View
250
Download
11
Category
Preview:
Citation preview
IDENTIFIKASI Proteus mirabilis DAN RESISTENSINYA
TERHADAP ANTIBIOTIK IMIPENEM, KLORAMPENIKOL,
SEFOTAKSIM, DAN SIPROFOKSASIN PADA DAGING
AYAM DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
OLEH :
MEYBY EKA PUTRI LEMPANG
O111 10 276
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
gelar Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
Makassar. Skripsi ini berjudul “Identifikasi Proteus mirabilis dan Resistensinya
terhadap Antibiotik Imipenem, Klorampenikol, Sefotaksim, pada Daging Ayam
di Kota Makassar“.
Penulisan skripsi ini tidaklah mudah. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan selesai. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr.drh. Lucia Muslimin, M.Sc selaku Ketua Prodi Kedokteran Hewan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin serta sebagai Pembimbing
Akademik dan juga Pembimbing I dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Muh. Akbar Bahar, S.Si. Apt. M.Pharm.Sc. selaku dosen Farmakologi dari
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin serta Pembimbing II dalam
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Dr. Fatma Maruddin S.Pt, MP dan drh. Andi Magfira Satya Apada sebagai
pembahas seminar proposal dan seminar hasil penelitian ini.
4. Seluruh Panitia Seminar Proposal, Panitia Seminar Hasil, dan Panitia Ujian
Akhir Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
5. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin atas dukungan moral dan memberikan
informasi kepada penulis.
6. Orang tua yang selalu memberikan dukungan doa kepada penulis.
7. Saudara seperjuangan Rozana Pratiwi Salamena yang selalu bersedia
membantu di Lab. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
8. Pak Marcus Lembong sebagai salah satu staf ahli di Lab. Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyajikan skripsi ini dengan baik,
namun penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan mengharap kritik dan
saran yang membangun untuk perbaikan di masa depan. Besar harapan penulis
semoga penulisan skripsi ini dapat berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya
untuk ilmu kedokteran hewan sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat luas.
Makassar, 1 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proteus sp.
2.2 Proteus mirabilis
2.3 Daging Ayam
2.4 Mikrobiologis Daging Ayam
2.5 Resistensi Antibiotik
2.6 Alur Penelitian
3 MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2 Bahan
3.3 Alat
3.4 Jumlah Sampel
3.5 Prosedur Pengujian
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Jumlah Total Bakteri/Total Plate Count (TPC)
4.2 Keberadaan Proteus mirabilis
4.3 Resistensi Isolat Proteus mirabilis terhadap Antimikroba
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
i
ii
iii
iv
v
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
3
5
6
7
9
10
10
10
10
10
11
14
14
16
18
21
21
21
22
26
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Biokimia Proteus sp.
Tabel 2. Karateristik Biokimia Proteus mirabilis
Tabel 3. Persyaratan Tingkat Mutu Fisik Daging Ayam
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Daging Ayam Per 100 gram
Tabel 5. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Ayam
Tabel 6. Standar Kekeruhan Mc Farland
Tabel 7. Standar Kepekaan Empat Antibiotik
Tabel 8. Hasil TPC Sampel Daging Ayam yang diambil di Enam Pasar
Tradisional
Tabel 9. Hasil Uji 8 Isolat Proteus mirabilis yang ditemukan
3
4
5
6
7
12
13
14
19
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Uji Biokimia Proteus mirabilis
Gambar 2. Media NA kontrol yang tidak ditumbuhi bakteri (a) dan Media NA
yang ditumbuhi bakteri (b)
Gambar 3. Koloni terpisah pada media SSA (yang dilingkari spidol merah
diuji selanjutnya dengan pewarnaan gram dan uji biokimia)
Gambar 4. Pertumbuhan koloni yang menghasilkan koloni yang tidak
berwarna (colourless) pada MacConkey Agar (MCA)
Gambar 5. Sel bakteri gram negatif diliat dengan pembesaran 100x
Gambar 6. Pengujian Biokimia (urutan dari bagian kiri) : TSIA, SIM, MR,
VP, Citrat/Sitrat, Urea, Glukosa, Laktosa, Sukrosa, dan Mannitol
Gambar 7. Uji Katalase
Gambar 8. Uji Oksidase
Gambar 9. Zona hambat salah satu isolat Proteus mirabilis
4
15
16
16
17
17
18
18
19
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi bakteri Proteus
mirabilis dari daging ayam yang dicurigai menjadi salah satu penyebab foodborne
disease dan uji resistensinya terhadap antibiotik.
Identifikasi dan uji resistensi terhadap antibiotik sampel yang digunakan
adalah bagian dada daging ayam diperoleh dari 6 pasar tradisional di Kota
Makassar. Sampel pada penelitian ini sebanyak 24 sampel daging ayam bagian
dada. Uji-Uji yang dilakukan antara lain Total Jumlah Bakteri/Total Plate Count
(TPC), penyuburan bakteri pada media Tryptic Soy Broth, Kultur pada media
Salmonella Shigella Agar dan Mac Conkey Agar, Pewarnaan Gram, dan Uji
Biokimia antara lain Uji TSIA, Uji SIM, Uji MRVP, Uji SITRAT, Uji UREA,
Katalase, Oksidase, Laktosa, Glukosa, Mannitol, dan Sukrosa. Sedangkan uji
resistensi antibiotik menggunakan antibiotik imipenem, klorampenikol,
siprofloksasin, dan sefotaksim.
Diperoleh hasil dari 8 sampel (30 %) positif Proteus mirabilis, namun tidak
diperoleh adanya resistensi antibiotik terhadap isolat Proteus mirabilis yang
diperoleh.
Katakunci : bagian dada daging ayam, Proteus mirabilis, foodborne disease, pasar
tradisional, uji resistensi, antibiotik
ABSTRACT
The aim of this research is to identification of Proteus mirabilis bacteria
which cause foodborne disease was isolated from chicken meat and the antibiotic
resistant of Proteus mirabilis.
Identification and the sensitivity of antibiotic used chicken breast from 6
of traditional market in Makassar City. Total sampel of this research is 24 sampels
chicken breast. The tests performed for the identification were Total Plate Count
(TPC), growth in medium liquid broth Tryptic Soy Broth, Gram stain, growth on
Salmonella Shigella Agar, Mac Conkey Agar, and biochemical tests including
glucose, lactose, sucrose, mannitol. The antibiotic sensitivity test for Proteus
mirabilis was carried out using the following antibiotics Imipenem,
Chloramphenicol, Cefotaxime, and Ciprofloxaxin.
Total 8 sampels were positive for Proteus mirabilis bacteria were not
resistant to most antibiotics tested.
Keywords : chicken breast, Proteus mirabilis, foodborne disease, traditional
market, antibiotic
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kontaminasi mikroorganisme pada daging ayam dapat menyebabkan
penurunan kualitas daging ayam, serta akan menyebabkan gangguan kesehatan
bagi konsumen. Foodborne disease adalah suatu penyakit yang ditimbulkan
akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi (Sauri S 2011).
Kejadian foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri persentasinya lebih
besar yang terlaporkan dibandingkan dengan agen penyakit lain misalnya virus
dan parasit (Taege 2004).
