View
225
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Agustus2017
Pulau Padar, Taman Nasional Komodo
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi
secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT
melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai
masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut.
Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta
stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi
Makro Regional, Realisasi Keuangan Pemerintah, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Stabilitas
Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada
periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank
Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi/asosiasi/pelaku usaha terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam
bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat
diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat
terus berlanjut di masa yang akan datang.
KATA PENGANTAR
Kupang, Agustus 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
KPW BI Provinsi NTT
Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT
[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
iiiii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Nusa Tenggara Timur di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi
secara optimal dalam proses formulasi kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT
melakukan pengkajian dan penelitian terhadap perkembangan perekonomian daerah sebagai
masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan kebijakan moneter tersebut.
Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan dapat
bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta
stakeholder lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi
Makro Regional, Realisasi Keuangan Pemerintah, Perkembangan Inflasi, Perkembangan Stabilitas
Sistem Keuangan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan serta Prospek Perekonomian Daerah pada
periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal Bank
Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi/asosiasi/pelaku usaha terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam
bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran, kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat
diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini, kiranya dapat
terus berlanjut di masa yang akan datang.
KATA PENGANTAR
Kupang, Agustus 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
KPW BI Provinsi NTT
Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT
[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
iiiii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR ISIDAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I Ekonomi Makro Regional
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan di NTT
BOKS 2. Potensi Industri Garam di NTT
BAB II KEUANGAN DAERAH
2.1 Kondisi Umum
2.2 Pendapatan Daerah
2.3 Belanja Daerah
2.3.1. Belanja APBN
2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
I
iii
iv
vii
xii
xiii
xiv
xix
1
2
3
4
8
9
9
10
11
12
13
14
15
18
21
25
26
26
28
29
30
30
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. Kondisi Umum
3.1.1. Inflasi Triwulanan dan Bulanan
3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinursa
3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
3.2.1. Bahan Makanan
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
3.2.4. Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
3.2.5. Komoditas Lainnya
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
3.3.1 Kelompok Volatile Foods
3.3.2 Kelompok Administered Prices
3.3.3 Kelompok Inflasi Inti (Core)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan III-2017
3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 3. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi
32
33
34
35
36
37
37
38
39
39
40
40
41
41
42
42
42
43
44
46
48
51
52
53
53
54
56
56
57
58
59
viv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR ISIDAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I Ekonomi Makro Regional
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1. Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2. Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan di NTT
BOKS 2. Potensi Industri Garam di NTT
BAB II KEUANGAN DAERAH
2.1 Kondisi Umum
2.2 Pendapatan Daerah
2.3 Belanja Daerah
2.3.1. Belanja APBN
2.3.2. Belanja Pemerintah Provinsi NTT
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
I
iii
iv
vii
xii
xiii
xiv
xix
1
2
3
4
8
9
9
10
11
12
13
14
15
18
21
25
26
26
28
29
30
30
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. Kondisi Umum
3.1.1. Inflasi Triwulanan dan Bulanan
3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinursa
3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
3.2.1. Bahan Makanan
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
3.2.4. Perumahan Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
3.2.5. Komoditas Lainnya
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
3.3.1 Kelompok Volatile Foods
3.3.2 Kelompok Administered Prices
3.3.3 Kelompok Inflasi Inti (Core)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan III-2017
3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 3. Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi Resiko
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi
32
33
34
35
36
37
37
38
39
39
40
40
41
41
42
42
42
43
44
46
48
51
52
53
53
54
56
56
57
58
59
viv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional (%yoy)
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB NTT, Bali, NTB dan Nasional (%yoy)
Grafik 1.3 Survei Konsumen
Grafik 1.4 Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.7 Perkembangan Konsumsi BBM
Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.9 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT
Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT
Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.17 Data Perkembangan Pengiriman Ternak
Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.20 Proyeksi SKDU Pertanian
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan I-2017
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Perdagangan
Grafik 1.26 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.27 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 1.28 Perkembangan NTB Perbankan
Grafik Boks 1.1. Produksi dan Target Produksi Rumput Laut Indonesia Hingga 2019
Grafik Boks 1.2. Produsen Rumput Laut Terbesar di Indonesia
3
3
6
6
7
7
7
7
7
9
9
10
10
10
10
12
12
12
12
13
13
13
14
14
15
16
16
16
18
18
DAFTAR ISI
4.5. Asesmen Perbankan
4.5.1. Kinerja Bank Umum
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. Kondisi Umum
5.2. Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan
5.2.3. Perkembangan Kas Titipan
5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar
5.2.5. Perkembangan Uang Palsu
5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai (SKNBI)
5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
BOKS 4.Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTT
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. Kondisi Umum
6.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan
6.3. Perkembangan NIlai Tukar Petani
6.4 Kondisi Ketenagakerjaan
6.5. Indeks Pembangunan Manusia
6.6. Indeks Kebahagiaan
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III 2017
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2017
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
7.2. Inflasi
7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
61
61
62
63
64
65
65
65
66
66
67
67
68
69
71
72
72
73
73
74
75
77
78
78
78
79
80
81
81
81
81
DAFTAR GRAFIK
viivi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional (%yoy)
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB NTT, Bali, NTB dan Nasional (%yoy)
Grafik 1.3 Survei Konsumen
Grafik 1.4 Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.6 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.7 Perkembangan Konsumsi BBM
Grafik 1.8 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.9 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.10 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT
Grafik 1.11 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT
Grafik 1.12 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.13 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.14 Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.15 Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.17 Data Perkembangan Pengiriman Ternak
Grafik 1.18 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.20 Proyeksi SKDU Pertanian
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan I-2017
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Perdagangan
Grafik 1.26 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.27 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 1.28 Perkembangan NTB Perbankan
Grafik Boks 1.1. Produksi dan Target Produksi Rumput Laut Indonesia Hingga 2019
Grafik Boks 1.2. Produsen Rumput Laut Terbesar di Indonesia
3
3
6
6
7
7
7
7
7
9
9
10
10
10
10
12
12
12
12
13
13
13
14
14
15
16
16
16
18
18
DAFTAR ISI
4.5. Asesmen Perbankan
4.5.1. Kinerja Bank Umum
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. Kondisi Umum
5.2. Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan
5.2.3. Perkembangan Kas Titipan
5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar
5.2.5. Perkembangan Uang Palsu
5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai (SKNBI)
5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
BOKS 4.Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTT
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
6.1. Kondisi Umum
6.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan
6.3. Perkembangan NIlai Tukar Petani
6.4 Kondisi Ketenagakerjaan
6.5. Indeks Pembangunan Manusia
6.6. Indeks Kebahagiaan
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III 2017
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV 2017
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
7.2. Inflasi
7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
61
61
62
63
64
65
65
65
66
66
67
67
68
69
71
72
72
73
73
74
75
77
78
78
78
79
80
81
81
81
81
DAFTAR GRAFIK
viivi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK
Grafik Boks 1.3. Profil Ekspor Rumput Laut Indonesia tahun 2011-Juni 2017
Grafik Boks 1.4. Profil Impor Rumput Laut Indonesia tahun 2012-Juni 2017
Grafik Boks 2.1. Produksi, Kebutuhan dan Impor Garam Nasional 2012-2016
Grafik Boks 2.2. Perkembangan Impor Garam Nasional
Grafik Boks 2.3. Produksi Garam Rakyat Nasional 2012-2016
Grafik Boks 2.4. Perbandingan Produksi Garam Rakyat 2015 dan 2016
Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah di Provinsi NTT
Grafik 2.2 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.3 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kabupaten /Kota
Grafik 2.6 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten / Kota dan Komponennya Triwulan II 2017
Grafik 2.7 Realisasi Belanja Daerah
Grafik 2.8 Realisasi Belanja Modal
Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi
Grafik 2.11 Realiasasi Belanja dan Komponennya Kabupaten / Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.12 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 Regional di Indonesia
Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan Per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
dan Bulanan
18
18
21
21
22
22
26
26
26
27
27
28
29
29
29
29
31
32
34
37
37
38
38
38
38
39
Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi NTT
Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan Ke depan
Grafik 3.14 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 3.15 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 3.16 Perbandingan Series Harga Cabai Rawit Merah NTT dan Nasional
Grafik 3.17 Perbandingan Series Harga Daging Ayam Ras NTT dan Nasional
Grafik Boks 3.1. Pola Pergerakan Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan dalam 10 Tahun Terakhir
Grafik Boks 3.2. Tren Kenaikan Inflasi Bahan Makanan di Setiap Akhir Tahun
Grafik Boks 3.3. Perbandingan Andil Inflasi 15 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT
Grafik Boks 3.4. Perbandingan Lama Simpan dan Struktur Pasar 14 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di
NTT
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Membeli Barang Tahan Lama
Grafik 4.4 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK
Grafik 4.6 Preferensi DPK Rumah Tangga
Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Grafik 4.8 Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.10 Perkembangan Dunia Usaha
Grafik 4.11 Kondisi Keuangan
Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.13 NPL UMKM
39
40
40
40
42
43
44
45
45
48
48
49
49
53
53
54
54
54
55
55
55
55
57
57
57
57
ixviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK
Grafik Boks 1.3. Profil Ekspor Rumput Laut Indonesia tahun 2011-Juni 2017
Grafik Boks 1.4. Profil Impor Rumput Laut Indonesia tahun 2012-Juni 2017
Grafik Boks 2.1. Produksi, Kebutuhan dan Impor Garam Nasional 2012-2016
Grafik Boks 2.2. Perkembangan Impor Garam Nasional
Grafik Boks 2.3. Produksi Garam Rakyat Nasional 2012-2016
Grafik Boks 2.4. Perbandingan Produksi Garam Rakyat 2015 dan 2016
Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah di Provinsi NTT
Grafik 2.2 Realisasi Pendapatan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/ Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.3 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/ Kabupaten /Kota
Grafik 2.6 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten / Kota dan Komponennya Triwulan II 2017
Grafik 2.7 Realisasi Belanja Daerah
Grafik 2.8 Realisasi Belanja Modal
Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah APBD Kabupaten/Kota dan Provinsi
Grafik 2.11 Realiasasi Belanja dan Komponennya Kabupaten / Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.12 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 3.2 Perbandingan Inflasi 5 Regional di Indonesia
Grafik 3.3 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 3.4 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan Per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
dan Bulanan
18
18
21
21
22
22
26
26
26
27
27
28
29
29
29
29
31
32
34
37
37
38
38
38
38
39
Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi NTT
Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan Ke depan
Grafik 3.14 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 3.15 Disagregasi Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 3.16 Perbandingan Series Harga Cabai Rawit Merah NTT dan Nasional
Grafik 3.17 Perbandingan Series Harga Daging Ayam Ras NTT dan Nasional
Grafik Boks 3.1. Pola Pergerakan Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan dalam 10 Tahun Terakhir
Grafik Boks 3.2. Tren Kenaikan Inflasi Bahan Makanan di Setiap Akhir Tahun
Grafik Boks 3.3. Perbandingan Andil Inflasi 15 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT
Grafik Boks 3.4. Perbandingan Lama Simpan dan Struktur Pasar 14 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di
NTT
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Membeli Barang Tahan Lama
Grafik 4.4 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK
Grafik 4.6 Preferensi DPK Rumah Tangga
Grafik 4.7 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Grafik 4.8 Kredit Konsumsi Rumah Tangga
Grafik 4.9 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.10 Perkembangan Dunia Usaha
Grafik 4.11 Kondisi Keuangan
Grafik 4.12 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.13 NPL UMKM
39
40
40
40
42
43
44
45
45
48
48
49
49
53
53
54
54
54
55
55
55
55
57
57
57
57
ixviii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK
Grafik 4.14 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Grafik 4.16 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.17 NPL UMKM 3 Sektor
Grafik 4.18 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
Grafik 4.19 NPL Kredit Sektor Korporasi
Grafik 4.20 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi
Grafik 4.21 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.22 Perkembangan LDR
Grafik 4.23 BOPO dan ROA Bank Umum
Grafik 4.24 LDR dan CAR BPR
Grafik 4.25 BOPO, ROA, NPL BPR
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 5.4Share Setoran Bank Triwulan II 2017
Grafik 5.5Share Bayaran Bank Triwulan II 2017
Grafik 5.6 Perkembangan Inflow/Outflow Kas Titipan KPw BI Provinsi NTT
Grafik 5.7 Perkembangan Kas Titipan Berdasarkan Kabupaten di NTT
Grafik 5.8 Perkembangan UTLE
Grafik 5.9 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Grafik 5.10 Pertumbuhan Jumlah Agen LKD
Grafik 6.1 Perkembangan Persentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin
Grafik 6.3 Komposisi Penduduk Miskin di Provinsi NTT
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks P1 dan P2
Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 6.8 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
58
58
59
59
60
60
60
61
61
62
62
62
64
64
64
65
65
66
66
67
67
68
72
72
72
73
73
73
74
74
Grafik 6.9 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah IPM Terendah
Grafik 6.10 Sepuluh Provinsi dengan Indeks Kebahagiaan Terendah
Grafik 6.11 Dimensi Penyusun Indikator Kebahagiaan
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2017
Grafik 7.2 Survei Konsumen
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw III 2017 dan Tahun 2017
74
76
76
79
80
81
82
xix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK
Grafik 4.14 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Grafik 4.16 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.17 NPL UMKM 3 Sektor
Grafik 4.18 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
Grafik 4.19 NPL Kredit Sektor Korporasi
Grafik 4.20 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi
Grafik 4.21 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.22 Perkembangan LDR
Grafik 4.23 BOPO dan ROA Bank Umum
Grafik 4.24 LDR dan CAR BPR
Grafik 4.25 BOPO, ROA, NPL BPR
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 5.4Share Setoran Bank Triwulan II 2017
Grafik 5.5Share Bayaran Bank Triwulan II 2017
Grafik 5.6 Perkembangan Inflow/Outflow Kas Titipan KPw BI Provinsi NTT
Grafik 5.7 Perkembangan Kas Titipan Berdasarkan Kabupaten di NTT
Grafik 5.8 Perkembangan UTLE
Grafik 5.9 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Grafik 5.10 Pertumbuhan Jumlah Agen LKD
Grafik 6.1 Perkembangan Persentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Persentase Penduduk Miskin
Grafik 6.3 Komposisi Penduduk Miskin di Provinsi NTT
Grafik 6.4 Perkembangan Indeks P1 dan P2
Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 6.7 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 6.8 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia
58
58
59
59
60
60
60
61
61
62
62
62
64
64
64
65
65
66
66
67
67
68
72
72
72
73
73
73
74
74
Grafik 6.9 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah IPM Terendah
Grafik 6.10 Sepuluh Provinsi dengan Indeks Kebahagiaan Terendah
Grafik 6.11 Dimensi Penyusun Indikator Kebahagiaan
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-IV 2017
Grafik 7.2 Survei Konsumen
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw III 2017 dan Tahun 2017
74
76
76
79
80
81
82
xix - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017
Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017
Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017
Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017
Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.5 Komoditas Volatile Food Penyumbang Utama Inflasi
Tabel 3.6 Komoditas Administered Prices Penyumbang Utama Inflasi
Tabel 3.7 Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi
Tabel 3.8 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.9 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 3.1 Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT
Tahun 2017
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
4
5
7
8
9
11
29
32
32
34
35
36
37
41
42
42
43
44
50
56
61
DAFTAR GAMBAR
Gambar Boks 1.1 Rumput Laut dan Produk Turunannya
Gambar Boks 2.1 Persebaran Produksi Garam di Provinsi NTT
Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT
Gambar 3.1 Peta Analisis Curah Hujan Juli 2017
Gambar 3.2 Peta Analisis Curah Hujan Agustus 2017
Gambar 3.3 Peta Analisis Curah Hujan September 2017
Gambar 3.4 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2017 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar 3.5 Perbandingan Harga Daging Ayam Ras di Indonesia
Gambar 3.6 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 4.1 Peresmian Pilot Project BI Jangkau di PLBN Motaain, Kabupaten Belu
Gambar Boks 4.2 Peta Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
19
22
31
44
44
44
45
45
47
69
70
75
xiiixii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017
Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017
Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017
Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017
Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.5 Komoditas Volatile Food Penyumbang Utama Inflasi
Tabel 3.6 Komoditas Administered Prices Penyumbang Utama Inflasi
Tabel 3.7 Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi
Tabel 3.8 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.9 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 3.1 Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT
Tahun 2017
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
4
5
7
8
9
11
29
32
32
34
35
36
37
41
42
42
43
44
50
56
61
DAFTAR GAMBAR
Gambar Boks 1.1 Rumput Laut dan Produk Turunannya
Gambar Boks 2.1 Persebaran Produksi Garam di Provinsi NTT
Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT
Gambar 3.1 Peta Analisis Curah Hujan Juli 2017
Gambar 3.2 Peta Analisis Curah Hujan Agustus 2017
Gambar 3.3 Peta Analisis Curah Hujan September 2017
Gambar 3.4 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2017 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar 3.5 Perbandingan Harga Daging Ayam Ras di Indonesia
Gambar 3.6 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2016 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 4.1 Peresmian Pilot Project BI Jangkau di PLBN Motaain, Kabupaten Belu
Gambar Boks 4.2 Peta Kas Titipan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
Gambar 6.1 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
19
22
31
44
44
44
45
45
47
69
70
75
xiiixii - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
RINGKASAN UMUM
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar Rp22,25
triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi
NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar 4,98%, meskipun
sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan ekonomi didorong
terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri serta
pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.
Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan
perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun demikian, pertumbuhan PMTB/investasi
belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan
pertumbuhan.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh sebesar
5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal tersebut tak lepas dari adanya
stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan daya beli
konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh kelompok Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya penandatanganan paket proyek
pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di triwulan I 2017 mampu
meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada peningkatan PMTB/investasi di
triwulan II 2017.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian,
kehutanan dan perikanan (5,06% yoy). Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan
triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya musim panen padi, masih mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan
terutama ditopang oleh pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi
terutama untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat
dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal
tahun 2017. Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
triwulan II 2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh beberapa
proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Bendungan
Raknamo di Kabupaten Kupang sementara proyek strategis lainnya belum berjalan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari nilai inflasi yang hanya sebesar 2,45%
(yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49% (av-
yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan mengalami penurunan di sepanjang
triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan permintaan karena adanya berbagai
libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-13 dan THR. Tingginya kenaikan permintaan tersebut berdampak
pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah. Selain itu, inflasi juga terjadi
pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah tangga daya 900 watt atau
pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang Hari Raya Idul Fitri dan
menjelang tahun ajaran baru yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan. Adapun inflasi pada komoditas lain
relatif terkendali.
Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi penyumbang utama tingginya inflasi komoditas pada triwulan II 2017
dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan udara
menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang disebabkan oleh
kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih dari 100%. Demikian
juga dengan kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 (sepuluh) komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara
tahunan, 5 (lima) komoditas merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 (empat) komoditas berupa komoditas
bahan makanan dan 1 (satu) komoditas mobil.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami
penurunan sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penyesuaian pos pendapatan APBN. Realisasi
anggaran pendapatan daerah telah mencapai Rp 11,74 triliun atau 46,06% dari total anggaran pendapatan tahun 2017.
Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 51,36%
dan 53,3%. Realisasi pendapatan terbesar diperoleh dari APBN sebesar 48,82%. APBD Kabupaten/Kota yang memiliki
komposisi 80% dari total anggaran pendapatan baru terealisasi sebesar 45,50%.
Dari sisi belanja, realisasi belanja ketiga anggaran cukup baik. Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah
mencapai 8,91% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 dan triwulan I 2015 yang sebesar 8,70% dan
7,30%. Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015, yakni sebesar 7,67% dibandingkan periode yang sama tahun
2016 dan 2015 sebesar 7,31% dan 7,49%. Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur
mencapai 13,26% dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94%, sementara belanja APBN
sampai periode laporan terealisasi 9,60%.
xvxiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
RINGKASAN UMUM
EKONOMI MAKRO REGIONAL
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar Rp22,25
triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi
NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar 4,98%, meskipun
sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan ekonomi didorong
terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri serta
pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan infrastruktur/bangunan oleh pemerintah.
Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian, kehutanan dan
perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun demikian, pertumbuhan PMTB/investasi
belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan
pertumbuhan.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar tumbuh sebesar
5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal tersebut tak lepas dari adanya
stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan daya beli
konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh kelompok Pembentukan
Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya penandatanganan paket proyek
pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di triwulan I 2017 mampu
meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada peningkatan PMTB/investasi di
triwulan II 2017.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi NTT yakni pertanian,
kehutanan dan perikanan (5,06% yoy). Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan
triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya musim panen padi, masih mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan
terutama ditopang oleh pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi
terutama untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat
dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal
tahun 2017. Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
triwulan II 2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh beberapa
proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Bendungan
Raknamo di Kabupaten Kupang sementara proyek strategis lainnya belum berjalan.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari nilai inflasi yang hanya sebesar 2,45%
(yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir yang mencapai 4,49% (av-
yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan mengalami penurunan di sepanjang
triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan permintaan karena adanya berbagai
libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-13 dan THR. Tingginya kenaikan permintaan tersebut berdampak
pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah. Selain itu, inflasi juga terjadi
pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah tangga daya 900 watt atau
pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang Hari Raya Idul Fitri dan
menjelang tahun ajaran baru yang disebabkan oleh adanya tambahan penghasilan. Adapun inflasi pada komoditas lain
relatif terkendali.
Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi penyumbang utama tingginya inflasi komoditas pada triwulan II 2017
dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan udara
menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang disebabkan oleh
kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih dari 100%. Demikian
juga dengan kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 (sepuluh) komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara
tahunan, 5 (lima) komoditas merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 (empat) komoditas berupa komoditas
bahan makanan dan 1 (satu) komoditas mobil.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami
penurunan sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penyesuaian pos pendapatan APBN. Realisasi
anggaran pendapatan daerah telah mencapai Rp 11,74 triliun atau 46,06% dari total anggaran pendapatan tahun 2017.
Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 51,36%
dan 53,3%. Realisasi pendapatan terbesar diperoleh dari APBN sebesar 48,82%. APBD Kabupaten/Kota yang memiliki
komposisi 80% dari total anggaran pendapatan baru terealisasi sebesar 45,50%.
Dari sisi belanja, realisasi belanja ketiga anggaran cukup baik. Secara keseluruhan, realisasi anggaran belanja daerah
mencapai 8,91% atau lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2016 dan triwulan I 2015 yang sebesar 8,70% dan
7,30%. Pencapaian tersebut didorong oleh realisasi anggaran belanja APBD kabupaten/kota yang lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015, yakni sebesar 7,67% dibandingkan periode yang sama tahun
2016 dan 2015 sebesar 7,31% dan 7,49%. Di samping itu, realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Nusa Tenggara Timur
mencapai 13,26% dengan realisasi terbesar pada belanja konsumsi yang mencapai 14,94%, sementara belanja APBN
sampai periode laporan terealisasi 9,60%.
xvxiv - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat
dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar
atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi
masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14, 13
dan THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan
nasabah. Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi
rumah tangga dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga.
Tingginya aktivitas ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang
disebabkan oleh tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang
disebabkan oleh adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.
Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan
65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan
setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE
mengalami penurunan. Sementara itu, uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami
penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih
didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara Nasional, transaksi
SKNBI di NTT juga ikut menurun. Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 8,52% (yoy),
dan nominal menurun sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga menjadi penyebab utama penurunan
transaksi kliring secara nasional.
Adapun berdasarkan 10 (sepuluh) komoditas penyumbang deflasi utama, 9 (sembilan) komoditas diantaranya berupa
komoditas bahan makanan dan 1 (satu) adalah gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi
putih menjadi komoditas dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy),
daging ayam ras (25,06%-yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I
2017 membuat produksi pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan
oleh penurunan inflasi volatile food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan
perekonomian daerah. Penyaluran kredit bank umum di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai
Rp 24,13 triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit
secara umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga
melambat. Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi
perlambatan pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi
rumah tangga di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00%
(yoy). Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh
adanya peningkatan daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit
konsumsi. Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat
tumbuh sebesar 13,88% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara
umum, optimisme konsumen masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi
rumah tangga yang juga meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih
cukup terjaga dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.
Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah
terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I
2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.
Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta
peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan aktivitas pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) atas kredit yang disalurkan, dalam rangka mengantisipasi meningkatnya
risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi NTT baik dalam penyaluran kredit
maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang masih cukup terkendali, maka
perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit, terutama untuk kredit-kredit
yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari
penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , kenaikan nilai tukar petani (NTP), penurunan persentase penduduk
miskin, serta kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi
3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi
101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85%
dari total penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret
2015 di mana persentase angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di
mana nilai tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks
Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69),
dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi
sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.
xviixvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat
dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar
atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi
masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14, 13
dan THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan
nasabah. Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi
rumah tangga dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga.
Tingginya aktivitas ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang
disebabkan oleh tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang
disebabkan oleh adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.
Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan
65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan
setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE
mengalami penurunan. Sementara itu, uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami
penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih
didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara Nasional, transaksi
SKNBI di NTT juga ikut menurun. Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 8,52% (yoy),
dan nominal menurun sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga menjadi penyebab utama penurunan
transaksi kliring secara nasional.
Adapun berdasarkan 10 (sepuluh) komoditas penyumbang deflasi utama, 9 (sembilan) komoditas diantaranya berupa
komoditas bahan makanan dan 1 (satu) adalah gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi
putih menjadi komoditas dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy),
daging ayam ras (25,06%-yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I
2017 membuat produksi pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan
oleh penurunan inflasi volatile food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan
perekonomian daerah. Penyaluran kredit bank umum di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai
Rp 24,13 triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit
secara umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga
melambat. Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi
perlambatan pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi
rumah tangga di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00%
(yoy). Hal tersebut mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh
adanya peningkatan daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit
konsumsi. Di sisi lain, penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat
tumbuh sebesar 13,88% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara
umum, optimisme konsumen masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi
rumah tangga yang juga meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih
cukup terjaga dengan kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.
Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah
terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I
2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.
Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta
peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan aktivitas pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) atas kredit yang disalurkan, dalam rangka mengantisipasi meningkatnya
risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi NTT baik dalam penyaluran kredit
maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang masih cukup terkendali, maka
perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit, terutama untuk kredit-kredit
yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari
penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , kenaikan nilai tukar petani (NTP), penurunan persentase penduduk
miskin, serta kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi
3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi
101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85%
dari total penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret
2015 di mana persentase angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di
mana nilai tersebut mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks
Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69),
dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi Nusa Tenggara Timur yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi
sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.
xviixvi - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
RINGKASAN UMUM
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II. INFLASI
Indikator
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
2015
I II III IV
2016
I II III IV
2017
I II
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi dan realisasi
anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi serta administrasi
pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji ke-13. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh realisasi investasi dan percepatan realisasi
anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan sedikit mengalami peningkatan seiring liburan persiapan memasuki
tahun ajaran baru sekolah yang akan mendorong permintaan bahan makanan (volatile food), sandang, kebutuhan
pendidikan, akomodasi dan hotel. Sementara pada akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen
Hari Raya Natal dan Tahun Baru terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).
xixxviii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
2015 2016
76.190,9
22.765,5
1.073,5
940,9
43,6
47,2
7.908,2
8.272,3
3.986,6
487,1
5.477,4
2.995,5
2.054,3
235,5
9.375,0
7.303,2
1.585,5
1.639,5
76.190,9
57.361,6
2.539,4
21.765,7
30.996,1
967,6
1.592,0
261,5
-38.770,0
24.018
83.016
5.352
3.042
84.172,6
24.315,8
1.166,8
1.034,3
59,4
49,0
9.095,3
9.321,8
4.528,3
586,1
5.878,5
3.362,9
2.209,5
257,2
10.665,0
8.103,3
1.768,0
1.771,4
84.172,6
64.246,5
2.636,9
18.357,2
35.725,0
458,3
1.287,6
274,8
-38.264,0
45.099
113.307
12.435
22.615
5,18
2,23
5,66
4,98
14,61
0,38
8,46
6,77
6,73
14,46
6,76
8,47
3,41
2,83
5,63
4,18
6,19
3,55
5,18
6,80
0,41
-18,26
5,06
-55,80
-20,81
5,91
-7,04
87,77
36,49
132,36
643,50
%QTQ** %YOY***%YOY* I
2016
19.604,4
5.781,9
268,5
239,1
14,0
11,4
2.041,2
2.114,8
1.046,5
128,0
1.383,6
781,7
526,1
59,8
2.471,1
1.900,8
414,0
421,8
19.604,4
15.069,2
583,5
2.971,5
7.732,5
23,5
297,8
55,2
-7.018,3
5.886
21.759
8.289
20.199
22.096,6
6.094,6
309,4
279,2
16,0
12,8
2.465,0
2.487,9
1.210,7
159,8
1.569,3
899,0
577,5
69,5
2.827,9
2.182,0
473,6
462,3
22.096,6
17.390,2
744,9
4.883,1
10.143,2
166,7
315,3
51,9
-11.494,9
25.566
33.475
277
474
22.248,6
6.515,1
286,7
277,3
15,8
12,5
2.354,3
2.431,9
1.170,7
152,0
1.508,4
919,3
573,5
67,0
2.898,3
2.120,4
470,1
475,2
22.248,6
16.919,2
720,0
5.794,8
9.336,1
148,7
412,7
273,7
-10.809,1
7.659
26.484
9.509
19
IV
2016
4,64
4,94
3,21
5,22
3,80
4,73
7,63
3,16
3,55
8,49
2,47
4,44
3,73
2,81
6,85
2,45
4,25
3,87
4,64
2,73
8,79
75,94
10,22
43,34
10,47
30,94
33,30
-52,71
1,33
1.137
8,71
2017
I
21.040,9
6.211,0
280,8
262,3
15,1
11,9
2.181,6
2.356,7
1.117,3
140,1
1.491,2
870,4
551,5
65,1
2.508,9
2.068,2
449,4
459,4
21.040,9
16.355,1
655,7
3.285,5
8.508,4
101,6
380,2
208,2
-8.037,5
16.198
26.137
769
18
II
5,01
5,06
0,81
7,42
-1,10
1,89
5,08
4,72
5,05
4,27
6,96
4,21
5,40
4,41
2,24
7,44
6,19
6,28
5,01
5,55
10,58
6,39
7,32
7,75
21,45
280,56
7,34
14,84
6,06
24.983
-72,96
JULI
118,59
119,47
112,81
5,39
5,81
2,55
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
120,78
121,54
115,77
6,74
7,08
4,44
125,02
126,15
117,60
4,92
5,07
3,89
124,56
125,64
117,50
5,04
5,16
4,16
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
124,48
125,41
118,41
3,07
3,18
2,28
128,12
129,07
121,86
2,48
2,31
3,62
128,24
129,19
122,01
2,95
2,83
3,84
129,19
130,2
122,57
2,45
2,18
4,34
128,99
129,91
122,94
2,61
2,32
4,71
RINGKASAN UMUM
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
Ket: Dalam Rp Miliar (ADHB)*) Total Pertumbuhan 2015 dibandingkan 2014**) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q2 2016***) Pertumbuhan Q3 2016 dibandingkan Q3 2015****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
II. INFLASI
Indikator
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
2015
I II III IV
2016
I II III IV
2017
I II
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi dan realisasi
anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi serta administrasi
pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji ke-13. Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh realisasi investasi dan percepatan realisasi
anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan sedikit mengalami peningkatan seiring liburan persiapan memasuki
tahun ajaran baru sekolah yang akan mendorong permintaan bahan makanan (volatile food), sandang, kebutuhan
pendidikan, akomodasi dan hotel. Sementara pada akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen
Hari Raya Natal dan Tahun Baru terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).
xixxviii- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
2015 2016
76.190,9
22.765,5
1.073,5
940,9
43,6
47,2
7.908,2
8.272,3
3.986,6
487,1
5.477,4
2.995,5
2.054,3
235,5
9.375,0
7.303,2
1.585,5
1.639,5
76.190,9
57.361,6
2.539,4
21.765,7
30.996,1
967,6
1.592,0
261,5
-38.770,0
24.018
83.016
5.352
3.042
84.172,6
24.315,8
1.166,8
1.034,3
59,4
49,0
9.095,3
9.321,8
4.528,3
586,1
5.878,5
3.362,9
2.209,5
257,2
10.665,0
8.103,3
1.768,0
1.771,4
84.172,6
64.246,5
2.636,9
18.357,2
35.725,0
458,3
1.287,6
274,8
-38.264,0
45.099
113.307
12.435
22.615
5,18
2,23
5,66
4,98
14,61
0,38
8,46
6,77
6,73
14,46
6,76
8,47
3,41
2,83
5,63
4,18
6,19
3,55
5,18
6,80
0,41
-18,26
5,06
-55,80
-20,81
5,91
-7,04
87,77
36,49
132,36
643,50
%QTQ** %YOY***%YOY* I
2016
19.604,4
5.781,9
268,5
239,1
14,0
11,4
2.041,2
2.114,8
1.046,5
128,0
1.383,6
781,7
526,1
59,8
2.471,1
1.900,8
414,0
421,8
19.604,4
15.069,2
583,5
2.971,5
7.732,5
23,5
297,8
55,2
-7.018,3
5.886
21.759
8.289
20.199
22.096,6
6.094,6
309,4
279,2
16,0
12,8
2.465,0
2.487,9
1.210,7
159,8
1.569,3
899,0
577,5
69,5
2.827,9
2.182,0
473,6
462,3
22.096,6
17.390,2
744,9
4.883,1
10.143,2
166,7
315,3
51,9
-11.494,9
25.566
33.475
277
474
22.248,6
6.515,1
286,7
277,3
15,8
12,5
2.354,3
2.431,9
1.170,7
152,0
1.508,4
919,3
573,5
67,0
2.898,3
2.120,4
470,1
475,2
22.248,6
16.919,2
720,0
5.794,8
9.336,1
148,7
412,7
273,7
-10.809,1
7.659
26.484
9.509
19
IV
2016
4,64
4,94
3,21
5,22
3,80
4,73
7,63
3,16
3,55
8,49
2,47
4,44
3,73
2,81
6,85
2,45
4,25
3,87
4,64
2,73
8,79
75,94
10,22
43,34
10,47
30,94
33,30
-52,71
1,33
1.137
8,71
2017
I
21.040,9
6.211,0
280,8
262,3
15,1
11,9
2.181,6
2.356,7
1.117,3
140,1
1.491,2
870,4
551,5
65,1
2.508,9
2.068,2
449,4
459,4
21.040,9
16.355,1
655,7
3.285,5
8.508,4
101,6
380,2
208,2
-8.037,5
16.198
26.137
769
18
II
5,01
5,06
0,81
7,42
-1,10
1,89
5,08
4,72
5,05
4,27
6,96
4,21
5,40
4,41
2,24
7,44
6,19
6,28
5,01
5,55
10,58
6,39
7,32
7,75
21,45
280,56
7,34
14,84
6,06
24.983
-72,96
JULI
118,59
119,47
112,81
5,39
5,81
2,55
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
120,78
121,54
115,77
6,74
7,08
4,44
125,02
126,15
117,60
4,92
5,07
3,89
124,56
125,64
117,50
5,04
5,16
4,16
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
124,48
125,41
118,41
3,07
3,18
2,28
128,12
129,07
121,86
2,48
2,31
3,62
128,24
129,19
122,01
2,95
2,83
3,84
129,19
130,2
122,57
2,45
2,18
4,34
128,99
129,91
122,94
2,61
2,32
4,71
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan jika
dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan
pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
terjadi. Adanya gaji ke-14 untuk PNS dalam rangka tunjangan hari raya menjadi salah satu pendorong utama
konsumsi rumah tangga. Investasi pembangunan berupa infrastruktur/ bangunan oleh pemerintah juga menjadi
faktor utama pendorong tumbuhnya investasi. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi didorong oleh
sektor–sektor utama daerah, yakni 1) pertanian, kehutanan dan perikanan; 2) administrasi pemerintahan, 3)
konstruksi dan 4) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II 2017 mencapai 5,01% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sama dengan
nasional yang sebesar 5,01% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong terutama oleh
pertumbuhan pada sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan realisasi investasi
pemerintah berupa pembangunan infrastruktur.
Ekonomi Makro Regional01
INDIKATOR
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
IV. SISTEM PEMBAYARAN
3,7
5,6
1.098
135,76
21.758
6,32
201.975
1.203
4,2
5,6
178
15
658
12,66
302.914
1.020
2015 2016
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
III
0,9
1,3
38
0,00
0,00
2,81
73.560
244
IV
0,7
2,3
26
0,00
0,00
3,38
86.316
300
I
2,1
0,4
403
0,00
0,00
2,43
67.677
189
2017
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
III. PERBANKAN2015
2015 2016
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
29.877
19.648
5.412
9.046
5.190
17.843
5.260
1.533
11.049
17.226
5.218
1.318
10.690
87,7%
5.422
437
311
330
80,5%
30.314
19.959
17.556
1,4%
1,6%
1,9%
II
32.778
21.581
6.290
9.106
6.186
18.908
5.698
1.641
11.569
18.198
5.626
1.359
11.212
84,3%
5.814
454
331
349
82,4%
33.233
21.912
18.546
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
19.742
6.072
1.570
12.100
18.897
5.848
1.338
11.710
84,6%
6.180
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
19.250
1,4%
1,6%
1,8%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,70%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.556
5.748
1.317
12.491
89,1%
6.395
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.924
1,7%
1,8%
1,8%
32.321
23.829
6.429
11.150
6.250
21.731
6.693
1.696
13.342
20.845
6.409
1.442
12.995
87,5%
6.933
545
412
389
79,8%
32.866
24.241
21.235
1,7%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
30.327
22.405
5.059
11.063
6.283
22.383
7.050
1.661
13.672
21.508
6.764
1.472
13.272
96,0%
7.308
572
434
421
77,9%
30.900
22.839
21.929
1,9%
1,9%
1,9%
30.575
22.565
5.330
11.311
5.924
23.092
6.981
1.716
14.395
22.153
6.694
1.531
13.929
98,2%
7.352
624
467
461
77,6%
31.199
23.032
22.615
2,0%
2,0%
2,0%
2016
II III IV
2017
xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
35.648
25.236
6.400
12.162
6.675
24.127
7.599
1.658
14.871
23.134
7.348
1.413
14.373
91,7%
7.897
646
485
489
77,6%
36.294
25.721
23.624
1,8%
1,9%
2,1%
II
0,8
2,2
16
0,00
0,00
2,33
69.272
313
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan jika
dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi pengeluaran, peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan
pembentukan modal tetap bruto (investasi) menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi yang
terjadi. Adanya gaji ke-14 untuk PNS dalam rangka tunjangan hari raya menjadi salah satu pendorong utama
konsumsi rumah tangga. Investasi pembangunan berupa infrastruktur/ bangunan oleh pemerintah juga menjadi
faktor utama pendorong tumbuhnya investasi. Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi didorong oleh
sektor–sektor utama daerah, yakni 1) pertanian, kehutanan dan perikanan; 2) administrasi pemerintahan, 3)
konstruksi dan 4) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II 2017 mencapai 5,01% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 4,98% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sama dengan
nasional yang sebesar 5,01% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang didorong terutama oleh
pertumbuhan pada sektor konstruksi dan administrasi pemerintahan seiring percepatan realisasi investasi
pemerintah berupa pembangunan infrastruktur.
Ekonomi Makro Regional01
INDIKATOR
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
IV. SISTEM PEMBAYARAN
3,7
5,6
1.098
135,76
21.758
6,32
201.975
1.203
4,2
5,6
178
15
658
12,66
302.914
1.020
2015 2016
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
III
0,9
1,3
38
0,00
0,00
2,81
73.560
244
IV
0,7
2,3
26
0,00
0,00
3,38
86.316
300
I
2,1
0,4
403
0,00
0,00
2,43
67.677
189
2017
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
III. PERBANKAN2015
2015 2016
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
29.877
19.648
5.412
9.046
5.190
17.843
5.260
1.533
11.049
17.226
5.218
1.318
10.690
87,7%
5.422
437
311
330
80,5%
30.314
19.959
17.556
1,4%
1,6%
1,9%
II
32.778
21.581
6.290
9.106
6.186
18.908
5.698
1.641
11.569
18.198
5.626
1.359
11.212
84,3%
5.814
454
331
349
82,4%
33.233
21.912
18.546
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
19.742
6.072
1.570
12.100
18.897
5.848
1.338
11.710
84,6%
6.180
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
19.250
1,4%
1,6%
1,8%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,70%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.556
5.748
1.317
12.491
89,1%
6.395
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.924
1,7%
1,8%
1,8%
32.321
23.829
6.429
11.150
6.250
21.731
6.693
1.696
13.342
20.845
6.409
1.442
12.995
87,5%
6.933
545
412
389
79,8%
32.866
24.241
21.235
1,7%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
30.327
22.405
5.059
11.063
6.283
22.383
7.050
1.661
13.672
21.508
6.764
1.472
13.272
96,0%
7.308
572
434
421
77,9%
30.900
22.839
21.929
1,9%
1,9%
1,9%
30.575
22.565
5.330
11.311
5.924
23.092
6.981
1.716
14.395
22.153
6.694
1.531
13.929
98,2%
7.352
624
467
461
77,6%
31.199
23.032
22.615
2,0%
2,0%
2,0%
2016
II III IV
2017
xx - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
35.648
25.236
6.400
12.162
6.675
24.127
7.599
1.658
14.871
23.134
7.348
1.413
14.373
91,7%
7.897
646
485
489
77,6%
36.294
25.721
23.624
1,8%
1,9%
2,1%
II
0,8
2,2
16
0,00
0,00
2,33
69.272
313
melemah dan ekspor tumbuh melambat seiring adanya tekanan pada ekspor manufaktur karena pemulihan ekonomi
negara maju yang belum kuat. Secara keseluruhan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2017 tersebut
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy), yang mengindikasikan masih
berlanjutnya proses pemulihan ekonomi Indonesia meskipun tidak sekuat perkiraan semula.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi provinsi tetangga terdekat yakni Provinsi NTB tercatat kontraksi sebesar -1,96%
(yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh penurunan produksi bijih logam oleh PT. Amman Nusa Tenggara apabila dibandingkan
triwulan II 2016. Akibatnya, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di NTB, sebagai sektor ekonomi dengan
pangsa ekonomi sebesar 18,06% atau tertinggi kedua setelah pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi terkontraksi
cukup dalam hingga -24,11% (yoy). Sedangkan apabila pertambangan bijih logam dikeluarkan dari komponen ekonomi,
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan II 2017 sebesar 5,77% (yoy) atau masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi
NTT yang tumbuh 5,01% (yoy). Di sisi lain, Provinsi Bali pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,87% (yoy) atau melambat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,54% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi
NTT. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali masih didorong terutama oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
(pariwisata) sebagai sektor dengan pangsa ekonomi tertinggi di Bali (23,44%) yang juga tumbuh tertinggi sebesar 9,26%
(yoy). Meningkatnya kunjungan wisman pada triwulan II 2017 sebesar 9,75% dibandingkan triwulan I 2017 berdampak
pada tingkat penghunian kamar yang juga meningkat sehingga berkontribusi sangat besar terhadap perekonomian
Provinsi Bali secara keseluruhan.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan akan meningkat dengan kisaran 5,1-
5,5% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan didorong terutama oleh sektor konstruksi seiring percepatan realisasi
pembangunan infrastruktur fisik dasar oleh pemerintah serta sektor administrasi pemerintahan seiring realisasi gaji ke-13
PNS dan pengurusan proyek pemerintah. Sektor perdagangan besar dan eceran diperkirakan juga berpeluang tumbuh
lebih tinggi didorong oleh adanya momen libur sekolah di awal triwulan III, libur peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia serta hari libur panjang di akhir pekan terkait hari besar keagamaan.
Sumber:BPS (diolah)
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
BALI
NAS NTT NTB BALI
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
52,6822,25 30,35 3405
GRAFIK 1.2.
QTQNAS NTT NTB BALI
YOY2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV2016
I II I I I IV2013
I II I I I IV I2017
I I
22.2
5
21,0
3
5,01
5,01
4,00 4,72 6,00 3,22 5,01 5,01-1,96
5,87
PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL TRIWULAN II 2017 (% YOY)
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi NTT dengan pertumbuhan sebesar
5,55% (yoy), diikuti oleh pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/investasi yang mencapai
7,32% (yoy). Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar yaitu konsumsi pemerintah seiring
adanya pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan hari raya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan II 2017 meningkat apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh 5,00% (yoy), namun melambat apabila
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN
3
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar
Rp22,25 triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar
4,98%, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari
Raya Idul Fitri serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan
infrastruktur/bangunan oleh pemerintah. Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi
NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun
demikian, pertumbuhan PMTB/investasi yang tinggi belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari
jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan pertumbuhan.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar
tumbuh sebesar 5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal
tersebut tak lepas dari adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang
meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh
kelompok Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya
penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan numenklatur di
triwulan I 2017 mampu meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada
peningkatan PMTB/investasi di triwulan II 2017.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (5,06%
yoy), sedangkan sektor administrasi pemerintah dan konstruksi masih mengalami peningkatan namun relatif
melambat. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017, masih
mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan terutama ditopang oleh cukup besarnya panen padi pada bulan April
dan Mei serta pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi terutama
untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat dibandingkan
triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017.
Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II
2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh relatif rendahnya nilai
tambah atas beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan dikarenakan pengerjaan proyek lebih
didominasi oleh penggunaan bahan baku dan tenaga kerja dari luar NTT. Hal ini bisa dimaklumi dikarenakan terbatasnya
kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan bahan baku lokal ataupun karena terbatasnya ketersediaan tenaga
terampil di daerah.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2017 sebesar 5,01% (yoy) tercatat sama dengan
nasional dan lebih tinggi dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertumbuhan nasional tercatat sama
dengan triwulan I 2017 yang sebesar 5,01% (yoy) didorong oleh kinerja investasi bangunan yang meningkat baik
konstruksi swasta maupun proyek infrastruktur pemerintah, sementara investasi non bangunan juga tetap tumbuh tinggi
didukung harga komoditas yang masih positif. Konsumsi rumah tangga sebagai salah satu kelompok utama pengeluaran
juga menjadi faktor pendorong seiring adanya momen Hari Raya Idul Fitri, sementara konsumsi pemerintah sedikit
1.1 KONDISI UMUM
2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
melemah dan ekspor tumbuh melambat seiring adanya tekanan pada ekspor manufaktur karena pemulihan ekonomi
negara maju yang belum kuat. Secara keseluruhan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan II 2017 tersebut
lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy), yang mengindikasikan masih
berlanjutnya proses pemulihan ekonomi Indonesia meskipun tidak sekuat perkiraan semula.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi provinsi tetangga terdekat yakni Provinsi NTB tercatat kontraksi sebesar -1,96%
(yoy). Hal tersebut dipengaruhi oleh penurunan produksi bijih logam oleh PT. Amman Nusa Tenggara apabila dibandingkan
triwulan II 2016. Akibatnya, pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di NTB, sebagai sektor ekonomi dengan
pangsa ekonomi sebesar 18,06% atau tertinggi kedua setelah pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi terkontraksi
cukup dalam hingga -24,11% (yoy). Sedangkan apabila pertambangan bijih logam dikeluarkan dari komponen ekonomi,
pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB triwulan II 2017 sebesar 5,77% (yoy) atau masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi
NTT yang tumbuh 5,01% (yoy). Di sisi lain, Provinsi Bali pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,87% (yoy) atau melambat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,54% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan Provinsi
NTT. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali masih didorong terutama oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
(pariwisata) sebagai sektor dengan pangsa ekonomi tertinggi di Bali (23,44%) yang juga tumbuh tertinggi sebesar 9,26%
(yoy). Meningkatnya kunjungan wisman pada triwulan II 2017 sebesar 9,75% dibandingkan triwulan I 2017 berdampak
pada tingkat penghunian kamar yang juga meningkat sehingga berkontribusi sangat besar terhadap perekonomian
Provinsi Bali secara keseluruhan.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan akan meningkat dengan kisaran 5,1-
5,5% (yoy). Pertumbuhan diperkirakan didorong terutama oleh sektor konstruksi seiring percepatan realisasi
pembangunan infrastruktur fisik dasar oleh pemerintah serta sektor administrasi pemerintahan seiring realisasi gaji ke-13
PNS dan pengurusan proyek pemerintah. Sektor perdagangan besar dan eceran diperkirakan juga berpeluang tumbuh
lebih tinggi didorong oleh adanya momen libur sekolah di awal triwulan III, libur peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia serta hari libur panjang di akhir pekan terkait hari besar keagamaan.
Sumber:BPS (diolah)
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
BALI
NAS NTT NTB BALI
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
52,6822,25 30,35 3405
GRAFIK 1.2.
QTQNAS NTT NTB BALI
YOY2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV2016
I II I I I IV2013
I II I I I IV I2017
I I
22.2
5
21,0
3
5,01
5,01
4,00 4,72 6,00 3,22 5,01 5,01-1,96
5,87
PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL TRIWULAN II 2017 (% YOY)
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang pertumbuhan ekonomi NTT dengan pertumbuhan sebesar
5,55% (yoy), diikuti oleh pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)/investasi yang mencapai
7,32% (yoy). Sektor lain yang mengalami pertumbuhan cukup besar yaitu konsumsi pemerintah seiring
adanya pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan hari raya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan II 2017 meningkat apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh 5,00% (yoy), namun melambat apabila
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGELUARAN
3
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Nusa Tenggara Timur pada triwulan-II 2017 tercatat sebesar
Rp22,25 triliun (Atas Dasar Harga Berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-II 2017 mengalami peningkatan apabila dibandingkan triwulan-I 2017 yang sebesar
4,98%, meskipun sedikit melambat jika dibandingkan triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,35% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga seiring adanya gaji ke-14 bagi PNS dalam rangka tunjangan Hari
Raya Idul Fitri serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) seiring realisasi investasi pembangunan
infrastruktur/bangunan oleh pemerintah. Hal tersebut tercermin pula dari tumbuhnya sektor ekonomi utama di Provinsi
NTT yakni pertanian, kehutanan dan perikanan seiring meningkatnya pembangunan irigasi persawahan. Namun
demikian, pertumbuhan PMTB/investasi yang tinggi belum terlalu dirasakan oleh pelaku ekonomi lokal yang tercermin dari
jasa konstruksi yang justru mengalami perlambatan pertumbuhan.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai kelompok pengeluaran dengan pangsa terbesar
tumbuh sebesar 5,55% (yoy) dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di triwulan II 2017. Hal
tersebut tak lepas dari adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang
meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Di samping itu, pertumbuhan dari sisi pengeluaran didorong pula oleh
kelompok Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh sebesar 7,32% (yoy). Selesainya
penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017 setelah sebelumnya terhambat perubahan numenklatur di
triwulan I 2017 mampu meningkatkan realisasi investasi pembangunan infrastruktur sehingga berdampak pada
peningkatan PMTB/investasi di triwulan II 2017.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan didorong oleh tumbuhnya sektor pertanian, kehutanan dan perikanan (5,06%
yoy), sedangkan sektor administrasi pemerintah dan konstruksi masih mengalami peningkatan namun relatif
melambat. Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017, masih
mampu tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Pertumbuhan terutama ditopang oleh cukup besarnya panen padi pada bulan April
dan Mei serta pengiriman ternak yang masih terus dilakukan seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi terutama
untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Administrasi pemerintahan tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan I 2017 didorong oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS, namun melambat dibandingkan
triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017.
Sektor konstruksi masih tumbuh di atas 5% (yoy) meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II
2016 seiring masih berjalannya proyek-proyek pemerintah. Perlambatan terutama dipengaruhi oleh relatif rendahnya nilai
tambah atas beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang saat ini sedang berjalan dikarenakan pengerjaan proyek lebih
didominasi oleh penggunaan bahan baku dan tenaga kerja dari luar NTT. Hal ini bisa dimaklumi dikarenakan terbatasnya
kemampuan daerah dalam memenuhi kebutuhan bahan baku lokal ataupun karena terbatasnya ketersediaan tenaga
terampil di daerah.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan II-2017 sebesar 5,01% (yoy) tercatat sama dengan
nasional dan lebih tinggi dibandingkan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pertumbuhan nasional tercatat sama
dengan triwulan I 2017 yang sebesar 5,01% (yoy) didorong oleh kinerja investasi bangunan yang meningkat baik
konstruksi swasta maupun proyek infrastruktur pemerintah, sementara investasi non bangunan juga tetap tumbuh tinggi
didukung harga komoditas yang masih positif. Konsumsi rumah tangga sebagai salah satu kelompok utama pengeluaran
juga menjadi faktor pendorong seiring adanya momen Hari Raya Idul Fitri, sementara konsumsi pemerintah sedikit
1.1 KONDISI UMUM
2 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
URAIAN2015
2017Bobot qtq
27.349.820
3.104.885
10.341.297
4.905.624
13.351.581
3.894.964
1.298.292
64.246.464
6.984.429
783.801
2.706.236
1.538.262
2.948.945
951.947
308.805
16.222.426
6.773.957
728.597
2.339.353
1.168.701
3.443.054
954.914
305.474
15.714.050
7.476.732
889.303
2.895.669
1.325.072
3.350.726
1.099.524
353.184
17.390.210
43,85
4,94
15,98
8,39
18,67
6,17
1,99
100,0
5,08
4,63
7,61
-7,31
1,19
6,89
5,37
3,56
24.081.155
2.775.990
10.073.481
4.053.827
12.928.430
2.038.602
1.410.124
57.361.610 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI RT
2016
TOTAL
I
2016
IVII
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017
yoy
8,34
8,05
17,90
17,13
-9,22
1,37
0,05
5,55
7.419.712
835.785
2.704.140
1.419.285
3.159.555
1.044.168
336.582
16.919.227
II
konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan laporan terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT yang dicairkan dalam rangka
tunjangan Hari Raya Idul Fitri. Pencairan gaji ke-14 pada bulan Juni 2017 tersebut meningkatkan daya beli konsumsi
masyarakat sehingga berdampak pada naiknya konsumsi pada periode libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Selain itu,
peningkatan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan tabungan rumah tangga di
perbankan pada triwulan II 2017 menjadi 6,14% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang
sama tahun sebelumnya yang tumbuh masing-masing 7,91% (yoy) dan 21,95% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan sekolah ataupun belanja
memanfaatkan momen promo Hari Raya Idul Fitri atau memanfaatkan libur sekolah.
Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa
makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-masing
sebesar 8,34% (yoy) dan 17,90% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
maupun triwulan II 2016, salah satunya disebabkan oleh adanya libur panjang dalam rangka menyambut
perayaan semana santa, pergeseran waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada
triwulan II, libur sekolah, maupun libur panjang lainnya yang berpotensi meningkatkan kegiatan konsumsi
dalam keluarga. Sementara itu, konsumsi rumah tangga untuk pakaian dan alas kaki serta kesehatan meningkat 8,05%
(yoy) terutama memanfaatkan adanya promo hari raya Idul Fitri serta tambahan gaji ke-14. Konsumsi perumahan dan
perlengkapan rumah tangga juga mengalami kenaikan yang signifikan hingga 17,90% (yoy) seiring dengan baiknya
kondisi cuaca untuk membangun dan pembelian peralatan rumah tangga setelah menerima tunjangan hari raya. Lebih
lanjut, konsumsi kesehatan dan pendidikan juga tetap tumbuh meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017
dan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh adanya tahun ajaran baru sekolah sehingga para
orang tua perlu mempersiapkan segala kebutuhan sekolah bagi anaknya termasuk jasa bimbingan belajar.
Kondisi berbeda terjadi pada konsumsi untuk transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel yang masing-masing
terkontraksi -9,22% (yoy) dan tumbuh melambat 1,37% (yoy). Perlambatan konsumsi untuk transportasi dan komunikasi
lebih disebabkan oleh menurunnya aktivitas penerbangan yang terlihat dari penurunan jumlah penumpang angkutan
udara hingga -16,2% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya even nasional dan internasional tahun sebelumnya
seperti Tour De Flores ataupun rapat koordinasi nasional membuat jumlah penerbangan tahun 2017 terlebih pada bulan
Mei dan Juni 2017 relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Hasil survei penjualan eceran juga mengkonfirmasi
adanya penurunan penjualan BBM yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi transportasi. Di sisi lain, kondisi
tersebut kemungkinan dipengaruhi pula oleh adanya pergeseran waktu pelaksanaan event nasional tahunan di Provinsi
NTT seperti Tour de Flores 2017 yang tahun ini baru dilaksanakan pada Juli 2017 (triwulan III 2017) dari tahun sebelumnya
dilaksanakan pada Mei 2016 (triwulan II 2016), sehingga berdampak pada kurang bergairahnya konsumsi rumah tangga
dari sisi transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.
5
URAIAN2015
2017Bobot qtq
64.246.464
2.636.946
22.518.264
35.724.984
458.340
1.287.553
274.813
(42.425.100)
84.172.637
16.222.426
655.700
3.285.516
8.508.420
101.620
327.179
208.166
(7.867.152)
21.025.544
15.714.050
631.294
5.240.634
8.507.426
131.462
343.874
74.286
(9.898.007)
20.596.447
17.390.210
744.944
7.359.416
10.143.179
166.701
315.296
51.931
(13.971.251)
22.096.563
76,05
3,24
26,05
41,96
0,67
1,85
1,23
-48,58
100,00
3,56
8,79
75,94
10,22
43,34
14,25
30,94
35,27
4,72
57.361.610
2.539.408
21.765.744
30.996.063
967.562
1.592.015
261.549
(38.769.998)
76.190.854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2016
TOTAL
I
2016
IVII
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017
IIyoy
5,55
10,58
6,39
7,32
7,75
21,45
280,56
7,34
5,01
16.919.227
719.988
5.794.754
9.336.121
148.664
412.700
273.715
(10.809.141)
22.248.597
II
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 6,56% (yoy). Pertumbuhan kelompok konsumsi rumah
tangga terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul
Fitri yang meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan indeks tendensi
konsumen pada triwulan II 2017 menjadi 107,83 dari triwulan sebelumnya 97,03% yang menunjukkan kondisi ekonomi
rumah tangga masyarakat yang meningkat sehingga mendorong konsumsi. Indeks tendensi konsumen pada triwulan
laporan juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa faktor Hari Raya idul
Fitri yang tahun ini jatuh pada triwulan II mendorong peningkatan konsumsi seiring adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS.
Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran juga disumbangkan terutama oleh kelompok Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun lalu
masing-masing sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Meningkatnya realisasi investasi pembangunan infrastruktur oleh
pemerintah seiring selesainya penandatanganan paket proyek pada Mei 2017, setelah sebelumnya sempat terhambat
perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada triwulan I 2017 mampu meningkatkan pertumbuhan PMTB/investasi di
triwulan II 2017. Perubahan nomenklatur pada awal tahun 2017 tersebut juga menyebabkan adanya pergeseran
pertumbuhan PMTB/investasi saat ini yang sebelumnya cenderung tumbuh tinggi pada triwulan I lalu sedikit melambat di
triwulan II menjadi lebih terdistribusi ke triwulan II 2017. Di sisi lain, investasi swasta pada triwulan II 2017 tercatat tak
sebesar triwulan I 2017 namun tetap memberikan kontribusi pertumbuhan kelompok PMTB/investasi terutama dari
investasi berupa bangunan.
Konsumsi pemerintah juga tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya lebih dikarenakan adanya pengaruh Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2017 sehingga pemerintah
mencairkan gaji ke-14 bagi PNS sebagai tunjangan hari raya. Sementara itu, net impor antar daerah Provinsi NTT kembali
menunjukkan kecenderungan peningkatan baik dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya. Semakin tingginya ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia tercermin pula dari data
bongkar pelabuhan di Provinsi NTT yang mencatatkan peningkatan 5,96% (yoy), sementara kuantitas barang dimuat di
pelabuhan masih jauh di bawah kuantitas barang dibongkar. Kondisi tersebut menjadi salah satu penghambat utama
perekonomian Provinsi NTT untuk tumbuh lebih tinggi (porsi 48,58% dari total PDRB), dikarenakan impor antar daerah
bersifat mengurangi jumlah PDRB daerah.
1.2.1 Konsumsi
Pengeluaran konsumsi pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,91% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,63% (yoy).
Peningkatan pengeluaran konsumsi didorong oleh semua kelompok konsumsi, yakni Rumah Tangga, Pemerintah dan
Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Dengan porsi ekonomi mencapai 76,05% dari total PDRB,
4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
URAIAN2015
2017Bobot qtq
27.349.820
3.104.885
10.341.297
4.905.624
13.351.581
3.894.964
1.298.292
64.246.464
6.984.429
783.801
2.706.236
1.538.262
2.948.945
951.947
308.805
16.222.426
6.773.957
728.597
2.339.353
1.168.701
3.443.054
954.914
305.474
15.714.050
7.476.732
889.303
2.895.669
1.325.072
3.350.726
1.099.524
353.184
17.390.210
43,85
4,94
15,98
8,39
18,67
6,17
1,99
100,0
5,08
4,63
7,61
-7,31
1,19
6,89
5,37
3,56
24.081.155
2.775.990
10.073.481
4.053.827
12.928.430
2.038.602
1.410.124
57.361.610 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI RT
2016
TOTAL
I
2016
IVII
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT Triwulan II 2017
yoy
8,34
8,05
17,90
17,13
-9,22
1,37
0,05
5,55
7.419.712
835.785
2.704.140
1.419.285
3.159.555
1.044.168
336.582
16.919.227
II
konsumsi rumah tangga menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada
triwulan laporan terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT yang dicairkan dalam rangka
tunjangan Hari Raya Idul Fitri. Pencairan gaji ke-14 pada bulan Juni 2017 tersebut meningkatkan daya beli konsumsi
masyarakat sehingga berdampak pada naiknya konsumsi pada periode libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Selain itu,
peningkatan konsumsi rumah tangga juga terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan tabungan rumah tangga di
perbankan pada triwulan II 2017 menjadi 6,14% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang
sama tahun sebelumnya yang tumbuh masing-masing 7,91% (yoy) dan 21,95% (yoy). Hal tersebut mengindikasikan
adanya peningkatan kebutuhan masyarakat terutama untuk memenuhi kebutuhan sekolah ataupun belanja
memanfaatkan momen promo Hari Raya Idul Fitri atau memanfaatkan libur sekolah.
Berdasarkan komponen pembentuknya, konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga sebagian besar berupa
makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang tumbuh masing-masing
sebesar 8,34% (yoy) dan 17,90% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
maupun triwulan II 2016, salah satunya disebabkan oleh adanya libur panjang dalam rangka menyambut
perayaan semana santa, pergeseran waktu perayaan Hari Raya Idul Fitri yang pada tahun ini jatuh pada
triwulan II, libur sekolah, maupun libur panjang lainnya yang berpotensi meningkatkan kegiatan konsumsi
dalam keluarga. Sementara itu, konsumsi rumah tangga untuk pakaian dan alas kaki serta kesehatan meningkat 8,05%
(yoy) terutama memanfaatkan adanya promo hari raya Idul Fitri serta tambahan gaji ke-14. Konsumsi perumahan dan
perlengkapan rumah tangga juga mengalami kenaikan yang signifikan hingga 17,90% (yoy) seiring dengan baiknya
kondisi cuaca untuk membangun dan pembelian peralatan rumah tangga setelah menerima tunjangan hari raya. Lebih
lanjut, konsumsi kesehatan dan pendidikan juga tetap tumbuh meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017
dan periode yang sama tahun sebelumnya, terutama didorong oleh adanya tahun ajaran baru sekolah sehingga para
orang tua perlu mempersiapkan segala kebutuhan sekolah bagi anaknya termasuk jasa bimbingan belajar.
Kondisi berbeda terjadi pada konsumsi untuk transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel yang masing-masing
terkontraksi -9,22% (yoy) dan tumbuh melambat 1,37% (yoy). Perlambatan konsumsi untuk transportasi dan komunikasi
lebih disebabkan oleh menurunnya aktivitas penerbangan yang terlihat dari penurunan jumlah penumpang angkutan
udara hingga -16,2% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Banyaknya even nasional dan internasional tahun sebelumnya
seperti Tour De Flores ataupun rapat koordinasi nasional membuat jumlah penerbangan tahun 2017 terlebih pada bulan
Mei dan Juni 2017 relatif lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Hasil survei penjualan eceran juga mengkonfirmasi
adanya penurunan penjualan BBM yang menunjukkan adanya penurunan konsumsi transportasi. Di sisi lain, kondisi
tersebut kemungkinan dipengaruhi pula oleh adanya pergeseran waktu pelaksanaan event nasional tahunan di Provinsi
NTT seperti Tour de Flores 2017 yang tahun ini baru dilaksanakan pada Juli 2017 (triwulan III 2017) dari tahun sebelumnya
dilaksanakan pada Mei 2016 (triwulan II 2016), sehingga berdampak pada kurang bergairahnya konsumsi rumah tangga
dari sisi transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.
5
URAIAN2015
2017Bobot qtq
64.246.464
2.636.946
22.518.264
35.724.984
458.340
1.287.553
274.813
(42.425.100)
84.172.637
16.222.426
655.700
3.285.516
8.508.420
101.620
327.179
208.166
(7.867.152)
21.025.544
15.714.050
631.294
5.240.634
8.507.426
131.462
343.874
74.286
(9.898.007)
20.596.447
17.390.210
744.944
7.359.416
10.143.179
166.701
315.296
51.931
(13.971.251)
22.096.563
76,05
3,24
26,05
41,96
0,67
1,85
1,23
-48,58
100,00
3,56
8,79
75,94
10,22
43,34
14,25
30,94
35,27
4,72
57.361.610
2.539.408
21.765.744
30.996.063
967.562
1.592.015
261.549
(38.769.998)
76.190.854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2016
TOTAL
I
2016
IVII
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan II 2017
IIyoy
5,55
10,58
6,39
7,32
7,75
21,45
280,56
7,34
5,01
16.919.227
719.988
5.794.754
9.336.121
148.664
412.700
273.715
(10.809.141)
22.248.597
II
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 6,56% (yoy). Pertumbuhan kelompok konsumsi rumah
tangga terutama didorong oleh adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS di Provinsi NTT dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul
Fitri yang meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan indeks tendensi
konsumen pada triwulan II 2017 menjadi 107,83 dari triwulan sebelumnya 97,03% yang menunjukkan kondisi ekonomi
rumah tangga masyarakat yang meningkat sehingga mendorong konsumsi. Indeks tendensi konsumen pada triwulan
laporan juga lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa faktor Hari Raya idul
Fitri yang tahun ini jatuh pada triwulan II mendorong peningkatan konsumsi seiring adanya stimulus gaji ke-14 bagi PNS.
Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran juga disumbangkan terutama oleh kelompok Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB)/Investasi yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun lalu
masing-masing sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Meningkatnya realisasi investasi pembangunan infrastruktur oleh
pemerintah seiring selesainya penandatanganan paket proyek pada Mei 2017, setelah sebelumnya sempat terhambat
perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada triwulan I 2017 mampu meningkatkan pertumbuhan PMTB/investasi di
triwulan II 2017. Perubahan nomenklatur pada awal tahun 2017 tersebut juga menyebabkan adanya pergeseran
pertumbuhan PMTB/investasi saat ini yang sebelumnya cenderung tumbuh tinggi pada triwulan I lalu sedikit melambat di
triwulan II menjadi lebih terdistribusi ke triwulan II 2017. Di sisi lain, investasi swasta pada triwulan II 2017 tercatat tak
sebesar triwulan I 2017 namun tetap memberikan kontribusi pertumbuhan kelompok PMTB/investasi terutama dari
investasi berupa bangunan.
Konsumsi pemerintah juga tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya lebih dikarenakan adanya pengaruh Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada triwulan II 2017 sehingga pemerintah
mencairkan gaji ke-14 bagi PNS sebagai tunjangan hari raya. Sementara itu, net impor antar daerah Provinsi NTT kembali
menunjukkan kecenderungan peningkatan baik dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya. Semakin tingginya ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia tercermin pula dari data
bongkar pelabuhan di Provinsi NTT yang mencatatkan peningkatan 5,96% (yoy), sementara kuantitas barang dimuat di
pelabuhan masih jauh di bawah kuantitas barang dibongkar. Kondisi tersebut menjadi salah satu penghambat utama
perekonomian Provinsi NTT untuk tumbuh lebih tinggi (porsi 48,58% dari total PDRB), dikarenakan impor antar daerah
bersifat mengurangi jumlah PDRB daerah.
1.2.1 Konsumsi
Pengeluaran konsumsi pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh sebesar 5,91% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,63% (yoy).
Peningkatan pengeluaran konsumsi didorong oleh semua kelompok konsumsi, yakni Rumah Tangga, Pemerintah dan
Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Dengan porsi ekonomi mencapai 76,05% dari total PDRB,
4 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
URAIAN2015
BobotII
yoy
11.198.391
7.158.788
18.357.179
1.941.821
1.343.695
3.285.516
1.815.320
1.156.145
2.971.465
2.920.500
1.962.560
4.883.060
62,41
37,59
100,0
6,83
5,82
5,72
12.815.032
8.950.713
21.765.744 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2016
YOY
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017
2017
I
2016
IVI
3.616.499
2.178.255
5.794.754
II
GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)
GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
500
550
600
650
700
750
800
850
GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017
80
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2012I I I I I I IV
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang
Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 10,58%
(yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun lalu yang tumbuh
masing-masing 9,31% (yoy) dan 0,79% (yoy).
Pertumbuhan terjadi didorong oleh adanya peningkatan
kegiatan organisasi kemasyarakatan seiring tibanya tahun
Pilkada di Provinsi NTT.
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat sebesar 6,39% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan terjadi
lebih dikarenakan adanya pergeseran waktu realisasi konsumsi pemerintah yang lebih banyak di triwulan II 2017 sebagai
akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun, sehingga realisasi konsumsi pemerintah cenderung
dipercepat di triwulan II 2017, sementara periode-periode sebelumnya realisasi konsumsi pemerintah cenderung tinggi di
awal tahun dan sedikit melambat di triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi pemerintah masih disumbang terutama oleh
konsumsi kolektif pemerintah berupa infrastruktur dan pembangunan ekonomi, sementara konsumsi individu pemerintah
yang ditujukan untuk rumah tangga individu juga tercatat tumbuh terutama untuk jaminan sosial, kesehatan dan
pendidikan.
7
Sumber : Bank Indonesia
GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
80
90
100
110
120
130
140
150
160
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya juga
terkonfirmasi dari pertumbuhan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks
dan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan triwulan II 2016, sebagaimana ditampilkan pada Grafik 1.3. Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 132,89 pada triwulan I 2017 menjadi 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga meningkat dari triwulan sebelumnya dari masing-
masing 120,28 dan 145,50 menjadi 122,78 dan 147,89. Nilai yang semakin tinggi di atas indeks 100 menunjukkan bahwa
optimisme masyarakat Provinsi NTT terhadap kondisi ekonomi semakin meningkat dan secara langsung mendorong
peningkatan konsumsi masyarakat. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi meningkat terutama didorong oleh
membaiknya kegiatan usaha saat ini apabila dibandingkan enam bulan yang lalu, ditunjukkan oleh indeks yang
mengalami kenaikan sembilan poin dari triwulan sebelumnya. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha
dan penghasilan enam bulan ke depan serta ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga masih menunjukkan
peningkatan indeks, sehingga dapat diartikan bahwa konsumen memandang bahwa perekonomian akan semakin baik ke
depan. Adanya penurunan indeks riil penjualan eceran lebih disebabkan oleh oleh turunnya omset penjualan bahan bakar
yang mengkonfirmasi adanya kontraksi pengeluaran transportasi, sedangkan indikator lainnya cukup terjaga.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS pada triwulan II 2017 juga menjelaskan kondisi ekonomi konsumen
menurut pola siklikal. Searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, ITK pada triwulan II 2017 juga tercatat
meningkat menjadi 107,83 dari 97,03. Konsumen menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga saat ini meningkat,
begitu pula volume/frekuensi konsumsi barang atau jasa. Hal tersebut sebagai dampak dari adanya tambahan pendapatan
dari pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri, sehingga daya beli konsumsi masyarakat pun
meningkat. Berdasarkan ITK, pengaruh inflasi juga cukup mempengaruhi kondisi ekonomi konsumen namun masih
terkendali, tercermin dari kenaikan indeks pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah tangga yang masih di
bawah lima poin. Hal tersebut sejalan dengan capaian inflasi Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 yang masih
cukup terkendali di level 2,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi tiga tahun terakhir yang sebesar 4,49%
(avg-yoy). Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan II 2017 tercatat tetap tumbuh 1,03% (yoy)
meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017. Hal tersebut ditengarai sebagai akibat adanya kenaikan tarif
listrik bagi pelanggan 900 VA yang mayoritas adalah rumah tangga, sehingga konsumen memilih mengurangi
penggunaan listrik dalam rangka penghematan. Selain itu, adanya beberapa kali pemadaman listrik pada triwulan II 2017
juga dinilai mempengaruhi melambatnya konsumsi listrik rumah tangga. Adapun penyaluran kredit konsumsi pada
triwulan II 2017 tercatat mencapai Rp14,87 triliun atau tumbuh 3,30% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Walaupun pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi secara tahunan sedikit melambat, namun demikian pertumbuhan
masih terjaga di atas 10% yang berarti bahwa masyarakat masih cukup mengandalkan pendanaan untuk mendukung
konsumsi dari perbankan di Provinsi NTT.
6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
URAIAN2015
BobotII
yoy
11.198.391
7.158.788
18.357.179
1.941.821
1.343.695
3.285.516
1.815.320
1.156.145
2.971.465
2.920.500
1.962.560
4.883.060
62,41
37,59
100,0
6,83
5,82
5,72
12.815.032
8.950.713
21.765.744 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2016
YOY
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT Triwulan II 2017
2017
I
2016
IVI
3.616.499
2.178.255
5.794.754
II
GRAFIK 1.9. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)
GRAFIK 1.7. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
500
550
600
650
700
750
800
850
GRAFIK 1.8. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.5. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017
80
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2012I I I I I I IV
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang
Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 10,58%
(yoy) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun lalu yang tumbuh
masing-masing 9,31% (yoy) dan 0,79% (yoy).
Pertumbuhan terjadi didorong oleh adanya peningkatan
kegiatan organisasi kemasyarakatan seiring tibanya tahun
Pilkada di Provinsi NTT.
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat sebesar 6,39% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan terjadi
lebih dikarenakan adanya pergeseran waktu realisasi konsumsi pemerintah yang lebih banyak di triwulan II 2017 sebagai
akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun, sehingga realisasi konsumsi pemerintah cenderung
dipercepat di triwulan II 2017, sementara periode-periode sebelumnya realisasi konsumsi pemerintah cenderung tinggi di
awal tahun dan sedikit melambat di triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi pemerintah masih disumbang terutama oleh
konsumsi kolektif pemerintah berupa infrastruktur dan pembangunan ekonomi, sementara konsumsi individu pemerintah
yang ditujukan untuk rumah tangga individu juga tercatat tumbuh terutama untuk jaminan sosial, kesehatan dan
pendidikan.
7
Sumber : Bank Indonesia
GRAFIK 1.4. SURVEI PENJUALAN ECERAN
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
80
90
100
110
120
130
140
150
160
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya juga
terkonfirmasi dari pertumbuhan Survei Konsumen (SK) Bank Indonesia. SK menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks
dan lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan triwulan II 2016, sebagaimana ditampilkan pada Grafik 1.3. Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 132,89 pada triwulan I 2017 menjadi 135,33. Begitu pula dengan Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang juga meningkat dari triwulan sebelumnya dari masing-
masing 120,28 dan 145,50 menjadi 122,78 dan 147,89. Nilai yang semakin tinggi di atas indeks 100 menunjukkan bahwa
optimisme masyarakat Provinsi NTT terhadap kondisi ekonomi semakin meningkat dan secara langsung mendorong
peningkatan konsumsi masyarakat. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi meningkat terutama didorong oleh
membaiknya kegiatan usaha saat ini apabila dibandingkan enam bulan yang lalu, ditunjukkan oleh indeks yang
mengalami kenaikan sembilan poin dari triwulan sebelumnya. Selain itu, ekspektasi konsumen terhadap kegiatan usaha
dan penghasilan enam bulan ke depan serta ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga masih menunjukkan
peningkatan indeks, sehingga dapat diartikan bahwa konsumen memandang bahwa perekonomian akan semakin baik ke
depan. Adanya penurunan indeks riil penjualan eceran lebih disebabkan oleh oleh turunnya omset penjualan bahan bakar
yang mengkonfirmasi adanya kontraksi pengeluaran transportasi, sedangkan indikator lainnya cukup terjaga.
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) BPS pada triwulan II 2017 juga menjelaskan kondisi ekonomi konsumen
menurut pola siklikal. Searah dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, ITK pada triwulan II 2017 juga tercatat
meningkat menjadi 107,83 dari 97,03. Konsumen menyatakan bahwa pendapatan rumah tangga saat ini meningkat,
begitu pula volume/frekuensi konsumsi barang atau jasa. Hal tersebut sebagai dampak dari adanya tambahan pendapatan
dari pembayaran gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri, sehingga daya beli konsumsi masyarakat pun
meningkat. Berdasarkan ITK, pengaruh inflasi juga cukup mempengaruhi kondisi ekonomi konsumen namun masih
terkendali, tercermin dari kenaikan indeks pengaruh inflasi terhadap total pengeluaran rumah tangga yang masih di
bawah lima poin. Hal tersebut sejalan dengan capaian inflasi Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 yang masih
cukup terkendali di level 2,45% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi tiga tahun terakhir yang sebesar 4,49%
(avg-yoy). Sementara itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan II 2017 tercatat tetap tumbuh 1,03% (yoy)
meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017. Hal tersebut ditengarai sebagai akibat adanya kenaikan tarif
listrik bagi pelanggan 900 VA yang mayoritas adalah rumah tangga, sehingga konsumen memilih mengurangi
penggunaan listrik dalam rangka penghematan. Selain itu, adanya beberapa kali pemadaman listrik pada triwulan II 2017
juga dinilai mempengaruhi melambatnya konsumsi listrik rumah tangga. Adapun penyaluran kredit konsumsi pada
triwulan II 2017 tercatat mencapai Rp14,87 triliun atau tumbuh 3,30% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Walaupun pertumbuhan penyaluran kredit konsumsi secara tahunan sedikit melambat, namun demikian pertumbuhan
masih terjaga di atas 10% yang berarti bahwa masyarakat masih cukup mengandalkan pendanaan untuk mendukung
konsumsi dari perbankan di Provinsi NTT.
6 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber: BKPMD NTT, diolah
HOTEL BINTANG (13)
WISATA TIRTA (11)
KETENAGALISTRIKAN (8)
RESTORAN (8)
REAL ESTATE (6)
JUMLAH REALISASI
INVESTASI SEKTORAL
NOMINAL
KETENAGALISTRIKAN (RP 169,24 M)
PERKEBUNAN TEBU (RP 119,64 M)
HOTEL BINTANG (RP 90,18 M)
BUDIDAYA IKAN DI LAUT (RP 36,03 M)
INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN (RP 32,70 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (34)
KAB. KUPANG (9)
KAB. SUMBA TIMUR (9)
KOTA KUPANG (4)
KAB. SUMBA BARAT (4)
JUMLAH REALISASI
LOKASI INVESTASI
Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017
NOMINAL
KAB KUPANG (RP 169,41 M)
KAB. SUMBA TIMUR (RP 134,32 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (RP 102,16 M)
KAB. SIKKA (RP 32,70 M)
KAB. LEMBATA (RP 16,49 M)
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah
I I I I I I IV
232 253445
2,101
501819
391
1,444
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500 RP MILIAR
GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
350
2015 2016 2017
1.007
485
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Berdasarkan tracking triwulan III 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat
dibandingkan triwulan II 2017. Pertumbuhan kemungkinan masih didorong terutama oleh realisasi paket proyek
pemerintah untuk tahun ini. Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo dan
Rotiklot yang masih berjalan tetap akan berkontribusi terhadap investasi di Provinsi NTT triwulan III 2017, ditambah
dengan kemungkinan dimulainya Bendungan Napungete. Investasi swasta seperti perkebunan tebu di Sumba, fasilitas
kelistrikan, perumahan, perhotelan dan komunikasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat di triwulan III 2017.
Sementara itu, PMTB/investasi non bangunan diperkirakan masih cenderung tumbuh negatif meskipun lebih baik
dibandingkan triwulan II 2017. Hal ini karena fokus investasi di Provinsi NTT saat ini masih cenderung ke investasi dalam
bentuk fisik bangunan.
1.2.3 Ekspor – Impor1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Sampai saat ini Provinsi NTT masih tercatat sebagai provinsi importir komoditas konsumsi maupun produksi
dari daerah lain. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II 2017
sebesar 7,34% (yoy) serta aktivitas bongkar-muat pelabuhan yang selalu didominasi aktivitas bongkar,
dengan pertumbuhan di triwulan laporan sebesar 2,20% (yoy). Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan
II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama pada triwulan sebelumnya yang tumbuh
6,21% (yoy) dan 2,67% (yoy). Pertumbuhan net-unloading bongkar atau selisih antara bongkar dan muat masih tumbuh
positif meskipun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Indikator volume peti kemas menunjukkan adanya
kenaikan pertumbuhan menjadi 12,08% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang sama
tahun sebelumnya yang tumbuh 7,94% (yoy) dan -2,68% (yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, seiring
dengan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan kapasitas dan kemampuan produksi di internal Provinsi NTT sampai saat ini
masih menjadi penyebab utama terus meningkatnya net impor antar daerah, yang juga menunjukkan tingkat
ketergantungan Provinsi NTT terhadap provinsi lain. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga (pangsa 76,05% dari total
9
URAIAN2015
28.518.052
7.206.932
35.724.984
7.102.013
1.406.407
8.508.420
6.481.168
2.026.258
8.507.426
8.393.027
1.750.152
10.143.179
24.089.547
6.906.516
30.996.063 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2016
YOY
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017
2017
I
2016
IVIIBobot
IIyoy
84,81
15,19
100,0
18,36
-35,29
7,32
7.918.129
1.417.992
9.336.121
II
Mencermati kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan I dan II 2017 serta
mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan III
2017 diperkirakan masih stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi meskipun tidak
setinggi triwulan II 2017 yang didorong adanya momen libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian, pertumbuhan
komponen konsumsi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Indikasi pertumbuhan terlihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia pada bulan Juli yang masih
menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks, yakni Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Hal tersebut berarti bahwa masyarakat Provinsi NTT merasa optimistis kondisi
ekonomi akan lebih baik lagi di triwulan III 2017. Sejalan dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks Tendensi
Konsumen Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 juga diproyeksikan meningkat, dipengaruhi oleh adanya
peningkatan pendapatan rumah tangga yang ditunjukkan dengan indeks yang meningkat menjadi 121,13 dari triwulan
sebelumnya sebesar 106,27,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mengalami
pertumbuhan mencapai 7,32% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Peningkatan disumbang oleh PMTB/investasi
bangunan yang tumbuh sebesar 18,36% (yoy), sementara investasi non bangunan tercatat mengalami penurunan sebesar
-35,29% (yoy).
Pertumbuhan PMTB/investasi terutama dipengaruhi oleh mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah seiring selesainya
penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017, setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di
triwulan I 2017, sehingga realisasi investasi pembangunan infrastruktur meningkat. Di samping itu, saat ini juga masih
terdapat proyek-proyek multiyears yang masih berjalan walaupun di antaranya ada yang telah memasuki tahap
penyelesaian, seperti pengembangan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin, Bendungan Raknamo dan Rotiklot. Di
sisi lain, investasi swasta pun juga memberikan kontribusi melalui pembangunan ketenagalistrikan di Kabupaten Kupang
dengan nilai mencapai Rp169,24 miliar, kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur senilai
Rp119,64 miliar, pembangunan hotel bintang di beberapa daerah seperti Kabupaten Manggarai Barat, Rote Ndao dan
Sumba Barat senilai total Rp90,18 miliar serta budidaya ikan laut di Kabupaten Alor, Lembata dan Manggarai Barat senilai
Rp36,03 miliar yang menjadi penyumbang terbesar capaian investasi swasta di triwulan laporan. Selain itu terdapat pula
investasi swasta lainnya senilai Rp70,01 miliar berupa pembangunan industri pengolahan ikan, pertanian selain padi,
perdagangan, hotel dan restoran. Peningkatan pertumbuhan PMTB/investasi sendiri sejalan dengan indikator konsumsi
semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tercatat
sebesar 21,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya.
8
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber: BKPMD NTT, diolah
HOTEL BINTANG (13)
WISATA TIRTA (11)
KETENAGALISTRIKAN (8)
RESTORAN (8)
REAL ESTATE (6)
JUMLAH REALISASI
INVESTASI SEKTORAL
NOMINAL
KETENAGALISTRIKAN (RP 169,24 M)
PERKEBUNAN TEBU (RP 119,64 M)
HOTEL BINTANG (RP 90,18 M)
BUDIDAYA IKAN DI LAUT (RP 36,03 M)
INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN (RP 32,70 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (34)
KAB. KUPANG (9)
KAB. SUMBA TIMUR (9)
KOTA KUPANG (4)
KAB. SUMBA BARAT (4)
JUMLAH REALISASI
LOKASI INVESTASI
Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT s.d. Juni 2017
NOMINAL
KAB KUPANG (RP 169,41 M)
KAB. SUMBA TIMUR (RP 134,32 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (RP 102,16 M)
KAB. SIKKA (RP 32,70 M)
KAB. LEMBATA (RP 16,49 M)
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah
I I I I I I IV
232 253445
2,101
501819
391
1,444
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500 RP MILIAR
GRAFIK 1.11. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
350
2015 2016 2017
1.007
485
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Berdasarkan tracking triwulan III 2017, pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan diperkirakan meningkat
dibandingkan triwulan II 2017. Pertumbuhan kemungkinan masih didorong terutama oleh realisasi paket proyek
pemerintah untuk tahun ini. Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo dan
Rotiklot yang masih berjalan tetap akan berkontribusi terhadap investasi di Provinsi NTT triwulan III 2017, ditambah
dengan kemungkinan dimulainya Bendungan Napungete. Investasi swasta seperti perkebunan tebu di Sumba, fasilitas
kelistrikan, perumahan, perhotelan dan komunikasi diperkirakan kembali tumbuh meningkat di triwulan III 2017.
Sementara itu, PMTB/investasi non bangunan diperkirakan masih cenderung tumbuh negatif meskipun lebih baik
dibandingkan triwulan II 2017. Hal ini karena fokus investasi di Provinsi NTT saat ini masih cenderung ke investasi dalam
bentuk fisik bangunan.
1.2.3 Ekspor – Impor1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah
Sampai saat ini Provinsi NTT masih tercatat sebagai provinsi importir komoditas konsumsi maupun produksi
dari daerah lain. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan II 2017
sebesar 7,34% (yoy) serta aktivitas bongkar-muat pelabuhan yang selalu didominasi aktivitas bongkar,
dengan pertumbuhan di triwulan laporan sebesar 2,20% (yoy). Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan
II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama pada triwulan sebelumnya yang tumbuh
6,21% (yoy) dan 2,67% (yoy). Pertumbuhan net-unloading bongkar atau selisih antara bongkar dan muat masih tumbuh
positif meskipun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Indikator volume peti kemas menunjukkan adanya
kenaikan pertumbuhan menjadi 12,08% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan I 2017 maupun periode yang sama
tahun sebelumnya yang tumbuh 7,94% (yoy) dan -2,68% (yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat
ketergantungan Provinsi NTT terhadap daerah lain di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, seiring
dengan pertumbuhan ekonomi. Keterbatasan kapasitas dan kemampuan produksi di internal Provinsi NTT sampai saat ini
masih menjadi penyebab utama terus meningkatnya net impor antar daerah, yang juga menunjukkan tingkat
ketergantungan Provinsi NTT terhadap provinsi lain. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga (pangsa 76,05% dari total
9
URAIAN2015
28.518.052
7.206.932
35.724.984
7.102.013
1.406.407
8.508.420
6.481.168
2.026.258
8.507.426
8.393.027
1.750.152
10.143.179
24.089.547
6.906.516
30.996.063 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2016
YOY
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT Triwulan II 2017
2017
I
2016
IVIIBobot
IIyoy
84,81
15,19
100,0
18,36
-35,29
7,32
7.918.129
1.417.992
9.336.121
II
Mencermati kecenderungan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada triwulan I dan II 2017 serta
mempertimbangkan adanya faktor musiman, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan III
2017 diperkirakan masih stabil. Pertumbuhan diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi meskipun tidak
setinggi triwulan II 2017 yang didorong adanya momen libur panjang Hari Raya Idul Fitri. Namun demikian, pertumbuhan
komponen konsumsi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Indikasi pertumbuhan terlihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia pada bulan Juli yang masih
menunjukkan peningkatan pada seluruh indeks, yakni Indeks Ekspektasi Konsumen, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Hal tersebut berarti bahwa masyarakat Provinsi NTT merasa optimistis kondisi
ekonomi akan lebih baik lagi di triwulan III 2017. Sejalan dengan Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks Tendensi
Konsumen Badan Pusat Statistik pada triwulan III 2017 juga diproyeksikan meningkat, dipengaruhi oleh adanya
peningkatan pendapatan rumah tangga yang ditunjukkan dengan indeks yang meningkat menjadi 121,13 dari triwulan
sebelumnya sebesar 106,27,
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mengalami
pertumbuhan mencapai 7,32% (yoy), atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 5,89% (yoy) dan 2,29% (yoy). Peningkatan disumbang oleh PMTB/investasi
bangunan yang tumbuh sebesar 18,36% (yoy), sementara investasi non bangunan tercatat mengalami penurunan sebesar
-35,29% (yoy).
Pertumbuhan PMTB/investasi terutama dipengaruhi oleh mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah seiring selesainya
penandatanganan paket proyek pemerintah pada Mei 2017, setelah sebelumnya terhambat perubahan nomenklatur di
triwulan I 2017, sehingga realisasi investasi pembangunan infrastruktur meningkat. Di samping itu, saat ini juga masih
terdapat proyek-proyek multiyears yang masih berjalan walaupun di antaranya ada yang telah memasuki tahap
penyelesaian, seperti pengembangan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin, Bendungan Raknamo dan Rotiklot. Di
sisi lain, investasi swasta pun juga memberikan kontribusi melalui pembangunan ketenagalistrikan di Kabupaten Kupang
dengan nilai mencapai Rp169,24 miliar, kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur senilai
Rp119,64 miliar, pembangunan hotel bintang di beberapa daerah seperti Kabupaten Manggarai Barat, Rote Ndao dan
Sumba Barat senilai total Rp90,18 miliar serta budidaya ikan laut di Kabupaten Alor, Lembata dan Manggarai Barat senilai
Rp36,03 miliar yang menjadi penyumbang terbesar capaian investasi swasta di triwulan laporan. Selain itu terdapat pula
investasi swasta lainnya senilai Rp70,01 miliar berupa pembangunan industri pengolahan ikan, pertanian selain padi,
perdagangan, hotel dan restoran. Peningkatan pertumbuhan PMTB/investasi sendiri sejalan dengan indikator konsumsi
semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017. Pertumbuhan konsumsi semen di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tercatat
sebesar 21,62% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya.
8
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017
URAIAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2015
2017
24.315.826
1.166.764
1.034.289
59.409
48.990
9.095.349
9.321.848
4.528.290
586.079
5.878.513
3.362.944
2.209.476
257.185
10.664.989
8.103.265
1.767.997
1.771.425
84.172.637
6.219.103
280.812
262.286
15.124
11.924
2.181.566
2.332.990
1.117.290
140.092
1.491.165
877.493
551.478
65.070
2.508.902
2.061.405
449.413
459.431
21.025.544
6.021.546
287.116
250.764
14.053
12.054
2.199.917
2.262.843
1.084.973
143.613
1.414.671
843.651
538.473
61.466
2.634.949
1.952.500
436.442
437.416
20.596.447
6.094.647
309.436
279.169
15.975
12.841
2.464.950
2.487.909
1.210.726
159.845
1.569.272
898.971
577.531
69.530
2.827.864
2.181.982
473.595
462.317
22.096.563
22.765.546
1.073.475
940.862
43.569
47.150
7.908.227
8.272.331
3.986.583
487.091
5.477.449
2.995.475
2.054.341
235.528
9.374.991
7.303.246
1.585.475
1.639.515
76.190.854
2016
YOY
I
2016
IVIIBobot qtq
IIyoy
29,28
1,29
1,25
0,07
0,06
10,58
10,93
5,26
0,68
6,78
4,13
2,58
0,30
13,03
9,53
2,11
2,14
100,00
4,80
3,21
5,22
3,80
4,73
7,63
4,24
3,55
8,49
2,47
3,57
3,73
2,81
6,85
2,79
4,25
3,87
4,72
5,06
0,81
7,42
-1,10
1,89
5,08
4,72
5,05
4,27
6,96
4,21
5,40
4,41
2,24
7,44
6,19
6,28
5,01
6.515.129
286.684
277.307
15.804
12.493
2.354.327
2.431.881
1.170.722
152.029
1.508.427
919.325
573.502
66.967
2.898.273
2.120.425
470.084
475.218
22.248.597
II
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Berdasarkan sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 terutama didorong oleh sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan, sedangkan sektor administrasi pemerintah, konstruksi dan perdagangan besar dan
eceran masih bertumbuh namun cenderung melambat dibanding tahun sebelumnya. Sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar 5,06% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017
namun masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan masih ditopang
oleh adanya panen padi di bulan April dan Mei seiring dengan baiknya cuaca di akhir La Nina dan adanya pengiriman
ternak seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Adanya panen raya jagung pada bulan April 2017 di Kabupaten Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah
Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT turut menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Sektor
administrasi pemerintahan pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017
sebesar -0,57% (yoy) didorong oleh realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Namun demikian
pertumbuhan tahunan tersebut melambat dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat
perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017. Sementara itu, sektor konstruksi tercatat tumbuh sebesar
5,08% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 dan melambat dibandingkan triwulan II 2016. Walaupun
investasi bangunan mengalami kenaikan signifikan, namun kenaikan investasi tersebut tidak secara signifikan
meningkatkan nilai tambah konstruksi dikarenakan pemenuhan kebutuhan konstruksi yang sebagian besar diperoleh dari
luar NTT. Adanya perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada awal tahun juga sedikit menghambat realisasi proyek-
proyek pembangunan Pemda di semester 1 2017. Selain itu beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang sedang
berjalan saat ini telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Pos Lintas Batas Negara Winni dan Motamasin serta
Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang. Sementara itu, proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini
belum memasuki tahap konstruksi. Di sisi lain, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor
tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya
yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum perlambatan dipengaruhi oleh telah tingginya pertumbuhan
sektor tersebut pada triwulan I 2017 didorong oleh adanya momen tahun baru, Pilkada dan masa panen yang lebih
panjang.
11
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
-7-5-3-113579
1113 JUTA USD
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)
TONTEUS
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-100.000
-50.000
0
50.000
100.000
150.000
PDRB) yang selalu sejalan/diikuti oleh pertumbuhan net impor antar daerah juga menjelaskan bahwa Provinsi NTT masih
bergantung dengan daerah lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi. Kondisi ini menyebabkan adanya
kebutuhan investasi terkait peningkatan produksi pangan dan kebutuhan rumah tangga di Provinsi NTT.
Pada triwulan III 2017 net impor diperkirakan akan meningkat. Peningkatan diperkirakan terjadi seiring dengan
adanya peningkatan PMTB/investasi di Provinsi NTT terutama percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah
sehingga membutuhkan banyak bahan baku yang perlu didatangkan dari daerah lain di Indonesia.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Ekspor luar negeri NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor secara tahunan mencapai 21,45% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,89% (yoy) dan -12,23% (yoy).
Menurut data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan II 2017 mengalami net impor sebesar US$1,85 juta. Impor
terbesar berasal dari Eropa yakni negara Perancis senilai US$9,50 juta berupa pesawat udara oleh salah satu maskapai di
Provinsi NTT. Hal tersebut terkait dengan rencana penambahan rute penerbangan di Provinsi NTT. Di sisi lain, ekspor
Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 mencapai US$7,66 juta dengan negara tujuan utama yaitu Timor Leste
(US$4,48 juta), Jepang (US$1,88 juta), RRC (US$53,94 ribu), Australia (US$39,72 ribu) dan Amerika Serikat (US$37,29
ribu). Ekspor terbesar Provinsi NTT berupa semen senilai US$1,12 juta dan kendaraan bermotor roda empat dan lebih
senilai US$632,79 ribu yang keduanya ditujukan ke Timor Leste. Sementara itu, ekspor terbesar ke Jepang berupa
komoditas pertanian yakni ikan laut senilai US$774,46 ribu dan mutiara senilai US$484,85 ribu. Peningkatan ekspor
Provinsi NTT dibandingkan periode sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya permintaan dari Timor Leste seiring
usainya masa rekonsiliasi politik dan ekonomi pasca Pemilu di negara tersebut.
10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan II 2017
URAIAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2015
2017
24.315.826
1.166.764
1.034.289
59.409
48.990
9.095.349
9.321.848
4.528.290
586.079
5.878.513
3.362.944
2.209.476
257.185
10.664.989
8.103.265
1.767.997
1.771.425
84.172.637
6.219.103
280.812
262.286
15.124
11.924
2.181.566
2.332.990
1.117.290
140.092
1.491.165
877.493
551.478
65.070
2.508.902
2.061.405
449.413
459.431
21.025.544
6.021.546
287.116
250.764
14.053
12.054
2.199.917
2.262.843
1.084.973
143.613
1.414.671
843.651
538.473
61.466
2.634.949
1.952.500
436.442
437.416
20.596.447
6.094.647
309.436
279.169
15.975
12.841
2.464.950
2.487.909
1.210.726
159.845
1.569.272
898.971
577.531
69.530
2.827.864
2.181.982
473.595
462.317
22.096.563
22.765.546
1.073.475
940.862
43.569
47.150
7.908.227
8.272.331
3.986.583
487.091
5.477.449
2.995.475
2.054.341
235.528
9.374.991
7.303.246
1.585.475
1.639.515
76.190.854
2016
YOY
I
2016
IVIIBobot qtq
IIyoy
29,28
1,29
1,25
0,07
0,06
10,58
10,93
5,26
0,68
6,78
4,13
2,58
0,30
13,03
9,53
2,11
2,14
100,00
4,80
3,21
5,22
3,80
4,73
7,63
4,24
3,55
8,49
2,47
3,57
3,73
2,81
6,85
2,79
4,25
3,87
4,72
5,06
0,81
7,42
-1,10
1,89
5,08
4,72
5,05
4,27
6,96
4,21
5,40
4,41
2,24
7,44
6,19
6,28
5,01
6.515.129
286.684
277.307
15.804
12.493
2.354.327
2.431.881
1.170.722
152.029
1.508.427
919.325
573.502
66.967
2.898.273
2.120.425
470.084
475.218
22.248.597
II
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Berdasarkan sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 terutama didorong oleh sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan, sedangkan sektor administrasi pemerintah, konstruksi dan perdagangan besar dan
eceran masih bertumbuh namun cenderung melambat dibanding tahun sebelumnya. Sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar 5,06% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017
namun masih lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan masih ditopang
oleh adanya panen padi di bulan April dan Mei seiring dengan baiknya cuaca di akhir La Nina dan adanya pengiriman
ternak seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Adanya panen raya jagung pada bulan April 2017 di Kabupaten Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah
Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT turut menjadi faktor pendorong pertumbuhan. Sektor
administrasi pemerintahan pada triwulan II 2017 tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017
sebesar -0,57% (yoy) didorong oleh realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Namun demikian
pertumbuhan tahunan tersebut melambat dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat
perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal tahun 2017. Sementara itu, sektor konstruksi tercatat tumbuh sebesar
5,08% (yoy), sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 dan melambat dibandingkan triwulan II 2016. Walaupun
investasi bangunan mengalami kenaikan signifikan, namun kenaikan investasi tersebut tidak secara signifikan
meningkatkan nilai tambah konstruksi dikarenakan pemenuhan kebutuhan konstruksi yang sebagian besar diperoleh dari
luar NTT. Adanya perubahan nomenklatur di tubuh Pemda pada awal tahun juga sedikit menghambat realisasi proyek-
proyek pembangunan Pemda di semester 1 2017. Selain itu beberapa proyek Pemerintah Pusat di NTT yang sedang
berjalan saat ini telah memasuki tahap penyelesaian, seperti Pos Lintas Batas Negara Winni dan Motamasin serta
Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang. Sementara itu, proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini
belum memasuki tahap konstruksi. Di sisi lain, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor
tumbuh melambat sebesar 4,72% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya
yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum perlambatan dipengaruhi oleh telah tingginya pertumbuhan
sektor tersebut pada triwulan I 2017 didorong oleh adanya momen tahun baru, Pilkada dan masa panen yang lebih
panjang.
11
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
-7-5-3-113579
1113 JUTA USD
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)
TONTEUS
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-100.000
-50.000
0
50.000
100.000
150.000
PDRB) yang selalu sejalan/diikuti oleh pertumbuhan net impor antar daerah juga menjelaskan bahwa Provinsi NTT masih
bergantung dengan daerah lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan produksi. Kondisi ini menyebabkan adanya
kebutuhan investasi terkait peningkatan produksi pangan dan kebutuhan rumah tangga di Provinsi NTT.
Pada triwulan III 2017 net impor diperkirakan akan meningkat. Peningkatan diperkirakan terjadi seiring dengan
adanya peningkatan PMTB/investasi di Provinsi NTT terutama percepatan realisasi proyek infrastruktur pemerintah
sehingga membutuhkan banyak bahan baku yang perlu didatangkan dari daerah lain di Indonesia.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri
Ekspor luar negeri NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan ekspor secara tahunan mencapai 21,45% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20,89% (yoy) dan -12,23% (yoy).
Menurut data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan II 2017 mengalami net impor sebesar US$1,85 juta. Impor
terbesar berasal dari Eropa yakni negara Perancis senilai US$9,50 juta berupa pesawat udara oleh salah satu maskapai di
Provinsi NTT. Hal tersebut terkait dengan rencana penambahan rute penerbangan di Provinsi NTT. Di sisi lain, ekspor
Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 mencapai US$7,66 juta dengan negara tujuan utama yaitu Timor Leste
(US$4,48 juta), Jepang (US$1,88 juta), RRC (US$53,94 ribu), Australia (US$39,72 ribu) dan Amerika Serikat (US$37,29
ribu). Ekspor terbesar Provinsi NTT berupa semen senilai US$1,12 juta dan kendaraan bermotor roda empat dan lebih
senilai US$632,79 ribu yang keduanya ditujukan ke Timor Leste. Sementara itu, ekspor terbesar ke Jepang berupa
komoditas pertanian yakni ikan laut senilai US$774,46 ribu dan mutiara senilai US$484,85 ribu. Peningkatan ekspor
Provinsi NTT dibandingkan periode sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya permintaan dari Timor Leste seiring
usainya masa rekonsiliasi politik dan ekonomi pasca Pemilu di negara tersebut.
10 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
13
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah
SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017
Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
TW II-2016 TW II-2017
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
5,43
1,95
0,84 0,71
5,13
2,07
0,841,20
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-5.37%
-0.09%68.71%6.26%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I I I I
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan melambat. Kondisi tersebut searah dengan
indikator SKDU sektor pertanian pada triwulan III 2017 yang menunjukkan penurunan seiring dengan penurunan tenaga
kerja di sektor tersebut dan harga jual yang meningkat seiring berkurangnya pasokan hasil produksi pertanian seperti padi,
bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, masih adanya potensi gelombang tinggi yang dipengaruhi
angin kencang dari Australia memungkinkan masih terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan nelayan. BMKG pun masih
menghimbau agar nelayan terus waspada dengan perubahan kecepatan angin yang terus terjadi.
Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib secara tahunan pada triwulan II 2017
mulai tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 sebesar -0,57% (yoy), namun
masih melambat dibanding tahun sebelumnya seiring perbaikan paska perubahan nomenklatur. Pertumbuhan
didorong terutama oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Selain itu, pengurusan realisasi
belanja modal yang mulai banyak berjalan seiring mulainya proyek-proyek pembangunan pemerintah pada triwulan II
2017 turut menjadi pendorong pertumbuhan sektor ini. Namun demikian, pertumbuhan tahunan tersebut melambat
dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal
tahun 2017 yang membutuhkan rekonsiliasi pemerintahan termasuk anggaran.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Sementara itu, simpanan pemerintah di perbankan tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Pertumbuhan juga tercatat negatif yang mengindikasikan adanya peningkatan realisasi anggaran
pemerintah untuk belanja, sebagaimana tampak pada peningkatan realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan
keuangan pemerintah pada triwulan II 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
28,93% (yoy). Sementara itu, SKDU pertanian menunjukkan peningkatan dari sisi kegiatan usaha, sejalan dengan
peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP). Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan perekonomian pada sektor pertanian.
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
MILYAR RP
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
350
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
IT NTP-AXIS KANANIB
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
95
100
105
110
115
120
125
130
GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : Dinas Peternakan, diolah
-
0
5
10
15
20
25
30
35 RIBU EKOR
SAPI GROWTHKERBAU KUDA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2015I I I I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
(60,00)
(40,00)
(20,00)
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan secara tahunan sedikit melambat dibandingkan
triwulan I 2017, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan
mencapai 5,06% (yoy), sementara triwulan I 2017 dan triwulan II 2016 tumbuh sebesar 5,64% (yoy) dan 1,11% (yoy).
Faktor penopang utama pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan adalah pengiriman ternak yang
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan konsumsi
selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Puncak panen raya jagung yang jatuh pada bulan April 2017 di Kabupaten
Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT
juga turut mendorong pertumbuhan di sektor ini. Hal tersebut tercermin dalam Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II
2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 101,11 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,02. Kenaikan NTP
terutama terjadi pada komoditas palawija (di dalamnya termasuk jagung) sebesar 1,65% pada Juni 2017. Adanya panen
sayur-sayuran dan buah-buahan pada Mei 2017 juga turut berkontribusi pada pertumbuhan sektor pertanian,
ditunjukkan dengan peningkatan indeks diterima NTP pada subsektor sayur-sayuran dan buah-buahan sebesar 2,14%
dan 2,38% pada Mei 2017, tanaman padi masih terjadi panen di beberapa wilayah di NTT seiring dengan masih
berjalannya musim panen. Komoditas perikanan juga mengalami peningkatan terutama di daerah Flores seiring mulai
membaiknya cuaca, walaupun masih dibayangi oleh adanya ancaman angin kencang. BMKG menyatakan bahwa
gelombang baru berangsur menurun pada pertengahan Juni berdasarkan pantauan terhadap turunnya tekanan udara di
Australia. Namun demikian, sampai dengan akhir periode triwulan II 2017 BMKG masih menghimbau agar nelayan tetap
waspada dengan perubahan kecepatan angin yang masih dapat terjadi.
Berdasarkan data penyaluran kredit sektor pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia, pertumbuhan masih tercatat stabil. Kredit pertanian pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 22,51% (yoy)
menjadi Rp308,28 miliar, walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
13
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber: Cognos Bank Indonesia, diolah
SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
GRAFIK 1.21. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN II 2017
Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
TW II-2016 TW II-2017
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
5,43
1,95
0,84 0,71
5,13
2,07
0,841,20
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
-5.37%
-0.09%68.71%6.26%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.20. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I I I I
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan melambat. Kondisi tersebut searah dengan
indikator SKDU sektor pertanian pada triwulan III 2017 yang menunjukkan penurunan seiring dengan penurunan tenaga
kerja di sektor tersebut dan harga jual yang meningkat seiring berkurangnya pasokan hasil produksi pertanian seperti padi,
bumbu-bumbuan, sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain itu, masih adanya potensi gelombang tinggi yang dipengaruhi
angin kencang dari Australia memungkinkan masih terjadinya penurunan hasil tangkapan ikan nelayan. BMKG pun masih
menghimbau agar nelayan terus waspada dengan perubahan kecepatan angin yang terus terjadi.
Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib secara tahunan pada triwulan II 2017
mulai tumbuh meningkat menjadi 2,24% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 sebesar -0,57% (yoy), namun
masih melambat dibanding tahun sebelumnya seiring perbaikan paska perubahan nomenklatur. Pertumbuhan
didorong terutama oleh adanya realisasi penyaluran gaji ke-14 PNS pada bulan Juni 2017. Selain itu, pengurusan realisasi
belanja modal yang mulai banyak berjalan seiring mulainya proyek-proyek pembangunan pemerintah pada triwulan II
2017 turut menjadi pendorong pertumbuhan sektor ini. Namun demikian, pertumbuhan tahunan tersebut melambat
dibandingkan triwulan II 2016 seiring masih adanya pengaruh akibat perubahan nomenklatur di tubuh Pemda di awal
tahun 2017 yang membutuhkan rekonsiliasi pemerintahan termasuk anggaran.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Sementara itu, simpanan pemerintah di perbankan tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya. Pertumbuhan juga tercatat negatif yang mengindikasikan adanya peningkatan realisasi anggaran
pemerintah untuk belanja, sebagaimana tampak pada peningkatan realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan
keuangan pemerintah pada triwulan II 2017 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
28,93% (yoy). Sementara itu, SKDU pertanian menunjukkan peningkatan dari sisi kegiatan usaha, sejalan dengan
peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP). Hal tersebut menunjukkan adanya perbaikan perekonomian pada sektor pertanian.
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
MILYAR RP
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
350
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.16. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
IT NTP-AXIS KANANIB
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
95
100
105
110
115
120
125
130
GRAFIK 1.17. DATA PERKEMBANGAN PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : Dinas Peternakan, diolah
-
0
5
10
15
20
25
30
35 RIBU EKOR
SAPI GROWTHKERBAU KUDA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2015I I I I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
(60,00)
(40,00)
(20,00)
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan secara tahunan sedikit melambat dibandingkan
triwulan I 2017, namun lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan
mencapai 5,06% (yoy), sementara triwulan I 2017 dan triwulan II 2016 tumbuh sebesar 5,64% (yoy) dan 1,11% (yoy).
Faktor penopang utama pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan adalah pengiriman ternak yang
meningkat dibandingkan triwulan I 2017 seiring permintaan dari Pulau Jawa yang tinggi untuk keperluan konsumsi
selama Puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Puncak panen raya jagung yang jatuh pada bulan April 2017 di Kabupaten
Kupang, Sikka, Sumba Barat Daya, Malaka, Timor Tengah Selatan, Flores Timur, Alor dan daerah lainnya di Provinsi NTT
juga turut mendorong pertumbuhan di sektor ini. Hal tersebut tercermin dalam Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II
2017 yang menunjukkan peningkatan menjadi 101,11 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 101,02. Kenaikan NTP
terutama terjadi pada komoditas palawija (di dalamnya termasuk jagung) sebesar 1,65% pada Juni 2017. Adanya panen
sayur-sayuran dan buah-buahan pada Mei 2017 juga turut berkontribusi pada pertumbuhan sektor pertanian,
ditunjukkan dengan peningkatan indeks diterima NTP pada subsektor sayur-sayuran dan buah-buahan sebesar 2,14%
dan 2,38% pada Mei 2017, tanaman padi masih terjadi panen di beberapa wilayah di NTT seiring dengan masih
berjalannya musim panen. Komoditas perikanan juga mengalami peningkatan terutama di daerah Flores seiring mulai
membaiknya cuaca, walaupun masih dibayangi oleh adanya ancaman angin kencang. BMKG menyatakan bahwa
gelombang baru berangsur menurun pada pertengahan Juni berdasarkan pantauan terhadap turunnya tekanan udara di
Australia. Namun demikian, sampai dengan akhir periode triwulan II 2017 BMKG masih menghimbau agar nelayan tetap
waspada dengan perubahan kecepatan angin yang masih dapat terjadi.
Berdasarkan data penyaluran kredit sektor pertanian dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia, pertumbuhan masih tercatat stabil. Kredit pertanian pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 22,51% (yoy)
menjadi Rp308,28 miliar, walaupun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
12 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I I I I*
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,08% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,09% (yoy) dan 7,32% (yoy). Perlambatan terutama lebih
disebabkan oleh penciptaan nilai tambah sektor konstruksi yang relatif minim terutama disebabkan oleh pemenuhan
bahan baku dan tenaga kerja yang sebagian besar dipenuhi dari luar NTT. Adapun proyek strategis yang ada tetap berjalan
dengan baik seperti Pos Lintas Batas Negara Wini dan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang telah memasuki
tahap penyelesaian, sementara proyek strategis nasional lain belum dimulai. Bendungan Raknamo saat ini mencatatkan
progress sebesar 93,50% dan diperkirakan akan selesai Desember 2017. Potensi pelambatan pertumbuhan selain berasal
dari proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini yang belum memasuki tahap konstruksi, juga
disebabkan oleh anggaran belanja modal pemerintah daerah yang mengalami penurunan dikarenakan harus
mengalokasikan anggaran untuk kepentingan pilkada tahun 2018.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh 4,27% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,38% (yoy).
Pertumbuhan tak setinggi triwulan I 2017 lebih disebabkan oleh usainya masa Pilkada sehingga kebutuhan untuk
akomodasi berkurang. Adanya masa libur panjang Hari Raya Idul Fitri di triwulan II 2017 juga tak cukup mendorong
pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh mayoritas penduduk Provinsi NTT yang tidak ikut merayakan, sehingga budaya
mudik dan berlibur pada masa libur tersebut tidak cukup terasa dan kebutuhan terhadap akomodasi dan makan minum
tidak naik signifikan. Belum tibanya masa puncak kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT, yang biasanya baru akan terjadi di
triwulan III 2017 juga turut mempengaruhi perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, pertumbuhan juga lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun lalu ditengarai sebagai dampak dari mundurnya pelaksanaan event Tour de Flores
dimana tahun ini baru dilaksanakan pada bulan Juli, sementara tahun lalu terlaksana pada bulan Juni 2016. Perlambatan
juga terkonfirmasi dari data perkembangan tamu hotel dan penumpang bandara pada triwulan II 2017 yang tumbuh
negatif sebesar -2,26% (yoy) dan -16,24% (yoy), yang menunjukkan jumlah kunjungan wisata lebih sedikit dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
15
indikator SKDU Bank Indonesia triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan sektor perdagangan pada sisi kegiatan
usaha, harga jual dan tenaga kerja.
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%TRILIUN7.0
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IVIV
20
13 I
2017 I I
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan meningkat. Faktor
pendorong peningkatan pertumbuhan di antaranya adalah adanya percepatan realisasi anggaran belanja pegawai dan
hibah seiring pencairan gaji ke-13 PNS pada bulan Juli 2017, berjalannya proyek-proyek pembangunan pemerintah dan
penyelenggaraan event nasional dan internasional di NTT seperti Parade 1001 Kuda Sandlewood, Festival Tenun dan Tour
de Flores 2017.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 4,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum, perlambatan terjadi lebih dikarenakan
telah tingginya aktivitas ekonomi sektor tersebut pada triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya momen Tahun Baru
2017, Pilkada dan masa panen yang lebih panjang. Pertumbuhan tetap terjadi terutama ditopang oleh adanya kegiatan-
kegiatan di Provinsi NTT terutama terkait keagamaan sehubungan Hari Raya Paskah serta tibanya bulan Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri. Adanya pencairan gaji ke-14 menjadi pendorong meningkatnya konsumsi masyarakat yang pada
akhirnya meningkatkan perdagangan. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB sisi pengeluaran konsumsi
makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang meningkat pada triwulan II 2017
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
Perlambatan juga tercermin dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia dan
pertumbuhan penyaluran kredit sektor perdagangan. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha masih menunjukkan
angka negatif meskipun sedikit menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kecenderungan perbaikan kegiatan usaha di triwulan II 2017 didukung oleh optimisme konsumen yang menunjukkan
peningkatan. Di sisi lain, perlambatan sektor perdagangan tercermin pula dari melambatnya penyaluran kredit perbankan
ke sektor perdagangan. Pada triwulan II 2017 penyaluran kredit sektor perdagangan tercatat sebesar Rp6,18 triliun atau
tumbuh 10,82% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II 2016 sebesar 14,59% (yoy) dan
17,99% (yoy).
