View
216
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
KAJIAN MENGENAIPRASYARAT PEMBENTUKANCREDIT RATING SYSTEMUNTUK UMKM DI INDONESIAPersiapan Bank Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009 A
KAJIAN MENGENAIPRASYARAT PEMBENTUKANCREDIT RATING SYSTEMUNTUK UMKM DI INDONESIASebagai bagian dari PK Inisiatif 2009:Persiapan Bank Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Terkait Dengan Tugas Bank Indonesia
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009 A
Sebagai bagian dari PK Inisiatif 2009:Persiapan Bank Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat EkonomiASEAN 2015 Terkait Dengan Tugas Bank Indonesia
KAJIAN MENGENAIPRASYARAT PEMBENTUKANCREDIT RATING SYSTEMUNTUK UMKM DI INDONESIAPersiapan Bank Indonesia Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009 i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan “Kajian Mengenai Prasyarat
Pembentukan Credit Rating System Untuk UMKM di Indonesia” tepat pada waktunya.
Sebagaimana diketahui bahwa pengembangan UMKM masih menghadapi kendala
dalam mengakses pembiayaan dari perbankan. Salah satu kendala perbankan dalam
menyalurkan kredit ke UMKM adalah keterbatasan informasi perbankan mengenai
UMKM yang potensial dan kelayakan (eligibility) UMKM tsb. Dalam rangka meningkatkan
penyaluran kreditnya, bank tidak selalu dapat memperoleh informasi keuangan yang
memadai dan dapat dipercaya dari UMKM yang belum pernah berhubungan dengan bank
mengingat keterbatasan/ketiadaan catatan keuangan UMKM tersebut. Hal ini antara
lain juga disebabkan oleh keunikan dari UMKM, yang umumnya tidak memiliki informasi
yang terorganisir mengenai industri, pangsa pasar, dinamika kompetisi dan jejak rekam
manajemen.
Untuk mengatasi keterbatasan informasi perbankan mengenai kelayakan dan kondisi
keuangan yang dimiliki UMKM tersebut, diperlukan sistem atau lembaga pendukung bagi
pemberian kredit UMKM oleh perbankan. Salah satu sistem pendukung yang belum ada
di Indonesia adalah credit rating system bagi UMKM yang dilakukan oleh suatu lembaga
pemeringkat.
Terkait dengan hal tersebut dan dalam rangka persiapan Masyarakat Ekonomi ASEAN
2015, maka Bank Indonesia melakukan Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit
Rating System Untuk UMKM di Indonesia. Dengan adanya hasil kajian ini diharapkan akan
diperoleh rekomendasi mengenai prasyarat pembentukan credit rating system untuk UMKM
di Indonesia yang akan disampaikan kepada stakeholders terkait untuk dapat ditindaklanjuti
dalam bentuk implementasi pembentukan sistem dan lembaga rating UMKM di Indonesia.
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Kerja Inisiatif Bank Indonesia Tahun 2009
”Persiapan BI Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 terkait dengan Tugas
BI”.
Kami menyadari bahwa kajian ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan
dan kerjasama dari semua pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tak lupa kami
menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:
a) Kementerian Koperasi dan UKM yang telah meluangkan waktu untuk melakukan
sharing informasi dan bertindak sebagai narasumber.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesiaii
b) Perbankan dan lembaga rating yang telah bersedia memberikan data yang diperlukan
dan bertindak sebagai narasumber.
c) GTZ Profi yang telah memfasilitasi terselenggaranya kegiatan learning and sharing ke
lembaga rating di India dan menyediakan narasumber dalam kegiatan seminar credit
rating system.
Akhirnya besar harapan kami, semoga hasil kajian ini dapat bermanfaat dan dapat
dijadikan salah satu bahan rujukan dalam pengembangan UMKM di Indonesia.
Jakarta, Oktober 2009
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM
Ratna E. Amiaty
Direktur
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009 iii
DAFTAR ISI
Hal
JUDUL ………..........................…………………………...……………………… ........... i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… ............. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………….. ............. iii
DAFTAR GAMBAR….........................................………………....................... ............ v
DAFTAR TABEL …………………………………………………......................... ............ vi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.1.1. Peran UMKM dalam Perekonomian dan Permasalahan yang
Dihadapi .................................................................................... 1
1.1.2. Sistem Pemeringkat Kredit UMKM di Indonesia dan
Berbagai Negara ......................................................................... 2
1.1.3. Sistem Pemeringkat Kredit UMKM dalam Kerangka APBSD ....... 2
1.2. Tujuan …………………………………………………………. ................. 5
1.3. Manfaat ……………………………………………………….. ................. 5
1.4. Ruang Lingkup Kajian ………………………………………… ................ 6
1.5. Metodologi ……………………………………………………. ................. 7
1.5.1. Pengumpulan Data dan Informasi ............................................... 7
1.5.2. Alat Analisis ................................................................................ 8
BAB II SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
2.1. Pengertian Credit Rating (Pemeringkatan Kredit) ................. ................. 9
2.2. Pemeringkatan Kredit dan Basel II …….……........................ ................. 11
2.3. Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM ......................... ................ 14
2.4. Pemeringkatan Kredit (Credit Rating), Credit Scoring
dan Credit Bureau …………………………….............................. .......... 15
2.5. Manfaat Sistem Pemeringkatan Kredit Bagi UMKM dan Bank .............. 19
2.6. Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM di Berbagai Negara … ................. 20
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesiaiv
BAB III SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
3.1. Latar Belakang .………………………………....................... ................. 23
3.2. Pendirian Credit Rating System untuk UMKM (SMERA) ........ ................ 25
3.3. Aspek operasional Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM ............ 28
3.3.1. UMKM yang Diperingkat ............................................................ 28
3.3.2. Kelembagaan ............................................................................. 28
3.3.3. Prosedur Pemeringkatan ............................................................. 29
3.3.4. Data/Parameter dan Teknologi .................................................... 31
3.3.5. Output/Hasil Pemeringkatan ....................................................... 32
3.3.6. Skema Peringkat Khusus Bersubsidi Pemerintah
(Performance & Credit Rating Scheme) ....................................... 35
3.4. Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM ...... ........ 37
BAB IV ANALISIS PRASYARAT PEMBENTUKAN SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
UNTUK UMKM DI INDONESIA
4.1 Keterlibatan dan Dukungan Perbankan ……........................ ................. 39
4.2. Dukungan Technology Partner ………………….......…......... ................ 41
4.3. Dukungan Pemerintah …..................................................... ................ 42
4.4. Dukungan Bank Sentral ....................................................... ................ 44
4.5. UMKM………………………………………………………….. ................ 45
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...........................................................
5.1 Kesimpulan …………………………………………………… .................. 47
5.2 Rekomendasi ………………………….................................. ................. 51
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………...................... ............ 53
DAFTAR WEBSITE ………………………………………………...................... .............. 54
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009 v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
1.1 ASEAN Economic Community Blue Print ............................................. ............... 3
1.2 ASEAN Policy Blue Print for SME Development (APBSD)....................... ............... 4
2.1 Rating/Scoring Technique ...................................................................... ............. 16
3.1 Struktur organisasi Operation Department SMERA………………….. ................... 29
3.2 Proses Pemeringkatan oleh SMERA………………………………………………. ... 30
3.3 Parameter Peringkat UMKM oleh SMERA………………………………… ............. 31
4.1 Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM:
Keterlibatan dan Dukungan Perbankan .............................................................. 40
4.2 Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM:
Dukungan Technology Partner ........................................................................... 42
4.3 Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM:
Dukungan Pemerintah ....................................................................................... 44
4.4 Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM:
Dukungan Bank Sentral ..................................................................................... 45
4.5 Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM :
UMKM .............................................................................................................. 46
5.1 Stakeholders Terkait dan Peran dalam Pembentukan Sistem Pemeringkatan
Kredit UMKM .................................................................................................... 49
5.2 Roadmap Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM
di Indonesia ....................................................................................................... 52
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesiavi
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1.1 Lembaga yang Dikunjungi dalam Sharing & Learning Visit Credit Rating
System for SME di India .................................................................................... 7
2.1 Simbol Peringkat untuk Hutang Jangka Panjang dan Jangka Pendek …... .......... 10
2.2 Rasio Keuangan untuk Memperkirakan Risiko Default Kredit UMKM. ................ 15
2.3 Beberapa Simbol Peringkat Kredit UMKM ......................................... ................ 15
3.1 Klasifi kasi UMKM di India ……………………………………………… ................. 23
3.2 Kinerja UMK di India …………………………………………………… ................. 24
3.3 Pemegang Saham SMERA ……………………………………………… ................ 26
3.4 Indikator Pemeringkatan UMKM oleh SMERA………………………… ................ 33
3.5 Distribusi UMKM yang Diperingkat SMERA Berdasarkan Industrinya……. .......... 34
3.6 Biaya Pemeringkatan untuk Skema Peringkat SMERA Non Subsidi ………… ...... 35
3.7 Skala Peringkat: Performance & Credit Rating Scheme…………………. ............. 36
3.8 Subsidi Biaya Pemeringkatan dengan Performance & Credit Rating Scheme…. ... 37
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
PENDAHULUAN
1
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Peran UMKM dalam Perekonomian dan Permasalahan yang Dihadapi
UMKM mempunyai peran penting dalam perekonomian di Indonesia. Setidaknya
ada tiga indikator yang menunjukkan hal tersebut. Pertama, jumlah industrinya
banyak dan ada dalam setiap sektor ekonomi. Data Badan Pusat Statistik tahun 2008
mencatat, jumlah UMKM mencapai 51,26 juta unit (99,99%) dari total unit usaha
di Indonesia. Kedua, mempunyai kemampuan besar dalam menyerap tenaga kerja.
Pada tahun 2008, UMKM menyediakan lapangan kerja untuk 90,89 juta tenaga kerja
(menyerap 97,04% dari total angkatan kerja yang bekerja). Setiap rupiah investasi di
UMKM ternyata dapat menciptakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan
investasi yang sama di usaha besar. Ketiga, memberikan kontribusi yang besar
terhadap pendapatan nasional. UMKM bahkan menyumbang 58,33% dari total
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Namun demikian pengembangan UMKM masih menghadapi kendala dalam
mengakses pembiayaan dari perbankan. Dari hasil survey “Penelitian Profi l UMKM di
Indonesia” yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2005 antara lain teridentifi kasi
bahwa salah satu kendala perbankan dalam menyalurkan kredit ke UMKM adalah
keterbatasan informasi perbankan mengenai UMKM yang potensial dan kelayakan
(eligibility) UMKM tsb. Dalam rangka meningkatkan penyaluran kreditnya, bank tidak
selalu dapat memperoleh informasi keuangan yang memadai dan dapat dipercaya
dari UMKM yang belum pernah berhubungan dengan bank mengingat keterbatasan/
ketiadaan catatan keuangan UMKM tersebut. Hal ini antara lain juga disebabkan
oleh keunikan dari UMKM, yang umumnya tidak memiliki informasi yang terorganisir
mengenai industri, pangsa pasar, dinamika kompetisi dan jejak rekam manajemen.
Kondisi yang berbeda terjadi pada UMKM yang telah mendapat kredit dari
bank. Dengan adanya Biro Informasi Kredit yang mengelola Sistem Informasi Debitur
(SID), maka perbankan yang akan menyalurkan kredit kepada UMKM dapat melihat
sejarah perjalanan pembiayaan kepada UMKM, termasuk informasi mengenai aspek
legalitas dan formalitas UMKM, sehingga bank dapat meminimalisir risiko default.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia2
1.1.2. Sistem Pemeringkat Kredit UMKM di Indonesia dan Berbagai Negara
Untuk mengatasi keterbatasan informasi perbankan mengenai kelayakan dan
kondisi keuangan yang dimiliki UMKM, diperlukan sistem atau lembaga pendukung
bagi pemberian kredit UMKM oleh perbankan. Salah satu sistem pendukung yang
belum ada di Indonesia adalah credit rating system (Sistem Pemeringkatan Kredit)
bagi UMKM yang dilakukan oleh suatu lembaga pemeringkat. Lembaga pemeringkat
yang ada saat ini, yakni Pefi ndo dan Fitch Rating Indonesia hanya memeringkat
usaha-usaha besar, dan belum melakukan pemeringkatan terhadap UMKM. Praktek
pemeringkatan UMKM dalam arti luas telah dilaksanakan oleh beberapa BUMN untuk
keperluan internal antara lain dalam rangka penyaluran dana Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan (PKBL). Namun demikian pemeringkatan tidak dilakukan dalam
suatu metode yang sistematis.
Dengan adanya lembaga pemeringkat UMKM, maka UMKM yang
membutuhkan kredit namun belum pernah terhubung dengan bank akan dinilai
oleh lembaga pemeringkat UMKM, selanjutnya berdasarkan peringkat tersebut bank
dapat menentukan disetujui atau tidaknya permohonan kredit dan persyaratannya.
Disamping itu, dengan adanya lembaga pemeringkat, penilaian/pemeringkatan
terhadap UMKM diharapkan menjadi lebih spesifi k dan akurat untuk masing-masing
UMKM, dengan mempertimbangkan baik kelayakan kredit maupun agunan/jaminan
yang dimiliki UMKM.
Manfaat pemberian peringkat kepada UMKM dengan demikian berlaku baik
untuk UMKM maupun bank. Bagi UMKM, pemberian peringkat akan meningkatkan
creditworthiness, mendorong pelaksanaan good governance oleh UMKM dan
memberikan kesempatan untuk mendapatkan tingkat suku bunga pinjaman yang lebih
baik serta mempercepat proses pemberian kredit karena rating reports menyediakan
sebagian besar informasi yang dibutuhkan bank serta meningkatkan kredibilitas
UMKM tersebut terhadap mitra usahanya seperti technology provider, supplier dan
customers. Bagi perbankan, pemberian peringkat pada UMKM akan membantu bank
dalam menentukan jumlah dan persyaratan pembiayaan pada UMKM dan sebagai
early warning system.
1.1.3. Sistem Pemeringkat Kredit UMKM dalam Kerangka APBSD
Piagam ASEAN (ASEAN Charter) dan ASEAN Economic Community (AEC)
Blueprint telah ditandatangani pada 13th ASEAN Summit 2007. Sehubungan dengan
hal tersebut maka negara anggota ASEAN akan mengadapi era baru liberalisasi,
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
PENDAHULUAN
3
termasuk liberalisasi pasar keuangan, yang dicanangkan sebagai salah satu goal
dalam Asean Economic Community (AEC) pada tahun 2015. Dengan AEC 2015
maka diharapkan ASEAN akan memiliki 4 karakteristik utama yaitu sebagai (i) pasar
tunggal dan kesatuan basis produksi; (ii) kawasan ekonomi yang berdaya saing; (iii)
pertumbuhan ekonomi yang merata; dan (iv) meningkatnya kemampuan untuk
berintegrasi dengan perekonomian global. Gambar 1.1.
Gambar 1.1. ASEAN Economic Community Blue Print
Upaya mencapai “pertumbuhan ekonomi yang merata”, salah satunya
dilaksanakan melalui pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM),
yang pelaksanaannya mengacu pada ASEAN Policy Blue Print for SME Development
(APBSD) 2004-2014. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
UMKM, sebagaimana dicantumkan dalam APBSD adalah perlunya akses UMKM
kepada informasi, pasar, pengembangan SDM, keuangan dan teknologi.
Sumber: Asean Economic Community Blueprint, 2007
Key Characteristics
Core Elements
Actions
Single market & production base
Free flow of goods Competition Policy
Free flow of Services
Consumer Protection
Free flow of Investments
Intellectual property Rights
Free flow of Skilled Labor
Infrastructure Development
Competitive economic Region
Equitable Economic Development
ASEAN Policy Blueprint for SME
Development 2004-2014
Initiative for ASEAN Integration
Integration into the Global Economy
Enhanced Participation in global supply
networks
Coherent Approach towards External Economic
Relations
SME Development
ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint
Declared in November, 2007
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia4
Gambar 1.2. ASEAN Policy Blue Print for SME Development (APBSD)
Sumber : ASEAN Policy Blueprint for SME Development,
Dalam APBSD, pengembangan UMKM dilaksanakan melalui 5 program yaitu (i)
Program pengembangan kewirausahaan; (ii) Peningkatan kemampuan pemasaran; (iii)
Akses kepada keuangan; (iv) Akses kepada teknologi; dan (v) Menciptakan kebijakan
yang kondusif. Khusus yang terkait dengan program akses kepada keuangan, aktivitas
yang dianjurkan dalam rangka memperbaiki akses UMKM kepada keuangan (Gambar
1.2.) adalah :
1. Capacity building untuk memperbaiki akses UMKM kepada keuangan,
melalui peningkatan kapasitas penyusunan laporan dan informasi keuangan
secara tepat oleh UMKM.
