View
75
Download
19
Category
Preview:
DESCRIPTION
FIle ini merupakan jurnal generasi kampus dari unimed (universitas negeri medan). Semoga dapat bermanfaat bagi yang menggunakan. Terima kasih
Citation preview
GENERASI KAMPUSVOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013
DITERBITKAN OLEH :PEMBANTU REKTOR BIDANG KEMAHASISWAAN, UNIVERSITAS NEGERI MEDAN, TAHUN 2013
ISSN 1978-869X
MAJALAH / JURNAL
MAJALAH/JURNAL
GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)
VOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013 APRIL 2011Terbit Dua kali setahun pada bulan April dan September. Berisi ringkasan hasil penelitian, gagasan kopseptual, kajian teori, aplikasi teori yang dimuat dalam Majalah/jurnal Generasi Kampus .
Pelindung : Rektor Unimed (Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si.)
Pengarah : *Pembantu Rektor 1 Unimed (Prof. Dr.Khairil Ansari, M.Pd). *Pembantu Rektor 2 Unimed (Drs. Chairul Azmi, M.Pd). *Pembantu Rektor IV Unimed (Prof. Dr. Berlin Sibarani, M.Pd)
Penanggung jawab : Pembantu Rektor III Unimed (Prof. Dr. Biner ambarita, M.Pd.)
Ketua Penyunting : Pardomuan N. J. M. Sinambela, S.Pd M.Pd
Sekretaris Penyunting : Tappil Rambe, S.Pd, M.Si
Penyunting Pelaksana : *Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd *Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd *Drs. Wanapri Pangaribuan, M.T., M.M. *Lamhot Basani Sihombing, S.Pd, M.Pd. *Dr. Paningkat Siburian, M.Pd *Dr. Sukarman Purba *Syamsul Gutom SKM, M.Kes. * PD 3 FIP, *PD 3 FBS, *PD 3 FT, *PD 3, *PD 3 FIS *PD 3 FIK, dan *PD 3 FE
Penyunting Ahli :Prof. Selamat Triono, M.Sc, PhD (Universitas Negeri Medan)Prof. Dr. Hamka (Universitas Negeri Padang)Dr. Herminarta Sofyan (Universitas Negeri Yogyakarta)Prof. Yusuf Sudo Hadi (Institut Pertanian Bogor)Eddy Nur Ilyas, S.H, M.Hum (Universitas Syah Kuala Darussalam B. Aceh)Ir. H.RB. Ainurrasyid, NIS (Universitas Brawijaya)Syarif A. Barmawi, S.H, M.Si (Universitas Pajajaran Bandung)Prof. Dr. H.R. Boenyamin (Universitas Jendral Sudirman)
Kontributor : *Samrah, S.Pd. *Nurhaida, SH, M.Kn. *Surbita, SH. *Dra. Hayati Tamba. *Dra. Susiarni. *Nusawati BA. *Drs. Idrus. *Dra.Nismawarni Harahap. *
Pelaksana Tata Usaha : Bani Ismail; Dewita Rita
Alamat Tata Usaha : Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Medan, Lantai 3. Jln. Williem Iskandar, Pasar V, Medan Estate. Kotak Pos 1589, Medan 20221. Telp : (061) 6613276, 6613365, 6618754. Fax : (061) 6613319.
e-mail : kemahasiswaanunimed@gmail.com
ISSN 1978-869X
Penyunting menerima
sumbangan tulisan
yang belum pernalh
diterbitkan dalam
media cetak lain.
Naskah diketik dengan
spasi 1,5 pada kertas
A4 dengan jumlah
halaman 10-15. (lebih
jelas baca petunjuk
bagi penulis pada
sampul dalam
belakang). Naskah
yang masuk di evaluasi
oleh penyunting ahli.
Penyunting dapat
melakukan perubahan
pada tulisan yang
i
SURAT DARI REDAKSI
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas Rahmat dan
PetunjukNya, sehingga Jurnal Generasi Kampus Volume 6 Nomor 2 September tahun 2013 dapat
terbit sesuaidengan harapan kita bersama. Jurnal merupakan salah satu media ilmiah yang
menyuguhkan artikel hasil penelitian dan artikel non hasil penelitian (kajian teori) yang
menjelaskan berbagai fenomena bidang pendidikan maupun non pendidikan.
Pada kesempatan yang baik inidisampaikan terima kasih kepada para penulis, penyunting
pelaksana, dan para penyunting ahli yang telah membantu dalam rangka penyusunan artikel pada
jurnal ilmiah ini. Dalam jurnal Volume 6 Nomor 2 September 2013 ini akan disuguhkan beberapa
artikel diantaranya adalah : 1) Profesionalisme, Esensi Kepemimpinan, dan Manajemen
Organisasi, 2) Kurikulum 2013 dan Implementasinya dalam Pembelajaran, 3) Peningkatan
Komitmen Organisasi Kepala Sekolah Efektif pada Era Globalisasi, 4) Peningkatan Kualitas
Bernalar Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah, 5) Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas
VII, 6) Suatu Pendekatan Strategi dan Metode Pendidikan Seni Melalui Kegiatan Bernyanyi
sebagai Aspek-Aspek Pengembangan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini, 7)
Menghentikan Kebiasaan Merokok dengan Behaviour Therapy, 8) Suatu Upaya dalam
Pelaksanaan Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Seni Musik Berbasis Pendidikan Budaya
dan Karakter Bangsa di Sekolah-Sekolah Maupun Lembaga-Lembaga Pendidikan di Indonesia, 9)
Upaya Pembentukan Karakter Melalui Olahraga Permainan Kecil pada Siswa SD, 10) Penekanan
Unsur Dekoratif melalui Aplikasi Ornamen Ulos Batak Toba pada Perancangan Busana, 11)
Meningkatkan Aktivitas Belajar Peserta Didik melalui Media Pembelajaran.
Kiranya Jurnal Generasi Kampus Volume 6 Nomor 2 September 2013 dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan dalam rangka pemberdayaan dunia pendidikan
Medan, September 2013
Penanggungjawab Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UNIMED,
Prof. Dr. Biner Ambarita, M.Pd.NIP. 19570515 198403 1 004
ii
MAJALAH/JURNAL
GENERASI KAMPUS(CAMPUS GENERATION)V VOLUME 1, NOMOR 1, APRIL 2008
IL 2008
VOLUME 6, NOMOR 2, SEPTEMBER 2013
Daftar Isi
Biner Ambarita Profesionalisme, Esensi Kepemimpinan, dan Manajemen Organisasi 1-16
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela
Kurikulum 2013 dan Implementasinya dalam Pembelajaran 17-29
Paningkat Siburian Peningkatan Komitmen Organisasi Kepala Sekolah Efektif pada Era Globalisasi
30-40
Wanapri PangaribuanJongga Manullang
Peningkatan Kualitas Bernalar Mahasiswa dalam Penulisan Karya Ilmiah 41-50
Yasifati Hia Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII
51-62
Lamhot Basani Sihombing Suatu Pendekatan Strategi Dan Metode Pendidikan Seni Melalui Kegiatan Bernyanyi Sebagai Aspek-ASpek Pengembangan Pendidikan Karakter pada Anak Usia Dini
63-74
Syamsul Gultom Menghentikan Kebiasaan Merokok dengan Behaviour Therapy
75-81
Danny Ivanno Ritonga Suatu Upaya dalam Pelaksanaan Pengajaran dan Pembelajaran Pendidikan Seni Musik Berbasis Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Sekolah-Sekolah Maupun Lembaga-Lembaga Pendidikan di Indonesia
82-98
Dewi EndrianiIndah Verawati
Upaya Pembentukan Karakter Melalui Olahraga Permainan Kecil pada Siswa SD 99-104
Yetti Pangaribuan Penekanan Unsur Dekoratif melalui Aplikasi Ornamen Ulos Batak Toba pada Perancangan Busana
105-111
Johannes Jefria Gultom Meningkatkan Aktivitas Belajar Peserta Didik melalui Media Pembelajaran
112-121
ISSN 1978-869X
1
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
PEMIMPINAN DAN PROFESIONALISME, ESENSI KEPEMIMPINAN, DAN
MANAJEMEN ORGANISASI
Biner Ambarita
Abstrak
Wujud pembangunan generasi muda Indonesia agar insan yang professional adalah (a) pemberdayaan pemuda untuk membangkitkan potensi pemuda untuk berperan serta dalam pembangunan. (2) Pengembangan pemuda untuk menumbuhkembangkan potensi manajerial, kewirausahaan dan kepeloporan pemuda, dan (3) perlindungan pemuda menolong pemuda dalam menghadapi demoralisasi, degradasi nasionalisme, tindakan destruktif, regenerasi dan perlindungan hak dan kewajiban pemuda. Jadi dengan demikian diharapkan di masa depan akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa dari generasi muda yang berwawasan kebangsaan, cinta tanah air, yaitu pemuda yang memiliki sikap intelektualitas, dan perilaku yang luhurKata Kunci: Profesionalisme, Kepemimpinan, Pemuda.
A. PENDAHULUAN
Era globalisasi yang penuh
persaingan ini, kekuatan ekonomi suatu
negara sesungguhnya berakar dari
kemampuan teknologi dan inovasi yang
dimiliki bangsa tersebut. Terkait dengan
hal tersebut untuk mendorong akselerasi
kemakmuran bangsa, maka kekuatan
IPTEKS dan inovasi bangsa tersebut perlu
ditempatkan menjadi kekuatan utama
ekonomi. Pemuda yang dipelopori para
mahasiswa, harus dapat mengambil peran
penting dalam perkembangan IPTEKS di
masa mendatang, Negara dan bangsa
memerlukan orang-orang yang berkualitas
untuk membangun bangsa dan
melanjutkan cita-cita perjuangan mencapai
tujuan nasional.
Pemuda Indonesia adalah
kelompok usia yang memiliki nilai serta
posisi yang strategis dalam masyarakat.
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia selalu
menyertakan pemuda baik diminta
maupun secara sukarela aktif di dalamnya.