Pada triwulan III 2017, sektor perdagangan diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Adanya
persiapan memasuki tahun ajaran baru sekolah pada Juli 2017, event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti
Parade 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun di Sumba serta Tour de Flores diperkirakan berkontribusi meningkatkan
sektor perdagangan. Di samping itu, puncak kunjungan wisata musim panas ke Provinsi NTT yang terjadi di triwulan III
2017 diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan. Kemungkinan peningkatan pertumbuhan juga tercermin dari
14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I I I I*
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Sektor konstruksi tumbuh sebesar 5,08% (yoy) atau sedikit melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,09% (yoy) dan 7,32% (yoy). Perlambatan terutama lebih
disebabkan oleh penciptaan nilai tambah sektor konstruksi yang relatif minim terutama disebabkan oleh pemenuhan
bahan baku dan tenaga kerja yang sebagian besar dipenuhi dari luar NTT. Adapun proyek strategis yang ada tetap berjalan
dengan baik seperti Pos Lintas Batas Negara Wini dan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang telah memasuki
tahap penyelesaian, sementara proyek strategis nasional lain belum dimulai. Bendungan Raknamo saat ini mencatatkan
progress sebesar 93,50% dan diperkirakan akan selesai Desember 2017. Potensi pelambatan pertumbuhan selain berasal
dari proyek nasional lain yang masuk dalam perencanaan tahun ini yang belum memasuki tahap konstruksi, juga
disebabkan oleh anggaran belanja modal pemerintah daerah yang mengalami penurunan dikarenakan harus
mengalokasikan anggaran untuk kepentingan pilkada tahun 2018.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan II 2017 tercatat tumbuh 4,27% (yoy),
melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,38% (yoy).
Pertumbuhan tak setinggi triwulan I 2017 lebih disebabkan oleh usainya masa Pilkada sehingga kebutuhan untuk
akomodasi berkurang. Adanya masa libur panjang Hari Raya Idul Fitri di triwulan II 2017 juga tak cukup mendorong
pertumbuhan sektor ini disebabkan oleh mayoritas penduduk Provinsi NTT yang tidak ikut merayakan, sehingga budaya
mudik dan berlibur pada masa libur tersebut tidak cukup terasa dan kebutuhan terhadap akomodasi dan makan minum
tidak naik signifikan. Belum tibanya masa puncak kunjungan wisatawan ke Provinsi NTT, yang biasanya baru akan terjadi di
triwulan III 2017 juga turut mempengaruhi perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, pertumbuhan juga lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun lalu ditengarai sebagai dampak dari mundurnya pelaksanaan event Tour de Flores
dimana tahun ini baru dilaksanakan pada bulan Juli, sementara tahun lalu terlaksana pada bulan Juni 2016. Perlambatan
juga terkonfirmasi dari data perkembangan tamu hotel dan penumpang bandara pada triwulan II 2017 yang tumbuh
negatif sebesar -2,26% (yoy) dan -16,24% (yoy), yang menunjukkan jumlah kunjungan wisata lebih sedikit dibandingkan
triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
15
indikator SKDU Bank Indonesia triwulan III 2017 yang menunjukkan peningkatan sektor perdagangan pada sisi kegiatan
usaha, harga jual dan tenaga kerja.
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%TRILIUN7.0
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IVIV
20
13 I
2017 I I
Pada triwulan III 2017, pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan diperkirakan meningkat. Faktor
pendorong peningkatan pertumbuhan di antaranya adalah adanya percepatan realisasi anggaran belanja pegawai dan
hibah seiring pencairan gaji ke-13 PNS pada bulan Juli 2017, berjalannya proyek-proyek pembangunan pemerintah dan
penyelenggaraan event nasional dan internasional di NTT seperti Parade 1001 Kuda Sandlewood, Festival Tenun dan Tour
de Flores 2017.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan II 2017
tercatat sebesar 4,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun
sebelumnya yang sama-sama tumbuh sebesar 6,23% (yoy). Secara umum, perlambatan terjadi lebih dikarenakan
telah tingginya aktivitas ekonomi sektor tersebut pada triwulan I 2017 yang didorong oleh adanya momen Tahun Baru
2017, Pilkada dan masa panen yang lebih panjang. Pertumbuhan tetap terjadi terutama ditopang oleh adanya kegiatan-
kegiatan di Provinsi NTT terutama terkait keagamaan sehubungan Hari Raya Paskah serta tibanya bulan Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri. Adanya pencairan gaji ke-14 menjadi pendorong meningkatnya konsumsi masyarakat yang pada
akhirnya meningkatkan perdagangan. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB sisi pengeluaran konsumsi
makanan dan minuman serta perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang meningkat pada triwulan II 2017
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya.
Perlambatan juga tercermin dari indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia dan
pertumbuhan penyaluran kredit sektor perdagangan. Indikator SKDU berupa kegiatan usaha masih menunjukkan
angka negatif meskipun sedikit menunjukkan perbaikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kecenderungan perbaikan kegiatan usaha di triwulan II 2017 didukung oleh optimisme konsumen yang menunjukkan
peningkatan. Di sisi lain, perlambatan sektor perdagangan tercermin pula dari melambatnya penyaluran kredit perbankan
ke sektor perdagangan. Pada triwulan II 2017 penyaluran kredit sektor perdagangan tercatat sebesar Rp6,18 triliun atau
tumbuh 10,82% (yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan II 2016 sebesar 14,59% (yoy) dan
17,99% (yoy).
Pada triwulan III 2017, sektor perdagangan diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Adanya
persiapan memasuki tahun ajaran baru sekolah pada Juli 2017, event nasional dan internasional di Provinsi NTT seperti
Parade 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun di Sumba serta Tour de Flores diperkirakan berkontribusi meningkatkan
sektor perdagangan. Di samping itu, puncak kunjungan wisata musim panas ke Provinsi NTT yang terjadi di triwulan III
2017 diperkirakan juga akan mendorong pertumbuhan. Kemungkinan peningkatan pertumbuhan juga tercermin dari
14 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sektor industri pengolahan tumbuh 7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,90% (yoy) dan 7,00% (yoy). Peningkatan diduga lebih disebabkan
oleh tingginya permintaan industri pengolahan seperti industri perikanan yang produksinya membaik seiring dengan
membaiknya cuaca dibanding triwulan I 2017 ataupun disebabkan oleh tingginya permintaan semen seiring peningkatan
ekspor semen ke negara Timor Leste. Namun demikian, porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT sendiri belum
banyak berkontribusi terhadap total perekonomian, baru sebesar 1,25% dari total PDRB Provinsi NTT. Hal tersebut juga
menjelaskan mengapa Provinsi NTT sampai saat ini masih sangat bergantung dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi di dalam daerah, termasuk juga mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di Indonesia.
Diperlukan upaya besar dan berkesinambungan dari pemerintah untuk terus mendorong pengembangan industri
pengolahan melalui model industri pengolahan yang memberdayakan masyarakat lokal dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan alam Provinsi NTT sebagaimana pembuatan program kampung tematik untuk pengolahan komoditas oleh
pemerintah provinsi. Pembentukan industri pengolahan, selain penting untuk memenuhi kebutuhan internal daerah dan
mengurangi ketergantungan dari daerah lain juga dapat meningkatkan daya saing daerah terhadap daerah lain di
Indonesia. Hasil Focus Group Discussion yang pernah dilakukan antara Bank Indonesia dengan Satuan Kerja Pemerintah
Daerah mengenai sumber diversifikasi pertumbuhan ekonomi daerah, disimpulkan bahwa sektor agroindustri terutama
agroindustri lahan kering dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat didorong mengingat ketersediaan lahan
yang masih begitu besar dan karakter cuaca yang sangat menunjang untuk tanaman lahan kering. Beberapa investasi yang
sudah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan rumput laut sekiranya dapat terus
didukung dan dikembangkan agar industrialisasi pertanian di NTT dapat berjalan. Beberapa inisiatif yang telah dilakukan
oleh Pemda seperti:
a.
b.
c.
pengembangan klaster rumput laut di lima lokasi yakni Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Sabu Raijua,
Lembata dan Sikka
pembangunan pabrik pengolahan rumput laut menjadi chips di Kabupaten Sumba Timur dan Kupang
pengembangan produksi garam di TTU seluas 5.500 ha dengan mekanisasi dari PT Garam bekerja sama
dengan PT Tamaris
perlu terus didukung dan didorong dalam rangka memunculkan komoditas unggulan di Provinsi NTT menuju
industrialisasi komoditas tersebut untuk memenuhi kebutuhan internal dan nasional. Selain itu rencana groundbreaking
pembangunan pabrik gula di Sumba Timur pada triwulan III 2017 juga perlu terus didukung oleh semua pihak di Provinsi
NTT mengingat potensi produksi yang besar saat berproduksi, diperkirakan sekitar 10% dari total impor gula nasional.
Sektor informasi dan komunikasi mencatatkan pertumbuhan 6,96% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,72% (yoy) dan 6,10% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan terutama didorong oleh peningkatan konsumsi data seiring dengan adanya promo
penggunaan internet 4G maupun peningkatan kebutuhan selama momen libur sekolah dan hari raya.
17
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NTB % (YOY)
NTB (RP MILIAR)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700 % (YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
PENUMPANG PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
-16,24%-2,26%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh melambat sebesar 4,21% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,80% (yoy) dan 16,29% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan kegiatan jasa keuangan dan asuransi ditunjukkan oleh indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang
tumbuh melambat 8,84% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
14,48% (yoy) dan 29,11% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan pendapatan
Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) yang menunjukkan nilai dari servis yang diberikan institusi
keuangan seperti bank, dinilai dari pendapatan bank dari margin suku bunga. FISIM tumbuh sebesar 8,94% (yoy) menjadi
Rp632,42 miliar, melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu,
pendapatan provisi/komisi dan pendapatan sekunder bank umum di Provinsi NTT menunjukkan pertumbuhan negatif
sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy) menjadi Rp50,14 miliar dan Rp6,94 miliar.
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat tumbuh 5,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
sebesar 4,61% (yoy) namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,58%
(yoy). Pertumbuhan didorong oleh aktivitas mudik dan berlibur dalam rangka momen Hari Raya Idul Fitri meskipun tidak
sebesar tahun sebelumnya seiring adanya even nasional seperti rapat koordinasi nasional ataupun penyelenggaraan Tour
De Flores yang dilakukan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Sektor real estate mencatatkan pertumbuhan 5,40% (yoy) pada triwulan II 2017 atau meningkat dibandingkan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,06% (yoy) dan 2,94% (yoy).
Pertumbuhan sektor real estate terutama didorong oleh masih berlangsungnya investasi pembangunan perumahan di
triwulan II 2017 yang senilai 364,05 miliar di empat kabupaten/kota yakni Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor
Tengah Selatan dan Kab. Kupang didukung oleh upaya REI Provinsi NTT untuk menyukseskan target 3.000 unit rumah
bersubsidi di tahun 2017.
16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sektor industri pengolahan tumbuh 7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,90% (yoy) dan 7,00% (yoy). Peningkatan diduga lebih disebabkan
oleh tingginya permintaan industri pengolahan seperti industri perikanan yang produksinya membaik seiring dengan
membaiknya cuaca dibanding triwulan I 2017 ataupun disebabkan oleh tingginya permintaan semen seiring peningkatan
ekspor semen ke negara Timor Leste. Namun demikian, porsi sektor industri pengolahan di Provinsi NTT sendiri belum
banyak berkontribusi terhadap total perekonomian, baru sebesar 1,25% dari total PDRB Provinsi NTT. Hal tersebut juga
menjelaskan mengapa Provinsi NTT sampai saat ini masih sangat bergantung dari daerah lain untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi di dalam daerah, termasuk juga mencerminkan posisi daya saing daerah terhadap daerah lain di Indonesia.
Diperlukan upaya besar dan berkesinambungan dari pemerintah untuk terus mendorong pengembangan industri
pengolahan melalui model industri pengolahan yang memberdayakan masyarakat lokal dengan tetap menjaga kelestarian
lingkungan alam Provinsi NTT sebagaimana pembuatan program kampung tematik untuk pengolahan komoditas oleh
pemerintah provinsi. Pembentukan industri pengolahan, selain penting untuk memenuhi kebutuhan internal daerah dan
mengurangi ketergantungan dari daerah lain juga dapat meningkatkan daya saing daerah terhadap daerah lain di
Indonesia. Hasil Focus Group Discussion yang pernah dilakukan antara Bank Indonesia dengan Satuan Kerja Pemerintah
Daerah mengenai sumber diversifikasi pertumbuhan ekonomi daerah, disimpulkan bahwa sektor agroindustri terutama
agroindustri lahan kering dapat menjadi salah satu industri utama yang dapat didorong mengingat ketersediaan lahan
yang masih begitu besar dan karakter cuaca yang sangat menunjang untuk tanaman lahan kering. Beberapa investasi yang
sudah masuk seperti industri gula, garam, tembakau, kakao, serat rami, kopi dan rumput laut sekiranya dapat terus
didukung dan dikembangkan agar industrialisasi pertanian di NTT dapat berjalan. Beberapa inisiatif yang telah dilakukan
oleh Pemda seperti:
a.
b.
c.
pengembangan klaster rumput laut di lima lokasi yakni Kabupaten Kupang, Sumba Timur, Sabu Raijua,
Lembata dan Sikka
pembangunan pabrik pengolahan rumput laut menjadi chips di Kabupaten Sumba Timur dan Kupang
pengembangan produksi garam di TTU seluas 5.500 ha dengan mekanisasi dari PT Garam bekerja sama
dengan PT Tamaris
perlu terus didukung dan didorong dalam rangka memunculkan komoditas unggulan di Provinsi NTT menuju
industrialisasi komoditas tersebut untuk memenuhi kebutuhan internal dan nasional. Selain itu rencana groundbreaking
pembangunan pabrik gula di Sumba Timur pada triwulan III 2017 juga perlu terus didukung oleh semua pihak di Provinsi
NTT mengingat potensi produksi yang besar saat berproduksi, diperkirakan sekitar 10% dari total impor gula nasional.
Sektor informasi dan komunikasi mencatatkan pertumbuhan 6,96% (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,72% (yoy) dan 6,10% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan terutama didorong oleh peningkatan konsumsi data seiring dengan adanya promo
penggunaan internet 4G maupun peningkatan kebutuhan selama momen libur sekolah dan hari raya.
17
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NTB % (YOY)
NTB (RP MILIAR)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700 % (YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
GRAFIK 1.27. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
PENUMPANG PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
-16,24%-2,26%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tumbuh melambat sebesar 4,21% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,80% (yoy) dan 16,29% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan kegiatan jasa keuangan dan asuransi ditunjukkan oleh indikator Nilai Tambah Bank (NTB) bank umum yang
tumbuh melambat 8,84% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar
14,48% (yoy) dan 29,11% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan pendapatan
Financial Intermediation Services Indirectly Measured (FISIM) yang menunjukkan nilai dari servis yang diberikan institusi
keuangan seperti bank, dinilai dari pendapatan bank dari margin suku bunga. FISIM tumbuh sebesar 8,94% (yoy) menjadi
Rp632,42 miliar, melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu,
pendapatan provisi/komisi dan pendapatan sekunder bank umum di Provinsi NTT menunjukkan pertumbuhan negatif
sebesar -14,65% (yoy) dan -38,57% (yoy) menjadi Rp50,14 miliar dan Rp6,94 miliar.
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat tumbuh 5,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2017
sebesar 4,61% (yoy) namun melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,58%
(yoy). Pertumbuhan didorong oleh aktivitas mudik dan berlibur dalam rangka momen Hari Raya Idul Fitri meskipun tidak
sebesar tahun sebelumnya seiring adanya even nasional seperti rapat koordinasi nasional ataupun penyelenggaraan Tour
De Flores yang dilakukan pada triwulan yang sama tahun sebelumnya.
Sektor real estate mencatatkan pertumbuhan 5,40% (yoy) pada triwulan II 2017 atau meningkat dibandingkan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,06% (yoy) dan 2,94% (yoy).
Pertumbuhan sektor real estate terutama didorong oleh masih berlangsungnya investasi pembangunan perumahan di
triwulan II 2017 yang senilai 364,05 miliar di empat kabupaten/kota yakni Kab. Manggarai Barat, Kota Kupang, Kab. Timor
Tengah Selatan dan Kab. Kupang didukung oleh upaya REI Provinsi NTT untuk menyukseskan target 3.000 unit rumah
bersubsidi di tahun 2017.
16 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Pada tahun 2016, Indonesia menguasai suplai rumput laut kering dunia dengan jumlah produksi sebesar 237,8 ribu ton
atau sekitar 56 % dari total produksi dunia yang mencapai 424 ribu ton. Sebagai negara eksportir rumput laut terbesar di
dunia, secara rupiah, total ekspor Indonesia pada tahun 2017 hanya sebesar ±1,65 triliun rupiah, jauh lebih kecil dari
pangsa potensial industri rumput laut dunia yang mencapai ± 8 miliar dolar atau setara dengan ± 100 triliun rupiah. Seiring
dengan pertumbuhan volume ekspor rumput laut kering yang semakin meningkat, seharusnya rumput laut kering diolah
menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan harga jual dan devisa negara hasil ekspor
rumput laut meningkat. Apabila dibandingkan dengan data impor rumput laut terlihat bahwa hanya dengan 107 ribu ton
rumput laut olahan, mampu dihasilkan Rp 13 miliar atau setara dengan rata-rata Rp 121 ribu per kg nya, bandingkan
dengan harga jual rumput laut kering Indonesia yang hanya di kisaran Rp 9 ribu per kg nya. Dengan memberikan nilai
tambah pada produk rumput laut, maka harga jual dapat meningkat berkali lipat lebih besar dibanding dengan bahan
mentahnya.
Di Indonesia secara umum dikembangkan 3 jenis rumput laut seperti Echeuma Cottoni, Gracillaria sp, dan Sargasum.
Ketiga jenis komoditas tersebut, apabila diolah dapat menghasilkan 3 turunan produk utama yaitu agar, karagenan dan
alginat. Ketiga macam produk turunan dasar tersebut apabila diolah dapat menghasilkan ratusan jenis produk dengan
nilai tambah yang sangat besar terutama untuk 3 kelompok usaha utama yaitu industri, farmasi dan makanan.
19
39
Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan NTTBoks 1.
Produksi rumput laut di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, dari 5,2 juta ton
pada tahun 2011 menjadi 11 juta ton pada tahun 2016. Tingginya produksi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara
pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Penurunan volume produksi rumput laut pada tahun 2016 sebesar 2,6% atau
setara dengan 300 ribu ton rumput laut basah dibandingkan tahun 2015 tidak mempengaruhi optimisme target produksi
rumput laut untuk tahun 2017 yaitu sebesar 13,4 juta ton dan 19,5 juta ton pada tahun 2019. Tingginya target produksi
tersebut dinilai masih sangat rasional seiring dengan masih rendahnya areal budidaya rumput laut yang hanya sebesar 1,1
juta ha, atau setara dengan 9% dari total kawasan potensial budidaya yang mencapai 12 juta ha. Dengan luas pantai yang
sangat besar, maka pengembangan industri rumput laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
Berdasarkan jumlah produksi rumput laut di Indonesia, Provinsi Sulawesi Tengah mampu menjadi produsen rumput laut
terbesar di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Tingginya produksi daerah di Pulau Sulawesi tersebut tercermin dari nilai ekspor rumput laut dari Sulawesi Selatan yang
menjadi eksportir rumput laut terbesar di Indonesia. Tingginya ekspor Provinsi Jawa Timur terutama disebabkan oleh
tingginya pasokan dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur sendiri dan Nusa Tenggara Barat. Adapun pada tahun 2016,
Indonesia mampu mengekspor hingga 184 ribu ton rumput laut kering sedikit menurun mengikuti penurunan produksi
nasional. Pada tahun 2017, ekspor rumput laut hingga bulan Juni 2017 baru mencapai 79 ribu ton.
Sumber : Kata Data, Kementrian KKP, diolah
GRAFIK BOKS 1.1.
PRODUKSI TARGET
PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI RUMPUT LAUT INDONESIA HINGGA 2019
4
8
12
16
20
5,26,5
9,310,1
11,3 11
10,6 11,1
13,4
16,2
19,5
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
GRAFIK BOKS 1.2. PRODUSEN RUMPUT LAUT TERBESAR DI INDONESIA
Sumber : Kementrian Perdagangan, diolah
SULTENG
SULSEL
NTT
JATIM
NTB
SULTRA
GORONTALO
BALI
LAIN-LAIN
MALUKU
KALTIM 43 59 60 63 64 79
153 384
596 750
833
GRAFIK BOKS 1.3.
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
PROFIL EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2011-JUNI 2017
RIBU TON
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
LAIN-LAIN JATENG SULTENG SULUT SULTRA NTB LAMPUNG KEPRI MALUKUBANTEN NTT BALI JABAR JAKARTA KALTARA KALTIM JATIM SULSEL TOTAL
PRICE (RHS)
0
50
100
150
200
250
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
1,2
GRAFIK BOKS 1.4.
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
PROFIL IMPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2012-JUNI 2017
TON
2012 2013 2014 2015 2016 2017
THAILAND SINGAPURA MALAYSIA JAPAN R.R.C KORSEL TAIWAN LAIN-LAIN TOTAL
PRICE (RHS)
0
10
20
0
200
400
600
18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR BOKS 1.1. RUMPUT LAUT DAN PRODUK TURUNANNYA
RUMPUT LAUT
GRACILARIA E. COTTONII SARGASSUM
AGAR KARAGENAN ALGINAT
INDUSTRI FARMASI PANGAN
Printing, Tekstil, Cat dllPakan Ternak, Pupuk dllKeramik, Pengeboran dll
Sabun, Pasta Gigi, Hair Cream dllTablet, Bahan Gigi BuatanSalep, Lotion dll
Jeli, Dodol, Agar-agar dllSusu, Coklat, Es Krim dllBeer, Sirup, Selai dll
Sumber : berbagai sumber, diolah
Pada tahun 2016, Indonesia menguasai suplai rumput laut kering dunia dengan jumlah produksi sebesar 237,8 ribu ton
atau sekitar 56 % dari total produksi dunia yang mencapai 424 ribu ton. Sebagai negara eksportir rumput laut terbesar di
dunia, secara rupiah, total ekspor Indonesia pada tahun 2017 hanya sebesar ±1,65 triliun rupiah, jauh lebih kecil dari
pangsa potensial industri rumput laut dunia yang mencapai ± 8 miliar dolar atau setara dengan ± 100 triliun rupiah. Seiring
dengan pertumbuhan volume ekspor rumput laut kering yang semakin meningkat, seharusnya rumput laut kering diolah
menjadi produk lain yang memiliki nilai tambah sehingga dapat meningkatkan harga jual dan devisa negara hasil ekspor
rumput laut meningkat. Apabila dibandingkan dengan data impor rumput laut terlihat bahwa hanya dengan 107 ribu ton
rumput laut olahan, mampu dihasilkan Rp 13 miliar atau setara dengan rata-rata Rp 121 ribu per kg nya, bandingkan
dengan harga jual rumput laut kering Indonesia yang hanya di kisaran Rp 9 ribu per kg nya. Dengan memberikan nilai
tambah pada produk rumput laut, maka harga jual dapat meningkat berkali lipat lebih besar dibanding dengan bahan
mentahnya.
Di Indonesia secara umum dikembangkan 3 jenis rumput laut seperti Echeuma Cottoni, Gracillaria sp, dan Sargasum.
Ketiga jenis komoditas tersebut, apabila diolah dapat menghasilkan 3 turunan produk utama yaitu agar, karagenan dan
alginat. Ketiga macam produk turunan dasar tersebut apabila diolah dapat menghasilkan ratusan jenis produk dengan
nilai tambah yang sangat besar terutama untuk 3 kelompok usaha utama yaitu industri, farmasi dan makanan.
19
39
Perkembangan Industri Rumput Laut di Indonesia dan NTTBoks 1.
Produksi rumput laut di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, dari 5,2 juta ton
pada tahun 2011 menjadi 11 juta ton pada tahun 2016. Tingginya produksi tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara
pengekspor rumput laut terbesar di dunia. Penurunan volume produksi rumput laut pada tahun 2016 sebesar 2,6% atau
setara dengan 300 ribu ton rumput laut basah dibandingkan tahun 2015 tidak mempengaruhi optimisme target produksi
rumput laut untuk tahun 2017 yaitu sebesar 13,4 juta ton dan 19,5 juta ton pada tahun 2019. Tingginya target produksi
tersebut dinilai masih sangat rasional seiring dengan masih rendahnya areal budidaya rumput laut yang hanya sebesar 1,1
juta ha, atau setara dengan 9% dari total kawasan potensial budidaya yang mencapai 12 juta ha. Dengan luas pantai yang
sangat besar, maka pengembangan industri rumput laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
Berdasarkan jumlah produksi rumput laut di Indonesia, Provinsi Sulawesi Tengah mampu menjadi produsen rumput laut
terbesar di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Tingginya produksi daerah di Pulau Sulawesi tersebut tercermin dari nilai ekspor rumput laut dari Sulawesi Selatan yang
menjadi eksportir rumput laut terbesar di Indonesia. Tingginya ekspor Provinsi Jawa Timur terutama disebabkan oleh
tingginya pasokan dari Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur sendiri dan Nusa Tenggara Barat. Adapun pada tahun 2016,
Indonesia mampu mengekspor hingga 184 ribu ton rumput laut kering sedikit menurun mengikuti penurunan produksi
nasional. Pada tahun 2017, ekspor rumput laut hingga bulan Juni 2017 baru mencapai 79 ribu ton.
Sumber : Kata Data, Kementrian KKP, diolah
GRAFIK BOKS 1.1.
PRODUKSI TARGET
PRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI RUMPUT LAUT INDONESIA HINGGA 2019
4
8
12
16
20
5,26,5
9,310,1
11,3 11
10,6 11,1
13,4
16,2
19,5
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
GRAFIK BOKS 1.2. PRODUSEN RUMPUT LAUT TERBESAR DI INDONESIA
Sumber : Kementrian Perdagangan, diolah
SULTENG
SULSEL
NTT
JATIM
NTB
SULTRA
GORONTALO
BALI
LAIN-LAIN
MALUKU
KALTIM 43 59 60 63 64 79
153 384
596 750
833
GRAFIK BOKS 1.3.
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
PROFIL EKSPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2011-JUNI 2017
RIBU TON
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
LAIN-LAIN JATENG SULTENG SULUT SULTRA NTB LAMPUNG KEPRI MALUKUBANTEN NTT BALI JABAR JAKARTA KALTARA KALTIM JATIM SULSEL TOTAL
PRICE (RHS)
0
50
100
150
200
250
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
1,2
GRAFIK BOKS 1.4.
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
PROFIL IMPOR RUMPUT LAUT INDONESIA TAHUN 2012-JUNI 2017
TON
2012 2013 2014 2015 2016 2017
THAILAND SINGAPURA MALAYSIA JAPAN R.R.C KORSEL TAIWAN LAIN-LAIN TOTAL
PRICE (RHS)
0
10
20
0
200
400
600
18 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR BOKS 1.1. RUMPUT LAUT DAN PRODUK TURUNANNYA
RUMPUT LAUT
GRACILARIA E. COTTONII SARGASSUM
AGAR KARAGENAN ALGINAT
INDUSTRI FARMASI PANGAN
Printing, Tekstil, Cat dllPakan Ternak, Pupuk dllKeramik, Pengeboran dll
Sabun, Pasta Gigi, Hair Cream dllTablet, Bahan Gigi BuatanSalep, Lotion dll
Jeli, Dodol, Agar-agar dllSusu, Coklat, Es Krim dllBeer, Sirup, Selai dll
Sumber : berbagai sumber, diolah
Potensi Industri Garam di NTTBoks 2.
Akhir-akhir ini harga garam di Indonesia mengalami lonjakan kenaikan yang cukup tinggi. Adanya anomali cuaca La Nina,
berdampak pada menurunnya produksi garam yang mengakibatkan berkurangnya stok garam, kelangkaan garam dan
harga yang tinggi. Hal ini jugalah yang menyebabkan penurunan yang signifikan sebesar -96%(yoy) pada produksi garam
di Tahun 2016.
Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
mendata pertumbuhan kebutuhan garam rata-rata per tahun sebesar 5%. Pada tahun 2016, kebutuhan garam mencapai
nilai 3,40 juta ton dengan besar produksi mencapai 118.055 ton. Hal serupa juga terjadi di tahun – tahun sebelumnya,
kebutuhan garam lebih besar di bandingkan besar produksi garam per tahun. Adanya ketidakseimbangan antara besar
produksi dan kebutuhan membuat pemerintah melakukan impor garam dengan maksud mengurangi kemungkinan
terjadinya kelangkaan garam.
Impor garam di Indonesia hingga 2016, sebagian besar berasal dari Australia, India dan China. Dengan harga rata – rata Rp
572 jauh lebih murah dari harga garam di Indonesia. Hal lain yang juga menyebabkan impor, dikarenakan garam rakyat di
Indonesia masih memiliki kualitas yang kurang jika dibandingkan dengan garam impor yang dapat mencapai kualitas KW1
( NaCL 95% - 98%) sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan garam industri. Masalah terkait kelangkaan dan pasokan
garam serta masalah kualitas garam rakyat sebenarnya dapat diatasi apabila produksi garam rakyat di Indonesia dapat
ditingkatkan. Saat ini, luas lahan garam di Indonesia tercatat sebesar 25.830 ha dengan tempat produksi garam yang
tersebar di 52 kabupaten di 11 provinsi yaitu, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, NTB, NTT, Gorontalo,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan komposisi persebarannya, produksi garam di
Indonesia masih di dominasi oleh hasil produksi garam dari Jawa Timur sebesar 39%(av-yoy). Sisanya 61%(av-yoy)
merupakan total produksi dari 10 provinsi lainnya. Garam hasil produksi dari provinsi NTT memiliki presentase sebesar
14%(av-yoy).
GRAFIK BOKS 2.1.
Sumber : KKP, diolah
PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN IMPOR GARAM NASIONAL 2012 - 2016
2012 2013 2014 2015 2016
0
1
2
3
4
5
IMPOR PASOKANPRODUKSI KEBUTUHAN
GRAFIK BOKS 2.2.
Sumber :Bea Cukai, Cognos BI, diolah
PERKEMBANGAN IMPOR GARAM NASIONAL
2012 2013 2014 2015 2016 2017*
INDIA OTHERAUSTRALIA PRICE
JUTA TON JUTA TON
400
500
600
700
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5 RP/KG
21
Sebagai salah satu sentra produksi utama rumput laut di Indonesia, perkembangan budidaya rumput laut di NTT sudah
menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari sudah adanya ekspor rumput laut kering dari NTT
ataupun dibangunnya 2 pabrik pengolahan rumput laut di Sabu Raijua dan Sumba Timur. Dengan curah hujan yang hanya
3 sampai 4 bulan saja dengan variasi curah hujan 150 – 200 milimeter per tahun, dan ditunjang oleh penyinaran matahari
yang kuat, laut berarus tenang terutama di sisi utara pulau utama di NTT, maupun kondisi pantai yang sebagian besar
berkarang membuat produksi rumput laut yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Saat ini, NTT memiliki
daerah potensial budidaya rumput laut sebesar 51.870 Ha yang tersebar di berbagai daerah antara lain Kabupaten
Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.
Komoditas rumput laut unggulan yang dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur adalah Euchema cottoni dengan pangsa
produksi mencapai hampir 90% dan gracilaria. Dengan kondisi alam yang ada, NTT secara alami memiliki keunggulan
komparatif dalam memproduksi rumput laut. Peningkatan produksi rumput laut saat ini tinggal tergantung dari kemauan
masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada.
Namun demikian secara industri, kegiatan penciptaan nilai tambah produk rumput laut masih sangat minim dilakukan.
Penciptaan nilai tambah yang dilakukan saat ini baru sebatas pembuatan ATC Chips yang selanjutnya dikirim ke Surabaya
untuk diolah kembali menjadi refined caragenan dan produk jadi lainnya. Dalam pembuatan ATC Chip, setiap 1 kg ATC
Chip dibutuhkan lebih kurang 3 kg rumput laut. Dengan harga rumput laut kering per kg sebesar Rp 8.000,-, maka dengan
hanya Rp 24.000 rumput laut kering dapat dihasilkan 1 kg ATC Chip dengan harga lebih kurang Rp 70.000,-. Apabila ATC
Chip diolah menjadi refined karagenan, maka harga dapat meningkat dari Rp 70.000,- menjadi Rp 165.000,-. Dan apabila
refined karagenan tersebut diolah menjadi produk jadi lainnya, maka nilai tambah hasil budidaya rumput laut akan
menjadi jauh lebih besar. Menimbang besarnya potensi nilai tambah produk turunan rumput laut tersebut, maka hilirisasi
produk rumput laut dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar peningkatan penjualan, penciptaan lapangan kerja,
peningkatan daya beli maupun peningkatan kesejahteraan di NTT dapat tercapai.
20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Potensi Industri Garam di NTTBoks 2.
Akhir-akhir ini harga garam di Indonesia mengalami lonjakan kenaikan yang cukup tinggi. Adanya anomali cuaca La Nina,
berdampak pada menurunnya produksi garam yang mengakibatkan berkurangnya stok garam, kelangkaan garam dan
harga yang tinggi. Hal ini jugalah yang menyebabkan penurunan yang signifikan sebesar -96%(yoy) pada produksi garam
di Tahun 2016.
Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
mendata pertumbuhan kebutuhan garam rata-rata per tahun sebesar 5%. Pada tahun 2016, kebutuhan garam mencapai
nilai 3,40 juta ton dengan besar produksi mencapai 118.055 ton. Hal serupa juga terjadi di tahun – tahun sebelumnya,
kebutuhan garam lebih besar di bandingkan besar produksi garam per tahun. Adanya ketidakseimbangan antara besar
produksi dan kebutuhan membuat pemerintah melakukan impor garam dengan maksud mengurangi kemungkinan
terjadinya kelangkaan garam.
Impor garam di Indonesia hingga 2016, sebagian besar berasal dari Australia, India dan China. Dengan harga rata – rata Rp
572 jauh lebih murah dari harga garam di Indonesia. Hal lain yang juga menyebabkan impor, dikarenakan garam rakyat di
Indonesia masih memiliki kualitas yang kurang jika dibandingkan dengan garam impor yang dapat mencapai kualitas KW1
( NaCL 95% - 98%) sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan garam industri. Masalah terkait kelangkaan dan pasokan
garam serta masalah kualitas garam rakyat sebenarnya dapat diatasi apabila produksi garam rakyat di Indonesia dapat
ditingkatkan. Saat ini, luas lahan garam di Indonesia tercatat sebesar 25.830 ha dengan tempat produksi garam yang
tersebar di 52 kabupaten di 11 provinsi yaitu, Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, NTB, NTT, Gorontalo,
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan komposisi persebarannya, produksi garam di
Indonesia masih di dominasi oleh hasil produksi garam dari Jawa Timur sebesar 39%(av-yoy). Sisanya 61%(av-yoy)
merupakan total produksi dari 10 provinsi lainnya. Garam hasil produksi dari provinsi NTT memiliki presentase sebesar
14%(av-yoy).
GRAFIK BOKS 2.1.
Sumber : KKP, diolah
PRODUKSI, KEBUTUHAN DAN IMPOR GARAM NASIONAL 2012 - 2016
2012 2013 2014 2015 2016
0
1
2
3
4
5
IMPOR PASOKANPRODUKSI KEBUTUHAN
GRAFIK BOKS 2.2.
Sumber :Bea Cukai, Cognos BI, diolah
PERKEMBANGAN IMPOR GARAM NASIONAL
2012 2013 2014 2015 2016 2017*
INDIA OTHERAUSTRALIA PRICE
JUTA TON JUTA TON
400
500
600
700
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5 RP/KG
21
Sebagai salah satu sentra produksi utama rumput laut di Indonesia, perkembangan budidaya rumput laut di NTT sudah
menunjukkan pertumbuhan yang cukup besar. Hal ini terlihat dari sudah adanya ekspor rumput laut kering dari NTT
ataupun dibangunnya 2 pabrik pengolahan rumput laut di Sabu Raijua dan Sumba Timur. Dengan curah hujan yang hanya
3 sampai 4 bulan saja dengan variasi curah hujan 150 – 200 milimeter per tahun, dan ditunjang oleh penyinaran matahari
yang kuat, laut berarus tenang terutama di sisi utara pulau utama di NTT, maupun kondisi pantai yang sebagian besar
berkarang membuat produksi rumput laut yang dihasilkan memiliki kualitas terbaik di Indonesia. Saat ini, NTT memiliki
daerah potensial budidaya rumput laut sebesar 51.870 Ha yang tersebar di berbagai daerah antara lain Kabupaten
Kupang, Sabu Raijua, Rote Ndao, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.
Komoditas rumput laut unggulan yang dibudidayakan di Nusa Tenggara Timur adalah Euchema cottoni dengan pangsa
produksi mencapai hampir 90% dan gracilaria. Dengan kondisi alam yang ada, NTT secara alami memiliki keunggulan
komparatif dalam memproduksi rumput laut. Peningkatan produksi rumput laut saat ini tinggal tergantung dari kemauan
masyarakat dalam mengembangkan potensi yang ada.
Namun demikian secara industri, kegiatan penciptaan nilai tambah produk rumput laut masih sangat minim dilakukan.
Penciptaan nilai tambah yang dilakukan saat ini baru sebatas pembuatan ATC Chips yang selanjutnya dikirim ke Surabaya
untuk diolah kembali menjadi refined caragenan dan produk jadi lainnya. Dalam pembuatan ATC Chip, setiap 1 kg ATC
Chip dibutuhkan lebih kurang 3 kg rumput laut. Dengan harga rumput laut kering per kg sebesar Rp 8.000,-, maka dengan
hanya Rp 24.000 rumput laut kering dapat dihasilkan 1 kg ATC Chip dengan harga lebih kurang Rp 70.000,-. Apabila ATC
Chip diolah menjadi refined karagenan, maka harga dapat meningkat dari Rp 70.000,- menjadi Rp 165.000,-. Dan apabila
refined karagenan tersebut diolah menjadi produk jadi lainnya, maka nilai tambah hasil budidaya rumput laut akan
menjadi jauh lebih besar. Menimbang besarnya potensi nilai tambah produk turunan rumput laut tersebut, maka hilirisasi
produk rumput laut dinilai sangat penting untuk dilakukan, agar peningkatan penjualan, penciptaan lapangan kerja,
peningkatan daya beli maupun peningkatan kesejahteraan di NTT dapat tercapai.
20 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Berdasarkan data KKP, Provinsi NTT memiliki potensi tambak garam dengan luas lahan yang dapat dikembangkan seluas
12.835 ha dengan produktivitas mencapai 1,43 juta ton pertahun. Hal ini berarti, apabila dikembangkan dengan
maksimal, dalam satu tahun, produksi tiap 1 ha lahan, dapat menghasilkan minimal 112 ton. Apabila lahan yang sudah
ada dapat diolah dengan produktivitas yang sama dengan rencana pengolahan lahan berpotensi, maka total luas lahan
garam yang dimiliki NTT mencapai 13.178,6 ha dengan hasil produksi dapat mencapai 1,47 juta ton pertahun atau setara
dengan rata-rata 71% impor garam dengan total nilai omset mencapai lebih dari 700 miliar dan mampu menyerap
minimal 25 ribu tenaga kerja. Hal ini dapat menjadikan NTT sebagai produsen garam terbesar di Indonesia, mengalahkan
Jawa Timur yang saat ini mampu memproduksi hingga 1 juta ton per tahun.
Oleh karena itu, adanya investasi dan pengembangan lahan garam di Provinsi NTT diharapkan dapat dilaksanakan dan
disukseskan oleh semua pihak yaitu investor, pemerintah dan juga masyarakat. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan
sesuai rencana, maka dapat membawa manfaat dan harapan baru bagi Provinsi NTT untuk mengembangkan ekonominya
ke arah yang lebih baik. Dengan semakin produktifnya lahan garam berpotensi di NTT, diharapkan Provinsi NTT dapat
menjadi lumbung garam nasional bagi Indonesia.
23
Walaupun persentase persebaran produksi garam di NTT masih tergolong kecil dibandingkan provinsi lainnya, NTT
memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produksi garam. Untuk dapat memilih tambak garam, perlu
dipertimbangkan beberapa aspek yakni aspek ekologis berupa tingginya kadar garam, kondisi cuaca yang dominan kering
maupun besarnya kuantitas penyinaran serta aspek tanah yang meliputi topografi yang landai dan tekstur tanah yang liat.
Namun demikian, dengan adanya teknologi geomembran, faktor terakhir sudah tidak menjadi masalah. Berdasarkan
penjelasan di atas, Provinsi NTT memiliki keunggulan komparatif untuk mengembangkan garam. Musim panas di NTT
dapat mencapai 8 – 9 bulan dengan kecepatan angin mencapai 40 km/jam dan tingkat kepekatan air laut bersih yang baik (
dapat mencapai 4˚ Be) lebih pekat dari salinitas di Jawa ( 2 – 3˚ Be ). Apabila dikembangkan dengan lebih baik, produksi
garam NTT dapat memiliki kualitas KW1 ( NaCl 97% - 98%), dengan kualitas garam dapat menyaingi kualitas garam
impor.
GRAFIK BOKS 2.3. PRODUKSI GARAM RAKYAT NASIONAL 2012 - 2016
Sumber : KKP, diolah
JUTA TON
2012 2013 2014 2015 2016
LAINNYA NTT ACEH BALI SULSEL NTB JABAR JATENG JATIM TOTAL
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
GRAFIK BOKS 2.4. PERBANDINGAN PRODUKSI GARAM RAKYAT 2015 DAN 2016 (LA NINA)
Sumber :KKP, diolah
2015
35%44%
29%
15%
6%
9%
26%
6%
8%
12%
JATIM JATENG JABAR NTB SULSEL BALI ACEH NTT LAINNYA
2016
GAMBAR BOKS 2.1. PERSEBARAN PRODUKSI GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :KKP, diolah
Tambak garam di NTT hingga 2016 tercatat di 10 kabupaten dari 23 Kabupaten dan Kota dengan luas lahan hingga
Agustus 2017, tercatat mencapai 343,6 ha, dengan produksi pertahun mencapai 8.945,78 ton. Dapat dikatakan hingga
2017 dalam satu tahun, 1 ha lahan, menghasilkan sekitar 26 ton garam. Jumlah ini menunjukan masih belum
maksimalnya upaya dalam mengembangkan produksi garam.
22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Berdasarkan data KKP, Provinsi NTT memiliki potensi tambak garam dengan luas lahan yang dapat dikembangkan seluas
12.835 ha dengan produktivitas mencapai 1,43 juta ton pertahun. Hal ini berarti, apabila dikembangkan dengan
maksimal, dalam satu tahun, produksi tiap 1 ha lahan, dapat menghasilkan minimal 112 ton. Apabila lahan yang sudah
ada dapat diolah dengan produktivitas yang sama dengan rencana pengolahan lahan berpotensi, maka total luas lahan
garam yang dimiliki NTT mencapai 13.178,6 ha dengan hasil produksi dapat mencapai 1,47 juta ton pertahun atau setara
dengan rata-rata 71% impor garam dengan total nilai omset mencapai lebih dari 700 miliar dan mampu menyerap
minimal 25 ribu tenaga kerja. Hal ini dapat menjadikan NTT sebagai produsen garam terbesar di Indonesia, mengalahkan
Jawa Timur yang saat ini mampu memproduksi hingga 1 juta ton per tahun.
Oleh karena itu, adanya investasi dan pengembangan lahan garam di Provinsi NTT diharapkan dapat dilaksanakan dan
disukseskan oleh semua pihak yaitu investor, pemerintah dan juga masyarakat. Apabila hal tersebut dapat dilaksanakan
sesuai rencana, maka dapat membawa manfaat dan harapan baru bagi Provinsi NTT untuk mengembangkan ekonominya
ke arah yang lebih baik. Dengan semakin produktifnya lahan garam berpotensi di NTT, diharapkan Provinsi NTT dapat
menjadi lumbung garam nasional bagi Indonesia.
23
Walaupun persentase persebaran produksi garam di NTT masih tergolong kecil dibandingkan provinsi lainnya, NTT
memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan produksi garam. Untuk dapat memilih tambak garam, perlu
dipertimbangkan beberapa aspek yakni aspek ekologis berupa tingginya kadar garam, kondisi cuaca yang dominan kering
maupun besarnya kuantitas penyinaran serta aspek tanah yang meliputi topografi yang landai dan tekstur tanah yang liat.
Namun demikian, dengan adanya teknologi geomembran, faktor terakhir sudah tidak menjadi masalah. Berdasarkan
penjelasan di atas, Provinsi NTT memiliki keunggulan komparatif untuk mengembangkan garam. Musim panas di NTT
dapat mencapai 8 – 9 bulan dengan kecepatan angin mencapai 40 km/jam dan tingkat kepekatan air laut bersih yang baik (
dapat mencapai 4˚ Be) lebih pekat dari salinitas di Jawa ( 2 – 3˚ Be ). Apabila dikembangkan dengan lebih baik, produksi
garam NTT dapat memiliki kualitas KW1 ( NaCl 97% - 98%), dengan kualitas garam dapat menyaingi kualitas garam
impor.
GRAFIK BOKS 2.3. PRODUKSI GARAM RAKYAT NASIONAL 2012 - 2016
Sumber : KKP, diolah
JUTA TON
2012 2013 2014 2015 2016
LAINNYA NTT ACEH BALI SULSEL NTB JABAR JATENG JATIM TOTAL
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
GRAFIK BOKS 2.4. PERBANDINGAN PRODUKSI GARAM RAKYAT 2015 DAN 2016 (LA NINA)
Sumber :KKP, diolah
2015
35%44%
29%
15%
6%
9%
26%
6%
8%
12%
JATIM JATENG JABAR NTB SULSEL BALI ACEH NTT LAINNYA
2016
GAMBAR BOKS 2.1. PERSEBARAN PRODUKSI GARAM DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :KKP, diolah
Tambak garam di NTT hingga 2016 tercatat di 10 kabupaten dari 23 Kabupaten dan Kota dengan luas lahan hingga
Agustus 2017, tercatat mencapai 343,6 ha, dengan produksi pertahun mencapai 8.945,78 ton. Dapat dikatakan hingga
2017 dalam satu tahun, 1 ha lahan, menghasilkan sekitar 26 ton garam. Jumlah ini menunjukan masih belum
maksimalnya upaya dalam mengembangkan produksi garam.
22 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Keuangan D aerah02
Data realisasi pendapatan pemerintah tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya dengan realisasi pendapatan sebesar 11,74%.
Realisasi belanja menunjukkan adanya peningkatan dengan realisasi sebesar 31,40%, lebih besar
dari tahun sebelumnya yang sebesar 29,81%.
Realisasi belanja modal juga menunjukkan adanya peningkatan, menunjukkan adanya percepatan
realisasi belanja setelah cukup terhambat di triwulan sebelumnya.
Walaupun realisasi pendapatan relatif sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya,
namun pencapaian belanja pemerintah menunjukkan adanya peningkatan yang menunjukkan
peningkatan aktivitas pemerintah pusat dan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam
merealisasikan anggaran
Keuangan D aerah02
Data realisasi pendapatan pemerintah tercatat lebih rendah dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya dengan realisasi pendapatan sebesar 11,74%.
Realisasi belanja menunjukkan adanya peningkatan dengan realisasi sebesar 31,40%, lebih besar
dari tahun sebelumnya yang sebesar 29,81%.
Realisasi belanja modal juga menunjukkan adanya peningkatan, menunjukkan adanya percepatan
realisasi belanja setelah cukup terhambat di triwulan sebelumnya.
Walaupun realisasi pendapatan relatif sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya,
namun pencapaian belanja pemerintah menunjukkan adanya peningkatan yang menunjukkan
peningkatan aktivitas pemerintah pusat dan daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam
merealisasikan anggaran
GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
39,6%
0,3% 1,8%
4,4%
65,6%
9,5%
22,6%
35,6%
12,0%
12,7%5,3%
GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENERIMAAN SUMBER DAYA ALAM
BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAINNYA
KAB/KOTA90,51%
0,00%
9,48%
pendapatan APBD Kabupaten/Kota. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kecil yakni sebesar Rp
410,36 miliar atau 4,41% dari total realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota.
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi pada triwulan II 2017 adalah 48,31%. Pencapaian tersebut tercatat lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 50,0% dan 50,8%. Komponen realisasi
pendapatan APBD Provinsi yang terbesar adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 904,05 milyar (39,63% dari total
realisasi pendapatan APBD Provinsi) dan DAU sebesar Rp 812,82 milyar (35,63% dari total realisasi pendapatan APBD
Provinsi). Sementara itu, realisasi PAD sebesar Rp 515,78 milyar atau 22,61% dari total realisasi pendapatan APBD Provinsi.
Struktur realisasi pendapatan APBD baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi menunjukkan bahwa pemerintah daerah
masih tergantung pada pendanaan dari pemerintah pusat. Upaya peningkatan PAD perlu dilaksanakan secara intensif agar
mendorong kemandirian fiskal di daerah. Penggalian potensi ekonomi yang didukung oleh peningkatan investasi,
terutama swasta dapat dilakukan untuk meningkatkan PAD.
Persentase realisasi pendapatan APBN pada triwulan II 2017 adalah 48,82%. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 408,66% dan 233,6% karena pada tahun 2016
dan 2015 terdapat realisasi penerimaan pajak yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam anggaran pendapatan
pemerintah di Provinsi NTT. Sementara itu, sumber realisasi pendapatan APBN Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai
dengan triwulan II 2017 berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP tersebut terdiri dari bagian pemerintah
atas laba BUMN sebesar Rp 136,76 miliar (90,51%) dan penerimaan negara bukan pajak lainnya sebesar Rp 14,33 miliar
(9,48%).
Berdasarkan aspek spasial, realisasi pendapatan tertinggi sampai dengan triwulan II 2017 dicapai oleh Kabupaten Sumba
Barat sebesar Rp 350,10 miliar atau 53,07% dari total anggaran pendapatan tahun 2017 sebesar Rp 659,67 miliar.
Komposisi realisasi tersebut terdiri dari DAU (65,85%) dan DAK (12,03). Sementara itu, realisasi pendapatan terendah
dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar Rp 446,36 miliar atau 33,49% dari total anggaran pendapatan
tahun 2017 sebesar Rp 1,33 triliun. Dari segi komposisi, DAU Kabupaten Timor Tengah Selatan paling rendah
dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi NTT yakni sebesar 56,35% dari total realisasi pendapatan sampai
dengan triwulan II 2017. Komposisi DAK Kabupaten Timor Tengah Selatan yang merupakan dana perimbangan untuk
penugasan khusus dari Pemerintah Pusat juga menempati posisi terendah dari segi komposisi yakni sebesar 1,14% dari
total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan II 2017. Di sisi yang lain, komposisi PAD tertinggi dicapai oleh Kota
Kupang sebesar 11% dari total realisasi pendapatan. Komposisi PAD terendah dicapai oleh Kabupaten Sumba Barat Daya
sebesar 2,15% dari total realisasi pendapatan.
27
2.1 KONDISI UMUM
Realisasi anggaran pendapatan pemerintah
di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II
2017 telah mencapai Rp 11,74 triliun atau
46,06% dari total anggaran pendapatan
tahun 2017. Pencapaian tersebut tercatat
lebih rendah dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar
51,36% dan 53,3%. Realisasi pendapatan
terbesar diperoleh dari APBN sebesar
48,82%.
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP
25,48
35,41
11,74 11,12
APBN KAB PROV
20%19% 1%
1%
80% 79%
ANGGARAN
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.2.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
0,31
20,45
4,72
0,15
9,31
2,28
REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
APBN KAB PROV
18%13% 26%
28%
61% 54%
ANGGARAN
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.3.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
9,32
21,43
4,663,15
6,00
1,97
ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI
Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 telah mencapai Rp
11,12 triliun atau 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 29,81% dan 23,9%. Realisasi belanja terbesar
diperoleh dari APBD Provinsi sebesar 42,25%. Berkat pencapaian tersebut, Provinsi NTT menjadi provinsi dengan realisasi
APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan I 2017 sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penurunan pagu pendapatan APBN.
Komposisi anggaran pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 20,45 triliun
(80,25%), pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 4,72 triliun (18,53%), dan pendapatan APBN sebesar Rp 309,48 miliar
(1,21%). Realisasi anggaran pendapatan daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 46,06% dari total anggaran
pendapatan tahun 2017. Realisasi pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 9,31
triliun, pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 2,28 triliun, dan pendapatan APBN sebesar Rp 151,09 miliar.
Persentase realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah 45,50% atau merupakan persentase
realisasi terendah dibandingkan komposisi pendapatan lainnya. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 47,1% dan 50,3%. Komponen realisasi pendapatan APBD
Kabupaten/Kota yang terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 6,11 triliun atau 65,65% dari total realisasi
26 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 2.5. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
39,6%
0,3% 1,8%
4,4%
65,6%
9,5%
22,6%
35,6%
12,0%
12,7%5,3%
GRAFIK 2.4. PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENERIMAAN SUMBER DAYA ALAM
BAGIAN PEMERINTAH ATAS LABA BUMN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK LAINNYA
KAB/KOTA90,51%
0,00%
9,48%
pendapatan APBD Kabupaten/Kota. Sementara itu, realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kecil yakni sebesar Rp
410,36 miliar atau 4,41% dari total realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota.
Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi pada triwulan II 2017 adalah 48,31%. Pencapaian tersebut tercatat lebih
rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 50,0% dan 50,8%. Komponen realisasi
pendapatan APBD Provinsi yang terbesar adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 904,05 milyar (39,63% dari total
realisasi pendapatan APBD Provinsi) dan DAU sebesar Rp 812,82 milyar (35,63% dari total realisasi pendapatan APBD
Provinsi). Sementara itu, realisasi PAD sebesar Rp 515,78 milyar atau 22,61% dari total realisasi pendapatan APBD Provinsi.
Struktur realisasi pendapatan APBD baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi menunjukkan bahwa pemerintah daerah
masih tergantung pada pendanaan dari pemerintah pusat. Upaya peningkatan PAD perlu dilaksanakan secara intensif agar
mendorong kemandirian fiskal di daerah. Penggalian potensi ekonomi yang didukung oleh peningkatan investasi,
terutama swasta dapat dilakukan untuk meningkatkan PAD.
Persentase realisasi pendapatan APBN pada triwulan II 2017 adalah 48,82%. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 408,66% dan 233,6% karena pada tahun 2016
dan 2015 terdapat realisasi penerimaan pajak yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam anggaran pendapatan
pemerintah di Provinsi NTT. Sementara itu, sumber realisasi pendapatan APBN Provinsi Nusa Tenggara Timur sampai
dengan triwulan II 2017 berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). PNBP tersebut terdiri dari bagian pemerintah
atas laba BUMN sebesar Rp 136,76 miliar (90,51%) dan penerimaan negara bukan pajak lainnya sebesar Rp 14,33 miliar
(9,48%).
Berdasarkan aspek spasial, realisasi pendapatan tertinggi sampai dengan triwulan II 2017 dicapai oleh Kabupaten Sumba
Barat sebesar Rp 350,10 miliar atau 53,07% dari total anggaran pendapatan tahun 2017 sebesar Rp 659,67 miliar.
Komposisi realisasi tersebut terdiri dari DAU (65,85%) dan DAK (12,03). Sementara itu, realisasi pendapatan terendah
dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar Rp 446,36 miliar atau 33,49% dari total anggaran pendapatan
tahun 2017 sebesar Rp 1,33 triliun. Dari segi komposisi, DAU Kabupaten Timor Tengah Selatan paling rendah
dibandingkan Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi NTT yakni sebesar 56,35% dari total realisasi pendapatan sampai
dengan triwulan II 2017. Komposisi DAK Kabupaten Timor Tengah Selatan yang merupakan dana perimbangan untuk
penugasan khusus dari Pemerintah Pusat juga menempati posisi terendah dari segi komposisi yakni sebesar 1,14% dari
total realisasi pendapatan sampai dengan triwulan II 2017. Di sisi yang lain, komposisi PAD tertinggi dicapai oleh Kota
Kupang sebesar 11% dari total realisasi pendapatan. Komposisi PAD terendah dicapai oleh Kabupaten Sumba Barat Daya
sebesar 2,15% dari total realisasi pendapatan.
27
2.1 KONDISI UMUM
Realisasi anggaran pendapatan pemerintah
di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II
2017 telah mencapai Rp 11,74 triliun atau
46,06% dari total anggaran pendapatan
tahun 2017. Pencapaian tersebut tercatat
lebih rendah dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar
51,36% dan 53,3%. Realisasi pendapatan
terbesar diperoleh dari APBN sebesar
48,82%.
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH DI PROVINSI NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN REALISASI TRILIUN RP
25,48
35,41
11,74 11,12
APBN KAB PROV
20%19% 1%
1%
80% 79%
ANGGARAN
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.2.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
0,31
20,45
4,72
0,15
9,31
2,28
REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
APBN KAB PROV
18%13% 26%
28%
61% 54%
ANGGARAN
APBN KAB PROV
0
5
10
15
20
25
Triliun Rp
GRAFIK 2.3.
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
9,32
21,43
4,663,15
6,00
1,97
ANGGARAN REALISASI ANGGARAN REALISASI
Sementara itu, realisasi anggaran belanja pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 telah mencapai Rp
11,12 triliun atau 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja tercatat lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 29,81% dan 23,9%. Realisasi belanja terbesar
diperoleh dari APBD Provinsi sebesar 42,25%. Berkat pencapaian tersebut, Provinsi NTT menjadi provinsi dengan realisasi
APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Pada triwulan II 2017, anggaran pendapatan pemerintah di Provinsi NTT tahun 2017 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan I 2017 sebesar 0,64% atau menjadi Rp 25,48 triliun sebagai dampak penurunan pagu pendapatan APBN.
Komposisi anggaran pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 20,45 triliun
(80,25%), pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 4,72 triliun (18,53%), dan pendapatan APBN sebesar Rp 309,48 miliar
(1,21%). Realisasi anggaran pendapatan daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 46,06% dari total anggaran
pendapatan tahun 2017. Realisasi pendapatan tersebut terdiri dari pendapatan APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp 9,31
triliun, pendapatan APBD Provinsi sebesar Rp 2,28 triliun, dan pendapatan APBN sebesar Rp 151,09 miliar.
