View
733
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
KEKERASAN
MAKINMENINGKATAnalisis Varian, Pola dan StrukturKonflik dan Kekerasan di Indonesia Tahun 2009-2010
Dany Yuda Saputra
Dian YanuardiMuntaza
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
KEKERASANMAKIN
MeningkatAnalisis Varian, Pola dan Struktur
Konflik dan Kekerasan di Indonesia Tahun 2009-2010
Institut Titian Perdamaian2010
Dany Yuda Saputra
Dian Yanuardi
Muntaza
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
1
Kekerasan Makin Meningkat:
Analisis Varian, Pola dan Struktur Konflik dan Kekerasan di Indonesia tahun 2009-2010
AwalKonflik dan kekerasan yang beberapa tahun lalu menghinggapi bangsa Indonesia ternyata
tidak lekas hilang begitu saja. Berbeda dengan konflik dan kekerasan pada awal Reformasi,yang cenderung berpusat di beberapa daerah luar Jawa dengan skala kekerasan komunal
yang begitu tinggi, saat ini pola semacam itu telah banyak bergeser. Pergeseran itu di
antaranya ditandai oleh semakin merebaknya konflik dan kekerasan yang semakin tersebar
(dispersed); bersifat sporadik, rutin dan spontan; dengan varian konflik yang lebih beragam,daripada sekedar konflik berbasis etnis-agama; dan melibatkan aktor yang lebih jamak,komunal dan kolektif, dibanding individual. Pergeseran ini menjadi fitur penting dari
kecenderungan konflik dan kekerasan dari tahun 2008 hingga kini.1
Institut Titian Perdamaian berupaya secara rutin untuk terus memonitor tingkatanekskalasi konflik dan kekerasan yang ada di Indonesia melalui analisis terhadap
pemberitaan media online di hampir seluruh Indonesia. Jumlah media yang kami
monitoring saat ini adalah 36 media online dengan perincian 6 media online di besar
seperti Media Indonesia, Tempo Interaktif, Kompas.com, Republika, Liputan 6.com, danMetrotvnews.com. Selebihnya adalah media online lokal yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran yang lebih detail mengenai situasi konflik, dinamika, dan varianaktornya. Kami menyadari bahwa masih banyak data yang belum terkumpul, akan tetapikami sangat yakin bahwa data tersebut adalah refleksi dari kondisi minimal di Indonesia.
Peningkatan Konflik Sampai semester pertama tahun 2010 ini, tampak bahwa terjadi peningkatan jumlah
insiden konflik dan kekerasan yang cukup signifikan dibandingkan dengan jumlah totalinsiden pada tahun 2009. Total insiden pada tahun 2009 sebanyak 600 insiden, sementara
sampai pertengahan tahun 2010 telah terjadi 752 insiden. Jika kita bagi per hari, maka
telah terjadi 4 insiden konflik dan kekerasan tiap hari. Jumlah yang sangat mencengangkan!.Berdasarkan data Institut Titian Perdamaian, pada tahun 2008, insiden konflik dan
kekerasan hanya terjadi setiap satu setengah hari.2 Pertanyaan yang kemudian munculadalah: Bagaimana pola dan varian konflik dan kekerasan sepanjang 2009-2010? Di bawah
kondisi-kondisi semacam apa kekerasan dan konflik menjadi semakin meningkat?
Akan tetapi terdapat satu tren konflik dan kekerasan yang sama antara tahun 2009 sampai
pertengahan tahun 2010 yaitu, selain kekerasan rutin seperti (tawuran dan penghakiman
massa), kecenderungan konflik mengarah ke konflik politik dan konflik sumber daya alam.
1Warta titian 2008
2 Ibid.
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
2
Penetrasi konflik dan kekerasan tersebut tampak semakin meningkat di tahun 2010. Bisakita lihat dari tabel di bawah ini:
Tabel distribusi Isu konflik dan kekerasan Tahun 2009 – Juni 2010
Tahun 2009
Tahun 2010 (Per
Juni)Jenis Konflik Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Konflik Berbasis Agama 6 1% 10 1%
Konflik Berbasis Etnik 5 1% 15 2%
Konflik Politik 74 12% 117 16%
Konflik Antaraparat
Negara 5 1% 4 1%
Konflik Sumber Daya Alam 54 9% 74 10%
Konflik Sumber Daya
Ekonomi 30 5% 59 8%
Tawuran 182 30% 231 30%
Penghakiman Massa 158 26% 171 23%
Pengeroyokan 53 9% 40 5%
Lain-Lain 33 6% 31 4%
Total 600 100% 752 100%
Berdasarkan tabel di atas, tampak terjadi peningkatan pada hampir setiap jenis konflik dankekerasan. Peningkatan cukup signifikan terjadi pada beberapa jenis konflik seperti Konflik
Politik dari 74 insiden (12%) selama tahun 2009, menjadi 117 insiden pada pertengahantahun 2010 (16%). Salah satu hal yang memicu peningkatan itu adalah karena pada tahun
2010 ini pemilihan kepala daerah langsung berlangsung di 244 daerah3. Jika dirata-ratahampir setiap hari Indonesia melangsungkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Sayangnya, pemilihan kepala daerah langsung ini masih ditandai oleh relasi patron-klien
yang teramat kuat dan kokohnya identitas komunal yang nir-demokratis. Dan ditambah
dengan absennya pendidikan politik yang demokratis dan pendidikan kewargaan yangmemadai dari partai politik, maka pilkadal cenderung menjadi ajang kontestasi kekuasaan
para penguasa elit lokal yang kerap melibatkan konflik dan kekerasan (Nordholt and
Klinken [ed]: 2009)
Sementara itu, peningkatan juga terjadi pada konflik sumber daya alam yang pada daritahun 2009 yang berjumlah 54 insiden (9%) menjadi 74 insiden (10%) pada pertengahan2010. Konflik sumberdaya alam ini merupakan jenis konflik laten yang selalu eksis dan
bahkan cenderung meningkat. Peningkatan ini kemungkinan masih akan terus terjadikarena praktik akumulasi kapital yang cenderung melibatkan kekerasan, penggusuran, dan
dan penjarahan serta juga didorong oleh salah urus pengelolaan sumber-sumberpenghidupan penting bagi rakyat dengan cara sektoralisme kebijakan. Sisi lainnya, konflik
3 Jadwal Pilkada 2010. CETRO.
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
3
sumberdaya alam ini juga semakin meluas karena didorong oleh pelaksanaan otonomidaerah adalah yang lebih mengedepankan ”cara berpikir yang berporos pada rerantai
ekonomik” dibanding ”cara berpikir yang berporos pada rerantai proses ekologis dan
sosial” (Sangkoyo 2010), yang pada akhirnya menghasilkan ekspansi kapital dalam jumlahbesar ke daerah. Karena itu, kelangsungan hidup masyarakat setempat semakin terancam
oleh arus besar investasi.
Selain sumber daya alam, konflik ekonomi juga mengalami peningkatan sampai
pertengahan tahun ini dari 30 insiden (5%) di Tahun 2009 menjadi 59 insiden (8%) pada
Juni 2010. Salah satu contoh insiden yang terjadi adalah perebutan lahan parkir atau lahanusaha, penggusuran lapak kaki lima, serta konflik perbutuhan dan beberapa kejadian
lainnya. Jenis konflik ini memiliki ciri khas, yaitu sering terjadi di wilayah perkotaan dantempat dimana pertumbuhan ekonomi tinggi namun tidak disertai dengan pemerataan
pertumbuhan ekonomi tersebut, sebagaimana di wilayah pertambangan, perkebunan, danlain-lain.
Konflik bernuansa agama dan etnis juga kembali menguat sampai pertengahan tahun 2010,
dari 6 insiden (1%) pada tahun 2009 untuk konflik berbasis agama menjadi 10 insiden
(1%) pada pertengahan 2010. Sedangkan konflik bernuansa etnis meningkat dari 5 insiden
(1%) menjadi 15 insiden (2%) pada pertengahan tahun 2010. Meskipun jumlah insidenberdasarkan isu ini sangat kecil, akan tetapi kita tidak bisa melupakan pengalaman-
pengalaman konflik masa lalu yang pernah terjadi di Indonesia. Menguatnya isu agama dan
etnis dalam tren konflik saat ini, harus menjadi perhatian serius bagi semua pihak terkait dalam mencegah berulangnya konflik yang serupa. Sifat dari isu agama dan etnis adalah
sangat mudah untuk membakar emosi masyarakat dan memobilisasikannya, sehinggakekerasan dengan skala massif dan mengerikan dapat terulang kembali.
