View
250
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
PENDAHULUAN
Pada awal hingga pertengahan tahun 1980-an, di dunia bagian lain mulai berhadapan dengan
kasus epidemi HIV dan AIDS yang serius. Pada awal 1990-an, epidemi AIDS telah muncul di
beberapa negara Asia, dan pada akhir dekade ini, HIV menyebar dengan cepat di banyak benua.1
Saat ini, hampir 5 juta orang hidup dengan HIV di Asia Selatan, Timur dan Tenggara. Di
India, statistik terbaru menunjukkan bahwa diperkirakan 0,1 % orang dewasa berusia 15-49
tahun yang hidup terinfeksi HIV, lebih rendah bila dibandingkan dengan prevalensi HIV di
beberapa bagian sub-Sahara Afrika. Namun, dengan penduduk sekitar 1 miliar setara dengan 2,3
juta orang dewasa yang hidup terinfeksi HIV di India. Jumlah infeksi di Asia turun dari 450.000
pada tahun 2001 menjadi 369.000 pada tahun 2013 dan di India telah turun 56 % sejak 2006.1
Sekitar 380.000 orang yang hidup terinfeksi HIV di Indonesia, memiliki epidemi yang paling
cepat berkembang di Asia. Jumlah ini telah meningkat tajam dalam beberapa tahun terakhir dan
diperkirakan akan lebih dari dua kali lipat pada tahun 2014, jika pendekatan untuk pencegahan
HIV tidak ditingkatkan. Kenaikan ini karena beberapa faktor termasuk: industri negara seks,
pemeriksaan dini dan pengobatan terbatas, populasi yang tumbuh pesat dari orang-orang yang
menggunakan narkoba, penolakan kesehatan seksual dan pelayanan reproduksi pada orang-orang
yang belum menikah, dan krisis ekonomi.1
Tingginya kadar infeksi HIV yang ditemukan di antara kelompok beresiko tinggi, seperti
pengguna narkoba suntik, pekerja seks dan klien mereka, serta laki-laki yang berhubungan
dengan laki-laki. Pada tahun 2012, prevalensi HIV dilaporkan setinggi 36 % pada orang yang
menggunakan narkoba suntik. Peraturan daerah sering mengkriminalisasi kelompok beresiko
tinggi dan telah diidentifikasi bahwa beberapa anggota Komisi AIDS Nasional, yang
bertanggung jawab untuk mengatasi HIV / AIDS di Indonesia, gagal untuk mengatasi masalah
HIV/AIDS di kalangan yang beresiko tinggi. Kampanye untuk mempromosikan penggunaan
kondom di kalangan orang-orang yang terlibat dalam hubungan seks beresiko tinggi telah
bertemu perlawanan dari beberapa kelompok agama, yang merasa bahwa kondom hanya harus
dipromosikan untuk pasangan yang sudah menikah.2
Transmisi HIV melalui beberapa cara yaitu hubungan seks tanpa kondom, menyumbang
porsi yang signifikan dari infeksi HIV baru di banyak negara Asia. Klien pekerja seks
1
membentuk populasi terbesar pada resiko tinggi, antara 0,5-15%. Tingkat penggunaan kondom
saat berhubungan seks di banyak negara masih rendah. Faktor-faktor ini telah memberikan
kontribusi terhadap prevalensi HIV yang tinggi di kalangan pekerja seks dan klien mereka di
seluruh Asia. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah perempuan yang sudah menikah dan
dianggap beresiko rendah' infeksi HIV menjadi terinfeksi HIV. Sekitar 25-40 % infeksi HIV di
beberapa negara Asia antara perempuan dan laki-laki yang terinfeksi melalui seks bayaran,
berhubungan seks dengan laki-laki lain atau menggunakan narkoba suntik.3
Penggunaan narkoba suntikan merupakan faktor pendorong utama dalam penyebaran HIV di
seluruh Asia, terutama di China, Indonesia, Malaysia dan Vietnam. Di Cina 28,4 % dari semua
orang yang terinfeksi HIV diyakini telah terinfeksi melalui penggunaan narkoba suntik, sering
tumpang tindih antara komunitas penguna narkoba suntik dan masyarakat pekerja seks di Asia,
seperti pekerja seks melakukannya untuk membeli narkoba.4
Seks antar laki-laki menyumbang beberapa kasus yang tercatat paling awal dari HIV di Asia,
dan transmisi melalui jalur ini masih merupakan fitur yang menonjol dari epidemi banyak
negara. Kebanyakan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki di Asia tidak
mengidentifikasikan diri mereka sebagai gay karena norma-norma budaya yang mencegah
homoseksualitas, dalam beberapa kasus mereka bahkan mungkin menjadi kepala keluarga dan
mempunyai anak. Faktor-faktor baru yang muncul dalam penyebaran HIV di kalangan
homoseksual seperti kencan melalui internet, penggunaan narkoba, dan bentuk lain. Prevalensi
HIV meningkat diantara populasi homoseksual di Negara-negara Asia Selatan dan Asia
Tenggara.1
HIV dalam kehamilan merupakan salah satu masalah utama dalam bidang Obstretri.
