View
7
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
i
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA KEPEMILIKAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DI DESA
BENTENGE KEC. MALLAWA KAB. MAROS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan
dan Ilmu pendidkan Universitas Muhammadiyah Makassar
OLEH:
JULIANA ABDULLAH 105430012315
JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
iii
iv
MOTTO
Orang-orang sukses dan tidak sukses tidak berbeda jauh. Mereka berbeda dalam
keinginan mereka untuk mecapai potensi mereka
(John Maxwell)
PERSEMBAHAN
Karya ini ku persembahkan untuk kedua orang tua ku Bapak Abdullah (ALM) dan
Ibu Samsiah, saudara, keluarga tercinta serta semua sahabat yang senantiasa
memberikan do’a, waktu, motivasi dan pikirannya dalam mendukung penulis.
v
ABSTRAK
Juliana Abdullah.2020. Kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya kepemilikan sertifikat hak milik atas tanah di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros. Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.Dibimbing oleh Dr. A. Rahim, SH., M.Hum sebagai pembimbing I dan Auliah Andika Rukman, SH.,MH sebagai pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros dan faktor-faktor yang menghambat masyarakat untuk mendaftarkan hak milik atas tanahnya di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif.Untuk mengumpulkan data, penelitian menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi.Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, Verifikasi dan kesimpulan.
Berdasarkan peneltian dapat disimpulkan bahwa (1) tingkat kesadaran hukum masyarakat Desa Bentenge terhadap pentingnya mendaftarkan tanah hak miliknya dapat dikategorikan rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa dari jumlah keseluruhan penduduk yaitu sebanyak 1.070 orang, kurang dari 20% jumlah penduduk yang memiliki sertifikat hak milik atas tanah, yaitu hanya sebanyak 127 orang dan sebanyak 943 orang belum memiliki sertifikat hak milik atas tanah, (2) faktor-faktor yang menghambat masyarakat untuk mendaftarkan hak milik atas tanahnya, yaitu: a. Faktor Ekonomi, biaya tentunya dapat menjadi penghambat dalam pembuatan sertifikat hak atas tanah terutama bagi untuk masyarakat yang kekurangan dalam segi ekonomi; b. Tingkat Pendidikan Yang Rendah, kurangnya pemahaman hukum masyarakat ini disebabkan oleh tingkat pendidikan yang masih rendah ditambah dengan tidak adanya kegiatan sosialisasi hukum yang dilakukan oleh pemerintah setempat; c. Kurangnya Keinginan Masyarakat Untuk Mensertipikasi Tanahnya, kurangnya keinginan juga menjadi faktor yang menghambat masyarakat untuk itu sendiri untuk mendaftarkan tanahnya. Hal ini menyebabkan masyarakat menjadi tidak tahu bagaimana cara mendaftarkan tanah mereka dan juga menyebabkan masyarakat tidak mengetahui betapa pentingnya memiliki sertifikat hak milik atas tanah. Kata Kunci : tingkat kesadaran hukum, kepemilikan sertifikat tanah
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang paling indah dan patut penulis ucapkan kecuali
Alhamdulillah dan syukur kepada Iilahi Rabbi Yang Maha Rahman dan Maha
Rahim. Dia yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan hidayah-Nya berupa
nikmat kesehatan, kekuatan dan kemampuan senantiasa tercurah pada diri penulis
sehingga usaha untuk menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kesadaran Hukum
Masyarakat Terhadap Pentingnya Kepemilikan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros”. Begitu pula salawat dan taslim
kepada Rasulullah Saw, serta para keluarganya dan sahabat yang sama-sama
berjuang untuk kejayaan Islam semata.
Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit hambatan yang dialami penulis,
tetapi berkat usaha, doa, bantuan serta motivasi yang diberikan oleh berbagai
pihak, maka hambatan itu dapat teratasi. Olehnya itu penghargaan dan ucapan
terima kasih yang setinggi-tingginya tak lupa penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua ku bapak Abdullah (ALM) dan ibu Samsiah berserta keluarga
besar yang telah memberikan doa dan dukungan serta motivasi kepada saya.
2. Prof. Dr. H. Abd Rahman Rahim, S.E.,M.M, Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Erwin Akib, S.Pd.,M.Pd.,Ph.D, Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
vii
4. Dr. Muhajir, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar.
5. Dr. A.Rahim, SH.,M.Hum sebagai pembimbing 1 dan Dr. Muhajir, M.Pd
sebagai pembimbing II dengan kesabaran meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran dalam membimbing dan memberikan motivasi selama penulis
menjalan masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi.
6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen di Jurusan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang banyak memberikan ilmu di Jurusan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Makassar.
7. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan
yang selalu menemani dalam suka dan duka, sahabat-sahabat terkasih serta
seluruh rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
angkatan 2015 atas segala kebersamaan, motivasi, saran dan bantuannya
kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga karya sederhana ini membawa suatu
manfaat bagi perkembangan dunia, dengan segala kerendahan hati, penulis
senantiasa mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak dan dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca, terutama dari diri pribadi penulis.
Aamiin.
Makassar, Januari 2020 Penulis
Juliana Abdullah
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN … .................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii
SURAT PERNYATAAN……………………………. ……………… ....... iv
SURAT PERJANJIAN ................................................................................ v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka…….. ............................................................... 7
B. Kerangka Pikir ........................................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .............................................................. 27
B. Subjek Penelitian ..................................................................... 27
C. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 28
D. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 28
ix
E. Instrumen Penelitian ............................................................... 29
F. Teknik Analisis Data. .............................................................. 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian …………………….. .................................. 32
B. Pembahasan ............................................................................ 42
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 47
B. Saran ............................................................................................ 48
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 50
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sumber daya alam yang
diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan manusia baik yang langsung
untuk kehidupannya seperti misalnya untuk bercocok tanam guna mencukupi
kebutuhannya (tempat tinggal/perumahan), maupun untuk melaksanakan
usahanya seperti tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana
dan prasarana lainnya. Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat
mendasar, manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap
saat manusia selalu berhubungan dengan tanah. Dapat dikatakan hampir semua
kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu
memerlukan tanah. Sampai pada saat manusia meninggal duniapun masih
memerlukan tanah untuk penguburannya. Begitu bermanfaatnya tanah bagi
kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan
menguasainya.
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting di
dalam kehidupan manusia. Tanah merupakan bagian dari bumi, air dan ruang
angkasa yang merupakan bagian dari kekayaan alam yang berlimpah sebagai
karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu sudah seharusnya kita
melestarikan, menjaga dan mengelola secara baik tanah tersebut baik untuk
generasi sekarang maupun untuk yang akan datang. Sebagai sumber daya yang
sangat menunjang kehidupan umat manusia, maka setiap masyarakat memiliki
11
aturan atau norma tertentu dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan dan
pemanfaatan tanah untuk kehidupannya. Dengan semakin berkembangnya
penduduk dan cara pemikiran manusia maka mendorong terbentuknya suatu
aturan di bidang pertanahan yang dapat diterima bersama sebagai landasan hukum
terutama dalam kepemilikan tanah.
Kendala yang dihadapi adalah pertumbuhan penduduk terus meningkat,
sedangkan ketersediaan tanah yang sangat terbatas. Karena terbatasnya tanah yang
tersedia dan kebutuhan akan tanah semakin bertambah, dengan sendirinya akan
menimbulkan benturan-benturan kepentingan akan tanah, yang berakibat akan
menimbulkan permasalahan atas tanah. Karenanya oleh pemerintah kebijaksanaan
mengenai tanah ini diatur dalam berbagai ketentuan-ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pada tahun 1960 Indonesia berhasil membentuk peraturan
perundangundangan mengenai pertanahan dalam bentuk undang-undang yang
disebut undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok
Agraria yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang mulai
berlaku sejak tanggal 24 September 1960.
Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 memberikan
pengertian:
“sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan”.
Sedangkan pengertian sertifikat dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dinyatakan bahwa:
12
“sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”.
Untuk itu dinyatakan bahwa sebelum dibuktikan yang sebaliknya, data
fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai
data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa
di pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam
surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Adapun yang dimaksud dengan buku tanah sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 adalah:
“Dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya”.
Bagi pemegang hak atas tanah, memiliki sertifikat mempunyai nilai lebih
yaitu akan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. Begitu
pentingnya sertifikat tanah ini sehingga setiap pemilik tanah yang sah dianjurkan
untuk segara mendaftarkan bidang tanahnya ke kantor pertanahan setempat.
Namun demikian dalam kenyataannya tidak jarang masyarakat yang tidak peduli
dengan pendaftaran tanahnya, hal ini diakibatkan karena tingkat ekonomi yang
masih rendah, tingkat pendidikan yang masih rendah, ketidakpedulian BPN
Kabupaten Maros dalam memberikan dukungan atau program-program kepada
masyarakat Desa Bentenge agar mudah mengurus sertifikat tanah sehingga
masyarakat khususnya masyarakat Desa Bentenge Kecamatan Mallawa lebih
mementingkan kebutuhan pokok mereka daripada harus mendaftarkan tanahnya
demi kepastian hukum tanahnya. Apalagi terdengar isu-isu dari masyarakat
setempat yang pernah mendaftarkan tanahnya bahwa dalam mendaftarkan tanah
13
itu prosesnya lama dan biayanya mahal. Kenyataan yang terjadi adalah pelayanan
yang masih lambat, sulit, dan berbelit-belit. Hal ini membuat masyarakat menjadi
enggan untuk mendaftarkan tanahnya, bagi masyarakat Desa Bentenge yang
terpenting ada saksi-saksi yang mengetahui batas-batas tanahnya dari tanah yang
dimilikinya itu sudah cukup untuk menguatkan hak atas tanahnya tersebut.
Melihat teori dan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kenyataannya di
atas diketahui bahwa pendaftaran hak milik atas tanah dan kesadaran hukum
masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya di Desa Bentenge Kecamatan Mallawa
masih sangat rendah. Pendaftaran tanah mempunyai tujuan positif dalam
memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak atas tanah bagi semua orang
tanpa membedakan status, yakni dengan memberikan surat tanda bukti yang lazim
disebut dengan sertifikat tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
terhadap pemegang hak atas tanah. Tujuan pendaftaran tersebut akan tercapai
dengan adanya peran serta dan dukungan pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut
baik oleh pemerintah selaku pejabat pelaksana pendaftaran tanah maupun
kesadaran masyarakat selaku pemegang hak atas tanah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat peneliti sampaikan
rumusan masalah untuk digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya
pendaftaran hak milik atas tanah di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab.
Maros?
14
2. Apakah faktor-faktor yang menghambat masyarakat untuk mendaftarkan
hak milik atas tanahnya di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros?
C. Tujuan Penelitian
Dari uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian
yang akan peneliti laksanakan yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap
pentingnya pendaftaran hak milik atas tanah di Desa Bentenge Kec.
