View
223
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
1/25
PENGARUH REALISASI BELANJA DAERAH DAN ANGKATAN KERJA
TERHADAP OUTPUT DAN PENDAPATAN PER KAPITA
(Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah)
Nisa Maharani S.
Dr. Hadi Sasana SE, M.Si
ABSTRACT
Income per capita is often used to measure the economic prosperity in a
region, how many goods and services available to the average population for
consumption and investment activities. Factors affecting the income per capita is the
output and population and the factors that affect the output of local spending and thelabor force.
This study aims to analyze the effect of regional expenditure and labor on
output and income per capita. The research was conducted in Central Java Provinceduring the period 2005-2009. In this study used path analysis.
The results showed that there are a direct positive relationship between the
variable realization of indirect spending, direct spending, and labor on output. So is
the relationship of output to income per capita. But there is a negative directinfluence between variable labors to income per capita.
Key words:regional expenditure, labor, income per capita, output, path analysis
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
2/25
PENDAHULUAN
Otonomi daerah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 2001. Pemberlakuan
otonomi daerah ini merubah pola pemerintahan dari era sentralistik menjadi
desentralisasi. Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah yang direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Kedua undang-undang di bidang
otonomi daerah tersebut telah menetapkan pemberian kewenangan otonomi dalam
wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah, pemerintah
daerah diberi wewenang untuk menggali potensi daerahnya dan menetapkan prioritas
pembangunan.
Ahmad Yani (2009) menjelaskan bahwa pembentukan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
pemerintahan daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan
urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang tentangPemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan sumber penerimaan
yang digunakan untuk pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi fiskal adalah : Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan,
pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Pemberian dana perimbangan
bertujuan untuk mengurangi adanya disparitas fiskal vertikal (antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah) dan horizontal (antar pemerintah daerah), sekaligus
membantu daerah dalam membiayai pengeluaran pembangunannya.
Halim (2001) menjelaskan bahwa ciri utama suatu daerah yang mampu
melaksanakan otonomi dan desentralisasi, yaitu:
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
3/25
1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan
dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola
dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahannya. Artinya daerah harus
mampu mengelola keuangan daerahnya baik penerimaan maupun
pengeluarannya, dimana penerimaan yang diperoleh daerah kemudian
dialokasikan sebagai pembiayaan belanja daerahnya.
2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus siminimal mungkin, agar
pendapatan asli daerah (PAD) dapat menjadi bagian sumber keuangan
terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar
(Dwirandra, 2006). Jadi, PAD harus lebih tinggi dibandingkan Dana
Perimbangan yang menandakan daerah tersebut sudah mandiri dan tujuan
dari otonomi daerah dan desentralisasi tercapai.
Indikator pendapatan per kapita merupakan indikator yang sering digunakan
untuk mengukur kemakmuran suatu daerah. Dari Tabel 1 dapat dilihat pendapatan per
kapita di Provinsi Jawa Tengah sebagai berikut.
Tabel 1
Pendapatan Per Kapita Tanpa Migas
Atas Dasar Harga Berlaku di Pulau Jawa Tahun 2005-2009 (Ribu Rupiah)
ProvinsiTahun
2005 2006 2007 2008 2009
DKI Jakarta 48.570 55.610 62.199 73.713 81.746
Jawa Barat 9.468 11.280 12.434 13.987 15.121
Jawa Tengah 6.372 7.565 8.419 9.543 10.416
DI Yogyakarta 7.529 8.652 9.584 10.985 11.830
Jawa Timur 11.033 12.796 14.456 16.635 18.285
Banten 9.329 10.585 11.408 12.756 13.598
Sumber: PDRB Provinsi di Indonesia Menurut lapangan Usaha 2005-2009
Dari Tabel 1 diketahui bahwa dari enam provinsi di Pulau Jawa, Provinsi
Jawa Tengah memiliki pendapatan per kapita terendah dibandingkan dengan provinsi
di Pulau Jawa lainnya walaupun setiap tahun mengalami kenaikan tetapi nilai absolut
masih lebih rendah dibandingkan provinsi lain.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
4/25
Dari fenomena tersebut jelaslah bahwa sumber daya yang dimiliki suatu
daerah sangat mempengaruhi pendapatan hingga pendapatan per kapita dari suatu
daerah. Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu
wilayah atau provinsi dalam periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) atau output, baik atas dasar harga konstan maupun atas dasar
harga berlaku. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam dalam suatu wilayah, atau jumlah seluruh unit barang dan
jasa yag dihasilkan di suatu daerah.