Persentase realisasi pendapatan APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah 45,50% atau merupakan persentase
realisasi terendah dibandingkan komposisi pendapatan lainnya. Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 47,1% dan 50,3%. Komponen realisasi pendapatan APBD
Kabupaten/Kota yang terbesar adalah Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 6,11 triliun atau 65,65% dari total realisasi
26 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL
BELANJA PEGAWAIBELANJA MODAL
KAB PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.10.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
APBN
35,66
8,18 3,81
36,20
56,74
29,92
28,09
13,22
19,74
39,11
7,2420,01
PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
NOMINAL %
PANGSA(%)
11.119,4
1.689,6
9.429,8
5.133,9
2.067,0
841,6
20,6
145,8
1.201,0
19,9
-
31,40
18,82
35,71
40,52
25,92
53,52
16,81
34,14
33,62
27,79
-
100,00
15,20
84,80
46,17
18,59
7,57
0,19
1,31
10,80
0,18
0,00
URAIAN RENCANA
35.407,6
8.977,8
26.409,2
12.670,1
7.973,0
1.572,4
122,6
427,1
3.572,5
71,6
20,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara
33,828,0
42,2
31,431,1
10,213,3
18,8
35,6 33,1
46,4
35,7
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0102030405060708090
100
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0
20
40
60
80
100
120
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2015I I I I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Realisasi belanja daerah terdiri dari belanja konsumsi sebesar 84,80% atau Rp 9,43 triliun dan belanja modal sebesar
15,20% atau Rp 1,69 triliun. Komposisi belanja konsumsi tertinggi dicapai oleh belanja pegawai dengan nilai Rp 5,13
triliun atau 46,17% dari total realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017. Pada triwulan II 2016 dan 2015, belanja
konsumsi juga mendominasi realisasi belanja daerah dengan komposisi masing-masing 87,05% dan 87,5% dari total
realisasi belanja daerah masing-masing tahun. Dominasi belanja konsumsi mulai menurun pada
triwulan II 2017 dan digantikan oleh belanja modal.
Berdasarkan persentase pencapaian realisasi anggaran
belanja tahun 2017, belanja hibah menempati posisi
tertinggi belanja pemerintah di Provinsi NTT dengan
persentase sebesar 53,52% dari total anggaran belanja
tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja hibah tersebut
juga serupa dengan pencapaian periode yang sama di
tahun 2016 dan 2015 dengan persentase realisasi masing-
masing sebesar 52,43% dan 48,82%.
2.3.1 Belanja APBN
Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 dan 2015 terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Pada triwulan II 2017,
realisasi belanja modal APBN adalah 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017. Realisasi ini lebih besar
dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 18,24% dan 12,17%. Realisasi belanja modal APBN ini sebagian
besar digunakan untuk investasi sumber daya air, salah satunya Bendungan Raknamo yang memasuki tahap penyelesaian.
29
GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN II 2017
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%SU
MBA
BA
RAT
SUM
BA T
ENG
AH
ALO
R
KO
TA K
UPA
NG
MA
LAK
A
ROTE
MA
TIM
END
E
SUM
BA T
IMU
R
LEM
BATA
MA
BAR
FLO
TIM
SBD
MA
NG
GA
RAI
NG
AD
A
SIK
KA
SABU
RA
IJUA
BELU
NA
GEK
EO
KA
B. K
UPA
NG
TTU
TTS
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2.3 BELANJA DAERAH
Anggaran belanja pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 0,63% pada
triwulan II 2017 atau menjadi Rp 35,41 triliun dibandingkan triwulan I 2017 sebagai dampak kenaikan anggaran belanja
bantuan sosial dan belanja barang/jasa pada APBN masing-masing sebesar 11,21% dan 6,98%. Realisasi anggaran
belanja daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017 atau sebesar Rp
11,12 triliun. Realisasi anggaran belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan
tahun 2015. Peningkatan realisasi anggaran belanja tersebut didorong oleh peningkatan realisasi anggaran belanja APBD
Provinsi dan APBN. Persentase realisasi anggaran belanja terbesar pada triwulan II 2017 adalah APBD Provinsi yakni
42,25% dari total anggaran belanja APBD Provinsi tahun 2017 atau sebesar Rp 1,97 triliun. Pencapaian tersebut lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 40,19% dan 36,55%. Pencapaian tersebut
menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan realisasi APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.
Realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan II 2017 adalah Rp 3,15 triliun atau 33,82% dari total anggaran belanja
APBN tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar
29,64% dan 19,36%. Sementara itu, realisasi anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah Rp 6
triliun atau 27,99% dari total angaran belanja APBD Kabupaten/Kota. Pencapaian tersebut mengalami penurunan
dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 28,03%. Penurunan tersebut disebabkan efek perubahan numenklatur dan
pergantian pejabat pada triwulan I 2017 yang menghambat realisasi anggaran.
Dari segi belanja modal, realisasi anggaran belanja modal pada triwulan II 2017 mencapai Rp 1,69 triliun atau 18,82% dari
total anggaran belanja modal tahun 2017 sebesar Rp 8,98 triliun. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 10,15% dan 13,38%. Realisasi belanja modal yang bersumber dari APBN
mengalami peningkatan menjadi 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 18,24% dan 12,17%. Realisasi anggaran
belanja modal yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan menjadi Rp 490,94 miliar atau
10,23% dari total anggaran belanja modal APBD Kabupaten/Kota tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 masing-masing sebesar 9,61% dan 5,83%. Sementara itu,
realisasi anggaran belanja modal APBD Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dari total anggaran belanja modal
APBD Provinsi tahun 2017 dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98% dan 20,42%.
28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
BELANJA MODALBELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASABELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HASIL
BELANJA PEGAWAIBELANJA MODAL
KAB PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.10.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
APBN
35,66
8,18 3,81
36,20
56,74
29,92
28,09
13,22
19,74
39,11
7,2420,01
PANGSA REALISASI BELANJA APBN PEMERINTAH, APBD KABUPATEN/KOTA, DAN PROVINSI
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
NOMINAL %
PANGSA(%)
11.119,4
1.689,6
9.429,8
5.133,9
2.067,0
841,6
20,6
145,8
1.201,0
19,9
-
31,40
18,82
35,71
40,52
25,92
53,52
16,81
34,14
33,62
27,79
-
100,00
15,20
84,80
46,17
18,59
7,57
0,19
1,31
10,80
0,18
0,00
URAIAN RENCANA
35.407,6
8.977,8
26.409,2
12.670,1
7.973,0
1.572,4
122,6
427,1
3.572,5
71,6
20,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah Tenggara
33,828,0
42,2
31,431,1
10,213,3
18,8
35,6 33,1
46,4
35,7
GRAFIK 2.7. REALISASI BELANJA DAERAH
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0102030405060708090
100
GRAFIK 2.8. REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0
20
40
60
80
100
120
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2015I I I I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Realisasi belanja daerah terdiri dari belanja konsumsi sebesar 84,80% atau Rp 9,43 triliun dan belanja modal sebesar
15,20% atau Rp 1,69 triliun. Komposisi belanja konsumsi tertinggi dicapai oleh belanja pegawai dengan nilai Rp 5,13
triliun atau 46,17% dari total realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017. Pada triwulan II 2016 dan 2015, belanja
konsumsi juga mendominasi realisasi belanja daerah dengan komposisi masing-masing 87,05% dan 87,5% dari total
realisasi belanja daerah masing-masing tahun. Dominasi belanja konsumsi mulai menurun pada
triwulan II 2017 dan digantikan oleh belanja modal.
Berdasarkan persentase pencapaian realisasi anggaran
belanja tahun 2017, belanja hibah menempati posisi
tertinggi belanja pemerintah di Provinsi NTT dengan
persentase sebesar 53,52% dari total anggaran belanja
tahun 2017. Pencapaian realisasi belanja hibah tersebut
juga serupa dengan pencapaian periode yang sama di
tahun 2016 dan 2015 dengan persentase realisasi masing-
masing sebesar 52,43% dan 48,82%.
2.3.1 Belanja APBN
Pencapaian realisasi anggaran belanja APBN di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 lebih tinggi dibandingkan periode yang
sama tahun 2016 dan 2015 terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja modal APBN. Pada triwulan II 2017,
realisasi belanja modal APBN adalah 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017. Realisasi ini lebih besar
dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 18,24% dan 12,17%. Realisasi belanja modal APBN ini sebagian
besar digunakan untuk investasi sumber daya air, salah satunya Bendungan Raknamo yang memasuki tahap penyelesaian.
29
GRAFIK 2.6. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN II 2017
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
SUM
BA B
ARA
T
SUM
BA T
ENG
AH
ALO
R
KO
TA K
UPA
NG
MA
LAK
A
ROTE
MA
TIM
END
E
SUM
BA T
IMU
R
LEM
BATA
MA
BAR
FLO
TIM
SBD
MA
NG
GA
RAI
NG
AD
A
SIK
KA
SABU
RA
IJUA
BELU
NA
GEK
EO
KA
B. K
UPA
NG
TTU
TTS
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
2.3 BELANJA DAERAH
Anggaran belanja pemerintah di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 0,63% pada
triwulan II 2017 atau menjadi Rp 35,41 triliun dibandingkan triwulan I 2017 sebagai dampak kenaikan anggaran belanja
bantuan sosial dan belanja barang/jasa pada APBN masing-masing sebesar 11,21% dan 6,98%. Realisasi anggaran
belanja daerah sepanjang triwulan II 2017 baru mencapai 31,40% dari total anggaran belanja tahun 2017 atau sebesar Rp
11,12 triliun. Realisasi anggaran belanja tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan
tahun 2015. Peningkatan realisasi anggaran belanja tersebut didorong oleh peningkatan realisasi anggaran belanja APBD
Provinsi dan APBN. Persentase realisasi anggaran belanja terbesar pada triwulan II 2017 adalah APBD Provinsi yakni
42,25% dari total anggaran belanja APBD Provinsi tahun 2017 atau sebesar Rp 1,97 triliun. Pencapaian tersebut lebih
tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 40,19% dan 36,55%. Pencapaian tersebut
menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan realisasi APBD Provinsi terbesar nasional pada triwulan II 2017.
Realisasi anggaran belanja APBN pada triwulan II 2017 adalah Rp 3,15 triliun atau 33,82% dari total anggaran belanja
APBN tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar
29,64% dan 19,36%. Sementara itu, realisasi anggaran belanja APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 adalah Rp 6
triliun atau 27,99% dari total angaran belanja APBD Kabupaten/Kota. Pencapaian tersebut mengalami penurunan
dibandingkan triwulan II 2016 sebesar 28,03%. Penurunan tersebut disebabkan efek perubahan numenklatur dan
pergantian pejabat pada triwulan I 2017 yang menghambat realisasi anggaran.
Dari segi belanja modal, realisasi anggaran belanja modal pada triwulan II 2017 mencapai Rp 1,69 triliun atau 18,82% dari
total anggaran belanja modal tahun 2017 sebesar Rp 8,98 triliun. Pencapaian tersebut lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 sebesar 10,15% dan 13,38%. Realisasi belanja modal yang bersumber dari APBN
mengalami peningkatan menjadi 31,06% dari total anggaran belanja modal APBN tahun 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 18,24% dan 12,17%. Realisasi anggaran
belanja modal yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota juga mengalami peningkatan menjadi Rp 490,94 miliar atau
10,23% dari total anggaran belanja modal APBD Kabupaten/Kota tahun 2017. Pencapaian tersebut lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dan tahun 2015 masing-masing sebesar 9,61% dan 5,83%. Sementara itu,
realisasi anggaran belanja modal APBD Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dari total anggaran belanja modal
APBD Provinsi tahun 2017 dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98% dan 20,42%.
28 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Secara spasial, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota selama triwulan II 2017 adalah 27,76%. Kabupaten Ende
menempati posisi tertinggi realisasi belanja dengan persentase 38,10%, diikuti oleh Kabupaten Flores Timur dan
Kabupaten Manggarai Timur dengan persentase masing-masing 37,87% dan 37,74%. Sementara itu, tiga posisi
terbawah realisasi belanja daerah ditempati oleh Kabupaten Sabu Raijua (16,14%), Kabupaten Nagekeo (18,21%), dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan (18,43%). Pencapaian tersebut disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal dan
realisasi belanja lainnya, yang salah satunya terdiri dari belanja hibah.Dari segi belanja modal, realisasi tertinggi pada
triwulan II 2017 juga diraih oleh Kabupaten Ende dengan persentase 34,57%. Kabupaten Alor menyusul di peringkat
kedua dengan realisasi 24,65%. Sementara itu, realisasi belanja modal terendah dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah
Utara (1,07%), Kabupaten Kupang (1,89%) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (1,96%). Empat belas Kabupaten
mempunyai realisasi belanja modal di bawah 10% sampai dengan triwulan II 2017. Realisasi belanja modal yang rendah ini
perlu mendapat perhatian pemerintah Kabupaten/Kota karena ketersediaan infrastruktur akan menstimulus
perekonomian suatu daerah.
GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :KKP, diolah
GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
END
E
FLO
TIM
MA
TIM
ALO
R
BELU
KO
TA K
UPA
NG
MA
BAR
SBD
MA
NG
GA
RAI
SUM
BA T
ENG
AH
ROTE
NG
AD
A
SUM
BA T
IMU
R
MA
LAK
A
SIK
KA
KA
B. K
UPA
NG
LEM
BATA
SUM
BA B
ARA
T
TTU
TTS
NA
GEK
EO
SABU
RA
IJUA
31
Selain itu, belanja modal APBN juga digunakan untuk penyelenggaraan jalan, perumahan, infrastruktur pemukiman, dan
penyelenggaraan transportasi. Sementara itu, realisasi belanja konsumsi pada triwulan II 2017 adalah 35,58% dari total
anggaran belanja konsumsi APBN tahun 2017. Realisasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun 2016 yakni 37%. Hal ini disebabkan oleh penghematan belanja yang dilaksanakan pemerintah daerah pada
triwulan II 2017. Berdasarkan komposisinya, realisasi belanja APBN pada triwulan II 2017 terdiri dari belanja pegawai yakni
36,20% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,14 triliun, belanja modal yakni 35,66%
dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun, dan belanja barang dan jasa yakni
28,09% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 885,11 milyar. Ke depannya, realisasi belanja
modal akan terus meningkat terutama terkait investasi sumber daya air menyusul ditetapkannya Bendungan Napungete 1dan Bendungan Temef sebagai proyek strategis nasional per Juni 2017 .
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 ditetapkan 15 Juni 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyeks Strategis Nasional
1.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Realisasi anggaran belanja APBD Provinsi menempati urutan tertinggi realisasi belanja daerah pada triwulan II
2017.Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh peningkatan realisasi anggaran belanja konsumsi APBD Provinsi. Pada
triwulan II 2017, realisasi belanja konsumsi APBD Provinsi adalah 46,64% dari total anggaran belanja konsumsi APBD
Provinsi tahun 2017. Realisasi ini lebih besar dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 44,2% dan 39,9%.
Secara komposisi, pangsa realisasi belanja konsumsi APBD Provinsipada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja
hibah sebesar Rp 770,55 miliar (39,11% dari total realisasi belanja daerah) dan belanja pegawai sebesar Rp 589,48 miliar
(29,92% dari total realisasi belanja daerah). Belanja hibah terutama digunakan untuk penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan program Desa Mandiri Anggur Merah sesuai kebijakan pemberdayaan masyarakat oleh
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.Sementara itu, pencapaian belanja pegawai terutama didorong oleh pengalihan
kewenangan pembayaran gaji guru SMA ke Provinsi mulai tahun ini serta pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) pada
pegawai negeri dalam rangka Idul Fitri. Dari segi belanja modal APBD Provinsi, persentase realisasi anggaran belanja APBD
Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98%
dan 20,42%. Hal ini disebabkan karena keterlambatan pengadaan belanja modal yang bersifat administratif. Belanja
modal APBD Provinsi memiliki komposisi yang rendah yakni 3,81% dari keseluruhan realisasi belanja APBD Provinsi selama
triwulan II 2017. Oleh karena itu, realisasi belanja modal APBD Provinsi perlu ditingkatkan untuk mengejar target
pencapaian tahun 2017.
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBD Kabupaten/Kota mengalami penurunan yang tidak signifikan dibandingkan
periode yang sama di tahun 2016. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan realisasi belanja konsumsi APBD
Kabupaten/Kota. Persentase realisasi belanja konsumsi APBD Kabupaten/Kota adalah 33,12% atau senilai dengan Rp 5,51
triliun, lebih kecil daripada pencapaian triwulan II 2016 yang mencapai 34,3%. Secara komposisi, pangsa realisasi belanja
APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja pegawai sebesar Rp 3,40 triliun (56,74%
dari total realisasi belanja daerah). Pencapaian belanja pegawai didorong oleh pembayaran THR pada pegawai negeri
dalam rangka Idul Fitri.
30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Secara spasial, rata-rata realisasi belanja di tiap Kabupaten/Kota selama triwulan II 2017 adalah 27,76%. Kabupaten Ende
menempati posisi tertinggi realisasi belanja dengan persentase 38,10%, diikuti oleh Kabupaten Flores Timur dan
Kabupaten Manggarai Timur dengan persentase masing-masing 37,87% dan 37,74%. Sementara itu, tiga posisi
terbawah realisasi belanja daerah ditempati oleh Kabupaten Sabu Raijua (16,14%), Kabupaten Nagekeo (18,21%), dan
Kabupaten Timor Tengah Selatan (18,43%). Pencapaian tersebut disebabkan oleh rendahnya realisasi belanja modal dan
realisasi belanja lainnya, yang salah satunya terdiri dari belanja hibah.Dari segi belanja modal, realisasi tertinggi pada
triwulan II 2017 juga diraih oleh Kabupaten Ende dengan persentase 34,57%. Kabupaten Alor menyusul di peringkat
kedua dengan realisasi 24,65%. Sementara itu, realisasi belanja modal terendah dicapai oleh Kabupaten Timor Tengah
Utara (1,07%), Kabupaten Kupang (1,89%) dan Kabupaten Timor Tengah Selatan (1,96%). Empat belas Kabupaten
mempunyai realisasi belanja modal di bawah 10% sampai dengan triwulan II 2017. Realisasi belanja modal yang rendah ini
perlu mendapat perhatian pemerintah Kabupaten/Kota karena ketersediaan infrastruktur akan menstimulus
perekonomian suatu daerah.
GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber :KKP, diolah
GRAFIK 2.11. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODALBELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA REALISASI (LINE KANAN)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
END
E
FLO
TIM
MA
TIM
ALO
R
BELU
KO
TA K
UPA
NG
MA
BAR
SBD
MA
NG
GA
RAI
SUM
BA T
ENG
AH
ROTE
NG
AD
A
SUM
BA T
IMU
R
MA
LAK
A
SIK
KA
KA
B. K
UPA
NG
LEM
BATA
SUM
BA B
ARA
T
TTU
TTS
NA
GEK
EO
SABU
RA
IJUA
31
Selain itu, belanja modal APBN juga digunakan untuk penyelenggaraan jalan, perumahan, infrastruktur pemukiman, dan
penyelenggaraan transportasi. Sementara itu, realisasi belanja konsumsi pada triwulan II 2017 adalah 35,58% dari total
anggaran belanja konsumsi APBN tahun 2017. Realisasi tersebut masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun 2016 yakni 37%. Hal ini disebabkan oleh penghematan belanja yang dilaksanakan pemerintah daerah pada
triwulan II 2017. Berdasarkan komposisinya, realisasi belanja APBN pada triwulan II 2017 terdiri dari belanja pegawai yakni
36,20% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,14 triliun, belanja modal yakni 35,66%
dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 1,12 triliun, dan belanja barang dan jasa yakni
28,09% dari total belanja daerah APBN pada triwulan II 2017 atau sebesar Rp 885,11 milyar. Ke depannya, realisasi belanja
modal akan terus meningkat terutama terkait investasi sumber daya air menyusul ditetapkannya Bendungan Napungete 1dan Bendungan Temef sebagai proyek strategis nasional per Juni 2017 .
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2017 ditetapkan 15 Juni 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyeks Strategis Nasional
1.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Realisasi anggaran belanja APBD Provinsi menempati urutan tertinggi realisasi belanja daerah pada triwulan II
2017.Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh peningkatan realisasi anggaran belanja konsumsi APBD Provinsi. Pada
triwulan II 2017, realisasi belanja konsumsi APBD Provinsi adalah 46,64% dari total anggaran belanja konsumsi APBD
Provinsi tahun 2017. Realisasi ini lebih besar dari periode yang sama di tahun 2016 dan 2015 yakni 44,2% dan 39,9%.
Secara komposisi, pangsa realisasi belanja konsumsi APBD Provinsipada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja
hibah sebesar Rp 770,55 miliar (39,11% dari total realisasi belanja daerah) dan belanja pegawai sebesar Rp 589,48 miliar
(29,92% dari total realisasi belanja daerah). Belanja hibah terutama digunakan untuk penyaluran dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan program Desa Mandiri Anggur Merah sesuai kebijakan pemberdayaan masyarakat oleh
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.Sementara itu, pencapaian belanja pegawai terutama didorong oleh pengalihan
kewenangan pembayaran gaji guru SMA ke Provinsi mulai tahun ini serta pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) pada
pegawai negeri dalam rangka Idul Fitri. Dari segi belanja modal APBD Provinsi, persentase realisasi anggaran belanja APBD
Provinsi mengalami penurunan menjadi 13,35% dibandingkan triwulan II 2016 dan 2015 masing-masing sebesar 26,98%
dan 20,42%. Hal ini disebabkan karena keterlambatan pengadaan belanja modal yang bersifat administratif. Belanja
modal APBD Provinsi memiliki komposisi yang rendah yakni 3,81% dari keseluruhan realisasi belanja APBD Provinsi selama
triwulan II 2017. Oleh karena itu, realisasi belanja modal APBD Provinsi perlu ditingkatkan untuk mengejar target
pencapaian tahun 2017.
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
Pada triwulan II 2017, realisasi belanja APBD Kabupaten/Kota mengalami penurunan yang tidak signifikan dibandingkan
periode yang sama di tahun 2016. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan realisasi belanja konsumsi APBD
Kabupaten/Kota. Persentase realisasi belanja konsumsi APBD Kabupaten/Kota adalah 33,12% atau senilai dengan Rp 5,51
triliun, lebih kecil daripada pencapaian triwulan II 2016 yang mencapai 34,3%. Secara komposisi, pangsa realisasi belanja
APBD Kabupaten/Kota pada triwulan II 2017 terutama disumbang oleh belanja pegawai sebesar Rp 3,40 triliun (56,74%
dari total realisasi belanja daerah). Pencapaian belanja pegawai didorong oleh pembayaran THR pada pegawai negeri
dalam rangka Idul Fitri.
30 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
309.480
9.316.225
3.617.941
5.698.285
2.679.840
2.997.608
-
20.837
-
-
-
-
(9.006.746)
20.452.365
21.428.151
4.797.674
16.630.477
8.621.451
4.053.221
223.974
78.572
20.103
3.569.084
64.071
-
(975.786)
1.074.746
1.061.452
13.294
99.050
69.050
30.000
975.696
(91)
4.722.737
4.663.191
562.136
4.080.399
1.368.796
922.141
1.348.420
23.151
406.968
3.423
7.500
20.655
59.546
122.954
115.383
7.570
182.500
82.500
100.000
(59.546)
-
25.484.581
35.407.567
8.977.751
26.409.161
12.670.086
7.972.970
1.572.394
122.560
427.071
3.572.507
71.571
20.655
(9.922.986)
1.197.700
1.176.835
20.864
281.550
151.550
130.000
916.150
(91)
151.086
3.151.013
1.123.655
2.027.357
1.140.716
885.113
-
1.528
-
-
-
-
(2.999.926)
9.306.735
5.998.344
490.943
5.507.401
3.403.736
792.972
71.032
16.669
3.067
1.200.040
19.885
-
3.308.391
894.104
893.560
545
45.500
35.500
10.000
848.604
848.608
2.281.448
1.970.070
75.035
1.895.035
589.482
388.870
770.550
2.407
142.719
1.000
7
-
311.378
285.739
282.889
2.850
75.000
75.000
-
210.739
210.739
11.739.269
11.119.427
1.689.633
9.429.793
5.133.934
2.066.954
841.582
20.605
145.787
1.201.040
19.891
-
619.843
1.179.843
1.176.448
3.395
120.500
110.500
10.000
1.059.343
1.059.347
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 107,25
449,44
77,99
4.301,59
4.936,27
0,03
3,30
14,47
275,26
293,06
-
235,04
84,89
1.249,16
1.569,09
107,27
687,78
177,35
5.826,01
6.798,41
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
Sumber: Bank Indonesia, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
TRILIUN RP
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan II 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,80 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 34,10% dibandingkan
triwulan I 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 5,07 triliun. Komponen DPK pemerintah paling banyak adalah giro
dengan nilai Rp 4,94 triliun atau 72,61% dari total dana pemerintah di perbankan. Peningkatan DPK Pemerintah pada
triwulan II 2017 menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah. Di sisi yang lain,
ketersediaan dana yang besar di perbankan juga menjadi potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik pada triwulan berikutnya.
32
Perkembangan I nflasi03
Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan inflasi terjadi pada komoditas administered prices yang lebih
disebabkan oleh tingginya kenaikan permintaan angkutan udara pada libur panjang keagamaan dan libur sekolah,
sedangkan kelompok volatile food justru mengalami deflasi karena kondisi cuaca yang relatif terjaga serta adanya
panen sejumlah komoditas.
Secara spasial, baik di Kota Kupang maupun Kota Maumere, inflasi sepanjang triwulan II 2017 masih relatif terjaga
terutama disebabkan oleh harga bahan makanan yang cenderung menurun. Adapun penyumbang inflasi di Kota
Kupang cenderung lebih disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi transportasi, sedangkan inflasi di Kota Maumere
lebih disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok perumahan karena kenaikan tarif listrik, transportasi dan
kesehatan.
Inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih relatif terjaga seiring dengan adanya deflasi pada bulan Juli 2017
serta relatif stabilnya harga-harga hingga bulan September 2017. Adanya hari raya kemerdekaan Republik
Indonesia dan potensi kenaikan biaya pendidikan tinggi diperkirakan tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap
inflasi. Stabilitas harga pangan diperkirakan masih menjadi pendorong seiring dengan masih bagusnya cuaca.
Inflasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menunjukkan kondisi yang masih relatif terjaga dengan nilai inflasi
sebesar 2,45% (yoy), menjadikan NTT sebagai provinsi dengan inflasi terendah di Indonesia. Adanya beberapa
kegiatan dan libur keagamaan seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Paskah dan Isra Mi’raj serta libur sekolah,
tambahan gaji PNS ke-14, tunjangan hari raya dan kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt yang
ke-3 mendorong peningkatan inflasi terutama di kelompok sandang dan transportasi, namun dapat ditahan oleh
deflasi bahan makanan yang terjadi di sepanjang triwulan II 2017.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
309.480
9.316.225
3.617.941
5.698.285
2.679.840
2.997.608
-
20.837
-
-
-
-
(9.006.746)
20.452.365
21.428.151
4.797.674
16.630.477
8.621.451
4.053.221
223.974
78.572
20.103
3.569.084
64.071
-
(975.786)
1.074.746
1.061.452
13.294
99.050
69.050
30.000
975.696
(91)
4.722.737
4.663.191
562.136
4.080.399
1.368.796
922.141
1.348.420
23.151
406.968
3.423
7.500
20.655
59.546
122.954
115.383
7.570
182.500
82.500
100.000
(59.546)
-
25.484.581
35.407.567
8.977.751
26.409.161
12.670.086
7.972.970
1.572.394
122.560
427.071
3.572.507
71.571
20.655
(9.922.986)
1.197.700
1.176.835
20.864
281.550
151.550
130.000
916.150
(91)
151.086
3.151.013
1.123.655
2.027.357
1.140.716
885.113
-
1.528
-
-
-
-
(2.999.926)
9.306.735
5.998.344
490.943
5.507.401
3.403.736
792.972
71.032
16.669
3.067
1.200.040
19.885
-
3.308.391
894.104
893.560
545
45.500
35.500
10.000
848.604
848.608
2.281.448
1.970.070
75.035
1.895.035
589.482
388.870
770.550
2.407
142.719
1.000
7
-
311.378
285.739
282.889
2.850
75.000
75.000
-
210.739
210.739
11.739.269
11.119.427
1.689.633
9.429.793
5.133.934
2.066.954
841.582
20.605
145.787
1.201.040
19.891
-
619.843
1.179.843
1.176.448
3.395
120.500
110.500
10.000
1.059.343
1.059.347
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 107,25
449,44
77,99
4.301,59
4.936,27
0,03
3,30
14,47
275,26
293,06
-
235,04
84,89
1.249,16
1.569,09
107,27
687,78
177,35
5.826,01
6.798,41
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 2.12. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
Sumber: Bank Indonesia, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
TRILIUN RP
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
Berdasarkan data perbankan sampai dengan triwulan II 2017, Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 6,80 triliun. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 34,10% dibandingkan
triwulan I 2017 yang memiliki jumlah sebesar Rp 5,07 triliun. Komponen DPK pemerintah paling banyak adalah giro
dengan nilai Rp 4,94 triliun atau 72,61% dari total dana pemerintah di perbankan. Peningkatan DPK Pemerintah pada
triwulan II 2017 menunjukkan bahwa penyaluran realisasi belanja pemerintah masih cukup rendah. Di sisi yang lain,
ketersediaan dana yang besar di perbankan juga menjadi potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik pada triwulan berikutnya.
32
Perkembangan I nflasi03
Berdasarkan disagregasi inflasi, kenaikan inflasi terjadi pada komoditas administered prices yang lebih
disebabkan oleh tingginya kenaikan permintaan angkutan udara pada libur panjang keagamaan dan libur sekolah,
sedangkan kelompok volatile food justru mengalami deflasi karena kondisi cuaca yang relatif terjaga serta adanya
panen sejumlah komoditas.
Secara spasial, baik di Kota Kupang maupun Kota Maumere, inflasi sepanjang triwulan II 2017 masih relatif terjaga
terutama disebabkan oleh harga bahan makanan yang cenderung menurun. Adapun penyumbang inflasi di Kota
Kupang cenderung lebih disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi transportasi, sedangkan inflasi di Kota Maumere
lebih disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok perumahan karena kenaikan tarif listrik, transportasi dan
kesehatan.
Inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih relatif terjaga seiring dengan adanya deflasi pada bulan Juli 2017
serta relatif stabilnya harga-harga hingga bulan September 2017. Adanya hari raya kemerdekaan Republik
Indonesia dan potensi kenaikan biaya pendidikan tinggi diperkirakan tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap
inflasi. Stabilitas harga pangan diperkirakan masih menjadi pendorong seiring dengan masih bagusnya cuaca.
Inflasi di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menunjukkan kondisi yang masih relatif terjaga dengan nilai inflasi
sebesar 2,45% (yoy), menjadikan NTT sebagai provinsi dengan inflasi terendah di Indonesia. Adanya beberapa
kegiatan dan libur keagamaan seperti hari raya Idul Fitri, hari raya Paskah dan Isra Mi’raj serta libur sekolah,
tambahan gaji PNS ke-14, tunjangan hari raya dan kenaikan tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt yang
ke-3 mendorong peningkatan inflasi terutama di kelompok sandang dan transportasi, namun dapat ditahan oleh
deflasi bahan makanan yang terjadi di sepanjang triwulan II 2017.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Angkutan Udara
Kangkung
Wortel
Tahu Mentah
Pucuk Labu
Daun Seledri
Rokok Kretek Filter
Besi Beton
Terong Panjang
Celana Panjang Jeans
12,83
20,82
31,35
8,58
45,79
85,60
1,36
2,93
19,07
7,92
Komoditas Inflasi (%)
0,35
0,16
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
APRIL
Tarip Listrik
Bawang Putih
Ekor Kuning
Tongkol
Kembung
Telur Ayam Ras
Cakalang
Daun Singkong
Seng
Apel
4,37
21,30
37,09
7,57
4,67
3,79
18,94
14,36
1,51
11,75
Komoditas Inflasi (%)
0,13
0,07
0,04
0,04
0,04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
Andil (%)
MEI
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Nasi dengan Lauk
Ekor Kuning
Kakap Merah
Kue Kering
Kentang
Telur Ayam Ras
Buncis
Tauge/Kecambah
24,88
33,33
1,64
20,78
15,36
7,79
7,58
2,07
15,41
15,51
Komoditas Inflasi (%)
0,74
0,26
0,04
0,03
0,03
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
Andil (%)
JUNI
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
Tembang
Tongkol
Kakap Merah
Ekor Kuning
Bunga Pepaya
Nasi dengan Lauk
Kue Kering
Terong Panjang
74,16
11,26
30,25
15,38
24,11
28,11
64,74
1,72
8,52
26,70
Komoditas Inflasi (%)
0,12
0,12
0,09
0,08
0,06
0,05
0,04
0,04
0,03
0,02
Andil (%)
JULI
3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan
Secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT juga masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 0,74% (qtq),
lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,18% (qtq). Secara bulanan, inflasi juga relatif terkendali
dengan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2017 seiring dengan adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Pada bulan
April, Provinsi NTT masih mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya libur panjang yang meningkatkan tarif
angkutan udara dan kembali menurun di bulan Mei 2017.
Inflasi pada bulan April 2017 sebesar 0,24% (mtm), lebih tinggi dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang sebesar 0,16 (av-
mtm) atau inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Peningkatan inflasi lebih disebabkan oleh adanya kenaikan tarif
angkutan udara hingga 12,83% (mtm) seiring dengan adanya libur panjang hari raya Paskah dan Isra Mi’raj Nabi
Muhammad SAW. Harga bahan makanan secara umum masih mengalami penurunan namun cenderung melambat
dibanding bulan sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok komoditas ikan segar dengan 4 komoditas
(kembung, ekor kuning, tembang dan cakalang) menjadi penyumbang deflasi terbesar seiring dengan cukup baiknya
cuaca sehingga hasil tangkapan ikan cukup melimpah di pasar.
Pada bulan Mei 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi 0,01% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali turunnya
tarif angkutan udara dan masih relatif stabilnya harga bahan makanan. Pada bulan ini juga terlihat beberapa komoditas
kembali mengalami normalisasi harga seperti komoditas ikan segar yang kembali mengalami kenaikan setelah turun
cukup besar di bulan sebelumnya.
Pada bulan Juni 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,51%(mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional yang sebesar 0,69% (mtm). Adanya hari raya Idul Fitri hanya berpengaruh terhadap inflasi angkutan udara yang
meningkat hingga 24,88% (mtm) karena banyaknya permintaan mudik bagi para pendatang dari luar NTT. Adanya
kenaikan harga daging ayam ras lebih disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah harga cenderung rendah dalam dua
bulan sebelumnya, yang membuat banyak peternak mengurangi pasokan dan peternak mandiri banyak yang
menghentikan usahanya. Adanya musim angin timur juga membuat beberapa harga ikan seperti ikan ekor kuning dan
kakap mengalami kenaikan namun harga beberapa jenis ikan (tongkol dan kembung) masih relatif terjaga. Namun
demikian secara umum, inflasi masih relatif terjaga terutama disebabkan oleh turunnya inflasi pada komoditas bahan
makanan dikarenakan oleh cukup kondusifnya cuaca untuk bercocok tanam.
35
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
ANGKUTAN UDARA
TARIP LISTRIK
BIAYA PERPANJANGAN STNK
DAGING BABI
ROKOK KRETEK FILTER
MOBIL
TAHU MENTAH
PUCUK LABU
CABAI RAWIT
ROKOK KRETEK
26,25
22,50
102,93
21,14
7,53
8,42
22,46
94,20
30,54
11,55
KOMODITAS INFLASI
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
YOY
0,78
0,71
0,20
0,15
0,14
0,11
0,11
0,10
0,10
0,08
SUM YOY
SAWI PUTIH
KEMBUNG
DAGING AYAM RAS
TOMAT SAYUR
KUBIS
GULA PASIR
BAYAM
BAWANG MERAH
SAWI HIJAU
LENGKUAS
(28,01)
(25,13)
(25,06)
(37,28)
(61,48)
(8,88)
(18,61)
(14,40)
(41,37)
(30,77)
KOMODITAS DEFLASI
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
YOY
(0,23)
(0,23)
(0,20)
(0,11)
(0,07)
(0,07)
(0,06)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
SUM YOY
Sumber : BPS diolah
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
INFLASI TAHUNAN (%)
0,01
1,01
2,01
3,01
4,01
5,01
6,01
7,01
8,01
9,01
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2017
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
I I I 7
4,37 3,88
2,45 2,61
3.1. Kondisi Umum
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari laju inflasi yang hanya
sebesar 2,45% (yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir
yang mencapai 4,49% (av-yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan
mengalami penurunan di sepanjang triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan
permintaan karena adanya berbagai libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-14 dan THR. Tingginya kenaikan
permintaan tersebut berdampak pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah.
Selain itu, inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah
tangga daya 900 watt atau pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang hari
raya idul fitri dan menjelang tahun ajaran baru. Adapun inflasi pada komoditas lain relatif terkendali.
Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi
penyumbang utama tingginya inflasi pada triwulan II 2017
dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun
sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan
udara menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif
listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang
disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga
dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih
d a r i 1 0 0 % . D e m i k i a n j u g a d e n g a n
kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan, 5 komoditas
merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 komoditas berupa komoditas bahan makanan dan 1 komoditas mobil.
Adapun berdasarkan 10 komoditas penyumbang deflasi utama, 9 komoditas diantaranya berupa komoditas bahan
makanan dan 1 gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi putih menjadi komoditas
dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy), daging ayam ras (25,06%-
yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I 2017 membuat produksi
pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan oleh penurunan inflasi volatile
food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.
34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Angkutan Udara
Kangkung
Wortel
Tahu Mentah
Pucuk Labu
Daun Seledri
Rokok Kretek Filter
Besi Beton
Terong Panjang
Celana Panjang Jeans
12,83
20,82
31,35
8,58
45,79
85,60
1,36
2,93
19,07
7,92
Komoditas Inflasi (%)
0,35
0,16
0,05
0,04
0,04
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
APRIL
Tarip Listrik
Bawang Putih
Ekor Kuning
Tongkol
Kembung
Telur Ayam Ras
Cakalang
Daun Singkong
Seng
Apel
4,37
21,30
37,09
7,57
4,67
3,79
18,94
14,36
1,51
11,75
Komoditas Inflasi (%)
0,13
0,07
0,04
0,04
0,04
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
Andil (%)
MEI
Angkutan Udara
Daging Ayam Ras
Nasi dengan Lauk
Ekor Kuning
Kakap Merah
Kue Kering
Kentang
Telur Ayam Ras
Buncis
Tauge/Kecambah
24,88
33,33
1,64
20,78
15,36
7,79
7,58
2,07
15,41
15,51
Komoditas Inflasi (%)
0,74
0,26
0,04
0,03
0,03
0,03
0,02
0,02
0,01
0,01
Andil (%)
JUNI
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
Tembang
Tongkol
Kakap Merah
Ekor Kuning
Bunga Pepaya
Nasi dengan Lauk
Kue Kering
Terong Panjang
74,16
11,26
30,25
15,38
24,11
28,11
64,74
1,72
8,52
26,70
Komoditas Inflasi (%)
0,12
0,12
0,09
0,08
0,06
0,05
0,04
0,04
0,03
0,02
Andil (%)
JULI
3.1.1 Inflasi Triwulanan dan Bulanan
Secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT juga masih relatif terkendali dengan nilai inflasi sebesar 0,74% (qtq),
lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,18% (qtq). Secara bulanan, inflasi juga relatif terkendali
dengan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2017 seiring dengan adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Pada bulan
April, Provinsi NTT masih mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya libur panjang yang meningkatkan tarif
angkutan udara dan kembali menurun di bulan Mei 2017.
Inflasi pada bulan April 2017 sebesar 0,24% (mtm), lebih tinggi dari rata-rata inflasi 3 tahun terakhir yang sebesar 0,16 (av-
mtm) atau inflasi nasional yang sebesar 0,09% (mtm). Peningkatan inflasi lebih disebabkan oleh adanya kenaikan tarif
angkutan udara hingga 12,83% (mtm) seiring dengan adanya libur panjang hari raya Paskah dan Isra Mi’raj Nabi
Muhammad SAW. Harga bahan makanan secara umum masih mengalami penurunan namun cenderung melambat
dibanding bulan sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada kelompok komoditas ikan segar dengan 4 komoditas
(kembung, ekor kuning, tembang dan cakalang) menjadi penyumbang deflasi terbesar seiring dengan cukup baiknya
cuaca sehingga hasil tangkapan ikan cukup melimpah di pasar.
Pada bulan Mei 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi 0,01% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali turunnya
tarif angkutan udara dan masih relatif stabilnya harga bahan makanan. Pada bulan ini juga terlihat beberapa komoditas
kembali mengalami normalisasi harga seperti komoditas ikan segar yang kembali mengalami kenaikan setelah turun
cukup besar di bulan sebelumnya.
Pada bulan Juni 2017, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,51%(mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan inflasi
nasional yang sebesar 0,69% (mtm). Adanya hari raya Idul Fitri hanya berpengaruh terhadap inflasi angkutan udara yang
meningkat hingga 24,88% (mtm) karena banyaknya permintaan mudik bagi para pendatang dari luar NTT. Adanya
kenaikan harga daging ayam ras lebih disebabkan oleh berkurangnya pasokan setelah harga cenderung rendah dalam dua
bulan sebelumnya, yang membuat banyak peternak mengurangi pasokan dan peternak mandiri banyak yang
menghentikan usahanya. Adanya musim angin timur juga membuat beberapa harga ikan seperti ikan ekor kuning dan
kakap mengalami kenaikan namun harga beberapa jenis ikan (tongkol dan kembung) masih relatif terjaga. Namun
demikian secara umum, inflasi masih relatif terjaga terutama disebabkan oleh turunnya inflasi pada komoditas bahan
makanan dikarenakan oleh cukup kondusifnya cuaca untuk bercocok tanam.
35
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
ANGKUTAN UDARA
TARIP LISTRIK
BIAYA PERPANJANGAN STNK
DAGING BABI
ROKOK KRETEK FILTER
MOBIL
TAHU MENTAH
PUCUK LABU
CABAI RAWIT
ROKOK KRETEK
26,25
22,50
102,93
21,14
7,53
8,42
22,46
94,20
30,54
11,55
KOMODITAS INFLASI
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
YOY
0,78
0,71
0,20
0,15
0,14
0,11
0,11
0,10
0,10
0,08
SUM YOY
SAWI PUTIH
KEMBUNG
DAGING AYAM RAS
TOMAT SAYUR
KUBIS
GULA PASIR
BAYAM
BAWANG MERAH
SAWI HIJAU
LENGKUAS
(28,01)
(25,13)
(25,06)
(37,28)
(61,48)
(8,88)
(18,61)
(14,40)
(41,37)
(30,77)
KOMODITAS DEFLASI
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
YOY
(0,23)
(0,23)
(0,20)
(0,11)
(0,07)
(0,07)
(0,06)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
SUM YOY
Sumber : BPS diolah
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
INFLASI TAHUNAN (%)
0,01
1,01
2,01
3,01
4,01
5,01
6,01
7,01
8,01
9,01
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2017
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
I I I 7
4,37 3,88
2,45 2,61
3.1. Kondisi Umum
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan II 2017 masih cukup terkendali yang terlihat dari laju inflasi yang hanya
sebesar 2,45% (yoy) jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 4,37% (yoy) atau rata-rata 3 tahun terakhir
yang mencapai 4,49% (av-yoy). Kondisi cuaca yang relatif terkendali mampu membuat harga bahan makanan
mengalami penurunan di sepanjang triwulan II 2017 dan berkontribusi besar dalam menjaga inflasi di tengah kenaikan
permintaan karena adanya berbagai libur keagamaan dan sekolah serta tambahan gaji ke-14 dan THR. Tingginya kenaikan
permintaan tersebut berdampak pada tingginya tarif angkutan udara untuk mudik hari raya atau bepergian ke luar daerah.
Selain itu, inflasi juga terjadi pada kelompok perumahan dan bahan bakar seiring dengan kenaikan ke-3 tarif listrik rumah
tangga daya 900 watt atau pada kelompok komoditas sandang yang secara rata-rata mengalami kenaikan menjelang hari
raya idul fitri dan menjelang tahun ajaran baru. Adapun inflasi pada komoditas lain relatif terkendali.
Berdasarkan komoditas, angkutan udara menjadi
penyumbang utama tingginya inflasi pada triwulan II 2017
dengan kenaikan hingga 26,25% (yoy) dibanding tahun
sebelumnya dikarenakan tingginya permintaan angkutan
udara menjelang hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Tarif
listrik menjadi penyumbang inflasi terbesar ke-2 yang
disebabkan oleh kenaikan tarif listrik untuk rumah tangga
dengan daya 900 watt pada triwulan I dan II hingga lebih
d a r i 1 0 0 % . D e m i k i a n j u g a d e n g a n
kenaikan biaya perpanjangan STNK. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi tertinggi secara tahunan, 5 komoditas
merupakan komoditas yang diatur pemerintah, 4 komoditas berupa komoditas bahan makanan dan 1 komoditas mobil.
Adapun berdasarkan 10 komoditas penyumbang deflasi utama, 9 komoditas diantaranya berupa komoditas bahan
makanan dan 1 gula pasir yang tergolong dalam komoditas minuman tak beralkohol. Sawi putih menjadi komoditas
dengan penurunan harga terbesar hingga 28,01% (yoy), diikuti ikan kembung (25,13%-yoy), daging ayam ras (25,06%-
yoy) dan tomat sayur (37,28%-yoy). Kondisi cuaca yang membaik paska La Nina di triwulan I 2017 membuat produksi
pertanian mengalami kenaikan yang berdampak pada penurunan harga komoditas. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
kenaikan inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices) dapat ditahan oleh penurunan inflasi volatile
food, sehingga secara tahunan, inflasi masih dapat relatif terjaga.
34 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
0,2
(0,8)
0,2
0,1
0,9
(0,1)
0,3
1,9
(0,0)
(0,5)
0,2
0,6
0,1
0,5
(0,2)
(0,5)
JUN
0,5
(1,1)
0,4
(0,1)
0,2
0,2
0,0
4,0
(0,2)
1,4
0,8
(0,0)
0,2
0,1
(0,1)
(3,2)
JUL
YOY
II
2,45
(3,00)
4,16
3,78
3,27
1,79
3,23
6,30
2,61
1,98
3,64
3,48
3,26
2,10
2,97
1,06
JUL
YTD
II
0,84
(4,65)
1,55
2,37
1,94
0,54
0,26
6,21
0,68
(3,37)
2,34
2,35
2,13
0,68
0,21
2,78
JUL
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)
(0,50)
0,50
1,50
2,50
3,50
4,50
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
4,54 4,44
3,59 4,30 4,65
1,61 1,47
0,30
1,25 0,88
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00
4,01 3,39
2,47
(0,20)
1,13 0,74
Secara tahunan, inflasi di semua Provinsi masih relatif stabil dengan kenaikan inflasi tertinggi di Provinsi Bali sebesar 4,01%
(yoy), disusul Provinsi NTB sebesar 3,39% (yoy), dan Provinsi NTT (2,47%-yoy). Relatif rendahnya inflasi terutama
disebabkan oleh rendahnya inflasi bahan makanan, bahkan terjadi deflasi di NTT dan NTB, sedangkan penyumbang inflasi
utama lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi adminisitered prices karena kenaikan tarif listrik, biaya perpanjangan STNK,
kenaikan tarif cukai rokok ataupun kenaikan angkutan udara terutama di NTT.
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Berbeda dengan triwulan sebelumnya, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan
II 2017 menjadi penyumbang inflasi utama, terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi angkutan udara
seiring banyaknya permintaan selama hari raya Idul Fitri. Kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau masih
mengalami inflasi yang cukup tinggi, namun menunjukkan adanya pelambatan. Tingginya kenaikan cukai rokok dinilai
masih menjadi faktor utama yang meningkatkan inflasi kelompok makanan jadi walaupun tingkat inflasi cenderung
melambat. Potensi kenaikan harga diduga sudah diantisipasi sejak dua tahun sebelumnya dengan menaikkan harga rokok
secara bertahap, sehingga kenaikan harga di tahun ini dapat dikurangi. Adanya deflasi pada komoditas bahan makanan
mampu menjadi penahan inflasi di NTT, sedangkan inflasi komoditas lainnya cenderung masih terjaga.
3.2.1 Bahan Makanan
Pada triwulan II 2017, Komoditas bahan makanan mengalami deflasi sebesar -3,00% (yoy) terutama
disebabkan oleh kondisi pasokan tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga harga-harga beberapa bahan
makanan cenderung mengalami penurunan. Rendahnya inflasi juga dapat dilihat dari capaian inflasi bulanan,
triwulanan ataupun posisi bulan berjalan yang juga negatif. Capaian deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh
kondisi cuaca yang membaik paska La Nina, sehingga produksi dan pasokan komoditas dapat meningkat dan menurunkan
harga jual.
37
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Kembung
Ekor Kuning
Beras
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
Tembang
Cakalang
Tomat Sayur
Semen
Daging Ayam Kampung
(10,16)
(41,57)
(1,06)
(14,62)
(6,12)
(11,96)
(21,56)
(8,45)
(0,97)
(16,22)
Komoditas Deflasi (%)
(0,10)
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Kangkung
Angkutan Udara
Sawi Putih
Tomat Sayur
Bawang Merah
Lengkuas
Daging Ayam Ras
Sawi Hijau
Wortel
Semangka
(13,45)
(3,12)
(6,14)
(13,89)
(7,51)
(18,18)
(3,70)
(16,22)
(8,82)
(17,48)
Komoditas Deflasi (%)
(0,12)
(0,10)
(0,05)
(0,05)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
(0,02)
Andil (%)
Cabai Rawit
Sawi Putih
Tongkol
Bayam
Cabai Merah
Terong Panjang
Kembung
Kubis
Wortel
Tomat Sayur
(48,77)
(18,63)
(14,79)
(15,45)
(18,40)
(31,91)
(4,38)
(31,76)
(18,48)
(8,52)
Komoditas Deflasi (%)
(0,16)
(0,15)
(0,09)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
Andil (%)
Angkutan Udara
Sawi Putih
Bawang Putih
Wortel
Cabai Merah
Kangkung
Bawang Merah
Kubis
Sawi Hijau
Teri
(16,48)
(18,39)
(15,34)
(27,83)
(16,72)
(3,47)
(4,80)
(20,71)
(12,52)
(9,67)
Komoditas Deflasi (%)
(0,61)
(0,12)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
(0,01)
(0,01)
Andil (%)
APRIL MEI JUNI JULI
Di bulan Juli 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi sebesar -0,16% (mtm) yang terutama lebih disebabkan oleh
kembali turunnya harga tiket pesawat setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan sebelumnya. Di sisi lain, Inflasi
bahan makanan pada akhirnya kembali meningkat, setelah 4 bulan sebelumnya selalu mengalami deflasi seiring dengan
adanya perbaikan cuaca. Kenaikan harga terutama disebabkan oleh tingginya harga cabai rawit seiring dengan adanya
kelangkaan di pasar. Harga daging ayam ras juga masih mengalami kenaikan cukup besar, begitu juga dengan komoditas
ikan segar yang mengalami kenaikan karena kondisi angin muson timur yang membuat banyak nelayan tidak melaut
dikarenakan gelombang laut yang cukup tinggi.
Dibanding provinsi lainnya di Indonesia, inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menjadi pencapaian inflasi yang
terendah dengan nilai inflasi sebesar 2,47% (yoy), atau menjadi satu-satunya provinsi dengan nilai inflasi di bawah 2,5%
(yoy). Adanya cuaca yang kembali normal menjadi alasan utama relatif rendahnya inflasi terutama bahan makanan,
setelah di tahun sebelumnya cenderung tinggi karena adanya anomali cuaca La Nina. Adanya deflasi komoditas bahan
makanan tersebut mampu meredam kenaikan tinggi komoditas administered prices paska kenaikan tarif listrik, cukai
rokok maupun biaya perpanjangan STNK. Terbatasnya jumlah penerbangan juga menjadi penyebab utama tingginya
inflasi administered prices di NTT.
Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra pada triwulan II 2017 mencapai 3,59% (yoy), terendah dibandingkan
kawasan lain di Indonesia. Rendahnya inflasi terutama didorong oleh cukup rendahnya inflasi Provinsi di kawasan
Balinusra. Rendahnya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kondusifnya inflasi pada triwulan II, dengan nilai inflasi
rata-rata Balinusra hanya sebesar 0,30% (qtq) jauh lebih kecil dibandingkan Sumatera (0,88-qtq), atau Jawa (1,25%-qtq)
yang berada di peringkat 3 terbawah. Rendahnya inflasi ini lebih dikarenakan dari 3 provinsi pembentuknya, hanya Provinsi
Nusa Tenggara Barat yang mayoritas penduduknya beragama muslim, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara Timur
mayoritas non muslim, sehingga adanya hari raya Idul Fitri tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan permintaan.
Hal ini terlihat dari nilai inflasi di Provinsi NTB pada triwulan II yang mencapai 1,13% paling tinggi dibanding Provinsi NTT
(0,74%) ataupun Bali yang justru mengalami deflasi (-0,20%-qtq). Inflasi di NTT lebih disebabkan oleh tingginya inflasi
angkutan udara karena adanya aktivitas mudik lebaran, sedangkan deflasi di Provinsi Bali lebih disebabkan oleh turunnya
harga bahan makanan dan di sisi lain, harga komoditas lainnya relatif stabil. Inflasi di Provinsi NTB justru lebih disebabkan
oleh kenaikan harga komoditas sandang, sedangkan komoditas bahan makanan masih relatif stabil walaupun di Kota
Bima justru terjadi kenaikan yang cukup tinggi.
36
3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinusra
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
0,2
(0,8)
0,2
0,1
0,9
(0,1)
0,3
1,9
(0,0)
(0,5)
0,2
0,6
0,1
0,5
(0,2)
(0,5)
JUN
0,5
(1,1)
0,4
(0,1)
0,2
0,2
0,0
4,0
(0,2)
1,4
0,8
(0,0)
0,2
0,1
(0,1)
(3,2)
JUL
YOY
II
2,45
(3,00)
4,16
3,78
3,27
1,79
3,23
6,30
2,61
1,98
3,64
3,48
3,26
2,10
2,97
1,06
JUL
YTD
II
0,84
(4,65)
1,55
2,37
1,94
0,54
0,26
6,21
0,68
(3,37)
2,34
2,35
2,13
0,68
0,21
2,78
JUL
GRAFIK 3.3. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)
(0,50)
0,50
1,50
2,50
3,50
4,50
GRAFIK 3.2. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
4,54 4,44
3,59 4,30 4,65
1,61 1,47
0,30
1,25 0,88
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00 4,50 5,00
4,01 3,39
2,47
(0,20)
1,13 0,74
Secara tahunan, inflasi di semua Provinsi masih relatif stabil dengan kenaikan inflasi tertinggi di Provinsi Bali sebesar 4,01%
(yoy), disusul Provinsi NTB sebesar 3,39% (yoy), dan Provinsi NTT (2,47%-yoy). Relatif rendahnya inflasi terutama
disebabkan oleh rendahnya inflasi bahan makanan, bahkan terjadi deflasi di NTT dan NTB, sedangkan penyumbang inflasi
utama lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi adminisitered prices karena kenaikan tarif listrik, biaya perpanjangan STNK,
kenaikan tarif cukai rokok ataupun kenaikan angkutan udara terutama di NTT.
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Berbeda dengan triwulan sebelumnya, komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan
II 2017 menjadi penyumbang inflasi utama, terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi angkutan udara
seiring banyaknya permintaan selama hari raya Idul Fitri. Kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau masih
mengalami inflasi yang cukup tinggi, namun menunjukkan adanya pelambatan. Tingginya kenaikan cukai rokok dinilai
masih menjadi faktor utama yang meningkatkan inflasi kelompok makanan jadi walaupun tingkat inflasi cenderung
melambat. Potensi kenaikan harga diduga sudah diantisipasi sejak dua tahun sebelumnya dengan menaikkan harga rokok
secara bertahap, sehingga kenaikan harga di tahun ini dapat dikurangi. Adanya deflasi pada komoditas bahan makanan
mampu menjadi penahan inflasi di NTT, sedangkan inflasi komoditas lainnya cenderung masih terjaga.
3.2.1 Bahan Makanan
Pada triwulan II 2017, Komoditas bahan makanan mengalami deflasi sebesar -3,00% (yoy) terutama
disebabkan oleh kondisi pasokan tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga harga-harga beberapa bahan
makanan cenderung mengalami penurunan. Rendahnya inflasi juga dapat dilihat dari capaian inflasi bulanan,
triwulanan ataupun posisi bulan berjalan yang juga negatif. Capaian deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh
kondisi cuaca yang membaik paska La Nina, sehingga produksi dan pasokan komoditas dapat meningkat dan menurunkan
harga jual.
37
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Kembung
Ekor Kuning
Beras
Cabai Rawit
Daging Ayam Ras
Tembang
Cakalang
Tomat Sayur
Semen
Daging Ayam Kampung
(10,16)
(41,57)
(1,06)
(14,62)
(6,12)
(11,96)
(21,56)
(8,45)
(0,97)
(16,22)
Komoditas Deflasi (%)
(0,10)
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Kangkung
Angkutan Udara
Sawi Putih
Tomat Sayur
Bawang Merah
Lengkuas
Daging Ayam Ras
Sawi Hijau
Wortel
Semangka
(13,45)
(3,12)
(6,14)
(13,89)
(7,51)
(18,18)
(3,70)
(16,22)
(8,82)
(17,48)
Komoditas Deflasi (%)
(0,12)
(0,10)
(0,05)
(0,05)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
(0,02)
Andil (%)
Cabai Rawit
Sawi Putih
Tongkol
Bayam
Cabai Merah
Terong Panjang
Kembung
Kubis
Wortel
Tomat Sayur
(48,77)
(18,63)
(14,79)
(15,45)
(18,40)
(31,91)
(4,38)
(31,76)
(18,48)
(8,52)
Komoditas Deflasi (%)
(0,16)
(0,15)
(0,09)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
Andil (%)
Angkutan Udara
Sawi Putih
Bawang Putih
Wortel
Cabai Merah
Kangkung
Bawang Merah
Kubis
Sawi Hijau
Teri
(16,48)
(18,39)
(15,34)
(27,83)
(16,72)
(3,47)
(4,80)
(20,71)
(12,52)
(9,67)
Komoditas Deflasi (%)
(0,61)
(0,12)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
(0,02)
(0,01)
(0,01)
Andil (%)
APRIL MEI JUNI JULI
Di bulan Juli 2017, Provinsi NTT kembali mengalami deflasi sebesar -0,16% (mtm) yang terutama lebih disebabkan oleh
kembali turunnya harga tiket pesawat setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan sebelumnya. Di sisi lain, Inflasi
bahan makanan pada akhirnya kembali meningkat, setelah 4 bulan sebelumnya selalu mengalami deflasi seiring dengan
adanya perbaikan cuaca. Kenaikan harga terutama disebabkan oleh tingginya harga cabai rawit seiring dengan adanya
kelangkaan di pasar. Harga daging ayam ras juga masih mengalami kenaikan cukup besar, begitu juga dengan komoditas
ikan segar yang mengalami kenaikan karena kondisi angin muson timur yang membuat banyak nelayan tidak melaut
dikarenakan gelombang laut yang cukup tinggi.
