View
255
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
INVENTARISASI PENYAKIT BAKTERI DAN VIRUS
PADA BENIH IKAN KAKAP PUTIH Lates calcarifer, Bloch 1790
DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT (BBPBL)
LAMPUNG
FITRATUNISA
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Inventarisasi Penyakit
Bakteri dan Virus pada Benih Ikan Kakap Putih Lates calcarifer, Bloch 1790 di
Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Fitratunisa
NIM C14120046
ABSTRAK
FITRATUNISA. Inventarisasi Penyakit Bakteri dan Virus pada Benih Ikan Kakap
Putih Lates calcarifer, Bloch 1790 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung. Dibimbing oleh SRI NURYATI dan SUKENDA.
Ikan kakap putih Lates calcarifer adalah ikan komoditas laut yang bernilai
ekonomis tinggi, namun produksinya masih belum memenuhi target karena
keterbatasan pasokan benih secara kontinu. Faktor pembatas penyediaan benih ini
yaitu jumlah dan mutu benih yang rendah akibat penangkapan di alam yang tidak
dapat diandalkan dan serangan penyakit saat kegiatan budidaya berlangsung.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menginventarisasi penyakit bakterial, viral, dan
parasitik yang menyerang ikan kakap putih stadia benih. Penelitian dilangsungkan di
Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada awal Mei hingga
akhir Juni 2016 dan hasilnya diidentifikasi di Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa benih ikan kakap putih terserang penyakit golongan bakterial
dan viral. Bakteri yang teridentifikasi menyerang benih ikan kakap putih yaitu
Bacillus sp., Pseudomonas sp., Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio alginolyticus.
Sedangkan penyakit viral yang teridentifikasi yaitu Iridovirus.
Kata kunci: bakteri, benih, inventarisasi, penyakit, virus
ABSTRACT
FITRATUNISA. The Inventory of Bacterial and Viral Disease among The Brood
of Seabass Lates calcarifer, Bloch 1790 at Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung Province. Supervised by SRI NURYATI dan SUKENDA.
Lates calcarifer or known as seabass is a marine fish commodity with
high valued economically, but unfortunately the production of this fish has not
met the target yet due to the good quality of broodstock continuously is limited.
The limiting factors of broodstock availability are the quantities and qualities of
the fish broods. The lack of the quantities and qualities of the fish broods
caused by unreliable nature arresting and the diseases attack in their
aquaculture activity. Therefore, the aim of this study was to inventory the
bacterial, viral, and parasitic disease among the fish. The study was held at
Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung Province at the
beginning of May until the end of June this 2016 and the result identified at
Fish Health Laboratorium, Aquaculture Department, Bogor Agricultural
University. The results showed that the fish was attacked by the bacterial and
viral disease. The groups of bacteria that has been identified among the fish
were Bacillus sp., Pseudomonas sp., Vibrio parahaemolyticus, and Vibrio
alginolyticus. While the viral disease that has been identified were Iridovirus.
Key words: bacteria, diseases, fish brood, inventory, viruses
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan
INVENTARISASI PENYAKIT BAKTERI DAN VIRUS
PADA BENIH IKAN KAKAP PUTIH Lates calcarifer, Bloch
1790 DI BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA LAUT
(BBPBL) LAMPUNG
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
FITRATUNISA
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang
berjudul Inventarisasi Penyakit Bakteri dan Virus pada Benih Ikan Kakap Putih
Lates calcarifer, Bloch 1790 di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL)
Lampung. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada
bulan Mei hingga Agustus 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dra. Rini Purnomowati
selaku pembimbing lapangan penulis selama melakukan penelitian di BBPBL
Lampung; Dr. Sri Nuryati, SPi., MSi dan bapak Dr. Ir. Sukenda, MSc selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan arahan
kepada penulis; serta seluruh dosen dan staf Departemen Budidaya Perairan yang
telah banyak membantu selama proses penulisan skripsi hingga selesai.
Terima kasih penulis haturkan kepada Ibunda Rusna Baroroh dan
Ayahanda Jais Bintoro, Eyang Muchsin dan Eyang Masrifah, atas doa, kasih
sayang, nasehat, dan dukungan secara moril dan materil yang tiada henti selama
proses studi. Terima kasih pula kepada Imanuddin Razaq yang senantiasa
menemani dan membantu penulis dalam suka dan duka selama delapan tahun
terakhir.
Terima kasih kepada teman-teman Budidaya Perairan angkatan 49 atas
berbagai dukungan dan kebersamaan selama proses studi; teman-teman
Laboratorium Kesehatan Ikan yang selalu membantu selama proses penelitian
hingga usai.
Semoga karya ilmiah ini senantiasa bermanfaat.
Bogor, Desember 2016
Fitratunisa
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
METODE 2
Waktu dan Tempat 2
Materi Uji 2
Prosedur Penelitian 2
Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Hasil 5
Pembahasan 9
SIMPULAN DAN SARAN 13
Simpulan 13
Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 16
DAFTAR TABEL
1 Gejala klinis benih ikan kakap putih Lates calcarifer yang terinfeksi
penyakit 5
2 Morfologi koloni bakteri benih ikan kakap putih Lates calcarifer 7
3 Karakterisasi dan hasil identifikasi bakteri yang diisolasi dari benih ikan
kakap putih Lates calcarifer 8
DAFTAR GAMBAR
1 Gejala klinis benih ikan kakap putih yang terserang penyakit: (a) warna
tubuh menghitam; (b) warna tubuh memucat; (c) operculum dan sirip
geripis; (d) organ dalam memucat. 6
2 Morfologi koloni bakteri yang diisolasi dari benih ikan kakap putih: (a)
pada media NA; (b) pada media MA; (c) pada media TCBS terdapat
koloni berwarna hijau; dan (d) koloni berwarna kuning. 7
3 Morfologi sel dan sifat gram bakteri: (a) Bacillus sp.; (b) Pseudomonas
sp.; (c) Vibrio parahaemolyticus; dan (d) Vibrio alginolyticus 9
4 Hasil deteksi virus menggunakan PCR konvensional. M= Marka
Fragmen DNA, K(+)= Kontrol positif, K(-)= Kontrol negatif 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi dan pembuatan media nutrient agar (NA) 16
2 Komposisi dan pembuatan media marine agar (MA) 16
3 Komposisi dan pembuatan media thiosulfate citrate bile salts sucrose
(TCBS) agar 16
4 Metode isolasi bakteri 17
5 Metode pemurnian bakteri 17
6 Komposisi dan pembuatan media untuk pewanaan Gram 18
7 Metode pewarnaan Gram 18
8 Uji motilitas dengan metode tetes gantung menggunakan media peptone
water 19
9 Metode uji motilitas dengan metode tetes gantung (hanging drop test) 19
10 Uji presumtif 20
11 Komposisi dan pembuatan media untuk uji biokimia 20
12 Metode uji biokimia 21
13 Hasil uji biokimia bakteri 21
14 Tabel identifikasi bakteri Gram positif 22
15 Tabel identifikasi bakteri Gram negatif 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch 1790) atau seabass atau
barramundi adalah salah satu ikan ekonomis penting di kawasan Asia dan
Australia (Kueh 2012). Ikan kakap putih merupakan salah satu ikan budidaya di
Indonesia yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri
hingga kebutuhan ekspor. Target produksi ikan kakap putih untuk lima tahun ke
depan sebesar 17.31% per tahun atau mencapai 589.800 ton (Pusat Penyuluh
Perikanan 2011).
