View
53
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
Jurnal Reading
Oleh:
Abdul Wahab Rasyid
1102008003
Pembimbing: dr. Ari Johari, SpA
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD GUNUNG JATI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
2013
ABSTRAK
Latar Belakang
Telah dilaporkan sebelumnya hasil dari penelitian acak mengenai hipotermia inti (whole
body hipotermia) pada neonatus dengan hipoksik-iskemik ensefalopati menunjukan adanya
penurunan signifikan angka kematian atau kecacatan sedang sampai berat pada usia 18 sampai
22 bulan. Hasil studi jangka panjang sekarang telah tersedia
Metode
Pada percobaan ini, kami menempatkan bayi dengan ensefalopati sedang atau berat untuk
perawatan biasa sebagai control group dan bayi ensefalopati sedang atau berat yang diberi
perlakuan untuk menjadi hipotermi hingga mencapai suhu di esophagus (33,5°) selama 72 jam
dengan keterlambatan dilakukanya penghangatan sebagai kelompok hipotermia. Dilakukan
evaluasi terhadap:
1. Kemampuan kognitif, attention dan executive, dan fungsi visuospatial
2. Fungsi neurologis
3. Kesehatan fisik dan psikososial
Evaluasi dilakukan pada peserta dengan usia 6 sampai 7. Hasil utama dari analisis ini adalah
terjadinya kematian atau skor IQ di bawah 70.
Hasil
Dari 208 peserta studi, data primary outcome yang tersedia sebesar 190, yaitu 97 anak
pada kelompok hipotermia dan 93 anak-anak dalam kelompok control.
Jumlah kematian atau skor IQ di bawah 70 terjadi pada 46 dari grup hipotermi (47%) dan
58 dari grup control (62%), masing-masing (P = 0,06), kematian terjadi pada 27 dari grup
hipotermi ( 28%) dan 41 dari grup control (44%) (P = 0,04), kematian atau cacat berat terjadi
pada 38 dari grup hipotermi (41%) dan 53 dari grup control (60%) (P = 0,03).
Data hasil lainnya yang tersedia yaitu terdapat 122 anak-anak yang masih hidup: 70 pada
grup hipotermia dan 52 pada grup kontrol. Cacat sedang atau berat terjadi pada 24 dari 69 anak
pada grup hipotermi (35%) dan 19 dari 50 anak pada grup kontrol (38%), masing-masing (P =
1
0,87). Disfungsi Perhatian-eksekutif terjadi sebesar 4% pada grup hipotermi dan 13% grup
control yang mendapat perawatan biasa (P = 0,19), dan disfungsi visuospatial terjadi sebesar 4%
pada grup hipotermi dan 3% pada grup control (P = 0,80).
Kesimpulan
Hasil akhir dari gabungan data mengenai jumlah kematian atau skor IQ kurang dari 70
pada peserta dengan usia 6 sampai 7 tahun menunjukkan bahwa hasilnya lebih rendah pada anak-
anak yang dengan whole body hypothermia dibandingkan mereka yang menjalani perawatan
biasa, tetapi perbedaannya tidak signifikan. Hipotermia juga mengakibatkan angka kematian
yang lebih rendah dan tidak meningkatkan beratnya kecacatan pada anak yang hidup.
2
Neonatal hipoksia iskemik ensefalopati sedang atau berat berhubungan dengan tingginya
insiden kematian atau cacat motorik dan sensorik pada anak-anak. 1-5 anak dengan ensefalopati
beresiko untuk mengalami defisit kognitif bahkan tanpa adanya defisit fungsional. Penderita
hidup yang tidak cacat mengalami keterlambatan masuk ke sekolah dasar, disfungsi motorik, dan
kelainan perilaku.