Transmisi heteroseksual dan penyalahgunaan obat suntik meningkat kejadiannya secara
signifikan. Resiko infeksi pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi HIV diperkirakan 13-39
%. Kebanyakan anak-anak yang terinfeksi bertahan hidup hingga usia 5 tahun.5
Penularan ibu ke anak juga merupakan rute penularan HIV yang signifikan di Asia. Telah
terjadi penurunan 12 % dalam infeksi HIV yang terjadi pada anak-anak sejak tahun 2009, namun
pencegahan penularan dari ibu ke anak hanya 18 % di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada
akhir 2011.1
2
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
HIV/AIDS adalah suatau sindroma penyakit defisiensi imunitas seluler yang didapat yang
disebabkan oleh HIV. Akibat adanya kehilangan kekebalan, penderita AIDS mudah terkena
berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit dan virus. (1,2)
HIV berarti virus yang dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia. Ini adalah
retrovirus, yang berarti virus yang mengunakan sel tubuhnya sendiri untuk memproduksi
kembali dirinya. (1,3)
ETIOLOGI
HIV merupakan retrovirus penyebab penyakit defisiensi imun yang ditemukan oleh
Montagmik dan kawan – kawan, pada tahun 1983. penyakit – penyakit ini disebabkan dua atau
lebih organisme yang memberikan petunjuk kemungkinan AIDS.
Saat ini terdapat dua jenis HIV: HIV–1 dan HIV–2.
HIV–1 mendominasi seluruh dunia dan bermutasi dengan sangat mudah. Keturunan yang
berbeda–beda dari HIV–1 juga ada, mereka dapat dikategorikan dalam kelompok dan
sub–jenis (clades). Terdapat dua kelompok, yaitu kelompok M dan O. Dalam kelompok
M terdapat sekurang–kurangnya 10 sub–jenis yang dibedakan secara turun temurun. Ini
adalah sub–jenis A–J. Sub–jenis B kebanyakan ditemukan di America, Japan, Australia,
Karibia dan Eropa. Sub–jenis C ditemukan di Afrika Selatan dan India.
HIV–2 teridentifikasi pada tahun 1986 dan semula merata di Afrika Barat. Terdapat
banyak kemiripan diantara HIV–1 dan HIV–2, contohnya adalah bahwa keduanya
menular dengan cara yang sama, keduanya dihubungkan dengan infeksi–infeksi
3
oportunistik dan AIDS yang serupa. Pada orang yang terinfeksi dengan HIV–2,
ketidakmampuan menghasilkan kekebalan tubuh terlihat berkembang lebih lambat dan
lebih halus. Dibandingkan dengan orang yang terinfeksi dengan HIV–1, maka mereka
yang terinfeksi dengan HIV–2 ditulari lebih awal dalam proses penularannya. (3)
CARA PENULARAN
HIV menular melalui cairan tubuh seperti darah, semen atau air mani, cairan vagina, air
susu ibu dan cairan lainnya yang mengandung darah.
Virus tersebut menular melalui:
- Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah terinfeksi.
Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat dicegah.
- Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana darah tersebut
belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang tidak steril.
- Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang
telah terinfeksi.
- Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa kehamilan atau
persalinan dan juga melalui menyusui. (1,2,3)
PATOGENESIS
Penularan HIV terjadi melalui cairan tubuh dari orang yang telah terinfeksi oleh HIV
yang masuk kedalam aliran darah orang yang sehat. Cairan tubuh yang paling potensial dalam
menularkan HIV adalah cairan yang banyak mengandung sel darah putih seperti darah, cairan
sperma dan cairan vagina. Pada umumnya pada awal terinfeksi oleh HIV tidak ditemui gejala –
gejala. Pada sebagian kecil kasus dijumpai gejala – gejala ringan seperti flu yang dikenal sebagai
‘’Seroconversion Illness’’.
4
Sistem kekebalan mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Sistem ini terdiri dari banyak
jenis sel. Dari sel–sel tersebut sel T–helper sangat krusial karena ia mengkoordinasi semua
sistem kekebalan sel lainnya. Sel T–helper memiliki protein pada permukaannya yang disebut
CD4.
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic
acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut
mulai menghasilkan virus–virus HI.
Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru.
Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan
berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana
akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah diserang oleh
infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk menularkan virus tersebut dari
orang ke orang.
Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang
terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk
menghasilkan kembali dirinya.
Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200 sel/ml
kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung dibawah 200, dia
menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi oportunistik.
5
Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika sistem kekebalan
tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang sehat infeksi–infeksi tersebut tidak
biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi
fatal.
Tanpa perawatan, viral load, yang menunjuk pada jumlah relatif dari virus bebas bergerak
didalam plasma darah, akan meningkat mencapai titik dimana tubuh tidak akan mampu
melawannya. (1,3)
Perkembangan dari HIV dapat dibagi dalam 4 fase / stadium:
1. Infeksi utama (Seroconversion), ketika kebanyakan pengidap HIV tidak menyadari
dengan segera bahwa mereka telah terinfeksi. terjadi perubahan serologi dari negatif
menjadi positif, berlangsung antara 1-3 bulan bahkan ada yang sampai 6 bulan.
2. Fase asymptomatik, dimana tidak ada gejala yang nampak, tetapi virus tersebut tetap aktif
(5-8 tahun) jumlah sel T > 500
3. Fase symptomatik, dimana seseorang mulai merasa kurang sehat dan mengalami infeksi–
infeksi oportunistik yang bukan HIV tertentu melainkan disebabkan oleh bakteri dan
virus–virus yang berada di sekitar kita dalam segala keseharian kita dengan tanda-tanda
pembesaran kelenjer limfe, jumlah sel T antara 200-500
4. AIDS, yang berarti kumpulan penyakit yang disebabkan oleh virus HIV, adalah fase
akhir dan biasanya bercirikan suatu jumlah CD4 kurang dari 200.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah fase terakhir dari infeksi HIV
dan biasanya dicirikan oleh jumlah CD4 kurang dari 200. AIDS bukanlah penyakit yang
khusus melainkan kumpulan dari sejumlah penyakit yang mempengaruhi tubuh dimana
sistem kekebalan yang melemah tidak dapat merespons. (1,2,3)
6
PEMERIKSAAN KLINIS
Infeksi HIV dapat diketahui melalui sebuah pengujian antibodi mengenai HIV. Ketika
seseorang terinfeksi dengan HIV, antibodinya dihasilkan da0lam jangka waktu 3–8 minggu.
Tahap berikutnya sebelum antibodi tersebut dapat dideteksi dikenal sebagai "tahap jendela"
(window period).
- Pengujian dapat dilakukan dengan mengunakan sampel darah, air liur atau air kencing.
- Pengujian yang cepat ada dan menyediakan suatu hasil diantara 10–20 menit. Suatu hasil
positif biasanya menuntut suatu test konfirmatori lebih lanjut.
