View
91
Download
15
Category
Preview:
DESCRIPTION
t
Citation preview
REFERAT
INFEKSI JAMUR PADA MATA
Oleh:
Karina Marcella Widjaja
112014281
Pembimbing:
dr. Saptoyo Argo Morosidi, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU MATA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2015
1
Bab I
Pendahuluan
Infeksi mata terjadi ketika mikroorganisme berbahaya (bakteri, jamur, dan virus)
menyerang setiap bagian dari bola mata atau area sekitarnya. Ini termasuk permukaan depan
yang jelas dari mata (kornea) dan membran, lapisan tipis lembab mata dan kelopak mata
bagian luar dalam (konjungtiva).
Infeksi mata yang lebih serius dapat menembus, lebih dalam bagian interior mata
untuk menciptakan pandangan-mengancam kondisi seperti endophthalmitis. Dengan post-
septum, infeksi selulitis ditemukan di sekitar jaringan lunak dari kelopak mata mewakili
keadaan darurat karena kondisi tersebut dapat menyebar jika tidak diobati. Infeksi jamur pada
mata dapat menyebabkan beberapa macam penyakit yaitu blefaritis, keratitis jamur, dan ulkus
kornea.
Keratitis jamur, yang juga dikenal dengan keratomikosis, adalah kondisi medis yang
ditandai dengan infeksi dari kornea yang diakibatkan organisme jamur. Hal ini biasanya
terjadi setelah kerusakan pada kornea yang diakibatkan oleh materi tumbuhan atau pada
individu dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah, dengan gejala termasuk penglihatan
buram, gatal, keluarnya air mata, dan sensitif terhadap cahaya. Prognosis akan bervariasi;
mereka dengan infeksi ringan dan penyakitnya didiagnosis secara dini memiliki prognosis
yang paling baik. Akan tetapi, apabila infeksi menyebar ke bagian bola mata yang lain, hal ini
diyakini lebih sulit untuk disembuhkan. Maka dari itu, direkomendasikan pada individu
dengan gejala seperti ini dan faktor risiko yang menunjang untuk berkonsultasi pada seorang
dokter tanpa menunda-nunda. Seperti disebutkan sebelumnya, penyebaran infeksi ke bagian
lain dari bola mata adalah salah satu kemungkinan komplikasi, hal ini kemungkinan dapat
menyebabkan penurunan penglihatan yang menetap atau kehilangan bola mata itu sendiri.
Sedangkan ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Akibat kerusakan epitel menyebabkan mikroorganisme masuk ke
dalam kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditentukan oleh adanya
kolagenase yang dibentuk sel epitel baru dan sel radang. Kerusakan dapat terjadi di kornea
bagian tepi, tetapi ulkus selalu meluas ke tengah. Biasanya disertai dengan hipopion.
Pada referat ini akan dibahas beberapa penyakit infeksi jamur pada mata disertai
dengan penyebab, gejala klinis, penatalaksanaan dan prognosisnya.
2
BAB II
Pembahasan
KELOPAK DAN JARINGAN ORBITA
Blefaritis Jamur
Gejala umum pada blefaritis adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat
lengket, dan epifora. Gejala utamanya blefaritis anterior adalah iritasi, rasa terbakar dan gatal
pada tepi palpebra. Mata yang terkena “bertepi merah.” Banyak sisi atau “granulasi” terlihat
menggantung di bulu mata palpebra superior dan inferior. Blefaritis sering disertai dengan
konjungtivitis dan keratitis. Biasanya blefaritis sebelum diobati dibersihkan dengan garam
fisiologik hangat, dan kemudian diberi antibiotik yang sesuai.
Gambar 1. Blefaritis
Infeksi Superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superfisial biasanya diobati dengan griseofulvin terutama
efektif untuk epidermomikosis. Diberikan 0,5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi
rata. Pengobatan diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi
kandida diberi pengobatan nistatin topikal 100.000 unit per gram
Infeksi Jamur Dalam
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi Actinomyces dan
Nocardia efektif diobati dengan sulfonamid, penisilin atau antibiotic spektrum luas.
Amfoterisin B dipergunakan untuk pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis,
torulosis, kriptokokosis dan blastomikosis.