Bahkan sering sekali pada kesempatan
penting pemuda Indonesia lahir ide,
semangat dan kepemimpinan berpikir
jernih dan bebas dalam menuangkan
segala bentuk ide serta gagasannya dalam
membangun bangasa dan negara.
Pemuda sebagai agen perubahan
akan mampu melakukan inovasi yang
signifikan berupa sistem atau perangkat-
perangkat pendukung. Organisasi adalah
sarana paling efektif untuk menginisiasi
dan melakukan perubahan tersebut. Terkait
dengan hal tersebut peran organisasi yang
konsisten tentu saja sangat mendukung
perubahan atau inovasi yang diharapkan
masyarakat.
Deklarasi Pemuda yang pernah
dicetuskan pada tanggal 23 Juli 1973
antara lain menyebutkan bahwa, selaku
2
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
generasi muda masa kini adalah keharusan
menyatukan tenaga dan pikiran untuk ikut
serta mengisi kemerdekaan dengan lebih
segera mempercepat pembangunan dan
kemajuan masyarakat.
Pemuda menyadari sepenuhnya
akan panggilan sebagai kaum muda yang
merupakan salah satu faktor penggerak
sesuatu yang lebih berarti untuk mencapai
cita-cita bangsa Indonesia, menuju jenjang
yang lebih tinggi bermartabat, berkarakter,
jujur dan berkeadilan sosial.
B. PROFESIONALISME PEMUDA
Profesionalisme berasal dari kata
profesional yang mempunyai makna yaitu
berhubungan dengan profesi dan
memerlukan kepandaian khusus untuk
menjalankannya, (KBBI,1994).Sedangkan
profesionalisme adalah tingkah laku,
keahlian atau kualitas dan seseorang yang
professional. Profesionalisme dapat
didefinisikan sebagai mutu, kualitas, dan
tindak tanduk yang merupakan ciri suatu
profesi atau ciri orang yang professional.
Terkait dengan definisi di atas kata
profesional sendiri berarti bersifat profesi,
memiliki keahlian dan keterampilan
karena pendidikan dan latihan, dan
mendapat bayaran karena keahliannya.
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa profesionalisme
memiliki dua kriteria pokok, yaitu: (1)
keahlian dan (2) pendapatan . Kedua hal
itu merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan. Artinya seseorang dapat
dikatakan memiliki profesionalisme ketika
memiliki dua hal pokok tersebut, yaitu;
keahlian (kompetensi) dan kelayakan
sesuai bidang tugasnya dan mendapat gaji
sesuai kebutuhan hidupnya.
Profesionalisme adalah sebutan
yang mengacu kepada sikap mental dalam
bentuk komitmen dari para anggota suatu
profesi untuk senantiasa mewujudkan dan
meningkatkan kualitas profesionalnya.
Seorang yang memiliki profesionalisme
yang tinggi, akan tercermin dalam sikap
mental serta komitmenya terhadap
perwujudan dan peningkatan kualitas
professional melalui berbagai cara dan
strategi. Hal ini selalu mengembangkan
dirinya sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman sehingga
keberadaannya senantiasa memberikan
makna profesional.
Organisasi adalah sebuah sistem
yang hidup. Organisasi tidak hidup dalam
ruang kosong. dan sistem yang di
dalamnya ada entitas manusia yang
ditopang dengan sarana dan prasarana
yang dibutuhkan dan harus dikendalikan
karena manusia bukan mesin atau
komputer setelah diinstal program dapat
berjalan sendiri dan tidak terpengaruh
3
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
dengan sistem luar, manusia dianugerahi
dengan akal manusia tidak dapat hidup
dengan model kacamata kuda yang hanya
melihat satu arah, tetapi manusia akan
terpengaruhi oleh sistem luar meski sudah
bertekad hanya melihat satu arah.
Strategi pembangunan pemuda
Indonesia agar profesionalisme pemuda
dapat berkembang dapat dilakukan dengan
cara: (1) membangun moral dan budi
pekerti luhur dan suci, (2) membangun
sarana prasarana fisik dan nonfisik dengan
mengedepankan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi,
kelompok atau golongan, (3) membangun
sumber daya manusia dengan keteladanan,
solidaritas, gotong royong, sopan santun,
ramah tamah, saling menghormati, dan
saling menghargai, dan memelihara
kepekaan sosial, (4) membangun semangat
juang dan cinta tanah air, dan (5)
membangun future mapping sebagai blue
print for nation character building.
Prioritas pembangunan
kepemudaan Indonesia menuju pemuda
yang mempunyai profesionalisme meliputi
dua hal yaitu: (1) Character building atau
pembangunan watak pemuda Indonesia.
(2) Competency Improvement atau
pengembangan kemampuan pemuda
Indonesia agar memiliki daya saing di
tingkat nasional dan global.
Character building merupakan
upaya pengembangan perilaku karakter
untuk: (1) menanamkan rasa cinta pada
Tuhan dan kebenaran, (2) menumbuhkan
sikap tanggung jawab, disiplin dan
mandiri, (3) menumbuhkan sikap amanah
dan kejujuran, (4) menumbuhkan rasa
hormat dan sopan santun, (5)
menumbuhkan sikap kasih sayang, peduli
dan kerja sama, (6) mengembangkan rasa
percaya diri, kreatif dan pantang
menyerah, (7) membangun sikap adil dan
kepemimpinan, (8) menumbuhkan sikap
rendah hati dan (9) membangun sikap
toleransi dan cinta damai.
Mencermati wawasan kebangsaan
dari pemuda yang merupakan cara
pandang pemuda terhadap eksistensi
dirinya yang bersifat dinamis, senantiasa
mengikuti perkembangan zaman dan
selalu berinteraksi dengan seluruh dimensi
kehidupan masyarakat. Wawasan
kebangsaan Indonesia adalah cara pandang
yang harus dimiliki oleh setiap pribadi
warga negara Indonesia yang berjiwa
pancasila.
US Development health and human
service, (2000), di mana Competency
improvement merupakan upaya
pengembangan pemuda agar memiliki (1)
kecerdasan intelektual, (2) kemampuan
membaca, (3) kemampuan matematika, (4)
bisa dipercaya dan disiplin, (5) mampu
bekerja sama, (6) mampu menerima dan
melaksanakan kewajiban, (7) memiliki
motivasi kuat, (8) kemampuan
4
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
komunikasi, (9) mandiri, dan (10) mampu
menyelesaikan masalah dalam profesinya.
Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan
pemuda dari dua sisi tersebut diharapkan
generasi muda Indonesia menjadi generasi
penerus pembangunan bangsa yang
professional dan didukung oleh etika
moral yang terpuji.
C. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI PEMUDA INDONESIA
Sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni
permasalahn yang kita hadapi dalam
konteks character building Sakhyan
(2008) mengatakan (1) adanya arus
materialisme dan hedonisme
mengakibatkan redupnya nasionalisme
para pemuda sehingga menurunkan rasa
persaudaraan dan semakin tajamnya
individualisme. (2) ketidakmampuan para
pemuda dalam menyesuaikan diri dengan
peluang partisipasi politik yang makin
terbuka di era reformasi, sehingga
menimbulkan anarkhisme, tindak
kekerasan, dan liberalisme. (3) banyaknya
rintangan untuk menjadi pelaku ekonomi
yang mandiri sehingga menurunkan etos
kerja pemuda.
Hal senada juga disampaikan
oleh Lickona (1992) yang mengemukakan
bahwa permasalahan umum yang dihadapi
para pemuda adalah: (1) meningkatnya
kekarasan di kalangan remaja, (2)
ketidakjujuran yang merajalela, (3)
menurunnya rasa hormat kepada orang tua,
guru dan pemimpin, (4) tindakan
kekerasan, (5) meningkatnya rasa saling
curiga dan kebencian, (6) penurunan etos
kerja, (7) menurunkan rasa tanggungjawab
sebagai individu dan warga negara, (8)
perilaku merusak diri dengan narkoba, dan
seks bebas, dan (9) semakin kaburnya
pedoman moral. Sedangkan dari perspektif
ekonomi, permasalah pemuda sekarang ini
adalah: (1) adanya ledakan jumlah
penduduk yang tidak seimbang dengan
lapangan kerja, sehingga angka
pengangguran tinggi, dan (2)
meningkatnya angka kemiskinan yang
mencapai angka hingga 40% dari jumlah
penduduk.
D. TANTANGAN YANG DIHADAPI PEMUDA DALAM PERUBAHAN KEMAJUAN ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN SENI
Pemuda merupakan generasi
penerus suatu bangsa, bila pemuda lemah
maka bangsa itu sendiri akan lemah.
Pemuda sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan suatu bangsa. Sesungguhnya
pemuda bukan sekedar bagian dari lapisan
sosial dalam masyarakat, tetapi pemuda
merupakan agent of change (agen
perubah) dan agent of social control (agen
kontrol sosial). Perlu kita cermati dalam
perjuangan bangsa Indonesia, pemuda
selalu menempati peran yang sangat
5
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
strategis dari setiap peristiwa penting yang
terjadi. Bahkan dapat dikatakan bahwa
pemuda menjadi tulang punggung dari
keutuhan perjuangan bangsa dalam
berbagai sektor. Sejarah telah
membuktikan, bahwa diberbagai belahan
dunia, perubahan sosial politik
menempatkan pemuda di garda depan.
Peranannya menyeluruh, tidak hanya mata
air, tapi juga hulu, hilir sampai muara,
bahkan pemuda sebagai sumber energi
perubahan. Bahkan Bung Karno (Presiden
RI Pertama) mengungkapkan Beri aku
sepuluh pemuda, maka akan
kuguncangkan dunia
Sejak era reformasi bergulir tahun
1998, di mana pemuda juga mempunyai
peran luar biasa. Banyak orang kecewa
karena reformasi tidak berjalan sesuai
dengan yang diharapkan dan proses
pencerahan kehidupan berbangsa dan
bernegara, belum terwujud. Sekarang
pemuda lebih cenderung berperan sebagai
kelompok politik, dan sedikit sekali yang
melakukan peranan sebagai kelompok
sosial, intelektual, dan pencerahan dalam
peningkatan keilmuan, sehingga
kemandirian pemuda saat ini sangat sulit
berkembangan dalam mengisi
pembangunan bangsa dan negara.