Sementara, jenis kekerasan dan konflik yang semakin tinggi adalah kekerasan rutin, yangberupa tawuran, penghakiman massa, dan pengeroyokan. Hal ini dibuktikan adanyaeskalasi kekerasan dari sepanjang Tahun 2009: Tawuran 182 insiden (30%), penghakiman
massa 158 insiden (26%), dan pengeroyokan 33 insiden (6%), menjadi Tawuran 231(30%), penghakiman massa 171 insiden (23%), dan 31 insiden (4%) pada Juni 2010.
sedikit berbeda pada kasus pengeroyokan pada tahun ini, terjadi penurunan sementara,akan tetapi sangat terbuka peluang untuk semakin meningkat.
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
4
Persebaran Wilayah Konflik
Jika dilihat dari persebaran
wilayahnya, secara umum makaada peningkatan sepanjang
semester pertama 2010. Ada
beberapa wilayah yangmengalami penurunan dan ada
pula yang semakinmengekskalasi. Wilayah yang
pada umumnya merupakan situskonflik besar tampaknya masihtetap menguat skala konfliknya.
Ini dapat dilihat pada tabel di
samping bahwa Maluku, Maluku
Utara, Papua, Papua Barat,
Sulawesi Selatan, KalimantanBarat tetap menguat. Meskipun
terjadi peningkatan yang sangat
kecil, akan tetapi hal ini harusmenjadi perhatian serius. Pada
wilayah pasca konflik, source of conflict yang ada masih belumterselesaikan secara baik. Hal-hal
ini yang kurang mendapat perhatian terutama daripemerintah.
Sedangkan beberapa wilayah
pasca konflik yang mengalamipenurunan seperti NAD, Sulawesi
Tengah, dan DKI Jakarta masih
mempunyai kemungkinan untuk meningkat. Wilayah ini juga tetap
butuh perhatian yang serius daripemerintah sebagai pengelola
negara.
Beberapa wilayah yang beradadalam peringkat sepuluh besar tertinggi hingga Juni 2010 antara lain:
1. DKI Jakarta dengan 89 insiden2. Jawa Timur dengan 87 insiden3. Sulawesi Selatan dengan 76 insiden
No PropinsiTahun
2009
Tahun
2010
1 Nanggroe Aceh Darussalam 28 15
2 Sumatera Utara 57 32
3 Sumatera Barat 16 5
4 Riau 12 10
5 Kepulaun Riau 1 18
6 Jambi 1 4
7 Bengkulu 1 8
8 Sumatera Selatan 14 309 Bangka Belitung 1 0
10 Lampung 2 3
11 Banten 22 28
12 DKI Jakarta 110 89
13 Jawa Barat 60 66
14 Jawa Tengah 17 34
15 DI Yogyakarta 10 12
16 Jawa Timur 60 87
17 Kalimantan Barat 2 5
18 Kalimantan Tengah 0 0
19 Kalimantan Timur 8 15
20 Kalimantan Selatan 3 0
21 Bali 3 7
22 Nusa Tenggara Barat 20 41
23 Nusa Tenggara Timur 9 14
24 Sulawesi Barat 9 14
25 Sulawesi Tengah 8 3
26 Gorontalo 3 3
27 Sulawesi Selatan 56 76
28 Sulawesi Tenggara 17 34
29 Sulawesi Utara 2 430 Maluku 24 47
31 Maluku Utara 1 9
32 Papua 23 29
33 Papua Barat 0 10
Total 600 752
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
5
Distribusi Konfik Politik Tahun 2009
11 1012
68
47
1 1
7
25
0
5
10
15
J a n u a r i
F e b r
u a r i
M a r e t
A p r i l M
e i J u n i J u
l i
A g u s t u s
S e p t e m b e
r
O k t o b e
r
N o v e m b e
r
D e s e m b e
r
4. Jawa Barat dengan 66 insiden5. Maluku dengan 47 insiden
6. Nusa Tenggara Barat dengan 41 insiden
7. Sulawesi Tenggara dan Jawa Tengah dengan 34 insiden8. Sumatera Utara dengan 32 insiden
9. Sumatera Selatan dengan 30 insiden
10. Papua dengan 29 insiden
Kesepuluh wilayah tersebut setidaknya dapat menjadi perhatian karena memiliki potensi
konflik yang sangat tinggi seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan SumateraSelatan, memiliki potensi yang cukup besar pada konflik Sumber Daya Ekonomi, dan semua
kekerasan rutin (Tawuran, Penghakiman Massa, dan Pengeroyokan). Sedangkan NTB danPapua memiliki kecenderungan terjadi pada isu Sumber daya alam dan konflik politik .
Sementara, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, dan Maluku cenderung lebih merata denganisu sumber daya alam, sumber daya ekonomi, konflik politik, dan kekerasan rutin (tawuran,penghakiman massa, dan pengeroyokan.
Dari data di atas, kecenderungan lain yang muncul adalah semakin tersebarnya konflik dan
kekerasan di seluruh provinsi Indonesia. Terdapat peningkatan dan persebaran yang luar
biasa pada seluruh provinsi di Indonesia. Hanya dalam waktu satu semester 2010,beberapa provinsi yang memiliki tingkat kerentanan yang relatif kecil di tahun 2009
seperti Kepulauan Riau, Jambi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara, Sulawesi Barat,
Kalimantan Timur, saat ini tergolong sebagai provinsi yang rentan mengalami konflik dankekerasan komunal. Data ini, sekali lagi, menunjukkan bahwa terjadi persebaran konflik di
berbagai provinsi di Indonesia.
Varian-Varian Konflik Konflik Politik: Penguatan Ikat an Patronase dan Lemahnya Pendidikan Politik
Sepanjang 2010, terdapat 244 rencana pemilihan kepala daerah selama satu tahun.
Sayangnya, maraknya ajang pemilihan kepala daerah langsung ini dibarengi denganpeningkatan eskalasi pada konflik politik. Peningkatan jumlah ini terjadi cukup signifikan
dari keseluruhan insiden konflik politik tahun 2009 yang berjumlah 74 insiden atau 12 %dari total keseluruhan insiden, maka sampai pada Bulan Juni 2010 telah terjadi 117 insiden
atau 16% dari total kesuluruhan insiden.
Jika kita coba untuk
membandingkan antaraJanuari hingga Juni tahun
2009 dengan bulan yang
sama pada Tahun 2010,
maka 51 insiden berbandingdengan 117 insiden. Jika
pada setengah tahun
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
6
Distribusi Konflik Politik Hingga Juni 2010
21
8
25
13
23 27
0
10
20
30
Januari februari Maret April Mei Juni
terakhir 2009 secaraotomatis semua isu politik
didominasi oleh pemilu
presiden dan wakilpresiden, maka pada tahun
2010 semua energi politik
cenderung dicurahkansecara tersebar untuk
perhelatan pemilihan kepala daerah.
Bagaimana dengan tahun 2010? Pada tahun ini, sekitar 244 pemilihan kepala daerah akan
dilangsungkan. Mengapa konflik politik cenderung menguat sepanjang tahun 2010?Barangkali akan terdapat banyak jawaban dari pertanyaan ini. Beberapa studi
menunjukkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung masih menjadi ajang bagimunculnya kekuatan oligarkhi lokal, ”raja-raja kecil”, dan orang kuat lokal (localstrongmen) yang memanfaatkan instrumen-instrumen demokrasi sebagai basis bagi
akumulasi kekuasaannya (Hadiz 2003; Harriss, Stokke, and Tornquist [ed] 2004). Kekuatan
oligrakhi tersebut cenderung memobilisasi dukungan melalui jaringan dan relasi patronase
yang dibungkus oleh identitas agama, etnis, dan atau kekerabatan. Kesamaan etnis, agama,
ras, wilayah masih menjadi ”dagangan” utama para kandidat kepala daerah dalamberkampanye. Hasil dari relasi semacam ini adalah munculnya identitas komunal yang nir-
demokratis sebagai basis dari pengorganisiran politik kelompok oligarkhi.
Kondisi semacam ini diperparah dengan absennya pendidikan politik yang demokratis
yang memadai dari partai politik. Ikatan patronase inilah yang pada gilirannya jugameminggirkan aksi-aksi kewarganegaraan yang demokratis dan meminimalisir ruang bagiperanan dan partisipasi organisasi masyarakat sipil. Di beberapa daerah dimana konflik
politik tinggi dan jaringan patronase kuat, maka pada umumnya kapasitas gerakanmasyarakat sipilnya melemah. Di tengah koordinat semacam itulah, pilkadal cenderungmenjadi ajang kontestasi kekuasaan para penguasa elit lokal yang kerap melibatkan konflik
dan kekerasan
Faktor lain yang mengakselerasi konflik politik adalah tidak sensitifnya lembaga pelaksanaPilkada, dalam hal ini KPUD terhadap kecenderungan konflik. Kita bisa melihat banyak
sekali keputusan KPUD yang bermasalah pada saat proses persiapan pilkada, misalnya
ketika pengumunan kandidat peserta pemilu, penetapan hasil pilkada, dan lainnya. Hal inibisa terjadi salah satunya karena minimnya kapasitas para anggota KPUD dalam
menyelesaikan konflik atau sengketa politik sehingga berujung pada konflik kekerasan.
