View
154
Download
11
Category
Preview:
DESCRIPTION
kk
Citation preview
PRESENTASI KASUS
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA PASIEN
BALITA DENGAN AYAH PEROKOK AKTIF
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga
Disusun oleh:
Lukman Hakim (20070310095)
SMF ILMU KEDOKTERAN KELUARGA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
20121
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi Kasus
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA PASIEN
BALITA DENGAN AYAH PEROKOK AKTIF
Disusun oleh:
Lukman Hakim (20070310095)
Tanggal dipresentasikan
Pada Tanggal 31 Oktober 2012
Mengetahui dan mengesahkan
Dosen Pembimbing
Dosen Pembimbing Fakultas
dr. Kusbaryanto , M.Kes
2
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan sekelompok penyakit kompleks
dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat mengenai setiap
lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis,
bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia (Yuliastuti, 1992).
ISPA merupakan salah satu penyebab utama dari tingginya angka kematian
dan angka kesakitan pada balita dan bayi di Indonesia. Dalam Pelita IV penyakit
tersebut mendapat prioritas tinggi dalam bidang kesehatan (Depkes, 1998). ISPA
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap
tahunnya. 40 % -60 % dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari
seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20 % -30 %. Kematian yang
terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan pada bayi berumur kurang dari 2
bulan. Data morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10
-20 % dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan
(Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8 % ; Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %)
(Rasmaliah, 2004).
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun 1984,
dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian khususnya
pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA. Namun, tampaknya upaya ini
belum membuahkan hasil yang optimal melihat angka morbiditas di atas.
3
A. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan sekelompok penyakit
kompleks dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai penyebab dan dapat
mengenai setiap lokasi di sepanjang saluran nafas (WHO, 1986).
Secara klinis ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dan berlangsung tidak lebih dari 14
hari. Adapun yang termasuk ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis,
bronkhitis akut, brokhiolitis, dan pneumonia (Anonim, 2009)
B. Epidemiologi
Insiden ISPA anak di negara berkembang maupun negara yang telah maju
tidak berbeda, tetapi jumlah angka kesakitan di negara berkembang lebih banyak
(WHO, 1992). Berbagai laporan menyatakan bahwa ISPA anak merupakan
penyakit yang paling sering pada anak, mencapai kira-kira 50% dari semua
penyakit balita dan 30% pada anak usia 5-12 tahun. Umumnya infeksi biasanya
mengenai saluran nafas bagian atas, hanya kurang dari 5% yang mengenai saluran
pernafasan bawah.
Kejadian ISPA pada balita lebih sering terjadi di daerah perkotaan
dibandingkan pada balita di daerah pedesaan. Seorang anak yang tinggal di
daerah perkotaan akan mengalami ISPA sebanyak 5-8 episode setahun,
sedangkan bila tinggal di pedesaan sebesar 3-5 episode (WHO, 1992).
Angka kematian yang tinggi karena ISPA khususnya pneumonia masih
merupakan masalah di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia. WHO
(1992) memperkirakan 12,9 juta balita meninggal dunia karena ISPA terutama
pneumonia.
C. Klasifikasi
4
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk pilek seperti rhinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia (Rasmaliah, 2004).
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang
timbul, dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
a. ISPA ringan
Ditandai dengan satu atau lebih gejala berikut :
Batuk
Pilek dengan atau tanpa demam
b. ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat.
Umur < 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
Umur 1-4 tahun : 40 kali / menit atau lebih.
Wheezing (nafas menciut-ciut).
5
Sakit/keluar cairan dari telinga.
Bercak kemerahan (campak).
Khusus untuk bayi <2 bulan hanya dikenal ISPA ringan dan ISPA berat
dengan batasan frekuensinya nafasnya 60 kali / menit.
c. ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
Kesadaran menurun.
Bibir / kulit pucat kebiruan.
Stridor (nafas ngorok) sewaktu istirahat.
Adanya selaput membran difteri.
Depkes RI (1991) membagi ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-tanda
klinis yang didapat yaitu :
a. Untuk anak umur 2 bulan - 5 tahun.
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu :
Pneumonia berat
Tanda utama :
6
Adanya tanda bahaya, yaitu tak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk.
Adanya tarikan dinding dada ke belakang. Hal ini terjadi bila paru-
paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk
menarik nafas.
Tanda-tanda lain yang mungkin ada :
Nafas cuping hidung
Suara rintihan
Sianosis (pucat)
Pneumonia (tidak berat)
Tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
Disertai nafas cepat :
Lebih dari 50 kali / menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
Lebih dari 40 kali / menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
Bukan Pneumonia
Tanda :
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
7
Tak ada nafas cepat :
Kurang dari 50 kali / menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.