Proteus mirabilis merupakan salah satu bakteri gram negatif dan termasuk
famili enterobactericea (Anonim 2013) yang dapat mengkontaminasi daging
ayam. Kontaminasi dapat terjadi pada waktu ayam masih hidup di suatu
peternakan, selama proses transportasi, di Rumah Potong Unggas (RPU), dan di
tempat penjualan daging ayam di pasar.
Hasan et al.(2012) mengisolasi 2 sampel positif Proteus mirabilis dari 28
sampel. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa Proteus mirabilis sebagai
salah satu penyebab penyakit bumblefoot pada ayam broiler. Hasil penelitian
Amare et al.(2013) melaporkan bahwa dari 290 sampel ayam betina yang
mengalami infeksi kantong kuning telur, terdapat 66 sampel positif yang positif
Proteus mirabilis pada pemeriksaan postmortem. Proteus mirabilis bersifat
patogen pada manusia karena dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih (Nemati
2013). Kontaminasi Proteus mirabilis pada daging ayam sangat penting untuk
diketahui, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit yang membahayakan
kesehatan konsumen seperti diare, mual, dan gastritis (Cherry WB et al.1946).
Beberapa antibiotik yang sering digunakan sebagai obat hewan untuk
mencegah dan mengobati infeksi penyakit yang disebabkan oleh enterobactericea
adalah siprofloksasin, kloramfenikol, sefotaksim dan imipenem (Noor SM et
al.2005; Brunton LL 2011). Penggunaan antibiotik secara tidak rasional
mendorong timbulnya strain-strain bakteri yang resisten. Hal inilah yang menjadi
penyebab utama kegagalan pengobatan infeksi penyakit yang disebabkan oleh
bakteri patogen yang sama pada manusia dan meningkatkan biaya pengobatan
(Noor SM et al.2005).
Siprofloksasin merupakan antibiotik golongan flurokuinolon biasanya
digunakan sebagai obat hewan untuk mencegah dan mengobati infeksi penyakit
(Noor SM et al.2005). Siprofloksasin bersifat bakterisid (membunuh bakteri)
dengan mekanisme kerja menghambat DNA-girase pada bakteri yang
menginfeksi. Kloramfenikol merupakan antibiotik golongan kloramfenikol
bersifat bakteriostatik (menghambat bakteri) dengan mekanisme menghambat
sintesis protein pada bakteri, famili enterobactericea masih sensitif dengan
antibiotik ini (Brunton LL 2011). Antibiotik lain yang digunakan secara luas
untuk infeksi penyakit yang disebabkan oleh famili enterobactericea adalah
sefotaksim dan imipenem, sefoktaksim merupakan antibiotik golongan
sefalosporin generasi ketiga, sedangkan imipenem merupakan antibiotik golongan
karbapenem, kedua antibiotik ini bersifat bakterisid, dan bekerja menghambat
sintesis dinding sel pada bakteri. Siprofloksasin, kloramfenikol, sefotaksim, dan
imipenem merupakan antibiotik berspektrum luas karena dapat membunuh bakteri
gram positif dan gram negatif.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya upaya untuk mempertahankan mutu
mikrobiologis daging ayam yang dijual dipasaran sehingga tidak membahayakan
kesehatan konsumen, maka penelitian mengenai resistensi antibiotik terhadap
Proteus mirabilis pada daging ayam harus dilakukan, agar dapat menjadi
indikator adanya resistensi antibiotik dari pangan asal daging ayam yang beredar
di masyarakat terutama di wilayah Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
Apakah terdapat bakteri Proteus mirabilis pada daging ayam yang dijual di
pasar tradisional di Kota Makassar?
Apakah terjadi resistensi antibiotik terhadap Proteus mirabilis pada daging
ayam yang dijual di pasar tradisional di Kota Makassar?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini :
Membuktikan ada atau tidaknya kontaminasi Proteus mirabilis pada daging
ayam.
Membuktikan adanya resistensi antibiotik terhadap Proteus mirabilis pada
daging ayam.
Tujuan Khusus penelitian ini :
Mengetahui adanya resistensi antibiotik imipenem, klorampenikol,
sefotaksim, dan siprofloksasin terhadap Proteus mirabilis pada daging ayam.
1.4 Manfaat Penelitian
Untuk Pengembangan Ilmu
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai Proteus mirabilis
yang diduga sebagai salah satu penyebab foodborne disease dan antibiotik yang
telah resisten terhadap Proteus mirabilis.
Manfaat untuk aplikasi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang
kesehatan masyarakat veteriner khususnya keamanan pada daging ayam.
1.5 Hipotesis
Diduga telah terjadi kontaminasi bakteri Proteus mirabilis dan adanya
resistensi antibiotik terhadap Proteus mirabilis pada daging ayam di kota
Makassar.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proteus sp.
Proteus sp. merupakan salah satu genus bakteri patogen yang berbahaya
bagi manusia dan hewan lainnya, habitat utama Proteus sp. adalah saluran usus
hewan (burung, reptil, hama tanaman) dan manusia (Anonim 2013).
Proteus sp. merupakan bakteri batang lurus, gram negatif, tidak membentuk
spora, hidup secara anaerobik fakultatif, bergerak dengan flagel (Bergey 1974).
Dalam pembagian Enterobacteriacea Proteus sp. masuk dalam genus X dengan
karakteristik biokimia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik biokimia Proteus sp.
Karakteristik Reaksi
Indola
+
Motility +
Produksi urease +
Produksi H2S dari Triple Sugar Iron Agar (TSIA) +
Sitrat +
Metil merah +
Voges-proskauer -
Katalase +
Oksidase -
Glukosa +
Laktosa -
Sukrosab +/-
Mannitolb +/-
Keterangan:
a = hanya Proteus mirabilis yang indolnya negatif
b = Sukrosa dan Mannitol dubius (bisa +/-) tergantung strain
Sumber : Bergey (1974)
Pada media Salmonella Shigella Agar (SSA) Proteus sp. memiliki koloni
dengan lingkaran hitam ditengahnya atau adanya H2S serta koloni tumbuh
menyebar, dan pada MacConkey Agar memiliki tidak berwarna/colourless (Zimro
MJ et al. 2009).
2.2 Proteus mirabilis
Proteus mirabilis bersifat gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak
berspora, umumnya bergerak dengan flagella peritrikus, koloni menyebar pada
media agar. Tumbuh dan menghasilkan H2S pada media Salmonella Shigella
Agar, Proteus mirabilis tidak memfermentasi laktosa akan tetapi memfermentasi
glukosa dengan adanya gas (Manos J et al.2006). Berikut karakteristik biokimia
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik biokimia Proteus mirabilis
Karakteristik Reaksi
Indol
-
Motility +
Produksi urease +
Produksi H2S dari Triple Sugar Iron Agar (TSIA) +
Sitrat +
Metil merah +
Voges-proskauer -
Katalase +
Oksidase -
Glukosa +
Laktosa -
Sukrosa +/-
Mannitol +/-
Sumber : Manos J et al.(2006)
Menurut panduan laboratorium yang dirilis WHO tahun 2010 yang ditulis
oleh Mikoleit ML tentang deteksi, pengontrolan, dan pencegahan foodborne
enteritidis dari peternakan kepada konsumen pada tes biokimia Proteus mirabilis
hanya menggunakan 6 pengujian biokimia dengan hasil pada Gambar 1.