Ikan kakap putih dapat dibudidayakan di perairan payau maupun perairan
laut. Namun budidaya ikan kakap putih di Indonesia masih mengalami kendala
dalam penyediaan benih secara kontinu. Kendala budidaya ini salah satunya
disebabkan oleh serangan penyakit pada kegiatan budidaya ikan kakap putih
(Jerry 2014). Wabah penyakit pada kegiatan budidaya dipengaruhi oleh interaksi
yang tidak seimbang antara ikan, lingkungan, dan patogen (Austin & Austin
2012). Saat fase benih, ikan kakap mudah stres sehingga pertahanan tubuh ikan
mengalami penurunan. Stres diakibatkan kondisi lingkungan yang memburuk
serta ditunjang oleh keberadaan patogen seperti bakteri, jamur, parasit, dan virus,
sehingga penyakit akan mudah menginfeksi ikan (Affandi & Tang 2002).
Menurut Campbell et al. (1979), penyakit adalah hasil akumulasi dari
fenomena abnormal yang ditunjukkan dengan adanya organisme hidup yang
berasosiasi dengan karakteristik spesifik sehingga menimbulkan kerugian secara
biologis. Selain disebabkan oleh faktor biotik seperti keberadaan patogen,
penyakit juga dapat muncul akibat faktor abiotik, meliputi kelainan genetik,
nutrisi yang tidak seimbang, polusi, dan kondisi lingkungan yang buruk (Kinnie
1980). Penelitian ini mengacu pada keberadaan berbagai patogen yang diduga
menyebabkan munculnya gejala klinis sebagai indikasi ikan terserang penyakit.
Inventarisasi penyakit pada ikan kakap putih dilakukan untuk mengetahui
berbagai patogen yang menyerang ikan kakap putih khususnya saat stadia benih.
Apabila penyakit diketahui dari awal, maka langkah selanjutnya untuk kegiatan
pencegahan, pengendalian, dan penanganan penyakit dapat dilakukan sehingga
salah satu kendala dalam penyediaan benih ikan kakap putih secara kontinu dapat
lebih diperkecil.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi penyakit mikrobial pada
benih ikan kakap putih Lates calcarifer dalam menunjang strategi pengendalian
dan penanganan penyakit infeksius yang merugikan.
2
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dua tahap. Penelitian dilakukan tanggal 9 Mei
hingga 30 Juni 2016 di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan
(Keskanling), Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung (BBPBL Lampung)
dan tanggal 24 Juli hingga 1 September 2016 di Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Materi Uji
Materi uji penelitian berupa benih ikan kakap putih Lates calcarifer yang
diduga terinfeksi virus, bakteri, dan parasit.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Sampel Uji
Pengambilan sampel uji mengacu pada metode SNI (7360:2009). Sampel
ikan kakap yang diambil untuk sampel uji adalah ikan yang memiliki gejala klinis
terinfeksi penyakit, seperti ikan cenderung tidak bergerak aktif, berenang di dekat
permukaan air atau cenderung berdiam diri di dasar, memiliki respons yang
lambat, tidak memiliki nafsu makan, terdapat pendarahan pada dada, perut, dan
pangkal sirip, serta berubahnya warna tubuh. Sampel ikan kakap yang
menunjukkan gejala-gejala tersebut selanjutnya dimasukkan ke kantong plastik,
diberi air dan udara, selanjutnya dibawa ke Laboratorium Kesehatan Ikan dan
Lingkungan, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung untuk
diidentifikasi patogen penyebab penyakitnya.
Preparasi Sampel dan Identifikasi Bakteri
Isolasi Bakteri
Preparasi ini dilakukan dengan menggerus sampel uji menggunakan
mortar dan ditambahkan 5 tetes NaCl 0.85% steril (Cheng & Chen 1998). Setelah
itu, hasil gerusan tersebut dituang ke dalam petri dish steril. Sediaan sampel ini
diinokulasikan pada lempeng nutrient agar (Lampiran 1), marine agar (Lampiran
2), dan thiosulfate citrate bile salts sucrose agar (TCBS) (Lampiran 3) dengan
ose secara aseptis. Lalu, cawan petri tersebut dibungkus dengan kertas dan
diinkubasikan pada suhu 28oC selama 24 jam (Cheng & Chen 1998) (Lampiran 4).
Identifikasi bakteri dilakukan dengan memisahkan koloni bakteri yang tumbuh
berdasarkan bentuk, tepian, warna, elevasi konsistensi, dan ukuran masing-masing
koloni (Austin & Austin 2012). Setiap koloni bakteri yang berbeda dipindahkan
menggunakan jarum ose steril ke media agar yang sama dengan digoreskan secara
aseptis. Lalu, cawan tersebut dibungkus dengan kertas dan diinkubasikan pada
suhu 28o C selama 24 jam (Lampiran 5).
3
Karakterisasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram
Isolat bakteri dari hasil pemurnian diambil dan digores dengan jarum ose
diatas kaca preparat secara aseptis dan ditetesi dengan satu tetes larutan kristal
violet (Lampiran 6a) lalu ditunggu selama satu menit dan dibilas akuades.
Selanjutnya satu tetes larutan kalium iodida (Lampiran 6b) diteteskan dan
ditunggu hingga satu menit, dibilas akuades. Satu tetes larutan alkohol absolut
(Lampiran 6c) diteteskan dan ditunggu selama 30 detik, dibilas kembali dengan
akuades. Terakhir, larutan safranin (Lampiran 6d) sebanyak 1 tetes diteteskan dan
dan dibilas dengan akuades. Setelah selesai, kaca preparat yang berisi bakteri yang
telah diwarnai diamati menggunakan mikroskop (Claus 1992) (Lampiran7).
Uji Tetes Gantung (Hanging Drop Test)
Uji tetes gantung dilakukan untuk mengamati adanya motilitas atau
pergerakan bakteri secara lebih akurat. Uji ini diawali dengan mengkultur biakan
bakteri murni ke dalam peptone water (Lampiran 8) secara aseptis dan diinkubasi
selama ± 24 jam pada suhu 25-30oC. Bakteri yang tumbuh diindikasikan dengan
perubahan warna peptone water yang menjadi keruh (Harrigan 1998).
