View
88
Download
4
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Porselen pertama kali ditemukan oleh Dinasti Tang. Pada tahun 1728,
Fauchard pertama kali menggunakannya dalam praktek kedokteran gigi sebagai
bahan restorasi karena sifatnya yang estetis dan mudah dibersihkan dari plak yang
tertempel. Sejak tahun 1950 sampai sekarang bahan restorasi porselen telah luas
penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi sebagai bahan pengganti
kehilangan gigi maupun sebagai bahan restorasi indirect, baik pada restorasi inlay,
onlay, veneer dan mahkota.
Porselen memiliki sifat biokompatibilitas yang baik namun masalah
terbesar pada penggunaan porselen adalah sifatnya yang mudah fraktur. Beberapa
faktor yang dapat menyebabkan restorasi porselen mengalami kerusakan antara
lain: beban oklusi berat, beban kunyah yang berlebihan, cacat mikro dari material,
desain yang tidak layak, trauma, dan sifat porselen yang brittle. Kerusakan
porselen tersebut tidak mungkin ditambal menggunakan bahan porselen kembali
karena perbaikan dental porselen membutuhkan temperatur yang tinggi, sehingga
tidak dapat dilakukan secara direct. Tapi bila perbaikannya dilakukan secara
indirect, maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada gigi. Sehingga
disarankan perbaikan porselen diperbaiki dengan menggunakan bahan restorasi
lain, disini kami akan membahas porselen yang diperbaiki dengan resin komposit.
Menurut Creugers dkk, untuk memperbaiki restorasi porselen yang pecah
menggunakan Resin Komposit biasanya didasarkan pada uji kekuatan perlekatan
secara invitro, dan salah satunya adalah menggunakan uji kekuatan geser.
Menurut Craig dan Powers5, kekuatan geser adalah suatu tegangan (stress)
maksimum suatu bahan dalam menahan beban gaya geser sebelum mengalami
kegagalan.
1
Kemampuan perlekatan antara porselen dan Resin Komposit menjadi
sangat penting apabila akan dilakukan reparasi pada restorasi porselen. Karena itu
banyak dikembangkan penelitian untuk meningkatkan kekuatan lekat Resin
Komposit dengan Porselen. Kekuatan lekat bahan ditentukan oleh sifat perlekatan
fisik, mekanis, dan kimia dari permukaan bahan tersebut.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
suatu rumusan masalah sebagai berikut :
Apa pengaruh kekasaran permukaan saat preparasi dan proses pengetsaan
terhadap kekuatan geser dental porselen yang diperbaiki dengan resin komposit ?
I.3 Tujuan
Mengetahui pengaruh kekasaran permukaan pada saat preparasi dan proses
pengetsaan terhadap kekuatan geser dental porselen yang diperbaiki dengan resin
komposit.
I.4 Manfaat
Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh kekasaran permukaan
pada saat preparasi dan proses pengetsaan terhadap kekuatan geser dental porselen
yang diperbaiki dengan resin komposit.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Porselen Kedokteran Gigi
Menurut Ascheim dan Dale, bahan porselen memilikki beberapa
keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah estetiknya yang sangat baik,
tahan dalam jangka waktu yang panjang, perlekatan dengan email kuat, dapat
diterima oleh jaringan, dan tidak menyerap air. Kerugian dari bahan porselen
adalah biayanya mahal, mudah pecah, dan sulit diperbaikki. Menurut Creugers
dkk, walaupun kekuatan porselen sudah ditingkatkan beberapa kegagalan seperti
pecahnya porselen masih sering terjadi pada keadaan klinis.
II.1.a Komposisi Porselen
Pada saat pertama kali digunakan porselen kedokteran gigi terdiri dari
campuran kaolin, feldspar, dan quartz. Kaolin adalah hydrated alumino silicate
yang bertindak sebagai pengikat sangat opaque bahkan dalam jumlah yang sangat
kecil. Hal ini yang menyebabkan porselen kurang translusen. Sehingga pada
porselen masa kini kaolin dihilangkan. Quartz bertindak sebagai bahan penguat.
Feldspar menghasilkan fase glassy pada pembakaran, feldspar yang meleleh tadi
membentuk glass matriks.