Gambar 1. Uji Biokimia Proteus mirabilis
Keterangan :
A. TSIA : alkali slant/alkali butt/H2S positif/tidak ada gas
B. Urea positif
C. Lisin deaminase positif
D. Sitrat negatif (beberapa strain positif)
E. Motil positif
F. Indol negatif
Sumber : Mikoleit ML (2010)
Sumber utama terjadinya infeksi Proteus mirabilis pada manusia karena
mengonsumsi produk asal ternak yang terkontaminasi, misalnya dengan memakan
telur atau daging ayam yang terkontaminasi dan tidak dimasak sempurna atau
setengah matang, maka akan mengakibatkan gastroenteritis pada manusia (Cherry
WB et al.1946). Mengurangi keberadaan Proteus mirabilis pada produk asal
ternak secara signifikan juga akan mengurangi paparan bakteri tersebut pada
manusia. Salah satu pengendalian yang penting adalah menjaga kebersihan
peternakan. Sebaiknya telur, daging, susu, dan bahan olahan lainnya diolah
dengan baik dengan cara dimasak sampai matang dan apabila belum diolah
disimpan pada lemari pendingin untuk keamanan produk peternakan (Blossom C
2014).
2.3 Daging Ayam
Daging ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak, serta harga yang relatif
terjangkau. Daging ayam yang baik untuk dikonsumsi memiliki ciri fisik
berdasarkan pedoman produksi dan penanganan daging ayam yang higienis
(Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010) sebagai berikut:
Tabel 3. Persyaratan Tingkatan Mutu Fisik Daging Ayam
No Faktor mutu Tingkatan mutu
Mutu I Mutu II Mutu III
1. Konformasi Sempurna
Ada sedikit
kelainan
pada dada
atau paha
Ada kelainan
pada tulang dada
dan paha
2. Perdagingan Tebal Sedang Tipis
3. Perlemakan Banyak Banyak Sedikit
4. Keutuhan Utuh
Tulang utuh,
kulit sobek
sedikit, tetapi
tidak pada
bagian dada
Tulang ada yang
patah, ujung
sayap terlepas,
ada kulit yang
sobek pada
bagian dada
5. Perubahan warna Bebas dari bulu
tunas (pin feather)
Ada memar
sedikit, tetapi
tidak pada
bagian dada
dan tidak
freeze burn
Ada memar
sedikit, tetapi
tidak ada freeze
burn (perubahan
warna daging
akibat kontak
dengan
permukaan yang
sangat dingin)
6. Kebersihan
Bebas dari memar
dan atau freeze
burn, dibawah
180C
Ada bulu
tunas sedikit
yang
menyebar
tetap tidak
pada bagian
dada
Ada bulu tunas
Definisi daging ayam menurut Badan Standardisasi Nasional (2009)
merupakan otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim
dikonsumsi oleh manusia. Makanan bernutrisi yang dibutuhkan manusia salah
satunya adalah daging ayam. Kandungan Nutrisi pada daging ayam dapat dilihat
pada tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrisi Daging Ayam per 100 gram
No Kandungan Jumlah
1. Kalori 404 kkal
2. Protein 18,20 g
3. Lemak 25 g
4. Kolesterol 60 mg
5. Vitamin A 243 mcg
6. Vitamin B1 0,80 g
7. Vitamin B2 0,16 mg
8. Kalsium 14 mg
9. Phospor 200 mg
10. Ferum 1,50 mg
Sumber : Agus (2003)
2.4 Mikrobiologis Daging Ayam
Menurut Bayumitra W.K. (2014) kontaminasi oleh mikroorganisme
terhadap daging ayam dapat terjadi sebelum pemotongan (pengontaminasi primer)
dan setelah pemotongan (pengontaminasi sekunder). Pengontaminasi primer dapat
dihindari dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengurangi kepadatan
ternak pada suatu peternakan dan pada saat pengangkutan. Transportasi
merupakan salah satu faktor penting dalam rantai penyediaan bahan pangan asal
ternak dan unggas baik transportasi dari peternakan ke tempat pemotongan, dari
rumah pemotongan ke distributor dan industri, maupun dari distributor ke
pengecer atau konsumen. Produk peternakan misalnya daging merupakan media
yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme patogen maupun non patogen,
sehingga diperlukan fasilitas pendingin pada saat transportasi. Pengontaminasi
sekunder meliputi penyimpanan daging tanpa pendingin yang dapat menyebabkan
mikroorganisme berkembang biak dengan cepat sehingga jumlahnya mencapai
tingkat yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Segala sesuatu yang dapat berkontak dengan daging baik secara langsung
atau tidak langsung dapat menjadi sumber kontaminan (Bayumitra W.K. 2014).
Kontaminasi ini dapat diatasi atau dikurangi dengan melakukan penanganan yang
higienis dengan sistem sanitasi yang baik. Pengukuran secara tepat jumlah total
bakteri dalam daging ayam merupakan dasar yang penting untuk dilakukan. Hal
ini dilakukan agar mikroorganisme yang dapat tumbuh pada daging ayam tidak
melebihi batas maksimum kontaminasi mikroorganisme. Batas maksimum
kontaminasi mikroorganisme daging ayam segar dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Syarat Mutu Mikrobiologis Daging Ayam
No Jenis Cemaran Mikroorganisme Satuan Persyaratan
1. Total Mikroorganisme/ Total plate
count
CFU/g Maksimum 1X106
Sumber : BSN (2009)
Penghitungan jumlah total bakteri merupakan hal mutlak dalam pengujian
kontaminasi mikroorganisme untuk menunjukkan jumlah mikroorganisme dalam
suatu produk, agar produk yang beredar di masyarakat terjamin keamanannya.
Metode Total Plate Count (TPC) merupakan suatu pengujian yang digunakan
untuk menentukan daya simpan suatu produk, ditinjau dari besar kecilnya tingkat
kontaminasi mikroorganisme pada produk tersebut (Semesta 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Nurwanto et al.(1999) mendapatkan bahwa
daging ayam broiler mentah mengandung bakteri 5,5x104 sd 1,8x10
4 sel/g, bakteri
yang teridentifikasi adalah Escherichia coli, Pseudomonas sp., dan Proteus sp.
Daging ayam yang beredar tentunya memiliki kriteria Aman, Sehat, Utuh,
dan Halal (ASUH). Berikut penjelasan menurut Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan (2010) :
Aman
Berarti tidak mengandung bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat
menyebabkan penyakit serta menggangu kesehatan manusia.
Sehat
Berarti memiliki zat-zat yang dibutuhkan dan berguna bagi kesehatan dan
pertumbuhan tubuh.
Utuh
Tidak di campur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari
hewan lain.
Halal
Berarti dipotong dan ditangani sesuai dengan syariat Islam.
2.5 Resistensi Antibiotik
Alexander Fleming menemukan antibiotik pertama, penicillin pada tahun
1927. Kata antibiotik mengacu pada bahan alam yang dihasilkan oleh jamur dan
mikroorganisme lain yang dapat membunuh bakteri. Kini, antibiotik dapat berupa
bahan sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri (Rahayu et al.2012). Antibiotik menghambat
mikroorganisme melalui mekanisme yang berbeda dengan cara :
mengganggu metabolisme sel mikroorganisme,
menghambat sintesis dinding sel mikroorganisme,
mengganggu permeabilitas membran sel mikroorganisme,
menghambat sintesis protein sel mikroorganisme, dan
menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroorganisme.