Output (PDRB) di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 1 yang
mengalami peningkatan disetiap tahunnya sebagai berikut.
Gambar 1
Pendapatan Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (juta rupiah)
0
20000000
40000000
60000000
80000000
100000000
120000000
140000000
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian
Pertambangan dan Galian,
Listrik, Gas, dan Air
BersihIndustri
Konstruksi
Perdagangan
Komunikasi
Sumber: BPS, diolah
Gambar 1 menggambarkan bahwa dari tahun 2005-2009 sektor industri
pengolahan memberikan sumbangan tertinggi terhadap ekonomi Jawa Tengah.
Kondisi dan potensi yang berbeda-beda dari masing-masing daerah, menyebabkan
perbedaan kemampuan daerah dalam menjalankan kewenangannya tersebut.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
5/25
Kebijakan pengeluaran pemerintah yang secara langsung dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi adalah belanja karena variabel ini diwujudkan dalam bentuk
pembangunan prasarana ekonomi dan sosial. Perkembangan pengeluaran pemerintah
yang diukur dari besarnya belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Pengklasifikasin belanja langsung dan tidak langsung ini digunakan dalam sistem
penganggaran pemerintah baik pusat maupun daerah, yaitu sejak penerapan PP No.
105 Tahun 2000 tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007
sebagai revisi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Gambar 2
Realisasi Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2005-2009 (ribu rupiah)
0
2000000000
4000000000
6000000000
8000000000
10000000000
12000000000
14000000000
16000000000
18000000000
20000000000
2005 2006 2007 2008 2009
Belanja Tidak Langsung
Belanja Langsung
Sumber: BPS, diolah
Klasifikasi belanja dalam sistem anggaran diperbaiki menjadi Belanja Tidak
Langsung dan Belanja Langsung. Realisasi Belanja Tidak langsung dan Belanja
Langsung dapat dilihat pada Gambat 2. Realisasi belanja tidak langsung dari tahun
ketahun selalu mengalami peningkatan, namun dari sisi belanja langsung terjadi
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
6/25
fluktuasi, dari tahun 2005 ke tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 21 persen,
namun dari tahun 2006 sampai tahun 2008 mengalami kenaikan lagi disetiap
tahunnya, tetapi dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan lagi sebesar 12
persen.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi output adalah sumber daya manusia,
yang terefleksikan dengan penduduk yang bekerja. Jumlah penduduk yang bertambah
dari waktu ke waktu dapat menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi bila tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi, namun disisi lain, penduduk yang
bertambah akan menambah jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut
memungkinkan suatu daerah untuk menambah produksi. Jika pertambahan jumlah
penduduk tidak seimbang dengan faktor produksi lain yang juga terjadi penambahan
tenaga kerja maka tidak akan menimbulkan penambahan dalam tingkat produksi
(Amin Pujiati). Berdasarkan Gambar 3 jumlah penduduk yang bekerja menurut
lapangan usaha paling besar yaitu disektor pertanian, disetiap tahunnya sektor
pertanian selalu menduduki peringkat pertama dalam penyerapan tenaga kerja.
Gambar 3
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama di Jawa Tengah Tahun 2005-2009 (orang)
0
1000000
2000000
3000000
4000000
5000000
6000000
7000000
2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian
Pertambangan dan Galian,
Listrik, Gas, dan Air BersihIndustri
Konstruksi
Perdagangan
Komunikasi
Keuangan
Jasa
Sumber: BPS, diolah
Tetapi tidak semua daerah yang dengan karakteristik tenaga kerja terserap
yang cukup tinggi memiliki PDRB atau output daerah yang tinggi pula. Di Jawa
Tengah, PDRB tertinggi dimiliki sektor industri sedangkan untuk tenaga kerja yang
terserap terbanyak adalah sektor pertanian.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
7/25
Provinsi Jawa Tengah memiliki nilai pendapatan per kapita terendah
dibandingkan provinsi-provinsi di Pulau Jawa dan output Provinsi Jawa Tengah pun
selalu meningkat dan sektor industri pengolahan memberikan sumbangan tertinggi
terhadap ekonomi Jawa Tengah. Belanja daerah sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi output diklasifikasin menjadi belanja langsung dan belanja tidak
langsung. Belanja tidak langsung selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,
sedangkan belanja langsung mengalami fluktuasi. Faktor lain yang mempengaruhi
output suatu daerah adalah tenaga kerja, dalam penelitian ini menggunakan angkatan
kerja yang bekerja karena secara langsung berpengaruh pada jumlah produksi yang
dihasilkan. Angkatan kerja yang bekerja di Jawa Tengah paling besar terserap di
sektor pertanian.
