View
328
Download
61
Category
Preview:
DESCRIPTION
Endokrin
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Prevalensi Diabetes Mellitus ( DM ) pada 2 dekade terakhir ini meningkat
tajam di seluruh dunia. Demikian juga dengan IFG ( Impared Fasting Glucose ). DM
tipe 1 dan 2 prevalensinya sama – sama meningkat tetapi tipe 2 lebih tinggi
peningkatannya, hal ini disebabkan oleh karena peningkatan kasus obesitas dan
penurunan aktivitas fisik. Pada tahun 2000 prevalensi DM diperkirakan mencapai
0,19 % pada penduduk < 20 tahun dan 8,6 % pada penduduk > 20 tahun. Sedangkan
individu dengan umur lebih 65 tahun prevalensinya 20,1 %.(1)
Di USA diperkirakan mencapai 16 juta orang yang menderita DM, setiap
tahunnya terdapat tambahan 800.000 individu yang menderita DM, dan 54.000
meninggal dunia disebabkan oleh karena diabetes (2). American Diabetes Association
menyebutkan setiap tahunnya di Amerika terdapat 13.000 kasus baru diabetes pada
anak (3) . Hashimoto dkk mengatakan di Jepang prevalensi diabetes sekarang ini
lebih dari 6,8 juta, dan perkembangan prevalensi diabetes ini juga terjadi di kawasan
negara – negara Asia Tenggara. Bersamaan dengan perkembangan penyakit diabetes
tentunya akan diikuti oleh komplikasi akibat diabetes (4) .
Secara umum dipercaya bahwa kejadian infeksi banyak terjadi pada orang
yang menderita diabetes mellitus dibandingkan dengan orang normal, dan infeksi
yang terjadi menyebabkan kematian yang lebih tinggi dibandingkan orang sehat (5,6,7,8) . Shah dan Hux meneliti sebanyak 513.749 orang DM, didapatkan 46 % masuk
rumah sakit atau berobat ke dokter oleh karena sakit infeksi, dan hanya 38 % hal itu
terjadi pada kelompok non DM. Risiko terjadinya infeksi pada penderita DM 1,21
lebih banyak bila dibandingkan non DM (6) . Infeksi saluran kencing pada wanita DM
lebih tinggi jika dibandingkan yang bukan DM, dan kejadian bakteriuria asimtomatis
tiga kali lebih tinggi pada wanita DM jika dibandingkan yang bukan DM (9).
Hubungan morbiditas dan mortalitas dengan infeksi pada pasien DM sangat
jelas pada penelitian yang dilakukan pada pasien yang dirawat di ICU oleh karena
ketoasidosis diabetika, 28 % dari pasien tersebut disebabkan oleh karena infeksi,
sedangkan angka kematian dari pasien yang mengalami ketoasidosis mencapai 6 %.
Dari yang meninggal dunia tersebut 43 % disebabkan oleh karena infeksi (10) .
1
Studi yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo ( RSCM ) Jakarta
dan Rumah Sakit Dr. Moewardi ( RSDM ) Surakarta tahun 2004 kejadian sepsis
paling banyak terjadi pada pasien DM mencapai 33,3 % RSCM (11) , dan 35,9 % (
RSDM ) (12).
Mekanisme terjadinya infeksi yang cukup tinggi pada pasien DM diduga oleh
karena terjadinya perubahan sistem imun dalam tubuh penderita diabetes mellitus
diantaranya kelainan fungsi PMN dalam fagositosis, adherens, kemotaksis, fungsi
monosit yang menurun, juga aktivitas bakterisidal yang menurun (5,10). Peran
komplemen yang menurun, immunoglobulin menurun, juga produksi AGEP yang
meningkat (13).
2
BAB II
DEFINISI
A. Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus ( DM ) merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh kadar
gula darah melebihi nilai normal ( 14 ). Diabetes merupakan penyakit kronis yang
membutuhkan perawatan medis terus menerus dan edukasi untuk mencegah
komplikasi akut serta menurunkan risiko jangka panjang ( 3 ).
