View
234
Download
9
Category
Preview:
Citation preview
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan berkalu di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, November 2008
Ika Puspita Sari
ii
ABSTRAK
Ika Puspita Sari
Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Pelayanan Terapi
Konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
Klinik Bengkel Rohani Ciputat merupakan klinik terapi syari’ah dan
penyembuhan penyakit secara Islami. Dalam pelayanannya Klinik Bengkel
Rohani Ciputat mempunyai tahapan-tahapan dalam melakukan terapinya.
Salah satunya adalah terapi konseling. Konseling ditujukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pasien terkena penyakit. Dan
unsur yang paling penting dalam hubungan antara terapis dengan pasien
pada saat konseling adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan unsur yang paling penting dalam konseling,
terapis tidak hanya dituntut memiliki kemampuan dan keterampilan
intelektual dan profesional, tetapi juga memiliki kemampuan dan keterampilan berkomunikasi.
Berdasarkan alasan di ataslah Penulis mencoba meneliti dan mengangkat judul “komunikasi antara terapis dengan pasien dalam
pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat”, dengan rumusan masalah yang ingin diteliti ialah bagaimanakah komunikasi yang
terjadi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat?
Dari hasil penelitian yang Penulis lakukan, dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat, komunikasi yang digunakan
terapis kepada pasien ialah dengan menggunakan bentuk komunikasi
antarpribadi, menggunakan teknik komunikasi persuasif untuk mendukung
tercapainya tujuan dari konseling tersebut yakni, perubahan sikap, pendapat
dan tingkah laku pasien, serta menggunakan model komunikasi Wilbur
Schramm yakni adanya kesamaan bidang pengalaman terapis dan pasien
dalam berkomunikasi.
Penelitian ini mengambil sumber langsung dari Klinik Bengkel
Rohani Ciputat dengan wawancara beberapa terapis konseling di antaranya,
ustadz Abu Aqila, ustadz Abu Syihan dan ustadz Mahfudi. Kemudian
Penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa pasien di antaranya
ibu Lulu Zubaedah, Ny. Sunarti. Selain sumber primer, Penulis juga menggunakan sumber-sumber sekunder di antaranya, melalui buku-buku,
internet, dan brosur Klinik Bengkel Rohani.
iii
KATA PENGANTAR
Tidak ada kata yang pantas untuk memulai pengantar ini selain puji
serta syukur Penulis kepada Allah SWT. Yang telah memberikan berbagai
nikmat dan kekuatan, sehingga Penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi
ini. Meskipun, banyak kendala-kendala di tengah jalan yang kadang menjadi
beban pikiran dan penghambat proses terselesaikannya skripsi ini. Tetapi
semua itu Penulis jadikan sebagai pembelajaran dan pengalaman yang
sangat berharga.
Shalawat dan salam tak lupa Penulis panjatkan kepada suri tauladan
umat manusia sedunia, yaitu Baginda Nabi Besar Muhammad SAW.,
keluarganya, sahabat-sahabatnya dan semua para pengikutnya. Yang telah
memperjuangkan Islam, sehingga kita dapat meneruskan ajarannya dan
hidup dalam bimbingan warisannya, yaitu al-Qur’an dan Hadist.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya banyak sekali bantuan
yang penulis dapatkan dari berbagai pihak. Baik itu dukungan materil,
maupun non materil. Untuk itu, sudah sepantasnya Penulis mengucapkan
terima kasih tak terhingga kepada beliau semua atas bantuannya. Terutama
kepada:
1. Kedua orang tuaku tersayang, Bapak Mayadih dan
Ibu Masronih yang telah memberikan penuh kasih sayang dan
cinta yang tak pernah pudar kepada Penulis. Orang yang sangat
berarti dalam hidupku, yang telah menanamkan banyak ilmu dan
menjadi teman setia untuk berkeluh kesah. Sebuah persembahan
kecil ini dan prestasi yang didapat, Penulis persembahkan
kepada mereka berdua. Teruntuk ibuku tercinta, terima kasih
“mah” atas segala masukan, nasihat, saran serta do’a yang tiada
henti selama ini. Semoga Allah selalu menyayangi mereka
berdua, Amin.
iv
2. Bapak Dr. Murodi, M.A. Dekan fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Arif Subhan, M.A. selaku Pudek I, Drs.
Mahmud Jalal, M.A. selaku Pudek II, dan Drs. Study Rizal LK,
M.A. selaku Pudek III.
4. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A. ketua Jurusan
KPI. Ibu Umi Musyarafah, M.A., sekretaris Jurusan KPI, yang
telah banyak membantu, meluangkan waktunya dan memberikan
motivasi kepada Penulis.
5. Bapak Dr. Daud Effendi AM. Tiada kata yang pantas
terucap selain terima kasih yang mendalam atas kesediaannya
untuk meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau guna
memberi masukan, diskusi dan membimbing Penulis untuk
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Seluruh pihak Klinik Bengkel Rohani Ciputat, yang
telah membantu Penulis guna mendapatkan data. Khususnya
untuk Ust. Abu Aqila selaku Pimpinan Klinik Bengkel Rohani,
Ust. Abu Syihan serta Ust. Mahfudi atas waktu dan
kesediaannya untuk diwawancarai. Penulis hanya bisa
mengucapkan Terima Kasih banyak. Semoga Allah selalu
merahmati dan membalas kebaikannya, Amin.
7. Terima kasih yang tak terhingga untuk seluruh
jajaran Fakutas Dakwah dan Komunikasi, para dosen yang telah
mengajarkan Penulis ilmu dan yang sangat berharga, mudah-
mudahan bermanfaat, Amin. Semoga Allah membalas jasa
Bapak dan Ibu dengan ganjaran yang baik.
8. Untuk seluruh teman-teman KPI angkatan 2004,
mulai dari A-E juga teman-teman ku di fakutas Dakwah dan
Komunikasi. Khususnya KPI B, thanks a lot for being my
friends.
9. Teruntuk sahabat-sahabat ku tercinta, Restifa, Yayu,
Eza, Mika, Kesi and Kiky. Mudah-mudahan Allah selalu
memudahkan langkah kita bersama menuju kesuksesan, Amin.
“thanks for all beautiful moments, keep in touch ... love U all”
v
10. Dan tak lupa teruntuk adik ku, Yoga (Moga kita bisa
jadi kebanggaan Mamah dan Bapak ya de’), serta kepada
saudara-saudara ku di rumah, khususnya untuk cing Ia & Lilah.
Terima kasih ya atas semangat, dukungan dan doa’nya, semoga
kebaikan kalian semua dibalas oleh Allah SWT. Dengan balasan
yang setimpal, Amin.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT. jualah penulis kembalikan,
semoga semua yang telah diberikan kepada Penulis akan menjadi amal yang
terhapus selama-lamanya. Tiada yang lebih berarti selain harapan, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya. Setidaknya dapat menjadi sumbangan untuk menambah
kepustakaan yang ada. Amin ya Allah ya Robbal ‘alamin.
Wassalam.
Jakarta, November 2008
Penulis.
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................. i
ABSTRAK ........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... vi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................. 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................... 4
D. Metodologi Penelitian ...................................................... 5
E. Tinjauan Kepustakaan ...................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ...................................................... 10
BAB II. LANDASAN TEORITIS
A. Ruang Lingkup Komunikasi ............................................ 12
1. Definisi Komunikasi .................................................. 12
2. Unsur-unsur Komunikasi ........................................... 14
3. Teknik-teknik Komunikasi ......................................... 18
4. Model-model Komunikasi .......................................... 19
5. Bentuk-bentuk Komunikasi ........................................ 24
B. Ruang Lingkup Terapi ..................................................... 31
1. Pengertian Terapi dan Terapis ...................................... 31
2. Model-model Terapi ..................................................... 31
C. Ruang Lingkup Konseling ............................................... 32
1. Pengertian Konseling ................................................. 32
2. Tujuan Konseling ....................................................... 34
vii
3. Metode dan Teknik Konseling ................................... 36
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Konseling .................................................................. 37
BAB III. GAMBARAN UMUM KLINIK BENGKEL ROHANI
CIPUTAT
A. Sejarah Berdiri ................................................................. 38
B. Visi dan Misi ................................................................... 41
C. Sarana dan Prasarana ....................................................... 41
D. Struktur Organisasi .......................................................... 42
E. Pelayanan Medis dan Terapi ............................................ 44
BAB IV. ANALISIS HASIL TEMUAN LAPANGAN.
A. Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam
Pelayanan Terapi Konseling di Klinik Bengkel Rohani
Ciputat ............................................................................. 50
1. Bentuk Komunikasi Terapis kepada pasien ............... 51
2. Teknik Komunikasi Persuasif ..................................... 55
3. Penerapan Model Komunikasi Wibur Schramm ......... 56
4. Hubungan Terapis dengan Pasien ............................... 60
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelayanan Terapi
konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat .................... 62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. .................................................................................... Kesi
mpulan ............................................................................. 64
B...................................................................................... Sara
n ...................................................................................... 65
viii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk
sosial. Manusia senantiasa ingin membangun relasi dan komunikasi.
Dengan demikian manusia dapat mengetahui lingkungan sekitarnya, bahkan
ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Oleh sebab itu manusia
bisa melihat kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang ada
dalam dirinya.
Kata komunikasi sendiri dipergunakan sebagai proses, sebagai
pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam
psikoterapi.1
Jika komunikasi dipandang sebagai proses, komunikasi yang
dimaksud adalah suatu kegiatan yang berlangsung secara dinamis. Sesuatu
yang didefinisikan sebagai proses, berarti unsur-unsur yang ada di dalamnya
bergerak aktif, dinamis dan tidak statis.
Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah
berkomunikasi dengan orang lain niscaya akan terisolasi dari
masyarakatnya. Pengaruh keterisolasian ini akan menimbulkan banyak
dampak yang merugikan bagi orang tersebut.
Menurut Ruesch yang dikutip Drs. Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi, akhir-akhir ini dunia psikoterapi atau teknik
penyembuhan jiwa, mengenal metode baru: komunikasi terapeutik
(therapeutic communication). Dengan metode ini, seorang terapis
mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien dihadapkan pada situasi dan pertukaran pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang
bermanfaat. Komunikasi terapeutik memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien untuk
1 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004),
cet. ke-21, h. 4.
1
x
mengungkapkan dirinya. Pendeknya, meluruskan jiwa orang diperoleh
dengan meluruskan caranya berkomunikasi.2
Sementara itu salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar
baik fisik maupun psikis adalah kebutuhan akan kesehatan. Kesehatan
memang sudah menjadi kebutuhan manusia yang paling penting untuk
berbagai tujuan. Dengan kesehatan manusia dapat melakukan aktifitas
sehari-hari tanpa adanya hambatan-hambatan.
“Klinik sebagai wadah sosial yang hidup dalam bentuk organisasi
merupakan wadah untuk masyarakat, tempat hidup dan berkembang dengan
hubungannya yang bersifat timbal balik. Artinya bahwa antara klinik dan
masyarakat terdapat hubungan yang tidak terpisahkan, keduanya terdapat
hubungan saling memberi dan menerima.”3
Dengan maraknya pengobatan alternatif yang tidak sesuai dengan
syariat Islam dan banyak dilakukan paranormal dan dukun, serta adanya
keinginan masyarakat mendapatkan terapi dan penyembuhan penyakit
secara Islami itulah, Ustadz Abu Aqila lalu membuat klinik syari’ah yang
diberi nama Bengkel Rohani.4
Klinik Bengkel Rohani merupakan tempat yang didatangi oleh
mereka yang mengalami penyakit baik fisik maupun psikis, yakni dengan
terapi secara bertahap. Dalam pelayanan terapinya, para terapis
menggunakan pendekatan secara Islami sehingga nilai-nilai Islam dan
tujuan dakwah tetap melekat di dalamnya.
Unsur yang paling penting dalam hubungan antara terapis dengan
pasien adalah tentunya komunikasi. Komunikasi sendiri merupakan
2 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 5.
3 Erik P. Eckholm, Masalah Kesehatan (Lingkungan sebagai Sumber Penyakit), (Jakarta:
Gramedia, 1981), h. 3. 4 Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila, Tangerang 07 Oktober 2008.
xi
kebutuhan dasar manusia untuk bersosialisasi dengan manusia lainnya.
Dengan komunikasi manusia menyampaikan perasaan, pikiran, pendapat,
sikap dan informasi kepada sesamanya secara timbal balik.
Jadi yang dilakukan oleh seorang terapis ketika memberikan
pengobatan kepada pasiennya di samping melalui diagnosa obat, ia juga
dituntut berkomunikasi kepada pasien dengan memberikan nasehat serta
memberikan pengarahan kepada pasiennya untuk menjalani hidup sehat dan
mengamalkan ajaran agama untuk lebih dekat kepada Allah. Karena dengan
jalan inilah jiwa pasien akan tertanam perasaan aman, damai dan tentram.