Kaca preparat dibersihkan dengan kertas tisu, lalu keempat ujungnya diberi
vaselin dengan muka kaca menghadap keatas. Biakan cair bakteri dalam peptone
water diambil dengan jarum ose secara aseptis dan dioleskan perlahan pada
tengah-tengah glass object, lalu dibalik untuk ditutup secara cepat pada kaca
preparat sehingga nampak menggantung (Harrigan 1998). Preparat ini kemudian
diamati motilitasnya menggunakan mikroskop dengan perbesaran yang sesuai
(Lampiran 9).
Uji Presumtif Bakteri
Uji presumtif bakteri dilakukan untuk mengkarakterisasi katalase dan
oksidase bakteri. Uji katalase bakteri dilakukan menggunakan H2O2 3%. Hasil uji
ini berupa timbulnya gelembung/busa bila uji katalase positif dan uji katalase
dinyatakan negatif apabila tidak ditemukan gelembung/busa (Lampiran 10a).
Uji oksidase bakteri dilakukan dengan menggunakan kertas oksidase
(oxsidase strip). Hasil uji berupa perubahan kertas oksidase menjadi warna ungu
kebiruan pada detik ketiga yang menandakan hasil uji oksidase positif sebaliknya
hasil uji oksidase yang negatif tidak menimbulkan warna ungu kebiruan pada
kertas oksidase (Lampiran 10b).
Uji Biokimia Bakteri
Media yang digunakan untuk uji biokimia bakteri meliputi media agar
Sulfida Indol Motility (SIM), Oksidatif/ Fermentatif (O/F), dan gelatin pada
tabung reaksi (Lampiran 11). Media agar SIM yang berwarna bening kekuningan
(Lampiran 11a) pada uji biokimia bakteri digunakan untuk mengetahui
kemampuan motilitas bakteri yang ditunjukkan dengan perubahan warna media
menjadi keruh keabuan apabila motilitas bakteri positif atau bakteri melakukan
pergerakan.
Media agar O/F yang berwarna hijau tua (Lampiran 11b) digunakan untuk
mengetahui kemampuan oksidatif dan fermentatif bakteri. Apabila media berubah
menjadi kuning, bakteri bersifat oksidatif dan jika hanya media tanpa parafin yang
berwarna kuning sedangkan media yang ditutup parafin tidak berubah warna
4
maka bakteri bersifat fermentatif. Hasil negatif ditunjukkan apabila kedua tabung
reaksi tidak berubah warna.
Media gelatin (Lampiran 11c) digunakan untuk mengetahui kemampuan
bakteri dalam menghidrolisis gelatin. Hasil uji dinyatakan positif apabila media
gelatin yang tetap cair atau kental, sedangkan hasil negatif ditandai dengan media
gelatin yang memadat.
Uji biokimia bakteri dilakukan dengan menginokulasikan bakteri target
kedalam masing-masing media pada tabung reaksi secara aseptis (Lampiran 12).
Identifikasi Bakteri Hasil dari uji-uji yang telah dilakukan dikonfirmasi dengan menggunakan
buku pedoman identifikasi Cowan and Steel’s Manual for the Identification of
Medical Bacteria Third Edition (Barrow & Feltham 1993 ). Tabel identifikasi
untuk masing-masing bakteri Gram positif dan negatif digunakan untuk
mengetahui genus bakteri.
Preparasi Sampel dan Identifikasi Virus
Preparasi Virus
Preparasi sampel virus dilakukan dengan memisahkan organ dalam ikan
meliputi otak, limpa, hati, dan ginjal dari semua ikan sampel dipotong dan
dimasukkan ke dalam tube.
Identifikasi Virus Identifikasi virus DNA maupun RNA diawali dengan tahapan ekstraksi
DNA dan RNA. Ekstraksi DNA dilakukan menggunakan DNAeasy kit, yang
diawali dengan penggerusan sampel sebanyak 10-25 mg digerus dalam 180µl
buffer ATL yang ditambahkan 20 µl proteinase K untuk selanjutnya diinkubasi
pada suhu 56oC selama satu jam dengan dihomogenkan setiap 10 menitnya. Lalu,
buffer AL 200 µl ditambahkan ke dalam tube dan dihomogenkan. Ditambahkan
ethanol dengan konsentrasi 96%-100% sebanyak 200µl dan dihomogenkan
kembali. Sampel tersebut lalu dimasukkan ke dalam DNAeasy column+collection
tube dan disentrifus dengan kecepatan 6000 rpm selama satu menit. Spin column
diletakkan pada collection tube baru dan sampel ditambahkan 500 µl buffer AW2
dan disentrifus dengan kecepatan 20000 rpm selama tiga menit. Kemudian spin
column dipindahkan pada tube baru dan ditambahkan 50-200 µl buffer AE, lalu
diinkubasi pada suhu ruang selama satu menit, setelah itu disentrifus dengan
kecepatan 6000 rpm selama satu menit. Hasil ekstraksi berupa produk DNA
dilakukan PCR dan elektroforesis.
Ekstraksi RNA dilakukan menggunakan Silica-Extraction Kit yang
diawali dengan penambahan 1.5 ml 900 µl GT buffer ke dalam tube sampel dan
digerus hingga hancur, lalu disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama tiga
menit. Kemudian, ditambahkan 40 µl silica ke dalam tube baru dan
dihomogenkan sebelum digunakan. Supernatan sampel yang telah disentrifus
dipindahkan ke dalam tube sebanyak 600 µl lalu dihomogenkan hingga homogen
dan selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit.
Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam tube baru. Silica pellet dibilas
dengan 500 GT buffer dan dihomogenkan hingga silica pellet-nya mengendap dan
5
dibuang menggunakan mikropipet sebelum dihomogenkan. Sampel disentrifus
dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 detik, lalu dibilas dengan ethanol 7%.
Sisa-sisa etanol dibuang dan sebanyak 1 ml DEPC ddH2O ditambahkan ke dalam
tube tersebut untuk mengendapkan kembali silica pellet-nya dan dihomogenkan
hingga silica pellet-nya mengendap lalu diinkubasi pada suhu 55oC selama 10
menit untuk selanjutnya dihomogenkan dan disentrifus dengan kecepatan 12000
rpm selama dua menit. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam 1.5 ml
tube baru. Hasil ekstraksi yang berupa produk RNA selanjutnya dilakukan PCR
dan elektroforesis.