Dibanding provinsi lainnya di Indonesia, inflasi tahunan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 menjadi pencapaian inflasi yang
terendah dengan nilai inflasi sebesar 2,47% (yoy), atau menjadi satu-satunya provinsi dengan nilai inflasi di bawah 2,5%
(yoy). Adanya cuaca yang kembali normal menjadi alasan utama relatif rendahnya inflasi terutama bahan makanan,
setelah di tahun sebelumnya cenderung tinggi karena adanya anomali cuaca La Nina. Adanya deflasi komoditas bahan
makanan tersebut mampu meredam kenaikan tinggi komoditas administered prices paska kenaikan tarif listrik, cukai
rokok maupun biaya perpanjangan STNK. Terbatasnya jumlah penerbangan juga menjadi penyebab utama tingginya
inflasi administered prices di NTT.
Berdasarkan wilayah, inflasi di kawasan Balinusra pada triwulan II 2017 mencapai 3,59% (yoy), terendah dibandingkan
kawasan lain di Indonesia. Rendahnya inflasi terutama didorong oleh cukup rendahnya inflasi Provinsi di kawasan
Balinusra. Rendahnya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh kondusifnya inflasi pada triwulan II, dengan nilai inflasi
rata-rata Balinusra hanya sebesar 0,30% (qtq) jauh lebih kecil dibandingkan Sumatera (0,88-qtq), atau Jawa (1,25%-qtq)
yang berada di peringkat 3 terbawah. Rendahnya inflasi ini lebih dikarenakan dari 3 provinsi pembentuknya, hanya Provinsi
Nusa Tenggara Barat yang mayoritas penduduknya beragama muslim, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara Timur
mayoritas non muslim, sehingga adanya hari raya Idul Fitri tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan permintaan.
Hal ini terlihat dari nilai inflasi di Provinsi NTB pada triwulan II yang mencapai 1,13% paling tinggi dibanding Provinsi NTT
(0,74%) ataupun Bali yang justru mengalami deflasi (-0,20%-qtq). Inflasi di NTT lebih disebabkan oleh tingginya inflasi
angkutan udara karena adanya aktivitas mudik lebaran, sedangkan deflasi di Provinsi Bali lebih disebabkan oleh turunnya
harga bahan makanan dan di sisi lain, harga komoditas lainnya relatif stabil. Inflasi di Provinsi NTB justru lebih disebabkan
oleh kenaikan harga komoditas sandang, sedangkan komoditas bahan makanan masih relatif stabil walaupun di Kota
Bima justru terjadi kenaikan yang cukup tinggi.
36
3.1.2 Perbandingan Inflasi NTT di Kawasan dan Wilayah Balinusra
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber : BPS, diolah
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
YOY
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
YOY QTQ MTM
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
3,64 1,33 0,78
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7-5
0
5
10
15
20
25
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kenaikan inflasi
yang signifikan hingga 6,30% (yoy) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi angkutan udara selama hari
raya Idul Fitri. Terbatasnya jumlah armada yang melayani di wilayah NTT membuat tingginya kenaikan permintaan
angkutan udara langsung direspon oleh kenaikan harga. Secara tahunan, selain kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan
biaya perpanjangan STNK juga menjadi salah satu penyumbang inflasi utama hingga akhir tahun 2017
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perlambatan kenaikan harga rokok akibat dari kenaikan cukai rokok telah membuat inflasi kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada triwulan II 2017 juga mengalami perlambatan. Secara
tahunan, inflasi kelompok ini mencapai 4,16% (yoy), relatif menurun dibanding inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar
6,30% (yoy). Secara triwulanan, inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan ini hanya meningkat
1,56% (qtq), jauh menurun dibanding kenaikan pada triwulan yang sama tahun 2016 yang mencapai 6,98% (qtq).
Perlambatan kenaikan tersebut diduga lebih disebabkan oleh strategi perusahaan untuk membagi resiko penurunan
pelanggan karena kenaikan cukai rokok tersebut hingga pasar menerima kenaikan harga yang baru. Adapun komoditas
lain yang juga mengalami kenaikan adalah bubur kacang hijau, capcay dan kue kering. Adapun inflasi komoditas
minuman tak beralkohol masih relatif terkendali.
3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Kenaikan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar terutama masih disebabkan oleh
kenaikan ke-3 sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik
rumah tangga dengan daya 900 watt pada bulan Mei 2017. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas bahan bakar
pada triwulan II 2017 mencapai 3,78% (yoy), meningkat dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya yang hanya
sebesar 2,10% (yoy). Kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh adanya kenaikan listrik pada bulan Januari, Maret dan Mei
2017 yang mengakibatkan inflasi listrik hingga triwulan II 2017 mencapai 15,56% (ytd) dan menyumbang kenaikan inflasi
hingga 0,43% (sum-ytd). Dengan tidak adanya pengumuman perubahan harga kelistrikan, maka hingga akhir tahun
2017, sumbangan inflasi tarif listrik sendiri akan berada pada kisaran 0,43% (sum-yoy) dari total inflasi akhir tahun.
Adapun inflasi sub kelompok lainnya seperti biaya tempat tinggal, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga
masih relatif stabil.
39
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TAHUNAN
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
1,060,18
(3,23)
(7,00)
(2,00)
3,00
8,00
13,00
18,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.5.
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.4.
YOY QTQ MTM
YOY
QTQ
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
1,98
(0,32)
1,35
-20-10
010203040
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
Berdasarkan rincian kelompok komoditas secara tahunan, 5 kelompok komoditas tercatat mengalami deflasi dan 6 lainnya
mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terutama disumbang oleh komoditas sayur-sayuran yang mengalami deflasi hingga
12,83% (yoy) terutama disebabkan oleh turunnya harga pada komoditas sawi putih, tomat sayur, kol putih, bayam dan
sawi hijau. Penurunan harga lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif baik, memungkinkan petani untuk menanam
tanaman tersebut tanpa gangguan hama.
Daging dan hasil-hasilnya secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar -6,10% (yoy). Namun demikian dibanding
triwulan sebelumnya, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar 6,59% (qtq) terutama disebabkan oleh sudah terlalu
rendahnya harga daging ayam ras di tingkat peternak, sehingga banyak peternak terutama peternak mandiri yang tidak
dapat melanjutkan usahanya karena mengalami kerugian. Adanya pengurangan stok ayam ras tersebut menyebabkan
harga ayam ras kembali mengalami kenaikan hingga 9,05% (mtm) di bulan Juni 2017. Harga ayam ras juga masih
berpotensi mengalami kenaikan seiring dengan berkurangnya pasokan.
Harga ikan segar juga relatif masih mengalami penurunan terutama disebabkan oleh membaiknya cuaca. Penurunan
harga juga terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan terutama komoditas cabai rawit, cabai merah dan bawang merah
seiring dengan adanya peningkatan pasokan dan panen di beberapa daerah.
Kenaikan inflasi secara triwulanan selain komoditas daging dan hasil-hasilnya yang juga cukup signifikan adalah adanya
kenaikan harga kacang-kacangan terutama komoditas tahu dan tempe serta kenaikan harga telur ayam ras yang naik
dikarenakan berkurangnya pasokan dari Surabaya.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber : BPS, diolah
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
YOY
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
YOY QTQ MTM
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
3,64 1,33 0,78
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7-5
0
5
10
15
20
25
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan II 2017 menunjukkan kenaikan inflasi
yang signifikan hingga 6,30% (yoy) terutama disebabkan oleh tingginya inflasi angkutan udara selama hari
raya Idul Fitri. Terbatasnya jumlah armada yang melayani di wilayah NTT membuat tingginya kenaikan permintaan
angkutan udara langsung direspon oleh kenaikan harga. Secara tahunan, selain kenaikan tarif angkutan udara, kenaikan
biaya perpanjangan STNK juga menjadi salah satu penyumbang inflasi utama hingga akhir tahun 2017
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Perlambatan kenaikan harga rokok akibat dari kenaikan cukai rokok telah membuat inflasi kelompok
komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada triwulan II 2017 juga mengalami perlambatan. Secara
tahunan, inflasi kelompok ini mencapai 4,16% (yoy), relatif menurun dibanding inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar
6,30% (yoy). Secara triwulanan, inflasi komoditas tembakau dan minuman beralkohol pada triwulan ini hanya meningkat
1,56% (qtq), jauh menurun dibanding kenaikan pada triwulan yang sama tahun 2016 yang mencapai 6,98% (qtq).
Perlambatan kenaikan tersebut diduga lebih disebabkan oleh strategi perusahaan untuk membagi resiko penurunan
pelanggan karena kenaikan cukai rokok tersebut hingga pasar menerima kenaikan harga yang baru. Adapun komoditas
lain yang juga mengalami kenaikan adalah bubur kacang hijau, capcay dan kue kering. Adapun inflasi komoditas
minuman tak beralkohol masih relatif terkendali.
3.2.4 Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Kenaikan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar terutama masih disebabkan oleh
kenaikan ke-3 sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air yang disebabkan oleh kenaikan tarif listrik
rumah tangga dengan daya 900 watt pada bulan Mei 2017. Inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas bahan bakar
pada triwulan II 2017 mencapai 3,78% (yoy), meningkat dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya yang hanya
sebesar 2,10% (yoy). Kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh adanya kenaikan listrik pada bulan Januari, Maret dan Mei
2017 yang mengakibatkan inflasi listrik hingga triwulan II 2017 mencapai 15,56% (ytd) dan menyumbang kenaikan inflasi
hingga 0,43% (sum-ytd). Dengan tidak adanya pengumuman perubahan harga kelistrikan, maka hingga akhir tahun
2017, sumbangan inflasi tarif listrik sendiri akan berada pada kisaran 0,43% (sum-yoy) dari total inflasi akhir tahun.
Adapun inflasi sub kelompok lainnya seperti biaya tempat tinggal, perlengkapan dan penyelenggaraan rumah tangga
masih relatif stabil.
39
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGANTRANSPOR
SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TAHUNAN
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
1,060,18
(3,23)
(7,00)
(2,00)
3,00
8,00
13,00
18,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.5.
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.4.
YOY QTQ MTM
YOY
QTQ
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
1,98
(0,32)
1,35
-20-10
010203040
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
Berdasarkan rincian kelompok komoditas secara tahunan, 5 kelompok komoditas tercatat mengalami deflasi dan 6 lainnya
mengalami inflasi. Deflasi tertinggi terutama disumbang oleh komoditas sayur-sayuran yang mengalami deflasi hingga
12,83% (yoy) terutama disebabkan oleh turunnya harga pada komoditas sawi putih, tomat sayur, kol putih, bayam dan
sawi hijau. Penurunan harga lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif baik, memungkinkan petani untuk menanam
tanaman tersebut tanpa gangguan hama.
Daging dan hasil-hasilnya secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar -6,10% (yoy). Namun demikian dibanding
triwulan sebelumnya, komoditas tersebut mengalami inflasi sebesar 6,59% (qtq) terutama disebabkan oleh sudah terlalu
rendahnya harga daging ayam ras di tingkat peternak, sehingga banyak peternak terutama peternak mandiri yang tidak
dapat melanjutkan usahanya karena mengalami kerugian. Adanya pengurangan stok ayam ras tersebut menyebabkan
harga ayam ras kembali mengalami kenaikan hingga 9,05% (mtm) di bulan Juni 2017. Harga ayam ras juga masih
berpotensi mengalami kenaikan seiring dengan berkurangnya pasokan.
Harga ikan segar juga relatif masih mengalami penurunan terutama disebabkan oleh membaiknya cuaca. Penurunan
harga juga terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan terutama komoditas cabai rawit, cabai merah dan bawang merah
seiring dengan adanya peningkatan pasokan dan panen di beberapa daerah.
Kenaikan inflasi secara triwulanan selain komoditas daging dan hasil-hasilnya yang juga cukup signifikan adalah adanya
kenaikan harga kacang-kacangan terutama komoditas tahu dan tempe serta kenaikan harga telur ayam ras yang naik
dikarenakan berkurangnya pasokan dari Surabaya.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
38 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
3.3.1 Kelompok Volatile food
Pada triwulan II 2017, kelompok volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy) setelah pada triwulan
sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina telah membuat
kelompok volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan oleh
meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,
bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).
Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based effect yaitu
penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara
tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami
penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.Pada triwulan II 2017, komoditas volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy)
setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina
telah membuat komoditas volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan
oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,
bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).
Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based prices yaitu
penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara
tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami
penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.
Di sisi lain, beberapa komoditas volatile food mengalami kenaikan seperti daging babi yang lebih disebabkan oleh adanya
kenaikan harga jual babi, tahu mentah yang disebabkan oleh turunnya produksi kedelai lokal, bawang putih yang juga
disebabkan oleh berkurangnya pasokan di dalam negeri, serta kenaikan beberapa komoditas buah (pisang, semangka,
apukat) dan sayuran (kangkung, pucuk labu, kentang).
Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi
Daging babi
Tahu mentah
Kangkung
Bawang putih
Pisang
22,24
23,22
10,20
19,69
17,32
KOMODITAS INFLASI YOY
0,13
0,10
0,08
0,07
0,07
SUM YOY
Daging ayam ras
Kembung
Sawi putih
Tomat sayur
Kubis
(25,42)
(29,59)
(28,01)
(37,33)
(63,26)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,37)
(0,37)
(0,27)
(0,16)
(0,14)
SUM YOY
3.3.2 Kelompok Administered prices
Inflasi administered prices pada triwulan II 2017 menunjukkan adanya kenaikan signifikan yang terutama
disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi angkutan udara hingga 27,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Terbatasnya jumlah angkutan udara menyebabkan adanya lonjakan permintaan langsung diikuti dengan kenaikan tarif
yang signifikan. Selain itu, inflasi kelompok administered prices juga masih didominasi oleh kenaikan harga rokok,
walaupun saat ini besar kenaikan harga cenderung melambat. Adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK akan
berpengaruh terhadap inflasi NTT sepanjang tahun 2017 dengan nilai sumbangan hingga 0,10% (sum-yoy). Di sisi lain,
hanya terdapat 3 komoditas yang mengalami deflasi dengan nilai dan pengaruh yang sangat rendah yaitu bahan bakar
rumah tangga, angkutan laut dan bir.
41
SUM_CORE INF VFINF APSUM_VFSUM_AP INF COREINFLASI (YOY)
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7 (4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
YOY QTQ MTM
GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
3,48
0,54 (0,02)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
Sumber : BPS, diolah
-4%-2%0%2%4%6%8%
10%12%14%16% YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA
3.2.5 Komoditas Lainnya
Inflasi kelompok pengeluaran lainnya masih menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Inflasi kelompok sandang
secara tahunan sebesar 3,27% (yoy) di triwulan II 2017, mengalami perlambatan dibanding triwulan I 2017 yang sebesar
3,80% (yoy). Kenaikan harga hanya terjadi pada komoditas sandang pria seperti celana panjang jeans, baju seragam
sekolah ataupun komoditas barang pribadi dan sandang lain seperti handuk dan tas tangan wanita. Kenaikan harga
merupakan respon dari adanya peningkatan permintaan paska penerimaan gaji ke-14 dan atau THR namun tidak terlalu
besar.
Kelompok pendidikan mengalami inflasi sebesar 3,23% (yoy), sedikit meningkat dibanding triwulan I 2017 yang sebesar
3,08% (yoy). Inflasi cukup besar hanya terjadi pada komoditas perlengkapan/peralatan pendidikan, seiring dengan
naiknya harga buku bergaris ataupun buku pelajaran SMA dan universitas.
Inflasi kelompok kesehatan relatif yang paling stabil dengan nilai inflasi hanya sebesar 1,79% (yoy), melambat dibanding
triwulan I 2017 yang sebesar 1,98% (yoy). Rendahnya inflasi kelompok kesehatan terutama lebih disebabkan oleh relatif
stabilnya biaya jasa kesehatan dan obat-obatan seiring dengan semakin besarnya peran pemerintah dalam pengendalian
harga melalui program kesehatan BPJS pemerintah. Kenaikan hanya terjadi pada sub kelompok jasa perawatan jasmani
karena kenaikan tarif gunting rambut anak ataupun sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang disebabkan
oleh rata-rata kenaikan produk toiletris terutama shampo yang disebabkan oleh adanya penyesuaian harga.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi, tingginya kenaikan inflasi
administered prices dapat diredam oleh turunnya
inflasi bahan makanan, sehingga secara total inflasi di
Provinsi NTT dapat relatif terjaga. Kelompok volatile
food pada triwulan II 2017 mengalami deflasi sebesar -
2,85% (yoy) dikarenakan menurunnya harga beberapa
komoditas karena meningkatnya pasokan seiring perbaikan
cuaca. Sebaliknya, kelompok administered prices justru
mengalami inflasi sebesar 9,71%(yoy) terutama disebabkan
oleh naiknya tarif angkutan udara. Sedangkan kelompok
inti relatif stabil dengan nilai inflasi sebesar 2,20% (yoy).
40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
3.3.1 Kelompok Volatile food
Pada triwulan II 2017, kelompok volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy) setelah pada triwulan
sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina telah membuat
kelompok volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan oleh
meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,
bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).
Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based effect yaitu
penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara
tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami
penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.Pada triwulan II 2017, komoditas volatile food mengalami deflasi -2,85% (yoy)
setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi 2,87% (yoy). Kondisi cuaca yang mengalami perbaikan paska La Nina
telah membuat komoditas volatile food mengalami deflasi dalam 4 bulan terakhir. Penurunan harga terutama disebabkan
oleh meningkatnya pasokan karena kondisi cuaca yang mendukung seperti sayur-sayuran (sawi putih, tomat sayur, kubis,
bayam, sawi hijau), dan bumbu-bumbuan (bawang merah dan cabai merah) maupun komoditas ikan segar (kembung).
Inflasi tahunan pada ikan segar (tongkol, tembang, ekor kuning) lebih disebabkan oleh adanya faktor based prices yaitu
penurunan harga yang lebih besar di tahun sebelumnya, sehingga seakan-akan harga jual mengalami kenaikan secara
tahunan. Apabila dilihat berdasarkan data triwulanan, hampir sebagian besar harga komoditas ikan segar mengalami
penurunan, dikarenakan perbaikan cuaca.
Di sisi lain, beberapa komoditas volatile food mengalami kenaikan seperti daging babi yang lebih disebabkan oleh adanya
kenaikan harga jual babi, tahu mentah yang disebabkan oleh turunnya produksi kedelai lokal, bawang putih yang juga
disebabkan oleh berkurangnya pasokan di dalam negeri, serta kenaikan beberapa komoditas buah (pisang, semangka,
apukat) dan sayuran (kangkung, pucuk labu, kentang).
Tabel 3.5. Komoditas Volatile food Penyumbang Utama Inflasi
Daging babi
Tahu mentah
Kangkung
Bawang putih
Pisang
22,24
23,22
10,20
19,69
17,32
KOMODITAS INFLASI YOY
0,13
0,10
0,08
0,07
0,07
SUM YOY
Daging ayam ras
Kembung
Sawi putih
Tomat sayur
Kubis
(25,42)
(29,59)
(28,01)
(37,33)
(63,26)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,37)
(0,37)
(0,27)
(0,16)
(0,14)
SUM YOY
3.3.2 Kelompok Administered prices
Inflasi administered prices pada triwulan II 2017 menunjukkan adanya kenaikan signifikan yang terutama
disebabkan oleh adanya kenaikan inflasi angkutan udara hingga 27,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Terbatasnya jumlah angkutan udara menyebabkan adanya lonjakan permintaan langsung diikuti dengan kenaikan tarif
yang signifikan. Selain itu, inflasi kelompok administered prices juga masih didominasi oleh kenaikan harga rokok,
walaupun saat ini besar kenaikan harga cenderung melambat. Adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK akan
berpengaruh terhadap inflasi NTT sepanjang tahun 2017 dengan nilai sumbangan hingga 0,10% (sum-yoy). Di sisi lain,
hanya terdapat 3 komoditas yang mengalami deflasi dengan nilai dan pengaruh yang sangat rendah yaitu bahan bakar
rumah tangga, angkutan laut dan bir.
41
SUM_CORE INF VFINF APSUM_VFSUM_AP INF COREINFLASI (YOY)
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7 (4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12
14
YOY QTQ MTM
GRAFIK 3.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
3,48
0,54 (0,02)
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
Sumber : BPS, diolah
-4%-2%0%2%4%6%8%
10%12%14%16% YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 42017
5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7
PERUMAHAN,AIR,LISTRIK,GAS & BBBAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR BIAYA TEMPAT TINGGAL
PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGAPERLENGKAPAN RUMAH TANGGA
3.2.5 Komoditas Lainnya
Inflasi kelompok pengeluaran lainnya masih menunjukkan kondisi yang relatif stabil. Inflasi kelompok sandang
secara tahunan sebesar 3,27% (yoy) di triwulan II 2017, mengalami perlambatan dibanding triwulan I 2017 yang sebesar
3,80% (yoy). Kenaikan harga hanya terjadi pada komoditas sandang pria seperti celana panjang jeans, baju seragam
sekolah ataupun komoditas barang pribadi dan sandang lain seperti handuk dan tas tangan wanita. Kenaikan harga
merupakan respon dari adanya peningkatan permintaan paska penerimaan gaji ke-14 dan atau THR namun tidak terlalu
besar.
Kelompok pendidikan mengalami inflasi sebesar 3,23% (yoy), sedikit meningkat dibanding triwulan I 2017 yang sebesar
3,08% (yoy). Inflasi cukup besar hanya terjadi pada komoditas perlengkapan/peralatan pendidikan, seiring dengan
naiknya harga buku bergaris ataupun buku pelajaran SMA dan universitas.
Inflasi kelompok kesehatan relatif yang paling stabil dengan nilai inflasi hanya sebesar 1,79% (yoy), melambat dibanding
triwulan I 2017 yang sebesar 1,98% (yoy). Rendahnya inflasi kelompok kesehatan terutama lebih disebabkan oleh relatif
stabilnya biaya jasa kesehatan dan obat-obatan seiring dengan semakin besarnya peran pemerintah dalam pengendalian
harga melalui program kesehatan BPJS pemerintah. Kenaikan hanya terjadi pada sub kelompok jasa perawatan jasmani
karena kenaikan tarif gunting rambut anak ataupun sub kelompok perawatan jasmani dan kosmetika yang disebabkan
oleh rata-rata kenaikan produk toiletris terutama shampo yang disebabkan oleh adanya penyesuaian harga.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi, tingginya kenaikan inflasi
administered prices dapat diredam oleh turunnya
inflasi bahan makanan, sehingga secara total inflasi di
Provinsi NTT dapat relatif terjaga. Kelompok volatile
food pada triwulan II 2017 mengalami deflasi sebesar -
2,85% (yoy) dikarenakan menurunnya harga beberapa
komoditas karena meningkatnya pasokan seiring perbaikan
cuaca. Sebaliknya, kelompok administered prices justru
mengalami inflasi sebesar 9,71%(yoy) terutama disebabkan
oleh naiknya tarif angkutan udara. Sedangkan kelompok
inti relatif stabil dengan nilai inflasi sebesar 2,20% (yoy).
40 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
dikarenakan sebagian besar kabupaten di NTT menggunakan Bandara El Tari sebagai tempat transit penerbangan ke luar
NTT. Oleh karena itu, penambahan frekuensi atau penggunaan pesawat yang lebih besar menjelang hari raya sangat
dibutuhkan agar kenaikan harga tiket pesawat tidak terlalu tinggi.
Tingginya inflasi administered prices mampu diredam oleh deflasi kelompok volatile food seiring cukup
baiknya cuaca di Kota Kupang. Inflasi administered prices di Kota Kupang pada triwulan II 2017 mencapai 9,77% (yoy),
meningkat signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,76% (yoy) disebabkan oleh kenaikan tarif
angkutan udara yang sangat signifikan. Kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -3,90% (yoy) sehingga mampu
meredam kenaikan inflasi administered prices yang cukup tinggi. Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali walaupun
terdapat beberapa libur nasional dengan nilai inflasi sebesar 2,15% (yoy).
Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
0,3
(0,8)
0,2
0,1
0,9
(0,1)
0,3
2,1
(0,1)
(0,7)
0,1
0,6
0,1
0,4
(0,2)
(0,5)
JUN
0,5
(1,3)
0,4
(0,1)
0,1
0,1
0,0
4,4
(0,2)
1,5
0,9
-
0,0
(0,0)
(0,1)
(3,6)
JUL
YOY
II
2,18
(4,00)
4,27
3,55
2,99
1,27
3,45
6,77
2,32
1,40
3,68
3,25
2,81
1,45
3,13
0,93
JUL
Inflasi Kota Maumere secara tahunan terkesan mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi sebesar 4,34%
(yoy) pada triwulan II 2017 dibanding triwulan I 2017 yang sebesar 3,84% (yoy). Lebih tingginya kenaikan inflasi
disebabkan oleh inflasi di triwulan II 2016 yang cenderung mengalami deflasi dibandingkan kondisi saat ini yang
mengalami inflasi 0,46% (qtq). Secara umum, inflasi di Kota Maumere masih relatif terjaga dengan kenaikan tertinggi
lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi kelompok administered prices terutama kenaikan tarif angkutan udara hingga
31,39% (qtq), walaupun secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar 7,89% (yoy). Inflasi kelompok volatile food
secara tahunan sebesar 5,21% (yoy) dengan komoditas ikan segar, buah-buahan dan bumbu-bumbuan sebagai
penyumbang utama. Di sisi lain, inflasi kelompok inti menunjukkan nilai inflasi yang cukup solid dengan nilai hanya sebesar
2,67% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
43
Sepanjang triwulan II 2017, setidaknya terdapat 6 komoditas yang dalam 3 bulan, tiga kali menjadi
penyumbang deflasi dan inflasi utama, dan terdapat 9 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi
atau inflasi utama. Angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama dengan dua kali menjadi penyumbang inflasi
dan satu kali menyumbang deflasi, disusul oleh komoditas daging ayam ras, dan wortel. Tomat sayur menjadi
penyumbang deflasi utama dengan 3 bulan selalu menjadi penyumbang deflasi utama, diikuti komoditas ikan kembung
dan ekor kuning. Komoditas bahan makanan mendominasi sebagai penyumbang deflasi atau inflasi utama dengan total
sebanyak 30 dari 39 komoditas utama. Komoditas lainnya antara lain angkutan udara, tarif listrik, nasi lauk, kue kering,
rokok kretek filter, besi beton, celana panjang, seng, dan semen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian inflasi bahan
makanan menjadi hal yang krusial untuk dilakukan karena memiliki pengaruh terbesar terhadap inflasi di daerah.
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi
MOBIL
TARIP PULSA PONSEL
MIE
SENG
PERGURUAN TINGGI
8,56
3,88
5,20
7,38
2,35
KOMODITAS INFLASI YOY
0,11
0,07
0,07
0,07
0,06
SUM YOY
GULA PASIR
LENGKUAS
BUNGA PEPAYA
SEMEN
SEPATU
(8,89)
(30,77)
(45,44)
(1,65)
(11,85)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
SUM YOY
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Kelompok inti pada triwulan II 2017 mengalami inflasi sebesar 2,20% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya (2,30%-yoy) ataupun menurun dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,87%-yoy).
Secara triwulanan, inflasi kelompok inti hanya sebesar 0,21 yang berarti secara umum,inflasi pada kelompok inti relatif
stabil atau relatif terkendali. Kenaikan harga yang cukup besar hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti nasi dengan
lauk, kue kering, celana panjang jeans, ataupun shampo dan seng, sedangkan penurunan harga juga terjadi pada
komoditas semen, lengkuas dan gula pasir. Secara tahunan, kenaikan harga mobil di awal tahun masih menjadi
penyumbang inflasi utama pada komoditas inflasi inti, disusul oleh tarif pulsa ponsel dan mie. Penurunan inflasi
disebabkan oleh turunnya beberapa harga komoditas seperti gula pasir, lengkuas, bunga pepaya, semen dan sepatu.
Pada triwulan III 2017, ekspektasi harga
cenderung mengalami peningkatan terutama
disebabkan oleh mulai tingginya aktivitas
e k o n o m i , k u n j u n g a n w i s a t a a t a u p u n
penyelesaian proyek. Ekspektasi harga cenderung
melambat di bulan November dan kembali meningkat
signifikan di triwulan IV 2017 karena adanya hari raya
Natal dan Tahun baru yang dipastikan meningkatkan
konsumsi masyarakat.
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
140.00
150.00
160.00
170.00
180.00
190.00
200.00
1
Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi
Angkutan Udara
Tarip Listrik
Rokok Kretek Filter
Biaya Perpanjangan STNK
Rokok Kretek
27,17
22,50
7,53
102,95
11,51
KOMODITAS INFLASI YOY
0,80
0,59
0,14
0,10
0,07
SUM YOY
Bahan Bakar Rumah Tangga
Angkutan Laut
Bir
KOMODITAS DEFLASI YOY SUM YOY
(0,78)
(0,66)
(0,50)
(0,01)
(0,00)
(0,00)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Sebagai kota perhitungan inflasi utama di NTT, pergerakan inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2017
cenderung mengikuti pola Provinsi dengan kenaikan inflasi mencapai 2,18% (yoy), lebih rendah dibanding
rata-rata inflasi Kota Kupang dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,66% (av-yoy). Walaupun hanya kelompok
bahan makanan yang mengalami deflasi, namun demikian sudah cukup besar pengaruhnya untuk menahan laju inflasi di
Kota Kupang dikarenakan bobot konsumsinya yang relatif besar dibanding kelompok komoditas lainnya. Kenaikan inflasi
tertinggi terjadi pada komoditas angkutan udara seiring dengan tingginya kebutuhan angkutan udara. Sebagai hub
penerbangan di NTT, tekanan permintaan angkutan udara pada saat libur sekolah dan hari raya Idul Fitri akan berlipat
42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.14. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
dikarenakan sebagian besar kabupaten di NTT menggunakan Bandara El Tari sebagai tempat transit penerbangan ke luar
NTT. Oleh karena itu, penambahan frekuensi atau penggunaan pesawat yang lebih besar menjelang hari raya sangat
dibutuhkan agar kenaikan harga tiket pesawat tidak terlalu tinggi.
Tingginya inflasi administered prices mampu diredam oleh deflasi kelompok volatile food seiring cukup
baiknya cuaca di Kota Kupang. Inflasi administered prices di Kota Kupang pada triwulan II 2017 mencapai 9,77% (yoy),
meningkat signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 4,76% (yoy) disebabkan oleh kenaikan tarif
angkutan udara yang sangat signifikan. Kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -3,90% (yoy) sehingga mampu
meredam kenaikan inflasi administered prices yang cukup tinggi. Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali walaupun
terdapat beberapa libur nasional dengan nilai inflasi sebesar 2,15% (yoy).
Tabel 3.8. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
0,3
(0,8)
0,2
0,1
0,9
(0,1)
0,3
2,1
(0,1)
(0,7)
0,1
0,6
0,1
0,4
(0,2)
(0,5)
JUN
0,5
(1,3)
0,4
(0,1)
0,1
0,1
0,0
4,4
(0,2)
1,5
0,9
-
0,0
(0,0)
(0,1)
(3,6)
JUL
YOY
II
2,18
(4,00)
4,27
3,55
2,99
1,27
3,45
6,77
2,32
1,40
3,68
3,25
2,81
1,45
3,13
0,93
JUL
Inflasi Kota Maumere secara tahunan terkesan mengalami kenaikan yang cukup tinggi menjadi sebesar 4,34%
(yoy) pada triwulan II 2017 dibanding triwulan I 2017 yang sebesar 3,84% (yoy). Lebih tingginya kenaikan inflasi
disebabkan oleh inflasi di triwulan II 2016 yang cenderung mengalami deflasi dibandingkan kondisi saat ini yang
mengalami inflasi 0,46% (qtq). Secara umum, inflasi di Kota Maumere masih relatif terjaga dengan kenaikan tertinggi
lebih disebabkan oleh kenaikan inflasi kelompok administered prices terutama kenaikan tarif angkutan udara hingga
31,39% (qtq), walaupun secara tahunan masih mengalami deflasi sebesar 7,89% (yoy). Inflasi kelompok volatile food
secara tahunan sebesar 5,21% (yoy) dengan komoditas ikan segar, buah-buahan dan bumbu-bumbuan sebagai
penyumbang utama. Di sisi lain, inflasi kelompok inti menunjukkan nilai inflasi yang cukup solid dengan nilai hanya sebesar
2,67% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
43
Sepanjang triwulan II 2017, setidaknya terdapat 6 komoditas yang dalam 3 bulan, tiga kali menjadi
penyumbang deflasi dan inflasi utama, dan terdapat 9 komoditas yang dua kali menjadi penyumbang deflasi
atau inflasi utama. Angkutan udara menjadi penyumbang inflasi utama dengan dua kali menjadi penyumbang inflasi
dan satu kali menyumbang deflasi, disusul oleh komoditas daging ayam ras, dan wortel. Tomat sayur menjadi
penyumbang deflasi utama dengan 3 bulan selalu menjadi penyumbang deflasi utama, diikuti komoditas ikan kembung
dan ekor kuning. Komoditas bahan makanan mendominasi sebagai penyumbang deflasi atau inflasi utama dengan total
sebanyak 30 dari 39 komoditas utama. Komoditas lainnya antara lain angkutan udara, tarif listrik, nasi lauk, kue kering,
rokok kretek filter, besi beton, celana panjang, seng, dan semen. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian inflasi bahan
makanan menjadi hal yang krusial untuk dilakukan karena memiliki pengaruh terbesar terhadap inflasi di daerah.
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 3.7. Komoditas Core Penyumbang Utama Inflasi
MOBIL
TARIP PULSA PONSEL
MIE
SENG
PERGURUAN TINGGI
8,56
3,88
5,20
7,38
2,35
KOMODITAS INFLASI YOY
0,11
0,07
0,07
0,07
0,06
SUM YOY
GULA PASIR
LENGKUAS
BUNGA PEPAYA
SEMEN
SEPATU
(8,89)
(30,77)
(45,44)
(1,65)
(11,85)
KOMODITAS DEFLASI YOY
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,04)
(0,03)
SUM YOY
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Kelompok inti pada triwulan II 2017 mengalami inflasi sebesar 2,20% (yoy) relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya (2,30%-yoy) ataupun menurun dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya (3,87%-yoy).
Secara triwulanan, inflasi kelompok inti hanya sebesar 0,21 yang berarti secara umum,inflasi pada kelompok inti relatif
stabil atau relatif terkendali. Kenaikan harga yang cukup besar hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti nasi dengan
lauk, kue kering, celana panjang jeans, ataupun shampo dan seng, sedangkan penurunan harga juga terjadi pada
komoditas semen, lengkuas dan gula pasir. Secara tahunan, kenaikan harga mobil di awal tahun masih menjadi
penyumbang inflasi utama pada komoditas inflasi inti, disusul oleh tarif pulsa ponsel dan mie. Penurunan inflasi
disebabkan oleh turunnya beberapa harga komoditas seperti gula pasir, lengkuas, bunga pepaya, semen dan sepatu.
Pada triwulan III 2017, ekspektasi harga
cenderung mengalami peningkatan terutama
disebabkan oleh mulai tingginya aktivitas
e k o n o m i , k u n j u n g a n w i s a t a a t a u p u n
penyelesaian proyek. Ekspektasi harga cenderung
melambat di bulan November dan kembali meningkat
signifikan di triwulan IV 2017 karena adanya hari raya
Natal dan Tahun baru yang dipastikan meningkatkan
konsumsi masyarakat.
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2017
4 5 6 7 8 9 10 11 12
2018
140.00
150.00
160.00
170.00
180.00
190.00
200.00
1
Tabel 3.6. Komoditas Administered prices Penyumbang Utama Inflasi
Angkutan Udara
Tarip Listrik
Rokok Kretek Filter
Biaya Perpanjangan STNK
Rokok Kretek
27,17
22,50
7,53
102,95
11,51
KOMODITAS INFLASI YOY
0,80
0,59
0,14
0,10
0,07
SUM YOY
Bahan Bakar Rumah Tangga
Angkutan Laut
Bir
KOMODITAS DEFLASI YOY SUM YOY
(0,78)
(0,66)
(0,50)
(0,01)
(0,00)
(0,00)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Sebagai kota perhitungan inflasi utama di NTT, pergerakan inflasi Kota Kupang pada triwulan II 2017
cenderung mengikuti pola Provinsi dengan kenaikan inflasi mencapai 2,18% (yoy), lebih rendah dibanding
rata-rata inflasi Kota Kupang dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 4,66% (av-yoy). Walaupun hanya kelompok
bahan makanan yang mengalami deflasi, namun demikian sudah cukup besar pengaruhnya untuk menahan laju inflasi di
Kota Kupang dikarenakan bobot konsumsinya yang relatif besar dibanding kelompok komoditas lainnya. Kenaikan inflasi
tertinggi terjadi pada komoditas angkutan udara seiring dengan tingginya kebutuhan angkutan udara. Sebagai hub
penerbangan di NTT, tekanan permintaan angkutan udara pada saat libur sekolah dan hari raya Idul Fitri akan berlipat
42 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
45
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
Komoditas daging ayam ras juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi dalam 2 bulan terakhir, seiring dengan adanya
penurunan jumlah peternak paska turunnya harga triwulan sebelumnya. Penurunan pasokan tersebut berdampak
signifikan terhadap pergerakan daging ayam ras di NTT, walaupun hingga tanggal 15 Agustus 2017 menunjukkan adanya
tren penurunan. Harga daging ayam ras di NTT masih relatif tinggi sebesar Rp 43.500,-/kg, jauh lebih tinggi dibanding
harga rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.750,-/kg atau menduduki peringkat kedua tertinggi setelah Provinsi
Gorontalo. Dengan perbedaan harga yang cukup besar dibanding harga di Jawa Timur sebagai pemasok DOC dan daging
ayam ras utama NTT, maka potensi penurunan harga masih cukup besar.
meningkatnya harga ikan segar di pasar, dikarenakan banyak nelayan tidak melaut karena adanya cuaca yang buruk. Hal
ini menyebabkan pasokan ikan segar mengalami penurunan dan berdampak pada kenaikan harga. Kenaikan tinggi juga
terjadi pada komoditas cabai rawit yang meningkat hingga 74,16%(mtm) ataupun komoditas daging ayam ras yang
masih meningkat 11,26% (mtm).
Pada bulan Agustus, nilai inflasi diperkirakan relatif tetap. Adanya musim angin diperkirakan akan berdampak terhadap
turunnya pasokan ikan dan gangguan distribusi seiring dengan terganggunya pengiriman bahan makanan dari luar NTT.
Data PIHPS menunjukkan bahwa terjadi potensi kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam dan beberapa jenis ikan.
Sayur-sayuran diprediksi masih akan cenderung menurun seiring dengan cukup stabilnya cuaca di darat.
Adapun yang patut menjadi perhatian adalah masih relatif tingginya harga komoditas cabai rawit merah di Kota Kupang.
Kenaikan harga lebih disebabkan oleh fluktuasi harga cabai rawit di Kota Kupang, sedangkan pergerakan harga di Kota
Maumere cenderung stabil dan secara nasional bahkan menurun. Adanya shock pasokan tersebut sekiranya dapat
diwaspadai oleh pemerintah baik melalui monitoring pasokan, inspeksi mendadak dan operasi pasar. Hingga tanggal 15
Agustus 2017, posisi harga rata-rata cabai rawit merah di NTT mencapai Rp 70.650,-, jauh di atas rata-rata nasional yang
hanya sebesar Rp 40.250,-.
GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT MERAH NTT DAN NASIONAL
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
100000
03/0
1/2
017
12/0
1/2
017
20/0
1/2
017
30/0
1/2
017
10/0
2/2
017
21/0
2/2
017
01/0
3/2
017
09/0
3/2
017
17/0
3/2
017
27/0
3/2
017
05/0
4/2
017
13/0
4/2
017
25/0
4/2
017
04/0
5/2
017
15/0
5/2
017
23/0
5/2
017
02/0
6/2
017
12/0
6/2
017
20/0
6/2
017
06/0
7/2
017
14/0
7/2
017
24/0
7/2
017
01/0
8/2
017
09/0
8/2
017
GAMBAR 3.4. PERBANDINGAN HARGA CABAI RAWIT MERAH DI INDONESIA
Sumber : www.hargapangan.id
Berdasarkan kelompok pengeluaran, terlihat semua kelompok mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi pada kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, disusul oleh kelompok sandang, kesehatan dan bahan makanan. Relatif
tingginya inflasi tahunan Maumere lebih disebabkan oleh faktor based effect berupa rendahnya inflasi di tahun
sebelumnya. Apabila dilihat berdasarkan inflasi tahun berjalan hingga triwulan II 2017, terlihat bahwa inflasi Kota
Maumere hanya sebesar 0,58% (ytd), lebih rendah dibanding inflasi tahun berjalan Kota Kupang yang sebesar 0,84%
(ytd). Tekanan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik rumah tangga, diikuti kenaikan biaya perpanjangan
jasa STNK yang naik di awal tahun serta harga rokok, barang pribadi dan sandang lain, jasa perawatan jasmani dan olah
raga.
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan tidak adanya even
khusus yang mempengaruhi lonjakan permintaan. Namun demikian, rendahnya inflasi di periode yang sama
tahun sebelumnya akan membuat inflasi secara tahunan mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017.
Kondisi cuaca yang kondusif diperkirakan masih akan menahan harga bahan makanan tetap rendah seiring dengan
produksi bahan makanan yang diperkirakan mencukupi. Permintaan diperkirakan juga akan relatif normal seiring dengan
tidak adanya even khusus yang berpotensi meningkatkan permintaan. Adanya hari raya Idul Adha dan tahun baru Islam
diperkirakan tidak akan terlalu berdampak dikarenakan mayoritas penduduk NTT beragama non muslim. Data BMKG juga
menunjukkan bahwa musim kering penuh baru akan terjadi di Pulau Timor dan Sumba serta Flores bagian timur pada
bulan September 2017. Di bulan Agustus masih terdapat hujan di beberapa daerah walaupun tergolong rendah.
GAMBAR 3.1. PETA ANALISIS CURAH HUJAN JULI 2017 GAMBAR 3.2. PETA ANALISIS CURAH HUJAN AGUSTUS 2017 GAMBAR 3.3. PETA ANALISIS CURAH HUJAN SEPTEMBER 2017
Sumber :KKP, diolah
Secara bulanan, pada bulan Juli 2017, Provinsi NTT mengalami deflasi 0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali
turunnya tarif angkutan udara paska hari raya Idul Fitri. Inflasi justru terjadi pada komoditas bahan makanan yang naik
1,35% (mtm) setelah 4 bulan sebelumnya cenderung deflasi. Inflasi bahan makanan tersebut disebabkan oleh
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
-10
-8
-6
-4
-2
0
YOY
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
(0,2)
(0,9)
(0,0)
0,0
0,5
0,1
(0,0)
0,6
0,4
0,4
0,5
0,6
0,1
1,4
0,0
(0,3)
JUN
0,3
0,1
0,0
0,0
0,8
0,8
0,1
1,1
0,3
0,5
0,3
(0,2)
1,3
1,3
0,1
(0,0)
JUL
YOY
II
4,34
5,00
3,47
5,40
5,32
5,22
1,97
2,75
4,71
6,45
3,39
5,05
6,63
6,44
2,04
2,14
JUL
44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR 3.5. PERBANDINGAN HARGA DAGING AYAM RAS DI INDONESIA
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES DAGING AYAM RAS NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
03
/01
/20
17
12
/01
/20
17
20
/01
/20
17
30
/01
/20
17
10
/02
/20
17
21
/02
/20
17
01
/03
/20
17
09
/03
/20
17
17
/03
/20
17
27
/03
/20
17
05
/04
/20
17
13
/04
/20
17
25
/04
/20
17
04
/05
/20
17
15
/05
/20
17
23
/05
/20
17
02
/06
/20
17
12
/06
/20
17
20
/06
/20
17
06
/07
/20
17
14
/07
/20
17
24
/07
/20
17
01
/08
/20
17
09
/08
/20
17
23000260002900032000350003800041000440004700050000
NASIONAL NTT JATIM
45
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
Komoditas daging ayam ras juga menunjukkan adanya kenaikan inflasi dalam 2 bulan terakhir, seiring dengan adanya
penurunan jumlah peternak paska turunnya harga triwulan sebelumnya. Penurunan pasokan tersebut berdampak
signifikan terhadap pergerakan daging ayam ras di NTT, walaupun hingga tanggal 15 Agustus 2017 menunjukkan adanya
tren penurunan. Harga daging ayam ras di NTT masih relatif tinggi sebesar Rp 43.500,-/kg, jauh lebih tinggi dibanding
harga rata-rata nasional yang sebesar Rp 34.750,-/kg atau menduduki peringkat kedua tertinggi setelah Provinsi
Gorontalo. Dengan perbedaan harga yang cukup besar dibanding harga di Jawa Timur sebagai pemasok DOC dan daging
ayam ras utama NTT, maka potensi penurunan harga masih cukup besar.
meningkatnya harga ikan segar di pasar, dikarenakan banyak nelayan tidak melaut karena adanya cuaca yang buruk. Hal
ini menyebabkan pasokan ikan segar mengalami penurunan dan berdampak pada kenaikan harga. Kenaikan tinggi juga
terjadi pada komoditas cabai rawit yang meningkat hingga 74,16%(mtm) ataupun komoditas daging ayam ras yang
masih meningkat 11,26% (mtm).
Pada bulan Agustus, nilai inflasi diperkirakan relatif tetap. Adanya musim angin diperkirakan akan berdampak terhadap
turunnya pasokan ikan dan gangguan distribusi seiring dengan terganggunya pengiriman bahan makanan dari luar NTT.
Data PIHPS menunjukkan bahwa terjadi potensi kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam dan beberapa jenis ikan.
Sayur-sayuran diprediksi masih akan cenderung menurun seiring dengan cukup stabilnya cuaca di darat.
Adapun yang patut menjadi perhatian adalah masih relatif tingginya harga komoditas cabai rawit merah di Kota Kupang.
Kenaikan harga lebih disebabkan oleh fluktuasi harga cabai rawit di Kota Kupang, sedangkan pergerakan harga di Kota
Maumere cenderung stabil dan secara nasional bahkan menurun. Adanya shock pasokan tersebut sekiranya dapat
diwaspadai oleh pemerintah baik melalui monitoring pasokan, inspeksi mendadak dan operasi pasar. Hingga tanggal 15
Agustus 2017, posisi harga rata-rata cabai rawit merah di NTT mencapai Rp 70.650,-, jauh di atas rata-rata nasional yang
hanya sebesar Rp 40.250,-.
GRAFIK 3.16. PERBANDINGAN SERIES HARGA CABAI RAWIT MERAH NTT DAN NASIONAL
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
10000003/0
1/2
017
12/0
1/2
017
20/0
1/2
017
30/0
1/2
017
10/0
2/2
017
21/0
2/2
017
01/0
3/2
017
09/0
3/2
017
17/0
3/2
017
27/0
3/2
017
05/0
4/2
017
13/0
4/2
017
25/0
4/2
017
04/0
5/2
017
15/0
5/2
017
23/0
5/2
017
02/0
6/2
017
12/0
6/2
017
20/0
6/2
017
06/0
7/2
017
14/0
7/2
017
24/0
7/2
017
01/0
8/2
017
09/0
8/2
017
GAMBAR 3.4. PERBANDINGAN HARGA CABAI RAWIT MERAH DI INDONESIA
Sumber : www.hargapangan.id
Berdasarkan kelompok pengeluaran, terlihat semua kelompok mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi pada kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, disusul oleh kelompok sandang, kesehatan dan bahan makanan. Relatif
tingginya inflasi tahunan Maumere lebih disebabkan oleh faktor based effect berupa rendahnya inflasi di tahun
sebelumnya. Apabila dilihat berdasarkan inflasi tahun berjalan hingga triwulan II 2017, terlihat bahwa inflasi Kota
Maumere hanya sebesar 0,58% (ytd), lebih rendah dibanding inflasi tahun berjalan Kota Kupang yang sebesar 0,84%
(ytd). Tekanan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan tarif listrik rumah tangga, diikuti kenaikan biaya perpanjangan
jasa STNK yang naik di awal tahun serta harga rokok, barang pribadi dan sandang lain, jasa perawatan jasmani dan olah
raga.
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN III 2017
Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan mengalami penurunan seiring dengan tidak adanya even
khusus yang mempengaruhi lonjakan permintaan. Namun demikian, rendahnya inflasi di periode yang sama
tahun sebelumnya akan membuat inflasi secara tahunan mengalami peningkatan dibanding triwulan II 2017.
Kondisi cuaca yang kondusif diperkirakan masih akan menahan harga bahan makanan tetap rendah seiring dengan
produksi bahan makanan yang diperkirakan mencukupi. Permintaan diperkirakan juga akan relatif normal seiring dengan
tidak adanya even khusus yang berpotensi meningkatkan permintaan. Adanya hari raya Idul Adha dan tahun baru Islam
diperkirakan tidak akan terlalu berdampak dikarenakan mayoritas penduduk NTT beragama non muslim. Data BMKG juga
menunjukkan bahwa musim kering penuh baru akan terjadi di Pulau Timor dan Sumba serta Flores bagian timur pada
bulan September 2017. Di bulan Agustus masih terdapat hujan di beberapa daerah walaupun tergolong rendah.
GAMBAR 3.1. PETA ANALISIS CURAH HUJAN JULI 2017 GAMBAR 3.2. PETA ANALISIS CURAH HUJAN AGUSTUS 2017 GAMBAR 3.3. PETA ANALISIS CURAH HUJAN SEPTEMBER 2017
Sumber :KKP, diolah
Secara bulanan, pada bulan Juli 2017, Provinsi NTT mengalami deflasi 0,16% (mtm) terutama disebabkan oleh kembali
turunnya tarif angkutan udara paska hari raya Idul Fitri. Inflasi justru terjadi pada komoditas bahan makanan yang naik
1,35% (mtm) setelah 4 bulan sebelumnya cenderung deflasi. Inflasi bahan makanan tersebut disebabkan oleh
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.15. DISAGREGASI INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
-10
-8
-6
-4
-2
0
YOY
2
4
6
8
10
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 42017
5 6 7
SUM_VF VF CORESUM_CORE SUM_AP INFLASI AP
Tabel 3.9. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
MTM
APR MEI
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
(0,2)
(0,9)
(0,0)
0,0
0,5
0,1
(0,0)
0,6
0,4
0,4
0,5
0,6
0,1
1,4
0,0
(0,3)
JUN
0,3
0,1
0,0
0,0
0,8
0,8
0,1
1,1
0,3
0,5
0,3
(0,2)
1,3
1,3
0,1
(0,0)
JUL
YOY
II
4,34
5,00
3,47
5,40
5,32
5,22
1,97
2,75
4,71
6,45
3,39
5,05
6,63
6,44
2,04
2,14
JUL
44 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR 3.5. PERBANDINGAN HARGA DAGING AYAM RAS DI INDONESIA
Sumber : www.hargapangan.id
GRAFIK 3.17. PERBANDINGAN SERIES DAGING AYAM RAS NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
03
/01
/20
17
12
/01
/20
17
20
/01
/20
17
30
/01
/20
17
10
/02
/20
17
21
/02
/20
17
01
/03
/20
17
09
/03
/20
17
17
/03
/20
17
27
/03
/20
17
05
/04
/20
17
13
/04
/20
17
25
/04
/20
17
04
/05
/20
17
15
/05
/20
17
23
/05
/20
17
02
/06
/20
17
12
/06
/20
17
20
/06
/20
17
06
/07
/20
17
14
/07
/20
17
24
/07
/20
17
01
/08
/20
17
09
/08
/20
17
23000260002900032000350003800041000440004700050000
NASIONAL NTT JATIM
GAMBAR 3.6. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi
Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah
Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis (PIHPS) Nasional
Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.
a.
b.
c .
d.
47
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, pada triwulan II 2017 telah dilakukan rapat koordinasi nasional
TPID yang dimulai dengan rapat teknis dan HLM TPID. Untuk menjaga kestabilan harga pada saat hari raya,
TPID Provinsi NTT juga telah melakukan inspeksi mendadak ke pasar, pelabuhan dan bandara, serta telah
dilakukan operasi pasar rutin oleh BULOG dan insidentil dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan di
NTT. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, pada tanggal 6 April 2017 telah dilakukan High Level Meeting yang
langsung dipimpin oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur dan dihasilkan beberapa kesepakatan antara lain : perlunya
peningkatan produksi tanaman pangan untuk mengurangi ketergantungan pangan dari daerah lain, dimohon untuk
dilakukan penambahan frekuensi penerbangan di NTT, stok beras BULOG masih cukup aman untuk 4 bulan ke depan,
segera dijajagi pembuatan breeding farm di Pulau Flores untuk menjaga stabilitas harga daging ayam ras dan perlu
untuk dilakukan sidak terutama pada hari besar Paskah, Lebaran dan Hari Raya Natal.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah terutama di bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, pada
tanggal 31 Mei 2017 telah dilakukan rapat teknis TPID yang menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain: segera
dibentuk posko-posko pemantauan langsung inflasi termasuk di aktivitas bongkar-muat dan pelayanan penumpang,
pembentukan satgas pangan di seluruh kabupaten dan kota.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 14 Juni 2017 telah
dilakukan kegiatan Sidak di Pasar Kasih Naikoten dengan kesimpulan perlunya sosialisasi informasi harga kebutuhan
pokok untuk mengurangi variasi harga komoditas pangan. Sidak dilanjutkan dengan kunjungan ke Pelabuhan Tenau
untuk memantau aktivitas bongkar-muat diikuti dengan arahan Gubernur NTT agar memprioritaskan bongkar-muat
untuk barang kebutuhan pokok. Selanjutnya, sidak dilakukan di Bandara El Tari untuk memantau ketersediaan layanan
angkutan udara sekaligus memonitor kenaikan harga tiket pesawat jelang hari raya.
Pada tanggal 14 Juni 2017 juga dilaksanakan Pasar Murah BI dan BMPD NTT dalam rangka berkontribusi langsung
meredam kenaikan harga di bulan Ramadhan. Selain itu pada tanggal 19 Juni 2017 juga telah dilaksanakan Pasar
Murah Polda bekerja sama dengan BI, Bulog, Dinas Perdagangan dan para distributor bahan makanan.
Dalam rangka pengendalian inflasi, pada tanggal 26-27 Juli 2017 telah dilaksanakan rangkaian kegiatan Rakornas TPID
di Jakarta yang membahas mengenai beberapa hal di antaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
Evaluasi inflasi nasional 2016 dan perkembangan inflasi Juni 2017 yaitu Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2016
tercatat pada level 3,02%, terendah sejak 2010. Hingga bulan Juni 2017, inflasi IHK nasional baru mencapai 2,38%
(ytd). Pencapaian inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran di bulan Juni 2017 tersebut menjadi inflasi terendah
untuk periode lebaran selama 6 tahun terakhir.
Tindak lanjut arahan Presiden mengenai pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah antara lain dengan
melakukan berbagai inovasi program mendukung pengendalian inflasi daerah, yakni:
•
•
46
Pada bulan September, diperkirakan akan terjadi inflasi walaupun tidak terlalu besar di kisaran 0,19% (mtm). Adanya
potensi inflasi tersebut terutama disebabkan oleh adanya perayaan hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Islam walaupun
pengaruhnya tidak terlalu besar. Secara triwulanan, inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan masih cukup terjaga terutama
disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif masih bagus, mulai berhentinya musim angin timur dan tidak adanya
kegiatan/hari libur nasional yang berpotensi meningkatkan permintaan komoditas secara signifikan.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR 3.6. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016 DAN SEBARAN PEMBENTUKAN TPID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Memperkuat dasar hukum dan menyederhanakan kegiatan koordinasi pengendalian inflasi
Memperkuat sinergi perencanaan program dan kegiatan pengendalian inflasi daerah
Mengembangkan sistem informasi pengendalian harga pangan berskala nasional melalui Pusat Informasi Harga
Pangan Strategis (PIHPS) Nasional
Mendorong efisiensi tata niaga pangan melalui kerja sama perdagangan antar daerah.
a.
b.
c .
d.
47
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Dalam rangka pengendalian inflasi di daerah, pada triwulan II 2017 telah dilakukan rapat koordinasi nasional
TPID yang dimulai dengan rapat teknis dan HLM TPID. Untuk menjaga kestabilan harga pada saat hari raya,
TPID Provinsi NTT juga telah melakukan inspeksi mendadak ke pasar, pelabuhan dan bandara, serta telah
dilakukan operasi pasar rutin oleh BULOG dan insidentil dalam rangka menjaga kestabilan harga pangan di
NTT. Adapun rincian ringkasan kegiatan sebagai berikut:
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah, pada tanggal 6 April 2017 telah dilakukan High Level Meeting yang
langsung dipimpin oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur dan dihasilkan beberapa kesepakatan antara lain : perlunya
peningkatan produksi tanaman pangan untuk mengurangi ketergantungan pangan dari daerah lain, dimohon untuk
dilakukan penambahan frekuensi penerbangan di NTT, stok beras BULOG masih cukup aman untuk 4 bulan ke depan,
segera dijajagi pembuatan breeding farm di Pulau Flores untuk menjaga stabilitas harga daging ayam ras dan perlu
untuk dilakukan sidak terutama pada hari besar Paskah, Lebaran dan Hari Raya Natal.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah terutama di bulan Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri, pada
tanggal 31 Mei 2017 telah dilakukan rapat teknis TPID yang menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain: segera
dibentuk posko-posko pemantauan langsung inflasi termasuk di aktivitas bongkar-muat dan pelayanan penumpang,
pembentukan satgas pangan di seluruh kabupaten dan kota.