Hal inilah yang dilakukan di Klinik Bengkel Rohani Ciputat dalam
pelayanan terapi konselingnya. Terapis menggunakan bahasa dan
komunikasi yang baik ketika berhadapan dengan pasien, sehingga pasien
merasa benar-benar dibantu dalam permasalahannya. Dan karena inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Klinik Bengkel Rohani
Ciputat, dengan judul “Komunikasi Antara Terapis Dengan Pasien
dalam Pelayanan Terapi Konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.”
Pembatasan & Perumusan Masalah.
Terdapat 5 tahapan terapi di Klinik Bengkel Rohani Ciputat, yaitu
Konseling, Ruqyah, Pijat Refleksi dan pemberian obat Guna memudahkan
penulis dalam pengerjaan penelitian ini, maka masalah yang akan diteliti
dibatasi pada terapi Konseling.
Untuk memperjelas masalah yang akan di bahas maka penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi antara terapis
dengan pasien dalam pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani
Ciputat?”.
Tujuan & Manfaat Penelitian
Atas dasar perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
yakni: Mengetahui pola komunikasi antara terapis dengan pasien dalam
pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah:
Manfaat Teoritis
xii
Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi serta
dapat memberikan kontribusi dalam usaha mengembangkan ilmu komunikasi terutama pada aspek pola komunikasi.
Manfaat Praktis
Dengan penelitian ini maka akan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu komunikasi fokusnya
dalam penggunaan pola komunikasi di suatu lembaga kesehatan yang menyediakan jasa pelayanan terapi.
Metodologi Penelitian
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan
pendekatan deskriptif analisis. “Penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dengan orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.”5 Sedangkan
metode deskriptif analisis yaitu suatu cara melaporkan data dengan
menerangkan, memberi gambaran dan mengkualifikasikan serta
menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya, setelah itu baru
disimpulkan.
i. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitan ini adalah Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
Adapun objek penelitiannya adalah Komunikasi antara Terapis dengan
Pasien dalam Pelayanan Terapi Konseling.
Teknik Pengumpulan Data
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui metode tanya
jawab berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan langsung
kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal ini yang
menjadi sumber wawancara meliputi 3 terapis konseling, 2 pasien
yang diperoleh melalui data base Klinik Bengkel Rohani dengan
5 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. 23, h.4.
xiii
intensitas kunjungan mereka, serta dengan pengurus di Klinik
Bengkel Rohani Ciputat.
Dokumentasi yaitu “Cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan transkip, buku-buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, agenda, dsb.”6 Untuk dokumentasi penulis
mencari data tentang ruang lingkup komunikasi, pengertian terapi
dan terapis, konseling dan ruang lingkupnya, penulis banyak
mendapatkannya dari buku-buku yang menjadi sumber utama,
kemudian internet sebagai media penunjang dan catatan-catatan
yang tentunya penulis dapatkan langsung dari Klinik Bengkel
Rohani Ciputat.
Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh penulis.
Untuk itu pengumpulan data primer ini dilakukan penulis dengan
wawancara kepada pihak-pihak yang terkait dengan variabel
penelitian yaitu, 3 orang terapis, 2 pasien dan pengurus Klinik
Bengkel Rohani Ciputat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang penulis peroleh dari buku-buku,
internet, brosur Klinik Bengkel Rohani serta dari informasi-
informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
6 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.
Rineke Cipta, 1996), h. 236.
xiv
ii. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif.
Bogdan menyatakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan diinformasikan kepada orang
lain. “Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.”7
Alasan peneliti memilih teknik analisis data secara kualitatif adalah
demi memudahkan dalam proses penelitian. Data-data yang akan bisa
diperoleh dari pelaksaan penelitian adalah data tulisan dan lisan, bukan
nominal atau yang menunjukkan angka-angka. Kelebihan analisis data
kualitatif adalah analisis datanya sudah bisa dimulai sejak awal dengan
menginterpretasi datanya untuk bisa memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi.
Teknik Penulisan
Teknik Penulisan dalam skripsi ini berpedoman kepada buku
”Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)”, yang
diterbitkan oleh CEQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan kepustakaan ini adalah melihat dari skripsi orang-orang
(peneliti) terdahulu. Judul dan Pembahasan hal yang sama atau hampir sama
dengan judul yang akan penulis bahas. Misalkan:
1. Yunani, Pelaksanaan Terapi Islam terhadap Pasien Depresi di
Bengkel Rohani Ciputat, (Skripsi: UIN Jakarta, 2005). Pembatasan Masalah
yang diteliti yaitu “pelaksanaan terapi Islam terhadap pasien depresi di
Bengkel Rohani Ciputat”, sedangkan perumusan masalahnya adalah
7 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 88.
xv
“bagaimanakah pelaksanaan terapi Islam terhadap pasien depresi di Bengkel
Rohani Ciputat”. Kesimpulan dari penelitian ini ialah “pelaksanaan terapi
Islam terhadap pasien depresi di Bengkel Rohani Ciputat terdiri dari 4
tahapan yaitu: (1) Konseling, (2) Pijat refleksi, (3) Bekam dan (4)
Pemberian Obat. Dalam penelitian ini dijelaskan bagaimana tata cara ke-4
terapi tersebut dalam menangani pasien depresi”.
Dari skripsi di atas, persamaan antara penulis dengan peneliti
sebelumnya terletak dari lembaga yang diteliti, sama-sama di Bengkel
Rohani Ciputat. Namun terletak beberapa perbedaan diantaranya, fokus dan
perumusan masalah serta sampel pasien. Kalau dalam penelitian
sebelumnya hanya mengambil sampel pasien depresi, dalam penelitian ini
penulis tidak spesifik pada pasien depresi akan tetapi dengan sampel pasien-
pasien yang datang untuk berobat dan terapi, kemudian diambil 3 orang
pasien dengan intensitas kunjungannya ke Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
2. Bani Sadr, Pola Komunikasi Dokter terhadap Pasien dalam Proses
penyembuhan di Klinik Yasmin Medika Ciputat, (Skripsi: UIN, 2007).
Pembatasan masalah yang diteliti meliputi “aspek komunikator, komunikan,
pesan, media, efek (hasil) dan umpan balik.”
Sementara yang menjadi perumusan masalahnya adalah: (1)
Bagaimana tingkat analisis dalam melakukan prediksi antara dokter dan
pasien? (2) Bagaimana pola cost and reward antara dokter dan pasien? (3)
Bagaimana proses pola perkembangan hubungan antara dokter dan pasien
dalam proses penyembuhan?.”
xvi
Dari tinjauan skripsi yang ke-2 ini antara penelitian yang penulis
lakukan dengan peneliti sebelumnya jelas berbeda terutama untuk fokus dan
perumusan masalah serta lembaga yang diteliti. Namun ada beberapa hal
yang Penulis dapatkan dari skripsi Bani Sadr tersebut, salah satunya yang
menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien. Kalau dalam penelitian
sebelumnya menjelaskan hubungan antara dokter dan pasien dalam proses
penyembuhan, dalam skripsi ini Penulis menjelaskan hubungan antara
terapis dan pasien dalam proses wawancara pengobatan (konseling).
Maksud penulis mencantumkan tinjauan pustaka ini adalah agar dapat
diketahui bahwa apa yang penulis teliti sekarang tidak sama dengan peneliti
dari skripsi-skripsi terdahulu dan dapat membandingkannya guna dalam
penelitian ini.
Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan susunan penyusunan skripsi ini maka dibuatlah
sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab dan bab-bab tersebut
memilki beberapa sub-sub, yaitu:
Bab I. Pendahuluan
Pendahuluan terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Pembatasan
Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Metodologi penelitian, Tinjauan Kepustakaan dan Sistematika
Penulisan.
Bab II. Landasan Teoritis
Ruang Lingkup Kajian meliputi, Ruang Lingkup Komunikasi,
Pengertian Komunikasi, Unsur-unsur Komunikasi, Teknik-teknik
Komunikasi, Model-model Komunikasi, Bentuk-bentuk Komunikasi,
Ruang Lingkup Terapi, Pengertian Terapi dan Terapis, Jenis-jenis
xvii
Terapi, Ruang Lingkup Konseling, Pengertian Konseling, Tujuan
Konseling, Metode dan Teknik Konseling.
Bab III. Gambaran Umum
Dalam bab ini menggambarkan, Sejarah Berdirinya Klinik Bengkel
Rohani Ciputat, Visi dan Misi Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Sarana
dan Prasarana Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Struktur Organisasi
Klinik Bengkel Rohani Ciputat, Pelayanan Medis dan Terapi Klinik
Bengkel Rohani Ciputat.
Bab IV. Analisis Hasil Temuan Lapangan
Bab ini berisi, Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Terapi
Konseling, Bentuk Komunikasi antara Terapis dengan pasien,
Penerapan Model Komunikasi Wibur Schramm, Teknik Komunikasi
Persuasif, Hubungan Terapis dengan Pasien Saat Konseling, Faktor
Pendukung dan Penghambat Pelayanan Terapi konseling di Klinik
Bengkel Rohani Ciputat. Bab V. Kesimpulan dan Saran.
Pada Bab ini penulis menyimpulkan seluruh data yang diperoleh dari
penelitian dan menyampaikan saran berdasarkan atas proses dan hasil
penelitian. Dan pada bagian akhir terdapat juga daftar pustaka serta
lampiran-lampiran.
xviii
ACBAB 11
LANDASAN TEORITIS
Ruang Lingkup Komunikasi
Istilah komunikasi kian hari kian populer. Begitu populernya sampai
muncul berbagai macam pengertian dan istilah dalam komunikasi. Salah
satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi komunikasi adalah
banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang
ilmunya masing-masing.
Sama halnya dalam mendefinisikan komunikasi, penggunaan istilah-
istilah komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya.
Penggunaan istilah-istilah tersebut di dasarkan pula atas sudut pandang
masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya.
Definisi Komunikasi
Salah satu persoalan dalam memberi pengertian atau definisi tentang
komunikasi yakni banyaknya definisi yang telah dibuat oleh para pakar
menurut bidang ilmunya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya disiplin ilmu
yang telah memberi masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi,
misalnya psikologi, sosiologi, antropologi, dsb. Jadi, pengetian komunikasi
tidak sesederhana yang kita ketahui, sebab para pakar memberi definisi
menurut perspektif dan pemahamannya.
Untuk itu di dalam skripsi ini penulis mencoba memberikan
beberapa definisi komunikasi menurut para pakar sesuai dengan bidang
ilmunya masing-masing.
Pengertian Komunikasi secara etimologi menurut Onong Uchjana
Effendi bahwa istilah “komunikasi” berasal dari perkataan Inggris
communication yang berasal dari bahasa latin communicatio yang berarti 12
xix
“pemberitahuan” atau “pertukaran pikiran”. Makna hakiki dari
communicatio ini ialah communis yang berarti “sama” atau “kesamaan
arti”.8
Sedangkan secara terminologi “komunikasi” berarti proses
penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain, dimana
komunikasi melibatkan sejumlah orang, dan seseorang menyatakan sesuatu
kepada orang lain.9
Menurut Harold D. Lasswell seorang Profesor di Universitas Yale
Amerika Serikat yang dikutip oleh Djamalul Abidin dalam buku
Komunikasi dan Bahasa Dakwah, merumuskan bahwa “komunikasi itu
merupakan jawaban terhadap who says what to whom in which channel to
whom with what effect (siapa berkata apa dalam media apa kepada siapa
dengan dampak apa).”10
Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi
(sharing process), Schramm menguraikannya demikian: “Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum
(common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita
sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonness) dengan
seseorang. Yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap.11
Dari uraian Schramm itu dapat disimpulkan bahwa sebuah
komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan
kebersamaan (commonness), kesepahaman antara sumber (source) dengan
penerima (audience-receiver) nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar
8 Onong Uchjana Effendy, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar Maju, 1992), cet. Ke-
1, h. 4. 9 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
cet. Ke-4, h. 4. 10
Djamalul Abidin Ass., Komunikasi dan Bahasa Dakwah, (Jakarta: Gema Insani Press,
1996), h. 16-17). 11
Tommy Suprapto, Pengantar Teori Komunikasi, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006),
h. 4-5.
xx
efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis
sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai.
Secara ringkas komunikasi melibatkan komunikator sebagai
penyampai pesan dan komunikan sebagai penerimanya, kemudian
dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan media dan umpan balik.
Dan perbedaan unsur-unsur yang ada tergantung pada pola komunikasi yang
digunakan.
Dari beberapa pengertian di atas penulis mencoba menyimpulkan
bahwa pada intinya pola komunikasi itu merupakan gabungan dari dua kata
yakni antara pola dan komunikasi, sehingga dapat diartikan sebagai sebuah
bentuk penyampaian suatu pesan yang disampaikan oleh seorang
komunikator kepada komunikan, dan pesan yang disampaikan itu diterima
dan dipahami oleh komunikan sesuai dengan yang diharapkan komunikator.
