View
233
Download
1
Category
Preview:
Citation preview
i
PEMBERIAN LATIHAN ROM AKTIF dan PASIF TERHADAP
KEPUASAN PASIEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S
DENGAN POST ORIF FRAKTUR HUMERUS MEDIAL
SINISTRA DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT
DR. MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
BRENDI PRANATA
NIM.P.13072
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016
i
PEMBERIAN LATIHAN ROM AKTIF dan PASIF TERHADAP
KEPUASAN PASIEN PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. S
DENGAN POST ORIF FRAKTUR HUMERUS MEDIAL
SINISTRA DI RUANG MAWAR II RUMAH SAKIT
Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
BRENDI PRANATA
NIM.P.13072
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
2016
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Latihan ROM aktif dan pasif terhadap
kepuasan pasien pada Asuhan Keperawatan Ny. S dengan Post ORIF Fraktur
Humerus Medial Sinistra di Ruang Mawar II Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M. Kep, selaku Ketua STIkes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di STIkes
Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku Sekretaris Program Studi DIII
Keperawatan yag telah memberikan kesempatan dan arahan untuk dapat
menimba ilmu di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
4. Ns. Joko Kismanto M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
5. Ns. Diyah Ekarini, S.Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
v
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orangtuaku, bapak miyanto dan ibu mujiati, yang selalu menjadi
inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman the house of mourzini, teman-teman Mahasiswa Program Studi
DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril,
spiritual dan meminjamkan laptop mereka.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 11 Mei 2016
Brendi Pranata
P.13 072
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI . vi
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
1
B. Tujuan Penulisan 4
C. Manfaat Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
7
1. Fraktur 7
2. ROM 25
3. Nyeri 35
4. Kepuasan Pasien 43
B. Kerangka teori
46
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset 47
B. Tempat dan waktu 47
C. Media dan alat yang digunakan 47
vii
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset 47
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset 48
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien
50
B. Pengkajian 50
C. Perumusan masalah keperawatan 59
D. Perencanaan 60
E. Implementasi 63
F. Evaluasi 68
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian 74
B. Perumusan masalah keperawatan 82
C. Perencanaan 86
D. Implementasi 91
E. evaluasi 97
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 104
B. Saran 105
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skala Numeric Rating Scale (NRS) .................. ..................40
Gambar 2.2 Verbal Deskriptif Scale (VDS) ..................... .....................41
Gambar 2.3 Pain Asesment Behavioral Scale (PABS)..... ......................41
Gambar 2.4 Kerangka Teori .......................................... .........................46
Gambar 4.1 Genogram ............................................... ............................52
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Usulan Judul
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi
Lampiran 3 : Surat Pernyataan
Lampiran 4 : Jurnal Utama
Lampiran 5 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 6 : Log Book
Lampiran 7 : Lembar Observasi
Lampiran 8 : Lembar Pendelegasian
Lampiran 9 : SOP Terapi Latihan ROM
Lampiran 10 : Daftar Riwayat Hidup
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut WHO (2011) dalam Ropyanto (2011) kecelakaan lalu lintas
menewaskan 1,3 jiwa di seluruh dunia atau 3000 kematian setiap hari dan
menyebabkan cedera sekitar 6 juta orang setiap tahunnya, dimana di tahun
2005 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal karena kecelakaan dan sekitar
2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Berdasarkan laporan kepolisian
menunjukan peningkatan 6,72 % dari 57.726 kejadian di tahun 2009 menjadi
61.606 insiden di tahun 2010 atau berkisar 168 insiden setiap hari dan 10.349
meninggal dunia atau 43,15%.
Menurut Depkes RI (2007) dalam Ropyanto (2011) insiden
kecelakaan merupakan salah satu dari masalah kesehatan dasar selain gizi dan
konsumsi, sanitasi lingkungan, penyakit gigi dan mulut, serta aspek moralitas
dan prilaku di Indonesia. Kejadian fraktur akibat kecelakaan di Indonesia
mencapai 1,3 juta setiap tahun dengan jumlah penduduk 238 juta, dan
merupakan angka kejadian di Asia Tenggara. Kejadian fraktur di Indonesia
menunjukan bahwa sekitar 8 juta orang mengalami fraktur di Indonesia 5,5%
dengan rentang setiap provinsi antara 2,2 sampai 9%. Fraktur ekstremitas
bawah memiliki prevelensi sekitar 46,2% dari insiden kecelakaan. Hasil tim
survey Depkes RI (2007) didapatkan 25% penderita fraktur mengalami
2
kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami strees psikologi dan
bahkan depresi, serta 10% mengalami kesembuhan dengan baik.
Fraktur adalah patah tulang biasanya di sebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan
jaringan lunak sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap (Price dan Wilson,2006).
Fraktur dapat menyebabkan kecacatan pada anggota gerak yang
mengalami fraktur, untuk itu diharuskan segera dilakukan tindakan untuk
menyelamatkan klien dari kecacatan fisik, sedangkan kecacatan fisik dapat
dipulihkan secara bertahap melalui latihan rentang gerak yaitu dengan latihan
Range of Motion (ROM) aktif dan pasif, yang merupakan kegiatan penting
pada periode post operasi guna mengembalikan kekuatan otot pasien
(Lukman dan Ningsih,2009).
ROM dibagi menjadi dua yaitu ROM aktif dan ROM pasif.ROM aktif
adalah latihan rentang gerak yang dapat dilakukan pasien secara mandiri.
ROM pasif adalah latihan rentang gerak dengan bantuan perawat (Irfan,
2010, hlm 139).
ROM harus dimulai sedini mungkin secara cepat dan tepat sehingga
dapat membantu pemulihan fisik yang lebih cepat dan optimal. ROM
juga dapat mencegah terjadinya kontraktur dan dapat memberikan
dukungan psikologis pada pasien dan keluarga pasien (Muttaqin, 2008)
Selama ini yang terjadi di ruangan (Ruang Bedah) RS DR, Moewardi
Surakarta pada pasien post orif jarang yang dilakukan penatalaksanaan latihan
3
oleh perawat, perawat hanya sekedar menganjurkan pada pasien untuk
melakukan mobilisasi dengan menggerakan anggota badan yang di operasi.
Akan tetapi karena ketidaktahuan pasien akan pentingnya mobilisasi pasien
justru takut melakukan mobilisasi sehingga berdampak pada pasien post orif
seperti bengkak atau edema, kesemutan, kekakuan sendi, nyeri dan pucat
pada anggota gerak yang di operasi.
Disamping itu yang terjadi di ruangan tidak semua pasien yang
menjalani operasi mendapatkan fisioterapi, hasil wawancara didapatkan
pasien mengatakan kurang puas karena pasien hanya di minta untuk
menggerak-gerakan bagian yang dioperasi tanpa dibei cara latihan oleh
perawat. Melihat fenomena ini latihan latihan seperti Range of Motion
(ROM) sangat menguntungkan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang
merugikan bagi pasien di samping mempercepat kesembuhan dan menambah
kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan dengan peran perawat sebagai
educator dan motivator (Ichanner’s, 2009)
Kepuasan adalah tingkat rasa puas seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapanya. Jadi
kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari interaksi antara harapan
dan pengalaman sesudah memakai jasa atau pelayanan yang diberikan. Upaya
untuk mewujudkan kepuasaan pelanggan total bukanlah hal yang mudah
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai,
sekalipun hanya untuk sementara waktu (Budiharto,2008)
4
Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan yang
dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan pendapat
menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan pelayanan,
dengan kata lain kepuasan pelanggan adalah kualitas pelayanan yang
dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini pasien.
(Notoadmojo,2005)
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk
mengaplikasikan tindakan pemberian latihan ROM Aktif dan Pasif terhadap
meningkatkan kepuasan pelayanan pasien pasca Post Fraktur Humerus di
Ruang Bedah RS DR. Moewardi Surakarta
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Agar penulis mampu mengaplikasikan “Pemberian Latihan (Range of
Motion Aktif & Pasif) terhadap kepuasan pasien pada Asuhan
Keperawatan Ny. S dengan Post Fraktur Humerus Medial Sinistra di
Ruang Bedah RS.DR.Moewardi Surakarta” secara benar, tepat dan sesuai
dengan standart keperawatan secara professional.
2. Tujuan Khusus
a). Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan fraktur
Humerus Medial Sinistra
b). Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Askep
Ny.S dengan post fraktur Humerus Medial Sinistra
5
c). Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan Askep pada
Ny. S dengan post fraktur Humerus Medial Sinistra
d). Penulis mampu melakukan implementasi pada pada Askep Ny. S
dengan fraktur Humerus Medial Sinistra
e). Penulis mampu melakukan evaluasi pada pada AskepNy. S dengan
fraktur Humerus Medial Sinistra
f). Penulis mampu menganalisa hasil pemberian “Pemberian Latihan
Range of Motion aktif dan pasifTerhadap Kepuasan Pasien pada
Askep Ny. S dengan fraktur Humerus Medial Sinistra di Ruang
Bedah RS.DR Moewardi Surakarta”
C. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara praktis sebagai berikut :
1. Bagi Pasien
Sebagai referensi dalam membantu pasien mendapatkan kepuasan
pelayanandalam mengatasi gangguan fungsi dan gerakan, mencegah
komplikasi, mengurangi nyeri dan odema pada post operasi dan dapat
diterapkan secara mandiri.
2. Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan kepada manajemen Rumah Sakit DR.Moewardi
Surakarta tentang kepuasan pasien rawat inap terhadap pelayanan oleh
perawat yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien rawat inap dalam
6
rangka meningkatkan optimilisasi pelayanan Rumah Sakit kepada pasien
sebagai pelanggan.
3. Bagi Instansi Pendidikan Keperawatan
Untuk menambah kepustakaan tentang kajian SDM sehingga dapat
memberikan masukan bagi peneliti di masa mendatang mengenai
penatalaksanaan terapi latihan Range of Motion terhadap kepuasan pasien
di Rumah Sakit
4. Bagi penulis
Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan
pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang
keperawatan medikal bedah.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Fraktur
a. Pengertian
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial (Rasjad,
2010). Fraktur atau patah tulang juga merupakan suatu kondisi
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang menyebabkan tulang
patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung
(Sjamsuhidajat, 2005). Fraktur juga merupakan setiap retak atau patah
tulang yang disebabkan oleh trauma, tenaga fisik, kekuatan, sudut,
keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang yang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap (Price &
Wilson, 2006).
b. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996) dalam Jitowiyono (2012) penyebab fraktur
dapat dibagi menjadi dua yaitu:
8
1) Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan berikut:
a) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b) Infeksi seperti osteomielitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang memperoleh semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
9
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
d) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.
c. Klasifikasi
Menurut Rasjad (2007) Klasifikasi fraktur sebagai berikut:
1) Klasifikasi Etiologis:
a) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma tiba-tiba. Trauma bersifat
langsung dan tidak langsung. Trauma bersifat langsung yaitu
trauma yang menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan (Fraktur yang terjadi biasanya
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan).Trauma
bersifat tidak langsung yaitu trauma yang dihantarkan ke tempat
yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan
ekstensi dapat menimbulkan fraktur klavikula.
b) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan
patologis didalam tulang atau tulang berpenyakit (kista tulang,
penyakit paget, metastasis tulang, tumor).
c) Fraktur stress terjadi karena adanya trauma yang terus menerus
pada suatu tempat.
10
2) Klasifikasi Klinis:
a) Fraktur terbuka (Compound Fracture) adalah fraktur yang ada
hubungannya dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau
From Without (dari luar). Menurut Smeltzer dan Bare (2002)
Fraktur terbuka digradasi menjadi : grade I dengan luka bersih
sepanjang kurang dari 1 cm; grade II luka lebih luas tanpa
kerusakan jaringan lunak yang ekstensif; dan grade III luka yang
sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
b) Fraktur tertutup adalah fraktur yang tidak ada hubungannya
dengan dunia luar.
c) Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan
komplikasi misalnya:malunion, delayed union, nonunion, infeksi
tulang.
3) Klasifikasi Radiologis:
a) Lokalisasi : terbagi atas diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur
dengan dislokasi
b) Konfigurasi:
(1) Fraktur Transversal adalah fraktur sepanjang garis tengah
tulang.
11
(2) Fraktur Oblique atau Z adalah fraktur membentuk sudut
dengan garis tengah tulang.
(3) Fraktur Spiral adalah fraktur memuntir seputar batang tulang.
(4) Fraktur Segmental adalah fraktur garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan
(5) Fraktur Kominutif adalah fraktur tulang pecah menjadi
beberapa fragmen.
(6) Fraktur Depresi adalah fraktur fragmen patahan terdorong ke
dalam.
(7) Fraktur baji adalah fraktur biasanya pada vertebra karena
tulang mengalami kompresi.
(8) Fraktur Avulsi adalah fraktur tertariknya fragmen tulang oleh
ligamen atau tendon pada perlekatannya
(9) Fraktur pecah (burst) adalah fraktur dimana terjadi fragmen
kecil yang berpisah
(10) Fraktur Epifiseal adalah fraktur melalui epifisis.
(11) Fraktur Impaksi adalah fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
c) Menurut ekstensi:
Fraktur Greenstick (salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok), Fraktur total, Fraktur tidak total, Fraktur garis
rambut, dan Fraktur Buckle atau torus.
12
d) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :
terbagi atas tidak bergeser dan bergeser.
d. Manifestasi Klinis
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti:
a) Rotasi pemendekan tulang
b) Penekanan tulang
2) Bengkak
Edema muncul secra cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3) Echumosis dari perdarahan subculaneous.
4) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5) Tenderness/keempuka n
6) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan strukur didaerah yang berdekatan.
7) Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
8) Pergerakan abnormal
9) Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10) Krepitasi
(Black,1993:199) dalam Jitowiyono (2012)
13
e. Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu:
1) Fase Hematum
a) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume
disekitar fraktur
b) Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat
2) Fase granulasi jaringan
a) Terjadi 1-5 hari setelah injuri
b) Pada tahap phagositosis aktif granulasi jaringan yang berisi
pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3) Fase formasi callus
a) Terjadi 6-10 hari setelah injuri
b) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4) Fase ossificasi
a) Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
b) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan
garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
5) Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk
dengan oksifitas oksifitas osteoblat dan osteuctac (Black, 1993:19)
dalam Jitowiyono (2012).
