23
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Porselen pertama kali ditemukan oleh Dinasti Tang. Pada tahun 1728, Fauchard pertama kali menggunakannya dalam praktek kedokteran gigi sebagai bahan restorasi karena sifatnya yang estetis dan mudah dibersihkan dari plak yang tertempel. Sejak tahun 1950 sampai sekarang bahan restorasi porselen telah luas penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi sebagai bahan pengganti kehilangan gigi maupun sebagai bahan restorasi indirect, baik pada restorasi inlay, onlay, veneer dan mahkota. Porselen memiliki sifat biokompatibilitas yang baik namun masalah terbesar pada penggunaan porselen adalah sifatnya yang mudah fraktur. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan restorasi porselen mengalami kerusakan antara lain: beban oklusi berat, beban kunyah yang berlebihan, cacat mikro dari material, desain yang tidak layak, trauma, dan sifat porselen yang brittle. Kerusakan porselen tersebut tidak mungkin ditambal menggunakan bahan porselen kembali karena perbaikan dental porselen membutuhkan temperatur yang tinggi, sehingga tidak dapat dilakukan secara direct. Tapi bila 1

itmkg 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: itmkg 3

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Porselen pertama kali ditemukan oleh Dinasti Tang. Pada tahun 1728,

Fauchard pertama kali menggunakannya dalam praktek kedokteran gigi sebagai

bahan restorasi karena sifatnya yang estetis dan mudah dibersihkan dari plak yang

tertempel. Sejak tahun 1950 sampai sekarang bahan restorasi porselen telah luas

penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi sebagai bahan pengganti

kehilangan gigi maupun sebagai bahan restorasi indirect, baik pada restorasi inlay,

onlay, veneer dan mahkota.

Porselen memiliki sifat biokompatibilitas yang baik namun masalah

terbesar pada penggunaan porselen adalah sifatnya yang mudah fraktur. Beberapa

faktor yang dapat menyebabkan restorasi porselen mengalami kerusakan antara

lain: beban oklusi berat, beban kunyah yang berlebihan, cacat mikro dari material,

desain yang tidak layak, trauma, dan sifat porselen yang brittle. Kerusakan

porselen tersebut tidak mungkin ditambal menggunakan bahan porselen kembali

karena perbaikan dental porselen membutuhkan temperatur yang tinggi, sehingga

tidak dapat dilakukan secara direct. Tapi bila perbaikannya dilakukan secara

indirect, maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar pada gigi. Sehingga

disarankan perbaikan porselen diperbaiki dengan menggunakan bahan restorasi

lain, disini kami akan membahas porselen yang diperbaiki dengan resin komposit.

Menurut Creugers dkk, untuk memperbaiki restorasi porselen yang pecah

menggunakan Resin Komposit biasanya didasarkan pada uji kekuatan perlekatan

secara invitro, dan salah satunya adalah menggunakan uji kekuatan geser.

Menurut Craig dan Powers5, kekuatan geser adalah suatu tegangan (stress)

maksimum suatu bahan dalam menahan beban gaya geser sebelum mengalami

kegagalan.

1

Page 2: itmkg 3

Kemampuan perlekatan antara porselen dan Resin Komposit menjadi

sangat penting apabila akan dilakukan reparasi pada restorasi porselen. Karena itu

banyak dikembangkan penelitian untuk meningkatkan kekuatan lekat Resin

Komposit dengan Porselen. Kekuatan lekat bahan ditentukan oleh sifat perlekatan

fisik, mekanis, dan kimia dari permukaan bahan tersebut.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan

suatu rumusan masalah sebagai berikut :

Apa pengaruh kekasaran permukaan saat preparasi dan proses pengetsaan

terhadap kekuatan geser dental porselen yang diperbaiki dengan resin komposit ?

I.3 Tujuan

Mengetahui pengaruh kekasaran permukaan pada saat preparasi dan proses

pengetsaan terhadap kekuatan geser dental porselen yang diperbaiki dengan resin

komposit.

I.4 Manfaat

Memberikan informasi ilmiah mengenai pengaruh kekasaran permukaan

pada saat preparasi dan proses pengetsaan terhadap kekuatan geser dental porselen

yang diperbaiki dengan resin komposit.