Pengobatan Amferoterisin B dimulai dengan 0,05-0,1 mg/Kg BB, yang diberikan
intravena lambat selama 6-8 jam. Dilarutkan dalam dekstrose 5% dalam air. Dosis dinaikkan
sampai 1 mg/Kg BB, dosis total tidak boleh melebihi 2 gram. Pengobatan diberikan setiap
3
hari selama 2-3 minggu setelah gejala berkurang. Penyulit yang terberat adalah kerusakan
ginjal yang akan membuat urea darah meningkat dan terdapatnya cast dan darah dalam urin.
Bila terjadi peningkatan urea nitrogen darah melebihi 50 atau kreatinin lebih 2 maka
pengobatan harus dihentikan. Obat ini toksik dan memerlukan penentuan indikasi pemakaian
yang tepat.
Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada
pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan
peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kelenjar kulit di daerah akar bulu mata dan
sering terdapat pada orang dengan kulit berminyak. Blefaritis ini berjalan bersama dengan
dermatitis sebore.
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolic ataupun oleh jamur. Pasien
dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat
sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik ini
mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak, Polimixin B
ED 10.000 IU 3 - 6 ggt 1, Neomycin 3,5 mg/dl.
APARATUS LAKRIMAL
Dakrioadenitis
Peradangan kelenjar lakrimal atau dakrioadenitis merupakan penyakit jarang
ditemukan dan dapat ditemukan dan berjalan akut maupun kronis. Infeksi dapat diakibatkan
oleh jamur; histoplasmosis, aktinomises, blastomikosis, nokardiosis dan sporotikosis. Pasien
dakrioadenitis akut umumnya mengeluh sakit di daerah glandula lakrimal yaitu di bagian
temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak mata yang bengkak, konjungtiva kemotik
dengan belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan memberikan sakit dengan
pembesaran kelenjar preaurikel. Pengobatan pada dakrioadenitis biasanya dimulai dengan
kompres hangat dan antibiotik sistemik.1
MATA MERAH DENGAN PENGLIHATAN NORMAL
Konjungtivitis Jamur
4
Konjugtivitis adalah inflamasi konjungtiva dan ditandai dengan pembengkakan dan
eksudat. Konjungtiva dan kornea merupakan bagian mata yang mudah berhubungan dengan
dunia luar. Infeksi jamur pada konjungtva jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang
terjadi tidak memperlihatkan gejala.2
MATA MERAH DENGAN PENGLIHATAN TURUN MENDADAK
Keratitis Jamur (Keratomikosis)
Keratitis adalah reaksi inflamasi kornea. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi
jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan
menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan
menyebabkan keratitis jamur. Keratitis merupakan infeksi pada kornea yang biasanya
diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut
juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma. Infeksi jamur pada kornea atau
keratomikosis merupakan masalah tersendiri secara oftalmologik, karena sulit menegakkan
diagnosis keratomikosis ini, padahal keratomikosis cukup tinggi kemungkinan kejadiannya
sesuai dengan lingkungan masyarakat Indonesia yang agraris dan iklim kita yang tropis
dengan kelembaban tinggi. Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur yang serius
pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-
53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan
keratitis jamur.
Keluhan mulai timbul setelah 5 hari rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan
mengeluh sakit mata yang hebat, berair, dan silau. Pada mata akan terlihat infiltrat yang
berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel
dengan plaque dan hipopion. Tampak tukak yang jelas dan menonjol ditengah tukak nampak
bercabang-cabang, dengan endotelium plaque, ganbaran satelit pada kornea, dan lipatan
descement. Sebaiknya diagnostik dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10%
terhadap kerokan kornea.3
Pasien dengan infeksi jamur dirawat dan diberi pengobatan natamisin 5% setiap 1-2
jam saat bangun atau anti jamur lain seperti miconazol, amfoterisin, nistatin, dan lain-lain.
Diberikan sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma bila terjadi peningkatan tekanan intra
okuler. Bila tidak berhasil diatasi maka dilakukan keratoplasti.
5
Gambar 2. Keratomikosis3
Etiologi
Keratitis jamur (keratomikosis) diakibatkan oleh:
Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa.
Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp, Cladosporium sp,
Penicillium sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria sp.
Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp.
Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans,
Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan membentuk
miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp, Sporothrix sp.
Tampaknya di Asia Selatan dan Asia Tenggara tidak begitu berbeda penyebabnya, yaitu
Aspergillus sp dan Fusarium sp, sedangkan di Asia Timur Aspergillus sp.
Patofisiologi
Fungi biasanya tidak menyebabkan keratitis mikroba karena normalnya, fungi tidak
dapat berpenetrasi ke dalam lapisan epitel kornea yang intak dan tidak masuk ke dalam
kornea lewat pembuluh darah limbus episklera. Defek pada epitel sering diakibatkan oleh
trauma (mis., pemakaian lensa kontak, benda asing, riwayat operasi kornea). Organisme dapat
berpenetrasi ke dalam membran Descement yang intak dan masuk ke dalam stroma. Ia
membutuhkan cedera penetrasi atau riwayat defek epitel untuk masuk ke dalam kornea.
Setelah berada di dalam kornea, organisme dapat berproliferasi.
Organisme yang menginfeksi defek pada epitel sebenarnya merupakan mikroflora
normal yang terdapat pada konjungtiva dan andeksa. Fungi filamentosa merupakan kausa
tersering dari infeksi pasca trauma. Fungi filamentosa berproliferasi di dalam stroma kornea
6
tanpa melepaskan substansi kemotaktik, sehingga menunda munculnya respon imun host/
respon inflamasi. Berbeda dengan fungi filamentosa, Candida albicans memproduksi
fosfolipase A dan lisofosfolipase pada permukaan blastospora, untuk membantu ia masuk ke
dalam jaringan. Fusarium solani, yang merupakan fungus yang virulen, dapat menyebar di
dalam stroma kornea dan berpenetrasi ke dalam membrane Descemet. Trauma kornea akibat
tumbuhan merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya keratomikosis. Terutamanya,
petani yang tidak memakai alat proteksi diri, khususnya kaca mata. Trauma akibat pemakaian
lensa kontak juga adalah salah satu faktor resiko terjadinya keratomikosis. Trauma kornea
paling sering menyebabkan keratomikosis dan merupakan factor resiko major tipe keratitis
tersebut.
Seorang dokter harus mempertimbangkan besar kemungkinan suatu keratomikosis
jika pasien mempunyai riwayat trauma kornea, terutama adanya kontak dengan tumbuhan
atau tanah. Resiko trauma akibat pemakaian lensa kontak adalah kecil, dan bukan merupakan
faktor resiko major untuk keratomikosis.
Selain dari itu, kortikosteroid topikal diketahui dapat mengaktivasi dan meningkatkan
virulensi organisme jamur dengan menurunkan resistensi kornea terhadap infeksi. Candida sp
menyebabkan infeksi okuler pada hospes yang mengalami imunodefisiensi dan pada kornea
dengan ulkus kronik. Pemakaian kortikosteroid yang semakin meningkat sejak 4 dekade yang
lalu telah berimplikasi sebagai suatu penyebab utama peningkatan insidensi keratomikosis.
Tambahan, pemakaian kortikosteroid sistemik dapat menekan respon imun hospes, sehingga
terjadi perdisposisi kepada keratomikosis. Faktor resiko lainnya termasuk operasi kornea
(mis., PK, keratotomi radial) dan keratitis kronik (mis., herpes simpleks, herpes zoster, atau
konjungtivitis vernal/alergi).
Jika pada hospes normal keratomikosis acapkali didahului oleh trauma, atau
pemakaian steroid, pada penderita AIDS kelainan ini dapat timbul secara spontan tanpa faktor
predisposisi pada kornea, dan dapat terjadi pada satu mata atau dua mata.3
Gejala Klinis
Pasien dengan keratomikosis cenderung mengalami gejala dan tanda inflamasi yang
minimal pada periode awal dibanding dengan penderita keratitis bakteri dan hampir tiada
injeksi konjungtiva saat presentasi klinis. Keratomikosis filamentosa sering bermanifestasi
dengan infiltrasi putih-keabuan, lesi tampak kering dengan tepi ireguler berawan atau dikenal
dengan berbatas filamentosa. Lesi superficial mungkin muncul sebagai elevasi dari
7
permukaan kornea berwarna putih-keabuan, dengan permukaan kering, kasar atau rasa
berpasir yang dapat dirasakan saat melakukan kerokan kornea. Kadang terdapat lesi satelit
atau lesi multifokal, tetapi sangat jarang terjadi. Plak endotel dan/atau hipopion dapat terjadi
jika infiltrasi jamur cukup dalam atau cukup luas.
