View
1
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
“OSAMPLAS ME BONTIK”
PENGOLAHAN SAMPAH PLASTIK MENJADI BONSAI PLASTIK DI DESA GUTOMO KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN
PEKALONGAN
Efi Trihastuti1, Nur Annisaul Kholifah2, Elsa Elinda3, Ratih Dellyana4, dan Ananto Aji5
1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang
2 Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang3 Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang4 Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang5 Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang
Email: ajiananto@mail.unnes.ac.id
Abstract
The environment is an area in which living things are involved and not living things are involved. The environment is very much needed in health. It is very much the responsibility of the community to look after it. Environmental problems that are often discussed by the community are the presence of trash. Based on its nature, trash can be divided into two, namely organic trash and organic trash. There is trash that can be decomposed and cannot be decomposed. Garbage cannot be decomposed like plastic waste. Plastic waste cannot be decomposed without processing, so it needs recycling. Recycling is doing to reduce the number of plastic bottles by making plastic bonsai. In making this Bontik, it was done with PKK community in Gutomo village. Method that used in this activity are training and methods of awareness of a problem. By using this method, it is hoped that the community realize that trash is danger so it needs processing. Making Bontik is not difficult. The materials that needed had already available in Gutomo village such as tree branches, plastic bottles, patchwork, and used cans.
Keywords: environment, rubbish nature, plastic bonsai.
Abstrak
Lingkungan adalah area dimana makhluk hidup dan non-makhluk hidup berinteraksi. Lingkungan sangat berpengaruh pada kesehatan sehingga dibutuhkan tanggungjawab masyarakat untuk menjaganya. Persoalan lingkungan yang sering dihadapi oleh masyarakat adalah adanya sampah. Berdasarkan sifatnya sampah dibedakan menjadi dua yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah ada yang dapat diurai dan tidak dapat diurai. Sampah yang tidak dapat diurai, seperti sampah plastik. Sampah plastik tidak dapat terurai tanpa adanya pengolahan, untuk itu diperlukan daur ulang. Daur ulang dilakukan untuk mengurangi jumlah botol plastik dengan pembuatan bonsai plastik. Dalam pembuatan bontik ini dilakukan dengan ibu PKK Desa Gutomo. Dalam kegiatan ini metode yang digunakan yaitu training dan metode penyadaran pemahaman terhadap suatu masalah. Dengan menggunakan metode ini, diharapkan masyarakat sadar bahwa sampah itu bahaya dan diperlukan pengolahan. Pembuatan bontik ini tidaklah sulit. Bahan-bahan yang diperlukan sudah tersedia di Desa Gutomo seperti ranting pohon, botol plastik, kain perca, dan kaleng bekas.
Kata kunci: lingkungan, sifat sampah, bonsai plastik.
A. PENDAHULUAN
Menurut Cagri Avan, et al. (2011),
Lingkungan adalah area dimana semua
makhluk hidup dan non-makhluk hidup
dapat berinteraksi. Menurut Hendrik L.
Blum, 1974 dalam Slamet, 2016
menyatakan bahwa lingkungan adalah
faktor terbesar dalam mempengaruhi
derajat kesehatan, sehingga dalam menjaga
lingkungan merupakan tanggung jawab
semua masyarakat. Dalam hal ini peran
masyarakat sangat penting dalam menjaga
lingkungan, sebab jika masyarakat
mengalami permasalahan, mereka dituntut
mampu untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Salah satu
permasalahan yang sering dihadapi
masyarakat adalah kebersihan.
Kebersihan merupakan suatu keadaan
yang bebas dari segala kotoran dan lainnya
yang dapat merugikan segala aspek yang
menyangkut setiap kegiatan dan perilaku
yang dilakukan oleh masyarakat. Untuk
mewujudkan terciptanya lingkungan yang
bersih dibutuhkan kesadaran dari
masyarakat mengenai pentingnya menjaga
kebersihan. Untuk mencapai kondisi
masyarakat yang sehat dan sejahtera,
diperlukan pemukiman yang bersih.