2

Page 3: itmkg 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Porselen Kedokteran Gigi

Menurut Ascheim dan Dale, bahan porselen memilikki beberapa

keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah estetiknya yang sangat baik,

tahan dalam jangka waktu yang panjang, perlekatan dengan email kuat, dapat

diterima oleh jaringan, dan tidak menyerap air. Kerugian dari bahan porselen

adalah biayanya mahal, mudah pecah, dan sulit diperbaikki. Menurut Creugers

dkk, walaupun kekuatan porselen sudah ditingkatkan beberapa kegagalan seperti

pecahnya porselen masih sering terjadi pada keadaan klinis.

II.1.a Komposisi Porselen

Pada saat pertama kali digunakan porselen kedokteran gigi terdiri dari

campuran kaolin, feldspar, dan quartz. Kaolin adalah hydrated alumino silicate

yang bertindak sebagai pengikat sangat opaque bahkan dalam jumlah yang sangat

kecil. Hal ini yang menyebabkan porselen kurang translusen. Sehingga pada

porselen masa kini kaolin dihilangkan. Quartz bertindak sebagai bahan penguat.

Feldspar menghasilkan fase glassy pada pembakaran, feldspar yang meleleh tadi

membentuk glass matriks.

Tabel 1. Komposisi porselen kedokteran gigi

Typical oxide composition of a dental porcelain

Material Wt%

Silica 63

Alumina 17

Boric Oxide 7

Potash (K2O) 7

Soda (Na2O) 4

3

Page 4: itmkg 3

Other Oxides 2

II.1.b Klasifikasi Porselen Kedokteran Gigi

Tabel 2. Klasifikasi porselen kedokteran gigi5

Berdasarkan temperatur pembuatan

Ultra Low 870 °c

Low 870 – 1065 °c

Medium 1090 – 1260 °c

High Fusing 1315 – 1370 °c

Macam-macam porselen kedokteran gigi seperti yang tertulis dalam tabel 2

memilikki perberdaan temperatur pembakaran juga memilikki kegunaan yang

berbeda pula. Jenis medium dan high fusing digunakan untuk membuat elemen

gigi tiruan. Sedangkan jenis low dan ultra low fusing digunakan untuk pembuatan

mahkota dan jemnbatan. Beberapa porselen ultra-low fusing digunakan untuk

logam campur titanium karena koefisien kontraksinya rendah, sangat mirip

dengan koefisien logan dan karena temperatur pembakaran rendah mengurangi

terbentuknya oksida logam.

II.2 Resin Komposit

Resin komposit iaah bahan tambal yang digunakan untuk menggantikan

struktur gigi yang hiang dan memodifikasi warna dan kontur gigi sehingga

meningkatkan estetika wajah.

Istilah bahan komposit itu sendiri dapat didefinisikan sebagai gabungan

dua atau lebih bahan yang berbeda dengan sifat yang lebih unggul atau lebih baik

dari bahan itu sendiri.

II.2.a Komposisi Resin Komposit

Matrik Resin

4

Page 5: itmkg 3

Kebanyakkan bahan komposit kedokteran gigi mnenggunakan monomer

diakrilat aromatik atau alipatik.Bis-GMA, UEDMA, dan TEGDMA merupakan

dimetakrilat yang umum digunakan dalam komposit gigi.

Selain monomer, bahan tambahan lain ditambahkan dalam matriks resin

termasuk sistem aktivator-inisiator, penghambat, penyerap sinar UV, pigmen, dan

pembuat opak.

Partikel Bahan Pengisi

Partikel bahan pengisi berfungsi meningkatkan sifat matriks bila partikel

pengisi berikatan baik dengan matriks. Karena, jika tidak bahan pengisi justru

akan melemahkan bahan.

Partikel pengisi umumnya dihasilkan dari pengolahan quartz atau kaca. Quartz

sebagai bahan pengisi memilikki keunggulan sebagai bahan kimia yang inert tapi

juga sangat keras, sehingga sulit untuk dipoles. Radiopak bahan pengisi dihasilkan

oleh sejumlah partikel kaca dan partikel porselen yang mengandung logam berat

seperti Barium, Strontium, dan Zirconium.

