View
1.603
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
BAB III
KANKER OVARIUM
3.1 Epidemiologi
Kanker ovarium jarang ditemukan pada usia dibawah 40 tahun. Angka kejadian
meningkat dengan makin tua, yaitu 15-16 per 100.000 pada usia 40-44 tahun, dan paling tinggi
yaitu 57 per 100.000 pada usia 70-74 tahun. Usia median saat diagnosis adalah 63 tahun dan
48% penderita berusia diatas 65 tahun. Belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker
ovarium, sehingga 70% kasus ditemukan pada stadium lanjut.
3.2 Etiologi
Ada beberapa teori tentang etiologi kanker ovarium yaitu:
1. Hipotesis Incessant Ovulation
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Fathalla pada tahun 1972, yang
menyatakan bahwa pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan pada sel-sel ovarium.
Untuk penyembuhan luka yang sempurna diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan
tercapai terjadi lagi ovulasi atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu dan
kacau sehingga dapat menimbulkan transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan dari percobaan binatang dan data
epidemiologi. Hormon hipofisis diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada
beberapa percobaan pada rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar
hormon estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotrofin juga menigkat.
Peningkatan kadar hormon gonadotrofin ini ternyata berhubungan dengan makin
bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsinogenik dimetilbenzatrene
(DMBA) akan menjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah di
ooforektomi, tetapi tidak menjadi tumor jika tikus tersebut telah di hipofisektomi.
Berkurangnya resiko kanker ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai
pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotrofin.
3. Hipotesis androgen
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Rish pada tahun 1998 yang mengatakan
bahwa androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Teori ini
didasarkan pada bukti bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Epitel
ovarium selalu terpapar pada androgenic steroid yang berasal dari ovarium itu sendiri dan
kelenjar adrenal, seperti androstenedion, dehidroepiandrosteron, dan testosterone. Dalam
percobaan invitro androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan
juga sel-sel kanker ovarium epitel dalam kultur sel.
4. Hipotesis progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen ,
progesteron ternyata mempunyai peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium.
Epitel normal ovarium mengandung reseptor progesteron.
Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita pasca menopause
akan meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi
dengan pemberian progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar
progesteron tinggi, menurunkan resiko kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi
menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
5. Paritas
Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan satu paritas yang tinggi memiliki
resiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu denga risiko
relative 0,7. Pada wanita yang mengalami 4 atau lebih kehamilan aterm, resiko terjadinya
kanker ovarium berkurang sebesar 40% jika dibandingkan dengan wanita nulipara.
6. Pil kontrasepsi
Penelitian dari center for disease control menemukan penurunan resiko terjadinya
kanker ovarium sebesar 40% pada wanita usia 20-54 tahun yang memakai pil kontasepsi,
yaitu dengan resiko relative 0,6.
7. Talk
Pemakaian talk pada daerah perineum dilaporkan meningkatkan resiko terjadinya kanker
ovarium dengan resiko relative 1,9%.
8. Ligasi tuba
Pengikatan tuba ternyata menurunkan terjadinya kanker ovarium dengan resiko relatif
0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya akses talk atau
karsinogen lainnya dengan ovarium.
3.3 Gejala Klinis
Pada stadium dini gejala-gejala kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita
kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut.
Mayoritas pemderita kanker ovarium jenis epithelial tidak menunjukkan gejala sampai
periode waktu tertentu. Pada stadium awal kanker ovarium ini muncul dengan gejala-gejala tidak
khas. Bila penderita dalam usia perimenopause, keluhan adalah haid yang tidak teratur. Bila
massa tumor telah menekan kandung kemih atau rectum, keluhan sering berkemih dan konstipasi
akan muncul. Kadang-kadang gejala seperti distensi perut sebelah bawah, rasa tertekan, dan
nyeri dapat pula ditemukan.
Pada stadium lanjut ini gejala-gejala yang ditemukan umumnya berkaitan dengan adanya
asites, metastasis ke omentum, atau metastasis ke usus.
3.4 Tanda Tanda Kanker Ovarium
Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa tumor di
pelvis. Bila tumor tersebut padat, bentuknya irregular dan terfiksir ke dinding panggul,
keganasan perlu dicurigai. Bila di bagian atas abdomen ditemukan juga massa dan disertai asites,
keganasan hampir dapat dipastikan.
Menurut Piver perhatian khusus harus diberikan jika ditemukan kista ovarium
berdiameter > 5 cm karena pada 95% kasus kanker ovarium, tumornya berdiameter > 5 cm.
