View
1.016
Download
9
Category
Preview:
DESCRIPTION
Materi ini disampaikan dalam diskusi wartawan yang diselenggarakan oleh Indonesia Strategic, Jakarta, 1 Oktober 2009
Citation preview
Jakarta Kolaps
Oleh :Firdaus Cahyadi Knowledge Sharing Officer for Sustainable Development OneWorld-Indonesia
Disampaikan dalam diskusi wartawan yang diselenggarakan oleh
Indonesia Strategic, Jakarta, 1 Oktober 2009
Banjir Jakarta
Banjir Jakarta
Pada 1990 persentase run off (air larian) meningkat mencapai 53,87 persen. Pada 2003 persentase run off meningkat lagi menjadi 60,38 persen (Adi Wibowo, 2005).
Data dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta yang terbaru menunjukkan bahwa run off di kota ini kini telah mencapai angka 70 persen (BPLHD DKI Jakarta, 2007).
Semakin besar run off berarti semakin besar pula potensi banjir yang terjadi di Jakarta.
Banjir Jakarta
AIR HUJAN
2000 JtM3/th
AIR HUJAN MENJELMA MENJADI AIR
LARIAN BANJIR
JAKARTA
Run Off1468 Jt
M3/th(73,4%)
Muka Laut
532 Jtm3/th
(26,6%)
40 Jtm3/thAIR TANAH
DALAM
77 JUTA M3/TH
AIR TANAH DANGKAL 492 JT M3/TH
Batas aman pengambilan air bawah tanah 30-40% dari potensi air tanah (186 jt m3/th)
(Tahun 2005 defisit air tanah sebesar 66,65 juta m3/tahun)Sumber: BPLHD DKI Jakarta, 15 Februari 2007
200
-40
-140
-250
BOGOR
0
-40
-140
-250
Krisis Air Tanah
Data BPLHD DKI Jakarta mencatat, selama periode Januari-Mei 2008, di Jakarta Pusat terjadi kelebihan penyedotan air tanah oleh pelanggan rumah mewah dan niaga dari sumur bor hingga sekitar 929.076 meter kubik (m3), sedangkan kelebihan penyedotan dengan sumur pantek mencapai 136.454 m3.
Kelebihan juga terjadi di Jakarta Timur. Penyedotan dengan sumur bor hingga 1.924.377 m3 dan sumur pantek 253.577 m3. Penyedotan diduga dilakukan pelaku industri, pemilik pabrik di Kawasan Industri Pulogadung.
Kelebihan penyedotan dengan sumur bor terbesar terjadi di wilayah Jakarta Selatan, yaitu sekitar 1.718.600 m3 dan dengan sumur pantek 428.100 m3. Kelebihan penyedotan di Jakarta Barat dengan sumur bor sekitar 760.834 m3 dan dengan sumur pantek 96.361. Di Jakarta Utara, kelebihan penyedotan air tanah dengan sumur bor sekitar 602.358 m3 dan dengan sumur pantek 62.115 m3.
Krisis Udara Bersih
Krisis Udara Bersih
Hasil penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (1989) menunjukkan bahwa pedagang kaki lima dan warga yang tinggal di wilayah yang padat penduduk mempunyai risiko 12,8 kali lebih besar mengalami gangguan kesehatan yang terkait dengan polusi udara.
Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 1994 menyebutkan kerugian ekonomi yang harus dipikul masyarakat Jakarta akibat polusi udara sebesar Rp.500 miliar.
Sementara studi ADB (2002) memprediksikan kerugian ekonomi yang akan ditanggung masyarakat Jakarta pada tahun 2015 akibat polusi udara dari jenis polutan Nitogen Oksida (NO2) dan Sulfur Oksida (SO2) berturut-turut sebesar Rp.132,7 miliar dan Rp.4.3 triliun.
Krisis Transportasi Publik
Krisis Transportasi Publik
Terkait dengan kemacetan lalu lintas di Jakarta, sebuah studi menyebutkan bahwa kemacetan lalu lintas di Jakarta telah menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp 5,5 triliun (SITRAMP, 2004).
Bahkan, dengan metode yang berbeda, hasil penelitian Yayasan Pelangi pada 2003 menyebutkan bahwa kemacetan lalu lintas di DKI telah menyebabkan kerugian akibat kehilangan waktu produktif yang jika dinominalkan akan mencapai Rp 7,1 triliun.