Dilihat dari segi persampahan, bersih
diartikan tidak mengandung noda atau
terbebas dari kotoran dan sehat diartikan
sebagai suatu kondisi yang dapat dicapai
apabila dapat mengelola sampah secara
baik sehingga terlihat bersih dari
pemukiman lingkungan yang di dalamnya
terdapat manusia dengan segala
aktivitasnya.
Persoalan lingkungan yang sering
dihadapi oleh masyarakat adalah sampah.
Sampah adalah material yang sudah tidak
terpakai lagi. Sampah merupakan sebuah
masalah yang dialami oleh hampir semua
negara di dunia, salah satunya di
Indonesia.
Berdasarkan sifatnya sampah
dibedakan menjadi dua yaitu sampah
organik dan sampah anorganik. Sampah
organik adalah sampah yang dapat diurai
oleh mikroorganisme seperti, sampah sisa
makanan, dedaunan, sayuran, buah-buahan
dan lain sebagainya. Sedangkan sampah
anorganik adalah sampah yang tidak dapat
terurai, seperti sampah plastik, kaca,
kaleng dan lain sebagainya. Namun
menurut Yannes Tsy-Yan Cheung, et al
(2017) sampah plastik dapat didegradasi
secara alami tapi membutuhkan jangka
waktu yang lama, hingga beberapa ratus
tahun.
Sampah merupakan salah satu sumber
pencemaran lingkungan di Desa Gutomo,
Kecamatan Karanganyar, Kabupaten
Pekalongan. Tidak tersedianya TPA
(Tempat Pembuangan Akhir) maupun TPS
(Tempat Pembuangan Sementara) menjadi
alasan warga untuk membuang sampah di
belakang rumah mereka. Hal ini tentu
menyebabkan kerusakan lingkungan dan
berdampak buruk untuk kesehatan.
Terlebih tidak semua sampah bisa terurai
dengan sendirinya, contohnya sampah
plastik. Sampah plastik tidak dapat terurai
tanpa proses pengolahan, maka diperlukan
adanya daur ulang. Daur ulang plastik
telah menjadi metode alternatif untuk
limbah padat pengelolaan selain dari
tempat pembuangan sampah dan
pembakaran. Cheuk-Fai Chow, et al
(2016).
Penerapan 3R ( Reuse, Reduce, dan
Recyle) menjadi salah satu solusi
pengelolaan sampah. Sampah harus diolah
atau didaur ulang dengan baik agar tidak
mencemari lingkungan dan menganggu
kesehatan manusia. Oleh karena itu,
diperlukan upaya yang tepat untuk
mengurangi jumlah sampah plastik, salah
satunya dengan pembuatan kerajinan
bonsai plastik (BONTIK).
Menurut Dwilestari dan Nurmiati
(2018), bonsai adalah salah satu seni
pemangkasan tanaman (pohon) agar
tumbuh kerdil, mini, atau cebol. Istilah
bonsai berasal dari kata bon yang berarti
pot dan kata sai yang artinya tanaman.
Dengan demikian bonsai sering diartikan
sebagai tanaman yang dikerdikan atau
tanaman yang ditanam di pot. Bonsai saat
ini tidak hanya sekadar menjadi sarana
penyalur hobi saja namun dapat pula
menghasilkan nilai ekonomi yang cukup
tinggi.
Atas dasar hal tersebut, kelompok
Kuliah Kerja Nyata Universitas Negeri
Semarang (KKN UNNES), membuat
program kerja pelatihan pengolahan
sampah plastik bersama dengan ibu PKK
di Desa Gutomo. Adapun kerajinan yang
dibuat berupa bonsai dari sampah plastik
bekas air mineral. Produk ini
memanfaatkan hasil limbah yang ada di
desa, seperti ranting pohon yang
berjatuhan dan tidak digunakan lagi serta
kain perca sisa produksi pakaian yang
tidak terpakai.
B. PELAKSANAAN METODE
Pelaksanaan kegiatan pelatihan
pengolahan sampah plastik dilakukan pada
tanggal 7 November 2019, hari Kamis
pukul 09.00 - 12.00 WIB, di Balai Desa
Gutomo dengan jumlah peserta lima belas
yang terdiri dari ibu PKK Desa Gutomo.