- Pengujian HIV harus dilakukan sejalan dengan bimbingan sebelum–selama–dan
sesudahnya. (1)
Terdapat 2 cara untuk pemeriksaan virus ini, yaitu :
1. Cara langsung
Yaitu isolasi virus dari sampel, umumnya dengan menggunakan PCR (Polimerase Chains
Reaction)
Tes HIV pada bayi karena zat anti dari ibu
Menetapkan status infeksi pada individu seronegatif
Tes oada kelompok resiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
Tes konfirmasi untuk HIV sebab sensitivitas untuk ELISA lebih rendah.
2. Cara tidak langsung
A. ELISA ( Enzin Linked Imuno Sorbent Assay )
Bereaksi terhadap antibodi yang ada dalam serum dengan memperlihatkan
7
warna merah tua.
B. Western Blot jarang digunakan karena mahal serta cukup sulit dan membutuhkan
waktu yang lama.
C. IFA ( Imuno Fluoresen Assay )
D. RIFA ( Radio Imunopraecipitation Assay ) (1)
Disamping itu, terdapat dua cara pengujian yang tersedia dalam memonitor
perkembangan HIV/AIDS:
- Pengujian CD4 adalah mengukur jumlah dari CD4 atau sel T–helper didalam darah.
Kekuatan dari sistem.
- Pengujian viral load adalah mengukur jumlah dari HIV didalam darah dalam setiap ml
darah. Semakin tinggi viral load maka semakin cepat pula perkembangannya ke AIDS. (3)
RESIKO DAN KEUNTUNGAN PEMERIKSAAN HIV
Resiko pemeriksaan HIV
Gangguan pada hubungan antar manusia
Seperti mengasingkan diri dari lingkungan sosial
Gejala menarik diri
Kesulitan dalam pekerjaan
Reaksi psikologios yang berat, seperti mimpi buruk, usaha bunuh diri, cemas dan
marah
Keuntungan pemeriksaan HIV
Membuat individu segera mendapat intervensi medik
8
Melindungi resisten dari organ – organ yang di donorkan sel telur, sperma, ASI atau
menyuntikkan bayinya dengan vaksin virus hidup.
Mengurangi kecemasan
Mendorong individu dengan tingkah laku beresiko tinggi untuk mengubah perilaku. (2)
PENGOBATAN
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS tetapi
cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat yang kurang baik
pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara medis direkomendasikan ketika
jumlah sel CD4 dari orangyang mengidap HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih
efektif, maka suatu kombinasi dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah
mengenai terapi Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini
dapat mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'), mentargetkan
pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam mencegah perpindahan dari viral
RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT, ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's) memperlambat reproduksi
dari HIV dengan bercampur dengan reverse transcriptase, suatu enzim viral yang
penting. Enzim tersebut sangat esensial untuk HIV dalam memasukan materi turunan
kedalam sel–sel. Obat–obatan NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta),
efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan menahannya sehingga
suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan rumah dan dilepaskan. (3)
9
Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang mengidap
HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan, persalinan dan masa
menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan, kemungkinan bahwa bayi dari
seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan terinfeksi kira–kira 25%–35%. (1,3)
Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi penularan HIV/AIDS dari ibu ke
anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–28 minggu
selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini menurunkan angka penularan
mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36
minggu menjadi 50% penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan
sekitas 38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT) dalam
kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa persalinan dan satu
dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari. Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat
menurunkan penularan HIV sekitar 47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan
membawa satu tablet kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.
Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat antiviral,
yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari, untuk mencegah seseorang
menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik melalui serangan seksual maupun
terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu
pengujian HIV harus dijalani untuk menetapkan status orang yang bersangkutan.
10
Informasi dan bimbingan perlu diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti
obat–obatan, keperluan untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang
aman dan memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP termasuk
AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah memperingatkan mengenai
pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP yang berhutang pada bahaya akan kerusakan
pada hati. Sesudah terkena infeksi yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai
sekurangnya selama 72 jam, sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal
seseorang memulai pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar.