14
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien fraktur antara
lain; x-ray, magnetic resonance imaging (MRI), dan scan tulang sangat
dimanfaatkan dalam orthopedi. X-Ray atau rontgen adalah pemeriksaan
diagnostik yang biasa dihunakan untuk mengetahui masalah fraktur.
Karena tulang lebih padat daripada jaringan yang lain maka x-ray tidak
dapat menembusnya, bagian yang padat ditunjukkan dengan warna putih
pada x- ray. X-ray menyediakan informasi tentang kelainan bentuk,
kepadata tulang, dan klasifikasi jaringan lunak (Lewis, 2011).
g. Komplikasi
1) Delayed union, menurut Rasjad (2007) fraktur yang tidak sembuh
setelah selang waktu yang 3-5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas
dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah). Proses penyembuhan lambat
dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan
radiografi, tidak akan terlihat gambaran tulang baru pada ujung-ujung
fraktur, ada gambaran kista pada ujung- ujung tulang karena adanya
dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur.
Terapi konservatif : pemasangan plester selama 23 bulan, Operatif bila
union diperkirakan tidak terjadi maka dilakukan fiksasi interna dan
dilakukan pemberian bone graft.
2) Non union, menurut Rasjad (2007) fraktur tidak menyembuh antara 6-
8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga didapatkan
15
pseudoarthrosis ( sendi palsu). Ada beberapa tipe antara lain : (1) Tipe
I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang
masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi
fiksasi dan bone grafting, (2) Tipe II (atrophic non union) disebut juga
sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul
sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak
akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor
yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi
yang tidak memadahi, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi
interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis).
3) Malunion, adalah fraktur menyembuh pada saatnya tetapi terdapat
deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi (Rasjad, 2007).
h. Penatalaksanaan
Pada waktu menangani fraktur ada empat konsep dasar yang harus
dipertimbangkan yaitu rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi.
1) Rekognisi meliputi diagnosis dan penilaian fraktur, dilakukan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologis (Rasjad, 2007).
2) Reduksi fraktur apabila perlu, restorasi fragmen fraktur dilakukan
untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima (Rasjad, 2007).
16
3) Rehabilitasi adalah mengembalikan aktivitas fungsional semaksimal
mungkin (Rasjad, 2007). Rencana rehabilitasi harus segera
dilaksanakan bersamaan dengan pengobatan fraktur (Price & Wilson,
2006).
i. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
a) Identitas Klien
Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,
bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
diagnosa medis, no. registrasi.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri.Nyeri tersebut bisa akut / kronik tergantun dar lamanya
serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan :
Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang menjadi factor
prepitasi nyeri.
Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.
Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
17
Saverity (scale of pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari / siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan, degenerative dan patologis yang didahului dengan
perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang mengakibatkan nyeri,
bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (fraktur) atau
pernah punya penyakit menular / menurun sebelumnya.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien ada / tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberkolosis / penyakit lain yang sifatnya menurun
atau menular.
f) Pola Fungsi Kesehatan
(1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan / gangguan pada
personal hygiene, misalnya mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK.
18
(2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan,
meskipun menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap
sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit dan diet
pasien.
(3) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi / defekasi sehari-hari, kesulitan waktu
defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan
konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami
gangguan.
(4) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
(5) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat
dari fraktur femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu
oleh perawat / keluarga.
(6) Pola persepsi dan konsep diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi
perubahan pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup /
tidak dapat bekerja lagi
.
19
(7) Pola sensori kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada
pola kognitf atau cara berfikir pasien tidak mengalami
gangguan.
(8) Pola hubungan peran
Terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan
interpersonal yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan
menarik diri.
(9) Pola penanggulangan stress
Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stress dan
biasanya masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan
keluarga.
(10) Pola reproduksi seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien
belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami gangguan.
(11) Pola tat nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Allah SWT.
20
2). Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (postoperasi fraktur
femur)
b) Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keengganan
memulai pergerakan
d) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
3). Perencanaan
a) Diagnosa Keperawatan 1:
Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (postoperasi
fraktur femur)
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah
nyeri dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
(1) Klien mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik non farmakogi untuk
mengurangi nyeri
(2) Klien mampu melaporkan bahwa nyeri berkurang
(3) Klien mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
21
(4) Klien mengatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana Tindakan :
O = Observasi reaksi non verbal dri ketidaknyamanan
R/ Mengetahui keadaan pasien
N= Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
R/ mengetahui keadaan nyeri pasien termasuk lokasi,
durasi dan faktor
E = Ajarkan tehnik non farmakologi (relaksasi nafas dalam)
R/ Mengatasi atau mengurangi nyeri
C = Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
R/ Obat analgesik diharapkan dapat mengurangi nyeri.
b) Diangnosa Keperawatan 2 : Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan internal (perubahan tugor kulit)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tugor kulit
dapat kembali normal.
Kriteria Hasil :
(1) Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
(2) Perfusi jaringan baik
22
(3) Tidak ada tanda-tanda infeksi
(4) Tidak ada luka/lesi pada kulit
(5) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
Rencana tindakan:
O = Observasi kulit akan adanya kemerahan
R/ Mencegah infeksi pada area luka jahitan
N = Bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering
R/ mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan
luka
E = Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar terutama pada area luka operasi
R/ mencegah nyeri akibat ketatnya penggunaan pakaian
dan untuk memberkan kenyamanan
C = Kolaborasi pemberian lotion atau minyak baby oil pada
daerah yang tertekan
R/ mencegah terjadinya kerusakan jaringan akibat
penekanan
c) Diangnosa keperawatan 3 : Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hambatan mobilitas fisik dapat teratasi.
23
Kriteria Hasil :
(1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik
(2) Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
(3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
(4) Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasai
(walker)
Rencana Tindakan :
O = Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
R/ mengetahui mampuan yang dapat pasien lakukan
N = Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADL secara
mandiri sesuai kemampuan
R/ meningkatkan kekuatan otot
E =Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
R/ Mambah wawasan pasien dalam meningkatkan
kekuatan otot
C = Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
R/ sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan / meningkatkan
mobilitas pasien
24
d) Diagnosa Keperawatan 4 :Resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasif.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi
tidak terjadi/ terkontrol.Kriteria Hasil :
(1) Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
(2) Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
(3) Jumlah leukosit dalam batas normal
(4) Menunjukkan perilaku sehat
Rencana Tindakan :
O = Observasi adanya tanda – tanda infeksi
R/ mencegah terjadinya infeksi
N = Berikan perawatan luka sesuai dengan prosedur steril
R/ mencegah terjadinya infeksi
E = Ajarkan pasien dan keluarga cara – cara mencegah
terjadinya infeksi
R/ menigkatkan pengetahuan pada pasien dan keluarga
C = Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikro-organisme
patogen.
(Nasrul Effendy, 1995:2-3) dalam Wijaya & Pitri (2013).
25
2. Range Of Motion Aktive & Pasive
a. Pengertian
Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk
meningkatkan masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan
latiohan ROM merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai
masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien
stroke (Ichanner’s, 2009).
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat
dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan sendi.Latihan ini
dapat diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi
akibat kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-
lain.Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur
terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai
dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012). Range of motion adalah
latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, di mana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
(Potter dan Perry, 2006).
Tujuan Range of Motion (ROM) adalah mempertahankan atau
memelihara fleksibilitas dan kekutan otot, memelihara mobilitas
26
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk,
kekakuan dan kontraktur, mempertahankan fungsi jantung dan
pernafasan, (Potter dan Perry, 2006) sedangkan manfaat latihan rom
adalah mempertahankan tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi,
memperbaiki toleransi otot untuk latihan, meningkatkan masa otot,
mengurangi kehilangan tulang, (Mutaqqin,2008)
1) Klasifikasi Latihan ROM meliputi (Potter dan Perry, 2006).
a) Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang dilakukan pasien
dengan bantuan perawat setiap gerakan.
b) Latihan ROM aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri
oleh pasien tanpa bantuan perawat di setiap gerakan yang
dilakukan.
2) Tujuan Range of Motion (ROM) (Potter dan Perry, 2006)
a) Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan otot.
b) Memelihara mobilitas persendian
c) Merangsang sirkulasi darah
d) Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur.
e) Mempertahankan fungsi jantung dan pernafasan.
3) Manfaat Range of Motion (ROM) (Muttaqin, 2008)
a) Mempertahankan tonus otot
b) Meningkatkan mobilisasi sendi
c) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
27
d) Meningkatkan masa otot
e) Mengurangi kehilangan tulang
4) Prinsip Dasar Latihan ROM (Muttaqin, 2008)
a) ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali
sehari.
b) ROM dilakukan perlahan dan hati-hati agar tidak melelahkan
pasien.
c) Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur
pasien, diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring.
d) ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh
fisioterapi atau perawat.
e) Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher,
jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
f) ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang dicurigai mengalami proses penyakit.
g) Melakukan ROM harus sesuai dengan waktunya, misalnya
setelah mandi atau perawatan rutin telah dilakukan.
5) Jenis – jenis ROM (Carpenito, 2009).
a) ROM Pasif adalah gerakan otot klien yang dilakukan oleh orang
lain dengan bantuan oleh klien.
28
b) ROM Aktif Asitif adalah kontraksi otot secara aktif dengan
bantuan gaya dari luar seperti terapis, alat mekanis atau
ekstremitas yang sedang tidak dilatih.
c) ROM Aktif adalah kontraksi otot secara aktif melawan gaya
gravitasi seperti mengangkat tungkai dalam posisi lurus.
d) ROM Aktif Resistif adalah kontraksi otot secara aktif melawan
tahanan yang diberikan, misalnya beban.
6) . Gerakan- gerakan ROM (Carpenito, 2009).
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang kan dilakukan
(2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan
siku menekukdengan lengan.
(3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang
lain memegangpergelangan tangan pasien.
(4) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
(5) Catat perubahan yang terjadi.
b) Fleksi dan ekstensi siku
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
(2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan
telapakmengarah ke tubuhnya.
29
(3) Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya
mendekat bahu.
(4) Lakukan dan kembalikan keposisi sebelumnya.
(5) Catat perubahan yang terjadi.
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
(2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku
menekuk.
(3) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan
pegang tanganpasien dengan tangan lainnya.
(4) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.
(5) Kembalikan ke posisi semula.
(6) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya
menghadap kearahnya.
(7) Kembalikan ke posisi semula.
(8) Catat perubahan yang terjadi.
d) Pronasi fleksi bahu
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
(2) Atur posisi tangan pasien disisi tubuhnya.
30
(3) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasiendengan tangan lainnya.
(4) Angkat lengan pasien pada posisi semula.
(5) Catat perubahan yang terjadi.
e) Abduksi dan Adduksi Bahu
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
(2) Atur posisi lengan pasien disamping badannya.
(3) Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang
tangan pasiendengan tangan lainnya.
(4) Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah
perawat (Abduksi).
(5) Gerakkan lengan pasien mendekati tubuhnya (Adduksi)
(6) Kembalikan ke posisi semula.
(7) Catat perubahan yang terjadi.
f) Rotasi Bahu
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
(2) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku
menekuk.
(3) Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat
siku dan pegangtangan pasien dengan tangan yang lain.
31
(4) Gerakkan lengan bawah kebawah sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap kebawah.
(5) Kembalikan posisi lengan keposisi semula.
(6) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap keatas.
(7) Kembalikan lengan ke posisi semula.
(8) Catat perubahan yang terjadi.
g) Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
(2) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara
tang lain memegang kaki.
(3) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
(4) Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
(5) Kembalikan ke posisi semula.
(6) Catat perubahan yang terjadi.
h) Infersi dan efersi kaki
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
(2) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan
pegangpergelangan kaki dengan tangan satunya.
32
(3) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke
kaki lainnya.
(4) Kembalikan ke posisi semula
(5) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi
kaki yang lain.
(6) Kembalikan ke posisi semula.
(7) Catat perubahan yang terjadi.
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan Kaki
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
(2) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan
satu tangan yanglain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki
lurus dan rilek.
(3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada
pasien.
(4) Kembalikan ke posisi semula.
(5) Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien.
(6) Catat perubahan yang terjadi.
j) Fleksi dan Ekstensi lutut.
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
33
(2) Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang
tumit pasien dengantangan yang lain.
(3) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
(4) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
(5) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat
kaki ke atas.
(6) Kembali ke posisi semula.
(7) Catat perubahan yang terjadi.
k) Rotasi pangkal paha
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
(2) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan
satu tangan yang laindi atas lutut.
(3) Putar kaki menjauhi perawat.
(4) Putar kaki ke arah perawat.
(5) Kembalikan ke posisi semula.
(6) Catat perubahan yang terjadi.
l) Abduksi dan Adduksi pangkal paha.
Cara :
(1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan.
(2) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu
tangan padatumit.
34
(3) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm
dari tempat tidur,gerakkan kaki menjauhi badan pasien.
(4) Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
(5) Kembalikan ke posisi semula.
(6) Catat perubahan yang terjadi.
Penilaian kekuatan otot (Sjamsuhidajat & De Jong, 2010)
1). Derajat 0 : Artinya otot tak mampu bergerak/lumpuh total,
misalnya jika tapak tangan dan jari mempunyai skala
0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja
ditempatkansudah diperintahkan untuk bergerak.
2). Derajat 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak
didapatkan gerakkan pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.
3). Derajat 2 : Dapat menggerakan otot atau bagian yang lemah
sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh
telungkup atau lurus bengkok tapi jika ditahan sedikit
saja sudah tak mampu bergerak.
4). Derajat 3 : Dapat menggerakkan otot daengan tahanan minimal
misalnya dapat menggerakan tapak tangan dan jari.
5). Derajat 4 : Tangan dan jari dapat bergerak dan dapat melawan
hambatan yang ringan.
35
6). Derajat 5 : Bebas bergerak dan dapat melawan tahanan yang
setimpal (normal)
3. Nyeri
a. Definisi
Nyeri adalah suatu fenomena yang sering dijumpai oleh petugas
kesehatan terutama perawat (Harahap, 2011).International Association
for the Study of Pain, IASP (2011) mendefinisikan nyeri sebagai suatu
pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.