Kriteria diagnosis DM menurut ADA 2005 ( 3 ):
1. Terdapat gejala khas DM dan didapatkan GDS ≥ 200 mg/dl ( 11,1
mmol/l ). Gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
ATAU
2. FPG ≥ 126 mg/dl ( 7 mmol/l )
ATAU
3. 2 jam pasca pembebanan ( TTGO ) kadar gula ≥ 200 mg/dl ( 11,1 mmol/l
).
B.Immunocompromise
Immunocompromise ( IC ) adalah keadaan dengan satu atau lebih
ketidaknormalan fungsi pertahanan tubuh alami dan adaptif sehingga jika terkena
infeksi cenderung membahayakan kehidupan penderita. Gangguan pada
keseimbangan sistem imun dapat terjadi pada keadaan (13) :
1. Defek sistem imun humoral : defisiensi komplemen dan antibodi yang
mengakibatkan gangguan pada kemampuan opsonisasi dan
bakterisidal.
2. Defek sistem imun seluler : gangguan sistem fagosit ( neutrofil dan
makrofag ) dan sistem imun seluler spesifik.
3. Dasar status imun : perbedaan kemampuan alami memproduksi TNF
( high and low response )
4. Pemberian obat immunosupresan.
5. Penyakit kanker, otoimun, diabetes, sirosis hati dan gagal ginjal
kronik.
3
BAB III
RESPONS IMUN PADA DIABETES MELLITUS
A. Pengertian umum imunitas
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama penyakit infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi
disebut sistem imun dan reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul
terhadap mikroba dan bahan lainnya disebut respon imun. Sistem imun diperlukan
tubuh untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup (15) .
Infeksi oleh mikroba pada host tergantung dari virulensi mikroba dan
mekanisme pertahanan tubuh host tersebut. Respons host terhadap infeksi berupa
pengenalan terhadap pathogen dan berusaha mengeliminasi pathogen tersebut ( 16 ).
Sistem imun terdiri dari non spesifik ( natural/innate/native ) dan didapat atau
spesifik ( adaptive/acquired ) (15,17) .
Sumber : Baratawidjaja, 2004
4
Biokoimia :Lisozim ( keringat )Sekresi keringatAsam lambungLaktoferinAsam neuraminik
Humoral :KomplemenInterferonCRP
Fagosit- mononuklear- polimorfonuklear
Sel NKSel mastbasofil
Sel BIgDIgMIgGIgEIgA
Sel T Th 1Th 2Ts/Tr/Th3TdthCTL/Tc
SISTEM IMUN
NON SPESIFIK SPESIFIK
FISIK LARUT SELULER HUMORAL SELULER
KulitSelaput lendirSiliaBatukbersin
Terdapat 5 tahap mekanisme pertahanan tubuh terhadap serangan
mikroba (17):
1. Migrasi leukosit ke tempat antigen.
2. Pengenalan antigen secara non spesifik yang dilakukan oleh makrofag
dan sel innate.
3. Pengenalan antigen secara spesifik yang dilakukan oleh limfosit T dan
limfosit B.
4. Peningkatan respons inflamasi dengan mengikat sel efektor spesifik
dan non spesifik oleh komplemen, sitokin, kinin, asam arakidonat, dan
produk mast sel.
5. Makrofag, neutrofil, dan limfosit mendestruksi partikel antigen.
Penderita diabetes mudah terkena infeksi dan bila sudah terinfeksi sering
membahayakan jiwa penderita, karena pada pasien diabetes terdapat ketidaknormalan
sistem imun .
B. Kelainan sistem imun pada diabetes
B.1. Fungsi Polimorfonuklear ( PMN )
PMN atau polimorf atau granulosit dibentuk dalam sumsum tulang dengan
kecepatan 8 juta/ menit dan hidup selama 2-3 hari, sedang monosit atau makrofag
dapat hidup untuk beberapa bulan sampai tahun. Granulosit merupakan 60 – 70 %
dari seluruh sel darah putih normal, tetapi ditemukan juga di luar pembuluh darah
oleh karena dapat keluar dari pembuluh darah (15,18).