Kurang dari 40 kali / menit untuk anak usia 1 tahun – 5 tahun.
b. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
Pneumonia berat
Tanda :
Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, wheezing, demam atau dingin.
Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali / menit atau lebih, atau
Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
Bukan Pneumonia
Tanda :
Tidak ada nafas cepat.
Tak ada tarikan dinding dada ke dalam.
D. Etiologi
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya
8
lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa
penyakit infeksi saluran nafas akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring,
sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral,
sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh
bakteri di mana Streptococcus Pneumonia adalah yang bertanggung jawab untuk
kurang lebih 70-90%, sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar
10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini
melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut
(Anonim, 2009).
E. Faktor Resiko
Menurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi
pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup,
imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan
hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di tenggorokan, terpapar polusi
udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain.
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia
dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA
daripada usia yang lebih lanjut(Anonim, 2009).
b. Jenis kelamin9
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana
angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
negara Denmark (Anonim, 2009).
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama
dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu
merupakan predisposisi yang lainnya. Pada KKP, ketahanan tubuh menurun
dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang
terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama
dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak
(Anonim, 2009).
d. Status imunisasi
Pada sebuah penelitian mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat
memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA
(Anonim, 2009).
e. Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan,
reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang
mengalami diferensiasi (Anonim, 2009).
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan
pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi
10
tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI
dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (Anonim, 2009).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan
sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (Anonim, 2009).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan
masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch
et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi
secara bermakna prevalensi ISPA berat (Anonim, 2009).
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang
rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat
(Anonim, 2009).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
11
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa
episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Anonim,
2009).
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar
rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang
kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Rasmaliah,
2004).
F. Patofisiologi dan Patogenesis
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Anonim, 2009).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan
aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas,
sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan
cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala. Sehingga pada tahap awal
gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Anonim, 2009).
12
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Anonim, 2009).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa
menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya
ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Anonim,
2009).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
13
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Anonim, 2009).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang
sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
E. Diagnosis
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
seperti yang disebutkan pada klasifikasi di atas.
F. Penatalaksanaan
Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui
jalur infus, di beri oksigen dan sebagainya. Pneumonia: diberi obat
antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi
alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin.
14
Bukan pneumonia : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional
atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,
dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan
harus diberi antibiotik selama 10 hari.
Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :
Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
Immunisasi.
Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
MEROKOK
Dalam kandungan rokok, racun utama yang paling berbahaya adalah tar, nikotin
dan karbon monoksida. Tar mengandung 43 bahan kimia yang diketahui menjadi
penyebab kanker (karsinogen). Zat yang seperti benzopyrene, yaitu sejenis policyclic
aromatic hydrocarbon (PAH) yang telah lama ditetapkan sebagai agen pencetus awal
kejadian kanker.
Kandungan rokok lainnya adalah nikotin yang seperti heroin, amfetamin dan
kokain, dan bersifat merangsang otak serta mempunyai efek terhadap sistem
mesolimbik yang menjadi penyebab ketagihan. Seseorang yang kehabisan rokok
kadangkala bertingkah seperti orang yang mengalami gangguan pikiran dan dalam
keadaan yang amat tertekan. Itulah sebabnya mengapa orang yang sudah mengalami
ketergantungan sangat sulit untuk berhenti, kecuali dengan upaya yang keras dan
bersungguh-sungguh.
15
Selain itu, nikotin juga merupakan penyebab penyakit jantung dan stroke. Sekitar 25
persen penderita jantung adalah akibat dari merokok.
Zat beracun yang juga ada dalam rokok adalah karbon monoksida (CO), yaitu
gas beracun yang biasanya dikeluarkan oleh kendaraan. Gas ini menyebabkan
oksigen berkurang di jaringan tubuh, karena CO lebih kuat mengikat Hb darah
dibanding oksigen, sehingga apabila kadar CO di dalam tubuh melebihi 60 persen
maka dapat menyebabkan kematian.
Ada dua macam asap rokok yang dihasilkan setiap kali orang merokok, yaitu
asap utama (mainstream), yakni asap yang dihisap oleh si perokok, dan kedua asap
sampingan (sidestream) yaitu asap yang merupakan pembakaran dari ujung rokok,
kemudian menyebar ke udara. Asap sampingan memiliki konsentrasi yang lebih
tinggi, karena tidak melalui proses penyaringan yang cukup.