Bahan Coupling

Bahan ini berfungsi untuk mengikat matriks resin dan partikel bahan pengisi.

Hal ini memungkinkan matriks polimer lebih fleksibel dalam meneruskan tekanan

ke partikel pengisi yang lebih kaku. Aplikasi bahan coupling yang tepat akan

meningkatkan sifat mekanis dan fisik serta memberikan kestabilan hidrolitik

dengan mencegah air menembus bagian permukaan bahan pengisi dan resin.

Meskipun titanan dan zirkonat dapat dipakai sebagai bahan coupling,

organosilan seperti (γ-metakriloksipropitrimetoksi silane) lebih sering digunakan.

Silane mengandung gugus silanol yang dapat berikatan dengan silanol pada

permukaan bahan pengisi melalui pembentukan ikatan siloxane (Si-O-Si). Gugus

metakrilat dari gabungan organosilan membentuk ikatan kovalen dengan resin bila

terpolimerisasi jadi menyempurnakan proses coupling. Peran coupling yang tepat

5

Page 6: itmkg 3

dengan bantuan organosilan sangat penting terhadap penampilan klinis komposit

berbahan resin.

II.2.b Klasifikasi Resin Komposit

Berdasarkan proses polimerisasi :

Dengan activator bahan kimia

Dengan bantuan sinar tampak

Tabel 3. Klasifikasi resin komposit6

Klasifikasi Komposit Berbasis Resin

Kategori Rata-rata Ukuran Partikel (µm)

Komposit Konvensional 8 - 12

Komposit berbahan pengisi partikel

kecil

1 – 5

Komposit berbahan pengisi partikel

mikro

0.04 – 0.4

Komposit hibrid 0.6 – 1.0

Klasifikasi bahan tambal resin komposit berdasarkan rerata ukuran partikel

dari bahan pengisinya (Tabel 3). Ukuran partikel tersebut akan mempengaruhi

sifat dari resin komposit itu sendiri. Resin komposit konvensional akan

mengurangi pengerutan selama polimerisasi dan koefisien ekspansi termal

karena ukuran partikel yang besar. Namun ukuran partikel itu juga yang

menyebabkan permukaan komposit jenis ini kasar sehingga lebih mudah aus

akibat tekanan oklusal.

Sedangkan resin berbahan pengisi mikro digunakan untuk mengatasi

permasalah dari resin konvensional dengan cara menggunakan partikel silika

koloidal berukuran kecil. Namun jumlah resin yang lebih banyak daripada

bahan pengisi mengakibatkan penyerapan air yang lebih tinggi, koefisien

6

Page 7: itmkg 3

ekspansi termal yang lebih tinggi, dan penurunan modulus elastisitas sehingga

tidak cocok digunakan untuk permukaan yang harus menahan beban berat.

Komposit berbahan pengisi kecil dikembangkan untuk memperoleh

kehalusan permukaan dari komposit berbahan pengisi mikro dan kekuatan

komposit konvensional. Untuk itu, partikel bahan pengisi ditumbuk menjadi

ukuran yang lebih kecil tapi penyebaran partikelnya merata sehingga

memungkinkan tingginya muatan bahan pengisi.

Selanjutnya komposi hibrid dikembangkan untuk memperoleh kehalusan

yang lebih baik daripada komposit berbahan pengisi kecil. Komposit ini

memilikki kehalusan yang cukup baik namun tidak dalam hal kekuatan jadi

lebih banyak digunakan untuk restorasi anterior.

II.3 Pengetsaan

Dalam bidang kedokteran gigi salah satu upaya untuk meningkatkan

perlekatan resin ke jaringan gigi adalah penggunaan teknik etsa asam dan bahan

bonding adhesive. Proses etsa asam pada permukaan enamel akan menghasilkan

kekasaran mikroskopik pada permukaan email yang dinamakan enamel tags atau

micropore sehingga diperoleh ikatan fisik antara resin komposit dan email yang

membentuk retensi mikromekanis .Pada tahun 1980 Fusuyama mempelopori etsa

dentin untuk mendapatkan ikatan secara adhesifantara dentin dan resin komposit

dan untuk melarutkan smear layer. Smear layer dihilangkan melalui pengetsaan

dengan asam phospor 37% selama 15 detik yang menyebabkan terbukanya

tubulus dentin. Pengetsaan terhadap intertubular dan peritubular dentin

mengakibatkan penetrasi dan perlekatan bagi bahan bonding sehingga terbentuk

hybrid layer.