Dari latar belakang yang diuraikan di atas, didapat beberapa pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh belanja tidak langsung terhadap output (PDRB)?
2. Bagaimana pengaruh belanja langsung terhadap output (PDRB)?
3. Bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap output (PDRB)?
4.
Bagaimana pengaruh output terhadap pendapatan per kapita?Berdasarkan latar belakang dan permasalah yang telah dijabarkan di atas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh belanja tidak langsung terhadap output.
2. Menganalisis pengaruh belanja langsung terhadap output.
3. Menganalisis pengaruh tenaga kerja terhadap output.
4. Menganalisis pengaruh output terhadap pendapatan per kapita.
TELAAH TEORI
Hubungan Output dengan Pendapatan per Kapita
Todaro (2003 : 18) menyebutkan bahwa pendapatan per kapita pada dasarnya
mengukur kemampuan dari suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
8/25
pertumbuhan pendapatan per kapita riil sering digunakan untuk mengukur
kemakmuran suatu negara.
Pendapatan per kapita dihitung dengan perbandingan PDRB dengan jumlah
penduduk. PDRB merupakan output di suatu daerah. PDRB sering digunakan sebagai
salah satu indikator pertumbuhan ekonomi. PDRB dan pendapatan per kapita
memiliki hubungan yang positif, sehingga jika PDRB mengalami kenaikan maka
pendapatan per kapita pun akan semakin besar.
Hubungan Angkatan Kerja dengan Output
Tenaga kerja mencakup penduduk yang sudah atau sedang mencari pekerjaan,
dan yang melakukan kegiatan lain seperti besekolah dan mengurus rumah tangga.
Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus rumah tangga walaupun sedang tidak
bekerja, mereka dianggap secara fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja hanya dibedakan oleh batas umur.
Sumber daya atau input dikelompokkan menjadi sumber daya manusia,
termasuk tenaga kerja dan kemampuan manajerial, modal (capital), tanah ataupun
sumber daya alam. Adapun yang dimaksud dengan kemampuan manajerial adalah
kekmampuan yang dimiliki individu dalam melihat berbagai kemungkinan untukmengkombinasikan sumber daya untuk menghasilkan output dengan cara yang lebih
efisien, baik produk baru maupun produk yang sudah ada.
Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari
lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia,
maka akan menyebabkan semakin meningkatnya total produksi di suatu daerah.
(Kuncoro, 2004)
Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Output
Belanja pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor
bisnis. Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan
jumlah uang yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja/biaya
berdasarkan hubungannya dengan aktivitas di bagi dua, yaitu biay alangsung dan
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
9/25
biaya tidak langsung. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan PP No. 15 Tahun 2000
tentang Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kepmendagri No.
29 Tahun 2002 yang kemudian direvisi menjadi PP No. 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 sebagai revisi
Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, belanja daerah diklasifikasikan menjadi
Belanja Administrasi Umum (BAU), Belanja Operasi dan Pemeliharaan (BOP),
belanja Modal, Belanja Tidak tersangka, dan Belanja Bantuan Keuangan. Sedangkan
berdasarkan peraturan yang baru yaitu Permendagri No. 59 Tahun 2007 (Revisi atas
Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah),
klasifikasi belanja diperbaiki dan dikelompokkan menjadi belanja langsung dan
belanja tidak langsung. Belanja langsung yaitu belanja yang terkait langsung dengan
program dan kegiatan. Suatu kegiatan tidak akan terlaksana tanpa adanya biaya
tersebut. Sedangkan belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung
dengan program dan kegiatan.