Tabel 1. Komposisi porselen kedokteran gigi
Typical oxide composition of a dental porcelain
Material Wt%
Silica 63
Alumina 17
Boric Oxide 7
Potash (K2O) 7
Soda (Na2O) 4
3
Other Oxides 2
II.1.b Klasifikasi Porselen Kedokteran Gigi
Tabel 2. Klasifikasi porselen kedokteran gigi5
Berdasarkan temperatur pembuatan
Ultra Low 870 °c
Low 870 – 1065 °c
Medium 1090 – 1260 °c
High Fusing 1315 – 1370 °c
Macam-macam porselen kedokteran gigi seperti yang tertulis dalam tabel 2
memilikki perberdaan temperatur pembakaran juga memilikki kegunaan yang
berbeda pula. Jenis medium dan high fusing digunakan untuk membuat elemen
gigi tiruan. Sedangkan jenis low dan ultra low fusing digunakan untuk pembuatan
mahkota dan jemnbatan. Beberapa porselen ultra-low fusing digunakan untuk
logam campur titanium karena koefisien kontraksinya rendah, sangat mirip
dengan koefisien logan dan karena temperatur pembakaran rendah mengurangi
terbentuknya oksida logam.
II.2 Resin Komposit
Resin komposit iaah bahan tambal yang digunakan untuk menggantikan
struktur gigi yang hiang dan memodifikasi warna dan kontur gigi sehingga
meningkatkan estetika wajah.
Istilah bahan komposit itu sendiri dapat didefinisikan sebagai gabungan
dua atau lebih bahan yang berbeda dengan sifat yang lebih unggul atau lebih baik
dari bahan itu sendiri.
II.2.a Komposisi Resin Komposit
Matrik Resin
4
Kebanyakkan bahan komposit kedokteran gigi mnenggunakan monomer
diakrilat aromatik atau alipatik.Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA merupakan
dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi.
Selain monomer, bahan tambahan lain ditambahkan dalam matriks resin
termasuk sistem aktivator-inisiator, penghambat, penyerap sinar UV, pigmen, dan
pembuat opak.
Partikel Bahan Pengisi
Partikel bahan pengisi berfungsi meningkatkan sifat matriks bila partikel
pengisi berikatan baik dengan matriks. Karena, jika tidak bahan pengisi justru
akan melemahkan bahan.
Partikel pengisi umumnya dihasilkan dari pengolahan quartz atau kaca. Quartz
sebagai bahan pengisi memilikki keunggulan sebagai bahan kimia yang inert tapi
juga sangat keras, sehingga sulit untuk dipoles. Radiopak bahan pengisi dihasilkan
oleh sejumlah partikel kaca dan partikel porselen yang mengandung logam berat
seperti Barium, Strontium, dan Zirconium.
Bahan Coupling
Bahan ini berfungsi untuk mengikat matriks resin dan partikel bahan pengisi.
Hal ini memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan
ke partikel pengisi yang lebih kaku. Aplikasi bahan coupling yang tepat akan
meningkatkan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik
dengan mencegah air menembus bagian permukaan bahan pengisi dan resin.
Meskipun titanan dan zirkonat dapat dipakai sebagai bahan coupling,
organosilan seperti (γ-metakriloksipropitrimetoksi silane) lebih sering digunakan.
Silane mengandung gugus silanol yang dapat berikatan dengan silanol pada
permukaan bahan pengisi melalui pembentukan ikatan siloxane (Si-O-Si). Gugus
metakrilat dari gabungan organosilan membentuk ikatan kovalen dengan resin bila
terpolimerisasi jadi menyempurnakan proses coupling. Peran coupling yang tepat
5
dengan bantuan organosilan sangat penting terhadap penampilan klinis komposit
berbahan resin.
II.2.b Klasifikasi Resin Komposit
Berdasarkan proses polimerisasi :
Dengan activator bahan kimia
Dengan bantuan sinar tampak
Tabel 3. Klasifikasi resin komposit6
Klasifikasi Komposit Berbasis Resin
Kategori Rata-rata Ukuran Partikel (µm)
Komposit Konvensional 8 - 12
Komposit berbahan pengisi partikel
kecil
1 – 5
Komposit berbahan pengisi partikel
mikro
0.04 – 0.4
Komposit hibrid 0.6 – 1.0
Klasifikasi bahan tambal resin komposit berdasarkan rerata ukuran partikel
dari bahan pengisinya (Tabel 3). Ukuran partikel tersebut akan mempengaruhi
sifat dari resin komposit itu sendiri. Resin komposit konvensional akan
mengurangi pengerutan selama polimerisasi dan koefisien ekspansi termal
karena ukuran partikel yang besar. Namun ukuran partikel itu juga yang
menyebabkan permukaan komposit jenis ini kasar sehingga lebih mudah aus
akibat tekanan oklusal.