Hipotermia dengan suhu 33-34 ° C selama 72 jam, jika dilakukan pada usia 6 jam setelah
lahir pada bayi usia kehamilan lebih dari 35 minggu dengan ensefalopati hipoksik iskemik,
terbukti mengurangi risiko kematian atau kecacatan dan meningkatkan tingkat kelangsungan
hidup dan bebas dari kecacatan pada 18 sampai 24 bulan. Dalam laporan studi acak terkontrol
sebelumnya yang dilakukan pada neonatus yag mengalami hipotermia seluruh tubuh dengan
ensefalopati hipoksik iskemik, tingkat kematian atau cacat sedang sampai berat pada usia 18
sampai 22 bulan sebesar 62% pada grup kontrol dan 44% pada kelompok hipotermia (P = 0,01),
dengan mortalitas masing-masing 37% dan 24% (P =0,08). Dibandingkan dengan grup kontrol,
tidak ada peningkatan signifikan akan kejadian kecacatan mayor dalam grup hipotermia:
cerebral palsy tingkat sedang sampai berat sebesar 30% pada kelompok kontrol dan 19% pada
kelompok hipotermia, jumlah kebutaan sebesar 14% pada grup kontrol dibandingkan 7% pada
grup hipotermia dan gangguan pendengaran sebesar 6% pada grup kontrol dibandingkan 4%
pada grup hipotermia. Namun, belum tersedia data jangka panjang untuk menilai apakah
neonatal yang hipotermia dengan ensefalopati hipoksia-iskemik dapat bertahan setelah usia 2
tahun.
Kami merancang penelitian ini untuk menilai tingkat kematian, gangguan kognitif,
perkembangan neurologis dan perilaku lain yang terkait dengan hipotermia seluruh tubuh pada
usia 6 sampai 7 tahun, dimana hasil intervensi saat neonatal diyakini lebih pasti.
METODE
Studi Perilaku
Data dikumpulkan dari berbagai tempat yaitu dari Eunice Kennedy Shriver national
institute child helath and human development (NICHD), Neonatal Riset Jaringan (NRN) dan
dikirim ke Research Triangle Institute, pusat koordinasi data yang disimpan, dikelolam dan
dianalisis di NRN untuk penelitian ini. Para peneliti utama pada situs yang berpartisipasi
3
bertanggung jawab atas keutuhan data, dan pusat data bertanggung jawab untuk keakuratan
analisis data. Penulis pertama menulis naskah, dengan masukan dari subkomite dari penulis. Para
penulis lain mereview naskah dan memberikan masukan. Semua penulis membuat keputusan
untuk menyerahkan naskah untuk publikasi.
Desain Studi
Peserta direkrut antara Juli tahun 2000 sampai Mei tahun 2003. Bayi yang memenuhi
syarat yaitu jika mereka dengan ensefalopati baik sedang atau berat dalam waktu 6 jam setelah
lahir, dengan asidosis berat atau resusitasi pada saat lahir. Bayi dipilih secara acak baik untuk
dimasukkan ke dalam grup hipotermia seluruh tubuh pada 33,5 ° C selama 72 jam ataupun grup
perawatan biasa. Semua anak yang bertahan hidup dievaluasi pada usia 6 sampai 7 tahun;
keluarga mereka yang tidak kembali untuk tindak lanjut dihubungi melalui telepon untuk
mendapatkan informasi tentang hasil primer.
Hasil Studi
Sebuah sesi pelatihan bagi personil penelitian diadakan untuk membakukan semua
prosedur penelitian. Hasil utama dari penelitian ini adalah kejadian kematian atau skor IQ di
bawah 70 pada usia 6 sampai 7 tahun. Hasil sekunder termasuk kematian atau cacat berat,
komponen cacat, fungsi motorik, fungsi kognitif yang lebih tinggi, keterlambatan kognitif berat,
dan kesehatan psikososial.
Cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan Network Decision Tree oleh Surveillance
Cerebral Palsy di Eropa (SCPE). Aktivitas fungsional dinilai sesuai dengan system klasifikasi
fungsi gross motor (GMFCS) tingkat: I: berjalan tanpa batasan, II: berjalan tanpa perangkat
bantu mobilitas, III: berjalan dengan perangkat bantu, IV:mobilitas sendiri dengan keterbatasan,
dan V: mobilitas sangat terbatas.
Nilai IQ diukur dengan menggunakan skala kecerdasan pra sekolah dan sekolah dasar
(Wechsler III) pada 96 anak dengan usia di bawah 7 tahun 3 bulan dan skala kecerdasan untuk
anak (Wechsler IV) pada 18 anak dengan usia lebih tua. Kedua tes dilakukan untuk menilai
pemahaman verbal, persepsi, dan kecepatan pemrosesan, menghasilkan nilai IQ verbal dan
kinerja yang dikombinasikan untuk mendapatkan nilai IQ skala penuh, rata-rata (± SD) skor 100
4
± 15 adalah normal. Fungsi kognitif yang lebih tinggi (perhatian dan fungsi eksekutif dan
pengolahan visuospatial) dievaluasi dengan Developmental Neuropsychological Assesment
(NEPSY), dimana skor 100 ± 15 adalah normal. Kuesioner kesehatan anak memiliki komponen
psikometrik yang baik untuk anak-anak dengan atau tanpa cerebral palsy, kemudian orangtua
melengkapi dengan melakukan evaluasi fisik, emosional, dan kesejahteraan sosial pada anak-
anak yag diteliti untuk menilai efek kesehatan anak-anak tersebut terhadap orang tua. Semua
penilaian IQ dan psikometri dilakukan oleh pemeriksa tanpa mengetahui status anak-anak
tersebut.