Unsur – unsur Komunikasi
Komunikator
Komunikator sebagai unsur yang sangat menentukan proses
komunikasi harus punya persyaratan dan menguasai bentuk, model
dan strategi komunikasi untuk mencapai tujuannya. Faktor-faktor
tersebut akan dapat menimbulkan kepercayaan dan daya tarik
komunikan kepada komunikator.
Komunikator berfungsi sebagai encoder, yakni sebagai orang
yang memformulasikan pesan yang kemudian menyampaikan
kepada orang lain, orang yang menerima pesan ini adalah
xxi
komunikan yang berfungsi sebagai decoder, yakni menerjemahkan
lambang-lambang pesan konteks pengertiannya sendiri.12
Syarat-syarat yang diperlukan oleh komunikator, diantaranya:
1) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikannya.
2) Kemampuan berkomunikasi 3) Mempunyai pengetahuan yang luas
4) Sikap
5) Memiliki daya tarik, dalam arti memiliki kemampuan untuk
melakukan perubahan sikap atau perubahan pengetahuan pada
diri komunikan.13
Pesan
Adapun yang dimaksud pesan dalam proses komunikasi
adalah suatu informasi yang akan dikirimkan kepada si penerima.
“Pesan ini dapat berupa verbal maupun non verbal. Pesan verbal
dapat secara tertulis seperti: surat, buku, majalah, memo, sedangkan
pesan yang secara lisan dapat berupa percakapan tatap muka,
percakapan melalui telepon, radio dsb. Pesan non verbal dapat
berupa isyarat, gerakan badan, ekspresi muka dan nada suara.”14
Ada beberapa bentuk pesan, diantaranya:
1) Informatif, yakni memberikan keterangan-keterangan dan kemudian komunikan dapat mengambil kesimpulan sendiri.
2) Persuasif, yakni dengan bujukan untuk membangkitkan
pengertian dan kesadaran seseorang bahwa apa yang kita
sampaikan akan memberikan rupa pendapat atau sikap
sehingga ada perubahan, namun perubahan ini adalah
kehendak sendiri.
3) Koersif, yakni dengan menggunakan sanki-sanki. Bentuknya
terkenal dengan agitasi, yakni dengan penekanan-penekanan
yang menimbulkan tekanan batin di antara sesamanya dan
pada kalangan publik.15
12
Effendy, Kepemimpinan dan Komunikasi, (Yogyakarta: Al-Amin Press, 1996), cet. Ke-1,
h. 59. 13
Ibid., h. 59. 14
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 17-18. 15
H.A.W. Widjaya, komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
cet. Ke-3, h. 14.
xxii
Adapun pesan yang dianggap berhasil disampaikan oleh
komunikator harus memenuhi beberapa syarat berikut ini:
a) Pesan harus direncanakan (dipersiapkan) secara baik sesuai
dengan kebutuhan kita. b) Pesan dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti
kedua belah pihak. c) Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima
serta menimbulkan kepuasan.16
Media
Media yaitu sarana atau alat yang digunakan oleh komunikator
untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada komunikan. Atau
sarana yang digunakan untuk memberikan feedback dari komunikan
kepada komunikator. “Media sendiri merupakan bentuk jamak dari
kata medium, yang artinya perantara, penyampai atau penyalur.”17
Media merupakan alat yang digunakan untuk memindahkan
pesan dari sumber (komunikator) kepada penerima (komunikan).
Dalam komunikasi media digunakan sesuai dengan komunikasi
yang akan digunakan seperti, komunikasi antarpribadi biasanya
menggunakan pancaindra sebagai medianya. Sementara untuk
komunikasi massa menggunakan media elektronik dan cetak,
mengingat sifatnya yang terbuka, di mana setiap orang dapat
melihat, membaca dan mendengarnya.
Penerima
“Penerima adalah orang yang menjadi sasaran kegiatan
komunikasi. Penerima pesan bisa bertindak sebagai pribadi atau
16
H.A.W. Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineke Cipta, 2000), cet.
Ke-2, h. 102-103. 17
Endang Lestari dan Maliki, Komunikasi Yang Efektif : Bahan Ajar Diktat Prajabatan
Golongan III, (Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2003), cet. Ke-2, h. 8.
xxiii
orang banyak.”18
Penerima biasa disebut dengan berbagai macam
istilah, seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam bahasa
Inggris disebut audience atau receiver. Dalam proses komunikasi
telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena
adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber.
Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi,
karena dialah yang menjadi sasaran dari komunikasi. Jika suatu
pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai
macam masalah yang sering kali menuntut perubahan, apakah pada
sumber, pesan atau saluran.19
Efek
Pengaruh merupakan dampak atau hasil sebagai pengaruh dari
pesan yang disampaikan komunikator. Komunikasi dapat dikatakan
berhasil apabila sikap dan tingkah laku komunikan sesuai dengan
apa yang diharapkan komunikator.
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang
dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan
sesudah menerima pesan. “Pengaruh ini bisa terjadi pada
pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh karena itu,
pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan
pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat
penerimaan pesan.”20
18
YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, (Jakarta: Gramedia, 1998), h. 71. 19
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008),
h. 26. 20 Ibid., h. 27.
xxiv
Hal yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya
agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan
efek atau dampak tertentu pada komunikan. Dampak yang
ditimbulkan dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu:
1) Dampak Kognitif, adalah yang timbul pada komunikan yang
menyebabkan dia menjadi tahu atau meningkat
intelektualitasnya.
2) Dampak Afektif, lebih tinggi kadarnya dari pada dampak
kognitif. Tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya
komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, menimbulkan
perasaan tertentu, misalnya perasaan iba, terharu, sedih,
gembira, marah dan sebagainya.
3) Dampak Behavioral, yang paling tinggi kadarnya, yakni
dampak yang timbul pada komunikan dalam bentuk perilaku,
tindakan atau kegiatan.21
Teknik Komunikasi
Dalam buku H.A.W Widjaja dengan judul Ilmu Komunikasi
Pengantar Studi disebutkan empat teknik dalam komunikasi, yaitu:
a. Komunikasi Informatif. Yaitu memberikan keterangan-keterangan (fakta-fakta) kemudian komunikan mengambil
kesimpulan dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu
pesan informasi justru lebih berhasil dari pada persuasif,
misalnya jika audiensi adalah kalangan cendikiawan.
b. Komunikasi Persuasif. Yaitu berisikan bujukan, yakni
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa apa
yang kita sampaikan akan memberikan perubahan sikap, tetapi
perubahan ini adalah atas kehendak sendiri (bukan
dipaksakan). Perubahan tersebut diterima atas kesadaran
sendiri.
c. Komunikasi Instruktif/Koersif. Yaitu penyampaian pesan
yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi
apabila tidak terlaksanakan. Bentuk yang terkenal dari
penyampaian model ini adalah agitasi dengan penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin dan ketakutan di
kalangan publik (khalayak). Koersif dapat berbentuk perintah-perintah, instruksi, dan sebagainya.
d. Hubungan Manusiawi. Yaitu bila ditinjau dari ilmu komunikasi hubungan manusiawi itu termasuk ke dalam
komunikasi antarpesona (Interpersonal Communication) sebab
21 Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 7.
xxv
berlangsung pada umumnya antara dua orang secara dialogis.
Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu komunikasi karena bersifat action oriented, mengandung kegiatan untuk
mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang. 22
Model-model Komunikasi
“Yang dimaksud dengan model komunikasi adalah gambaran yang
sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu
komponen komunikasi dengan komponen lainnya. Penyajian komponen
dalam model bagian ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami
proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam suatu
komunikasi.”23
a. Model Harold D. Lasswell (Formula Lasswell)
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.40.
Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal,
“Who
Says What
In Wich Channel
To Whom
With What Effect?” 24
Lasswell mengakui bahwa tidak semua komunikasi bersifat
dua arah, dengan suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang
terjadi antara pengirim dan penerima. Dalam masyarakat yang
kompleks, banyak informasi disaring oleh pengendali pesan, yang
22
Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 32. 23
Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, h. 5 24
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. ke-10, h. 146.
xxvi
menerima informasi dan menyampaikannya kepada pihak publik
dengan beberapa perubahan atau penyimpangan.
Model Lasswell sering diterapkan dalam komunikasi massa.
Model tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan. Unsur sumber (who) merangsang pertanyaan
mengenai pengendalian pesan, sedangkan unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis isi. Saluran komunikasi (in which
channel) dikaji dalam analisis media. Unsur penerima (to whom)
dikaitkan dengan analisis khalayak, sementara unsur pengaruh (with
what effect) jelas berhubungan dengan studi mengenai akibat yang
ditimbulkan pesan komunikasi massa pada khalayak pembaca,
pendengar atau pemirsa.25
b. Model Claude E. Shannon dan Warren Weaver
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 41
Pada gambar di atas, menunjukkan proses komunikasi dimulai
dari sumber yang menciptakan pesan, kemudian ditransmit melalui
saluran kawat atau gelombang udara. Pesan ditangkap oleh pesawat
penerima yang merekonstruksi kembali sinyal itu sampai kepada
tujuannya (destination). Tujuan di sini adalah penerima yang
menjadi sasaran pesan.
Dalam proses komunikasi yang digambarkan Shannon, salah
satu unsur yang cukup penting ialah gangguan (noise). Gangguan di
sini menunjukkan adanya rintangan yang terjadi pada saluran,
sehingga menghasilkan pesan yang berbeda seperti yang ditransmit
25 Ibid., h. 147-148.
xxvii
oleh sumber. Misalnya suara gesekan di radio atau terlalu banyak
bunyi yang berdering di telepon sehingga pendengar menerima
pesan yang tidak sempurna.
Gangguan-gangguan seperti ini dapat menyebabkan kegagalan
komunikasi. Oleh karena itu, Shannon dan Weafer menyarankan,
bahwa untuk berhasilnya proses komunikasi yang sempurna,
sebaiknya semua gangguan diatasi lebih dulu sebelum proses
komunikasi berlangsung.
c. Model Wilbur Schramm
Sumber : Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 152
“Dalam model ini Schramm memperkenalkan gagasan bahwa
kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang di
komunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh
sumber dan sasaran.”26 Menurut Schramm bidang pengalaman (field
of experience) merupakan faktor yang penting dalam komunikasi.
Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang
pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar.
Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan
pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti
satu sama lain.
26
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 13.
xxviii
Menurut Wilbur Schramm, komunikasi senantiasa
membutuhkan setidaknya tiga unsur yakni sumber (source), pesan (message) dan sasaran (destination). Schramm berpendapat,
meskipun dalam komunikasi lewat radio/telepon encoder dapat berupa mikrofon dan decoder adalah ear phone, dalam komunikasi
manusia sumber dan encoder adalah satu orang. Sedangkan decoder dan sasaran adalah sorang lainnya, dan sinyalnya adalah bahasa
untuk menuntaskan suatu tindakan komunikasi (communication
action), suatu pesan harus disandi balik.27
Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik
pesan, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing.
Bila kedua lingkaran memiliki wilayah bersama yang besar, maka
komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut,
semakin miriplah bidang pengalaman (field of experience) yang
dimiliki kedua belah pihak yang berkomunikasi. Bila kedua
lingkaran itu tidak bertemu, artinya bila tidak ada pengalaman
bersama maka komunikasi tidak mungkin berlangsung. Bila wilayah
yang berimpit itu kecil artinya bila pengalaman sumber dan
pengalaman sasaran sangat jauh berbeda maka sangat sulit untuk
menyampaikan makna dari seseorang kepada orang lainnya.
d. Model D. Lawrence Kincaid dan Everett M. Rogers
27 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, h. 152.
xxix
Sumber : Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 46
Model komunikasi yang terlihat pada gambar di atas mencerminkan sifat memusat yang terjadi dari pertukaran informasi
yang melingkar. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa proses komunikasi dimulai “dan kemudian ...” yang mengingatkan kepada
kita bahwa sesuatu telah terjadi sebelum kita mulai mengamati suatu kejadian.28
Pelaku A mungkin saja mempertimbangkan kejadian ini atau
sebaliknya sebelum ia melakukan komunikasi (1.1) dengan B.
Informasi yang diciptakan dan dikirim oleh A tadi, kemudian
dipersepsi oleh B. Reaksi B terhadap informasi itu dilanjutkan (1.2)
sebagai informasi baru kepada A, lalu dikirim lagi (1.3) kepada B
dengan topik yang sama. B yang menerima informasi ini, kemudian
melanjutkan (1.4) sampai keduanya mencapai kesamaan pengertian
terhadap objek yang dibicarakan itu.
Dalam proses komunikasi yang memusat, setiap pelaku
berusaha menafsirkan dan memahami informasi yang diterimanya
dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian pelaku komunikasi dapat
memberi reaksi atau menyampaikan hasil pikirannya dengan baik
kepada orang lain. Oleh karena itu, dalam model ini tidak ditemukan
28 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 48.
xxx
arah panah yang menunjukkan unit informasi yang berdiri sendiri
dari mana dan ke arah mana, melainkan informasi itu dibagi oleh
para pelaku komunikasi sampai diperoleh kepuasan atas pengertian
bersama terhadap sesuatu persoalan.