2. Capacity building lembaga keuangan untuk meningkatkan pembiayaan
UMKM, melalui peningkatan kapasitas credit rating system untuk UMKM
dalam sektor keuangan, dan pendirian serta pemeliharaan sistem informasi
kredit dengan fokus pada UMKM.
Area of Focus
Suggested Activities
Capacity building for improved SME access to
financing
Financial Institutional capacity building for
improved SME financing
Access to Financing
Human Resource Development &
Capacity Building
Enhancing SME Marketing
Capabilities
Access to Technology
Creating Conducive Policy
Environment
Widening and deepening SME access to credit
Regionalization & sub regionalization of financial
schemes & alternative financial sources & external
investor base
ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD)
2004-2014
Regional & sub regional capacity building in credit
rating system for SME within financial sector.
Regional & sub regional capacity building in the establishment &
maintenance of credit information reference &
referral system, with focus on the special needs of SMEs
Capacity building for the above area
Development of system package for self-reliant
maintenance & disclosure of standard accounting and
financial information for financing purposes
Development of system package for self-reliant
preparation of business plans for financing purposes
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
PENDAHULUAN
5
3. Memperluas dan memperdalam akses UMKM kepada keuangan, melalui
skema-skema keuangan dan sumber keuangan alternatif (skema penjaminan
kredit, seed and venture capital, pembiayaan persediaan, sewa guna usaha,
dll), dan sumber keuangan eksternal yang berasal dari investor luar.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu adanya
pendirian lembaga pemeringkat kredit untuk UMKM di Indonesia, sebagai salah satu
infrastruktur untuk mendorong akses keuangan UMKM. Sebagai tahap awal, perlu
dilakukan kajian mengenai prasyarat pembentukan lembaga pemeringkat kredit
UMKM. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun 2009, Direktorat Kredit, BPR dan
UMKM Bank Indonesia melaksanakan “Kajian mengenai prasyarat pembentukan
credit rating system untuk UMKM di Indonesia”.
Dalam pelaksanaan kajian ini, Bank Indonesia juga mendapatkan dukungan dari
GTZ Profi . Selanjutnya, mengingat bahwa sistem dan lembaga pemeringkat UMKM
ini sangat terkait dengan wewenang dan kepentingan para pemangku kepentingan
pengembangan UMKM di Indonesia, diantaranya kantor Kementerian Negara Koperasi
dan UKM, kantor Kementerian Negara BUMN, dan Departemen Keuangan, dari
program kerja ini diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi kepada instansi-instansi
tersebut untuk implementasi dari kajian dimaksud dan untuk diajukan sebagai inisiatif
Indonesia dalam rangka pelaksanaan APBSD tersebut di atas.
1.2. Tujuan
1) Mengkaji prasyarat pembentukan credit rating system (sistem pemeringkatan
kredit) untuk UMKM di Indonesia.
2) Memberikan rekomendasi kepada instansi terkait berdasarkan hasil kajian dalam
rangka implementasi sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM di Indonesia.
1.3. Manfaat
1) Memberi masukan kepada pemangku kepentingan mengenai prasyarat yang
diperlukan dalam rangka pembentukan sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM
di Indonesia.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia6
2) Meningkatkan kesadaran pemangku kepentingan mengenai pentingnya
pembentukan sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM dalam rangka
meningkatkan akses UMKM kepada perbankan nasional dan di negara-negara
ASEAN.
1.4. Ruang Lingkup Kajian
1) Yang dimaksud dengan UMKM pada kajian ini adalah UMKM sesuai defi nisi dalam
UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. UMKM yang dimaksudkan meliputi baik
yang belum pernah mendapat kredit maupun yang sudah pernah memperoleh
kredit.
2) Kajian ini merupakan kajian awal (preliminary study) mengenai berbagai aspek
yang terkait dalam rangka persiapan pembentukan sistem pemeringkatan kredit
untuk UMKM.
3) Credit rating (pemeringkatan kredit) yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah
pemeringkatan kredit oleh lembaga pemeringkat kredit yang diberikan kepada
UMKM yang bermaksud mengajukan kredit kepada lembaga keuangan.
4) Sistem pemeringkatan kredit dalam kajian ini meliputi aspek-aspek sbb:
i. Aspek kelembagaan, meliputi aspek-aspek yang terkait dengan pendirian
Lembaga Pemeringkat dan lembaga pengawas, termasuk peran pemerintah/
lembaga otoritas moneter dan lembaga keuangan. Aspek-aspek tersebut
meliputi legalitas, kepemilikan, cakupan pelayanan dan aspek operasional
lembaga termasuk pembiayaan dan biaya pemeringkatan.
ii. Aspek UMKM, meliputi kriteria UMKM yang dapat dilakukan pemeringkatan
baik dari segi formalitas, skala usaha, sektor ekonomi, tujuan melakukan
pemeringkatan, dll.
iii. Metodologi pemeringkatan, meliputi aspek operasional pemberian peringkat
oleh lembaga pemeringkat, terdiri dari proses, model, jenis dan skala
pemeringkatan. Selain itu juga dibahas mengenai kaitan peringkat kredit
dengan persyaratan kredit dari perbankan.
5) Mengingat lingkup kajian adalah prasyarat maka kajian ini akan menitikberatkan
pada hal-hal yang merupakan syarat yg harus dipenuhi (prerequisite) sebelum
dilakukan pendirian Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM di Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut, maka kajian akan memfokuskan pada aspek kelembagaan,
aspek metodologi rating dan aspek UMKM.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
PENDAHULUAN
7
1.5. Metodologi
1.5.1.Pengumpulan Data dan Informasi
a. Studi literatur.
Studi literatur dilaksanakan melalui berbagai sumber dari hasil penelitian
sebelumnya, buku literatur sampai dengan materi yang diperoleh melalui jaringan
internet mengenai implementasi Sistem Pemeringkatan Kredit di berbagai negara
dan literatur terkait dengan Sistem Pemeringkatan Kredit. Selain itu juga dilakukan
penggalian informasi dari Negara-negara ASEAN mengenai implementasi Sistem
Pemeringkatan Kredit melalui forum pertemuan anggota ASEAN.
b. Sharing & learning visit ke negara yang telah menerapkan sistem pemeringkatan
kredit untuk UMKM. Kegiatan ini dilaksanakan di India, dengan pertimbangan
India merupakan salah satu pionir dalam implementasi jasa pemeringkatan UMKM
sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan mainstream rating. Selain itu, India juga
telah menciptakan skema pemeringkatan khusus untuk UMKM dengan subsidi
dari Pemerintah maupun tanpa subsidi, yang dirasa cukup relevan dengan kondisi
Indonesia.
Adapun lembaga yang dikunjungi di India adalah sebagaimana Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Lembaga yang Dikunjungi dalam Sharing & Learning Visit Credit Rating System
for SME di India
No Lembaga
NEW DELHI
1 GTZ India
2 Bank of India
3 Ministry of Micro, Small and Medium Enterprises (MSME)
4 The National Small Industries Corporation (NSIC)
5 Small Industries Development Bank of India (SIDBI)
6 GTZ-NABARD
MUMBAI
7 Small Industries Development Bank of India (SIDBI)
8 SME Rating Agency (SMERA)
9 Bank of Baroda
10 Reserve Bank of India (RBI)
11 Dun & Bradstreet, India
12 CARE Ratings
13 Rated Unit
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia8
c. Focus Group Discussion
Kegiatan dilaksanakan dengan departemen terkait, lembaga pemeringkat yang ada
di Indonesia dan beberapa BUMN selaku pembina UMKM. Diskusi juga dilakukan
dengan perbankan.
d. Seminar dengan mengundang tenaga ahli di bidang credit rating dan credit
scoring.
1.5.2. Alat Analisis
a. Analisis deskriptif
Bertujuan menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat kajian
dilaksanakan. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana implementasi
Sistem Pemeringkatan Kredit di negara yang menjadi acuan kajian, dan menjelaskan
kondisi yang ada di Indonesia
b. End-Means Analysis
End-Means Analysis digunakan untuk tujuan menemukan alat baru (new means)
untuk mencapai tujuan akhir yang telah ditentukan. Dalam kajian ini End-Means
Analysis digunakan untuk menganalisis prasyarat yang diperlukan untuk dipenuhi
dalam mencapai tujuan pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM
di Indonesia yang memenuhi kebutuhan UMKM dan perbankan di Indonesia
sebagai tujuan akhir.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
9
BAB IISISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
2.1. Pengertian Credit Rating (Pemeringkatan Kredit)
Pada umumnya, defi nisi pemeringkatan kredit mengacu pada penilaian mengenai
tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) suatu entitas atau transaksi. Defi nisi peringkat
kredit meliputi baik kemampuan (capacity) maupun kemauan (willingness) untuk membayar
kewajiban-kewajibannya. Peringkat kredit dikeluarkan oleh Lembaga Pemeringkat Kredit
(Credit Rating Agency). Berikut beberapa defi nisi peringkat kredit dari beberapa Lembaga
Pemeringkat Kredit global:
A current opinion of the creditworthiness of an obligor with respect to a
specifi c fi nancial obligation, a specifi c class of fi nancial obligations, or a specifi c fi nancial
program (including ratings on medium-term note programs and commercial paper programs).
(Standard & Poor’s - Issuer credit rating defi nition)
An opinion on the relative ability of an entity to meet fi nancial commitments, such as
interest, preferred dividends, repayment of principal, insurance claims
or counterparty obligations
(Fitch Rating)
A credit rating is an assessment of the creditworthiness of a corporation or security, based
on the issuer’s quality of assets, its existing liabilities, its borrowing and repayment
history and its overall business performance.
(Bo Becker & Todd Milbourn, 2009)
Walaupun defi nisi peringkat kredit mengacu pada creditworthiness, setiap Lembaga
Pemeringkat Kredit memiliki indikator yang berbeda. Standard & Poor’s menggunakan
probability of default sebagai indikator utama creditworthiness, sedangkan Moody’s dan
Fitch menggunakan expected loss yang dipengaruhi oleh dua unsur yaitu Probability of
Default (PD) dan Expected Recovery Rate (RE) (Marwan Elkhoury, 2008). Selain itu, Lembaga
Pemeringkat Kredit juga memiliki perbedaan dalam metodologi pemeringkatan yang
mengakibatkan perbandingan antar peringkat menjadi tidak mudah dilakukan.
Peringkat kredit secara umum dilakukan terhadap instrumen hutang yang dikeluarkan
oleh perusahaan, lembaga keuangan, badan usaha milik negara, maupun pemerintah dalam
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia10
rangka perolehan dana di pasar modal atau pasar uang baik di tingkat nasional maupun
internasional (issue rating). Peringkat kredit juga digunakan oleh investor sebagai salah satu
pertimbangan dalam menentukan keputusan investasinya. Selain itu juga dikenal adanya
enterprise rating atau issuer rating yang tergolong pada peringkat suatu perusahaan yang
belum atau tidak mengeluarkan instrumen hutang.
Peringkat kredit ini dinyatakan dalam simbol-simbol yang terstandarisir (lihat Tabel
2.1). Simbol-simbol ini menunjukkan tingkatan relatif dalam peringkat kredit. Dalam
konteks probability of default, Tingginya peringkat kredit menggambarkan ekspektasi
bahwa lembaga yang diberi peringkat akan memiliki tingkat gagal bayar yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang memiliki peringkat lebih rendah (Marwan Elkhoury, 2008). Dan
demikian sebaliknya.
Interpretation Moody’s S&P Fitch
Investment grade rating
Highest credit quality Aaa AAA AAA
High credit quality Aa1
Aa2
Aa3
Prime-1
AA+
AA
AA-
A1+
AA+
AA
AA-
F1
Strong payment capacity A1
A2
A3
Prime-2
A+
A
A
A1
A+
A
A
Adequate payment capacity
Last rating in investment-
grade
Baa1
Baa2
Baa3
Prime -3
BBB+
BBB
BBB-
A2
A3
BBB+
BBB
BBB-
F2
F3
Speculative-grade rating
Speculative
credit risk developing,
due to economic changes
Ba1
Ba2
Ba3
BB+
BB
BB-
B BB+
BB
BB-
B
Highly speculative,
Credit risk present,
With limited margin safety
B1
B2
B3
Not
prime
B+
B
B-
B+
B
B-
High default risk,
Capacity depending on
sustained,
Favourable conditions
Caa1
Caa2
Caa3
CCC+
CCC
CCC-
CC
C CC+
CCC
CCC-
CC
C
Default,
Although prospect of partial
recovery
Ca, C C, D D C, D D
Sumber: Marwan Elkhoury. Credit rating agencies and their potential impact on developing countries, United Nations Conference on Trade and Development Discussion Papers No. 186 Januari 2008.
Tabel 2.1. Simbol Peringkat untuk Hutang Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
11
Sehubungan dengan defi nisi tersebut, maka peringkat kredit hanya merupakan
gambaran mengenai risiko kredit. Risiko lain di luar risiko kredit, misalnya risiko pasar,
risiko manajemen, tidak dapat direpresentasikan oleh peringkat kredit ini. Peringkat kredit
juga bukan merupakan rekomendasi untuk berinvestasi karena peringkat kredit tidak
mempertimbangkan semua aspek yang diperlukan dalam keputusan berinvestasi, seperti
kewajaran harga surat berharga, capital gains, dll.
Lembaga Pemeringkat Kredit memainkan peranan penting dalam pasar keuangan
karena lembaga ini dapat mengurangi masalah asymmetric information antara pemberi
pinjaman dan investor di satu sisi dengan penerima pinjaman di sisi lainnya mengenai
creditworthiness-nya. Walaupun terdapat suatu masa dimana lembaga pemeringkat banyak
dikritik dalam kasus kebangkrutan beberapa perusahaan besar di dunia, seperti kasus Enron
di AS, dan bankrutnya beberapa investment banks di AS pada krisis global 2007.
2.2. Pemeringkatan Kredit dan Basel II
Sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi atas dana yang diterima
dari nasabah maka perlu ada pengaturan perbankan untuk menjaga kepercayaan nasabah
terhadap aktivitas perbankan. Salah satu pengaturan yang diperlukan adalah mengenai
permodalan bank yang berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya
kerugian. Terkait dengan hal tersebut pada tahun 1988, Bank for International Settlement
(BIS) mengeluarkan suatu konsep kerangka permodalan yang lebih dikenal dengan the
1988 Accord (Basel I). Sistem ini dibuat sebagai penerapan kerangka pengukuran bagi risiko
kredit, dengan mensyaratkan standar modal minimum adalah 8%. Komite Basel merancang
Basel I sebagai standar yang sederhana, mensyaratkan bank-bank untuk memisahkan
eksposurnya kedalam kelas yang lebih luas, yang menggambarkan kesamaan tipe debitur
tanpa memperhatikan perbedaan yang potensial pada kemampuan pembayaran kredit.
Dengan semakin kompleksnya kegiatan usaha perbankan, maka pada Juni 2004,
Basel Committee on Banking Supervision mempublikasikan New Capital Accord atau yang
lebih dikenal dengan Basel II. Dalam Basel II, penghitungan modal bank (Minimum Capital
Requirement) hanyalah salah satu pilar dalam standard prudential banking (pilar 1). Dua
pilar lainnya adalah supervisory review process (pilar 2) dan market discipline (pilar 3).
Penghitungan kebutuhan modal dalam Basel II berdasarkan pada profi l risiko bank, yang
mencakup risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional.
Dalam penghitungan risiko kredit, pendekatan yang digunakan dapat dikelompokkan
menjadi pendekatan standar berlaku untuk seluruh bank (standardized approach) dan
pendekatan yang dikembangkan secara internal bank (internal rating-based approach)
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia12
dengan persetujuan otoritas perbankan. Pada standardized approach, bobot risiko
didasarkan pada penilaian oleh lembaga pemeringkat kredit eksternal, sedangkan pada
pendekatan internal, bank menggunakan model yang dikembangkan secara internal sesuai
dengan karakteristik kegiatan usaha dan profi l risiko individual bank.
Dengan standardized approach, penghitungan modal akan mempertimbangkan
pemeringkatan kredit dari borrower yang diberikan oleh Lembaga Pemeringkat Kredit yang
memenuhi kriteria Basel II. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penghitungan modal
bank salah satunya akan didasarkan pada penilaian Lembaga Pemeringkat Kredit yang
diakui oleh otoritas perbankan.