Mallawa Kab. Maros
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat masyarakat untuk
mendaftarkan hak milik atas tanahnya di Desa Bentenge Kec. Mallawa
Kab. Maros
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi banyak
pihak, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Dapat mengembangkan kajian dan konsep yang mendalam tentang upaya
Kepala desa, sebagai pemimpin desa, dalam meningkatkan kepemilikan
sertifikat tanah sehingga bisa di jadikan dasar dan acuan untuk penelitian
selanjutnya. Selain itu konsep tersebut di harapkan dapat berkembang dan
meningkatkan mutu pemerintahan desa sehingga dapat mencapai desa
yang ideal.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
15
Sebagai media latih berfikir kritis dalam memecahkan masalah di
lapangan, meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta dapat
dijadikan bekal dalam kehidupan tentang kesadaran hukum
masyarakat terhadap mensertifikatkan tanah.
b. Bagi Pemerintah
Dapat memberikan penyuluhan hukum yang sifatnya terpadu
kepada masyarakat agar memiliki kesadaran hukum untuk
mensertifikatkan tanah dan memberikan pemahaman tentang
pentingnya sertifikat tanah bagi pemilik tanah. Diharapkan
mengupayakan penerapan proses pendaftaran tanah yang tidak
melebihi ketentuan yang ditetapkan sehingga proses pendaftaran
tanah dapat berjalan dengan baik.
c. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya sertifikat tanah
dan dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat sebagai
pemilik tanah agar melakukan pendaftaran tanah sesuai ketentuan
yang ditetapkan pemerintah.
16
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
a. Tinjauan Umum Mengenai Kesadaran Hukum Masyarakat
Di dalam ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat mengenai
kesadaran hukum. Ada yang merumuskan bahwa kesadaran hukum merupakan
satu-satunya sumber dari hukum dan kekuatan mengikatnya hukum, serta
keyakinan hukum individu dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum
individu adalah dasar atau pokok terpenting dari kesadaran hukum masyarakat.
Kesadaran hukum dengan hukum itu mempunyai kaitan yang erat sekali.
Kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum. Maka sumber
segala hukum adalah kesadaran hukum. Oleh sebab itu yang disebut hukum
hanyalah yang dapat memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, maka
undang-undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang
akan kehilangan kekuatan mengikat. Kesadaran hukum adalah kesadaran yang ada
pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu
kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara
hukum dengan onrecht, antara yang seharusnya dilakukan dan tidak seharusnya
dilakukan. Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu
merupakan perlindungan kepentingan manusia.
Menurut Krabbe dalam kutipannya Achmad Ali Dan Wiwie Heryani (2012), kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sedangkan pengertian lain mengenai kesadaran hukum, dijelaskan oleh Soerjono Soekanto (1982) bahwa kesadaran hukum itu merupakan persoalan nilai-nilai dan konsepsi-konsepsi abstrak yang terdapat dalam diri manusia,
17
tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya.
Kesadaran hukum mempunyai beberapa konsepsi, salah satu diantaranya
adalah konsepsi mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini mengandung ajaran-
ajaran kesadaran hukum yang lebih banyak mempermasalahkan kesadaran hukum
yang dianggap sebagai mediator antara hukum dengan perilaku manusia, baik
secara individual maupun kolektif.
Soekanto (2002) Kesadaran yang ada pada setiap manusia tentang apa hukum itu atau apa seharusnya hukum itu, suatu kategori tertentu dari hidup kejiwaan kita dengan mana kita membedakan antara hukum (recht) dan tidak hukum (onrecht), antara yang seyogyanya dilakukan dan tidak seyogyanya dilakukan.
Marzuki (1995) Pertama-tama bertitik tolak dari pemahaman yang memandang bahwa kesadaran hukum merupakan bagian alam kesadaran manusia. Hanya pada manusia yang berada dalam kondisi kesadaran yang sehat serta adekuat (compos menitis) dapat bertumbuh dan berkembang penghayatan kesadaran hukum. Kesadaran hukum bukan bagian dari alam ketidaksadaran manusia, meskipun pertumbuhannya dipengaruhi oleh naluriah hukum (rectsinstinct) yang menempati wujud bawah peraaan hukum (lagere vorm van rechtsgevoed).
Ali (2012), kesadaran hukum itu sendiri ada dua macam, yaitu:
a. Kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum. b. Kesadaran hukum negatif identik dengan ketidaktaatan hukum.
Kesadaran hukum dengan hukum mempunyai kaitan yang sangat erat,
dimana kesadaran hukum merupakan faktor dalam penemuan hukum sehingga
kesadaran hukum merupakan sumber dari segala hukum. Jadi, hukum hanyalah
hal yang memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang, sehingga undang-
undang yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan hilang
kekuatan mengikatnya.
18
Kesadaran hukum adalah sumber dari segala hukum. Dengan kata lain
kesadaran hukum tersebut ada pada setiap manusia karena setiap manusia
memiliki kepentingan, sehingga apabila hukum tersebut dihayati dan dilaksanakan
dengan baik maka kepentingannya akan terlindungi dan apabila terjadi pergesekan
kepentingan maka hukum hadir sebagai alternatif penyelasaian. Dengan demikian
kesadaran hukum bukan hanya harus dimiliki oleh golongan tertentu saja seperti
sarjana hukum, pengacara, polisi, jaksa serta hakim, tetapi pada dasarnya harus
dimiliki oleh setiap manusia tanpa terkecuali agar kepentingannya dapat
terlindungi.
Soekanto (1982), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesadaran
hukum, yakni sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang kesadaran hukum, secara umum jika ada peraturan perundang-undangan yang telah disahkan, maka dengan sendirinya peraturan tersebut itu akan tersebar luas dan diketahui oleh masyarakat umum. Dalam hal ini setiap orang dianggap tahu hukum dan tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar atau melihat peraturan tersebut, tetapi alasan demikian masih sering ditemukan dalam suatu golongan masyarakat tertentu.
2. Pengakuan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, pengakuan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum berarti bahwa masyarakat mengetahui isi dan kegunaan dari norma-norma hukum tertentu. Dalam artian, ada suatu derajat pemahaman terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Namun hal ini belum merupakan jaminan bahwa warga masyarakat yang mengakui ketentuan-ketentuan hokum tertentu tersebut akan dengan sendirinya mematuhinya, tetapi perlu diakui juga bahwa orang-orang yang memahami suatu ketentuan hukum tertentu adakalanya cenderung untuk mematuhinya.
3. Penghargaan terhadap ketentuan-ketentuan hukum, Penghargaan atau sikap terhadap ketentuan-ketentuan hukum, yaitu sampai sampai sejauh mana suatu tindakan atau perbuatan yang dialarang oleh hukum dapat diterima sebagian besar warga serta bagaimana reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem norma atau nilai yang berlaku. Masyarakat mungkin mematuhi atau menentang hukum dikarenakan kepentingan mereka terjamin pemenuhannya.
19
4. Kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan-ketentuan hukum, salah satu tugas hukum yang terpenting adalah mengatur kepentingan-kepentingan seluruh warga masyarakat. Kepentingan seluruh warga masyarakat tersebut lazimnya bersumber dari norma atau nilai yang berlaku, yaitu anggapan mengenai apa yang baik yang harus dilakukan dan apa yang buruk yang harus dihindari.
5. Ketaatan masyarakat terhadap hukum, ketaatan masyarakat terhadap hukum sedikit banyaknya bergantung pada apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu dapat ditampung oleh ketentuan-ketentuan hukum atau tidak. Ada pula suatu anggapan bahwa kepatuhan hukum disebabkan karena adanya rasa takut pada sanksi, karena ingin memelihara hubungan baik, karena kepentingannya terlindungi, dan karena cocok dengan nilai yang dianutnya.
6. Indikator-indikator dari kesadaran hukum sebenarnya merupakan petunjuk yang relatif konkrit tentang taraf kesadaran hukum.
Adapun indikator-indikator kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto
adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan hukum, yaitu seseorang yang mengetahui bahwa perilaku-
perilaku tertentu tersebut telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang
dimaksud di sini adalah hukum tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku
tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku
yang diperbolehkan oleh hokum.
2. Pemahaman hukum, yaitu seseorang yang mempunyai pengetahuan dan
pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya
pengetahuan dan pemahaman yang benar dari seorang pelajar tentang
hakikat dan arti pentingnya peraturan sekolah.
3. Sikap hukum, yaitu seseorang mempunyai kecenderungan untuk
mengadakan penilaian tertentu tehadap hukum.
4. Perilaku hukum, yaitu seseorang atau pelajar mematuhi peraturan yang
berlaku.
20
Keempat indikator kesadaran hukum di atas dalam perwujudannya dapat
menunjukkan tingakatan-tingakatan kesadaran hukum tertentu. Apabila seseorang
hanya mengetahui hukum maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki tingkat
kesaadaran hukum yang masih rendah, tetapi jika seseorang telah berperilaku
sesuai dengan hukum dalam suatu masyarakat maka dapat dikatakan bahwa ia
memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi. Kemajuan suatu bangsa dapat
dilihat dari tingkat kesadaran hukum warga negaranya. Semakin tinggi tingkat
kesadaran hukum penduduk suatunegara maka kehidupan bermasyarakat dan
bernegaranya akan semakin tertib. Sebaliknya, jika tingkat kesadaran hukum
penduduk suatu negara rendah maka kehidupan bermasyarakat dan bernegaranya
akan semakin tidak terkendali, sehingga yang berlaku adalah hukum rimba
dimana yang kuatlah yang menang.
b. Tinjauan Umum Mengenai Hak Atas Tanah
1. Pengertian Tanah
Dalam era pembangunan dewasa ini, arti dan fungsi tanah bagi negara
Indonesia tidak hanya menyangkut kepentingan ekonomi semata, tetapi juga
mencangkup aspek sosial dan politik serta aspek pertanahan keamanan.
Kenyataan menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kebutuhan akan tanah
untuk pembangunan, maka pola hidup dan kehidupan masyarakat baik di
perkotaan maupun di pedesaan menjadi lain. Adanya perubahan sikap yang
demikian dapat dimaklumi karena tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan
sumber kemakmuran dan juga kesejahteraan dalam kehidupan. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa tanah bagi masyarakat Indonesia merupakan salah satu hal
21
yang amat penting guna menjamin kelangsungan hidupnya. Menyadari akan
fungsi tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan pengelolaan, pengaturan
dan pengurusan di bidang pertanahan yang menjadi sumber kemakmuran dan
kesejahteraan.
Sebutan "tanah" dalam bahasan ini dapat dipahami dengan berbagai arti,
maka penggunaannya perlu diberi batasan agar diketahui dalam arti apa istilah
tersebut digunakan. Dalam hukum tanah sebutan istilah "tanah" dipakai dalam arti
yuridis, sebagai suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA).
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dinyatakan
bahwa:
"Atas dasar hak menguasai dari Negara ..., ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat diberikan dan dipunyai oleh orang-orang.".
Tanah dalam pengertian yuridis mencakup permukaan bumi sebagaimana
diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Hak tanah
mencakup hak atas sebagian tertentu yang berbatas di permukaan bumi.
Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang
disediakan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk digunakan atau
dimanfaatkan. Diberikannya dan dipunyai tanah dengan hakhak tersebut tidak
akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan
bumi saja. Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga
penggunaan sebagai tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang
angkasa yang di permukaan bumi.