Pemeriksaan Penunjang
Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan
diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura). Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau
KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing ± 20-30%, 50-60%, 60-75%
dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic
Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar.
Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast microscope
untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan
cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak
maltosa.3
Terapi
Terapi keratitits fungal sangat sulit. Kebanyakan obat antifungi hanya bersifat
fungistatik dan memerlukan sistem imun yang utuh (yang tidak nampak) dan memperpanjang
perjalanan terapi. Tanpa bantuan imunitas yang utuh untuk menekan organisme, pengobatan
fungistatik menjadi kurang efektif.
Kelas obat yang digunakan untuk pengobatan keratitis jamur termasuk antibiotik
polyene (nistatin, amphoterecin B, natamycin); analog pyrimidine (flucytosine); imidazole
(clortrimazole, miconozole, econazole, ketoconazole); triazoles (fluconazole, itraconazole);
dan sulfadiazine. Natamycin hanya dapat diberikan secara topical; obat lain dapat diberikan
dari bermacam jalur yang ada. Steroid kontraindikasi karena akan terjadi eksaserbasi
penyakit. Terapi yang diberikan yaitu Ketokonazol tetes mata 2% diberikan 4 kali sehari.
Dapat juga diberikan Thiomerosal (10 mg/ml) atau Natamycin lebih dari 10 mg/ml.
Pemberian Amphotericin B 1,0¬2,5 mg/ml subkonjungtival hanya untuk usaha
terakhir. Terapi bedah dilakukan guna membantu medikamentosa yaitu :
1. Debridement
2. Flap konjungtiva, partial atau total
8
3. Keratoplasti tembus
Prognosis
Prognosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk luasnya kornea yang terlibat,
status kesehatan pasien (contohnya immunocompromised), dan waktu penegakkan diagnosis
klinis yang dikonfirmasi dengan kultur di laboratorium. Pasien dengan infeksi ringan dan
diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik; bagaimana pun,
kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas didalam sklera atau struktur intraokular sangat
sulit. Diperkirakan satu dari ketiga infeksi jamur gagal terapi pengobatan atau perforasi
kornea.3
Ulkus Kornea karena Jamur
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma. Ulkus kornea ec jamur adalah ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur,
biasanya karna trauma dengan tumbuh-tumbuhan, tanah, atau karena pemakaian
kortikosteroid yang menurunkan resistensi epitel kornea. Penyebabnya sama seperti
keratomikosis. Pada ulkus kornea yang disebabkan jamur dan bakteri akan terdapat defek
epitel yang dikelilingi leukosit polimorfnuklear.
Gambar 3. Ulkus kornea karena jamur
Faktor Resiko
1. Faktor okular
a. Trauma akibat tumbuh-tumbuhan, trauma kimia dan panas, Iatrogenic trauma ocular
seperti Keratoplasty dan Keratorefractive surgery.
9
b. Infeksi pada adneksa
Blefaritis, meibomitis, dry eye, dacryocystitia
c. Nutrisi: defisiensi vitamin A
d. Lensa kontak: kebersihan lensa kontak, penggunaan solusi yang terkontaminasi
2. Faktor sistemik
Diabetes melitus, Steven Johnson Syndrome, blepharoconjunctivits, infeksi Gonococcal
dengan konjungtivitis.
Berdasarkan letak anatomisnya karena terletak paling luar sehingga paling mudah
terpapar mikroorganisme dan faktor lingkungan lainnya. Pada dasarnya lapisan epitel kornea
merupakan barier utama terhadap paparan mikroorganisme, namun jika epitel ini rusak maka
stroma yang avaskuler dan membran bowman akan mudah terinfeksi oleh berbagai macam
organisme seperti bakteri, amuba, dan jamur. Apabila infeksi ini dibiarkan atau tidak
mendapat pengobatan yang adekuat maka akan terjadi kematian jaringan atau ulkus kornea.4
Perjalanan penyakit tukak kornea dapat progresif, regresi, atau membentuk jaringan
parut. Pada proses kornea yang progresif dapat terjadi infiltrasi sel leukosit dan limfosit yang
memakan bakteri atau jaringan nekrotik yang terbentuk. Pada pembentukan jaringan parut
akan terdapat epitel, jaringan kolagen baru, dan fibroblas. Ulkus kornea biasanya terjadi
sesudah terdapatnya trauma enteng yang merusak epitel kornea.