Teori Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa perkembangan ekonomi
menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupn tarif pajak tidakberubah; dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah
juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GDP
menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan
pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
Maka pengeluaran pemerintah yang diklasifikasikan menjadi belanja langsung
dan belanja tidak langsung jika meningkat maka menyebabkan GNP (dalam
penelitian ini adalah output) meningkat pula
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
10/25
Penelitian Terdahulu
1. Hadi Sasana melakukan penelitian dengan judul Peran Desentralisasi Fiskal
terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.
Variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan
ekonomi, tenaga kerja terserap, jumlah penduduk miskin, dan kesejahteraan
dan variabel eksogen dalam penelitian ini adalah desentralisasi fiskal. Hasil
penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh signifikan dan positif
terhadap laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh
signifikan dan positif terhadap tenaga kerja terserap, pertumbuhan ekonomi
berpengaruh signifikan dan negatih terhadap jumlah penduduk miskin,
pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap
kesejahteraan masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan
positif terhadap kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.
2. Adi Raharjo dengan judul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi,
Swasta, dan Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan variabel
endogen pertumbuhan ekonomi dan variabel eksogen belanja rutin, belanjapembangunan pemerintah, investasi, dan angkatan kerja. Hasil dari penelitian
ini adalah pengaruh belanja rutin pemerintah memiliki hubungan yang
signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja pembangunan
memiliki pengaruh yang positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi, investasi swasta memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, angkatan kerja memiliki pengaruh yang
positif namun tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
3.
Suwandi dengan judul Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan
Ekonomi, Ketenagakerjaan, dan Kemiskinan di Provinsi Papua. Variabel
endogen dalam penelitian ini adalah belanja langsung, belanja tidak langsung,
pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, penyerapan tenaga kerjaan, dan
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
11/25
kesejahteraan, dan variabel eksogen yaitu desentralisasi fiskal dan otonomi
khusus Papua. Hasil penelitian ini yaitu desentralisasi fiskal berpengaruh
positif dan signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal tidak
berpengaruh signifikan terhadap belanja langsung, desentralisasi fiskal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, belanja
langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,
belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan
positif terhadap penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi berpengaruh
signifikan dan positif terhadap jumlah penduduk miskin, pertumbuhan
ekonomi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kesejahteraan
masyarakat, tenaga kerja terserap berpengaruh signifikan dan positif terhadap
kesejahteraan masyarakat, jumlah penduduk miskin mempunyai hubungan
yang signifikan dan negatif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Dari data, teori, dan penelitian terdahulu tersebut maka disusunlah kerangka
pemikiran sebagai berikut:
H1
H2
H3
H4
Belanja Tidak
Langsung
(X1)
BelanjaLangsung
(X2)
Angkatan kerja
yang bekerja
(X3)
Pendapatan
Per Kapita
(Y2)
Output
(Y1)
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
12/25
Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu, maka disusun hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Diduga belanja tidak langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
output dan pendapatn per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.
2. Diduga belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap
output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah.
3. Diduga angkatan kerja yang bekerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap output dan pendapatan per kapita di kabupaten/kota Provinsi
Jawa Tengah.
4. Diduga output berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan per
kapita di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah.
METODE PENELITIAN
Adapun definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai
berikut:
1.
Output (Y1)
Output adalah nilai bersih dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu daerah. Data
output dalam penelitian ini diproksi dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
tahun 2005-2009. PDRB yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan PDRB
tanpa migas atas dasar harga berlaku digunakan PDRB atas dasar harga berlaku
karena variabel eksogen dalam penilitian ini yaitu belanja langsung dan belanja tidak
langsung mengikuti nilai mata uang yang berlaku (terkena inflasi). Variabel PDRB
ini diukur dalam satuan juta rupiah.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
13/25
2. Pendapatan per kapita (Y2)
Pendapatan per kapita merupakan total pendapatan rata-rata penduduk suatu
daerah di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Diperoleh dari pembagian PDRB
tanpa migas dengan jumlah penduduk. Data diperoleh dari Jawa Tengah dalam
Angka di BPS, dalam satuan rupiah.