Peserta pelatihan dari ibu PKK karena
notabennya ibu PKK merupakan ibu
rumah tangga yang sehari-harinya berada
di rumah, jadi kemungkinan jika
menerapkan pelatihan yang kami berikan
lebih memungkinkan waktu dan
kondisinya.
Dalam hal ini pelaksanaan metode
yang dilakukan melalui beberapa tahap
kegiatan yaitu: 1) tahap perencanaan dan
persiapan, 2) tahap pelaksanaan, 3) tahap
evaluasi akhir, dan 4) tahap pelaporan.
Tahap perencanaan dan persiapan
yang dilakukan yaitu melakukan
koordinasi dengan ketua PKK Desa
Gutomo, pengecekan tempat, dan
persiapan alat bahan yang akan digunakan
dalam pelatihan. Koordinasi yang kami
lakukan berupa penentuan jumlah peserta
yang mengikuti pelatihan.
Tahap pelaksanaan pelatihan,
berupa penyampaian materi sampah dan
bahaya sampah bagi lingkungan serta
kesehatan manusia, serta praktik
pengolahan sampah plastik menjadi bonsai
plastik. Dalam pelaksanaan pelatihan
setiap kelompok dari ibu PKK didampingi
oleh satu mahasiswa yang bertujuan untuk
memberikan arahan pembuatan bonsai
plastik.
Tahap evaluasi akhir, pada tahap
ini yaitu menilai kebermanfaatan pelatihan
yang dilakukan dalam pembuatan
kerajinan bonsai plastic.
Tahap terakhir berupa pelaporan,
yang dimaksud pelaporan di sini yaitu
penyampaian bahwa program kerja sudah
terlaksana dengan hasil berupa bonsai
plastik yang memiliki nilai guna.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengolahan sampah plastik akhir-
akhir ini sering kita dengar. Dimana
sampah plastik, merupakan sampah yang
tidak bisa diurai. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah ide untuk menangani,
diantaranya dengan cara mendaur ulang
sampah plastik menjadi kerajinan bonsai
plastik (BONTIK). Membuat kerajinan
bonsai plastik memerlukan tahapan seperti
di bawah ini.
Pemilihan Alat dan Bahan
Gambar 1: Alat dan bahan.
Pemilihan alat yang digunakan
disesuaikan dengan kegunaan, sedangkan
pemilihan bahan dengan cara mencari
secara langsung botol plastik bekas air
mineral, kain perca, ranting pohon, dan
bekas kaleng roti yang sebagian besar
kami dapatkan sendiri di lingkungan Desa
Gutomo.
Pembuatan BONTIK
Terdiri dari beberapa tahap sebagai
berikut:
Pembuatan bonsai dimulai dengan
memilih ranting pohon yang memiliki nilai
estetik, yaitu ranting yang tidak terlalu
tinggi dan memiliki diameter yang
membesar di bagian pangkal, serta
memiliki alur di permukaan ranting,
sebelum ke tahap selanjutnya ranting di
paku terlebih dahulu yang berfungsi untuk
penahan supaya batang yang dimasukan ke
dalam adukan semen tidak mudah lepas.
Gambar 2: Memilih ranting pohon.
Gambar 3: Memberi paku pada ranting
pohon.
Kemudian ranting tersebut ditanam
pada adukan semen dengan waktu ± 30
menit sampai mengering.
Gambar 4: Menanam ranting pohon pada
pot yang berisi adukan semen.
Botol yang sudah bersih dipotong
menyerupai daun begitupun dengan kain
perca, kemudian keduanya ditempelkan
dengan bantuan lem uhu. Fungsi botol
plastik di sini untuk memberikan tekstur
kaku pada daun, sedangkan kain perca
fungsinya untuk melapisi botol plastik
tersebut, sedangkan lem uhu berfungsi
sebagai perekat.
Gambar 5: Menggunting gelas air mineral
menjadi lembaran.
Gambar 6: Daun dari gelas air mineral.
Gambar 7: Daun dari gelas air mineral
yang sudah dilapisi kain perca.