Granulosit dibagi menurut pewarnaan histologik menjadi neutrofil, eosinofil,
dan basofil. Sel tersebut bersama dengan antibodi dan komplemen berperan pada
inflamasi akut. Fungsi utama neutrofil adalah fagositosis. Jumlah polimorf yang
menurun sering disertai dengan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi (15).
Studi yang dilakukan Perllie et al, dengan 10 pasien DM terkontrol baik, 6
pasien ketoasidosis diabetika, 4 pasien non DM yang mengalami asidosis uremi, dan
10 kontrol sehat dibuat sayatan atau luka kecil pada sampel. Mobilisasi PMN ke area
inflamasi ( luka ) pada semua pasien asidosis mengalami penurunan, dan 4 pasien
DM yang telah dikoreksi asidosisnya kembali normal mobilisasi PMNnya. Studi yang
dilakukan secara in vitro oleh Mowat dan Baum juga menunjukkan hasil yang sama,
kemotatik indek PMN pasien diabetes mellitus menurun (5).
5
Defek fagosit dalam menelan dan intracellular killing bakteri telah
dilaporkan oleh beberapa penulis (9). Fagositosis adalah suatu proses ingesti
mikroorganisme dan partikel oleh sel (16,18). Sel – sel fagosit akan bergerak ke mikroba
dan mengikatkan diri dengan mikroba pada permukaannya yang terdapat komplemen
atau antibodi, selanjutnya terjadi internalisasi mikroba ke dalam fagosom dan
fagosom akan melebur mikroba dengan oksigen radikal bebas, akhirnya mikroba
dapat dihancurkan (16).
Bybee dan Rogers meneliti pada 31 orang DM terkontrol baik, 7 pasien
asidosis diabetika dibandingkan dengan kontrol. Hasilnya hanya pasien dengan
asidosis diabetika yang mengalami penurunan fungsi fagositosis. Bagdade et al, juga
menggunakan metode yang sama tetapi dilakukan pada pasien dengan DM terkontrol
jelek, hasilnya penurunan fungsi fagositosis terjadi pada pasien dengan gula darah
puasa lebih dari 250 mg/dl, setelah dilakukan koreksi kadar gulanya ternyata terjadi
perbaikan dari fungsi fagositosis walaupun tidak sebaik kontrol (5). Tan et al, telah
menunjukkan gangguan fagositosis 11 pasien dari 31 pasien DM dan gangguan
intracellular killing 3 pasien dari 31 pasien DM terhadap S. Aureus (10).
Fungsi Adherence PMN pada pasien diabetes juga mengalami penurunan(16,19) .
Adherence adalah perlekatan PMN pada kompleks antigen-antibodi-komplemen (20).
Perlekatan tersebut ( Adherence ) mengakibatkan antigen mudah untuk difagositosis (15). Peterson et al. Mendapatkan 6 dari 7 pasien diabetes yang terkontrol jelek
mengalami gangguan dalam adherence. Bagdade et al, telah menunjukkan bahwa
peningkatan fungsi adherence PMN mengikuti kontrol dari kadar gula plasma, dan
studi yang lain Bagdade dan Walters menunjukkan hubungan langsung antara kadar
glukosa plasma dengan fungsi adherence PMN (5).
Beberapa studi menunjukkan adanya penurunan aktifitas bakterisidal PMN
pasien diabetes dibandingkan dengan orang normal. Repine et al, pada penelitiannya
menemukan bahwa kemampuan intracellular killing PMN terhadap bakteri S. aureus
pada orang non DM yang tidak terinfeksi dan orang DM terkontrol baik yang tidak
terinfeksi sebanding, tetapi pada orang DM terkontrol jelek mengalami penurunan.
Sedangkan fungsi PMN pada pasien DM terkontrol baik yang mengalami infeksi
sebanding dengan pasien non DM yang tidak mengalami infeksi. Fungsi PMN untuk
killing activity tidak menunjukkan peningkatan pada orang DM terkontrol jelek yang
mengalami infeksi. Fungsi bakterisidal dari orang DM yang terkontrol jelek pada
penelitian ini menujukkan paling jelek (5,10).