Pendapatan per kapita diperoleh dari rumus:
PDRB tanpa migas atas dasar harga berlaku
Jumlah Penduduk
3. Belanja Tidak Langsung (X1)
Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak terkait langsung dengan
program dan kegiatan pemerintah. Yang termasuk kedalam belanja tidak langsung
adalah belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan keuangan, belanja banuan sosial, belanja tidak terduga dan ditunjukkan
dalam satuan ribu rupiah.
4. Belanja Langsung (X2)
Belanja langsung adalah belanja yang terkait langsung dengan program dan
kegiatan pemerintah. Belanja langsung meliputi belanja pegawai, belanja barang dan
jasa, dan belanja modal dalam satuan ribu rupiah.
5. Angkatan Kerja yang Bekerja (X3)
Angkatan Kerja yang bekerja dalam penelitian ini adalah data jumlah
penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melakukan pekerjaan dengan maksud
memperoleh upah, dimasing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa tengah dalam
satuan orang.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
14/25
Spesifikasi Model
Berdasarkan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui
hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel, maka analisis yg digunakan
adalah analisis jalur dengan model ekonometrika sebagai berikut:
Y1(t)= 1X1(t-1)+ 2X2(t-1)+ 3X3(t)+ 1
Y2(t)= 1Y1(t)+ 2
Dimana:
X1(t-1)adalah belanja tidak langsung pada t-1
X2(t-1)adalah belanja langsung pada t-1
X3(t)adalah angkatan kerja yang bekerja pada tahun t
Y1(t)adalah output pada tahun t
Y2(t)adalah pendapatan per kapita
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Asumsi Klasik
1. Normalitas Data
Normalitas data merupakan salah satu syarat dalam permodelan Analisis
Jalur. Pengujian normalitas ini adalah dengan mengamati nilai (P-value) skewnessdan kurtosis yang memiliki nilai lebih besar daripada 0.05. Hasil pengujian
normalitas data ditampilkan pada Tabel 2
Tabel 2
Uji Normalitas Data
Sumber : Data primer yang diolah, 2011
Skewness Kurtosis Skewness and Kurtosis
Variable Z-Score P-Value Z-Score P-Value Chi-Square P-Value
X1 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995
X2 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995X3 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995
Y1 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995
Y2 0.000 1.000 0.104 0.917 0.011 0.995
Y3 0.001 0.999 0.103 0.918 0.011 0.995
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
15/25
Evaluasi normalitas secara univariate menunjukkan P-value untuk skewness dan
kurtosis lebih besar daripada 0.05 yang berarti data terdistribusi normal.
2. Multikolinieritas
Identifikasi korelasi antar variabel diperlukan untuk melihat kemungkinan
adanya korelasi yang sangat tinggi khususnya antar variabel bebas. Hal ini
dikarenakan adanya korelasi antar variabel bebas yang tinggi akan memberikan
masalah multikolinieritas yang mengganggu hasil penelitian. Batas nilai korelasi
adalah 0.9 atau lebih. Hasil perhitungan korelasi antar variabel diperoleh sebagai
berikut :
Tabel 3
Correlation Matrix of Y and X
S
Sumber: data primer diolah
Hasil pengujian menunjukkan bahwa korelasi antar variabel menunjukkan nilai
korelasi yang relatif rendah dimana nilai korelasi yang tertinggi diperoleh antara X3
dan Y1 yaitu sebesar 0,53. Hal ini mengindikasikan bahwa tidak adanya
multikolinieritas antar variabel.