Terdapat beberapa argumen mengapa menggunakan lembaga pemeringkat yakni:
1) Pesatnya perkembangan keuangan global dan nasional
2) Lembaga pemeringkat membantu terciptanya transparansi pasar keuangan dan
mendorong investasi yang efi sien
Dalam penerapan manajemen risiko, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran
No. 10/19/DPNP tanggal 30 April 2008 perihal Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang
Diakui Bank Indonesia. Proses pengakuan lembaga pemeringkat menggunakan beberapa
parameter untuk mengukur kriteria independensi, obyektivitas, transparansi, pengungkapan
publik, sumber daya dan kredibilitas dari lembaga pemeringkat, sebagai berikut:
1. Independensi, digunakan untuk menilai tingkat independensi atau kebebasan lembaga
pemeringkat dari segala bentuk kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, sosial dan
politik, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil pemeringkatan
yang diterbitkan. Parameter yang digunakan adalah:
a. Independensi kedudukan dan kondisi lembaga pemeringkat
b. Independensi kegiatan usaha
c. Independensi prosedur pemeringkatan
d. Independensi kontrak perjanjian pemeringkatan
e. Independensi kegiatan operasional
2. Obyektivitas, digunakan untuk menilai tingkat obyektivitas dan efektivitas proses
pemeringkatan serta metodologi yang digunakan dan dikembangkan, kewajaran
dan konsistensi kriteria pemeringkatan, dalam setiap proses penilaian dan penetapan
peringkat dari suatu perusahaan (borrower) atau suatu penerbitan surat berharga
(issuance). Parameter yang digunakan adalah:
a. Obyektivitas prosedur pemeringkatan
b. Obyektivitas metodologi pemeringkatan
c. Obyektifi tas proses pemeringkatan
d. Obyektifi tas hasil pemeringkatan
e. Obyektifi tas standar pemeringkatan
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
13
3. Akses oleh publik (transparansi), digunakan untuk menilai keterbukaan lembaga
pemeringkat kepada publik atas seluruh informasi yang terkait dengan hasil
pemeringkatan, termasuk asumsi dan latar belakang penerbitan hasil pemeringkatan.
Parameter yang digunakan adalah:
a. Transparansi proses pemeringkatan
b. Transparansi hasil pemeringkatan
c. Transparansi hasil pemantauan peringkat
d. Transparansi faktor-faktor yang mempengaruhi pemeringkatan
e. Transparansi proses, kriteria dan metodologi pemeringkatan
f. Transparansi mekanisme proses pemeringkatan
4. Pengungkapan publik (disclosures), digunakan untuk menilai pengungkapan segala
sesuatu mengenai lembaga pemeringkat yang memungkinkan publik maupun otoritas
yang berwenang melakukan penilaian terhadap independensi, obyektivitas, kapabilitas
dan operasional lembaga pemeringkat, serta pemenuhan terhadap ketentuan yang
berlaku. Parameter yang digunakan:
a. Kemudahan akses
b. Pengungkapan benturan kepentingan
c. Pengungkapan perubahan internal
d. Pengungkapan informasi yang terkait dengan metodologi pemeringkatan
5. Sumber daya (resources), digunakan untuk menilai kemampuan lembaga pemeringkat
dalam mengelola usaha penyediaan jasa pemeringkatan, baik dari aspek sumber
daya manusia (human resources) maupun aspek sumber daya keuangan (financial
resources) yang memungkinkan lembaga pemeringkat beroperasi secara independen
dan professional. Parameter yang digunakan:
a. Sumber daya manusia
b. Kinerja keuangan
6. Kredibilitas, digunakan untuk menilai pengakuan dan akseptibiltas oleh pasar terhadap
keberadaan lembaga pemeringkat sebagai penyedia jasa pemeringkatan yang dapat
diandalkan. Parameter yang digunakan:
a. Izin otoritas yang berwenang
b. Kebijakan penyebaran informasi
c. Track record
Namun demikian Basel II juga memberikan pengecualian untuk beberapa jenis
portofolio, yang mana bobot risiko tidak berdasarkan hasil peringkat. Misalnya portofolio
ritel (75%), dll. Apakah UMKM masuk dalam kategori ritel atau tidak sepenuhnya diserahkan
pada masing-masing Negara. Menurut Basel II, defi nisi UMKM mengacu pada kriteria omset
(sales) sebesar kurang dari USD 65 juta.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia14
2.3. Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM
UMKM mempunyai karakteristik yang berbeda dengan karakteristik usaha besar. Salah
satu karakteristik yang paling penting terkait dengan keuangan UMKM adalah terdapatnya
informational opacity (Rikkers dan Thibeault, 2007). UMKM tidak memiliki kontrak yang
dipublikasikan secara umum atau dilaporkan secara luas dalam surat kabar. Kontrak-kontrak
dengan suppliers dan pelanggan pada umumnya hanya menjadi konsumsi perusahaan itu
sendiri. UMKM juga tidak mengeluarkan surat berharga yang diperdagangkan di bursa.
Data keuangan seringkali hanya tersedia secara discrete, pada banyak UMKM
umumnya hanya tersedia dalam data tahunan. Dari segi kualitas data keuangan UMKM
tidaklah sebaik usaha besar. Banyak UMKM malah tidak memiliki laporan keuangan yang
diaudit. Sebagai akibatnya UMKM sering tidak dapat menunjukkan kualitasnya (Berger dan
Udell, 1998, dalam Rikkers dan Thibeault, 2007). Data-data mengenai UMKM seringkali
tidak kredibel dan kurang dapat diandalkan, sehingga akan merupakan tantangan tersediri
untuk menggali informasi yang diperlukan dalam rangka alokasi kredit (Crouchy, Galai dan
Mark, 2001 dalam Rikkers dan Thibeault, 2007).
Dengan karakteristik tersebut di atas, penyaluran kredit kepada UMKM menghadapi
problem asymmetric information antara calon debitur dan bank/lembaga keuangan, dimana
salah satu pihak (dalam hal ini calon debitur UMKM) mempunyai informasi yang lebih
banyak, misalnya dalam hal pengetahuan mengenai risiko usaha, dibandingkan dengan
pihak lainnya (dalam hal ini bank dan lembaga keuangan). Problem ini dapat mengarah
pada timbulnya moral hazard dan adverse selection. Lebih jauh lagi, dapat mengakibatkan
terjadinya credit rationing.
Mengingat karakteristik UMKM yang berbeda dengan usaha besar maka
pemeringkatan kredit untuk UMKM akan memerlukan sistem yang berbeda dibandingkan
dengan pemeringkatan kredit untuk usaha besar. Pemberian peringkat kepada UMKM
merupakan evaluasi secara menyeluruh terhadap perusahaan, oleh karena itu prosesnya
mencakup interaksi bukan hanya dengan perusahaan, namun juga dengan bank yang
memberikan pinjaman, pemasok, pelanggan dan stakeholders lain.
Studi yang dilakukan Edward I. Altman dan Gabriele Sabato (2005) mengenai Model
pemeringkatan kredit untuk UKM di Amerika Serikat menyatakan hal yang sama. Dalam
studinya Altman dan Sabato berpendapat bahwa pembiayaan kepada UMKM memiliki
dampak positif terhadap keuntungan bank. Namun demikian pembiayaan kepada UMKM
memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan kepada usaha besar.
Oleh karena itu, bank perlu membangun model risiko kredit khusus untuk UMKM untuk
meminimalisir kerugian.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
15
Berdasarkan pertimbangan ini Altman dan Sabato membangun modeling credit
risk for SMEs di Amerika Serikat. Lima rasio keuangan yang dianggap paling tepat dalam
memperkirakan risiko default UMKM yaitu:
Tabel 2.2. Rasio Keuangan untuk Memperkirakan Risiko Default Kredit UMKM
No Rasio Kategori rasio
1 Short term debt/equity book value Leverage
2 Cash/Total Assets Liquidity
3 Ebitda/Total Assets Profitability
4 Retained Earnings/Total Assets Profitability
5 Ebitda/Interest Expenses Coverage
Altman dan Sabato menegaskan bahwa bank seharusnya tidak hanya menerapkan
prosedur yang berbeda untuk UMKM, namun juga menggunakan instrumen lain seperti
sistem pemeringkatan dan sistem scoring, khususnya yang ditujukan untuk UMKM.
Pemeringkatan terhadap creditworthiness UMKM juga disajikan dalam bentuk skala
sebagaimana pemeringkatan kredit pada umumnya. Beberapa contoh skala tersebut adalah
sebagai berikut:
Tabel 2.3. Beberapa Simbol Peringkat Kredit UMKM
SMERA Rating - India Japan SME Rating
1 : Highest
2 : High
3 : Above average
4 : Average
5 : Below Average
6 : Indequate
7 : Low
8 : Lowest
aaa: Very strong capacity
aa: Strong capacity
a: Moderately strong capacity
bbb: Adequate capacity
bb: Weak capacity
ccc: Non payment
2.4. Pemeringkatan Kredit (Credit Rating), Credit Scoring dan Credit Bureau
Credit scoring dapat didefi nisikan sebagai penilaian terhadap kemampuan seseorang
atau sekelompok orang dalam membayar kewajibannya. Sedangkan pemeringkatan kredit
(credit rating) didefi nisikan sebagai instrumen untuk menilai risiko kredit suatu perusahaan
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia16
Individual Entrepreneur
Small and Medium Enterprise
Large Enterprise
yang dikelompokkan dalam kelas peringkat yang berbeda-beda. Aplikasi teknik scoring
dilaksanakan dalam penilaian creditworthiness orang perorang atau dengan kata lain
kepada UMKM yang berorientasi pada si pengusaha (entrepreneur). Sedangkan teknik
rating dapat diaplikasikan pada UMKM jika berorientasi pada perusahaan (enterprise) (Ernst
Greilich, 2009). Kedua teknik ini dapat digunakan oleh lembaga keuangan dalam penilaian
kredit secara internal.
Credit Scoring dan Credit Rating merupakan bagian dari konsep Intelligent Credit
Decision Model. Penggunaan teknik scoring/rating dalam pengambilan keputusan kredit
diperlukan agar keputusan kredit dapat dilaksanakan secara obyektif karena dilaksanakan
berdasarkan sistematika tertentu yang telah baku. Selain itu, dengan teknik ini maka kreditur
dapat secara efektif mengatur volume kredit maupun risiko yang akan diambil sebagai
akibat dari keputusan kredit dimaksud. Pada pengambilan keputusan kredit tanpa teknik
scoring/rating, maka keputusan kredit akan diambil berdasarkan petunjuk (guidelines) dan
pengetahuan yang dimiliki oleh petugas/pejabat kredit, sehingga kurang dapat menjamin
obyektifi tas keputusan kredit yang diambil.
Penilaian creditworhiness UMKM dapat dilaksanakan dengan teknik scoring maupun
rating. Jika UMKM dimaksud berorientasi pada si pengusaha (entrepreneur-oriented), maka
aplikasi teknik scoring akan lebih tepat dilaksanakan dibandingkan dengan teknik rating.
Namun apabila UMKM berorientasi kepada perusahaan (enterprise-oriented), maka teknik
rating dapat dilaksanakan. Lihat Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Rating/Scoring Technique
Sumber: Ernst Greilich, keynote lecture on Credit Rating Model for SME: Concept, Experience and Recommendation for Implementation in Indonesia, Seminar on Prerequisite for Implementation of Credit Rating System for SME in Indonesia, Jakarta, 19 Agustus 2009
Scoring-Technique
Scoring-Technique(Orientation at Entrepreneur)
Rating-Technique(Orientation at Enterprise)
Rating-Technique
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
17
Sebuah survey yang dilaksanakan di Amerika Serikat oleh Charles D Cowan dan Adrian
M. Cowan untuk US Small Business Administration’s Offi ce of Advocacy (A Survey Based
Assessment of Financial Institution Use of Credit Scoring for Small Business Lending, 2006)
menunjukkan bahwa terdapat indikasi peningkatan porsi pinjaman usaha mikro dan kecil
dibandingkan dengan total kredit seiring dengan penerapan credit scoring oleh lembaga
keuangan. Implementasi credit scoring oleh perbankan pada umumnya berdasarkan pada
tiga jenis score yaitu owner score, business score atau penggunaan keduanya. Survei
tersebut juga menemukan bahwa bank menggunakan credit scoring untuk menentukan
pricing berdasarkan risiko (risk-based pricing) dan memanfaatkannya dalam memberikan
pembiayaan kepada usaha kecil yang memiliki kualitas lebih rendah. Hal ini dikarenakan
credit scoring memungkinkan bank untuk mengenakan risk adjusted premium untuk jenis
pinjaman yang berisiko. Kemampuan ini membuka peluang bisnis yang menguntungkan
bagi bank dan kesempatan bagi usaha kecil untuk mendapatkan pembiayaan.
Pada teknik pemeringkatan kredit, terdapat dua komponen yang diperhitungkan
(Ernst Greilich, 2009) yaitu :
1) Hard fact component, terdiri dari unsur dalam neraca, dengan bobot antara 50%-
60%. Beberapa komponen neraca yang sering digunakan dalam pemeringkatan kredit
adalah rasio keuangan seperti ROA (Return on Assets), ROE (Return on Equity), current
ratio, debt ratio, dll.
2) Soft fact component, terdiri dari kriteria yang menggambarkan posisi perusahaan secara
internal maupun industri, dengan bobot antara 40%-50%. Beberapa komponen yang
dapat digunakan adalah posisi pasar, kualitas manajemen, dll.
Penggunaan teknik scoring/rating diyakini memberikan beberapa keuntungan bagi
kreditur antara lain sebagai berikut (Ernst Greilich, 2009 dan Credit & Management System,
Inc, 1999):
a. Jika memanfaatkan sistem software terotomasi, credit scoring akan mempercepat
proses evaluasi calon debitur, sehingga persetujuan kredit juga dapat berjalan lebih
cepat (speed).
b. Karena credit scoring menganalisis debitur menggunakan parameter yang sama,
maka proses evaluasi calon debitur dilakukan secara konsisten. Human error dapat
diminimalisir (consistency and accuracy).
c. Credit scoring dapat mengurangi kerugian akibat kegagalan bayar oleh debitur.
Persetujuan kepada debitur baru akan mempertimbangkan semua faktor yang diperlukan
dan selanjutnya diberi skor. Debitur risiko tinggi akan dikecualikan dan direview oleh
analis kredit. Dengan credit scoring, lembaga keuangan dapat mengidentifi kasi debitur
existing yang memerlukan penanganan lebih dan bank dapat mengambil langkah
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia18
hukum yang diperlukan untuk mencegah kerugian lebih lanjut dan membantu upaya
menurunkan NPL.
d. Penurunan biaya personil, khususnya pada lembaga keuangan yang memiliki banyak
debitur dimungkinkan dengan penggunaan credit scoring yang dikombinasikan dengan
sistem software terotomasi karena lebih sedikit personil yang dibutuhkan dalam proses
kredit.
e. Credit scoring memungkinkan pimpinan lembaga keuangan untuk merancang strategi
yang berbeda untuk debitur yang memiliki risiko rendah, menengah maupun tinggi.
Dengan demikian, bank dapat memastikan adanya keuntungan yang diperoleh dalam
membiayai UMKM
f. Credit scoring dapat dijadikan sebagai alat pengambilan keputusan dan perencanaan.
Misalnya, pejabat kredit dapat menyiapkan laporan yang menggambarkan kualitas
piutang lembaga keuangan secara tepat, termasuk laporan mengenai debitur dengan
risiko lebih tinggi. Dengan mengetahui risiko ini maka kreditur memiliki keleluasaan
dalam mengatur sendiri volume dan risiko yang diambil dalam pembiayaan pada
debiturnya termasuk UMKM.
g. Credit scoring dapat membantu lembaga keuangan dalam pengambilan keputusan
melalui penelusuran evaluasi data dan pengambilan keputusan. Evaluasi portofolio
juga dilaksanakan secara reguler dan tepat waktu. Dengan demikian, pengambilan
keputusan oleh pejabat kredit lebih dapat diandalkan dan mendukung laporan
keuangan.
h. Secara mekanisme kerja, pemanfaatan teknik scoring/rating dapat mempermudah
kerja petugas kredit.
i. Teknik scoring/rating dapat digunakan sebagai instrumen pemasaran produk-produk
kreditur kepada UMKM.