Antibiotik yang menghambat metabolisme sel mikroorganisme ialah
sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon, dengan
mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik (Tanu 2007).
Antibiotik akan menghambat sintesis dinding sel mikroorganisme dengan
menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga mengakibatkan
perbedaan tekanan osmotik didalam dan diluar sel mengakibatkan sel lisis,
antibiotik yang termasuk perusak dinding sel mikroorganisme adalah penisilin,
sepalosporin, karbapenem, monobaktam, glikopeptida, dan lipopeptida (Katzung
BG et al.2012).
Antibiotik dapat mengganggu permeabilitas membran sel mikroorganisme
terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan. Obat yang termasuk dalam
kelompok yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroorganisme ialah
polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroorganisme kemoterapeutik
umpamanya antiseptic surface active agents (mengubah tegangan permukaan).
Polimiksin sebagai senyawa ammonium kuaterner dapat merusak membran sel
setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroorganisme
(Tanu 2007).
Antibiotik yang menghambat sintesis protein sel mikroorganisme menurut
Brunton LL (2011) dibagi menjadi tiga grup yaitu :
Bakteriostatik, menghambat sintesis protein dengan target ribosom bakteri,
antibiotik yang termasuk grup ini ialah tetrasiklin, kloramfenikol, makrolida,
streptogramin, dan aminosilitol (spektinomisin).
Memanipulasi komponen antibiotik sebagai dinding sel bakteri. Antibiotik
yang termasuk grup ini ialah glikopeptida (vankomisin dan teikoplanin),
lipopeptida (daptomisin).
Indikasi terbatas hanya pada pembagian mekanisme yang memanipulsi
komponen dinding sel bakteri: basitrasin dan mupirosin.
Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroorganisme
termasuk rifampisin dan golongan kuinolon. Rifampisin adalah salah satu derivat
rifamisin, berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat
sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat
enzim DNA girase pada kuman yang fungsinya menata kromosom yang sangat
panjang menjadi bentuk spiral sehingga dapat muat dalam sel kuman yang kecil
(Tanu 2007).
Pengolongan antibiotik menurut Katzung BG et al.(2012) lain :
Senyawa Beta-laktam dan Penghambat Sintesis Dinding Sel Lainnya
Mekanisme aksi penisilin dan antibiotika yang mempunyai struktur mirip
dengan β-laktam adalah menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengaruhnya
terhadap sintesis dinding sel. Dinding sel ini tidak ditemukan pada sel-sel tubuh
manusia dan hewan, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin dan sefamisin
serta beta-laktam lainnya.
Kloramfenikol, Tetrasiklin, Makrolida, Klindamisin dan Streptogramin
Golongan agen ini berperan dalam penghambatan sintesis protein bakteri
dengan cara mengikat dan mengganggu ribosom, antara lain: kloramfenikol,
tetrasiklin, makrolida, klindamisin, streptogramin, oksazolidinon.
Golongan Aminoglikosida
Aminoglikosida antara lain: streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin,
gentamisin, tobramisin, sisomisin, etilmisin, dan lain-lain.
Sulfonamida, Trimethoprim, dan Kuinolon
Sulfonamida, aktivitas antibiotika secara kompetitif menghambat sintesis
dihidropteroat. Antibiotika golongan Sulfonamida, antara lain Sulfasitin,
sulfisoksasol, sulfamethisol, sulfadiasin, sulfamethoksasol, sulfapiridin, sulfadosin
dan golongan pirimidin adalah trimethoprim. Trimethoprim dan kombinasi
trimetoprim-sulfametoksazol menghambat bakteri melalui jalur asam dihidrofolat
reduktase dan menghambat aktivitas reduktase asam dihidrofolik protozoa,
sehingga menghasilkan efek sinergis. Fluorokuinolon adalah kuinolon yang
mempunyai mekanisme menghambat sintesis DNA bakteri pada topoisomerase II
(DNA girase) dan topoisomerase IV. Golongan obat ini adalah asam nalidiksat,
asam oksolinat, sinoksasin, siprofloksasin, levofloksasin, slinafloksasin,
enoksasin, gatifloksasin, lomefloksasin, moxifloksasin, norfloksasin, ofloksasin,
sparfloksasin dan trovafloksasin dan lain-lain.
Antibiotik hanya dapat digunakan untuk mengobati infeksi penyakit yang
disebabkan bakteri dan tidak bermanfaat untuk mengobati infeksi penyakit akibat
virus seperti flu atau batuk. Antibiotik harus diambil dengan resep dokter. Dosis
dan lama penggunaan yang ditetapkan harus dipatuhi.
Resistensi antibiotik merupakan ketidakpekaan suatu antibiotik terhadap
suatu bakteri. Faktor-faktor penyebab terjadinya resistensi terhadap suatu
antibiotik adalah sebagai berikut (Tanu 2007) :
Penggunaan yang sering
Penggunaan yang irasional
Penggunaan yang baru yang berlebihan
Penggunaan untuk jangka waktu yang lama
Penggunaan untuk ternak (residu pada produk hasil ternak)
2.6 Alur Penelitian
Sampel daging ayam
Total jumlah bakteri Isolasi dan identifikasi
(Total plate count) (pada media spesifik, pewarnaan
gram, tes biokimia)
Positif (P.mirabilis) Negatif
Uji resistensi antibiotika
(Imipenem, Kloramfenikol, Sefotaksim, dan Siprofloksasin)
3. MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai pada Mei 2014 dan dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Kampus Tamalanrea,
Makassar, Sulawesi Selatan.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 sampel daging ayam
bagian dada ayam yang diperoleh dari 6 pasar tradisional di wilayah Kota
Makassar.
Media-media yang digunakan untuk analisis Tryptone Soya Broth (TSB),
Nutrient Agar (NA), MacConkey Agar (MCA), Salmonella Shigella Agar (SSA),
dan media untuk uji biokimia antara lain Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Sulfur
indole motility (SIM), Metil Red Voges Proskauer (MRVP), Medium sitrat dan
urea, serta 4 uji gula-gula antara lain glukosa, laktosa, sukrosa, dan mannitol.
Muller Hinton Agar digunakan sebagai media pengujian kepekaan antibiotik. Disk
antibiotik yang digunakan ialah imipenem, klorampenikol, sefotaksim, dan
siprofloksasin.
Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu aquadest steril atau dapat
digunakan NaCl fisiologis sebagai larutan pengencer, alkohol 70 % sebagai
desinfektan, spiritus, larutan H2O2 untuk uji katalase, reagen oksidase untuk uji
oksidase, minyak imersi untuk melihat bakteri pada mikroskop dengan perbesaran
100 kali, bahan-bahan untuk pewarnaan gram antara lain kristal violet, larutan
lugol, alkohol 96%, dan safranin.
3.3 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitin ini adalah cawan petri, gelas ukur,
tabung reaksi dan raknya, ose, vortex, neraca analitik, erlenmeyer, pisau, label,
inkubator, bunsen, korek api, mikroskop, objek glass, jangka sorong, masker dan
sarung tangan.