6
PMN yang terstimulasi akan menghasilkan Burst of oxydative yang
menghasilkan superoxide anion yang berfungsi untuk membunuh bakteri (5). Advanced
glycation end products ( AGEP ) menekan produksi superoxide yang berperan untuk
aktivitas bakterisidal. Disfungsi PMN ini merupakan faktor yang meningkatkan
prevalensi dan beratnya infeksi bakteri pada pasien DM (21).
Gambar 1 : Rangkaian reaksi yang menyebabkan injuri jaringan yang terkait dengan
masuknya PMN. Perhatian bahwa di samping proses kemotaksis,
perlekatan ( adherence ), fagositosis, dan digesti yang biasanya
menyebabkan inaktifasi partikel, di sini dapat juga terjadi pelepasan
unsur-unsur pokok neutrofilik ( enzim lisosom ) yang mengakibatkan
injuri jaringan. ( Dikutip dari : Henson, 1993 )
7
B.2. Fungsi monosit pada DM
Monosit berasal dari sel progenitor dalam sumsum tulang . Sesudah
berproliferasi dan matang, sel tersebut masuk peredaran darah. Setelah 24 jam, sel
monosit akan bermigrasi dari peredaran darah ke tempat tujuan di berbagai jaringan
untuk berdiferensiasi sebagai makrofag (15,18).
Makrofag bukan merupakan stadium akhir karena sel ini dapat membelah
membentuk protein dan dapat bertahan sampai beberapa bulan. Sel itu disebut fixed
macrophage bila berbentuk khusus yang tergantung jaringan yang ditempati. Berbeda
nama tetapi memiliki kesamaan fungsi yaitu, mengikat dan memakan partikel antigen.
Sel Kuffer di hepar berupa sel besar dengan banyak proyeksi sitoplasma. Makrofag
peritoneal bebas dalam cairan peritoneum . Kehadiran makrofag sepanjang kapiler
memungkinkan untuk menangkap patogen dan antigen yang masuk ke dalam tubuh (12,14). Selain berfungsi fagosit monosit juga berfungsi antiviral, anti tumor, presentasi
antigen ke limfosit dan aktivasi limfosit, produksi komponen komplemen, modeling
dan perbaikan jaringan, aktivasi sistemik sebagai respons terhadap infeksi, aktivasi
vaskulatur sel epitel (15).
Geisler et al, mendapatkan penurunan dari jumlah total monosit yang beredar
dalam plasma pada 14 pasien diabetes. Sel-sel itu mengalami penurunan fungsi
fagositosis terhadap Candida Albicans. Glass et al, mengungkapkan monosit pada
pasien DM mengalami penurunan aktivitas reseptor lectinlike yang diperlukan untuk
mengenali komponen dinding sel mikroorganisme(5) .
B.3. Komplemen
Aktivitas komplemen pada DM, baik kualitas maupun kuantitas menurun.
Menurut beberapa penelitian, pada DM, C4 kadarnya menurun 25 %. Penderita
IDDM kadar komplemen menurun yaitu Ciq dan C3 (12). Vergani et al dan
charlesworth et al, telah mendiskripsikan adanya penurunan kadar C3 dan C4 pada
pasien DM tipe 2 (21). Kadar komplemen yang menurun cenderung rentan terhadap
infeksi hal ini disebabkan penurunan fungsi kemotaksis (13).
Komplemen merupakan salah satu molekul dari sistem imun yang befungsi
dalam inflamasi, opsonisasi partikel antigen dan menimbulkan kerusakan membran
patogen. Komplemen merupakan molekul dari sistem imun non spesifik larut dalam
keadaan tidak aktif, tetapi setiap waktu dapat diaktifkan oleh berbagai bahan seperti
antigen, kompleks imun dan sebagainya. Aktivasi komplemen melalui dua jalur yaitu
8
jalur klasik dan jalur alternatif. Hasil aktivasi ini akan menghasilkan berbagai
mediator yang mempunyai sifat biologik aktif dan beberapa di antaranya berupa
enzim. Hal tersebut terjadi sebagai usaha tubuh untuk menghancurkan antigen asing.
Jalur aktivasi komplemen tersebut sering pula disertai kerusakan jaringan sehingga
merugikan tubuh sendiri (13,15).