Bentuk-bentuk Komunikasi
Seperti halnya definisi komunikasi, klasifikasi bentuk komunikasi di
kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Klasifikasi itu
didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman
dan bidang studinya.
Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan
Praktek, menggolongkan komunikasi dalam empat bentuk, yaitu : personal,
kelompok, massa dan komunikasi medio.29
Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc. dalam buku Pengantar Ilmu
komunikasi, menyebutkan komunikasi dibagi atas empat macam tipe atau
bentuk, yakni komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi,
komunikasi publik dan komunikasi massa.30
Memerhatikan pandangan para pakar di atas, bentuk komunikasi
yang akan penulis bahas dalam skripsi ini ialah merujuk pada pendapatnya
H. Hafied Cangara, bentuk komunikasi terdiri atas empat macam yaitu:
komunikasi dengan diri sendiri, komunikasi antarpribadi, komunikasi publik
dan komunikasi massa.
Komunikasi Dengan Diri Sendiri
(Intrapersonal Communication)
Komunikasi dengan diri sendiri (Intrapersonal
Communication) menurut Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya
29
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 7. 30 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 30.
xxxi
Psikologi Komunikasi, komunikasi intrapersonal meliputi sensasi,
persepsi, memori, dan berpikir.31 Sensasi adalah proses menangkap
stimuli. Persepsi ialah proses memberi makna pada sensasi sehingga
manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan kata lain, persepsi
mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses
menyimpan informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah
mengolah dan memanipulasikan informasi untuk memenuhi
kebutuhan atau memberikan respons.
“Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi
yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses
berkomunikasi dengan diri sendiri. Terjadinya proses komunikasi di
sini karena adanya seseorang yang memberi arti terhadap sesuatu
objek yang diamatinya atau terbetik dalam pikirannya.”32
Objek yang diamati mengalami proses perkembangan dalam
pikiran manusia setelah mendapat rangsangan dari pancaindra yang
dimilikinya. Hasil kerja dari proses pikiran tadi setelah dievaluasi
pada gilirannya akan memberi pengaruh pada pengetahuan, sikap,
dan perilaku seseorang.
Dalam proses pengambilan keputusan misalnya, sering kali
seseorang dihadapkan pada pilihan “Ya” atau “Tidak”. Keadaan
semacam ini membawa seseorang pada situasi berkomunikasi
dengan dirinya sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung
ruginya suatu keputusan yang akan diambil. Cara seperti ini hanya
31
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, h. 49. 32 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 30.
xxxii
bisa dilakukan dengan metode komunikasi intrapersonal atau
komunikasi dengan diri sendiri.
Komunikasi Antarpribadi
(Interpersonal Communication)
Komunikasi antarpribadi ialah interaksi tatap muka antar dua
atau beberapa orang, di mana pengirim dapat menyampaikan pesan
secara langsung, dan penerima pesan dapat menerima dan
menanggapi secara langsung pula.33
“Menurut Onong Uchjana Effendi, komunikasi antarpribadi
(Interpersonal Communication) adalah komunikasi antara
komunikator dengan seorang komunikan. Komunikasi jenis ini
dianggap paling efektif dalam hal mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku seseorang, karena sifatnya dialogis, berupa percakapan.”34
Asumsi dasar komunikasi antarpribadi adalah bahwa setiap
orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau
perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima
pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator
reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan
suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil.
“Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan
analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat
kultural, tingkat sosiologis, dan tingkat psikologis.”35
33
Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), h. 85. 34
Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 8. 35
M. Budyatna dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi, (Jakarta: Universitas
Terbuka, 2004), h. 1-4.
xxxiii
Evert M. Rogers menyebutkan beberapa ciri komunikasi
antarpribadi yaitu:
1. Arus pesan cenderung dua arah
2. Konteks komunikasi adalah tatap muka 3. tingkat umpan balik yang tinggi
4. Kemampuan untuk mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selective expossure”) sangat tinggi
5. Kecepatan untuk menjangkau sasaran yang besar sangat
lamban
6. Efek yang terjadi antara lain perubahan sikap. 36
Pentingnya komunikasi antarpribadi bagi terapis pada saat
konseling ialah karena ia dapat mengetahui diri komunikan
selengkap-lengkapnya. Terapis dapat mengetahui nama pasien,
pekerjaannya, pendidikannya, penyakit yang dikeluhkan, penyebab
penyakit tersebut, dsb., yang penting agar bisa mengubah sikap,
pendapat atau perilaku pasien. Dengan demikian terapis dapat
mengarahkan pasien ke suatu tujuan sebagaimana ia inginkan.
Komunikasi Publik
(Public Communication)
Komunikasi publik biasa disebut komunikasi pidato,
komunikasi kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan
komunikasi khalayak (audience communication).37 Komunikasi
publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan
disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan
khalayak yang lebih besar.
Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung
secara kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara (sumber)
36
Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), cet.ke-
2, h. 13. 37 Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 34 -35.
xxxiv
dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima
sangat terbatas, sehingga tanggapan balik juga terbatas. Hal ini
disebabkan karena waktu yang digunakan sangat terbatas, dan
jumlah khalayak relatif besar. Sumber sering kali tidak dapat
mengidentifikasi satu per satu pendengarnya.
“Ciri lain yang dimiliki komunikasi publik bahwa pesan yang
disampaikan itu tidak berlangsung secara spontanitas, tetapi
terencana dan dipersiapkan lebih awal. Tipe komunikasi publik
biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti kuliah umum,
khotbah, rapat akbar, pengarahan, ceramah dan semacamnya.”38
Komunikasi Massa
(Mass Communication)
Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
massa atau komunikasi yang menggunakan media massa, misalnya
pers, radio, film dan televisi. “Komunikasi massa juga disebut
sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya
dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya
massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis.”39
Zulkarimein Nasution dalam bukunya yang berjudul Sosiologi
Komunikasi Massa mengatakan bahwa komunikasi massa adalah
proses penyampaian pesan atau informasi yang ditujukan kepada
khalayak massa dengan karakteristik tertentu, sedangkan media
38
Ibid., h. 35. 39 Widjaya, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, h. 35.
xxxv
massa hanya sebagai salah satu komponen atau sarana yang
memungkinkan berlangsungnya proses yang dimaksud.40
Menurut Wilbur Schramm seperti yang dikutip oleh Wiryanto
dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, menyatakan bahwa
komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter dan
encoder.41
Komunikasi massa sangat efisien, karena dapat menjangkau
daerah yang luas dan audiens yang praktis tidak terbatas, namun
komunikasi massa kurang efektif dalam pembentukan sifat personal.
Hal ini dikarenakan umpan balik (feedback) dalam komunikasi
massa yang sifatnya tertunda.
Komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang
disebabkan oleh sifat-sifat komponennya. Ciri-cinya yaitu:
Komunikasi massa berlangsung satu arah
komunikator pada komunikasi massa melembaga pesan pada komunikasi massa bersifat umum
media komunikasi massa menimbulkan keserempakan
komunikan komunikasi massa bersifat heterogen.”42
Terapi dan Ruang Lingkupnya.
1. Pengertian Terapi dan Terapis.
Dalam Kamus Lengkap Psikologi, terapi atau dalam bahasa Inggris
disebut dengan therapy adalah satu perlakuan atau pengobatan yang
ditujukan kepada penyembuhan satu kondisi patologis. Sedangkan
40
Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Jakarta: Universitas Terbuka,
1993), h.5. 41
Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h. 10. 42 Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 22.
xxxvi
seseorang yang dilatih dalam pengobatan penyakit dan gangguan kejiwaan
disebut dengan terapis atau dalam bahasa Inggris disebut dengan therapist.43
M.A. Subandi mengemukakan bahwa, “terapi merupakan proses
formal interaksi antara dua pihak atau lebih, yang satu adalah profesional
penolong (terapis) dan yang lain adalah petolong (orang yang ditolong),
dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada perubahan/penyembuhan.
Perubahan itu dapat berupa perubahan rasa, pikir, perilaku dan kebiasaan
yang ditimbulkan dengan adanya tindakan profesional penolong (terapis)
dengan latar ilmu perilaku dan teknik-teknik usaha yang
dikembangkannya.44
2. Model-model Terapi
Dr. Muhammad Solihin di dalam bukunya Terapi Sufistik,
menyebutkan ada 6 model terapi yaitu:45
a. Terapi Client Centered. Terapi jenis ini menaruh kepercayaan
dan meminta tanggung jawab yang lebih besar kepada klien dalam menanggulangi masalah-masalahnya.
b. Terapi Realitas. Yaitu terapi jangka pendek yang berfokus
pada saat sekarang, menekankan kekuatan pribadi dan pada
dasarnya merupakan jalan agar para klien dapat belajar
bertingkah laku yang lebih realistik sehingga dapat mencapai
keberhasilan.
c. Terapi Relaksasi. Terapi jenis ini diberikan kepada orang
yang mudah disugesti. Terapi model ini umumnya dilakukan
oleh seorang terapis yang ahli dalam bidang hipnotis. Dengan
terapi sugesti ini klien diarahkan untuk dapat melakukan
relaksasi.
d. Terapi Perilaku. Yaitu terapi yang bermaksud agar klien
berubah baik sikap maupun perilakunya terhadap objek atau
situasi yang menakutkan. Secara bertahap, klien dilatih dan dibimbing menghadapi berbagai objek atau situasi yang
menimbulkan panik atau phobik. Pelatihan ini dilakukan berulang-ulang sampai pada akhirnya klien dapat
melakukannya tanpa bantuan dari orang lain. Sudah tentu
43
J.P Chaplin, penerjemah Kartini Kartono, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: Rajawali
Press, 1981), cet. Ke-1, h. 198. 44
M.A. Subandi, Psikoterapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), cet.ke-1, h. 9. 45 M. Solihin, Terapi Sufistik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), cet. Ke-1, h. 85.
xxxvii
latihan perilaku ini didahului dengan pemberian psioterapi
untuk memperkuat kepercayaan diri. e. Terapi Keagamaan. Terapi keagamaan adalah terapi yang
dilakukan dengan menggunakan pendekatan keagamaan seperti menggunakan ayat-ayat suci al-Qur’an, hadits Nabi dan
pemikiran-pemikiran keislaman yang secara implisit mengandung terapi. Adapula yang menggunakan dzikir dan
do’a-do’a tertentu yang pada intinya memohon kepada Allah agar diberi ketenangan hati. Dengan terapi jenis ini diharapkan
seseorang dapat terbebas dari rasa cemas, tegang, depresi dan
lain-lain.
f. Terapi Holistik. Terapi holistik adalah terapi yang mencakup
keseluruhan aspek manusia, dalam artian bahwa terapi
dilakukan tidak hanya melalui obat-obatan semata, atau hanya
ditujukan pada aspek-aspek kejiwaan akan tetapi mencakup
aspek-aspek lain seperti organobilogy, psikologi, psikososial,
psikoritual dan lain sebagainya, sehingga klien dapat diobati
secara menyeluruh. Pada intinya terapi holistik ini adalah
bentuk terapi yang memandang keseluruhan aspek pada klien.
Konseling dan Ruang Lingkupnya
Pengertian Konseling
Secara etimologis istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu
“consillium” yang berarti “dengan” atau “bersama” yang dirangkai dengan
“menerima” atau “memahami”. Kata ini berarti perundingan, pertimbangan
atau musyawarah.46
Selanjutnya konseling didefinisikan sebagai pemberian bantuan
yang bersifat permissif (memberi kelonggaran), personalisasi dan
individualisasi dalam upaya mengembangkan skill untuk mengembangkan
atau meraih kembali pemahaman dan pengarahan terhadap dirinya sendiri
yang menerangi kehidupan sosialnya.47
Counseling, berbeda dengan membimbing atau memberi nasehat,
yang banyak digunakan dalam counseling adalah wawancara untuk
46
Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineke Cipta, 1994), h. 99. 47
M. Arifin, Teori-teori Konseling Agama dan Umum, (Jakarta: PT. Golden Terayan Press,
1996), h. 96.
xxxviii
mendapatkan sesuatu yang diharapkan dan diinginkan dari yang
diwawancarai (klien), sehingga counseling di sini dapat disebut terjadinya
komunikasi antarpribadi. (relationship).48
Konseling merupakan proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu
yang mengalami sesuatu masalah (klien), yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank
Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Selanjutnya juga
diadopsi oleh Carl Rogers yang kemudian mengembangkan pendekatan
terapi yang berpusat pada klien (client centered).49
Ada pula yang mengatakan konseling ialah proses pemberian
informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan
ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan
pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali
kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan
keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut.50
Tujuan Konseling
Adapun beberapa statemen tujuan konseling yang sering dipakai
oleh beberapa pakar, dikemukakan oleh Shertzer dan Stone, yang disadur
singkat dalam: Perubahan tingkah laku (behavioral change), kesehatan
mental positif (positive mental health), pemecahan masalah (problem
resolution), keefektifan pribadi (personal efectiveness), dan pembuatan
48
Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, (Jakarta: Studia Press, 2006), cet. Ke-2, h. 1. 49
http://www.wikipedia.co.id, artikel diakses pada 07 Oktober 2008. 50
Saifuddin, “pengertian konseling,” artikel diakses pada 07 Oktober 2008 dari
http://www.google.com.
xxxix
keputusan (decision making).51
Penyajian berikut ini dimulai dengan yang
berkecenderungan afektif, lalu yang lebih kognitif, dan terakhir yang
behavioristik.
a. Kesehatan Mental Positif
Konselor yang berkecondongan afektif menyatakan bahwa
pemeliharaan atau mendapatkan mental sehat merupakan tujuan
konseling. Jika mental sehat dicapai maka individu memiliki
integrasi, penyesuaian dan identifikasi positif terhadap orang lain.