3.4 Jumlah Sampel
Penelitian ini menggunakan 24 sampel yaitu daging ayam yang diambil
secara acak di 6 pasar tradisional, setiap pasar tradisional diambil 4 sampel secara
acak, pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan rumus random
sampling (Federer WT 1963) dengan rumus sebagai berikut :
(T-1)(n-1) ≥ 15
Keterangan :
T = perlakuan
n = jumlah sampel
Perhitungan pengambilan sampel adalah sebagai berikut :
(T-1) (n-1) ≥ 15
(6-1) (n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
T merupakan perlakuan pada penelitian ini, T sama dengan banyaknya
lokasi pasar, karena ada 6 lokasi berarti T = 6. Sedangkan dari hasil perhitungan n
sebagai total sampel yang akan diambil disetiap pasar, dan n = 4.
Pengujian sampel dilakukan duplo. Sampel tersebut masing-masing
dimasukkan ke dalam box pendingin untuk menghentikan aktivitas
mikroorganisme.
3.5 Prosedur Pengujian
Pengujian Jumlah Total Bakteri/Total Plate Count (TPC) dilakukan dengan
Metode Agar Tuang Pengujian TPC pada daging ayam dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Pengenceran
Pengenceran yang digunakan pada analisis TPC adalah pengenceran 10-4
.
2. Penuangan media
Masing-masing pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri steril yang
telah diberi label sebelumnya (sesuai dengan angka pengenceran). Media
Nutrient Agar (NA) untuk pengujian TPC, lalu dihomogenkan dengan cara
digoyangkan membentuk angka 8 beberapa kali supaya media merata ke
seluruh permukaan/homogen dan dibiarkan memadat. Cawan petri
kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik.
3. Inkubasi
Proses inkubasi cawan petri dilakukan dengan posisi terbalik pada suhu
370C selama 24-48 jam
4. Pembacaan dan Penghitungan jumlah bakteri
Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 25 sampai 250 (Lukman DW et al.2007). Jumlah mikroba per ml
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Isolasi Proteus mirabilis dilakukan dengan Metode Gores/Streak cara sebagai
berikut :
1. Persiapan sampel
Sampel dimasukan sebanyak 1 gram ke dalam plastik steril dan digerus
dengan mortar.
2. Pengenceran
Sampel ditambahkan aquadest sebanyak 9 ml secara aseptis, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung dan diberi label 10-1
. Perbandingan berat
sampel dengan volume aquadest adalah 1 : 9.
3. Menyuburkan bakteri
Sebanyak ± 0,5 ml pengenceran 10-1
dimasukan ke dalam ± 3 ml Tryptone
Soya Broth (TSB). Setelah itu diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 370C.
4. Menggores media
Selanjutnya dengan menggunakan ose steril diambil suspensi bakteri pada
TSB yang telah diinkubasi lalu digores pada media MCA dan SSA,
kemudian diinkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37˚C.
5. Pewarnaan bakteri
Diambil koloni pada media SSA dan MCA kemudian dilakukan pewarnaan
gram.
6. Uji biokimia
Dilakukan uji biokimia antara lain TSIA, SIM, MR/VP, TSIA, sitrat, urea,
uji katalase, uji oksidase, serta 4 uji gula-gula antara lain glukosa, laktosa,
sukrosa, dan mannitol. Kemudian dilakukan identifikasi bakteri berdasarkan
ciri koloni dan uji biokimia yang ada di tinjauan pusaka.
Uji Resistensi antibiotik dilakukan dengan menggunakan Metode Difusi
Agar-Kirby Bauer sebagai berikut :
1. Menggunakan Penyetaraan Mc Farland
Setelah diperoleh biakan Proteus mirabilis dilakukan inokulasi bakteri pada
media Muller Hinton Agar (MHA) dengan menggunakan penyetaraan Mc
Farland, Mc Farland adalah peyetaraan konsentrasi mikroorganisme dengan
menggunakan larutan BaCl2 1% dan H2SO4 1%. Standar kekeruhan Mc
Farland ini dimaksudkan untuk menggantikan perhitungan bakteri satu per satu
dan untuk memperkirakan kepadatan sel yang akan digunakan pada prosedur
pengujian antimikroorganisme. Standar Kekeruhan Mc Farland sebagai berikut
Tabel 6 :
Tabel 6.Standar Kekeruhan Mc Farland
Sumber : Schwalbe (2007
Standar
Mc Farland
BaCl2 1%
(mL)
H2SO4 1 %
(mL) CFU (10
8/mL)
0,5 0,005 9,95 150
1 0,1 9,9 300
2 0,2 9,8 600
2. Menyebar bakteri di atas media Muller Hinton Agar
Batang lidi dengan ujung kapas yang telah steril digunakan untuk mengambil
suspensi bakteri yang telah disetarakan dengan metode Mc Farland kemudian
digores sampai benar-benar rata.
3. Peletakkan antibiotik
Kemudian diletakan disk antibiotik imipenem, klorampenikol, sefotaksim dan
siprofloksasin yang akan diuji kepekaannya. Lalu dilakukan inkubasi pada
temperatur 370C selama 24-48 jam.
4. Pengukuran zona hambat
Setelah dilakukan inkubasi, diameter zona hambat atau daerah terang diukur
dengan menggunakan jangka sorong. Standar interpertasi yang telah ditentukan
oleh Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI) (dapat dilihat pada Tabel
7.)
Tabel 7. Standar Kepekaan Empat Antibiotik
Nama Antibiotik
Standar
Resisten
(≤)
Sedang Peka
(≥)
Siprofloksasin 15 16-20 21
Sefotaksim 12 13-17 18
Klorampenikol 12 13-17 18
Imipenem 19 20-22 23
Sumber : CLSI (2014)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Jumlah Total Bakteri/Total Plate Count (TPC)
Hasil uji laboratorium terhadap daging ayam dengan pengambilan sampel
sebanyak satu kali di enam pasar tradisional, yaitu di pasar Terong, pasar Sentral,
pasar Pabaeng-baeng, pasar Daya, pasar Panakkukang, dan pasar Mandai yang
meliputi pengujian Total Plate Count (TPC) melebihi Batas Maksimum Cemaran
Mikroba (BMCM) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil TPC Sampel Daging Ayam yang diambil di Enam Pasar
Tradisional
Pengujian TPC pada tabel diatas dilaksanakan pada tanggal 16, 20, 24, 27
Mei 2014. Berdasarkan data pada Tabel 8 terlihat bahwa sampel daging ayam
yang diambil di seluruh pasar 58% berada di atas ambang Batas Maksimum
Cemaran Mikroba. Hal tersebut dapat terjadi karena pedagang menjual daging
No
Tempat
pengambilan
sampel
Jumlah
sampel
Kode
Sampel TPC Standar Keterangan
1. Pasar Terong 4
T1.2 1,0x106
1x106
T2.2 2,0x106 > BMCM
T3.2 1,4x106 > BMCM
T4.2 9,2x105
2. Pasar Sentral 4
S1.2 1,5x106 > BMCM
S2.2 4,2x105
S3.2 5,2x106 > BMCM
S4.2 1,0x106
3. Pasar Pabaeng-
baeng 4
B1.2 5,8x105
B2.2 1,2x106 > BMCM
B3.2 1,1x106 > BMCM
B4.2 5,2x105
4. Pasar
Panakukkang 4
P1.2 3,7x106 > BMCM
P2.2 2,2x106 > BMCM
P3.2 7,3x105
P4.2 6,3x105
5. Pasar Daya 4
D1.2 9,2x105
D2.2 1,3x106 > BMCM
D3.2 1,4x106 > BMCM
D4.2 1,6x106 > BMCM
6. Pasar Mandai 4
M1.2 1,2x106 > BMCM
M2.2 2,5x106 > BMCM
M3.2 8,6x105
M4.2 1,0x106
ayam secara terbuka yang mengakibatkan konsumen dapat memilih daging ayam
dengan cara memegang daging ayam, sehingga daging ayam dengan mudah dapat
terkontaminasi serta dapat menurunkan kualitas daging tersebut. Selain itu,
menurut Endang (2009) bila transportasi dilakukan dengan tidak layak akan
mengakibatkan jumlah total mikroba yang tinggi pada daging dan kuman-kuman
yang memang secara normal ada dalam tubuh hewan akan makin subur.
