View
867
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
Data pencapaian kesehatan ibu dan anak cakupan KN1-KN4 naik pada tahun 2010, namun kemudian turun kembali pada tahun 2011. Penerima manfaat dana BOK lebih banyak pada provider kesehatan, belum menyentuh secara langsung pada masyarakat.
Citation preview
P a g e [ 1 ]
Policy Review
Kajian Kebijakan Penyaluran Dana Bantuan Operasional Kesehatan
Dalam Pencapaian Kesehatan Ibu Dan Anak (MDG’s 1,4,5)
Di Jawa Timur Indonesia
Policy Review ditujukan kepada Dirjen Bina Upaya Kesehatan
Dirjen Bina Gizi Kesehatan Ibu dan Anak Pusat Promosi Kesehatan
Ringkasan Eksekutif
Pedoman kebijakan Permenkes Nomer
2556/Menkes/Per/XII/2011 tentang penyaluran
dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang
telah beberapa kali mengalami revisi selama
proses implementasinya sejak pertamakali
diluncurkan pada tahun 2010 oleh kementerian
kesehatan Indonesia. Penyaluran dana BOK
kepada Pemerintah Daerah sebagai salah satu
bentuk tanggung jawab pemerintah untuk
pembangunan kesehatan masyarakat dalam
meningkatkan upaya kesehatan promotif dan
preventif guna percepatan tercapainya MDG‟S
Bidang Kesehatan. Tujuan kajian untuk
memberikan informasi evaluasi kebijakan BOK
dalam pencapaian program kesehatan ibu dan
anak. Lokasi penelitian di 3 kabupaten kota di
Jawa timur yaitu kabupaten Sampang, Gresik dan
Sidoarjo. Metode kajian adalah kajian data
sekunder profil kesehatan kabupaten tahun 2009-
2011 dan data primer focus group discussion
(FGD) dengan mengundang pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten dan beberapa
puskesmas serta staf pengelola BOK dari pemda.
Hasil kajian selama kebijakan BOK
diluncurkan mulai tahun 2010 sampai tahun 2011
terlihat bahwa masih lambannya penurunan angka
kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya
kasus gizi kurang dari hasil review data profil 3
kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten
Sidoarjo. Kurang komitmen Pemerintah daerah
P a g e [ 2 ]
Data pencapaian
kesehatan ibu dan anak
cakupan KN1-KN4 naik
pada tahun 2010, namun
kemudian turun kembali
pada tahun 2011.
Penerima manfaat dana
BOK lebih banyak pada
provider kesehatan,
belum menyentuh secara
langsung pada
masyarakat.
dalam menyusun strategi prioritas program
kesehatan ibu dan anak dalam bentuk menyusun
rencana inovasi aksi daerah.
Lemahnya pengawasan, kontrol
pertanggung jawaban kegiatan
preventif promotif BOK terutama
pada puskesmas yang lokasinya jauh
dari pusat pemerintahan kabupaten.
Pertanggungjawaban kurang
tepat sasaran, mengingat data
pencapaian kesehatan ibu dan anak
cakupan KN1-KN4 naik pada tahun
2010, namun kemudian turun
kembali pada tahun 2011. Penerima
manfaat dana BOK lebih banyak
pada provider kesehatan, belum
menyentuh secara langsung pada
masyarakat.
Pemerintah daerah,
stakeholder di tingkat Provinsi maupun
Kabupaten/Kota diharapkan memiliki komitmen
untuk terus memperkuat sistem kesehatan daerah
dengan mengacu pada Sistem Kesehatan Nasional
tahun 2012. Komitmen dalam penyusunan
program kesehatan ibu dan anak dengan gerakan
inovatif, memberdayakan masyarakat setempat
dengan peningkatan knowledge tentang
pentingnya
menjaga kesehatan ibu dan anak dan sosialisasi
peningkatan kunjungan neonatal pada petugas
kesehatan.
Pemerintah kabupaten, kota
diharapkan komitmennya dalam
meningkatkan alokasi anggaran
kesehatan yang langsung dirasakan
manfaatnya untuk masyarakat
melalui peningkatan kegiatan
preventif, promotif kesehatan ibu
dan anak. Petugas kesehatan lebih
banyak melakukan kegiatan
preventif, promotif dengan
melakukan upaya penyuluhan
tentang pentingnya kesehatan ibu
dan anak dalam wilayah desa yang
menjadi tanggung kasus.
Peningkatan pemberian kewenangan
lebih pada tenaga kesehatan yang
sudah terlatih pada daerah dengan kriteria khusus
dimana ketidaktersediaan tenaga kesehatan yang
berkompeten. Pemberdayaan masyarakat menjadi
ujung tombak dalam prioritas perencanaan
kesehatan di kabupaten kota dan propinsi
mengingat pemberdayaan masyarakat menjadi sub
sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional.
Pendahuluan Upaya peningkatan pelayanan kesehatan
masyarakat selain diarahkan untuk mencapai
target Tujuan Pembangunan Milenium atau
Millennium Development Goals (MDGs), juga
harus diarahkan pada pembudayaan pola hidup
sehat bagi masyarakat melalui upaya promotif,
preventif, dan pemberdayaan masyarakat. Dalam
hal ini, dukungan jajaran Tim Penggerak
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (Tim
Penggerak PKK) di Kabupaten/Kota merupakan
faktor penting dalam mewujudkan budaya hidup
sehat bagi masyarakat. Demikian halnya dengan
perspektif dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan, urusan pemerintahan di bidang
kesehatan merupakan urusan bersama (concurrent
function) antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, sehingga setiap Pemerintah
Daerah diwajibkan untuk meningkatkan
pemerataan dan aksesibilitas pelayanan
kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Melalui pengembangan kegiatan dan
penyediaan dukungan anggaran yang memadai,
yang dalam pelaksanaannya berpedoman pada
ketentuan mengenai Standar Pelayanan
Minimal (SPM) di bidang pelayanan kesehatan.
P a g e [ 3 ]
Berbagai upaya telah dan akan terus ditingkatkan
baik oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah agar peran dan fungsi Puskesmas
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar
semakin meningkat. Dukungan pemerintah
bertambah lagi dengan diluncurkannya
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
bagi Puskesmas sebagai kegiatan
inovatif di samping kegiatan lainnya
seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan
(Jampersal). Penyaluran dana BOK
merupakan salah satu bentuk tanggung
jawab pemerintah dalam pembangunan
kesehatan bagi masyarakat di
pedesaan/kelurahan khususnya dalam
meningkatkan upaya kesehatan promotif
dan preventif guna tercapainya target
Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Bidang Kesehatan. Sebagai tolok ukur
urusan kewenangan wajib bidang
kesehatan yang telah dilimpahkan
oleh pemerintah kepada pemerintah
daerah. Puskesmas sebagai salah satu
pelaksana pelayanan bidang kesehatan
juga mengemban amanat untuk
mencapai target tersebut sehingga
masyarakat akan mendapat pelayanan
kesehatan yang semakin merata, berkualitas dan
berkeadilan. Dana BOK bukan merupakan dana
utama dalam penyelenggaraan upaya kesehatan di
kab./kota. Beberapa issu public bergulir bahwa
ada kebijakan tingkat regional, beberapa
Pemerintah daerah mengurangi alokasi
pembiayaan promotif kesehatan ke alokasi di luar
sektor kesehatan. Padahal pemerintah pusat
mengharapkan pemda tidak mengurangi
anggaran yang sudah dialokasikan untuk
operasional Puskesmas. Pada
kenyataannya beberapa daerah
mengurangi dana operasional
Puskesmas karena asumsi telah
terbiayai oleh dana BOK.
Namun demikian, masih
terdapat berbagai masalah yang
dihadapi oleh Puskesmas dan
jaringannya dalam upaya
meningkatkan status kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya,
antara lain adalah keterbatasan
biaya operasional untuk
pelayanan kesehatan.
Beberapa pemerintah daerah
mampu mencukupi kebutuhan
biaya operasional kesehatan
Puskesmas di daerahnya. Di saat
yang sama, tidak sedikit pula
pemerintah daerah yang masih
sangat terbatas dalam hal alokasi
untuk biaya operasional
Puskesmadi daerahnya. Sementara itu, masih
terjadi disparitas antar berbagai determinan
sosial di masyarakat yang meliputi perbedaan
antar wilayah, antar pendidikan masyarakat,
antar sosial ekonomi masyarakat dan
determinan sosial lainnya.
Isu menarik mengenai
ekuitas pelayanan
kesehatan antara
daerah miskin dan
kaya, pedesaan dan
perkotaan.
Pemanfaatan BOK
pada prinsipnya uang
itu fokus ditujukan utk
" akselesarasi
pencapaian MDGs",
terutama 1(gizi),4(akb)
dan 5(aki).Sebetulnya
pemanfaatannya
terserah kabupaten
kota.
P a g e [ 4 ]
Metode
Ke
ran
gk
a K
on
sep
ImplementasiBOK
AkseptabilitasKebijakanSPM,MDG’S
KapasitasManajerial
Ketepatan Program dan
SasaranMDG’S
FaktorKontekstual
• Kemiskinan• Kondisi Geografi• Peran Keluarga
1.St
atus
KIA
di L
okas
i Stu
di2.