Komplemen berperan meningkatkan fagositosis ( opsonisasi ) dan
mempermudah kerusakan bakteri dan parasit oleh karena (13,15):
1. Komplemen dapat menghancurkan sel membran bakteri.
2. Komplemen dapat melepas bahan kemotaktik yang menggerakkan
makrofag ke tempat bakteri.
3. Komponen lain yang mengendap pada permukaan bakteri
memudahkan makrofag untuk mengenal ( opsonisasi ) dan
memakannya.
4. Sistem komplemen berinteraksi dengan IgG dapat berperan pada
imunitas seluler atau melalui efek sitolitik semua sel yang mengandung
Fcr dari IgG, termasuk sel Killer ( sel K ), neutrofil dan eosinofil.
B.4. Immunoglobulin
Dalam serum orang dewasa normal, IgG merupakan 75 % dari imunoglobulin
total. IgG merupakan imunoglobulin utama yang dibentuk atas rangsangan antigen. Di
antara semua kelas imunoglobulin, IgG paling mudah berdifusi ke dalam jaringan
ekstra vaskular dan melanjutkan aktivitas antibodi di jaringan (22).
Kadar IgG dan IgA dalam serum menurun pada DM. Namun masih
mempunyai respons cukup untuk infeksi-infeksi tertentu misal infeksi oleh virus
coxsackie, sehingga fungsi fagositosis menurun (12). Roio et al, melakukan penelitian
terhadap DM tipe I kadar IgG dan IgA pasien dengan gula darah terkontrol dan tidak
terkontrol. IgG pada pasien dengan gula darah tidak terkontrol mengalami penurunan
secara signifikan dibanding dengan pasien dengan gula darah terkontrol, sedangkan
IgA terjadi penurunan pada pasien dengan gula darah terkontrol dibanding yang tidak
terkontrol (23).
IgG memiliki sifat opsonin yang efektif karena sel fagosit, monosit, dan
makrofag mempunyai reseptor untuk fraksi Fc dari IgG sehingga dapat mempererat
hubungan antara fagosit dengan sel sasaran. Opsonin dalam bahasa Yunani berarti
9
menyiapkan untuk dimakan. Selanjutnya proses opsonisasi tersebut dibantu oleh
reseptor untuk komplemen pada permukaan fagosit (15,18).
IgG juga berperan pada imunitas seluler karena dapat merusak antigen seluler
melalui interaksi dengan sistem komplemen atau melalui efek sitolitik Killer cell ( sel
K ), eosinofil, neutrofil, yang semuanya mengandung reseptor untuk Fc dari IgG. Sel
K merupakan efektor dari antibody Dependent Celluler Cytotoxicity ( ADCC ).
ADCC tidak hanya merusak sel tunggal, tetapi juga mikroorganisme multiseluler
seperti telur skistosoma. Peranan efektor ADCC ini penting pada penghancuran
kanker, penolakan transplan dan penyakit autoimun, sedang ADCC melalui neutrofil
dan eosinofil, berperan pada infestasi parasit. Kadar IgG meninggi pada infeksi kronis
dan penyakit autoimun (13,18).
B.5. Glikosilasi dan AGEP
Hiperglikemia akan menyebabkan glikosilasi non ensimatik matrik dan protein
membran sel. Yang akan terikat oleh reseptor khusus, yaitu AGEP-R ( reseptor
advanced glycosylation end-products ). Aktivasi ini menghasilkan peningkatan
pengeluaran sitokin dan growth factor termasuk PDGF, interleukins, TNF-α dan
TGF- β, yang semuanya mempengaruhi proses penyakit (24) .
Agaknya peran glikosilasi non ensimatik ini amat penting dalam mekanisme
perubahan fungsi PMN dan jaringan, serta hubungannya dengan gangguan vaskuler.
Glukosa bereaksi secara non ensimatik ( sudah terjadi dalam beberapa jam ) dengan
grup asam amino bebas membentuk produk Schiff Base yang reversible. Makin lama
( beberapa hari ) glikasi lanjut akan membentuk Amadori product yang menempel
pada protein. Produk glikosilasi awal ini merupaka prekursor produk baru, terbentuk
lebih lambat ( beberapa minggu atau bulan ) disebut AGEP ( advanced glycosylation
end products ). AGEP ini merupakan produk amadori yang mengalami
rearrangement, dehidrasi, serta kondensasi membentuk ikatan irreversibel dan
bertahan selamanya bersama protein atau subtrat lain. Kini telah dipastikan adanya
reseptor AGEP pada monosit / macrophage, sel endotel dan sel mesangial ginjal.