Analisis Data
Data penyakit mikrobial yang menyerang benih ikan kakap putih Lates
calcarifer disajikan dengan tabel dan gambar serta dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Gejala Klinis pada Benih Ikan Kakap Putih Lates calcarifer
Benih ikan kakap putih yang digunakan sebagai sampel uji memiliki gejala
klinis terinfeksi penyakit. Gejala klinis yang dialami benih ikan kakap tersebut
tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Gejala klinis benih ikan kakap putih lates calcarifer yang terinfeksi
penyakit
Sampel Jumlah Ukuran Gejala Klinis Pemeriksaan
1 10 ekor 3-4 cm
Warna tubuh menghitam,
berenang di dekat permukaan air,
tidak aktif bergerak, memisah dari
koloninya
Bakteri
2 1 ekor 5-6 cm
Operculum terbuka, sirip ekor
geripis, warna tubuh memucat,
tidak nafsu makan, berenang
dekat permukaan air
Bakteri
3 3 ekor 9 cm
Berpisah dari koloninya, tidak
aktif bergerak, saat dilakukan
nekropsi organ dalamnya (usus,
hati, ginjal) memutih
Bakteri
5 3 ekor 6 cm
Berenang di dekat permukaan air
dan terpisah dari koloninya,
warna tubuh sedikit memucat,
tidak nafsu makan
Virus
6
Sampel benih ikan kakap putih Lates calcarifer yang terinfeksi penyakit,
memiliki gejala klinis yang serupa. Benih ikan kakap putih yang diduga terserang
penyakit memiliki ciri-ciri yang menonjol yaitu adanya perubahan warna tubuh
yang menghitam (Gambar 1a), tidak berenang aktif, dan tidak memiliki nafsu
makan). Benih ikan kakap putih juga mengalami warna tubuh yang memucat
(Gambar 1b), operculum geripis dan sirip geripis (Gambar 1c), serta berenang
berpisah dari koloninya.
Gambar 1 Gejala klinis benih ikan kakap putih yang terserang penyakit: (a)
warna tubuh yang menghitam; (b) warna tubuh yang memucat; (c)
operculum terbuka dan sirip geripis; (d) saat dilakukan pembedahan
organ dalam memucat.
Gejala klinis penyakit muncul setelah terdapatnya kerusakan dan munculnya
kelainan pada tubuh inang. Setelah gejala klinis muncul, isolasi bakteri dapat
dilakukan untuk menguatkan bukti-bukti adanya infeksi (Austin & Austin 2007).
Tahap awal penelitian yang dilakukan adalah pengamatan gejala klinis benih ikan
kakap putih, lalu dilakukan isolasi awal bakteri dari benih ikan kakap putih yang
telah teramati.
Koloni Bakteri pada Media Cawan yang Diisolasi dari Benih Ikan Kakap
Putih Lates calcarifer
Isolasi awal bakteri yang diduga menyerang benih ikan kakap putih
dilakukan pada media NA, MA, dan TCBS . Koloni bakteri akan tumbuh setelah
inkubasi pada suhu 28oC selama 18-24 jam. Hasil pengamatan koloni bakteri
tersebut tercantum pada Tabel 2.
7
Tabel 2 Morfologi koloni bakteri hasil isolasi dari benih ikan kakap putih Lates
calcarifer
Sampel Media Ciri koloni Uji Tetes Gantung
2a(4)
b NA
elevasi tidak rata, bulat, d<0.5,
putih basil, motil
3a(3)
b hati MA elevasi rata, bulat, d≤1, putih basil, motil
1a(4)
b TCBS elevasi rata, bulat, d≤1, hijau coccobasil, motil
1a(3)
b TCBS
elevasi rata, bulat, terdapat inti,
cembung, d≤1, kuning coccobasil, motil
a adalah nomor koloni,
b adalah nomor sampel uji. Contoh: 2
a(4)
b adalah koloni nomor 2 dari
sampel uji nomor 4
Koloni bakteri yang diisolasi dari benih ikan kakap putih Lates calcarifer,
dengan menggunakan media NA, MA, dan TCBS didapatkan morfologi koloni
yang tumbuh berbeda pada setiap media (Gambar 2).
Gambar 2 Morfologi koloni bakteri yang diisolasi dari benih ikan kakap putih:
(a) pada media NA; (b) pada media MA; (c) pada media TCBS
terdapat koloni berwarna hijau; dan (d) koloni berwarna kuning.
8
Karakterisasi Bakteri Hasil Isolasi dari Benih Ikan Kakap Putih Lates
calcarifer
Bakteri hasil isolasi yang telah dikarakterisasi atau diuji melalui uji tetes
gantung (hanging drop test), pewarnaan Gram bakteri, uji presumtif bakteri , dan
uji biokimia (Lampiran 13). Hasil karakterisasi pada Tabel 3 didasarkan pada
tabel identifikasi Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical
Bacteria (Lampiran 14 dan 15) (Barrow & Feltham 1993).
Tabel 2 Karakterisasi dan hasil identifikasi bakteri yang diisolasi dari benih ikan
kakap putih Lates calcarifer
Sam
pel
Uji Tetes
Gantung Uji Presumtif Uji Biokimia
Hasil
Ben
tuk
Moti
lita
s
Gra
m
Kata
lase
Ok
sid
ase
SIM
O/F
Gel
ati
n
2a(4)
b basil motil + + + + O + Bacillus sp.
3a(3)
b
hati basil motil - + + + F + Pseudomonas sp.
1a(4)
b
basil
pendek motil - + + + O + Vibrio parahaemolyticus
1a(3)
b koma motil - + + + O - Vibrio alginolyticus
a adalah nomor koloni,
b adalah nomor sampel uji. Contoh: 2
a(4)
b adalah koloni nomor 2 dari
sampel uji nomor 4
Hasil pengujian terhadap sampel didapatkan bahwa bakteri yang
teridentifikasi adalah Bacillus sp. (Gambar 3a), Pseudomonas sp. (Gambar 3b),
Vibrio parahaemolyticus (Gambar 3c), dan Vibrio alginolyticus (Gambar 3d)
(Lampiran 15 dan 16).
9
Gambar 3 Morfologi sel dan sifat Gram bakteri: (a) Bacillus sp.; (b)
Pseudomonas sp.; (c) Vibrio parahaemolyticus; dan (d) Vibrio
alginolyticus
Hasil Identifikasi Virus Menggunakan PCR
Penyakit akibat Iridovirus ditemukan pada benih ikan kakap putih Lates
calcarifer. Identifikasi dilakukan dengan metode deteksi menggunakan PCR
konvensional. Virus akan terdeteksi pada 570 bp (OIE 2016). Hasil deteksi
tersebut tercantum pada gambar (Gambar 4).
Gambar 4 Hasil deteksi virus menggunakan PCR konvensional. M= Marka
Fragmen DNA, K(+)= Kontrol positif, K(-)= Kontrol negatif
Hasil deteksi penyakit akibat virus pada benih ikan kakap putih Lates
calcarifer terhadap DNA virus sesuai Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat
benih ikan kakap putih yang terinfeksi penyakit Irridovirus. Tanda lingkaran
merah pada gambar menunjukkan munculnya pita yang segaris dengan kontrol
positif (K+) dengan panjang pita 570 bp (OIE 2016). Hasil deteksi terhadap
cDNA virus menunjukkan hasil negatif VNN.
Pembahasan
Campbell et al. (1979) menyatakan bahwa penyakit merupakan hasil
akumulasi dari fenomena-fenomena yang abnormal ditunjukkan dengan adanya
organisme hidup berkarakteristik spesifik, sehingga dapat menimbulkan kerugian
10
secara biologis. Austin & Austin (2007) menyebutkan penyakit adalah suatu
keadaan yang abnormal disebabkan oleh mikroorganisme merugikan.