Tren
d, K
esen
jang
an C
apai
an
Prog
ram
KIA
di
3.H
asil
Pend
ataa
n Sa
sara
n
•Kepemim
pinan•Ketersediaan Fasyankes•Ketersediaan SD
K –5M
•Fungsi Manajem
en –PO
AC
•Turunan Poicy : Perda, Perbup, Perwali•Sosialisasi •Fasilitasi Penyelenggaraan Program/ Kegiatan
Gambar 1 Kerangka Konsep
Jenis kajian:Eksploratif, dengan perspektif studi
literarur, data sekunder profil, dokumen
penyerapan anggaran BOK th 2009,2010, 2011
dan review hasil penelitian BOK.
Cara Kerja Kajian :Wawancara mendalam
pada pengelola program kesehatan ibu dan anak,
bendahara BOK tingkat kabupaten, kota antara
lain: ka sub bid program dinkes, kepala
puskemas di kab.Gresik, sidoarjo dan
kab.sampang. Pertemuan rapat Kerja, Workshop
yang dihadiri oleh: ka bid program dan ka sub
bid dinas kesehatan kabupaten dan peneliti.
Variabel : akseptabilitas kebijakan,
konstektual, daan kapasitas manajerial akan
ditanyakan secara mendalam pada para decisions
makers tingkat kabupaten. Sedangkan variable
ketepatan program sasaran MDG‟s dan faktor
konstekstual:geografis dan kemiskinan dari
laporan profil kesehatan kabupaten, kota. Untuk
variable penyerapan anggaran BOK diperoleh
dari rekapitulasi penyerapan anggaran BOK
tribulan dan tahunan.
Analisis kajian: Review hasil penelitian
BOK terdahulu, studi literatur capaian kesehaan
ibu dan anak pada data profil th 2009,2010 dan
2011 serta data penyerapan dana BOK . Kajian
hasil wawancara mendalam, pengembangan
konsep dilakukan dengan analisis content guna
menghasilkan out put policy paper.
Beberapa komponen prosedur
metodologi dalam melaksanakan analisis suatu
kebijakan dalam suatu sistem. Komponen yang
dimaksud dalam prosedur metodologi analisis
kebijakan tersebut adalah perumusan masalah,
peramalan, rekomendasi, pemantauan dan
evaluasi. Melakukan analisis kebijakan berarti
menggunakan kelima prosedur metodologi
tersebut dalam proses kajiannya dengan metode
sence making.
P a g e [ 5 ]
Penyaluran Dana BOK pada
setiap kabupaten , kota pada
tahun 2013 ini masuk melalui
DAU, maka akan dikenai
undang undang RI Nomor 32
tahun 2004 tentang
kewenangan pemerintahan
daerah. Konsekuensi dari
kebijakan BOK ini , maka
Dikhawatirkan setelah masuk
DAU, jatah anggaran untuk
dinkes akan berkurang,
karena ada substitusi
anggaran dari pusat”.
Hasil dan Pembahasan Analisis Konten
Hasil analisis konten ini berdasarkan hasil Focus Group Discussion/FGD: Faktor pengaruh (determinan),
prioritas, affordability dan health system building blocks.
Tanggapan Dinkes Kota Surabaya
“Untuk tahun depan, BOK tidak lagi masuk
kedalam dana Tugas Perbantuan/TP. Tapi
masuk di dalam Dana alokasi Umum /DAU.
Dikhawatirkan setelah masuk
DAU, jatah anggaran untuk
dinas kesehatan akan berkurang,
karena ada substitusi anggaran
dari pusat”.
Rencana Pelaksana Kegiatan
atau “RPK sudah disusun
setahun sekali, boleh mengubah,
tapi akan memperlama proses.
Karena akan mengubah
pengajuan ke KPPN. Jadi
kegiatan harus sesuai dengan
RPK. Kembali lagi ke SDM
yang ada di Puskesmas karena
banyak yang mempunyai tugas
rangkap.Pertanggung jawaban
BOK terlalu panjang birokrasi
yang merepotkan. Yang
bertanggung jawab terhadap
dana bukan bendahara, tapi
PPTK (Petugas Pelaksana
Teknis Kegiatan). Perjalanan
dinas lebih dari 5 kilo, transport
80 ribu, kalo kurang dari 5 KM, dapat 25
ribu”.
Di Kota Surabaya, pos KLB dari BOK ada
anggarannya, meskipun itu belum tentu
terserap. Kalau di Kab lain, pos KLB tidak ada,
pos KLB dianggarkan dari APBD, yg lebih
longgar dalam melakukan perubahan.
Tanggapan Kabupaten Sidoarjo
Di Sidoarjo, sudah menyusun POA dan RPK
bulanan untuk satu tahun. Bila ada perubahan
RPK, akan memperlama proses pengajuan
keuangan(butuh waktu yang lebih lama), yang
akan berefek ke seluruh rangkaian kegiatan dan
berimbas pada penyerapan anggaran.
Di Sidoarjo ada perbup yang mengatur bahwa
transport dari Puskesmas ke desa
wilayah kerja sebesar 25 ribu.
Kabupaten Sidoarjo anggaran
BOK tahun 2012 ini disamakan.
Gresik pembagian dana BOK
berdasarkan jumlah penduduk,-
jumlah unjungan, tipe puskesmas.
BOK bisa untuk transport kader
posyandu, kader posyandu usila.
Sidoarjo per posyandu dapat 25
ribu, di gresik kader per orang
10 ribu. APBD : ada dana 50
ribu per posyandu (1670
posyandu) untuk kegiatan
posyandu, tidak melihat
berapapun jumlah balita yang
ada. Refresing kader bisa diambil
dari BOK, untuk transport dan
konsumsi. Di Gresik terdapat
6994 kader, honor berasal dari
APBD , transport bisa dari BOK,
25 ribu. Dari APBD honor kader
posyandu 30 ribu per bulan.
Banyak kader yang merangkap hingga
menangani 3 posyandu. Jumlah posyandu 904
dengan kader 200 an kader.
Tanggapan Kabupaten Gresik
Besaran alokasi dana BOK untuk setiap
puskesmas berdasarkan jumlah kunjungan,
jumlah penduduk dan tipe puskesmas.
“untuk pengadaan pemberian makanan
tambahan /PMT, kalau bisa diadakan di dinas
kesehatan, agar seluruh Puskesmas dapat PMT,
karena bila diadakan di level PKM, masing-
P a g e [ 6 ]
masing PKM ada yang menganggarkan dan ada
yg tidak.
PMT di sda sebesar 1,4 M (APBD), PMT di
gresik 585 jt (APBD). Sda BOK 2,2 M (1,950 M
untuk PKM, 300 jt untuk dinas). Gresik BOK 2,7
M (untuk PKM 2,4 M, 300 jt untuk manajemen
dinas). APBD untuk preventif dan promotif
kabupaten Gresik : 54 jt untuk promkes”.
Tanggapan Kabupaten Sampang
APBD untuk kegiatan preventif dan promotif
dikabupaten sampang meliputi : PMT
penyuluhan, honor, kegiatan promkes - 299 juta.
Pencegahan penyakit dan penyehatan
lingkungan 200 jt. Imunisasi 92 juta. Dana BOK
melalui TP (tugas Pembantuan) sebenarnya
tidak tepat, karena BOK turun tiap tahun. Bila
dimasukkan dalam DAK, juga kurang tepat
karena DAK untuk kegiatan yang “emergency”.
Jadi untuk tahun depan akan ditempelkan di
DAU. Dasar dari pembagian dana BOK
bermacam-macam dasar.
Madura : luas wilayah, jml penduduk, realisasi
penyerapan thn lalu, jumlah nakes (medis dan
paramedic). Di sampang, transport petugas
kesehatan dari puskesmas ke desa 15 ribu.
Untuk menjadi wacana bila CSR (Corporate
Social Responsibility) bisa membiayai BOK,
untuk daerah terdampak. Hal ini berlaku untuk
daerah dengan industri yang banyak. CSR
diberikan oleh perusahaan pada dinas, selain
juga diberikan pada masyarakat
langsung.contoh pada DBHCT (Dana Bagi
Hasil Cukai Tembakau).
Kebijakan Penyaluran dana BOK dari
sisi konten dalam pertanggungan jawaban
keuangan harus mengacu pada POA dan RPK
bulanan yang telah dibuat dalam satu tahun,
namun pada proses pelaksanaanya terkadang ada
permasalahan yang berbeda dalam setiap bulan,
dimana RPK yang diajukan setiap bulan harus
mengacu RPK tahunan. Apabila ada perubahan
RPK bulanan maka proses pengurusannya lebih
lama. Penyaluran Dana BOK pada setiap
kabupaten , kota pada tahun 2013 ini masuk
melalui DAU, maka akan dikenai undang
undang RI Nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Konsekuensi dari
kebijakan BOK ini, maka Dikhawatirkan setelah
masuk DAU, jatah anggaran untuk dinkes akan
berkurang, karena ada substitusi anggaran dari
pusat”. Pemerintah daerah mempunyai
kewenangan untuk mengelola dan mengurus
daerahnya . Berdasarkan UU No 32 Tahun
2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Mengacu pada
definisi normatif dalam UU No 32 Tahun 2004,
maka unsur otonomi daerah adalah : Hak,
Wewenang. dan . Kewajiban Daerah Otonom.