Di sini individu belajar menerima tanggung jawab, jadi mandiri, dan
mencapai integrasi tingkah laku.
b. Keefektifan Pribadi
Tujuan konseling yang erat hubungannya dengan kesehatan
mental, berorientasi afektif, dan agak condong ke orientasi kognitif
adalah “keefektifan pribadi”. “Pengertian pribadi efektif menurut
Blocher, yang diadaptasikan di sini, adalah:
1) Pribadi yang tampak menyelaraskan diri dengan cita-cita,
memanfaatkan waktu dan tenaga dan bersedia mengambil
tanggung jawab ekonomi, psikologis, dan fisik.
2) Orang yang punya pribadi demikian tampak mempunyai
kemampuan (kompetensi) mengenal, merumuskan dan
memecahkan masalah-masalah.
3) Orang demikian itu tampak relatif ajeg (konsisten) dalam
menjalani situasi khusus peranannya.
4) Orang demikian itu menampak dapat berpikir lain dan asli,
yaitu secara kreatif.
5) Orang demikian itu mampu mengontrol dorongan-
dorongan (impuls) dan melakukan respons yang tepat terhadap frustasi, permusuhan dan pertentangan.” 52
c. Pembuatan Keputusan
51
Andi Mappiare, Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), h.46. 52 Ibid., h. 48.
xl
Para konselor yang condong pada orientasi kognitif, sedikit
masih ada unsur afektifnya, menyatakan tujuan konseling sebagai
pembuatan keputusan mengenai hal-hal genting bagi seseorang
konseli. Dalam hal ini, konselor tidaklah menetapkan keputusan-
keputusan yang akan dibuat konseli, ataupun memilihkan cara
alternatif bagi tindakan konseli. Konseli harus tahu mengapa dan
bagaimana ia membuat keputusan.
Dengan demikian, di sini konseling membantu individu
mengkaji apa yang perlu dipilih, belajar membuat alternatif-
alternatif pilihan, dan selanjutnya menentukan pilihan sehingga pada
masa depan ia dapat mendiri membuat keputusan.
d. Perubahan Tingkah Laku
Inilah pernyataan tujuan konseling yang paling banyak dipakai
orang akhir-akhir ini. Para pakar konseling ada yang memadukan
antara tujuan-tujuan berkenaan dengan perubahan struktur pribadi
sampai pada perubahan perilaku tampak, ada yang ketat terpaku
hanya pada perubahan perilaku tampak saja.
Seperti yang diungkapkan oleh Shertzer dan Stone53
menyatakan bahwa perubahan tingkah laku sebagai suatu tujuan
konseling mungkin terbatas khusus seperti perubahan respon khusus
terhadap frustasi ataupun perubahan-perubahan sikap terhadap orang
lain atau terhadap diri sendiri.
53 Ibid., h. 50.
xli
Metode dan Teknik Konseling
Metode lazim diartikan dengan cara untuk mendekati masalah
sehingga diperoleh hasil yang memuaskan, sementara teknik merupakan
penerapan metode tersebut dalam praktek.54
Lebih lanjut Aunur Rahim Faqih mengemukakan bahwa ada dua
metode konseling dan tekniknya, yaitu:55
a. Metode Langsung
1) Individual, yaitu pembimbing melakukan komunikasi
langsung secara individual dengan pihak yang
dibimbingnya. Tekniknya dengan percakapan pribadi,
home visit (kunjungan ke rumah) serta kunjungan dan
observasi kerja.
2) Kelompok, yaitu melakukan komunikasi langsung dengan
klien dalam kelompok. Tekniknya dengan diskusi
kelompok, karyawisata, sosiodrama dan group teaching.
b. Metode Tidak Langsung
1) Individual, yaitu melakukan komunikasi secara individual
melalui media massa. Tekniknya dengan surat menyurat,
telepon, dan lain-lain.
2) Kelompok, yaitu melakukan komunikasi secara kelompok
melalui media massa. Tekniknya dengan papan
bimbingan, surat kabar/majalah, brosur, radio dan televisi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling
a. Faktor Individual
54
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press,
2001), h. 53. 55 Ibid., h. 54-55.
xlii
Orientasi cultural (keterikatan budaya) merupakan faktor
individual yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi.
Orientasi ini merupakan gabungan dari:
1) Faktor Fisik
Kepekaan panca indera pasien yang diberi konseling
akan sangat mempengaruhi kemampuan dalam
menangkap informasi yang disampaikan konselor.
2) Sudut Pandang
Nilai-nilai yang diyakini oleh pasien sebagai hasil olah
pikirannya terhadap budaya dan pendidikan akan
mempengaruhi pemahamannya tentang materi yang
dikonselingkan.
3) Kondisi Sosial
Status sosial dan keadaan disekitar pasien akan
memberikan pengaruh dalam memahami materi.
4) Bahasa
Kesamaan bahasa yang digunakan dalam proses
konseling juga akan mempengaruhi pemahaman pasien.
b. Faktor Situasional
Percakapan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, situasi
percakapan kesehatan antara konselor dan klien akan berbeda
dengan situasi percakapan antara polisi dengan pelanggar lalu lintas.
1) Kompetensi dalam melakukan percakapan
xliii
Agar efektif, suatu interaksi harus menunjukkan perilaku
kompeten dari kedua pihak. Keadaan yang dapat
menyebabkan putusnya komunikasi adalah:
a) Kegagalan menyampaikan informasi penting.
b) Perpindahan topik bicara yang tidak lancar.
c) Salah pengertian.56
56 http://www.wikipedia.co.id, artikel diakses pada 07 Oktober 2008.
xliv
BAB III
GAMBARAN UMUM
KLINIK BENGKEL ROHANI CIPUTAT
A. Sejarah Berdiri.
Kata “bengkel” berarti setiap pasien yang datang ke Bengkel Rohani
perlu disehatkan. Mungkin ada “onderdil”-nya yang sudah mulai usang atau
keropos, dan lain-lain. Pada prinsipnya semua manusia rawan terkena
penyakit, dan bila seseorang sudah terkena penyakit harus segera disehatkan
kembali melalui satu institusi penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan
bernama Bengkel Rohani.57
Kata “rohani” berarti dalam proses penyembuhan atau penyehatan,
maka rohani atau jiwanya yang terlebih dahulu harus ditangani karena di
antara bagian-bagian tubuh lainnya ia paling berpengaruh.58 Mulai dari
keyakinan dan tawakal orang yang bersangkutan kepada Allah Swt. saat
menghadapi penyakit, penyadaran kebiasaan hidup sehat yang islami,
keyakinan memilih cara pengobatan yang syar’i (sesuai syariat Islam), dan
sebagainya. Setelah itu, barulah ditangani kesehatan fisik atau medisnya
untuk disembuhkan atau disehatkan.
Bengkel Rohani merupakan sebuah Islamic Health Maintenance
Organization (Organisasi Perawatan Kesehatan secara Islami) yang
melakukan pelayanan terapi kesehatan secara menyeluruh, baik jasmani
maupun rohani. “Maraknya pengobatan-pengobatan alternatif yang
notabennya banyak dilakukan paranormal, serta adanya keinginan
57
http://www.bengkelrohani.com., artikel diakses pada 12 Juni 2008. 58 Ibid.
38
xlv
masyarakat mendapatkan terapi secara islami merupakan jawaban atas
berdirinya Klinik Bengkel Rohani ini.”59
Klinik Syari’ah Bengkel Rohani adalah pelopor/pioneer di dalam
pengobatan ala Nabi yang sudah berpengalaman sejak bertahun-tahun. Berawal dari pengalaman spiritual pendiri klinik ini yaitu Ustadz Abu Aqila
maka begitu banyak pasien-pasien yang datang yang bisa diobati dan alhamdulillah mendapatkan kesembuhan dari Allah SWT., bukan saja
penyakit-penyakit fisik tapi juga non fisik.60
Seperti yang telah disebutkan di atas, sejarah berdirinya Bengkel
Rohani tidak bisa dipisahkan dari pendirinya yaitu Ustadz Abu Aqila.
Diawali dengan meninggalnya istri pertama beliau yang wafat pada tahun
1998 diakibatkan sihir setan dari golongan jin (sihir al-hasadi) setelah
sebelumnya diperiksakan penyakit aneh tersebut ke RSCM dan hasilnya
negatif.
“Sebelum meninggalnya sang istri tercinta, beliau sempat bertemu
dengan KH. Kasman Sudja’i (alm.), tabib yang khusus menangani secara
islami orang yang terkena gangguan jin. Setelah ditangani oleh kiai tersebut,
gangguan jin di tubuh istri beliau dapat disembuhkan. Namun karena
fisiknya sudah terlanjur lemah, akhirnya ia wafat.”61
Dari peristiwa tersebut, Abu Aqila bertekad mendalami masalah terapi
gangguan jin. Motivasinya, agar kejadian yang menimpa istrinya
tidak terulang pada orang lain. Minimal dapat memberikan
pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat tentang pelayanan
kesehatan yang islami.
Ustadz Abu Aqila lalu mengembangkan ilmu tersebut untuk
kepentingan pengobatan yang sesuai syariat Islam. Beliau juga melengkapi
pengetahuan pengobatannya dengan mempelajari ilmu bekam (al-hijamah),
59
Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila, Tangerang 07 Oktober 2008. 60
Brosur Klinik Bengkel Rohani. 61 http://www.bengkelrohani.com., artikel diakses pada 12 Juni 2008.
xlvi
ilmu herbal, ilmu sistem aliran darah dan syaraf tubuh manusia. Ditambah
lagi dengan pengetahuan medis dan pengetahuan agama yang beliau
dapatkan dari Pondok Modern Gontor Darussalam.
Bengkel Rohani yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 2A, Ciputat
Tangerang ini didirikan oleh Ustadz Abu Aqila pada 6 Juli 2003
yang melayani pengobatan dan terapi kesehatan yang menyeluruh
secara islami, baik jasmani maupun rohani. Dan sampai saat ini
Bengkel Rohani sudah mempunyai 2 tempat praktik yakni di Bekasi
dan Ciputat.
Secara umum perkembangan Bengkel Rohani dan perkembangan
pasiennya telah meningkat pesat mulai dari awal pendiriannya. Tentunya
semua ini hanya dengan izin Allah Swt.. Di masa mendatang kami masih
menggagas rencana-rencana besar ke depan, seperti perluasan cabang-
cabang baru, peningkatan kualitas pelayanan, produk-produk obat baru,
buku baru, pelatihan, dan lain-lain. Hal ini sesuai keinginan dan kebutuhan
masyarakat untuk mendapatkan solusi pemeliharaan kesehatan dan
penyembuhan penyakit yang menyeluruh dan islami secara murah dan
mudah dijangkau.
B. Visi dan Misi.
1. Visi
Visi dari Bengkel Rohani ini adalah Sehat Jasmani dan Sehat
Rohani. Menurut Bengkel Rohani ini keseimbangan antara keduanya
itu sangatlah penting.
2. Misi
xlvii
Menjadi Sarana Pencerahan Spiritual dengan memberikan
pemahaman Islam dan alam gaib secara syamil dan terapi
penyembuhan penyakit yang syar’i sesuai dengan al-Qur’an dan
Sunnah.
3. Tujuan Berdirinya
Tujuan didirikannya Bengkel Rohani ini tentunya tidak terlepas dari
visi misinya. Tujuannya yaitu untuk memberikan suatu solusi penyembuhan
baik jasmani dan rohani secara Islami serta meluruskan pemahaman
masyarakat tentang penyembuhan yang Islami.