Mikrooganisme ini muncul akibat interaksi yang tidak seimbang antara
lingkungan, inang, dan patogen. Selain itu, Kinne (1980) mengemukakan bahwa
penyakit juga timbul karena kelainan genetik, nutrisi yang tidak seimbang,
patogen, dan polusi. Penyakit dapat muncul dengan ataupun tidak disertai gejala
klinis.
Penyakit akibat bakteri dapat pula menunjukkan gejala klinis yang disertai
kelainan hingga kerusakan pada tubuh inang. Setelah adanya gejala tersebut,
isolasi bakteri dapat dilakukan untuk menguatkan bukti-bukti penyebab infeksi
(Austin & Austin 2007). Menurut Hidayat et al. (2014) benih ikan kakap putih
yang terinfeksi bakteri menunjukkan perubahan tingkah laku seperti menurunnya
respon ikan terhadap rangsang dan cenderung bergerak lamban, terdapat luka pada
tubuh, serta geripis pada bagian sirip. Gejala perubahan morfologi dilaporkan pula
oleh Sarjito et al. (2007) yaitu berupa perubahan warna akibat infeksi bakteri
sehingga menyebabkan terjadinya infiltrasi sel radang yang meradang pada
lapisan epidermis. Hasil pengamatan gejala klinis saat penelitian berlangsung
didapatkan bahwa benih ikan kakap putih Lates calcarifer mengalami perubahan
warna tubuh yang menghitam (Gambar 1a) dan memucat (Gambar 1b), sirip dan
operculum geripis (Gambar 1c), organ dalam memutih (Gambar 1d), berenang di
dekat saluran air, tidak aktif bergerak, serta tidak memiliki nafsu makan.
Hasil identifikasi bakteri yang ditemukan pada benih ikan kakap putih
yaitu Bacillus sp., Pseudomonas sp., Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio
alginolyticus (Tabel 3). Bakteri Bacillus sp. merupakan bakteri Gram positif yang
berbentuk batang (basil) dengan ukuran panjang dan lebar yaitu 0,3-22×1,27-7 µm
(Gambar 3a), motil (Tabel 3), dan bersifat aerobik (aerobic sporeformers).
Bacillus sp. digolongkan kedalam bakteri heterotrofik (Barrow & Feltham 1993).
Secara alamiah, Bacillus sp. terdapat dimana saja, termasuk yang hidup bebas atau
tergolong bakteri patogen. Bacillus sp. mampu menghasilkan enzim ekstraseluler
seperti protease, amilase, lipase, dan selulase yang membantu pencernaan dalam
tubuh hewan (Scawen & Sharp 1989). Bacillus sp. yang teridentifikasi pada hasil
penelitian ini ditemukan pada sampel benih ikan kakap putih yang organ
dalamnya (usus, hati, dan ginjal) memucat (Gambar 1d). Bacillus sp. yang muncul
sebagai bakteri patogen akan mengakibatkan munculnya beberapa gejala klinis
seperti melemahnya sistem imun, letargi, nekrosis pada hati dan ginjal, lambung
yang membengkak, bacillary necrosis, hingga mengakibatkan kematian setelah
beberapa hari. Timbulnya lesi pada permukaan kulit mengindikasikan adanya
infeksi bakteri lain seperti Aeromonas sp. dan Flexibacter columnare (Ferguson et
al. 2001). Goodwin et al. (1994) mengungkapkan tidak terdapat literatur yang
menyebutkan bahwa Bacillus sp. akan menimbulkan penyakit sistemik pada ikan
laut kecuali Bacillus mycoides yang merupakan agen penyebab dermal ulceration.
Bakteri Pseudomonas sp. yang termasuk kedalam famili
Pseudomonadaceae merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang dengan
ukuran 2-4 µm (Gambar 3b) yang memiliki polar flagella. Pollar flagella ini
memegang peranan penting dalam patogenititas. Bakteri ini bersifat motil (Tabel
3) dan non- spore forming. Pseudomonas sp. termasuk bakteri oportunistik yang
menginfeksi ikan ketika inang mengalami stres akibat penurunan temperatur air
yang mencapai 11-12oC (Wiklund & Bylun 1990), padat tebar yang tinggi,
11
kualitas air yang memburuk, dan asupan nutrisi yang kurang sehingga
mengakibatkan tingginya tingkat mortalitas (Novriadi et al. 2004). Pseudomonas
sp. yang teridentifikasi pada hasil penelitian ini ditemukan pada sampel benih ikan
kakap putih yang mengalami geripis pada sirip ekor dan operculum (Gambar 1c).
Menurut Novriadi et al. (2004), ikan yang terinfeksi Pseudomonas sp. akan
mengalami luka pada permukaan tubuh dan kulitnya, luka dan geripis pada sirip
dan ekor, eksoptalmia, hingga kerusakan pada kornea mata. Pseudomonas sp.
yang ditemukan pada benih ikan kakap yang diteliti mengalami gejala klinis
serupa yaitu adanya geripis pada sirip ekor dan operculum (Gambar 1c).
Bakteri Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio alginolyticus berasal dari
famili Vibrionaceae yang sebagian besar hidup di perairan laut dan payau. Infeksi
penyakit yang diakibatkan oleh Vibrio sp. disebut vibriosis. Bakteri Vibrio sp.
diketahui sebagai bakteri yang bersifat opportunistik, sangat ganas, dan berbahaya
bagi kegiatan budidaya ikan laut dan payau karena bakteri ini dapat bersifat
sebagai patogen primer dan sekunder (Irianto 2005). Gejala klinis awal yang
ditunjukkan pada ikan laut stadia benih yang terinfeksi Vibrio sp. yaitu mengalami
anoreksia, hilang nafsu makan, warna tubuh berubah kehitaman (Gambar 1a),
hilang keseimbangan, perilaku berenang tidak normal (Novriadi et al. 2014). Pada
tingkat akut, sirip punggung dan sirip ekor mengalami geripis (Gambar 1c)
dengan permukaan kulit menghitam seperti terbakar (Schubert 1987) hingga
mengalami kematian empat hari setelah terjadinya infeksi dan mortalitas dapat
mencapai 90% dalam waktu satu minggu. Penularan penyakit akibat Vibrio sp.
dapat melalui air atau kontak langsung antar ikan dan menyebar dengan cepat
pada ikan-ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi (Novriadi et al. 2014).
Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio alginolyticus yang teridentifikasi pada
hasil penelitian ini ditemukan pada semua sampel benih ikan kakap putih, baik
yang mengalami perubahan warna tubuh menjadi kehitaman (Gambar 1a), geripis
pada sirip ekor dan operculum (Gambar 1c), maupun organ dalam yang memucat
(Gambar 1d). Hal ini sesuai dengan gejala ikan yang terserang Vibriosis menurut
Novriadi et al. (2014) dan Schubert (1987). Barrow & Feltham (1993)
menyatakan Vibrio parahaemolyticus merupakan bakteri Gram negatif yang
memiliki sel bengok atau koma yang berukuran 2-3 µm (Gambar 3c), motil (Tabel
3), bersifat fakultatif anaerob, halofilik, dan non-spore forming). Identifikasi awal
Vibrio parahaemolyticus dapat melalui pengamatan koloni hasil isolasi murni
pada media TCBS. Hasil isolasi murni pada penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat koloni bulat rata yang berwarna hijau (sucrose non-fermenting) (Gambar
2c), sehingga ciri ini dapat dikenali sebagai Vibrio parahaemolyticus (Barrow &
Miller 1976). Setelah dilakukan tahapan uji presumtif dan uji biokimia, koloni
bulat rata yang berwarna hijau ini teridentifikasi sebagai Vibrio parahaemolyticus,
sehingga terdapat kesesuaian ciri morfologi bakteri dengan hasil uji lanjutannya.
Vibrio alginolyticus, sebagai hasil isolasi dari benih ikan kakap putih yang
mengalami gejala Vibriosis menurut Novriadi et al. (2014) dan Schubert (1987),
merupakan bagian dari mikrobiota saprofit yang pernah dilaporkan sebagai agen
penyebab penyakit Vibriosis pada ikan kerapu dan kakap merah. Selain itu,
bakteri ini adalah organisme yang berasosiasi dengan famili Vibrionaceae lainnya
yang dapat mengakibatkan tingginya angka mortalitas pada stadia larva dan benih
ikan komoditas laut (Balebona et al. 1998). Vibrio alginolyticus merupakan
bakteri Gram negatif yang berbentuk batang pendek yang berukuran panjang dan
12
lebar yaitu 1-3x0,4-0,6 µm (Gambar 3d), motil (Tabel 3), oksidase positif,
fermentatif, arginine dehydrolase negatif, dan lysine decarboxylase positif
(Barrow & Feltham 1993). Identifikasi awal Vibrio alginolyticus, dapat melalui
pengamatan koloni hasil isolasi murni pada media TCBS. Hasil isolasi murni pada
penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat koloni bulat besar yang
berwarna kuning (sucrose fermenting) (Gambar 2d), sehingga ciri ini dapat
dikenali sebagai Vibrio alginolyticus (Barrow & Miller 1976). Setelah dilakukan
tahapan uji presumtif dan uji biokimia, koloni bulat besar yang berwarna kuning
ini teridentifikasi sebagai Vibrio alginolyticus, sehingga terdapat kesesuaian ciri
morfologi bakteri dengan hasil uji lanjutannya.
Penyakit yang menyerang benih ikan kakap putih Lates calcarifer di
BBPBL Lampung tidak hanya golongan penyakit bakterial, namun juga viral.
Penyakit viral yang teridentifikasi pada benih ikan kakap putih yang berukuran 6
cm (Gambar 1b) yaitu Irridovirus. Organ limpa dan ginjal merupakan organ target
dari virus ini (OIE 2014) . Oleh karena itu, kedua organ ini diekstraksi DNAnya
untuk mendeteksi keberadaan virus DNA. Deteksi terhadap Irridovirus dilakukan
dengan menggunakan primer forward 1-F (5’-CTC-AAA-CAC-TCT-GGC-TCA-
TC-3’) dan primer reverse 1-R (5’-GCA-CCA-ACA-CAT-CTC-CTA-TC-3’)
untuk amplifikasi sekuen DNA sepanjang 570 bp. Kondisi PCR meliputi
denaturation pada suhu 940C selama 30 detik, annealing pada suhu 58
0C, selama
60 detik, extension pada suhu 720C selama 60 detik, dan final extension pada
suhu 720C selama lima menit dengan jumlah siklus sebanyak 30 siklus (OIE
2016). Identifikasi dilakukan dengan mengetahui panjang pita yang terbentuk
pada hasil metode PCR konvensional, bahwa terdapat pita yang muncul dengan
panjang 570 bp (Gambar 4). Hal ini sesuai dengan OIE (2016) yang menyatakan
bahwa panjang pita DNA sebagai hasil positif dari Iridovirus yaitu 570 bp.
Irridovirus masuk kedalam famili Iridoviridae, dapat ditemukan di jaringan
limpa dan jaringan intestinal ikan yang sakit atau sekarat dengan tanda-tanda
penyakit sistemik pada beragam spesies ikan laut (Kurobe et al. 2010). Tingkat
mortalitas ikan yang terinfeksi dapat mencapai 0-100% dalam kurun waktu 24-48
jam setelah munculnya gejala-gejala infeksi (OIE 2016). Kasus infeksi akibat
Iridovirus pertama kali dilaporkan menyebar di lingkungan budidaya wilayah
Asia Tenggara (Leong & Colorni 2002) dan telah menjadi salah satu penyakit
menular dalam daftar OIE tahun 2014 (Novriadi et a.l 2014). Infeksi akibat virus
ini dapat semakin meningkat pada lingkungan yang terkontaminasi dan kualitas
air yang memburuk. Infeksi dapat menyebar dengan cepat apabila sistem imun
inang lemah. Penularan Irridovirus secara vertikal belum pernah dilaporkan
karena umumnya virus ini menyebar akibat introduksi ikan asing yang telah
terinfeksi Irridovirus sebelumnya atau bersifat carier terhadap Iridovirus (Kueh et
al. 2003). Gejala klinis ikan yang terserang Irridovirus yaitu warna tubuh yang
gelap atau pucat (melanosis) (Gambar 1b), letargi, kehilangan nafsu makan,
pembengkakan abdomen, hemoragi pada saluran pencernaan, dan terdapat cairan
keruh dalam rongga perut (OIE 2016). Benih ikan kakap putih berukuran 6 cm
(Gambar 1b) yang terdeteksi Irridovirus tidak menunjukkan gejala yang spesifik,
hanya mengalami perubahan warna kulit (Gambar 1b) dan kehilangan nafsu
makan.
13
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Bakteri yang teridentifikasi pada benih ikan kakap putih Lates calcarifer
adalah bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp., Vibrio parahaemolyticus, dan
Vibrio alginolyticus, Virus yang teridentifikasi pada benih ikan kakap putih Lates
calcarifer adalah Irridovirus.
Saran
Perlu ditentukan agen penyebab penyakit melalui uji Postulat Koch, strategi,
dan langkah pengendalian yang meliputi pencegahan dan pengobatan penyakit
infeksius akibat bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp., Vibrio parahaemolyticus,
dan Vibrio alginolyticus dan akibat virus Irridovirus.
14
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Tang U. 2002. Fisiologi Hewan Air. Riau (ID): University Riau Press.
Austin B, Austin DA. 2007. Bacterial Fish Pathogen: Disease of Farmed and
Wild Fish Fourth Edition. London (UK): Springer Inc.
Balebana MC, Andreu MJ, Bordas MA, Zorilla I, Morinigo MA, Borrego JJ. 1998.