Ketiga hal tersebut dimaksudkan untuk
mengatur dan mengurus sendiri, urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Didalam UU NO 32 Tahun 2004
yang dimaksud hak dalam konteks otonomi
daerah adalah hak-hak daerah yang dijabarkan
pada Pasal 21 Dalam menyelenggarakan
otonomi, daerah mempunyai hak: 1. Mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya.
2. Memilih pimpinan daerah. 3. Mengelola
aparatur daerah. 4. Mengelola kekayaan daerah.
5. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah.
6. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya
yang berada di daerah. 7. Mendapatkan sumber-
sumber pendapatan lain yang sah. 8.
Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
P a g e [ 7 ]
Perlu memberikan contoh
konkrit dalam buku petunjuk teknis
BOK peruntukannya sehingga
petugas kesehatan di lapangan
tidak ada keraguan dalam
pertanggung jawaban
keuangannya.Sehingga dapat lebih
mudah merencanakan kegiatan
preventif dan promotif ini. Contoh
Imunisasi TTibu hamil dan
imunisasi anti Diphteri seperti
propinsi Jawa Timur, maka upaya
jemput bola petugas imunisasi ke
masyarakat dapat memanfatkan
dana BOK ini.
Berkaitan dengan wewenang dalam
konteks otonomi daerah, maka daerah otonom,
yaitu kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat (Pasal 1 angka 6
UU No 32 Tahun 2004)
berhak mengurus urusan
pemerintahanya, urusan
pemerintahan yang tertulis
pada Pasal 12 UU No 32
Tahun 2004 memberikan
panduan, yaitu: (1) Urusan
pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber
pendanaan, pengalihan
sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan
urusan yang
didesentralisasikan. (2)
Urusan pemerintahan yang
dilimpahkan kepada
Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai
dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Penyaluran dan BOK setiap puskesmas
di kabupaten kota berdasarkan jumlah
penduduk, jumlah kunjungan dan tipe
puskesmas, dipertimbangkan untuk menambah
variabel penting lainnya seperti besarnya
permasalahan kesehatan ibu dan anak dan
geografis yang sulit. Pemanfaatan dana BOK di
kabupaten kota, diprioritaskan pada upaya
preventif dan promotif kesehatan ibu dan anak
yang memang menjadi penyumbang terbesar
dalam angka kematian ibu dan bayi suatu
daerah, termasuk pula penyakit menular yang
dapat mempengaruhi kesehatan maternalnya.
Biaya transportasi petugas kesehatan dalam
upaya preventif dan promotif kesehatan ibu
dan anak dari kecamatan ke desa besaran Rp
25.000 per orang hal ini tentunya disesuaikan
dengan peraturan daerah dan kelayakan
geografis. Kegiatan kunjungan neonatal 1-1V
petugas kesehatan dalam pemeriksaan ibu hamil
ke rumah dalam upaya jemput bola bagi ibu
hamil yang tidak mau ke puskesmas karena
medan yang sulit dapat
memanfaatkan dana BOK
sebagai pengganti transport.
Termasuk pula kunjungan
Nifas bagi ibu bersalin dapat
memakai dana BOK ini. Dana
BOK dapat pula dipakai
untuk pemberian makanan
tambahan atau PMT anak
balita dan ibu hamil dalam
setiap kunjungan posyandu.
Besaran nilai rupiah untuk
PMT tergantung kebutuhan
dan harga satuan makanan
setempat. Pemberian PMT
yang bervariasi dengan
kandungan Gizi perlu menjadi
pertimbangan utama. Alokasi
besaran PMT untuk setiap
puskesmas dengan
mempertimbangkan besarnya permasalahan
status gizi balita di setiap daerah.
Demikian pula untuk Imunisasi,
terutama daerah endemis Diphteri seperti
propinsi Jawa Timur, maka upaya jemput bola
petugas imunisasi ke masyarakat dapat
memanfatkan dana BOK ini. Imunisasi TT untuk
ibu hamil, dan pra hamil. Dalam buku petunjuk
teknis penyaluran dana BOK perlu memberikan
contoh konkrit peruntukannya sehingga petugas
kersehatan di lapangan tidak ada keraguan
dalam pertanggung jawaban keuangannya
sehingga dapat lebih mudah merencanakan
kegiatan preventif dan promotif ini.
Memobilisasi sumber daya yang ada di
setiap daerah perlu dikembangkan sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat setempat, baik
masyrakat secara individu, mauoun kelompok.
P a g e [ 8 ]
Potensi daerah dalam dana bagi hasil Cukai
Rokok dapat pula menjadi salah satu CSR,
namun tentunya harus mempertimbangkan
banyak hal terutama dalam era bebas rokok,
mungkinkah hal ini dilakukan?. Potensi daerah
dalam menggerakkaan pembangunan kesehatan
di wilayahnya dapat pula dikembangkan,
terutama bila terdapat industri kecil maupun
besar.
Review Issu Publik
Anggaran kesehatan
Indonesia relatif sangat kecil
yakni hanya 1,7 persen dari total
belanja pemerintah, baik melalui
APBN maupun APBD (Propinsi
dan Kabupaten Kota). Padahal
UU No 36 tahun 2009 tentang
kesehatan mengatur besaran
anggaran kesehatan pusat adalah
5 persen dari APBN di luar gaji,
sedangkan APBD Propinsi dan
Kab/Kota 10 persen di luar gaji,
dengan peruntukannya 2/3 untuk
pelayanan publik. Meski terlihat
kecil, justru ditemukan masih ada
sisa anggaran yang tidak terserap di kementerian
kesehatan. Kenyataan tersebut mengundang
pertanyaan: apakah anggaran kesehatan sudah
cukup atau masih kurang?
Suatu kebijakan pembiayaan kesehatan
yang efektif dan efesien, apabila jumlahnya
mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan dengan penyebaran
dana sesuai kebutuhan serta pemanfaatan yang
diatur secara seksama sehingga tidak terjadi
peningkatan biaya yang berlebihan. Dengan
demikian, aspek ekonomi dan sosial dari
kebijakan pembiayaan kesehatan dapat berdaya
guna dan berhasil guna bagi seluruh masyarakat
yang membutuhkannya.
Isu besar lain saat ini juga adalah
masalah adekuasi dan sustainabilitas dari
pembiayaan kesehatan di Indonesia, khususnya
pembiayaan pemerintah. Diskusi tentang
“apakah anggaran saat ini cukup? Atau kurang?,
menjadi perdebatan yang hangat. Jika melihat
kebutuhan dana program dari pemerintah yang
digulirkan melalui APBN (Pusat) dan atau
APBD (Propinsi dan Kabupaten
Kota), maka bisa dikatakan bahwa
anggaran kesehatan Indonesia
relatif sangat kecil (hanya 1.7%
dari total belanja pemerintah).
Tetapi isu menarik berikutnya
adalah adanya sisa anggaran yang
tidak terserap di kementrian
kesehatan. Data pasti belum
terkumpul, namun kejadian sudah
terlihat bertahun-tahun.
Isu sustainablitas yang
muncul adalah masalah Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK)
yang menjadi input system
kesehatan sebagai dana bantuan
program, dimana istilah “bantuan”
menimbulkan pertanyaan tentang sustainabilitas
dari program tersebut. Ada perkembangan
menarik bahwa BOK ini pada tahun 2013 akan
menjadi Dana Tugas Pembantuan (TP) untuk
kesehatan melalui PKM, ini juga menjadi
perhatian penting karena dalam perundangan,
TP dan Dekonsentrasi ini sifatnya hanya dana
pelimpahan wewenang pusat ke propinsi dan
nanti selanjutnya akan dialihkan ke Dana
Alokasi Khusus (DAK).
Muncul pertanyaan penting, kenapa
tidak langsung dari BOK ke DAK?
(www.kebijakankesehatanindonesia.net/compon
ent/content/article/337-kebijakan-pembiayaan-
kesehatan.html,2012).
Isu sustainablitas yang
muncul adalah masalah
Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) yang
menjadi input sistem
kesehatan sebagai dana
bantuan program, dimana
istilah “bantuan”
menimbulkan pertanyaan
tentang sustainabilitas dari
program tersebut.
P a g e [ 9 ]
Proses pencairan dana BOK berdasarkan
perencanaan TOP setiap bulan, merupakan
kendala klasik yang semestinya dapat dipayungi
dengan peraturan keuangan yang lebih fleksibel
dari sisi pertanggung jawaban dengan
menciptakan sistem pengawasan melekat yang
terpadu dengan memanfaatkan potensi
masyarakat setempat sehingga upaya
kemandirian masyarakat dapat lebih tercapai.
Sistem pertanggung jawaban anggaran BOK
dapat dibuat lebih sederhana
dengan menyerahkan
sepenuhnya sistem
pertanggung jawaban
keuangan/administrasi
daerah dengan SK bupati
setempat sehingga
pertanggungjawaban
keuangan praktis diserahkan
sepenuhnya pada daerah
dengan peruntukkan rambu-
rambu untuk upaya promotif
dan preventif kesehatan . Dari
hasil penelitian dari UGM th
2007 menyatakan bahwa
dengan sistem administrasi
yang dapat memangkas
system birokrasi, diharapkan
dapat tercapai efektifitas dan
efisiensi anggaran. Bukankah system keuangan
yang akuntabel di bangun agar tercapai
efisiensi dan efektifitas keuangan Negara untuk
pembangunan kesehatan manusia seutuhnya.