Dengan demikian, pengisap asap sampingan memiliki risiko yang lebih tinggi
untuk menderita gangguan kesehatan akibat rokok. Perokok pasif adalah orang-orang
yang tidak merokok, namun menjadi korban perokok karena turut mengisap asap
sampingan (di samping asap utama yang diembuskan balik oleh perokok).
Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa angka kejadian penyakit akibat rokok lebih
tinggi pada perokok pasif daripada perokok aktif. Dan bagi anak-anak di bawah
umur, terdapat risiko kematian mendadak akibat terpapar asap rokok (Anonim, 2009).
Pada presentasi kasus kali ini dijumpai seorang balita dengan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut ringan yang memiliki ayah perokok aktif, dimana kebiasaan
merokok tersebut, terutama jika di dalam rumah, akan mengganggu kesehatan
anaknya dan memperberat penyakit yang diderita.
POLA MAKAN SEIMBANG
Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat dalam kelompok
16
umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan harian zat gizi yang
diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi mencakup 50% orang sehat dalam
kelompok umur, jenis kelamin dan fisologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi
(Hamid H, 2009).
Untuk menjamin pertumbuhan,perkembangan,dan kesehatan BALITA,maka
perlu asupan gizi yang cukup. Menurut anjuran makanan satu hari yang dikeluarkan
Departemen Kesehatan RI untuk anak usia1-3 tahun membutuhkan 1,5 mangkok nasi
(@ 200g) atau padananya,0,5 ikan (50g) atau padananya, 2 tempe (@ 25 g) atau
padanannya, semangkok sayur (1000g),seiris buah pepaya (100 g) atau
padanannya,dan segelas susu (200 ml) Bagi anak usia 4-6 tahun membutuhkan 2
mangkok nasi (@200g) atau padanannya,1 ikan (50 kg) atau padananya 3 tempe
(@25g) atau padanannya ,i,5 mangkok sayur (100 g) ,2 iris buah pepaya(@100g) atau
padanannya, dan segelas susu (200 ml).Asupan gizi tersebut akan menjamin
tercukupinya kebutuhan kalori untuk BALITA antara 1360-1830 kalori/anak /hari dan
kebutuhan protein untuk BALITA antara 16-20 g/anak /hari (Hamid H, 2009).
Pada kasus kali pasien sangat menyukai minum susu dan kurang menyukai
sayuran. 1 kardus susu bubuk ukuran 400 gr dapat dihabiskan dalam jangka waktu 2
hari. Oleh karena itu perlu edukasi terhadap keluarga pasien tentang pemberian menu
makanan yang seimbang agar semua zat gizi yang dibutuhkan pasien dapat terpenuhi.
17
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : An. L
Umur : 1 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : laki – laki
Alamat : jelgran,Gt 2 yogyakarta
Agama : Islam
Nama orangtua : Ayah : Tn S
Ibu : Ny. N
Usia : Ayah : 36 tahun
Ibu : 33 tahun
Pekerjaan : Ayah : pedagang pakaian kaki lima
Ibu : ibu rumah tangga
Tanggal kunjungan rumah I : 27 oktober 2012
Tanggal kunjungan rumah II : 28 oktober 2012
B. SUBJEKTIF
Keluhan Utama : batuk
Riwayat Penyakit Sekarang(alloanamnesa) :
Pasien datang ke Puskesmas Gedungtengen dengan keluhan batuk kurang
lebih sejak 2 hari. Batuk tidak berdahak, tidak didapatkan mengi dan napas agak
cepat. Pasien juga mengeluh pilek sejak tadi pagi. Ingus encer dan jernih.
Selain itu dikeluhkan pula suhu badan pasien demam, tidak mendadak tinggi,
dan terus menerus, mual muntah(-), BAB dan BAK normal. Pasien pernah menderita
batuk seperti ini 2 bulan yang lalu kemudian sembuh.
18
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat Asfiksia : dibenarkan
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat kontak dengan penderita TB : disangkal
Riwayat Kejang demam : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat penyakit asma : disangkal
Riwayat TB : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat epilepsi : disangkal
RIWAYAT KEHAMILAN IBU DAN PERSALINAN
R. Kehamilan :
Selama hamil ibu kontrol teratur di Puskesmas sejak umur kehamilan 1
bulan, imunisasi TT 2 kali, obat tambah darah dan vitamin diminum tidak
teratur. Selama hamil ibu tidak pernah mengalami muntah berlebihan, sakit
kuning, sakit darah tinggi, demam, maupun perdarahan pervaginam. Pada bulan
– bulan terakhir kehamilan, tekanan darah ibu satu kali mencapai 140/90, kaki
bengkak (+), proteinuria (-).