PEP tidak merekomendasikan proses terinfeksi secara biasa ke HIV/AIDS sebagaimana
hal ini tidak efektif 100%; hal tersebut dapat memberikan efek samping yang hebat dan
mendorong perilaku seksual yang tidak aman. (3)
PENCEGAHAN
Program pencegahan penyebaran HIV dipusatkan terutama pada pendidikan masyarakat
mengenai cara penularan HIV, dengan tujuan merubah kebiasaan orang –orang yang beresiko
tinggi untuk tertular.
Cara – cara pencegahan ini adalah :
1. Untuk orang sehat
- Abstinens ( tidak melakukan hubungan seksual )
- Sex aman ( terlindung )
2. Untuk penderita HIV positif
- Abstinens
- Seks aman
- Tidak mendonorkan darah atau organ
11
- Mencegah kehamilan
- Memberitahu mitra seksualnya sebelum dan sesudah diketahui terinfeksi
3. Untuk penyalah guna obat – obatan.
- Menghentikan penggunaan suntikan bekas atau bersama – sama
- Mengikuti program rehabilitasi
4. Untuk profesional kesehatan
- Menggunakan sarung tangan lateks pada setiap kontak dengan cairan tubuh
- Menggunakan jarum hanya untuk sekali pakai
Bermacam – macam vaksin sudah dicoba untuk mencegah dan memperlambat
progresivitas penyakit, tapi sejauh ini belum ada yang berhasil.
Permukaan – permukaan yang terkontaminasi HIV dengan mudah bisa di bersihkan dan
disucihamakan karena virus ini rusak oleh panas dan cairan desinfektan yang biasa digunakan
seperti Hidrogen Peroksida dan Alkohol.
Sangatlah mungkin bagi pengidap HIV/AIDS dalam menjalani suatu hidup yang
produktif dengan mengikuti suatu diet tinggi akan protein dan kilojoule yang sehat, mengatur
tingkat–tingkat stress, mempraktekan seks yang aman dengan mengunakan kondom, tidak
minum air yang belum dimasak, moderasi dalam mengkonsumsi alkohol dan merokok, mencuci
tangan, memastikan kesejahteraan spiritual dan emosional serta memperhatikan infeksi
oportunistik sedini mungkin. Orang yang memiliki hewan piaraan harus mengikuti tindakan
pencegahan yang normal dengan menjamin bahwa makanan, kotoran dan tempat tidur mereka
selalu segar dan memenuhi norma kesehatan sepanjang waktu.
Perawatan harus dilakukan untuk menghindari pukulan, goresan dan gigitan serta
binatang tersebut harus dimandikan dan divaksinasi secara teratur. (1,3)
12
PROGNOSIS
Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang
terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi
bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV
mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini
meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya. Resiko terkena AIDS dalam 10-11 tahun setelah
terinfeksi HIV mencapai 50%. Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua
kasus akan menjadi AIDS. Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi
oportunistik dan meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat
berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada
penderita yang terbukti sembuh. 5
Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase
chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test membantu dokter untuk
memonitor efek pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan
bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL plasma.
Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan
pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui, penderita bisa mempertahankan.5
kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah terkena AIDS. Sehingga pada
saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan.
13
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.H
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Komplek marelan indah No.22
Agama : Islam
Suku : Padang
Pendidikan Terakhir : SMA
Tgl masuk RS : 20 April 2014 ( IGD )
Jam masuk RS : 18.00 WIB
No RM : 211116
Tanggal periksa : 20 April 2014
Identitas Suami
Nama : Tn. E
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : wiraswasta
Pendidikan Terakhir : S1
GPA : G3P1A1 gravida 38-39 minggu
I. ANAMNESA (Autoanamnesa &Alloanamnesa)
Keluhan Utama : Mau melahirkan
Telaah :
Pasien usia 31 tahun datang masuk melalui IGD RSUD Haji medan pada tanggal 20
April 2014 jam 18.00 WIB dengan keterangan G3P1A1 gravida 38-39 minggu dengan HIV
reaktif. Pasien merupakan pasien dr.Muslih SpoG.
Saat dirumah sakit pasien belum mengeluh adanya mules-mules maupun perut kencang
atau tegang, pasien juga belum merasakan adanya keluar air-air maupun lendir ataupun darah
14
dari jalan lahir. Pasien masih merasakan gerakan aktif dari janin. Buang air kecil dan buang
air besar tidak ada keluhan.