Dengan demikian, bila tumor sebesar ini ditemukan pada pemeriksaan pelvis, evaluasi lebih
lanjut perlu dilakukan untuk menyingkirkan keganasan, khususnya pada wanita yang berusia >
40 tahun. Jika ditemukan massa kistik berukuran 5-7 cm pada usia reproduksi kemungkinan kista
tersebut suatu kista fungsional yang akan mengalami regresi dalam masa 4-6 minggu kemudian.
Bilateralitas pada kista jinak hanya ditemukan pada 5% kasus, sedangkan pada kista ganas
ditemukan pada 26% kasus. Oleh karena itu, jika ditemukan kista ovarium bilateral harus
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menyingkirkan keganasan termasuk pada penderita
yang masih berusia muda. Berek mengambil batasan ukuran kista 8 cm. jika kista tersebut
berukuran > 8 cm, sangat mungkin kista tersebut neoplasma, bukan kista fungsional. Kista yang
berukuran < 8 cm, dapat dianggap kista fungsional jika pada pemeriksaan ginekologi ditemukan
kista yang mudah digerakkan, kistik, unilateral dan permukaan rata.
Pada penderita pramenopause dengan massa kistik berukuran diameter lebih dari 8-10
cm, besar kemungkinan bahwa kista itu suatu neoplasma, kecuali jika penderita sebelum
pemeriksaaan ini telah meminum klomifen sitrat atau obat-obat lain untuk induksi ovulasi. Pada
penderita pramenopause, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan asalkan kista
tersebut tidak dicurigai ganas. Pengamatan dilakukan tidak lebih dari 2 bulan. Jika massa
tersebut bukan neoplasma, massa tersebut akan menetap atau mengecil pada pemeriksaan
panggul dan USG. Jika makin besar, massa tersebut harus dicurigai sebagai neoplasma dan harus
dilakukan pengangkatan secara operasi.
Pada wanita pascamenopause, ovarium akan menjadi atropi dan pada pemeriksaan
panggul tidak dapat diraba. Jadi bila pada usia ini teraba massa di pelvis, maka massa tersebut
patut dicurigai suatu keganasan. Keadaan ini dahulu disebut postmenopausal palpable
syndrome. Penelitian pada penderita kelompok ini menunjukkan bahwa hanya 3% dari massa
yang teraba di pelvis tersebut yang berukuran kurang dari 5 cm, yang bersiffat ganas.
Pada penderita pascamenopause dengan kista unilateral berukuran kurang dari 8-10 c,
kadar Ca 125 normal, pengamatan untuk waktu tertentu dapat dilakukan. Jika massa tersebut
dicurigai ganas, dengan tanda-tanda massa besar, dominan padat, lengket dengan sekitarnya, dan
bentuknya tidak teratur, tindakan laparatomi harus segera dilakukan.
3.5 Penyebaran Kanker Ovarium
Kanker ovarium dapat menyebar dengan cara sebagai berikut :
1. Penyebaran transcoelomic
Penyebaran dimulai apabila tumor telah menginvasi kapsul. Selanjutnya sel-sel tumor
yang mengalami eksfoliasi akan menyebar sepanjang permukaan peritoneum kavum
abdomen mengikuti aliran cairan peritoneum. Aliran cairan peritoneum itu karena
pengaruh gerakan pernafasan akan mengalir dari pelvis ke fossa paracolica, terutama
yang kanan, ke mesenterium dank e hemidiafragma kanan. Oleh karena itu, metastasis
sering ditemukan di cavum douglasi, fossa paracolica, hemidiafragma kanan, kapsul
hepar, peritoneum usus dan mesterium, omentum. Proses metastasis ini jarang
menginvasi lumen usus, tetapi secara cepat akan menyebabkan usus-usus saling melekat
sehingga dapat menimbulakan ileus obstruktif.
2. Penyebaran limfatik
Penyebaran kanker ovarium dapat juga melalui pembuluh getah bening yang berasal dari
ovarium. Melalui pembuluh getah bening yang mengikuti pembuluh darah di ligamentum
infundibulo pelvikum, sel-sel kanker dapat menyebar mencapai KGB disekitar aorta dan
KGB interkavoaortik sampai setinggi a/v renalis. Melalaui pembuluh getah bening yang
mengikuti pembuluh darah diligamentum latum dan parametrium, sel-sel kanker dapat
pula mencapai KGB di dinding panggul seperti KGB iliaca eksterna, KGB obturatoria,
dan KGB disekitar pembuluh darah hipogastrika
3. Penyebaran hematogen
Penyebaran hematogen kanker ovarium jarang terjadi. Bila terjadi, penyebaran tersebut
dapat ditemukan di parenkim paru dan hepar pada 2-3% kasus.