Diperlukan upaya inovatif yang cerdas
dalam mengelola dana BOK untk upaya
prefentif, dan promotif di puskesmas mengingat
bahwa pada beberapa kabupaten, kota dengan
adanya dana BOK yang turun dari pemerintah
pusat, maka di daerah pengucuran dana biaya
operasional puskesmas untuk beberapa kegiatan
yang sifatnya preventif, promotif alokasi untuk
ini dikurangi dan dialihkan pada sektor lain.
Sebagai contoh kegiatan keshatan lingkungan
pusskesmas yang pada tahun sebelumnya target
cakupan 6 kunjungan, maka dengan menurunnya
jumlah alokasi anggaran kesling di BOP yang
tersedia 2 kunjungan, puskesmas tetap
melaksanakan 6 kunjungan dengan dana
tetap….suatu sikap yg perlu diacungi jempol…
Kegiatan Posyandu yang merupakan kegiatan
masyarakat secara langsung dan sifatnya regular
dengan jumlah posyandu yang sudah tetap,
mestinya dalam struktur anggaran penyuluhan
sudah dapat dibuatkan SK kegiatan selama
rentang waktu setahun
sehingga dalam kegiatan
posyandu tidak perlu terjadi
menunggu TOP , RPK yang
dibuat setiap bulan. Hal ini
yang dapat menyebabkan
terhambatnya kegiatan
posyandu. Oleh Karenanya
kegiatan posyandu selama
setahun sudah ada dalam
Rencana Pelaksanaan Kegiatan
/RKP yang dibuat tahunan.
Sehingga diharapkan tidak
terjadi lagi hambatan dalam
pelaksanaan posyandu.
Untuk pertanggung jawaban
pelaksanaan kegiatan posyandu
agar tidak ribet/merepotkan
perlu dibuat sppd yang simple
sesuai peraturan keuangan yang berlaku dan
untuk monev kegiatan ini sebaiknya melibatkan
masyarakat dengan tandatangan kepala desa
setempat dengan daftar nama dan jumlah
sasaran. Tidak ada alokasi anggaran Uang
lembur dalam struktur dana BOK, karena uang
lembur di puskesmas ada dalam struktur alokasi
anggaran di BOP. Peraturan anggaran tidak
boleh ada alokasi anggaran yang sama pada
kegiatan yg sama, karena struktur administrasi
secara keseluruhan dikelola administrasi
puskesmas.
Isu menarik lain adalah mengenai
ekuitas pelayanan kesehatan antara daerah
miskin dan kaya, pedesaan dan perkotaan.
Sistem pertanggung jawaban
anggaran BOK dapat dibuat lebih
sederhana dengan menyerahkan
sepenuhnya sistem pertanggung
jawaban keuangan/administrasi
daerah dengan SK bupati
setempat sehingga
pertanggungjawaban keuangan
praktis diserahkan sepenuhnya
pada daerah dengan peruntukkan
rambu-rambu untuk upaya
promotif dan preventif kesehatan
P a g e [ 1 0 ]
Di kabupaten Sampang
AKI terjadi peningkatan
sejak tahun 2010 hingga
tahun 2011. Sedangkan di
kabupaten Sidoarjo, terjadi
penurunan AKI, namun di
kabupaten Gresik terjadi
peningkatan pada tahun
2010 dan kembali turun
sedikit pada tahun 2011.
Disinyalir bahwa kebijakan Jamkesmas /
Jamkesda atau Jampersal hanya akan
menguntungkan masyarakat perkotaan di daerah
yang relatif kaya seperti Jawa dan Sumatera
mengingat ketersediaan pelayanan kesehatan di
daerah tersebut relatif lebih merata.
Di samping permasalahan mengenai
pembiayaan kesehatan kuratif di atas, juga
terdapat masalah pembiayaan kesehatan di
aspek promotif dan preventif. Saat ini bergulir
wacana akan adanya pengalihan sebagian hasil
cukai rokok untuk promosi dan prevensi di
bidang kesehatan. Namun di sisi lain, pasal “anti
rokok” di UU Kesehatan yang
baru malah “ menghilang ”.
Selain itu, banyak ahli kesehatan
masyarakat saat ini juga
memandang seolah ada dikotomi
antara kuratif dan preventif /
promotif; dengan menyebutkan
bahwa pemerintah sekarang
terlalu cenderung membiayai
kuratif dan mengabaikan
pembiayaan preventif dan
promotif.
Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK) diluncurkan
pada tahun 2010 untuk puskesmas
dan jaringannya. Selama berjalan dua tahun,
BOK diragukan efektifitasnya dan
keberlanjutannya karena menggunakan istilah
“bantuan”. Bisa jadi pada masa datang, dana
BOK sebagai dana Tugas Pembantuan (TP)
untuk kesehatan dialihkan ke Dana Alokasi
Khusus (DAK). Dana Tugas Pembantuan (TP)
biasanya bersifat dana pelimpahan wewenang
pusat ke propinsi untuk didistribusikan pada
level pemerintahan lebih rendah. Kalau
demikian, mengapa dana BOK tidak langsung
menjadi DAK? Apakah ada motif lain dibalik
peluncuran skema dana BOK agar lebih popular
seperti halnya dana BOS untuk sektor
pendidikan?
Pemanfaatan BOK pada prinsipnya uang
itu fokus ditujukan utk " Akselesarasi
pencapaian MDGs", terutama 1(gizi),4(akb) dan
5(aki). Sebetulnya pemanfaatannya terserah
kabupaten kota. Pelaksanaan harus dituangkan
dalam JUKNIS BOK, yang pemberlakuannya
dengan SK Menkes. Hal ini dimaksudkan agar
ada dasar hukum yang kuat, untuk
pelaksanaanya karena harus di jamin
akuntabilitasnya. Dengan Juknis BOK,
dimaksudkan agar kegiatannya jelas, terinci dan
terukur, sebagai dasar pelaksanaan monev yang
dilakukan empat kali setahun. BOK masuk
dalam evaluasi UKP4 yang secara
berkala dilaporkan kepada
Presiden melalui Ketua UKP4 (P
Kuntoro). Menurut sumber di
kementerian kesehatan tahun 2012
bahwa sebenarnya Kementrian
kesehatan dalam penyusunan
Juknis, sudah melibatkan
Kadinkes Prov,Kab/Kota,Ka
Puskesmas, Irjen dan BPKP, juga
telah dilakukan supervisi dengan
turun ke 21 Provinsi utk evaluasi
kegiatan th 2010-2011, sebagai
dasar perbaikan Juknis 2012, agar
dana tersebut tepat sasaran sesuai
tujuan awal diluncurkannya BOK.
Beberapa hasil evaluasi BOK 2010-2011 oleh
Prof Ascobat Gani, ditemukan adanya disparitas
kemampuan Kepala Puskesmas dan Kadinkes
Kab/Kota, menjadi kendala utama, karena
kurang bisa jabarkan(memanfaatkan) BOK
sesuai dengan tujuan.
Mereka cenderung menggunakan uang
yang gampang pertanggung jawabannya, tetapi
kurang berpengaruh langsung tehadap tujuan
program. Masalahnya lainnya adalah BPK tidak
mau kompromi waktu evaluasi, sehingga bila
tidak hati-hati upaya Kemenkes yang sudah
keluar dari predikat DISCLAIMER menjadi
Wajar Dengan Pengecualian(WDP), belum
sampai Wajar Tanpa Pengecualian(WTP).
P a g e [ 1 1 ]
Beberapa hasil penelitian DHA yang
dilakukan oleh Nugraheni, WP dkk tahun 2012
dari Pusat humaniora kebijakan kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat (masih dalam
laporan, belum publikasi ) yang dilakukan di
propinsi Maluku Utara ternyata penerima
manfaat dari biaya kesehatan di daerah 70 %
diterima oleh tenaga kesehatan, hal ini menarik
semestinya penerima manfaat dari biaya
kesehatan adalah masyarakat, mengingat dalam
Sistem Kesehatan Nasional salah satu sub sistem
adalah pemberdayaan masyarakat. Dana BOK
dimaksudkan sebagai upaya percepatan
dalam pencapaian MDG‟s bidang kesehatan
khususnya dalam upaya preventif, promotif yang
semestinya biaya ini untuk dapat mendongkrak
peningkatan knowledge masyarakat, jadi
penerima manfaat terbesar adalah masyarakat.
CONTINUM OF CARE CAPAIAN MDG’S KESEHATAN IBU DAN ANAK SEBELUM DAN
SETELAH KEBIJAKAN DANA BOK
Kementerian kesehatan mentargetkan pada
tahun 2015 pencapaian MDG‟S untuk tujuan
Goal 1 (Target 1C) Memberantas kemiskinan
dan kelaparan; Goal 4 (Target 4A) Menurunkan
Angka Kematian anak; Goal 5 (Target 5A)
Meningkatkan kesehatan ibu; Goal 6 (Target
6A&6B) Mengendalikan HIV dan AIDS; GoalL
6 (Target 6C) Mengendalikan Penyakit TB;
Goal 7 (Target 7C) Menjamin Kelestarian
Lingkungan Hidup. Pada analisis kajian policy
paper ini kami membatasi hanya pada kesehatan
ibu dan anak (target 4 dan 5).
