View
213
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
h
Citation preview
A. Aspek Hukum Aborsi
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan
norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan ketentuan UU Kesehatan tersebut jika kita kaitkan dengan
aborsi KTD akibat perkosaan, maka dapat menyimpulkan: Pertama, secara
umum paraktik aborsi dilarang; Kedua, larangan terhadap praktik dikecualikan
pada beberapa keadaan, kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan. Selain itu tindakan medis terhadap
aborsi KTD akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila:
(1) setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan
diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh
konselor yang kompeten dan berwenang;
(2) dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung
dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis;
(3) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
(4) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; dan
(5) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri.
Kesimpulannya, bahwa UU Kesehatan memperbolehkan praktik aborsi
terhadap kehamilan akibat perkosaan dengan persyaratan dilakukan oleh
tenaga yang kompeten, dan memenuhi ketentuan agama dan perundang-
undangan yang berlaku.
Sedangkan peraturan tentang sanksi terhadap para pelaku abortus
illegal dijelaskan secara rinci dalam KUHP , sebagai berikut :
a) Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyruh
orang lain melakukannya (KUHP pasal 346, hukuman
maksimum 4 tahun).
b) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita tanpa seizinnya
(KUHP pasal 347, hukuman maksimum 12 tahun; dan bila
wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun)
c) Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizing
wanita tersebut. (KUHP pasal 348, hukuman maksimum 5 tahun
6 bulan; dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7
tahun).
d) Dokter, bidan, atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas
(KUHP pasal 349, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan
pencabutan hak pekerjaannya).
e) Barangsiapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan
kandungan kepada anak dibawah usia 17 tahun/dibawa umur
(KUHP pasal 283, hukuman maksimum 9 bulan).
f) Barangsiapa menganjurkan/merawat/memberi obat kepada
seseorang wanita dengan memberi harapan agar gugur
kandungannya (KUHP pasal 299, hukuman maksimum 4 tahun).
(Hanafiah, M. Jusuf,1999)
B. Aspek Hukum Transplantasi Organ
Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang
sebagai suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan
manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana
yaitu tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman,
maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.
Peraturan tranplantasi organ termuat dalam :
1. Pasal 33 dan 34 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. Pasal 33
(1). Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat
dilakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh , transfusi
darah , implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah pastik
dan rekonstruksi,
(2). Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk
tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
b. Pasal 34
(1). Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
(2). Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor
harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada
persetujuan ahli waris atau keluarganya.
(3). Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan
transplantasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. PP No. 18 Tahun 1981
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, bedah mayat
anatomis dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum
pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
Pasal 1
(c). Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang
dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal
(fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
(d). Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal
(fungsi) yang sama dan tertentu.
(e). Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk
pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari
tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan
alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak berfungsi dengan baik.
(f). Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan
tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
(g). Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli
kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,pernafasan,dan atau
denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat g mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas,maka IDI dalam
seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah mati yaitu bahwa
seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da jantung telah
berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi kematian
batang otak.
Pasal 10
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan
memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau
keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11
(1). Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh
dokter yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.
(2). Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan
oleh dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas
materai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan
transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal
dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
Pasal 15
(1). Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh
manusia diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan
terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter
konsultan mengenai operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan -
kemungkinan yang terjadi.
(2). Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar,
bahwa calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari
pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam
kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan
semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya
telah mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan
tubuh untuk tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati
seseorang akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada
sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya
dengan keberhasilan transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah
baik hasilnya.tetapi jangan sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan
diambil organnya harus benar-benar meninggal dan penentuan saat meninggal
dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi dan dinyatakan meninggal jika
terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi pernafasan dan denyut
jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain bukan dokter
transplantasi agar hasilnya lebih objektif.
- UU No 36 thn 2009 pasal 64, 65, 67, 123, 192
C. Aspek Hukum Inseminasi Buatan
PEDOMAN PELAYANAN BAYI TABUNG
1) Pelayanan Teknologi Buatan hanya dapat dilakukan dengan sel telur dan
sperma suami-isteri yang bersangkutan.
2) Pelayanan Reproduksi Buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas,
sehingga kerangka pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan
pelayanan infertilitas secara keseluruhan.
3) Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim isteri tidak lebih
dari tiga; boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan:
a) rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
b) pasangan suami-isteri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya
dua kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal, atau
c) isteri berumur lebih dari 35 tahun.
4) Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5) Dilarang melakukan jual beli embrio, ova dan spermatozoa.
6) Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian.
Penelitian atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau tujuan
penelitiannya telah dirumuskan dengan sangat jelas.
7) Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio
manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi.
8) Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoa manusia tidak boleh dibiak
in-vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk hari-hari penyimpanan dalam suhu yang
sangat rendah/ simpan beku).
9) Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau dengan
menggunakan embrio, ova dan atau spermatozoa manusia tanpa izin khusus dari
siapa sel telur atau spermatozoa itu iperoleh.
10) Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies kecuali apabila fertilisasi trans-
spesies itu diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada
manusia. Setiap hybrid yang terjadi akibat fertilisasi trans-spesies harus segera
diakhiri pertumbuhannya pada tahap 2 sel.
- UU No 36 tahun 2009 pasal 127
- Permenkes No 39/Menkes/SK/I/2010
Recommended