Disebut cacat berat jika skor IQ lebih dari 3 SD di bawah nilai rata-rata (yaitu, <55),
tingkat GMFCS IV atau V, atau mengalai kebutaan bilateral. Dikatakan sebagai cacat sedang
jika skor IQ 2 sampai 3 SD di bawah nilai rata-rata (yaitu, 55-69), tingkat GMFCS III, dengan
tuli bilateral (dengan atau tanpa amplifikasi), atau epilepsi refrakter (didefinisikan sebagai
gangguan kejang klinis atau elektroensefalografik yang membutuhkan terapi antikonvulsan).
Disebut sebagai cacat ringan jika nilai IQ 1 sampai 2 SD di bawah nilai rata-rata (yaitu, 70-84)
atau tingkat GMFCS I atau II. Disebut tidak cacat jika skor IQ lebih dari 84 (yaitu,> 1 SD bawah
rata-rata) tanpa cerebral palsy, pendengaran atau defisit visual, atau epilepsi. Di antara anak-anak
yang tidak cacat, dilakukan pemeriksaan neurologis secara rinci untuk menilai fungsi motorik
sehari-hari (kemampuan untuk berjalan), fungsi motorik kompleks (tumit-to-toe tes, kemampuan
untuk melompat dan berdiri dengan satu kaki, atau tes Romberg), dan tes motorik-fungsi
koordinasi (termasuk uji jari-ke-hidung, pergantian cepat tangan, ibu jari-jari telunjuk aposisi,
jempol-empat jari aposisi berurutan,tes heel-to-shin, dan foot-tapping).
HASIL
Peserta Studi
Penelitian ini melibatkan 208 bayi dengan ensefalopati sedang sampai berat yang mana
secara acak ditetapkan pada saat usia kurang dari 6 jam untuk mengalami hipotermia (120 bayi)
atau dilakukan perawatan biasa (106 bayi). Dilakukan follow up pada saat usia 6 sampai 7 tahun
yang dilaksanakan pada Agustus 2006 dan Agustus 2010. Usia tengah partisipan pada saat
dilakukan follow up yaitu 6,7 tahun pada grup hipotermi dan 6,8 tahun pada grup control.
5
Data hasil utama yang tersedia berasal dari 190 dari 208 anak (91%) diikutkan dalam
penelitian ini: 97 dari 102 (95%) pada grup hipotermiadan 93 dari 106 (88%) pada grup control.
Total 27 anak pada grup hipotermia dan 41 anak pada grup control meningga sebelum mencapai
usia 6 sampai 7 tahun; 3 dari tiap grup meninggal setelah visit saat usia 18 bulan. 5 anak pada
grup hipotermia hilang kontak saat follow up (2 dengan hipoksik-iskemik ensefalopati sedang
dan 2 dengan hipoksik ensefalopati berat, 1 dengan kejang tanpa pemeriksaan neurologis), 13
anak pada grup control (12 dengan ensefalopati hipoksik-iskemik sedang dengan 1 dengan
ensefalopati hipoksik-iskemik berat).
Terdapat kesamaan data hasil primer mengenai karakteristik dasar dari 190 anak dengan
18 tanpa data primer, kecuali data primer mengenai ibu dari anak-anak tersebut kebanyakan
berkulit putih (37% vs 11%) dan menikah (59% vs 29%, P=0,02) dan pada saat kelahiran, anak-
anak kebanyakan memiliki tali pusat dengan pH rendah (6,8±0,2 vs 7,0±0,2, P=0,05). Demikian
juga terdapat kesamaan karakteristik dasar antara 97 anak pada grup hipotermia dan 93 pada
grup control dengan data primer, kecuali dalam hal frekuensi perdarahan maternal antepartum
yang mana lebih rendah pada grup hipotermia.