Menyikapi konflik politik yang sangat marak dan akan menjadi tren konflik ke depan, ada
beberapa hal yang dapat menjadi perhatian. Pertama, semakin memperluas pendidikan
politik dan kewargaan (citizenship) serta pendidikan damai (peace education) untuk masyarakat dan elit politik.. Kedua, memperkuat kapasitas gerakan masyarakat sipil yang
demokratis dan independen. Prakarsa semacam ini akan berguna untuk menandingijaringan patronase dan identitas komunal yang nir-demokratis. Ketiga, meningkatkankapasitas instrumen demokrasi seperti KPUD, Pengawas Pemilu, dan atau berbagai
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
7
Distribusi Konflik Sumber daya Alam Tahun 2009
0 04
1
6 5 42 3
14
3
12
0
5
10
15
J a n u
a r i
F e b r
u a r i
M a r e t
A p r i l
M e i
J u n i J u
l i
A g u s
t u s
S e p t e m
b e r
O k t o b e
r
N o v e
m b e
r
D e s e
m b e
r
peraturan daerah lainnya agar lebih sensitif terhadap potensi konflik yang muncul danlebih berhati-hati dalam penyelesaian sengketa dalam Pilkada. Upaya ini selain untuk
mencegah konflik juga agar setiap konflik dapat diselesaikan dan dikanalisasi melalui
instrumen-instrumen hukum dan demokrasi yang absah.
Konflik Sum ber Daya Alam: Salah-Urus Pengelolaan Sum ber Daya Alam
”Kekayaan sumber daya alam merupakan sebuah aset yang dikuasai negara dan
dipergunakan sepenuhnya demi kepentingan masyarakat”. Sekilas bunyi pasal dalam
Undang-Undang Dasar tersebut mudah sekali untuk dimengerti. Akan tetapi, mengapadalam pelaksanaannya menjadi tidak mudah? Selama ini pengelolaan sumber daya alam
oleh negara justru menjadi tragedi dimana kekayaan sumber daya alam justru menjadisumber penguasaan oleh segelintir pihak, menjadi akar kemiskinan dan ketidakadilan,s
erta menjadi alas bagi konflik dan kekerasan. Kekayaan berupa mineral, hutan, air, tanahdan lain-lainnya telah ternyata tidak bisa dimanfaatkan oleh rakyat (sebagai pemilik sahbumi Indonesia).
Sepanjang Tahun 2009, telah terjadi 54 insiden atau sebanyak 9% dari total keseluruhaninsiden. Pergerakan fluktuasi konflik pada tahun ini, tampak semakin meningkat pada
akhir tahun, dan berlanjut hinggal Tahun 2010. Pada awal Tahun 2010 saja telah terjadi 9insiden konflik sumber daya alam, walaupun turun pada bulan selanjutnya, kecenderungankonflik akan terus meningkat hingga Juni 2010. Total insiden hingga Bulan Juni 2010 ini
adalah 74 insiden atau sebanyak 10% dari total keseluruhan konflik. Peningkatan yangsangat luar biasa sampai pertengahan tahun.
Mengapa konflik sumber daya alam selalu menjadi konflik laten yang selalu muncul danterus membesar? Ada beberapa analisis mengenai hal itu. Peningkatan ini terus terjadi,
setidaknya karena dua hal: pertama, proses akumulasi kapital yang memprasyaratkan
Distribusi Konflik Sumber Daya Alam Hingga Juni
2010
9 810
23
1410
0
5
10
15
20
25
Januari februari Maret April Mei Juni
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
8
adanya spatio-temporal fixes, dan produksi ruang baru untuk akumulasi kapital. Inimengakibatkan sumberdaya alam selalu menjadi ”ruang dan arena” bagi kontes berbagai
kepentingan, utamanya kepentingan akumulasi kapital (Harvey 2010). Lebih celaka lagi
karena corak akumulasi kapital semacam ini cenderung menyertakan kekerasan,pengusiran dan penggusuran di dalam praktik akumulasinya (de Angelis 2002).
Kedua, salah-urus pengelolaan sumberdaya alam oleh negara. Meski dimandatkan sebagaialas untuk kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial, senyatanya sumber-sumber agraria
penting (tanah, hutan, air, laut, dan sumberdaya alam lainnya) dan ruang hidup rakyat
semakin tergerus oleh kebijakan negara. Hal ini utamanya diperparah oleh ketiadaanperaturan dan sistem yang non-sektoral, menyejahterakan dan berbasis pada kesetaran
dan keadilan. Ini tampak misalnya dalam pengaturan dan perundangan pertanahan(agraria), kehutanan, kelautan, dan pertambangan, yang semuanya bersifat sektoral, dan
tidak berpijak pada dinamika sosial-ekonomi masyarakat dan tidak berbasis padapelibatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
Selain itu, hal lain yang mengakselerasi peningkatan konflik sumberdaya lam adalah
praktik desentralisasi dan otonomi daerah yang didominasi oleh ”cara berpikir dan
bertindak yang berporos pada rerantai ekonomik” dibanding ”cara berpikir dan bertindak
yang berporos pada rerantai proses ekologis dan sosial” (Sangkoyo 2010). Sebagai akibat dari hal ini, maka praktik desentralisasi ternyata tidak berbanding lurus dengan tujuan
asalnya, yaitu kesejahteraan masyarakat. Konsep desentralisasi ini cenderung dimaknai
sebagai kesempatan untuk mengeruk keuntungan dari daerah yang salah satunya adalahsumber daya alam. Kekayaan sumberdaya alam ini juga menjadi perebutan di antara elit
politik di daerah. Kekayaan dan sumber daya alam telah dikapling-kapling atas namapeningkatan PAD dan sebagai basis akumulasi kekuasaan atau pengorgansasian politik (Tomagola 2006; Sangadji 2004).
Pengelolaan sumber daya alam yang salah urus ini juga akan berpengaruh pada lingkunganhidup masyarakat. Selama ini banyak terjadi pengelolaan sumber daya alam tidak melihat
dampak lingkungan dalam pengelolaannya. Seperti yang terjadi di Papua, sekian banyak limbah tailing dari freeport yang mencemari sungai dan merusak lingkungan sehingga pola
kehidupan masyarakat sangat terganggu. Di beberapa wilayah lainnya sepertipenambangan Batu Bara di sepanjang aliran sungai Barito di Kalimantan Tengah, telah
membuat sungai tersebut mengalami pendangkalan dan perluasan akibat kapal tongkang
pengangkut batubara yang kerap melewati sungai tersebut. pendangkalan inimempenhgaruhi kehidupan masyarakat setempat yang rata-rata adalah pencari ikan serta
merusak pemukiman warga akibat perluasan sungai.
Di titik inilah, kapasitas masyarakat (masyarakat adat, petani, nelayan, masyarakat miskin
pedesaan, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, perkebunan dan area pertambangan,
dll) dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya semakin lemah. Dan di titik inipula, konflik sumberdaya alam seringkali meledak. Celakanya, ketika konflik semacam ini
terjadi, bukan hanya kelangsungan hidup masyarakat yang akan hancur, akan tetapi jugakelangsungan lingkungan hidup juga terancam rusak. Dengan mekanisme pengelolaansumber daya alam yang sangat amburadul seperti saat ini, maka jika situasi ini dibiarkan
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
9
maka ke depan akan menimbulkan suatu ”tragedy of endowment ”---dimana anugerahsumberdaya alam menjadi kutukan dan tragedi karena pengelolaannya yang amburadul
dan gagal dalam menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bersama. (Alao 2007)
Konflik Ekonom i: Perebutan Akses dan Sum ber Ekonomi
Ekonomi seringkali diklaim
menjadi penyebab dari berbagai
macam persoalan mulai darikemiskinan hingga konflik.
Mungkin memang benar karenasifatnya yang merupakan
mendasar, akan secara otomatismenjadi faktor penyebab darisuatu masalah. Dalam konteks konflik, berdasarkan data di atas, telah terjadi peningkatan
yang sangat serius terhadap insiden konflik yang dikarenakan masalah ekonomi.
Berdasarkan data Tahun 2009, jumlah insiden konflik ini adalah 30 insiden atau 5% dari
total keseluruhan insiden. Sedangkan hingga Juni 2010 saja telah terjadi 59 insiden konflik
SDE atau 8% dari total keseluruhan insiden. Apa saja itu macam konflik ini? Antara lain:perebutuan akses terhadap
pekerjaan, perebutan lahan
parkir, penggusuran pedagangkali lima yang menyebabkan
konflik, dan masih banyak lagi.