Setelah daun dari botol plastik dan
kain perca sudah jadi, langkah selanjutnya
yaitu dengan memberikan tepi daun
menggunakan benang sulam, warna
benang disesuaikan dengan kain perca
yang digunakan agar daun terlihat
menarik.
Gambar 8: Memberi tepi daun dengan
benang sulam.
Pembuatan daun yaitu dengan
memasang kawat bendrat dengan bantuan
lem tembak. Kawat sendiri berfungsi
sebagai ibu tangkai dari daun agar
memudahkan kita saat melilitkannya di
ranting pohon.
Pelilitan daun ke ranting pohon. Cara
melilitkan daun ini sesuai dengan
kreativitas ibu-ibu, karena satu ibu dengan
ibu yang lainnya memiliki pemikiran
berbeda sehingga, dari hasil pelatihan pun
bonsai yang dihasilkan berbeda-beda cara
pelilitan. Proses ini menggunakan alat
bantu berupa tang yang berfungsi untuk
menguatkan lilitan kawat ke ranting
pohon.
Gambar 9: Pemasangan daun.
Pengecatan bonsai, dari tahap di
atas sebelum memasuki tahap selanjutnya,
pada lilitan kawat bendrat harus dilapisi
dengan lem lilin fungsinya selain untuk
memperapih kawat yang masih menonjol,
juga dengan pelapisan lilin ini akan
membuat pohon seakan bernodus (beruas).
Pengecatan bonsai dilakukan dengan
bantuan kuas tembok dan kuas lukis, kuas
tembok untuk ranting yang besar dan kuas
lukis untuk ranting yang kecil dan untuk
memberikan aksen-aksen agar bonsai lebih
terlihat nyata guratan-guratan permukaan
pohonnya. Setelah melalui pengecatan
bonsai didiamkan selama ± 10 menit agar
cat mengering. Setelah itu bonsai sudah
dapat dinikmati keindahan dan
kebermanfaatannya dari bahan yang sudah
tidak terpakai menjadi bonsai plastik yang
bernilai estetik.
Gambar 10: Pengecatan bonsai.
Berikut ini merupakan bonsai
plastik yang dibuat ibu PKK pada program
kerja pengolahan sampah plastik menjadi
bonsai plastik yang memiliki nilai estetik,
nilai guna, dan nilai ekonomi yang tinggi.
Kegunaan dari bonsai plastik sendiri dapat
dijadikan hiasan di rumah dan
diperjualbelikan.
Gambar 11: Bonsai plastik.
Botol atau gelas air mineral yang
digunakan dalam pelatihan pembuatan
bonsai plastik ini merupakan jenis plastik
Polyethylene Terephthalate (PET/PETE)
yang seharusnya hanya satu kali pakai.
Jenis plastik yang dapat didaur ulang
diberi kode agar mempermudah dalam
pengidentifikasian. Biasanya nomor kode
plastik akan tercantum dalam kemasan
produk-produk berbahan plastik seperti
gambar berikut:
Gambar 12: Nomor Kode Plastik (UNEP,
2009)
Tabel 1 : Perbandingan bahan yang
digunakan sebelum pengolahan menjadi
bontik dan setelah pengolahan menjadi
bontik.
Bahan Sebelum
pengolaha
n
Setelah
pengolahan
Botol
plastik air
mineral
Di lowakan Digunakan
untuk
lapisan
daun agar
teksturnya
kaku
Kain
perca
Dibuat
serbet atau
keset
Digunakan
untuk
lapisan luar
daun
Kawat
bendrat
Untuk
bahan
bangunan
Digunakan
untuk ibu
tangkai
daun
Ranting
pohon
Kayu bakar Digunakan
untuk
pohon
bonsai
Bekas
kaleng roti
Untuk
tempat
barang lain
Digunakan
untuk pot
bonsai
Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa dengan adanya pelatihan
pengolahan sampah dari bahan-bahan yang
semula belum maksimal dalam
pengolahan, menjadi produk baru yang
memiliki nilai guna. Botol plastik air
mineral yang semula hanya dilowakan ke
pengepul sampah dengan adanya
pengolahan palstik sampah menjadi bonsai
ini, para ibu menjadi sadar bahwa botol
plastik air mineral dapat digunakan untuk
daun dalam pelatihan ini, hal ini terbukti
saat ibu-ibu menghadiri acara di rumah
salah satu calon lurah, ibu-ibu heboh
memungut botol palstik untuk dijadikan
kerajinan bonsai.