Sebagai hasil analisis konteks maka perlu
mengetahui Continum of care perkembangan
pencapaian cakupan MDG‟S sebelum dan
setelah adanya kebijakan penyaluran dana BOK
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Gambar grafik 2.Trend Kunjungan Ibu Hamil
(Ki) di kabupaten Sampang, Gresik dan
kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Berdasarkan gambar grafik di atas tampaknya untuk kunjungan K1 kabupaten Sampang ada peningkatan
setelah kebijakan dana BOK, namun untuk kabuaten Sidoarjo tidak ada peningkatan malah sedikit
menurun, demikian pula kabupaten Gresik kunjungan K1 malah terjadi penurunan yang cukup tajam pada
tahun-2011.
P a g e [ 1 2 ]
Gambar grafik 3.Trend Kunjungan Ibu Hamil
di Kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten
Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Terlihat bahwa ada kecenderungan peningkatan
kunjungan ibu hamil (K4) ke tenaga kesehatan
setelah adanya kebijakan dana BOK di
kabupaten Sampang dan Gresik, kabupaten
Sidoarjo terjadi penurunan sedikit pada tahun
2011, namun masih di atas cakupan pada tahun
2009.
Gambar grafik 4.Trend Angka Kematian Ibu di
kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten
Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Terlihat bahwa Di kabupaten Sampang AKI
terjadi peningkatan sejak tahun 2010 hingga
tahun 2011. Sedangkan di kabupaten Sidoarjo,
terjadi penurunan AKI, namun pada kabupaten
Gresik terjadi peningkatan pada tahun 2010 dan
kembali turun sedikit pada tahun 2011.
Gambar grafik 5.Trend Kunjungan Nifas di
kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten
Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Pada gambar grafik di atas terlihat bahwa di
kabupaten Sampang dan Gresik terjadi tren
peningkatan kunjungan nifas setelah adanya
kebijakan dana BOK, namun pada kabupaten
sidoarjo pada tahun 2010 terjadi peningkatan
dan menurun kembali pada tahun 2011.
Gambar grafik 6.Trend Persalinan oleh
Nakes di kabupaten Sampang, Gresik dan
kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Terlihat bahwa di 3 kabupaten Sampang, Gresik
dan Sisoarjo terjadi tren peningkatan pesalinan
oleh tenaga kesehatan setelah adanya kebijakan
dana BOK yang diturunkan pada setiap
puskesmas.
P a g e [ 1 3 ]
KESEHATAN ANAK
Gambar grafik 7.Trend Angka Kematian Bayi
(AKB) di kabupaten Sampang, Gresik dan
kabupaten Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Pada gambar grafik di atas tampak bahwa di
kabupaten sampang pada tahun 2010 terjadi
peningkatan angka kematian, naum menurun
dengan sagat tajam pada tahun 2011, sedangkan
kabupaten Sidoarjo angka kematian bayi pada
tahun 2010 menurun sedikit dan kemudian pada
tahun 2011 angka kematian bayi menurun sangat
tajam yaitu apada angka 2,49 per 1000
kelahiran. Di kabupaten Gresik angka kematian
Bayi pada tahun 2010 menurun cukup tajam
namun pada tahun 2011 naik kembali menjadi
7,5 per 1000 kelahiran.
Gambar grafik 8.Trend Jumlah kematian Bayi
di kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten
Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Gambar grafik di atas angka kematian bayi
menurut jumlah kasus, terihat bahwa angka
kematian bayi meningkat pada tahun 2010
dengan 176 kasus dan menurun sedikit pada
tahun 2011 yaitu 125 bayi meninggal, sedangkan
di kabupaten Sidoarjo angka kematian bayi
menurun perlahan pada tahun 2010 dan tahun
2011. Angka kematian bayi di kabupaten Gresik
menurun pada tahun 2010 namun meningkat dua
kali kembali pada tahun 2011.
Gambar grafik 9.Trend Balita Gizi buruk di
kabupaten Sampang, Gresik dan kabupaten
Sidoarjo propinsi Jawa Timur
Dari gambar grafik di atas tampak bahwa tren
Balita Gizi buruk di kabupaten Sampang dan
Sidoarjo meningkat pada tahun 2010, dan tahun
2011. Di Kabupaten Gresik tren Balita gizi
buruk menurun pada tahun 2010, dan tahun
2011.
P a g e [ 1 4 ]
Analisis Kontekstual
Pencapaian MDG’S Kesehatan Ibu dan Anak
Masih lambannya penurunan angka
kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya
kasus gizi kurang dari hasil review data profil
dari ke 3 kabupaten di jawa timur, yaitu
Kab,gresik, Sidoarjo dan kabupaten sampan.
Diperlukan suatu gerakan inovatif dengan
memberdayakan masyarakat setempat dalam
pemantauan dan penimbangan gizi bagi Balita,
oleh kader kesehatan dengan
fasilitasi dana BOK. Dengan
pemberdayaan masyarakat
gerakan sehat untuk semua akan
menjadi suatu nilai tersendiri di
mata masyarakat bahwa
kesehatan sangat berarti bagi
masyarakat.
Jumlah petugas
kesehatan masih sangat terbatas
dengan wilayah kecamatan
yang luas dan beberapa
puskesmas dengan geografis
yang sulit, tanpa ada sarana
transportasi umum, maka
pemberdayaan masyarakat
secara langsung merupakan
suatu keniscayaan di harapkan
lebih mempercepat pencapaian
MDG‟S. Disamping bahwa
dengan pemberdayaan
masyarakat akan menimbulkan
suatu nilai rasa memiliki
program kesehatan. Masyarakat akan merasa
membutuhkan pengetahuan, ketrampilan tentang
upaya preventif kesehatan ibu dan anak yang
seharusnya mereka lakukan. Permasalahan
kesehatan bukan semata mata permasalahan
petugas kesehatan, jika masyarakat peduli
terhadap kesehatan bahwa permasalahan
kesehatan adalah masalah masyarakat , maka
akan timbul suatu kebutuhan bahwa
permasalahan kesehatan adalah tanggung jawab
masyarakat itu sendiri. Dari hasil analisis lanjut
Riskesdas 2010 oleh Niniek L Pratiwi dkk pada
tahun 2012 dikatakan bahwa Umur kehamilan
saat ANC pertama kali didominasi pertama
pada kelompok umur 3 bulan pertama di
perkotaan 82,5%, di pedesaan 67,4%. Terlihat
bahwa pemeriksaan ANC pertamakali prevalensi
terbesar pemeriksaan kehamilan pada umur
kehamilan 3 bulan pertama
kehamilan. Di pedesaan
pemeriksaan ANC pertamakali
pada umur kehamilan 4-6 bulan
14,7% dibandingkan ibu hamil
di perkotaan yang care terhadap
kehamilannya, bahkan yang
menjawab tidak tahu umur
kehamilan saat ANC pertamakali
pun di pedesaan 10,7%.
Pengetahuan dan
perilaku masyarakat tentang
tanda bahaya kehamilan
diperlukan suatu fasilitasi upaya
promotif pada masyarakat baik
melalui pendidikan formal
maupun non formal. Dengan
bekal pengetahuan reproduksi
remaja yang seharusnya masuk
dalam kurikulum anak sekolah
menengah ke atas. Pada tahun
2008 cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan di Indonesia
sudah mencapai 80,68%, sehingga masih ada
pertolongan persalinan yang dilakukan oleh
dukun bayi dengan cara tradisional. Namun dari
hasil analisis data Riskesdas tahun 2010
dikatakan bahwa pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan rerata angka nasional
menunjukaan persalinan oleh tenaga kesehatan
78, 7%, persalinan oleh dukun bayi 17,7% .
padahal untuk memecahkan masalah tersebut
Kementerian Kesehatan RI telah diluncurkan
Masih lambannya penurunan
angka kematian ibu dan bayi
dan makin meningkatnya
kasus gizi kurang dari hasil
review data profil dari ke 3
kabupaten di jawa timur, yaitu
Kab,gresik, Sidoarjo dan
kabupaten Sampang.
Diperlukan gerakan inovatif
dengan memberdayakan
masyarakat setempat dalam
pemantauan dan
penimbangan gizi bagi Balita
oleh kader kesehatan secara
erkesinambungan dengan
fasilitasi dana BOK.
P a g e [ 1 5 ]
Dengan kebijakan dana BOK
terjadi peningkatan penemuan
kasus ibu hamil Risti yang
sudah ditangani oleh petugas
kesehatan diharapkan akan
menjadi suatu budaya bagi
petugas kesehatan dalam
melaksanakan kunjungan
rumah dengan menjemput
bola ke masyarakat, toh dana
transport ke masyarakat sudah
tersedia, mau alasan apalagi.
Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) dengan stiker
yang telah terbukti mampu meningkatkan secara
signifikan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan
dan Buku KIA sebagai informasi
dan pencatatan keluarga yang
mampu meningkatkan
pengetahuan tentang kesehatan
ibu,bayi, dan balita. Dari hasil
analisis lanjut Riskesdas 2010
oleh Niniek L Pratiwi dkk
mengatakan bahwa ibu hamil
yang memiliki buku KIA di
pedesaan 30,3% yang
diperlihatkan dan yang mengaku
punya namun tidak
memperlihatkan 48,3%
sedangkan yang tidak memiliki
21,4%. Menurut Sri Hermiyanti
menjelaskan dengan tercatatnya ibu hamil secara
tepat dan akurat serta dipantau secara intensif
oleh tenaga kesehatan dan kader di wilayah
tersebut, maka setiap kehamilan sampai
persalinan dan nifas diharapkan dapat berjalan
dengan aman dan selamat
(http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press
-release/790-ibu-selamat-bayi-sehat-suami-
siaga.html,2012) .