Lagipula AGEP bersifat kemotaktik terhadap monosit. Dua AGE-binding protein
yang dikenal yaitu protein dengan 60-kDa dan 90-kDa, di mana yang kedua ini
merupakan subtrat dari protein kinase C, sehingga dapat dimengerti mengapa terjadi
aktivasi signaling intrasel, sekresi sitokin serta growth factors waktu ada reaksi
10
dengan AGE (24). Peningkatan produk AGEP pada pasien DM yang tidak terkontrol
akan menyebabkan peningkatan TNF-α dan IL-1β (13) .
Hampir semua jaringan dapat mengalami glikosilasi, tetapi protein yang waktu
paruhnya lebih dari beberapa minggu paling peka terhadap glikosilasi, lebih-lebih
komponen matriks jaringan ikat dan membran basal. Akhir ini ternyata glikosilasi
dapat mengenai protein berjangka hidup pendek, lipid dan asam nukleat ( DNA ) (24).
Ada 3 mekanisme dimana AGEP menyebabkan perubahan patologik : (a)
Pembentukan AGEP intrasel yang mengubah fungsi protein, (b) AGEP ekstrasel
yang mengganggu fungsi matriks dan (c) AGEP ektrasel mendorong receptor
mediated ROS production, membentuk gen abnormal. Kalau monosit dalam sirkulasi
menjadi makrofag di jaringan, dan ditemukannya reseptor AGEP di membran
monosit, maka dapat dibayangkan bahwa pengaruh hiperglikemi terhadap makrofag
ini mungkin lewat glikosilasi ini, dengan mekanisme terjadi gangguan intrasel,
misalnya produksi protein khusus (24).
Selama ini diyakini bahwa TNF-α meningkatkan aktifitas fagositosis dan
aktifitas bakterisidal sel PMN . Namun belum ada kejelasan hubungan antara aktifitas
sel PMN dengan penderita diabetes yang tidak terkendali ( uncontrolled ). Dalam satu
studi telah ditemukan bahwa pemaparan TNF-α yang lama ( 12 hari ) terhadap
adiposit akan menurunkan kadar GLUT 1 dan GLUT 4, yang berakibat menurunkan
uptake glukosa, sehingga menyebabkan hiperglikemi. Penurunan uptake glukosa oleh
PMN akan menurunkan ” oxydative burst ” yang selanjutnya akan menurunkan
kemampuan sel PMN untuk mengeliminasi S Aureus. Sel monosit akan
berkompensasi memproduksi TNF-α lebih banyak lagi untuk tujuan meningkatkan
aktifitas fagositik dan daya bunuh sel fagosit antara lain sel PMN (24).
B.6. CMI ( Cell Mediated Immunity )
Banyak penelitian yang mengungkap adanya defek CMI ( Cell Mediated
Immunity ) pada pasien DM. Mac Cuish et al, dalam penelitiannya menemukan
bahwa transformasi limfosit terhadap rangsang PHA ( phytohemagglutinin )
ditemukan amat menurun pada DM yang tidak terkendali ( 5 ).
Speert dan Silva, menemukan limfosit pada anak yang mengalami ketoasidosis
mengalami penurunan respons terhadap mitogen, dan akan kembali baik bila kelainan
metabolik tersebut dikoreksi (5).
11
Jumlah limfosit T menurun terutama CD4 (Th). CD4 menurun mengakibatkan
rasio CD4 : CD8 menurun. Kelainan ini oleh karena kadar insulin berkurang atau
aktivitas insulin menurun. Suatu bukti kemunduran limfosit T pada DM, tampak
kurangnya respons pembentukan antibodi spesifik bila diberi vaksin, misal
hepatitis B. Keadaan ini disebabkan karena aktifitas fagosit terganggu, kurang fungsi
pengenalan ( recognition ) terhadap antigen (13).
