Interna II - Gejala Umum Penyakit Sistemik

Preview:

DESCRIPTION

materi kuiah interna 2

Citation preview

GEJALA UMUMPENYAKIT GANGGUAN SISTEMIK PADA

HEWAN BESAR

1. Toksemia• Toksemia adalah kondisi klinis gangguan

sistemik yang disebabkan oleh aktivitas tubuh untuk melawan toksin yang dihasilkan oleh bakteri atau karena kerusakan sel. Bentuk toksemia yang umum ditemukan di suatu peternakan adalah endotoksemia yang disebabkan oleh toksin dari bakteri gram negative.

• Toksemia yang dimaksud dalam topik ini tidak meliputi:– keracunan dari tumbuhan,– Keracunan insekta, – racun organik dan – anorganik yang dimakan.

Secara teori, diagnosis dari toksemia ditegakan berdasarkan diisolasi racun dari darah.

Diagnosis toksemia ditegakkan berdasarkan :

• Perubahan fungsi sistem kardiopulmonum• Abnormalitas elemen seluler darah • Perubahan integritas vaskular• Gangguan Fungsi ginjal• Gangguan fungsi saluran cerna terutama pada

motilitas usus• Penurunan perfusi jaringan perifer, yang dapat

menyebabkan shock• Case fataliti rate (angka kematian tinggi) tinggi

EtiologiBakteri gram negatif : endotoksemia pada ruminansia yaitu:

– E coli, – Salmonella sp, – pasteurella spp.

Gejala toksemia sering ditemukan pada:• penyakit mastitis,• peritonitis, • pneumonia dan pleuritis, • pericarditis, • septic metritis, • septikemia neonatal, • myositis, dan• meningoencephalitis,

Toksin penyebab toksemia : toksin antigenik atau metabolik

Toksin Antigenik

• Toksin antigenik diproduksi oleh bakteri dan bertindak sebagai antigen dan merangsang antibodi.

Toksin antigenik dapat dibedakan menjadi dua:

eksotoksin dan endotoksin.

Eksotoksin

Eksotoksin adalah substansia protein yang dihasilkan oleh bakteri yang terlarut dalam cairan tubuh.

• Bakteri penghasil eksotoksin : clostridium tetani dan clostridium botolismus yang dapat tumbuh subur di saluran cerna.

• Seperti enterotoksin pada penyakit blackleg.• Enterotoksin adalah eksotoksin yang

menyebabkan kerusakan pada mukosa usus sehingga terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan tubuh

Endotoksin

Endotoksin adalah toksin yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif.

• Endotoksin adalah polisakarida yang terdapat di dinding sel bakteri.

• Endotoksin akan diilepaskan kelingkungan ketika dinding sel bakteri pecah.

• Kuman penghasil endotoksin adalah E coli dan Salmonella spp.

Toksin MetabolikToksin metabolik adalah toksin yang

dihasilkan dari proses metabolisme dalam tubuh. Secara normal toksin ini akan dieliminasi oleh tubuh melalui hati.

Toksin metabolik banyak diproduksi dari sistem pencernaan dan otot.

Toksin metabolik diekskresikan melalui urine dan feses.

Jika terjadi gangguan fungsi hati, maka akumulasi dari toksin terjadi dalam tubuh dan menimbulkan gejala toksemia.

Produksi toksin metabolik karena terjadi gangguan proses metabolisme dalam tubuh meliputi produksi histamin dan substansi seperti histamin akibat kerusakan jaringan.

Ketonemia akibat metabolisme lemak secara berlebihan,

lactic acedemia akibat infark rumen yang bersifat akut.

Gejala KlinisToksemia akut• Gejala yang diamati adalah depresi, anoreksia,

kelemahan otot, reflek menelan tidak ada, volume feses berkurang atau diare.

• Denyut jantung meningkat, awalnya intensitas suara jantung meningkat kemudian menurun seiring dengan peningkatan toksemia.

• Pulsus lemah dan cepat tetapi ritme masih teratur.

Awal toksemia suhu tubuh meningkat (demam) kemudian menjadi normal dan subnormal.

Albuminuria kadang-kadang teramati.

Pada fase akhir terjadi kelemahan otot sampai terjadi kolaps, kematian disertai koma, dan konvulsi.

EndotoksemiaToksin yang terbentuk sampai ke buluh darah

Terjadi kolaps cardiovaskular

Dikenal dengan sebutan septic atau toksik shock,

Gejala:– vasodilatasi perifer – penurunan tekanan darah, – kepucatan mukosa, – hipotermia, – takikardia, – amplitudo pulsus rendah, – kelemahan otot.

Gejala endotoksemia berat

• Depresi,

• Hipertermia yang kemudian berubah menjadi hipotermia,

• Takikardia diikuti oleh penurunan output cardia,

• Penurunan tekanan darah,

• kulit dan ekstremitas dingin,

• Diare.