C. Sarana dan Prasarana.
Bengkel Rohani telah memfasilitasi kegiatan terapinya dengan
sarana dan prasarana sebagai berikut:
1. Satu ruang konsultasi dan terapi pasien
2. Satu ruang reflekxiologi pasien dan jasa psikiater
3. Dua ruang bekam (pengeluaran darah kotor),
4. satu ruang khusus untuk pria dan satu ruang lagi khusus wanita
5. Satu ruang tunggu pasien
6. Satu ruang untuk receptionist, kasir dan rak display serta produk
Bengkel Rohani
7. Puluhan set alat bekam (Kop Bekam, alat sedot udara untuk Kop
Bekam)
8. Consumable Material yang tersedia cukup memadai untuk kegiatan
bekam (silet yang selalu baru, jarum bekam, tissue, kapas, alchhol
40%, betadine)
9. Satu perangkat alat-alat untuk mencuci kop-kop bekam yang kotor
setelah terkena darah
xlviii
10. Satu alat sterilisasi alat-alat bekam dengan system ozonisasi (O3)
dan pemanasan (uap panas)
11. Tiga ruang wc yang ada di setiap lantai (lantai 1, 2 dan 3)
12. Empat unit perangkat komputer untuk kegiatan kasir administrasi
dan keuangan, kesekretariatan
13. Satu ruang shalat
14. Satu halaman parkir.
D. Struktur Organisasi.
Struktur kepengurusan dalam sebuah organisasi sangat diperlukan
guna mengetahui kedudukan dari masing-masing anggota atau pegawai.
Berikut adalah struktur kepengurusan Bengkel Rohani Ciputat:
1. Penanggung jawab (Pimpinan) yaitu ustadz Abu Aqila. Selain
sebagai penganggung jawab, ustadz Abu Aqila juga berkedudukan
sebagai terapis, mengingat beliaulah yang mendirikan Klinik
Bengkel Rohani dan tentunya sudah ahli dalam bidangnya yakni
terapi itu sendiri.
2. Kepala Cabang yaitu Ustadz Mahfudi. Beliau juga bertugas sebagai
terapis di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
3. Staf. Di mana pada bagian ini mempunyai garis horizontal
(mempunyai kedudukan yang sama) antara satu dan yang lainnya,
yaitu:
xlix
a. Terapis, yang mempunyai tugas melakukan konseling,
melakukan terapi pijatan di sekitar leher dan kaki pasien serta
menentukan titik-titik bekam.
b. Pembekam dan pemelihara alat medis, yang bertugas
membekam pasien pada titik-titik yang telah ditentukan oleh
penterapi. Ia juga bertugas mensterilkan peralatan bekam dan
pemeliharaan alatmedis lainnya.
c. Kasir, yang bertugas menerima pembayaran dari pasien-
pasien yang datang untuk melakukan terapi
d. Receptionist dan operator telepon, yang bertugas menerima
teleon yang masuk dan mendata pasien yang datang.
e. Office boy, yang bertugas membersihkan dan merawat sarana
Bengkel Rohani.
Umumnya karyawan Bengkel Rohani sebagian besar berasal dari
para alumni pelatihan SSQ ( Spiritual Science Quantum) yang telah
dilaksanakan di Bengkel Rohani Ciputat dari beberapa angkatan (saat ini
SSQ telah mencapai angkatan ke duabelas). Materi yang didapat dalam
pelatihan SSQ adalah ilmu-ilmu keislaman (aqidah, ibadah dan akhlak) dan
dakwah, psikologi pasien, dasar-dasar sistem aliran darah dan saraf tubuh
manusia, dan juga dasar-dasar patologi. Mereka juga telah diikutsertakan
sebagai peserta magang (sistem asistensi) selama kurang lebih dua bulan di
Bengkel Rohani Ciputat.62
62 Ibid.
l
E. Pelayanan Medis dan Terapi.
Bengkel Rohani yang merupakan Organisasi Perawatan Kesehatan
secara Islami (Islamic Health Maintenance Organization) saat ini mampu
memberikan pelayanan dan produk-produk sebagai berikut:
a. Ruqyah Syari’ah/Terapi Gangguan Jin
Pengobatan dengan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan do’a dari
Nabi Saw, untuk mengobati gangguan kejiwaan/jin dan membantu
mempercepat kesembuhan penyakit fisik.
b. Al Hijamah/Bekam
Yaitu pengobatan dengan cara mengeluarkan darah kotor/zat-
zatyang tidak berguna bagi tubuh, berguna untuk melenturkan
syaraf-syaraf yang tegang, melancarkan peredaran darah dan
menetralisir zat-zat yang tidak dibutuhkan dalam darah seperti
kolestrol, asam urat, diabetes dan penyakit kronis lainnya.
“Pengobatan yang terbaik dan paling utama adalah berbekam.”
(HR. Bukhari)
c. Refleksi & Akupressure
Tubuh kita ada suatu system yang disebut dengan system meridian
yaitu system yang mengatur lalu lintas energi vital di dalam tubuh,
saluran energi vital yang melintasi seluruh bagian tubuh tersebut
seperti jaringan laba-laba, membujur melintang dan menghubungkan
semua tubuh, titik-titik inilah yang ditekan agar darah yang
membeku diuraikan energi vital menjadi normal sehingga peredaran
darah menjadi lancar, badan menjadi segar kembali.
d. Sauna
Pola hidup yang tidak teratur dan pola makan yang tidak sehat dan
seimbang akan menimbulkan penimbunan kolesterol dan lemak di
li
dalam tubuh. Sauna adalah inovasi baru yang disediakan di Klinik
Bengkel Rohani untuk lebih mendapatkan kenyamanan di dalam
pengobatan.
e. Herbal Medicine
Berdasarkan pengalaman pengobatan berabad-abad yang lalu yang
digali dari al-Qur’an dan Hadits, kemudian digabungkan dengan kekayaan
tumbuh-tumbuhan obat di dalam negeri dan secara modern dan higienes
serta teruji di laboratorium maka terciptalah herbal yang Insya Allah
berkhasiat dan mujarab.
f. Iridiologi
Adalah diagnosis penyakit melalui iris mata untuk mengetahui
penyakit apa yang di derita tanpa harus ke laboratorium.
g. Minilab
Kami juga melayani cek darah berupa: kolesterol, asam urat, gula darah dan trigliserida.
h. Konsultasi Keluarga
Bagi pasien yang sedang ada masalah keluarga, Klinik Bengkel Rohani juga melayani konsultasi keluarga untuk memberikan solusi
berbagai permasalahan yang dihadapi sesuai syari’at. i. Dokter/Psikiater
Bagi pasien yang memerlukan bantuan dokter/psikiater (pelayanan
kesehatan) obat konvensional, kami menyediakan pelayanan
konsultasi jasa dokter/psikiater. 63
Sementara untuk pelayanan terapi baik fisik maupun psikis, ada 5
tahapan terapi yang mesti dilalui diantaranya:
1) Konseling
Konseling merupakan tahapan terapi pertama seorang terapis
terhadap pasein, ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
dari pasien mengenai penyakit yang dikeluhkan atau
63 Brosur Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
lii
dirasakannya. Hal ini dilakukan dengan cara yang ramah
kepada pasien, agar si pasien mau menceritakan kepada terapis
mengenai faktor-faktor pribadinya, seperti nama, latar
belakang, kebiasaan hidup dan pola hidup sehat si pasien. Pada
tahap ini jelas keterbukaan dan komunikasi dari pasien sangat
dibutuhkan terapis
Konseling merupakan tahapan terapi yang paling penting
dilalui pasien. Seperti dikatakan oleh Ustadz Abu Aqila:
Konseling ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor apa
saja yang menyebabkan pasien terkena penyakit, jadi bukan
penyakitnya yang ditanyakan terlebih dahulu tetapi apa
penyebab penyakit tersebut. Sehingga pada saat konseling
itulah pasien dapat dideteksi penyakitnya. Setelah mengetahui
penyebabnya, kemudian pasien diberikan materi-materi seputar
aqidah dan motivasi. Barulah setelah proses konseling selesai pasien segera masuk ruang bekam dan melakukan terapi
berikutnya.64
2) Ruqyah
Pengobatan dengan membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan
do’a dari Nabi Saw, untuk mengobati gangguan kejiwaan/jin
dan membantu mempercepat kesembuhan penyakit fisik.
Mengenai ruqyah ini, biasanya orang tidak yakin kalau
belum pernah coba. Misalnya ada orang mudah emosional,
senang berkhayal, bermaksiat, sering mual, dan secara medis
tidak diketahui penyakitnya. Orang tidak menyadari
bahwasannya di dalam tubuh orang tersebut ada jin, dan tidak
akan pernah tau dan sadar bahwa ada jin yang dianggap dirinya
sendiri sendiri sebelum diruqyah. Dan setelah diruqyah
biasanya mereka baru yakin.65
Dalam pengobatan ruqyah ini tidak selalu pasien yang datang kemudian diruqyah, ini biasanya dilakukan pada pasien-pasien yang lemah fisik dan terganggu rohaninya karena gangguan Jin.
3) Pijat Refleksi
64
Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila. Tangerang, 07 Oktober 2008. 65 Ibid.
liii
Tahapan Ketiga adalah pijat refleksi. Pertama kali daerah yang
dilakukan pijitan adalah di leher, karena di leher terdapat tiga
pembuluh darah yang sangat sensitif, yakni pembuluh darah
yang berhubungan dengan nafsufari, otak kecil dan otak besar,
yang kesemuanya mampu menghidupkan saraf nafsufari
(semangat, gairah, keinginan, dorongan hati dan kehendak),
potensi saraf telinga, hidung, mulut, mata, perasaan, daya
khayal dan pola pikir.
Pada saat inilah diketahuinya penyakit yang diderita si pasien. Bahkan penyakit apapun dapat dideteksi
dengan pembuluh darahnya. Sehingga jika terjadi penegangan pada pembuluh darahnya maka dapat
dilenturkan dengan pijat refleksi ini.
4) Bekam
teknik pengeluaran darah kotor yang menyumbat aliran darah
bersih dan simpul tenaga dalam tubuh sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan dan penyakit serius lainnya. Dengan
pembekaman syaraf-syaraf yang tegang bisa dilenturkan,
peredaran darah yang tersumbat bisa dilancarkan dan zat-zat
yang dibutuhkan dalam darah bisa dinetralisasi tanpa
menurunkan daya tahan tubuh.
Pembekaman disesuaikan dengan penyakit yang dialami
atau dirasakan oleh pasien dan dilakukan kurang lebih 20
menit. Sebelum dan sesudah dibekam, kulit pasien dibersihkan
dengan antiseptik. Biasanya tanda merah setelah pembekaman
(bekas luka bekam) akan hilang dalam seminggu dan tidak
akan menimbulkan efek samping yang membahayakan tubuh.
liv
5) Pemberian Obat
Setelah melalui keempat proses terapi di atas, pemberian obat
merupakan tahapan terapi yang terakhir. Terapis menentukan
obat-obatan yang perlu dikonsumsi oleh pasien, biasanya
madu, obat-obatan herbal yang dikemas dalam bentuk kapsul.66
Kelima layanan tersebut harus dilalui bagi mereka yang mengalami
permasalahan/penyakit fisik. Dan untuk penyakit psikis biasanya pasien
hanya datang dan melakukan terapi konseling saja, akan tetapi banyak
juga pasien-pasien yang mengeluh dan mengalami penyakit psikis
melakukan kelima tahapan terapi tersebut.
66 Wawancara pribadi dengan Abu Aqila, Tangerang, 07 Oktober 2008.
lv
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, Penulis memberikan
kesimpulan: Bentuk komunikasi yang digunakan terapis terhadap pasien di Klinik
Bengkel Rohani Ciputat dalam pelayanan terapi konseling adalah
komunikasi antarpribadi (interpersonal communication), yakni komunikasi
diadik dan komunikasi kelompok kecil. Teknik komunikasi yang digunakan
ialah teknik persuasif, yang bertujuan pada perubahan sikap, pendapat dan
perilaku pasien setelah melakukan konseling.
Dalam penerapannya komunikasi antara terapis dengan pasien dalam
penelitian ini menggunakan model komunikasi Wilbur Schramm yang
menekankan kesamaan bidang pengalaman terapis dan pasienlah yang
sebenarnya dikomunikasikan melalui bahasa.
Faktor pendukung dalam pelayanan terapi konseling di Klinik
Bengkel Rohani Ciputat meliputi Sarana dan prasarana yang ada dan
memadai, sumber daya manusia yang ahli dan berpengalaman, respon dan
antusias yang baik dari masyarakat, adanya dorongan yang kuat dalam diri
pasien untuk berubah, serta partisipasi atau peran keluarga dan orang-orang
terdekat pasien sehingga pasien merasa mendapatkan dukungan. Sementara itu faktor penghambat dalam pelayanan terapi konseling ini ialah
faktor yang berasal dari dalam diri pasien itu sendiri seperti, hilangnya rasa percaya diri pasien akibat permasalahan yang
dihadapinya, ketidakpercayaan pasien terhadap terapis.
2. Saran
Dari kesimpulan di atas, Penulis mencoba memberikan saran sebagai
berikut:
1. Dalam pelayanan terapi konseling, komunikasi yang digunakan
terapis sudah baik, tetapi akan jauh lebih baik lagi jika terapis bisa
memaksimalkan komunikasi yang sudah digunakan tersebut 64
lvi
beserta dengan teknik-teknik dan bentuk-bentuk komunikasi yang
sesuai dengan ilmu komunikasi.
2. Segenap struktur yang terkait dalam pelayanan terapi yang ada di
Klinik Bengkel Rohani Ciputat khususnya dalam pelayanan terapi
konseling hendaknya meningkatkan dan mengembangkan
pemahaman dan pengalamannya, baik dari segi terapi dan
pengobatan maupun dari segi psikologi dan komunikasi.