Penyebaran jauh biasanya terjadi pada penderita dengan asites yang banyak, dan
karsinomatosis peritonel, telah ada metastasis di intraabdomen dan KGB retroperitoneal.
4. Transdiafragma
Cairan asites yang mengandung sel-sel tumor ganas dapat menembus diafragma sebelah
kanan sehingga mencapai rongga pleura. Implantasi sel-sel tumor ganas di rongga pleura
kan menimbulkan efusi pleura. Penemuan sel tumor ganas pada cairan pleura merupakan
salah satu criteria menetapkan penderita kanker ovarium berada di stadium IV.
3.6 Stadium Kanker Ovarium
Stadium kanker ovarium disusun menutut keadaan yang ditemukan pada operasi
eksplorasi. Stadium tersebut menurut International Federation of Gynecologist and Obstenricians
(FIGO) 1987 sebagai beriku:
Stadium I
Pertumbuhan terbatas pada ovarium
Stadium Ia : pertumbuhan terbatas pada satu ovarium, kapsul tumor utuh, tidak ada pertumbuhan
di permukaan ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga
peritonium
Stadium Ib : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak ada pertumbuhan di permukaan
ovarium, tidak ada sel tumor cairan asites ataupun pada bilasan cairan di rongga peritonium
Stadium Ic : tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor dari kapsul tumor pecah,
pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan asite
maupun bilasan rongga peritoneum.
Stadium II
Pertumbuhan pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke panggul
Stadium IIa : perluasan dan/atau metastasis ke uterus dan/atau tuba
Stadium IIb : perluasan ke jaringan pelvis lainnya
Stadium IIc : tumor stadium IIa dan IIb tetapi dengan tumor pada permukaan satu atau kedua
ovarium, kapsul pecah, atau dengan asites yang mengandung sel ganas atau bilasan peritoneum
positif.
Stadium III
Tumor mengennai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan/atau
KGB retroperitoneal atau ingunal positif. Metastasis permukaan liver masuk stadium III. Tumor
terbatas dalam pelvis kecil, tetapi secara histologik terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
Stadium IIIa : tumor terbatas di ppelvisl kecil dengan kelenjar getah bening negative tetapi
secara histologik dan dikonfirmasi secara mikroskopik adanya pertumbuhan di permukaan
peritoneum abdominal.
Stadium IIIb : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di permukaan
peritoneum dan terbukti secara mikroskopik, diameter tidak melebihi 2 cm, dan kelenjar getah
bening negatif.
Stadium IIIc : implan di abdomen >2 cm dan/atau kelenjar detah bening retroperitoneal atau
inguinal positif.
Stadium IV
Pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan
hasil sitologinya positif dimasukkan dalam stadium IV. Begitu juga metastasis parenkim hati.
3.6 Penatalaksanaan
Penatalaksaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi,
fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah pengankatan tumor primer dan
metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti keoterapi, radioterapi, imunoterapi
dan terapi hormon.
3.6.1 Penatalaksanaan Kanker Ovarium stadium I
Penatalaksanaannya adalah terdiri dari histerektomi totalis perabdominam,
salpingoooforektomi bialteralis, apendektomi, dan surgical staging. Surgical staging adalah
suatu tindakan bedah laparatomi eksplorasi yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
perluasan suatu kanker ovarium dengan melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan
dikenai perluasan atau penyebaran kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan
menetukan stadium penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan. Bila pada eksplorasi
secara visual dan palpasi tidak ditemukan penyebarana makroskopis dari kanker, penyebaran
mikroskopis harus dicari dengan melakukan pemerikasaan mikroskopis cairan peritoneum,
biopsy peritoneum, omentektomi, dan linfadenoktomi kelenjar getah bening pelvis dan para
aorta.
Teknik Surgical Staging
Pada penderita tumor ovarium yang dicurigai ganas insisi abdomen hendaklah insisi mediana
atau paramedian yang cukup luas agar memudahkan melakukan eksplorasi rongga perut bagian
atas. Prosedur standar yang harus dilakukan adalah:
1. Insisi mediana melewati umbilicus sampai diperoleh kemudahan untuk melakukan
eksplorasi rongga abdomen atas.