Credit scoring didasarkan pada asumsi bahwa pengalaman masa lalu dapat digunakan
sebagai pedoman untuk memprediksi creditworthiness. Terdapat dua jenis model credit
scoring yaitu (Credit & Management System, Inc., 1999):
a. Judgemental scoring model
Pada model ini, komponen yang akan dievaluasi baik komponen keuangan maupun
non keuangan diberi skor dan dibobot untuk menghasilkan skor total. Penentuan
komponen dan bagaimana scoring dan bobot komponen tersebut ditentukan, pada
umumnya berdasarkan pengalaman pejabat kredit.
b. Statistical scoring model
Pada dasarnya model ini tidak jauh berbeda dengan judgemental scoring model, hanya
saja pemilihan komponen scoring dilakukan berdasarkan metode statistik.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
19
Selain penggunaan credit scoring, kreditur juga dapat memanfaatkan informasi dari
lembaga lain seperti lembaga penyedia data kredit (Credit Bureau). Selaku pusat informasi
kredit, Credit Bureau telah menghimpun, mengolah, mengelola dan mendistribusikan
informasi mengenai antara bank dengan debitur UMKM melalui sistem informasi. Dengan
adanya Credit Bureau, maka bank atau lembaga keuangan dapat mengakses informasi
mengenai debitur yang telah mendapatkan pembiayaan. Informasi ini dapat digunakan
sebagai pendukung percepatan proses analisa dan pengambilan keputusan penyediaan dana.
Informasi ini juga dapat dimanfaatkan dalam menentukan profi l risiko kredit debitur.
Namun bagaimana dengan UMKM yang belum pernah akses kepada pembiayaan
perbankan, yang dengan demikian belum tercatat dalam Sistem Informasi Debitur (SID).
Dalam kaitan dengan inilah, lembaga-lembaga pendukung seperti Lembaga Pemeringkat
Kredit dapat berperan menjembatani gap informasi antara bank dengan UMKM, melalui
penilaian terhadap creditworthiness UMKM, yang dapat digunakan oleh perbankan sebagai
salah satu informasi dalam proses kredit.
Berkaitan dengan implementasi penilaian kredit yang dilakukan secara internal oleh
lembaga keuangan (perbankan), maka informasi dari Lembaga Pemeringkat Kredit dapat
menjadi salah satu komponen yang dinilai oleh kreditur. Penggunaan peringkat kredit dari
Lembaga Pemeringkat Kredit akan mengurangi biaya-biaya yang dapat timbul dalam rangka
penggalian data calon debitur. Hal ini memungkinkan lembaga keuangan untuk melakukan
efi siensi usahanya.
2.5. Manfaat Sistem Pemeringkatan Kredit bagi UMKM dan Bank
Pemeringkatan kredit UMKM memberikan manfaat baik bagi UMKM maupun bagi
perbankan. Manfaat bagi UMKM bukan hanya dalam bentuk perolehan pembiayaan dari
perbankan atau lembaga keuangan, namun juga dalam bentuk motivasi untuk melaksanakan
good governance perusahaan secara lebih baik, karena perusahaan berkepentingan untuk
mempertahankan peringkat yang baik. Selanjutnya mengingat peringkat kredit UMKM
memberikan gambaran (snapshot) mengenai kekuatan dan kelemahan UMKM, maka
peringkat kredit dapat pula digunakan sebagai alat bagi perusahaan untuk melakukan
evaluasi dan langkah perbaikan ke depan.
Manfaat bagi UMKM terkait dengan pembiayaan (Kausal Samphat, 2008):
a. Peringkat kredit meningkatkan kemauan bank dan lembaga keuangan dalam
meningkatkan pinjaman kepada UMKM yang memiliki peringkat kredit yang baik.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia20
b. Peringkat kredit dapat mempersingkat proses kredit.
c. Peringkat kredit memungkinkan UMKM yang memiliki peringkat baik untuk
mendapatkan persyaratan kredit yang lebih menguntungkan (misalnya suku bunga
atau biaya transaksi yang lebih rendah)
d. Peringkat kredit mengurangi problem asymmetric information antara calon debitur dan
bank/lembaga keuangan
e. Peringkat kredit dapat menyederhanakan persyaratan kredit (misalnya jaminan).
Manfaat bagi bank terkait pembiayaan UMKM (Kausal Samphat, 2008):
a. Peringkat kredit meningkatkan persetujuan kredit UMKM oleh perbankan.
b. Peringkat kredit menjamin perlakuan yang sama dan obyektif kepada calon debitur.
c. Peringkat kredit memungkinkan efi siensi operasional perbankan karena analis
perbankan dapat fokus pada rekening-rekening yang bermasalah.
d. Peringkat kredit memungkinkan proses kredit berlangsung lebih cepat.
e. Peringkat kredit mengurangi kredit bermasalah dan eksposur pada kredit bermasalah.
Dari sisi modeling, Altman dan Sabato dalam kajiannya (2005) menemukan bahwa
penggunaan model risiko kredit khusus untuk UMKM memiliki keakuratan prediksi tingkat
gagal bayar yang lebih baik dibandingkan dengan model untuk korporasi (Z-Score Model).
Penerapan model risiko kredit khusus untuk UKM oleh bank yang menggunakan pendekatan
Advanced Internal Rating Based (A-IRB) juga berdampak pada lebih rendahnya besaran
persyaratan modal bank (sekitar 0,5%) dibandingkan jika bank menggunakan model untuk
korporasi (Z-Score Model).
2.6. Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM di berbagai negara
Pemeringkatan kredit untuk UMKM sebagai bagian yang terpisah dari pemeringkatan
kredit untuk usaha besar telah dilaksanakan pada tahun 2005 di Jepang dan India. Beberapa
negara lain yang telah mengimplementasikan jasa pemeringkatan kredit untuk UMKM
antara lain Vietnam, Malaysia, Pakistan, Singapura, Cina, dll.
Di India, SME Rating Agency of India Ltd. (SMERA) yang didirikan pada 5 September
2005, merupakan Lembaga Pemeringkat Kredit pertama di India yang khusus memberikan
peringkat kepada UMKM. SMERA didirikan melalui Program SME Financing and Development
Project yang dilaksanakan oleh SIDBI, yang didukung dana dari Department for International
Development (DFID), UK dan GTZ, German untuk komponen Technical Assistance. Program
ini merupakan kerjasama antara Departemen Keuangan, India dengan World Bank dan
lembaga-lembaga internasional yaitu IBRD, KfW, DFID (UK) dan GTZ (Jerman). Lembaga ini
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT
21
dimiliki oleh Small Industries Development Bank of India (SIDBI), Dun & Bradstreet (D&B)
India, Credit Information Bureau (India) Ltd (CIBIL) dan beberapa bank besar di India.
Di Jepang, Standard & Poor’s bersama dengan The Risk Data Bank of Japan (RDB),
yaitu suatu konsorsium data base yang beranggotakan 50 bank, juga memberikan jasa
peringkat kredit UKM di Jepang dalam skala nasional mulai tahun 2005. Tujuannya
adalah menyediakan benchmark mengenai standar creditworthiness di sektor UKM. Jasa
pemeringkatan kredit UKM ini disebut dengan Japan SME Rating. Untuk memperoleh jasa
ini, UKM di Jepang dapat mendaftarkan diri di perbankan yang menjadi partner Standard &
Poor’s di seluruh negeri sebagai mediator.
Di Pakistan, JCR - VIS Credit Rating Co Ltd. Didirikan oleh Japan Credit Rating Agency
Ltd dan Vital Information Services (PVT) Ltd (VIS), dan mulai beroperasi pada tahun 2007.
Lembaga ini merupakan lembaga di Pakistan yang pertama kali memberikan pemeringkatan
kredit kepada UMKM.
Di negara anggota ASEAN, beberapa negara telah mengimplementasikan Sistem
Pemeringkatan Kredit untuk UKM antara lain Vietnam dan Malaysia. Di Vietnam, pada
tahun 2006 Gubernur Bank Sentral Vietnam, State Bank of Vietnam (SBV) memberikan
wewenang kepada Credit Information Centre (CIC) yang berada di bawah koordinasi SBV
untuk mengimplementasikan analisis kredit dan pemeringkatan kredit terhadap perusahaan
di semua sektor, termasuk BUMN, Perseroan Terbatas, perusahaan swasta. CIC saat ini
sedang mempersiapkan pendirian Vietnam Credit Rating Company yang akan melaksanakan
analisa kredit dan memberikan jasa pemeringkatan kredit kepada perusahaan, menganalisa
dan memberikan peringkat surat berharga perusahaan dan menyediakan informasi kredit
untuk para pengguna.
Di Malaysia, SME Credit Bureau merupakan lembaga pemerintah yang didirikan
pada 3 Juni 2008 sebagai pusat data UMKM dan mengeluarkan jasa pemeringkatan kredit
yang independen bagi UMKM selain jasa credit reports. Tujuan SME Credit Bureau adalah
menyediakan informasi kredit yang lengkap dan dipercaya, sehingga dapat mendorong
akses UMKM kepada keuangan. Lembaga ini juga menyediakan fasilitas untuk membangun
dan meningkatkan creditworthiness UMKM, memberi kesempatan untuk perluasan bisnis
dan tukar menukar informasi dengan UMKM lainnya. Anggota SME Credit Bureau terdiri
dari lembaga keuangan, lembaga pemberi kredit dan UMKM dengan penjualan sampai
dengan RM 25 juta (kurang lebih setara Rp70 milyar, jika MYR 1 = IDR 2.800). Beberapa
lembaga yang berperan dalam pembentukan lembaga ini antara lain Bank Negara Malaysia
selaku Bank Sentral yang memberikan fasilitasi, Credit Guarantee Corporation Malaysia
yang berperan dalam penciptaan skema, dan Suruhanjaya Syarikat Malaysia yang berperan
dalam menyediakan informasi daftar perusahaan, termasuk laporan keuangan. Biaya
keanggotaan diberikan gratis tahun pertama dalam rangka mendorong lebih banyak
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia22
UMKM yang menjadi anggota SME Credit Bureau. Biaya ini berasal dari Credit Guarantee
Corporation Malaysia.
Masing-masing negara tersebut memiliki kriteria UMKM sendiri yang dapat diperingkat.
Di India, peringkat kredit diberikan kepada berbagai sektor termasuk manufaktur, jasa,
perdagangan, namun tidak termasuk Non Bank Financial Companies (NBFCs). Di Vietnam,
pemeringkatan kredit diberikan kepada semua sektor termasuk BUMN, perseroan terbatas,
joint-stock companies, perusahaan swasta, perusahaan asing & partnership, baik yang
listed di bursa maupun unlisted. Di Jepang, pemeringkatan kredit diberikan kepada unlisted
companies dengan penjualan tahunan JPY 1 milyar – JPY 10 milyar. Sedangkan di Pakistan,
pemeringkatan kredit diberikan kepada UMKM dengan kriteria aset, tenaga kerja atau
penjualan tahunan, yang mengacu pada ketentuan State Bank of Pakistan mengenai
Prudential Regulation for SME.
Model pemeringkatan kredit yang digunakan pada umumnya tetap mengacu pada
standar internasional dan diakui oleh lembaga otoritas di masing-masing negara maupun
lembaga internasional. Mengingat karakteristik UMKM yang berbeda dengan usaha yang
lebih besar, pada umumnya model yang digunakan untuk UMKM juga telah dilakukan
penyesuaian.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
23
BAB III SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
3.1. Latar Belakang
Perekonomian India pada tahun 2007/2008, di tengah terjadinya krisis global, masih
tumbuh sebesar 9%. Sumber pertumbuhan ekonomi India berasal dari sektor pertanian
yang tumbuh 4,5% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 3,8%.
Selain itu juga didorong oleh sektor perindustrian, khususnya industri manufaktur yang
tumbuh sebesar 8,8% lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dan sektor
jasa-jasa yang tumbuh sebesar 10,7% lebh rendah dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
11,2%.
Sektor UMKM di India merupakan sektor yang terintegrasi dalam sektor manufaktur.
Sesuai dengan UU mengenai Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (MSME
Development Act) tahun 2006, UMKM di India didefi nisikan berdasarkan jumlah investasi
pabrik dan mesin (plant and machinery) atau peralatan usaha yang dibedakan ke dalam dua
sektor yaitu sektor industri dan sektor jasa-jasa. Lihat Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Klasifi kasi UMKM di India
Klasifikasi Usaha
Jumlah investasi*
Sektor manufaktur(plant & machinery)
Sektor jasa-jasa(equipment)
Mikro s.d. USD 50.000 s.d. USD 20.000
Kecil USD 50.000 – USD 1 jt USD 20.000 – USD 0,4 jt
Menengah USD 1 jt – USD 2 jt USD 0,4 jt – USD 1 jt
Sumber : SIDBI *) USD 1 = INR 50
Khusus untuk sektor Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di India meliputi lebih dari 13 juta
yang terdaftar dan 18 juta UMK yang tidak terdaftar (sektor informal). Sektor ini memainkan
peran yang penting dalam perekonomian, khususnya di sektor industri, dimana sektor UMK
menyumbang 39% dari output sektor industri dan 31% dari ekspor nasional. Sektor UMK
menyerap 32,22 juta tenaga kerja yang tersebar di 13,36 juta unit usaha. Selama tahun
2007/2008, sektor UMK tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor
industri dan PDB. Lihat Tabel 3.2.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia24
Tabel 3.2. Kinerja UMK di India
Tahun Jml unitPertumbuhan
Produksi(%)
Pertumbuhan sektor industri
Pertumbuhan PDB (%)
Share thd
ekspor(%)
Penyerapan tenaga kerja
2005/06 12,34 jt 12,3 8 9 32,9 29,98 jt
2006/07 12,84 jt 12,6 10,6 9,6 31,2 31,25 jt
2007/08 13,36 jt 13 8,1 9 NA 32,22 jt
Sumber : SIDBI annual report, 2008, diolah
Dalam cakupan yang lebih besar, yaitu sektor UMKM juga menunjukkan kinerja
serupa. Sektor UMKM mencakup 95% dari total sektor industri, menyumbang kepada
ekspor nasional sebanyak 38%, produksi sektor industri sebanyak 40%, serta menyerap
tenaga kerja sebanyak 42 juta pekerja. Sumbangan UMKM di India terhadap GDP sekitar
17% pada tahun 2009, yang diharapkan akan tumbuh menjadi 22% menjelang tahun
2012. Pertumbuhan sektor industri kecil tercatat sebesar 12,32%.
Namun demikian, kredit kepada UMKM masih terbatas. Kredit dari bank kepada sektor
UMK, yang merupakan bagian yang dominan dalam kredit kepada sektor non-farm, hanya
sebesar 10,9% dan 13,4% dari Adjusted Net Banking Credit (ANBC) bank pemerintah dan
bank swasta (Data Per Maret 2008). Beberapa penyebab terbatasnya aliran kredit kepada
UMKM di India menurut SMERA adalah:
a. Risk averseness, sektor UMKM berkonotasi dengan risiko sehingga bank enggan
membiayai UMKM.
b. Information asymmetry, yaitu informasi yang tidak sama antara UMKM dengan bank.
Kalaupun informasi tersebut ada, kurang dapat diandalkan karena berbagai permasalahan
manajerial UMKM yang terbatas.
c. Alternate avenue, dimana bank memiliki alternatif pembiayaan lain yang menguntungkan
misalnya pembiayaan infrastuktur.
d. Lack of credit appraisal, risk management and monitoring tools, yakni kurangnya
kemampuan bank dalam analisis kredit, manajemen risiko dan alat-alat monitoring kredit
UMKM.
e. Contract enforcement difficulty.
Perbankan di India masih konservatif dalam melakukan pembiayaan kepada UMKM,
dalam arti enggan melakukan pembiayaan jika tidak ada jaminan fi sik. Ditambah lagi adanya
pandangan bahwa petugas bank akan bertanggung jawab atas kinerja kredit nasabah yang
memburuk. Hal ini dapat menjadi faktor penghambat aliran kredit kepada UMKM, terutama
jika perbankan tidak mengetahui kredibilitas UMKM yang mengajukan kredit. Padahal
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
25
UMKM mempunyai kebutuhan agar dapat memperoleh kredit secara cepat, dengan jumlah
yang tepat, bunga yang wajar dan persyaratan jaminan yang lebih ringan.
Untuk mendorong dan memberikan comfort level perbankan dalam melakukan
pembiayaan kepada UMKM maka pemerintah India berinisiatif membentuk lembaga
pemeringkat kredit khusus untuk UMKM. Adanya opini dari pihak ketiga yang independen
mengenai creditworthiness UMKM, diharapkan dapat mendorong perbankan tidak ragu-
ragu dalam membiayai UMKM. Inisiatif ini merupakan bagian dari berbagai program
pemerintah India dalam pengembangan UMKM lainnya misalnya program penjaminan
kredit, penetapan porsi kredit perbankan kepada sektor prioritas, termasuk UMKM, dll.