Perkembangan IPTEKS telah
banyak membantu meningkatkan kualitas
dan kesejahteraan kehidupan umat
manusia di dunia. Namun bersamaan
dengan hal tersebut, penerapan dan
pemanfaatan hasil-hasil perkembangan
IPTEKS yang pesat selama ini, telah
melahirkan tuntutan dan kesadaran baru
akan pentingnya landasan etika dan
dimensi spiritualitas serta moralitas dalam
pengalaman pembangunan dibanyak
negara maju. Kemajuan IPTEKS yang
pesat tersebut, juga ditandai dengan
berkembangnya sikap dan gaya hidup
global yang glamour.
Sejarah membuktikan, bahwa
penguasaan, pengembangan dan
pendayagunaan IPTEKS yang tidak
didasari moralitas, etika spiritualitas, akan
dapat membawa manusia atau suatu
bangsa menuju penderitaan, kesengsaraan
dan kehancuran. Harapan kita semua para
pemuda Indonesia harus senantiasa berada
di dalam jalur nilai-nilai kemanusiaan,
keagamaan, serta berkarakter.
E. ESENSI DAN URGENSI KEPEMIMPINAN PEMUDA
Kepemimpinan pemuda merupakan
modal dasar yang sangat penting untuk
menjalankan fungsi dan usaha untuk
mengkaji berbagai masalah kepemimpinan
dalam perspektifnya serta melakukan
kepemimpinan partisipasif sejauh mana
pemimpin membagi kekuasaan dan
mengambil keputusan bersama dengan
6
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
para anggota (pengikut) sehingga kedua
belah pihak antara pemimpin dan anggota
dapat memahami implikasi-implikasi yang
ada sehingga menghantar kita pada
keefektifitan yang lebih besar bagi
organisasi.
Kita ketahui bahwa pemuda saat ini
adalah pemimpin masa depan. Bahkan
Presiden RI pertama Soekarno pernah
mengatakan beri aku 10 pemuda maka
akan aku goncangkan dunia. Terkait
dengan hal tersebut, keberadaan kaum
muda sangat vital dalam mengawal
keberlanjutan suatu negara, dan peluang
ini harus dimanfaatkan pemuda saat ini.
Peluang ini mempertemukan berakhirnya
umur generasi tua untuk menyambut
pergantian generasi muda menjaga
perputaran sejarah dengan ukiran-ukiran
prestasi baru.
Kepemimpinan pemuda harus
disesuaikan dengan jiwa zaman
mengingat sekarang ini kita hidup sebagai
pemuda pada zaman modern yang realita
kehidupan makin kompleks, dan penuh
resiko. Hal ini sejalan dengan pendapat
Giddens Modernity is a risk culture.
Modernitas memang mengurangi resiko
baru pada sendi sendi kehidupan dan cara
hidup, tetapi membawa parameter resiko
yang baru yang tidak dikenal pada era
sebelumnya, untuk itu diperlukan
ketangguhan, baik mental maupun fisik,
dan pemuda harus mampu mengambil
jalan yang penuh resiko. Kepemimpinan
boleh berada di depan, boleh di tengah,
dan boleh di belakang, seperti ungkapan
ing ngarso sung tulodo,ing madyo mangun
karso, dan tut wuri handayani.
F. KEPEMIMPINAN PEMUDA
Secara konseptual, kepemimpinan
dapat dikatakan kemampuan seseorang
(pemimpin) untuk mempengaruhi,
mengarahkan dan memotivasi orang lain
(bawahan), sehingga mereka mau
mengikuti dan melakukan apa yang
diharapkan atau diinginkan oleh pemimpin
sesuai dengan visi, misi dan tujuan
organisasi. Konsep tersebut mengandung
sejumlah makna yang sangat substantif
dalam mendukung tercapainya visi, misi
dan tujuan organisasi.
Pertama, seorang pemimpin harus
mampu mempengaruhi pihak lain,
terutama para bawahanya, baik melalui
unsur perintah maupun tindakan. Namun
demikian, perlu dipahami bahwa derajat
keterpengaruhan pihak lain atau para
bawahan tersebut sesungguhnya akan
ditentukan oleh wibawa dan keteladanan
seorang pemimpin. Jadi, kita jangan terlalu
7
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
berharap seorang pemimpin akan diikuti
kehendak dan keinginannya, kalau tidak
menampilkan sosok keteladanan dan
wibawa terhadap bawahannya. Bawahan
akan mengikuti kehendak dan keinginan
pemimpinnya karena merasa terpaksa
Kedua, seorang pemimpin harus
mampu mengarahkan bawahan pada saat
melaksanakan pekerjaannya. Perlu
dicermati dan dipahami bahwa tidak
semua bawahan dapat melaksanakan
tugasnya secara mandiri. Dibutuhkan
arahan dan bimbingan dari pemimpin
sehingga mereka melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
Kalau semua pegawai (bawahan) sudah
memiliki tingkat kemandirian yang tinggi,
seorang pemimpin juga harus mencermati
apakah mereka memiliki persamaan
persepsi serta mampu melakukan kerja
sama dan koordinasi sehingga terbangun
sinergitas dalam mencapai visi, misi, dan
tujuan organisasi ?
Ketiga, seorang pemimpin dituntut
untuk mampu memberikan motivasi
kepada bawahan, agar mereka terdorong
dan terangsang energinya dalam
mendukung tercapainya visi, misi, dan
tujuan organisasi. Secara psikologis,
seseorang dapat termotivasi ada dua hal,
yang perlu diberikan motivasi dalam
bentuk materi penghargaan bentuk lain.
Sinergitas kedua bentuk
rangsangan inilah yang biasanya
memberikan penguatan bagi seorang
pemimpin untuk dapat mendorong dan
merangsang bawahannya, sehingga
mereka mau melaksanakan tugasnya
dengan baik. Lantas mengapa faktor
kepemimpinan menjadi faktor esensial
bagi seorang pemuda?. Adakah benang
merah antara tugas pokok seorang pemuda
dengan aspek-aspek kepemimpinan?.
Sementara asumsi umum yang tampak
dipermukaan, bahwa seorang pemuda
lebih banyak bersentuhan dengan tugas-
tugas yang bersifat administratif
ketimbang tugas-tugas manajerial.
Setidaknya ada dua argumentasi yang
dapat dijadikan landasan, mengapa
kemudian seorang pemuda membutuhkan
aspek-apek leadership dalam menjalankan
tugasuya.
Pertama, tugas seorang pemuda
adalah ikut mencerdaskan kehidupan
bangsa yang dapat dimanifestasikan
melalui berbagai aksi nyata, seperti: (1)
disiplin tinggi, (2) bertanggung jawab , (3)
membantu dan membina anak-anak, atau
kaum miskin, (4) memiliki prilaku yang
dilandasi jiwa sapta marga.
Kedua, seorang pemuda dituntut
untuk mampu melakukan berbagai
terobosan dalam bidang IPTEKS dan
mendukung penguatan sumber daya
manusia anggaran dari fasilitas, misalnya
membangun, mengembangkan atau
akselerasi pola kerja sama dengan berbagai
8
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
institusi, baik pemerintah maupun swasta
yang diterjemahkan melalui program hibah
atau bantuan lainnya. Bahkan kalau
memungkinkan, membangun kerja sama
dengan pihak luar negeri. Kedua
argumentasi inilah yang sesungguhnya
mengilhami urgensi peningkatan kualitas
kepemimpinan di lingkungan pemuda.
Karakteristik kepemimpinan pemuda yang
berkualitas harus mampu menterjemahkan
.Tugas besar yang akan diemban pemuda
sebagaimana dipaparkan di atas dan
dibutuhkan pemuda yang berkarakter, dan
pemimpin masa depan bangsa.
Kualitas kepemimpinan seorang
pemuda, antara lain dapat dicermati dari
enam karakteristik, sebagai berikut (1)
visioner, (2) memiliki kecerdasan
intelektual & emosional, (3) memiliki
kecerdasan enterpreneur, (4) memiliki
cerdasan dalam mengambil keputusan, (5)
memiliki integritas & moralitas, dan (6)
tangguh & konsisten.
Kepemimpinan pemuda dapat dicermati pada gambar berikut ini :
Gambar.1. Kepemimpinan Pemuda
Bagian bagian kepemimpinan pemuda dalam gambar di atas untuk membangun
kebangsaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bersifat Visioner
Seorang pemuda yang berkualitas
harus memiliki karakteristik visioner,
artinya memiliki jangkauan pemikiran jauh
ke depan dan cermat mempertimbangkan
berbagai potensi yang dimiliki, tantangan,
kendala yang dihadapi serta peluang yang
mungkin dapat diraih.
Pemuda yang visioner harus
tangguh dan mampu melakukan berbagai
perubahan, yang dimanifestasikan melalui
upaya penataan, pengembangan dan
penyempurnaan. Bahkan dalam konteks
tertentu harus berani untuk mengganti atau
mengubah secara mendasar terhadap
sebuah tatanan, sistem atau model internal
maupun eksternal kalau dibutuhkan.
Terkait dengan uraian di atas mungkin
akan berseberangan dengan pihak-pihak
9
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
yang merasa tidak nyaman dengan adanya
perubahan tersebut, tetapi kalau hal
tersebut meningkatkan kualitas harus
berani menghadapi sejumlah resiko yang
cukup besar, baik dalam bentuk alienasi,
cemoohan bahkan ancaman, demi
perbaikan organisasi atau lembaga.
2. Memiliki Kecerdasan Intelektual & Emosional
Kecerdasan intelektual merupakan
kemampuan berfikir seseorang yang
bertujuan untuk mencapai dan
memperjuangkan suatu tujuan. Semakin
cerdas seorang pemimpin, akan semakin
mudah menetapkan dan mewujudkan visi,
misi, dan tujuan.