Sedangkan menurut Mustawan (2008) nyeri merupakan keluhan
yang paling sering diungkapkan pasien dengan tindakan pembedahan atau
operasi.Sedangkan menurut Wartonah (2005), nyeri merupakan kondisi
berupa perasaan yang tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif
karena perasaan nyeri berbeda-beda pada setiap orang dalam hal skala
atau tingkatnya dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.
36
b. Klasifikasi Nyeri
1) Klasifiasi Nyeri Berdasarkan Awitan
Menurut Tamsuri (2006) menjelaskan bahwa nyeri
berdasarkan waktu kejadian dapat dikelompokan sebagai nyeri akut
dan kronis.
a) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu atau
durasi 1 detik sampai dengan kurang dari 6 bulan.Nyeri akut
biasanya menghilang dengan sendirinya dengan atau tanpa
tindakan setelah kerusakan jaringan menyembuhkan.
b) Nyeri kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih
dari 6 bulan.Nyeri kronis umumnya timbul tidak teratur,
intermitten, atau bahkan persisten.Nyeri ini menimbulkan
kelelahan mental dan fisik bagi penderitanya.
2) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Lokasi
Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dapat dibedakan menjadi
enam jenis, yaitu nyeri superfisial, nyeri somatik dalam, nyeri
viseral, nyeri alih, nyeri sebar, dan nyeri bayangan fantom(Tamsuri,
2006).
37
a) Nyeri superfisial adalah nyeri yang timbul akibat stimulasi
terhadap kulit seperti pada laserasi, luka bakar, dan sebagainya.
Durasi pendek.
b) Nyeri somatik dalam (deep somatic pain)adalah nyeri yang
terjadi pada otot tulang serta struktur penyokong lainnya,
umumnya nyeri bersifat tumpul dan distimulasi dengan adanya
perenggangan dan iskemia.
c) Nyeri viseral adalah nyeri yang disebabkan oleh kerusakan
organ internal. Nyeri yang timbul bersifat difus dan durasinya
cukup lama. Sensasi yang timbul biasanya tumpul.
d) Nyeri alih (reffered pain) adalah nyeri yang timbul akibat
adanya nyeri viseral yang menjalar ke organ lain, sehingga
dirasakan nyeri pada beberapa tempat atau lokasi.
e) Nyeri sebar (radiasi)adalah sensasi nyeri yang meluas dari
daerah asal ke jaringan sekitar. Nyeri jenis ini biasanya
dirasakan oleh klien seperti berjalan/bergerak dari daerah asal
nyeri ke sekitar atau ke sepanang bagian tubuh tertentu. Nyeri
dapat bersifat intermiten atau konstan.
f) Nyeri bayang (fantom)adalah nyeri khusus yang dirasakan oleh
klien yang mengalami amputasi. Nyeri oleh klien dipersepsi
berada pada organ yang telah diamputasi seolah-olah organnya
masih ada.
38
3) Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya
a) Nyeri Ringan
Nyeri ringan merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas
yang ringan.Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat
berkomunikasi dengan baik.
b) Nyeri Sedang
Nyeri sedang merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas
yang sedang.Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
c) Nyeri Berat
Nyeri berat merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas
yang berat. Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak
dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi
nafas panjang (Wartonah, 2005)
c. ManajemenNyeri
Manajemen nyeri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Manajemen farmakologis
Manajemen farmakologis dengan menggunakan obat-obatan
analgesik untuk mengurangi nyeri. Ada tiga jenis analgesik yaitu:
39
a) Non-narkotik dan obat antiinflamasi non steroid (NSAID).
Umumnya untuk menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang,
seperti nyeri terkait prosedur pengobatan gigi, dan prosedur
bedah minor.
b) Analgesik narkotik atau opiat
Umumnya untuk nyeri sedang sampai berat , seperti nyeri
pasca operasi dan nyeri maligna. Ini bekerja pada sistem saraf
pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresi
dan menstimulasi.
c) Obat tambahan (adjuvan) atau koanalgesik
Meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala lain
yang terkait dengan nyeri atau menghilangkan gejala lain yang
terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual.
2) Manajemen Non Farmakologis
Manajemen non farmakologis tidak menggunakan obat-obatan
untuk mengurangi nyeri, sehingga sebagian dapat digunakan mandiri
oleh pasien. Berikut adalah beberapa manajemen non farmakologis:
relaksasi, distraksi, bimbingan antisipasi, biofeedback, hipnosis-diri,
stimulus kutaneus(Perry & Potter, 2006).
40
d. Alat Ukur Nyeri
Menurut Perry & Potter (2006) alat ukur nyeri sebagai berikut:
1) Numeric Rating Scale (NRS)
Lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi
kata.Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan mennggunakan skala 0-
10.Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri
sebelum dan setelah intervensi terapeutik.Apabila digunakan skala
untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm.
Gambar : 2.1
Skala Numeric Rating Scale (NRS)
2) Verbal Deskriptif Scale (VDS)
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih objketif. Skala pendeskripsi verbal merupakan sebuah
garis yang terdidi dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang
tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan.”
41
Gambar 2.2
Verbal Deskriptif Scale (VDS)
3) Pain Assesment Behavioral Scale (PABS)
Alat ukur nyeri dengan rentang skala nyeri 0 : tidak nyeri,
1-3: nyeri ringan, 4-6 : nyeri sedang, >7 : nyeri berat.
0 1 2 3 4 5 6 >7
Tidak Nyeri Nyeri Nyeri
Nyeri ringan sedang berat
Gambar 2.3
Pain Asesment Behavioral Scale (PABS)
Keterangan :
0 =Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 = Nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
42
>7= Nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi (Wartonah, 2005) dalam
Syaiful & Rachmawan, (2014).
e. Nyeri Pasca Operasi
Tindakan pembedahan adalah suatu tindakan yang dapat
mengancam integritas seseorang, baik bio-psiko-sosial maupun spiritual,
yang bersifat potensial ataupun aktual.Setiap tindakan pembedahan dapat
menimbulkan respon ketidaknyamanan berupa rasa nyeri. Pada pasien
post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat-
obatan analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat
diatasi dengan baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pasien (Wals, 2008).
Rasa nyeri merupakan stresor yang dapat menimbulkan stres dan
ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku
yang menimbulkan respon fisik dan psikis. Pada respon fisik pasien post
operasi fraktur femurmeliputi perubahan keadaan umum, wajah, denyut
nadi, pernafasan, suhu badan, dan apabila nafas semakin berat dapat
menyebabkan colaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis
akibat nyeri dapat merangsang respon stres yang dapat mengurangi sistem
imun dalam peradangan, serta dapat menghambat penyembuhan respon
43
yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri (Corwin,
2001) dalam Syaiful dan Rachmawan (2014).
4. Kepuasan Pasien
a. Pengertian
Kepuasan adalah tingkat rasa puas seseorang setelah
membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan
harapanya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari
interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau
pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasaan
pelanggan total bukanlah hal yang mudah menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk
sementara waktu (Budiharto,2008).
Kepuasan adalah reaksi emosional terhadap kualitas pelayanan
yang dirasakan dan kualitas pelayanan yang dirasakan merupakan
pendapat menyeluruh atau sikap yang berhubungan dengan keutamaan
pelayanan, dengan kata lain kepuasan pelanggan adalah kualitas
pelayanan yang dipandang dari kepentingan konsumen dalam hal ini
pasien.(Notoadmojo,2005).
b. Teori Kepuasan Pasien
Menurut Haryanti dan Hadi (2008) ada dua teori dalam memahami
kepuasan pada konsumen dalam hal ini terhadap pasien :
44
1). The Expectacy Discomfirmation Model
Kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah hasil
perbandingan antara harapan dan pra pembelian atau pemilihan atau
pengambilan keputusan (prepurchase expectation) yaitu keyakinan
kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan
dibandingkan dengan hasil yang diperoleh.
2). Equity Theory
Dikemukakan oleh stacy adams tahun 1960, dua komponen
yang terpenting dari teori ini, yaitu apa yang di dapat (inputs) dan apa
yang dikeluarkan (outcomes). Prinsip dari teori ini adalah bahwa
orang akan merasa puas tergantung pada apakah ia merasakan
keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi. Jika input dan
outputnya sama apabila dibandingkan dengan input dan output
orang/jasa yang dijadikan perbandingan maka kondisi itu disebut
puas.
c. Aspek Aspek Kepuasan pada Pasien
Menurut junadi P (2007), bentuk kongret untuk mengukur kepuasan
pasien Rumah Sakit ada empat aspek yang dapat diukur yaitu :
1). Kenyamanan, aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang hal yang
menyenangkan dalam semua kondisi, lokasi rumah sakit, kebersihan,
kenyaman ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata
45
letak, penerangan, kebersihan WC/kamar mandi, pembuangan
sampah, kesegaran ruangan, dan lain sebagainya.
2). Hubungan pasien dengan petugas Rumah Sakit, dapat diabarkan
dengan pertanyaan petugas yang mempunyai kepribadian baik yang
mendukung jalannya pelayanan prima terjadi yang menyangkut
keramahan, informasi yang diberikan sejauh mana tingkat
komunikasi, dukungan, tanggapan dokter/perawat di ruang
IGD,rawat jalan, rawat inap, farmasi, kemudahan dokter/perawat
dihubungi, keteraturan pemberian makanan, obat, pengukuran suhu
dan lain sebagainya.
3). Kompetensi teknis petugas, dapat dijabarkan dalam pertanyaan
mengenai keterampilan, pengetahuan dan kualisifikasi petugas yang
baik seperti kecepatan pelayanan pendaftaran, keterampilan dalam
penggunaan teknologi, pengalaman petugaas medis, gelar medis yang
dimiliki, terkenal, keberanian mengambil tindakan, dsb.
4). Biaya, dapat dijabarkan dalam pertanyaan berkaitan dengan jumlah
yang harus diberikan atas pelayanan yang telah didapatkan, seperti
kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya , biaya pelayanan,
perbandingan dengan rumah sakit yang sejenis lainnya, tingkat
masyarakat yang berobat, ada tidaknya keringanan bagi masyarakat
miskin.
46
B. KERANGKA TEORI
(Jitowiyono, 2012 ; Sjamsuhidajat & De Jong, 2010 ; Nanda Nic-Noc,2013)
Gambar 2.1 Kerangka Teori
� Kecelakaan
� Jatuh
� Cedera
� Tumor Tulang
� Infeksi
� Rakhitis
Fraktur
Hambatan Mobilitas
Fisik
Terapi Latihan (Range
of Motion) Aktif &
Pasif
Peningkatan Kekuatan
Otot dan fungsi gerak
Kepuasan Pelayanan
Pasien
� Nyeri
� Intoleransi
aktivitas
� Gangguan
Integritas Kulit
� Resiko Infeksi
� Ansietas
47
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Tindakan dilakukan pada pasien post operasi fraktur humerus medial
sinistra di ruang rawat inap Mawar II RS DR. Moewardi
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat : Ruang Rawat Inap Mawar II RS. DR. Moewardi
2. Tanggal : 4 Januari 2016 – 16 Januari 2016
C. Media dan Alat yang digunakan
1. Lembar Kuesioner Kepuasan Pasien
2. Lembar Observasi Pasien
3. Lembar panduan SOP Latihan Range of Motion
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset
Fase Orientasi :
1. Memberi salam atau menyapa klien
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan tindakan
4. Menjelaskan langkah prosedur
48
5. Menanyakan persetujuan atau kesiapan klien
Fase Kerja :
1. Mengatur Posisi nyaman pada klien
2. Melakukan observasi kekuatan otot pada bagian tubuh yang telah dioperasi
3. Melakukan Terapi Latihan Range of Motion pada bagian tubuh klien yang
telah dioperasi
4. Melakukan evaluasi kekuatan otot klien
5. Melakukan evaluasi tingkat kepuasan klien terhadap tindakan latihan Range
of Motion dengan menggunakan Kuesioner
6. Merapikan klien
Fase Terminasi :
1. Mengevaluasi tindakan
2. Menyampaikan rencana tindak lanjut
3. Berpamitan
4. Dokumentasi
E. Alat Ukur Evaluasi dari Aplikasi Tindakan Berdasarkan Riset
Alat ukur yang digunakan dalam penilaian tingkat kepuasan pasien
terhadap latihan ROM pada asuhan keperawatan pasien post fraktur adalah
dengan lembar kuesioner.
49
KUESIONER KEPUASAN PASIEN SETELAH PELATIHAN ROM
1. Apakah Anda mengalami gangguan fungsi gerak pada bagian tubuh anda setelah
dilakukan operasi ?
2. Apakah odema/bengkak pada bagian tubuh yang dioperasi membuat anda tidak
nyaman ?
3. Apakah anda sering latihan menggerakan bagian tubuh yang dioperasi?
4. Apakah anda merasa terganggu dengan keadaan dimana bagian tubuh yang tidak
bisa digerakan ?
5. Apakah anda bersedia di beri penatalaksanaan latihan ROM pada bagian tubuh
yang dioperasi ?
6. Apakah anda sudah mengetahui tujuan dan manfaat penatalaksanaan latihan
ROM ?
7. Apakah ada penigkatan kekuatan otot pada bagian tubuh anda yang dioperasi
setelah dilakukan penatalaksanaan latihan ROM ?
8. Apakah anda telah merasakan manfaat dari penatalaksanaan latihan ROM ?
9. Apakah anda merasa lebih nyaman setelah dilakukan penatalaksanaan latihan
ROM ?
10. Apakah anda masih mempunyai keluhan setelah dilakukan terapi latihah ROM ?
11. Bagaimana pendapat anda apakah anda merasa puas setelah dilakukan terapi
latihan ROM pada tangan kiri anda yang telah dioperasi?
50
BAB IV
LAPORAN KASUS
Dalam bab ini menjelaskan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada
Ny. S dengan post ORIF atas indikasi Fraktur Humerus Medial Sinistra.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 07 Januari 2016 pada pukul 08:00 WIB data
diperoleh dari alloanamnesa dan autoanamnesa, observasi langsung, pemeriksaan
fisik, catatan medis dan catatan perawat, sedangkan pengelolaan kasus dilakukan
3 hari pada tanggal 07-09 Januari 2016. Asuhan keperawatan ini berdasarkan dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Hasil data pengkajian didapatkan data identitas pasien, bahwa pasien
bernama Ny. S umur 44 tahun, agama islam, tidak sekolah, perkerjaan buruh
pabrik batik, alamat Sukoharjo, Jawa Tengah, tanggal masuk 04 Januari 2016
dengan diagnosa medis fraktur Humerus Medial Sinistra, No. Registrasi
0132xxx, dokter yang merawat adalah dokter A. Yang bertanggung jawab
adalah Tn. S 50 tahun, tidak sekolah, pekerjaan karyawan swasta, alamat
Sukoharjo, Jawa Tengah, hubungan dengan pasien adalah kakak kandung.