Lembaga pemeringkat kredit khusus untuk UMKM dianggap akan memberikan
dorongan kepada perbankan dalam menyalurkan kredit kepada UMKM. Selain itu juga,
dengan adanya lembaga tersebut akan memberikan beberapa keuntungan antara lain berupa
pendekatan yang lebih khusus kepada UMKM dan pemahaman yang lebih baik mengenai
karakteristik UMKM. Dengan pemahaman yang lebih baik maka diharapkan lembaga
ini akan dapat menyusun model pemeringkatan kredit yang sesuai dengan karakteristik
UMKM, yang memang tidak sama dengan karakteristik usaha yang lebih besar.
3.2. Pendirian Credit Rating System untuk UMKM (SMERA)
Pendirian Small and Medium Enterprise Rating Agency (SMERA) merupakan inisiatif
Pemerintah India dalam rangka meningkatkan kredit kepada UMKM. Pendirian SMERA
melibatkan berbagai pihak baik donor, regulator maupun perbankan. Inisiasi pendirian
SMERA dilakukan pada 2002-2003 melalui SME Financial Development Project (SMEFDP)
dan mendapatkan dukungan dari beberapa lembaga internasional yaitu World Bank, DFID
UK, dan GTZ, Jerman. Selain SMERA, melalui project ini, Pemerintah India juga mendirikan
credit information bureau yaitu Credit Information Bureau of India Limited (CIBIL).
Sebagai implementing agency dalam pendirian SMERA adalah Small Industries
Development Bank of India (SIDBI). SIDBI adalah lembaga keuangan milik Pemerintah yang
mempunyai tugas melakukan pengembangan UMKM, sehingga SIDBI sebagai lembaga
merupakan lembaga yang paling kredibel dalam pengembangan UMKM di India dan
memahami permasalahan dan karakteristik UMKM. Selain itu, pendirian SMERA juga
melibatkan Dun & Bradstreet (D&B) yang telah berpengalaman selama 165 tahun secara
lintas negara di bidang business information. D&B mulai beroperasi di India pada tahun
1995. D&B memiliki kemampuan dan pengalaman dalam teknologi, jasa pemeringkatan dan
memiliki commercial database berbagai sektor usaha. Data ini, baik data keuangan maupun
data non keuangan, sangat berharga dalam penyusunan model pemeringkatan kredit yang
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia26
dapat diandalkan dan sesuai dengan kebutuhan perbankan. Selain dari D&B, database juga
didapatkan dari SIDBI dan perbankan. Selain itu D&B juga menyediakan technology platform
yang digunakan dalam penyusunan model pemeringkatan kredit SMERA.
Lebih jauh lagi, Pemerintah India juga melakukan komunikasi dan koordinasi dengan
perbankan selaku stakeholders utama SMERA. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin
penerimaan perbankan terhadap hasil pemeringkatan kredit oleh SMERA. Bahkan beberapa
perbankan juga menjadi pemilik saham SMERA. Perbankan menghendaki ketepatan
parameter pemeringkatan kredit, oleh karena itu lembaga yang kredibel menjadi persyaratan
utama agar diterima oleh perbankan karena lembaga tersebut akan senantiasa menerapkan
standar yang baik dalam melaksanakan tugasnya.
Pendirian SMERA sendiri secara resmi dilakukan pada September 2005. SMERA
merupakan satu-satunya lembaga pemeringkat kredit di India yang khusus menyediakan
jasa pemeringkatan kredit untuk UMKM. Saham SMERA dimiliki oleh SIDBI (yang merupakan
lembaga keuangan milik Pemerintah), Dun & Bradsteet dan 11 bank baik bank pemerintah,
bank swasta nasional maupun bank asing. Lihat Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pemegang Saham SMERA
Shareholders Shareholders
1 Small Industries Development Bank of India (SIDBI)
8 Oriental Bank of Commerce
2 Dun & Bradstreet Information Services India Private Limited (D&B)
9 Punjab National bank
3 State Bank of India 10 Standar Chartered Bank
4 Bank of Baroda 11 Union Bank of India
5 Bank of India 12 Canara Bank
6 Citicorp Finance India Ltd. 13 Indian Bank
7 ICICI Bank
www.smera.in
Di India beberapa lembaga pemeringkat kredit yang sudah ada sebelumnya antara
lain CRISIL, Dun & Bradstreet, CARE, dll. Namun belum ada lembaga pemeringkat kredit
yang khusus melayani UMKM. Adanya lembaga pemeringkat kredit khusus UMKM memberi
beberapa keuntungan antara lain:
a. Lembaga pemeringkat melakukan penilaian risiko dan penilaian creditworthiness
UMKM.
b. Memiliki data base yang memadai mengenai UMKM.
c. Memiliki pendekatan yang fokus kepada UMKM.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
27
Keuntungan-keuntungan ini bersumber dari pertimbangan bahwa UMKM memiliki
karakteristik sendiri yang berbeda dengan usaha yang lebih besar. Sehingga memerlukan
metodologi yang berbeda pula.
Upaya mempromosikan SMERA sebagai lembaga baru setelah pendiriannya menjadi
tidak kalah penting karena harus dilakukan banyak sosialisasi dan edukasi kepada stakeholders
dalam rangka meningkatkan awareness dan meyakinkan stakeholders mengenai manfaat
pemeringkatan kredit UMKM baik untuk UMKM sendiri maupun perbankan dalam
membantu meningkatkan akses UMKM kepada pembiayaan. Upaya ini membutuhkan
waktu (+2 – 2,5 tahun) dan membutuhkan dana yang tidak sedikit. Untuk kegiatan ini,
SMERA mendapatkan bantuan dari World Bank. Selain itu, model pemeringkatan SMERA
juga harus mendapatkan validasi dari perbankan. Sehingga model pemeringkatan kredit
dan parameter yang dikeluarkan harus cukup akurat dalam mengukur tingkat gagal bayar
debitur UMKM, dan sesuai dengan kebutuhan perbankan. Oleh karena itu SMERA melakukan
kerjasama dengan perbankan dalam pengujian model pemeringkatan kreditnya.
Peringkat kredit dari lembaga pemeringkat kredit eksternal bagi perbankan dapat
menjadi faktor pelengkap karena perbankan India telah menerapkan internal rating kepada
calon debiturnya. Peringkat kredit yang baik dari lembaga independen bagi bank akan
memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Memberi tambahan kenyamanan (comfort) dan keyakinan (confidence) perbankan dalam
memberikan kredit kepada UMKM.
b. Merupakan pelengkap dan pendukung (supplements and supports) dalam memutuskan
permohonan kredit.
c. Hasil peringkat merupakan penilaian yang independen dan obyektif dari lembaga
eksternal.
d. Proses pemeringkatan sesuai dengan norma-norma dalam ketentuan Basel II.
Bagi UMKM, pemeringkatan kredit dari lembaga independen akan memberikan beberapa
keuntungan sbb.:
a. Memberikan masukan bagi UMKM mengenai keunggulan dan kelemahannya.
b. Memberi kesempatan bagi UMKM yang memiliki peringkat baik untuk mendapatkan
syarat-syarat kredit yang menguntungkan baginya, misalnya beberapa bank bersedia
memberikan keringanan bunga antara 0,5% s.d. 1,5%.
c. UMKM yang diperingkat memperoleh D&B D-U-N-S Number yang telah dikenal secara
internasional sebagai angka identitas suatu perusahaan
Manfaat pemeringkatan kredit bagi UMKM dinyatakan secara jelas oleh salah satu
pengusaha yang dikunjungi dalam program ini dan mendapatkan peringkat dari SMERA
(SMI Coated Products Pvt. Ltd.). Manfaat tersebut antara lain dengan peringkat kredit
dari SMERA secara otomatis UMKM juga mendapatkan yang memudahkan UMKM dalam
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia28
melakukan ekspor. Selain itu UMKM juga mendapatkan suku bunga yang lebih rendah
(0,5%) dari krediturnya. Peringkat kredit juga dimanfaatkan oleh UMKM untuk melakukan
perbaikan-perbaikan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan.
Sementara itu Bank of Baroda sebagai pengguna hasil pemeringkatan kredit
UMKM menyatakan bahwa peringkat kepada UMKM dari lembaga independen memberi
tambahan keyakinan bank dalam pembiayaan kepada UMKM dan dapat membantu bank
mempertahankan kualitas kredit yang disalurkan. Bank of Baroda telah memiliki internal
rating sendiri, namun tetap memberi pengakuan pada peringkat kredit yang dikeluarkan
oleh SMERA karena menganggap bahwa peringkat oleh SMERA memiliki parameter yang
tepat. Lebih jauh, Bank of Baroda bersedia memberikan keringanan bunga bagi UMKM
yang memiliki peringkat baik. Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Bank of India.
3.3. Aspek Operasional Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM
3.3.1. UMKM yang Diperingkat
UMKM yang diperingkat adalah UMKM yang berasal dari sektor manufaktur,
jasa maupun perdagangan. Pada umumnya UMKM tersebut merupakan UMKM yang
sudah pernah berhubungan dengan bank, namun dengan peringkat kredit UMKM
tersebut dapat memperoleh keuntungan berupa penurunan bunga dari bank apabila
peringkatnya baik. Selain itu, pemeringkatan juga tidak dilakukan terhadap UMKM
yang merupakan usaha baru. Hal ini disebabkan oleh karena pemeringkatan kredit
memerlukan database pada periode sebelumnya (historical data).
3.3.2. Kelembagaan
Lembaga pemeringkat khusus UMKM di India didirikan dengan fasilitasi
pemerintah (melalui SIDBI) bersama dengan D&B, sebuah perusahaan penyedia
informasi bisnis global, dan perbankan di India. Beberapa lembaga pemeringkat lain
yang merupakan lembaga yang terafi liasi dengan lembaga pemeringkat global seperti
Credit Rating Information Services of India Limited (CRISIL) yang terafi liasi dengan
Standard & Poor’s, atau merupakan lembaga pemeringkat lokal seperti Credit Analysis
& Research Limited (CARE) juga melakukan Pemeringkatan kepada UMKM.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
29
Namun satu-satunya lembaga yang secara khusus melakukan pemeringkatan
untuk UMKM saat ini adalah SMERA. Sebagai lembaga yang relatif baru, SMERA
melakukan kerjasama dengan 26 Bank/Asosiasi melalui penandatanganan
Memorandum of Understanding (MOU). MOU ini merupakan salah satu cara agar bank
menerima hasil pemeringkatan SMERA sebagai pelengkap dalam proses pengambilan
keputusan kredit kepada UMKM, dan memberikan insentif kepada UMKM yang
memiliki peringkat baik. Namun demikian bank yang tidak memiliki MOU dengan
SMERA juga mempertimbangkan peringkat oleh SMERA dalam analisis kreditnya.
SMERA memiliki kantor-kantor cabang di beberapa kota utama di India seperti
Mumbai, Chennai, Coimbatore, Bangalore, Delhi, Ahmedabad, Kolkata. Jumlah
pegawai kurang lebih 80 orang belum termasuk 50 orang koresponden di berbagai
daerah yang melakukan site verification. Bidang keahlian para analis SMERA meliputi
bidang keahlian perbankan, ekonomi dan industri. Struktur organisasi Operation
Departement SMERA lihat Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Struktur Organisasi Operation Department SMERA
Sumber: SMERA
3.3.3. Prosedur Pemeringkatan
Prosedur pemeringkatan pada dasarnya terdiri dari beberapa langkah sbb.:
1. Permohonan dari UMKM
Permohonan wajib menggunakan format yang telah ditentukan dengan
melampirkan dokumen yang disyaratkan, disampaikan kepada lembaga
pemeringkat melalui kantor terdekat atau secara online melalui website.
Through the Ranks
Senior Business Analysts Industry Research Analysts
Rating Administration
Economic AnalystsBusiness Analysts
Professional al
Quality Manager
QC II Team
QC I Team
Junior Executives
Head Operations
Manager
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia30
Permohonan pemeringkatan dapat berasal dari rekomendasi bank atau
merupakan kehendak UMKM sendiri. Bank juga dapat melakukan permohonan
pemeringkatan untuk UMKM tertentu.
2. Kunjungan/wawancara dengan manajemen UMKM
Wawancara dengan manajemen dilakukan melalui tim analis lembaga
pemeringkat atau untuk SMERA dapat dilakukan melalui koresponden SMERA di
lokasi terdekat dengan UMKM tersebut. Penggunaan koresponden oleh SMERA
dimaksudkan untuk menekan biaya.
3. Analisis informasi dari UMKM oleh tim analis
Tim Analis berasal dari berbagai keahlian yaitu industri, perbankan dan ekonomi,
dan dapat merupakan pegawai organik atau melibatkan tenaga ahli dari luar.
4. Pemberian peringkat UMKM.
Peringkat UMKM ditetapkan dan dikirimkan kepada UMKM setelah UMKM
memberikan persetujuan atau verifi kasi informasi atas hasil analisis tersebut. Jika
pemeringkatan diajukan oleh bank maka peringkat tidak akan dipublikasikan
dan laporan akan disampaikan kepada bank, sedangkan kepada UMKM yang
dinilai akan dikirimkan sertifi kat hasil pemeringkatan saja.
Contoh proses pemeringkatan di SMERA lihat Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Proses pemeringkatan oleh SMERA
Sumber: SMERA
Entity Rating
Rating Request SMERA Correspondents
Questionnaire
Request forInterview and
site visit
ROC Information
Third Party Data-e.g. Litigation Information
Conducts Site Visit and Interviews Management
IndustryAssessment
and Cluster Data
Entity
External Data
Documentation, Audited results and Certified Projection
Site VisitAssessment
Report
Documents Obtained
Rating Model
Rating Analyst
Rating Committee Final Rating &Dissemination
SMERA Database
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
31
Proses pemeringkatan pada umumnya berlangsung antara 4-6 minggu.
Peringkat pada umumnya valid selama 1 tahun, sepanjang tidak terjadi perubahan
kondisi UMKM secara drastis. Peringkat dimaksud tidak secara otomatis diperbaharui
oleh lembaga pemeringkat (one-time exercise) dan UMKM harus mengajukan
pembaharuan hasil kepada lembaga pemeringkat.
3.3.4. Data/Parameter dan Teknologi
Parameter pemeringkatan oleh SMERA meliputi 2 indikator yakni :
1. Indikator Skala Usaha (Size Indicator) – pemeringkatan dilakukan berdasarkan
skala dan segmen industri yang sama.
2. Indikator Penilaian Komposit (Composite Appraisal/Condition Indicator) –
penilaian komposit berdasarkan parameter keuangan dan non keuangan.
Pemeringkatan UMKM dilakukan berdasarkan pada skala usaha sehingga
tiap UMKM akan dievaluasi diantara UMKM yang memiliki skala usaha sama (peer
evaluation), untuk memastikan agar perusahaan skala yang lebih kecil tidak akan
dirugikan.
Parameter aspek keuangan dan aspek non keuangan lihat Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Parameter Peringkat UMKM oleh SMERA
Sumber: SMERA
Penilaian terhadap aspek keuangan meliputi beberapa rasio sbb.:
1. Solvency ratio : current ratio, quick ratio, A/C payable days, collection period
(days)
2. Liquidity ratio : sales to assets, sales to net working capital
3. Profitability ratio : Interest coverage ratio, debt-equity ratio, fixed assets to
networth
4. Activity ratio : operating profit ratio, net profit margin ratio, return on networth,
return on capital employed
Rating Factor Scheme
Financial
Marketing Network
Industry and Macro-Economic Assessment
Legal Issues
Management Quality
Location Advantage
Current Ratioe.g. Debt-Equity RONW AssetTurn over
ActivityRatios
Profi tabillityRatios
LiquidityRatios
SolvencyRatios
Non-Financial
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia32
Sedangkan aspek non keuangan meliputi antara lain beberapa rasio sbb. :
1. Kualitas manajemen
Kualitas manajemen menjadi penting dalam penilaian rating UMKM karena tidak
seperti usaha besar, kinerja UMKM seringkali tergantung pada kompetensi si
pengelola, termasuk melihat bagaimana hubungan UMKM dengan pemasok dan
pelanggan.
2. Location advantage
3. Jaringan pemasaran
4. Legal issues
5. Penilaian terhadap kinerja industri dan kondisi makro ekonomi
Selain itu, lembaga pemeringkat juga akan mempertimbangkan informasi dari
kreditur bank mengenai UMKM yang bersangkutan.