Sedangkan resin berbahan pengisi mikro digunakan untuk mengatasi
permasalah dari resin konvensional dengan cara menggunakan partikel silika
koloidal berukuran kecil. Namun jumlah resin yang lebih banyak daripada
bahan pengisi mengakibatkan penyerapan air yang lebih tinggi, koefisien
6
ekspansi termal yang lebih tinggi, dan penurunan modulus elastisitas sehingga
tidak cocok digunakan untuk permukaan yang harus menahan beban berat.
Komposit berbahan pengisi kecil dikembangkan untuk memperoleh
kehalusan permukaan dari komposit berbahan pengisi mikro dan kekuatan
komposit konvensional. Untuk itu, partikel bahan pengisi ditumbuk menjadi
ukuran yang lebih kecil tapi penyebaran partikelnya merata sehingga
memungkinkan tingginya muatan bahan pengisi.
Selanjutnya komposi hibrid dikembangkan untuk memperoleh kehalusan
yang lebih baik daripada komposit berbahan pengisi kecil. Komposit ini
memilikki kehalusan yang cukup baik namun tidak dalam hal kekuatan jadi
lebih banyak digunakan untuk restorasi anterior.
II.3 Pengetsaan
Dalam bidang kedokteran gigi salah satu upaya untuk meningkatkan
perlekatan resin ke jaringan gigi adalah penggunaan teknik etsa asam dan bahan
bonding adhesive. Proses etsa asam pada permukaan enamel akan menghasilkan
kekasaran mikroskopik pada permukaan email yang dinamakan enamel tags atau
micropore sehingga diperoleh ikatan fisik antara resin komposit dan email yang
membentuk retensi mikromekanis .Pada tahun 1980 Fusuyama mempelopori etsa
dentin untuk mendapatkan ikatan secara adhesifantara dentin dan resin komposit
dan untuk melarutkan smear layer. Smear layer dihilangkan melalui pengetsaan
dengan asam phospor 37% selama 15 detik yang menyebabkan terbukanya
tubulus dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin
mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga terbentuk
hybrid layer.
7
Gambar 1: Mekanisme perlekatan total-etch system. A. Aplikasi etsa asam akan
menghilangkan seluruh smear layer dan membuka tubulus dentin. B. Aplikasi
bahan primer(merah). C. Aplikasi bahan adhesif (hijau) akan berdifusi dalam
bahan primer dan masuk ke dalam tubulus dentin dan membentuk resin tag.
II.3.a Etsa Asam pada Porselen
Etsa asam yang digunakan pada porselen adalah Asam Hidrofluorik. Asam
hidrofluorik adalah larutan korosif yang terdiri dari hydrogen fluoride dalam air.
Asam hidrofluorik diketahui dapat melarutkan glass porselen dengan bereaksi
dengan SiO2, yang merupakan komponen utama dari glass porselen. Pada
porselen yang mengandung glass/silica terjadi reaksi antara asam hidrofluorik
dengan glass/silica.
Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
SiO2(s) + 6HF(aq) → H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)
Hasil reaksinya ( H2[SiF6](aq) ) melarut sehingga menghasilkan
permukaan porselen yang mikroporus.7 Gonzaga melakukan etsa dengan asam
hidrofluorik 10% selama satu menit dan mendapatkan diameter pori pada
permukaan porselen hingga mencapai 50mm.8 Mikroporositas permukaan
8
porselen ini diperkirakan dapat membentuk micro-mechanical interlocking antara
porselen dan resin komposit.9
Gambar 2 Evaluasi SEM porselen sebelum dan sesudah etsa asam hidrofluorik
selama satu menit (ultradent product description).
9
Bab III
PEMBAHASAN
Memperbaki bagian porselen yang pecah dengan bahan porselen yang
baru tidak bisa dilakukan didalam rongga mulut, karena tidak mungkin
memanaskan porselen langsung di dalam rongga mulut. Cara yang
memungkinkan dapat dilakukan dalam rongga mulut untuk memperbaiki
restorasi porselen yang pecah adalah dengan menggunakan resin komposit.
Memperbaiki porselen yang fraktur dengan resin komposit membutuhkan
perlekatan yang kuat antara porselen dengan resin komposit. Perlekatan itu akan
mempengaruhi kekuatan geser antara permukaan porselen dan resin komposit
tersebut. Menurut Craig dan Powers5, kekuatan geser adalah suatu tegangan
(stress) maksimum suatu bahan dalam menahan beban gaya geser sebelum
mengalami kegagalan1.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan geser tersebut antara
lain kekasaran permukaan saat preparasi dan proses pengetsaan.