• Mukosa kongesti diikuti dengan capilari rate yang meningkat,

• Kelemahan otot yang menyebabkan hewan tidak mampu berdiri (berbaring).

• Gangguan fungsi ginjal (anuria),

• Perdarahan ptechia dan ekimosa di mukosa

Toksemia kronis

Toksemia kronis ditandai dengan:

• Kelelahan,

• Terpisah dari kelompoknya (menyendiri),

• Pertumbuhan terlambat,

• kekurusan (emasikasi).

Patologi Klinis

• Hematologi :

pada toksemia ringan: leukocitosis dan neutrofilia .

Pada toksemia berat terjadi : neutropenia, leukopenia, limpopenia.

• Biokimia serum : kadar glukosa darah rendah, NPN tinggi, dan total protein serum tinggi.

Pengobatan

Prinsip pengobatan toksemia :

1. menghilangkan infeksi,

2. pemberian antimikroba,

3. terapi cairan dan elektrolit, dan

4. pemberian antiradang.

Terapi cairan :Pemberian infus dalam jumlah besar untuk menetralisir

toksin yang ada. Cairan yang diberikan adalah cairan isotonis seperti laktat

ringer. Respon positif dari pemberian cairan adalah :• terjadi vasokontriksi perifer, • pulsus normal, • pengeluaran urin normal, • tekanan vena, arteri, cardia output menuju ke arah

normal. Jumlah Pemberian cairan:sama atau 0.5 sampai 1 kali lebih banyak dari volume total

cairan intravaskular. Glukosa (dektrosa) juga harus diberikan pada pasien

toksemia.

• Antibakteri : diberikan yang bersifat broad spektrum.

• Antiserum : sesuai dengan toksin penyebabnya

• Antiradang : untuk menghambat kerja mediator biokimia perlekatan toksin.

HIPOTERMIAHipotermia adalah temperatur tubuh yang

berada di bawah normal, terjadi karena panas tubuh yang terbentuk terbuang atau produksi panas tidak cukup.

Neonatal hipotermia merupakan masalah besar dipeternakan pembibitan dan berperan signifikan terhadap morbiditas dan motalitas anak hewan yang baru lahir sampai beberapa hari kehidupannya.

Etiologi

Kehilangan panas yang berlebih, diakibatkan terpapar udara dingin, sedangkan peningkatan metabolisme, tonus otot, dan vasokontriksi perifer tidak mampu mengkonpensasi panas yang hilang.

• Produksi panas berkurang: kurangnya cadangan energi tubuh dan berkurangnya feed intake.

• Hipotermia juga terjadi akibat efek skunder infeksi penyakit yang menyebabkan penurunan gerakan otot diikuti dengan penurunan output kardia, penurunan perfusi pembuluh darah, dan shock. Hal ini ditemukan pada penyakit parturien paresis, infark rumen akut, kondisi anastesi dan sedasi.

• Kombinasi antara kehilangan panas berlebih dan produksi panas menurun, sering terjadi pada peternakan yang intake energi berkurang atau hewan yang kelaparan pada kondisi lingkungan dingin. Hipotermia tidak terjadi pada hewan yang cukup pakan meskipun udara dingin.

• Akibat fatal hipotermia sering dijumpai pada babi yang dianastesi atau sedasi dengan azaperon dosis tinggi.

Hipotermia anak biri-biriAnak biri-biri umur 5 jam sampai 12 jam setelah lahir

banyak mengalami hipotermia. • Hipotermia 5 jam setelah lahir lebih banyak

disebabkan kehilangan panas tubuh yang berlebihan akibat kondisi kulit masih basah oleh cairan plasenta,

• umur yang lebih tua karena kekurangan pakan sehingga tidak cukup energi untuk menghasilkan panas.

• Anak yang lahir kembar dua atau kembar tiga lebih banyak terserang hipotermia dibandingkan lahir tunggal, karena anak kembar cadangan energinya lebih sedikit dibandingkan lahir tunggal.

Pengobatan• Segera mengeringkan tubuh hewan

setelah lahir,

• Segera diberikan susu atau menyusu pada induknya.

• Anak hewan yang berumur dibawah lima jam dan menderita hipotermia berat dapat diinjeksikan secara intraperitoneal larutan glokosa 20% dengan temperatur 39oC.

• Anak biri-biri dengan berat – lebih dari 4.5 kg diberikan 50 ml, – berat 3-4,5 kg diberikan 35 ml, – berat dibawah 3 kg diberikan 25 ml.

Anak biri-biri diletakkan pada boks hangat, setelah suhu tubuh 37oC segera pindahkan dari tempat hangat dan beri kolustrum sebanyak 50 ml.

Hipotermia anak sapi• Manajemen penanganan pada anak sapi

mirip dengan anak biri-biri.

• Kolustrum yang diberikan atau cairan yang diberikan secara intravena suhunya harus sama dengan suhu tubuh normal sapi.

• Suhu rektal diukur setiap 30 menit untuk mengetahui perkembangan terapi.