3. Goodness of F it Model
Uji terhadap kelayakan model analisis Jalur ini diuji dengan menggunakan
Chi-square, CFI, RMSEA, GFI, dan AGFI berada dalam rentang nilai yang kurang
baik, dapat dikatakan model tidak fit, dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
16/25
Tabel 4
Hasil Pengujian Kelayakan Model
Structural EquationModel (SEM )
Goodness of Fit
Indeks
Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi
Model
Chi Square 87.71 Kurang baik
Probability 0.05 0.0 Kurang baik
CFI > 0.9 0.68 Kurang baik
RMSEA < 0.1 0.00 Kurang baik
GFI > 0.09 0.37 BaikAGFI > 0.9 0.33 Kurang baik
Sumber : Data primer yang diolahDari hasil pengujian model didapat bahwa model belum fit sehingga perlu
dilakukan modifikasi model. Arah modifikasi model didapat dari residual yang paling
besar. Residuals yang baik yaitu 0 atau mendekati 0. Maka diperoleh hubungan baru
antara variabel X3 (angkatan kerja) dan Y2 (pendapatan per kapita), dan didapat hasil
pengujian model sebagai berikut:
Tabel 5
Hasil Pengujian Kelayakan Model 1
Structural Equation Model (SEM )
Goodness of Fit
Indeks
Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi
Model
Chi Square Diharapkan kecil 5.01 Baik
Probability 0.05 0.085 Baik
CFI > 0.9 0.99 Baik
RMSEA < 0.1 0.18 Baik
GFI > 0.09 0.99 Baik
AGFI >0.9 0.92 Baik
Sumber: Lampiran, diolahDari hasil pengujian kelayakan model 1 tersebut dikatakan bahwa modifikasi model
yang ketiga dapat dikatakan sudah fit atau sudah memenuhi aturan. Dari tiga kali
modifikasi model yang didasari atas standardize residual, maka diperolehlah diagram
pathyang baru seperti pada Gambar 4 berikut.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
17/25
Gambar 4
Modifikasi Model 1
Sumber : Data mentah diolah
ANALISIS DAN INTERPRETASI
Berdasarkan hasil analisis jalur, maka didapat persamaan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisis jalur, didapat pengaruh langsung dan tidak
langsung yang ditujukan pada Tabel 6.
Tabel 6
Analisis Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Pengaruh Langsung
Pengaruh Tidak
Langsung Pengaruh TotalX1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1 X1 X2 X3 Y1
Y1 0,38 0,57 0,28 - - - - - 0,38 0,57 0,28 -
Y2 - - -0,56 0,59 0,22 0,34 0,16 - 0,22 0,34-
0,39 0,59
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
18/25
Berdasarkan hasil dari persamaan struktural tersebut diperoleh hasil pengujian
hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Pengaruh Belanja Tidak Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per
Kapita
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh belanja tidak langsung (X1)
terhadap output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,77. Nilai tersebut lebih besar dari
t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,77) > t tabel (1,96).
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung berpengaruh
signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 1 diterima. Pengaruh
positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja tidak langsung yang
dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada
tahun yang akan datang, demikian pula sebaliknya bahwa daerah kabupaten kota
yang memiliki belanja tidak langsung yang lebih rendah cenderung memiliki output
yang rendah pula. Hasil ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Raharjo
(2006) dan Suwandi (2006) yang menyatakan belanja tidak langsung berpengaruh
signifikan positif terhadap output.
Dengan signifikannya pengaruh belanja tidak langsung terhadap output,memberikan makna bahwa pemerintah kabuaten/kota di Provinsi Jawa Tengah telah
melalukan perubahan struktur anggaran berupa belanja tidak langsung ke arah yang
lebih memberikan kesempatan kepada pegawai untuk menunjang dan mendorong
kinerjanya sehingga dapat mempercepat pembangunan dan output di daerah tersebut.
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa belanja tidak langsung (X1)
mempunyai hubungan yang positif secara langsung sebesar 0,38 terhadap output,
selain itu belanja tidak langsung (X1) juga mempunyai hubungan yang positif dan
berpengaruh secara tidak langsung sebesar 0,22 terhadap pendapatan per kapita (Y2)
melalui output (Y1) Hal ini berarti bahwa peningkatan belanja tidak langsung akan
mempengaruhi kenaikan output secara langsung, sedangkan secara tidak langsung
akan meningkatan pendapatan per kapita melalui output.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
19/25
2. Pengaruh Belanja Langsung terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh Belanja Langsung (X2)
terhadap Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 6,08. Nilai tersebut lebih besar
dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (6,08) > t tabel
(1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa Belanja langsung
berpengaruh signifikan positif terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 2 diterima.
Pengaruh positif ini mengandung makna bahwa peningkatan belanja langsung yang
dilakukan oleh pemerintah daerah di Jawa Tengah dapat meningkatkan output pada
wilayah yang bersangkutan. Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang
telah dilakukan oleh Priyo Hari Adi (2006), Raharjo (2006), dan Suwandi (2010).