Hasil Penelitian
Data primer mengenai kematian atau skor IQ dibawah 70 pada usia 6 sampai 7 tahun
terjadi pada 46 dari 97 anak (47%) pada grup hipotermi dan 58 dari 93 (62%) pada grup control
(RR setelah menyesuaikan berdasarkan center, 0,78; CI 95%, 0,61 sampai 1,01). RR untuk
kematian atau IQ di bawah 70 setelah menyesuaikan juga untuk menentukan derajat keparahan
ensefalopati pada saat dilakukan pengacakan, adalah sebesar 0,84 (CI 95%, 0,66 sampai 1,07).
Total 27 kematian pada grup hipotermia dan 41 pada grup control (RR setelah menyesuaikan
berdasarkan center, 0,66; CI 95%, 0,45 sampai 0,97). Pada 122 peserta, 19 dari 70 anak (27%)
pada grup hipotermia dan 17 dari 52 (33%) pada grup control memiliki skor IQ di bawah 70 RR
disesuaikan, 0,83; CI 95%, 0,48 sampai 1,44). Nilai tengan skor IQ masing-masing sebesar 82
dan 75 (P=0,22), dengan median value masing-masing 84 dan 81 (P=0,70). Data primer
diurutkan berdasarkan keparahan awal ensefalopati (sedang atau berat) yang ditunjukkan pada
table 2.
6
Gabungan hasil sekunder mengenai kematian atau kecacatan berat atau cerebral palsy
memiliki tingkat yang secara signifikan lebih rendah pada grup hipotermia dibandingkan grup
control. Pada peserta usia 6 sampai 7 tahun, pada grup hipotermia dan grup control, jumlah
terjadinya cerebral palsy masing-masing sebesar 17% dan 29%, jumlah kebutaan masing-masing
1% dan 4%, dan jumlah gangguan pendengaran (membutuhkan alat bantu denga) masing-masing
5% dan 2% (disesuaikan P value untuk semua perbandingan, >0,05%). Proporsi jumlah anak
dengan gangguan fungsi atensi dan eksekutif atau skor visuospatial dibawah 70 juga tidak
memiiki perbedaan yang signifikan pada kedua grup.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua grup pada level kecacatan atau
fungsi motorik pada 49 anak-anak yang tidak cacat. Tidak terdapat juga perbedaan yang
signifikan pada penilaian orangtua mengenai kesehatan anak atau kepentingan diri pada kedua
grup.
Pada anak dengan kecacatan sedang atau berat pada usia 18 bulan, tingkat keikutsertaan
pada usia 6 sampai 7 tahun sebesar 88% pada grup hipotermia dan 95% pada grup control.
Semua anak-anak dengan cerebral palsy sedang sampai berat pada usia 18 bulan berefek lanjut
pada saat usia 6 sampai 7 tahun pada kedua grup.
DISKUSI
Telah dilaporkan sebelumnya manfaat dari hasil terapi hipotermia untuk hipoksik-
iskemik ensefalopati neonatal pada usia 18-22 bulan, termasuk penurunan tingkat kematian atau
kecacatan sedang atau berat. Penelitian lain mengenai pendinginan seluruh tubuh atau hanya
kepala saja yang didinginkan dengan hipotermia seluruh tubuh pada neonatus dengan
ensefalopati menujukkan adanya manfaat pada hipotermia usia 18 sampai 24 bulan dengan
menggunakan studi cohort.dan dengan subgroup yang telah dipilih. Pada penelitian yang
sekarang pada anak usia 6 sampai 7 tahun, perbedaan hasil akhir mengenai kematian atau skor
IQ dibawah 70 yang terjadi baik pada grup hipotermi maupun grup perawatan biasa tidak
mendapatkan hasil yang secara statistic signifikan (P=0,06); bagaimanapun, penemuan
sebelumnya mengenai penurunan jumlah angka kematian pada grup hipotermia tetap
dipertahankan, tanpa peningkatan yang cukup besar terhadap resiko deficit perkembangan
neurologi pada peserta. Hasil ini diyakini semenjak hipotermia digunakan hamper di seluruh
7
dunia dan direkomendasikan oleh para tenaga medis. Guideline American Heart Association
untuk Resusitasi Kardiopulmoner dan Perawatan Kedaruratan Kardiovaskular 2010 dan
Konsensus Internasional Resusitasi Kardiopulmoner dan Perawatan Kedaruratan dengan
Rekomendasi Terapi 2010, tahap selama periode post resusitasi pada neonates usia gestasi di atas
36 minggu atau lebih tua dengan ensefalopati sedang sampai berat yang progresif, sebaiknya
dilakukan proses hipotermia.