3. Dalam proses pengembangan, Bengkel Rohani sebagai lembaga
kesehatan Islami bisa menggunakan media komunikasi baik cetak
maupun elektronik sebagai langkah untuk memperluas jaringan
yang sudah ada, serta bisa menjadi contoh bagi mereka yang ingin
mendirikan sebuah lembaga dakwah yang bergerak dalam bidang
kesehatan khususnya terapi Islami.
Pada akhirnya semua jalan yang ditempuh merupakan upaya
perubahan dan pengembangan. Namun sebaik dan sebagus apapun sebuah
rencana tanpa didukung dengan manajemen dan sumber daya manusia yang
baik, semua akan terasa sia-sia.
lvii
BAB IV
ANALISIS HASIL
TEMUAN LAPANGAN
Komunikasi antara Terapis dengan Pasien dalam Pelayanan Terapi Konseling
di Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
Komunikasi antara terapis dengan pasien dalam pelayanan terapi
konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat bila dilihat dari unsur-unsur
komunikasi seperti komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek bisa
dijabarkan seperti berikut.
Komunikator dan komunikan dalam hal ini ialah terapis dan pasien.
Keduanya mempunyai posisi yang sama dalam proses komunikasi.
Karenanya tidak dapat dikatakan terapis sebagai komunikator dan pasien
sebagai komunikan, akan tetapi keduanya merupakan komunikator dan
komunikan, yang saling bertukar pengalaman dan bergantung satu sama
lain. Sehingga keduanya bertugas menyampaikan informasi dan menerima
informasi tersebut.
Sementara untuk pesan yang disampaikan yaitu, “seputar aqidah,
motivasi hidup dan juga tentunya memberikan alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang dialami pasien. Pendekatan-pendekatan dan
motivasi yang dilakukan bersumber dan berpedoman pada kitab suci al-
Qur’an dan hadits Nabi.”67
Seperti yang diungkapkan Zakiah Daradjat
dalam bukunya Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, mengenai tiga
67 Wawancara pribadi dengan Abu Syihan, Tangerang, 10 Oktober 2008.
50
lviii
fungsi agama dalam kehidupan manusia yakni, memberikan bimbingan
hidup, menolong dalam menghadapi kesukaran dan menentramkan batin.68
Dikarenakan konseling merupakan bentuk komunikasi antarpribadi,
maka dalam prosesnya ia menggunakan pancaindera sebagai alat (media)
untuk berkomunikasi. Seperti, telinga (pendengaran), mata (penglihatan)
dan mulut (berbicara).
Dan untuk efek (pengaruh) yang diharapkan dari terapi konseling ini
ialah perubahan pada diri pasien sesuai dengan tujuan diadakannya
konseling. Sebagaimana yang dimaksud oleh M.A. Subandi yakni, terapi
merupakan proses formal interaksi antara dua pihak atau lebih, yang satu
adalah profesional penolong (terapis) dan yang lain adalah petolong (orang
yang ditolong), dengan catatan bahwa interaksi itu menuju pada
perubahan/penyembuhan. Artinya terapis berusaha membantu pasien agar
dapat berubah, berkembang dan sembuh. Selanjutnya perubahan tersebut
dapat berupa perubahan pola pikir, perilaku serta kebiasaan pasien yang
ditimbulkan dengan adanya tindakan profesional penolong (terapis) dengan
latar belakang ilmu perilaku dan teknik-teknik usaha yang
dikembangkannya.
1. Bentuk Komunikasi Terapis kepada Pasien
Bentuk komunikasi yang terjadi antara terapis kepada pasien dalam
pelayanan terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat adalah
komunikasi antarpribadi (interpersonal communication).
Menurut sifatnya, komunikasi antarpribadi dapat dibedakan atas dua
macam, yakni komunikasi diadik (Dyadic Communication) dan komunikasi
68
Zakiah Daradjat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Masagung,
1994), cet ke-13, h. 56.
lix
kelompok kecil ( Small Group Communication). Komunikasi diadik ialah
proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap
muka. Dan komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang
berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, di mana anggota-
anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya. 69
Komunikasi dalam terapi konseling di Klinik Bengkel Rohani Ciputat
menggunakan kedua komunikasi tersebut, yakni komunikasi diadik dan
komunikasi kelompok kecil. Komunikasi diadik digunakan pada saat terapis
berkomunikasi langsung dengan pasien, sementara komunikasi kelompok kecil
digunakan terapis kepada pasien dan sanak keluarga yang menemani pasien.
Komunikasi diadik biasanya banyak dilakukan terapis dengan pasien-
pasien yang datang hanya untuk konsultasi saja seperti masalah keluarga,
bisnis dll. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan dilakukan juga dengan
pasien-pasien yang mengeluh penyakit fisik seperti magh, migran, darah tinggi
dsb. Karena untuk pasien yang masih mengeluh penyakit fisik, secara psikis
mereka sehat sehingga mereka dianggap masih bisa berkomunikasi dengan
terapis walau tetap ditemani dengan salah satu kerabatnya.
Selain berkomunikasi dengan pasien, terapis juga melakukan komunikasi
dengan keluarga pasien. Komunikasi antara pihak-pihak tersebut (terapis,
pasien dan keluarga pasien) merupakan komunikasi kelompok kecil, karena
hanya melibatkan tiga orang saja dan ketiganya saling berinteraksi (melakukan
komunikasi).
Khususnya bagi pasien yang mengalami penyakit/tekanan psikis seperti
depresi. Untuk pasien-pasien seperti ini wajib ditemani dengan salah satu
anggota keluarganya. Seperti yang dikatakan terapis Abu Aqila:
Pada saat konseling pasien memang tidak datang sendiri, tapi sebaiknya
ditemani dengan salah satu anggota keluarganya. Seperti kalau anak yang sakit
ibunya yang menemani karena sang ibu tentunya jauh lebih tau dan bisa diajak
69 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 32.
lx
berbicara dari pada anaknya. Sementara itu bagi pasien depresi yang tidak
sadar, peran keluarga sangat penting mengingat kondisi pasien yang tidak bisa
mendeskripsikan dirinya sendiri.70
Komunikasi kelompok kecil oleh banyak kalangan dinilai sebagai tipe
komunikasi antarpribadi karena:
a. Anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi yang
berlangsung secara tatap muka.
b. Pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong di mana semua
peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama, dengan kata lain
tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi situasi.
c. Sumber dan penerima sulit diidentifikasi. Dalam situasi seperti ini,
semua anggota bisa berperan sebagai sumber dan juga sebagai
penerima.71
Jika dikaitkan ketiga point di atas dengan komunikasi yang
dilakukan terapis terhadap pasien dalam konseling, sepertinya memang
bisa dikatakan komunikasi kelompok kecil merupakan komunikasi
antarpribadi. Hal ini bisa dilihat dari proses komunikasi yang terjadi
antara terapis, pasien dengan salah satu anggota keluarga pasien. Dan
bisa dilihat seperti berikut ini:
1) Anggota-anggotanya terlibat dalam suatu proses komunikasi
yang berlangsung secara tatap muka. Dalam hal ini anggota-
anggota komunikasi tersebut ialah terapis, pasien dan salah satu
anggota keluarga pasien, dan mereka berkomunikasi langsung
secara tatap muka.
2) Pembicaraan berlangsung secara terpotong-potong di mana
semua peserta bisa berbicara dalam kedudukan yang sama,
dengan kata lain tidak ada pembicara tunggal yang mendominasi
situasi. Hal ini terlihat dengan komunikasi yang terjadi yakni
70
Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila. Tangerang, 07 Oktober 2008. 71 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 33.
lxi
komunikasi seimbang/sharing, tidak bersifat monolog
melainkan interaksional.
3) Sumber dan penerima sulit diidentifikasi. Dalam situasi seperti
ini, semua anggota bisa berperan sebagai sumber dan juga
sebagai penerima. Seperti yang sudah penulis bahas sebelumnya,
bahwa dalam konseling komunikator dan komunikan
mempunyai peran yang sama, yakni ketiganya memiliki posisi
yang sama dalam menyampaikan informasi dan mendapatkan
informasi tersebut.
Dari pemaparan di atas, jelas bahwa dalam terapi konseling terapis
menggunakan komunikasi antarpribadi (interpersonal communication),
yakni dengan komunikasi diadik (dyadic comunication) dan komunikasi
kelompok kecil (small group communication) yang melibatkan terapis,
pasien dengan salah satu anggota keluarga pasien.
2. Teknik Komunikasi Persuasif
Istilah persuasi (persuasion) bersumber pada perkataan Latin persuasio,
kata kerjanya adalah persuadere yang berarti membujuk, mengajak atau
merayu. Para ahli komunikasi sering kali menekankan bahwa persuasi adalah
kegiatan psikologis. Penegasan ini dimaksudkan untuk mengadakan perbedaan
dengan koersi (coersion).72
Bila dilihat tujuan persuasi dan koersi adalah sama, yakni keduanya sama-
sama bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, tetapi jika
persuasi dilakukan dengan halus, luwes, yang mengandung nilai-nilai
manusiawi, tidak demikian halnya dengan koersi. Koersi dilakukan dengan
perintah, instruksi, suap, pemerasan dsb., yang sifatnya memaksa atau
72
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
cet. Ke-4, h. 21.
lxii
ancaman. Sehingga akibat dari koersi adalah perubahan sikap, pendapat atau
perilaku dengan perasaan terpaksa. Sedangkan akibat dari persuasi adalah
kesadaran, keikhlasan dari diri sendiri (bukan karena paksaan).
Komunikasi persuasif merupakan teknik komunikasi yang digunakan
terapis kepada pasien pada saat konseling. Alasan penggunaan komunikasi
persuasif ialah, karena pesan-pesan yang disampaikan dirasa mampu
mempengaruhi sikap, pendapat, dan tingkah laku klien (pasien). Dari
perbincangannya bersama terapis, pasien bisa terbawa/terpengaruh dengan apa
yang dibicarakan dalam komunikasi antarpribadi tersebut.
Seperti pernyataan Ustadz Abu Abu Aqila berikut ini:
Pasien yang memiliki satu prinsip tidak kemudian dipatahkan, namun
dihargai. Contohnya, seseorang yang emosional, dia merasa wibawa dengan
emosi yang dimilikinya. Kemudian tidak langsung dipatahkan prinsip tersebut,
namun hanya secara bertahap/perlahan diarahkan biasanya empat/lima kali bertemu dia menyadari sendiri, bahwasannya emosional itu tidak ada gunanya
hanya merugikan dirinya sendiri.73
Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku memang menjadi tujuan
dalam konseling. Namun hal ini tidak mudah dilakukan terapis, ia harus
mampu mengomunikasikan pesan secara jelas serta mengetahui tujuan
kebutuhan pasien, agar tugasnya membuat pasien pasien yakin bahwa
terapis benar-benar bisa membantunya. Setelah pasien yakin, barulah
tujuan dari komunikasi persuasif tercapai, yakni perubahan pada pola
pikir bahkan sampai perubahan sikap pasien dengan sendirinya (tanpa
adanya paksaan dari terapis).
3. Penerapan model Komunikasi Wilbur Schramm
Wilbur Schramm seorang ahli komunikasi kenamaan dalam
karyanya, ”Communication Research in the United States”, menyatakan
bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference), yakni
73 Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila. Tangerang, 07 Oktober 2008
lxiii
panduan pengalaman dan pengertian (collection of experiences and
meanings) yang pernah diperoleh komunikan.74
Menurut Schramm, bidang pengalaman (field of experience) merupakan
faktor yang penting dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator
sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung
lancar. Sebaliknya, bila pengalaman komunikan tidak sama dengan
pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama
lain.
Sumber : Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
h. 152
Keterangan:
Source : sumber
Encoder : Penyandian
Decoder : Penerima sandi
Destination : Tujuan
Field of experience : Bidang Pengalaman
Dalam modelnya Wibur Schramm memperkenalkan gagasan bahwa
kesamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaranlah yang sebenarnya
dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber
dan sasaran. 75
Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi balik pesan,
berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing. Bila kedua
lingkaran memiliki wilayah bersama yang besar, maka komunikasi
mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut, semakin miriplah
bidang pengalaman (field of experience) yang dimiliki kedua belah
74
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 13. 75
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007), cet. ke-10, h. 151-153.
lxiv
pihak yang berkomunikasi. Bila kedua lingkaran itu tidak bertemu,
artinya bila tidak ada pengalaman bersama maka komunikasi tidak
mungkin berlangsung. Bila wilayah yang berimpit itu kecil artinya bila
pengalaman sumber dan pengalaman sasaran sangat jauh berbeda maka
sangat sulit untuk menyampaikan makna dari seseorang kepada orang
lainnya.