Parameter-parameter tersebut diolah dengan model pemeringkatan yang
technology platform-nya disediakan oleh D&B. Model pemeringkatan untuk UMKM
memiliki karakteristik yang lebih sederhana dibandingkan dengan model untuk usaha
yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena tidak terlalu banyak informasi dan data
yang tersedia di level UMKM.
Penyusunan model perlu mempertimbangkan kebutuhan, harapan dan
hambatan perbankan dalam penyaluran kredit UMKM dan bagaimana perbankan
melihat kebutuhan akan peranan lembaga pemeringkat independen dalam
pemeringkatan UMKM. Oleh karenanya sangat penting untuk membangun model
pemeringkatan yang tepat dan terus melakukan perbaikan model dari waktu ke
waktu. Dalam membangun model juga perlu terlebih dahulu dipastikan defi nisi UMKM
karena seringkali perbankan mempunyai defi nisi yang berbeda dengan Pemerintah.
3.3.5. Output/Hasil Pemeringkatan
Hasil pemeringkatan UMKM yang dikeluarkan oleh SMERA yaitu SME Rating,
mengacu pada SMERA, merupakan uraian mengenai beberapa hal sebagai berikut:
1. Fitur UMKM pada aspek keuangan dan non keuangan
2. Analisis mengenai faktor kekuatan dan kelemahan UMKM
3. Gambaran secara industri
4. Komentar mengenai hasil kunjungan ke lokasi UMKM
Peringkat dinyatakan dalam simbol-simbol tertentu dengan angka yang
menunjukkan penilaian komposit dari aspek keuangan dan non keuangan.
Selanjutnya mengingat pemeringkatan dilakukan dengan peer evaluation, maka hasil
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
33
pemeringkatan akan dinyatakan dalam simbol yang menandakan (1) Indikator skala
usaha dan (2) Indikator penilaian komposit. Lihat Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Indikator Pemeringkatan UMKM oleh SMERA
Indikator Skala Usaha’(berdasarkan omset)*
Indikator Penilaian Komposit
A : USD 4 juta ke atas 1 : Tertinggi
B : USD 1 juta – USD 4 juta 2 : Tinggi
C : USD 20.000 – USD 1 juta 3 : Diatas rata-rata
D : < USD 20.000 4 : Rata-rata
5 : Dibawah rata-rata
6 : Tidak memadai (Indequate)
7 : Rendah
8 : Terendah
*) USD 1 = INR 50
Sumber: www.smera.in
Dengan demikian peringkat yang dinyatakan dengan simbol “SMERA D1”
mempunyai arti UMKM dengan omset kurang dari USD 20.000, diberikan peringkat
tertinggi untuk indikator kompositnya.
Simbol ini merupakan hasil pemeringkatan dengan “SME Rating” yang
tidak mendapatkan subsidi dari Pemerintah. Selain “SME Rating” ini, SMERA juga
menerapkan skema rating dengan subsidi pemerintah yang ditujukan untuk Small
Scale Industry (SSI) unit. Lihat sub bab mengenai “Skema peringkat khusus bersubsidi
Pemerintah (Performance & Credit Rating Scheme)”.
Sampai dengan saat ini, SMERA telah melakukan pemeringkatan terhadap
4.000 UMKM, dimana sekitar 25% dari klien SMERA menerima persyaratan kredit
yang lebih menguntungan dari krediturnya. Distribusi UMKM yang telah diperingkat
lihat Tabel 3.5.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia34
Tabel 3.5. Distribusi UMKM yang Diperingkat SMERA Berdasarkan Industrinya
INDUSTRI %
Auto Ancillary 6,8
Chemical 3,5
Electrical & Engineering goods 20,3
Food and Agro 3,8
IT & ITES 3,1
Manufacturing - Sundry 13,7
Mechanical 3,6
Metals & Metal Products 6,1
Others 13,9
Paper and packaging 3,5
Pharmaceutical 4,5
Plastic 6,9
Rubber 1,7
Textile 8,7
TOTAL 100
Sumber: SMERA
Jenis-jenis jasa pemeringkatan yang ditawarkan oleh SMERA adalah :
1. SME Ratings
2. NSIC-SMERA-D&B Ratings
3. New Enterprise Ratings, untuk usaha yang baru berjalan 1 tahun.
4. Greenfield Ratings untuk usaha baru, dan Brownfield Ratings untuk ekspansi usaha
yang dilakukan oleh perusahaan yang telah ada sebelumnya.
5. Microfinance Institutions Ratings, untuk lembaga keuangan mikro
6. Portfolio Risk Analysis
7. Educational Institute Ratings.
Biaya pemeringkatan untuk skema rating non subsidi (SME Ratings) lihat Tabel 3.6.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
35
Tabel 3.6. Biaya Pemeringkatan untuk Skema Peringkat SMERA Non Subsidi
Kategori
(Omset)*Biaya Pajak Total Biaya
< USD 100.000 USD 600 USD 61,8 USD 661,8
USD 100.000 – USD 400.000 USD 720 USD 74,16 USD 794,16
>USD 400.000 USD 960 USD 98,88 USD 1.058,88
3.3.6. Skema Peringkat Khusus Bersubsidi Pemerintah (Performance & Credit
Rating Scheme)
Biaya pemeringkatan bagi UMKM dapat menjadi kendala. Oleh karenanya
Pemerintah India merumuskan skema bersubsidi khusus untuk UMKM khususnya
industri skala kecil yaitu ”Performance & Credit Rating Scheme for Small Industries”.
Skema ini tidak hanya menilai creditworthiness, namun juga melakukan penilaian
terhadap kinerja UMKM. Penilaian terhadap aspek financial strength dilakukan dalam
3 skala (1 s.d. 3) sedangkan penilaian terhadap performance capability diukur dalam
5 kategori (1 s.d. 5). Parameter mencakup parameter risiko operasional, keuangan,
usaha dan risiko manajemen. Skala pemeringkatan dengan skema ini terdiri dari 15
skala dan merupakan simbol posisi relatif UMKM satu dengan UMKM lainnya. Matriks
skala peringkat lihat Tabel 3.7.
Tabel 3.7. Skala Peringkat : Performance & Credit Rating Scheme
*) USD 1 = INR 50Sumber: SMERA
Financial strength
High Moderate Low
Perf
orm
ance
ca
pab
ility
Highest SE 1A SE 1B SE 1C
High SE 2A SE 2B SE 2C
Moderate SE 3A SE 3B SE 3C
Weak SE 4A SE 4B SE 4C
Poor SE 5A SE 5B SE 5C
Skema ini dijalankan melalui satu lembaga milik Pemerintah yaitu National Small-
Scale Industry Company (NSIC). Skema ini dilaksanakan melalui beberapa lembaga
pemeringkat kredit yaitu CARE, CRISIL, Dun & Bradstreet, FITCH, ICRA, ONICRA dan
SMERA. Dengan demikian, UMKM dapat bebas menentukan lembaga yang diinginkan,
Sumber: www.smera.in
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia36
namun tetap dapat memperoleh subsidi pemerintah. Peringkat yang dikeluarkan oleh
tiap lembaga pemeringkat harus menyatakan kata NSIC. Sehingga peringkat yang
dikeluarkan oleh misalnya ICRA, disebut dengan “NSIC-ICRA Performance and Credit
Rating”.
Biaya pemeringkatan oleh masing-masing lembaga pemeringkat dapat
berbeda-beda karena memang setiap lembaga memiliki struktur biaya yang berbeda-
beda. Dengan demikian besarnya biaya yang dikenakan kepada UMKM dapat
berbeda-beda untuk setiap lembaga pemeringkat. Adapun besarnya subsidi oleh
pemerintah ditetapkan sebesar 75% dari biaya dengan penetapan maksimal sebesar
jumlah nominal tertentu. Lihat Tabel 3.8.
Tabel 3.8. Subsidi Biaya Pemeringkatan dengan Performance & Credit Rating Scheme
Omset* Biaya yang dapat direimburse kepada Pemerintah
s.d. USD 100.000 75% dari biaya rating, dgn jumlah maksimum USD 500
>USD 100.000 –USD 400.000 75% dari biaya rating, dgn jumlah maksimum USD 600
>USD 400.000 75% dari biaya rating, dgn jumlah maksimum USD 800
Subsidi pemerintah diberikan melalui NSIC setelah pendaftaran laporan
pemeringkatan kepada NSIC oleh masing-masing lembaga. Jumlah biaya yang menjadi
beban UMKM dibayarkan pada saat pendaftaran kepada lembaga pemeringkat. Dalam
hal pemeringkatan tidak dapat dilaksanakan karena tidak lengkapnya informasi dari
UMKM maka 50% dari biaya tersebut akan dikembalikan.
Dalam hal UMKM mengajukan pembaharuan peringkat, maka Pemerintah
India mengajurkan agar biaya pemeringkatan yang dikenakan berkisar sekitar 25% dari
biaya pemeringkatan di lembaga tersebut. Dengan demikian beban yang ditanggung
UMKM akan kurang lebih sama dengan biaya skema pemeringkatan bersubsidi. Hal
yang mendasari argumen ini adalah karena lembaga pemeringkat telah memiliki data
dasar mengenai UMKM tersebut, sehingga pencarian data/informasi tidak dimulai
dari nol, dan dengan demikian biaya yang dikeluarkan akan lebih kecil.
*) I USD = INR 50 Sumber: NSIC
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDIA
37
3.4. Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM
Implementasi Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM di Negara India menekankan
bahwa pendirian sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM harus dapat diterima oleh
pasar. Untuk itu, pembentukan sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM membutuhkan
berbagai prasyarat sebagai berikut :
1. Keterlibatan dan dukungan perbankan.
Dukungan perbankan sangat diperlukan mengingat peran perbankan merupakan
pengguna utama dalam rangka meningkatkan akses UMKM kepada kredit. Dalam hal
ini, perbankan dapat berperan sebagai stakeholders maupun shareholders lembaga
pemeringkat. Selain itu, dukungan perbankan dalam bentuk keringanan dalam persyaratan
kredit (seperti pengenaan suku bunga yang lebih rendah) akan dapat menjadi insentif bagi
UMKM untuk memanfaatkan jasa pemeringkatan. Mengingat peran penting perbankan,
maka harus dilakukan identifi kasi kebutuhan, harapan dan hambatan perbankan dalam
penyaluran kredit UMKM, dan bagaimana perbankan melihat kebutuhan akan peranan
lembaga pemeringkat independen dalam pemeringkatan UMKM.
2. Dukungan teknologi dari lembaga yang reliable, yaitu adanya mitra yang menguasai
teknologi pemeringkatan dan memahami karakteristik UMKM (technology partner).
Aspek teknologi sangat penting dalam pembentukan model yang baik. Terkait dengan
hal tersebut, data base mengenai UMKM yang meliputi aspek keuangan maupun
non keuangan di berbagai sektor juga sangat penting untuk diketahui dalam rangka
mengidentifi kasi parameter yang tepat untuk digunakan dalam model. Ketepatan
parameter pemeringkatan akan menentukan kehandalan model dalam memprediksi
creditworthiness UMKM yang dinilai. Oleh karenanya sangat penting untuk memiliki mitra
yang menguasai teknologi pemeringkatan dan data yang diperlukan dalam membangun
model pemeringkatan yang tepat. Model ini perlu terus dievaluasi dari waktu ke waktu.
Dalam membangun model juga perlu terlebih dahulu dipastikan defi nisi UMKM karena
seringkali perbankan mempunyai defi nisi yang berbeda dengan Pemerintah.
3. Dukungan pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi.
Mengingat faktor biaya dapat menjadi kendala bagi UMKM, maka diperlukan dukungan
pemerintah berupa penyediaan skema khusus bersubsidi untuk UMKM. Dalam hal
ini, Pemerintah terlebih dahulu harus memiliki pemahaman dan keyakinan mengenai
manfaat pemeringkatan kredit dalam membantu UMKM mengakses pembiayaan.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia38
4. Dukungan dari Bank Sentral sebagai otoritas perbankan.
Sebagai otoritas yang mengatur sektor perbankan, dukungan Bank Sentral diberikan
melalui penerbitan master circular kepada perbankan untuk mempertimbangkan
peringkat UMKM oleh lembaga pemeringkat dengan skema khusus. Himbauan ini
merupakan guideline bagi perbankan dalam rangka penyaluran kredit kepada UMKM
dan merupakan prasyarat penting agar model pemeringkatan dapat diterima oleh
perbankan.
5. Kegiatan edukasi secara luas kepada stakeholders.
Kegiatan edukasi kepada stakeholders secara luas diantaranya terhadap asosiasi
pengusaha UMKM, perbankan, dan instansi pemerintah terkait, perlu dilakukan
sejak awal pembentukan Credit Rating System melalui kegiatan seminar, workshop,
pertemuan-pertemuan dengan stakeholders. Kegiatan edukasi terutama ditekankan
pada aspek manfaat pemeringkatan bagi UMKM dan bank dalam meningkatkan akses
kepada pembiayaan. Keberhasilan kegiatan edukasi pada akhirnya akan mendorong
UMKM untuk memanfaatkan jasa pemeringkatan dan penerimaan perbankan dan
stakeholders lain mengenai konsep peringkat kredit UMKM. Di awal pembentukan sistem
pemeringkatan kredit sangat penting dilakukan kemitraan dengan sebanyak mungkin
stakeholders.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dianalisis prasyarat pembentukan Sistem
Pemeringkatan Kredit UMKM di Indonesia dengan berbasis pada kondisi yang diharapkan
dan kondisi yang ada di Indonesia, untuk melihat apakah ada gap antara kedua kondisi
tersebut. Selanjutnya dilakukan identifi kasi upaya-upaya/strategi yang perlu dilaksanakan
agar kondisi yang diharapkan dapat tercapai.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
ANALISIS PRASYARAT PEMBENTUKAN SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDONESIA
39
BAB IVANALISIS PRASYARAT PEMBENTUKAN SISTEM PEMERINGKATAN
KREDIT UNTUK UMKM DI INDONESIA
Analisis prasyarat pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM di Indonesia
dilakukan berdasarkan pada prognosa bahwa pendirian lembaga baru yang memberikan
rating khusus untuk UMKM harus dapat diterima oleh pasar. Dengan tujuan akhir (end)
terbentuknya Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM di Indonesia yang dapat diterima oleh
pasar tersebut, maka strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan
berdasarkan analisis terhadap kondisi saat ini dan strategi (means) yang dapat dilakukan agar
tujuan akhir dapat tercapai. Analisis dilakukan pada masing-masing prasyarat sebagaimana
telah disebutkan pada Bab 3.4.
4.1. Keterlibatan dan Dukungan Perbankan
Saat ini kewajiban bagi bank untuk menerapkan manajemen risiko diatur dalam PBI No.
5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 sebagaimana telah diubah PBI No. 8/4/PBI/2006 tanggal
31 Januari 2006 dan PBI No. 11/15/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009. Salah satu risiko yang harus
di-cover dalam manajemen risiko adalah risiko kredit, dimana dalam risiko ini mencakup
risiko yang bersumber dari aktivitas fungsional bank seperti perkreditan (penyediaan dana),
tresuri dan investasi dan pembiayaan perdagangan. Implementasi manajemen risiko oleh
bank wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha
serta kemampuan bank. Pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur risiko dapat
menggunakan pendekatan standar (standardized approach) sebagaimana direkomendasikan
oleh Basle Committee on Banking Supervision maupun dengan metode pengukuran yang
lebih advanced (internal model). Bank dapat menggunakan sistem dan metodologi statistic/
probabilistic untuk mengukur risiko, misalnya dengan credit scoring tools. Saat ini beberapa
bank umum telah memiliki internal scoring technique. Parameter risiko yang digunakan oleh
bank-bank tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan penilaian masing-masing bank.
Selain itu, saat ini di Indonesia juga terdapat infrastruktur pendukung yang dimiliki
oleh Bank Sentral maupun Pemerintah yang dapat membantu mengurangi asymmetric
information maupun menjembatani akses UMKM kepada keuangan. Lembaga tersebut
antara lain Credit Bureau dan lembaga penjaminan kredit.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia40
Gambar 4.1. Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM : Keterlibatan dan Dukungan Perbankan
Terkait dengan tujuan akhir terbentuknya Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM,
perbankan sebagai stakeholders utama dari Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM diharapkan
bersedia untuk menggunakan peringkat kredit UMKM yang dihasilkan oleh lembaga
pemeringkat eksternal dan merasa confident dengan parameter yang digunakan. Penilaian
risiko kredit secara lebih baik diharapkan dapat mendorong perbankan memberikan
keputusan kredit tidak semata-mata berdasarkan pada aspek agunan, karena asymmetric
information telah direduksi melalui credit rating. Dengan demikian UMKM yang creditworthy
namun tidak memiliki agunan dapat memperoleh kredit.