III.1 Kekasaran Permukaan
Saat preparasi bagian porselen yang rusak akibat fraktur resin komposit
membutuhkan permukaan yang kasar pada porselen karena permukaan yang kasar
dapat mencegah lepasnya resin komposit dari porselen. Dengan permukaan yang
kasar kekuatan adhesive antara resin komposit dan porselen meningkat karena
terbentuknya mikroretensi. Untuk membentuk permukaan porselen yang kasar,
teknik yang paling umum digunakan adalah teknik sandblasting dengan
menggunakan serbuk alumunium oxide (Al2O3).
Menurut Kussano dkk3, teknik sandblasting dengan 50-µm Alumunium
Oxide, merupakan metode yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
penggunaan bur dalam preparasi permukaan porselen. Pada saat preparasi serbuk
10
alumunium oxide (Al2O3) diaplikasikan sehingga serbuk tersebut mengkasarkan
permukaan porselen yang telah dipreparasi.
Menurut Al-Khalidi 4, terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal
kekuatan geser antara porselen yang diaplikasikan dengan Al2O3 sebelum
direstorasi dengan resin komposit, dan porselen yang tidak diaplikasikan dengan
Al2O3 sebelum direstorasi. Hal ini menunjukkan Al2O3 meningkatkan area
permukaan sehingga meningkatkan energi permukaan dan bonding.
Menurut Kussano dkk 3, timbulnya kekasaran permukaan seperti groove
atau undercuts pada permukaan porselen akan meningkatkan kemampuan bonding
resin komposit.
III.2 Pengetsaan
Perlekatan antara porselen dengan resin komposit dapat diperoleh secara mekanis
dan secara kimiawi.
Perlekatan porselen dengan resin komposit secara mekanis didapatkan
dengan pengetsaan asam. Menurut Kussano dkk3, prosedur etsa asam digunakan
untuk memudahkan perlekatan antara porselen dengan resin kompositdengan
terbentuknya mikroporusitas pada permukaan porselen. Mikroporusitas yang
terbentuk pada permukaan porselen merupakan tempat penetrasi resin, yang
selanjutnya akan berpolimerisasi membentuk resin tags untuk ikatan mekanis1.
Perlekatan porselen dengan resin komposit secara kimiawi didapatkan
dengan penggunaan bahan silane. Bahan Silane merupakan kombinasi material
organik dan inorganik yang berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan
terjadinya perlekatan secara kimiawi pada silika porselen, dan matriks resin
komposit (coupling agent)2. Kombinasi pengetsaan dan pemakaian bahan bonding
yang mengandung silane diperlukan untuk meningkatkan perlekatan antara
porselen dengan resin komposit1.
Bahan etsa yang umum digunakan untuk memperbaiki restorasi porselen
yang fraktur menggunakan resin komposit antara lain:
11
a. Asam Hidrofluorida
Reaksi antara asam hidrofluorida dengan porselen adalah:
SiO2(s) + 6HF(aq) H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)
Reaksi ini menunjukkan H2[SiF6](aq), yaitu hasil terlarutnya permukaan
porselen, sehingga menghasilkan mikroporus pada permukaan porselen2.
Penelitian terhadap kekuatan geser perlekatan porselen dengan resin komposit
menggunakan bahan etsa asam hidrofluorida pernah dilakukan antara lain:
Al-Khalidi dkk4, menunjukkan penggunaan asam hidrofluorida 9% selama
60 detik menghasilkan kekuatan geser 12,04 MPa.
Ismiyatin2, menunjukkan bahwa penggunaan Al2O3 yang disertai
pengetsaan menggunakan asam hidrofluorida selama 60 detik lalu
pengaplikasian bahan bonding yang mengandung silane menghasilkan
kekuatan geser 24,28 Mpa.
Chen dkk1, menunjukkan bahwa penggunaan asam hidrofluorida 2,5%
selama 60 detik disertai dengan aplikasi bahan bonding yang mengandung
silane menghasilkan kekuatan geser 36,4 Mpa. Penggunaan asam
hidrofluorida 2,5% selama 60 detik disertai dengan aplikasi bahan bonding
yang mengandung silane menghasilkan kekuatan geser 36,4 MPa.
b. Asam Fosfat
Penelitian kekuatan geser perlekatan porselen dengan resin komposit
menggunakan asam fosfat pernah dilakukan antara lain :
Kussano dkk3, menunjukkan bahwa penggunaan asam fosfat 35% selama 60
detik disertai dengan aplikasi bahan bonding yang mengandung silane
menghasilkan kekuatan geser 11,76 MPa.