Informasi yang diperoleh dari beberapa pedagang di pasar Terong, pasar
Sentral, dan pasar Pabaeng-baeng bahwa daging ayam yang dijual berasal dari
tempat pemotongan yang sama yaitu di Jalan Abu Bakar Lambogo, Sedangkan
untuk pasar Panakukkang, pasar Daya, dan pasar Mandai daging ayam yang dijual
diperoleh dari luar kota Makassar namun proses pemotongan dilakukan di sekitar
pasar dan juga lokasi tempat berjualan. Gambar hasil pengujian TPC sampel
daging ayam (media kontrol (a) dan media yang ditumbuhi bakteri (b) ) dapat
dilihat pada Gambar 2.
a b
Gambar 2. Media NA kontrol yang tidak ditumbuhi bakteri (a) dan Media NA
yang ditumbuhi bakteri (b)
Unggas dan produknya merupakan komoditi yang sangat diminati oleh
konsumen. Daging ayam sebagai salah satu bahan pangan yang bersifat basah,
memerlukan perlakuan khusus dalam penjualan, baik dari segi tempat penjualan,
maupun sarana dan fasilitas yang melengkapi. Berdasarkan Pedoman Umum
Teknis Program Penataan Kios Daging Unggas di Pasar Tradisional, Direktorat
Kesehatan Masyarakat Veteriner Departemen Pertanian Tahun 2010, secara
umum persyaratan minimal peralatan harus dapat disediakan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang. Persyaratan minimal peralatan yang diperlukan
sebagai berikut:
Tempat penjajaan dan peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan
tidak boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik, harus
terbuat dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif (terbuat dari
stainless steel atau logam yang digalvanisasi), kuat, tidak dicat, mudah
dibersihkan, dan mudah didisinfeksi.
Fasilitas pencucian peralatan yang senantiasa terpelihara kebersihannya;
Fasilitas pencucian tangan dan perlengkapannya.
Tempat sampah yang berpenutup.
Peralatan daging yang tidak mudah patah atau pecah, tidak bersifat toksik,
mudah dibersihkan, dan didisinfeksi.
4.2 Keberadaan Proteus mirabilis
Berdasarkan pengujian sampel daging ayam di laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, diperoleh hasil bahwa 8 (30%)
sampel dari 24 sampel yang diambil dari enam pasar tradisional positif
mengandung bakteri Proteus mirabilis. Jumlah 8 sampel yang positif diperoleh
dari 1 sampel berasal dari pasar Daya, 1 sampel dari pasar Mandai, 1 sampel dari
pasar Panakkukang, 1 sampel dari pasar Pabaeng-baeng, 1 sampel dari pasar
Terong, dan 3 sampel dari pasar Sentral.
Kultur bakteri dilakukan dengan menggunakan medium Salmonella Shigella
Agar (SSA). Menurut Zimro MJ et al. (2009), bentuk koloni Proteus mirabilis
dan Salmonella sangat mirip yaitu tidak berwarna/colourless dengan adanya
lingkaran hitam ditengah. Hal ini yang menjadi alasan untuk melakukan uji
konfirmasi dengan menggunakan uji biokimia. Data hasil kultur pada media SSA
(Gambar 3), dikultur lebih lanjut pada medium MacConkey Agar (MCA) dan
diperoleh pertumbuhan koloni bakteri Proteus mirabilis yang tidak
berwarna/colourless (Gambar 4) karena bakteri tersebut tidak memfermantasi
laktosa.
Gambar 3. Koloni terpisah pada media SSA (yang dilingkari spidol merah diuji
selanjutnya dengan pewarnaan gram dan uji biokimia)
Gambar 4. Pertumbuhan koloni yang menghasilkan koloni yang tidak berwarna
(colourless) pada MacConkey Agar (MCA)
Identifikasi bakteri tidak hanya sampai pada pertumbuhan koloni pada
media agar. Pewarnaan gram dan uji biokimia merupakan uji konfirmasi yang
mutlak untuk identifikasi bakteri. Koloni yang tumbuh terpisah di media SSA
(Gambar 3) digores ke media MCA (Gambar 4) kemudian dilakukan pewarnaan
Gram, hasil pewarnaan gram (Gambar 5)
Gambar 5. Sel bakteri gram negatif diliat dengan pembesaran 100x
Pada pewarnaan bakteri yang dapat ditentukan hanyalah bentuk bakteri
yakni coccus/bulat ataukah basil/batang dan jenis gram suatu bakteri. Pada
pewarnaan gram, warna merah menunjukkan bakteri gram negatif dan warna ungu
menunjukkan bakteri gram positif (David B. Fankhauser 1983). Bakteri yang
diwarnai (Gambar 5) merupakan bakteri gram negatif dengan bentuk batang
pendek.
Uji biokimia antara lain Triple Sugar Iron Agar (TSIA), Sulfur Indol
Motility (SIM), metil merah (MM), Voges Proskauer (VP), sitrat, urea, glukosa,
laktosa, sukrosa, dan mannitol. Hasil pengujian dapat dilihat (Gambar 6),
sedangkan uji katalase (Gambar 7) dan uji oksidase (Gambar 8). Seluruh hasil uji
biokimia sampel dapat dilihat pada lampiran.
Gambar 6. Pengujian Biokimia (urutan dari bagian kiri) : TSIA, SIM, MR, VP,
Citrat/Sitrat, Urea, Glukosa, Laktosa, Sukrosa, dan Mannitol
Ket : Katalase positif bila menghasilkan buih seperti pada Gambar, dan oksidasi
negatif bila tidak berwarna ungu
Dari kultur pada media agar SSA dan MCA, pewarnaan gram, dan uji
biokimia peneliti dapat menyimpulkan bahwa koloni terpisah itu adalah bakteri
Proteus mirabilis dengan ciri bentuk koloni yang kecil dengan adanya H2S pada
media SSA dan colourless/tidak berwarna pada media MCA, pada pewarnaan
gram diperoleh gram negatif dengan bentuk batang/basil pendek, dan pada uji
biokimia sebagai berikut TSIA basa/basa dengan adanya H2S, SIM (indol negatif
dan motiliti positif, dan ada H2S), MR positif, VP negatif, sitrat positif, urea
positif, katalase positif, oksidase negatif, glukosa positif, laktosa negatif, sukrosa
negatif, dan mannitol negatif.