7

Page 8: itmkg 3

Gambar 1: Mekanisme perlekatan total-etch system. A. Aplikasi etsa asam akan

menghilangkan seluruh smear layer dan membuka tubulus dentin. B. Aplikasi

bahan primer(merah). C. Aplikasi bahan adhesif (hijau) akan berdifusi dalam

bahan primer dan masuk ke dalam tubulus dentin dan membentuk resin tag.

II.3.a Etsa Asam pada Porselen

Etsa asam yang digunakan pada porselen adalah Asam Hidrofluorik. Asam

hidrofluorik adalah larutan korosif yang terdiri dari hydrogen fluoride dalam air.

Asam hidrofluorik diketahui dapat melarutkan glass porselen dengan bereaksi

dengan SiO2, yang merupakan komponen utama dari glass porselen. Pada

porselen yang mengandung glass/silica terjadi reaksi antara asam hidrofluorik

dengan glass/silica.

Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

SiO2(s) + 6HF(aq) → H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)

Hasil reaksinya ( H2[SiF6](aq) ) melarut sehingga menghasilkan

permukaan porselen yang mikroporus.7 Gonzaga melakukan etsa dengan asam

hidrofluorik 10% selama satu menit dan mendapatkan diameter pori pada

permukaan porselen hingga mencapai 50mm.8 Mikroporositas permukaan

8

Page 9: itmkg 3

porselen ini diperkirakan dapat membentuk micro-mechanical interlocking antara

porselen dan resin komposit.9

Gambar 2 Evaluasi SEM porselen sebelum dan sesudah etsa asam hidrofluorik

selama satu menit (ultradent product description).

9

Page 10: itmkg 3

Bab III

PEMBAHASAN

Memperbaki bagian porselen yang pecah dengan bahan porselen yang

baru tidak bisa dilakukan didalam rongga mulut, karena tidak mungkin

memanaskan porselen langsung di dalam rongga mulut. Cara yang

memungkinkan dapat dilakukan dalam rongga mulut untuk memperbaiki

restorasi porselen yang pecah adalah dengan menggunakan resin komposit.

Memperbaiki porselen yang fraktur dengan resin komposit membutuhkan

perlekatan yang kuat antara porselen dengan resin komposit. Perlekatan itu akan

mempengaruhi kekuatan geser antara permukaan porselen dan resin komposit

tersebut. Menurut Craig dan Powers5, kekuatan geser adalah suatu tegangan

(stress) maksimum suatu bahan dalam menahan beban gaya geser sebelum

mengalami kegagalan1.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kekuatan geser tersebut antara

lain kekasaran permukaan saat preparasi dan proses pengetsaan.

III.1 Kekasaran Permukaan

Saat preparasi bagian porselen yang rusak akibat fraktur resin komposit

membutuhkan permukaan yang kasar pada porselen karena permukaan yang kasar

dapat mencegah lepasnya resin komposit dari porselen. Dengan permukaan yang

kasar kekuatan adhesive antara resin komposit dan porselen meningkat karena

terbentuknya mikroretensi. Untuk membentuk permukaan porselen yang kasar,

teknik yang paling umum digunakan adalah teknik sandblasting dengan

menggunakan serbuk alumunium oxide (Al2O3).

Menurut Kussano dkk3, teknik sandblasting dengan 50-µm Alumunium

Oxide, merupakan metode yang lebih baik apabila dibandingkan dengan

penggunaan bur dalam preparasi permukaan porselen. Pada saat preparasi serbuk

10

Page 11: itmkg 3

alumunium oxide (Al2O3) diaplikasikan sehingga serbuk tersebut mengkasarkan

permukaan porselen yang telah dipreparasi.