Gejala Klinis
Pada pasien dengan ulkus kornea karena jamur, biasanya terdapat riwayat trauma
mata saat beraktivitas di luar/lapangan. Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah
sakit mata ringan hingga berat, fotofobia, penglihatan menurun, terdaapat infiltrat, dan
kadang kotor. Ulkus kornea karena jamur akan berwarna abu-abu di keliling infiltrat halus di
sekitarnya (fenomena satelit). Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan berwarna putih pada
kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan berwarna hijau di
tengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan infiltrasi sel radang
pada kornea. Gejala-gejala lain yang muncul meliputi:
Sensasi benda asing
Meningkatnya rasa nyeri atau ketidaknyaman pada mata
Pandangan mendadak kabur
Mata menjadi merah
10
Kerusakan yang luas dan keluarnya cairan dari mata
Meningkatnya sensitivitas terhadap cahaya
Untuk menegakkan diagnosis klinik didasarkan pada analisis factor risiko dan
karakteristik tampilan kornea. Tanda-tanda yang paling sering ditemukan pada pemeriksaan
slitlamp tidak spesifik dan meliputi: injeksi konjungtiva, defek pada epitel, infiltrasi pada
stroma, hipopion.3,4
Diagnosis
Diagnosis daeri ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
oftamologi dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat trauma, benda asing dan abrasi pada kornea,
riwayat pernah terkena keratitis yang berulang, pemakaian lensa kontak, serta
kortikosteroid yang merupakan predisposisi infeksi virus dan jamur, dan juga gejala klinis
yang ada.
2. Pemeriksaan oftalmologi
Untuk memeriksa ulkus kornea, diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan pencahayaan
terang. Harus diperhatikan pantulan cahaya saat mmenggerakan cahaya di atas kornea,
daerah yang kasar menanndakan defek pada epitel.
3. Pemeriksaan laboratorium dengan cara:
Melakukan pemeriksaan kerokan kornea
Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan spatula kimura yaitu dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, gram,
Giemsa, atau KOH + Tinta India.
Biopsi jaringan kornea
Diwarnai dengan Periodic acid schiff atau Methenamine Silver
Diagnosis Banding
Kondisi Infeksi Bakteri/Jamur Infeksi Virus
Sakit Tak ada sampai hebat Rasa benda asing
Fotofobia Bervariasi Sedang
Visus Biasa menurun mencolok Menurun ringan
Infeksi okular Difus Ringan-sedang
11
Tabel 1. Diagnosis banding tukak kornea1
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari jamur.
1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya.
2. Jamur berfilamen.
3. Ragi (yeast).
4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati.
Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,0¬2,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml),
Natamycin lebih dari 10 mg/ml, golongan Imidazole.
Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B, Thiomerosal, Natamycin (obat terpilih),
Imidazole (obat terpilih).
Untuk golongan III : Amphoterisin B, Natamycin, Imidazole.
Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik.
Dapat diberikan pula Ketokonazol ED 2% 4 gtt I, Natamycin 5 %, dan Triazole
(penetrasi ke okular baik). Pemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha
terakhir. Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan
juga obat sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior (perlengketan antara iris
dan lensa atau kornea) untuk mengurangi uveitis anterior. Obat analgetik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri. Terapi sistemik hanya diindikasikan pada kasus yang melibatkan
intraokular. Pada kasus lain akan berespon baik dengan terapi topikal antifungi seperti
natamycin, nystatin, dan amphotericin B.4,5
Pencegahan
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata. Caranya
dengan lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk ke dalam mata, jika mata
sering kering atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup sempurna, gunakan tetes
mata agar mata selalu dalam keadaan basah, jika memakai lensa kontak harus sangat
diperhatikan cara memakai dan merawat lensa tersebut.