Jika pada Tahun 2009 rata-rata
jumlah konflik ini adalah duainsiden per bulannya, sampai pertengahan tahun 2010 jumlah rata-rata konflik telahmencapai 9 – 10 insiden tiap bulannya. Peningkatan yang fantastis bukan? Peningkatan
konflik ini terjadi mulai dari awal tahun hingga Mei 2010 di mana terjadi puncak fluktuasidengan 15 insiden. Sementara tahun 2009 puncak fluktuasi tampak terjadi pada bulan Juli
yaitu sebanyak 7 insiden.
Berdasarkan data di atas, kita bisa melihat bahwa akses terhadap pekerjaan yang layak dan
akses penghidupan memang masih belum terbuka untuk semua masyarakat. Penurunanjumlah kemiskinan dan pengangguran yang disampaikan oleh pemerintah dari tahun ke
tahun ternyata malah terjadi perebutan terhadap pekerjaan yang layak dan akses ekonomi.Di tengah kondisi yang sedemikian, maka yang makin banyak berkembang adalah sektor-
sektor usaha informal, seperti jasa perparkiran informal, pedagang kakilima, dan jasa
keamanan swasta.
Sektor informal semacam itu, utamanya jasa perparkiran dan jasa keamanan swasta, pada
dasarnya digerakkan oleh suatu praktik ekonomi yang kadangkala diorganisir olehkelompok-kelompok preman dan aktor-aktor kekerasan dan menjadi ajang perebutanbanyak kelompok untuk menguasai dan saling berebut tempat parkir. Selain tempat parkir,
Distribusi Konflik Sumber Daya Ekonomi Hingga
Juni 2010
14
10 108
15
20
5
10
15
20
Januari februari Maret April Mei Juni
Distribusi Konflik Sumber Daya Ekonomi Tahun 2009
2 1 13 3 3
7
2 1 1
5
102468
J a n u a r i
F e b r
u a r i
M a r e
t A p
r i l M e i
J u n i
J u l i
A g u s t u s
S
e p t e m b e
r
O k t o b e
r
N o v e m b e
r
D e s e m b e
r
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
10
jasa keamanan juga menjadi salah satu sumber pertikaian antar kelompok di beberapawilayah. Di Jakarta misalnya beberapa kelompok organisasi massa terlibat dalam
pertikaian berebut lahan ekonomi untuk jasa keamanan. Akibatnya, tampak beberapa kali
terjadi pertikaian antar kelompok. Keterlibatan kelompok-kelompok yangmengatasnamakan etnis, agama atau lainnya telah cukup menyumbangkan keresahan di
masyarakat. Dalam banyak hal kegagalan pemerintah dan aparat keamanan dalam
membina organisasi kemasyarakatan juga menjadi kendala banyaknya konflik dankekerasan yang melibatkan mereka.
Ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagimasyarakatnya juga banyak memunculkan varian sektor informal lainnya. Sayangnya,
banyaknya bidang-bidang usaha yang dikembangkan terutama di sektor informal ternyatamalah mendapat sambutan buruk dari pemerintah. Melalui peraturan daerah tentang
ketertiban umum dan dengan dalih merusak keindahan kota, para wiraswasta kecil iniharus melawan pentungan aparat satuan polisi pamong praja. Insiden ini marak terjadi dikota-kota atau ibukota kabupaten dan propinsi di Indonesia. Penggusuran pada pedagang
kaki lima yang juga telah membuka lapangan pekerjaan baru ternyata harus menjadi
pengangguran dan menambah angka pengangguran.
Dengan demikian, fitur dari kekerasan yang terjadi pada konflik ekonomi berwujud padadua hal. Pertama, ia dapat berupa kekerasan dan konflik antar kelompok sosial untuk
memperebutkan akses dan ruang ekonomi. Konflik jenis ini pada umumnya melibatkan
agen-agen kekerasan, kelompok preman dan jasa keamanan swasta. Pada titik ini dapat dilihat bahwa kekerasan muncul sebagai akibat dari kegagalan negara untuk memperluas
lapangan pekerjaan formal, di satu sisi, dengan kegagalan pemerintah untuk mentransformasi jaringan kelompok preman, geng-geng kriminal, dan kelompok paramiliter untuk menjadi warganegara dan asosiasi sipil yang demokratis. Malah, dalam
beberapa kasus, sebagaimana ditunjukkan oleh studi Nordholt (2000), aparat negaracenderung memanfaatkan dan memelihara kelompok preman, milisi-milisi swasta dangeng-geng kriminal untuk melakukan perang kotor dan persaingan pengaruh politik dan
kekuasaan. Kedua, kekerasan terhadap sektor ekonomi informal, dalam hal ini adalah parapedagang kakilima melalui kebijakan penggusuran. Bagaimanapun, praktik semacam ini
juga mencerminkan suatu perebutan terhadap ruang kota sebagai suatu akses dan sumberekonomi. Sayangnya, dalam hal ini, para pedagang kakilima menjadi pihak yang selalu
kalah dan disingkirkan dalam akses ekonomi perkotaan.
Dua fitur konflik dan kekerasan dalam konflik ekonomi ini tidak dapat diabaikan dan
diremehkan begitu saja. Pada fitur kekerasan pertama, jika diabaikan, maka agen-agenkekerasan akan semakin berkembang. Di beberapa negara Amerika Latin, lazim dijumpai
beberapa slum area yang dikendalikan oleh kelompok-kelompok preman bersenjata
melalui bisnis-bisnis keamanan dan bisnis ilegal lainnya, lalu mengelola daerah tersebut
dan mensubstitusi peranan negara (Davis 2000). Selain itu, peranan aparatus negara akandiperlemah oleh kehadiran aparatus kekerasan swasta ini. Dan ketidakmampuan untuk
mengontrol dan mentransformasi kelompok-kelompok semacam ini akan mengakibatkanbencana sosial di masa depan, sebagaimana terjadi di beberapa negara seperti Meksiko,Brazil dan Peru. Sementara, pada fitur kekerasan kedua jika praktik kekerasan aparat
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
11
negara terhadap para pekerja sektor informal dilanjutkan tanpa menginklusikan danmemberdayakan mereka dalam suatu penataan ekonomi yang berpihak maka akan
semakin menambah panjang kemiskinan dan penderitaan, dan pada akhirnya
memperpanjang dan mengawetkan siklus kekerasan.
Konflik Agama dan Etnis: Absolut isasi Kebenaran dan Politisasi Ident itas Primordial
Agama dan etnis sebagai salah satu
isu primordial yang mudahdimainkan oleh pihak tertentu
ternyata masih potensial. Kita lihat saja kecenderungan distribusinya
dari selama Tahun 2009 hinggapertengahan Tahun 2010 yangrelatif stabil. Walaupun jumlahnya
tidak banyak, akan tetapi kita
harus mengingat-ingat pengalaman pahit di awal Reformasi yang telah banyak menelan
korban dan menghancurkan seluruh struktur dan pranata masyarakat. Berdasarkan grafik
Tahun 2009 Distribusi Konflik Berbasis Agama menunjukkan bahwa rata-rata setiapbulannya terjadi satu kali konflik. Sedangkan sampai Juni 2010 konflik rata-rata dua
insiden konflik. Hal ini ditandai oleh kembali menguatnya aksi penyerangan terhadap
kelompok beragama olehkelompok tertentu di beberapa
daerah.
Pembakaran tempat ibadah
salah satu kelompok agama yangdianggap sesat, cenderungmenguat di beberapa daerah. Isu
yang beberapa tahun lalusempat menguat ini, kembali menunjukkan keaktifannya. Jika kita liat sepintas, memang
tidak terjadi keanehan. Akan tetapi, jika kita lihat lebih dalam bahwa ”telah terjadipelanggaran HAM” karena telah menghalangi kebebasan beragama dan menghambat
pelaksanaan ibadah salah satu kelompok agama tertentu. Kebebasan beragama dan
memeluk agama dijamin dalam Undang-Undang Dasar 1945. akan tetapi, beberapakelompok menembus rambu-rambu tersebut dan melakukan pelanggaran HAM.
Undang-Undang Dasar 1945 memberikan jaminan terhadap warga negaranya untuk
memeluk dan beribadah sesuai dengan agama dan keyakinannya. Berdasarkan pasal
tersebut, jelas sekali bahwa kemerdekaan atau kebebasan beragama tidak boleh diganggu
gugat oleh siapapun. Pola penyerangan terhadap kelompok agama yang dinilai sesat sendiri bukan dilakukan oleh penduduk setempat. Aparat penegek hukum dirasa kurang
tanggap dalam merespon isu dan selalu telat dan tidak bekerja tidak maksimal.Diskriminasi terhadap kelompok penganut kepercayaan dan agama teretntu juga terusberlanjut, bahkan pada tahap yang mengkhawatirkan. Di Nusa Tenggara Barat, misalnya,
Distribusi Konflik Berbasis Agama Tahun 2009
0 0 0
2
0
1 1 1 1
0 0 000.5
11.5
22.5
J a n u a
r i
F e b r u a
r i
M a r e
t
A p r i l
M e i
J u n
i
J u l i
A g u s t u
s
S e p t e m b e
r
O k t o b e
r
N o v e
m b e r
D e s e
m b e r
Konflik berbasis Agama Hingga Juni 2010
3
1
0
1
3
2
0
1
2
3
4
Januari februari Maret April Mei Juni
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
12
terjadi pengusiran terhadap kelompok Ahmadiyyah dari suatu desa sehingga menciptakanpengungsian. Hal semacam ini bahkan didukung oleh suatu kebijakan pemerintah
setempat.