Hasil pengkajian, keluhan utama adalah nyeri pada lengan kiri. Pada
riwayat penyakit sekarang didapatkan pasien mengalami kecelakaan jatuh
terpeleset dihalaman rumah pada tanggal 01 Desember 2015 pada pukul
06:00 WIB dini hari, setelah kejadian kecelakaan pasien mengeluh nyeri pada
51
Lengan kiri, pasien dalam keadaan sadar, pasien tidak muntah (-), tidak
kejang (-), oleh warga sekitar pasien dibawa ke rumah sakit DR. OEN Solo
Baru, di RS. DR.OEN Solo Baru pasien dilakukan tindakan pemasangan
GIPS pada area patah tulang pada lengan kiri, pada tanggal 04 Januari 2016
pasien merasakan nyeri pada area yang di GIPS dan dibawa ke IGD RS. DR
Moewardi, di IGD pasien mendapatkan terapi Infus RL 20 tpm, ketorolac 30
mg, Ranitidin 50 mg. Kondisi pasien saat di IGD sadar GCS 15 , TD:120/80
mmHg, Nadi 85 x/menit, suhu 36,5⁰C, RR : 23 x/menit, skala nyeri 5. Dari
hasil pemeriksaan rontgen didapatkan diagnosa fraktur humerus medial
sinistra dan akan dilakukan tindakan operasi, kemudian pasien dipindahkan
dan dirawat di bangsal Mawar II.
Hasil pengkajian di bangsal didapatkan pasien mengeluh nyeri pada
lengan kiri, pasien tampak meringis kesakitan, pasien tampak melindungi
area nyeri. TD : 120/80 mmHg, Nadi : 85 x/menit, RR : 23 x/menit, suhu
36,5⁰C skala nyeri 5. Di bangsal pasien mendapatkan terapi infus Nacl 20
tpm, ketorolac 30 mg/8 jam, ranitidin 50 mg/12 jam, cefazolin 1 gr/8 jam,
tranfusi darah PRC 2 kolf.
Hasil pengkajian penyakit dahulu didapatkan data pasien pada bulan
November 2015 pernah dirawat inap di rumah sakit DR. OEN dan dilakukan
tindakan operasi pengangkatan payudara karena kanker payudara, pasien
tidak mempunyai alergi baik alergi obat-obatan maupun alergi makanan.
Keluarga pasien mengatakan waktu kanak-kanak pasien menjalani imunisasi
52
lengkap. Pasien tidak mempunyai penyakit keturunan dari kelurga baik DM,
hipertensi. Pasien juga tidak mempunyai kebiasaan seperti merokok dan
alkoholisme. Pasien anak ke-3 dari 3 bersaudara, pasien mempunyai 2 kakak,
1 perempuan dan 1 kakak laki-laki, ayah dan ibu pasien sudah meninggal
sejak ia masih kecil.
Hasil pengkajian kesehatan lingkungan didapatkan data bahwa
lingkungan sekitar rumahnya bersih, dan teradapat air bersih.
Genogram
Ny. S
Gambar 4.1 Genogram
Keterangan:
X : meninggal : perempuan
: pasien : tinggal serumah
: laki – laki
X X X
X
X
X X
53
Pengkajian pola kesehatan fungsioanal menurut Gordon, pola persepsi
dan pemeliharaan kesehatan, pasien mengatakan berharap cepat sembuh dan
bisa kembali bekerja.
Pola nutrisi dan metabolisme, sebelum sakit pasien mengatakan
makan 3 x sehari dengan nasi, lauk, sayur setiap makan satu porsi habis,
minum 5-7 gelas/hari, dan tidak ada keluhan. Selama sakit pasien mengatakan
makan 3 x sehari dengan nasi, ikan, sayur, buah, minum 3-4 gelas/hari, setiap
makan hanya habis ½ porsi yang diberikan dari rumah sakit.
Pola eliminasi, sebelum sakit BAK frekuensi 5-6 kali sehari, sekali
BAK mengeluarkan urine ± 150 cc, jadi 1 hari jumlah urine ± 1000 cc, warna
kuning pekat dan tidak ada keluhan. BAB sebelum sakit, frekuensi 1 kali
sehari konsistensi lunak, warna kuning, berbau khas, dan tidak ada keluhan.
Pola eliminasi selama sakit frekuensi BAK 3-4 kali sehari, sekali BAK
mengeluarkan urine ± 150 cc, jadi dalam 1 hari mengeluarkan urine ± 1000
cc, warna kuning pekat dan tidak ada keluhan. BAB selama sakit frekuensi 1
hari sekali, konsistensi seddikit lembek, warna kuning kecoklatan, berbau
khas.
Pola aktivitas dan latihan kemampuan perawatan diri, sebelum sakit
semua aktivitas seperti makan/minum, toileting, berpakaian, mobilisasi
ditempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM didapat score 0 atau mandiri.
Sedangkan kemampuan perawatan diri selama sakit pasien adalah tergantung
sebagian, seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur,
ambulasi dan berpindah didapat score 2 atau dibantu dengan orang lain,
54
sedangkan aktivitas seperti toileting didapat score 3 atau dibantu orang lain
dan alat.
Pola istirahat tidur, sebelum sakit pasien mengatakan jarang tidur
siang, tidur malam pukul 22:00 dan bangun jam 05:00 tidur 7 – 8 jam/hari,
tidur dengan nyenyak dan nyaman dan tidak ada gangguan tidur, sedangkan
selama sakit pasien mengatakan tidur siang ± 2 jam dan tidur malam 5-6
jam/hari, pasien sering terbangun karena nyeri pada lengan kiri.
Pola kognitif dan perseptual sebelum sakit pasien dapat berbicara,
menjawab pertanyaan dari keluarga, dapat melihat dengan jelas, dapat
mendengar dan mengidentifikasi bau minyak kayu putih. Selama sakit pasien
dapat berbicara, menjawab pertanyaan dari perawat dapat melihat namun
sedikit kabur karena terdapat jahitan dan terdapat perban dipelipis mata, dapat
mendengar dengan baik dan dapat mengidentifikasi bau minyak kayu putih.
Pengkajian nyeri PQRST didapatkan. Pasien mengatakan nyeri pada
lengan kiri, nyeri saat digerak-gerakkan, nyeri pada area luka operasi, seperti
ditusuk – tusuk nyeri dirasakan pada lengan kiri pada area operasi skala nyeri
5 (sedang) nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien tampak menahan sakit jika
ingin berganti posisi, pasien meringis kesakitan, pasien tampak melindungi
area luka, pasien sangat berhati-hati menggerakkan tangan kirinya.
Pola persepsi konsep diri, pasien mengatakan bahwa dirinya merasa
berharga karena dijenguk sanak saudaranya, tetangganya dan juga teman-
teman kuliahnya. Pasien merasa takut apabila lengan kirinya tidak bisa
kembali normal. Pasien mengatakan ingin menjadi orang yang berguna bagi
55
keluarga, namun dengan kondisi sekarang pasien tidak yakin bisa membantu
kelaurga. Pasien mengatakan bahwa saya seorang perempuan dari 3
bersaudara, apapun yang terjadi pada diri saya merupakan jalan yang telah
digariskan oleh Tuhan. Pasien mengatakan sebagai perempuan, dan seorang
buruh pabrik batik, tetapi dengan kondisi saya yang sekarang ini saya sudah
merepotkan banyak orang saya tidak bisa berangkat bekerja.
Pola hubungan peran, sebelum sakit dan selama sakit pasien
mengatakan, hubungan dengan keluarga/saudara masih tetap terjaga baik.
Pola seksualitas reproduksi Ny. S berjenis kelamin perempuan, saya
anak keempat dari 3 bersaudara, 1 kakak perempuan dan 1 kakak laki-laki.
Usia saya 44 tahun.
Pola mekanisme koping, sebelum sakit dan selama sakit pasien
mengatakan jika ada masalah dengannya selalu bercerita dengan keluarganya
dan mencari solusi jalan keluarnya bersama-sama.
Pola nilai dan keyakinan, pasien mengatakan saya beragama islam,
saat sakit seperti ini pasien merasa terganggu untuk beribadah karena
kelemahan anggota badannya,
Dari hasil pengkajian yang dilakukan didapatkan, keadaan umum/
penampilan umum pasien lemah, kesadaran compos mentis, hasil GCS 15 E:4
M:6 V:5, tanda-tanda vital tekanan darah pasien 120/80 mmHg, Nadi 85 kali
permenit. Irama teratur, pernafasan 23 kali permenit, suhu 36,5⁰C, skala nyeri
5 (sidang).
56
Pemeriksaan kepala, bentuk kepala oval, kulit kepala bersih tidak ada
ketombe, tidak ada lesi, rambut ikal, tidak ada kutu rambut, rambut berwarna
hitam. Muka tidak ada bekas luka, Mata, pengkajian mata didapatkan
palpebra tidak ada oedema, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik,
pupil isokor, diameter kanan kiri ± 2 mm, tidak menggunakan alat bantu
penglihatan. Hidung, tidak ada luka, bersih, tidak terpasang NGT. Mulut
didapatkan data mulut bersih dan mukosa bibir tampak lembab. Telinga, pada
pengkajian telinga didapatkan data telinga tampak bersih, ada serumen,
telinga simetris, tidak ada gangguan pendengaran, tidak menggunakan alat
bantu dengar. Leher, pada pemeriksaan leher ditemukan vena jabularis teraba,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Dada, pada pemeriksaan paru-paru saat
dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan bekas luka operasi
pengangakatan payudara. palpasi vocal premitus kanan kiri sama. Perkusi
paru kanan/kiri sonor. Auskultasi suara paru normal, tidak ada bunyi
tambahan. Pada pemeriksaan jantung saat dilakukan inspeksi didapatkan ictus
cordis tidak tampak,palpasi ictus cordis di ICS 5 sinistra, perkusi pekak,
auskultasi bunyi jantung I, II murni tidak ada suara tambahan.
Abdomen saat dilakukan pemeriksaan inspeksi didapatkan, bentuk
datar, abdomen tidak ada jejas. Auskultasi bising usus 15 kali/menit. Perkusi
kuadran 1 pekak, kuadran 2.3.4 timpani. Palpasi tidak ada nyeri tekan pada
semua kuadran. Genetalia menolak dilakukan pemeriksaan, terpasang kateter.
Rektum tidak terkaji.
57
Pemeriksaan ektremitas atas, tangan kanan terpasang infus Nacl 20
tpm, kekuatan otot 4 ada gerakan penuh, dapat menggerakan sendi melawan
gravitasi, disertai kemampuan otot terhadap tahanan ringan, capillary reffil ≤
2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.
Pemeriksaan ektremitas kiri atas, kekuatan otot 2 ada gerakan pada sendi
tetapi tidak dapat melawan gravitasi, lengan kiri terpasang balutan, terdapat
luka jahitan bekas operasi, balutan kering tidak ada rembesan, tampak lengan
kiri mengalami pembengkakan, terpasang drainase isi darah ± 5 cc, capillary
reffil ≤ 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.
Ektremitas kiri bawah, kekuatan otot 4, capillary reffil ≤ 2 detik,terdapat luka
memar, tidak terdapat perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat.
Ektremiras kanan bawah, kekuatan otot 4, capillary reffil ≤ 2 detik, tidak
terdapat perubahan bentuk tulang, perabaan akral hangat
Pengkajian luka didapatkan rubor kemerahan pada area sekitar luka
jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak terdapat nanah,
balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drainage pada luka berisi cairan
darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada lengan kiri tidak
terasa panas setelah dioperasi. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri
skala 5 (sedang). Tumor lengan kiri mengalami pembengkakan. Fungsio laesa
terdapat perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan mengalami
patah tulang, digerak-gerakkan terasa nyeri.
Hasil pemeriksaan laboratorium tangal 06 Januari 2016 menunjukkan.
Hemoglobin 8,0 g/dl (nilai normal 14.0-17.0). Hematokrit 26 % (nilai normal
58
33-45). Eritrosit 2.85 juta/µl (nilai normal 4.50-5.90). Leukosit 16.6 ribu/µl
(nilai normal 4.5-11.0). Trombosit 276 ribu/µl (nilai normal 150-450).
Hasil pemeriksaan darah rutin tanggal 07 Januari 2016 menunjukkan
hanya Hemoglobin 12.3 g/dl (nilai normal 14.0-17.0) . Hematokrit 33 % (33-
45). Leukosit 14.0 ribu/µl (nilai normal 4.5-11.0). Trombosit 213 ribu/µl
(nilai normal 150-450). Eritrosit 3.74 juta/µl (nilai normal 4.50-5.90).
Golongan darah O. PT 14.7 detik (nilai normal 10.0-15.0). APTT 25.0 detik
(nilai normal 20.0-40.0) INR 1.220. Natrium darah 138 mmol/L (nilai normal
136-145). Kalium darah 3.4 mmol/L (nilai normal 3.3-5.1). Chorida darah
104 mmol/L (nilai normal 98-106). HbsAg (-)
Laporan hasil pemeriksaan radiologi pada tanggal 04 Januari 2016.
Klinis CF humerus sinistra 1/3 medial. Foto humerus kiri Ap/Lat. Tampak
terpasang eksternal fiksasi/ GIPS pada regio humerus kiri, garis fraktur (+)
pada OS humeri kiri 1/3 tengah cum contractrionum dengan alignment dan
aposisi kurang. Trabekulasi tulang di luar lesi tampak perotik celah dan
permukaan sendi dalam batas normal. Tak tampak klasifikasi abnormal.
Laporan hasil pemeriksaan radiologi-radiodiagnostik pada tanggal 06 Januari
2016. Klinis humerus sinistra, foto humerus kiri AP/Lat : Tampak terpasang
internal fiksasi (plate dan screw ) di 1/3 tengah os humerus kiri, tampak
gambaran garis fraktur dengan opasitas medial os humerus kiri. Aligmen dan
aposisi baik. Tampak fragmen fraktur di soft tissue regio humerus kiri 1/3
tengah. Tampak terpasang drainage dengan tip terproyeksi disoft tissue regio
humerus kiri 1/3 tengah. Trabekulasi tulang diluar lesi normal. Celah dan
59
permukaan sendi dalam batas normal. Tak tampak erosi / destruksi tulang.