Hipotermia pada anak babi

• Anak babi diletakan pada boks hangat dengan lampu pemanas

• diberikan glukosa secara intraperitoneal untuk mencegah hipoglikemia.

HIPERTERMIA (HEAT STROKE)• Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh

akibat dari produksi dan absorbsi panas yang berlebih atau kehilangan panas yang sedikit.

Etiologi• Suhu lingkungan yang panas dan berlangsung

lama, aktivitas otot yang berlebih karena kelembaban tinggi, hewan gemuk, bulu lebat, dan ventilasi tidak memadai saat pengiriman hewan keluar daerah.

• Hipertermia neurogenik: akibat kerusakan hipotalamus seperti perdarahan spontan.

• Dehidrasi : tidak cukup cairan tubuh untuk evaporasi

• Aktivitas otot berlebih : keracunan striknin

• Pemberian obat penenang pada kambing saat suhu lingkungan tinggi.

Gejala Klinis• Hewan sudah menunjukkan gejala kepanasan

saat suhu tubuh mencapai 39,5oC,• Suhu tubuh dapat mencapai 42oC sampai

43oC.• Denyut jantung meningkat• Respirasi meningkat• Pulsus lemah dengan amplitudo yang besar,• Berkeringat dan salivasi kemudian berhenti,• Hewan mencari tempat teduh dan berbaring.

• Pada stadium awal terjadi peningkatan rasa haus, dan hewan mencari tempat dingin, seringkali berkubang di air.

• Ketika suhu tubuh 41oC, hewan susah respirasi , kemudian respirasi menjadi dalam dan tidak teratur, pulsus sangat cepat dan lemah kemudian diikuti dengan kolaps, konvulsi dan terakhir koma.

• Kematian pada beberapa spesies terjadi jika suhu tubuh telah mencapai 41.5 – 42,5oC.

• Aborstus dapat terjadi jika hipertermia berlangsung lama dan menyebabkan kematian janin.

Pengobatan

• Pemberian cairan secara intravena seperti NaCl 0,9% atau 5% dextrose.

• Memberikan suasana dingin dengan cara mencelupkan, spraying, enemas rectal atau ruang dingin.

• Memberikan air minum yang cukup,

• ventilasi yang baik

• mengurangi pergerakan hewan.

STRESS

• Stress adalah kondisi sistemik yang berkembang sebagai akibat tekanan yang terlalu lama dari stresor.

• Stressor adalah faktor lingkungan yang mengganggu homeostasis, fisiologis dan behavior menyimpang dari normal.

• Pengukuran yang tersedia untuk mengetahui hewan itu stres atau tidak adalah melalui pengukuran kadar hormon adrenal cortikocortikoid dalam darah.

• Stress dapat mengakibatkan :

– penyakit psikosomatik,

– meningkatkan kepekaan terhadap infeksi,

– menurunkan produksi.

Penyebab StressFaktor pemicu stres:• Transportasi darat dalam jarak yang jauh dan

waktu lama saat kondisi cuaca buruk dan sangat sesak.

• Iklim yang tidak mendukung seperti temperatur yang terlalu panas atau terlalu dingin.

• Kondidi cuaca yang tiba-tiba berubah-ubah seperti angin berembus kencang atau hujan.

• Pergerakan fisik yang berlebih seperti berpacu terlalu lama pada kuda,

• hewan yang berdesak-desakan saat restrain, • hewan ketakutan (terlalu ribut disekitar

kandang).

• Rasa sakit, yang teramat keras

– kolik pada kuda,

– potong tanduk,

– kastrasi.

• Suasana berdesak-desakan saat temperatur dan kelembaban tinggi dengan posisi berdiri terlalu lama, kesulitan bergerak untuk mencari makan dan minum.

• Hal yang sering teramati sebagai akibat berdesak-desakan pada hewan, yaitu perubahan tingkah laku hewan,

sebagai contoh babi pada kandang yang sempit terlihat saling gigit.

Tingkah laku saling gigit ini lebih banyak pada babi jantan dibandingkan betina.

Tingkah laku ini juga ditemukan pada :– Babi dicampur dengan babi dari kandang yang lain, – Tempat pakan yang kurang, – Tempat tidur lembab dan basah, – Kandang tidak nyaman,– Defisiensi nutrisi,

Gejala Klinis

Stress dan transportasi darat.

Pada sapi, hasil pemeriksaan darah

• peningkatan nilai hematokrit,

• konsentrasi katekolamin,

• kortisol,

• total lemak,

• glukosa dan laktosa.

Transporatasi anak sapi umur 4 – 6 bulan yang diangkut 4 jam menunjukan leukositosis dengan neutropilia, penurunan limfosit T, supresi limposit blastogenesis dan peningkatan aktivitas neutropil.

• Stres transportasi meningkatkan kehilangan feses, dan urin.

• Hewan menjadi rentan terhadap infeksi, misal penyakit shiving fever.

• Penurunan produksi susu pada sapi perah.