Penemuan kasus ibu hamil Risti yang
sudah ditangani oleh petugas kesehatan yang
meningkat dengan adanya kebijakan dana BOK
diharapkan akan menjadi suatu budaya bagi
petugas kesehatan dalam melaksanakan tugas
pokoknya yaitu menjemput bola ke masyarakat,
toh dana transport ke masyarakat sudah tersedia,
mau alasan apalagi. Kejadian kematian ibu dan
bayi yang terbanyak terjadi pada saat persalinan,
pasca persalinan, dan hari-hari pertama
kehidupan bayi masih menjadi tragedi yang
terus terjadi di negeri ini. Untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir
diperlukan upaya dan inovasi baru, tidak bisa
dengan cara-cara biasa. Upaya untuk
menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih
kala itu dikaitkan dengan target Millenium
Development Goals (MDGs)
2015, yakni menurunkan angka
kematian ibu (AKI) menjadi 102
per 100.000 kelahiran hidup,
dan angka kematian bayi (AKB)
menjadi 23 per 100.000
kelahiran hidup yang harus
dicapai. Waktu yang tersisa
hanya tinggal tiga tahun ini,
tidak akan cukup untuk
mencapai sasaran itu tanpa
upaya-upaya yang luar
biasa(Direktorat Bina Kesehatan
Anak, 2012) .
Menurut hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001, penyebab
langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi
pada saat persalinan dan segera setelah
persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu
juga makin tinggi akibat adanya faktor
keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak
langsung kematian ibu. Ada tiga risiko
keterlambatan, yaitu terlambat mengambil
keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat
mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di
fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan
terlambat memperoleh pelayanan yang memadai
oleh tenaga kesehatan. Sedangkan pada bayi,
dua pertiga kematian terjadi pada masa neonatal
(28 hari pertama kehidupan). Penyebabnya
terbanyak adalah bayi berat lahir rendah dan
prematuritas, asfiksia (kegagalan bernapas
spontan) dan infeksi.
Berbagai upaya memang telah dilakukan
untuk menurunkan kematian ibu, bayi baru lahir,
bayi dan balita. Antara lain melalui penempatan
bidan di desa, pemberdayaan keluarga dan
masyarakat dengan menggunakan Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (Buku KIA) dan
Program Perencanaan Persalinan dan
P a g e [ 1 6 ]
Pencegahan Komplikasi (P4K), serta penyediaan
fasilitas kesehatan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas
perawatan dan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Komprehensif (PONEK) di rumah
sakit.
Dapat dikatakan bahwa semua
Pemerintah Daerah Provinsi memiliki komitmen
untuk mendukung pencapaian Millineum
Developmen Goals termasuk percepatan
penurunan kematian ibu dan kematian bayi baru
lahir dengan menyusun Rencana Aksi Daerah
disamping terobosan lainnya. Berikut beberapa
contoh komitmen yang ada; Provinsi Nusa
Tenggara Barat telah mencanangkan Program
AKINO (Angka Kematian Ibu dan Bayi Nol)
dengan meningkatkan akses dan kualitas
pelayanan KIA hingga ke tingkat desa. Provinsi
Nusa Tenggara Timur dengan Program Revolusi
KIA dengan tekad mendorong semua persalinan
berlangsung di fasilitas kesehatan yang memadai
(puskesmas). Pemda DI Yogyakarta
berkomitment meningkatkan kualitas pelayanan
dan penguatan sistem rujukan, serta
penggerakan semua lintas sektor dalam
percepatan pencapaian target MDGs oleh Pemda
Provinsi Sumatera Barat.
Upaya terobosan yang paling mutakhir
adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan)
yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal
ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin
dan nifas serta bayi baru lahir yang belum
memiliki jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya
ditentukan oleh ketersediaan pelayanan
kesehatan namun juga kemudahan masyarakat
menjangkau pelayanan kesehatan disamping
pola pencarian pertolongan kesehatan dari
masyarakat, sehingga dukungan dari lintas
sektor dalam hal kemudahan transportasi serta
pemberdayaan masyarakat menjadi sangat
penting.
Melalui program ini, pada tahun 2012
Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan
sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka
mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga
kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai
dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan.
Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi
Lahir Sehat ini diharapkan memberikan
kontribusi besar dalam upaya percepatan
penurunan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir. Lalu bagaimana dengan kecenderungan
angka kematian ibu sejauh ini, terutama setelah
berbagai upaya dilakukan? Kalau mengacu pada
hasil Survey Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI)
yang dilakukan selama kurun waktu 1994-2007,
AKI memang terus menunjukkan tren menurun.
Hasil SDKI 2007 menunjukkan AKI sebesar 228
per 100.000. Namun, melihat tren penurunan
AKI yang berlangsung lambat, dikhawatirkan
sasaran MDG 5a tidak akan tecapai. Demikian
juga dengan sasaran MDG 4, perlu upaya lebih
rasional dan inovatif agar penurunan AKI dan
AKB melebihi tren yang ada sekarang. Jangan
mengharapkan suatu perubahan bila kita hanya
melakukan sesuatu yang biasa dilakukan.
Upaya-upaya inovasi yang memiliki daya ungkit
yang tinggi harus segera diprioritaskan.
P a g e [ 1 7 ]
Kesimpulan
Kurangnya komitmen Pemerintah Daerah untuk
mendukung pencapaian Millineum Developmen
Goals termasuk percepatan penurunan kematian
ibu dan kematian bayi baru lahir dengan
mengurangi anggaran dana BOP kabupaten kota
untuk upaya preventif, promotif
dengan pertimbangan sudah ada
dana BOK. Terlihat bahwa ada
beberapa kasus dari data profil
kesehatan kabupaten padatahun
2010 angka kematian bayi
menurun, namun pada tahun 2011
naik kembali ke posisi tahun 2009.
Kurangnya menyusun Rencana
Aksi Daerah disamping ,
monitoring dari propinsi ke
kabupaten, kurangnya pemantauan
dan monitoring dari dinas
kesehatan ke camatan yang perlu
dilakukan disamping pedampingan
dan pembinaan yang harus
dilakuka secara rutin dan berkala
setiap bulan ke puskesmas yang
tidak hanya pencatatan tanpa
memberikan nilai makna di balik
angka. Jadi sifat supervisi
seharusnya lebih ditekankan pada
bimbingan teknis. Dana BOK
dimaksudkan untuk upaya preventif, promotif
petugas kesehatan yang ada di puskesmas,
namun dana BOK juga dapat dipakai untuk
masyarakat yang ditunjuk sebagai kader
kesehatan dalam upaya jemput bola ke
masyarakat baik kader yang melakukan
penimbangan atau penemuan kasus ibu hamil
Risti. Sehingga pemanfaatan penyaluran dana
BOK dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Proses pencairan dana BOK berdasarkan
RPK setiap bulan, merupakan kendala klasik
yang semestinya dapat dipayungi dengan
peraturan keuangan yang lebih fleksibel dari sisi
pertanggung jawaban. Dengan menciptakan
sistem pengawasan melekat yang terpadu
dengan memanfaatkan potensi masyarakat
setempat sehingga upaya kemandirian
masyarakat dapat lebih tercapai. Sistem
penyerapan anggaran keuangan
BOK dapat dibuat lebih sederhana
dengan menyerahkan sepenuhnya
sistem pertanggung jawaban
keuangan / administrasi daerah
dengan SK bupati setempat
sehingga pertanggungjawaban
keuangan praktis diserahkan
sepenuhnya pada daerah dengan
peruntukkan rambu-rambu untuk
upaya promotif dan preventif
kesehatan . Dari hasil penelitian
dari UGM th 2007 menyatakan
bahwa dengan sistem administrasi
yang dapat memangkas sistem
birokrasi, diharapkan dapat
tercapai efektifitas dan efisiensi
anggaran. Bukankah system
keuangan yang akuntabel di
bangun agar tercapai efisiensi dan
efektifitas keuangan Negara untuk
pembangunan kesehatan manusia
seutuhnya.
Masih lambannya penurunan angka
kematian ibu dan bayi dan makin meningkatnya
kasus gizi kurang dari hasil review data profil
dari ke 3 kabupaten di jawa timur, yaitu
Kab,gresik, Sidoarjo dan kabupaten sampang
perlu suatu gerakan inovatif dengan
memberdayakan masyarakat setempat dalam
pemantauan dan penimbangan gizi bagi Balita,
pemantauan pemeriksaan kunjungan neonatal ke
fasilitas kesehatan. Dengan pemberdayaan
masyarakat gerakan sehat untuk semua akan
menjadi suatu nilai tersendiri di mata
masyarakat bahwa kesehatan merupakan
Sistem penyerapan
anggaran keuangan BOK
dapat dibuat lebih
sederhana dengan
menyerahkan sepenuhnya
sistem pertanggung
jawaban
keuangan/administrasi
daerah dengan SK bupati
setempat sehingga
pertanggungjawaban
keuangan praktis
diserahkan sepenuhnya
pada daerah dengan
peruntukkan rambu-rambu
untuk upaya promotif dan
preventif kesehatan .