Pergeseran sendi (-)
Terapi medis yang diberikan pada hari selasa 06 Januari 2016
transfusi darah PRC (Packed Red Cell) 2 kolf berfungsi untuk menaikan Hb
pasien tanpa menaikkan volume darah secara nyata. Terapi yang diberikan
selama pengelolaan kasus pada hari kamis 06 Januari 2016 sampai dengan
hari Sabtu 09 Januari 2016 yaitu, cairan Nacl 20 tpm golongan parenteral
fungsinya untuk pengganti cairan plasma isotonik yang hilang. Ketorolac
dosis 30 mg/8 jam golongan non narkotik fungsinya untuk penatalaksnaan
jangka pendek nyeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi.
Ranitidine 50 mg/12 jam golongan antasida fungsi pengobatan jangka tukak
duedenum aktif, tukak lambung aktif mengurangi gejala refluksi esofagitis.
Cefozolin 1 gr/8 jam golongan anti bakteri fungsi infeksi yang disebabkan
oleh bakteri gram positif dan gram negatif.
B. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan analisa terhadap data pengkajian pada hari Rabu 07
Januari 2016 pukul 09:00 WIB diperoleh data subjektif antara lain pasien
mengatakan nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka operasi, nyeri saat
digerak-gerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri pada lengan kiri sampai.
Skala nyeri 5 (sedang). Nyeri dirasakan tilang timbul Selain data subyektif
juga didapatkan data objektif sebagai berikut pasien terlihat meringis
menehan sakit, pergerakkan terlihat sangat hati-hati, pasien selalu melindungi
60
area nyeri (lengan kiri), Tekanan darah 120/80 mmHg. Nadi 85x/menit.
Pernafasan 23 x/menit. Suhu 36,5⁰C. Berdasarkan analisa data menunjukkan
bahwa nyeri merupakan prioritas utama, sehingga dapat ditegakkan diagnosa
keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(post operasi).
Pada pukul 09:15 WB diperoleh data subyektif antara lain pasien
mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri. Data objektif didapatkan
panjang luka jahitan ± 15 cm, tidak ada rembesan, tidak ada nanah, jumlah
jahitan 18, darah drain ±5 cc. Sehingga munculkan diagnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi)
Pada pukul 09:20 WIB didapatkan data subjektif pasien mengatakan
badan lemas, ketika bangun dari tempat tidur dan ingin berlatih duduk badan
terasa ingin jatuh. Data objektif didapatkan pasien terlihat kesulitan
menggerakkan-gerakkan tangan kirinya,kekuatan otot pada ekstremitas kiri
atas 2, aktivitas dibantu orang lain dan alat , sehingga dapat ditegakkan
diagnosa keperawatan yaitu hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan muskuloskletal (penurunan kekuatan otot).
C. Perencanaan
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu 07 Januari
2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diangnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (post operasi) dengan tujuan setelah dilakukan
61
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri Ny.S berkurang
bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan penurunan rasa
nyeri, skala nyeri turun 2 bahkan 1, pasien merasa nyaman, pasien mampu
mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu mengontrol nyeri
dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam), tanda tanda vital dalam
batas normal. Intervensi yang dilakukan yaitu kaji status nyeri pasien dengan
rasionalisasi untuk mengetahui skala nyeri, berikan kesempatan waktu
istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi nyaman dengan rasionalisasi
memberi kenyamanan pada pasien untuk istirahat, ajarkan pasien untuk
melakukan tarik napas dalam ketika nyeri muncl dengan rasionalisasi mampu
melakukan nafas dalam kembali rileks dan nyaman. Kolaborasi pemberian
obat analgesik pereda nyeri (ketorolak 30 mg/8 jam) dengan rasionalisasi
untuk mengobat rasa sakit.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 07
Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diangnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi)
dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3 x 24 jam
diharapkan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil
integritas kulit yang baik bisa dipertahankan, perfusi jaringan baik, tidak ada
tanda-tanda infeksi, tidak ada luka/lesi pada kulit,luka bersih tidak lembab da
tidak kotor. Intervensi yang dilakukan yaitu observasi kulit akan adanya
kemerahan tanda dan gejala infeksi pada area insisi dengan rasionalisasi
62
untuk mengetahui keadaan luka, bersihkan area jahitan dan lakukan ganti
balut pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka terbuka
(tadak dibalut) sesuai program dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi
dan mempercepat penyembuhan luka pada area luka, anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka operasi dengan
rasionalisasi untuk mencegah nyeri akibat ketatnya penggunaan pakaian
untuk memberikan kenyamanan, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi (advis dokter) dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi pada area
luka dan mempercepat penyembuhan.
Perencanaan dari masalah keperawatan pada hari Rabu tanggal 07
Januari 2016 penulis menyusun suatu intervensi sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan diangnosa keperawatan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskletal
(penurunan kekuatan otot) dengan tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas
dengan aman dan mandiri dengan kriteria hasil pasien meningkat dalam
aktivitas fisik, pasien dapat memahami dan mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas, pasien mampu mengungkapkan perasaan dan meningkatkan
kekuatan dan kemampuan berpindah, pasien mampu memperagakan
penggunaan alat bnatu mobilisasi.
Intervensi yang dilakukan yaitu kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi dengan rasionalisasi untuk mengetahui kemampuan yang dapat
pasien lakukan, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara
63
mandiri sesuai kempuan dengan rasionalisasi untuk meningkatkan kekuatan
otot, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan dengan rasionalisasi untuk menambah wawasan dalam
meningkatkan kekuatan otot, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi
dengan rasionalisasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien.
D. Implementasi
Tindakan keperawatan dilaksanakan untuk mengatasi masalah
keperawatan berdasarkan rencana tindakan tersebut maka dilakukan tindakan
keperawtan pada hari Kamis 07 Januari 2016 sebagai tindak lanjut
pelaksanaan asuhan keperawatan Ny.S dilakukan implementasi. Pukul 08.00
melakukan monitor tanda-tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82
x/menit, pernafasan 20 x/menit, suhu 36,2 ⁰C. jam 08:10 WIB mengkaji
status nyeri pasien mengatakan nyeri pada lengan kiri nyeri bertambah saat
digerakkan, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada lengan kiri, pasien
mengatakan nyeri skala 5 (sedang), nyeri dirasakan hilang timbul, pasien
terlihat meringis menahan nyeri, pasien melindungi area nyeri, pasien sangat
berhati-hati.
Pukul 08:20 memberikan pasien posisi yang nyaman (semi fowler).
Jam 08.25 mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika
nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara tarik nafas
dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat meringis menahan
64
nyeri. Pukul 09.00 WIB mengobservasi bekas luka pasien akan adanya tanda
tanda infeksi pasien mengatakan bersedia untuk dipantau keadaan luka
operasi pada lengann kirinya, perban tidak ada rembesan, luka lembab, lengan
kiri mengalami pembengkakan, tidak terdapat pus pada luka, drain luka
terdapat darah ± 3 cc.. Pukul 09.10 Menganjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar. Pukul 09.15 mengkolaborasikan pemberian obat
analgetik pereda nyeri ketolok 30 mg/8 jam pasien mengatakan bersedia
untuk diinjeksi dimasukkan obat pereda nyeri, obat ketorolac masuk melalui
selang threeway 30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari
obat. Pukul 08.15 WIB mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8
jam, pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi obat anti bakteri, tidak ada
penolakan obat masuk melalui selang threeway, luka operasi pada lengan kiri
kering tidak ada rembesan.
Pukul 10:00 WIB mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian
yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan
bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien terlihat susah
menggerakan lengan kirinya, pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas,
kekuatan otot pada lengan kiri 2. Pukul 09:35 WIB melatih pasien untuk
latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, pasien tampak mengikuti latihan
ROM yang diberikan, pasien tampak kooperatif. mengkaji kemampuan
kekuatan otot pada bagian yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi,
pasien mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien
65
mulai bisa menggerakkan lengan kirinya walau masih terlihat susah, pasien
tampak dibantu keluarga saat aktivitas, kekuatan otot pada lengan kiri 2.
Implementasi hari kedua Jumat 08 Januari 2016 ukul 08.00 melakukan
monitor tanda tanda vital, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 82 x/menit,
pernafasan 23 x/menit, suhu 36,5 ⁰C. jam 08:10 WIB mengkaji status nyeri
pasien mengatakan nyeri pada lengan kiri nyeri bertambah saat digerakkan,
nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada lengan kiri, pasien mengatakan nyeri
skala 3 (ringan), nyeri dirasakan hilang timbul, pasien terlihat meringis
menahan nyeri, pasien melindungi area nyeri, pasien sangat berhati-hati.
Pukul 08:20 memberikan pasien posisi yang nyaman (semi fowler), pasien
mengatakan nyaman saat diberikan posisi semi fowler.
Jam 08.25 mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam
ketika nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan cara tarik
nafas dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat meringis
menahan nyeri. Pukul 09.00 WIB mengobservasi bekas luka pasien akan
adanya tanda tanda infeksi pasien mengatakan bersedia untuk dipantau
keadaan luka operasi pada lengann kirinya, perban tidak ada rembesan, luka
lembab, lengan kiri mengalami pembengkakan, tidak terdapat pus pada luka,
drain luka terdapat darah ± 4 cc.
Pukul 09.10 Menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar. Pukul 09.15 mengkolaborasikan pemberian obat analgetik pereda
nyeri ketolok 30 mg/8 jam pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi
dimasukkan obat pereda nyeri, obat ketorolac masuk melalui selang threeway
66
30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari obat. Pukul
08.15 WIB mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8 jam, pasien
mengatakan bersedia untuk diinjeksi obat anti bakteri, tidak ada penolakan
obat masuk melalui selang threeway, luka operasi pada lengan kiri kering
tidak ada rembesan. Pukul 10:00 WIB mengkaji kemampuan kekuatan otot
pada bagian yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien
mengatakan bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien terlihat
susah menggerakan lengan kirinya, pasien tampak dibantu keluarga saat
aktivitas, kekuatan otot pada lengan kiri 3. Pukul 09:35 WIB melatih pasien
untuk latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, pasien tampak mengikuti
latihan ROM yang diberikan, pasien tampak kooperatif. Pukul 09.40
mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian yang dioperasi dan
kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan bersedia untuk dikaji
kemampuan mobilisasinya, pasien mulai bisa menggerakkan lengan kirinya
walau masih terlihat susah, pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas,
kekuatan otot pada lengan kiri 3.
Implementasi hari ke tiga, pukul 08.00 melakukan monitor tanda
tanda vital, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 85 x/menit, pernafasan 24
x/menit, suhu 36,2 ⁰C. jam 08:10 WIB mengkaji status nyeri pasien
mengatakan nyeri pada lengan kiri nyeri bertambah saat digerakkan, nyeri
seperti tertusuk-tusuk, nyeri pada lengan kiri, pasien mengatakan nyeri skala
2 (ringan), nyeri dirasakan hilang timbul, pasien terlihat lebih rileks, pasien
sangat berhati-hati. Pukul 08.25 mengajarkan pasien untuk melakukan tarik
67
nafas dalam ketika nyeri muncul, pasien mengatakan bersedia untuk diajarkan
cara tarik nafas dalam, pasien melakukan tarik nafas dalam, pasien terlihat
lebih rileks.
Pukul 09.00 WIB mengobservasi bekas luka pasien akan adanya tanda
tanda infeksi pasien mengatakan bersedia untuk dipantau keadaan luka
operasi pada lengann kirinya, perban tidak ada rembesan, luka kering, lengan
kiri masih mengalami pembengkakan, tidak terdapat pus pada luka, drain
luka terdapat darah ± 5 cc. Pukul 09.15 mengkolaborasikan pemberian obat
analgetik pereda nyeri ketolok 30 mg/8 jam pasien mengatakan bersedia
untuk diinjeksi dimasukkan obat pereda nyeri, obat ketorolac masuk melalui
selang threeway 30 menit kemudian pasien terlihat nyaman karena reaksi dari
obat. Pukul 08.15 WIB mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8
jam, pasien mengatakan bersedia untuk diinjeksi obat anti bakteri, tidak ada
penolakan obat masuk melalui selang threeway, luka operasi pada lengan kiri
kering tidak ada rembesan.
Pukul 10:00 WIB mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian
yang dioperasi dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan
bersedia untuk dikaji kemampuan mobilisasinya, pasien mulai bisa
menggerakan gerakkan lengan kirinya secara fleksi-ekstensi secara perlahan,
pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas, kekuatan otot pada lengan kiri
4. Pukul 10.10 WIB melatih pasien untuk latihan Range of Motion Aktif dan
Pasif, pasien tampak mengikuti latihan ROM yang diberikan, pasien tampak
kooperatif. mengkaji kemampuan kekuatan otot pada bagian yang dioperasi
68
dan kemampuan dalam mobilisasi, pasien mengatakan bersedia untuk dikaji
kemampuan mobilisasinya, pasien mulai bisa menggerakkan lengan kirinya
secara perlahan, pasien tampak dibantu keluarga saat aktivitas, kekuatan otot
pada lengan kiri 4. Pukul 13.00 memberikan quisioner untuk penilaian tingkat
kepuasan pasien terhadap pemberian terapi latihan ROM aktif dan Pasif,
pasien mengatakan sangat puas dan berterimakasih banyak karena sudah di
berikan latihan ROM karena setalah di beri latihan ROM tangan kirinya
kembali bisa digerak gerakkan seperti biasanya walaupun masih secara
perlahan.
E. Evaluasi
Pada hari kamis 07 Januari 2016, pukul 14:30 WIB dilakukan evaluasi
keperawatan dengan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubugan dengan
agen cidera fisik (post operasi) dilakukan evaluasi keperawatan didapatkan
data subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri, Provacate nyeri pada luka
jahitan operasi, nyeri pada saat digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti
ditusuk-tusuk. Region nyeri dibagian lengan kiri. Scale pasien mengatakan
skala nyeri 5. Time nyeri hilang timbul dan saat digerakan. Objektif, keadaan
pasien terlihat meringis menahan nyeri, pasien terlihat melindungi area nyeri,
pasien sangat berhati-hati bila ingin bergerak. Maka dapat disimpulkan
masalah keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post
operasi) belum teratasi maka intervensi dilanjukan yaitu kaji status nyeri
pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien
69
untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik
pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.
