View
802
Download
7
Category
Preview:
DESCRIPTION
It explains about definition of culture as a structural system.
Citation preview
Kebudayaan sebagai Sistem Struktural (Prof. Dr. Benny H. Hoed)
Apakah yang dimaksudkan dengan “struktur”? Jelaskan. Konsep struktur
dalam konteks Strukturalisme diturunkan dari pemikiran Ferdinand de
Saussure. Ada tiga hal yang menjadi cirinya: struktur tanda (relasi antara
signifiant- signifie), hubungan antar tanda (sintagmatik dan assosiatif), dan
oposisi biner. Jelaskan. Bagaimana konsep struktur berkembang di kalangan
pascastrukturalis? Jelaskan dengan contoh (pilih salah satu: Barthes, Derrida
atau Giddens).
Menurut Piaget (1960), struktur adalah bangun (teoritis) yang terdiri atas
unsur- unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan. Struktur
memiliki tiga sifat, yaitu: 1) merupakan totalitas 2) bersifat tranformatif, dan 3)
bersifat otoregulatif. Sedangkan gagasan kebudayaan sebagai sistem struktural
bertolak dari anggapan bahwa kebudayaan adalah sistem mental yang mengandung
semua hal yang harus diketahui individu agar dapat berperilaku dan bertindak
sedemikian rupa sehingga dapat diterima dan dianggap wajar oleh sesama warga
masyarakatnya (Husen (ed.), 2001: 28). Oleh karena itu, gerakan Strukturalisme
adalah aliran yang melihat berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun
teoritis (abstrak) yang terdiri atas unsur- unsur yang berhubungan satu sama lain
(relasi sintagmatis dan asosiatif/ paradigmatik). Dengan kata lain, gerakan
Strukturalisme, yang melihat kebudayaan sebagai suatu sistem masyarakat dengan
struktur yang teratur dan berpola, bertujuan untuk menjelaskan dan memahami
struktur tersebut.
Menurut Saussure, bahasa pada dasarnya adalah sebuah proses signifikasi
yang kompleks. Bahasa terdiri dari langue dan parole. Tanda dalam bahasa terdiri
dari yang menandai (signifiant, signifier, penanda) dan yang ditandai (signifie,
signified, petanda). Baik penanda maupun petanda tidaklah dapat dipisahkan satu
dari yang lainnya. Baik penanda maupun tanda bersifat mental; penanda adalah citra
bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep (Husen (ed.), 2001: 26- 27).
Sebagai contoh penanda adalah bunyi /air/ dan petandanya adalah konsep air yang
ada baik dalam pikiran pendengar maupun pembicara.
Saussure juga menyatakan kalau di dalam langue terdapat hubungan
sintagmatik dan asosiatif. Hubungan sintagmatik adalah hubungan mata rantai di
dalam rangkaian ujaran (Zaimar, 2008: 10). Jadi, unsur- unsurnya berada dalam
susunan yang berada dalam ruang dan waktu yang sama. Sebagai contoh, saya ->
mengetik -> makalah. Saya (Subjek), mengetik (verba) dan makalah (objek), ketiga-
tiganya memiliki hubungan sintagmatik.
Sedangkan hubungan asosiatif adalah hubungan in absentia, yaitu unsur-
unsurnya tidak berada dalam ruang dan waktu yang sama tetapi merupakan jaringan
yang didasari oleh perbedaan. Asosiatif dapat juga dijelaskan sebagai kata- kata yang
mempunyai kesamaan berasosiasi dalam pikiran (Zaimar, 2008: 58). Sebagai contoh,
dalam kalimat: Saya makan es krim. Kata saya dapat diganti dengan kata lain seperti
kamu, dia, anak kecil, ibu, ayah dan kata lainnya. Contoh lainnya, verba makan dapat
pula diganti dengan verba lainnya sehingga kalimat tersebut menjadi: Saya membeli
es krim.
Selain itu, Saussure menyatakan kalau tanda tidak memiliki acuan ke realitas
objektif. Jadi, imej akustik tidak mengacu kepada objek tetapi mengacu kepada
konsep. Oleh karena itu, makna tanda ditentukan oleh oposisi dwipihak (binary
opposition), yaitu hubungan perbedaan antara satu tanda dengan tanda lainnya yang
digunakan (Husen (ed.), 2001: 27). Contohnya /makan/ dan /pakan/ menunjukkan
kalau /m/ dan /p/ adalah fonem yang berbeda karena kedua fonem tersebut
membedakan arti.
Oposisi dwipihak (binary opposition) tersebut diaplikasikan oleh Levi-
Strauss dalam menganalisis aspek- aspek kebudayaan seperti kekerabatan dan mitos.
Dalam meneliti mitos, ia berusaha untuk menemukan prinsip- prinsip universal yang
terwujud secara konkret ke dalam kebudayaan- kebudayaan yang berbeda.
Menurutnya, dalam mitos, batin manusia tidaklah mengalami kendala seperti di
dalam realita yang konkret sehingga mitos secara murni mencerminkan prinsip-
prinsip pemikiran universal (Husen (ed.), 2001: 27).
Roland Barthes, yaitu salah satu tokoh pascastrukturalis, mengembangkan
konsep struktur dengan memodifikasi teori signifikasi Ferdinand De Saussure untuk
menjelaskan mitos. Mitos dipahami dengan menggunakan teori signifikasi
Kemudian, dilakukan perluasan makna sehingga pemaknaan terjadi dalam dua tahap.
Tanda (penanda dan petanda) pada tahap pertama dan menyatu sehingga dapat
membentuk penanda pada tahap kedua, lalu pada tahap berikutnya penanda dan
petanda yang telah menyatu ini dapat membentuk petanda baru yang merupakan
perluasan makna (Zaimar, 2008: 58).
1.PENANDA RI 2.PETANDA
3. Tanda RII
I. PENANDA II. PETANDA
III. TANDA
Keterangan:
Tabel bagian pertama merupakan denotasi (makna primer)
Tabel bagian kedua merupakan konotasi (makna sekunder)
Barthes juga mengemukakan adanya perluasan bentuk yang disebutnya
metabahasa. Perluasan bentuk ini mengalami proses yang sama dengan perluasan makna.
Contoh:
1. PENANDA RI 2. PETANDA
TANDA
I. PENANDA RII II. PETANDA
TANDA
Keterangan:
Tabel bagian pertama merupakan Bentuk (Form)
Tabel bagian kedua merupakan metabahasa
(Zaimar, 2008: 59)
Contoh mitos adalah gulat. Gulat diinterpretasikan sebagai jenis hiburan yang
ditujukan untuk kelas pekerja. Alasannya adalah karena olah raga gulat dianggap
lebih asli, apa adanya dan memiliki standar lebih rendah dari olahraga tinju yang
ditujukan untuk kelas yang lebih tinggi yaitu kelas menengah (Smith, 2001: 109).
Daftar Pustaka:
Husen, Ida Sundari dan Rahayu Hidayat. (ed.). 2001. Meretas Ranah Bahasa,
Semiotika dan Budaya. Jogjakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Smith, philip. 2001. Cultural Theory An Introduction. New York: Blackwell
Publishing.
Zaimar, Okke. K. S. 2008. Semiotik dan Penerapannya dalam Karya Sastra. Jakarta:
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Recommended