22
Fungsi tanah di Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sangat penting
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang
diamanatkan dalam UUD 1945. Agar bumi, air dan ruang angkasa dapat berfungsi
dengan baik dan tepat, maka pemanfaatannya perlu diatur dengan undang-undang
yang termasuk lingkup hukum agraria. Dengan demikian bahwa undang-undang
pertanahan di Indonesia sudah jelas sebagaimana yang diatur dalam PP No. 24
tahun 1977 tentang pendaftaran tanah. Namun pada hakekatnya masyarakat
sampai saat ini masih belum menggunakan hak – hak atas kepemilikan tanah itu
untuk didaftarkan dan diberikan tanda bukti kepemilikannya baik itu berupa Akta
Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris sampai kepada sertifikat disebabkan adanya
kendala- kendala teknis yang dirasakan masyarakat dalam mendaftarkan tanahnya
baik itu berupa ekonomi maupun berupa teknis administrasi yang dilakukan oleh
pihak pejabat pembuat akta tanah (PPAT).
2. Pengertian Sertifikat
Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku
tanah dan surat ukur, diberi sampul, dijilid menjadi satu yang bentuknya
ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
(BPN). Ada dua jenis sertifikat. Pertama, sertifikat yaitu tanda bukti hak yang
diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya ataupun tanah- tanah
yang sudah diselenggarakan pengukuran desa demi desa, dan yang kedua,
sertifikat sementara, yaitu tanda bukti hak yang diberikan bagi tanah- tanah yang
belum ada surat ukurnya, artinya tanah-tanah di desa-desa yang belum dihitung
berdasarkan pengukuran desa demi desa. Sertifikat merupakan alat pembuktian
23
yang kuat, baik subyek maupun obyek hak atas tanahnya dan sertifikat sementara
merupakan alat pembuktian sementara mengenai macam-macam hak dan siapa
pemiliknya, tidak membuktikan mengenai luas dan batas-batas tanahnya.
Setipikat Hak Milik atas tanah merupakan hal yang sangat penting karena
akan menjadi bukti otentik kepemilikan tanah oleh masyarakat. Menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sertifikat adalah:
Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Kalau dilihat Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA, maka sertifikat itu merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti yang kuat.
Sedangkan menurut pasal 32 ayat (1) peraturan pemerintah no 24 tahun
1997 sertifikat adalah:
Surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.
Adapun manfaat sertifikat untuk individu/masyarakat antara lain
menghindari konflik fisik, memberikan kepastian hukum tentang kepemilikan dan
penguasaan hak atas tanah, dapat dijadikan jaminan bank, menjadikan bukti
otentik untuk warisan, dan membatasi pemerintah untuk tidak semena-semena
mengambil tanah rakyat. Sedangkan manfaat sertifikat untuk pemerintah adalah
memudahkan registrasi administrasi pertanahan, memungkinkan pemerintah untuk
mengetahui tanah-tanah milik pribadi, swasta dan pemerintah, sebagai
pembatasan terhadap pemerintah agar tidak sewenang-wenang mengambil tanah
rakyat, memudahkan pemerintah mengetahui jenis-jenis hak milik, hak guna
24
bangunan, hak pakai, hak sewa dll, memberi peluang kepada pemerintah untuk
menyewa tanah kepada pihak asing dan atau perusahaan dalam negeri.
Sertifikat bagi masyarakat yang memiliki aset adalah hal yang mutlak
dimiliki, sebab sertifikat merupakan tanda bukti hak yang kuat, artinya pemegang
hak atas tanah yang namanya tercantum dalam sertifikat harus dianggap sebagai
benar sampai dibuktikan sebaliknya di Pengadilan dengan alat bukti lain. Baik itu
sertifikat dalam hal kepemilikan, tanah, rumah, dan lain sebagainya. Kita
mengenal macam-macam sertifikat hak atas tanah, ada Sertifikat Hak Milik
(SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), Sertifikat Hak Guna Usaha
(SHGU) ataupun Sertifikat Hak atas Satuan Rumah Susun (SHSRS). Sertifikat
memiliki banyak fungsi bagi pemiliknya. Dari sekian fungsi yang ada, dapat
dikatakan bahwa fungsi utama dari sertifikat adalah sebagai alat bukti yang kuat.
Karena itu, siapapun dapat dengan mudah membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak atas tanah bila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu.
Selain memiliki fungsi sebagai alat bukti kepemilikan, sertifikat juga memiliki
manfaat untuk masyarakat dan pemerintah. Selain hal tersebut di atas, maka
sehubungan dengan Fungsi Sosial hak atas tanah sebagaimana diatur di dalam
pasal 6 Undang-undang Pokok Agraria, maka pemegang sertifikat akan
melepaskan haknya apabila tanahnya akan digunakan untuk kepentingan umum
dengan pembayaran ganti rugi yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Hal ini menunjukan bahwa pemegang sertifikat diberikan perlindungan
dan juga dihargai sebagai pihak yang mempunyai hak atas tanah.
25
Sertifikat merupakan hasil akhir dari kegiatan pendaftaran tanah. Sertifikat
hak atas tanah sebagai hasil akhir proses pendaftaran tanah yang berisi data fisik
(keterangan tentang letak, batas, bidang tanah, serta bangunan yang ada di
atasnya) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang
didaftar, pemegang hak atas tanah dan hak-hak pihak lain serta beban-beban lain
yang berada di atasnya) merupakan tanda bukti yang kuat. Dengan memiliki
sertifikat, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis hak atas tanahnya,
subjek hak dan objek haknya menjadi nyata selain hal tersebut sertifikat
memberikan berbagai manfaat, misalnya mengurangi kemungkinan sengketa
dengan pihak lain, serta memperkuat posisi tawar menawar apabila hak atas tanah
yang telah bersertifikat diperlukan pihak lain untuk kepentingan pembangunan
apabila dibandingkan dengan tanah yang belum bersertifikat serta mempersingkat
proses peralihan serta pembebanan hak atas tanah.
3. Pengertian Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Menurut Achmad Chomzah (2002), Hak atas tanah berbeda dengan hak penggunaan atas tanah. Dalam hukum agraria di kenal konsep hak atas tanah, di dalamnya terdapat pembagian antara hak tanah primer dan hak tanah sekunder.
Hak tanah atas primer ialah hak atas tanah yang dapat di miliki atau di
kuasai secara langsung oleh badan hukum ataupun perorangan yang bersifat lama
dan dapat diwariskan, adapun hak tanah yang bersifat primer meliputi : Hak Milik
Atas Tanah (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak
Pakai (HP).
Sudargo Gautama (1993), Sedangkan yang dimaksud dengan hak atas tanah sekunder ialah hak atas tanah yang memiliki sifat yang hanya sementara
26
saja, seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian. Dalam hak-hak atas tanah juga diatur mengenai perlindungan dan kepastian hukum yang dimiliki yang memliliki mekanisme tersendiri yang disebut dengan RechtKadaster.
Ciri khas dari hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas
tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang
menjadi haknya. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ditentukan dalam:
Pasal 16 Jo Pasal 53 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria antara lain :
a. Hak Milik b. Hak Guna Usaha c. Hak Guna Bangunan d. Hak Pakai e. Hak Sewa f. Hak Membuka Tanah g. Hak Memungut Hasil Hutan h. Hak-Hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang
ditetapkan oleh undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan
merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil
hutan karena hak-hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau
menguasahakan tanah tertentu. Namun kedua hak tersebut tetap dicantumkan
dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria sebagai hak atas tanah hanya untuk meyelaraskan
sistematikanya dengan sistematika hukum adat, kedua hak tersebut merupakan
pengejawantahan (manivestasi) dari hak ulayat. Selain hak-hak atas tanah yang
disebut dalam Pasal 16 dijumpai juga lembaga-lembaga hak atas tanah yang
27
keberadaannya dalam hukum nasional diberi sifat sementara. Hak-hak yang
dimaksud antara lain :
a. Hak Gadai b. Hak Usaha Bagi hasil c. Hak Menumpang d. Hak Sewa Untuk Usaha Pertanian
Hak-hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti sifatnya
akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak-hak tersebut menimbulkan
pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali
hak menumpang). Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah
nasional (Pasal 11 ayat (1)). Selain itu hak-hak tersebut juga bertentangan dengan
jiwa dan Pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus
dikerjakan dan diusahan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak.
Sehingga apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah
tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak menumpang dimasukkan dalam hak-
hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan
karena Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang
bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Dalam hak menumpang
terdapat hubungan antara pemilik tanah dengan orang lain yang menumpang di
tanah si A, sehingga ada hubungan tuan dan budaknya.
4. Dasar Hukum Hak Atas Tanah
Yang menjadi dasar hukum Hak Atas Tanah di Indonesia adalah :
a. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
28
b. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
5. Jenis-Jenis Hak Atas Tanah
a. Hak Milik
Yang dimaksud dengan hak milik atas tanah di jelaskan dalam
Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang berbunyi :
“hak milik adalah hak yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.”
Supriadi (2010), Perlindungan hak atas tanah menjadi sesuatu yang
dianggap penting oleh pemerintah Indonesia yang di laksanakan dengan
peraturan yang ketat agar dalam tataran masyarakat terjadi pemerataan
bagi setiap orang, bahkan hak tanah dapat berpindah dengan proses
perkawinan antara warga Negara Indonesia dengan warga Negara Asing.
Subyek dari hak milik adalah : Warga Negara Indonesia dan Badan
Hukum tertentu (PP No. 38 tahun 1963) yaitu, badan hukum perbankan
negara, koperasi pertanian dan usaha sosial/keagamaan.
Berakhirnya suatu hak milik atas tanah yaitu dapat dengan cara :
pencabutan hak, melanggar prinsip nasionalitas, terlantar, penyerahan
secara sukarela dan tanahnya musnah (misalnya karena terkena bencana
alam seperti longsor)
29
b. Hak Guna Usaha
(Muljadi, dkk, 2007) Hak Guna Usaha dalam Pasal 28 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria adalah:
“hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan”.
Menurut Pasal 29 pada undang-undang yang sama:
“Hak Guna Usaha diberikan waktu paling lama 25 tahun atau untuk perusahaan tertentu dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk paling lama 35 tahun”.
(Urip Santoso, 2010) Luas tanah Hak Guna Usaha adalah untuk
perseorangan luasnya minimalnya 5 hektar dan maksimalnya 25 hektar.
Sedangkan untuk badan hukum, luas minimalnya 5 hektar dan
maksimalnya ditetapkan oleh kepala Badan Pertanahan Nasional (Pasal 28
ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria Jo. Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
1996).
(Supriadi, 2010) Pemberian Hak Atas Tanah berkaitan dengan
subyek dan obyek serta proses yang terjadi dalam pemberian hak tersebut,
termasuk pula pemberian Hak Guna Usaha (HGU). Menyangkut subyek
Hak Guna Usaha (HGU) diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah
Nomor 40 Tahun 1996, dinyatakan bahwa yang dapat mempunyai Hak
Guna Usaha adalah :
“Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia”.