Dalam rangka pengendalian inflasi daerah bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 14 Juni 2017 telah
dilakukan kegiatan Sidak di Pasar Kasih Naikoten dengan kesimpulan perlunya sosialisasi informasi harga kebutuhan
pokok untuk mengurangi variasi harga komoditas pangan. Sidak dilanjutkan dengan kunjungan ke Pelabuhan Tenau
untuk memantau aktivitas bongkar-muat diikuti dengan arahan Gubernur NTT agar memprioritaskan bongkar-muat
untuk barang kebutuhan pokok. Selanjutnya, sidak dilakukan di Bandara El Tari untuk memantau ketersediaan layanan
angkutan udara sekaligus memonitor kenaikan harga tiket pesawat jelang hari raya.
Pada tanggal 14 Juni 2017 juga dilaksanakan Pasar Murah BI dan BMPD NTT dalam rangka berkontribusi langsung
meredam kenaikan harga di bulan Ramadhan. Selain itu pada tanggal 19 Juni 2017 juga telah dilaksanakan Pasar
Murah Polda bekerja sama dengan BI, Bulog, Dinas Perdagangan dan para distributor bahan makanan.
Dalam rangka pengendalian inflasi, pada tanggal 26-27 Juli 2017 telah dilaksanakan rangkaian kegiatan Rakornas TPID
di Jakarta yang membahas mengenai beberapa hal di antaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
Evaluasi inflasi nasional 2016 dan perkembangan inflasi Juni 2017 yaitu Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2016
tercatat pada level 3,02%, terendah sejak 2010. Hingga bulan Juni 2017, inflasi IHK nasional baru mencapai 2,38%
(ytd). Pencapaian inflasi IHK pada periode puasa dan lebaran di bulan Juni 2017 tersebut menjadi inflasi terendah
untuk periode lebaran selama 6 tahun terakhir.
Tindak lanjut arahan Presiden mengenai pengendalian inflasi di tingkat pusat dan daerah antara lain dengan
melakukan berbagai inovasi program mendukung pengendalian inflasi daerah, yakni:
•
•
46
Pada bulan September, diperkirakan akan terjadi inflasi walaupun tidak terlalu besar di kisaran 0,19% (mtm). Adanya
potensi inflasi tersebut terutama disebabkan oleh adanya perayaan hari raya Idul Adha dan Tahun Baru Islam walaupun
pengaruhnya tidak terlalu besar. Secara triwulanan, inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan masih cukup terjaga terutama
disebabkan oleh kondisi cuaca yang relatif masih bagus, mulai berhentinya musim angin timur dan tidak adanya
kegiatan/hari libur nasional yang berpotensi meningkatkan permintaan komoditas secara signifikan.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Berdasarkan data penyumbang utama inflasi komoditas di bulan November dan Desember pada 6 tahun terakhir
didapatkan bahwa total sumbangan inflasi pada 15 komoditas utama mendekati nilai total inflasi di NTT dengan korelasi
mencapai 73%. Hal ini berarti apabila pasokan pada 15 komoditas tersebut dapat dikontrol, maka inflasi relatif dapat
terkendali. Deviasi tinggi pada tahun 2014 lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan
hampir pada seluruh komoditas, sedangkan deviasi yang cukup tinggi pada tahun 2015 lebih disebabkan oleh
terselenggaranya beberapa acara nasional seperti hari keluarga nasional dan natal bersama nasional yang berdampak
pada kenaikan harga komoditas. Dengan asumsi tanpa ada acara khusus, maka ke-15 komoditas tersebut sudah dapat
digunakan untuk menjelaskan pergerakan inflasi akhir tahun di Provinsi NTT.
Dari total 15 komoditas, 14 komoditas merupakan komoditas bahan makanan dan hanya satu komoditas non bahan
makanan yaitu komoditas angkutan udara. Adapun inflasi angkutan udara sangat tergantung dari adanya kegiatan
tambahan di NTT. Apabila tidak terdapat event khusus, inflasi angkutan udara cenderung stabil. Namun demikian apabila
terdapat kegiatan tambahan lainnya, inflasi angkutan udara akan cenderung meningkat dikarenakan pasokan
penerbangan yang terbatas. Dari 14 komoditas bahan makanan, 2 komoditas berupa ikan segar (kembung dan tongkol)
yang sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan. Inflasi komoditas tersebut akan cenderung meningkat terutama di awal
musim penghujan (November) maupun di bulan Desember seiring dengan turunnya hasil tangkapan ikan. Langkah
struktural yang mungkin bisa dilakukan adalah berupa pembiasaan mengkonsumsi produk olahan atau melakukan
penyimpanan di cold storage sejauh menguntungkan dari sisi bisnis. Adapun ke-12 komoditas lainnya dapat
dibudidayakan, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pengendalian struktural. Berdasarkan lama simpan, sebagian besar komoditas memiliki daya simpan pendek ke sedang berturut-turut berdasarkan
lama simpan yaitu komoditas sawi putih, bayam, kangkung, tomat sayur, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras,
daging babi, kembung, tongkol, wortel, telur ayam ras, dan bawang merah. Hanya 1 komoditas yang dapat disimpan
dalam jangka panjang yaitu beras. Semakin lama komoditas dapat disimpan, maka akan berdampak pada fluktuasi inflasi
yang cenderung lebih rendah. Pendekatan pengendalian inflasi juga cenderung berbeda yaitu semakin lama waktu
simpan, maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan persediaan, sedangkan semakin pendek waktu simpan,
maka perencanaan/pengaturan produksi yang matang menjadi strategi utama.
GRAFIK BOKS 3.3.
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
PERBANDINGAN ANDIL INFLASI 15 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI PROVINSI NTT
ANGKUTAN UDARACABAI MERAHBAYAMDAGING BABITONGKOLKANGKUNGTELUR AYAM RASWORTELCABAI RAWITTOMAT SAYURDAGING AYAM RASKEMBUNGBAWANG MERAHBERASSAWI PUTIHGABUNGANNTT
(1,00) (0,50)
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00
112011
12 112012
12 112013
12 112014
12 112015
12 112016
12
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
49
Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi ResikoBoks 3.
Berdasarkan data 10 tahun terakhir dapat dilihat bahwa secara umum, inflasi bulanan di Provinsi NTT membentuk sebuah
pola. Inflasi akan cenderung tinggi di bulan Januari yang lebih disebabkan oleh puncak musim penghujan yang berakibat
pada menurunnya sebagian besar pasokan bahan makanan. Inflasi akan berangsur menurun pada bulan Februari dan
seterusnya hingga kembali meningkat pada bulan Juli seiring dengan adanya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang
berdampak pada kenaikan tarif angkutan udara yang sangat signifikan. Inflasi mengalami pelambatan bahkan penurunan
pada bulan setelahnya dan kembali menunjukkan kenaikan pada bulan November dan Desember seiring dengan
dimulainya musim penghujan dan tingginya permintaan bahan makanan dalam rangka menyambut hari raya Natal dan
Tahun Baru. Secara umum, pola pergerakan inflasi di Provinsi NTT mengikuti pola pergerakan inflasi bahan makanan
dengan tingkat korelasi mencapai 82%. Adanya kenaikan atau penurunan inflasi bahan makanan, secara positif
berdampak signifikan terhadap pergerakan inflasi secara umum. Hal ini dikarenakan lebih dari 70% penyebab inflasi
utama disumbang oleh inflasi bahan makanan.
Berdasarkan pola inflasi bulanan tersebut terlihat bahwa inflasi bahan makanan di tahun 2017 cenderung di bawah rata-
rata inflasi bahan makanan di tiap bulannya. Hasil yang baik ini sekiranya dapat dipertahankan dengan melakukan
langkah-langkah pengendalian inflasi yang tepat sasaran. Upaya teknis telah dilakukan pemerintah berupa operasi pasar,
monitoring harga maupun melalui inspeksi mendadak yang dilakukan. Namun demikian, upaya tersebut akan kurang
berdampak apabila sumber permasalahan inflasi berupa penurunan pasokan atau kenaikan permintaan yang memang
harus membutuhkan upaya struktural.
Berdasarkan hasil analisis pola inflasi didapatkan bahwa potensi gangguan pasokan/peningkatan permintaan bahan
makanan biasanya terjadi pada bulan Januari dikarenakan oleh kondisi cuaca buruk atau pada bulan November dan
Desember seiring dengan dimulainya musim penghujan dan hari raya Natal dan Tahun Baru. Pada Bulan Juli, Inflasi lebih
disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya lonjakan penumpang untuk mudik lebaran,
sedangkan inflasi bahan makanan justru relatif stabil. Berdasarkan data tren didapatkan bahwa inflasi bahan makanan
cenderung mengalami peningkatan pada bulan November dan Desember, sedangkan tren inflasi pada bulan Januari
cenderung melambat. Hal ini disebabkan oleh sudah cukup tingginya posisi harga di bulan Desember, sehingga inflasi di
Januari mulai cenderung melambat. Oleh karena itu, untuk pengendalian inflasi bahan makanan, diperlukan langkah
strategis berupa pengendalian pasokan komoditas.
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 AV
GRAFIK BOKS 3. 1.
Sumber : BPS, diolah
POLA PERGERAKAN INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR
-5
-3
-1
1
3
5
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 3.2. TREN KENAIKAN INFLASI BAHAN MAKANAN DI SETIAP AKHIR TAHUN
NOVEMBER DESEMBER
2011 2012 2013 2014 2015 20162007 2008 2009 2010 (4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
5,306,38
1,833,35
48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK BOKS 3.4. PERBANDINGAN LAMA SIMPAN DAN STRUKTUR PASAR14 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI NTT
Berdasarkan data penyumbang utama inflasi komoditas di bulan November dan Desember pada 6 tahun terakhir
didapatkan bahwa total sumbangan inflasi pada 15 komoditas utama mendekati nilai total inflasi di NTT dengan korelasi
mencapai 73%. Hal ini berarti apabila pasokan pada 15 komoditas tersebut dapat dikontrol, maka inflasi relatif dapat
terkendali. Deviasi tinggi pada tahun 2014 lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM yang berdampak pada kenaikan
hampir pada seluruh komoditas, sedangkan deviasi yang cukup tinggi pada tahun 2015 lebih disebabkan oleh
terselenggaranya beberapa acara nasional seperti hari keluarga nasional dan natal bersama nasional yang berdampak
pada kenaikan harga komoditas. Dengan asumsi tanpa ada acara khusus, maka ke-15 komoditas tersebut sudah dapat
digunakan untuk menjelaskan pergerakan inflasi akhir tahun di Provinsi NTT.
Dari total 15 komoditas, 14 komoditas merupakan komoditas bahan makanan dan hanya satu komoditas non bahan
makanan yaitu komoditas angkutan udara. Adapun inflasi angkutan udara sangat tergantung dari adanya kegiatan
tambahan di NTT. Apabila tidak terdapat event khusus, inflasi angkutan udara cenderung stabil. Namun demikian apabila
terdapat kegiatan tambahan lainnya, inflasi angkutan udara akan cenderung meningkat dikarenakan pasokan
penerbangan yang terbatas. Dari 14 komoditas bahan makanan, 2 komoditas berupa ikan segar (kembung dan tongkol)
yang sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan. Inflasi komoditas tersebut akan cenderung meningkat terutama di awal
musim penghujan (November) maupun di bulan Desember seiring dengan turunnya hasil tangkapan ikan. Langkah
struktural yang mungkin bisa dilakukan adalah berupa pembiasaan mengkonsumsi produk olahan atau melakukan
penyimpanan di cold storage sejauh menguntungkan dari sisi bisnis. Adapun ke-12 komoditas lainnya dapat
dibudidayakan, sehingga dimungkinkan untuk dilakukan pengendalian struktural. Berdasarkan lama simpan, sebagian besar komoditas memiliki daya simpan pendek ke sedang berturut-turut berdasarkan
lama simpan yaitu komoditas sawi putih, bayam, kangkung, tomat sayur, cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras,
daging babi, kembung, tongkol, wortel, telur ayam ras, dan bawang merah. Hanya 1 komoditas yang dapat disimpan
dalam jangka panjang yaitu beras. Semakin lama komoditas dapat disimpan, maka akan berdampak pada fluktuasi inflasi
yang cenderung lebih rendah. Pendekatan pengendalian inflasi juga cenderung berbeda yaitu semakin lama waktu
simpan, maka masih dimungkinkan melakukan peningkatan persediaan, sedangkan semakin pendek waktu simpan,
maka perencanaan/pengaturan produksi yang matang menjadi strategi utama.
GRAFIK BOKS 3.3.
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
PERBANDINGAN ANDIL INFLASI 15 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI PROVINSI NTT
ANGKUTAN UDARACABAI MERAHBAYAMDAGING BABITONGKOLKANGKUNGTELUR AYAM RASWORTELCABAI RAWITTOMAT SAYURDAGING AYAM RASKEMBUNGBAWANG MERAHBERASSAWI PUTIHGABUNGANNTT
(1,00) (0,50)
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 4,00
112011
12 112012
12 112013
12 112014
12 112015
12 112016
12
Sumber : Bea Cukai, COGNOS BI, diolah
49
Potensi Inflasi Bahan Makanan dan Mitigasi ResikoBoks 3.
Berdasarkan data 10 tahun terakhir dapat dilihat bahwa secara umum, inflasi bulanan di Provinsi NTT membentuk sebuah
pola. Inflasi akan cenderung tinggi di bulan Januari yang lebih disebabkan oleh puncak musim penghujan yang berakibat
pada menurunnya sebagian besar pasokan bahan makanan. Inflasi akan berangsur menurun pada bulan Februari dan
seterusnya hingga kembali meningkat pada bulan Juli seiring dengan adanya libur sekolah dan hari raya Idul Fitri yang
berdampak pada kenaikan tarif angkutan udara yang sangat signifikan. Inflasi mengalami pelambatan bahkan penurunan
pada bulan setelahnya dan kembali menunjukkan kenaikan pada bulan November dan Desember seiring dengan
dimulainya musim penghujan dan tingginya permintaan bahan makanan dalam rangka menyambut hari raya Natal dan
Tahun Baru. Secara umum, pola pergerakan inflasi di Provinsi NTT mengikuti pola pergerakan inflasi bahan makanan
dengan tingkat korelasi mencapai 82%. Adanya kenaikan atau penurunan inflasi bahan makanan, secara positif
berdampak signifikan terhadap pergerakan inflasi secara umum. Hal ini dikarenakan lebih dari 70% penyebab inflasi
utama disumbang oleh inflasi bahan makanan.
Berdasarkan pola inflasi bulanan tersebut terlihat bahwa inflasi bahan makanan di tahun 2017 cenderung di bawah rata-
rata inflasi bahan makanan di tiap bulannya. Hasil yang baik ini sekiranya dapat dipertahankan dengan melakukan
langkah-langkah pengendalian inflasi yang tepat sasaran. Upaya teknis telah dilakukan pemerintah berupa operasi pasar,
monitoring harga maupun melalui inspeksi mendadak yang dilakukan. Namun demikian, upaya tersebut akan kurang
berdampak apabila sumber permasalahan inflasi berupa penurunan pasokan atau kenaikan permintaan yang memang
harus membutuhkan upaya struktural.
Berdasarkan hasil analisis pola inflasi didapatkan bahwa potensi gangguan pasokan/peningkatan permintaan bahan
makanan biasanya terjadi pada bulan Januari dikarenakan oleh kondisi cuaca buruk atau pada bulan November dan
Desember seiring dengan dimulainya musim penghujan dan hari raya Natal dan Tahun Baru. Pada Bulan Juli, Inflasi lebih
disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan adanya lonjakan penumpang untuk mudik lebaran,
sedangkan inflasi bahan makanan justru relatif stabil. Berdasarkan data tren didapatkan bahwa inflasi bahan makanan
cenderung mengalami peningkatan pada bulan November dan Desember, sedangkan tren inflasi pada bulan Januari
cenderung melambat. Hal ini disebabkan oleh sudah cukup tingginya posisi harga di bulan Desember, sehingga inflasi di
Januari mulai cenderung melambat. Oleh karena itu, untuk pengendalian inflasi bahan makanan, diperlukan langkah
strategis berupa pengendalian pasokan komoditas.
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 AV
GRAFIK BOKS 3. 1.
Sumber : BPS, diolah
POLA PERGERAKAN INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR
-5
-3
-1
1
3
5
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 3.2. TREN KENAIKAN INFLASI BAHAN MAKANAN DI SETIAP AKHIR TAHUN
NOVEMBER DESEMBER
2011 2012 2013 2014 2015 20162007 2008 2009 2010 (4,00)
(2,00)
-
2,00
4,00
6,00
8,00
5,306,38
1,833,35
48 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK BOKS 3.4. PERBANDINGAN LAMA SIMPAN DAN STRUKTUR PASAR14 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI NTT
Dilihat dari struktur pasar, maka sebagian besar komoditas di NTT memiliki struktur pasar persaingan sempurna, yang
artinya kenaikan atau penurunan harga hanya dipengaruhi oleh besarnya pasokan dan permintaan yang ada. Untuk
komoditas ini, maka strategi yang dilakukan lebih dititik beratkan pada strategi menjaga pasokan yang cukup di pasar.
Untuk komoditas yang bersifat oligopoli dan monopoli, maka selain menjaga dan memonitor pasokan, menjalin kerjasama
dengan pemain besar juga perlu dilakukan agar pasokan dapat tersedia dalam jumlah yang cukup. Peran pelaku usaha
dalam menjaga inflasi sangat diperlukan terutama pada komoditas dengan struktur pasar oligopoli sedang hingga
monopoli. Untuk komoditas yang berada pada struktur pasar oligopoli lemah dan persaingan sempurna, maka langkah
strategis pemerintah dalam menjaga pasokan dapat lebih berdaya guna.
Dari 12 komoditas yang memungkinkan untuk dilakukan budidaya, terdapat 3 komoditas yang sudah tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembudidayaan saat ini (daging babi, beras, telur ayam ras) dikarenakan oleh waktu
pembudidayaan yang lama. Langkah pengendalian yang bisa dilakukan saat ini hanyalah dengan menjaga pasokan cukup
tersedia di pasar. Sembilan komoditas lainnya berdasarkan analisis masa tanam masih memungkinkan untuk dilakukan
upaya strategis yaitu dengan melakukan penanaman komoditas sesuai tabel di atas. Adanya gerakan tanam di luar musim
untuk komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran di atas sekiranya dapat segera dilakukan, agar penyediaan pasokan
pada saat hari raya dapat dipenuhi dan inflasi akhir tahun dapat lebih dikendalikan.
Tabel Boks 3.1. Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT tahun 2017
KOMODITAS
SAWI PUTIH
BERAS
BAWANG MERAH
TOMAT
CABE RAWIT
WORTEL
KANGKUNG
BAYAM
CABAI BESAR
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
MASA TANAM
25
100
70
70
90
90
21
20
75
25
25
AGUSTUSPROD TON/HA
30
10
20
120
18
20
27
12
33
37
37
3 4 5
SEPTEMBER
1 2 3 4 5
OKTOBER
1 2 3 4
NOVEMBER
1 2 3 4
DESEMBER
1 2 3 4
Sumber : BPS, diolah
50
Stabilitas Keuangan Daerah04
Kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 6,64% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).
Kredit UMKM turut tumbuh melambat sebesar 13,88% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).
Kredit korporasi tercatat tumbuh negatif -8,69% (yoy), setelah triwulan sebelumnya tumbuh tinggi sebesar
44,27% (yoy).
Secara keseluruhan, kinerja industri perbankan di Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 tercatat cukup
stabil dengan pertumbuhan penyaluran kredit masih di atas 10%, yakni sebesar 11,03% (yoy) dan pertumbuhan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari masyarakat sebesar 5,91% (yoy). Aset perbankan di Provinsi NTT juga
tercatat tumbuh positif sebesar 10,29% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan
peningkatan penempatan pada bank lain.
Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan
meningkatnya perekonomian daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit sektor rumah tangga
dan UMKM yang masih cukup tinggi meskipun sedikit melambat. Kredit bermasalah juga masih terjaga cukup
rendah. Dengan demikian masih terdapat cukup ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk melakukan
ekspansi penyaluran kredit kepada masyarakat dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Dilihat dari struktur pasar, maka sebagian besar komoditas di NTT memiliki struktur pasar persaingan sempurna, yang
artinya kenaikan atau penurunan harga hanya dipengaruhi oleh besarnya pasokan dan permintaan yang ada. Untuk
komoditas ini, maka strategi yang dilakukan lebih dititik beratkan pada strategi menjaga pasokan yang cukup di pasar.
Untuk komoditas yang bersifat oligopoli dan monopoli, maka selain menjaga dan memonitor pasokan, menjalin kerjasama
dengan pemain besar juga perlu dilakukan agar pasokan dapat tersedia dalam jumlah yang cukup. Peran pelaku usaha
dalam menjaga inflasi sangat diperlukan terutama pada komoditas dengan struktur pasar oligopoli sedang hingga
monopoli. Untuk komoditas yang berada pada struktur pasar oligopoli lemah dan persaingan sempurna, maka langkah
strategis pemerintah dalam menjaga pasokan dapat lebih berdaya guna.
Dari 12 komoditas yang memungkinkan untuk dilakukan budidaya, terdapat 3 komoditas yang sudah tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembudidayaan saat ini (daging babi, beras, telur ayam ras) dikarenakan oleh waktu
pembudidayaan yang lama. Langkah pengendalian yang bisa dilakukan saat ini hanyalah dengan menjaga pasokan cukup
tersedia di pasar. Sembilan komoditas lainnya berdasarkan analisis masa tanam masih memungkinkan untuk dilakukan
upaya strategis yaitu dengan melakukan penanaman komoditas sesuai tabel di atas. Adanya gerakan tanam di luar musim
untuk komoditas bumbu-bumbuan dan sayur-sayuran di atas sekiranya dapat segera dilakukan, agar penyediaan pasokan
pada saat hari raya dapat dipenuhi dan inflasi akhir tahun dapat lebih dikendalikan.
Tabel Boks 3.1. Jadwal Masa Tanam dan Masa Panen Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Provinsi NTT tahun 2017
KOMODITAS
SAWI PUTIH
BERAS
BAWANG MERAH
TOMAT
CABE RAWIT
WORTEL
KANGKUNG
BAYAM
CABAI BESAR
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
MASA TANAM
25
100
70
70
90
90
21
20
75
25
25
AGUSTUSPROD TON/HA
30
10
20
120
18
20
27
12
33
37
37
3 4 5
SEPTEMBER
1 2 3 4 5
OKTOBER
1 2 3 4
NOVEMBER
1 2 3 4
DESEMBER
1 2 3 4
Sumber : BPS, diolah
50
Stabilitas Keuangan Daerah04
Kredit sektor rumah tangga pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 6,64% (yoy), melambat dibandingkan triwulan
I 2017 dan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).
Kredit UMKM turut tumbuh melambat sebesar 13,88% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).
Kredit korporasi tercatat tumbuh negatif -8,69% (yoy), setelah triwulan sebelumnya tumbuh tinggi sebesar
44,27% (yoy).
Secara keseluruhan, kinerja industri perbankan di Provinsi NTT pada periode triwulan II 2017 tercatat cukup
stabil dengan pertumbuhan penyaluran kredit masih di atas 10%, yakni sebesar 11,03% (yoy) dan pertumbuhan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari masyarakat sebesar 5,91% (yoy). Aset perbankan di Provinsi NTT juga
tercatat tumbuh positif sebesar 10,29% (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan
peningkatan penempatan pada bank lain.
Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan
meningkatnya perekonomian daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit sektor rumah tangga
dan UMKM yang masih cukup tinggi meskipun sedikit melambat. Kredit bermasalah juga masih terjaga cukup
rendah. Dengan demikian masih terdapat cukup ruang bagi perbankan di Provinsi NTT untuk melakukan
ekspansi penyaluran kredit kepada masyarakat dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua
fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun
sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana
untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas
ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga
stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya
tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.
Signifikansi sektor rumah tangga dalam aktivitas ekonomi Provinsi NTT tampak dari nominal Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Pangsa konsumsi rumah tangga (RT) dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mencapai
76,05% (triwulan I 2017). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 meningkat menjadi 5,55% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Terlepas dari efek seasonal tahunan, secara umum daya beli
masyarakat masih terjaga didukung oleh beberapa faktor yakni: (1) tingkat inflasi yang terjaga dan relatif rendah; (2)
kecenderungan tren penguatan nilai tukar rupiah dan (3) penurunan suku bunga kebijakan yang diikuti penurunan
bertahap suku bunga kredit sebagai bentuk transmisi pelonggaran kebijakan moneter. Selain itu, tren inflasi yang masih
terkendali di tengah tekanan kenaikan harga administered prices seperti tarif dasar listrik dan cukai rokok turut pula
berkontribusi dalam menjaga optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Adanya tunjangan Hari
Raya Idul Fitri pada bulan Juni 2017 juga menjadi stimulus bagi rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi.
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
5000
10000
15000
20000
25000
135,3
122,8
147,9
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi bahkan menunjukkan peningkatan pada triwulan
II 2017. Hal tersebut ditunjukkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia di Provinsi NTT, dimana seluruh indeks
menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, yakni Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Peningkatan tersebut menunjukkan tingkat optimisme
konsumen rumah tangga di Provinsi NTT semakin meningkat di triwulan II 2017, sehingga mendorong aktivitas konsumsi.
Kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh ketersediaan lapangan kerja saat ini yang lebih
baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara indeks pengeluaran membeli barang tahan lama sedikit turun karena
pada periode triwulan II 2017 ini masyarakat cenderung melakukan konsumsi untuk jangka pendek seperti makanan,
minuman serta perlengkapan rumah tangga.
53
4.1 KONDISI UMUM
Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan
perekonomian daerah. Penyaluran kredit di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai Rp 24,13
triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit secara
umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga melambat.
Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi perlambatan
pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi rumah tangga
di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00% (yoy). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan
daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit konsumsi. Di sisi lain,
penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat tumbuh sebesar 13,88%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan
19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara umum, optimisme konsumen
masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi rumah tangga yang juga
meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih cukup terjaga dengan
kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.
Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah
terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I
2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.
Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta
peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan pencadangan dalam bentuk
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) oleh perbankan atas kredit yang disalurkan dalam rangka
mengatasi kecenderungan peningkatan risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi
NTT baik dalam penyaluran kredit maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang
masih cukup terkendali, maka perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit,
terutama untuk kredit-kredit yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan kecenderungan perbankan membentuk CKPN untuk mengatasi
peningkatan rasio kredit bermasalah, maka rasio Return On Asset (ROA) industri perbankan umum di Provinsi NTT tercatat
mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan lalu sebesar 2,48%.
Sementara dari sisi kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR), rasio kredit bermasalah tercatat meningkat menjadi 6,96% dari
triwulan lalu sebesar 6,65%. Hal tersebut sebagai dampak peningkatan ekspansi kredit BPR yang ditunjukkan oleh Loan-
to-Deposit (LDR) BPR yang meningkat. Dengan rasio kredit bermasalah yang meningkat, maka rasio permodalan BPR
menurun karena bank perlu memperbaiki kondisi kredit yang disalurkan dengan pembentukan CKPN, ditunjukkan
dengan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang meningkat serta rentabilitas atau
kemampuan bank menghasilkan profit yang menurun (ROA dan ROE). Namun demikian, rasio permodalan BPR di Provinsi
NTT yang sebesar 29,69% dinilai masih cukup kuat untuk menopang bisnis ke depan.
52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga adalah salah satu komponen utama dalam suatu sistem keuangan. Rumah tangga berperan dalam dua
fungsi, yakni sebagai penyedia dana (lender) dengan menempatkan kelebihan dananya di institusi keuangan maupun
sebagai penerima dana (borrower) dengan meminjam dana dari institusi keuangan apabila memerlukan tambahan dana
untuk kegiatan konsumsi maupun investasi. Dengan demikian, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas
ekonomi dan keuangan suatu daerah, maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga
stabilitas keuangan daerah tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya
tingkat pendapatan, tingkat konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.
Signifikansi sektor rumah tangga dalam aktivitas ekonomi Provinsi NTT tampak dari nominal Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB). Pangsa konsumsi rumah tangga (RT) dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT pada triwulan II 2017 mencapai
76,05% (triwulan I 2017). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 meningkat menjadi 5,55% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,00% (yoy). Terlepas dari efek seasonal tahunan, secara umum daya beli
masyarakat masih terjaga didukung oleh beberapa faktor yakni: (1) tingkat inflasi yang terjaga dan relatif rendah; (2)
kecenderungan tren penguatan nilai tukar rupiah dan (3) penurunan suku bunga kebijakan yang diikuti penurunan
bertahap suku bunga kredit sebagai bentuk transmisi pelonggaran kebijakan moneter. Selain itu, tren inflasi yang masih
terkendali di tengah tekanan kenaikan harga administered prices seperti tarif dasar listrik dan cukai rokok turut pula
berkontribusi dalam menjaga optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi. Adanya tunjangan Hari
Raya Idul Fitri pada bulan Juni 2017 juga menjadi stimulus bagi rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi.
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE) INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
5000
10000
15000
20000
25000
135,3
122,8
147,9
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Tingkat optimisme rumah tangga dalam melakukan kegiatan konsumsi bahkan menunjukkan peningkatan pada triwulan
II 2017. Hal tersebut ditunjukkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia di Provinsi NTT, dimana seluruh indeks
menunjukkan peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, yakni Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK). Peningkatan tersebut menunjukkan tingkat optimisme
konsumen rumah tangga di Provinsi NTT semakin meningkat di triwulan II 2017, sehingga mendorong aktivitas konsumsi.
Kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh ketersediaan lapangan kerja saat ini yang lebih
baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara indeks pengeluaran membeli barang tahan lama sedikit turun karena
pada periode triwulan II 2017 ini masyarakat cenderung melakukan konsumsi untuk jangka pendek seperti makanan,
minuman serta perlengkapan rumah tangga.
53
4.1 KONDISI UMUM
Kinerja sistem keuangan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 relatif stabil, sejalan dengan kestabilan
perekonomian daerah. Penyaluran kredit di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara keseluruhan mencapai Rp 24,13
triliun atau tumbuh sebesar 11,03% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun
periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dan 14,93% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit secara
umum tersebut sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit kepada rumah tangga dan UMKM yang juga melambat.
Pertumbuhan kredit rumah tangga tercatat sebesar 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2017
maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy). Kondisi perlambatan
pertumbuhan kredit rumah tangga dibandingkan triwulan I 2017 sedikit berbeda dengan kondisi konsumsi rumah tangga
di triwulan II 2017 yang tumbuh 5,55% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 5,00% (yoy). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 lebih banyak didorong oleh adanya peningkatan
daya beli seiring pembayaran tunjangan Hari Raya Idul Fitri dibandingkan dibiayai dari kredit konsumsi. Di sisi lain,
penyaluran kredit UMKM (pangsa terhadap total kredit sebesar 32,73%) di Provinsi NTT tercatat tumbuh sebesar 13,88%
(yoy), melambat dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan
19,23% (yoy). Namun demikian, meskipun terjadi perlambatan pertumbuhan kredit secara umum, optimisme konsumen
masih tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sejalan dengan tingkat konsumsi rumah tangga yang juga
meningkat. Hal tersebut menjelaskan bahwa kondisi daya beli masyarakat Provinsi NTT masih cukup terjaga dengan
kemampuan keuangan yang dimiliki, terutama didorong oleh stimulus tunjangan Hari Raya Idul Fitri.
Risiko kredit bermasalah di Provinsi NTT sampai triwulan II 2017 dinilai masih cukup terkendali. Rasio kredit bermasalah
terhadap total penyaluran kredit pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 2,29%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan I
2017 (2,04%) maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 1,84%, namun masih di bawah batas 5%.
Perlambatan penyaluran kredit di Provinsi NTT yang berbanding terbalik dengan adanya peningkatan aset perbankan serta
peningkatan kredit bermasalah di Provinsi NTT mencerminkan adanya peningkatan pencadangan dalam bentuk
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Aset Keuangan (CKPN) oleh perbankan atas kredit yang disalurkan dalam rangka
mengatasi kecenderungan peningkatan risiko kredit. Hal tersebut menunjukkan sikap kehati-hatian perbankan di Provinsi
NTT baik dalam penyaluran kredit maupun mengelola kredit yang telah disalurkan. Dengan kondisi sistem keuangan yang
masih cukup terkendali, maka perbankan Provinsi NTT masih memiliki ruang untuk melakukan ekspansi penyaluran kredit,
terutama untuk kredit-kredit yang bersifat produktif sehingga lebih berperan dalam pertumbuhan ekonomi daerah.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit yang melambat dan kecenderungan perbankan membentuk CKPN untuk mengatasi
peningkatan rasio kredit bermasalah, maka rasio Return On Asset (ROA) industri perbankan umum di Provinsi NTT tercatat
mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan lalu sebesar 2,48%.
Sementara dari sisi kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR), rasio kredit bermasalah tercatat meningkat menjadi 6,96% dari
triwulan lalu sebesar 6,65%. Hal tersebut sebagai dampak peningkatan ekspansi kredit BPR yang ditunjukkan oleh Loan-
to-Deposit (LDR) BPR yang meningkat. Dengan rasio kredit bermasalah yang meningkat, maka rasio permodalan BPR
menurun karena bank perlu memperbaiki kondisi kredit yang disalurkan dengan pembentukan CKPN, ditunjukkan
dengan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang meningkat serta rentabilitas atau
kemampuan bank menghasilkan profit yang menurun (ROA dan ROE). Namun demikian, rasio permodalan BPR di Provinsi
NTT yang sebesar 29,69% dinilai masih cukup kuat untuk menopang bisnis ke depan.
52 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB
-40-20
020406080
100120140160180
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
-10
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
2,5128,40
15,25
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
6,64
GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017
7,76%13,62%23,70%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
3,52 4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07
69,57 69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06
26,91 26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87
Di sisi lain, penyaluran kredit ke rumah tangga pada triwulan II 2017 mencapai Rp9,17 triliun, tumbuh sebesar 6,64%
(yoy). Dari jumlah tersebut, porsi tertinggi penyaluran kredit rumah tangga ditujukan sebagai kredit multiguna sebesar Rp
7,22 triliun (78,67%), diikuti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp1,61 triliun (17,50%) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) sebesar Rp341 miliar (3,72%). Pertumbuhan kredit rumah tangga sebesar 6,64% (yoy) tersebut melambat
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).
Perlambatan terutama dikontribusikan oleh perlambatan kredit multiguna yang tumbuh sebesar 2,51% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 10,40%
(yoy) dan 16,24% (yoy). Begitu pula dengan penyaluran KKB, yang tumbuh melambat sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Namun demikian, pertumbuhan tersebut dinilai masih cukup tinggi di atas 10%.
Pertumbuhan lebih tinggi terjadi pada KPR yang tumbuh mencapai 28,40% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar
8,29% (yoy). Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) serta berjalannya program subsidi
rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menunjukkan dampak yang positif terhadap pertumbuhan tinggi
KPR. Di sisi lain, kredit perlengkapan dan peralatan rumah tangga kembali melambat menjadi 25,84% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 39,43% (yoy).
Berdasarkan faktor kerentanan, rasio kredit bermasalah untuk seluruh jenis kredit rumah tangga masih aman dan di bawah
2%, dari batas atas sebesar 5%. Rasio kredit bermasalah yang masih rendah tersebut membuka ruang bagi perbankan di
Provinsi NTT untuk terus melakukan ekspansi kredit kepada rumah tangga, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-
hatian. Secara spasial, penyaluran kredit rumah tangga pada triwulan II 2017 terbesar di Kota Kupang yang mencapai
Rp2,89 triliun, atau 29,51% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp811,28 miliar
(pangsa 8,28% dari total kredit) dan Kabupaten Kupang sebesar Rp683,64 miliar (pangsa 6,98% dari total kredit). Risiko
kredit di tiap kabupaten/kota masih cukup terkendali, dengan seluruh daerah mencatatkan rasio kredit bermasalah di
bawah 5%. Adapun daerah dengan rasio kredit rumah tangga bermasalah tertinggi di Provinsi NTT adalah Kabupaten
55
GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK
GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
RT/ PERSEORANGAN NON RT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
12,41%
8,06%10,59%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95
41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Secara umum, rumah tangga masih tetap mendominasi pangsa penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Provinsi NTT
dengan porsi 58,95% dari total DPK atau senilai Rp14,88 triliun. Porsi tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan I
2017 yang sebesar 63,65%. Adapun dari sisi kredit, rumah tangga juga dominan sebagai pihak penerima pinjaman dari
perbankan di Provinsi NTT dengan porsi 38,02% dari total kredit atau senilai Rp9,17 triliun. Kembali meningkatnya
simpanan pemerintah di perbankan menjadi penyebab menurunnya porsi sektor rumah tangga. Secara tahunan, terjadi
peningkatan DPK rumah tangga sebesar 12,41% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,13% (yoy). Pencairan
gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang langsung ditransfer ke rekening individu PNS menjadi
pendorong utama peningkatan pertumbuhan DPK rumah tangga di triwulan II 2017. Sementara itu, DPK non Rumah
Tangga di perbankan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tumbuh positif 8,06% (yoy) setelah dalam periode setahun
terakhir berada dalam tren kontraksi. Pertumbuhan DPK non Rumah Tangga didorong oleh peningkatan jumlah simpanan
swasta pada seluruh jenis simpanan, yakni giro, tabungan dan deposito, dengan deposito tumbuh paling tinggi sebesar
66,24% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan
adanya peningkatan kegiatan usaha di triwulan II 2017, sehingga hasil pendapatan sektor swasta makin banyak yang
disimpan di perbankan.
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Berdasarkan jenis simpanan, rumah tangga di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan
dalam bentuk tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar Rp10,42 triliun atau 70,06%, diikuti
deposito sebesar Rp3,85 triliun atau 25,87% kemudian giro sebesar Rp 606,12 miliar atau 4,07% dari total DPK rumah
tangga. Simpanan dalam bentuk giro dan tabungan menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2017. Giro
tercatat tumbuh sebesar 23,70% (yoy), dari triwulan sebelumnya turun -11,78% (yoy). Tabungan tumbuh sebesar
13,62% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,91% (yoy).
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
100,5
70
80
90
100
110
120
130
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.9. PERTUMBUHAN KREDIT RUMAH TANGGA
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB
-40-20
020406080
100120140160180
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.8. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
-10
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
2,5128,40
15,25
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
6,64
GRAFIK 4.7. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.6. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017
7,76%13,62%23,70%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
3,52 4,40 4,63 5,52 4,10 4,69 4,50 4,54 3,38 4,07
69,57 69,08 69,55 72,40 69,50 69,88 69,90 73,12 70,00 70,06
26,91 26,52 25,82 22,08 26,40 25,42 25,60 22,34 26,62 25,87
Di sisi lain, penyaluran kredit ke rumah tangga pada triwulan II 2017 mencapai Rp9,17 triliun, tumbuh sebesar 6,64%
(yoy). Dari jumlah tersebut, porsi tertinggi penyaluran kredit rumah tangga ditujukan sebagai kredit multiguna sebesar Rp
7,22 triliun (78,67%), diikuti Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp1,61 triliun (17,50%) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) sebesar Rp341 miliar (3,72%). Pertumbuhan kredit rumah tangga sebesar 6,64% (yoy) tersebut melambat
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 10,75% (yoy) dan 13,45% (yoy).
Perlambatan terutama dikontribusikan oleh perlambatan kredit multiguna yang tumbuh sebesar 2,51% (yoy), lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh mencapai 10,40%
(yoy) dan 16,24% (yoy). Begitu pula dengan penyaluran KKB, yang tumbuh melambat sebesar 15,25% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Namun demikian, pertumbuhan tersebut dinilai masih cukup tinggi di atas 10%.
Pertumbuhan lebih tinggi terjadi pada KPR yang tumbuh mencapai 28,40% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar
8,29% (yoy). Relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) serta berjalannya program subsidi
rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menunjukkan dampak yang positif terhadap pertumbuhan tinggi
KPR. Di sisi lain, kredit perlengkapan dan peralatan rumah tangga kembali melambat menjadi 25,84% (yoy) dari triwulan
sebelumnya sebesar 39,43% (yoy).
Berdasarkan faktor kerentanan, rasio kredit bermasalah untuk seluruh jenis kredit rumah tangga masih aman dan di bawah
2%, dari batas atas sebesar 5%. Rasio kredit bermasalah yang masih rendah tersebut membuka ruang bagi perbankan di
Provinsi NTT untuk terus melakukan ekspansi kredit kepada rumah tangga, dengan tetap menerapkan prinsip kehati-
hatian. Secara spasial, penyaluran kredit rumah tangga pada triwulan II 2017 terbesar di Kota Kupang yang mencapai
Rp2,89 triliun, atau 29,51% dari total kredit rumah tangga di Provinsi NTT, diikuti Kabupaten Belu sebesar Rp811,28 miliar
(pangsa 8,28% dari total kredit) dan Kabupaten Kupang sebesar Rp683,64 miliar (pangsa 6,98% dari total kredit). Risiko
kredit di tiap kabupaten/kota masih cukup terkendali, dengan seluruh daerah mencatatkan rasio kredit bermasalah di
bawah 5%. Adapun daerah dengan rasio kredit rumah tangga bermasalah tertinggi di Provinsi NTT adalah Kabupaten
55
GRAFIK 4.5. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK
GRAFIK 4.4. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
RT/ PERSEORANGAN NON RT
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
12,41%
8,06%10,59%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
58,42 53,56 54,10 67,95 60,56 58,34 62,08 72,63 63,65 58,95
41,58 46,44 45,90 32,05 39,44 41,66 37,92 27,37 36,35 41,05
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Secara umum, rumah tangga masih tetap mendominasi pangsa penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) di Provinsi NTT
dengan porsi 58,95% dari total DPK atau senilai Rp14,88 triliun. Porsi tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan I
2017 yang sebesar 63,65%. Adapun dari sisi kredit, rumah tangga juga dominan sebagai pihak penerima pinjaman dari
perbankan di Provinsi NTT dengan porsi 38,02% dari total kredit atau senilai Rp9,17 triliun. Kembali meningkatnya
simpanan pemerintah di perbankan menjadi penyebab menurunnya porsi sektor rumah tangga. Secara tahunan, terjadi
peningkatan DPK rumah tangga sebesar 12,41% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,13% (yoy). Pencairan
gaji ke-14 dalam rangka tunjangan Hari Raya Idul Fitri yang langsung ditransfer ke rekening individu PNS menjadi
pendorong utama peningkatan pertumbuhan DPK rumah tangga di triwulan II 2017. Sementara itu, DPK non Rumah
Tangga di perbankan Provinsi NTT pada triwulan II 2017 tumbuh positif 8,06% (yoy) setelah dalam periode setahun
terakhir berada dalam tren kontraksi. Pertumbuhan DPK non Rumah Tangga didorong oleh peningkatan jumlah simpanan
swasta pada seluruh jenis simpanan, yakni giro, tabungan dan deposito, dengan deposito tumbuh paling tinggi sebesar
66,24% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia yang menunjukkan
adanya peningkatan kegiatan usaha di triwulan II 2017, sehingga hasil pendapatan sektor swasta makin banyak yang
disimpan di perbankan.
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Berdasarkan jenis simpanan, rumah tangga di Provinsi NTT lebih memilih menyimpan kelebihan dananya ke perbankan
dalam bentuk tabungan, ditunjukkan dengan capaian porsi tertinggi sebesar Rp10,42 triliun atau 70,06%, diikuti
deposito sebesar Rp3,85 triliun atau 25,87% kemudian giro sebesar Rp 606,12 miliar atau 4,07% dari total DPK rumah
tangga. Simpanan dalam bentuk giro dan tabungan menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada triwulan II 2017. Giro
tercatat tumbuh sebesar 23,70% (yoy), dari triwulan sebelumnya turun -11,78% (yoy). Tabungan tumbuh sebesar
13,62% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,91% (yoy).
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN MEMBELI BARANG TAHAN LAMA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
100,5
70
80
90
100
110
120
130
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
54 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%%, YOYRP MILIAR
GRAFIK 4.13. NPL UMKM
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
4,50%3,67%3,51%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10,88%
14,48%13,88%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2017
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
34,72
3,67
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
4,72
47,14
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi NTT tercatat melambat di triwulan II 2017 menjadi sebesar 13,88% (yoy),
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).
Total kredit disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT sebesar Rp7,90 triliun, terdiri dari kredit untuk modal kerja sebesar
Rp6,61 triliun dan investasi sebesar Rp1,29 triliun. Pertumbuhan kredit UMKM untuk modal kerja maupun investasi
tercatat melambat menjadi masing-masing sebesar 14,48% (yoy) dan 10,88% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar
17,51% (yoy) dan 26,56% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit menunjukkan bahwa perbankan mulai lebih berhati-hari
dalam menyalurkan kredit seiring dengan adanya peningkatan rasio kredit bermasalah baik untuk investasi maupun
konsumsi.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Berdasarkan jenis usaha, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2017 terjadi pada usaha mikro dan
kecil. Sebagai pemegang pangsa kredit UMKM terbesar, usaha kecil menjadi pendorong utama perlambatan
pertumbuhan kredit UMKM. Usaha kecil tumbuh melambat sebesar 15,93% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017 yang
tumbuh 18,99% (yoy). Kredit usaha mikro juga tumbuh melambat sebesar 18,20% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017
sebesar 21,09% (yoy). Sementara kredit usaha menengah masih menunjukkan pertumbuhan meningkat sebesar 18,90%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,51% (yoy).
Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan besar
dengan pangsa sebesar 69,78% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi (5,98%) dan penyediaan
akomodasi dan makan minum (4,98%). Penyaluran kredit perbankan kepada UMKM sektor perdagangan besar tumbuh
sebesar 10,79% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,51% (yoy). Kredit UMKM
sektor konstruksi masih menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar -2,81% (yoy), namun masih lebih baik dibandingkan
triwulan lalu yang tumbuh negatif mencapai -14,04% (yoy). Kondisi berbeda tampak pada penyaluran kredit UMKM
57
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Triwulan II 2017
URAIAN
KAB. KUPANG
KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN
KAB. TIMOR-TENGAH UTARA
KAB. BELU
KAB. ALOR
KAB. FLORES TIMUR
KAB. SIKKA
KAB. ENDE
KAB. NGADA
KAB. MANGGARAI
KAB. SUMBA TIMUR
KAB. SUMBA BARAT
KAB. LEMBATA
KAB. ROTE NDAO
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. NAGEKEO
KAB. SABU RAIJUA
KAB. MALAKA
KOTA KUPANG
PROVINSI NTT
KPR
102,09
10,40
4,49
10,21
0,82
2,81
62,87
25,67
2,90
3,93
2,05
2,20
1,51
0,48
1,76
0,66
0,91
0,09
0,12
0,06
0,00
129,33
365,35
177,80
29,66
34,50
13,81
7,83
57,10
56,46
40,32
116,55
16,86
27,49
7,96
2,15
60,34
32,87
0,00
1,74
2,46
1,17
0,49
0,00
670,26
1.357,80
KKB
NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
PERALATAN RT
382,67
550,55
383,47
771,60
279,64
398,15
463,06
502,51
274,43
404,92
433,91
365,68
201,03
66,67
99,84
11,54
51,93
32,56
55,89
22,71
0,00
1.920,99
7.673,76
1,85
0,15
0,73
0,03
0,04
0,84
1,46
0,64
0,64
0,47
0,05
0,04
0,00
0,26
0,01
0,00
0,00
0,02
0,00
0,00
0,00
3,24
10,46
MULTIGUNA TOTAL
683,64
595,08
425,53
811,28
299,68
572,77
585,03
571,10
394,63
459,52
478,21
376,65
204,71
128,20
134,62
12,20
55,50
35,13
57,75
23,25
0,00
2.890,49
9.794,96
19,25
4,32
2,35
15,62
11,36
113,87
1,18
1,96
0,11
33,34
14,70
0,77
0,02
0,46
0,13
0,00
0,91
0,00
0,56
0,00
0,00
166,66
387,57
GROWTH (% YOY)
6,98
6,08
4,34
8,28
3,06
5,85
5,97
5,83
4,03
4,69
4,88
3,85
2,09
1,31
1,37
0,12
0,57
0,36
0,59
0,24
0,00
29,51
100,00
PANGSA (%)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.3 Perkembangan Akses Keuangan Dan UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi salah satu sektor utama penyaluran kredit di Provinsi NTT dengan porsi
mencapai 32,73% atau tertinggi ke-2 setelah kredit rumah tangga. Pada triwulan II 2017, total penyaluran kredit untuk
UMKM mencapai Rp7,90 triliun, atau tumbuh sebesar 13,88% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy), namun masih
cukup tinggi di atas 10%. Meskipun pertumbuhan kredit melambat, kegiatan usaha UMKM pada triwulan II 2017 tercatat
lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II 2017
menunjukkan indikator kegiatan usaha meningkat menjadi 47,14 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,97. Selain
itu, kondisi keuangan dan kemudahan akses kredit juga meningkat menjadi 34,72 dan 35,29, dari triwulan sebelumnya
sebesar 26,76 dan 19,05. Di sisi lain, rasio kredit UMKM bermasalah pada triwulan II 2017 tercatat meningkat menjadi
3,67%, dari triwulan sebelumnya sebesar 3,45%. Berdasarkan peningkatan rasio kredit UMKM bermasalah dan
peningkatan indikator SKDU Bank Indonesia tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlambatan kredit UMKM lebih
disebabkan oleh sikap kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, sementara prospek usaha UMKM masih terus
meningkat. Secara umum industri perbankan di Provinsi NTT juga sedang fokus dalam memperbaiki kualitas kredit yang
disalurkan, sehingga belum banyak melakukan ekspansi kredit.
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Kupang (4,91%), diikuti Kabupaten Sikka (3,62%), Kabupate Rote Ndao (3,24%), Kota Kupang (2,99%) dan Kabupaten
Sabu Raijua (2,74%). Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan
Kabupaten Sabu Raijua pada triwulan II 2017 perlu mendapatkan perhatian dalam rangka menjaga agar risiko kredit
perbankan tidak semakin meningkat dan stabilitas sistem keuangan daerah tetap terjaga.
56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.12. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
G KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%%, YOYRP MILIAR
GRAFIK 4.13. NPL UMKM
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
4,50%3,67%3,51%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
10,88%
14,48%13,88%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.11. KONDISI KEUANGAN
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.10. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2017
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
34,72
3,67
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
4,72
47,14
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Pertumbuhan kredit UMKM di Provinsi NTT tercatat melambat di triwulan II 2017 menjadi sebesar 13,88% (yoy),
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy).
Total kredit disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT sebesar Rp7,90 triliun, terdiri dari kredit untuk modal kerja sebesar
Rp6,61 triliun dan investasi sebesar Rp1,29 triliun. Pertumbuhan kredit UMKM untuk modal kerja maupun investasi
tercatat melambat menjadi masing-masing sebesar 14,48% (yoy) dan 10,88% (yoy), dari triwulan sebelumnya sebesar
17,51% (yoy) dan 26,56% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit menunjukkan bahwa perbankan mulai lebih berhati-hari
dalam menyalurkan kredit seiring dengan adanya peningkatan rasio kredit bermasalah baik untuk investasi maupun
konsumsi.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Berdasarkan jenis usaha, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan II 2017 terjadi pada usaha mikro dan
kecil. Sebagai pemegang pangsa kredit UMKM terbesar, usaha kecil menjadi pendorong utama perlambatan
pertumbuhan kredit UMKM. Usaha kecil tumbuh melambat sebesar 15,93% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017 yang
tumbuh 18,99% (yoy). Kredit usaha mikro juga tumbuh melambat sebesar 18,20% (yoy), dibandingkan triwulan I 2017
sebesar 21,09% (yoy). Sementara kredit usaha menengah masih menunjukkan pertumbuhan meningkat sebesar 18,90%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 17,51% (yoy).
Perkembangan penyaluran kredit UMKM berdasarkan sektor ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan besar
dengan pangsa sebesar 69,78% dari total nominal kredit UMKM, diikuti oleh sektor konstruksi (5,98%) dan penyediaan
akomodasi dan makan minum (4,98%). Penyaluran kredit perbankan kepada UMKM sektor perdagangan besar tumbuh
sebesar 10,79% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 18,51% (yoy). Kredit UMKM
sektor konstruksi masih menunjukkan pertumbuhan negatif sebesar -2,81% (yoy), namun masih lebih baik dibandingkan
triwulan lalu yang tumbuh negatif mencapai -14,04% (yoy). Kondisi berbeda tampak pada penyaluran kredit UMKM
57
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT Triwulan II 2017
URAIAN
KAB. KUPANG
KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN
KAB. TIMOR-TENGAH UTARA
KAB. BELU
KAB. ALOR
KAB. FLORES TIMUR
KAB. SIKKA
KAB. ENDE
KAB. NGADA
KAB. MANGGARAI
KAB. SUMBA TIMUR
KAB. SUMBA BARAT
KAB. LEMBATA
KAB. ROTE NDAO
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. NAGEKEO
KAB. SABU RAIJUA
KAB. MALAKA
KOTA KUPANG
PROVINSI NTT
KPR
102,09
10,40
4,49
10,21
0,82
2,81
62,87
25,67
2,90
3,93
2,05
2,20
1,51
0,48
1,76
0,66
0,91
0,09
0,12
0,06
0,00
129,33
365,35
177,80
29,66
34,50
13,81
7,83
57,10
56,46
40,32
116,55
16,86
27,49
7,96
2,15
60,34
32,87
0,00
1,74
2,46
1,17
0,49
0,00
670,26
1.357,80
KKB
NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
PERALATAN RT
382,67
550,55
383,47
771,60
279,64
398,15
463,06
502,51
274,43
404,92
433,91
365,68
201,03
66,67
99,84
11,54
51,93
32,56
55,89
22,71
0,00
1.920,99
7.673,76
1,85
0,15
0,73
0,03
0,04
0,84
1,46
0,64
0,64
0,47
0,05
0,04
0,00
0,26
0,01
0,00
0,00
0,02
0,00
0,00
0,00
3,24
10,46
MULTIGUNA TOTAL
683,64
595,08
425,53
811,28
299,68
572,77
585,03
571,10
394,63
459,52
478,21
376,65
204,71
128,20
134,62
12,20
55,50
35,13
57,75
23,25
0,00
2.890,49
9.794,96
19,25
4,32
2,35
15,62
11,36
113,87
1,18
1,96
0,11
33,34
14,70
0,77
0,02
0,46
0,13
0,00
0,91
0,00
0,56
0,00
0,00
166,66
387,57
GROWTH (% YOY)
6,98
6,08
4,34
8,28
3,06
5,85
5,97
5,83
4,03
4,69
4,88
3,85
2,09
1,31
1,37
0,12
0,57
0,36
0,59
0,24
0,00
29,51
100,00
PANGSA (%)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
4.3 Perkembangan Akses Keuangan Dan UMKM
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi salah satu sektor utama penyaluran kredit di Provinsi NTT dengan porsi
mencapai 32,73% atau tertinggi ke-2 setelah kredit rumah tangga. Pada triwulan II 2017, total penyaluran kredit untuk
UMKM mencapai Rp7,90 triliun, atau tumbuh sebesar 13,88% (yoy). Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan
triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,06% (yoy) dan 19,23% (yoy), namun masih
cukup tinggi di atas 10%. Meskipun pertumbuhan kredit melambat, kegiatan usaha UMKM pada triwulan II 2017 tercatat
lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II 2017
menunjukkan indikator kegiatan usaha meningkat menjadi 47,14 dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,97. Selain
itu, kondisi keuangan dan kemudahan akses kredit juga meningkat menjadi 34,72 dan 35,29, dari triwulan sebelumnya
sebesar 26,76 dan 19,05. Di sisi lain, rasio kredit UMKM bermasalah pada triwulan II 2017 tercatat meningkat menjadi
3,67%, dari triwulan sebelumnya sebesar 3,45%. Berdasarkan peningkatan rasio kredit UMKM bermasalah dan
peningkatan indikator SKDU Bank Indonesia tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlambatan kredit UMKM lebih
disebabkan oleh sikap kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit, sementara prospek usaha UMKM masih terus
meningkat. Secara umum industri perbankan di Provinsi NTT juga sedang fokus dalam memperbaiki kualitas kredit yang
disalurkan, sehingga belum banyak melakukan ekspansi kredit.
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Kupang (4,91%), diikuti Kabupaten Sikka (3,62%), Kabupate Rote Ndao (3,24%), Kota Kupang (2,99%) dan Kabupaten
Sabu Raijua (2,74%). Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao dan
Kabupaten Sabu Raijua pada triwulan II 2017 perlu mendapatkan perhatian dalam rangka menjaga agar risiko kredit
perbankan tidak semakin meningkat dan stabilitas sistem keuangan daerah tetap terjaga.
56 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASJASA PENDIDIKAN
12,40%14,40%2,35%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
2,65%
2,61%
5,56%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
Dari sisi sektoral, terdapat dua sektor UMKM yang memiliki rasio kredit bermasalah (gross) di atas 5%, yakni sektor
konstruksi (12,40%) serta listrik, gas dan air (14,40%). Selalu tingginya rasio kredit UMKM bermasalah pada sektor
konstruksi di Provinsi NTT, setidaknya dalam lima tahun terakhir (di atas 5%) perlu menjadi perhatian perbankan dan
otoritas. Pada tahun ini terdapat peningkatan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada UMKM
sektor konstruksi, tercermin dari adanya petumbuhan negatif pada triwulan I 2017 dan triwulan II 2017 sebesar -14,04%
(yoy) dan -2,81% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa terhadap total
kredit UMKM hampir 70%) sampai dengan triwulan II 2017 masih cukup terjaga sebesar 3,13%, meskipun terdapat
peningkatan dari triwulan sebelumnya sebesar 2,88%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk
melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki
rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti penyediaan akomodasi dan makan minum (1,62%), industri pengolahan
(1,64%), jasa kemasyarakatan (1,75%) dan real estate (3,76%). Adapun untuk kualitas penyaluran kredit UMKM ke sektor
real estate saat ini dinilai masih cukup terkendali, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan rasio kredit
bermasalah triwulan I 2017 sebesar 3,42%. Di sisi lain, terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian,
perburuan dan kehutanan pada triwulan II 2017 menjadi sebesar 3,47% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,14%. Nilai
tersebut masih di bawah ketentuan batas atas kredit bermasalah 5% dan masih terdapat ruang bagi perbankan untuk
melakukan ekspansi kredit di sektor tersebut dengan penerapan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat. Namun demikian,
tren peningkatan kredit bermasalah UMKM di sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebagai sektor penyumbang
utama perekonomian di Provinsi NTT perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak (Pemerintah, perbankan serta otoritas
makroprudensial dan mikroprudensial).