Keberadaan bakteri Proteus mirabilis pada penelitian ini dicurigai akibat
terjadinya kontaminasi sekunder (setelah pemotongan), karena adanya proses
penanganan, higienitas, dan sanitasi yang kurang baik.
Pada tahun 1946, kejadian keracunan Proteus mirabilis pernah terjadi di
Amerika (Cherry WB et al.1946). Data terbaru, tahun 2013 di China, Proteus
mirabilis dapat diisolasi pada daging ayam dan produknya olahannya yang
mengakibatkan keracunan (Wong MH et al. 2013).
4.3 Resistensi Isolat Proteus mirabilis terhadap Antimikroba
Pengujian Resistensi Antibiotik ini menggunakan metode difusi Kirby-
Bauer. Metode difusi dilakukan menggunakan standar kekeruhan Mc Farland 0,5,
kadar masing-masing antibiotik sesuai dengan standar dari perusahan pembuat
antibiotik antara lain Imipenem 10µg, klorampenikol 30µg, Sefotaksim 30µg, dan
siprofloksasin 5µg.
Bakteri Proteus mirabilis yang diisolasi dari daging ayam pada penelitian
ini diuji resistensinya terhadap empat antibiotik. Hasilnya menunjukkan bahwa 8
isolat Proteus mirabilis tersebut masih sensitif terhadap antibiotik kloramfenikol,
sefotaksim, imipenem, dan siprofloksasin (Tabel 9).
Gambar 7. Uji Katalase Gambar 8. Uji Oksidase
Tabel 9. Hasil Uji 8 Isolat Proteus mirabilis yang ditemukan
Isolat
Zona
(mm)
1 2 3 4
Imipenem
10µg
Klorampenikol
30µg
Sefotaksim
30µg
Siprofloksasin
5 µg
D3.2
30
(S)
20
(S)
26,3
(S)
33,7
(S)
T1.2
29,6
(S)
22
(S)
28,6
(S)
23,3
(S)
M3.2
23,3
(S)
24
(S)
33
(S)
28,9
(S)
P3.2
31,9
(S)
20,5
(S)
30,9
(S)
33,5
(S)
S1.2
39,8
(S)
22,5
(S)
21,4
(S)
22
(S)
S2.2
37,4
(S)
24,6
(S)
36,3
(S)
31,4
(S)
S4.2
28,6
(S)
24
(S)
44,7
(S)
28,1
(S)
B3.2
40
(S)
34,4
(S)
35,6
(S)
23,3
(S)
Ket : (S) = Sensitif
Gambar 6. Zona hambat salah satu isolat Proteus mirabilis
Ket: 1 = Imipenem 10 μg, 2 = Kloramfenikol 30 μg,
3 = Sefotaksim 30 μg, 4= Siprofloksasin 5μg
Pengujian antibiotik terhadap isolat Proteus mirabilis yang diperoleh dari
daging ayam belum pernah dilakukan di Kota Makassar. Dalam penelitian ini
tidak ditemukan isolat Proteus mirabilis yang resisten terhadap siprofloksasin,
imipenem, klorampenikol, dan sefotaksim. Hal ini menunjukkan bahwa keempat
antibiotik tersebut masih direkomendasikan digunakan oleh dokter hewan untuk
mengobati infeksi pada ayam yang disebabkan oleh Proteus mirabilis di Kota
Makassar.
Sebagai perbandingan isolat Proteus mirabilis yang didapatkan dari produk
asal ayam di China (Wong MH et al. 2013) resistensi antibiotik terhadap Proteus
mirabilis datanya sebagai berikut: Tetrasiklin (100%), sulfametaksasol (80%),
klorampenikol (66%), asam nalidisit (66%), ampisilin (60%), streptomisin (56%),
siprofloksasin (52%), kanamisin (46%), gentamicin (38%), sefriakson (36%),
sefotaksim (34%), seftiofur (22%), amoksilin dan asam klavulanat (16%). Lain
halnya di India, antibiotik klorampenikol semi resisten terhadap isolat Proteus
mirabilis yang berasal dari daging sapi (Gupta RK et al.2014).
Hal yang patut diwaspadai beberapa tahun belakangan ini yaitu penggunaan
antibiotik yang tidak tepat dan bukan untuk kepentingan terapi, yaitu sebagai feed
stimulator atau growth promotor bagi ternak dan unggas, karena pemberian
antibiotik dalam pakan hewan tidak sakit, terutama unggas diduga kuat sebagai
penyebab kunci terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik (Krisnaningsih et
al.2005)
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Dari 24 sampel daging ayam yang diambil di beberapa pasar tradisional di
Kota Makassar diperoleh 8 sampel (30%) yang positif mengandung
kontaminasi Proteus mirabilis.
2. Bakteri Proteus mirabilis yang diisolasi masih sensitif terhadap 4
antimikroba (kloramfenikol, siprofloksasin, imipenem, dan sefotaksim).
5.2 Saran
1. Adanya Proteus mirabilis pada daging ayam memberikan informasi kepada
masyarakat bahwa daging ayam harus dimasak secara benar sebelum
dikonsumsi.
2. Perlu dilakukan penelitian uji resistensi menggunakan antibiotik lain.
LAMPIRAN
Data Identifikasi kultur bakteri Proteus mirabilis pada daging ayam
K
O
D
E
S
A
M
P
E
L
Bentuk koloni
(setelah dari
TSB)
G
R
A
M
M
O
R
F
O
L
O
G
I
T
S
I
A basa/
basa
H2S
M
R
V
P
SIM
S
I
T
R
A
T
K
A
T
A
L
A
S
E
O
K
S
I
D
A
S
E
U
R
E
A
L
A
K
T
O
S
A
M
A
N
N
I
T
O
L
G
L
U
K
O
S
A
S
U
K
R
O
S
A
Ket.
SS MC I M
S1.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±2
mm
Cembu
ng,
Colour
less,
licin
d=±1-
2 mm
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + - Proteus mirabilis
S2.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±1
mm(2
4 jam)
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess,
licin
d=±1m
m (24
jam)
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - + + - Proteus mirabilis
S3.2 10-1
Kolon
i
menye
bar,
hitam,
kecil,
d=±2
mm
Tidak
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
S4.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±1-
2
mm(2
4 jam)
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + - Proteus mirabilis
T1.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±2
mm
Cembu
ng,
Colour
less,
licin
d=±1-
2 mm
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + - Proteus mirabilis
T2.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±1-
2
mm(2
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess,
licin
d=±1m
m (24
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + + Tdk dilanjutkan karena
Oksidase Positif
4 jam) jam)
T3.2 10-1
Kolon
i
menye
bar,
hitam,
kecil,
d=±2
mm
Tidak
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
T4.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±1
mm(2
4 jam)
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - + +
Indol positif, jadi tidak
dilanjutkan ke tes gula-
gula
B1.2 10-1
kecil,
cembu
ng
d=±2
mm
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
B2.2 10-1 Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
B3.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±2
mm
Cembu
ng,
Colour
less,
licin
d=±1-
2 mm
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + - Proteus mirabilis
B4.2 10-1
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
P1.2 10-1
Hitam
, kecil,
d=±
mm
Putih,
cembu
ng
Tdk dilanjutkan karena
koloni yang tumbuh di
MC putih
P2.2 10-1
Hitam
, kecil,
d=±
1mm
Putih,
cembu
ng
Tdk dilanjutkan karena
koloni yang tumbuh di
MC putih
P3.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±2
mm
Cembu
ng,
Colour
less,
licin
d=±1-
2 mm
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + - Proteus mirabilis
P4.2 10-1
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
D1.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=1m
m(24
jam)
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - + + + + - + - - + - Indol positif, Proteus
vulgaris
D2.2 10-1
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
D3.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng
d=±2
mm
Cembu
ng,
Colour
less,
licin
d=±1-
2 mm
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + + Proteus mirabilis
D4.2 10-1
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
M1.2 10-1
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
M2.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng d=
±2
mm(2
4 jam)
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - + + + + - + - - + - Indol positif, Proteus
vulgaris
M3.2 10-1
Hitam
diteng
ah,
cembu
ng d=
±2
mm(2
4 jam)
Kecil,
cembu
ng,
colourl
ess
-
B
at
an
g,
pe
nd
ek
+ + - - + + + - + - - + - Proteus mirabilis
M4.2 10-1
Tdk
tumbu
h
Tdk dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA
Agus MB. 2003. Pemotongan, Penanganan, dan Pengolahan Daging Ayam.