R. Persalinan :
Lahir ditolong dokter, usia kehamilan cukup bulan, lahir secara section
caesaria atas indikasi gagal induksi, KPD (-), warna air ketuban keruh, tidak
langsung menangis, berat badan lahir 4500 gram, cephalhematoma (-).
19
R. Pasca Persalinan :
Pasien dirawat di RSUP DR SARDJITO atas indikasi asfiksia selama 10
hari. Setelah itu pasien dibawa pulang dan dirawat oleh ibu di rumah. Pasien
tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Kesimpulan : Riwayat kehamilan, persalinan dan pasca lahir kurang baik.
RIWAYAT IMUNISASI
A. Dasar : B. Ulangan :
BCG : + Pada umur: Skar : 0,1x0,2 cm Pada umur : -
Hepatitis B : + Pada
umur:2,3,4 bl
di : PUSKESMAS Pada umur :
DPT : + Pada umur:
2,3,4 bl
di : PUSKESMAS Pada umur :
Polio : + Pada umur:
2,3,4 bl
di : PUSKESMAS Pada umur :
Campak : + Pada umur: - di : PUSKESMAS Pada umur :
Kesimpulan : Imunisasi dasar lengkap
C. OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tanda utama :
Nadi : 110 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup
Suhu badan : 38 0C
20
Pernafasan : 40 x/menit, tipe torakoabdominal.
Status gizi :
BB : 8 kg
TB : 70 cm
Umur : 1,5 tahun
BB/U : menurut grafik NCHS, BB terukur (8 kg) berada pada rentang -2SD
– 2SD gizi baik
TB/U : menurut grafik NCHS, PB terukur (8 kg) berada pada rentang -2SD –
2SD normal
Kesimpulan : Gizi anak baik, tinggi badan menurut umur dan perbandingan berat
normal.
Pemeriksaan Kulit : turgor dan elastisitas dalam batas normal, kelainan
kulit (-), Sianosis (-)
Pemeriksaan kepala
- Bentuk kepala : Mesosefal
- Rambut : Warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
Pemeriksaan mata
- Palpebra : Edema (-/-),
- Konjungtiva : Anemis (-/-),
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor
Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), nyeri tekan (-/-), serumen (-/-)
Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), discharge (+/+), epistaksis
(-)
Pemeriksaan mulut tenggorok : lidah kotor (-), tepi hiperemis (-), tonsil tak
Membesar, bibir sianosis (-)
Gigi : 4321 1234
4321 1234
21
Karies (-)
Pemeriksaan Leher
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar lnn : Tidak membesar, nyeri (-)
- Retraksi suprasternal : (-)
Pemeriksaan Dada :
Depan : Kanan Kiri
Inspeksi : retraksi (+)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor pada seluruh
lapang paru
Auskultasi :
- Suara dasar :
vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing
(-),
krepitasi (-)
Inspeksi : retraksi (+)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : redup pada batas jantung
Auskultasi :
- Suara dasar :
vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing
(-) krepitasi (-)
Belakang Kanan Kiri
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing
(-), krepitasi (-)
Palpasi : ketinggalan gerak (-).
Perkusi : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar : vesikuler
- Suara tambahan :
Ronkhi kering (-), wheezing
(-), krepitasi (-)
22
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga ke 5 linea
midclavicula kiri, teraba tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung
Kanan atas : SIC II linea para sternalis
kanan.
Kiri atas : SIC II linea para sternalis
kiri.
Kanan
bawah
: SIC IV linea para sternalis
kanan.
Kiri bawah : SIC V linea midklavikula
kiri.