Kain perca yang sebelumnya hanya
dijadikan keset, di sini kami memberikan
inovasi baru untuk pengolahan menjadi
bonsai yang bernilai guna. Kebanyakan
para pemilik konveksi mengaku bahwa
kain perca yang dihasilkan dari penjahit ini
hanya dijual murah ke para pembeli,
namun ada beberapa konveksi yang
mengolah kain perca menjadi serbet
namun produksinya tidak banyak.
Kawat bendrat yang sebelumnya
digunakan untuk bahan bangunan, di sini
kami memberikan inovasi untuk dijadikan
ibu tangkai dari daun pada pengolahan
sampah plastik menjadi bonsai. Para ibu
yang sebelumnya belum mengetahui
kebermanfaatan kawat bendrat selain
untuk bahan bangunan sekarang sudah
lebih terbuka wawasannya bahwa kawat
ini dapat digunakan untuk menjadi produk
lain yang lebih bernilai guna.
Ranting pohon yang kami gunakan
di sini yaitu ranting pohon yang sudah
tidak digunakan lagi. Ranting pohon kami
dapatkan di kebun Dukuh Sidoguno Desa
Gutomo dengan bantuan celurit untuk
memotong ranting. Jadi untuk ranting
pohon ini kami menggunakan ranting dari
pohon beringin (Ficus benjamina), karena
ranting dari pohon ini lebih kokoh dan
bernilai estetik daripada pohon pinus dan
karet yang banyak tersebar di Desa
Gutomo.
Bekas kaleng roti yang sebelumnya
hanya digunakan untuk tempat barang-
barang lain, kami menghadirkan inovasi
untuk menjaadikannya sebagai pot agar
mengurangi sampah kaleng. Untuk ukuran
kaleng disesuaikan dengan ranting pohon
yang dipilih.
Inti dari pengolahan sampah plastik
menjadi bonsai plastik adalah memupuk
kesadaran diri masing-masing individu
agar bijak dalam menggunakan plastik.
Semakin berkembangnya ekonomi dan
perubahan pola konsumsi dan produksi
masyarakat menyebabkan peningkatan
drastis limbah plastik di dunia. Wing-Mui
Winnie So, et al (2014)
Jika dilihat dari keunggulan plastik
sendiri merupakan bahan pembungkus
yang kuat, tahan karat, tahan lama,
fleksibel, mudah diberi warna, mudah
dibentuk, tidak mudah pecah, dan isolator
panas dan listrik yang baik (Suntoro dan
Ismanto, 2016). Seharusnya dari sisi
positif tersebut kita dapat berbuat bijak
seperti mengurangi pemakaian sampah
dengan mengingat saat kita belanja di
pasar dengan membawa tas sendiri.
Selain sisi positif ada pula sisi
negatif dari plastik yaitu pada setiap jenis
plastik memiliki molekul yang ketika
sudah menjadi sampah akan
membahayakan lingkungan karena tidak
cepat terurai dan menurunkan kesuburan
tanah. Biasanya untuk mengurangi sampah
plastik yang kita lakukan adalah
membakarnya. Namun, dengan membakar
sampah plastik tersebut malah akan
menambah bahaya bagi kesehatan
manusia. Ternyata meskipun dibakar
sampah plastik tidak serta merta akan
mudah didegradasi oleh tanah.
Pembuangan limbah plastik di lingkungan
dianggap sebagai masalah besar karena
biodegrabilitasnya yang sangat rendah dan
keberadaannya dalam jumlah besar.
Kasim. (2016).
Dampak plastik terhadap
lingkungan antara lain: 1) Tercemarnya
ekosistem udara, tanah, dan air, 2) Racun
dari partikel plastik yang masuk ke dalam
tanah akan membunuh hewan dan mikroba
pengurai di dalam tanah yang akan
mengganggu kesuburan tanah tersebut, 3)
Bahan logam berupa Polychlorinated
Biphenyls (PCBs) yang tidak dapat terurai
meskipun termakan oleh hewan maupun
terserap oleh tanaman.