Yogyakarta : Kanisius.
Amare A, Amin AM, Shiferaw A, Nazir S, and Negussie H. 2013. Yolk Sac
Infection (Omphalitis) in Kombolcha Poultry Farm, Ethiopia. American-
Eurasian Journal of Scientific Research 8 (1): 10-14, 2013
(ISSN 1818-6785)
Anonim. 2013. Proteus. [diunduh 18 Apr 2014]. Tersedia pada :
http://www.gopetsamerica.com/bio/bacteria/proteus.aspx
Bayumitra WK. 2014. Kontaminasi Makanan: Penyebab Utama Food-Borne
Disease (Penyakit yang Berasal dari Makanan). [diunduh 29 Nov 2014].
Tersedia pada : http://giziberkarya.blogspot.com/2014/03/kontaminasi-
makanan-penyebab-utama-food.html
Bergey. 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Baltimore.
Amerika Serikat.
Blossom C. 2014. Penyimpanan Bahan Makanan Hewani. [diunduh 2 Mei 2014].
Tersedia pada http://elyunizar.blogspot.com/2014/03/penyimpanan-bahan-
makanan-hewani.html
Brunton LL. 2011. Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics. United States (ISBN 978-0-07-162442-8):The McGraw-Hill
Companies Inc. Ed ke-12.
BSN [Badan Standar Nasional ]. 2009. SNI 7388: Batas Cemaran
Mikroorganisme dalam Pangan asal Hewan. Badan Standar Nasional,
Jakarta.
Cherry WB, Lentz PL, and Barnes LA. 1946. Implication of Proteus mirabilis in
an Outbreak of Gastroenteritis. Am J Public Health Nations Health. May
1946; 36(5): 484–488. PMCID: PMC1625797
CLSI [Clinical Laboratory Standard Institute]. 2014. Performance Standards for
Antimicrobial Susceptibility Testing; Twenty-Fourth Informational
Supplement. USA
David B. Fankhauser. 1983. Bacteria on Prepared Slides. Professor of Biology
and Chemistry University of Cincinnati Clermont College, Batavia
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Pedoman Produksi
dan Penanganan Daging Ayam yang Higienis. Jakarta
Endang, S. 2009. Tinjauan Bahan Pangan Asal Hewan Yang Asuh Berdasarkan
Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Jakarta.
http://peternakanlitbang.deptan.go.id.
Federer WT. 1963. Experimental design : theory and application. New York : The
Macmillan Company
Gupta RK, Ali S, Shoket H, Mishra VK. 2014. PCR-RFLP Differentiation of
Multidrug Resistant Proteus sp. Strains from Raw Beef. Current Research
inMicrobiology and Biotechnology Vol. 2, No. 4 (2014): 426-430
Hasan AH, Hussein SA, and Abdul Ahad. 2012. Pathological and bacteriological
study of bumblefoot cases in Sulaimaniyah province. Al-Anbar Journal Vet.
Sci. Vol. : 5 No. (1) (ISSN : 1999-6527)
Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2012. Basic & Clinical Pharmacology.
United States (ISBN: 978-0-07-176402-5): The McGraw-Hill
CompaniesInc.
Krisnaningsih MMF, Asmara W, dan Wibowo MH. 2005. Uji Sensitivitas Isolat
Escherichia coli Patogen Pada Ayam Terhadap Beberapa Jenis Antibiotik. J.
Sain Vet. Vol.1 Th. 2005
Lukman DW, Latif H. 2007. Penuntun Praktikum Higiene Pangan. Bogor: FKH.
Penuntun Praktikum Higiene Pangan. Bogor: FKH IPB [Tidak Diterbitkan].
Manos J and Belas R. 2006. The Genera Proteus, Providencia, and Morganella.
Chapter 3.3.12, 10.1007/0-387-30746-x_12
Mikoleit ML. 2010. A WHO Network Building Capacity to Detect, Control and
Prevent Foodborne and Other Ebteric Infections From Farm to Table. USA
Nemati M. 2013. Antimicrobial Resistance of Proteus Isolaed from Poutry.
European Journal of Experimental Biology, 2013, 3(6):499-500
Noor SM, Poeloengan. 2005. Pemakaian Antibiotika Pada Ternak dan
Dampaknya pada Kesehatan Manusia. Lokakarya Nasional Keamanan
Pangan Produk Peternakan.
Nurwanto, Sartono TA, Pramono YB, Budiraharjo K, dan Satmoko SR. 1999.
Pengembangan Metode Isolasi dan Identifikasi Bakteri Salmonella dari
Berbagai Bahan Pangan Hewani Asal Unggas. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro
Rahayu, Utami E. 2012. Antibiotik, Resistensi, dan Rasionalitas Terapi.
Sainstis. Volume 1, Nomor 1, April – September 2012. Malang
Sauri S. 2011. Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian BogorTerhadap Foodborne Disease. Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor
Schwalbe R, Moor LS, and Goodwin AC . 2007. Antimicrobal Susceptibility
Testing Protocol. CRC Press. USA. ISBN-13: 978-0-8247-4100-6
Semesta. 2011. Tingkat cemaran mikroorganisme pada daging ayam dan daging
sapi dari pasar tradisional di provinsi Jawa Barat berdasarkan jumlah total
mikroorganisme, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli. [diunduh 18
Apr2014].Tersediapada :http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51216
Taege A. 2004. Foodborne Disease. Cleveland Clinic Foundation Article.[di
unduh 2014 Apr 14. Tersedia pada :
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement
infectious-disease/foodborne-disease/
Tanu. 2007. Farkomakologi dan Terapi (Edisi kelima). Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Wong MH, Wan HY, Chen S. 2013. Characterization of multidrug-resistant
Proteus mirabilis isolated from chicken carcasses. PubMed 2013
Feb;10(2):177-81.
Zimro MJ, Power DA, Miller SM, Wilson GE, Johnson JA. 2009. Difco and BBL
Manual of Microbiology Culture Media. United States (ISBN 0-9727207-1-
5):Becton, Dickinson and Company. Ed. Ke-2
Recommended