meningkatkan proses
pembelajaran di klinik keperawatan. Ini mendukung penelitian McBrien (2006) yang
mengatakan tidak diragukan bila jumlah pebelajar meningkat, jumlah staf terbatas dan
kekurangan pembimbing klinik keperawatan sehingga harus ada upaya analisis strategi yang
dilakukan untuk meningkatkan pembelajaran di klinik keperawatan.
Sehingga setiap saat lingkungan belajar di rumah sakit harus sering diperbarui sejalan
dengan hasil penelitian Abraham et al. (2008) masih ditemukan permasalahan dari
lingkungan pembelajaran pada sekolah keperawatan yang memungkinkan kita untuk
mengadopsi pengukuran-pengukuran demi perbaikan dalam proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
3. Keterbatasan Penelitian
Peneliti dalam menerapkan penelitian ini sudah berupaya semaksimal mungkin
dengan harapan agar hasil yang diperoleh benar-benar valid dan bisa
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Berbagai upaya peneliti telah lakukan untuk
mendapatkan hasil maksimal, minimal menghindari terjadinya bias.
Penyeleksian sampel dilakukan dengan ketat dengan cara memilih teknik sampling
yang sesuai dengan menggunakan randomisasi sampel serta penentuan kriteria inklusi
sedimikian rupa untuk mencegah terjadinya bias hasil akibat pengaruh dari karakteristik
yang dimiliki oleh masing-masing sampel.
Peneliti kembali melakukan uji homogenitas sampel untuk kembali memastikan
bahwa hasil yang diperoleh memang benar-benar dari hasil penelitian, bukan karena
perbedaan karakteristik responden. Selain itu untuk menghindari terjadinya perbedaan
persepsi dari isi kuesioner yang ada, peneliti mendampingi responden selama pengisian
instrumen kuesioner sampai selesai , serta untuk menjaga bias hasil kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan peneliti sudah melakukan pendampingan sambil melakukan
observasi selama mahasiswa melakukan proses pemberian asuhan keperawatan pada klien
dengan melihat tata cara penilaian asuhan keperawatan seperti pada lampiran 4 tentang
format penilaian Askep.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sehingga berpengaruh pada hasil
penelitian antara lain:
1. Alat ukur
Salah satu alat ukur pemecahan masalah pada penelitan ini adalah nilai
asuhan keperawatan yang dinilai dengan melihat daftar masing-masing isi tahapan
Askep yang terkadang berbenturan dengan fasilitas atau sarana pendukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
lingkungan belajar di rumah sakit belum sepenuhnya ada sehingga memungkinkan
nilai tidak dapat dicapai secara maksimal.
2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini relatif kecil yaitu 45 responden.
Terbatasnya jumlah sampel ini bisa berpengaruh pada akurasi hasil penelitian dan
kemampuannya untuk digeneralisasi pada populasi yang besar.
3. Isi kuesioner
Butir pernyataaan kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar ada
beberapa butir pernyataan yang dihilangkan berdasarkan hasil uji reliabilitas sehingga
mempengaruhi validitas isi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan
antara kemampuan metakognitif dan kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan
pada mahasiswa keperawatan, semakin tinggi kemampuan metakognitif pebelajar,
semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan (b = 0.3, CI 95
% 0.2 sampai 0.4)
Terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara lingkungan belajar dan
kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan, semakin ideal atau baik lingkungan
belajar,semakin tinggi pula kemampuan pemecahan masalah asuhan keperawatan pada
mahasiswa keperawatan (b = 0.4, CI 95 % 0.2 sampai 0.7)
B. Implikasi
1. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa tingkat kemampuan metakognisi
seseorang dapat digunakan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan.
2. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa lingkungan belajar di rumah sakit dapat
digunakan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan.
3. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bagi institusi di Akademi Keperawatan Lumajang
adalah perlu diimplementasikan teknik pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan
metakognitif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
4. Kemampuan metakognitif dan lingkungan belajar rumah sakit yang ideal akan
meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah asuhan keperawatan pada klien.
C. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kemampuan pemecahan
masalah asuhan keperawatan dengan variabel-variabel lain seperti motivasi, tingkat
emosional pebelajar, metode pembelajaran, karakteristik ruangan.
2. Institusi rumah sakit khususnya ruang tempat praktik perlu dikelola tidak hanya sekedar
sebagai tempat praktik tetapi sekaligus menjadikan sebagai lingkungan belajar yang ideal
bagi proses pembelajaran klinik keperawatan.
Recommended