Sementara itu, konflik bernuansa
etnis juga menunjukkan
kecenderungan yang sama dengankonflik agama. Bedanya, distribusi
konflik etnis pada tahun 2010
mengalami peningkatan yangcukup signifikan. Pada awal tahun
2010 saja, telah terjadi 6 insidenkonflik dan sekaligus menjadi titik puncak fluktuasi konflik berbasis etnis. Sampai Juni
2010 saja, telah terjadi 15 insiden konflik etnis di bandingkan dengan sepanjang tahun2009 yang hanya terjadi 5 insiden konflik. peningkatan ini juga dipandang menguatnyakembali kecenderungan untuk memanfaatkan etnis untuk memobilisasi massa.
Masalah multikultur dan etnisitas sebenarnya telah lama didengungkan oleh para pendiri
negeri ini. Semboyan Bhineka
Tunggal Ika adalah satu bentuk kesadaran penuh para pendiri
bangsa akan keanekaragaman etnis
dan budaya di negeri ini. Akantetapi, apa yang membuat simbol-
simbol etnisitas menguat kembali?Kegagalan Orde Baru yang
menyikapi perbedaan dan keberagaman, ditambah oleh rasa kecewa terhadap pemerintah,
pelaksanaan otonomi daerah yang dimaknai sempit.
Konflik berbasis agama ini pada dasarnya merupakan hasil dari absolutisasi pemahaman
keagamaan tertentu di satu sisi, dan masih adanya kebijakan negara yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas dan penganut kepercayaan tertentu di sisi lain. Sementara,
konflik etnis seringkali dipicu oleh politisasi identitas primordial tersebut ketikabergesekan dan memperebutkan akses kuasa. Studi Lorraine V. Aragon (2007) di Sulawesi
Tengah menunjukkan bahwa konflik etnis pada dasarnya dipicu oleh praktik rent seeking
dan kompetisi etnis terhadap sumber-sumber yang disediakan negara. Ini diperparahmisalnya oleh ketiadaan representasi politik yang memadai bagi suatu kelompok etnis
tertentu dan yang kemudian mempolitisasi identitasnya. Pada gambaran semacam itulahberbagai konflik berbasis etnis sebagaimana terjadi di Tarakan pada 2010 terjadi.
Melihat beberapa kondisi yang semakin mengkhawatirkan tersebut, maka upaya
pembangunan perdamaian dapat dilakukan dengan: Pertama, memasifkan pendidikantentang pluralisme, multikulturalisme dan prinsip kewarganegaraan (citizenship) bagi
seluruh masyarakat. Ini diperlukan untuk membiasakan kelompok-kelompok yang sukamengabsolutisasi kebenaran dapat melakukan engagement kepada kelompok-kelompok yang berbeda dan membiasakan berinteraksi. Kedua, memperluas representasi politik yang
Distribusi Konflik Berbasis Etnis Hingga Juni 2010
6
0 0
3
5
10
2
4
6
8
Januari februari Maret April Mei Juni
Distribusi Konflik Berbasis Etnis Tahun 2009
0 0 0 0 0 0
1
0
1
0
1
2
00.5
1
1.52
2.5
J a n u a r i
F e b r
u a r i
M a r e
t A p
r i l M e i
J u n i J u
l i
A g u s t u s
S e p t e m b e
r
O k t o b e
r
N o v e m b
e r
D e s e m b
e r
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
13
demokratis bagi kelompok-kelompok marginal untuk memastikan kepentingan merekadan power-sharing dapat berjalan dengan baik. Ketiga, menghilangkan berbagai kebijakan
yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas dan mendorong kebijakan yang
memastikan terciptanya keadilan sosial dan ekonomi.
Konflik Aparat Negara
Konflik bukan saja terjadi antar
masyarakat, akan tetapi bisa jugaterjadi antar aparat negara. Seperti
TNI dengan POLRI, Satpol PPdengan POLRI, atau antara Satpol
PP sendiri. Kombinasi ini dapat berubah-ubah. Jika kita lihat berdasarkan data tahun 2009,
bahwa kekerasan yang terjadi antar aparat negara hanya lima insiden. Kecil bukan? Secara
kuantitatif memang sangat kecil dan tidak mempunyai signifikansi terhadap terjadinya
konflik. akan tetapi, jika kita lihat lebih dalam lagi tentang mengapa mereka perlu dipantau
adalah karena status dan peranan yang disandangnya. Jika statusnya adalah aparat TNImaka perannya adalah menjaga keamanan negara dari ancaman dan gangguan dari luar.
apa yang terjadi jika TNI atau aparat negara berkonflik? Pertama, ini akan menjadi
preseden buruk bagi sebuah negara. Aparat negara seharusnya menjaga keamanan negaradari ancaman dan gangguan, ternyata masih memiliki problem internal atau antar
kelembagaan. Kedua, dampak buruk yang dihasilkan dari konflik antar lembaga semakinbesar. Aparat negara yangdilengkapi dengan peralatan tempur
akan saling berhadapan dantentunya akan semakin banyak terjadi korban, baik meninggal, luka-
luka maupun korban harta benda.
Jika diperbandingkan antara dataTahun 2009 dan hingga pertengahan 2010 yang terjadi penurunan jumlah insiden. Akan
tetapi, penurunan ini masih memiliki peluang untuk kembali meningkat di setengah tahun
terakhir. Keterlibatan aparat negara ke dalam konflik mengingatkan bagaimanaperanannya pada beberapa konflik besar di beberapa daerah. Mereka justru menjadi pihak
yang mendukung terjadinya konflik.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab dari adanya konflik antar lembaga negara ini.
Pertama, adanya gengsi atau sentimen antar lembaga yang dibangun secara turun-temurun
melalui proses pendidikan yang panjang (adanya internalisasi). Memang biasanya dalamproses pendidikan calon aparat negara terdapat doktrin-doktrin kelembagaan yang
bertujuan untuk membangun kecintaan dan loyalitas terhadap lembaga. Akan tetapi, justruhal ini yang membuat sentimen antar lembaga ini berkembang. Kedua, adalah belumtuntasnya reformasi sektor keamanan. Pada masa pemerintahan Soeharto, militer menjadi
Distribusi Konflik antar Aparat Negara Hingga Juni
2010
0 0
2
0
2
00
1
2
3
Januari februari Maret April Mei Juni
Distribusi Konflik antar Aparat Negara Tahun 2009
0 0
1
0
1
0 0
1 1 1
0 00
0.5
1
1.5
J a n u a r i
F e b r u a r i M a r e
t A p r
i l M e
i J u n
i J u l i
A g u s t u s
S e p t e m b e r
O k t o b e r
N o v e
m b e r
D e s e
m b e r
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
14
sebuah kekuatan pendukung yang melaksanakan perintah dari presiden. TNI menjadi anak kesayangan dan menjadi solusi bagi seluruh permasalahan di negara ini sehingga peran
TNI terlalu luas dan semakin tidak fokus. TNI masuk ke dalam berbagai sektor seperti
politik, pendidikan, kedokteran, pemerintahan, ekonomi, dan lain-lain. TNI telah lupa akanurusan penjagaan keamanan di batas-batas negara. Bagaimana persenjataan dan
perlengkapan TNI dapat mendukung pengamanan tersebut?
Pada saat reformasi, peran militer terus dikurangi dengan menghapus dwi fungsi ABRI,
menutup bisnis TNI, dan membawa TNI berada di bawah satu departemen, dan masih ada
beberapa lagi agenda reformasi di tubuh TNI. Beberapa agenda ini cukup membuat TNImenjadi frustasi dan kehilangan arah. Peran-peran menjaga stabilitas di dalam negeri
perlahan telah diambil oleh POLRI yang berada langsung di bawah Presiden. Hal-hal yangsemacam ini, bisa memicu terjadinya konflik antar lembaga negara.
Kekerasan Rutin
Apakah kekerasan telah menjadi
budaya di masyarakat?