Kaitannya model komunikasi Wilbur Schramm di atas, dengan pola
komunikasi antara terapis kepada pasien dalam pelayanan terapi konseling di
Klinik Bengkel Rohani Ciputat adalah, dalam proses komunikasi komunikator
dan komunikan mempunyai peranan yang sama sebagai pelaku utama
komunikasi, dalam hal ini terapis dan pasien. Karena itu keduanya bisa saling
mempengaruhi satu sama lain.
Seperti penjelasan Ustadz Abu Aqila berikut, Ketika konseling terapis
menggunakan komunikasi seimbang dengan pasiennya. Artinya terapis tidak
melakukan komunikasi yang sifatnya menggurui/monolog, akan tetapi lebih
suka berbagi. Dan komunikasi yang dilakukan sesuai dengan intelektualitas
pasien.76
Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dua buah lingkaran
yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang bertindihan itu disebut kerangka
pengalaman (field of experience), yang menunjukkan adanya persamaan antara
A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.77 Untuk itu
komunikasi hanya bisa terjadi bila terdapat pertukaran pengalaman yang sama
antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses komunikasi.
Bahasa menjadi elemen penting berlangsungnya komunikasi terapis
kepada pasien, mengingat fungsinya dalam menciptakan komunikasi yang
efektif. Sehingga dengan menggunakan bahasa yang sama, keduanya bisa
76
Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila. Tangerang, 07 Oktober 2008. 77 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 21.
lxv
saling memahami satu sama lain melalui bahasa yang mereka gunakan.
Semakin terapis dan pasien menguasai penggunaan bahasa tersebut, semakin
besar kemungkinan komunikasi akan berhasil. Apa yang disampaikan terapis
diterima dan dipahami pasien sesuai dengan yang diinginkannya.
Untuk berkomunikasi dengan pasien tersebut, seorang terapis ketika
menyampaikan pesan tentunya menggunakan bahasa yang dapat dimengerti
pasien maupun keluarga yang menemaninya. Karena jika terapis menggunakan
bahasa yang berbeda dengan bahasa yang digunakan pasien, dikhawatirkan
pasien akan sulit mengerti dan memahami maksud terapis. Dan bisa dipastikan
komunikasi tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan kedua belah pihak.
Sehingga dalam terapi konseling, kesamaan bahasa yang digunakan akan
sangat mempengaruhi pemahaman pasien.
Selain itu latar belakang pendidikan pasien juga menjadi perhatian terapis,
artinya dalam konseling terapis melihat kemampuan dari si pasien. Hal ini
untuk memudahkan keduanya berkomunikasi. Terapis bisa berkomunikasi
dengan pasien sesuai intelektualitasnya, sebaliknya pasien akan dengan mudah
menangkap (menerima) maksud terapis.
Dan dari penelitian yang penulis lakukan di Klinik Bengkel Rohani
Ciputat, terdapat lima orang terapis yang bertugas sebagai terapis
konseling. Di antaranya: Ustadz Abu Aqila, Ustadz Abu Syihan, Ustadz
Mahfudi, Ustadz Dwi dan Ustadz Katsiron.
4. Hubungan Terapis dengan Pasien
Pada dasarnya hubungan yang terjadi antara terapis dengan pasien
adalah merupakan hubungan antarpribadi, dan unsur yang paling
penting dalam hubungan keduanya ialah komunikasi. Komunikasi yang
lxvi
digunakan terapis dan pasien adalah komunikasi antarpribadi, yakni
dengan wawancara pengobatan pada saat konseling.
Hasil penelitian yang penulis lakukan di klinik Bengkel Rohani
Ciputat menunjukkan bahwa esensi dari hubungan antara terapis dengan
pasien terletak dalam konseling.78 Pasien bukanlah makhluk yang pasif,
melainkan makhluk aktif yang memiliki kontribusi yang sama dengan
terapis dalam hal menyampaikan informasi, maka dari itu komunikasi
terjadi akibat timbal balik dari keduanya. Yakni terapis bisa sebagai
komunikator bisa juga sebagai komunikan, dan sebaliknya pasien bisa
sebagai komunikan, namun bisa juga bertindak sebagai komunikator.
Konseling merupakan tahap awal terapi yang memerlukan
komunikasi aktif dari terapis dan pasien. Hal ini dikarenakan faktor-
faktor penyebab penyakit yang dirasakan pasien diketahui pada saat
pasien berkomunikasi dengan terapis.
Pasien yang datang ke Klinik Bengkel Rohani Ciputat untuk
melakukan terapi tidak hanya bagi mereka yang terkena penyakit, tetapi
ada juga yang datang hanya sekedar untuk melakukan konsultasi saja.
Seperti konsultasi masalah rumah tangga, bisnis dan lain sebagainya.
Seperti pernyataan salah salah satu pasien, Ibu Lulu Zubaedah 37 tahun:
Saya tau Bengkel Rohani awalnya dari teman pengajian yang
mempunyai permasalahan dalam rumah tangganya. Ketika saya curhat
dengan dia tentang kondisi rumah tangga saya, kemudian teman saya
memberitahukan bahwa di Bengkel Rohani ada layanan terapi konseling dan dia sudah coba datang dan melakukan konsultasi tersebut, dan
menurutnya setelah konsultasi dengan terapis Abu Aqila ia merasa jauh lebih baik dan tenang. Setelah itu saya pun mencoba datang dan daftar
hanya untuk melakukan konseling, dan alhasil benar apa yang dibilang teman saya setelah melakukan konsultasi di Bengkel Rohani saya
merasa jauh lebih tenang dan sabar dalam menghadapi masalah. Hingga
78 Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila. Tangerang, 07 Oktober 2008.
lxvii
kini saya menjadi pelanggan tetap Bengkel Rohani dan sering membawa
kalau ada anggota keluarga yang sakit untuk berobat dan diterapi.79
Lebih lanjut Ibu Lulu mengatakan, pada saat konseling awalnya Ustadz
Abu Aqila menanyakan nama, apakah saya bekerja atau hanya sebagai ibu
rumah tangga, sudah memiliki anak atau belum, kalau sudah berapa dan
sebagainya yang sifatnya pribadi. Kemudian menanyakan permasalahan yang
dihadapi, alasan yang melatarbelakangi percekcokan dengan suami, dsb.
Setelah saya ceritakan kemudian Beliau mulai memberi pengarahan, nasehat-
nasehat agama serta masukan dan solusi-solusi mengatasi masalah.
Pernyataan Ibu Lulu di atas menguatkan bahwasannya hubungan antara
terapis dengan pasien terlihat jelas pada saat konseling. Terapis menggunakan
pendekatan psikologis kepada pasien dengan cara mendengarkan keluhan-
keluhan dan masalah pasien, kemudian memberi jawaban dan pemecahan atas
permasalahan tersebut, setelah itu barulah pasien diberikan materi-materi
seputar aqidah dan motivasi.
Konseling dilakukan terapis kepada pasien dengan cara yang ramah,
bijaksana dan sifatnya personal. Karena itu, dikatakan hubungan terapis
dengan pasien merupakan hubungan antarpribadi. Selanjutnya, dalam
konseling terapis juga membangun hubungan yang lebih erat dengan pasien
maupun dengan keluarga pasien, hal ini dilakukan untuk menghindari agar
pasien merasa tidak canggung ketika harus datang untuk terapi selanjutnya.
Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelayanan Terapi Konseling di
Klinik Bengkel Rohani Ciputat.
Dalam suatu lembaga di setiap melaksanakan program-program
kerjanya pasti akan menemukan hambatan, artinya semua kegiatan yang
dilakukan tidak selamanya berjalan sesuai dengan perencanaan atau yang
diharapkan. Dan hal ini pun terjadi di Klinik Bengkel Rohani Ciputat dalam
79 Wawancara Pribadi dengan Lulu Zubaedah, Tangerang, 07 Oktober 2008.
lxviii
pelayanan terapi konselingnya. Karenanya ia tidak terlepas dari dua faktor
yakni, faktor pendukung dan penghambat.
Adapun faktor pendukung antara lain:
1. Sarana dan prasarana yang ada dan cukup memadai untuk
membantu pelaksanaan terapi konseling di Klinik Bengkel
Rohani Ciputat.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) yakni para terapis yang sudah
ahli dan berpengalaman.
3. Respon dan antusias yang baik dari masyarakat terhadap layanan
terapi konseling di Bengkel Rohani.
4. Adanya dorongan yang kuat dalam diri pasien untuk berubah,
memperbaiki diri terhadap permasalahan/kehidupan yang telah
lalu.
5. Adanya partisipasi atau peran keluarga dan orang-orang terdekat
pasien sehingga pasien merasa mendapatkan dukungan.80
Selain kelima faktor pendukung di atas, ada juga faktor yang
menjadi penghambat dalam pelayanan terapi konseling yakni, faktor yang
berasal dari dalam diri pasien itu sendiri.81
Seperti hilangnya rasa percaya
diri pasien akibat permasalahan yang dihadapinya, ketidakpercayaan pasien
terhadap terapis, dsb.
Pada intinya setiap perubahan pasti akan menemui berbagai
hambatan-hambatan dalam prosesnya, baik yang berasal dari dalam diri
setiap individu (internal) maupun dari luar diri individu (eksternal). Di
sinilah dibutuhkan kepekaan dalam melihat sebuah gejala-gejala tersebut.
80
Wawancara Pribadi dengan Mahfudi, Tangerang 14 November 2008. 81 Ibid.
lxix
Selain itu diperlukan sebuah perencanaan-perencanaan yang matang guna
mengantisipasi segala kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi.
lxx
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M. Teori-teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta : PT. Golden Terayan Press, 1996.
Bakar, H. Hasanuddin Abu. Meningkatkan Mutu Da’wah. Jakarta : Media
Dakwah , 1999. cet. ke-1.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Pebelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineke Cipta, 1996.
Baraja, Abu Bakar. Psikologi Konseling dan Teknik Konseling. Jakarta :
Studia Press, 2006. cet. Ke-2.
Budyatna, M. dan Mutmainnah, Nina. Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta :
Universitas Terbuka, 2004.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 2008.
Chaplin, J.P, Penerjemah Kartini Kartono. Kamus Lengkap Psikologi.
Jakarta : Rajawali Press, 1981. cet. Ke-1.
Daradjat, Zakiah. Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta : CV.
Masagung, 1994. cet ke-13.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1996.
Eckholm, Erik P. Masalah Kesehatan (Lingkungan sebagai Sumber
Penyakit). Jakarta : Gramedia, 1981.
Effendy, Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2000. cet. Ke-4.
Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya, 2001.
Kepemimpinan dan Komunikasi. Yogyakarta :
Al-Amin Press, 1996. cet. Ke-1.
Spektrum Komunikasi. Bandung : Bandar Maju,
1992. cet. Ke-1.
Faqih, Aunur Rahim. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta :
UII Press, 2001.
Gunadi, YS. Himpunan Istilah Komunikasi. Jakarta : Gramedia, 1998.
Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal. Yogyakarta
: Kanisius, 2003.
lxxi
Lestari, Endang dan Maliki. Komunikasi Yang Efektif : Bahan Ajar Diktat
Prajabatan Golongan III. Jakarta : Lembaga Administrasi Negara, 2003. cet. Ke-2.
Liliweri, Alo. Komunikasi Antarpribadi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti,
1997. cet.ke-2
Mappiare, Andi. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2006.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2007. cet. 23.
Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara, 1995.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007. cet. ke-10.
Nasution, Zulkarimein. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta : Universitas
Terbuka, 1993.
Partanto, Puis A. dan Al Barry, M. Dahlan. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya : Arkola, 1994.
Prayitno. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineke Cipta,
1994.
Rakhmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 1999. cet. ke-7.
Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2004. cet. ke-21.
Sendjaja, Sasa Djuarsa. Pengantar Komunikasi. Jakarta : Universitas
Terbuka, 1993. cet. Ke-1.
Solihin, M. Terapi Sufistik. Bandung : CV. Pustaka Setia, 2004. cet. Ke-1.
Subandi, M.A. Psikoterapi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001. cet. ke-1.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta, 2007.
Suprapto, Tommy. Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta : Media
Pressindo, 2006. Widjaya, H.A.W. Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta : Rineke Cipta,
2000. cet. Ke-2
komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta : Bumi
Aksara, 1997. cet. Ke-3.
lxxii
Wiryanto. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : PT Grasindo, 2000.
INTERNET http://www.bengkelrohani.com. artikel diakses pada 12 Juni 2008.
http://www.wikipedia.co.id. artikel diakses pada 07 Oktober 2008.
Saifuddin. “pengertian konseling.” artikel diakses pada 07 Oktober
2008 dari http://www.google.com.
WAWANCARA Wawancara Pribadi dengan Abu Aqila. Tangerang, 07 Oktober 2008.
Abu Syihan. Tangerang, 10 Oktober 2008.
Tangerang, 31 Oktober 2008.
Lulu Zubaedah. Tangerang, 07 Oktober 2008
Mahfudi. Tangerang, 14 November 2008.
Ny. Sunarti. Tangerang, 10 Oktober 2008.
SUMBER DATA TAMBAHAN
Brosur Klinik Bengkel Rohani.
Recommended