Sebagaimana di India, lembaga ini idealnya dimiliki secara bersama oleh beberapa
bank sebagai stakeholders utama, agar perbankan mendukung keberadaan lembaga ini dan
memanfaatkan jasa pemeringkatan yang diberikan. Selain itu, sustainability dan kemandirian
lembaga pemeringkat diharapkan dapat terjaga dalam jangka panjang sehingga lembaga
ini perlu menjaga profi tabilitas dan efi siensi usahanya. Oleh karena itu bentuk badan usaha
perlu dikaji agar dapat mendukung tujuan tersebut. Bank Pemerintah diharapkan menjadi
Kondisi saat ini• Terdapat ketentuan
manajemen risiko• Perbankan menggunakan
pendekatan & parameter yg berbeda
Strategi• Peningkatan awareness
dan penyamaan persepsi melalui kegiatan edukasi
Kondisi yang diinginkan• Perbankan memanfaatkan
lembaga pemeringkat kredit eksternal dalam menilai creditworthiness UMKM
Kondisi saat ini• Parameter perbankan
untuk creditworhiness UMKM berbeda-beda
Strategi• Diskusi dan evaluasi
bersama
Kondisi yang diinginkan• Perbankan confident
dg parameter lembaga pemeringkat
Kondisi saat ini• Persetujuan kredit lebih
mengutamakan agunan
Strategi• Reduksi asymmetric
information melalui pemeringkatan kredit
Kondisi yang diinginkan• Agunan hanya pelengkap
Kondisi saat ini• Infrastruktur pendukung
sektor keuangan dimiliki Pemerintah/Bank Sentral, misalnya Credit Bureau, Lembaga Penjamin Kredit, dll
Strategi• Lembaga pemeringkat
dimiliki perbankan, khususnya Bank pemerintah
• Perlu adanya ketentuan pendukung
Kondisi yang diinginkan• Sustainability &
kemandirian lembaga pemeringkat
• Dukungan perbankan thd keberadaan lembaga pemeringkat
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
ANALISIS PRASYARAT PEMBENTUKAN SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDONESIA
41
leading sector mengingat perannya sebagai perusahaan publik. Dukungan Pemerintah
dapat pula diberikan terutama pada awal pembentukan lembaga pemeringkat.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, beberapa strategi yang perlu dilaksanakan
adalah:
1. Program edukasi kepada perbankan dalam rangka penyamaan persepsi mengenai
peranan lembaga pemeringkat eksternal dalam menjembatani akses UMKM kepada
keuangan sebagai pelengkap proses manajemen risiko oleh internal perbankan.
2. Mendorong perbankan pemerintah untuk menjadi shareholders lembaga pemeringkat.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diidentifi kasi perlu tidaknya ketentuan yang
terkait dengan kepemilikan bank pemerintah pada lembaga ini.
3. Dalam rangka mencapai kesepakatan mengenai parameter yang digunakan dalam
model pemeringkatan maka perlu dilakukan diskusi bersama antara perbankan, lembaga
pemeringkat dan Bank Sentral. Parameter tersebut kemudian perlu dievaluasi secara
terus menerus.
4.2. Dukungan Technology Partner
Penyusunan metode pemeringkatan memerlukan technology platform tertentu.
Oleh karena itu peran partner yang menguasai technology platform (vendor) tersebut
menjadi penting dalam menyusun metode pemeringkatan yang baik. Metode tersebut
harus sesuai untuk menilai creditworthiness UMKM dengan kaidah yang berlaku secara
internasional agar dapat pula dijadikan sebagai acuan bagi implementasi di level ASEAN.
Metode pemeringkatan ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perbankan
domestik dalam mendukung analisis kredit kepada UMKM, dan dapat menjadi benchmark
bagi perbankan domestik dalam penilaian creditworthiness UMKM
Saat ini beberapa potensi untuk terciptanya metode pemeringkatan yang baik telah
ada meliputi adanya sumber data base UMKM seperti Credit Bureau, perbankan, BPS, dll.
Selain itu, adanya lembaga pemeringkat di Indonesia juga bermanfaat untuk kemitraan di
masa depan, walaupun saat ini diketahui lembaga tersebut belum melakukan pemeringkatan
kepada UMKM.
Beberapa strategi yang perlu dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Vendor yang dipilih diharapkan yang memahami karakteristik UMKM dan berpengalaman
dalam menyusun metode pemeringkatan UMKM. Oleh karena itu, terlebih dahulu perlu
pendefi nisan UMKM yang dapat diberikan peringkat secara jelas.
2. Penguasaan metode pemeringkatan oleh lembaga pemeringkat untuk mengurangi
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia42
ketergantungan kepada vendor. Metode pemeringkatan juga perlu terus dilakukan
evaluasi dan perbaikan untuk menjaga keakuratan pengukuran creditworthiness.
3. Perlu pendekatan dan kerja sama dengan berbagai pihak untuk secara bersama-sama
memanfaatkan database yang ada dalam penyusunan model pemeringkatan untuk
kepentingan UMKM Indonesia.
4. Perlu diatur mengenai aspek kerahasiaan data yang ada (anonymity). Hal ini dilakukan
untuk melindungi kerahasiaan data individual dan menghindari penyalahgunaan data.
5. Karena pemeringkatan kredit memiliki peran penting dalam sistem keuangan, maka
kualitas pemeringkatan harus dijaga, antara lain dengan menjaga reputasi lembaga
pemeringkat. Terkait dengan hal tersebut, persaingan yang terlalu tajam (severe
competition) dalam industri pemeringkatan kiranya perlu dicegah agar tidak terjadi
penurunan kualitas peringkat yang dihasilkan oleh lembaga pemeringkat (Bo Becker and
Todd Milbourn, 2009)
Gambar 4.2. Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM : Dukungan technology partner
4.3. Dukungan Pemerintah
Keberpihakan pemerintah kepada UMKM antara lain tercermin dengan diterbitkannya
UU No. 20 tahun 2008 tanggal 4 Juli 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Berdasarkan UU tersebut, pemberdayaan UMKM mencakup 2 hal pokok yaitu :
1. Penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah; dan
2. Pengembangan dan pembinaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Kondisi saat ini• Terdapat beberapa
metode pemeringkatan• Rating belum dilakukan
kpd UMKM
Kondisi saat ini• Sumber data base terbatas pada Sistem
Informasi Debitur (SID)
Strategi• Vendor yg
berpengalaman • Penguasaan metode
rating • Defi nisi UMKM secara
jelas
Strategi• Pendekatan &
kesepakatan dg berbagai pihak
• Pengaturan kerahasiaan data (anonymity)
Kondisi yang diinginkan• Metode pemeringkatan
sesuai UMKM• Memakai kaidah
internasional• Metode rating menjadi
benchmark pemeringkatan penilaian creditworthiness UMKM di Indonesia
• Menjadi acuan ASEAN
Kondisi yang diinginkan• Metode pemeringkatan
sesuai UMKM• Metode pemeringkatan
bermanfaat bagi bank domestik
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
ANALISIS PRASYARAT PEMBENTUKAN SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDONESIA
43
Dalam rangka penumbuhan iklim usaha, pemerintah menetapkan peraturan
perundangan-undangan dan kebijakan yang meliputi beberapa aspek berikut:
1. Pendanaan;
2. Sarana dan prasarana;
3. Informasi usaha;
4. Kemitraan;
5. Perizinan usaha;
6. Kesempatan berusaha;
7. Promosi dagang; dan
8. Dukungan kelembagaan
Sedangkan pengembangan dan pembinaan UMKM, dilakukan melalui fasilitasi
pengembangan usaha dalam bidang sebagai berikut:
1. Produksi dan pengolahan;
2. Pemasaran;
3. Sumber daya manusia; dan
4. Desain dan teknologi
Pada aspek pendanaan, kebijakan Pemerintah ditujukan antara lain untuk memfasilitasi
UMKM untuk dapat mengakses kredit pembiayaan, sedangkan pada aspek sarana dan
prasarana ditujukan antara lain untuk memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi
usaha mikro dan kecil.
Salah satu kebijakan yang telah diberikan dalam rangka meningkatkan akses UMKM
kepada pembiayaan adalah kebijakan pemberian subsidi baik subsidi bunga sebagaimana
diterapkan pada skema Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Selain itu juga terdapat
subsidi imbal jasa penjaminan/premi asuransi sebagaimana diterapkan pada Skim Pelayanan
Pembiayaan Petani (SP3) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Terkait dengan konsep pemeringkatan kredit, subsidi pemerintah menjadi relevan
mengingat keterbatasan keuangan UMKM. Sebagaimana praktek di negara lain,
tanpa subsidi maka UMKM akan sulit menjangkau biaya pemeringkatan oleh lembaga
pemeringkat. Padahal peringkat kredit UMKM dapat membuka peluang UMKM kepada
pembiayaan perbankan, disamping bermanfaat sebagai evaluasi kinerja UMKM itu sendiri.
Selanjutnya mengingat kemampuan UMKM akan sangat bervariasi berdasarkan skala
usahanya, kebijakan Pemerintah perlu mempertimbangkan skala UMKM yang mendapat
subsidi, besarnya subsidi, jangka waktu dan persyaratan lainnya yang disesuaikan dengan
kemampuan keuangan pemerintah. Mengingat pembentukan sistem pemeringkatan kredit
terkait dengan banyak stakeholders maka Pemerintah perlu mengambil peran fasilitasi
pembentukan/koordinasi antar lembaga tersebut. Pemerintah dapat pula memberikan
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia44
dukungan pada lembaga pemerintah di awal pembentukannya agar lembaga tersebut
dapat beroperasi.
Oleh karena itu, beberapa strategi yang dapat dilaksanakan adalah penyaluran subsidi
Pemerintah melalui dana pada beberapa lembaga misalnya Lembaga Pengelola Dana Bergulir
(LPDB), anggaran masing-masing departemen, maupun dana Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL) BUMN. Untuk mengkoordinasikan skema pemeringkatan kredit kepada
UMKM perlu ditunjuk suatu lembaga sebagai coordinating agency, yang akan melakukan
fungsi penatausahaan, penatalaksanaan, koordinasi, monitoring dan evaluasi, bekerjasama
dengan lembaga pemeringkat yang menjadi pelaksana skema tersebut. Last but not least,
Pemerintah dapat mengeluarkan ketentuan yang terkait, misalnya mengatur agar lembaga
keuangan yang menyalurkan dana pinjaman diprioritaskan kepada UMKM yang telah
memiliki peringkat
Gambar 4.3. Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM :
Dukungan Pemerintah
4.4. Dukungan Bank Sentral
Sebagaimana telah diuraikan pada sub bab 4.2.1. sejalan dengan ketentuan
Basel Committee on Banking Supervision, Bank Indonesia mewajibkan perbankan untuk
menerapkan manajemen risiko. Dengan telah dipublikasikannya New Capital Accord (Basel
II), Bank Indonesia juga akan mengadopsi ketentuan dimaksud dan diberlakukan pada
perbankan di Indonesia. Sesuai Basel II dimaksud, untuk perhitungan risiko kredit dalam
Kondisi saat ini• Program subsidi
Pemerintah (subsidi bunga dan subsidi tarif premi penjaminan)
• Terdapat UU UMKM• Program Departemen/
BUMN untuk UMKM• Belum ada ketentuan
yang mendukung pemeringkatan UMKM
Strategi• Menugaskan lembaga
milik Pemerintah sebagai coordinating agency skema bersubsidi
• Ketentuan terkait
Kondisi yang diinginkan• Pemerintah memberikan
subsidi biaya pemeringkatan dengan skema tertentu
• Fasilitasi pembentukan lembaga pemeringkat
• Dukungan kepada lembaga pemeringkat di awal pembentukan
• Enforcement bagi lembaga penyalur dana untuk memanfaatkan hasil pemeringkatan
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
ANALISIS PRASYARAT PEMBENTUKAN SISTEM PEMERINGKATAN KREDIT UNTUK UMKM DI INDONESIA
45
rangka penghitungan minimum capital requirements, perbankan dapat menggunakan
2 pendekatan yaitu standardized approach dan internal rating-based approach. Pada
standardized approach, bobot risiko akan ditetapkan berdasarkan peringkat yang dikeluarkan
oleh lembaga pemeringkat yang diakui otoritas pengawas. Sedangkan internal rating-based
approach menggunakan model internal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan otoritas
pengawas.
Saat ini kebijakan Bank Indonesia terkait pembiayaan kepada UMKM dalam kerangka
Basel II saat ini masih dalam proses perumusan, mengingat adopsi Basel II masih memberikan
ruang bagi otoritas perbankan untuk memberlakukan diskresi. Namun demikian dukungan
yang diharapkan dari Bank Sentral selaku otoritas pengawas bank antara lain adalah
memberikan insentif bagi perbankan yang memanfaatkan lembaga pemeringkat dalam
pembiayaan UMKM atau melakukan evaluasi terhadap metode pemeringkatan yang
dilakukan agar sesuai dengan ketentuan manajemen risiko. Dukungan ini kiranya dapat
diwujudkan dalam bentuk ketentuan.
Gambar 4.4. Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM: Dukungan
Bank Sentral
4.5. UMKM
Jumlah UMKM di Indonesia yang sangat banyak masih disertai berbagai kelemahan.
Terkait dengan peringkat kredit, maka salah satu hambatan UMKM adalah masih
terbatasnya kemampuan UMKM dalam menyediakan data, baik data keuangan maupun
non keuangan. Padahal data ini sangat dibutuhkan oleh lembaga pemeringkat dalam
menilai creditworthiness. Transaksi usaha pada umumnya tidak tercatat dengan baik.
Pada beberapa kasus, UMKM enggan membuka data keuangan karena khawatir akan
ada konsekuensi pajak. Selain itu, bagi UMKM konsep peringkat kredit masih relatif baru
sehingga belum mengetahui manfaatnya dalam membantu mengakses pembiayaan.
Kondisi saat ini• Ketentuan manajemen
risiko• Terdapat ketentuan
yang mengatur lembaga pemeringkat surat berharga
Strategi• Penerbitan ketentuan
terkait khusus untuk menghitung risiko kredit bagi UMKM
Kondisi yang diinginkan• Insentif bagi perbankan • Rekomendasi lembaga
pemeringkat kredit
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia46
Gambar 4.5.Analisis Prasyarat Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit UMKM : UMKM
Mengingat target pasar untuk lembaga pemeringkat merupakan faktor penting bagi
keberlangsungan usaha lembaga tersebut, maka kondisi yang dapat mendorong tumbuhnya
industri pemeringkatan adalah kemauan UMKM untuk diperingkat, transparansi UMKM
mengenai data keuangan dan non keuangan usahanya, serta manfaat yang dapat diterima
oleh UMKM yang mendapatkan peringkat kredit.
Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan edukasi dan sosialisasi secara intensif kepada
UMKM melalui asosiasi-asosiasi usaha maupun departemen teknis mengenai manfaat
peringkat kredit dan mendorong terciptanya skema pemeringkatan yang memberikan
manfaat tambahan bagi UMKM. Selanjutnya mengingat beragamnya karakteristik UMKM
di Indonesia baik dari segi sektor, besaran asset atau omset, maka perlu didefi nisikan
terlebih dahulu UMKM yang dapat diberikan peringkat. Hal ini perlu juga disepakati antara
Pemerintah/otoritas dengan perbankan. Diferensiasi skema pemeringkatan UMKM dengan
penciptaan produk pemeringkatan yang tidak hanya memberikan penilaian terhadap
creditworthiness tapi juga terhadap kinerja UMKM, juga dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu cara untuk meningkatkan kinerja UMKM. Sehingga hasil pemeringkatan juga
dapat menjadi masukan bagi UMKM dalam pengembangan usahanya.
Kondisi saat ini• Gap UMKM dengan
perbankan• Konsep peringkat kredit
masih relatif baru bagi UMKM
Kondisi saat ini• UMKM terbatas dlm
menyediakan data• UMKM belum berani
untuk disclosure data• Kemampuan pencatatan
rendah
Kondisi saat ini• Kemampuan monitoring/
follow up hasil evaluasi masih terbatas
Strategi• Sosialisasi dan edukasi • Diferensiasi skema
pemeringkatan• Manfaat tambahan
(Financial identity)
Strategi• Sosialisasi dan edukasi • Pembinaan kepada
UMKM • Defi nisi UMKM
Strategi• Sosialisasi dan edukasi
Kondisi yang diinginkan• UMKM bersedia untuk
diperingkat • UMKM mendapat
manfaat : kredit dg persyaratan lebih baik dan manfaat tambahan lain.