Pemuda, dituntut untuk memiliki
kecerdasan emosional. Kecerdasan
emosional, Semiawan (1984) mengatakan
kemampuan membaca pikiran sendiri dan
pikiran orang lain, sehingga dapat
menempatkan diri dalam situasi orang lain
dan sekaligus dapat mengendalikan dirinya
sendiri.
Berdasarkan pengertian tersebut
bahwa kecerdasan emosional esensinya
lebih menekankan perasaan hati ketimbang
pemikiran yang bersifat intelegensia, maka
seorang pemuda hendaknya mampu
mengasah kepekaan hati, agar dapat
membaca situasi dan kondisi serta mampu
mengendalikan diri. Pemuda harus mampu
mencerna dan memaknai setiap fenomena
yang bersentuhan dengan masalah emosi
dan perasaan, baik perasaan diri sendiri,
seperti takut, marah, iri, dan jengkel
maupun perasaan orang lain. Melalui
kecerdasan emosional ini, seorang pemuda
akan lebih memiliki sensitivitas yang
tinggi terhadap perasaan dan perhatian
orang lain serta dapat mengadaptasi
perspektif mereka, mengapresiasikan
berbagai perbedaan cara pandang orang
dalam mencermati sesuatu.
3. Memiliki Kecerdasan Enterpreneur
Kecerdasan enterpreneur dapat
dimaknai sebagai kemampuan untuk
mengubah nasib sendiri, dengan
membangun diri sendiri, melalui usaha-
usaha yang bersifat simultan dan
melakukan perbaikan serta perubahan ke
arah kemajuan. Sejalan dengan hal
tersebut Sumahamijaya (1974),
mengemukakan ciri-ciri pemimpin yang
memiliki karakteristik enterpreneur,
adalah (a) mengetahui apa yang
diinginkan, memiliki cita-cita secara
realistis, (b) teliti, kreatif dan berimajinasi
positif, (c) mampu menciptakan
kesempatan, siap dan mampu berkompetisi
serta memiliki gairah kerja yang tinggi, (d)
mampu memotivasi diri dan mampu
menciptakan inisiatif secara realistis, (e)
memiliki disiplin yang tinggi &
mensyukuri kondisi yang ada, (f) mampu
10
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
menolong diri sendiri dan orang lain, (g)
bersedia bekerja keras, hidup hemat dan
mau serta mampu menarik pelajaran dari
sebuah kesalahan, (h) berani mengambil
resiko, (i) memiliki kepercayaan diri yang
tinggi seraya membina kerja sama dengan
pihak lain, (j) Tekun atau ulet dalam
melaksanakan pekerjaan, (k) memiliki
kepribadian yang baik serta mampu
memelihara kesehatan diri. (i) memiliki
sikap mental yang baik.
4. Memiliki Kecerdasan dalam Mengambil Keputusan
Pengambilan keputusan dimaknai
upaya untuk memilih atau menentukan
sesuatu dari beberapa alternatif yang ada.
Jadi, dalam perspektif teori organisasi,
pengambilan keputusan dianggap sebagai
inti dari kepemimpinan.
Pemimpin dalam konteks
pengambilan keputusan dituntut, tidak
hanya memiliki kecerdasan intelektual dan
emosional saja tetapi harus memiliki
kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial yang
dimaksud adalah kemampuan seorang
pemimpin dalam melakukan interaksi atau
hubungan dengan lingkungannya.
Kearifan seorang pemimpin akan
diuji, apakah keputusan yang diambil
memiliki akseptabilitas atau tidak. Melalui
kecerdasan sosial ini, seorang pemuda atau
pemimpin diharapkan mampu melahirkan
suatu keputusan yang dapat diterima oleh
lingkungan atau pihak-pihak yang terkait
untuk menerima dampak dari keputusan
tersebut.
5. Memiliki Integritas dan Moralitas
Seorang pemuda yang berkualitas
dituntut untuk memiliki integritas atau
kepribadian serta moralitas yang baik. Jadi
dalam konteks kepemimpinan, kedua hal
tersebut sangat penting karena persoalan
integritas dan moralitas akan bersentuhan
dengan perilaku, norma-norma dan aturan,
baik norma atau aturan yang ditetapkan
oleh kelembagaan pemerintah maupun
lembaga lain persoalan integritas dan
moralitas, tidak hanya berdampak pada
kredibilitas pemuda secara individu, tetapi
akan berimplikasi pada kredibilitas
institusi kepemudaan secara kelembagaan.
6. Tangguh dan Konsisten
Pemuda yang berkualitas harus
memiliki karakter tangguh, artinya
memiliki ketahanan fisik maupun mental,
sehingga yang bersangkutan tidak cepat
menyerah, putus asa, atau prustrasi, Harus
disadari sepenuhnya bahwa, tugas besar
yang menanti di hadapan pemuda tidak
mungkin dapat diwujudkan begitu saja.
Perjuangan menanti untuk
menterjemahkan visi, misi, dan tujuan
yang dihiasi dengan sejumlah tantangan,
kendala bahkan ancaman yang tidak
11
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
ringan. Ketangguhan seorang pemuda
mutlak diperlukan. Pemuda harus
konsisten dalam menjaga sikap dan
pandangannya, sejauh sikap dan
pandangannya tersebut benar-benar
rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan, dan diharapkan
selalu berpihak kepada yang lemah.
G. PERANAN PEMUDA DALAM ORGANISASI
Pemuda adalah harapan dan tulang
punggung negara yang dapat melakukan
peran dan tanggung jawab dalam
komitmennya menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa, serta sikap, komitmen,
dan keberpihakan kepada masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut pemuda
sebagai agen perubahan (Agent of Change)
dan agen kontrol sosial (Agent of Social
Control), agar hal ini terealisasi dapat
dilakukan melalui ormas sarana dan arena
belajar,bereksperimen dan berlatih
menjadi Agent of Change dan Agent of
Social Control. Sehingga dengan
demikian, para pemuda sebagai generasi
penerus harus aktif dan mau terlibat dalam
organisasi kepemudaan, organisasi profesi,
organisasi fungsional, hal ini wadah yang
tepat untuk membangun kepeloporan dan
kepemimpinan yang diharapkan.
Pemuda memiliki kepeloporan
yang tinggi, hal ini sesuai dengan apa yang
diungkapkan Benedict Anderson, seorang
Indonesianist bahwa sejarah Indonesia
adalah sejarah pemudanya. Pernyataan
Anderson ini tidak salah apabila dikaitkan
dengan sejarah panjang bangsa Indonesia,
di mana pemuda menjadi aktor dari setiap
langkah perjalanan bangsa Indonesia.
Pemuda berperan secara alamiah,
yakni dalam kepeloporan dan
kepemimpinan untuk menggerakkan
potensi dan sumber daya yang ada pada
masyarakat. Kalau kita ingin
memfokuskan pembicaraan, dan
penyusunan strategi mengenai peran
pemuda dalam pembangunan, maka
konteksnya adalah kepeloporan dan
kepemimpinan. Jadi, untuk meningkatkan
peran pemuda dalam pembangunan,
pemuda harus membangun kepeloporan
dan kepemimpinannya. Terkait dengan hal
tersebut beberapa pengertian yang perlu
mendapat perhatian ada tiga aspek yaitu
membangun semangatnya,
kemampuannya, dan pengalamannya.
Kepeloporan dan kepemimpinan berarti
berada di depan untuk diteladani oleh yang
dipimpinnya atau panutan bagi
masyarakat. Kepeloporan jelas
menunjukkan sikap terpuji, merintis,
membuka jalan, dan memulai sesuatu,
untuk diikuti, dilanjutkan, dikembangkan,
dipikirkan dicermati untuk dikerjakan
bersama dalam mencapai tujuan.
Kepeloporan ada unsur
menghadapi risiko, kesanggupan untuk
memikul risiko hal ini penting dalam
12
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
setiap perjuangan, pembangunan, dan
tidak ada perjuangan yang tidak ada
resiko. Jadi dalam zaman modern ini,
semua sektor dan kehidupan sudah makin
kompleks, makin penuh resiko. Hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan Giddens
Modernity is a risk culture.
Modernisasi dapat dikatakan
mengurangi risiko pada bidang-bidang
tertentu, tetapi juga membawa parameter
risiko baru yang tidak dikenal pada era
sebelumnya, untuk itulah diperlukan
ketangguhan, baik mental maupun fisik,
dan harus berani, serta mampu mengambil
keputusan walaupun penuh resiko. Sifat-
sifat itu harus tertanam dalam diri pemuda,
karena tugas yang diembannya penuh
tantangan dan resiko.
H. Peningkatan Kualitas Kinerja Pemuda
Apa sesungguhnya yang akan
diraih oleh lembaga kepemudaan, ketika
aspek-aspek manajerial sudah mampu
dimanifestasikan melalui kepemimpinan
pemuda apakah sudah berkualitas?. Secara
kelembagaan upaya membangun kualitas
kepemimpinan pemuda, sesungguhnya
diproyeksikan meningkatkan kinerja
pemuda agar berkualitas. Persoalannya,
peningkatan kinerja seperti apakah yang
diharapkan dari seorang Pemuda?. Sudah
barang tentu membutuhkan argumentasi
dan penjelasan secara komprehensip.
Beberapa parameter untuk
mengukur peningkatan kinerja yang diraih
oleh seorang pemuda, antara lain, (1)
produktif, (2) berinisiatif, (3) mandiri, (4)
disiplin, (5) mampu bekerja secara efektif,
(6) responsif dan (7) akuntabel.
Pertama produktif., seorang
pemuda yang berkinerja tinggi memiliki
produktivitas kerja yang tinggi, artinya
mampu menghasilkan pekerjaan, baik
secara kualitas maupun kuantitas sesuai
dengan program kerja yang telah
dicanangkan, termasuk kontrol yang
bersifat administratif, teknis, terutama
manajerialnya.