Pertanyaan yang cukupmengganggu bagi para pekerja
perdamaian. Kita berupaya
menjawabnya melalui beberapagrafik di samping ini. Beberapa
grafik tentang kekerasan rutin4 seperti Tawuran, Penghakiman
Massa, dan Pengeroyokan menunjukkan jumlah yang signifikan. Tawuran merupakan salah
satu jenis kekerasan rutinbeberapa tahun ini menjadi trendari kekerasan. Pada tahun 2009
jumlah insiden Tawuran diIndonesia mencapai 182 insiden
atau sebesar 30% dari totalkeseluruhan kekerasan,
sedangkan sampai Juni 2010
jumlah Tawuran kini mencapai231 insiden atau 30% dari total keseluruhan insiden kekerasan. Jumlah ini mengalami
peningkatan sebesar 49 insiden sampai pertengahan tahun ini saja. Pada tahun 2009puncak tertinggi insiden Tawuran terjadi pada Bulan Juni dan Oktober sebesar 20 insiden.
Sedangkan pada tahun ini puncak tertinggi terjadi pada Mei 2010 sebesar 49 insiden. Akan
tetapi, jumlah rata-rata insiden Tawuran perbulan pada tahun ini sebesar 38 – 39 insiden.
4 Kekerasan Rutin merupakan definisi yang digunakan oleh para peneliti konfik dan kekerasan politik, termasuk
juga digunakan oleh para peneliti Bank Dunia untuk mendefinisikan jenis-jenis kekerasan dan konflik yang sporadis
dan seringkali terjadi. Kekerasan rutin meliputi tawuran, perkelahian massal, penghakiman massa. Kekerasan rutindigunakan untuk membedakan secara analitis dengan konflik sosial lainnya yang berbasis etnis dan agama.
Distribusi Tawuran Tahun 2009
1114
1115 15
20
1117 16
2015 17
05
10152025
J a n u a r i
F e b r
u a r i
M a r e t
A p r i l M
e i J u n i J u
l i
A g u s t u s
S e p t e m
b e r
O k t o b e
r
N
o v e m b e
r
D e s e m b e
r
Distribusi Tawuran Hingga Juni 2010
30
4248
30
49
32
0
20
40
60
Januari februari Maret April Mei Juni
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
15
Jika dibandingkan dengan rata-rata per bulan pada tahun 2009 yang 15 insiden, berartiterjadi peningkatan dua kali lipat sampai Juni 2010.
Berbeda dengan Tawuran, Penghakiman Massa juga mengalami peningkatan yang berartidari tahun 2009 ke Juni 2010. Jika di rata-rata pada Tahun 2009 terjadi sekitar 13 insiden
Penghakiman Massa di Indonesia, sedangkan sampai pertengahan tahun 2010 telah terjadi
sekitar 28 insiden Penghakiman Massa atau terjadi peningkatan sebesar dua kali lipat lebihdari rata-rata insiden pada Tahun 2009. Dapat dilihat hingga Juni 2010 distribusi
Penghakiman Massa terus meningkat sampai Bulan Juni 2010, hal ini menandakan adanya
kemungkinan besar terus terjadi peningkatan jumlah insiden hingga akhir tahun 2010.
Berdasarkan data di atas, peningkatan kekerasan rutin di masyarakat dapat ditimbulkanoleh kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang semakin lemah. Kepercayaan
terhadap hukum dapat dilihat dari tiga hal, yaitu pertama, produk hukumnya atau
peraturan-peraturannya. Sampai sejauh mana peraturan perundang-undangan tersebut mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat? Produk hukum seharusnya bisa
merepresentasikan rasa keadilan bagi masyarakat. Peraturan sendiri, sifatnya tidak bisa
berdiri sendiri harus ada pelaksana hukum. Kedua, aparat penegak hukum. Sampai sejauhmana aparat penegak hukum mampu menegakkan hukum sesuai dengan peraturan? Telah
menjadi rahasia umum bahwa hukum bisa ”dibeli”. Masalah yang muncul adalah hukumnya
yang bisa dibeli atau pelaksana hukum (aparat penegak hukum)? Hal ini berdampak pada
penegakan hukum. Seberapa besar penegakan hukum dapat merepresentasikan keadilanmasyarakat?
Ketiga, mengenai kesadaran hukum masyarakat. Seberapa besar tingkat kesadaran hukum
masyarakat di Indonesia untuk menyelesaikan masalah melalui lembaga peradilan?Kesadaran hukum seharusnya diinisiasi oleh lembaga-lembaga pemerintah untuk masyarakat melalui sosialisasi dan penyuluhan-penyuluhan hukum kepada masyarakat.
akan tetapi, proses ini ternyata tidak berjalan maksimal. penyuluhan hukum yang
dilakukan pemerintah tidak bisa menyentuh sampai di level paling bawah.
Tiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang bisa menggambarkan kondisi penegakan
hukum di masyarakat. kombinasi yang sangat buruk adalah, jika hukum yang ada tidak
merepresentasikan keadilan, aparat penegak hukum yang korup, dan kesadaranmasyarakat rendah akan menghasilkan masyarakat yang anarki dan mudah frustasi.
Apakah Indonesia seperti itu, sehingga marak terjadi penghakiman massa?
Distribusi Penghakiman Massa Tahun 2009
913 14
10 10
1613 12 13 12
2115
050505
J a n u
a r i
F e b r
u a r i
M a r e t
A p r i l
M e i
J u n i J u
l i
A g u s t u s
S e p t e
m b e
r
O k t o b
e r
N o v e m b
e r
D e s e m b
e r
Distribusi Penghakiman Massa Hingga Juni 2010
18 17
28 2836
44
0
10
20
30
4050
Januari februari Maret April Mei Juni
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
16
Salah satu bentuk kekerasan rutin lainnya menurut kami adalah pengeroyokan, jumlahnya
yang cukup banyak membuat kami menaruh perhatian terhadap insiden ini. pengeroyokan
kami beri batasan sebagai tindakan kekerasan terhadap satu orang atau lebih yangdilakukan oleh lebih banyak orang dengan motif yang lebih spesifik (di luar isu konflik dan
kekerasan yang ada), misalnya balas dendam. Bisa kita lihat bahwa rata-rata jumlah
insiden pengeroyokan selama tahun 2009 adalah 4 insiden, sementara hingga Bulan Juni2010 pengeroyokan yang terjadi adalah sebesar 6 insiden per bulan. Peningkatan ini
kemungkinan masih bisa bertambah mengingat masih tersisa Bulan Juli sampai Desember
2010.
Melengkapi pembahasan pada penghakiman massa di atas, kekerasan rutin ini selain tigahal tersebut, faktor yang patut kita perhatikan adalah berkembangnya budaya kekerasan di
masyarakat yang semakin meluas. Internalisasi kekerasan yang didapat cukup lama darimasa terbentuknya republik ini hingga saat ini turut menyumbangkan budaya kekerasan diIndonesia. Mulai dari massa pre-
kolonial, kolonial, hingga Orde
Baru5. Orde baru dinilai telah
memberikan sumbangan
signifikan dalam konstruksikekerasan yang ada di Indonesia
saat ini. Rezim otoritarian dengan
militer sebagai alat represiterhadap masyarakat semakin
menegaskan konstruksikekerasan yang selama ini di ada.Ketiadaan kemerdekaan hak-hak
ekonomi dan politik terkungkungdalam sebuah rezim yangpatrimonial.
Kekuasaan yang sangat kuat dan
tidak mungkin untuk dilawan oleh masyarakat membuat masyarakat frustasi akandemokrasi dan hukum yang selama ini didengungkan yang membuat masyarakat
cenderung tidak mendapatkan keadilan. Represi yang dilakukan oleh militer dengan dalih
stabilitas dan keamanan membuat masyarakat menjadikan masyarakat diam-diammenyimpan dendam. Tidak adanya upaya penyelesaian bagi persengketaan dan masalah-
masalah sosial seperti masalah perbedaan, nation-building, demokrasi dan lain-lain,menambah frustasi masyarakat yang semakin mengakumulasikan dendam.
Menyikapi berbagai kekerasan rutin yang ada, tampaknya dibutuhkan law enforcement
tegas, lebih memihak ke masyarakat, akuntabel, dan transparan serta memulai untuk memberikan pendidikan-pendidikan tambahan tentang pluralisme, mulitikulturalisme,
untuk menguatkan political engagement di masyarakat.
5 Nordholt, Henk Schulte dan Gerry van klinken. 2007. Politik Lokal di Indonesia. Jakarta: KITLV.
Distribusi Pengeroyokan Tahun 2009
74
1
5
87
3 3 4
1
46
02468
10
J a n u a r i
F e b r u
a r i
M a r e
t A p
r i l M e i
J u n i J u
l i
A g u s t u s
S e p t e m b e
r
O k t o b e
r
N o v e m b
e r
D e s e m b
e r
Distribusi Pengeroyokan Hingga Juni 2010
9
76 6 6 6
0
2
4
6
8
10
Januari februari Maret April Mei Juni
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
17
Para Pihak yang Terlibat Konflik dan Kekerasan
Sementara, dari peta para pihak yang terlibat
dalam konflik dan kekerasan tahun 2009 dan2010 terdapat pergeseran yang cukup berarti.