30
Berakhirnya Hak Guna Usaha yaitu apabila : waktunya berakhir
melanggar syarat pemberian, dilepas haknya, dicabut haknya untuk
kepentingan umum, tanahnya musnah dan melanggar prinsip nasionalitas.
c. Hak Guna Bangunan
(Boedi Harsono, 1987) Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB)
terdapat dalam Pasal 35 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yaitu :
“hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lamanya 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun. 45 Selain itu Hak Guna Bangunan (HGB) dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain”.
(Urip Santoso, 2012) Subyek yang berhak mempunyai Hak Guna
Bangunan terdapat dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Jo Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yaitu :
“Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum dan berkedudukan di Indonesia. Akan tetapi jika subyek Hak Guna Bangunan (HGB) tidak memenuhi syarat sebagai warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia maka dalam 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkannya terhadap orang lain yang memenuhi syarat. Adapun jika hal ini tidak dilakukan hak guna bangunannya terhapus”.
Berakhirnya Hak Guna Bangunan (HGB) yaitu apabila : jangka
waktunya berakhir, dihentikan sebelum jangka waktu berakhir, dilepas
oleh pemegang hak, dicabut untuk kepentingan umum, diterlantarkan,
tanah musnah dan bukan Warga Negara Indonesia (WNI) lagi (Pasal 30
ayat (2) Jo Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).
31
d. Hak Pakai
(Urip Santoso, 2010) Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang
dimaksud dengan Hak Pakai adalah:
“hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasi langsung oleh Negara atau tanah hak milik orang lain, yang memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria”.
Kata “menggunakan” dalam Hak Pakai mempunyai makna Hak
Pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan arti
dari kata “memungut hasil” dalam Hak Pakai menunjukan pada pengertian
Hak Pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan,
misalnya yaitu : pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan.
Adapun mengenai subyek yang mempunyai Hak Pakai atas tanah
yaitu diatur dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomer 40 Tahun 1996
Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas
Tanah yakni :
“Warga Negara Indonesia, Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, Departemen, Lembaga Pemerintahan Nondepartemen, Pemerintah Daerah, Badan-badan Keagamaan dan Sosial, Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional”.
Sejalan dengan hal tersebut apabila orang atau badan hukum yang
dapat menguasai tanah dalam hak pakai tidak memenuhi syarat
32
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 39 ayat (1) diatas, maka wajib dalam
satu tahun pemegang hak melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak
yang lain yang memenuhi syarat, jika tidak dilakukan maka hak tersebut
akan terhapus.
Berakhirnya Hak Pakai yaitu apabila : jangka waktu berakhir,
tanah musnah, dicabut untuk kepentingan umum, diterlantarkan dan jika
tidak dapat dipergunakan lagi kembali ke Negara.
e. Hak-Hak Yang Bersifat Sementara
Hak-hak yang bersifat sementara dikatakan sementara karena
mengandung sifat-sifat yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(mengandung unsur pemerasan). Maka hal-hal tersebut diusahakan agar
dapat dihapus dalam waktu singkat, sebelum ada peraturan-peraturan yang
baru, sementara ketentuan yang sudah ada dianggap masih berlaku. Hak-
hak tersebut adalah :
1) Hak Gadai
Berasal dari hukum adat “Jual Gadai”, yaitu penyerahan
sebidang tanah oleh pemilik kepada pihak lain dengan membayar
uang kepada pemilik tanah dengan perjanjian, bahwa tanah itu
akan dikembalikan apabila pemilik mengembalikan uang kepada
pemegang tanah. Hal itu diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang
Nomor 56/Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian,
Pasal 7 yang berbunyi :
33
“barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai, sudah
berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman selesai dipanen. Dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan.”
2) Hak Usaha Bagi Hasil
Berasal dari hukum adat “Hak Menggarap”, yaitu hak
seseorang untuk mengusahakan pertanian diatas tanah milik orang
lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi-bagi kedua
belah pihak berdasarkan perjanjian. Diatur dalam Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil, Permenag
Nomor 8 Tahun 1964, Inpres Nomor 13 Tahun 1980.
3) Hak Menumpang
Yaitu hak mengizinkan seseorang untuk mendirikan serta
untuk menempati rumah diatas tanah pekarangan orang lain dengan
tidak membayar kepada pemilik pekarangan tersebut, seperti hak
pakai, tetapi sifatnya sangat lemah karena setiap saat pemilik dapat
mengambil kembali tanahnya.
4) Hak Sewa Tanah Pertanian
Bersifat sementara karena berkaitan dengan Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria yang menghendaki setiap orang atau badan
hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah petanian. Pada
asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakan sendiri secara
aktif dengan mencegah cara pemerasan.
34
B. Kerangka Pikir
. Kesadaran tentang apa hukum itu berarti kesadaran bahwa hukum itu
merupakan perlindungan kepentingan manusia, apabila masyarakat hanya
mengetahui adanya suatu hukum maka kesadaran hukum yang dimiliki masih
rendah. Pengertian dan pemahaman hukum yang berlaku perlu dipertegas secara
mendalam agar masyarakat dapat memiliki suatu pengertian terhadap tujuan dari
peraturan tersebut untuk dirinya sendiri dan masyarakat pada umumunya.
Pendaftaran tanah PP Nomor 24 Tahun 1997 sebagaimana di ungkapkan
bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka Rechs Kadaster yang
bertujuan memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas tanah yang dimiliki. Di samping itu tanah merupakan aset
yang berharga bagi negara, tanah merupakan faktor ekonomi yang penting untuk
negara dan memiliki nilai strategis dari mana pun baik sosial, politik atau kultur,
dalam hal ini PP No. 24 Tahun 1997 telah menyepurnakan UUPA Pasal 19 yang
telah ada.
Pendaftaran tanah dilakukan dalam rangka memberikan jaminan kepastian
hukum dibidang pertanahan untuk masyarakat, akan tetapi tingkat kesadaran
masyarakat memperoleh hak atas tanah dan juga adanya faktor penghambat
masyarakat memperoleh hak atas tanahnya menjadi hal yang harus diketahui
terlebih dahulu.
Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti ingin memberi gambaran
guna menjawab rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, yakni
sebagai berikut:
35
Gambar 1. Bagan kerangka pikir
Kesadaran Hukum Masyarakat Tentang Pentingnya Kepemilikan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Faktor Penghambat Masyarakat Memperoleh Hak Atas Tanahnya Di Desa Bentenge Kec.Mallawa
Kab.Maros
Tingkat Kesadaran Masyarakat Memperoleh Hak Atas Tanah Di
Desa Bentenge Kec.Mallawa Kab.Maros
Tersertipikasinya tanah masyarakat di Desa Bentenge
Kec.Mallawa Kab.Maros
UU No. 5/60 Pasal 18 PP No. 24/79 tentang pendaftaran tanah
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
deskriptif, guna memperoleh paparan faktual yang berkaitan dengan
variabel penelitian. Penelitian kualitatif deskriptif lebih menekankan pada
keaslian, tidak bertolak dari teori melainkan dari fakta yang sebagai mana
adanya di lapangan atau dengan kata lain menekankan pada kenyataan yang
benar-benar terjadi pada suatu tempat atau masyarakat tertentu.
2. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab.
Maros. Adapun waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih satu bulan, mulai
pada bulan oktober 2019.
B. Subjek Penelitian
Pada penelitian kualitatif, subjek penelitian atau informan disebut
dengan istilah informan, yaitu orang yang memeberi informasi tentang data
yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang akan dilaksanakan.
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, maka fokus penelitian
ini yaitu bagaimana tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya
kepemilikan sertifikat hak milik atas tanah serta faktor apa yang menghambat
masyarakat untuk mendaftarkan hak milik atas tanahnya. Oleh karena itu,
adapun objek penelitian yaitu masyarakat yang belum memiliki sertifikat hak
37
milik atas tanah di desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros dan setiap
informan yang dipilih dianggap mampu memberikan jawaban yang akurat
terkait dengan masalah yang diteliti serta dapat mewakili warga desa Bentenge
lainnya.
C. Jenis dan Sumber data
Adapun jenis data yang digunakan adalah data kualitatif. Adapun
sumber data terbagi atas data primer dan data skunder.
D. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah
sebagai berikut :
1. Teknik Observasi
Teknik observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data kualitatif
yang dianjurkan untuk mendapatkan data-data deskriptif. Teknik observasi
berasal dari kata observation yang berarti pengamatan. Teknik observasi
digunakan untuk memahami pola, norma, dan makna perilaku dari
informan yang diteliti. Observasi adalah suatu cara pengumpulan data
dengan pengamatan langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap
obyek yang akan diteliti.
2. Teknik Wawancara
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh
masyarakat yang ada di Desa Bentenge. Namun, tidak semua populasi
akan dijadikan sampel untuk menggali data. Ada beberapa alasan mengapa
hal tersebut dilakukan diantaranya:
38
a. Pengambilan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Sequential yang mana informan yang dipilih tidak ditentukan
batasannya, jumlahnya terus bertambah sampai peneliti menilai
data yang dikumpulkan dari sejumlah informan telah cukup dan
telah mencapai titik jenuh, sudah tidak ada hal baru lagi yang akan
dikembangkan.
b. Penelitian ini mengkhususkan pada beberapa karakteristik
informan/ narasumbernya yakni individu yang memang belum
memilki sertifikat hak milik atasa tanah.
c. Jumlah dari informan juga dibatasi sebanyak 32 orang.
3. Teknik Dokumentasi
Selain dari foto-foto kegiatan selama pelaksanaan penelitian, juga
bisa menggunakan kajian dokumen untuk mencari data penelitian yang
diperlukan yakni dapat berupa dokumen maupun hasil penelitian
sebelumnya atau buku yang terkait dalam penelitian ini.
E. Instrument Penelitian
Adapun isntrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu:
a. Pedoman Observasi
b. Pedoman Wawancara
c. Pedoman Dokumentasi
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data yang mudah
dibaca dan diinterprestasikan. Analisa data dilakukan sejak awal penelitian hingga
39
penelitian selesai. Untuk menganalisa data yang akan dikumpulkan dalam
penelitian ini, maka digunakan teknik analisa kualitatif, yaitu analisis deskriptif
kualitatif. Analisis ini juga dimaksudkan agar kasus-kasus yang terjadi di lokasi
penelitian dapat dikaji lebih mendalam dan fenomena yang ada dapat
digambarkan secara lebih terperinci Data yang sudah didapat selanjutnya diedit
ulang dan dilihat kelengkapannya dan diselingi dengan klasifikasi data untuk
memperoleh sistematika pembahasan dan terdeskripsikan dengan rapi. Menurut
Soedjono dan Addurrahman, analisis ini adalah suatu teknik yang digunakan
untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan yang
dilakukan secara obyektif dan sistematis. Analisis ini dimaksudkan melakukan
analisis terhadap makna yang terkandung dalam masalah yang hendak dibahas
agar dapat menjadikan data semakin sistematis dan akurat. Dari kegiatan tersebut
merupakan kegiatan yang saling berkaitan pada saat sebelumnya, selama maupun
sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk membangun
wawasan umum disebut analisis menurut Miles dan Haberman.
1. Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data kasar
yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Reduksi data
berlangsung secara terus menerus seiring dengan pelaksanaan penelitian
itu berlangsung.
Reduksi data merupakan tahapan bagian analisis sehingga peneliti
disini dapat melakukan beberapa pilihan terhadap data yang hendak
40
dikode, mana yang akan dibuang, mana yang merupakan sebuah
ringkasan, cerita-cerita yang sedang berkembang, mana yang merupakan
pilihan-pilihan analistis. Reduksi data merupakan proses analisis data yang
mempermudah peneliti untuk menarik sebuah kesimpulan dengan
merangkum, memilih hal-hal pokok yang sedang dianalisis.
Adapun proses reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu
dan mengorganisasikan data sehingga memudahkan untuk dilakukan
penarikan kesimpulan dan dilanjutkan ke proses verifikasi.
2. Penyajian Data
Tahapan berikutnya adalah penyajian data atau display data
(tahapan secara sistematis/pengelompokan). Menurut Miles dan Habermas
display data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
pengambilan tindakan. Melakukan penyajian data maka peneliti akan lebih
mudah memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan.
3. Verifikasi dan Kesimpulan
Verifikasi dan Kesimpulan merupakan tahapan akhir dalam proses
pengumpulan data. Peneliti bisa menilai sejauh mana pemahaman dan
interpretasi yang telah dibuatnya. Ada beberapa cara yang dilakukan
dalam proses ini diantaranya melakukan pencatatan untuk pola-pola dan
tema yang sama, pengelompokan dan pencarian kasus-kasus negatif
(mungkin adanya kasus yang menyimpang dari kebiasaan masyarakat).
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sejarah Singkat Desa Bentenge
Desa Bentenge adalah pemekaran dari Desa Samaenre pada tahun
1987 pada waktu itu masih merupakan Desa Persiapan Bentenge, dan nanti
setelah Tahun 1990 Resmi menjadi Desa Defenitif dan terbagi menjadi 3 (tiga)
Dusun.
Sejak tahun 1987 sampai sekarang Desa Bentenge sudah 4 (empat) kali
mengalami pergantian Kepala Desa dengan masa tenggang waktu yang
berbeda-beda yaitu:
1) A.Ansar,Bsw : Tahun 1987-1990
2) Mahmud Rauf : Tahun 1990-1993
3) Muh.Amir : Tahun 1994-2001
4) Nurdin Umar : Tahun 2001-2012
5) Basuki Rahmat : Tahun 2012-2018
2. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Mayoritas Penduduk Desa Bentenge adalah suku Bugis dan beragama
Islam, bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Bugis dan bahasa
Indonesia, masyarakat desa Bentenge sebagian besar bermata pencaharian
dibidang pertanian, PNS, dan sebahagian lagi menjadi tenaga kerja diluar
negeri (Malaysia dan Arab Saudi).
42
Desa bentenge terbagi atas 3 dusun : Dusun Tanete, Dusun Bentenge,
dan Dusun Reatoa serta dikelilingi oleh pegunungan, hal ini membuat Desa
Bentenge mempunyai udara yang sejuk dan masih segar. Secara Geografis
Desa Bentenge berada diketinggian kurang lebih 700 Meter dari permukaan
laut dan berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Desa Samaenre
b. Sebelah Timur : Desa Tellumpanuae
c. Sebelah Selatan : Desa Patannyamang
d. Sebelah Barat : Kab. Pangkep
Sistem sosial yang dianut oleh masyarakat Desa Bentenge adalah
sistem kekeluargaan, karena pada umumnya mereka semua masih memiliki
hubungan kekeluargaan antara yang satu dengan yang lainnya. Masyarakat
Desa Bentenge juga mempunyai sikap toleransi yang besar terhadap sesama
maupun pendatang, hal ini dapat terlihat dari kegiatan sosial kemasyarakatan
seperti gotong royong, pelaksanaan kerja bakti, acara pernikahan,
mappadendang dan lain-lain, kemudian sikap terbuka terhadap masyarakat
luar mempermudah hubungan kerja sama yang akan dibangun kelak.
Keadaan Penduduk, Desa Bentenge berpenduduk 1.070 jiwa yang
terdiri dari laki-laki 542 dan perempuan 528.
Potensi Sumber Daya Alam sebagai gambaran umum Desa Bentenge,
mempunyai luas wilayah kurang lebih 2.523,3 Ha separuh dari itu adalah
hutan alam, kerapatan penduduk (minus lahan hutan) sebesar 4.6 Ha ini berarti
1 (satu) Kepala keluarga dapat memperoleh lahan seluas 4 ha untuk kebutuhan
43
rumah dan ladang pertanian dengan asumsi lahan tersebut terdistribusi dengan
merata, ditambah lagi dengan kondisi tanah yang subur dengan iklim yang
baik. Banyak tanaman potensil dapat dikembangkan di desa ini seperti :
kemiri, kakao, kopi, cengkeh, rambutan, dan berbagai jenis tanaman sayuran,
bahkan desa ini sedang berupaya untuk menjadi desa penghasil kopi terbesar
di Kabupaten Maros.
Sumber daya hutan desa sangat potensial karena kaya dengan hasil
hutan non kayu seperti madu, anggrek, jamur, rotan dan pakis serta gula aren.
Hutan lindung dan cagar alam yang masih terjaga memberikan dampak positif
bagi ketersediaan sumber daya air untuk irigasi dan air minum, masyarakat
desa bentenge juga mengembangkan usaha peternakan kuda dan sapi yang
dimanfaatkan untuk membajak sawah dan alat angkut hasil pertanian seperti
padi dan kacang tanah, selain memanfaatkan daging dan tenaga, ternak sapi
mereka juga memanfaatkan kotorannya menjadi pupuk.
3. Deskripsi Informan Penelitian
Informan (subyek) dalam penelitian ini terdiri dari 30 orang dengan
karakteristik sebagai berikut.
a. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk desa bentenge
baik laki-laki dan perempuan yang bersedia menjadi informan dalam
penelitian ini sebagai berikut.
44
Tabel 4.1 Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Jumlah
Laki-Laki 8
Perempuan 24
Jumlah 32
Berdasarkan tabel 4.1 diatas jumlah informan yang berjenis
kelamin laki-laki adalah sebanyak 8 orang, sedangkan jumlah informan
perempuan sebanyak 24 orang.
b. Karakteristik Berdasarkan Pendidikan
Berdasarkan pendidikan, tingkat pendidikan masing-masing
informan adalah sebagai berikut.
Tabel 4.2
Karakteristik Informan Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan Jumlah
SD 21
SMP 4
SMA/SMU -
S1 2
Lain-Lain
(tidak sekolah) 5
Jumlah 32
Berdasarkan tabel diatas yang menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk desa bentenge yang menjadi informan dalam penelitian ini
45
adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD) berjumlah 21 orang, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) berjumlah 4 orang, S1 sebanyak 2 orang
dan tidak sekolah sebanyak 5 orang.
c. Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan
Informan dalam penelitian ini yang berdasarkan pada pekerjaan
adalah sebagai berikut.
Tabel 4.3
Karakteristik Informan Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Jumlah
Petani 28
PNS -
Staf Kantor Desa Bentenge
2
Wiraswasta 2
Jumlah 32
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukan bahwa mayoritas
peduduk desa bentenge yang menjadi informan penelitian termasuk
jenis pekerjaan petani berjumlah 28 orang, yang bekerja sebagai staf
Di Kantor Desa Bentenge 2 orang sedangkan wiraswasta hanya
berjumlah 2 orang.
1. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Pentingnya
Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, maka berikut ini adalah deskripsi
dari jawaban informan terkait indikator dari kesadaran hukum yang terdiri dari
46
pengetahuan hukum, sikap hukum dan pemahaman hukum masyarakat terhadap
pentingnya pendaftaran tanah. Adapun pengkategorian tanggapan informan secara
keseluruhan diteliti sesuai dengan pedoman wawancara yang terdiri dari 7 butir
pertanyaan.
Dari hasil observasi dan dokumentasi yang bersumber dari Kantor Desa
Bentenge dan hasil wawancara dengan informan didapatkan hasil bahwa indikator
kesadaran hukum masyarakat Desa Bentenge masih sangat rendah. Berikut
dibawah ini adalah hasil dari observasi di Kantor Desa Bentenge.
Tabel 4.4
Hasil Observasi Di Kantor Desa Bentenge
Pengamatan Variable Jumlah
Jumlah Penduduk Di
Desa Bentenge
Dusun Bentenge 525
Dusun Tanete 307
Dusun Reatoa 238
Jumlah 1.070
Jumlah Penduduk Yang
Bersertifikat
Yang Memiliki
Sertifikat 127
Yang belum memiliki
Sertifikat 943
Sumber : Kantor Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros Berdasarkan tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan
penduduk di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros adalah 1.070 penduduk
dan jumlah penduduk yang memiliki sertifikat hanya 127 orang, sedangkan yang
belum memiliki sertifikat sebanyak 943 orang. Hal ini menunjukkan kurangnya
47
tingkat kesadaran hukum masyarakat terhadap pentingnya kepemilikan sertifikat
hak milik atas tanah.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan informan dimulai dari
indikator pertama, yakni sebagai berikut:
a. Pengetahuan hukum
Pengetahuan hukum masyarakat diketahui dari jawaban informan yang
merupakan masyarakat Desa Bentenge sesuai dengan data hasil wawancara
berikut:
Tabel 4.5
Hasil Wawancara Sesuai Indikator Pengetahuan Hukum
Pertanyaan Jawaban Jumlah
1. Apakah Bapak/Ibu
memahami syarat-
syarat yang diperlukan
dalam pendaftaran
tanah?
2.Apakah Bapak/Ibu
memahami prosedur
pembuatan sertifikat
tanah?
Tidak Tahu 25 orang
Tidak Paham 4 orang
Kurang Paham 3 orang
Sumber : Hasil Wawancara Dengan Warga Desa Bentenge Kec. Mallawa
Kab.Maros
Berdasarkan jawaban dari para informan pengetahuan hukum
masyarakat dapat dikategorikan sangatlah kurang, hal ini dikarenakan
48
informan memberikan jawaban tidak tahu sebanyak 25, yang tidak paham
sebanyak 4 informan dan kurang paham 3 informan. Jadi berdasarkan jawaban
pertanyaan mengenai pengetahuan hukum yang dijawab informan penelitian
dapat diketahui bahwa pola perilaku pengetahuan hukum informan tergolong
sangatlah kurang.
b. Sikap Hukum
Sikap hukum yang dimiliki masyarakat dapat diketahui dari jawaban
informan yang merupakan masyarakat Desa Bentenge sesuai dengan data hasil
wawancara berikut:
Tabel 4.6
Hasil Wawancara Sesuai Indikator Sikap Hukum
Pertanyaan Jawaban Jumlah
Bagaimanakah
tanggapan Bapak/Ibu
terhadap kewajiban
untuk memiliki
sertifikat tanah?