B.7. Faktor – faktor yang lain
Meningkatnya produksi AGEP mengakibatkan penurunan elastisitas dinding
pembuluh darah ( arteriosklerosis ) dan terikatnya protein plasma pada membrana
basalis, sehingga dinding pembuluh darah menebal disertai penyumbatan
mikrovaskular. Terikatnya immunoglobulin G ( IgG ) dan albumin pada membrana
basalis kapiler merupakan kejadian yang karakteristik pada DM, yang mana selain
diikat oleh AGEP juga dapat pula disebabkan oleh mekanisme imunologik sebagai
reaksi terhadap kerusakan sel. AGEP juga dapat mengikat LDL yang mana
selanjutnya akan mengalami oksidasi dan memacu proses kejadian aterosklerosis,
walaupun kadar LDL plasma masih dalam batas normal (26).
Gangguan sirkulasi mikrovaskuler pada individu diabetes diduga
menyebabkan orang mudah terkena infeksi dan juga mengganggu terhadap respons
terapi. Gangguan sirkulasi ini akan menyebabkan suplai darah ke perifer berkurang
yang berakibat antibiotik yang menuju ke jaringan yang mengalami infeksi juga
berkurang sehingga akan terjadi antibiotik subdosis. Seabrook et al, meneliti 16
pasien yang mendapatkan terapi antibiotik dan terapi pembedahan oleh karena infeksi
kaki diabetik, 9 dari pasien tersebut mendapatkan terapi yang tidak efektif sebab pada
jaringan didapatkan kadar antibiotik subterapi (10).
12
BAB IV
KESIMPULAN
Diabetes Mellitus ( DM ) termasuk immunocompromise. Banyak klinisi
percaya bahwa orang diabetes mellitus mudah terkena infeksi, Hal ini akibat dari :
1. - Fungsi Polimorfonuklear ( PMN ) sebagai fagositosis,
kemotaksis, adherence, aktifitas bakterisidal menurun.
- Fungsi maupun jumlah monosit menurun..
- Aktivitas komplemen menurun
2. Transformasi limfosit menurun pada penderita DM, dan juga jumlah
limfosit terutama CD4 didapatkan penurunan.
3. Penurunan suplai darah dapat menurunkan peredaran antibiotik,
sehingga akan membuat penyembuhan infeksi lebih lama pada
penderita DM.
13
SUMMARY
Diabetes Mellitus ( DM ) may be regarded as immunocompromised, Many
clinicians believe that people with DM have an increased susceptibility to infection.
Which are due to :
1. - Decreased.polymorphonuclear ( PMN ) function as phagocytosis,
chemotaxis, adherence, bactericidal activity.
- Decreased function circulating and also total number of
monocyte.
- Decreased Complement activity.
2. Lymphocyte transformation is diminished in patients with DM and
also total number lymphocyte especially CD4 is decreased.
3. Reduction in blood supply can reduce delivery of antibiotics,
with the result recovery in diabetic patients delay.
14
Daftar Pustaka
1. Powers AC. Diabetes Mellitus. In : Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, et al, editors. Harrison’s Priciples of internal medicine.16th ed. New York : Mc graw Hill; 2005. p. 2152 – 2180.
2. Abbas AK, Maitra A. The endocrine system. In : Kumar V, Abbas AK, Fausto N, editors. Robbins and Cotran Pathologic basis of disease 7 th ed. Philadelphia : Elsevier Saunders; 2005. p. 1189-1207.
3. ADA. Diabetes care in the school and day care setting. Diabetes care. 2005; 28 : S43-49.
4. Hashimoto K, Ikewaki K, Yagi H, Nagasawa H, Imamoto S, Shibata T, et al. Glucose intolerance is common in Japanese patients with acute coronary syndrome who were not previously diagnosed with diabetes. Diabetes care 2005; 28:1182-86
5. Sentochnik DE, Eliopoulos GM. Infection and diabetes. In : Khan CR, King GL, Moses AC, Weir GC, Jacobson AM, Smith RJ, editors. Joslin’s Diabetes Mellitus 14 th ed. Philadelphia : Lippincott william’s and wilkins. 2005. p. 1017-30.