Pathogenicity of Vibrio alginolyticus for cultured gilt-head sea bream
(Sparus aurata L). Applied and Environmental Microbiology. 64: 4269-
4275.
Barrow GI, Miller DC. 1976. Vibrio parahaemolyticus and Seafood in
Microbiology in Agriculture, Fisheries, and Food. Society for Applied
Bacteriology Symposium Series. London (UK): Academic Press.
Barrow GI, Feltham RKA. 1993. Cowan and Steel’s Manual for the Identification
of Medical Bacteria Third Edition. Cambridge (UK): Cambridge University
Press.
Campbell EJM, Scadding JG, Roberts MS. 1979. The concept of disease. British
Medical Journal. 2: 757-762.
Cheng W, Chen J. 1998. Isolation and characterization of an enterococcus-like
bacterium causing muscle necrosis and mortality in Macrobacterium
rosenbergii in Taiwan. Disease of Aquatic Organism. 34: 93-101.
Claus D. 1992. A standardized of gram staining procedure. World Journal of
Microbiology and Biotechnology. 8: 451-452.
Fergusson HW, Turnball JF, Shinn A, Thompson K, Dung TT, dan Crumlish M.
2001. Bacillary necrosis in farmed Pangasius hypopthalmus (sauvage) from
the Mekong Delta, Vietnam. Journal of Fish Disease. 24: 509-513.
Goodwin AE, Roy JS, Grizzte JM, Goldsby MT. 1994. Bacillus mycoides, a
bacterial pathogen of channel catfish. Disease of Aquatic Organism. 18:
173-179.
Harrigan WF. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology Third Edition.
United Kingdom (UK): WBC Book Manufactures.
Hidayat R, Harpeni E, Wirdayanto. 2014. Profil hematologi kakap putih (Lates
calcarifer) yang distimulasi dengan jintan hitam (Nigela sativa) dan
efektivitasnya terhadap infeksi Vibrio alginolyticus. Jurnal Rekayasa dan
Teknologi Budidaya Perairan. 3: 327-334.
Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Jerry DR. 2014. Biology and culture of asian seabass Lates calcarifer. Townsville
(AU): CRC Press.
Kinne O. 1980. Disease of Marine Animals Vol.1: General Aspect, Protozoa, to
Gastropoda. Chichester (UK): John Willey and Sons.
15
Kueh SG, Netto P, Ngoh-Lim GH, Chang SF, Ho LL, Qin QW, Chua FHC, Ng
ML, Fergusson HW. 2012. The pathology of systemic iridoviral disease in
fish. J.Com.Path. 129: 111-119.
Kurobe T, Kwak KT, MacConnell E, McDowell TS, Mardones FO, Hedrick RP.
2010. Development of PCR assays to detect iridovirus infections among
captive and wild populations of Missouri River Sturgeon. Disease of
Aquatic Organism. 93: 31-42.
Kueh SG. 2012. Disease of asian seabass (or barramundi), Lates calcarifer Bloch.
[Thesis]. Perth (AU): Murdoch University.
Leong TS, Colorni A. 2002. Infectious Disease of Warmwater Fish in Marine
Fish and Barackish Water: Disease and Disorder of Finfish in Cage Culture.
UK: CABE Publishing.
Novriadi R, Agustatik S, Hendrianto, Pramuanggit R, Wibowo AH. 2014.
Penyakit Infeksi pada Budidaya Ikan Laut di Indonesia. Balai Perikanan
Budidaya Laut Batam. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
[OIE] Office International des Epizootic. 2016. Red sea bream iridoviral disease
[internet] [diunduh 2016 Sep 1]. Tersedia dari: http://www.oie.int/
Pusat Penyuluh Perikanan. 2011. Pencegahan dan pengobatan penyakit pada
budidaya ikan [internet] [diunduh 2016 Mei 31]. Tersedia dari:
http://pusluh.kkp.go.id/.
Sarjito SB, Prayitno OK, Radjasa, S Hutabarat. 2007. Causative agent vibriosis
pada kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dari Karimun Jawa
patogenisitasnya terhadap ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscogutattus).
Jurnal Ilmu Kelautan. 12: 173-180.
Scawen MD, Sharp RJ. 1989. Bacillus. New York (US): Plenum Press.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2009. Prosedur pengambilan dan pengiriman
contoh ikan untuk pemeriksaan penyakit. Jakarta (ID): BSNI .
Wiklund T, Bylund G. 1990. Pseudomonas anguilliseptica as a pathogen of
salmonid fish in Finland. Disease of Aquatic Organism. 8: 13-19.
16
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi dan Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Media Nutrient Agar (NA) terdiri dari bahan-bahan berikut ini (untuk
pembuatan 100 mL):
1. Agar 15,0 g
2. Gelatin Peptone 5,0 g
3. Beef Extract 3,0 g
Sebanyak 2,3 g bahan ditambahkan dengan NaCl 0,9 g dan dilarutkan
dengan 100 mL akuades. Selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm. Media dituang ke dalam cawan
petri secara steril.
Lampiran 2 Komposisi dan Pembuatan Media Marine Agar (MA)
Media Marine Broth (MB) terdiri dari bahan-bahan berikut ini (untuk
pembuatan 100 mL):
1. Peptone 0,5 g
2. Yeast Extract 0,1 g
3. Ferric Citrate 0,01 g
4. Sodium Chloride 1,94 g
5. Magnesium Chloride 0,59 g
6. Magnesium Sulfate 0,324 g
7. Calcium Chloride 0,18 g
8. Potassium Chloride 0,055 g
9. Sodium Bicarbonate 0,016 g
10. Potassium Bromide 0,008 g
11. Strontium Chloride 0,34 g
12. Boric Acid 0,022 g
13. Sodium Silicate 0,004 g
14. Sodium Fluoride 0,024 g
15. Ammonium Nitrate 0,016 g
16. Disodium Phosphate 0,008 g
Sebanyak 3,74 g bahan ditambahkan dengan 1,7 g bacto agar (karena
bahan merupakan Marine Broth) dan dilarutkan dengan 100 mL akuades.
Selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC
dan tekanan 1 atm. Media dituang ke dalam cawan petri secara steril.
Lampiran 3 Komposisi dan Pembuatan Media Thiosulfate Citrate Bile Salts
Sucrose (TCBS) Agar
Media Pembuatan Thiosulfate Citrate Bile Salts Sucrose (TCBS) Agar
terdiri dari bahan-bahan berikut ini (untuk pembuatan 100 mL): 1. Sacchrose 2 g
17
2. Agar 1,4 g
3. Protease Peptone 1 g
4. Sodium Citrate 1 g
5. Sodium Chloride 1 g
6. Sodium Thiosufate 1 g
7. Oxgall 0,5 g
8. Yeast Extract 0,5 g
9. Sodium Cholate 0,3 g
10. Ferric Citrate 0,1 g
11. Brom Thymol Blue 0,004 g
12. Thymol Blue 0,004 g
Sebanyak 8,9 g bahan dilarutkan dengan 100 mL akuades dan disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm.