Setuju mengenai
kewajiban memiliki
sertifikat
32 orang
Tidak setuju mengenai
kewajiban memiliki
sertifikat
-
Sumber : Hasil Wawancara Dengan Warga Desa Bentenge Kec. Mallawa
Kab.Maros
Berdasarkan jawaban dari para informan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa sikap hukum yang dimiliki para informan dikategorikan
baik karena semua informan memberikan jawaban positif yakni, mereka setuju
mengenai kewajiban memiliki serifikat.
49
c. Pemahaman Hukum
Pemahaman hukum yang dimiliki masyarakat dapat diketahui dari
jawaban informan yang merupakan masyarakat Desa Bentenge sesuai dengan
data hasil wawancara berikut:
Tabel 4.7
Hasil Wawancara Sesuai Indikator Pemahaman Hukum
Pertanyaan Jawaban Jumlah
1.Apakah Bapak/Ibu
memahami tujuan dari
pendaftaran tanah?
Paham tujuan
pendaftaran tanah 32 orang
2.Apakah Bapak/Ibu
memahami apabila
tidak memiliki
sertifikat tanah
merupakan rawan
terjadinya klaim
sepihak, sengketa
tanah dan sebagainya?
Tahu tapi kurang peduli 30 orang
Sumber : Hasil Wawancara Dengan Warga Desa Bentenge Kec. Mallawa
Kab.Maros
Berdasarkan jawaban informan pada butir pertanyaan pertama yakni
32 informan memberi jawaban yang positif yakni, mereka paham tujuan
pendaftaran tanah, namun pada butir pertanyaan yang kedua 30 informan
memberi jawaban yang kurang positif, yakni mereka tahu bahwa tanpa
50
sertifikat rawan terjadi klaim sepihak tetapi mereka acuh tak acuh. Hal ini
menunjukkan bahwa pemahaman hukum informan cenderung kurang.
2. Faktor-Faktor Yang Menghambat Masyarakat Untuk Mendaftarkan
Hak Milik Atas Tanahnya
Kesadaran hukum masyarakat untuk mendaftarakan hak milik atas
tanahnya di Desa Bentenge Kec.Mallawa Kab. Maros tentunya memiliki beberapa
faktor penghambat. Hal ini dapat di ketahui berdasarkan data hasil wawancara
berikut:
Tabel 4.8
Hasil Wawancara Mengenai Faktor Penghambat
Pertanyaan Jawaban Jumlah
Apakah yang
menghambat
Bapak/Ibu dalam
melakukan
pendaftaran tanah?
Terkendala Biaya 7 orang
Kesulitan Mengurus 7 orang
Tidak Tahu Cara
Mendaftar 5 orang
Merasa Tidak Perlu
Karena Memiliki Saksi 6 orang
Sumber : Hasil Wawancara Dengan Warga Desa Bentenge Kec. Mallawa
Kab.Maros
Berdasarkan data dari hasil wawancara dengan para informan, mereka
memberikan tanggapan yang beragam yakni mereka merasa terkendala pada
biayanya 7 informan, ada yang kesulitan mengurus sebanyak 7 informan, ada
yang mau mendaftarkan tanahnya tapi tidak tau caranya 5 informan, ada pula yang
merasa tidak perlu mendaftarkan tanahnya 7 informan dan 6 orang informan yang
51
merasa tidak perlu selama mereka memiliki sasksi yang bisa membuktikan bahwa
tanah tersebut milik mereka.
Kemudian di perkuat dengan jawaban dari SB dan MT yang merupakan
salah satu staf yang bertugas di kantor Desa Bentenge. Adapun jawaban SB
mengenai apa yang menghambat masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya, yaitu:
“ Karena sebagian besar masyarakat masih awam pengetahuannya dalam hal
pendaftaran tanah, sebab sebagian mengira bahwa yang paling penting untuk di
daftarkan adalah tanah tempat bangunan rumah mereka berdiri jadi mereka
merasa tidak perlu jika harus juga mendaftarkan tanah perkebunan atau sawahnya.
Selain dari hal itu, masyarakat juga terhalang masalah biaya pengurusan”
Sedangkan jawaban MT mengenai apa yang menghambat masyarakat
untuk mendaftarkan tanahnya, yaitu: “ Banyak yang berfikir biar tidak ada
suratnya tidak ada juga yang akan ganggu itu tanah karena pemberian ataupun
warisan dari orang tuanya dan banyak juga yang tidak membuatkan tanahnya
sertifikat karena faktor ekonomi. Dimana pajaknya itu harus dibayar tiap tahun
dan mereka merasa bahwa itu dapat menambah beban mereka. Terus biasanya
juga malas untuk mengurus ini itu.”
B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tingkat kesadaran
hukum masyarakat Desa Bentenge terhadap pentingnya mendaftarkan tanah
hak miliknya dapat dikategorikan rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil
observasi yang menunjukkan bahwa dari jumlah keseluruhan penduduk yaitu
52
sebanyak 1.070 orang, kurang dari 20% jumlah penduduk yang memiliki
sertifikat hak milik atas tanah, yaitu hanya sebanyak 127 orang dan sebanyak
943 orang belum memiliki sertifikat hak milik atas tanah. Hal ini di sebabkan
karena masyarakat masih sangat kurang dibeberapa aspek, yaitu kurang dalam
pengetahuan hukum, sikap hukum dan pemahaman hukum.
Melihat dari indikator kesadaran hukum, yakni dalam hal pengetahuan
hukum sesuai dengan indikator kesadaran hukum menurut Soekanto (1982),
yaitu “Pengetahuan hukum, yaitu seseorang yang mengetahui bahwa perilaku-
perilaku tertentu tersebut telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang
dimaksud di sini adalah hukum tertulis maupun tidak tertulis. Perilaku tersebut
menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang
diperbolehkan oleh hukum”
Sedangkan pengetahuan hukum masyarakat di Desa Bentenge dapat
dikategorikan sangatlah kurang, hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat
belum mengetahui bagiamana syarat-syarat dan juga prosedur pembuatan
sertifikat tanah, yang dimana diatur dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
Dalam hal sikap hukum sesuai dengan indikator kesadaran hukum
menurut Soekanto (1982), yaitu “Sikap hukum, yaitu seseorang mempunyai
kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu tehadap hukum”
Mengenai sikap hukum masyarakat Desa Bentenge jawaban
menunjukkan bahwa sikap hukum yang dimiliki masyarakat dikategorikan
53
baik karena banyak dari mereka yang memberikan jawaban positif mengenai
pertanyaan yang telah diberikan.
Untuk mengenai pemahaman hukum masyarakat, sesuai dengan
indikator kesadaran hukum menurut Soekanto (1982), yaitu “Pemahaman
hukum, yaitu seseorang yang mempunyai pengetahuan dan pemahaman
mengenai aturan-aturan tertentu, misalnya adanya pengetahuan dan
pemahaman yang benar dari seorang pelajar tentang hakikat dan arti
pentingnya peraturan sekolah”
Sedangkan mengenai pemahaman hukum masyarakat menunjukkan
bahwa pemahaman masyarakat cenderung kurang meskipun mereka
menanggapi secara positif bahwa dengan memiliki sertifikat akan
menghindarkan dari terjadinya sengketa, tapi mereka juga merasa tidak perlu
untuk mendaftarkan tanahnya karena tingkat kepercayaan mereka antara
sesama juga sangat tinggi dilihat dari jawaban mereka.
Jadi berdasarkan jawaban masyarakat berdasarkan pertanyaan
wawancara mengenai pengetahuan hukum yang dijawab informan penelitian
dapat diketahui bahwa pola perilaku pengetahuan hukum informan tergolong
sangatlah kurang.
2. Faktor-Faktor Yang Menghambat Masyarakat Mendaftarkan Tanahnya
Kurangnya tingkat kesadaran hukum masyarakat Desa Bentenge
mengenai pentingnya pendaftaran tanah bukan tanpa alasan, hal ini
dikarenakan adanya faktor-faktor yang menghambat masyarakat untuk
mendaftarkan hak milik atas tanahnya, yaitu:
54
a. Faktor Ekonomi
Biaya tentunya dapat menjadi penghambat dalam pembuatan
sertifikat hak atas tanah terutama bagi untuk masyarakat yang kekurangan
dalam segi ekonomi. Hal ini dikarenakan dalam proses administrasinya pasti
membutuhkan biaya dan juga pajak yang harus dibayar tiap tahun, sehingga
masyarakat yang lemah dalam segi ekonomi pasti akan berpikir dua kali jika
ingin mensertifikatkan tanahnya. Jadi faktor ekonomi ini juga penyebab
kurangnya kesadaran hukum masyarakat.
b. Tingkat Pendidikan Yang Rendah
Kurangnya pemahaman hukum masyarakat ini disebabkan oleh
tingkat pendidikan yang masih rendah ditambah dengan tidak adanya
kegiatan sosialisasi hukum yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Hal
ini juga mengakibatkan masyarakat tidak paham mengenai pentingnya untuk
mensertifikatkan tanah hak miliknya serta menyebabkan masyarakat tidak
tahu cara-cara yang diperlukan jika ingin mendaftarkan tanah hak miliknya.
c. Kurangnya Keinginan Masyarakat Untuk Mensertipikasi Tanahnya
Kurangnya keinginan juga menjadi faktor yang menghambat
masyarakat untuk itu sendiri untuk mendaftarkan tanahnya. Hal ini
menyebabkan masyarakat menjadi tidak tahu bagaimana cara mendaftarkan
tanah mereka dan juga menyebabkan masyarakat tidak mengetahui betapa
pentingnya memiliki sertifikat hak milik atas tanah. Kurangnya keinginan
masyarakat untuk mensertipikasi tanahnya karena mereka cenderung
berpikiran jika didesa meskipun tidak memiliki sertpikat tanah tidak menjadi
55
masalah selama mereka memiliki saksi-saksi yang mengetahui bahwa tanah
tersebut milik mereka.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan serta pembahasan
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai Kesadaran Hukum
Masyarakat Terhadap Pentingnya Kepemilikan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
Di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros, maka dapat penulis kemukakan
kesimpulan dan saran sebagai berikut:
1. Tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat terhadap pentingnya pendaftaran
hak milik atas tanah di Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros bisa
dikatakan rendah. Hal ini dikarenakan kurangnya aspek pengetahuan
hukum, pemahaman hukum dan sikap hukum. Hal ini juga di buktikan
dengan dari 1.070 masyarakat desa Bentenge, hanya 127 yang memiliki
sertifikat dan sebanyak 943 orang yang belum memiliki sertifikat.
2. Faktor yang menjadi penghambat dalam mendaftarkan tanahnya dilihat
dari jawaban 32 informan, sebagai berikut.
a. Dalam faktor ekonomi, 7 informan terkendala biaya yang
menyebabkan mereka berpikir dua kali jika ingin mensertifikatkan
tanahnya.
b. 12 informan kesulitan dalam pengurusan dan tidak tahu cara
pengurusannya, karena masyarakat masih awam pengetahuannya
dalam hal pendaftaran tanah, sehingga tingkat pendidikan juga menjadi
salah satu faktornya.