6. Shah BR, Hux JE. Quantifying the risk of infectious diseases for people with diabetes. Diabetes care 2003; 26:510-13
7. Eliopoulos GM. Diabetes and infection. In : becker KL, et al, editors. Principles and practice of endocrinology and metabolism second ed. Philadelphia : Lippincott william’s and wilkins. 1995. p. 1303-05.
8. Bertoni AG, Saydah S, Brancati F. Diabetes and the risk of infection – related mortality in the U.S. Diabetes care 2001; 24:1044-49.
9. Harding GKM, Zhanel GG, Nicolle LE, Cheang M. Antimicrobial treatment in diabetic women with asymptomatic bacteriuria. N Engl J Med 2002; 347: 1576-83
10. Currie BP, Casey JI. Host defense and infections in diabetes mellitus. In : Porte D, Sherwin RS, Baron A, editors. Ellenberg and Rifkin’s Diabetes Mellitus 6 th ed. New york : McGraw Hill. 2003. p. 601-09
11. Widodo D. The Clinical, Laboratory, and Microbiological Profile of Patients with Sepsis at the Internal Medicine Inpatient Unit of Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital Jakarta. Medical Journal of Indonesia 2004; 13(2) : 90-5
12. Arifin, Guntur H. Prevalensi sepsis di rumah sakit dr. Moewardi surakarta tahun 2004. in : Guntur H, Pramana, Prasetyo DH, editors. Kumpulan makalah
15
lengkap Konas Petri XI, Perpari VII, PKWI VIII dan PIT PAPDI Cab. Surakarta. 2005
13. Guntur H : Perbedaan respons imun yang berperan pada sepsis dan syok septik, suatu pendekatan imunopatobiologik sepsis dan syok septik pada immunocompromise dan non immunocompromise. Disertasi. Universitas Airlangga. Surabaya. 2001.
14. Konsensus Perkeni. Pengelolaan diabete mellitus tipe 2 di Indonesia. 2002
15. Baratawidjaja KG. Imunologi Dasar 6 th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;2004
16. Djokomoeljanto R. Impaired response to infections in the diabetics. In : Kumpulan makalah diabetes mellitus. Semarang . 2004
17. Haynes BF, Fauci AS. Introduction to the Immune System. In : Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, et al, editors. Harrison’s Priciples of internal medicine.16th ed. New York : Mc graw Hill; 2005. p. 1907 - 30.
18. Bellanti JA, Josef V. Imunologi umum. In : Bellanti.. Imunologi III. Gajah Mada University Press; 1993;18-57
19. Joshi N, Caputo GM, Weitekamp MR, Karchmer AW. Ifections in patients with diabetes mellitus. N Engl J Med 1999; 341: 1906-12
20. Henson PM. Mekanisme injuri jaringan yang dihasilkan oleh reaksi imunologik. In : Bellanti.. Imunologi III. Gajah Mada University Press; 1993;234-79
21. Bernheim J, Rashid G, Gavrieli R, Korzets Z, Wolach B. In vitro effect of advanced glycation end-products on human polymorphonuclear superoxide production. Eur J Clin Invest. 2001 Dec;31(12):1064-9. ( Abstrak )
22. Kresno SB. Imunologi : Diagnosis dan prosedur laboratorium 4 th ed. Jakarta : Balai penerbit FKUI. 2001
23. Roio RD, Liberatore Jr, Barbosa SF, Alkimin M, Pires RB, Florido MP, et al. Is immunity in diabetic patients influencing the susceptibility to infection ? immunoglobulins, complement and phagocytic function in children and adolescents with type 1 diabetes mellitus. Pediatric diabetes 2005;6:206-212.
24. Djokomoeljanto R. Fungsi PMN pada diabetes. In : Kumpulan makalah diabetes mellitus. Semarang . 1999
25. Djokomoeljanto R. Diabetes mellitus dan infeksi jamur. In : Kumpulan makalah diabetes mellitus. Semarang . 1999
26. Darmono. Angiopati diabetika. In : Simposium gangguan vaskular pada diabetes mellitus. Semarang. 2006
16
Recommended