2. Contoh asites atau cairan di cavum dauglas, fosa parakolika kanan dan kiri dan
subdiafragmadiambil sebanyak 20-50 cc untuk pemeriksaan sitologi. Dapat diakukan
dengan alat suntik 20 cc atau 50 cc yang ujungnya telah disambung dengan kateter.
3. Bila tidak ada asites atau cairan di cavum dauglas,pembilasan peritoneum harus
dilakukan dengan memasukkan 50-100 cc larutan faal. Dilakukan pada lokasi Cul de sac,
palakolika kanan dan kiri, hemi difragma kanan dan kiri. Kemudian cairan itu diambil
kembali dengan lat suntik tadi.
4. LAkukan Eksplorasi sistemik
5. Tumor ovarium diangkat sedapatnya in toto dan dikirim untuk pemeriksan potong beku
(frozen section).
6. Bila hasil potong beku ternyata ganas, dilanjutkan untuk pengangkatan seluruh genitalia
interna engan histerektomi total dan salpingooofarektomi bilateral.
7. Untuk mengetahui adanya mikrometastasis dilakukan:
1. Biopsi peritoneum: kavum Douglas, paravesika urinaria parakolika kanan dan
subdiafragma
2. Biopsi perlengketan organ peritoneal
3. Limpadenoktomi sistematik kelenjar getah bening pelvis dan para aorta
4. omentektomi
5. Apendektomi jika tumor jenis musinosum
Jika tindakan surgical staging dilakukan dengan benar disebut dengan complete
surgical staging. Sebaliknya, jika ada langkah-langkah yang ditinggalkan, disebut
incomplete surgical staging.
3.6.2 Penatalaksanaan Kanker Ovarium Stadium Lanjut
Pendekatan terapi pada stadium lanjut mirip dengan stadium I dengan sedikit modifikasi
bergantung pada penyeabran metastasis dan keadaan umum penderita. tindakan operasi
pengankatan tumor primer dan metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi
debulking atau sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi adjuvant
untuk mencapai kesembuhan.
Kebanyakan penderita mendapat kemoterapi adjuvant kombinasi sementara sebagian
penderita yang tumornya berhasil direseksi dengan sempurna mendapat radiasi. Pada penderita
yang telah selesai mendapat kemoterapi tetapi tidak menunjukkan gejal klinis dan radiologis
serta serum CA-125 normal, dilakukan relaparatomi untuk menilai hasil pengobatan. Tindakan
ini disebut second-look laparatomy. Jika masih ditemukan penyakit, second line terapy dapat
diberikan.
Operasi Sitoreduksi
Ada dua teknik sitoreduksi yaitu:
1. Sitoreduksi konvensional
Teknik ini adalah teknik yang biasa dilakukan, yaitu operasi yang bertujuan untuk
menbuang masa tumor sebanyak mungkin dengan menggunakan alat operasi yang lazim
dipakai. dengan operasi ini keberhasilan mereduksi tumor dibedakan atas 2 golongan
yaitu:
Optional debulking : jika diameter sisa tumor setelah operasi kurang dari 2 cm
Suboptional debulking: jika masa tumor sisa lebih dari 2 cm
Griffith dan kawan-kawan menyatakan bahwa terdapat hubungan terbalik antara
survival dengan residu tumor. Pasien dengan optional debulking memilki survival
yang lebih baik yaitu dengan mean-survival 39 bulan, sedang pasien dengan
suboptional debulking adalah 17 bulan dan tidak ada yang hidup lebih dari 26 bulan
2. Teknik baru :
Argon Beam Coagulator
Cavitron ultrasonic surgical aspirator (CUSA)
Teknk laser
Operabilitas operasi Sitoreduksi
Operasi ini dimaksudkan untuk reduksi massa tumor pada kanker ovarium yang
menyebar pada kavum abdomen dan retroperitonium dengan kesadaran bahwa tidak ada harapan
kesembuhan. Apabila ditemukan kondisi berikut, maka kasusnya dianggap inoperable:
Metastasis di parenkim hepar
Metastasis di pancreas
Metastasis di lien pada stadium IV
Metastasis di kelenjar paraaorta di daerah suprarenal
Penetrasi diafragma oleh metastasis
Metastasis di porta hepatis
Infiltrasi dinding abdomen
Metastasis ini harus segera ditentukan agar penderita terhindar dari tindakan operasi yang
luas dan reseksi organ yang berlebihan.