Pada hari Kamis 07 Januari 2016, pukul 15:10 WIB dilakukan
evaluasi keperawan dengan diangnosa keperawatan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan medikasi (luka post operasi), didapatkan data subjektif
pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri, data objektif
terdapat panjang luka jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka lembab,
tidak ada rembesan, tidak ada pus, terpasang drain berisi darah 3 cc, area
jahitan kemerahan dan ada pembengkakan di sekitar area luka. Sehingga
dapat disimpulkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan medikasi (luka post operasi) belum teratasi sehingga
intervensi dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya kemerahan
tanda dan gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan dan lakukan
ganti balut pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap terbuka tidak
dibalut sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar,
kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi (advis dokter).
Pada hari Kamis 07 Januari 2016, pukul 15:15 WIB dilakukan
evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan
otot), didapatkan data subjektif pasien mengatakan lengan kiri nya tidak bisa
digerakkan dan kaku karena bekas operasi, objektif pasien kesusahan
menggerakan tangan kirinya, pasien belum dapat berjalan dan beraktivitas,
kekuatan otot ekstremitas kiri atas 2. Maka dapat disimpulkan masalah
70
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskluloskletal (penurunan kekuatan otot) belum teratasi, sehingga intervensi
dilanjutkan yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan
pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan,
kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Evaluasi hari kedua dilakukan pada hari Jumat 08 Januari 2016, Pukul
14.30 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi) dilakukan
evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan
nyeri sedikit berkurang, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada
saat digerak-gerakkan. Quality nyeri terasa senut-senut. Region nyeri
dibagian lengan kiri. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3. Time nyeri
hilang timbul dan saat digerakan. Objektif, keadaan pasien terlihat sedikit
nyaman, tidak banyak keluhan. Maka dapat disimpulkna masalah
keperawatan nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi)
belum teratasi maka intervensi dilanjukan yaitu kaji status nyeri pasien,
berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien untuk
melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik pereda
nyeri ketorolac 30mg/8 jam.
Pada hari Jumat 08 Januari 2016, pukul 15:15 WIB dilakukan evaluasi
keperawatan dengan diangnosa keperawatan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan medikasi (luka post operasi), didapatkan data subjektif
71
pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri, data objektif
panjang luka jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka kering, tidak ada
rembesan, tidak ada pus, tidak ada luka terbuka, kemerahan di area luka, ada
pembengkakan di area sekitar luka terpasang drain berisi darah 4 cc lepas
drain. Sehingga dapat disimpulkan masalah keperawatan kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi) belum teratasi
sehingga intervensi dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya
kemerahan tanda dan gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan
dan lakukan ganti balut pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap
terbuka tidak dibalut sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian longgar, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi
(advis dokter).
Pada hari Jumat 08 Januari 2016, pukul 15:20 WIB dilakukan evaluasi
keperawatan dengan diangnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan muskluloskletal (penurunan kekuatan otot),
didapatkan data subjektif pasien mengatakan lengan kiri dan kaki kanan
masih susah digerakkan, objektif pasien terlihat untuk menggerakan tangan
kirinya secara abduksi - aduksi, kekuatan otot 3, mampu duduk di tempat
tidur, dan masih belum bisa beraktivitas secara mandiri, aktivitas masih
dibantu keluarga Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan
kekuatan otot) belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan yaitu kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan
72
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi
dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Evaluasi hari kedua dilakukan pada hari Sabtu 09 Januari 2016, Pukul
15:05 WIB dilakukan evaluasi keperawatan dengan diagnosa keperawatan
nyeri akut berhubugan dengan agen cidera fisik (post operasi) dilakukan
evaluasi keperawatan didapatkan data subjektif yaitu pasien mengatakan
nyeri sudah sangat berkurang, Provacate digerak-gerakkan sudah tidak
begitu nyeri. Quality nyeri terasa sengkring-sengkring. Region pada lengan
kiri area operasi. Scale pasien mengatakan skala nyeri 2. Time nyeri timbul
saat lengan kiri digerakan. Objektif, keadaan pasien terlihat rileks, nyaman.
Maka dapat disimpulkan masalah keperawatan nyeri akut berhubugan dengan
agen cidera fisik (post operasi) teratasi sebagian maka intervensi dilanjutkan
yaitu anjurkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam saat nyteri muncul
dirumah, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolak 30mg/8
jam.
Pada hari Sabtu, 09 Januari 2016, pukul 15:10 WIB dilakukan
evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan medikasi (luka post operasi), didapatkan data
subjektif pasien mengatakan lengan kirinya terdapat jahitan operasi, objektif
pasien tenang, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, luka kering, tidak
ada nanah drain sudah terlepas dan tidak ada tanda infeksi. Sehingga dapat
73
disimpulkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan medikasi (luka post operasi) teratasi sehingga intervensi dihentikan.
Pada hari Sabtu 09 Januari 2016, pukul 15:15 WIB dilakukan
evaluasi keperawatan dengan diangnosa keperawatan hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan
otot), didapatkan data subjektif pasien mengatakan tangan kiri sudah mulai
dapat digerak-gerakan, ditekuk-tekuk abduksi-aduksi secara perlahan dan
pasien sudah bisa berjalan dan beraktivitas tanpa dibantu keluarga, objektif
pasien mempraktekkan tangan kiri digerak-gerakan, ditekuk-tekuk abduksi-
aduksi secara perlahan dan pasien mampu berjalan dan beraktivitas tanpa
dibantu keluarga, kekuatan otot 4. Maka dapat disimpulkan masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
muskulokeletal (penurunan kekuatan otot) teratasi sebagian , sehingga
intervensi dilanjutkan, motivasi pasien untuk melatih ROM aktif selama
dirumah dan kontrol sesuai advis dokter.
74
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam bab V ini penulis akan membahas tentang Pemberian Terapi
Latihan (ROM Aktif & Pasif) Terhadap Kepuasan Pelayanan Pasien Pada Asuhan
Keperawatan Ny. S dengan post ORIF atas indikasiFrakturHumerus Medial
Sinistra di Ruang Bedah Mawar II RS DR. Moewardi. Disamping itu penulis akan
membahas tentang faktor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi
antara teori dengan aplikasi yang terjadi dilapangan. Pembahasan ini berisi
pengkajian, diangnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Lyer et al., 1996 dalam Setiadi 2012)
Hasil pengkajian penulis terhadap Sdr. S sudah sesuai dengan teori
pengkajian pola gardon (Setiadi, 2012) dimana dalam teori tersebut
menjelaskan format pengkajian pasien dengan pendekatan pola fungsi
kesehatan menurut Gordon (Gordon Functional Health Patterns) terdiri dari
tanggal masuk, ruangan/kelas, nomer kamar, diagnosa masuk. Identitas terdiri
dari nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, penanggung jawab. Pada riwayat sakit dan kesehatan terdiri dari
75
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyekit dahulu,
pengkajian fisik abdomen, integumen, ektremitas. Pemeriksaan penunjang.
Rumusan masalah (Setiadi 2012).
Hasil pengkajian pada Ny. S yang dilakukan pada tanggal 07 Januari
2016 pada pukul 08:00 WIB melalui metode alloanamnesa dan
autoanamnesa, observasi langsung dan pemeriksaan fisik, hal ini sesuai
dengan teori (Setiadi, 2012). Dalam teori tersebut dijelaskan metode
pengkajian dengan cara wawancara langsung pada pasien maupun keluarga,
observasi, dan pemeriksaan fisik, akan tetapi disini penulis
menambahkanuntuk menelaah catatan medis dan catatan perawat sebagai data
penunjang pasien.
Hasil pengkajian Ny.S di diagnosa mengalami fraktur humerus (patah
tulang) medial sinistra. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sjamsuhidajad
(2005), dimana fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sedangkan menurut Price,
A dan L. Wilson (2006) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,
keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Sedangkan menurut FKUI (1995) dalam Jitowiyono & Kristiyanasari
(2012) Fraktur humerus adalah terputusnya kontinuitas batang humerus yang
bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah
76
pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan penderita jatuh dalam syok.
Diagnosa yang dialami oleh Ny. S adalah fraktur humerus medial
sinistra dan akan dilakukan tindakan ORIF. Teori Smelter (2001)
dalam Jitowiyono & Kristiyanasari (2012) salah satu penatalaksanaan
bedah ortopedi pada pasien fraktur adalah ORIF (Open Reduktion and
Internal Fixation).ORIF diartikan sebagai stabilisasi tulang patah yang telah
direduksi atau perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan yang
sering kali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat,
sekrup, peniti plates batang intramedulasi, dan paku.
Pada pengkajian yang dilakukan pada Ny.S didapat keluhan utama
pada lengan kiri, nyeri menjalar keseluruh tangan kiri dengan skala nyeri 5,
pasien mengeluh nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka post operasi, nyeri
bertambah saat digerak-gerakkan, saat dilakukan pengkajian pasien terlihat
meringis menahan sakit, penggerakkan terlihat sangat hati-hati, napsu makan
berkurang. Hal ini sesuai dengan Manifestasi klinis fraktur yaitu timbulnya
nyeri, hilangnya fungsi atau deformitas tulang, pemendekan ektremitas,
krepitus (adanya derik tulang), pembengkakak lokal dan perubahan warna
(Brunner & Suddarth, 2005).
Pada pasien post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun
tersedia obat-obatan analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak
dapat diatasi dengan baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pasien (Wals, 2008).
77
Menurut International Association for the Study of Pain, IASP (2011)
mendefinisikan nyeri sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang
tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi
kerusakan. Sedangkan menurut Mustawan (2008) nyeri merupakan keluhan
yang paling sering diungkapkan pasien dengan tindakan pembedahan atau
operasi .
Pengkajian nyeri yang dilakukan penulis mengacu pada teori
karakteristik nyeri (PQRST) mengacu pada Provoking inciden : Apakah ada
peristiwa yang menjadi factor prepitasi nyeri. Quality of pain : Seperti apa
rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut/
menusuk.Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar/menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale ofpain)
: Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari / siang hari (Nasrul Effendy, 1995:2-3)
dalam Wijaya & Putri (2013).
Dalam menilai skala nyeri penulis menggunakan skala Pain
Assesment Behavioral Scale (PABS) yang telah diubah dalam bentuk rentang
angka nyeri. Dimana alat ukur nyeri skala 0 : Tidak nyeri1-3 : nyeri ringan:
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik, 4-6 : nyeri sedang:
secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi
78
nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik,
lebih dari 7: nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi (Wartonah, 2005) dalam Syaiful &
Rachmawan, (2014).
Hasil pengkajian luka pada Ny. S didapatkan data rubor kemerahan
pada area sekitar luka jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak
terdapat nanah, balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drain pada luka
berisi cairan darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada
paha kanan terasa hangat. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri
skala 5 (sedang). Tumor lengan tangan kiri mengalami pembengkakan.
Fungsio laesa terdapat perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan
mengalami patah tulang, pasien tidak mampu beraktivitas, digerak-gerakkan
terasa nyeri.Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur
(Brunner & Suddarth, 2005).
Hasil pengkajian ektremiras kiri atas, kekuatan otot 2 dapat diartikan
ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, terdapat luka
operasi sejak tanggal 07 Januari 2016. Penurunan kekuatan otot pada pola
ektremitas kiri atas yang terjadi pada Ny.S disebabkan adanya fraktur
humerus medial sinistra. Ini sesuai teori Brunner & Suddarth (2005) bahwa
penurunan kekuatan otot pada pasien fraktur disebabkan adanya pergeseran
79
fragmen pada area fraktur sehingga mengakibatkan deformitas tulang,
ektremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan penulis mencantumkan
sebelum sakit pasien mengatakan semua aktivitas seperti makan/minum,
toileting, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, berpindah dan ambulasi
/ROM didapat score 0 atau mandiri. Sedangkan kemampuan perawatan diri
selama sakit seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi ditempat tidur, dan
ambulasi didapat score 2 atau dibantu dengan orang lain, sedangkan aktivitas
seperti toileting dan berpindah didapat score 3 atau dibantu orang lain dan
alat.Ini sesuai teori menurut Wijaya & Putri (2013) pada pola aktifitas dan
latihan pada pasien fraktur mengalami perubahan/gangguan akibat dari
fraktur humerus sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat/
keluarga.
Hasil pengkajian kognitif dan perseptual pasien mengatakan nyeri
pada lengan kiri, nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5, nyeri hilang
timbul dan saat digerakkan. Sesuai teori menurut Brunner & Suddart (2005)
setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Sehingga nyeri yang dirasakan pada pasien fraktur
disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedangkan pada pola kognitif atau cara
berfikir pasien tidak mengalami gangguan Wijaya & Putri (2013).
80
Hasil pemeriksaan fisik pada bagian ekstremitas penulis menuliskan
ektremitas kiriatas (tangan kiri) terdapat riwayat operasi ORIF pada tanggal
07 Januari 2016. ORIF (Open Reduktion and Internal Fixation). ORIF
diartikan sebagai stabilisasi tulang patah yang telah direduksi atau perbaikan
tulang terusan penjajaran insisi pembedahan yang sering kali memasukkan
internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup, peniti plates batang
intramedulasi, dan paku ( Jitowiyono & Kristiyanasari (2012).
Hasil pemeriksaan radiologi tanggal 05 Januari 2016 terhadap Ny.
Sterdapat fraktur humerus medial sinistra, terpasang internal fiksasi (plate dan
screw), terpasang drainage, kekuatan otot 2, perabaan akral terasa hangat.
Penurunan kekuatan otot yang terjadi pada Ny.S dapat dijelaskan bahwa
penurunan kekuatan otot pada pasien fraktur disebabkan adanya pergeseran
fragmen pada area fraktur sehingga mengakibatkan deformitas tulang,
ektremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot (Brunner &
Suddarth 2005). Disamping itu pada area luka akan terjadi pembengkakan
lokal dan perubahan warna sesuai dengan teori Brunner & Suddarth (2005)
yang menjelaskan salah satu tanda dan gejala pada pasien fraktur adalah
mengalami Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Masalah penurunan otot yang dialami Ny. S disebabkan adanya nyeri,
hal ini sesuai dengan teori dimana pada pasien-pasien fraktur nyeri dirasakan
terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimbolisasi.