Kamada dkk, menunjukkan bahwa pengetsaan permukaan porselen
menggunakan asam fosfat 37% selama 60 detik disertai dengan aplikasi bahan
bonding yang mengandung silane menghasilkan kekuatan geser 46,1 MPa.
12
Menurut Thurmond, besarnya kekuatan geser minimum yang dibutuhkan
untuk perbaikan porselen menggunakan resin komposit sesuai kebutuhan di klinik
adalah ±13 MPa.
13
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para pakar, hasil yang
dapat disimpulkan antara lain :
1. Porselen kedokteran gigi memiliki banyak keuntungan misalnya sifatnya yang
sewarna gigi serta memiliki biokompatibilitas yang baik. Tetapi juga mempunyai
kekurangan yaitu sifatnya yang brittle dan mudah fraktur.
2. Fraktur yang terjadi pada porselen kedokteran gigi dapat diperbaiki dengan
menggunakan restorasi resin komposit.
3. Memperbaiki porselen yang fraktur dengan resin komposit membutuhkan
perlekatan yang kuat antara porselen dengan resin komposit. Perlekatan itu akan
mempengaruhi kekuatan geser antara permukaan porselen dan resin komposit
tersebut. Kekuatan geser adalah suatu tegangan (stress) maksimum suatu bahan
dalam menahan beban gaya geser sebelum mengalami kegagalan.
5. Aplikasi bahan Alumunium Oxide (Al2O3) dengan teknik sandblasting sangat
umum digunakan untuk menambah kekasaran permukaan pada porselen sehingga
memperbaiki ikatan dan kekuatan geser antara porselen dan resin komposit.
6. Pengetsaan menggunakan asam fosfat 37% selama 60 detik menunjukkan hasil
yang paling baik jika dibandingkan pengetsaan dengan asam lain maupun dengan
konsentrasi lain.
7. Aplikasi menggunakan bahan lain, misalnya bahan bonding yang mengandung
silane dapat mempengaruhi kekuatan geser perlekatan antara porselen dan resin
komposit.
14
IV.2 Saran
a. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh kekasaran permukaan
serta pengetsaan terhadap kekuatan geser perlekatan porselen kedokteran gigi
yang diperbaiki dengan resin komposit.
b. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dalam membandingkan bahan apa saja yang
dapat memperbaiki kekuatan geser perlekatan porselen kedokteran gigi yang
diperbaiki dengan resin komposit.
15
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Sumono, Widowati Siswomihardjo, dan Ika Dewi Ana, 2006,
Pengaruh Lama Pengetsaan Menggunakan Asam Fosfat 37% terhadap
Kekuatan Geser Perlekatan Porselen dengan Resin Komposit Sinar
Tampak, Sains Kesehatan, 19(2): 221-233.
2. Kun Ismiyatin, 2009, Shear Bond Strength between Porcelain and Nano
Filler Composite Resin with or without 9% Hydrofluoric Acid Etching,
Dental Journal Majalah Kedokteran Gigi, Vol. 42 No 2: 86-89.
3. Claudia Minami Kussano, Gerson Bonfantem, Jose Gilmar Batista, Joao
Henrique Nogueira Pinto, 2003, Evaluation of Shear Bond Strength of
Composite to Porcelain According to Surface Treatment, Braz Dent J,
14(2): 132-135.
4. Al-Khalidi EF, 2007, Evaluation of Shear Bond Strength of Ceramic
Repair with Resin Composite, Al-Rafidain Dent J, Vol. 7, Sp Iss: 119-123.
5. Craig, R. G., & Powers, J, M., 2002, Restorative Dental Materials, 11th
Ed., Mosby Inc., St. Louis, 552-553
6. Kenneth J. Anusavice, 2004, Buku Ajar Imu Bahan Kedokteran Gigi, Ed.
10, EGC, Jakarta, 227-243; 497-498.
7. Nelson E, and Barghi. Effect of APF etching time on resin bonded
porcelain. J.dent res.1989; 68: 271.
8. Gonzaga. C. C. Microstructure of Denta Porcelain. IADR tech program,
San Diego. 2002. Available from : URL :
http//iadr.confex.com/iadr/2002sandiego/techprogram/abstract.9029
9. Jordan, Ronald E..Esthetic composite bonding : techniques and materials.
2nd ed.St. Louis: Mosby Co. 1993; p.318-338
16
Recommended