Media dituang ke dalam cawan petri secara steril.
Lampiran 4 Metode Isolasi Bakteri
Dibawah ini adalah tahapan isolasi bakteri dari benih ikan kakap yang mengalami gejala klinis sakit dan sekarat:
Lampiran 5 Metode Pemurnian Bakteri
18
Lampiran 6 Komposisi dan Pembuatan Media untuk Pewanaan Gram
Berikut ini adalah larutan yang digunakan untuk pewarnaan Gram bakteri.
Larutan terdiri dari larutan Gram A, B, C, dan D:
a. Larutan Gram A
1. Cristal violet 2 g
2. Etanol 95% 20 mL
3. Amonium oksalat 0,8 g
4. Akuades 80 mL
Cristal violet ditambahkan dengan amonium oksalat, lalu dilarutkan dalam
etanol dan akuades. Keduanya dihomogenkan hingga larut dan dibiarkan selama
satu malam, lalu disaring.
b. Larutan Gram B
1. Kalium Iodida 2 g
2. Iodine 2 g
3. Akuades 300 mL
Kalium iodida dilarutkan dalam akuades, lalu larutan ini ditambahkan
iodine sedikit demi sedikit hingga larut.
c. Larutan Gram C
1. Etanol 95% 950 mL
2. Aseton 95% 50 mL
Etanol dan aseton dicampur secara hati-hati hingga terbentuk campuran
yang homogen.
d. Larutan Gram D
1. Safranin 0,25 g
2. Etanol 95% 10 mL
3. Akuades 90 mL
Safranin tersebut dilarutkan dengan etanol 95%, setelah itu ditambahkan
akuades.
Lampiran 7 Metode Pewarnaan Gram
Dibawah ini merupakan tahapan pewarnaan Gram bakteri:
19
Lampiran 8 Uji Motilitas dengan Metode Tetes Gantung menggunakan Media
Peptone Water
Media Pembuatan Peptone Water terdiri dari bahan-bahan berikut ini
(untuk pembuatan 100 mL):
1. Peptone 1 g
2. Sodium chloride 0,5 g
Sebanyak 1,275 g bahan ditambahkan dengan NaCl 0,75 g dan dilarutkan
dengan 100 mL akuades. Selanjutnya disterilisasi menggunakan autoklaf selama
15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm.
Lampiran 1 Metode Uji Motilitas dengan Metode Tetes Gantung (Hanging Drop
Test)
Berikut ini merupakan metode untuk pengujian motilitas bakteri dengan
metode tetes gantung (hanging drop test):
20
Lampiran 10 Uji Presumtif
a. Uji Katalase
Berikut ini merupakan metode untuk uji katalase bakteri:
b. Uji Oksidase
Berikut ini merupakan metode untuk uji katalase bakteri:
Lampiran 11 Komposisi dan Pembuatan Media untuk Uji Biokimia
a. Uji Motilitas dengan Media Sulfida Indol Motility (SIM)
Media pembuatan Sulfida Indol Motility (SIM) terdiri dari bahan-bahan
berikut ini (untuk pembuatan 100 mL):
1. Tryptone 2 g
2. Ferrous ammonium sulfate 0,02 g
3. Sodium thiosulfat 0,02 g
4. Peptone 0,61 g
5. Bacto agar 0,35 g
Sebanyak 3 g bahan dilarutkan dalam 1 mL air, lalu dipanaskan pada
penangas air hingga homogen. Selanjutnya larutan dituang ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121
oC dan
tekanan 1 atm.
b. Uji Oksidatif/Fermentatif (O/F)
Media Pembuatan Oksidatif/Fermentatif (O/F) terdiri dari bahan-bahan
berikut ini (untuk pembuatan 100 mL):
1. Bacto trypton 0,2 g
2. K2HPO4 0,03 g
3. Natrium klorida 0,5 g
4. Bacto agar 0,2 g
5. Bromtymol blue 0,008 g
21
Sebanyak 0,94 g bahan dilarutkan dalam 1 mL air, lalu ditambahkan 1 g
glukosa. Campuran ini dipanaskan pada penangas air hingga homogen.
Selanjutnya larutan dituang ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi
menggunakan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm.
c. Uji Hidrolisis Gelatin
Media untuk uji hidrolisis gelatin adalah gelatin sebanyak 1,2 g yang
dilarutkan dengan 100 mL akuades, lalu ini dipanaskan pada penangas air hingga
homogen. Larutan dituang ke dalam tabung reaksi dan disterilisasi menggunakan
autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm.
Lampiran 12 Metode Uji Biokimia
Dibawah ini merupakan metode duntuk melakukan uji biokimia bakteri:
Lampiran 13 Hasil Uji Biokimia Bakteri
Berikut ini adalah hasil uji biokimia bakteri Bacillus sp., Pseudomonas sp.,
Vibrio parahaemolyticus, dan Vibrio alginolyticus:
Bacillus sp. Pseudomonas sp.
22
Lampiran 14 Tabel Identifikasi Bakteri Gram Positif
Dibawah ini adalah tabel identifikasi bakteri untuk bakteri Gram positif
yang diacu dari Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical
Bacteria Third Edition (Feltham dan Barrow 2003) :
Vibrio parahaemolyticus Vibrio alginolyticus
23
Lampiran 15 Tabel Identifikasi Bakteri Gram Negatif
Dibawah ini adalah tabel identifikasi bakteri untuk bakteri Gram negatif
yang diacu dari Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical
Bacteria Third Edition (Feltham dan Barrow 2003) :
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang lahir di Magetan, Jawa Timur pada 14 September 1993,
merupakan putri semata wayang dari ayah Jais Bintoro dan ibu Rusna Baroroh.
Penulis tinggal dan dibesarkan disana pula. Selain kedua orang tuanya, penulis
teramat mengagumi dan membanggakan eyang Muchsin dan eyang Masrifah yang
tiada henti turut memotivasi penulis untuk terus belajar dan tidak patah arah.
Penulis memulai petualangan belajarnya dengan menamatkan pendidikan Sekolah
Menengah Pertamanya (SMP) di SMPN 1 Magetan, lalu melanjutkan pendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1 Magetan. Selama masa SMP dan
SMA penulis aktif menjadi debater dan active speaker pada beberapa kesempatan
dan kompetisi. Setamatnya dari SMA, penulis melanjutkan studinya di Institut
Pertanian Bogor dengan program studi Teknologi dan Manajemen Perikanan
Budidaya.
Penulis merupakan penerima beasiswa PPA/BBP tahun 2013-2016.
Selama mengenyam pendidikan tinggi, penulis aktif menjadi asisten praktikum
untuk mata kuliah Dasar- dasar Genetika Ikan (2015-2016), Penyakit Organisme
Akuatik dengan mengemban amanah sebagai koordinator asisten (2015),
Bioteknologi Ikan (2015-2016), dan Manajemen Kesehatan Organisme Akuatik
(2016).
Recommended