81
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya, Brunner & Suddarth (2005).
Pemeriksaan penunjang menurut teori Doengoes (2000) dalam Wijaya
& Putri (2013) salah satu pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur adalah
foto rongent. PadaNy. S pemeriksaan foto rongent dilakukan 2 kali yaitu
sebelum dan sesudah operasi. pemeriksaan foto rongent bertujuan untuk
menentukan lokasi atau luasnya fraktur.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 06 Januari 2016
menunjukkan adanya penurunan hemoglobin 8,0 g/dl dengan nilai normal
14.0 – 17.0 g/dl, sehingga pasien mendapatkan transfusi PRC (packed red
cell) 2 kolf yang bertujuan untuk menaikan Hb pasien tanpa menaikan
volume darah secara nyata, (Midian, 2014).Secara umum pemakaian PRC ini
digunakan pada pasien-pasien anemia yang tidak disertai penurunan volume
darah, pada pasien-pasien fraktur apabila nilai hemoglobin mengalami
penurunan dipaksakan untuk dilakukan pembedahan tanpa adanya tranfusi
PRC akan sangat memungkinkan terjadinya syok saat pembedahan
berlangsung.
Terapi yang diberikan selama pengelolaan kasus pada hari kamis 07
Januari 2016 sampai dengan hari Sabtu 09 Januari 2016 yaitu, Terapi medis
yang diberikan pada hari selasa 06 Januari 2016 transfusi darah
PRC (Packed Red Cell) 2 kolf berfungsi untuk menaikan Hb pasien tanpa
menaikkan volume darah secara nyata. Terapi yang diberikan selama
82
pengelolaan kasus pada hari kamis 06 Januari 2016 sampai dengan hari Sabtu
09 Januari 2016 yaitu, cairan Nacl 20 tpm golongan parenteral fungsinya
untuk pengganti cairan plasma isotonik yang hilang. Ketorolac dosis 30 mg/8
jam golongan non narkotik fungsinya untuk penatalaksnaan jangka pendek
nyeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi. Ranitidine 50 mg/12
jam golongan antasida fungsi pengobatan jangka tukak duedenum aktif, tukak
lambung aktif mengurangi gejala refluksi esofagitis. Cefozolin 1 gr/8 jam
golongan anti bakteri fungsi infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif
dan gram negatif (Midian, 2014).
B. Perumusan Masalah Keperawatan
Diangnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga daan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat Setiadi (2012).
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan terdiri dari 3 komponen
yaitu respon manusia (problem), faktor yang berhubungan (etiologi), tanda
dan gejala (simpton) Setiadi (2012).
Perumusan diagnosa keperawatan pada kasus ini didasarkan pada
keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada pasien. Dari
pengkajian pada Ny. S didapatkan keluhan utama nyeri pada paha kanan,
nyeri menjalarke lutut. Hasil pengkajian luka PQRST didapatkan data
subyektif pasien mengatakan pasien nyeri pada lengan kiri, nyeri pada luka
83
operasi, nyeri saat digerak-gerakkan. Nyeri seperti ditusuk-tusuk. Nyeri pada
lengankiri sampai. Skala nyeri 5 (sedang). Nyeri dirasakan tilang timbul
Selain data subyektif juga didapatkan data objektif sebagai berikut pasien
terlihat meringis menehan sakit, pasien selalu melindungi area nyeri
(lengan kiri).
Penulis mengambil diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post operasi fraktur humerus). Dimana sesuai teori nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
Association for the study of Pain):awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung ≤ 6 bulan Nurarif & Kusuma (2013).
Batasan karakteristik nyeri akut secara subyektif diungkapkan pasien
secara verbal atau melaporkan dengan isyarat, sedangkan secara obyektif
diungkapkan pasien dengan gerakan menghindar nyeri, pasien meringis
menahan sakit, pergerakkan terlihat sangat berhati-hati, pasien gelisah tidak
bisa, tidur napsu makan berkurang Nurarif & Kusuma (2013).
Penentuan etiologi dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera fisik (post operasi fraktur humerus) didasarkan pada pengkajian hasil
foto rongent yang menunjukkan terjadinya fraktur humerus medial sinistra,
dilakukan operasi ORIF (plate dan screw) di 1/3 tengah os humerus kiri.
84
Terpasang drainage dengan tip terproyeksi disoft tissue regio humerus kiri 1/3
tengah.
Perumusan diagnosa kedua didapat hasil pengkajian luka. Dimana
didapatkan data sebagai berikut : rubor kemerahan pada area sekitar luka
jahitan, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, tidak terdapat nanah,
balutan kering tidak ada rembesan,terdapat drainage pada luka berisi cairan
darah 5 cc, jahitan tampak rapi. Kolor area sekitar luka pada lengan kiri terasa
hangat. Dolor saat pengkajian pasien mengatakan nyeri skala 5 (sedang).
Tumor lengan kiri mengalami pembengkakan. Fungsio laesa terdapat
perubahan fungsi pada tangan kiri sebab pada lengan mengalami patah tulang,
pasien tidak mampu beraktivitas, digerak-gerakkan terasa nyeri. Hal ini sesuai
dengan teori dalam Brunner & Suddarth (2005) yang menyebutkan salah satu
tanda gejala fraktur adalah terjadinya pembengkakan lokal dan perubuhan
warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang
mengikuti fraktur.
Kerusakan integritas kulit merupakan perubahan / gangguan epidermis
dan/ atau dermis yang dapat dilihat dari batasan karakteristik kerusakan
lapisan kulit (dermis) dan gangguan permukaan kulit (epidermis), karena
medikasi maupun perubahan turgor kulit Nurarif & Kusuma (2013). Sehingga
penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan integritas kulit berhubungan
dengan medikasi (luka post operasi fraktur humerus).Penentuan etiologi dari
diangnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi (luka post
85
operasi fraktur humerus) didapatkan dari hasil pengkajian luka rubor, kolor,
dolor, tumor dan fungsio laesa.
Perumusan diagnosa ketiga didapatkan hasil pengkajian pada
ektremitas kiri atas mengalami kelemahan anggota gerak. Kekuatan otot 2
ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi, terdapat luka
operasi sejak tanggal 06 Januari 2016, pasien tampak kesulitan menggerak-
gerakan tangan kirinya, pasien meringis kesakitan ketika berlatih bergerak,
pergerakan sangat lambat, pasien tidak dapat beraktivitas.
Sehingga penulis mengambil diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot).
Dimana hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh atau satu atau lebih ektremitas secara mandiri dan terarah
(Nurarif & Kusuma, 2013). Batasan karakteristik hambatan mobilitas fisik
yaitu kesulitan membolak-balikkan posisi, aktivitas dibantu orang lain dan
alat, dispnea setelah beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan lambat,
(Herdman, 2014). Penentuan etiologi dari diangnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot)
berdasarkan pengkajian yang didapat yaitu pasien terlihat kesulitan
meggerak-gerakkan tangan kirinya, pasien terlihat terenggah-enggah setelah
latihan aktivitas pergerakan, pergerakan pasien sangat lambat, pasien belum
dapat beraktivitas secara mandiri. Tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 82
x/menit, RR 20 x/menit, S 36,2⁰C.
86
Pada pembahasan ini penulis mengambil tiga diagnosa yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus),
diangnosa kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan medikasi
(luka post operasi fraktur humerus), diangnosa ketiga hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan
otot). Hal ini sesuai dengan teori Nasrul Effendy (1995) dalam Wijaya &
Putri (2013).
C. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian
dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan
keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah
atau untuk memenuhi kebutuhan klien. Perencanaan yang tertulis dengan
baikakan memberi petunjuk dan arti pada asuhan keperawatan, karena
perencanaan adalah sumber informasi bagi semua yang terlibat dalam asuhan
keperawatan klien. Rencana ini merupakan sarana komunikasi yang utama,
dan memelihara continuitas asuhan keperawatan klien bagi seluruh anggota
tim (Setiadi, 2012).
Proses perencanaan keperawatan meliputi penetapan tujuan
perawatan, penetapan kriteria hasil, pemilihan intervensi yang tepat, dan
rasionalisasi dari intervensi dan mendokumentasikan rencana perawatan
(Setiadi, 2012).
87
Intervensi pada masalah keperawatan dengan diangnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), yaitu
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri
Ny. S berkurang bahkan hilang dengan kriteria hasil pasien mengungkapkan
penurunan rasa nyeri, skala nyeri turun menjadi 1, pasien merasa nyaman,
pasien mampu mengontrol nyeri, pasien terlihat rileks, pasien mampu
mengontrol nyeri dengan teknik non-farmakologi (tarik nafas dalam).
Penulis menuliskan intervensi sesuai dengan kriteria NIC (Nursing
Intervension Clacification) berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama
penulis menyusun perencanaan anatara lain kaji status nyeri pasien dengan
rasionaliasi untuk mengetahui skala nyeri pasien. Untuk mengetahui skala
nyeri pasien maka dalam mengkaji skala nyeri penulis menggunakan metode
pengkajian nyeri PQRST. Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang
menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk.
Region Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar / menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. Saverity (scale of
pain) : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri / pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya. Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari / siang hari.(Nasrul Effendy, 1995:2-3)
dalam Wijaya & Putri (2013).
88
Intervensi yang kedua adalah berikan kesempatan waktu istirahat bila
terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman dengan rasionalisasi
memberikan kenyamanan pada pasien untuk istirahat.
Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien untuk melakukan tarik
nafas dalam ketika nyeri muncul dengan rasionalisasi memberikan
kenyamanan pada pasien. Relaksasi nafas dalam merupakan kebebasan
mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat merubah persepsi
kognitif dan motivasi efektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat
mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau rasa nyeri stres fisik dan
emosi pada nyeri (Perry & Potter, 2005).
Intervensi yang keempat adalah kolaborasi pemberian obat analgesik
pereda nyeri (ketorolac) 30 mg/8 jam dengan rasionalisasi untuk mengobati
rasa nyeri. Pemberianketorolac 30 mg bertujuan untuk penatalaksanaan
jangka pendek myeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi
(Midian, 2014).
Masalah keperawatan yang kedua dengan diagnosa kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (pembedahan), yaitu
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil integritas kulit
yang baik bisa dipertahankan (elastisitas, temperatur, pigmentasi), tidak ada
luka / lesi pada kulit, perfusi jaringan baik, tidak ada tanda infeksi,
menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit, dan mencegah
89
terjadinya cidera berulang, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami (Nurarif & Kusuma, 2013).
Intervensi yang dilakukan pertama kali adalah observasi kulit akan
adanya kemerahan dengan rasionalisasi untuk mengetahui keadaan luka.
Intervensi yang kedua adalah bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering
dengan rasionalisasi mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka
pada area kulit. Intervensi yang ketiga adalah anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka operasi dengan
rasionalisasi mencegah nyeri akibat penggunaan pakaian yang ketat dan untuk
memberikan kenyamanan pasien (Nurarif & Kusuma, 2013).
Intervensi yang keempat adalah kolaborasi pemberian antibiotik
sesuai indikasi (advis dokter) dengan rasionalisasi untuk mencegah infeksi
pada area luka dan mempercepat penyembuhan. Antibiotik yang diberikan
pada Ny.S adalah cefozolin 1 gr/8 jam dengan tujuan untuk pencegahan
infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif
(Midian, 2014).
Masalah keperawatan yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan keengganan memulai pergerakan dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
melakukan aktivitas dengan aman dan mandiri dengan kriteria hasil pasien
meningkat dalam aktivitas fisik, pasien dapat memahami dan mengerti tujuan
dari peningkatan mobilitas, pasien mampu mengungkapkan perasaan dan
90
meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah, pasien mampu
memperagakan penggunaan alat bantu mobilisasi (Nurarif & Kusuma, 2013).
Intervensi yang pertama dilakukan adalah kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi dengan rasionalisasi untuk mengetahui kemampuan yang
dapat pasien lakukan. Intervensi yang kedua adalah latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan dengan
latihan Range of Motion aktif dan pasif untuk meningkatkan kekuatan otot,
Range of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk
mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan
masa otot dan tonus otot. Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM
merupakan salah satu bentuk rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif
untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien Fraktur (Ichanner’s, 2009).
Pemberian terapi latihan berupa gerakan pasif sangat bermanfaat
dalam menjaga sifat fisiologi dari jaringan otot dan sendi. Latihan ini dapat
diberikan sedini mungkin untuk menghindari adanya komplikasi akibat
kurang gerak, seperti adanya kontraktur, kekakuan sendi, dan lain-lain.
Pemberian ROM dapat diberikan dalam berbagai posisi, seperti tidur
terlentang, tidur miring, tidur tengkurap, duduk, berdiri atau posisi sesuai
dengan alat latihan yang digunakan (Irfan, 2012).
Intervensi yang ketiga adalah ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan dengan rasionalisasi untuk
menambah wawasan dalam meningkatkan kekuatan otot.Intervensi yang
91
keempat adalah kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi dengan
rasionalisasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/ meningkatkan mobilitas pasien (Nurarif & Kusuma, 2013).
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari
intervensi keperawatan antara lain : mempertahankan daya tahan tubuh,
mencegah komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, mencegah
komplikasi, menemukan perubahan sistem tubuh, memantapkan hubungan
klien dengan lingkungan, implentasi pesan dokter (Setiadi, 2012).
Implementasi dilakukan dari perencanan yang disusun sebelumnya.
Berikut ini pembahasan implentasi dari masing-masing diangnosa:
Diangnosa keperawatan yang pertama adalah nyeri akut berhubugan
dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur humerus), implementasi yang
dilakukan pada tanggal 7, 8, 9 Januari 2016, adalah mengkaji status nyeri
pasien PQRST, Pengkajian nyeri PQRST didapatkan. Pasien mengatakan
nyeri padalengan kiri, nyeri saat digerak-gerakkan, nyeri pada area luka
operasi, seperti ditusuk – tusuknyeri dirasakan pada lengan kiri pada area
operasi skala nyeri 5 (sedang) nyeri dirasakan hilang timbul. Pasien tampak
menahan sakit jika ingin berganti posisi, pasien meringis kesakitan, pasien
tampak melindungi area luka,pasien sangat berhati-hati menggerakkan tangan
kirinya.