Menurut Al-Khalidi 4, terdapat perbedaan yang signifikan dalam hal

kekuatan geser antara porselen yang diaplikasikan dengan Al2O3 sebelum

direstorasi dengan resin komposit, dan porselen yang tidak diaplikasikan dengan

Al2O3 sebelum direstorasi. Hal ini menunjukkan Al2O3 meningkatkan area

permukaan sehingga meningkatkan energi permukaan dan bonding.

Menurut Kussano dkk 3, timbulnya kekasaran permukaan seperti groove

atau undercuts pada permukaan porselen akan meningkatkan kemampuan bonding

resin komposit.

III.2 Pengetsaan

Perlekatan antara porselen dengan resin komposit dapat diperoleh secara mekanis

dan secara kimiawi.

Perlekatan porselen dengan resin komposit secara mekanis didapatkan

dengan pengetsaan asam. Menurut Kussano dkk3, prosedur etsa asam digunakan

untuk memudahkan perlekatan antara porselen dengan resin kompositdengan

terbentuknya mikroporusitas pada permukaan porselen. Mikroporusitas yang

terbentuk pada permukaan porselen merupakan tempat penetrasi resin, yang

selanjutnya akan berpolimerisasi membentuk resin tags untuk ikatan mekanis1.

Perlekatan porselen dengan resin komposit secara kimiawi didapatkan

dengan penggunaan bahan silane. Bahan Silane merupakan kombinasi material

organik dan inorganik yang berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan

terjadinya perlekatan secara kimiawi pada silika porselen, dan matriks resin

komposit (coupling agent)2. Kombinasi pengetsaan dan pemakaian bahan bonding

yang mengandung silane diperlukan untuk meningkatkan perlekatan antara

porselen dengan resin komposit1.

Bahan etsa yang umum digunakan untuk memperbaiki restorasi porselen

yang fraktur menggunakan resin komposit antara lain:

11

Page 12: itmkg 3

a. Asam Hidrofluorida

Reaksi antara asam hidrofluorida dengan porselen adalah:

SiO2(s) + 6HF(aq) H2[SiF6](aq) + 2H2O(l)

Reaksi ini menunjukkan H2[SiF6](aq), yaitu hasil terlarutnya permukaan

porselen, sehingga menghasilkan mikroporus pada permukaan porselen2.

Penelitian terhadap kekuatan geser perlekatan porselen dengan resin komposit

menggunakan bahan etsa asam hidrofluorida pernah dilakukan antara lain:

Al-Khalidi dkk4, menunjukkan penggunaan asam hidrofluorida 9% selama

60 detik menghasilkan kekuatan geser 12,04 MPa.

Ismiyatin2, menunjukkan bahwa penggunaan Al2O3 yang disertai

pengetsaan menggunakan asam hidrofluorida selama 60 detik lalu

pengaplikasian bahan bonding yang mengandung silane menghasilkan

kekuatan geser 24,28 Mpa.

Chen dkk1, menunjukkan bahwa penggunaan asam hidrofluorida 2,5%

selama 60 detik disertai dengan aplikasi bahan bonding yang mengandung

silane menghasilkan kekuatan geser 36,4 Mpa. Penggunaan asam

hidrofluorida 2,5% selama 60 detik disertai dengan aplikasi bahan bonding

yang mengandung silane menghasilkan kekuatan geser 36,4 MPa.

b. Asam Fosfat

Penelitian kekuatan geser perlekatan porselen dengan resin komposit

menggunakan asam fosfat pernah dilakukan antara lain :

Kussano dkk3, menunjukkan bahwa penggunaan asam fosfat 35% selama 60

detik disertai dengan aplikasi bahan bonding yang mengandung silane

menghasilkan kekuatan geser 11,76 MPa.

Kamada dkk, menunjukkan bahwa pengetsaan permukaan porselen

menggunakan asam fosfat 37% selama 60 detik disertai dengan aplikasi bahan

bonding yang mengandung silane menghasilkan kekuatan geser 46,1 MPa.

12

Page 13: itmkg 3

Menurut Thurmond, besarnya kekuatan geser minimum yang dibutuhkan

untuk perbaikan porselen menggunakan resin komposit sesuai kebutuhan di klinik

adalah ±13 MPa.