Belanja langsung (X2) mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara
langsung sebesar 0,57 terhadap output. Belanja langsung juga memiliki hubungan
yang positif dan berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita
(Y2) sebesar 0,34 melalui output (Y1).
Secara konseptual, pengeluaran daerah dalam bentuk belanja langsung
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur atau program-program
langsung yang dapat merangsang pada produktivitas yang lebih besar pada pelakuusaha di daerah. Dengan alokasi belanja langsung yang besar maka pembenahan
dalam infrastruktur daerah yang baik akan meningkatkan kualitas infrastruktur
sehingga secara kualitas dan kuantitasnya akan meningkatkan output daerah.
3. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Output dan Pendapatan Per Kapita
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh tenaga kerja (X3) terhadap
Output (Y1) menunjukkan nilai t sebesar 3,62. Nilai tersebut lebih besar dari t tabel
dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (3,62) > t tabel (1,96). Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja berpengaruh signifikan positif
terhadap Output. Hal ini berarti Hipotesis 3 diterima. Penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya Raharjo (2006) dan Amin Pujiati.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
20/25
Angkatan kerja yang bekerja (X3) memiliki pengaruh langsung terhadap
output (Y1), pendapatan per kapita (Y2). Pengaruh langsung antara angkatan kerja
yang bekerja (X3) terhadap output (Y1) memiliki hubungan positif yaitu sebesar 0,28
sehingga jika terjadi kenaikan angkatan kerja yang bekerja maka output pun akan
meningkat. Pengaruh langsung antara angkatan kerja yang bekerja (X3) terhadap
pendapatan per kapita (Y2) sebesar -0,56 dan memiliki pengaruh tidak langsung
sebesar 0,16 terhadap pendapatan per kapita (Y2) melalui output (Y1). Hal ini berarti
pertambahan angkatan kerja yang bekerja (X3) secara langsung akan berdampak pada
menurunnya pendapatan per kapita, sedangkan secara tidak langsung akan
miningkatkan pendapatan per kapita melalui output. Hal ini mengidentifikasikan
bahwa kebijakan penyerapan tenaga kerja untuk peningkatan pendapatan per kapita
lebih baik melalui output.
Penyerapan tenaga kerja yang fluktuatif dan cenderung semakin berkurang
pada tahun 2008 yang menurun sebesar 7 persen tetapi output selalu mengalami
peningkatan, hal ini tidak sejalan dengan teori faktor produksi. Hal tersebut terjadi
karena sektor industri pengolahan yang memiliki kontribusi terbesar pada kegiatan
ekonomi, namun tenaga kerja paling banyak terserap pada sektor pertanian. Hal inimenunjukkan bahwa pada sektor industri tidak terlalu banyak menyerap tenaga kerja
karena sudah digantikan oleh teknologi.
4. Pengaruh Output terhadap Pendapatan Per Kapita
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh output (Y1) terhadap
pendapatan per kapita (Y2) menunjukkan nilai t sebesar 13,02. Nilai tersebut lebih
besar dari t tabel dengan taraf signifikansi 5% yaitu 1,96 atau t hitung (13,02 > t tabel
(1,96). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa output berpengaruh
signifikan positif terhadap pendapatan per kapita. Hal ini berarti Hipotesis 4
diterima. Apabila output bertambah maka pendapatan per kapita pun akan naik.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
21/25
Pengaruh output (Y1) terhadap pendapatan per kapita memiliki pengaruh
langsung sebesar 0,59 hal ini menunjukkan bahwa peningkatan output akan
meningkatkan pendapatan per kapita.
Pendapatan per kapita pada dasarnya mengukur kemampuan dari suatu negara
untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat
pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita
sering digunakan untuk mengukur kemakmuran suatu negara, yaitu seberapa banyak
barang dan jasa yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan
konsumsi dan investasi.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil analisis data dalam penelitian, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Realisasi belanja tidak langsung berpengaruh secara langsung terhadap output dan
berpengaruh secara tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output.
2. Realisasi belanja langsung memiliki pengaruh langsung terhadap output dan
pengaruh tidak langsung terhadap pendapatan per kapita melalui output.3. Tenaga kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap output dan pendapatan per
kapita, namun pengaruh langsung terhadap pendapatan per kapita memiliki
pengaruh yang negatif.