12
Komplikasi
Pengobatan ulkus yang tidak adekuat dan terlambat dapat menimbulkan komplikasi yaitu:
1. Timbulnya jaringan parut kornea sehingga dapat menurunkan visus mata
2. Perforasi kornea
3. Glaukoma sekunder
4. Endoftalmitis atau panoftalmitis
5. Katarak6
Prognosis
Dengan penanganan sedini mungkin, infeksi pada kornea dapat sembuh, tanpa harus
terjadi ulkus. Bila ulkus kornea tidak diterapi dapat merusak kornea secara permanen. Dan
juga dapat mengakibatkan perforasi dari inferior mata, sehingga menimbulkan penyebaran
infeksi dan meningkatkan resiko kehilangan penglihatan yang permanen. Semakin terlambat
pengobatan ulkus kornea, akan menimbulkan kerusakan yang banyak dan timbul jaringan
parut yang luas.
Ulkus Sentral
Ulkus kornea dibedakan dalam bentuk ulkus kornea sentral dan ulkus kornea
marginal. Etiologinya dapat berasal dari bakteri, virus maupun jamur. Mikroorganisme ini
tidak mudah masuk ke kornea selama epitelnya sehat. Terdapat faktor predisposisi seperti
erosi pada kornea, keratitis neurotrofik atau pemakai kortikosteroid atau imunosupresif,
pemakai obat lokal anestetika, pemakai IDU, pasien diabetes mellitus.1
Gambar 4. Ulkus Sentral7
13
BAB III
PENUTUP
Terdapat beberapa penyakit infeksi jamur yang terjadi pada mata, antara lain blefaritis
jamur, keratomikosis atau keratitis jamur, dan ulkus kornea yang diakibatkan oleh jamur.
Setiap penyakit memiliki gejala klinisnya masing-masing.
Pada penyakit infeksi jamur pada kelopak mata yaitu blefaritis jamur, gejala
umumnya adalah kelopak mata merah, bengkak, sakit, eksudat lengket, dan epifora. Gejala
utamanya blefaritis anterior adalah iritasi, rasa terbakar dan gatal pada tepi palpebra. Mata
yang terkena “bertepi merah.” Banyak sisi atau “granulasi” terlihat menggantung di bulu mata
palpebra superior dan inferior. Pada infeksi blefaritis jamur yang superfisial, biasanya diobati
dengan griseofulvin terutama efektif untuk eipdermomikosis. Diberikan 0,5-1 gram sehari
dengan dosis tunggal atau dibagi rata. Pengobatan diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat
gejala menurun. Untuk infeksi kandida diberi pengobatan nistatin topikal 100.000 unit per
gram.
Pada penyakit infeksi jamur, terutama keratitis keluhan mulai timbul setelah 5 hari
rudapaksa atau 3 minggu kemudian. Pasien akan mengeluh sakit mata yang hebat,berair, dan
silau. Pada mata akan terlihat infiltrat yang berhifa dan satelit bila terletak didalam stroma.
Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan
diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea
(sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop.
Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.
Pasien dengan infeksi jamur dirawat dan diberi pengobatan natamisin 5% setiap 1-2
jam saat bangun atau anti jamur lain seperti miconazol, amfoterisin, nistatin, dan lain-lain.
Diberikan sikloplegik disertai obat oral anti glaukoma bila terjadi peningkatan tekanan intra
okuler. Bila tidak berhasil diatasi maka dilakukan keratoplasti.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009..h.91-6,105,159.
2. Infeksi Pada Mata, diunduh dari: http://akperku.blogspot.com/2009/06/infeksi-pada-
mata.html . 18 Juni 2015.
3. Grayson, Merrill. Diseases of The cornea. Second Edition. The C. V. Mosby
Company: London; 2002.
4. Vaughan DG, et al. Kornea dalam oftalmologi umum. Jakarta: Widia Medika;
2000.h.129-40.
5. James B, Anthony B, Chris C. Lecture notes oftalmologi. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2003.h.70
6. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].
http://www.revoptom.com/. [18 June 2015]
7. Ulkus kornea. Gambar diunduh dari:
http://majiidsumardi.blogspot.com/2011/10/ulkus-kornea.html. 18 Juni 2015
15
Recommended