13

Page 14: itmkg 3

BAB IV

PENUTUP

IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh para pakar, hasil yang

dapat disimpulkan antara lain :

1. Porselen kedokteran gigi memiliki banyak keuntungan misalnya sifatnya yang

sewarna gigi serta memiliki biokompatibilitas yang baik. Tetapi juga mempunyai

kekurangan yaitu sifatnya yang brittle dan mudah fraktur.

2. Fraktur yang terjadi pada porselen kedokteran gigi dapat diperbaiki dengan

menggunakan restorasi resin komposit.

3. Memperbaiki porselen yang fraktur dengan resin komposit membutuhkan

perlekatan yang kuat antara porselen dengan resin komposit. Perlekatan itu akan

mempengaruhi kekuatan geser antara permukaan porselen dan resin komposit

tersebut. Kekuatan geser adalah suatu tegangan (stress) maksimum suatu bahan

dalam menahan beban gaya geser sebelum mengalami kegagalan.

5. Aplikasi bahan Alumunium Oxide (Al2O3) dengan teknik sandblasting sangat

umum digunakan untuk menambah kekasaran permukaan pada porselen sehingga

memperbaiki ikatan dan kekuatan geser antara porselen dan resin komposit.

6. Pengetsaan menggunakan asam fosfat 37% selama 60 detik menunjukkan hasil

yang paling baik jika dibandingkan pengetsaan dengan asam lain maupun dengan

konsentrasi lain.

7. Aplikasi menggunakan bahan lain, misalnya bahan bonding yang mengandung

silane dapat mempengaruhi kekuatan geser perlekatan antara porselen dan resin

komposit.

14

Page 15: itmkg 3

IV.2 Saran

a. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh kekasaran permukaan

serta pengetsaan terhadap kekuatan geser perlekatan porselen kedokteran gigi

yang diperbaiki dengan resin komposit.

b. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dalam membandingkan bahan apa saja yang

dapat memperbaiki kekuatan geser perlekatan porselen kedokteran gigi yang

diperbaiki dengan resin komposit.

15

Page 16: itmkg 3

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Agus Sumono, Widowati Siswomihardjo, dan Ika Dewi Ana, 2006,

Pengaruh Lama Pengetsaan Menggunakan Asam Fosfat 37% terhadap

Kekuatan Geser Perlekatan Porselen dengan Resin Komposit Sinar

Tampak, Sains Kesehatan, 19(2): 221-233.

2. Kun Ismiyatin, 2009, Shear Bond Strength between Porcelain and Nano

Filler Composite Resin with or without 9% Hydrofluoric Acid Etching,

Dental Journal Majalah Kedokteran Gigi, Vol. 42 No 2: 86-89.

3. Claudia Minami Kussano, Gerson Bonfantem, Jose Gilmar Batista, Joao

Henrique Nogueira Pinto, 2003, Evaluation of Shear Bond Strength of

Composite to Porcelain According to Surface Treatment, Braz Dent J,

14(2): 132-135.

4. Al-Khalidi EF, 2007, Evaluation of Shear Bond Strength of Ceramic

Repair with Resin Composite, Al-Rafidain Dent J, Vol. 7, Sp Iss: 119-123.

5. Craig, R. G., & Powers, J, M., 2002, Restorative Dental Materials, 11th

Ed., Mosby Inc., St. Louis, 552-553

6. Kenneth J. Anusavice, 2004, Buku Ajar Imu Bahan Kedokteran Gigi, Ed.

10, EGC, Jakarta, 227-243; 497-498.

7. Nelson E, and Barghi. Effect of APF etching time on resin bonded

porcelain. J.dent res.1989; 68: 271.

8. Gonzaga. C. C. Microstructure of Denta Porcelain. IADR tech program,

San Diego. 2002. Available from : URL :

http//iadr.confex.com/iadr/2002sandiego/techprogram/abstract.9029

9. Jordan, Ronald E..Esthetic composite bonding : techniques and materials.

2nd ed.St. Louis: Mosby Co. 1993; p.318-338

16