Pada tahun 2009, Individu, Massa dan Masyarakat
Desa Tertentu menjadi aktor dan pihak dominandalam yang terlibat konflik dan kekerasan. Pada
tahun 2009, individu menempati rangking teratasdengan jumlah keterlibatan sebanyak 300 kali,
sedangkan massa urutan kedua dengan jumlahketerlibatan 229 kali dan masyarakat desatertentu 199 kali terlibat insiden konflik dan
kekerasan. Sedangkan pada Juni 2010, Massa
adalah pihak yang menduduki rangking teratas
dengan jumlah 288 kali terlibat, Masyarakat Desa
Tertentu 226 kali terlibat dan Individu sebanyak 241 kali terlibat dalam setiap insiden. Pergeseran
keterlibatan para pihak dari Individu ke Massa,
Massa ke Masyarakat Desa Tertentu danMasyarakat Desa Tertentu ke Individu
memberikan gambaran kepada kita, betapa basiskekuatan yang bersumber pada identitaskomunal menjadi daya dorong untuk melakukan
konflik dan kekerasan. Identitas komunal ini bisa berupa suatu ikatan berdasar wilayah,etnis, agama, dan atau kekerabatan, yang dapat dilihat sebagai kesamaan untuk dapat menghimpun dan menggerakan orang dalam jumlah banyak.
Selain ketiga pihak di atas yang terlibat dalam konflik dan kekerasan, pihak lain yang juga
terlibat adalah Aparat Negara, Mahasiswa dan Siswa. Konflik internal dalam tubuhkepolisian, konflik antara polisi dan militer mencerminkan pertarungan kepentingan di
para aparatur negara masih sangat tinggi. Konflik dan kekerasan dengan basis pada
kepentingan masing-masing individu dan korps membuat peran sebagai pelindung danmencipta keamanan, ketertiban dan keadilan bagi masyarakat tidak berjalan maksimal
bahkan terkesan stagnan dan hampir selalu masyarakat menjadi korbannya. Lebih parahlagi, mahasiswa dan siswa juga menjadi pihak yang menyulut konflik dan kekerasan.
Pertikaian antar kampus atau berbeda fakultas dalam satu kampus dan sekolah selalu
berakhir dengan korban materi bahkan nyawa yang melayang sia-sia. Lembaga pendidikan,
Perguruan Tinggi dan Sekolah tidak lagi mampu membendung perilaku-perilakumahasiswa dan siswanya untuk berbuat anarkis.
Aparat Negara dengan jumlah keterlibatan 131 kali pada tahun 2009 beranjak naik padatahun 2010 yakni 234 kali terlibat. Siswa dengan jumlah keterlibatan 117 pada tahun 2009
Keterlibatan Para Pihak dalam
Konflik dan Kekerasan Tahun 2009
Pihak Jumlah
Keterlibatan
Individu 300
Massa 229
Masyarakat Desa
Tertentu 199 Aparat Negara 131
Siswa 117
Mahasiswa 65
Kelompok Politik 34
Kelompok Agama 18
Kelompok Etnik 17
Kelompok Penekan 18
Perusahaan 18
Pedagang 18
Buruh 7
Petani 6Lain-Lain 39
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
18
beranjak turun pada tahun 2010 dengan jumlah 84 kali, meski turun jumlah keterlibatansiswa dalam konflik dan kekerasan tetapi angka
ini menunjukan betapa jumlah ini tetap
merupakan angka yang tinggi. Sama halnyadengan mahasiswa. Keterlibatan mahasiswa
dalam konflik dan kekerasan juga amat tinggi.
Pada tahun 2009, mahasiswa yang terlibat sejumlah 65 kali dan pada tahun 2010 beranjak
naik menjadi menjadi 109 kali. Gambaran yang
cukup menyedihkan bagi dunia pendidikan kitahari ini, konflik dan kekerasan menerpa dunia
pendidikan yang menjadi tempat lahirnya paraintelektual bangsa. Hampir 2 kali lipat insisden
konflik dan kekerasan terjadi di kalanganmahasiswa.
Tiga pihak lainnya yang terlibat dalam konflik
dan kekerasan pada tahun 2009 sampai Juni
2010 ini terjadi perubahan posisi. Pada tahun
2009, kelompok politik berada pada rankingkeenam dengan jumlah keterlibatan sebanyak
34 kali, kelompok agama pada ranking ketujuh
dengan jumlah keterlibatan sebanyak 18 kalidan kelompok etnis pada urutan sembilan
dengan jumlah keterlibatan sebanyak 17 kali.Tetapi pada data-data yang kami himpun sampai Juni 2010 posisi ini justru ditempati olehkelompok penekan dengan jumlah keterlibatan 68 kali, kelompok politik dengan jumlah
keterlibatan 54 kali dan perusahaan 43 kali. Kelompok etnik berada pada urutan kesepuluhdengan jumlah keterlibatan sebanyak 37 kali dan kelompok agama 35 kali.
Meski terjadi perubahan posisi, tetapi jumlah keterlibatan kelompok etnik dan agama naik hampir dua kali lipat. Mengapa demikian? Beberapa persitiwa yang terjadi pada tahun
2010 (per Juni) ini, menunjukan dua hal: Pertama, semakin terkikisnya budaya toleransidalam kehidupan bermasyarakat kita. Kedua, ketidakmampuan pemerintah kita untuk
melindungi kaum minoritas yang ada di Indonesia. Kesan pembiaran sangat terlihat sangat
jelas dengan membiarkan kelompok tertentu untuk melakukan tindak kekerasan terhadapkelompok minoritas, tanpa ada sanksi hukum.
Dari berbagai uraian data di atas, setidaknya terdapat dua hal yang patut dicatat. Pertama,
sepanjang semester pertama 2010, terdapat pergeseran dari pihak pelaku konflik dari
individu ke arah pelaku yang bersifat komunal, baik itu massa, penduduk tertentu, ataupun
kelompok mahasiswa dan pelajar. Kecenderungan ini menandai bangkitnya komunalismeyang diikuti dengan praktik kekerasan. Kedua, pelaku kekerasan juga lebih beragam, tidak
hanya melibatkan penduduk tertentu, melainkan juga melibatkan kelompok terpelajar dankelas menengah yang selama ini diasumsikan sebagai ”motor dan agen perubahan”. Inimenandai bahwa kekerasan sporadis dapat menghinggapi kelompok mana saja. Jika
Distribusi Para Pihak yang Terlibat dalam Konflik dan Kekerasan Hingga
Juni 2010
Pihak Jumlah
keterlibatan
Massa 288
Masyarakat Desa
Tertentu 266
Individu 241
Aparat Negara 234
Mahasiswa 109
Siswa 84
Kelompok Penekan 68
Kelompok Politik 54
Perusahaan 43
Kelompok Etnik 37
Kelompok Agama 35
Pedagang 22
Buruh 11
Nelayan 10
Petani 4
Lain-Lain 49
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
19
dibiarkan tanpa pengelolaan dan intervensi yang tepat, maka budaya kekerasan dankonflik akan semakin menyebar ke dalam seluruh lapisan masyarakat. Lebih celaka lagi jika
budaya kekerasan diandalkan menjadi suatu mekanisme untuk menyelesaikan masalah.
Korban dan KerugianTentu setiap konflik dan kekerasan yang terjadi selalu membawa dampak kerugian baik
materi maupun nyawa yang melayang sia-sia. Pada tahun 2009 korban meninggal darisetiap konflik dan kekerasan berjumlah 70 orang dan tahun 2010 (per Juni) korban
meninggal berjumlah 53 orang. Sedangkan untuk korban luka-luka pada tahun 2009
berjumlah 395 dan tahun 2010 berjumlah 1126 orang. Itu berarti pada tahun 2010, korbanluka-luka naik 3 kali lipat dari tahun sebelumnya. Untuk kerugian secara materil seperti
rumah/gedung pribadi, kantor, kampus /sekolah dan lain-lainnya sangat mencolok perbedaanya antara tahun 2009 dan 2010, sebab total kerugian pada tahun 2009
berjumlah 421 sedangkan pada tahun 2010 (per Juni) berjumlah 1005, hampir dua kalilipat kerugiannya.