D. PENUTUP
Simpulan
Sampah merupakan bahan sisa dari hasil
produksi yang sudah tidak digunakan. Di
Desa Gutomo dengan tidak adanya TPA
dan TPS membuat warga kurang sadar
akan pentingnya membuang sampah pada
tempatnya sehingga lingkungan desa
kurang bersih karena ada beberapa
sampah khususnya sampah plastik yang
terbengkai. Sampah inilah yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran
lingkungan. Agar tidak terjadi
pencemaran lingkungan diperlukan daur
ulang dalam mengolah sampah. Daur
ulang yang dilakukan yaitu dengan
membuat kerajinan Bonsai Plastik.
Pembuatan kerajinan Bonsai Plastik ini
dilakukan oleh ibu-ibu PKK. Dalam
pembuatan kerajinan ini pastinya ada
faktor pendukung dan penghambatnya:
Faktor pendukung: bahan-bahan utama
yang diperlukan sangat mudah dan tidak
perlu membeli, karena di Desa Gutomo
sudah tersedia.
Faktor penghambat: untuk membeli alat-
alat pendukung yang digunakan dalam
membuat kerajinan cukup jauh.
Saran
Dalam pembuatan kerajinan ini
membutuhkan waktu lama, ketelitian, dan
kreativitas sehingga pembuatan kerajinan
ini harus fokus dan teliti.
E. DAFTAR PUSTAKA
Avan, C., Aydinli, B., Bakar, F., dan
Alboga, Y. 2011. Preparing
Attitude Scale to Define Student’
Attitudes About Environment,
Recycling, Plastic and Plastic
Waste. International Electronic
Journal of Environmental
Education. Vol.1.
Cheung, Y. T. Y., Chow,C. F. and So, W.
W.M. 2017. A Train-the-trainer
Design for Green Ambassadors in
an Environmental Education
Programme on Plastic Waste
Recyling. International Research in
Geographical and Environmental
Education.
Chow, C. F., So, W. W. M., and Cheung,
T. Y. 2016. Research and
Development of a New Waste
Collection Bin to Facilitate
Education in Plastic Recycling.
Applied Enviromental Education &
Communication. Vol. 15 (1).
Dwilestari, S, dan Nurmiati, S. 2018.
Sistem Pakar Style pada Tanaman
Bonsai Menggunakan Metode
Certainty Factor. Sainstech. Vol 28
(2): 1410-1704.
Elamin, M. Z., et al. Analisis Pengelolaan
Sampah pada Masyarakat Desa
Disanah Kecamatan Sreseh
Kabupaten Sampang. Vol. 10 (4):
368-375.
Karuniastuti, N. Bahaya Plastik Terhadap
Kesehatan Dan Lingkungan. Forum
Teknologi. Vol. 3 (1).
Kasim, A. K. 2017. Recycling of
Polyethylene Waste to Produce
Plastic Cement. Elsevier.
Purwaningrum, P. 2016. Upaya
Mengurangi Timbulan Sampah
Plastik di Lingkungan. JTL. Vol. 8
(2): 141-147.
So, W. M. W., Cheng, N. Y. I., Chow, C.
F., and Zhan, Y. 2014. Learning
About the Types of Plastic Wastes:
Effectiveness of Inquiry Learning
Strategies. International Journal of
Primary, Elementary and Early
Years Education.
Sulistyorini, N. R., dkk. Partisipasi
Masyarakat dalam Pengelolaan
Sampah di Lingkungan Margalayu
Kelurahan Cicurug. Share Social
Work Jurnal. Vol. 5 (1): 1.
Surono, U. B. dan Ismanto. 2016.
Pengolahan Sampah Plastik Jenis
PP, PET, dan PE menjadi Bahan
Bakar Minyak dan Karakteristiknya.
J. Mik. Sist. Termal. Vol 1 (1): 32-
37.
UNEP (United Nations Environment
Programme), (2009) Converting
Waste Plastics Into a Resource,
Division of Technology, Industry
and Economics International
Environmental Technology Centre,
Osaka/Shiga.
Recommended