Selama kehamilan pasien tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi, mual dan
muntah, nyeri kepala, demam penurunan penglihatan serta anggota badan yang bengkak dan
perdarahan dari jalan lahir.
Pasien sudah merencanakan ke IGD pada tanggal 20 april 2014 dikarnakan pasien telah
berkonsultasi di Poli kebidanan pada tanggal 15 april 2014.
Riwayat Penyakit Dahulu :
±3 tahun yang lalu pasien melakukan pemeriksaan VCT (Voluntary Counseling and
Testing) dan didapatkan hasil HIV reaktif pada bulan Februari tahun 2011. Pasien berobat ke
RS Pakam dan didiagnosa menderita HIV.
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan penyakit
ginjal sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga :
Suami dan anak pertama pasien tidak pernah mempunyai keluhan yang sama seperti
pasien. Suami dan anak pertama pasien juga belom pernah melakukan pemeriksaan VCT
Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah dirawat di RS Pakam dan mendapatkan pengobatan Neviral dan Deviral
untuk penyakit HIVnya sampai saat ini.
Pasien tidak pernah mendapatkan transfusi darah.
Riwayat Haid :
Menarche pada usia 13 tahun, menstruasi tidak teratur setiap bulannya, dengan lama
setiap kali haid ± 6-7 hari, ganti pembalut 2-3 kali sehari, disminorea (+), keputihan (+).
HPHT : 30 07 2013
HPL : 07 05 2014
Riwayat Seksual :
15
Pasien pertama kali melakukan hubungan seksual pada usia 20 tahun dengan suaminya,
frekuensi 2-3 kali seminggu, nyeri saat berhubungan (-).
Pada tahun 2012-2013 (± selama satu tahun) pasien jarang melakukan hubungan seksual
dengan suaminya dikarenakan tempat tinggal yang terpisah. Pasien berada di medan
sedangkan suami pasien bekerja di Jakarta sebagai buruh pabrik.
Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah dua kali pada tahun 2006 dan 2012, yaitu saat pasien berusia 20 tahun
dan suami pasien berusia 24 tahun.
Riwayat Obstetri :
G3P1A0
Anak Pertama : Dilahirkan di Bidan tahun 2006, lahir abortus , usia kehamilan 4 minggu,
meninggal
Anak Kedua : Dilahirkan di RSUD. Haji medan, ditolong oleh dokter, lahir Sesar a/i HIV,
usia kehamilan 9 bulan, jenis kelamin perempuan, BBL 2900 gram, hidup.
Anak Ketiga : hamil ini
Riwayat Pemberian ASI
Anak Kedua : Diberikan PASI sejak lahir
Riwayat ANC :
Pasien pertama kali memeriksakan kandungannya ke Bidan saat usia kehamilan 6 bulan
sebanyak 3 kali . Selanjutnya bidan menyarankan pasien melakukan pemeriksaan kandungan
di RSUD HAJI sebanyak 2 kali
Pasien melanjutkan pemeriksaan kandungan di Poli Kandungan di RSUD HAJI
sebanyak dua kali dan mendapat tablet penambah darah.
16
Riwayat KB :
Pasien pernah menggunakan KB suntik 3 bulan sekali sebelum kehamilan anak pertama
namun tidak cocok . Setelah pasien dinyatakan positif menderita HIV, suami pasien selalu
menggunakan kondom setiap mereka berhubungan seksual.
Riwayat Alergi:
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat.
Riwayat Trauma :
Pasien tidak pernah mengalami trauma.