70
53
0
10
20
30
40
50
60
70
Tahun 2009 Tahun 2010
Perbandingan Jumlah Korban Meninggal antara
Tahun 2009 dan 2010 (per Juni)
Tahun 2009Tahun 2010
395
1126
0
200
400
600
800
1000
1200
Perbandingan Jumlah Korban Luka-Luka
antara Tahun 2009 dan 2010 (per Juni)
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
20
Jenis Kerugian Akibat Konflik dan Kekerasan pada Tahun
2009 dan 2010 (per Juni)
Jenis KerugianTahun2009
Tahun2010
Rumah / gedung pribadi 226 432
kantor / fasilitas pemerintah 22 51
universitas / sekolah 11 18
Tempat Ibadah 3 1
Rumah sakit 0 1
kendaraan Pribadi 76 297
Kendaraan Pemerintah 1 18
Kendaraan transportasi public 11 44
tempat Usaha 33 119
Peralatan elektronik 6 8Lain-lain 32 16
Total 421 1005
Upaya PenyelesaianDari berbagai peristiwa konflik dan kekerasan yang terjadi, maka tentunya ada upaya-
upaya penyelesaian dari para pihak yang berkonflik, baik melalui jalur hukum, adat-
istiadat, kekeluargaan, model-model penyelesaian alternatif, dan lain-lain. Pada tahun 2009upaya penyelesaian melalui jalur hukum berjumlah 197, adat 1, musyawarah dan
kekeluargaan 13, model alternatif 1 dan lain-lain 16. Jadi total kasus yang diselesaikan
berjumlah 228. Pada tahun 2010 (per Juni), terjadi peningkatan, yakni: upaya hukum 294,adat 1, musyawarah dan kekeluargaan 66, model alternatif tidak ada, dan lain-lain 137,
sehingga totalnya berjumlah 498 kasus yang diselesaikan. Meski demikian, secara umum
terdapat gambaran bahwa masih banyak kasus kekerasan dan konflik yang belumterselesaikan, sebab dari 752 kasus kekerasan dan konflik yang terjadi sepanjang 2010,
hanya 498 yang ada mekanisme penyelesaiannya. Sementara kasus-kasus yang lainnyamenguap tanpa penyelesaian yang jelas.
Upaya penyelesaian Total
Hukum Adat
Musyawarah dan
Kekeluargaan
Model
Alternatif
Lain-Lain
Tahun
Insiden
Tahun
2009 197 1 13 1 16 228Tahun
2010294 1 66 0 137 498
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
21
197
294
1 113
66
1 016
137
0
50
100
150
200
250
300
Hukum Adat Kekeluargaan Model Alternatif Lain-lain
Perbandingan Upaya Penyelesaian Kasus Konflik dan Kekerasan antara Tahun 2009
dan 2010 (per Juni)
Tahun 2009
Tahun 2010
Faktor-faktor StrukturalDi bawah kondisi-kondisi semacam apa kekerasan dan konflik menjadi semakin
meningkat? Kondisi-kondisi struktural semacam apa yang turut meningkatkan konflik dankekerasan di Indonesia. Jika kondisi struktural lebih kita maknai sebagai set of relations,
maka dari data dan pola kekerasan di atas, setidaknya terdapat empat faktor utama yang
ikut mendorong peningkatan konflik. Pertama, peningkatan konflik dalam banyak haldidorong oleh ”akumulasi dengan penjarahan” (accumulation by dispossesion) yang
dilakukan oleh kekuatan pasar dan kapital. Berbagai konflik sumberdaya alam, selaindipicu oleh lemahnya kapasitas negara dalam mengelola dan mengurusnya, juga didorong
oleh corak akumulasi yang melibatkan penjarahan, penggusuran, dan kekerasan di dalam
praktiknya.
Kedua, peningkatan konflik juga didorong oleh lemahnya kapasitas institusional negara.
Lemahnya kapasitas institusional negara dalam mencegah, mengelola danmentransformasi konflik inilah yang mendorong terjadinya peningkatan konflik sumber
daya alam, konflik dan kekerasan politik, konflik berbasis etnik dan agama, konflik antar
aparat negara serta kekerasan rutin lainnya. Kelemahan ini juga ditandai oleh masihbanyaknya kebijakan-kebijakan negara yang diskrimantif yang justru memicu terjadinya
konflik, juga pembiaran terhadap kelompok-kelompok preman, geng-geng kriminal, danaktor-aktor kekerasan berbasis agama.
Ketiga, peningkatan konflik juga diakibatkan oleh semakin maraknya jaringan klientilisme,komunalisme, dan pengerahan identitas etnik dan agama yang non-demokratis dan
berkecenderungan kekerasan. Studi-studi kekerasan politik dan konflik sosial kontemporerbanyak menyoroti peranan jaringan klientilisme dan komunalisme sebagai faktor penting
dalam mendorong terjadinya konflik sosial dan kekerasan komunal di Indonesia. Aktivitas
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
22
klientilisme yang ditandai oleh praktik rent-seeking, black economy dan informal economyterhadap sumber-sumber negara akan mendorong terjadinya konflik jika ia juga dibalut
atas identitas komunal lainnya seperti etnik, agama dan kekerabatan. Di titik inilah konflik
politik dan konflik berbasis etnis dan agama, serta kekrasan rutin kerapkali terjadi.
Keempat, peningkatan konflik dan kekerasan komunal juga diperparah oleh lemahnya
kapasitas institusional masyarakat, organisasi masyarakat sipil, dan gerakan sosial diIndonesia. Lemahnya kapasitas institusional masyarakat ini membuat skala perluasan dan
konflik seringkali terjadi. Kelemahan ini ditandai oleh kelemahan dan kegagapan berbagai
organisasi masyarakat sipil dan gerakan sosial dalam membuat political engagement lebihberjalan, menyemaikan tradisi kewargaan dan mendorong aksi-aksi kewargaan (citizenship
actions) yang demokratis serta dalam menandingi kekuatan pasar dan kebijakan negaradan memanfaatkan instrumen-instrumen demokrasi dan hak asasi manusia untuk
mencapai kebaikan bersama.
1. Diagram diadaptasikan dari Olle Tornquist, et.al (2007)
Apa yang terjadi jika kondisi semacam ini dibiarkan? Apa yang terjadi jika peningkatan
konflik dan kekerasan komunal ini diabaikan begitu saja? Pertama, kita akan mendapatisuatu tragedy of endowment ---suatu kondisi dimana kekayaan sumberdaya alam menjadi
kutukan yang memicu konflik dan kekerasan serta menjadi ajang perebutan. Konflik-
konflik sumberdaya alam yang pada umumnya meliputi konflik di kawasan kehutanan,konflik pertambangan, konflik perkebunan dan konflik pertanahan merupakan jenis
konflik yang luar biasa banyaknya. Tanpa upaya sistematis untuk menuntaskan konflik semacam itu, maka konflik-konflik semacam itu akan berubah menjadi siklus kekerasanyang tiada habisnya. Ini juga akan menghasilkan suatu “krisis sosial-ekologis” yang tiada
tara.
Conflict and
Communal
Violence
“Accumulation by Dispossession” led by Market and Capital
The Weakened Institutional
Capacity of State
The Weakened Institutional
Capacity of Society, Civil Society
Organizations, and Social Movements
Patronage-Communalism,
Clientilism, and Non-Democratic Religious and Ethnic Identity’s
Mobilizations
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
23
Kedua, jika jaringan patron klien, komunalisme dan tindak premanisme atau bosisme sertapatronase terhadap orang kuat lokal (local strongmen) semakin menguat, maka kita akan
mendapati suatu kondisi ‘defisit keadilan dan perdamaian’, dimana kekerasan politik,
kekerasan yang berbasis identitas komunal (etnik, agama dan kekerabatan) menjadi fiturutamanya. Dalam situasi semacam ini pula, maka bentuk-bentuk penguasaan oleh geng-
geng kriminal dan para aktor kekerasan sebagaimana banyak terjadi di kota-kota di
Amerika Latin.
Ketiga, jika perlemahan kapasitas institusional negara dalam pencegahan, penanganan dan
transformasi konflik dan perdamaian terus terjadi, dimana hal ini beriringan denganpenguatan jaringan patronase dan komunalisme dan krisis pengelolaan sumberdaya alam,
maka kita akan mendapati suatu fenomena negara gagal (failed state), dimana negara gagalmenjalankan fungsi-fungsi dasarnya sebagai satu-satunya aparat represif yang gagal, gagal
dalam memenuhi layanan dasarnya, dimana faksi-faksi politik dan kelompok kepentinganbertikai menggunakan instrumen kekerasan untuk mendapatkan tujuannya.
AkhirDi tengah kondisi semacam ini, maka dibutuhkan suatu rencana aksi pembangunan
perdamaian yang sistematis yang berupaya untuk terus mengenali dan memetakan corak
dan fitur kekerasan yang terjadi; yang berupaya untuk mencegah berbagai varian konflik-konflik yang terjadi dan mentransformasi konflik menjadi demokrasi, keadilan dan
kesetaraan. []
5/10/2018 ITP - Analisis Konflik & Kekerasan Di Indonesia Thn 2009-2010 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/itp-analisis-konflik-kekerasan-di-indonesia-thn-2009-2010
Jl. Danau Mahalona Blok D1 No. 35 Pejompongan, Jakarta Pusat 10210,INDONESIA
Telp./Fax: (6221) 573 1393, e-mail: www.titiandamai.or.idoffice@titiandamai.or.id ,
INSTITUT TITIAN PERDAMAIANPeace Building Institute
Recommended