Kondisi yang diinginkan• Transparansi kondisi
UMKM (data keuangan dan non keuangan)
Kondisi yang diinginkan• Kinerja UMKM meningkat
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
47
BAB VKESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
1. Walaupun UMKM mempunyai peran penting dalam perekonomian, namun UMKM
masih menghadapi kendala dalam mengakses pembiayaan dari perbankan, salah
satu penyebabnya adalah keterbatasan informasi perbankan mengenai UMKM yang
potensial dan kelayakan (eligibility) UMKM tsb. Hal ini disebabkan karena bank tidak
selalu dapat memperoleh informasi keuangan yang memadai dan dapat dipercaya
dari UMKM yang belum pernah berhubungan dengan bank mengingat keterbatasan/
ketiadaan catatan keuangan UMKM tersebut. Sehingga terdapat gap informasi antara
perbankan dengan UMKM (asymmetric information).
2. Pemeringkatan kredit dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi asymmetric
information problem antara perbankan dan UMKM.
3. Pembiayaan kepada UMKM memiliki dampak positif bagi bank. Namun demikian
pembiayaan kepada UMKM memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan dengan
pembiayaan kepada usaha besar. Selain itu, UMKM memiliki karakteristik yang
berbeda dengan usaha besar. Oleh karena itu, bank perlu membangun model untuk
mengukur risiko kredit khusus untuk UMKM yang berbeda dengan model untuk
perusahaan besar. Selain itu, instrumen lain seperti pemeringkatan dan scoring untuk
UMKM juga diperlukan oleh perbankan untuk meminimalisir risiko.
4. Pemeringkatan kredit UMKM dapat diberikan oleh lembaga independen.
5. Di beberapa negara, misalnya di India telah terdapat lembaga pemeringkatan khusus
untuk UMKM. Skema pemeringkatan untuk UMKM di India terdapat 2 jenis yaitu yang
skema bersubsidi dan yang tidak bersubsidi. Dalam hal ini Pemerintah India memiliki
kebijakan mendorong pertumbuhan sektor UMKM antara lain melalui pemberian
subsidi biaya pemeringkatan kredit. Di Negara ASEAN, jasa pemeringkatan kredit
untuk UMKM diberikan dengan sistem keanggotaan dan disediakan oleh SME Credit
Bureau.
6. Pemeringkatan kredit memberi bagi UMKM maupun perbankan. Karena dapat
mendorong terjadinya proses intermediasi perbankan kepada UMKM secara lebih
obyektif dan efi sien, cepat dan membantu mengurangi kredit bermasalah. Khusus
bagi UMKM, peringkat kredit dapat meningkatkan posisi tawar yang lebih baik di
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia48
hadapan bank dan dengan demikian dapat memperoleh persyaratan kredit yang
lebih menguntungkan. Bagi bank, pemeringkatan kredit dapat menjadi bagian dari
proses manajemen risiko, khususnya terkait risiko kredit.
7. Pembentukan sistem pemeringkatan kredit di India memerlukan waktu yang cukup
lama dan memerlukan koordinasi yang intensif antar berbagai pemangku kepentingan.
Namun dengan koordinasi yang baik antara pemerintah, Bank Sentral, perbankan,
lembaga keuangan dan asosiasi, maka pembentukan sistem tersebut dapat berjalan
dengan baik.
8. Salah satu faktor yang penting dalam pemeringkatan kredit UMKM adalah masalah
biaya. Di beberapa negara yang telah menerapkan sistem pemeringkatan kredit,
Pemerintah memberikan subsidi biaya pemeringkatan untuk UMKM yang memenuhi
syarat.
9. Sebagaimana di India, pembentukan sistem pemeringkatan kredit di Indonesia
memerlukan koordinasi antara berbagai pihak baik pemerintah, Bank Sentral,
perbankan, lembaga pemeringkat, UMKM dan asosiasi sebagai perwakilan dunia
usaha.
10. Peran masing-masing lembaga tersebut berbeda-beda. Pada level makro, pemerintah
dan Bank Sentral serta legislator diharapkan dapat menciptakan iklim yang kondusif
bagi terwujudnya sistem pemeringkatan kredit di Indonesia. Pada level di bawahnya,
beberapa infrastruktur keuangan yang ada diharapkan dapat pula memberikan
kontribusi sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Pada level mikro, lembaga
keuangan seperti perbankan diharapkan dapat memberikan masukan, memanfaatkan
dan terlibat aktif dalam sistem pemeringkatan kredit. UMKM diharapkan terus
meningkatkan kinerjanya agar dapat bersaing dengan UMKM lainnya dan lebih luas
lagi agar dapat meningkatkan daya saingnya di level yang lebih luas yaitu kawasan
ASEAN dan mengambil keuntungan dari diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015.
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
49
Level mikro: pemanfaatan sistem pemeringkatan kredit dalam pemberian kredit UMKM
Level makro: penciptaan iklim, yg kondusif melalui kebijakan, pengaturan dan pengawasan
Level meso : peran aktif lembaga infrastruktur keuangan dalam mewujudkan sistem pemeringkatan kredit yang credible
Level mikro: peningkatan kapabilitas dan daya saing
Gambar 5.1. Stakeholders Terkait dan Peran dalam Pembentukan Sistem
Pemeringkatan Kredit UMKM
11. Beberapa faktor yang menjadi prasyarat keberhasilan pembentukan sistem
pemeringkatan kredit di Indonesia adalah :
a. Keterlibatan dan dukungan perbankan.
Perbankan diharapkan dapat mengadopsi pengambilan keputusan kredit dengan
sistem pemeringkatan kredit yang dapat mereduksi information asymmetry yang
menjadi salah satu hambatan dalam pembiayaan perbankan kepada UMKM.
Dengan demikian maka pembiayaan kepada UMKM dapat lebih diperluas dan
pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih cepat.
Sustainability dan kemandirian lembaga pemeringkat diharapkan dapat terjaga
dalam jangka panjang sehingga lembaga ini perlu menjaga profi tabilitas dan
efi siensi usahanya. Oleh karena itu bentuk badan usaha perlu dikaji agar dapat
mendukung tujuan tersebut. Namun demikian perbankan, terutama Bank
Pemerintah diharapkan menjadi leading sector mengingat perannya sebagai
perusahaan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan program edukasi dan penyamaan
persepsi kepada perbankan dan koordinasi dalam rangka mencapai kesepakatan
terkait dengan parameter, skema pemeringkatan dan peran dalam kepemilikan
lembaga rating.
Kebi
jakan, Regulasi, Pengawasan
Pemerintah, Bank Indonesia, Le
gislat
or
Infrastru
ktur Keuangan
Credit Rating, Credit Bureaus, T
ec
h Pa
rtne
r
Bank, LKBB
Lembaga KeuanganUMKM
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia50
b. Dukungan technology partner
Penyusunan metode pemeringkatan memerlukan technology platform tertentu.
Oleh karena itu peran mitra (partner) yang menguasai technology platform (vendor)
tersebut menjadi penting dalam menyusun metode pemeringkatan yang baik yang
sesuai untuk UMKM, memakai kaidah yang diakui secara internasional agar dapat
dijadikan acuan bagi implementasi di level ASEAN, bermanfaat bagi bank domestik
dalam mempercepat proses pengambilan keputusan kredit serta memberikan nilai
tambah bagi UMKM.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu pemahaman mengenai karakteristik UMKM,
adanya penetapan defi nisi UMKM yang jelas, pendekatan dan kesepakatan dengan
sumber data base yang diperlukan dalam penyusunan model pemeringkatan,
penetapan aturan kerahasiaan data, serta diferensiasi skema pemeringkatan
kredit yang dapat memberikan nilai tambah bagi UMKM. Selain itu, dalam rangka
menjaga kualitas hasil pemeringkatan, maka persaingan yang terlalu tajam dalam
industry pemeringkatan perlu dihindari.
c. Dukungan pemerintah
Peran pemerintah menjadi sangat penting dalam mendukung terlaksananya
pembentukan sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM. Peran yang dapat
diambil pemerintah adalah penyediaan dana subsidi biaya pemeringkatan
mengingat keterbatasan keuangan UMKM. Mengingat kemampuan UMKM
akan sangat bervariasi berdasarkan skala usahanya, kebijakan subsidi Pemerintah
perlu mempertimbangkan skala UMKM yang mendapat subsidi, besarnya subsidi,
jangka waktu dan persyaratan lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan
keuangan pemerintah. Mengingat pembentukan sistem pemeringkatan kredit
terkait dengan banyak stakeholders maka Pemerintah dapat pula mengambil peran
fasilitasi pembentukan/koordinasi antar lembaga tersebut. Pemerintah dapat pula
memberikan dukungan pada lembaga pemerintah di awal pembentukannya agar
lembaga tersebut dapat segera beroperasi.
Penyaluran subsidi Pemerintah dapat dilakukan melalui dana pada beberapa
lembaga misalnya Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), anggaran masing-
masing departemen, maupun dana Program Kemitraan dan Bina Lingkungan
(PKBL) BUMN. Untuk mengkoordinasikan skema pemeringkatan kredit kepada
UMKM perlu ditunjuk suatu lembaga sebagai coordinating agency, yang akan
melakukan fungsi penatausahaan, penatalaksanaan, koordinasi, monitoring dan
evaluasi, bekerjasama dengan lembaga pemeringkat yang menjadi pelaksana
skema tersebut. Last but not least, Pemerintah perlu mengeluarkan ketentuan yang
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
51
terkait dan enforcement bagi lembaga penyalur dana UMKM untuk memanfaatkan
hasil pemeringkatan UMKM.
d. Dukungan dari Bank Sentral.
Beberapa dukungan yang diharapkan dari Bank Sentral selaku otoritas pengawas
bank adalah memberikan insentif bagi perbankan yang memanfaatkan lembaga
pemeringkat dalam pembiayaan UMKM atau melakukan evaluasi terhadap metode
pemeringkatan yang dilakukan agar sesuai dengan ketentuan manajemen risiko.
Dukungan ini kiranya dapat diwujudkan dalam bentuk ketentuan, khususnya
terkait risiko kredit bagi UMKM.
e. UMKM.
UMKM sebagai target pemeringkatan harus memiliki kemauan dan kebutuhan
untuk diperingkat. Di sisi lain, UMKM perlu didorong untuk lebih transparan
terutama pada aspek keuangan dan non keuangan usahanya. Dengan adanya
pemeringkatan, UMKM juga harus mendapatkan manfaat baik dalam perolehan
pembiayaan maupun peningkatan kinerja usahanya.
Untuk itu, perlu dilakukan kegiatan edukasi dan sosialisasi secara intensif kepada
UMKM melalui asosiasi-asosiasi usaha maupun departemen teknis mengenai
manfaat peringkat kredit dan mendorong terciptanya skema pemeringkatan yang
memberikan manfaat tambahan bagi UMKM. Selanjutnya mengingat beragamnya
karakteristik UMKM di Indonesia baik dari segi sektor, besaran aset atau omset,
maka perlu didefi nisikan terlebih dahulu UMKM yang dapat diberikan peringkat. Hal
ini perlu juga disepakati antara Pemerintah/otoritas dengan perbankan. Mengingat
masih banyaknya keterbatasan UMKM Indonesia, maka upaya pembinaan perlu
terus dilakukan utamanya dalam rangka mendorong good governance.
5.2. Rekomendasi
1. Perlu segera dipertimbangkan untuk mendirikan sistem pemeringkatan kredit (Credit
Rating System) untuk UMKM yang meliputi aspek-aspek:
a. Lembaga pemeringkat UMKM
- Lembaga dapat merupakan badan pemerintah atau swasta dengan dukungan
pemerintah.
- Lembaga dapat merupakan bagian dari Biro Informasi Kredit.
- Lembaga harus didukung oleh partner yang menguasai teknologi pemeringkatan
yang reliable.
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia52
b. Skema pemeringkatan dengan pola subsidi
- Perlu dipertimbangkan skema pemeringkatan dengan subsidi biaya
c. Mewujudkan infrastruktur pendukung
2. Perlu dilakukan sosialisasi dalam rangka peningkatan awareness dan penyamaan
persepsi baik kepada perbankan, UMKM maupun pemangku kepentingan lainnya
mengenai perlunya sistem pemeringkatan kredit untuk UMKM. Upaya ini perlu
dilaksanakan bekerja sama dengan lembaga internasional dengan melibatkan
berbagai asosiasi/instansi.
3. Perlu dilakukan peningkatan kapasitas UMKM khususnya terkait manajemen keuangan
dan laporan keuangan dan mendorong praktek good governance UMKM agar lebih
berdaya saing pada level yang lebih luas, utamanya di level ASEAN.
4. Perlu peningkatan awareness kepada perbankan mengenai manfaat sistem
pemeringkatan kredit dalam rangka memperluas customer base. Selain itu, dengan
adanya implementasi scoring tools oleh beberapa bank, maka diharapkan akan
terdapat alignment dengan metode sistem pemeringkatan kredit oleh lembaga
pemeringkat eksternal.
5. Perlu adanya peran masing-masing stakeholders baik pada level makro, meso
maupun mikro dalam mewujudkan terbentuknya credit rating system untuk UMKM
di Indonesia.
6. Kajian ini diusulkan ditindaklanjuti dengan studi lanjutan dalam kerangka roadmap
sebagai berikut:
Gambar 5.2. Roadmap Pembentukan Sistem Pemeringkatan Kredit untuk UMKM di Indonesia
2009 2010 2011 2012 2013 2014- Kajian
Prasyarat Pembentukan Credit Rating System (CRS) untuk UMKM di Indonesia
- Isu-isu penting terkait prasyarat pembentukan CRS
Studi Kelayakan mengenai CRS untuk UMKM di Indonesia
Uji coba metodologi rating untuk UMKM
Pengajuan proposal dan komunikasi di level ASEAN
Program kampanye dan edukasi
Implementasi
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM 2009 53
Altman, Edward I. dan Gabriele Sabato, 2005, Modelling credit risk for SMEs: evidence
from the US market, Social Science Research Network (SSRN), Working paper, 26
Desember 2005, http://papers.ssrn.com
ASEAN Economic Community Blueprint
ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD) 2004-2014.
Becker, Bo, dan Todd Milbourn, 2009, Reputation and competition: evidence from the
credit rating industry, Harvard Business School Working Paper 09-051, 22 Juli 2009,
http://hbswk.hbs.edu
Cowan, Charles D. dan Adrian M. Cowan, 2006, A survey based assessment of fi nancial
institution use of credit scoring for small business lending, www.sba.gov/advo/
research
Credit & Management System, Inc.,1999, Rules based credit scoring methodology, http://
www.crfonline.org
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Bank Indonesia, 2006, Implementasi
Basel II di Indonesia, September 2006.
Elkhoury, Marwan, 2008, Credit rating agencies and their potential impact on developing
countries, United Nations Conference on Trade and Development Discussion Papers
No. 186, Januari 2008, http://www.unctad.org
Greilich, Ernst, 2009, Credit Rating Model for SME: Concept, Experience and
Recommendation for Implementation in Indonesia, Seminar on Prerequisite for
Implementation of Credit Rating System for SME in Indonesia, Jakarta, 19 Agustus
2009
Krahnen, Jan Pieter dan Martin Weber, 2001, Generally accepted rating principles: A
Primer, Journal of Banking and Finance 25 (2001) 3-23, http://www.elsevier.com
Rhyne, Elisabeth, 2009, Microfinance for Bankers and Investors: Understanding the
opportunities and challenges of the market at the bottom of the pyramid, McGraw
Hill.
Rikkers, Frieda dan Andre E. Thibeault, 2007, The optimal rating philosophy for the rating
of SMEs, Social Science Research Network (SSRN), 27 Februari 2007, http://ssrn.com/
abstact=966322.
DAFTAR PUSTAKA
Kajian Mengenai Prasyarat Pembentukan Credit Rating System untuk UMKM di Indonesia54
Samphat, Kausal, 2008, Enhancing the credibility of MSMEs – Performance & Credit
Rating Sheme, Third Tri-Nation Summit for Small Business Development, 19
November 2008, http://www.nsic.co.in
Standard & Poor’s RatingsDirect, June 3, 2009
Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/19/DPNP tanggal 30 April 2008 perihal Lembaga
Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia.
http://www.sidbi.com
http://www.smera.in
http://www.nsic.co.in
http://www.jcrvis.com.pk
http://www.standardandpoors.com
http://www.smecreditbureau.com.my
DAFTAR WEBSITE
Recommended