Auskultasi : S1 > S2 reguler, Bising jantung (-)
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk bulat, defans muskular (-), venektasi (-),
sikatrik (-)
Auskulta
si
: Peristaltik usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), Hepatomegali (-), nyeri
tekan hepar (-), lien tak teraba membesar, nyeri
lepas tekan (-), massa (-), Nyeri tekan suprapubik
(-)
Perkusi : Timpani, nyeri ketok kostovertebra (-),pekak
beralih (-), undulasi (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Tungkai Lengan
Kanan Kiri Kanan Kiri
23
Gerakan
Tonus
Trofi
Edema
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Bebas
Normal
Eutrofi
-
Bebas
Normal
Eutrofi
-
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Usulan pemeriksaan :
- Darah rutin
F. DIAGNOSIS
ISPA sedang pada balita laki – laki usia 1 tahun 6 bulan
H. RENCANA PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologis
- Edukasi keluarga pasien tentang penyakit dan komplikasi yang dapat timbul
- Kontrol ke pelayanan kesehatan jika penyakit belum membaik
- Edukasi keluarga pasien tentang asupan gizi yang baik untuk pasien
- Edukasi ayah untuk tidak lagi merokok di dalam rumah
- Edukasi tentang pentingnya ASI eksklusif untuk anak yang akan dating
2. Farmakologis
r/ Paracetamol tab 500mg no. II
Ambroxol tab no. II
Glyceril Guaiacolat no. II
mfla pulv no. X
S 3 dd pulv I
24
BAB III
PEMBAHASAN
A. Analisis Kasus
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA). Diagnosis ini diperoleh berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan keluhan pasien yaitu: batuk tidak berdahak, pilek
dengan ingus encer dan jernih dan demam hari kedua. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan suhu badan pasien mencapai 38 0C, nadi 110x/menit dan napas agak
cepat 40x/menit. Terdapat discharge pada pemeriksaan hidung dan tidak
didapatkan kelainan pada pemeriksaan lapang paru.
B. Hasil Kunjungan Rumah
a. Lokasi
Rumah terletak di perumahan biasa, beralamat jelgran,Gt 2 yogyakarta,
jarak antara satu rumah dengan rumah lain berdekatan dengan lebar gang
depan rumahnya 1 meter.
b. Kondisi rumah
Dibangun kokoh dan tidak bertingkat. Lantai rumah terbuat dari ubin dan
sebagian semen, dinding rumah terbuat dari tembok dan atap rumah terbuat
dari genteng dengan luas bangunan ± 50 m2. Kebersihan di dalam rumah
terkesan cukup bersih dan rapi.
Kepemilikan barang di rumah adalah 1 sepeda motor, 2 meja dan kursi
tamu sederhana, 1 buah sofa, 1 rak televisi, 3 kasur, 1 set meja makan
sederhana, dan peralatan dapur. Alat elektronik yang ada di rumah adalah
sebuah kipas angin listrik, sebuah televisi berwarna ukuran 21 inchi, sebuah
setrika, sebuah rice cooker.
25
c. Pembagian ruangan
Rumah terdiri dari beberapa ruangan, yaitu 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1
kamar mandi, 1 dapur dan 1 gudang.
Ventilasi
RuangUkuran Ukuran
RuanganPerbandin
ganKet.
Jendela VentilasiRuang tamu I 2x1 m 0,5x0,1m 4x3 m >25%Kamar I - - 2x2 m <25%Kamar II 1x1,5 m - 2x2 m <25%Dapur - 0,1x1 m 2x2 m <25%Kamar mandi - 0,1x2 m 2x3 m <25% WC (+)
jongkok
d. Pencahayaan
Pencahayaan dirasakan cukup, sinar matahari dapat masuk rumah.
Penerangan dirasa cukup karena untuk membaca tulisan tidak membutuhkan
cahaya lampu listrik pada siang hari. Daya listrik yang dipakai pada rumah
adalah 900 watt, cukup untuk keperluan sehari-hari.
e. Sanitasi Dasar
1. Sumber air bersih
Sumber air yang digunakan untuk minum, mandi dan mencuci berasal dari
sumur pompa. Jarak antara sumur dan septic tank sekitar 7 m.
26
2. Jamban keluarga
Pasien memiliki jamban keluarga dirumahnya (WC jongkok). Kondisi
jamban mudah dibersihkan, lokasinya menjadi satu dengan rumah, terkesan
kurang bersih dan tidak berlumut.
3. Saluran pembuangan air limbah (SPAL)
Limbah rumah tangga semua disalurkan ke selokan dekat rumah.
4. Tempat sampah
Sampah dikumpulkan dikeranjang sampah, bila sudah penuh akan dibuang
di bak sampah yang lebih besar yang terletak di dekat gang masuk, dan
akan diambil petugas sampah setiap harinya, pembayaran ditanggung
bersama dengan warga sekitar
f. Halaman
Tidak punya. Untuk menjemur pakaian biasanya pasien menjemur di muka
rumah atau tepi gang di depan rumah pasien.
g. Kandang
Tidak mempunyai kandang
C. Identifikasi Fungsi Keluarga
1. Fungsi biologis dan reproduksi
Pasien merupakan anak pertama dari pasangan suami – istri yang telah
menikah selama 3 tahun. Pasien belum memasuki usia reproduksi. Ibu pasien
belum mengikuti KB.
