Jail 0Peb • !vIar .lun , Jut Ags Balantil~Calon...

Preview:

Citation preview

117

.~_ ..._.. .__ .._..._. __ . . .. _._.. .. . .__._._. __ ._._0. _

") Senin • Selese () Rabu

234567818 19@ 21 22 23

Jail 0 Peb • !vIar

//

a924

10

251126

1227

o Sabtu () Millggu...................... :c.:.: .

1328

14

291530

1631

'mem-bccc up niatnya menjadipejabat publik. Tentu akan adadeal antara obyek dan subyekbalantik di mana masing-ma-sing pihak tidak mau.rugi,Semua problem di negeri ini

terjadi karena praktik politiksimbiosis transaksionalis di ka-langan elite. Kelompok elite bu-kanlah kelompok yang ho-mogen, tetapi heterogen. Ke-lompok elite politik dapat digo-longkan menjadi tiga tipe. Per-tama, elite politik dalam segalatindakanberorientasi pada ke-.pentingan pribadi atau golong-an. Kedua, elite politik liberal.Maksudnya, sikap dan perilakuyang membuka kesempatanseluas-luasnya bagi setiap war-ga masyarakat untuk mening-katkan status sosial. Ketiga, pe-lawan elite (counter elite). Me-nurut tipe ini, para pemimpinyang berorientasi pada .khala-yak dengan cara menentang se-gala bentukkemapanan (estab-lished order) ataupun denganmenentang segala bentuk per-ubahan (Budiardjo, 1999).Fakta-fakta adanya kecende-

rungan balantik calon pemim-pin publik merupakan bagiandari realitas budaya politik.Pascateori behavioralisme, kaji-an budaya politik banyak di-tinggalkan terutama karena di-anggap terlalu abstrak sehinggarelatif sulit menentukan unitanalisisnya. Selain itu, variabelbudaya sering diperlakukan se-bagai variabel residu. Jika kon-sep budaya politik dianggap ab-surd, karena dianggap abstrakterutama dikritik karena meng-gabungkan dua kata yaitu katapolitik dan kata kebudayaan.

E!...~tu sisi, menurut Kleden,

I( lip i n g Hum a 5 U n pad .20 1 :2

Kamis () Jumat

.lun , Jut Ags

""Balantil~"Calon Pemllnpin

J ABATAN publik olehsebagian elite dianggapsebagai job dan bukan

sebagai God calling, panggilanTuhan dan pengabdian. Itulahsebabnya tidak akan pernahhadir pemimpin yang "berkua-litas" untuk mengabdi kepadakepentingan publik. Mengapa?Sebab, kecenderungan hari ini,jabatan publik sering pengisi-annya dibalantikeun.

Balantik (bahasa Sunda),blantik (bahasa Jawa) adalahu.saha sambilan dengan komo-ditas tertentu termasuk barangbekas yang dapat memberihasil atau nguntungkeun parapihak yang terlibat dalam prak-tik balantik. Pengusaha besarumpamanya, mainjob-nya bi-sajadi adalah kontraktor, tetapisidejob-nya adalah menjajakanatau mensponsori pengisian ja-batan publik, Siapakah calon"pembelinya"? Pangsa pasar-nya adalah mereka yang ber-ambisi menduduki jabatanpublik, entah yang kesengsemmenjadi bupati, wali kota, gu-bernur, atau bahkan presiden.Di dalam konteks itu, peran se-bagai broker alias calo banyakdimainkan para pengusaha ter-sebut dengan instrumen partaipolitik. Pengusaha, kaum kapi-talis, atau pemilik modal seringmenjadi calo dan ngabalantikuntuk urusan "mendudukkan"

seseorang menjadi kepala da-erah.Sebagaimana banyak diketa-

hui, pengusaha banyak yangmau menjadi "penyandang da-na" bagi seseorang yang berni-at menduduki jabatan publik.,Tentu tidak gratis. Masalahnyaadalah mengapa ada pihakyang mau dijadikan "bakalca-Ion" untuk dibalantikeun, danjuga ada yang mau nqabalan-tik?Jika suatu barang masih ba-

gus (bukan rongsokan), akanbanyak peminatnya, tidak per-lu dibalantikeun. Jadijika adapertanyaan, mengapa "sese-orang" mau dibalantikeun?Melalui logika tadi, boleh jadi,barang itu kurang atau bahkantidak berkualitas, dan di tanganseorang yang profesinya seba-gai broker maka barang tadibiasanya disipuh, dipale, di-alus-alus sehingga tampakmenjadi kinclong.Untuk proses "rehab" tadi di-

butuhkan dana untuk penci-traan, kampanye, pembuatan

• kaus, topi, stiker, baliho, danseterusnya. Seseorang mau di-balantikeun karena yang ber-sangkutan memang memilikiambisi untuk menjadi pejabatpublik, tetapi yang bersangku-tan "kekurangan" dana sehing-ga membutuhkan seorang atausekelompok pemodal untuk

jika kita berbicara tentang poli-tik kebudayaan, yang dimaksudpertama-tama bukanlah sesua-tu yang langsung berhubungandengan perimbangan 'atauperebutan kekuasaan, tetapi le-bih berhubungan dengan kebi-jakan-kebijakan yang diambildalam hubungan dengan arahperkembangan budaya dansyarat-syarat yang harus diada-kan untuk mencapai tujuan ter-sebut. Dalam hal ini kita perlumelihat hubungan dialektis an-tara dua kecenderungan uta-ma. Di satu pihak, bidang ke-budayaan tertentu seperti hal-nya kesenian, selalu lahir darikreativitas spontan, dan tidakbisa direncanakan. Sia-sia An-da mengumpulkan sepuluh pe-ngarang dan memirita merekamasing-masing menulis duanovel dalam setahun. Atau me-minta kepada beberapa pelukisuntuk menghasilkan satu lu-kisan setiap dua bulan misal-nya. Kreativitas inerupakan su-atu kemampuan yang selalubisa diasah tetapi tidak bisa di-rencanakan berdasarkan suatukebijakan tertentu.Jadi, balantik bakal calon

pemimpin dapat dilihat dariperspektifbudaya yang meng-gambarkan betapa negara iniakan kesulitan melahirkan pe-mimpin, sebab ternyata yangdijajakan dan dibalantikeun itusesungguhnya bukan kualitasseorang pemimpin melainkankualitas bakal calon penguasa.Hal ini dapat dipahami karenamemang hakikat penguasa danpemimpin adalah berbeda. Pe-ilguasa memiliki karakter ben-tik curuk balas nunjuk cape-tang balas miwarang, sedang-kan pemimpin berkarakter se-bagai seorang pengabdi yangmendedikasikan kapasitas danintegritasnya untuk kemasla-hatan yang dipimpinnya, da-lam konteks negara adalah rak-yat. Semoga kita tidak terjebakdi dalam suasana balantik paracalon penguasa pol'itik, di da-lam event pemilu kepala da-erah, pemilu presiden, dan atau'pemilu legislatif. ***

Recommended