Riwayat Operasi :
Pasien mempunyai riwayat operasi Secsio sesaria anak ke 2
II. Status Present (02-03-2014)
Sens : Compos mentis
Vital Sign : TD :110/70 mmHg Anemia : -/-
RR : 20 x/menit Ikterik : -/-
Nadi : 84 x/menit Dyspnoe : -
Suhu : 36,5°C Sianosis : -
Antropometri : BB sekarang : 59 kg Oedem : -
TB : 155 cm
Status Genaralisata
Mata : Anemia -/-, Ikterus -/-
Leher : KGB tidak teraba, TVJ tidak meningkat
Thorak : Cor : bunyi jantung normal, reguler, bunyi tambahan (-)
Pulmo : Suara pernafasan vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen : Distensi (-), Peristaltik (+) Normal, Hepar tidak teraba, lien tidak
teraba
Ekstremitas : Akral hangat (+), oedem (-/-)
Status Obsterti
17
Abdomen : Membesar, asimetris
Palpasi
Leopold I : 4 jari dibawah proc.Xypoideus ( 28 cm )
Leopold II : kiri teraba bagian kecil, kanan teraba punggung, teregang kekanan
Leopold III : Teraba bulat keras, ,elenting bagian bawah kepala
Leopold IV : Divergen,
Gerak Janin : (+)
HIS : (-)
DJJ : 148x/menit
EBW : 2200-2400 gr
Inspeculo : Tidak dilakukan pemeriksaan
HASIL LABORATORIUM
Darah Nilai normalHb : 11,4 gr/dl 12- 16 gr/dlHt : 33,6 % 36-47 %Leukosit : 10,000/mm3 4000-11.000/mm3
Trombosit : 225.000 / mm3 150.000-450.000/mm3
Eritrosit : 4,0 3,9 – 5,6 mm3
Gds : 177 mg/dL < 140 mg/dL
V. DIAGNOSA KERJA
Prev SC 1 x + MG + KDR (aterm) + PK + AH + B.Inpartu
VII. TERAPI
- Persiapan operasi
-IVFD 20 gtt/i
- Kateter urin
-Inj. Cefotaxim 2 gr/iv skin test
- Puasa 6-8 jam
18
LAPORAN SEKSIO SESARIA :
1. Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infuse dan keteter terpasang baik
2. Dilakukan tindakan aseptic dengan larutan pavidor iodine 10% dan alcohol 70% pada
dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi
3. Dibawah anastesi spinal dilakukan insisi mulai dari kulit subkutis sepanjang 10cm
4. Dengan mensisipkan pinset anatomi dibawahnya fascia di gunting ke kanan dan ke kiri, otot
dikeluarkan tumpul
5. Peritoneum dijepit dan klem, diangkat lalu digunting ke atas dan kebawah
6. Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, identifikasi SBR
7. Lalu plika vesicouterina digunting uterus di insisi, secara konkaf sampai menembus
subendometrium,kemudian endometrium ditembuus secara tumpul dengan jari dan
diperlebar sesuai arah sayatan
8. Dan ekstraksi bokong kemudian perasa lowest dan meuricu maka lahir bayi perempuan BB
3900gr. PB 50cm, AS 3/9, anus (+)
9. Tali pusat di klem pada 2 tempat dan digunting
10. Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat
11. Kedua kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval
12. Kavum uteri dibersihkan dari sisa sisa selaput ketuban dan kasa steril terbuka sampai tidak
ada selaput ketuban dengan kasa steril terbuka sampai tidak ada selaput atas bagian
plasenta yang tertinggal, kesan bersih
13. Dilakukan penjahitan homeostatis pada kedua ujung robekan uterus dengan benang
chronic, vicryl no 2 dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci over hecting.