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
Walaupun pangsa kredit sektor korporasi di Provinsi NTT masih cukup kecil, hanya 5,64% dari total kredit di Provinsi NTT
pada triwulan II 2017, badan usaha/korporasi tetap menjadi komponen penting dalam aktivitas keuangan dan
perekonomian di Provinsi NTT, khususnya dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan daerah. Badan
usaha/korporasi bertindak sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman dari institusi keuangan
atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang dilakukan badan usaha/korporasi dapat membuka
lapangan kerja bagi masyarakat dan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar aktivitas
badan usaha dalam mendorong perekonomian di suatu daerah, maka diperlukan adanya pemantauan yang mendalam
terhadap ketahanan badan usaha tersebut, sehingga kedepan tidak menimbulkan peningkatan risiko dalam stabilitas
keuangan daerah. Di Provinsi NTT sendiri, kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar adalah sektor perdagangan,
penyediaan akomodasi dan konstruksi.
59
untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum yang tumbuh meningkat sebesar 76,09% (yoy)
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 51,07% (yoy) dan 32,51% (yoy).
Tren peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit UMKM untuk sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
setidaknya dalam dua tahun terakhir sejalan dengan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada
PDRB Provinsi NTT yang berada dalam tren meningkat seiring menggeliatnya kegiatan pariwisata. Hal tersebut juga
menunjukkan peran UMKM yang semakin meningkat dalam perkembangan pariwisata di Provinsi NTT. Di sisi lain,
pertumbuhan kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan masih cukup tinggi sebesar 30,05% (yoy),
meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 41,69% (yoy).
GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
PERTANIAN KONSTRUKSIPERDAGANGANREAL ESTATE PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
15,00%-2,81%
10,79%
30,05%10,83%
76,09%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sebagai kelompok penerima kredit terbesar kedua di Provinsi NTT setelah rumah tangga, risiko kredit yang terjadi di sektor
UMKM perlu menjadi perhatian dalam rangka pengendalian stabilitas sistem keuangan daerah. Pada triwulan II 2017,
rasio kredit UMKM bermasalah sebesar 3,67%, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,45%. Terjadi tren
peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM di Provinsi NTT sejak triwulan IV 2016. Berdasarkan jenis usaha, peningkatan
rasio kredit bermasalah terjadi di jenis usaha mikro dan menengah, masing-masing menjadi 2,65% dan 5,56% dari
triwulan sebelumnya sebesar 2,19% dan 5,34%. Sementara kredit usaha kecil menunjukkan perbaikan kualitas kredit
menjadi 2,61% dari triwulan sebelumnya 2,83%. Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada dua jenis usaha yakni
mikro dan menengah berkontribusi terhadap peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM secara keseluruhan. Bahkan
rasio kredit bermasalah jenis usaha menengah lebih tinggi dari 5% (batas atas rasio kredit bermasalah) dan masih
menunjukkan peningkatan. Kondisi tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dari perbankan sebagai penyalur kredit.
Perlu penambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas kredit untuk memperbaiki kualitas kredit yang
disalurkan. Berdasarkan perkembangan kondisi industri perbankan di Provinsi NTT, saat ini terdapat kecenderungan upaya
perbaikan kualitas kredit oleh perbankan dengan menambah CKPN dan menahan ekspansi kredit, sebagaimana tercermin
dari adanya perlambatan pertumbuhan kredit baik untuk UMKM, korporasi maupun rumah tangga. Untuk mengatasi
perkembangan kredit bermasalah UMKM dan sektor usaha lain di Provinsi NTT dalam rangka menjaga stabilitas sistem
keuangan daerah, perlu dilakukan koordinasi lebih intensif antara pihak perbankan serta otoritas makroprudensial dan
mikroprudensial.
58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.17. NPL UMKM 3 SEKTOR
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASJASA PENDIDIKAN
12,40%14,40%2,35%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
GRAFIK 4.16. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
2,65%
2,61%
5,56%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
Dari sisi sektoral, terdapat dua sektor UMKM yang memiliki rasio kredit bermasalah (gross) di atas 5%, yakni sektor
konstruksi (12,40%) serta listrik, gas dan air (14,40%). Selalu tingginya rasio kredit UMKM bermasalah pada sektor
konstruksi di Provinsi NTT, setidaknya dalam lima tahun terakhir (di atas 5%) perlu menjadi perhatian perbankan dan
otoritas. Pada tahun ini terdapat peningkatan kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan kreditnya kepada UMKM
sektor konstruksi, tercermin dari adanya petumbuhan negatif pada triwulan I 2017 dan triwulan II 2017 sebesar -14,04%
(yoy) dan -2,81% (yoy). Sementara itu, kualitas kredit UMKM sektor perdagangan besar dan eceran (pangsa terhadap total
kredit UMKM hampir 70%) sampai dengan triwulan II 2017 masih cukup terjaga sebesar 3,13%, meskipun terdapat
peningkatan dari triwulan sebelumnya sebesar 2,88%. Dengan demikian perbankan masih memiliki cukup ruang untuk
melakukan ekspansi kredit UMKM melalui sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor usaha lain yang memiliki
rasio kredit bermasalah cukup rendah seperti penyediaan akomodasi dan makan minum (1,62%), industri pengolahan
(1,64%), jasa kemasyarakatan (1,75%) dan real estate (3,76%). Adapun untuk kualitas penyaluran kredit UMKM ke sektor
real estate saat ini dinilai masih cukup terkendali, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan rasio kredit
bermasalah triwulan I 2017 sebesar 3,42%. Di sisi lain, terdapat penurunan kualitas kredit UMKM untuk sektor pertanian,
perburuan dan kehutanan pada triwulan II 2017 menjadi sebesar 3,47% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,14%. Nilai
tersebut masih di bawah ketentuan batas atas kredit bermasalah 5% dan masih terdapat ruang bagi perbankan untuk
melakukan ekspansi kredit di sektor tersebut dengan penerapan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat. Namun demikian,
tren peningkatan kredit bermasalah UMKM di sektor pertanian, perburuan dan kehutanan sebagai sektor penyumbang
utama perekonomian di Provinsi NTT perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak (Pemerintah, perbankan serta otoritas
makroprudensial dan mikroprudensial).
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
Walaupun pangsa kredit sektor korporasi di Provinsi NTT masih cukup kecil, hanya 5,64% dari total kredit di Provinsi NTT
pada triwulan II 2017, badan usaha/korporasi tetap menjadi komponen penting dalam aktivitas keuangan dan
perekonomian di Provinsi NTT, khususnya dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan daerah. Badan
usaha/korporasi bertindak sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman dari institusi keuangan
atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang dilakukan badan usaha/korporasi dapat membuka
lapangan kerja bagi masyarakat dan dapat mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin besar aktivitas
badan usaha dalam mendorong perekonomian di suatu daerah, maka diperlukan adanya pemantauan yang mendalam
terhadap ketahanan badan usaha tersebut, sehingga kedepan tidak menimbulkan peningkatan risiko dalam stabilitas
keuangan daerah. Di Provinsi NTT sendiri, kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar adalah sektor perdagangan,
penyediaan akomodasi dan konstruksi.
59
untuk sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum yang tumbuh meningkat sebesar 76,09% (yoy)
dibandingkan triwulan I 2017 maupun periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 51,07% (yoy) dan 32,51% (yoy).
Tren peningkatan pertumbuhan penyaluran kredit UMKM untuk sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
setidaknya dalam dua tahun terakhir sejalan dengan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada
PDRB Provinsi NTT yang berada dalam tren meningkat seiring menggeliatnya kegiatan pariwisata. Hal tersebut juga
menunjukkan peran UMKM yang semakin meningkat dalam perkembangan pariwisata di Provinsi NTT. Di sisi lain,
pertumbuhan kredit UMKM untuk sektor pertanian, perburuan dan kehutanan masih cukup tinggi sebesar 30,05% (yoy),
meskipun melambat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 41,69% (yoy).
GRAFIK 4.14. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 4.15. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
PERTANIAN KONSTRUKSIPERDAGANGANREAL ESTATE PENYEDIAAN AKOMODASI TRANSPORTASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
15,00%-2,81%
10,79%
30,05%10,83%
76,09%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Sebagai kelompok penerima kredit terbesar kedua di Provinsi NTT setelah rumah tangga, risiko kredit yang terjadi di sektor
UMKM perlu menjadi perhatian dalam rangka pengendalian stabilitas sistem keuangan daerah. Pada triwulan II 2017,
rasio kredit UMKM bermasalah sebesar 3,67%, meningkat dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 3,45%. Terjadi tren
peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM di Provinsi NTT sejak triwulan IV 2016. Berdasarkan jenis usaha, peningkatan
rasio kredit bermasalah terjadi di jenis usaha mikro dan menengah, masing-masing menjadi 2,65% dan 5,56% dari
triwulan sebelumnya sebesar 2,19% dan 5,34%. Sementara kredit usaha kecil menunjukkan perbaikan kualitas kredit
menjadi 2,61% dari triwulan sebelumnya 2,83%. Adanya peningkatan rasio kredit bermasalah pada dua jenis usaha yakni
mikro dan menengah berkontribusi terhadap peningkatan rasio kredit bermasalah UMKM secara keseluruhan. Bahkan
rasio kredit bermasalah jenis usaha menengah lebih tinggi dari 5% (batas atas rasio kredit bermasalah) dan masih
menunjukkan peningkatan. Kondisi tersebut perlu mendapatkan perhatian lebih dari perbankan sebagai penyalur kredit.
Perlu penambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) atas kredit untuk memperbaiki kualitas kredit yang
disalurkan. Berdasarkan perkembangan kondisi industri perbankan di Provinsi NTT, saat ini terdapat kecenderungan upaya
perbaikan kualitas kredit oleh perbankan dengan menambah CKPN dan menahan ekspansi kredit, sebagaimana tercermin
dari adanya perlambatan pertumbuhan kredit baik untuk UMKM, korporasi maupun rumah tangga. Untuk mengatasi
perkembangan kredit bermasalah UMKM dan sektor usaha lain di Provinsi NTT dalam rangka menjaga stabilitas sistem
keuangan daerah, perlu dilakukan koordinasi lebih intensif antara pihak perbankan serta otoritas makroprudensial dan
mikroprudensial.
58 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR
DPK KREDIT LDR
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.00095,60%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT
-1%
4%
9%
14%
19%
24%
5,91%
11,03%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2015I I I I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
INDIKATOR
ASET
DPK
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
KREDIT
MODA KERJA
INVESTASI
KONSUMSI
LDR
% NPL (GROSS)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2016
I II III IV
30.931,31
21.945,14
5.603,55
10.448,62
5.892,97
20.524,71
6.127,34
1.567,42
12.829,94
93,53
1,88
32.321,36
23.828,93
6.429,23
11.149,53
6.250,17
21.730,69
6.692,83
1.696,28
13.341,58
91,19
1,84
30.327,22
22.405,34
5.059,30
11.062,67
6.283,37
22.382,83
7.050,03
1.661,22
13.671,58
99,90
1,84
29.756,92
21.465,81
3.722,19
12.819,48
4.924,14
22.837,49
7.120,99
1.659,18
14.057,33
106,39
1,91
NOMINAL (DALAM RP MILIAR)
2016
I II III IV
3,53
11,69
3,53
15,51
13,55
15,03
16,48
2,25
16,12
-1,39
10,41
2,22
22,45
1,04
14,93
17,46
3,39
15,32
-7,40
0,29
-22,61
14,71
2,02
13,37
16,10
5,83
12,99
4,04
-0,06
-14,85
7,43
-4,81
12,59
16,55
0,56
12,24
PERTUMBUHAN (%YOY)
I
30.574,96
22.564,99
5.330,16
11.310,76
5.924,07
24.425,42
7.462,89
2.015,38
14.947,15
108,24
2,04
2017
I
-1,15
2,82
-4,88
8,25
0,53
19,00
21,80
28,58
16,50
2017
II
35.648,37
25.236,38
6.399,61
12.161,59
6.675,18
24.126,91
7.598,51
1.657,87
14.870,53
95,60
2,29
II
10,29
5,91
-0,46
9,08
6,80
11,03
13,53
-2,26
11,46
4.5 ASESMEN PERBANKAN
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Total aset perbankan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp 35,65 triliun. Nilai tersebut
tumbuh meningkat sebesar 10,29% (yoy) apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh negatif -1,15% (yoy),
terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan peningkatan penempatan pada bank lain.
Pertumbuhan kredit perbankan di Provinsi NTT cenderung melambat pada triwulan II 2017 menjadi 11,03% (yoy) dari
triwulan sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dengan total kredit disalurkan mencapai Rp 24,13 triliun. Kualitas kredit
tercatat sedikit mengalami penurunan dengan rasio kredit bermasalah menjadi 2,29% dari triwulan sebelumnya 2,04%.
Kondisi perlambatan pertumbuhan kredit disertai peningkatan rasio kredit bermasalah tersebut mengindikasikan bahwa
perbankan di Provinsi NTT saat ini meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit sekaligus memperbaiki kualitas
penyaluran kreditnya, sehingga cukup menahan diri untuk melakukan ekspansi kredit. Di sisi lain, pertumbuhan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat menjadi 5,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,82% (yoy).
Menurut jenis simpanan, pertumbuhan tabungan menjadi pendorong utama meningkatnya pertumbuhan DPK di Provinsi
NTT. Tabungan (pangsa terhadap total DPK mencapai 48%) tumbuh sebesar 9,08% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan I 2017 sebesar 8,25% (yoy). Deposito menunjukkan peningkatan pertumbuhan cukup signifikan menjadi 6,80%
(yoy) dari triwulan sebelumnya 0,53% (yoy), sementara giro tercatat mengalami perbaikan pertumbuhan menjadi
kontraksi -0,46% (yoy), dari triwulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,88% (yoy). Perbaikan pertumbuhan giro
didorong oleh meningkatnya giro pemerintah daerah. Tingkat intermediasi perbankan pada triwulan II 2017 mengalami
penurunan. Hal tersebut tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), atau perbandingan antara nominal penyaluran
kredit terhadap nominal DPK yang turun menjadi 95,60 dari triwulan sebelumnya sebesar 108,24. Penurunan rasio
tersebut juga menunjukkan terjadinya perilaku menahan diri dari perbankan untuk melakukan ekspansi kredit,
dipengaruhi oleh kondisi kualitas kredit yang masih perlu untuk diperbaiki.
61
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS
9,56%
30,87%
19,65%
69,54%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA
9,61%
5,00%
11,32%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
10%
20%
30%
40%
50%%, YOYRPMILIAR
0%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
-8,69%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
Total penyaluran kredit korporasi di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp1,36 triliun, atau menurun
sebesar -8,69% (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 44,27% (yoy).
Kontraksi pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh kredit untuk modal kerja yang tumbuh melambat sebesar
3,73% (yoy) dibandingkan triwulan lalu sebesar 50,24% (yoy) serta kredit investasi yang tumbuh negatif sebesar -31,02%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,35% (yoy). Penurunan kredit yang disalurkan kepada korporasi
terutama disumbangkan oleh perlambatan dua sektor utama yaitu sektor perdagangan dan konstruksi menjadi 5,85%
(yoy) dan 11,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 65,20% (yoy) dan 99,99% (yoy). Di samping itu juga
disumbang oleh pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menurun menjadi -12,36% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 95,69% (yoy). Penurunan pertumbuhan terutama disumbang oleh turunnya penyaluran
kredit kepada usaha perhotelan baik berbintang maupun melati dan restoran/rumah makan di Provinsi NTT, setelah
tumbuh cukup tinggi di periode yang sama tahun sebelumnya sehubungan dengan kegiatan investasi dalam rangka
penambahan fasilitas atau renovasi bangunan hotel dan restoran.
Penurunan pertumbuhan kredit korporasi sejalan dengan adanya peningkatan kredit bermasalah. Kualitas kredit korporasi
pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 9,61%, memburuk dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 6,18%. Pemburukan
kualitas kredit direspon perbankan dengan meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit dan menahan ekspansi
kredit. Namun demikian, rasio kualitas kredit korporasi dua sektor utama yakni konstruksi dan perdagangan masih
menunjukkan adanya pemburukan menjadi masing-masing 19,65% dan 9,56% dari triwulan sebelumnya sebesar
14,83% dan 6,80%. Meskipun pangsa kredit korporasi terhadap total kredit di Provinsi NTT cukup kecil, namun nilai rasio
kredit bermasalah yang berada di atas 5% patut menjadi perhatian. Hal ini karena dengan kualitas kredit yang selalu buruk
dapat menyebabkan kurang berkembangnya sektor tersebut maupun jenis usaha korporasi di Provinsi NTT, disebabkan
keengganan institusi keuangan seperti perbankan mendanai kredit usaha korporasi terutama untuk sektor-sektor tersebut
karena dinilai terlalu berisiko. Perlu dilakukan upaya bersama untuk lebih mensosialisasikan mengenai kredit korporasi di
Provinsi NTT terutama untuk sektor-sektor
strategis seperti perdagangan, konstruksi serta
penyediaan akomodasi dan makan minum.
Sosialisasi termasuk bagaimana meningkatkan
ekspansi kredit kepada korporasi dengan tetap
menjaga stabilitas sistem keuangan daerah,
dalam rangka meningkatkan perekonomian
Provinsi NTT.
60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.22. PERKEMBANGAN LDR
DPK KREDIT LDR
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.00095,60%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.21. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT
-1%
4%
9%
14%
19%
24%
5,91%
11,03%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
2015I I I I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
INDIKATOR
ASET
DPK
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
KREDIT
MODA KERJA
INVESTASI
KONSUMSI
LDR
% NPL (GROSS)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2016
I II III IV
30.931,31
21.945,14
5.603,55
10.448,62
5.892,97
20.524,71
6.127,34
1.567,42
12.829,94
93,53
1,88
32.321,36
23.828,93
6.429,23
11.149,53
6.250,17
21.730,69
6.692,83
1.696,28
13.341,58
91,19
1,84
30.327,22
22.405,34
5.059,30
11.062,67
6.283,37
22.382,83
7.050,03
1.661,22
13.671,58
99,90
1,84
29.756,92
21.465,81
3.722,19
12.819,48
4.924,14
22.837,49
7.120,99
1.659,18
14.057,33
106,39
1,91
NOMINAL (DALAM RP MILIAR)
2016
I II III IV
3,53
11,69
3,53
15,51
13,55
15,03
16,48
2,25
16,12
-1,39
10,41
2,22
22,45
1,04
14,93
17,46
3,39
15,32
-7,40
0,29
-22,61
14,71
2,02
13,37
16,10
5,83
12,99
4,04
-0,06
-14,85
7,43
-4,81
12,59
16,55
0,56
12,24
PERTUMBUHAN (%YOY)
I
30.574,96
22.564,99
5.330,16
11.310,76
5.924,07
24.425,42
7.462,89
2.015,38
14.947,15
108,24
2,04
2017
I
-1,15
2,82
-4,88
8,25
0,53
19,00
21,80
28,58
16,50
2017
II
35.648,37
25.236,38
6.399,61
12.161,59
6.675,18
24.126,91
7.598,51
1.657,87
14.870,53
95,60
2,29
II
10,29
5,91
-0,46
9,08
6,80
11,03
13,53
-2,26
11,46
4.5 ASESMEN PERBANKAN
4.5.1 Kinerja Bank Umum
Total aset perbankan di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp 35,65 triliun. Nilai tersebut
tumbuh meningkat sebesar 10,29% (yoy) apabila dibandingkan triwulan I 2017 yang tumbuh negatif -1,15% (yoy),
terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit dan peningkatan penempatan pada bank lain.
Pertumbuhan kredit perbankan di Provinsi NTT cenderung melambat pada triwulan II 2017 menjadi 11,03% (yoy) dari
triwulan sebelumnya sebesar 19,00% (yoy) dengan total kredit disalurkan mencapai Rp 24,13 triliun. Kualitas kredit
tercatat sedikit mengalami penurunan dengan rasio kredit bermasalah menjadi 2,29% dari triwulan sebelumnya 2,04%.
Kondisi perlambatan pertumbuhan kredit disertai peningkatan rasio kredit bermasalah tersebut mengindikasikan bahwa
perbankan di Provinsi NTT saat ini meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit sekaligus memperbaiki kualitas
penyaluran kreditnya, sehingga cukup menahan diri untuk melakukan ekspansi kredit. Di sisi lain, pertumbuhan
penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat menjadi 5,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 2,82% (yoy).
Menurut jenis simpanan, pertumbuhan tabungan menjadi pendorong utama meningkatnya pertumbuhan DPK di Provinsi
NTT. Tabungan (pangsa terhadap total DPK mencapai 48%) tumbuh sebesar 9,08% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan I 2017 sebesar 8,25% (yoy). Deposito menunjukkan peningkatan pertumbuhan cukup signifikan menjadi 6,80%
(yoy) dari triwulan sebelumnya 0,53% (yoy), sementara giro tercatat mengalami perbaikan pertumbuhan menjadi
kontraksi -0,46% (yoy), dari triwulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,88% (yoy). Perbaikan pertumbuhan giro
didorong oleh meningkatnya giro pemerintah daerah. Tingkat intermediasi perbankan pada triwulan II 2017 mengalami
penurunan. Hal tersebut tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), atau perbandingan antara nominal penyaluran
kredit terhadap nominal DPK yang turun menjadi 95,60 dari triwulan sebelumnya sebesar 108,24. Penurunan rasio
tersebut juga menunjukkan terjadinya perilaku menahan diri dari perbankan untuk melakukan ekspansi kredit,
dipengaruhi oleh kondisi kualitas kredit yang masih perlu untuk diperbaiki.
61
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT 4 SEKTOR KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS
9,56%
30,87%
19,65%
69,54%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 4.19. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA
9,61%
5,00%
11,32%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.18. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
10%
20%
30%
40%
50%%, YOYRPMILIAR
0%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
-8,69%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
Total penyaluran kredit korporasi di Provinsi NTT sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp1,36 triliun, atau menurun
sebesar -8,69% (yoy). Pertumbuhan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 44,27% (yoy).
Kontraksi pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh kredit untuk modal kerja yang tumbuh melambat sebesar
3,73% (yoy) dibandingkan triwulan lalu sebesar 50,24% (yoy) serta kredit investasi yang tumbuh negatif sebesar -31,02%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 33,35% (yoy). Penurunan kredit yang disalurkan kepada korporasi
terutama disumbangkan oleh perlambatan dua sektor utama yaitu sektor perdagangan dan konstruksi menjadi 5,85%
(yoy) dan 11,25% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 65,20% (yoy) dan 99,99% (yoy). Di samping itu juga
disumbang oleh pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menurun menjadi -12,36% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 95,69% (yoy). Penurunan pertumbuhan terutama disumbang oleh turunnya penyaluran
kredit kepada usaha perhotelan baik berbintang maupun melati dan restoran/rumah makan di Provinsi NTT, setelah
tumbuh cukup tinggi di periode yang sama tahun sebelumnya sehubungan dengan kegiatan investasi dalam rangka
penambahan fasilitas atau renovasi bangunan hotel dan restoran.
Penurunan pertumbuhan kredit korporasi sejalan dengan adanya peningkatan kredit bermasalah. Kualitas kredit korporasi
pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 9,61%, memburuk dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 6,18%. Pemburukan
kualitas kredit direspon perbankan dengan meningkatkan kehati-hatian dalam menyalurkan kredit dan menahan ekspansi
kredit. Namun demikian, rasio kualitas kredit korporasi dua sektor utama yakni konstruksi dan perdagangan masih
menunjukkan adanya pemburukan menjadi masing-masing 19,65% dan 9,56% dari triwulan sebelumnya sebesar
14,83% dan 6,80%. Meskipun pangsa kredit korporasi terhadap total kredit di Provinsi NTT cukup kecil, namun nilai rasio
kredit bermasalah yang berada di atas 5% patut menjadi perhatian. Hal ini karena dengan kualitas kredit yang selalu buruk
dapat menyebabkan kurang berkembangnya sektor tersebut maupun jenis usaha korporasi di Provinsi NTT, disebabkan
keengganan institusi keuangan seperti perbankan mendanai kredit usaha korporasi terutama untuk sektor-sektor tersebut
karena dinilai terlalu berisiko. Perlu dilakukan upaya bersama untuk lebih mensosialisasikan mengenai kredit korporasi di
Provinsi NTT terutama untuk sektor-sektor
strategis seperti perdagangan, konstruksi serta
penyediaan akomodasi dan makan minum.
Sosialisasi termasuk bagaimana meningkatkan
ekspansi kredit kepada korporasi dengan tetap
menjaga stabilitas sistem keuangan daerah,
dalam rangka meningkatkan perekonomian
Provinsi NTT.
60 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)
0
1
2
3
4
5
6
7
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
CAR LDR
24
25
26
27
28
29
30
31
32
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
2,62
81,41
6,96
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
79,31
29,69
GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BOPO (%) ROA (%)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
1,35
69,58
Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, tekanan terhadap beban operasional relatif menurun
ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 69,58 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82. Di sisi lain, rasio
Return on Asset (ROA) masih mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,48%. Hal
tersebut terutama dipengaruhi oleh sikap perbankan yang masih cukup berhati-hati dalam menyalurkan kredit setelah
triwulan sebelumnya cukup tertekan oleh kualitas kredit yang memburuk sehingga perbankan perlu fokus memperbaiki
kondisi tersebut dengan meningkatkan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Kondisi tersebut
meningkatkan biaya operasional perbankan dan menurunkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan. Pada
triwulan II 2017 kondisi cukup membaik meskipun risiko tekanan masih perlu diwaspadai.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara umum masih cukup stabil. Rasio
permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) masih cukup kuat meskipun sedikit menurun menjadi 29,69% dari
triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Permodalan sedikit turun dipengaruhi oleh meningkatnya beban operasional BPR
dalam rangka memperbaiki kualitas kredit seiring rasio kredit bermasalah yang meningkat menjadi 6,96%, dari triwulan
sebelumnya sebesar 6,65%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR untuk
menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,62% dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,85%. Risiko BPR yang perlu diperhatikan terutama adalah relatif tingginya rasio kredit bermasalah
setidaknya sejak tahun 2013 sampai saat ini yang konsisten di sekitar angka 5%. Di sisi lain, tingkat intermediasi BPR
menunjukkan peningkatan menjadi 79,31% dari triwulan sebelumnya sebesar 77,61%. Peningkatan intermediasi
tersebut diikuti dengan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang sedikit menurun namun masih
relatif stabil, ditunjukkan oleh Cash Ratio (CR) sebesar 15,02% yang sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 15,13%.
62
Penyelenggaran Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah05
Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan seiring dengan adanya peningkatan
daya beli yang berasal dari pembayaran gaji ke-14 PNS serta pembayaran THR pegawai.
Sistem Pembayaran Non Tunai (transaksi kliring) pada triwulan II 2017 secara Nasional maupun di NTT
masih mengalami penurunan.
Adanya perayaan hari raya Idul Fitri yang diikuti oleh pembayaran gaji ke-14 dan 13 pada bulan Juni dan
Juli 2017, serta adanya tahun ajaran baru dan mulai terealisasinya belanja investasi pemerintah
membuat aktivitas sistem pembayaran di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 4.25. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)
0
1
2
3
4
5
6
7
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.24. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
CAR LDR
24
25
26
27
28
29
30
31
32
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
2,62
81,41
6,96
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
2014I I I I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
79,31
29,69
GRAFIK 4.23. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BOPO (%) ROA (%)
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
1,35
69,58
Berdasarkan perkembangan efisiensi perbankan di Provinsi NTT, tekanan terhadap beban operasional relatif menurun
ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 69,58 dibandingkan triwulan lalu sebesar 81,82. Di sisi lain, rasio
Return on Asset (ROA) masih mengalami penurunan menjadi 1,35% dari triwulan sebelumnya sebesar 2,48%. Hal
tersebut terutama dipengaruhi oleh sikap perbankan yang masih cukup berhati-hati dalam menyalurkan kredit setelah
triwulan sebelumnya cukup tertekan oleh kualitas kredit yang memburuk sehingga perbankan perlu fokus memperbaiki
kondisi tersebut dengan meningkatkan pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN). Kondisi tersebut
meningkatkan biaya operasional perbankan dan menurunkan kemampuan bank dalam menghasilkan keuntungan. Pada
triwulan II 2017 kondisi cukup membaik meskipun risiko tekanan masih perlu diwaspadai.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi NTT pada triwulan II 2017 secara umum masih cukup stabil. Rasio
permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) masih cukup kuat meskipun sedikit menurun menjadi 29,69% dari
triwulan sebelumnya sebesar 31,05%. Permodalan sedikit turun dipengaruhi oleh meningkatnya beban operasional BPR
dalam rangka memperbaiki kualitas kredit seiring rasio kredit bermasalah yang meningkat menjadi 6,96%, dari triwulan
sebelumnya sebesar 6,65%. Kondisi tersebut juga mempengaruhi tingkat rentabilitas atau kemampuan BPR untuk
menghasilkan keuntungan, ditunjukkan dengan rasio ROA yang sedikit menurun menjadi 2,62% dari triwulan
sebelumnya sebesar 2,85%. Risiko BPR yang perlu diperhatikan terutama adalah relatif tingginya rasio kredit bermasalah
setidaknya sejak tahun 2013 sampai saat ini yang konsisten di sekitar angka 5%. Di sisi lain, tingkat intermediasi BPR
menunjukkan peningkatan menjadi 79,31% dari triwulan sebelumnya sebesar 77,61%. Peningkatan intermediasi
tersebut diikuti dengan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabahnya yang sedikit menurun namun masih
relatif stabil, ditunjukkan oleh Cash Ratio (CR) sebesar 15,02% yang sedikit turun dibandingkan triwulan sebelumnya
sebesar 15,13%.
62
Penyelenggaran Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah05
Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan seiring dengan adanya peningkatan
daya beli yang berasal dari pembayaran gaji ke-14 PNS serta pembayaran THR pegawai.
Sistem Pembayaran Non Tunai (transaksi kliring) pada triwulan II 2017 secara Nasional maupun di NTT
masih mengalami penurunan.
Adanya perayaan hari raya Idul Fitri yang diikuti oleh pembayaran gaji ke-14 dan 13 pada bulan Juni dan
Juli 2017, serta adanya tahun ajaran baru dan mulai terealisasinya belanja investasi pemerintah
membuat aktivitas sistem pembayaran di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan yang cukup
signifikan.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
70,66%29,31%0,03%
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN II 2017
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
99,05%0,84%
0,11%
GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN II 2017
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Hal tersebut di dorong oleh peningkatan net-
outflow yang mencapai Rp.1.356,41 miliar atau tumbuh 43,32% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2017 yang
sebesar 16,00% (yoy). Tingginya aktivitas net outflow tersebut terutama disumbang oleh tingginya aktivitas setoran dan
penarikan kas titipan yang mengalami pertumbuhan signifikan paska penambahan 3 kas titipan di tahun 2016 dan 1
kastip di tahun 2017, sedangkan pertumbuhan net outflow di Kota Kupang hanya sebesar 12,71% (yoy) yang lebih
disebabkan oleh sudah tidak adanya kewajiban perbankan di Kupang paska pembukaan kas titipan. Peningkatan aktivitas
setoran dan bayaran tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di triwulan II, tidak hanya dari
peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, namun juga berasal dari investasi yang sudah mulai berjalan.
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
Adapun pola aliran dana terlihat bahwa sebagian besar uang keluar dari bank pemerintah yang kemungkinan besar
berupa tambahan gaji ke-14,13 dan THR dan akan kembali masuk dalam bentuk simpanan di bank pemerintah dan bank
swasta. Pada triwulan II 2017, bank pemerintah masih mempunyai porsi paling besar dalam melakukan setoran, namun
pertumbuhannya melambat sebesar 18,96% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai 26,05% (yoy).
Sementara bank swasta yang menempati urutan kedua setoran terbanyak setelah bank pemerintah, mengalami
peningkatan 14,03% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami penurunan -8,62% (yoy). Setoran bukan bank
juga pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 11,01% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami
penurunan -63,27% (yoy).
Dari sisi bayaran, pada triwulan II 2017 bank pemerintah mendominasi bayaran dengan pertumbuhan 32% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan I 2017 yang sebesar 5,37% (yoy). Sementara itu, bank swasta yang mendapat share setelah bank
pemerintah dan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu dari 26,96% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 121,99%
(yoy). Namun demikian, berbeda halnya dengan bayaran bukan bank yang triwulan ini mengalami penurunan
27,26%(yoy) lebih rendah dari triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan 16,17% (yoy).
Pada triwulan II 2017, penyetoran di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT semuanya menggunakan
jenis Uang Kertas. Pecahan uang yang mendominasi adalah Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Demikian halnya
juga dengan bayaran yang didominasi oleh uang kertas, namun ada juga pembayaran yang dilakukan
menggunakan Uang Koin dengan pecahan Rp.1.000,- dan Rp.500,-. Berdasarkan komposisi setoran, uang pecahan
Rp.100.000,- memiliki porsi terbesar dengan presentase sebesar 54,14%, lebih sedikit dari triwulan I 2017 yang sebesar
5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan
65
5.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat
dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar
atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi
masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14 dan
THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan nasabah.
Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi rumah tangga
dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga. Tingginya aktivitas
ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang disebabkan oleh
tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang disebabkan oleh
adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.
Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan
65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan
setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE
mengalami penurunan. Sementara itu, Uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami
penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih
didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.
Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara
Nasional, transaksi SKNBI di NTT juga ikut menurun.
Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami
penurunan sebesar 8,52% (yoy), dan nominal menurun
sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga
menjadi penyebab utama penurunan transaksi kliring
secara nasional.
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
-80%
0%
80%
160%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
YOY
VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
70,66%29,31%0,03%
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK TRIWULAN II 2017
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
99,05%0,84%
0,11%
GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK TRIWULAN II 2017
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
Transaksi tunai di NTT pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Hal tersebut di dorong oleh peningkatan net-
outflow yang mencapai Rp.1.356,41 miliar atau tumbuh 43,32% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan I 2017 yang
sebesar 16,00% (yoy). Tingginya aktivitas net outflow tersebut terutama disumbang oleh tingginya aktivitas setoran dan
penarikan kas titipan yang mengalami pertumbuhan signifikan paska penambahan 3 kas titipan di tahun 2016 dan 1
kastip di tahun 2017, sedangkan pertumbuhan net outflow di Kota Kupang hanya sebesar 12,71% (yoy) yang lebih
disebabkan oleh sudah tidak adanya kewajiban perbankan di Kupang paska pembukaan kas titipan. Peningkatan aktivitas
setoran dan bayaran tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di triwulan II, tidak hanya dari
peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah, namun juga berasal dari investasi yang sudah mulai berjalan.
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
Adapun pola aliran dana terlihat bahwa sebagian besar uang keluar dari bank pemerintah yang kemungkinan besar
berupa tambahan gaji ke-14,13 dan THR dan akan kembali masuk dalam bentuk simpanan di bank pemerintah dan bank
swasta. Pada triwulan II 2017, bank pemerintah masih mempunyai porsi paling besar dalam melakukan setoran, namun
pertumbuhannya melambat sebesar 18,96% (yoy) dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai 26,05% (yoy).
Sementara bank swasta yang menempati urutan kedua setoran terbanyak setelah bank pemerintah, mengalami
peningkatan 14,03% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami penurunan -8,62% (yoy). Setoran bukan bank
juga pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan 11,01% (yoy) lebih tinggi dari triwulan I 2017 yang mengalami
penurunan -63,27% (yoy).
Dari sisi bayaran, pada triwulan II 2017 bank pemerintah mendominasi bayaran dengan pertumbuhan 32% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan I 2017 yang sebesar 5,37% (yoy). Sementara itu, bank swasta yang mendapat share setelah bank
pemerintah dan mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu dari 26,96% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 121,99%
(yoy). Namun demikian, berbeda halnya dengan bayaran bukan bank yang triwulan ini mengalami penurunan
27,26%(yoy) lebih rendah dari triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan 16,17% (yoy).
Pada triwulan II 2017, penyetoran di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT semuanya menggunakan
jenis Uang Kertas. Pecahan uang yang mendominasi adalah Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Demikian halnya
juga dengan bayaran yang didominasi oleh uang kertas, namun ada juga pembayaran yang dilakukan
menggunakan Uang Koin dengan pecahan Rp.1.000,- dan Rp.500,-. Berdasarkan komposisi setoran, uang pecahan
Rp.100.000,- memiliki porsi terbesar dengan presentase sebesar 54,14%, lebih sedikit dari triwulan I 2017 yang sebesar
5.2.2. Aliran Uang Masuk dan Keluar Berdasarkan Pecahan
65
5.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan II 2017, aktivitas sistem pembayaran menunjukkan adanya peningkatan yang cukup besar. Hal ini terlihat
dari terjadinya net-outflow atau uang yang beredar lebih banyak dari uang yang disetor di NTT sebesar Rp.1.356,41 miliar
atau tumbuh 43,42% (yoy) dibanding triwulan II 2016 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi
masyarakat. Peningkatan kegiatan pembayaran tersebut terutama disebabkan oleh adanya pembayaran gaji ke-14 dan
THR yang membuat perbankan menambah penyediaan dana tunai untuk mengantisipasi tingginya penarikan nasabah.
Selain itu, adanya tahun ajaran baru, hari raya Idul Fitri, maupun libur sekolah juga meningkatkan konsumsi rumah tangga
dan pemerintah dibanding triwulan sebelumnya ataupun pengeluaran pendidikan oleh rumah tangga. Tingginya aktivitas
ekonomi tersebut terlihat dari besarnya peningkatan penarikan/outflow hingga 30,95% (yoy) yang disebabkan oleh
tingginya penarikan uang oleh nasabah maupun peningkatan setoran/inflow sebesar 14,97% (yoy) yang disebabkan oleh
adanya penyetoran kembali nasabah dalam bentuk simpanan di bank.
Di sisi lain, jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang disetorkan oleh perbankan di NTT masih mengalami penurunan
65,43% (yoy), lebih rendah dari Triwulan I 2017 yang juga mengalami penurunan sebesar 72,40% (yoy). Penurunan
setoran kemungkinan besar disebabkan oleh kualitas uang beredar yang mengalami peningkatan, sehingga setoran UTLE
mengalami penurunan. Sementara itu, Uang palsu (UPAL) yang ditemukan pada Triwulan II 2017 juga mengalami
penurunan dari 403 lembar pada Triwulan I 2017 menjadi 16 lembar. Temuan UPAL yang beredar hingga saat ini masih
didominasi pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.
Seiring dengan penurunan transaksi SKNBI secara
Nasional, transaksi SKNBI di NTT juga ikut menurun.
Volume kliring di NTT pada triwulan II 2017 mengalami
penurunan sebesar 8,52% (yoy), dan nominal menurun
sebesar 30,63% (yoy). Peralihan moda transfer diduga
menjadi penyebab utama penurunan transaksi kliring
secara nasional.
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
-80%
0%
80%
160%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
YOY
VOLUME KLIRING GROWTH VOLUME KLIRING GROWTH CEK/BG KOSONG RATIO CEK/BG KOSONG
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV I
2017 I I
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
64 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
UPAL
GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
-50
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
403
16
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UTLE
0
100
200
300
400
500
600
700
800
UTLE YOY UTLEUTLE YOY UTLE
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
5.2.5. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 82% (yoy) lebih rendah dari triwulan
sebelumnya. Jumlah uang palsu yang ditemukan selama triwulan II 2017 sebanyak 16 lembar yang didominasi oleh
pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Sementara itu pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan yang signifikan
paska penemuan pengedaran uang palsu di Kabupaten Kupang yang hingga sekarang dalam proses hukum.
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)
Pada Triwulan II 2017 pertumbuhan penggunaan transaksi kliring secara Nasional maupun di NTT masih
mengalami penurunan. Volume warkat kliring pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 69.272 warkat, atau menurun
sebesar 8,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari segi nominal, pertumbuhan transaksi kliring Provinsi NTT pada
Triwulan II 2017 masih tetap mengalami penurunan sebesar 30,63% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini
searah dengan penurunan transaksi kliring secara nasional yang juga menunjukkan adanya penurunan. Perlambatan atau
penurunan penggunaan transaksi ini juga disinyalir masih merupakan dampak dari perubahan ketentuan tentang batasan
maksimal transaksi kliring mulai dari nominal transaksi kliring yang tidak dibatasi pada triwulan I 2015 hingga triwulan II
2016, menjadi maksimal Rp.500 juta pada awal Juli 2016.
Sementara itu, pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Dari sisi
nominal mengalami penurunan sebesar 46,16%(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun dari sisi volume
mengalami peningkatan sebesar 26,72% (yoy). Hal ini disebabkan oleh ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat
melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April 2017.
67
GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOWDAN OUTFLOW KAS TITIPAN KPW BI PROVINSI NTT
2016I II I I I IV I
2017 I I
(900)
(500)
(100)
300
700
1.100 MILIAR RP
OUTFLOW NETFLOWINFLOW
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI NTT
OUTFLOW NETFLOWINFLOW
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK
(250)
(150)
(50)
50
150
250
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
64,34%. Sementara komposisi pecahan Rp.50.000,- pada triwulan II 2017 sedikit meningkat dari 31,67% pada triwulan I
2017 menjadi 37,79%. Selain itu, pecahan lainnya hanya mendapat share sebesar 8,07%. Dari sisi bayaran atau uang yang
keluar, uang pecahan Rp.100.000,- mengalami peningkatan komposisi, sementara pecahan lainnya melambat. Dari total
bayaran sebesar Rp.2.184,04 miliar, 62,01% adalah uang pecahan Rp.100.000,-, 34,17% pecahan Rp.50.000,-, 1,66%
pecahan Rp.20.000,-, 1,10% pecahan Rp.10.000,- dan 1,03% pecahan lainnya.
5.2.3. Perkembangan Kas Titipan
Pada triwulan II 2017, total transaksi Kas Titipan Bank Indonesia di NTT masih tumbuh signifikan seiring
dengan adanya penambahan kas titipan Waikabubak di Sumba Barat. Pada triwulan II 2017, total kas titipan
mengalami net outflow hingga 636 miliar, atau meningkat 107,51% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Tingginya net
outflow lebih disebabkan oleh meningkatnya penarikan perbankan hingga 80,10% (yoy), melebihi peningkatan setoran
yang juga tumbuh 53,21% (yoy). Pertumbuhan riil aktivitas ekonomi di daerah baru akan bisa dideteksi setelah lebih dari 1
tahun kas titipan beroperasi.
Berdasarkan lokasi kas titipan, kas titipan di Belu mengalami net outflow nominal terbesar dibanding kas titipan lainnya.
Hal ini wajar terutama disebabkan oleh adanya proyek investasi strategis perbatasan yang dilakukan oleh pemerintah
pusat. Berdasarkan besar pertumbuhan yang terjadi, Kota Waingapu mengalami pertumbuhan net outflow tertinggi
dibanding daerah lainnya yang kemungkinan besar disebabkan oleh mulai berjalannya aktivitas investasi agroindustri gula
di Sumba Timur, selain digunakan untuk pembayaran gaji ke-14,13 dan THR karyawan.
5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Pada Triwulan II 2017, pertumbuhan setoran UTLE di NTT mengalami penurunan 61,04% (yoy) atau dengan
nominal tercatat sebesar Rp.180,22 miliar. Penurunan UTLE tersebut lebih disebabkan oleh adanya pemasangan mesin
racik uang terbaru, sehingga untuk menghindari adanya penumpukan UTLE dalam khasanah, Bank Indonesia mengurangi
proses penarikan uang lusuh di masyarakat untuk sementara. Namun demikian, seiring dengan sudah terpasangnya mesin
racik uang, maka penarikan uang lusuh kembali mengalami peningkatan pada bulan Juli dan Agustus 2017. Penurunan
penyerapan UTLE tersebut sejalan dengan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan II 2017 yang hanya
sebesar Rp.186,42 miliar, atau menurun sebesar 63,99% (yoy).
66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
UPAL
GRAFIK 5.9 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
-50
50
150
250
350
450
550
650
750
850
950
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
403
16
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UTLE
0
100
200
300
400
500
600
700
800
UTLE YOY UTLEUTLE YOY UTLE
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
300%
350%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
5.2.5. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 mengalami penurunan sebesar 82% (yoy) lebih rendah dari triwulan
sebelumnya. Jumlah uang palsu yang ditemukan selama triwulan II 2017 sebanyak 16 lembar yang didominasi oleh
pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-. Sementara itu pada triwulan I 2017 mengalami peningkatan yang signifikan
paska penemuan pengedaran uang palsu di Kabupaten Kupang yang hingga sekarang dalam proses hukum.
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI (SKNBI)
Pada Triwulan II 2017 pertumbuhan penggunaan transaksi kliring secara Nasional maupun di NTT masih
mengalami penurunan. Volume warkat kliring pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 69.272 warkat, atau menurun
sebesar 8,52% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari segi nominal, pertumbuhan transaksi kliring Provinsi NTT pada
Triwulan II 2017 masih tetap mengalami penurunan sebesar 30,63% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini
searah dengan penurunan transaksi kliring secara nasional yang juga menunjukkan adanya penurunan. Perlambatan atau
penurunan penggunaan transaksi ini juga disinyalir masih merupakan dampak dari perubahan ketentuan tentang batasan
maksimal transaksi kliring mulai dari nominal transaksi kliring yang tidak dibatasi pada triwulan I 2015 hingga triwulan II
2016, menjadi maksimal Rp.500 juta pada awal Juli 2016.
Sementara itu, pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan. Dari sisi
nominal mengalami penurunan sebesar 46,16%(yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Namun dari sisi volume
mengalami peningkatan sebesar 26,72% (yoy). Hal ini disebabkan oleh ketatnya aturan tentang kelengkapan dan syarat
melakukan transaksi menggunakan bilyet giro yang mulai berlaku 1 April 2017.
67
GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOWDAN OUTFLOW KAS TITIPAN KPW BI PROVINSI NTT
2016I II I I I IV I
2017 I I
(900)
(500)
(100)
300
700
1.100 MILIAR RP
OUTFLOW NETFLOWINFLOW
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN KAS TITIPAN BERDASARKAN KABUPATEN DI NTT
OUTFLOW NETFLOWINFLOW
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
INFL
OW
OU
TFLO
W
NET
FLO
W
ATAMBUA ENDE LEWOLEBA MAUMERE RUTENG WAINGAPU WAIKABUBAK
(250)
(150)
(50)
50
150
250
(60)
(40)
(20)
-
20
40
60
64,34%. Sementara komposisi pecahan Rp.50.000,- pada triwulan II 2017 sedikit meningkat dari 31,67% pada triwulan I
2017 menjadi 37,79%. Selain itu, pecahan lainnya hanya mendapat share sebesar 8,07%. Dari sisi bayaran atau uang yang
keluar, uang pecahan Rp.100.000,- mengalami peningkatan komposisi, sementara pecahan lainnya melambat. Dari total
bayaran sebesar Rp.2.184,04 miliar, 62,01% adalah uang pecahan Rp.100.000,-, 34,17% pecahan Rp.50.000,-, 1,66%
pecahan Rp.20.000,-, 1,10% pecahan Rp.10.000,- dan 1,03% pecahan lainnya.
5.2.3. Perkembangan Kas Titipan
Pada triwulan II 2017, total transaksi Kas Titipan Bank Indonesia di NTT masih tumbuh signifikan seiring
dengan adanya penambahan kas titipan Waikabubak di Sumba Barat. Pada triwulan II 2017, total kas titipan
mengalami net outflow hingga 636 miliar, atau meningkat 107,51% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Tingginya net
outflow lebih disebabkan oleh meningkatnya penarikan perbankan hingga 80,10% (yoy), melebihi peningkatan setoran
yang juga tumbuh 53,21% (yoy). Pertumbuhan riil aktivitas ekonomi di daerah baru akan bisa dideteksi setelah lebih dari 1
tahun kas titipan beroperasi.
Berdasarkan lokasi kas titipan, kas titipan di Belu mengalami net outflow nominal terbesar dibanding kas titipan lainnya.
Hal ini wajar terutama disebabkan oleh adanya proyek investasi strategis perbatasan yang dilakukan oleh pemerintah
pusat. Berdasarkan besar pertumbuhan yang terjadi, Kota Waingapu mengalami pertumbuhan net outflow tertinggi
dibanding daerah lainnya yang kemungkinan besar disebabkan oleh mulai berjalannya aktivitas investasi agroindustri gula
di Sumba Timur, selain digunakan untuk pembayaran gaji ke-14,13 dan THR karyawan.
5.2.4. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Pada Triwulan II 2017, pertumbuhan setoran UTLE di NTT mengalami penurunan 61,04% (yoy) atau dengan
nominal tercatat sebesar Rp.180,22 miliar. Penurunan UTLE tersebut lebih disebabkan oleh adanya pemasangan mesin
racik uang terbaru, sehingga untuk menghindari adanya penumpukan UTLE dalam khasanah, Bank Indonesia mengurangi
proses penarikan uang lusuh di masyarakat untuk sementara. Namun demikian, seiring dengan sudah terpasangnya mesin
racik uang, maka penarikan uang lusuh kembali mengalami peningkatan pada bulan Juli dan Agustus 2017. Penurunan
penyerapan UTLE tersebut sejalan dengan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada triwulan II 2017 yang hanya
sebesar Rp.186,42 miliar, atau menurun sebesar 63,99% (yoy).
66 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTTBoks 4.
Pada tanggal 17 Juli 2017, Bank Indonesia meluncurkan pilot project BI Jangkau untuk memperluas jangkauan distribusi
uang dan meningkatkan kualitas uang di wilayah 3T (terpencil, terdepan, dan terluar). Peresmian pilot project BI Jangkau
Provinsi NTT dilaksanakan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Kabupaten Belu. Peresmian tersebut dilaksanakan
oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, Anggota DPR RI Ferry Kase, Gubernur Provinsi NTT Frans Lebu Raya,
Direktur Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan Rudy Widodo, Direktur Bank Mandiri Ogi Prastomiyono, Direktur
BNI Bob Tyasika Ananta, serta Senior Executive Vice President (SEVP) BRI Agus Noor Santo. Peluncuran pilot project BI
Jangkau juga ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Bank Indonesia dengan Himpunan Bank
Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN, PT Pegadaian (Persero), serta Bank Pembangunan Daerah
(BPD) NTT selaku mitra pelaksana program BI Jangkau di Provinsi NTT.
GAMBAR BOKS 4.1. PERESMIAN PILOT PROJECT BI JANGKAU DI PLBN MOTAAIN, KABUPATEN BELU
BI Jangkau adalah program peningkatan layanan kas untuk menjangkau masyarakat di wilayah kecamatan/desa melalui
sinergi dengan lembaga lain. Program ini bertujuan untuk mempercepat penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ke
Bank Indonesia dan memperluas pengedaran Uang Layak Edar (ULE) kepada masyarakat di kecamatan/desa. Penyediaan
uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan
Negara Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat.
Program layanan kas yang telah dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia adalah kas titipan dan kas keliling. Kas titipan
merupakan kerjasama Bank Indonesia dengan bank umum untuk melaksanakan kegiatan penyimpanan uang,
pengolahan uang (sortasi), setoran/penarikan bank, dan layanan penukaran uang. Tujuan kas titipan adalah mempercepat
proses penyerapan UTLE dari perbankan dan menambah titik distribusi uang layak edar (ULE). Sementara itu, kas keliling
adalah layanan kas yang dilakukan Bank Indonesia di luar kantor untuk menyediakan penukaran uang kepada masyarakat.
Kas keliling dilaksakan agar layanan penukaran uang mudah dijangkau oleh masyarakat. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah memiliki 7 kas titipan dan melaksanakan kas keliling di
wilayah Provinsi NTT. Kas titipan tersebut terletak di Atambua, Lembata, Ende, Maumere, Ruteng, Waingapu, dan
Waikabubak. Pada semester II 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT berencana membuka kas titipannya
yang ke delapan di Alor. Peresmian kas titipan yang ke delapan tersebut akan menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi
dengan kas titipan terbanyak di Indonesia. Pengelola Kas Titipan di Provinsi NTT adalah BPD NTT dan BRI. Sementara itu,
kas keliling juga sudah dilaksanakan di wilayah selain kas titipan.
69
GRAFIK 5.10 PERTUMBUHAN JUMLAH AGEN LKD
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
DATA AGEN YOY QTQ
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
2016I II I I I IV I
2017 I I
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan. Pada triwulan
II 2017 jumlah agen LKD di NTT berjumlah 2.095 agen, atau menurun 17,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I
2017 yang mampu mencapai 73,47% (yoy).
68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Pilot Project BI Jangkau di Provinsi NTTBoks 4.
Pada tanggal 17 Juli 2017, Bank Indonesia meluncurkan pilot project BI Jangkau untuk memperluas jangkauan distribusi
uang dan meningkatkan kualitas uang di wilayah 3T (terpencil, terdepan, dan terluar). Peresmian pilot project BI Jangkau
Provinsi NTT dilaksanakan di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motaain, Kabupaten Belu. Peresmian tersebut dilaksanakan
oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia Sugeng, Anggota DPR RI Ferry Kase, Gubernur Provinsi NTT Frans Lebu Raya,
Direktur Pengelolaan Kas Negara Kementerian Keuangan Rudy Widodo, Direktur Bank Mandiri Ogi Prastomiyono, Direktur
BNI Bob Tyasika Ananta, serta Senior Executive Vice President (SEVP) BRI Agus Noor Santo. Peluncuran pilot project BI
Jangkau juga ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerjasama antara Bank Indonesia dengan Himpunan Bank
Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BTN, PT Pegadaian (Persero), serta Bank Pembangunan Daerah
(BPD) NTT selaku mitra pelaksana program BI Jangkau di Provinsi NTT.
GAMBAR BOKS 4.1. PERESMIAN PILOT PROJECT BI JANGKAU DI PLBN MOTAAIN, KABUPATEN BELU
BI Jangkau adalah program peningkatan layanan kas untuk menjangkau masyarakat di wilayah kecamatan/desa melalui
sinergi dengan lembaga lain. Program ini bertujuan untuk mempercepat penyerapan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) ke
Bank Indonesia dan memperluas pengedaran Uang Layak Edar (ULE) kepada masyarakat di kecamatan/desa. Penyediaan
uang Rupiah yang berkualitas sangat penting dalam menjaga integritas Rupiah sebagai salah satu simbol kedaulatan
Negara Republik Indonesia. Selain itu, uang yang layak edar akan memberikan kenyamanan bertransaksi bagi masyarakat.
Program layanan kas yang telah dilakukan sebelumnya oleh Bank Indonesia adalah kas titipan dan kas keliling. Kas titipan
merupakan kerjasama Bank Indonesia dengan bank umum untuk melaksanakan kegiatan penyimpanan uang,
pengolahan uang (sortasi), setoran/penarikan bank, dan layanan penukaran uang. Tujuan kas titipan adalah mempercepat
proses penyerapan UTLE dari perbankan dan menambah titik distribusi uang layak edar (ULE). Sementara itu, kas keliling
adalah layanan kas yang dilakukan Bank Indonesia di luar kantor untuk menyediakan penukaran uang kepada masyarakat.
Kas keliling dilaksakan agar layanan penukaran uang mudah dijangkau oleh masyarakat. Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah memiliki 7 kas titipan dan melaksanakan kas keliling di
wilayah Provinsi NTT. Kas titipan tersebut terletak di Atambua, Lembata, Ende, Maumere, Ruteng, Waingapu, dan
Waikabubak. Pada semester II 2017, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT berencana membuka kas titipannya
yang ke delapan di Alor. Peresmian kas titipan yang ke delapan tersebut akan menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi
dengan kas titipan terbanyak di Indonesia. Pengelola Kas Titipan di Provinsi NTT adalah BPD NTT dan BRI. Sementara itu,
kas keliling juga sudah dilaksanakan di wilayah selain kas titipan.
69
GRAFIK 5.10 PERTUMBUHAN JUMLAH AGEN LKD
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
DATA AGEN YOY QTQ
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
2016I II I I I IV I
2017 I I
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di NTT pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan. Pada triwulan
II 2017 jumlah agen LKD di NTT berjumlah 2.095 agen, atau menurun 17,29% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I
2017 yang mampu mencapai 73,47% (yoy).
68 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR BOKS 4.2. PETA KAS TITIPAN KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NTT
Untuk memperkuat fungsi distribusi rupiah, maka Bank Indonesia meluncurkan program BI Jangkau. Pada
pelaksanaannya, pelaksana BI Jangkau di Provinsi NTT yakni perbankan (Himbara dan BPD NTT) serta Pegadaian
mendapatkan persediaan ULE dari Bank Indonesia atau kas titipan terdekat. Setelah menerima ULE, perbankan dan
Pegadaian akan mendistribusikan ULE sampai ke kantor unitnya. Kemudian, kantor unit tersebut akan melakukan layanan
penukaran UTLE dengan ULE kepada masyarakat.
Melalui program BI Jangkau tersebut, masyarakat di daerah 3T diharapkan akan lebih mudah mendapatkan ULE. Hal ini
akan mendukung kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga tersedianya uang bersih (clean money policy) serta kewajiban
penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan uang
Rupiah kepada masyarakat menurut amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, selalu berupaya
memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan layak
edar.
70
Ketenagakerjaan & K esejahteraan06
Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di
semester 1 2017.
Tingkat kemiskinan mengalami penurunan yang terlihat dari persentase penduduk miskin yang turun
menjadi 21,85% atau 1,15 juta jiwa dibandingkan Maret 2016 sebesar 22,19%. Kualitas kemiskinan
semakin membaik yang ditandai dengan penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) dibandingkan Maret 2016.
Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.
NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT menunjukkan nilai 68,98. dan berada di bawah nasional (70,69).