Kedua berinisiatif, hal ini
mencerminkan bahwa seorang pemuda
yang berkinerja tinggi harus memiliki
inisiatif dalam menyampaikan ide-ide
cerdas terkait dengan penataan,
pengembangan, penyempurnaan bahkan
perubahan perubahan yang mungkin dapat
dilakukan. Pemuda harus cermat dan
bersikap proaktif dalam memperjuangkan
peningkatan kinerja organisasi
kepemudaan secara menyeluruh.
Ketiga mandiri, kinerja seorang
pemuda dapat dicermati. dari
kemandiriannya dalam melaksanakan
pekerjaan, tidak tergantung kepada orang
lain, tetapi harus mampu menterjemahkan
setiap program yang dicanangkan
sebelumnya.
13
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
Keempat disiplin, seorang pemuda
yang berkinerja tinggi akan tercermin dari
sikapnya dan disiplinnya. Disiplin yang
dimaksud tidak hanya terkait dengan
persoalan kehadiran dalam bekerja, tetapi
disiplin dalam melaksanakan pekerjaan,
membuat laporan serta mengevaluasi hasil
pekerjaan yang telah dilakukan.
Kelima, mampu bekerja sama
secara efektif, hal ini dapat dilihat dari
kemampuannya ketika melakukan kerja
sama dengan pihak lain, baik secara
internal maupun eksternal.
Keenam responsif, responsivitas
yang dimaksud adalah kemampuan
seorang pemuda dalam menangkap
berbagai kebutuhan pihak lain dan
dilayani, baik secara internal maupun
eksternal. Pemuda yang berkinerja tinggi
akan tercermin dari sejauh mana ia mampu
memberikan respon yang positif terhadap
berbagai keluhan, kepentingan dan
kebutuhan pihak lain yang dilayani.
Ketujuh akuntabel, hal ini
mengandung makna bahwa seorang
pemuda yang berkinerja tinggi, akan
mampu menyelaraskan antara program
yang telah dicanangkan, dengan kebutuhan
pihak lain yang dilayani serta
pertanggungjawaban yang dilaporkan.
Parameter di atas, tentunya masih
sangat debatable, namun sebagai bahan
diskusi kiranya dapat dijadikan bahan
kontemplasi.
I. KEPEMIMPINAN DALAM SEBUAH ORGANISASI
Pemimpin dan kepemimpinan
merupakan suatu kesatuan kata yang tidak
dapat dipisahkan secara struktural maupun
fungsional. Banyak muncul pengertian-
pengertian mengenai pemimpin dan
kepemimpinan, antara lain (1) pemimpin
adalah figur sentral yang mempersatukan
kelompok, (2) kepemimpinan adalah
keunggulan seseorang atau beberapa
individu dalam kelompok, dalam proses
mengontrol gejala-gejala sosial, (3) Brown
(1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak
dapat dipisahkan dari kelompok, tetapi
boleh dipandang sebagai suatu posisi
dengan potensi tinggi di lapangan. Krech
dan Crutchfield memandang bahwa
dengan kebaikan dari posisinya yang
khusus dalam kelompok ia berperan
sebagai agen primer untuk penentuan
struktur kelompok, suasana kelompok,
tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan
aktivitas kelompok. (4) kepemimpinan
sebagai suatu kemampuan menghandel
orang lain untuk memperoleh hasil yang
maksimal dengan friksi sesedikit mungkin
dan kerja sama yang besar,
kepemimpinan merupakan kekuatan
semangat/moral yang kreatif dan terarah
(5) pemimpin adalah individu yang
memiliki program/rencana dan bersama
14
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
anggota kelompok bergerak untuk
mencapai tujuan dengan cara yang pasti.
Muncul dua pertanyaan yang
menjadi perdebatan mengenai pemimpin,
(1) Apakah seorang pemimpin dilahirkan
atau ditempa?, (2) Apakah efektivitas
kepemimpinan seseorang dapat dialihkan
dari satu organisasi ke organisasi yang lain
oleh seorang pemimpin yang sama? Jadi
untuk menjawab pertanyaan pertama
tersebut perrhatikan beberapa pendapat
berikut : (1) ada yang berpendapat bahwa
pemimpin itu dilahirkan dengan bakat-
bakat kepemimpinannya. (2) kubu yang
menyatakan bahwa pemimpin dibentuk
dan ditempa berpendapat bahwa
efektivitas kepemimpinan seseorang dapat
dibentuk dan ditempa dengan memberikan
kesempatan luas kepada yang
bersangkutan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan efektivitas
kepemimpinannya.
Sondang (1994) menyimpulkan
bahwa seseorang hanya akan menjadi
seorang pemimpin yang efektif apabila (1)
seseorang secara genetika telah memiliki
bakat-bakat kepemimpinan , (2) bakat-
bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan
melalui kesempatan untuk menduduki
jabatan kepemimpinannya, (3) ditopang
oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan, baik yang
bersifat umum maupun yang menyangkut
teori kepemimpinan.
Menjawab pertanyaan kedua dapat
dirumuskan dua kategori yang harus dikaji
lebih jauh lagi: (1) keberhasilan seseorang
memimpin satu organisasi dengan
sendirinya dapat dialihkan kepada
kepemimpinan oleh orang yang sama di
organisasi lain, (2) keberhasilan seseorang
memimpin satu organisasi tidak
merupakan jaminan keberhasilannya
memimpin organisasi lain.
J. PERANAN PEMUDA DALAM ORMAS
Kodrat Pemuda adalah melakukan
peran dan tanggung jawab dalam
komitmennya menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa, serta sikap, komitmen,
dan keberpihakan kepada masyarakat.
Terkait dengan hal tersebut predikat yang
diberikan dan yang disandang pemuda
sebagai agen perubahan (Agent of Change)
dan agen kontrol sosial (Agent of Social
Control), maka pemuda bagian dari
masyarakat intelektual dan ormas sebagai
sarana tempat belajar, bereksperimen, dan
berlatih menjadi Agent of Change Dan
Agent of Social Control. Sehingga dengan
demikian, pemuda harus aktif dan mau
terlibat untuk dibina di Organisasi-
organisasi kemasyarakatan (Ormas) untuk
membangun kepeloporan dan
kepemimpinan yang berpihak kepada
kepentingan masyarakat.
15
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
Perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni serta perkembangan
modernitas memang mengurangi resiko
pada bidang-bidang tertentu, tetapi
membawa parameter risiko baru yang
tidak dikenal pada era sebelumnya, dengan
demikian diperlukan ketangguhan, baik
mental maupun fisik. Kalau kita cermati
tidak semua pemimpin berani mengambil
resiko, tetapi pada diri pemuda harus
terpatri daya juang, nasionalisme,
keteladanan, jujur, dan lain-lain, untuk
menjalankan pembangunan yang berpihak
kepada masyarakat.
K. PENUTUP
Pada prinsipnya faktor
kepemimpinan merupakan inti dari proses
pengelolaan (manajemen) dalam suatu
organisasi, termasuk di lingkungan
organisasi kepemudaan. Jadi upaya untuk
meningkatkan kualitas kepemimpinan
(leadership) di lingkungan kepemudaan
tidak dapat diabaikan. Komitmen untuk
meningkatkan kualitas kepemimpinan
pemuda dapat dimanifestasikan melalui
tindakan nyata, sehingga kinerja pemuda
dapat terwujud.
Selanjutnya, disadari bahwa
perkembangan IPTEKS banyak membantu
meningkatkan kualitas dan kesejahteraan
kehidupan umat manusia di dunia. Namun
bersamaan dengan hal tersebut penerapan
dan pemanfaatan hasil-hasil perkembangan
IPTEKS telah melahirkan tuntutan dan
kesadaran baru akan pentingnya landasan
etika dan dimensi spiritualitas serta
moralitas dalam pembangunan suatu
negara. Kemajuan IPTEKS ditandai
dengan berkembangnya sikap dan gaya
hidup global yang glamour. Maka untuk
menghadapi perkembangan IPTEKS,
sangat penting bagi pemuda Indonesia
untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari
segi iman dan takwa maupun IPTEKS
dengan berpegang teguh pada nilai-nilai
budaya bangsa maupun agama.
Disadari atau tidak penguasaan,
pengembangan dan pendayagunaan
IPTEKS yang tidak dilandasi, kejujuran,
moralitas, etika, spiritualitas, dan lain-lain
akan dapat membawa manusia atau suatu
bangsa menuju penderitaan, kesengsaraan
dan kehancuran. Mengatasi hal tersebut
para pemuda Indonesia harus senantiasa
berada di dalam jalur nilai-nilai
kemanusian dan keagamaan yang luhur,
meningkatkan pengetahuan tentang ilmu,
teknologi, dan seni dan
menumbuhkembangkan jiwa kepeloporan,
daya pikir, inovasi, kreativitas dalam
mempersiapkan diri menjadi pemimpin
masa depan dan melahirkan generasi yang
profesionalis dalam rangka pembangunan
16
Biner Ambarita adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Medan; Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan
bangsa dan negara yang berkualitas di berbagai sektor.
DAFTAR PUSTAKA
Bronovsky, J. 1972. The Ascent of Mean. Boston : Little Brown.
Dick, W and Lou, Carey. (1990). The systematic design of instruction. Florida : Harper Collins.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departement Pendidikan Nasional.
Fishbein, M dan Ajzan, Icek. (1990). Belief, attitude, intention, and behavior. New York : McGraw Hill
Habibie B. J. 2012. Sumberdaya Manusia Andalan Masyarakat Madani. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional Penddikan Indonesia VII 2012 di Yogayakarta.
Hadari, Nawawi, 2005. Manajemen Strategik, Yogyakarta : Gadjah Mada Pers.
Parkhe Arvind. 1991. Interfirm Diversity, Organizational Learning, and Longevity in Global Strategic Alliances. Indiana: Indiana University. (www://jstor.org/discover)
Raka I Dewa Gede. 2012. Pendidikan Karakter untuk 250 Juta Orang:
Gerakan Menyongsong Seratus Tahun Indonesia Merdeka. Makalah Disampaiakan pada Konvensi Nasional Penddikan Indonesia VII 2012 di Yogayakarta
Semiawan, Conny, dkk. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menengah. Jakarta : PT. Gramedia.