Teknik Sitoreduksi
Dilakkukan dengan langkah-langkah sebagia berikut :
1. Eksplorasi
Setelah membuat insisi mediana yang diperluas sampai melewati umbilicus diambil
cairan asites untuk pemeriksaan sitologi dan dilanjutkan dengan eksplorasi sistematik.
Pada saat ini operator harus dapat menentukan operabilitas kasus tersebut. Bila optimal
debulking tidak akan tercapai, pengankatan omentum dan masa di pelvis akan sangat
bermanfaat untuk mengurangi asites, mengurangi tekanan terhadap organ sekitarnya, dan
meningkatkan rasa nyaman pada penderita.
2. Omentektomi
Bila omentum telah dipenuhi oleh metastasis, omentektomi dapat dilakukan terlebih
dahulu sebelum tumor di daerah pelvis dieksplorasi.Bila terjadi perlengketan dengn lien
terkadang dapat dilakukan dengan splenektomi.
3. Reseksi tumor pelvis
Menggunakan pendekatan retroperitoneal.
4. Reseksi Kelenjar Getah Bening Retroperitoneal
5. Reseksi Organ-organ lain
Reseksi seperti usus halus, rektosigmoid, ureter, vesika urinaria dan lien pada beberapa
kasus harus dilaksanakan.
Kemoterapi
Sejak tahun 1980 kemoterapi dengan cysplatin-based telah dipakai untuk pengobatan
kanker ovarium stadium lanjut. Kemudian, karboplatin, generasi kedua golongan platinum, yang
mempunyai pengaruh sama terhadap kanker ovarium tetapi kurang toksis terhadap system saraf
dan ginjal, kurang menimbulkan nausea, dipakai pula untuk kemoterapi adjuvant, meskipun lebih
toksis terhadap sum-sum tulang. Untuk stadium I atau lanjut dapat diberikan kemoterapi tunggal
atay kombinasi.
Penelitian GOG III oleh McGuire dan kawan-kawan pada kasus dengan suboptimal
debulking memperlihat bahwa pemberian 6 siklus kombinasi sisplatin (75 mg/m2) dan paklitaksel
(135 mg/m2) memberikan hasil yang lebih baik daripada kombinasi sisplatin (75 mg/m2) dan
siklofosfamid (600 mg/m2). Kemoterapi kombinasi yang mengandung paklitaksel mengurangi
mortalitas sebanyak 36%. Data dari penelitian GOG III ini diperkuat oleh penelitian gabungan
dari EORTC (European Organization for the Reseach and Treatment of Cancer), NOCOVA
(Nordic Ovarian Cancer Study Group) dan NCIC ( National Cancer Institute of Canada) pada
penderita dengan optimal debulking dan suboptimal debulking. Pada penelitian ini kelompok
yang mendapat terapi kombinasi dengan paklitaksel, memberikan perbaikan yang signifikan
pada progression free survival dan overall survival, baik pada kelompok penderita dengan
optimal debulking maupun pada kelompok penderita dengan suboptimal debulking.
Penelitian GOG 158 membandingkan efektivitas terapi kombinasi karboplatin AUC 7,5
dan paklitaksel 175/m2 dengan kombinasi sisplatin 75 mg/m2 dan paklitaksel 135mg/m2.
Penelitian ini menghasilkan angka survival yang sama tetapi toksisitas kemoterapi pada
kelompok yang mendapat karboplatin lebih ringan dari kelompok yang mendapat sisplatin.
Toksisitas gastrointestinal dan neurotoksisitas dari kelompok yang mendapat karboplatin lebih
ringan daripada yang mendapat sisplatin.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, protokol kemoterapi yang dianjurkan untuk
kanker ovarium stadium lanjut adalah kombinasi paklitaksel dan karboplatin.
Radioterapi
Radiasi seluruh abdomen atau intaperitoneal radiokoloid dapat menjadi terapi alternatif
pengganti kemoterapi kombinasi pada kasus-kasus tertentu kanker ovarium stadium rendah. Dari
beberapa penelitian oleh GOG dan penelitian multisenter di Italia disimpulkan bahwa pemberian
kemoterapi intraperitoneal radiokoloid 32P bila dibandingkan dengan kemoterapi melfalan,
memberikan survival yang tidak berbeda. Akan tetapi, platimun based chemotherapy
memberikan 84% disease free survival, sedangkan intraperitoneal radiokoloid 32P memberikan
disease free survival 16% (p<0,01). Oleh karena itu, disimpulkan bahwa platimun based
chemotherapy dianjurkan untuk digunakan pada terapi kanker ovarium stadium tendah. Radiasi
seluruh abdomen juga tidak bermanfaat pada kanker ovarium stadium rendah sehingga
dianjurkan untuk tidak digunakan lagi.