Namun, dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan
subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR BOKS 4.2. PETA KAS TITIPAN KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NTT
Untuk memperkuat fungsi distribusi rupiah, maka Bank Indonesia meluncurkan program BI Jangkau. Pada
pelaksanaannya, pelaksana BI Jangkau di Provinsi NTT yakni perbankan (Himbara dan BPD NTT) serta Pegadaian
mendapatkan persediaan ULE dari Bank Indonesia atau kas titipan terdekat. Setelah menerima ULE, perbankan dan
Pegadaian akan mendistribusikan ULE sampai ke kantor unitnya. Kemudian, kantor unit tersebut akan melakukan layanan
penukaran UTLE dengan ULE kepada masyarakat.
Melalui program BI Jangkau tersebut, masyarakat di daerah 3T diharapkan akan lebih mudah mendapatkan ULE. Hal ini
akan mendukung kebijakan Bank Indonesia untuk menjaga tersedianya uang bersih (clean money policy) serta kewajiban
penggunaan Rupiah di wilayah NKRI. Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang mengedarkan uang
Rupiah kepada masyarakat menurut amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, selalu berupaya
memenuhi kebutuhan uang Rupiah dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan layak
edar.
70
Ketenagakerjaan & K esejahteraan06
Perkembangan sektor kesejahteraan dan ketenagakerjaan menunjukkan adanya perbaikan di
semester 1 2017.
Tingkat kemiskinan mengalami penurunan yang terlihat dari persentase penduduk miskin yang turun
menjadi 21,85% atau 1,15 juta jiwa dibandingkan Maret 2016 sebesar 22,19%. Kualitas kemiskinan
semakin membaik yang ditandai dengan penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) dibandingkan Maret 2016.
Nilai tukar petani mengalami kenaikan menjadi 101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.
NTP menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Indeks Kebahagiaan di Provinsi NTT menunjukkan nilai 68,98. dan berada di bawah nasional (70,69).
Namun, dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan
subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 6.6. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
ITNTP-AXIS KANAN IB
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
100
105
110
115
120
125
130
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
Sumber : BPS, Diolah
GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN INDEKS P1 DAN P2
Sumber : BPS, Diolah
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
3,47 3,47 3,25
4,06
4,694,34
0,91 0,91 0,791,07 1,29 1,17
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
INDEKS P1 INDEKS P2
GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
Sumber : BPS, Diolah
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
211,79 235,81
265,96 297,86
322,95 343,40
0
50
100
150
200
250
300
350
400
MAKANAN BUKAN MAKANAN
Di sisi lain, garis kemiskinan pada Maret 2017 mengalami kenaikan 6,33% dibandingkan Maret 2016 menjadi Rp 343.396
per kapita. Peran makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan non makanan pada Maret 2017 yakni
79,37%. Komponen makanan dan non makanan pada Maret 2017 mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2016
masing-masing sebesar 6,36% dan 6,23%.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi NTT pada Maret 2017 tercatat sebesar 4,34. Pencapaian tersebut lebih kecil
dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 4,69. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi NTT pada
Maret 2017 tercatat sebesar 1,17. Pencapaian tersebut lebih kecil dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 1,29.
Penurunan kedua indeks tersebut dibandingkan Maret 2016 mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin
cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit.
6.3 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama Provinsi NTT. Kesejahteraan petani dapat diukur melalui NTP. NTP
diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP
menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi 101,20
dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.Pencapaian tersebut mendandakan perbaikan pendapatan petani pada
triwulan II 2017. Peningkatan NTP disebabkan oleh kenaikan It sebesar 1,09% lebih besar dari kenaikan Ib sebesar 0,72%.
6.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN
Jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT per Februari 2017 adalah 2,5 juta jiwa. Jumlah tersebut tercatat lebih besar daripada
Februari 2016 sebesar 2,45 juta jiwa. TPT mengalami penurunan menjadi 3,21% dibandingkan bulan Februari 2016
sebesar 3,59%. Komposisi angkatan kerja yang bekerja pada bulan Februari 2017 terdiri dari 22,57% pada sektor formal
dan 77,43% pada sektor informal. Jumlah pekerja formal meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 21,58%.
73
GRAFIK 6.3. KOMPOSISI PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI NTT
Sumber : BPS Diolah
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
900
950
1.000
1.050
1.100
1.150
1.200
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
PERKOTAAN PEDESAAN TOTAL
GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
NASIONAL NTT
Sumber : BPS Diolah
11,96 11,36 11,25 11,22 10,86 10,64
20,8820,03 19,82
22,61 22,19 21,85
10
12
14
16
18
20
22
24
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
GRAFIK 6.2. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI
Sumber : BPS Diolah
PAPU
A
PABA
R
NTT
MA
LUK
U
GO
RON
TALO
AC
EH
BEN
GK
ULU
NTB
SULT
ENG
LAM
PUN
G
27,6225,1
21,8518,45 17,65 16,89 16,45 16,07
14,14 13,69
0
5
10
15
20
25
30
6.1. KONDISI UMUM
Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari penurunan 1persentase penduduk miskin, kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , serta
kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85% dari
total penduduk di Provinsi NTT dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase
angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi
3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi
101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di mana nilai tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT
menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69), dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan
Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja1.
6.2 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017 adalah 1,15 juta jiwa atau 21,85% dari total penduduk di Provinsi
NTT. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada persentase kemiskinan nasional yaitu 10,64%. Provinsi NTT menempati posisi
ketiga terbawah nasional persentase angka kemiskinan dan hanya berada di atas Papua Barat (25,1%) dan Papua
(27,62%). Pencapaian tersebut sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase
angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%.
Komposisi penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017
terdiri dari 89,80% penduduk di pedesaan dan 10,20%
penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk miskin di
perkotaan mengalami kenaikan 4,8% atau menjadi 117,4
ribu jiwa dibandingkan Maret 2016. Peningkatan ini
diperkirakan disebabkan oleh urbanisasi penduduk
pedesaan tidak didukung dengan ketersediaan lapangan
kerja di perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di
pedesaan mengalami penurunan yang tidak signifikan
sebesar 0,43% atau menjadi 1,033,39 ribu jiwa
dibandingkan Maret 2016. Selain efek urbanisasi,
penurunan juga diperkirakan didorong oleh panen
pertanian di pedesaan.
72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 6.6. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
ITNTP-AXIS KANAN IB
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
100
105
110
115
120
125
130
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
Sumber : BPS, Diolah
GRAFIK 6.4. PERKEMBANGAN INDEKS P1 DAN P2
Sumber : BPS, Diolah
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
3,47 3,47 3,25
4,06
4,694,34
0,91 0,91 0,791,07 1,29 1,17
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
INDEKS P1 INDEKS P2
GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
Sumber : BPS, Diolah
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
211,79 235,81
265,96 297,86
322,95 343,40
0
50
100
150
200
250
300
350
400
MAKANAN BUKAN MAKANAN
Di sisi lain, garis kemiskinan pada Maret 2017 mengalami kenaikan 6,33% dibandingkan Maret 2016 menjadi Rp 343.396
per kapita. Peran makanan terhadap garis kemiskinan lebih besar dibandingkan non makanan pada Maret 2017 yakni
79,37%. Komponen makanan dan non makanan pada Maret 2017 mengalami peningkatan dibandingkan Maret 2016
masing-masing sebesar 6,36% dan 6,23%.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Provinsi NTT pada Maret 2017 tercatat sebesar 4,34. Pencapaian tersebut lebih kecil
dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 4,69. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Provinsi NTT pada
Maret 2017 tercatat sebesar 1,17. Pencapaian tersebut lebih kecil dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 1,29.
Penurunan kedua indeks tersebut dibandingkan Maret 2016 mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin
cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit.
6.3 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama Provinsi NTT. Kesejahteraan petani dapat diukur melalui NTP. NTP
diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP
menunjukkan kemampuan/daya beli petani di pedesaan. Pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi 101,20
dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84.Pencapaian tersebut mendandakan perbaikan pendapatan petani pada
triwulan II 2017. Peningkatan NTP disebabkan oleh kenaikan It sebesar 1,09% lebih besar dari kenaikan Ib sebesar 0,72%.
6.4 KONDISI KETENAGAKERJAAN
Jumlah angkatan kerja di Provinsi NTT per Februari 2017 adalah 2,5 juta jiwa. Jumlah tersebut tercatat lebih besar daripada
Februari 2016 sebesar 2,45 juta jiwa. TPT mengalami penurunan menjadi 3,21% dibandingkan bulan Februari 2016
sebesar 3,59%. Komposisi angkatan kerja yang bekerja pada bulan Februari 2017 terdiri dari 22,57% pada sektor formal
dan 77,43% pada sektor informal. Jumlah pekerja formal meningkat dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 21,58%.
73
GRAFIK 6.3. KOMPOSISI PENDUDUK MISKIN DI PROVINSI NTT
Sumber : BPS Diolah
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
900
950
1.000
1.050
1.100
1.150
1.200
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
PERKOTAAN PEDESAAN TOTAL
GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PERSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
NASIONAL NTT
Sumber : BPS Diolah
11,96 11,36 11,25 11,22 10,86 10,64
20,8820,03 19,82
22,61 22,19 21,85
10
12
14
16
18
20
22
24
MAR 12 MAR 13 MAR 14 MAR 15 MAR 16 MAR 17
GRAFIK 6.2. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PERSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI
Sumber : BPS Diolah
PAPU
A
PABA
R
NTT
MA
LUK
U
GO
RON
TALO
AC
EH
BEN
GK
ULU
NTB
SULT
ENG
LAM
PUN
G
27,6225,1
21,8518,45 17,65 16,89 16,45 16,07
14,14 13,69
0
5
10
15
20
25
30
6.1. KONDISI UMUM
Indikator ketenagakerjaan dan kesejahteraan Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari penurunan 1persentase penduduk miskin, kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP), penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , serta
kenaikan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Persentase penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 21,85% dari
total penduduk di Provinsi NTT dan sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase
angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%. TPT per Februari 2017 mengalami penurunan menjadi
3,21% dibandingkan bulan Februari 2016 sebesar 3,59%. NTP pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan menjadi
101,20 dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 100,84. IPM tahun 2016 adalah 63,13 di mana nilai tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2015 yang memiliki nilai 62,67. Sementara itu, Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT
menunjukkan nilai 68,98. Meskipun nilai tersebut di bawah nasional (70,69), dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan
Provinsi NTT yaitu dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial memiliki nilai di atas nasional yakni 76,75.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja1.
6.2 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017 adalah 1,15 juta jiwa atau 21,85% dari total penduduk di Provinsi
NTT. Jumlah tersebut lebih tinggi daripada persentase kemiskinan nasional yaitu 10,64%. Provinsi NTT menempati posisi
ketiga terbawah nasional persentase angka kemiskinan dan hanya berada di atas Papua Barat (25,1%) dan Papua
(27,62%). Pencapaian tersebut sedikit lebih baik dibandingkan bulan Maret 2016 dan Maret 2015 di mana persentase
angka kemiskinan masing-masing adalah 22,19% dan 22,61%.
Komposisi penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2017
terdiri dari 89,80% penduduk di pedesaan dan 10,20%
penduduk di perkotaan. Jumlah penduduk miskin di
perkotaan mengalami kenaikan 4,8% atau menjadi 117,4
ribu jiwa dibandingkan Maret 2016. Peningkatan ini
diperkirakan disebabkan oleh urbanisasi penduduk
pedesaan tidak didukung dengan ketersediaan lapangan
kerja di perkotaan. Sementara itu, penduduk miskin di
pedesaan mengalami penurunan yang tidak signifikan
sebesar 0,43% atau menjadi 1,033,39 ribu jiwa
dibandingkan Maret 2016. Selain efek urbanisasi,
penurunan juga diperkirakan didorong oleh panen
pertanian di pedesaan.
72 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR 6.1 IPM KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
pencapaian tersebut lebih tinggi dari tahun 2015 sebesar 65,96 tahun.Berdasarkan pencapaian masing-masing
komponen selama tahun 2016, pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru perlu dilakukan untuk mendorong
peningkatan daya beli masyarakat. Di samping itu, perbaikan infrastruktur kesehatan dan sanitasi juga perlu dilakukan
untuk mendorong peningkatan AHH.
Secara spasial, IPM tertinggi dicapai oleh Kota Kupang dengan nilai 78,14. Pencapaian ini menempatkan Kota Kupang
sebagai satu-satunya Kabupaten/Kota di Provinsi NTT dengan status pembangunan manusia tinggi (IPM ≥ 70). Meskipun
mencapai status pembangunan tinggi, Kota Kupang memiliki pertumbuhan IPM paling kecil pada tahun 2016 yakni
sebesar 0,24% (yoy). Sementara itu, enam kabupaten memiliki status pembangunan manusia yang rendah (IPM < 60)
yakni Kabupaten Sabu Raijua (54,16), Kabupaten Manggarai Timur (57,5), Kabupaten Malaka (58,29), Kabupaten Sumba
Tengah (58,52), Kabupaten Alor (58,99), dan Kabupaten Rote Ndao (59,28). IPM Kabupaten Sabu Raijua merupakan IPM
Kabupaten/Kota terendah di Provinsi NTT, tetapi pada tahun 2016 IPM Kabupaten Sabu Raijua mengalami pertumbuhan
paling tinggi yakni 1,65% (yoy).
Sumber : BPS, diolah
Indeks Kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi yaitu kepuasan hidup (yang terdiri dari
subdimensi personal dan subdimensi sosial), perasaan, dan makna hidup dengan menggunakan skala 0-100. Semakin
tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia, demikian juga sebaliknya. Metode
pengukuran Indeks Kebahagiaan tahun 2017 mengalami perubahan karena pada tahun ini dimensi penyusun Indeks
Kebahagiaan ditambah dua yakni dimensi perasaan dan dimensi makna hidup.
Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2017 mencapai 68,98. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT
sebagai provinsi dengan peringkat Indeks Kebahagiaan ketiga terbawah nasional dan hanya berada di atas Papua(67,52)
dan Sumatera Utara (68,41). Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT juga berada di bawah nasional yakni 70,69.
6.6 INDEKS KEBAHAGIAAN
75
GRAFIK 6.8. PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
NASIONAL NTT
Sumber : BPS Diolah
60,8161,68 62,26 62,67 63,13
67,7 68,31 68,9 69,55 70,18
5859606162636465666768697071
2012 2013 2014 2015 2016
GRAFIK 6.9. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERENDAH
Sumber : BPS Diolah
67,6 67,47 66,63 66,29 65,88 65,8163,6 63,13 62,21
58,05
52545658606264666870
MA
LUK
U
SULT
ENG
MA
LUT
GO
RON
TALO
KA
LBA
R
NTB
SULB
AR
NTT
PABA
R
PAPU
A
GRAFIK 6.7. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
PROYEKSI TENAGA KERJAINDEKS RIIL TENAGA KERJA
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017
Sumber : BPS, Diolah
I I I I I*-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35 *PERKIRAAN% SBT
Hal ini mengindikasikan peningkatan kualitas lapangan kerja di Provinsi NTT. Jumlah pekerja formal perlu ditingkatkan
karena sektor formal menghasilkan pendapatan yang tetap bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi angka
kemiskinan di Provinsi NTT.
Indikator ketenagakerjaan hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan II 2017 menunjukkan indikasi
penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi -3,28% dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 16,41%.
Angka ini menunjukkan adanya penurunan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT.
Sektor yang mengalami penurunan diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Bangunan, serta Perdagangan
Hotel dan Restoran. Perlambatan penggunaan tenaga kerja diperkirakan akan tetap terjadi di triwulan III 2017, terutama
untuk sektor industri pengolahan, bangunan, serta pengangkutan dan komunikasi.
IPM 2016 yang dirilis BPS pada bulan Agustus 2017 menunjukkan bahwa Provinsi NTT memperoleh nilai IPM sebesar
63,13. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan peringkat IPM ketiga terbawah nasional
dan hanya berada di atas Papua(58,05) dan Papua Barat (62,21). Nilai IPM Provinsi NTT juga berada di bawah IPM nasional
dengan nilai 70,18. Namun, tren IPM Provinsi NTT selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 menunjukkan
pertumbuhan yang positif. IPM tahun 2016 mengalami peningkatan 0,73% dibandingkan tahun 2015.
6.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Komponen pembentuk IPM Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015.
Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) pada tahun 2016 adalah Rp 7,12 juta, lebih besar dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 7
juta. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) pada tahun 2016 masing-masing mencapai 7,02
tahun dan 12,97 tahun. Pencapaian ini lebih baik dibandingkan RLS dan HLS tahun 2015 masing-masing sebesar 6,93
tahun dan 12,84 tahun. Sementara itu, Angka Harapan Hidup (AHH) pada tahun 2016 mencapai 66,04 tahun di mana
74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GAMBAR 6.1 IPM KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
pencapaian tersebut lebih tinggi dari tahun 2015 sebesar 65,96 tahun.Berdasarkan pencapaian masing-masing
komponen selama tahun 2016, pengembangan investasi dan sektor ekonomi baru perlu dilakukan untuk mendorong
peningkatan daya beli masyarakat. Di samping itu, perbaikan infrastruktur kesehatan dan sanitasi juga perlu dilakukan
untuk mendorong peningkatan AHH.
Secara spasial, IPM tertinggi dicapai oleh Kota Kupang dengan nilai 78,14. Pencapaian ini menempatkan Kota Kupang
sebagai satu-satunya Kabupaten/Kota di Provinsi NTT dengan status pembangunan manusia tinggi (IPM ≥ 70). Meskipun
mencapai status pembangunan tinggi, Kota Kupang memiliki pertumbuhan IPM paling kecil pada tahun 2016 yakni
sebesar 0,24% (yoy). Sementara itu, enam kabupaten memiliki status pembangunan manusia yang rendah (IPM < 60)
yakni Kabupaten Sabu Raijua (54,16), Kabupaten Manggarai Timur (57,5), Kabupaten Malaka (58,29), Kabupaten Sumba
Tengah (58,52), Kabupaten Alor (58,99), dan Kabupaten Rote Ndao (59,28). IPM Kabupaten Sabu Raijua merupakan IPM
Kabupaten/Kota terendah di Provinsi NTT, tetapi pada tahun 2016 IPM Kabupaten Sabu Raijua mengalami pertumbuhan
paling tinggi yakni 1,65% (yoy).
Sumber : BPS, diolah
Indeks Kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi yaitu kepuasan hidup (yang terdiri dari
subdimensi personal dan subdimensi sosial), perasaan, dan makna hidup dengan menggunakan skala 0-100. Semakin
tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan penduduk yang semakin bahagia, demikian juga sebaliknya. Metode
pengukuran Indeks Kebahagiaan tahun 2017 mengalami perubahan karena pada tahun ini dimensi penyusun Indeks
Kebahagiaan ditambah dua yakni dimensi perasaan dan dimensi makna hidup.
Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT pada tahun 2017 mencapai 68,98. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT
sebagai provinsi dengan peringkat Indeks Kebahagiaan ketiga terbawah nasional dan hanya berada di atas Papua(67,52)
dan Sumatera Utara (68,41). Indeks Kebahagiaan Provinsi NTT juga berada di bawah nasional yakni 70,69.
6.6 INDEKS KEBAHAGIAAN
75
GRAFIK 6.8. PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
NASIONAL NTT
Sumber : BPS Diolah
60,8161,68 62,26 62,67 63,13
67,7 68,31 68,9 69,55 70,18
5859606162636465666768697071
2012 2013 2014 2015 2016
GRAFIK 6.9. SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA TERENDAH
Sumber : BPS Diolah
67,6 67,47 66,63 66,29 65,88 65,8163,6 63,13 62,21
58,05
52545658606264666870
MA
LUK
U
SULT
ENG
MA
LUT
GO
RON
TALO
KA
LBA
R
NTB
SULB
AR
NTT
PABA
R
PAPU
A
GRAFIK 6.7. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
PROYEKSI TENAGA KERJAINDEKS RIIL TENAGA KERJA
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017
Sumber : BPS, Diolah
I I I I I*-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35 *PERKIRAAN% SBT
Hal ini mengindikasikan peningkatan kualitas lapangan kerja di Provinsi NTT. Jumlah pekerja formal perlu ditingkatkan
karena sektor formal menghasilkan pendapatan yang tetap bagi masyarakat sehingga dapat mengurangi angka
kemiskinan di Provinsi NTT.
Indikator ketenagakerjaan hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan II 2017 menunjukkan indikasi
penurunan. Nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) turun menjadi -3,28% dibandingkan triwulan I 2017 sebesar 16,41%.
Angka ini menunjukkan adanya penurunan penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor lapangan usaha di Provinsi NTT.
Sektor yang mengalami penurunan diantaranya sektor Pertanian, Industri Pengolahan, Bangunan, serta Perdagangan
Hotel dan Restoran. Perlambatan penggunaan tenaga kerja diperkirakan akan tetap terjadi di triwulan III 2017, terutama
untuk sektor industri pengolahan, bangunan, serta pengangkutan dan komunikasi.
IPM 2016 yang dirilis BPS pada bulan Agustus 2017 menunjukkan bahwa Provinsi NTT memperoleh nilai IPM sebesar
63,13. Pencapaian tersebut menempatkan Provinsi NTT sebagai provinsi dengan peringkat IPM ketiga terbawah nasional
dan hanya berada di atas Papua(58,05) dan Papua Barat (62,21). Nilai IPM Provinsi NTT juga berada di bawah IPM nasional
dengan nilai 70,18. Namun, tren IPM Provinsi NTT selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2016 menunjukkan
pertumbuhan yang positif. IPM tahun 2016 mengalami peningkatan 0,73% dibandingkan tahun 2015.
6.5 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
Komponen pembentuk IPM Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2015.
Pengeluaran Riil Per Kapita (PPK) pada tahun 2016 adalah Rp 7,12 juta, lebih besar dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 7
juta. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Harapan Lama Sekolah (HLS) pada tahun 2016 masing-masing mencapai 7,02
tahun dan 12,97 tahun. Pencapaian ini lebih baik dibandingkan RLS dan HLS tahun 2015 masing-masing sebesar 6,93
tahun dan 12,84 tahun. Sementara itu, Angka Harapan Hidup (AHH) pada tahun 2016 mencapai 66,04 tahun di mana
74 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 6.10. SEPULUH PROVINSI DENGAN INDEKS KEBAHAGIAAN TERENDAH
Sumber : BPS Diolah
70,61 70,4570,08 70,02 69,83 69,58 69,51
68,9868,41
67,52
65,566
66,567
67,568
68,569
69,570
70,571
BEN
GK
ULU
JAM
BI
KA
LBA
R
SULB
AR
BAN
TEN
JABA
R
LAM
PUN
G
NTT
SUM
UT
PAPU
A
GRAFIK 6.11. DIMENSI PENYUSUN INDIKATOR KEBAHAGIAAN
Sumber : BPS, Diolah
NTT NASIONAL
62,92
76,75
65,2371,53
65,9876,16
68,59 72,23
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
DIMENSI KEPUASANHIDUP (PERSONAL)
DIMENSI KEPUASANHIDUP (SOSIAL)
DIMENSI PERASAAN DIMENSI MAKNA HIDUP
Berdasarkan dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan, Provinsi NTT memiliki satu dimensi yang lebih baik dibandingkan
nasional yakni dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial. Nilai Provinsi NTT pada dimensi tersebut adalah 76,75
dan pencapaian tersebut lebih tinggi daripada nasional sebesar 76,16.Dimensi lainnya berada di bawah nilai nasional yakni
dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal, dimensi perasaan dan dimensi makna hidup yang masing-masing
memiliki nilai 62,92, 65,23, dan 71,53. Dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal lebih tinggi daripada
nasional karena kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut rasa kekeluargaan yang kuat. Di sisi yang
lain, dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal Provinsi NTT lebih kecil daripada nasional disebabkan oleh
kondisi kesehatan yang relatif rendah karena kurangnya tenaga medis dan fasilitaskesehatan yang kurang memadai,
kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding nasional serta rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal.
76
Prospek Perekonomian Daerah07
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi
dan realisasi anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi
serta administrasi pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji
ke-13. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh
realisasi investasi dan percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga
seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan relatif stabil dikarenakan oleh tidak adanya
even khusus dalam triwulan ini. Namun demikian, inflasi tahunan diperkirakan masih akan mengalami
kenaikan yang disebabkan oleh kondisi inflasi tahun sebelumnya yang cenderung rendah. Sementara pada
akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen Hari Raya Natal dan Tahun Baru
terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).
Berdasarkan perkembangan perekonomian sampai semester I 2017, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT
pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh dalam rentang 4,90-5,30% (yoy) dan triwulan IV 2017 dalam
rentang 5,1%-5,5% (yoy). Hal tersebut sesuai pula dengan perkembangan survei dan informasi anekdotal
terkini. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan masih
berada dalam rentang proyeksi 4,9-5,3% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan
pertumbuhan tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan
berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) dan pada akhir tahun 2017 dalam rentang 3,10-3,50% (yoy), atau
lebih tinggi dibandingkan pencapaian inflasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy).
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 6.10. SEPULUH PROVINSI DENGAN INDEKS KEBAHAGIAAN TERENDAH
Sumber : BPS Diolah
70,61 70,4570,08 70,02 69,83 69,58 69,51
68,9868,41
67,52
65,566
66,567
67,568
68,569
69,570
70,571
BEN
GK
ULU
JAM
BI
KA
LBA
R
SULB
AR
BAN
TEN
JABA
R
LAM
PUN
G
NTT
SUM
UT
PAPU
A
GRAFIK 6.11. DIMENSI PENYUSUN INDIKATOR KEBAHAGIAAN
Sumber : BPS, Diolah
NTT NASIONAL
62,92
76,75
65,2371,53
65,9876,16
68,59 72,23
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
DIMENSI KEPUASANHIDUP (PERSONAL)
DIMENSI KEPUASANHIDUP (SOSIAL)
DIMENSI PERASAAN DIMENSI MAKNA HIDUP
Berdasarkan dimensi penyusun Indeks Kebahagiaan, Provinsi NTT memiliki satu dimensi yang lebih baik dibandingkan
nasional yakni dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi sosial. Nilai Provinsi NTT pada dimensi tersebut adalah 76,75
dan pencapaian tersebut lebih tinggi daripada nasional sebesar 76,16.Dimensi lainnya berada di bawah nilai nasional yakni
dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal, dimensi perasaan dan dimensi makna hidup yang masing-masing
memiliki nilai 62,92, 65,23, dan 71,53. Dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal lebih tinggi daripada
nasional karena kondisi sosial masyarakat dan lingkungan yang masih menganut rasa kekeluargaan yang kuat. Di sisi yang
lain, dimensi kepuasan hidup dengan subdimensi personal Provinsi NTT lebih kecil daripada nasional disebabkan oleh
kondisi kesehatan yang relatif rendah karena kurangnya tenaga medis dan fasilitaskesehatan yang kurang memadai,
kualitas pendidikan yang masih jauh lebih rendah dibanding nasional serta rendahnya jumlah lapangan pekerjaan formal.
76
Prospek Perekonomian Daerah07
Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2017 diperkirakan didorong terutama oleh peningkatan realisasi investasi
dan realisasi anggaran belanja pemerintah yang meningkatkan pertumbuhan terutama sektor konstruksi
serta administrasi pemerintahan, selain didorong pula oleh konsumsi rumah tangga seiring pencairan gaji
ke-13. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2017 diperkirakan juga masih didorong oleh
realisasi investasi dan percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah, serta konsumsi rumah tangga
seiring tibanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru.
Tekanan inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan masih akan relatif stabil dikarenakan oleh tidak adanya
even khusus dalam triwulan ini. Namun demikian, inflasi tahunan diperkirakan masih akan mengalami
kenaikan yang disebabkan oleh kondisi inflasi tahun sebelumnya yang cenderung rendah. Sementara pada
akhir tahun 2017 tekanan inflasi diperkirakan didorong oleh momen Hari Raya Natal dan Tahun Baru
terutama dari komoditas bahan makanan (volatile food).
Berdasarkan perkembangan perekonomian sampai semester I 2017, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT
pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh dalam rentang 4,90-5,30% (yoy) dan triwulan IV 2017 dalam
rentang 5,1%-5,5% (yoy). Hal tersebut sesuai pula dengan perkembangan survei dan informasi anekdotal
terkini. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan masih
berada dalam rentang proyeksi 4,9-5,3% (yoy), sedikit mengalami perlambatan dibandingkan
pertumbuhan tahun 2016 sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, inflasi pada triwulan III 2017 diperkirakan
berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) dan pada akhir tahun 2017 dalam rentang 3,10-3,50% (yoy), atau
lebih tinggi dibandingkan pencapaian inflasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy).
- KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2017
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Sumber : BPS, Diolah
I I I* IV*4,20%
4,40%
4,60%
4,80%
5,00%
5,20%
5,40%
5,60%
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
tangkapan meningkat. Pengiriman ternak ke Pulau Jawa
diperkirakan juga tetap menjadi faktor pendorong
meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di
periode triwulan II dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan
di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan
libur panjang sekolah.
Sektor konstruksi diperkirakan juga mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2017, didorong oleh percepatan
penyelesaian paket proyek infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan
Raknamo yang ditargetkan selesai dan diresmikan pada Desember 2017. Dengan begitu, pengurusan administrasi terkait
paket proyek infrastruktur serta belanja konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat sehingga pertumbuhan sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan turut tumbuh meningkat. Sektor
perdagangan besar dan eceran diperkirakan masih tumbuh cukup stabil dibandingkan triwulan III 2017 dengan
kecenderungan sedikit melambat. Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum/pariwisata
diperkirakan tumbuh meningkat seiring masa liburan panjang akhir tahun yang meningkatkan kunjungan wisatawan baik
domestik maupun mancanegara dengan mendatangi objek-objek wisata utama Provinsi NTT seperti Taman Nasional
Komodo, Kelimutu, Bajawa, Sumba, Rote Ndao dan Alor.
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Pengeluaran
Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran diperkirakan masih didorong terutama oleh konsumsi rumah
tangga, konsumsi pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga diperkirakan didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat seiring tibanya masa panen
raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, kondisi tersebut bertepatan dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru, dimana
berdasarkan tren periode yang sama tahun-tahun sebelumnya merupakan masa puncak konsumsi masyarakat Provinsi
NTT. Hal tersebut diperkuat dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan II 2017 yang
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan lapangan kerja 6
bulan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya seiring percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah. Belanja konsumsi pegawai diperkirakan didorong
maksimal untuk mengejar pencapaian realisasi tahunan. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani
Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan kembali melambat dibandingkan triwulan III 2017 seiring usainya masa Pilkada di
tahun 2017.
79
4,6
6%
5,13
%
5,17
%
5,15
%
5,0
7%
5,35
%
5,11
%
5,19
%
4,9
8%
5,0
1%
4,9
0-5
,30
%
5,10
-5,5
0%
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,90-5,30% (yoy) atau sedikit
meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 5,01% (yoy). Secara umum pertumbuhan triwulan III
diperkirakan didorong terutama oleh pertumbuhan investasi pemerintah seiring proyek-proyek pembangunan dan
konsumsi rumah tangga dengan adanya pencairan gaji ke-13 pada Juli 2017, serta konsumsi pemerintah seiring adanya
event nasional dan internasional yakni Tour de Flores, Festival 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun pada Juli 2017.
Pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring percepatan realisasi paket
proyek pemerintah untuk tahun ini, Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo
dan Rotiklot yang masih berjalan. Investasi sektor informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan 600 BTS
jaringan 4G di Provinsi NTT juga masih turut mendorong pertumbuhan sisi investasi. Selain itu, investasi bandara juga
diperkirakan dimulai pada triwulan III 2017 oleh Angkasa Pura I berupa proyek pengembangan terminal bandara El Tari
menjadi dua lantai, penambahan 2 garbarata dan 3 apron pesawat serta perluasan bandara dari 7.500 m² menjadi 20.000
m² dengan anggaran tahun 2017 sebesar Rp178 miliar dan selesai pada triwulan III 2018. Sementara kelanjutan investasi
perkebunan tebu oleh PT. Muria Sumba Manis dan perumahan di beberapa daerah masih menjadi pendorong utama
investasi dari sisi swasta.
Impor antar daerah diperkirakan meningkat seiring kebutuhan untuk kegiatan proyek yang meningkat dalam rangka
mengejar target realisasi proyek tahun 2017, dimana sebagian besar kebutuhan proyek masih perlu didatangkan dari
daerah lain. Sementara kebutuhan pasokan bahan pangan pada triwulan III diperkirakan menurun seiring usainya
perayaan Hari Raya Idul Fitri. Ekspor luar negeri diperkirakan meningkat seiring naiknya kebutuhan semen dan kapur dari
negara tetangga Timor Leste untuk realisasi pembangunan di negara tersebut. Selain itu, kondisi cuaca diperkirakan masih
cukup mendukung produksi ikan tangkap nelayan untuk keperluan ekspor seperti tuna dan cakalang.
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III – 2017
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,10-5,50% (yoy), atau meningkat
dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan III sebesar 4,90-5,30% (yoy). Peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi
terutama seiring dengan upaya pemerintah mempercepat realisasi anggaran pemerintah dan adanya momen Hari Raya
Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan PDRB sisi pengeluaran, kondisi pertumbuhan triwulan IV 2017 diperkirakan didorong
terutama oleh peningkatan pertumbuhan sisi konsumsi pemerintah seiring percepatan realisasi anggaran pemerintah,
yang juga tercermin dari sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan, meskipun
diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
didorong oleh tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT sehingga daya beli masyarakat meningkat yang bertepatan
pula dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang biasanya menjadi puncak masa konsumsi masyarakat Provinsi
NTT.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi faktor penopang utama pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT di triwulan IV 2017, sementara pendorong utama pertumbuhan diperkirakan dari sektor
administrasi pemerintahan. Sebagaimana periode-periode yang sama tahun sebelumnya, kondisi gelombang laut pada
periode tersebut diperkirakan juga kembali cukup kondusif untuk melakukan aktivitas tangkap ikan, sehingga hasil
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV - 2017
78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN IV – 2017
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Sumber : BPS, Diolah
I I I* IV*4,20%
4,40%
4,60%
4,80%
5,00%
5,20%
5,40%
5,60%
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
tangkapan meningkat. Pengiriman ternak ke Pulau Jawa
diperkirakan juga tetap menjadi faktor pendorong
meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di
periode triwulan II dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan
di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan
libur panjang sekolah.
Sektor konstruksi diperkirakan juga mengalami peningkatan pertumbuhan di triwulan IV 2017, didorong oleh percepatan
penyelesaian paket proyek infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan
Raknamo yang ditargetkan selesai dan diresmikan pada Desember 2017. Dengan begitu, pengurusan administrasi terkait
paket proyek infrastruktur serta belanja konsumsi pemerintah juga diperkirakan meningkat sehingga pertumbuhan sektor
administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan turut tumbuh meningkat. Sektor
perdagangan besar dan eceran diperkirakan masih tumbuh cukup stabil dibandingkan triwulan III 2017 dengan
kecenderungan sedikit melambat. Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum/pariwisata
diperkirakan tumbuh meningkat seiring masa liburan panjang akhir tahun yang meningkatkan kunjungan wisatawan baik
domestik maupun mancanegara dengan mendatangi objek-objek wisata utama Provinsi NTT seperti Taman Nasional
Komodo, Kelimutu, Bajawa, Sumba, Rote Ndao dan Alor.
7.1.2.1 Pertumbuhan Sisi Pengeluaran
Pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran diperkirakan masih didorong terutama oleh konsumsi rumah
tangga, konsumsi pemerintah dan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan
konsumsi rumah tangga diperkirakan didorong oleh adanya peningkatan daya beli masyarakat seiring tibanya masa panen
raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, kondisi tersebut bertepatan dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru, dimana
berdasarkan tren periode yang sama tahun-tahun sebelumnya merupakan masa puncak konsumsi masyarakat Provinsi
NTT. Hal tersebut diperkuat dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia sampai dengan triwulan II 2017 yang
menunjukkan adanya peningkatan ekspektasi penghasilan 6 bulan mendatang maupun ketersediaan lapangan kerja 6
bulan. Di sisi lain, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat cukup signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya seiring percepatan realisasi anggaran belanja pemerintah. Belanja konsumsi pegawai diperkirakan didorong
maksimal untuk mengejar pencapaian realisasi tahunan. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani
Rumah Tangga (LNPRT) diperkirakan kembali melambat dibandingkan triwulan III 2017 seiring usainya masa Pilkada di
tahun 2017.
79
4,6
6%
5,13
%
5,17
%
5,15
%
5,0
7%
5,35
%
5,11
%
5,19
%
4,9
8%
5,0
1%
4,9
0-5
,30
%
5,10
-5,5
0%
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 4,90-5,30% (yoy) atau sedikit
meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan II sebesar 5,01% (yoy). Secara umum pertumbuhan triwulan III
diperkirakan didorong terutama oleh pertumbuhan investasi pemerintah seiring proyek-proyek pembangunan dan
konsumsi rumah tangga dengan adanya pencairan gaji ke-13 pada Juli 2017, serta konsumsi pemerintah seiring adanya
event nasional dan internasional yakni Tour de Flores, Festival 1001 Kuda Sandlewood dan Festival Tenun pada Juli 2017.
Pertumbuhan investasi diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring percepatan realisasi paket
proyek pemerintah untuk tahun ini, Pengerjaan Pos Lintas Batas Negara Wini dan Motamasin serta Bendungan Raknamo
dan Rotiklot yang masih berjalan. Investasi sektor informasi dan komunikasi dalam rangka pengembangan 600 BTS
jaringan 4G di Provinsi NTT juga masih turut mendorong pertumbuhan sisi investasi. Selain itu, investasi bandara juga
diperkirakan dimulai pada triwulan III 2017 oleh Angkasa Pura I berupa proyek pengembangan terminal bandara El Tari
menjadi dua lantai, penambahan 2 garbarata dan 3 apron pesawat serta perluasan bandara dari 7.500 m² menjadi 20.000
m² dengan anggaran tahun 2017 sebesar Rp178 miliar dan selesai pada triwulan III 2018. Sementara kelanjutan investasi
perkebunan tebu oleh PT. Muria Sumba Manis dan perumahan di beberapa daerah masih menjadi pendorong utama
investasi dari sisi swasta.
Impor antar daerah diperkirakan meningkat seiring kebutuhan untuk kegiatan proyek yang meningkat dalam rangka
mengejar target realisasi proyek tahun 2017, dimana sebagian besar kebutuhan proyek masih perlu didatangkan dari
daerah lain. Sementara kebutuhan pasokan bahan pangan pada triwulan III diperkirakan menurun seiring usainya
perayaan Hari Raya Idul Fitri. Ekspor luar negeri diperkirakan meningkat seiring naiknya kebutuhan semen dan kapur dari
negara tetangga Timor Leste untuk realisasi pembangunan di negara tersebut. Selain itu, kondisi cuaca diperkirakan masih
cukup mendukung produksi ikan tangkap nelayan untuk keperluan ekspor seperti tuna dan cakalang.
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan III – 2017
Perekonomian Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh pada rentang 5,10-5,50% (yoy), atau meningkat
dibandingkan kisaran pertumbuhan triwulan III sebesar 4,90-5,30% (yoy). Peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi
terutama seiring dengan upaya pemerintah mempercepat realisasi anggaran pemerintah dan adanya momen Hari Raya
Natal dan Tahun Baru. Berdasarkan PDRB sisi pengeluaran, kondisi pertumbuhan triwulan IV 2017 diperkirakan didorong
terutama oleh peningkatan pertumbuhan sisi konsumsi pemerintah seiring percepatan realisasi anggaran pemerintah,
yang juga tercermin dari sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih akan menjadi faktor pendorong utama pertumbuhan, meskipun
diperkirakan sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan
didorong oleh tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT sehingga daya beli masyarakat meningkat yang bertepatan
pula dengan adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru yang biasanya menjadi puncak masa konsumsi masyarakat Provinsi
NTT.
Dari sisi sektoral, pertumbuhan pertanian, kehutanan dan perikanan masih menjadi faktor penopang utama pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTT di triwulan IV 2017, sementara pendorong utama pertumbuhan diperkirakan dari sektor
administrasi pemerintahan. Sebagaimana periode-periode yang sama tahun sebelumnya, kondisi gelombang laut pada
periode tersebut diperkirakan juga kembali cukup kondusif untuk melakukan aktivitas tangkap ikan, sehingga hasil
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV - 2017
78 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
Sumber : BPS, Diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4,0
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
5,2
5,4
2012 2013 2014 2015 2016 2017*
infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan Raknamo yang ditargetkan selesai
dan diresmikan pada Desember 2017 serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjang Wini di
Kabupaten Timor Tengah Utara.
7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT diperkirakan tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,90-5,30% (yoy).
Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih bersumber dari konsumsi rumah tangga dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga terutama
disumbang oleh sektor pertanian yang tumbuh meningkat didukung kondisi cuaca dan iklim yang kondusif serta
peningkatan fasilitas dan bantuan teknis sehingga pendapatan para petani meningkat serta peningkatan aktivitas proyek
sehingga menyerap banyak tenaga kerja.
Pertumbuhan dari sisi investasi masih didominasi oleh
investasi pemerintah dalam rangka pembangunan seperti
Penyelesaian Bendungan Raknamo, rencana dimulainya
pembangunan Bendungan Napunggete pada semester 2
tahun 2017, perbaikan jalan serta penyelesaian
pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Wini, Kabupaten
Timor Tengah Utara beserta fasilitas pendukungnya.
Sementara investasi swasta terutama berasal dari
pembangunan perumahan, kelanjutan pengembangan
agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dengan melakukan groundbreaking pabrik gula pada triwulan
III 2017, pembangunan hotel bintang terutama di Manggarai Barat serta pusat perbelanjaan di Kota Kupang.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga diperkirakan terjadi seiring peningkatan realisasi dana desa.
7.2 INFLASI
7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017
Perkembangan inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 2,45% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan III lebih disebabkan oleh
faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya yang pada saat tersebut justru mengalami deflasi
cukup besar hingga -1,28 (qtq). Sektor pendidikan diperkirakan masih menjadi pendorong utama inflasi di triwulan III
seiring dengan adanya tahun ajaran baru bagi siswa TK hingga universitas yang diperkirakan meningkatkan inflasi.
Makanan jadi, minuman dan tembakau juga diperkirakan akan mengalami inflasi seiring dengan penyesuaian tarif cukai
rokok dan tembakau yang dilakukan. Adapun komoditas bahan makanan diperkirakan masih cukup stabil seiring
membaiknya kondisi cuaca di triwulan tersebut dan pasokan yang relatif terjaga.
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan pada kisaran 3,10-3,50% (yoy). Inflasi
tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy). Dorongan utama inflasi
tahun 2017 lebih disebabkan oleh komoditas administered prices, di antaranya kebijakan pengurangan subsidi tarif listrik
rumah tangga dengan daya 900 watt hingga 123% bagi para pelanggan 900 VA yang dilakukan bertahap pada Januari,
81
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
JUL100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
2014I II I I I IV
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan melambat pada triwulan IV
2017. Pertumbuhan diperkirakan masih didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, terutama
penyelesaian Bendungan Raknamo dan kemungkinan mulainya pembangunan Bendungan Napungete pada semester 2
tahun 2017, penyelesaian pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara, sarana
publik (pendidikan dan rumah sakit) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Penyelesaian investasi
pengembangan 600 BTS 4G di Provinsi NTT, program sambungan listrik kepada lebih dari 1.200 desa dalam dua tahun ke
depan, pembangunan pembangkit listrik, serta kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur serta
perumahan di beberapa daerah diperkirakan masih menjadi pendorong investasi dari sisi swasta.
Net impor antar daerah dan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan relatif stabil
dengan kecenderungan melambat. Impor antar daerah diperkirakan masih relatif stabil seiring kecenderungan
tingginya kebutuhan konsumsi pada akhir tahun di Provinsi NTT, meskipun diperkirakan sedikit melambat dibandingkan
triwulan III 2017 yang didorong oleh percepatan realisasi proyek sehingga keperluan bahan baku proyek mencapai
puncaknya pada periode tersebut. Sementara itu, ekspor luar negeri diperkirakan juga masih relatif stabil dengan
kecenderungan melambat dipengaruhi oleh kemungkinan melambatnya permintaan semen dari Timor Leste seiring
pembangunan yang telah mencapai puncak di triwulan III 2017. Selain itu, permintaan ikan tuna dan cakalang oleh negara
tujuan ekspor utama seperti Jepang diperkirakan juga sedikit berkurang pada periode akhir tahun.
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan tumbuh meningkat. Peningkatan pertumbuhan
diperkirakan seiring tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, berdasarkan kondisi gelombang laut pada
periode tersebut dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan kondisi gelombang laut lebih kondusif untuk nelayan
melakukan aktivitas tangkap ikan dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga hasil tangkap ikan meningkat. Pengiriman
ternak juga masih menjadi faktor pendorong, meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di periode triwulan II
dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan libur panjang sekolah.
Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan tumbuh meningkat seiring adanya
percepatan realisasi anggaran pemerintah baik untuk konsumsi maupun investasi pembangunan infrastruktur. Sementara
itu, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan masih tumbuh relatif stabil
dengan kecenderungan sedikit melambat. Pertumbuhan terutama didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru
yang meningkatkan konsumsi masyarakat. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan
pertumbuhan di triwulan IV 2017. Pertumbuhan terutama didorong oleh percepatan penyelesaian paket proyek
80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
Sumber : BPS, Diolah
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)PDRB (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
4,0
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
5,2
5,4
2012 2013 2014 2015 2016 2017*
infrastruktur pemerintah daerah maupun proyek strategis nasional seperti Bendungan Raknamo yang ditargetkan selesai
dan diresmikan pada Desember 2017 serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dan sarana penunjang Wini di
Kabupaten Timor Tengah Utara.
7.1.3 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Pada tahun 2017 pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT diperkirakan tumbuh relatif stabil pada kisaran 4,90-5,30% (yoy).
Faktor pendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih bersumber dari konsumsi rumah tangga dan
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga terutama
disumbang oleh sektor pertanian yang tumbuh meningkat didukung kondisi cuaca dan iklim yang kondusif serta
peningkatan fasilitas dan bantuan teknis sehingga pendapatan para petani meningkat serta peningkatan aktivitas proyek
sehingga menyerap banyak tenaga kerja.
Pertumbuhan dari sisi investasi masih didominasi oleh
investasi pemerintah dalam rangka pembangunan seperti
Penyelesaian Bendungan Raknamo, rencana dimulainya
pembangunan Bendungan Napunggete pada semester 2
tahun 2017, perbaikan jalan serta penyelesaian
pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Wini, Kabupaten
Timor Tengah Utara beserta fasilitas pendukungnya.
Sementara investasi swasta terutama berasal dari
pembangunan perumahan, kelanjutan pengembangan
agroindustri perkebunan gula oleh PT. Muria Sumba Manis dengan melakukan groundbreaking pabrik gula pada triwulan
III 2017, pembangunan hotel bintang terutama di Manggarai Barat serta pusat perbelanjaan di Kota Kupang.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah juga diperkirakan terjadi seiring peningkatan realisasi dana desa.
7.2 INFLASI
7.2.1 Inflasi Triwulan-III Tahun 2017
Perkembangan inflasi di triwulan III 2017 diperkirakan berada pada rentang 3,70-4,10% (yoy) atau meningkat
dibandingkan triwulan II 2017 sebesar 2,45% (yoy). Relatif tingginya inflasi pada triwulan III lebih disebabkan oleh
faktor based effect yaitu rendahnya posisi harga di tahun sebelumnya yang pada saat tersebut justru mengalami deflasi
cukup besar hingga -1,28 (qtq). Sektor pendidikan diperkirakan masih menjadi pendorong utama inflasi di triwulan III
seiring dengan adanya tahun ajaran baru bagi siswa TK hingga universitas yang diperkirakan meningkatkan inflasi.
Makanan jadi, minuman dan tembakau juga diperkirakan akan mengalami inflasi seiring dengan penyesuaian tarif cukai
rokok dan tembakau yang dilakukan. Adapun komoditas bahan makanan diperkirakan masih cukup stabil seiring
membaiknya kondisi cuaca di triwulan tersebut dan pasokan yang relatif terjaga.
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan pada kisaran 3,10-3,50% (yoy). Inflasi
tahun 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 sebesar 2,48% (yoy). Dorongan utama inflasi
tahun 2017 lebih disebabkan oleh komoditas administered prices, di antaranya kebijakan pengurangan subsidi tarif listrik
rumah tangga dengan daya 900 watt hingga 123% bagi para pelanggan 900 VA yang dilakukan bertahap pada Januari,
81
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
JUL100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
2014I II I I I IV
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/investasi diperkirakan melambat pada triwulan IV
2017. Pertumbuhan diperkirakan masih didorong oleh investasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah, terutama
penyelesaian Bendungan Raknamo dan kemungkinan mulainya pembangunan Bendungan Napungete pada semester 2
tahun 2017, penyelesaian pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Wini di Kabupaten Timor Tengah Utara, sarana
publik (pendidikan dan rumah sakit) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Penyelesaian investasi
pengembangan 600 BTS 4G di Provinsi NTT, program sambungan listrik kepada lebih dari 1.200 desa dalam dua tahun ke
depan, pembangunan pembangkit listrik, serta kelanjutan investasi perkebunan tebu di Kabupaten Sumba Timur serta
perumahan di beberapa daerah diperkirakan masih menjadi pendorong investasi dari sisi swasta.
Net impor antar daerah dan ekspor luar negeri Provinsi NTT pada triwulan IV 2017 diperkirakan relatif stabil
dengan kecenderungan melambat. Impor antar daerah diperkirakan masih relatif stabil seiring kecenderungan
tingginya kebutuhan konsumsi pada akhir tahun di Provinsi NTT, meskipun diperkirakan sedikit melambat dibandingkan
triwulan III 2017 yang didorong oleh percepatan realisasi proyek sehingga keperluan bahan baku proyek mencapai
puncaknya pada periode tersebut. Sementara itu, ekspor luar negeri diperkirakan juga masih relatif stabil dengan
kecenderungan melambat dipengaruhi oleh kemungkinan melambatnya permintaan semen dari Timor Leste seiring
pembangunan yang telah mencapai puncak di triwulan III 2017. Selain itu, permintaan ikan tuna dan cakalang oleh negara
tujuan ekspor utama seperti Jepang diperkirakan juga sedikit berkurang pada periode akhir tahun.
7.1.2.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
Secara sektoral, pertumbuhan sektor pertanian diperkirakan tumbuh meningkat. Peningkatan pertumbuhan
diperkirakan seiring tibanya masa panen raya padi di Provinsi NTT. Selain itu, berdasarkan kondisi gelombang laut pada
periode tersebut dalam beberapa tahun terakhir, diperkirakan kondisi gelombang laut lebih kondusif untuk nelayan
melakukan aktivitas tangkap ikan dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga hasil tangkap ikan meningkat. Pengiriman
ternak juga masih menjadi faktor pendorong, meskipun puncak pengiriman diperkirakan telah terjadi di periode triwulan II
dan III 2017 seiring tingginya kebutuhan di Pulau Jawa dalam rangka Puasa, Hari Raya Idul Fitri dan libur panjang sekolah.
Sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib diperkirakan tumbuh meningkat seiring adanya
percepatan realisasi anggaran pemerintah baik untuk konsumsi maupun investasi pembangunan infrastruktur. Sementara
itu, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor diperkirakan masih tumbuh relatif stabil
dengan kecenderungan sedikit melambat. Pertumbuhan terutama didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru
yang meningkatkan konsumsi masyarakat. Sementara sektor konstruksi diperkirakan mengalami peningkatan
pertumbuhan di triwulan IV 2017. Pertumbuhan terutama didorong oleh percepatan penyelesaian paket proyek
80 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices
Daftar Istilah
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang
sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,
saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Batas kredit
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran
dan tanggung jawab anggota tim itu
Pagu hutang
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Barrel
BI rate
Branchless banking
Clean money policy
Consensus forecast
Core-deposit
Cost push inflation
Cost of capital
Credit Limit
Credit rating
Crisis management protocol
Debt ceiling
Deflasi
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio
adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin
tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.
Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari
setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penukaran uang keliling.
Cikur Modified
adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di
Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada
APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.
Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW III-2017 DAN 2017
Sumber : BPS, Diolah
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I I I I* IV*
2014I II I I I IV
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
2,95%2,45%
3.6-4.0%
3.0-3.4%
Maret dan Mei, kenaikan tarif perpanjangan STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel. Potensi naiknya harga BBM
seiring kesepakatan negara-negara Organization of Petroleum Exporting (OPEC) untuk mengurangi produksi minyak dan
volatilitas nilai tukar rupiah sebagai akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat tetap
berpotensi mendorong inflasi nasional dan daerah.
Selain itu, dorongan harga komoditas pangan karena kondisi cuaca dan telah rendahnya harga pada tahun 2016
diperkirakan masih berpotensi meningkatkan inflasi pada tahun 2017. Beberapa komoditas yang cenderung cukup
rendah di tahun 2016 diantaranya beras, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring pasokan dari produsen domestik
dan luar daerah yang lancar didukung kondisi cuaca yang kondusif. Koordinasi intensif TPID Provinsi NTT yang dijabarkan
dalam eksekusi program kerja perlu terus dilakukan dalam rangka membantu meredam tekanan inflasi sehingga dapat
mencapai target inflasi nasional 4±1%.
82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
83KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices
Daftar Istilah
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang
sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,
saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Batas kredit
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran
dan tanggung jawab anggota tim itu
Pagu hutang
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Barrel
BI rate
Branchless banking
Clean money policy
Consensus forecast
Core-deposit
Cost push inflation
Cost of capital
Credit Limit
Credit rating
Crisis management protocol
Debt ceiling
Deflasi
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio
adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin
tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.
Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari
setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penukaran uang keliling.
Cikur Modified
adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di
Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada
APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.
Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW III-2017 DAN 2017
Sumber : BPS, Diolah
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I
2017 I I I I I* IV*
2014I II I I I IV
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
2,95%2,45%
3.6-4.0%
3.0-3.4%
Maret dan Mei, kenaikan tarif perpanjangan STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel. Potensi naiknya harga BBM
seiring kesepakatan negara-negara Organization of Petroleum Exporting (OPEC) untuk mengurangi produksi minyak dan
volatilitas nilai tukar rupiah sebagai akibat ketidakpastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat tetap
berpotensi mendorong inflasi nasional dan daerah.
Selain itu, dorongan harga komoditas pangan karena kondisi cuaca dan telah rendahnya harga pada tahun 2016
diperkirakan masih berpotensi meningkatkan inflasi pada tahun 2017. Beberapa komoditas yang cenderung cukup
rendah di tahun 2016 diantaranya beras, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan seiring pasokan dari produsen domestik
dan luar daerah yang lancar didukung kondisi cuaca yang kondusif. Koordinasi intensif TPID Provinsi NTT yang dijabarkan
dalam eksekusi program kerja perlu terus dilakukan dalam rangka membantu meredam tekanan inflasi sehingga dapat
mencapai target inflasi nasional 4±1%.
82 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
83KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia
Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit
diragukan dan kredit macet.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)
dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)
Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat
Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku
pada tahun bersangkutan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini
menggunakan tahun 2010.
M1
M2
Makroprudensial
Margin
Mikroprudensial
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Selisih
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan
kelangsungan usahanya
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Qtq
Rasio gini
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal.
Sistem Kliring NasionalBank Indonesia (SKNBI)
adalah Suatu sistem transfer dana elektronik, baik menggunakan warkat (cek, Bilyet Giro, atau wesel dll)
maupun transfer dana antar Bank.
sum mtm sumbangan/andil month to month yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding bulan sebelumnya
terhadap total inflasi
sum yoy sumbangan/andil year to date yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding posisi inflasi akhir tahun
terhadap total inflasi
Deposit facility
Deposit rate
Deposito
Depresiasi rupiah
Devisa
Disposable income
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Tingkat suku bunga simpanan
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara
bank dengan nasabah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan
pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
E-money Uang elektronik
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat
perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Kas Keliling adalah Kegiatan penukaran uang keliling.
Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.
Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia
Layanan Keuangan Digital(LKD)
adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti
seluler atau web melalui pihak ketiga.
Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)
adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana
dari berbagai sumber.
Idle money
Imported inflation
Indeks kedalaman kemiskinan
Indeks keparahan kemiskinan
Inflasi
Inflasi inti
Lending facility
Less cash society
Uang yang tidak terpakai
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga
komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
8584 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia
Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit
diragukan dan kredit macet.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)
dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)
Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat
Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku
pada tahun bersangkutan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini
menggunakan tahun 2010.
M1
M2
Makroprudensial
Margin
Mikroprudensial
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Selisih
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan
kelangsungan usahanya
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Qtq
Rasio gini
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Return On Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal.
Sistem Kliring NasionalBank Indonesia (SKNBI)
adalah Suatu sistem transfer dana elektronik, baik menggunakan warkat (cek, Bilyet Giro, atau wesel dll)
maupun transfer dana antar Bank.
sum mtm sumbangan/andil month to month yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding bulan sebelumnya
terhadap total inflasi
sum yoy sumbangan/andil year to date yaitu andil perubahan harga saat ini dibanding posisi inflasi akhir tahun
terhadap total inflasi
Deposit facility
Deposit rate
Deposito
Depresiasi rupiah
Devisa
Disposable income
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Tingkat suku bunga simpanan
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara
bank dengan nasabah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan
pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
E-money Uang elektronik
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat
perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Kas Keliling adalah Kegiatan penukaran uang keliling.
Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.
Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia
Layanan Keuangan Digital(LKD)
adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti
seluler atau web melalui pihak ketiga.
Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)
adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana
dari berbagai sumber.
Idle money
Imported inflation
Indeks kedalaman kemiskinan
Indeks keparahan kemiskinan
Inflasi
Inflasi inti
Lending facility
Less cash society
Uang yang tidak terpakai
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga
komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
8584 - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL - PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR - AGUSTUS 2017
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan
oleh bank-bank ritel
Volatile food
Yoy
Ytd
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen,
gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan
harga komoditas pangan internasional
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd
biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
TUKAB Transaksi Uang Kartal Antar Bank
Trump Effect adalah Dampak ekonomi yang dapat dihasilkan akibat kebijakan-kebijakan Donald Trump sebagai Presiden
Amerika Serikat.
Recommended