Slamet, Margono. 2003. Filosofi Mutu dan Penerapan Prinsip-prinsip Manajemen Mutu Terpadu di Perguruan Tinggi. Makalah. Jakarta : Depdikbud.
Slocum, John W., Jr. dan Hellriegel, Don, 2009. Principles of Organizational Behavior, 12th Edition. Cina: South-Western Cengage Learning.
Sutarno. 2012. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Gramedia.
Tilaar, H.A.R. (1999). Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI. Jakarta : Balai Pustaka.
Wiles, Kimball. 1983. Democratic Supervision. New York: McGraw-Hill Book Company
17
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
KURIKULUM 2013 DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PEMBELAJARAN
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela
Abstrak
Kurikulum 2013 menuntut agar dalam pelaksanaan pembelajaran siswa diberi kebebasan berpikir memahami masalah, membangun strategi penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara bebas dan terbuka. Kegiatan guru dalam pembelajaran adalah melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah. Guru harus berupaya untuk mengorganisasikan kerjasama dalam kelompok belajar, melatih siswa berkomunikasi menggunakan grafik, diagram, skema, dan variabel. Diharapkan seluruh hasil kerja selalu dipresentasikan di depan kelas untuk menemukan berbagai konsep, hasil penyelesaian masalah, aturan serta prinsip yang ditemukan melalui proses pembelajaran. Pembelajaran tidak hanya ditekankan pada satu aspek saja tetapi keseimbangan pada aspek afektif, aspek psikomotorik, dan aspek kognitif.Kata Kunci : kurikulum 2013, guru, siswa, afektif, psikomotorik, kognitif
A. PENDAHULUAN
Kurikulum 2013 merupakan suatu
kebijakan baru pemerintah dalam bidang
pendidikan yang diharapkan mampu untuk
menjawab tantangan dan persoalan yang
akan dihadapi oleh bangsa Indonesia ke
depan. Perubahan yang mendasar pada
kurikulum 2013 dibanding dengan
kurikulum-kurikulum sebelumnya adalah
perubahan pada tingkat satuan
pendidikannya dimana implementasi
kurikulum ini dilakukan pada tingkat
satuan pendidikan mulai dari sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, dan
sekolah menengah atas atau sekolah
menengah kejuruan. Perubahan yang lain
dapat dilihat dari konsep kurikulum 2013
itu sendiri.
Kurikulum dalam hal ini
diharapkan dapat memberikan
keseimbangan aspek kognitif, aspek
afektif, dan aspek psikomotor secara
berimbang, sehingga pembelajaran yang
terjadi diharapkan dapat berjalan dengan
menyeimbangkan ketiga aspek tersebut,
tidak seperti yang selama ini terjadi
dimana pembelajaran lebih cenderung
mengutamakan aspek kognitif saja. Akibat
dari konsep kurikulum 2013 itu, maka
penilaian dalam pembelajaran tentunya
harus disesuaikan dengan konsep
kurikulum itu sendiri, sehingga penilaian
juga harus didasarkan pada ketiga aspek
tersebut yaitu harus menilai aspek
kognitifnya, menilai aspek afektifnya, dan
menilai aspek psikomotoriknya. Selain itu
kurikulum 2013 juga membawa perubahan
besar dalam pelaksanaannya.
Hal ini ditunjukkan dengan
disediakannya buku ajar yang disusun
sesuai dengan tuntutan kurikulum itu
18
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
sendiri. Artinya kurikulum 2013 itu tidak
sekedar hanya sebuah konsep dan
dokumen semata tetapi dalam
implementasinya, kurikulum 2013 itu
menata bagaimana dan apa yang
seharusnya dilakukan guru dalam
melaksanakan pembelajarannya.
B. PEMBAHASAN
1. Pola Pikir Kurikulum 2013
Seperti yang diungkapkan
sebelumnya bahwa pada kurikulum 2013
pembelajaran itu tidak hanya menekankan
pada aspek kognitif saja, tetapi harus
meliputi ketiga aspek. Pola pikir yang
menjadi rumusan dalam pembentukan
kurikulum itu adalah memandang bahwa
standar kompetensi lulusan diturunkan dari
kebutuhan. Berbeda halnya dengan
kurikulum sebelumnya yaitu standar
kompetensi diturnkan dari standar isi.
Pada kurikulum KBK 2004 dan
KTSP 2006 dijelaskan bahwa standar isi
dirumuskan berdasarkan tujuan mata
pelajaran yang di dalamnya merupakan
paparan standar kompetensi lulusan mata
pelajaran dirinci menjadi standar
kompetensi dasar mata pelajaran. Pada
kurikulum 2013, standar isi diturunkan
dari standar kompetensi lulusan melalui
kompetensi inti yang tidak terikat pada
mata pelajaran. Pola pikir lainnya dalam
kurikulum 2013 memandang bahwa semua
mata pelajaran harus berkontribusi
terhadap pembentukan aspek afektif, aspek
psikomotorik, dan aspek kognitif pada
peserta didik. Padahal pada kurikulum
sebelumnya jelas sekali terlihat adanya
pemisahan mata pelajaran untuk
membentuk aspek afektif, membentuk
aspek psikomotorik, dan pembentukan
aspek kognitif. Kurikulum 2013
menurunkan mata pelajaran dari
kompetensi yang ingin dicapai oleh peserta
didik, sementara kurikulum 2004 dan
KTSP 2006 menurunkan kompetensi dari
mata pelajaran.
Perbedaan pandangan ini akhirnya
yang tadinya mata pelajaran yang saling
lepas satu dengan yang lainnya, yaitu
seperti sekumpulan mata pelajaran yang
terpisah dan tidak tertata irisan dari tiap
mata pelajaran menjadi mengikat semua
mata pelajaran oleh suatu kompetensi yaitu
kompetensi inti dari tiap tingkatan kelas.
Pembelajaran yang terjadi akibat
implementasi dari kurikulum 2013 ini
adalah adalah Pembelajaran tidak lagi
berpusat pada guru, tetapi pembelajaran
lebih banyak berpusat pada aktivitas siswa.
Karena pembelajaran lebih banyak
berpusat pada siswa akibatnya
pembelajaran tidak lagi menjadi satu arah
tetapi lebih bersifat interaktif. Kurikulum
19
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
2013 juga menuntut agar dalam
pembelajaran terjadi aktivitas aktif dan
menyeldidiki dan diharapkan juga guru
sebagai fasilitator dalam pembelajaran
dapat merancang pembelajaran agar siswa
mampu menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang kontekstual dan nyata.
Pembelajaran yang selama ini terjadi yaitu
pembelajaran yang terlalu luas yang
mengakibatkan terlalu banyak materi
diajarkan. Penyampaian materi
pengetahuan hanya merupakan sebuah
kegiatan transfer ilmu belaka yang artinya
guru hanya memindahkan pengetahuan
saja kepada siswa tanpa memperhatikan
apakah siswa memahami atau tidak
pengetahuan yang diberikan tersebut.
Berbeda halnya dengan kurikulm 2013,
kurikulum ini memaksa guru agar
mengerti betul karakteristik dari siswanya.
Materi pengetahuan yang disampaikan
guru harus mampu menunjukkan perilaku
yang khas yang mampu memberdayakan
kaidah keterkaitan antar materi.
Pembelajaran pada kurikulum 2013
juga mengharapkan agar guru dapat
memahami bagaimana menggunakan alat
multimedia yaitu berbagai peralatan
teknologi pendidikan yang mampu
mengorganisakan siswa dalam belajarnya.
Satu hal yang sangat menarik tentang
kurikulum 2013 yaitu siswa dalam
belajarnya memperoleh dokumen belajar
sesuai dengan ketertarikannya dan
potensinya dalam belajar, sehingga tidak
lagi siswa yang dalam tingkatan yang
sama harus diberikan dokumen belajar
yang sama. Hal ini menggugurkan
pembagian jurusan di sekolah menengah
atas yang selama ini dilakukan pada waktu
siswa naik ke kelas XI, akan tetapi
pembelajaran dan dokumen belajar siswa
akan diperoleh siswa pada waktu siswa
tersebut duduk pertama sekali di bangku
sekolah menengah atas. Pembelajaran
yang tadinya hanya transfer ilmu
pengetahuan akhirnya menuntut terjadinya
pertukaran pengetahuan antara guru
dengan guru lainnya, guru dengan siswa,
dan siswa dengan siswa lainnya.
2. Pembelajaran dalam Kurikulum 2013
Berdasarkan pola pikir kurikulum
2013, maka pembelajaran dalam
implementasi kurikulum juga mengalami
perubahan. Perubahan ini mengakibatkan
pendekatan pembelajaran yang digunakan
adalah pendekatan saintifik yaitu
pendekatan yang menggunakan
pendekatan ilmiah. Kriteria dalam
pendekatan ini menekankan beberapa
aspek antara lain: 1) Materi pembelajaran
berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau
20
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata;
2) Penjelasan guru, respon siswa, dan
interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari
prasangka yang serta-merta, pemikiran
subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis; 3)
Mendorong dan menginspirasi siswa
berpikir secara kritis, analistis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi siswa
mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu
sama lain dari materi pembelajaran; 4)
Mendorong dan menginspirasi siswa
mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang
rasional dan objektif dalam merespon
materi pembelajaran; 5) Berbasis pada
konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan; 6) Tujuan
pembelajaran dirumuskan secara
sederhana dan jelas, namun menarik
sistem penyajiannya.
Berdasarkan penjelasan
sebelumnya yaitu, ada tiga aspek penting
yang harus diperhatikan dalam
pembelajaran yaitu aspek afektif, aspek
psikomotorik, dan aspek kognitif.
Sehingga langkah-langkah setiap
pembelajaran tidak boleh terlepas dari
ketiga aspek tersebut. Pada pembelajaran
aspek sikap menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar siswa tahu
mengapa.. Aspek psikomotorik
menggamit transformasi substansi atau
materi ajar agar siswa tahu bagaimana.