57
c. 13 informan merasa tidak perlu membuat sertifikat terutama jika sudah
ada saksi, dikarenakan kurangnya keinginan masyarakat untuk
mensertipikasi tanahnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan diatas, maka penulis
ingin menyampaikan beberapa saran yaitu:
a. Bagi pemerintah, harus sesering mungkin melakukan sosialisasi
mengenai program pendaftaran tanah, sehingga dapat memungkinkan
masyarakat untuk mengatasi ketidaktahuan hukum mereka terutama
dalam hal mendaftarkan tanahnya, khususnya di Desa Bentenge dan
sekitarnya, agar masyarakat dapat mengetahui dengan lebih baik dan
benar bagaimana proses pendaftaran melalui jalur yang benar sehingga
tidak mengalami hal-hal yang berlawanan dengan hukum.
b. Kepada masyarakat, apabila tidak mengetahui bagaimana sistem
pendaftaran tanah yang baik dan benar, sebaiknya bertanya ataupun
meminta bantuan pada kepala desa tentang hal-hal yang tidak
diketahui, walaupun hanya sekedar bertanya, karena lebih baik
bertanya daripada tidak mengetahui apa-apa sama sekali. Kemudian
masyarakat juga harus berhati-hati karena ada juga oknum yang suka
menyalahgunakan pendaftaran tanah untuk meraup keuntungannya
sendiri.
c. Dalam peningkatan kesadaran hukum masyarakat pada dasarnya dapat
dilakukan dengan pendidikan (education), dalam hal ini dikarenakan
58
pendidikan dapat dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Hal
yang perlu diperhatikan dan ditanamkan dalam pendidikan
formal/nonformal adalah pada dasarnya tentang bagaimana menjadi
warganegara yang baik, tentang apa hak serta kewajiban seorang
warga negara. Menanamkan kesadaran hukum berarti menanamkan
nilai-nilai kebudayaan. Dan nilai-nilai kebudayaan dapat dicapai
dengan pendidikan. Oleh karena itu setelah mengetahui kemungkinan
yang menyebabkan merosotnya kesadaran hukum masyarakat maka
usaha pembinaan yang efektif dan efesien ialah dengan pendidikan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali. 2012. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta: Kencana. Cet 4.
Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap
Hukum. Jakarta: Kencana. Achmad Chomzah, 2002. Hukum Pertanahan. Jakarta : Prestasi Pustaka Budi Harsono, 1997. Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Djambatan Chomaz, A.A. 2004. Hukum Pertanahan Indonesia jilid 2. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya Herman Hermit, 2004. Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah
Negara, dan Tanah Pemda, Jakarta: CV. Mandar Maju Kartini Muljandi dan Gunawan Widjaja, 2007. Hak-hak atas Tanah, Jakarta:
Kencana Laica Marzuki. 1995. Siri, Bagian Kesadaran Hukum Rakyat Bugis
Makassar.Hasanuddin University Pres Marwan Mas. 2014. Pengantar Ilmu Hukum. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia Moloeng, Lexy, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya. Soerjono Soekanto. 1982. Kesadarn Hukum dan Kepatuhan Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada Sudarmo, H.S. 2000. Masalah Tanah di Indonesia. Jakarta: PT. Bhatara, Supriadi, 2007. Hukum agraria, Jakarta: Sinar Grafika Sutedi, Adrian, 2006. Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, Jakarta:
Sinar Grafika Urip Santoso, 2010. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta:
Kencana
60
Asas Fungsi Social Hak Atas Tanah Pada Negara Hukum (Suatu Tinjauan
Dari Teori, Yuridis Dan Penerapan Di Indonesia), Jurnal FKIP, Volume 5 Nomor 2, Agustus 2016. ISSN : 2355-4665 , Triana Rejekiningsih
Peran Camat Selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Jual Beli Tanah, jurnal UNNES Volume 5 Nomor 2, Juli 2010. ISSN : 1907-8919, Iga Gangga Santi Dewi
Pemberdayaan Hak-Hak Rakyat Atas Tanah, Jurnal Hukum, Volume 7 Nomor
13, April 2000, ISSN : 2337-5205, Masyhud Asyhari
61
PEDOMAN WAWANCARA
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA
KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DI DESA
BENTENGE KEC. MALLAWA KAB. MAROS
1. Apakah Bapak/Ibu memahami syarat-syarat yang diperlukan dalam
pendaftaran tanah?
2. Apakah Bapak/Ibu memahami prosedur pembuatan sertipikat tanah?
3. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap kewajiban untuk memiliki
sertifikat tanah?
4. Apakah Bapak/Ibu memahami tujuan dari pendaftaran tanah?
5. Apakah Bapak/Ibu memahami apabila tidak memiliki sertipikat tanah
merupakan rawan terjadinya klaim sepihak, sengketa tanah dan
sebagainya?
6. Apakah yang menghambat Bapak/Ibu dalam melakukan pendaftaran
tanah?
7. Dimanakah lokasi tanah Bapak/Ibu yang belum dibuatkan sertipikat tanah?
62
8. Apakah Bapak/Ibu memahami syarat-syarat yang diperlukan dalam
pendaftaran tanah?
- Jawaban SM, US, AM, DL, MK, AS, KR, FR, MT, NS, MR, WL, NR,
IR, AN, JY, SH, MN, HW, TL, AT, SM, TM, PR : “Tidak tahu”
- Jawaban SR, DS, : “Tidak Paham”
- Jawaban SE : “Kurang Paham”
- Jawaban PB : “Tidak paham tapi mungkin bisa bertanya sama pak
desa”
- Jawaban SS : “Tidak terlalu paham karena yang masalah seperti itu ada
pak kepala desa yang bisa uruskan”
- Jawaban MI : “Tidak tahu karena kalau yang seperti itu tinggal minta
tolong sama kepala desa”
9. Apakah Bapak/Ibu memahami prosedur pembuatan sertipikat tanah?
- Jawaban SM, WL, HW : “Tidak tahu juga”
- Jawaban US : “Lebih-lebih tidak tahu”
- Jawaban AM, DL, MK, AS, KR, FR, MT, NS, MR, SE, NE, IR, AN,
JY, SH, MN, Tl, AT, SM, TM, PR : “Tidak tahu”
- Jawaban DS : “Tidak paham”
- Jawaban PB : “Tidak tahu orang-orang di kantor desa pasti tahu”
- Jawaban SR : “Tidak paham juga langsung tanya saja orang-orang
dikantor desa”
- Jawaban SS : “Tidak tahu itu saja kalau kita bikin surat tanah berarti
ada surat-surat tanah”
63
- Jawaban MI : “Tidak tahu karena kalau yang seperti itu tinggal minta
tolong sama kepala desa”
10. Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap kewajiban untuk memiliki
sertifikat tanah?
- Jawaban SM : “Kalau ada bagus”
- Jawaban US : “Kalau ada bagus juga”
- Jawaban AM, MK, MT, MR, JY, MN : “Bagus juga”
- Jawaban DL, WL, IR : “Bagus”
- Jawaban PB : “Kalau ada sertipikat lebih bagus lagi karena ada bukti
kita yang punya itu tanah”
- Jawaban SR : “Lebih bagus memang kalau kita punya surat-surat
tanah”
- Jawaban AS : “Bagus supaya tidak ada yang ambil itu tanah”
- Jawaban KR : “Memang lebih baik kalau ada”
- Jawaban FR, NR : “Bagus juga kalau ada”
- Jawaban NS, PR : “Lebih bagus kalau ada”
- Jawaban DS : “Kalau ada surat-surat tanah ada buktinya jadi bagus
juga”
- Jawaban SS : “Kalau ada surat-surat tanah lebih bagus memang karena
kita ada bukti kalau itu tanah memang kita yang punya”
- Jawaban SE : “Memang bagus karena itu sertipikat kan memang bukti
kalau itu tanah memang punya kita supaya tidak ada yang bisa ambil”
- Jawaban AN : “Memang bagus kalau ada”
64
- Jawaban SH : “Kalau ada bagus tapi kalau orang disini juga tau kalau
itu tanahnya orang yang punya”
- Jawaban TL : “Kalau orang dulu tidak ada yang pake surat-surat”
- Jawaban SM : “Memang bagus kalau ada tapi orang-orang disini itu
selama dia tau batas tanahnya tidak ada yang mau ambil apalagi ada
saksinya”
- Jawaban TM : “Iya memang bagus kalau ada”
- Jawaban MI : “Memang harus ada tapi susah kalau mau bikin tapi
orang-orang disini dia tau mana tanahnya”
11. Apakah Bapak/Ibu memahami tujuan dari pendaftaran tanah?
- Jawaban SM : “Jadi bukti kalau itu tanah punya saya”
- Jawaban US : “Supaya ada buktinya”
- Jawaban AM : “Kalau ada surat-suratnya supaya orang tau”
- Jawaban DL : “Sebagai bukti kita punya tanah”
- Jawaban PB : “Didaftar itu tanah jadi ada bukti kita yang punya itu
tanah”
- Jawaban MK : “Supaya jelas yang punya tanah”
- Jawaban SR : “Supaya jadi bukti kalau itu tanah sudah kita daftar
punya kita”
- Jawaban AS : “Supaya ada tanda bukti”
- Jawaban KR : “Supaya ada buktinya itu tanah kita yang punya”
- Jawaban FR : “Supaya ada buktinya itu tanah punya saya “
- Jawaban MT : “Supaya ada buktinya”
65
- Jawaban NS : “Kalau sudah didaftar tanah jadi ada buktinya”
- Jawaban MR : “Supaya jelas siapa yang punya tanah”
- Jawaban DS : “Tujuannya supaya ada bukti”
- Jawaban SS : “Supaya kita ada bukti kalau itu tanah memang kita
yang punya jadi tidak bisa diganggu sama orang”
- Jawaban WL : “Supaya ada bukti”
- Jawaban SE : “Memang bagus supaya kita ada buktinya kalau itu tanah
memang punya kita supaya tidak ada yang bisa ambil”
- Jawaban NR : “Supaya jelas pemilik nya”
- Jawaban IR : “Supaya ada tanda bukti”
- Jawaban AN : “Didaftar supaya ada bukti kita yang punya tanah”
- Jawaban JY : “Jadi orang tau kalau ada surat-suratnya”
- Jawaban SH : “Supaya jelas yang mana tanah yang kita punya”
- Jawaban MN : “Supaya ada bukti”
- Jawaban HW : “Kalau ada surat-suratnya tidak berani orang ambil”
- Jawaban TL : “Itu saja jadi ada bukti”
- Jawaban AT : “Itu yang menjadi bukti kalau ada sertipikat”
- Jawaban SM : “Kalau sudah didaftar tanah itu yang menjadi bukti
surat-suratnya”
- TMSebagai bukti”
- Jawaban MI : “Didaftar supaya itu nanti yng jadi bukti surat tanahnya”
- Jawaban PR : “Supaya ada butkti-buktinya itu tanah”
66
12. Apakah Bapak/Ibu memahami apabila tidak memiliki sertipikat tanah
merupakan rawan terjadinya klaim sepihak, sengketa tanah dan
sebagainya?