Keterbatasan utama dari penelitian ini adalah tidak dapat mengevaluasihasil sekunder
seperti komponen kecacatan individual, hasil kognitif dan motorik, dan keseluruhan kesehatan
fisik dan psikososial. Kami tidak dapat mengeluarkan kemungkinan efek terhadap hasil bagi
peserta yang hilang kontak selama follow up karena adanya perbedaan pada karakteristik dasar
pada kedua grup yang dengan atau tanpa hasil data primer. Hasil data primer tersedia pada
hamper semua peserta pada kedua grup.
Mayoritas follow up pada anak dengan asfiksia saat kelahiran terjadi sebelum
dilakukannya intervensi dengan hipotermia. Kecacatan pada usia 5 tahun dilaporkan terjadi pada
6 sampai 21% anak-anak dengan ensefalopati setelah asfiksia perinatal akut dan 42 sampai 100%
pada bayi dengan ensefalopati berat. Anak-anak yang tidak cacat memiliki keterlambatan dalam
membaca, mengeja, berhitung, dan bahasa, serta skor memori dan persepsi sensorimotor
meningkat, sama seperti yang terjadi pada Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Pada
penelitian penelitian sekarang, dilakukan pemeriksaan baik gross dan motorik halus untuk
mengevaluasi manfaat lain yang tidak tampak akan hipotermi. Ditemukan adanya penurunan
yang tidak signifikan (dari 29% menjadi 17%) pada tingkatan serebral palsy sedang atau berat
pada grup hipotermia dibandingkan dengan grup control. Tidak ditemukan adanya penurunan
resiko abnormalitas fungsi motorik pada anak yang tidak cacat pada grup hipotermia
dibandingkan dengan grup control.
Pada penelitian sebelumnya yang menilai hubungan antara penatalaksanaan neurologis
sejak awal dibandingkan dengan yang terlambat, sensitivitas dari evaluasi 1 tahun dalam
memprediksi hasil neurologis 5 tahun adalah sebesar 96%, dan sensitivitas index pekembangan
mental menurut skala perkembangan bayi Bayley untuk memprediksi skor IQ sebesar 87%.
Ditemukan juga kecocokan yang tinggi antara penatalaksanaan kecacatan sedang sampai berat
pada usia 18-22 bulan dengan penatalaksanaan pada usia 6 sampai 7 tahun.
8
Anak dengan cerebral palsy memiliki kesehatan yang buruk, dimana kesehatan
psikososial anak dan dampak emosional orangtua terhadap kesehatan anak cenderung sama tanpa
memperhatikan tingkat kecacatan anak.
Perbedaan yang signifikan terjadi pada hasil primer antara grup hipotermi dan grup
control pada usia 18 sampai 22 bulan pada laporan sebelumnya dan batasan perbedaan yang
signifikan pada hasil yang ditemukan di usia 6 sampai 7 tahun pada laporan yang sekarang
mengenai jumlah kematian dengan mayoritas terjadi pada usia 18 sampai 22 bulan. Dua
penelitian lainnya menunjukkan adanya penurunan kematian pada bayi usia 18 sampai 22 bulan
yang menjalani hipotermia dibandingkan yang mendapatkan perawatan biasa. Perhatian dengan
dilakukannya terapi apapun untuk menurunkan mortalitas pada bayi dengan resiko tinggi
kematian dan kecacatan memiliki kemungkinan meningkatnya jumlah anak-anak cacat yang bisa
bertahan. Seperti yang dilaporkan disini, tidak terdapat bukti peniingkatan tingkat IQ di bawah
70, cacat berat, atau cerebral palsy pada usia 6 sampai 7 tahun pada anak yang diberi perlakuan
hipotermia: pada laporan sebelumnya, frekuensi kejadian yang sama pada grup hipotermia dan
control dilakukan pengamatan selama periode intervensi 72 jam dan selama periode dirawat di
rumah sakit.
Ringkasnya, hipotermi seluruh tubuh tidak secara signifikan menurunkan kejadian
kematian atau IQ di bawah 70 pada usia 6 sampai 7 tahun. Hipotermia seluruh tubuh
menurunkan tingkat kematian namun tidak meningkatkan tingkat skor IQ yang rendah atau
kecacatan berat pada peserta penelitian. Data-data ini mengembangkan dukungan yang telah ada
sebelumnya untuk menggunakan hipotermia pada jangka sekarang ataupun jangka pendek pada
bayi dengan hipoksik-iskemik ensefalopati.
9
Lampiran 1
10
Lampiran 2
11
Recommended