Aspek Kognitif menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar siswa tahu
apa.. Hasil akhir dari kegiatan
pembelajaran adalah diharapkannya
peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang
baik (soft skills) dan manusia yang
memiliki kecakapan dan pengetahuan
untuk hidup secara layak (hard skills) dari
siswa yang meliputi aspek kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Dimensi paedagogik modern yang
diterapkan pada kurikulum 2013 adalah
pendekatan ilmiah. Langkah-langkah
pembelajaran yang dilakukan dalam
pendekatan ini adalah. 1) kegiatan
observing (mengamati); 2) kegiatan
questioning(menanya); 3) kegiatan
associating(menalar); 4) kegiatan
experimenting (mencoba); dan 5) kegiatan
networking(membentuk jejaring atau
menyimpulkan.
Pembelajaran yang diterapkan
mengakibatkan ilmu pengetahuan sebagai
penggerak pembelajaran untuk semua
mata pelajaran. Kegiatan siswa lebih
cenderung untuk mencari tahu tentang
prinsip dan konsep ilmu pengetahuan
tersebut bukan menunggu dibberikan oleh
21
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
guru, pembelajaran ini disebut dengan
discovery learning. Discovery Learning
adalah teori belajar yang didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang terjadi
bila siswa tidak disajikan dengan materi
pelajaran dalam bentuk utuh, tetapi
diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.
Dalam mengaplikasikan metode Discovery
Learning guru berperan sebagai
pembimbing dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara aktif, sebagaimana pendapat guru
harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin
merubah kegiatan belajar mengajar yang
teacher oriented menjadi student oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya
guru harus memberikan kesempatan
muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang ilmuwan, ahli sejarah, atau
ahli matematika. Bahan ajar tidak
disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa
dituntut untuk melakukan berbagai
kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan,
menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat
kesimpulan-kesimpulan.
3. Langkah-langkah Pelaksanaan Pembelajaran Discovery Learning
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Tahap awal dalam pembelajaran ini
siswa dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian
dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan dari
siswa untuk menyelidiki sendiri. Selain itu
guru sebagai fasilitator memulai
pembelajarannya dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan
aktivitas belajar lainnya yang mengarah
pada persiapan pemecahan masalah.
Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk
menyediakan kondisi interaksi belajar
yang dapat mengembangkan dan
membantu siswa dalam mengeksplorasi
bahan.
b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)
Tahap kedua dari pembelajaran ini
adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin kejadian-kejadian dari masalah
yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan
dirumuskan dalam bentuk hipotesis
(jawaban sementara atas pertanyaan
masalah)
22
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
c. Data collection (Pengumpulan Data).
Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis, dengan
demikian siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang
relevan, membaca sumber belajar,
mengamati objek, wawancara dengan nara
sumber, melakukan uji coba sendiri dan
kegiatan lainnya yang relevan.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004:244)
pengolahan data merupakan kegiatan
mengolah data dan informasi yang telah
diperoleh para siswa baik melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya,
lalu ditafsirkan. Semua informai hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan
sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila
perlu dihitung dengan cara tertentu serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan
tertentu
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang ditetapkan sebelumnya
dengan beberapa fenomena yang sudah
diketahui, dihubungkan dengan hasil data
processing (Syah, 2004:244). Verification
menurut Bruner, bertujuan agar proses
belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan suatu
konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupannya.
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalisasi/ menarik
kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip
umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan
memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi
maka dirumuskan prinsip-prinsip yang
mendasari generalisasi
4. Model-Model Pembelajaran Pendukung Kurikulum 2013
Beberapa model pembelajaran
yang sesuai dengan kurikulum 2013 antara
lain 1) Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah dan 2) Model Pembelajaran
Berbasis Proyek. Kedua model
pembelajaran itu bukan paku mati model
yang harus dilaksanakan dalam
pembelajaran yang mengimplementasikan
kurikulum 2013. Model-model
pembelajaran lain juga dapat digunakan
23
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
dengan catatan bahwa model pembelajaran tersebut menganut paham konstruktivisme.
a. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah
adalah suatu pembelajaran yang lebih
menekankan pada aspek kognitif siswa dan
pembelajarannya berpusat kepada siswa.
Fokus pengajaran tidak begitu banyak
pada apa yang dilakukan siswa melainkan
kepada apa yang mereka pikirkan pada
saat melakukan pembelajaran tersebut.
Peran guru dalam pembelajaran ini
terkadang melibatkan presentasi dan
penjelasan sesuatu hal kepada siswa,
namun pada intinya dalam pembelajaran
berdasarkan masalah guru berperan
sebagai pembimbing dan fasilitator
sehingga siswa belajar untuk berpikir dan
memecahkan masalah dengan cara mereka
sendiri.
Model pembelajaran berdasarkan
masalah, pembelajarannya lebih
menekankan pada aspek kognitif siswa.
Pembelajaran diawali dengan memberikan
masalah. Masalah yang diajukan dalam
pembelajaran berdasarkan masalah
haruslah bersifat top-down artinya diawali
dengan masalah yang kompleks,
dilanjutkan dengan masalah-masalah yang
spesifik dengan maksud mencari solusi
masalah kompleks tersebut. Dalam
pembelajaran dengan model pembelajaran
berdasarkan masalah, guru harus
mengupayakan siswa agar dapat dengan
sendirinya mengkonstruk konsep maupun
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
Pembelajaran yang akan dilakukan harus
terlebih dahulu dirancang oleh guru, dan
guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan
pembimbing.
Dalam model pembelajaran
berdasarkan masalah (problem-based
instruction) ditekankan bahwa
pembelajaran dikendalikan dengan
masalah. Oleh karena itu, pembelajaran
berdasarkan masalah dimulai dengan
memecahkan masalah, dan masalah yang
diajukan kepada siswa harus mampu
memberikan informasi (pengetahuan) baru
sehingga siswa memperoleh pengetahuan
baru sebelum mereka dapat memecahkan
masalah itu. Dalam pembelajaran yang
dilakukan tujuannya bukan hanya mencari
jawaban tunggal yang benar, tapi lebih dari
itu siswa harus dapat menginterpretasikan
masalah yang diberikan, mengumpulkan
informasi yang penting, mengidentifikasi
kemungkinan pemecahan masalah,
mengevaluasi pilihan, dan menarik
kesimpulan.
b. Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah
Dalam mengajarkan konsep-
konsep dan prinsip-prinsip materi
pelajaran, guru harus mengilustrasikannya
dalam beberapa cara. Dalam
24
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
penyampaiannya dimulai dari ilustrasi
masalah nyata yang dekat dengan
kehidupan siswa, memilih kata-kata dalam
percakapan yang mudah dipahami,
memilih simbol-simbol, gambar-gambar,
atau objek nyata. Hal lain yang perlu
dilakukan adalah memberi kesempatan
pada siswa memikirkan, menelaah apa saja
yang terkandung dalam konsep dan
prinsip. Gardner (dalam James Hiebert,
1992: 66) menyatakan, karena kerja
mental tidaklah tampak, mendiskusikan
bagaimana gagasan/informasi disusun di
dalam otak didasarkan pada tingkat
berpikir yang tinggi. Dugaan representase
mental adalah suatu gagasan inti yang
membawa bersama-sama bekerja pada
pengamatan dari berbagai bidang,
mencakup psikologi, ilmu pengetahuan,
linguistik, dan banyak hal.
Dalam pembelajaran berdasarkan
masalah, kemampuan guru mengajar harus
lebih kritis dibanding kelas tradisional
yang berpusat pada guru. Disamping
menyajikan pengetahuan bagi siswa, guru
dalam pembelajaran berdasarkan masalah
harus melibatkan siswa dalam menyusun
informasi dan penggunaan pengetahuan
mereka dalam pemecahan masalah
Guru dalam pembelajaran
berdasarkan masalah harus merancang dan
mengatur pembelajaran terhadap
pemahaman ilmu pengetahuan siswa yang
memungkinkan guru untuk memandu
siswa dalam menerapkan pengetahuan
pada berbagai situasi masalah. Guru harus
memiliki kemampuan ilmu pengetahuan
yang dalam/luas agar dapat melakukan hal
tersebut. Guru dengan kemampuan ilmu
pengetahuan yang dangkal dalam
pembelajaran berdasarkan masalah,
kemungkinan akan dapat membawa siswa
pada kegagalan dalam mempelajari konsep
dan prinsip ilmu pengtahuan tersebut.
c. Tahapan-tahapan pembelajaran berdasarkan masalah
Dalam membuat suatu rencana
pembelajaran perlu dibuat tahapan-tahapan
yang akan digunakan dalam pembelajaran,
tujuannya adalah agar pembelajaran yang
akan dilaksanakan benar-benar terlaksana
dengan baik dan memperoleh hasil yang
diinginkan.
Pembelajaran berdasarkan masalah
adalah pembelajaran yang berpusat pada
siswa. Oleh karena itu guru harus dapat
merancang rencana pembelajaran yang
benar-benar dapat merangsang rasa ingin
tahu siswa serta memotivasi siswa untuk
dapat menjadi pebelajar yang mandiri,
sehingga memudahkan dalam pelaksanaan
berbagai tahap pembelajaran model
pembelajaran berdasarkan masalah dan
pencapaian tujuan pembelajaran yang
diinginkan. Dalam pembelajaran ini guru
harus terlebih dahulu menetapkan tujuan
pembelajaran sehingga tujuan itu dapat
dikomunikasikan dengan jelas kepada
25
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
siswa. Setelah guru menetapkan tujuan
kemudian guru harus merancang situasi
masalah yang sesuai dengan materi.
Situasi masalah yang baik seharusnya
autentik, mengandung teka-teki, dan tidak
terdefinisikan dengan ketat, memungkinan
kerja sama, bermakna bagi siswa, dan
konsisten dengan tujuan kurikulum.