P a g e [ 1 8 ]
kebutuhaan bagi masyarakat. Kepala Puskesmas
kurang dapat mengelola dana BOK secara lebih
efisien dan akuntabel, mengingat dari beberapa
data sekunder data pencapaian kesehatan ibu dan
anak cakupan KN1-KN4 naik pada tahun 2010,
namun kemudian turun kembali pada tahun
2011, sehingga perlu pendampingan dan
pembinaan kembali terutama pada
puskesmas yang jauh dari pusat
kabupaten, kota. Jumlah petugas
kesehatan masih sangat terbatas
dengan wilayah kecamatan yang luas
dan geografis yang tidak
memungkinkan, maka pemberdayaan
masyarakat secara langsung di
harapkan lebih mempercepat
pencapaian MDG‟S. Disamping
bahwa dengan pemberdayaan
masyarakat akan menimbulkan suatu
nilai rasa memiliki program
kesehatan. Masyarakat akan merasa
membutuhkan pengetahuan,
ketrampilan tentang upaya preventif
kesehatan ibu dan anak yang
seharusnya mereka lakukan.
Permasalahan kesehatan bukan
semata mata permasalahan petugas
kesehatan, jika masyarakat di ajak
bahwa permasalahan kesehatan
adalah masalah masyarakat , maka
akan timbul suatu kebutuhan bahwa
permasalahan kesehatan adalah
tanggung jawab masyarakat itu
sendiri. Dari hasil analisis lanjut
Riskesdas 2010 oleh Niniek L Pratiwi dkk
pada tahun 2012 dikatakan bahwa Umur
kehamilan saat ANC pertama kali didominasi
pertama pada kelompok umur 3 bulan pertama
di perkotaan 82,5%, di pedesaan 67,4%. Terlihat
bahwa pemeriksaan ANC pertamakali prevalensi
terbesar pemeriksaan kehamilan pada umur
kehamilan 3 bulan pertama kehamilan. Di
pedesaan pemeriksaan ANC pertamakali pada
umur kehamilan 4-6 bulan 14,7% dibandingkan
ibu hamil di perkotaan yang care terhadap
kehamilannya, bahkan yang menjawab tidak
tahu umur kehamilan saat ANC pertamakali pun
di pedesaan 10,7%.
Program yang dapat mengungkit
turunnya angka kematian ibu bersalin, bayi
lahir sehat ini diharapkan memberikan
kontribusi besar dalam upaya
percepatan penurunan angka
kematian ibu dan bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil Survey Dasar
Kesehatan Indonesia (SDKI) yang
dilakukan selama kurun waktu
1994-2007,
AKI memang terus menunjukkan
tren menurun. Hasil SDKI 2007
menunjukkan AKI sebesar 228 per
100.000. Namun, melihat tren
penurunan AKI yang berlangsung
lambat, dikhawatirkan sasaran
MDG 5a tidak akan tercapai.
Sasaran MDG‟s diharapkan pada
tahun 2015 udah harus tercapai, kini
teggang waktu itu tinggal 2 tahun
lagi.
Berdasarkan kesehatan
secara global pemerintah Indonesia
telah menjalin beberapa kerja sama
dengan masyarakat internasional
dengan prinsip kerja sama
kemitraan, untuk mendukung upaya
percepatan penurunan Angka
Kematian Ibu dan Bayi. Kerja sama
dengan berbagai development
partners dalam bidang kesehatan ibu dan anak
telah berlangsung lama, beberapa kemitraan
tersebut adalah :1) AIP MNH (Australia
Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal
Health), bekerja sama dengan Pemerintah
Australia di 14 Kabupaten di Provinsi NTT sejak
2008, bertujuan menurunkan angka kematian ibu
dan bayi melalui Revolusi Kesehatan Ibu dan
Anak;2) GAVI (Global Alliance for Vaccine &
Immunization) bekerja beberapa kabupaten di 5
Kepala Puskesmas
kurang dapat
mengelola dana BOK
secara lebih efisien
dan akuntabel,
mengingat beberapa
data sekunder data
pencapaian kesehatan
ibu dan anak
cakupan KN1-KN4
naik pada tahun 2010,
namun kemudian
turun kembali pada
tahun 2011, sehingga
perlu pendampingan
dan pembinaan
kembali terutama
pada puskesmas yang
jauh dari pusat
kabupaten, kota.
P a g e [ 1 9 ]
provinsi (Banten, Jabar, Sulsel, Papua Barat dan
Papua), bertujuan meningkatkan cakupan
imunisasi dan KIA melalui berbagai kegiatan
peningkatan partisipasi kader dan masyarakat,
memperkuat manajemen puskesmas dan
kabupaten/kota; 3) MCHIP (Maternal & Child
Integrated Program) bekerjasama dengan
USAID di 3 kabupaten (Bireuen, Aceh, Serang-
Banten dan Kab.Kutai Timur- Kalimantan
Timur);4) Pengembangan buku KIA oleh JICA
walaupun kerjasama project telah berakhir
namun buku KIA telah diterapan di seluruh
Indonesia;5) UNICEF melalui beberapa
kabupaten di wilayah kerjanya seperti ACEH,
Jawa Tengah, Maluku, Maluku Utara, Nusa
Tenggara Timur (kerjasama dengan Child Fund)
serta Papua meningkatkan pemberdayaan
keluarga dan masyarakat terkait kesehatan ibu
dan anak dan peningkatan kualitas pelayanan
anak melalui manajemen terpadu balita sakit
(MTBS). 6) Tidak terkecuali WHO
memfasilitasi peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan anak baik dalam dukungan
penyusunan standar pelayanan maupun capasity
building. Namun diharapkan kemitraan ini
jangan sampai malah menjadi “selesai proyek
selesai sudah program inovasi” tanpa suatu
kesinambungan program, yang mestinya
menjadi “lesson learn” untuk upaya percepatan
pencapaian MDG‟s untuk program dengan
anggaran dari pemerintah daerah maupun
APBN.
Pada tahun 2012 Kementerian
Kesehatan RI meluncurkan program EMAS
(Expanding Maternal and Neonatal Survival,
bekerja sama dengan USAID dengan kurun
waktu 2012 – 2016, yang diluncurkan 26 Januari
2012 sebagai salah satu bentuk kerjasama
Pemerintah Indonesia dengan USAID dalam
rangka percepatan penurunan kematian ibu dan
bayi baru lahir di 6 provinsi terpilih yaitu
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Barat,
Banten, Jawa Tengah dan JawaTimur yang
menyumbangkan kurang lebih 50 persen dari
kematian ibu dan bayi di Indonesia. Dalam
program ini Kementerian Kesehatan RI
bekerjasama dengan JHPIEGO, serta mitra-mitra
lainnya seperti Save the Children, Research
Triangle Internasional, Muhammadiyah dan
Rumah Sakit Budi Kemuliaan. Upaya yang akan
dilaksanakan adalah dengan peningkatan
kualitas pelayanan emergensi obstetri dan
neonatal dengan cara memastikan intervensi
medis prioritas yang mempunyai dampak besar
pada penurunan kematian dan tata kelola klinis
(clinical governance) diterapkan di RS dan
Puskesmas. Upaya lain dalam program EMAS
ini dengan memperkuat sistem rujukan yang
efisien dan efektif mulai dari fasilitas pelayanan
kesehatan dasar di Puskesmas sampai ke RS
rujukan di tingkat kabupaten/kota.
Masyarakat pun dilibatkan dalam
menjamin akuntabilitas dan kualitas fasilitas
kesehatan ini. Untuk itu, program ini juga akan
mengembangkan mekanisme umpan balik dari
masyarakat ke pemerintah daerah menggunakan
teknologi informasi seperti media sosial dan
SMS gateway, dan memperkuat forum
masyarakat agar dapat menuntut pelayanan yang
lebih efektif dan efisien melalui maklumat
pelayanan (service charter) dan Citizen Report
Card.
P a g e [ 2 0 ]
Pemerintah pusat dan
daerah serta developmen
partner berupaya
mengembangkan upaya
inovatif yang memiliki daya
ungkit tinggi dalam upaya
percepatan penurunan
kematian ibu dan bayi baru
lahir. Fokus pada
penyebab utama kematian,
pada daerah prioritas baik
daerah yang memiliki
kasus kematian tinggi pada
ibu dan bayi baru lahir
serta pada daerah yang
sulit akses pelayanan tidak
berarti melupakan lainnya.
Rekomendasi
Pemerintah daerah, baik itu di tingkat
Provinsi maupun Kabupaten/Kota juga
diharapkan memiliki komitmen untuk terus
memperkuat sistem kesehatan daerah dengan
mengacu pada sistem kesehatan nasional tahun
2012. Pemerintah kabupaten , kota diharapkan
komitmennya dalam meningkatkan alokasi
anggaran kesehatan yang langsung dirasakan
manfaatnya untuk masyarakat melalui
peningkatan kegiatan preventif,
promotif kesehatan ibu dan anak.
Petugas kesehatan lebih banyak
melakukan kegiatan preventif,
promotif dengan melakukan
upaya penyuluhan tentang
pentingnya kesehatan ibu dan
anak dalam wilayah desa yang
menjadi tanggung jawabnya.
Peningkatan upaya prevenmtif,
dan promotif akan dirasakan
secara langsung melalui transfer
of knowledge pada masyarakat
yang membutuhkan informasi ini.