27
2. Fungsi afektif
Pasien hidup dengan ibu, ayah, nenek dan paman pasien. Tidak ada konflik
antar keluarga. Pasien sering bermain bersama seluruh anggota keluarganya.
Permasalahan antar keluarga dapat diselesaikan dengan cara musyawarah.
3. Fungsi sosial
Keluarga pasien sering menyapa tetangga dan sering bekerjasama dengan
mereka. Pasien akrab dengan seluruh anggota keluarganya dan beberapa
tetangganya. Pasien sering diasuh neneknya saat ayahnya pergi bekerja dan
ibunya membeli barang – barang dagangan di pasar.
4. Fungsi ekonomi
Pemenuhan kebutuhan keluaraga bergantung pada ayah yang bekerja sebagai
pedagang baju di kaki lima kawasan Malioboro. Ayah pasien juga bekerja
sampingan sebagai sopir sebuah rental mobil di dekat rumah, jika dibutuhkan.
5. Fungsi religius
Semua anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik.
6. Fungsi pendidikan
Pasien belum pernah mendapat pendidikan formal. Di rumah pasien sering
mendapat bimbingan dan pengetahuan dari anggota keluarganya.
Fungsi keluarga tidak terganggu.
D. Pola Makan Keluarga
Frekuensi makan rata-rata tiap harinya sebanyak 2-3 kali, Menu
makanan terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur, buah dan susu walaupun setiap hari
tidak selalu lengkap tergantung selera makan pasien dan suasana hati pasien.
Pasien suka minum susu di dalam botol Di keluarga nenek pasien menderita
Diabetes Mellitus. Untuk pola makan nenek pasien diatur oleh ibu pasien dengan
28
memberikan porsi yang lebih kecil dari porsi anggota keluarga yang lain dan
mengurangi konsumsi gula.
E. Perilaku Kesehatan Keluarga
Bila ada anggota keluarga yang sakit yang pertama kali dilakukan adalah
langsung dibawa berobat ke dokter/Puskesmas. Penimbangan berat badan pasien
rutin dilakukan di posyandu. Untuk kepentingan pengobatan pasien menggunakan
kartu jaminan kesehatan. Pasien tidak mendapatkan ASI eksklusif. Pasien sudah
mendapatkan Lima Imunisasi dasar Lengkap sesuai jadwal. Ayah pasien
mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah (perokok berat).
F. Perangkat Penilaian Keluarga
1. DAFTAR ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL DALAM SATU
RUMAH
Anggota keluarga yang berada di satu rumah yaitu:
Nama Kedudukan dalam
keluarga
L/P Umur
(th)
Pendidikan Pekerjaan Keterangan
T Kepala rumah
tangga (ayah pasien)
L 36 SLTA pedagang
A Ibu pasien P 31 SLTA Ibu rumah tangga
L pasien L 1,5 - -
D Nenek pasien P 55 SD -
A Paman pasien L 25 SLTA mahasiswa
29
2. GENOGRAM
Genogram keluarga An.L, tanggal 27 September 2012
Keterangan:
: laki-laki : laki-laki meninggal : tinggal serumah
: perempuan : Pasien BW : Breadwinner
(pencari nafkah)
: perempuan meninggal DM: Diabetes Mellitus
30
N,33 S, 36
L, 1,5
S,55 S, 60T, 60 R, 60
A, 25
BW
DM
3. NILAI APGAR KELUARGA
Kuisioner APGAR keluarga
PenilaianHampir
tidak pernah
KadangHampir selalu
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya.
V
Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya hadapi.
V
Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki.
V
Saya puas dengan kehangatan / kasih saying yang diberikan keluarga saya.
V
Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan
V
TOTAL 8
Skoring: hampir selalu: 2, kadang:1, hampir tidak pernah:0
Total skor: 8-10: fungsi keluarga sehat (high functional family)
4-7 : kurang sehat (moderate dissfunctional family)
0-3 : sakit (severe dissfunctional family)
Pasien masuk ke dalam kategori fungsi keluarga sehat
31
1. FAMILY SCREEM
Aspek Sumber Daya Patologi
Sosial Interaksi antar anggota keluarga yang baik
Kultural Keluarga pasien serta masyarakat sekitar memiliki budaya saling mengenali tetangga dan memiliki kultur tolong-menolong yang tinggi.
-
Religi Anggota keluarga menjalankan ibadahnya dengan baik.