Ibrahim dan Nur (2000: 13)
mengemukakan tahapan-tahapan dalam
pembelajaran berdasarkan masalah
(problem-based instruction) pada tabel
berikut :
Tabel 1. Tahapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah Laku GuruTahap-1Orientasi siswa kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap-2Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap-3Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
Tahap-4Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
Tahap-5Menganalisis dan meng evaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan
Berdasarkan tahapan-tahapan
pembelajaran berdasarkan masalah di atas
jelaslah bahwa pembelajaran berdasarkan
masalah menuntut siswa lebih aktif.
Karena dalam pembelajaran berdasarkan
masalah siswa dilibatkan secara langsung
dalam penyelidikan dan menemukan
penyelesaian masalah, sehingga pada
akhirnya siswa terbantu menjadi pebelajar
yang otonom yang mampu membantu diri
mereka sendiri, di dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya. Selain itu
pembelajaran berdasarkan masalah yang
melibatkan siswa dalam penyelidikan
pilihan sendiri, memungkinkan siswa
menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun
pemahamannya tentang fenomena itu.
Karena pembelajaran berdasarkan masalah
terlebih dahulu memberikan masalah yang
kompleks kepada siswa maka,
pembelajaran ini tergolong kepada
pembelajaran top-down maksudnya adalah
pembelajaran diawali dengan pemberian
26
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
masalah yang kompleks, selanjutnya
dalam memecahkan masalah diperoleh
masalah-masalah yang lebih spesifik
dengan maksud mencari solusi dari
masalah tersebut.
d. Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran Berbasis Proyek
(Project Based Learning=PjBL) adalah
metoda pembelajaran yang menggunakan
proyek/kegiatan sebagai media. siswa
melakukan eksplorasi, penilaian,
interpretasi, sintesis, dan informasi untuk
menghasilkan berbagai bentuk hasil
belajar. Pembelajaran Berbasis Proyek
merupakan metode belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah
awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru
berdasarkan pengalamannya dalam
beraktifitas secara nyata.
Pembelajaran Berbasis Proyek
dirancang untuk digunakan pada
permasalahan komplek yang diperlukan
siswa dalam melakukan insvestigasi dan
memahaminya. Melalui PjBL, proses
inquiry dimulai dengan memunculkan
pertanyaan penuntun (a guiding question)
dan membimbing siswa dalam sebuah
proyek kolaboratif yang mengintegrasikan
berbagai subjek (materi) dalam kurikulum.
Pada saat pertanyaan terjawab, secara
langsung siswa dapat melihat berbagai
elemen utama sekaligus berbagai prinsip
dalam sebuah disiplin yang sedang
dikajinya. PjBL merupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi
dan usaha peserta didik.
Pembelajaran Berbasis Proyek
memiliki karakteristik sebagai berikut: 1)
siswa membuat keputusan tentang sebuah
kerangka kerja; 2) Adanya permasalahan
atau tantangan yang diajukan kepada
peserta didik; 3) siswa mendesain proses
untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang
diajukan; 4) siswa secara kolaboratif
bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan; 5) Proses evaluasi
dijalankan secara kontinu; 6) siswa secara
berkala melakukan refleksi atas aktivitas
yang sudah dijalankan; 7) Produk akhir
aktivitas belajar akan dievaluasi secara
kualitatif; dan 8) Situasi pembelajaran
sangat toleran terhadap kesalahan dan
perubahan.
Peran guru dalam pembelajaran
berbasis proyek sebaiknya sebagai
fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara
untuk mendapatkan hasil yang optimal
sesuai dengan daya imajinasi, kreasi dan
inovasi dari siswa.
e. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Berbasis Proyek
27
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start
With the Essential Question).
Pembelajaran dimulai dengan
pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan
yang dapat memberi penugasan siswa
dalam melakukan suatu aktivitas.
Mengambil topik yang sesuai dengan
realitas dunia nyata dan dimulai
dengan sebuah investigasi mendalam.
Pengajar berusaha agar topik yang
diangkat relevan untuk para peserta
didik.
2. Mendesain Perencanaan Proyek
(Design a Plan for the Project.
Perencanaan dilakukan secara
kolaboratif antara pengajar dan peserta
didik. Dengan emikian siswa
diharapkan akan merasa memiliki
atas proyek tersebut. Perencanaan
berisi tentang aturan main, pemilihan
aktivitas yang dapat mendukung
dalam menjawab pertanyaan esensial,
dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta
mengetahui alat dan bahan yang dapat
diakses untuk membantu penyelesaian
proyek.
3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)
Pengajar dan siswa secara kolaboratif
menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada
tahap ini antara lain: (1) membuat
timeline untuk menyelesaikan proyek,
(2) membuat deadline penyelesaian
proyek, (3) membawa siswa agar
merencanakan cara yang baru, (4)
membimbing siswa ketika mereka
membuat cara yang tidak berhubungan
dengan proyek, dan (5) meminta siswa
untuk membuat penjelasan (alasan)
tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor siswa dan kemajuan
proyek (Monitor the Students and the
Progress of the Project)
Guru bertanggungjawab untuk
melakukan monitor terhadap aktivitas
siswa selama menyelesaikan proyek.
Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi siswa pada setiap roses.
Dengan kata lain pengajar berperan
menjadi mentor bagi aktivitas peserta
didik. Agar mempermudah proses
monitoring, dibuat sebuah rubrik yang
dapat merekam keseluruhan aktivitas
yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu
pengajar dalam mengukur
ketercapaian standar, berperan dalam
mengevaluasi kemajuan masing-
masing peserta didik, memberi umpan
balik tentang tingkat pemahaman yang
sudah dicapai peserta didik, membantu
pengajar dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate
the Experience)
28
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
Pada akhir proses pembelajaran,
pengajar dan siswa melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek
yang sudah dijalankan. Proses refleksi
dilakukan baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini
siswa diminta untuk mengungkapkan
perasaan dan pengalamanya selama
menyelesaikan proyek. Pengajar dan
siswa mengembangkan diskusi dalam
rangka memperbaiki kinerja selama
proses pembelajaran, sehingga pada
akhirnya ditemukan suatu temuan baru
untuk menjawab permasalahan yang
diajukan pada tahap pertama
pembelajaran.
C. PENUTUP
Kompetensi yang dituntut oleh
kurikulum 2013 tergambar pada
kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
digariskan dalam peraturan menteri.
Dalam pembelajaran keseimbangan aspek
afektif yaitu aspek sikap. Sikap merupakan
pembawaan yang dapat dipelajari, dan
dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap suatu objek. Sikap merupakan
kecenderungan untuk merespons suatu
stimulus berdasarkan penilaian terhadap
stimulus tersebut. Respons tersebut dapat
bersifat positif dapat pula bersifat negatif.
Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat
menumbuhkan respons positif dalam
pembentukan sikap siswa. Aspek
psikomotorik merupakan keterampilan
motorik yang tidak hanya mencakup
kegiatan-kegiatan fisik, melainkan juga
kegiatan-kegiatan motorik yang
digabungkan dengan keterampilan
intelektual, misal dapat menulis, membaca,
menggunakan mikroskop untuk
mengamati bakteri tertentu, menggunakan
alat las untuk menyambung pipa, dan
sebagainya.
Keterampilan motorik paling baik
dicapai melalui latihan berulang-ulang.
Dalam hal ini guru perlu merancang
pembelajaran yang dapat membentuk
aspek psikomotorik siswa sehingga
diharapkan dapat memperbaiki
keseluruhan keterampilan siswa tersebut.
Aspek yang terakhir yang tidak dapat
dilupakan adalah aspek kognitif. Aspek ini
meliputi kecakapan untuk mengelola dan
mengembangkan proses berpikir dengan
cara merekam, membuat analisis dan
sintesis. Pengaturan pada proses-proses
yang mengaktifkan dan memodifikasi
proses belajar sangat diharapkan dapat
diatur guru dan dilaksanakan guru dalam
pembelajaran.
29
Pardomuan Nauli Josip Mario Sinambela adalah Dosen Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan; Penulis Buku Ajar SMP & SMA Kemendikbud Kurikulum 2013
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013, Jakarta, kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Bornok Sinaga, dkk (2013). Buku Petunjuk Guru untuk Kelas X SMA, Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Hiebert, James (1992). Instruction and Teaching With Understanding.Macmillan, Publishing Company.
Ibrahim, Muslimin dan Nur, Mohamad, (2003). Pengajaran Berdasarkan Masalah, Surabaya, Unesa-University Press
Sinambela, Pardomuan (2006) Keefektifan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem-Based Instruction) dalam Pembelajaran Matematika untuk Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat di Kelas X SMA Negeri 2 Rantau Selatan, Sumatera Utara Tesis: Magister Pendidikan. Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.
Syah, M., 1996. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 54 tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 65 tahun 2013 tentang
Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 66 tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 67 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Intidaiyah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 68 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 69 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 70 tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 71 tahun 2013 tentang Buku Teks Pelajaran dan Buku Pedoman Guru untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 2013 tentanng Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
30
Paningkat Siburian adalah Dosen Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan
PENINGKATAN KOMITMEN ORGANISASI KEPALA SEKOLAH EFEKTIF PADA ERA GLOBALISASI
Paningkat Siburian
Abstrak
Komitmen organisasi kepala Sekolah Menengah Kejuruan sebagai sikap yang merefleksikan loyalitas pada organisasi yang dipimpinnya perlu ditingkatkan secara terus menerus agar mereka mau melaksanakan setiap program pendidikan dengan sebaik baiknya, sehingga tujuan pendidikan tercapai secara efektif dan efisien. Model Integrasi Perilaku Organisasi menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi. Peningkatan komitmen organisasi kepala SMK dapat dilakukan melalui pengabadian budaya organisasi. Pengabadian budaya organisasi terdiri atas dua proses, yaitu: sosialisasi dan internalisasi. Jadi, kedua proses pengabadian budaya organisasi tersebut sangat diperlukan untuk menjadikan kepala SMK memiliki komitmen organisasi yang diperlukan dalam pencapaian tujuan organisasi.Kata Kunci : Komitmen Organisasi, Budaya Organisasi, Kepala Sekolah.
A. PENDAHULUAN
Implementasi Kurikulum 2013
yang dihara
Recommended