- Jawaban SM : “Biasa terjadi tapi kalau orang di desa Bentenge tidak
begitu orang-orangnya”
- Jawaban US : “Biasanya kalau tidak ada bukti surat-surat tanah biasa
terjadi”
- Jawaban AM : “Kalau ada saksi siapa yang punya tanah bisa di
selesaikan”
- Jawaban DL : “Kalau orang-orang didesa ini tau sendiri tentang batas-
batas tanahnya”
- Jawaban PB : “Iya bisa terjadi itu tapi masyarakat disini semua tau
sampai-sampai dimana tanahnya”
- Jawaban MK : “Kalau itu tidak mungkin terjadi karena itu tanah dikasi
dari orang tua-tua dulu”
- Jawaban SR : “Biasanya begitu tapi orang-orang disini musyawarah
kalau ada seperti itu”
- Jawaban AS : “Mungkin juga tapi kalau ada saksinya tidak apa-apa
bisa diselesaikan”
- Jawaban KR : “Mungkin juga”
- Jawaban FR : “Tidak tau juga mungkin saja”
- Jawaban MT : “Mungkin saja tapi kalau orang-orang disini tidak”
67
- Jawaban NS : “Mungkin tapi kalau terjadi bisa diselesaikan selama ada
saksinya”
- Jawaban MR : “Semua orang disini dia tau tanahnya”
- Jawaban DS : “Bisa terjadi tapi selama ada saksi-saksinya tidak
masalah”
- Jawaban SS : “Pasti terjadi sengketa kalau tidak ada bukti tanah tapi
kalau di desa bentenge baik-baik orangnya jadi selama ada saksinya
tidak berani orang ambil”
- Jawaban WL : “Mungkin saja ada sengketa”
- Jawaban SE : “Pernah memang ada terjadi”
- Jawaban NR : “Kalau disini itu baik-baik orangnya jadi tidak mau
orang begitu ambil tanah”
- Jawaban IR : “Orang juga tau kalau itu tanah tanah orang karena ada
saksinya apalagi tanah dikasi sama orang tua sendiri”
- Jawaban AN : “Bisa saja terjadi sengketa kalau tidak ada bukti”
- Jawaban JY : “Bisa sekali terjadi”
- Jawaban SH : “Biasa juga terjadi sama orang-orang”
- Jawaban MN : “Orang-orang di desa Bentenge tidak ada yang seperti
itu”
- Jawaban HW : “Kalau orang lain mungkin terjadi tapi kalau orang-
orang disini tau diri”
- Jawaban TL : “Kalau saya dari dulu sampai sekarang tidak pernah
bertengkat karena tanah karena sudah memang dibagi”
68
- Jawaban AT : “Mungkin saja”
- Jawaban SM : “Itumi kenapa orang tua nabagi memang itu tanah
dengan jelas”
- Jawaban TM : “Mungkin saja ada kejadian”
- Jawaban MI : “Biasa kalau ada kejadian diselesaikan di kantor desa”
- Jawaban PR : “Biasa terjadi tapi biasa dengan pihak kehutanan juga
itu”
13. Apakah yang menghambat Bapak/Ibu dalam melakukan pendaftaran
tanah?
- Jawaban SM : “Susah kalau mau mengurus”
- Jawaban US : “Tidak perlu mendaftar selama tau batas-batas
tanahnya”
- Jawaban AM : “Tidak tau bagaimana mengurusnya”
- Jawaban DL : “Ttidak perlu semua orang tau batas tanahnya”
- Jawaban PB : “Tidak sempat pergi urus”
- Jawaban MK : “Banyak hal lain yang mau dikerjakan”
- Jawaban SR : “Pengurusannya susah”
- Jawaban AS : “Biaya pengurusannya mahal”
- Jawaban KR : “Meski tidak mengurus tidak masalah”
- Jawaban FR : “Masih kurang uang”
- Jawaban MT : “Tidak perlu karena kita cuma di desa”
- Jawaban NS : “Mau bikin tapi susah diurus”
- Jawaban MR : “Tidak perlu karena siapa yang mau ambil tanah orang”
69
- Jawaban DS : “Kata orang proses pengurusannya lama”
- Jawaban SS : “Mau bikin tapi yang membuat sertipikat tidak mau
datang kalau Cuma satu orang yang mau buat sertipikat”
- Jawaban WL : “Tidak tau bagimana caranya mengurus”
- Jawaban SE : “Sebenarnya kalau di desa biar tidak bikin tidak
masalah”
- Jawaban NR : “Kata orang yang pernah bikin pengurusannya susah
dan lama”
- Jawaban IR : “Mahal biayanya”
- Jawaban AN : “Tidak tau mau mendaftar dimana”
- Jawaban JY : “Tidak apa-apa biar tidak mendaftar”
- Jawaban SH : “Kalau di desa itu biar tidak bikin tidak masalah”
- Jawaban MN : “Orang-orang disini sudah tau yang mana tanah punya
orang mana punya mereka sendiri”
- Jawaban HW : “Yang penting orang lain sudah tau itu tanah punya
saya”
- Jawaban TL : “Biar tidak ada bukti surat-surat yang penting ada saksi”
- Jawaban AT : “Biayanya sedikit mahal”
- Jawaban SM : “Kalau ada saksi bahwa itu tanah punya saya tidak
masalah lagi kalau tidak ada sertipikatnya”
- Jawaban TM : “Tidak apa-apa kalau tidak ada sertipikat”
- Jawaban MI : “Tidak masalah kalau tidak punya karena banyak orang
yang bisa jadi saksi kalau itu tanah milik saya”
70
- Jawaban PR : “Kalau disini siapa yang mau ambil tanahnya orang
mereka tidak seperti itu”
14. Dimanakah lokasi tanah Bapak/Ibu yang belum dibuatkan sertipikat tanah?
- Jawaban SM : “Lappake”
- Jawaban US : “Lompojennae”
- Jawaban AM : “Kariango dan Palemmae”
- Jawaban DL : “Dia’balangnge”
- Jawaban PB : “Diase’na galung mappakae dan Padang tassussuke”
- Jawaban MK : “Diattang”
- Jawaban SR : “Dijennae dan Dilappake”
- Jawaban AS : “Kariango”
- Jawaban KR : “Kariango dan Ammera”
- Jawaban FR : “Lappake, Lahebbe dan Lagaropo”
- Jawaban MT : “Langngoro’ dan Lappake”
- Jawaban NS : “Lapake dan Diattang bolaharue”
- Jawaban MR : “Lappake”
- Jawaban DS : “Leang tanae”
- Jawaban SS : “Kunraniang”
- Jawaban WL : “Di lappake”
- Jawaban SE : “Diattang”
- Jawaban NR : “Tiheroe”
- Jawaban IR : “Di padang tassussuke”
- Jawaban AN : “Dilappake”
71
- Jawaban JY : “A’ddeangnge, Jennae dan Dimannaungnge”
- Jawaban SH : “To’dang galung”
- Jawaban MN : “Diaddeangnge”
- Jawaban HW : “Disamaenre”
- Jawaban TL : “Dilappake”
- Jawaban AT : “Diattang”
- Jawaban SM : “Dilacipue”
- Jawaban TM : “Diattang dan Diahana pasaluke”
- Jawaban MI : “Digalung mappakae”
- Jawaban PR : “Diangngasangnge dan Lakkace”
72
DAFTAR NAMA INFORMAN
No. Nama Inisial Jenis Kelamin Keterangan
1 Samsuddin SM Laki-laki Petani
2 Usman US Laki-laki Petani
3 Ambo AM Laki-laki Petani
4 Dellung DL Laki-laki Petani
5 P. Bahar PB Laki-laki Petani
6 Mangku MK Laki-laki Petani
7 Suriani SR Perempuan Petani
8 Asiah AS Perempuan Petani
9 Kera KR Perempuan Petani
10 Farida FR Perempuan Petani
11 Mantasia MT Perempuan Petani
12 Nursiah NS Perempuan Petani
13 Maryam MR Perempuan Petani
14 Dg. Saena DS Perempuan Petani
15 Samisah SS Perempuan Wiraswasta
16 Weliana WL Perempuan Petani
17 P.Hj.Saena SE Perempuan Petani
18 Nurbiah NR Perempuan Petani
19 Ira IR Perempuan Petani
20 Anti AN Perempuan Petani
21 Hj.Jaya JY Perempuan Petani
22 Sahe SH Perempuan Petani
73
23 Mono MN Perempuan IRT
24 Hawatia HW Perempuan Petani
25 Tulle TL Perempuan IRT
26 Ati AT Perempuan IRT
27 Samria SM Perempuan IRT
28 Tima TM Perempuan IRT
29 Maing MI Laki-laki Petani
30 Parida PR Perempuan Wiraswasta
31 Sabri SB Laki-laki Staf Desa
32 Martinawati MT Perempuan Staf Desa
74
PEDOMAN OBSERVASI
KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP PENTINGNYA
KEPEMILIKAN SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH DI DESA
BENTENGE KEC. MALLAWA KAB. MAROS
A. Observasi Di Kantor Desa
Pengamatan Variable Jumlah
Jumlah Penduduk Di
Desa Bentenge
Dusun Bentenge 525
Dusun Tanete 307
Dusun Reatoa 238
Jumlah 1.070
Jumlah Penduduk
Yang Bersertipikat
Yang Memiliki Sertipikat 127
Yang belum memiliki
Sertipikat 943
Sumber : Kantor Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros
B. Observasi Pendidikan Dan Pekerjaan Responden
Pengamatan Variable Jumlah
Pendidikan
SD 21
SMP 4
SMA/SMU -
S1 -
LAIN-LAIN 5
Pekerjaan PETANI 28
75
PNS -
WIRASWASTA 2
LAIN-LAIN -
76
PEDOMAN DOKUMENTASI
Kantor Desa Bentenge Kec. Mallawa Kab. Maros
Responden Penelitian
1. Samsuddin
2. Usman
77
3. Ambo
4. Dellung
5. P. Bahar
78
6. Mangku
7. Suriani
8. Farida
9. Nursiah
10. Asiah
11. Kera
12. Mantasia
13. Maryam
79
14. Dg. Saena
15. Weliana
16. Nurbiah
17. Anti
18. Samsiah
19. P. Hj. Saena
20. Ira
21. Hj. Jaya
80
22. Sahe
23. Hawatia
24. Ati
25. Tima
26. Mono
27. Tulle
28. Samsria
29. Maing
81
30. Parida
82
RIWAYAT HIDUP
JULIANA ABDULLAH. Dilahirkan di Maros pada tanggal 11
Juni 1997, dari pasangan pasangan ayahanda Abdullah (ALM)
dan Samsiah. Penulis mulai masuk sekolah dasar pada tahun
2004 di SD Negeri 14 Reatoa dan tamat tahun 2009, tamat SMP
Negeri 12 Mallawa pada tahun 2012 dan kemudian tamat SMA Negeri 7 Mallawa
pada tahun 2015. Pada tahun yang (2015), penulis melanjutkan pendidikan S1
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Recommended