Krisis Kawasan Resapan Air dan
RTH
Sumber : Kompas, 10 Februari 2007
Perubahan luas Situ/Rawa/Tambak/Mangrove
0
500
1000
1500
2000
2500
1
Perubahan dari tahun ke tahun
Lu
asan
dala
m H
a
1954
1992
2005
Krisis Kawasan Resapan Air dan
RTH Rencana Induk Jakarta 1965-1985 memperuntukkan kawasan
seluas 279 hektare ini sebagai ruang terbuka hijau. Di atasnya hanya boleh berdiri bangunan publik dengan luas maksimal sebesar 16 persen dari luas total. Namun, di kawasan itu kini telah muncul Senayan City (pusat belanja yang dibuka pada 23 Juni 2006), Plaza Senayan (pusat belanja dan perkantoran, dibuka 1996), Senayan Trade Center, Ratu Plaza (apartemen 54 unit dan pusat belanja, dibangun pada 1974), serta bangunan megah lainnya.
Hal yang sama terjadi pada hutan kota Tomang. Rencana Induk 1965 dan 1985 memperuntukkan lahan di Simpang Tomang ini sebagai sabuk hijau Jakarta. Kini hutan itu berubah menjadi Mediterranean Garden Residence I (apartemen, dibangun pada 2002 dan selesai 2004), Mediterranean Garden Residence II (apartemen, dijual pada 2005), serta Mal Taman Anggrek (apartemen dan pusat belanja, dibuka pada 2006).
Sumber: Majalah TEMPO Edisi. 35/XXXVI/22 – 28 Oktober 2007
Urbanisasi di Jakarta
Urbanisasi di Jakarta
Setiap tahun sekitar 200 ribu hingga 250
ribu jiwa datang ke Jakarta dari berbagai
wilayah Indonesia, belum lagi ditambah
aliran penglaju harian yang mencapai
4.094.359 jiwa (Sitramp, 2000)
Booming Mall
Booming Mall
Sejak tahun 2008-2010 diperkirakan akan ada 13 proyek pusat belanja baru di Jakarta. Hal itu terungkap dari hasil riset Procon Indah yang dipublikasikan pada 28 April 2008.
Menurut riset tersebut, 40 persen penambahan pusat belanja akan berada di Jakarta Utara, 20 persen berada di Jakarta Selatan, dan 18 persen di Central Business District Jakarta.
Sementara itu, sisanya akan tersebar di berbagai daerah di Jakarta lainnya. Luas pusat belanja di Jakarta pun diperkirakan akan mencapai 3,33 juta meter persegi.
Penyakit Obesitas Kota Jakarta
Penyakit Obesitas Kota Jakarta Setiap tahun sekitar 200 ribu hingga 250 ribu jiwa datang ke Jakarta dari
berbagai wilayah Indonesia, belum lagi ditambah aliran penglaju harian yang mencapai 4.094.359 jiwa (Sitramp, 2000)
Tata ruang Kota Jakarta masih menjadikan kota ini sebagai pusat pertumbuhan ekonomi disamping pusat pemerintahan.
Tata ruang Kota Jakarta pada 2010 yang masih menempatkan kota ini sebagai kota jasa di samping sebagai pusat pemerintahan (Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1999).
Akibatnya, sudah barang tentu munculnya kewajiban pemerintah DKI Jakarta untuk selalu menyediakan lahan bagi munculnya kawasan-kawasan bisnis baru. Sementara itu, ketersediaan lahan di kota ini sangatlah terbatas. Proyek reklamasi pantai utara Jakarta yang merusak keseimbangan ekologi dilakukan sebagai bentuk kewajiban pemerintah DKI Jakarta menyediakan lahan bagi kawasan bisnis baru tersebut. Padahal setiap ada penambahan kawasan bisnis baru di Jakarta juga berarti akan semakin menarik banyak orang untuk datang ke kota ini, dan itu berarti akan meningkatkan laju urbanisasi. Akibatnya, makin beratlah beban ekologi dan sosial yang harus dipikul oleh kota ini.
Saran
Untuk menyembuhkan penyakit obesitas
Jakarta harus diet, menyebar
pembangunan keluar kota Jakarta.
Rencana Tata Ruang Kota Jakarta yang
baru perlu mengadopsi kebijakan
moratorium pembangunan kawasan
komersial baru di Jakarta dan secara
bertahap memindahkan kawasan
komerisal ke luar Jakarta.
Terima kasih
Recommended