4. Output berpengaruh langsung secara positif terhadap pendapatan per kapita.
Keterbatasan
1. Periode dalam penelitian ini yaitu setelah dilakukannya otonomi daerah sehingga
tidak dapat melihat perbedaan kebijakan pemerintah sebelum dan sesudah
otonomi daerah.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
22/25
Saran
1. Untuk meningkatkan belanja daerah yang diklasifikasikan menjadi belanja
langsung dan belanja tidak langsung pemerintah harus meningkatkan PAD
dengan cara mencari potensi yang ada di daerah tersebut.
2. Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran
pemerintah dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian
karena sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga
kerja, selain itu pemerintah juga diharapkan melakukan revitalisasi pada sektor
pertanian supaya tetap berkembang dan tidak dianggap kuno, sehingga para
tenaga kerja tertarik untuk bekerja pada sektor pertanian.
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
23/25
REFERENSI
Abdul Halim. 2007. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah: PengelolaanKeuangan Daerah. Edisi Kedua. UPP STIM. YKPN. Yogyakarta
Adi Raharjo. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, dan
Angkatan Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 (Studi di
Kota Semarang.Thesis Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro. Semarang
Amin Pujiati. n.d Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era
Desentralisasi Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan, hal. 61-70
Bahrul Ulum. 2010. Analisis Determinan Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dan
Deteksi Ilusi Fiskal (Studi Kasus Provinsi di Indonesia Tahun 2005-2008).
Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Semarang
Badan Pusat Statistik (BPS). Jawa Tengah dalam Angka. Berbagai edisi penerbitan.
BPS Jawa Tengah
_______________________ Indeks Pembangunan Manusia. Berbagai edisiPenerbitan. BPS Jawa Tengah
_______________________ PDRB Menurut Lapangan Usaha. Berbagai edisi
penerbitan. BPS Jawa Tengah
_______________________ Statistik Keuangan Kabupaten/Kota. Berbagai edisi
penerbitan. BPS Jawa Tengah
Boediono. 2008.Ekonomi Makro,BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
David Harianto dan Priyo Hari Adi. 2007. Hubungan Antara DanaAlokasi Umum,
Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah, dan Pendapatan Per Kapita. Paper
disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi X. Unhas. Makassar
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
24/25
Ghozali, Imam. 2005. Structural Equation Modeling, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang
Hadi Sasana. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol
10, No. 1, Juni 2009, hal. 103-124
Mahmudi. 2010.Manajemen Keuangan Daerah,Erlangga, Jakarta
Mangkoesoebroto, Guritno. 2008.Ekonomi Publik,BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta
Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Teori Ekonomi Makro, STIE YKPN, Yogyakarta
Mankiw. 2006.Makro Ekonomi edisi keenam,Erlangga, Jakarta
Mudrajad Kuncoro. 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah, Erlangga, Jakarta
Mudrajad Kuncoro. 2006.Ekonomika Pembangunan,UPP STIM YKPN, Yogyakarta
Norista Gathama Putra. 2011. Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi
terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Tidak
Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro. Semarang
Priyo Hari Adi. 2006. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja
Pembangunan, dan Pendapatan Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota se
Jawa-Bali).Paper disajikan pada Sinopsium Nasional Akuntansi 9 Padang
Rifta Nujafar Wulansari. 2008. Pengaruh Pajak Daerah, Belanja Modal, dan
Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pengangguran (Studi pada Kabupaten dan
Kota di Provinsi Sumatera Utara). Journal Akuntabilitas, Vol.1, No.2 Juni
2008
Riduwan dan Kuncoro. 2008. Cara Menguunakan dan Memakai Analisis Jalur,
Alfabeta, Bandung
Simanjuntak, Payman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta
7/25/2019 Jurnal Pengaruh Realisasi Belanja Daerah Dan Angkatan Kerja Terhadap Output Dan Pendapatanper Kapita
25/25
Suparmoko. 2002.Ekonomi Publik Untuk Keuangan & Pembangunan Daerah, Andi,
Yogyakarta
Todaro dan Smith. 2003.Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga,Erlangga, Jakarta
Recommended