Puskesmas sebagai pusat
kesehatan masyarakat harus lebih
banyak pada kegiatan preventif
dan promotif. Perlu diciptakan
suatu sitem pengawasan melekat
dalam pertanggungjawaban
kegiatan preventif dan promotif
petugas kesehatan di puskesmas
agar lebih tepat sasaran. Setiap kegiatan
preventif, promotif , sasaran yang harus dicapai
adalah sasaran baru, dan sasaran lama, sehingga
semakin luas informasi kesehatan ibu dan anak
yang sampai pada masyarakat. Puskesmas
hanya fokus pada kegiatan preventif dan
promotif. Puskesmas rawat inap perlu diganti
nama menjadi Pusat pelayanan klinik dasar yang
melayani pelayanan pengobatan dasar dan
pelayanan Poned. Hal ini akan lebih tepat sesuai
fungsi dan kebutuhan masyarakat. Pemikiran ini
berdampak pada penempatan tenaga kesehatan.
Puskesmas lebih banyak tenaga sarjana
kesehatan masyarakat yang membidangi upaya
promosi kesehatan, tenaga Gizi masyarakat,
sanitasi lingkungan, bidan desa dan
epidemiologis lapangan. Sedangkan petugas
kesehatan yang di Pusat Pelayanan klinik dasar
lebih banyak tenaga medis, dokter, dokter gigi
dan paramedis perawat, dan bidan
senior yang cukup berpengalaman
dalam melayani persalinan
normal. Pemikiran ini diharapkan
dapat mempercepat pencapaian
MDG‟S di Indonesia.
Dukungan pemerintah
daerah diharapkan juga diimbangi
dengan dukungan pemerintah
kabupaten / kota dalam
implementasi upaya penurunan
kematian ibu dan bayi. Alokasi
anggaran diharapkan dapat
memberikan manfaat terbesar
untuk masyarakat dengan prioritas
upaya preventif dan promotif yang
akan memberikan dampak jangka
pendek dengan meningkatnya
knowledge masyarakat,
pemahaman masyarakat akan
program kesehatan yang ada di
puskesmas maupun UKBM,
dampak jangka panjang dengan akan
meningkatkan peran serta masyarakat pada
upaya menuju kemandirian masyarakat pada
upaya kesehatan perorangan maupun kelompok.
Keberhasilan percepatan penurunan
kematian ibu dan bayi baru lahir tidak hanya
ditentukan oleh ketersediaan pelayanan
kesehatan namun juga kemudahan masyarakat
menjangkau pelayanan kesehatan disamping
pola pencarian pertolongan kesehatan dari
P a g e [ 2 1 ]
masyarakat. Perbaikan infrastruktur yang akan
menunjang akses kepada pelayanan kesehatan
seperti transportasi, ketersediaan listrik,
ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta
pendidikan dan pemberdayaan masyarakat
utamanya terkait kesehatan ibu dan anak yang
menjadi tanggung jawab sektor lain memiliki
peran sangat besar.
Pemberdayaan Masyarakat melalui
dukungan organisasi profesi tidak kalah
pentingnya adanya deklarasi yang mereka
canangkan pada tahun 2009, organisasi profesi
ini adalah Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perkumpulan
Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI), Ikatan
Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), dan
Perkumpulan Perinatologi Indonesia
(PERINASIA). Organisasi profesi berkomitmen
meningkatkan profesionalisme anggotanya
untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi ibu
dan anak. Pada tahun yang sama sekumpulan
LSM dan organisasi masyarakat madani
bergabung dalam Gerakan Kesehatan Ibu dan
Anak juga mendukung pencapaian MDGs 2015
melalui advokasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah juga menjalin kerja sama dengan
berbagai Fakultas Kedokteran dan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Negeri pada November
2011 menandatangani deklarasi Semarang agar
dengan pendekatan Tri Darma Perguruan
Tinggi: pendidikan, penelitian dan pengabdian
masyarakat, perguruan tinggi dapat memberikan
sumbangsihnya dalam pengembangan,
implementasi dan monitoring serta evaluasi dari
setiap kebijakan kesehatan, khususnya dalam
pencapaian MDGs di tingkat nasional dan di
tingkat daerah.
Dukungan development partners, upaya
menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru
lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih
kala itu dikaitkan dengan target Millenium
Development Goals (MDGs) 2015 waktu yang
tersisa hanya tinggal dua tahun ini, sehingga
diperlukan upaya-upaya yang luar biasa.
Pemerintah pusat dan daerah serta development
partner berupaya mengembangkan upaya
inovatif yang memiliki daya ungkit tinggi dalam
upaya percepatan penurunan kematian ibu dan
bayi baru lahir. Fokus pada penyebab utama
kematian, pada daerah prioritas baik daerah yang
memiliki kasus kematian tinggi pada ibu dan
bayi baru lahir serta pada daerah yang sulit akses
pelayanan tidak berarti melupakan lainnya.
Upaya inovatif tersebut antara lain;
penggunaan technologi terkini pada transfer of
knowledge maupun pendampingan/ inisiasi pada
masyarakat dalam memberi pengetahuan risiko
tinggi kehamilan dan ketrampilan serta
pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan
„SMS‟, metode pendampingan pada capasity
building, kepercayaan pada kader kesehatan
baik dalam hal management program maupun
peningkatan kualitas pelayanan kader kesehatan
dalam merujuk kasus. Peningkatan pemberian
kewenangan lebih pada tenaga kesehatan yang
sudah terlatih pada daerah dengan kriteria
khusus dimana ketidaktersediaan tenaga
kesehatan yang berkompeten. Pemberdayaan
masyarakat menjadi ujung tombak dalam
prioritas perencanaan kesehatan di kabupaten
kota dan propinsi mengingat pemberdayaan
masyarakat menjadi sub sistem dalam Sistem
Kesehatan Nasional.
Tekad dan tujuan Kementerian
Kesehatan untuk mencapai Masyarakat Sehat
yang Mandiri dan Berkeadilan dapat diraih
dengan dukungan berbagai pihak, demi
kesejahteraan masyarakat umumnya dan
kesehatan ibu dan anak khususnya. Tak ada
harapan yang tak dapat diraih dengan karya
nyata melalui kerja keras dan kerja cerdas
khususnya petugas kesehatan di tingkat
puskesmas untuk menjemput bola melakukan
upaya preventif, promotif di bidang kesehatan
ibu dan anak dengan melakukan pemberdayaan
pada masyarakat secara langsung dengan
P a g e [ 2 2 ]
peningkatan pengetahuan tanda tanda kehamilan
risiko tinggi, pendekatan social budaya pada
masyarakat agar tercipta suatu system nilai
perilaku sehat menjadi kebutuhan masyarakat,
bukan hanya kebutuhan petugas kesehatan.
Daftar Pustaka
Badan Litbangkes, Studi Operasional Banytuan Operasional Kesehatan Terhadap Kinerja Puskesmas
Dalam Mencapai Target MDG’s, Tahun 2010
Badan Pusat Statistik RI., Macro Internasional, USAID., 2007. Laporan Survey Demografi Kesehatan
Indonesia Tahun 2007, Badan Pusat Statistik RI., Jakarta.
Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (second edition)(terjemahan). Jogjakarta,
Gadjah Mada University Press
Dasuki Djaswadi, 2001. Kematian maternal dan perinatal:masalah, tantangan dan upaya pemecahan.
Dalam buku Reorientasi kebijakan kependudukan, Pusat Penelitian dan Kependudukan Universitas
Gadjah mada Yogyakarta, P 91-104
Corcoran Nova, 2008. Theories and Models in Communiting Health messages, in book Communiting
Health strategies for Health promotionFirst published, reprinted 2008, ISBN 978-1-4129 24023,
Sage Publication Asia pacific Pte Ltd 33 Pekin street far East Square Singapore P 5-31
Corcoran Nova, and Sue Corcoran 2008. Social and Psychological factors in communication, in book
Communiting Health strategies for Health promotionFirst published, reprinted 2008, ISBN 978-1-
4129 24023, Sage Publication Asia pacific Pte Ltd 33 Pekin street far East Square Singapore P 32-
52
Barbara Goodfellow and Calvin Moorley 2008. Reaching unreachable groups and Crossing Cultural
barriers in Communicating Health Promotion, in book Communiting Health strategies for Health
promotionFirst published, reprinted 2008, ISBN 978-1-4129 24023, Sage Publication Asia pacific
Pte Ltd 33 Pekin street far East Square Singapore P 53-72
Gordon, Ian, Janet Lewis and Ke Young dalam Hill, Michael (eds). 1993. The Policy Process, A Reader.
New York; Harvester Wheatsheaf
Gulliford, Martin, Jose Figueroa-Munoz, Myfanwy Morgan, David Hughes, Barry Gibson1, Roger
Beech2, Meryl Hudson, 2002. What does `access to health care‟ mean? Journal of Health Services
Research and Policy, Volume 7 No. 3 July 2002
Kementerian Kesehatan RI., 2011a. Bagaimana Pendanaan Jampersal? Mediakom edisi 29/April 2011
Kementerian Kesehatan RI., 2011b. Jampersal Solusi Persalinan. Mediakom edisi 29/April 2011.
P a g e [ 2 3 ]
Penyusun :
Niniek Lely Pratiwi
Agus Suprapto Agung Dwi Laksono Betty Roosihermiatie
Rukmini Gurendro Putro
Ristrini Wahyu Dwi Astuti
Oktarina Mugeni Sugiharto
Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Telp. Kepala (031) 3522952, Opr. (031) 3528748
Fax. (031) 3528749, (031) 3555901
Recommended