Evaluasi tidak ada perdarahan repitonealisasi dengan cut gut no 1,0
14. Klem peritoneum dipasang lalu kavum abdomen dibersihkan dan bekuan darah dari cairan
ketuban, kesan bersih. Evaluasi : tuba dan ovarium kanan kiri, kesan : normal
15. Kedua ujung fascia di jepit dengan locher,lalu dijahitt secara jelujur
16. Sub cutis di jahit secara simple suture dengan plan cut gut
17. Kutis di jahit secara subkutikuler dengan vicryl no. 4.0
18. Luka operasi ditutup supratule,kasa steril+betadine solution dan hipofix
19. Liang vagina di bersihkan dari sisa sisa darah dengan kapas sublimat hingga bersih
20. KU ibu post operasi : stabil
19
INSTRUKSI PASCA OPERASI :
1.awasi kontrasi, tanda tanda perdarahan
2.cek HB 2 jam post operasi, jika < 8 gr/dl transfuse sesuai kebutuhan
TERAPI :
1.Tirah baring
2.IVFD RL+oksitosin 10-5-5 20 gtt/i
3.Inj. ceftriaxon 1gr/iv/12 jam
4.inj. ketorolac 30 mg/iv/8 jam
5.inj. Transamin 1amp/8 jam
IX. Follow Up
Follow up (21-04-2014) Prev SC
S : Pusing
O : Sensorium : Compos mentis
Vital Sign : TD :110/70 mmHg Ikterik : -
RR : 20 x/menit Anemis : -
Nadi : 84 x/menit Sianosis : -
Suhu : 36,5°C Dyspnoe : -
Oedem : -
Abdomen : Membesar asimetris
TFU : 3 jari bawah prosesusxipoideus
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
Gerak janin : (+)
HIS (-)
DJJ : 132 x/menit
EBW : 2200-2400
BAK : +
BAB : - Flatus : -
20
Dx : Prev SC 1 x + MG + KDR (aterm) + PK + AH + B.Inpartu
Tanggal : 22-04-2014 ( Post operasi )
Follow up (22-04-2014)
S : Nyeri pada luka operasi
O : Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD :110/80 mmHg Ikterik : -
RR : 24 x/menit Anemis : -
Nadi : 80 x/menit Sianosis : -
Suhu : 36,5°C Dyspnoe : -
Oedem : -
Abdomen : Soepel peristaltik ( +)
TFU : 2 jari bawah pusat
P/V : Lochia rubra (+)
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAB : (+) Flatus : -
BAK : Via kateter 120 cc/ jam
ASI : -/-
DX : Post SC a/i prev SC 1 x+ NH1
Follow up (23-04-2014)
S : -
O : Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD :90/60 mmHg Ikterik : -
RR : 24 x/menit Anemis : -
Nadi : 80 x/menit Sianosis : -
Suhu : 36,5°C Dyspnoe : -
Oedem : -
Abdomen : Soepel peristaltik ( +) normal
TFU : 2 jari dbp
P/V : Lochia rubra (+)
L/O : Tertutup verban kesan kering
21
BAB : (-) Flatus : +
BAK : Via kateter 120 cc/ jam
ASI : -/-
DX : Post SC a/i prev SC 1 x+ NH2
Follow up (24-04-2014)
S : -
O : Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : TD :80/70 mmHg Ikterik : -
RR : 24 x/menit Anemis : -
Nadi : 70 x/menit Sianosis : -
Suhu : 36,5°C Dyspnoe : -
Oedem : -
Abdomen : Soepel peristaltik ( +) normal
TFU : 2 jari dbp
P/V : Lochia rubra (+)
L/O : Tertutup verban kesan kering
BAB : (-) Flatus : +
BAK : +
ASI : -/-
DX : Post SC a/i prev SC 1 x+ NH3
R/ tanggal 25 april 2014 pasien berobat jalan
22
KESIMPULAN
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan
AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi,
dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah
terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan bayi sehingga virus
dari ibu dapat menular pada bayi.
Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah (transfusi), bayi
dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1
bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya
gangguan neurologis, demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1
bulan, dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes
simplex kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita,
retinitis cytomegalovirus.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Merck MT. What is HIV/AIDS. Family Health International For HIV/AIDC. Update August
2006. available from URL : www.medicinet.com/info/whatisHIVADIS.pdf
2. Mansjoer A, et al, Penyakit Human Imunodeficiency Virus/AIDS dalam Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid II, edisi ke 3,Media Aesculapius FK UI,2000; 162-165
3. Michael G. Acquired Imunno Deficiency Syndrome , Department of Diagnostic Sciences,
New Jersey Dental School, University of Medicine and Dentistry of New Jersey. 2005 .
available from URL : http://www.emedicine.com/file09855.htm
4. Hendarwanto, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, Jakarta, FKUI,1996
5. Hiemann R. HIV, Eastern Virginia School of Medicine Last update July 23, 2006. Available
from URL : http://www.wikipedia.com/wiki/00344.htm
24
Recommended