-
Ekonomi Kebutuhan ekonomi dirasa cukup -
Pendidikan - Pengetahuan ayah tentang bahaya merokok di dalam rumah kurang
Kesehatan Kesadaran untuk berobat baik, akses ke puskesmas dekat. Pasien mempunyai jamkesta sehingga dapat dipergunakan untuk periksa ke puskesmas dan ke Rumah Sakit
-
Keluarga pasien memiliki kondisi patologi dalam hal pengetahuan tentang bahaya
merokok bagi kesehatan.
G. Identifikasi Pengetahuan, Sikap, Perilaku (PSP)
1. FUNGSI BIOLOGIS DAN REPRODUKSI
Pasien belum memasuki usia reproduksi. Orangtua pasien belum mengikuti
KB dan berencana untuk menambah anak.
2. PENCEGAHAN PENYAKIT
Pasien belum cukup usia untuk pergi ke puskesmas/RS sendiri. Ibu pasien
selalu membawa pasien ke puskesmas terdekat jika pasien terlihat tidak enak
32
badan. Penimbangan berat badan pasien rutin dilakukan di posyandu. Untuk
kepentingan pengobatan pasien menggunakan kartu jaminan kesehatan.
Pasien sudah mendapatkan Lima Imunisasi dasar Lengkap sesuai jadwal.
3. GIZI KELUARGA
Frekuensi makan rata-rata tiap harinya sebanyak 2-3 kali, Menu makanan
terdiri dari nasi, lauk-pauk, sayur, buah dan susu walaupun setiap hari tidak
selalu lengkap tergantung selera makan pasien dan suasana hati pasien. Pasien
tidak mendapatkan ASI eksklusif. Pasien suka minum susu di dalam botol.
4. HIGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN
Keadaan rumah pasien terasa nyaman, rapi dan tidak kotor, pencahayaan
cukup. Udara yang masuk cukup dan ventilasinya cukup. Jarak antara rumah
pasien dengan tetangga sangat berdekatan, hal tersebut membuat pasien dan
tetangga menjadi sangat dekat dan berhubungan baik. Namun pasien tidak
memiliki halaman sendiri sehingga harus menjemur pakaian di tepi gang
depan rumahnya dan muka rumahnya. Sumur sumber air berada di dalam
rumah pasien dan berjarak <10 meter dari septic tank, semua limbah cair
dialirkan ke selokan Sanitasi lingkungan pada pasien ini bisa dikatakan cukup
baik.
33
H. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), Tatanan Rumah Tangga.
No. Indikator Jawaban1 Seluruh anggota keluarga tidak merokok Tidak2 Persalinan tenaga kesehatan Ya3 ASI eksklusif Tidak4 Imunisasi Ya5 Balita ditimbang Ya6 Sarapan pagi Ya7 Makan buah dan sayur Ya8 Ada kartu kepesertaan asuransi kesehatan (JPKM) Ya9 Keluarga melakukan kebiasaan cuci tangan dengan air
bersih dan sabun, sebelum makan dan sesudah BABYa
10 Keluarga melakukan kebiasaan gosok gigi sebelum tidur Ya11 Olah raga min. 3x seminggu Tidak 12 Jamban keluarga Ya13 Air bersih dan bebas jentik Ya14 Tersedia tempat sampah di dalam/di luar rumah Ya15 SPAL Ya 16 Ventilasi Ya17 Kepadatan Ya 18 Seluruh lantai rumah di semen atau ubin atau kayu Ya
Klasifikasi:
Sehat I : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 1-5 pertanyaan.
Sehat II : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 6-10 pertanyaan.
Sehat III : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 11-15 pertanyaan.
Sehat IV : dari 18 pertanyaan, jawaban ”Ya” antara 16-18 pertanyaan.
Berdasarkan jumlah nilai identifikasi PHBS pada pasien ini masuk dalam klasifikasi
Sehat III. Keluarga masih memiliki perilaku kurang sehat yaitu kebiasaan merokok,
tidak memberikan ASI eksklusif dan tidak melakukan olahraga secara rutin.