Terapi Biologi dan Imunologi
Konsep dasar terapi biologi dan imunologi adalah dengan meningkatkan respons
imunologi, maka akan terjadi regresi tumor. Pemakaian gamma interferon dengan sisplatin dan
siklofosfamid tampaknya bermanfaat. Penelitian penggunaan gamma interferon pada kemoterapi
kombinasi karboplatin dan paklitaksel saat ini sedang berlangsung. Begitu juga penggunaan
antibody monoclonal seperti herseptin her-2/neu sudah dilakukan oleh GOG dan ternyata
responnya rendah.
Pertumbuhan tumor padat untuk menjadi besar dari 1 mm3, membutuhkan
neovaskularisasi. Neovaskularisasi ini juga kelak dapat menjadi jalur perjalanan metastasis sel
kanker. Angiogenesis ini terutama dipicu oleh vascular endothelial growth factor (VEGF).
Dengan terjadinya angiogenesis, akan terjadi pertumbuhan progresif tumor, metastasis, dan
terjadinya rekurensi. Penggunaan obat antiangiogenesis tampaknya member harapan. Pada saat
ini sudah ditemukan antibody monoclonal yang menghambat reseptor VEGF, yaitu anti VEGT
(bevasizumab). Dengan terhambatnya angiogenesis, pertumbuhan tumor akan terhambat dan
akhirnya akan terjadi regresi tumor.
Terapi Hormon
Tidak ada bukti penggunaan terapi hormone saja merupakan terapi primer yang
bermanfaat pada kanker ovarium stadium lanjut.
3.7 Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Kanker Ovarium
Respon pengobatan terhadap kanker ovarium dapat dievaluasi dalam hubungannya
dengan faktor-faktor prognostic. Faktor-faktor prognostic tersebut dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Faktor histopatologi
Jenis histopatologi
Jenis histopatologi tumor sekarang dianggap mempengaruhi prognosis suatu kanker
ovarium. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa karsinoma ovarium jenis clear
cell mempunyai prognosis yang sangat buruk jika dibandingkan dengan kanker
ovarium jenis yang lain.
Diferensiasi tomor
Diferensiasi tumor ternya juga mempengaruhi prognosis. Derajat keganasan kanker
ovarium mempunyai korelasi yang erat dengan derajat diferensiasi jaringan tumornya.
Jika dibandingkan dengan histopatologinya, derajat diferensiasi suatu tumor sangat
mempengaruhi prognosisnya. Penderita kanker ovarium stadium II dengan derajat
diferensiasi tumor baik, prognosisnya lebih baik daripada karsinoma ovarium stadium
I dengan derajat diferensasi tumor buruk. Demikian juga kanker ovarium stadium III
dengan derajat difensiasi baik, prognosisnya lebih baik dari kanker ovarium stadium
II dengan derajat diferensiasi buruk.
2. Faktor biologi
Dengan pemeriksaan flow cytometri dapat diketahui bahwa kanker ovarium umumnya
aneuploid. Terdapat pula hubungan antara ploidi dan stadium sebagai berikut : kanker
stadium rendah cenderung diploid, sedangkan kanker stadium tinggi cenderung
aneuploid. Kanker dengan tumor diploid mempunyai median survival yang lebih panjang
dari kanker dengan tumor aneuploid.
3. Faktor klinis
Faktor-faktor klinis yang mempengaruhi prognosis kanker ovarium adalah stadium,
volume asites, besar tumor di luar ovarium sebelum sitoreduksi, residu tumor setelah
sitoreduksi, umur penderita, tumor yang responsnya lambat terhadap kemoterapi, dan
performance status.
Stadium penyakit
Stadium kanker ovarium didasarkan kepada stadium yang ditetapkan oleh FIGO pada
tahun 1987. Penentuan stadium ini didasarkan kepada penemuan-penemuan waktu
melakukan eksplorasi.
Residu tumor
Voleme residu merupakan faktor penting. Batasa residu tumor yang optimal dan
suboptimal bervariasi dari < 5 mm - > 2 cm.
Recommended