34
I. Pedoman Umum Gizi Seimbang
No Pedoman Umum Gizi Seimbang Ya Tidak1 Makanlah makanan yang fungsinya untuk memenuhi
kecukupan stok energy dalm tubuh√
2 Makanlah semua ragam aneka makanan (yang pasti halal dan mengandung hewani)
√
3 Makan sumber karbohidrat, contohnya beras, jagung,kentang, umbi-umbian, tebu, gandum dll, setengah dari kebutuhan energi
√
4 Batasi konsumsi lemak atau minyak yang berlebih √5 Gunakan garam yang beryodium √6 Makanlah makanan sumber zat besi, contohnya di
sayuran yang hijau dan buah-buahan.√
7 Berikan ASI saja sampai bayi umur 6 bulan √8 Biasakan untuk makan di pagi hari √9 Minumlah air putih yang bersih, aman, dan cukup
jumlahnya√
10 Olahraga secara teratur dan berjemurlah paling tidak 10 menit setiap hari
√
11 Say no to alcohol, rokok dan obat-obatan terlarang √12 Makanlah sesuai dengan kebutuhan dan pastikan
makanan tersebut aman dipencernaan√
13 Bacalah label pada kemasan makanan, pasikan komposisinya aman dan teliti kadaluarsanya.
√
Jumlah 7 6
Pasien baru melaksanakan PUGS sebesar 53,8 %.
Berdasarkan hasil analisis di atas, harus ada perbaikan tentang pola makan semua
ragam makanan, kebiasaan olahraga teratur, merokok, pengecekan tanggal
kadaluarsa makanan dan memastikan makanan aman untuk dicerna.
35
J. Pelaksanaan Program
Tanggal Kegiatan yang dilakukan
Hasil kegiatan Catatan untuk pembinaan berikutnya
27 Oktober
2012
Anamnesis perjalanan penyakit
dan pemeriksaan fisik, kelengkapan data dan menilai kondisi rumah
Mengetahui proses perjalanan penyakit (RPD) dan mengetahui
kondisi lingkungan
rumah
Mengeksplorasi fungsi keluarga
28 Oktober
2012
Anamnesis penyakit kembali, mengeksplorasi fungsi-fungsi
keluarga
Kelengkapan data Memberikan
konseling mengenai
merokok dan pola makan
36
7 m
1x2
2X2
2X2
4X3
3X2
2X1
U
Denah Rumah Pasien
J. Daftar Masalah Keluarga
No. Masalah yang terjadi
pada keluarga
Rencana Pembinaan Sasaran pembinaan
1 Ayah mempunyai
kebiasaan merokok di
dalam rumah
Menyarankan untuk mengurangi merokok
terlebih di dalam rumah
Ayah pasien
2 Pola makan pasien
terlalu banyak
mengkonsumsi susu,
sehingga untuk makan
agak kurang
Menyarankan untuk memenuhi menu
seimbang
Keuarga pasien
37
6 m
Keterangan :
1. Kamar tamu2. Kamar tidur3. Kamar mandi4. Dapur5. Ruang makan6. Gudang
1
2
2
3 4
5 62x1
4x1
K. Diagnosis Kedokteran Keluarga
a. Diagnosis :
Infeksi Saluran Pernafasan Akut sedang pada pasien balita dengan ayah
perokok aktif.
b. Bentuk keluarga :
Keluarga besar
c. Fungsi keluarga yang terganggu :
Tidak didapatkan fungsi keluarga yang terganggu
38
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Diagnosis pada pasien ini adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut sedang
pada balita dengan ayah perokok aktif dan pola makan kurang seimbang.
2. Fungsi-fungsi keluarga termasuk keluarga baik
3. Penanganan pada pasien yaitu terapi farmakologis dan Non-farmakologis.
B. SARAN
1. Mahasiswa
a. Lebih memahami dan aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan
baik pada keluarga maupun lingkungannya.
b. Lebih sering berhubungan dengan masyarakat khususnya dalam
keluarga untuk menindak lanjuti suatu penyakit yang dialami oleh
keluarga tersebut
2. Puskesmas
Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat
melalui edukasi dalam usaha promotif dan preventif kesehatan masyarakat
terutama penyakit – penyakit infeksi pada anak.
3. Penderita dan keluarga
a. Menghentikan kebiasaan merokok bagi ayah , terutama di dalam rumah
b. Selalu menjaga keakraban dan kepedulian antar anggota keluarga
khususnya di bidang kesehatan
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Profil Kesehatan Puskesmas Wirobrajan Kota Yogyakarta..
Puskesmas Wirobrajan. Yogyakarta.
Anonim. 2009. Infeksi Saluran Pernafasan Akut. www.doctorology.net
Anonim. 2009. Bahaya Merokok bagi Kesehatan.
Hafidz H. 2009. Standard Kecukupan Gizi dan Perencanaan Pemenuhannya.
www.biologi-online.com
Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Dan
Penanggulangannya.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra
Utara.
40
Recommended