92
Metode sesuai teori Nasrul Effendy (1995:2-3) dalam Wijaya & Putri
(2013).PQRST meliputi Provoking inciden : Apakah ada peristiwa yang
menjadi factor prepitasi nyeri.Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang
dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut / menusuk. Region
Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar /
menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.Saverity (scale of pain) : Seberapa
jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri / pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari / siang hari.
Mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam ketika nyeri
muncul. Penulis menekankan pada pemberian teknik relaksasi nafas dalam
untuk menurunkan nyeri,dimana teknik relaksasi nafas dalam adalah salah
satu dari tindakan keperawatan dalam menurunkan nyeri, Syaiful &
Rachmawan (2014), teknik relaksasi nafas dalam terbukti sangat efektif untuk
menurunkan nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga sangat mudah dilakukan
tanpa menggunakan alat bantu.
Relaksasi nafas dalam melibatkan sistem otot dan respirasi tidak
membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-
waktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih lama. sesuai
dengan teori Syaiful & Rachmawan (2014)Penulis melakukan teknik
relaksasi nafas dalam ini selama 3 hari pengelolaan, dan selama 1 hari berikan
teknik relaksasi 2 kali.
93
Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis mendapatkan data sebagai
berikut pada hari pertama skala nyeri 5, hari kedua skala nyeri 3, hari ketiga
skala nyeri 2. Hal ini sesuai dengan teori dalam jurnal Syaiful & Rachmawan
(2014) dimana dalam setiap implementasi mengalami penurunan skala nyeri.
Manfaat dari melakukan tarik nafas dalam adalah penurunan nadi,
penurunan ketegangan otot, penurunan kecepatan metabolisme, peningkatan
kesadaran global, perasaan damai dan sejahtera dan periode kewaspadaan
yang santai (Perry & Potter, 2006). Dalam pengelolaan kasus ini setelah
diberikan implementasi mengajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas
dalam ketika nyeri muncul dalam 3 hari pengelolaan ini skala nyeri pasien
mengalami penurunan, hal ini sesuai dengan jurnal Syaiful & Rachmawan
(2014) bahwa teknik relaksasi nafas dalam efektif dalam menurunkan skala
nyeri pada pasien post operasi fraktur humerus.
Mengkolaborasikan pemberian obat analgesik pereda nyeri ketorolac
30mg/8jam. Dimana obat analgesik ketorolac berfungsi untuk penatalaksnaan
jangka pendek nyeri akut derajat sedang – berat segera setelah operasi
(Midian, 2014).
Memberikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri.Pada pasien
post operasi seringkali mengalami nyeri hebat meskipun tersedia obat-obatan
analgesik yang efektif, namun nyeri post operasi tidak dapat diatasi dengan
baik, sekitar 50% pasien tetap mengalami nyeri sehingga dapat mengganggu
kenyamanan pasien (Wals, 2008).
94
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi)
implementasi yang dilakukan pada tanggal 7, 8, 9, Januari 2016 adalah
mengkolaborasikan pemberian obat cefozolin 1 gr/8 jam. Dimana fungsi obat
cefozolin adalah untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif dan
gram negatif (Midian, 2014).
Mengobservasi kulit akan adanya tanda-tanda infeksi. Melihat tanda-
tanda infeksi atau peradangan diantaranya adalah rubor (kemerahan), color
(panas), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan fungsio laesa terganggu, ini
sesuai dengan teori Price, A dan L.Wilson (2006) yaitu sistem pertahanan
tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedik infeksi
dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat. Mengajurkan pasien untuk menggunakan
pakaian longgar (terbuka dengan slimut),Menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering dimana pada Ny.S ganti balut dilakukan dua hari sekali
sesuai dengan advis dokter.
Diangnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Menurut
Muttaqin (2008), kekuatan otot adalah perbandingan antara kemampuan
pemeriksa dengan kemampuan untuk melawan tahanan volunteer secara
penuh dari klien.
95
Implementasi yang dilakukan pada tanggal 6, 7, 8 adalah mengkaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi. Hambatan mobilisasi fisik merupakan
keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri dan terarah (Heardman, 2014).
Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, Derajat 0 Artinya otot
tak mampu bergerak/lumpuh total, misalnya jika tapak tangan dan jari
mempunyai skala 0 berarti tapak tangan dan jari tetap saja ditempatkansudah
diperintahkan untuk bergerak. Derajat 1 Terdapat sedikit kontraksi otot,
namun tidak didapatkan gerakkan pada persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut. Derajat 2 Dapat menggerakan otot atau bagian yang
lemah sesuai perintah misalnya tapak tangan disuruh telungkup atau lurus
bengkok tapi jika ditahan sedikit saja sudah tak mampu bergerak. Derajat 3
Dapat menggerakkan otot daengan tahanan minimal misalnya dapat
menggerakan tapak tangan dan jari. Derajat 4 Tangan dan jari dapat
bergerak dan dapat melawan hambatan yang ringan. Derajat 5 Bebas
bergerak dan dapat melawan tahanan yang setimpal (normal),
(Sjamsuhidajat & De Jong, 2010).
Melatih pasien untuk memulai menggerak-gerakkan tangan kirinya.
Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari rawat dan mengurangi
resiko-resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,
kekakuan/penegangan otot-otot diseluruh tubuh dan sirkulasi darah dan
pernafasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih.
Sering kali dengan keluhan nyeri, klien tidak mau melakukan mobilisasi
96
ataupun tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat sebagai
edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu
komplikasi yang tidak diinginkan (Carpenito, 2009).
Memberikan pasien latihan Range of Motion Aktif dan Pasif, Range
of Motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian
secara normal dan lengkap untuk meningkatkan masa otot dan tonus otot.
Mobilisasi persendian dengan latiohan ROM merupakan salah satu bentuk
rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya
kecacatan pada pasien fraktur (Ichanner’s, 2009).
Tujuan Range of Motion (ROM) seperti teori Potter dan Perry, 2006
adalah mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekutan otot,
memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah
kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur, mempertahankan fungsi jantung
dan pernafasan sedangkan manfaat latihan rom menurut Mutaqqin,2008
adalah mempertahankan tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi,
memperbaiki toleransi otot untuk latihan, meningkatkan masa otot,
mengurangi kehilangan tulang.Dalam 3 hari pengelolaan ini penulis
mendapatkan data sebagai berikut pada hari pertama keuatan otot 2, hari
kedua skala nyeri 3, hari ketiga skala nyeri 4. Hal ini sesuai dengan teori
dalam teori Potter dan Perry, (2006) dimana dalam setiap implementasi
mengalami peningkatan kekuatan otot dan fungsi gerak.
97
Melatih pasien untuk duduk di bed tidur. Melatih dan mengembalikan
aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat
memenuhi kebutuhan gerak harian seusai dengan teori, Irfan, (2012).
Untuk implementasi selanjutya adalah pemberian quisioner kepada
pasien untuk menilai tingkat kepuasan pasien pada pelayanan yang telah
diberikan, didapatkan hasil setelah 3 hari pengelolaan pada Ny. S dengan
post ORIF fraktur humerus medial sinistra dengan pemberian latihan ROM
aktif dan pasif yang diberikan selama 3 hari secara berturut turut didapatkan
hasil efektif terhadap peningkatan kekuatan otot dan fungsi gerak serta
meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap pasien. sesuai jurnal yang penulis
gunakan yaitu pengaruh penatalaksanaan terapi latihan terhadap kepuasan
pasien post op fraktur oleh Hendrik Damping 2012 di RSUP PROF. DR. R.D
Kandaou Manado terkait juga dengan teori bahwa kepuasan dapat diartikan
sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaaan seseorang karena
mendapatkan pelayanan suatu jasa yang berhubungan dengan berbagai aspek
antaranya mutu pelayanan yang diberikan, kecepatan pemberian pelayanan
dalam hal ini latihan ROM aktif dan Pasif, prosedur serta sikap yang
diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri.
E. Evaluasi
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
98
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Setiadi, 2012).
Evaluasi dilakukan setiap hari diakhir shift dengan metode SOAP.
Diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(post operasi fraktur humerus) pada tanggal 7 Januari 2016, pasien
mengatakan nyeri, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat
digerak-gerakkan. Quality nyeri seperti ditusuk-tusuk. Region nyeri dibagian
paha kanan sampai lutut. Scale pasien mengatakan skala nyeri 5. Time nyeri
hilang timbul dan saaat digerakkan. Objektif keadaan pasien terlihat meringis
menahan nyeri, pasien sangat berhati-hati bila ingin bergerak. Analisa
masalah belum teratasi karena belum sesuai dengan criteria hasil yang
diharapkan, klien masih terlihat meringis kesakitan, menahan nyeri, dan skala
nyeri 5 (sedang). Planning lanjutkan intervensi seperti kaji status nyeri
pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien
untuk melakukan tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik
pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.
Evaluasi pada tanggal 8 Januari 2016, dengan diagnosa yang pertama
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur
humerus). Evaluasi keperawatan yang didapatkan pasien mengatakan nyeri
sedikit berkurang, Provacate nyeri pada luka jahitan operasi, nyeri pada saat
digerak-gerakkan. Quality nyeri terasa senut-senut. Region nyeri dibagian
99
paha kanan. Scale pasien mengatakan skala nyeri 3. Time nyeri hilang timbul
dan saat digerakkan. Objektif, keadaan pasien terlihat sedikit nyaman, tidak
banyak keluhan, Analisa keperawatan belum teratasi karena belum sesuai
dengan criteria hasil yang diharapkan, skala nyeri 3 (sedang).
Planning lanjutkan intervensi seperti kaji status nyeri pasien, berikan
kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri, ajarkan pasien untuk melakukan
tarik nafas dalam, kolaborasi pemberian obatt analgesik pereda nyeri
ketorolak 30mg/8 jam.
Evaluasi pada tanggal 9 Januari 2016, dengan diangnosa yang pertama
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi fraktur
humerus). Evaluasi keperawatan yang didapatkan adalah pasien mengatakan
nyeri sudah sangat berkurang, Provacate digerak-gerakkan sudah tidak
begitu nyeri. Quality nyeri terasa sengkring-sengkring. Region pada paha
kanan area operasi. Scale pasien mengatakan skala nyeri 2. Time nyeri hilang
timbul dan saat digerakkan. Objektif, keadaan pasien terlihat tenang, nyaman,
ekspresi wajah santai. Analisa keperawatan teratasi sebagian karena criteria
hasil yang diharapkan telah terpenuhi pasien terlihat nyaman, skala nyeri 2
(ringan). Planning lanjutkan intervensi anjurkan pasien untuk melakukan
tarik nafas dalam saat nyeri muncul saat dirumah, kolaborasi pemberian obat
analgesik pereda nyeri ketorolak 30mg/8 jam.
Hasil dari setiap evaluasi per hari pasien mengalami penurunan skala
nyeri, hal ini sudah sesuai dengan jurnal Syaiful & Rachmawan (2014)
100
dengan penelitian efektifitas relaksasi nafas dalam dan distraksi baca
menurunkan nyeri pasca operasi pasien fraktur.
Diangnosa yang kedua kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
faktor mekanik (adanya jahitan post operasi). Data subjektif pasien
mengatakan terdapat luka operasi pada paha kanan, data objektif panjang luka
jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka kering,tidak ada rembesan,
tidak ada nanah, terpasang drainage berisi darah 5 cc, area jahitan kemerahan.
Analisa masalah belum teratasi karena area luka masih menunjukan
kemerahan (rubor) dan pembengkakan pada area luka (tumor). Planning
dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya kemerahan tanda dan
gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan dan lakukan ganti balut
pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap terbuka tidak dibalut
sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian longgar,
kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi (advis dokter).
Evaluasi kedua dengan diagnosa kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi). data
subjektif pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri, data
objektif panjang luka jahitan 15 cm dengan jumlah jahitan 18, luka kering,
tidak ada rembesan, tidak ada nanah, terpasang drain berisi darah 5 cc lepas
drainage area luka kemerahan (rubor). Analisa masalah belum teratasi karena
masih menunjukan area luka kemerahan (rubor) dan pembengkakan di area
luka (tumor). Planning dilanjutkan yaitu observasi luka/kulit akan adanya
kemerahan tanda dan gejala infeksi pada area insisi, bersihkan area jahitan
101
dan lakukan ganti balut pada interval waktu yang sesuai/ biarkan luka tetap
terbuka tidak dibalut sesuai program, anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian longgar, kolaborasi pemberian antibiotik sesuai medikasi
(advis dokter).
Evaluasi ketiga dengan diagnosa kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik (adanya jahitan post operasi). data
subjektif pasien mengatakan paha kanannya terdapat jahitan operasi, objektif
pasien tenang, panjang jahitan 15 cm dengan 18 jahitan, balut kering, tidak
ada nanah drain sudah terlepas. Analisa masalah keperawatan teratasi karena
sudah sesuai criteria hasil yang diharapkan tidak ada tanda tanda infeksi tidak
ada nanah luka kering. Planning dihentikan.
Diagnosa yang ketiga adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot). Data subjektif
pasien mengatakan tangan kiri terasa kaku habis operasi, saya takut untuk
bergerak-gerak nanti terasa nyeri, objektif pergerakan pasien sangat hati-hati,
pasien tidak dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot ekstremitas kiri
atas 2. Analisa belum teratasi, tangan kiri pasien tampak kaku,kekuatan otot
2, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri. Planning dilanjutkan yaitu
kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, Latih pasien Range of
Motion aktif dan pasif, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
102
Evaluasi hari kedua dengan diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot).
Data subjektif pasien mengatakan tangan kiri terasa kaku untuk digerakkan,
objektif pasien terlihat dapat sedikit menggerakkan lengan kirinya secara
abduksi-aduksi, fleksi-ekstensi, kekuatan ekstremitas kiri atas 3, mampu
duduk di tempat tidur,. Analisa belum teratas , tangan kiri pasien tampak
kaku,kekuatan otot 3, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri.
Plenning dilanjutkan yaitu kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih
pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
Evaluasi hari ketiga pada diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengankerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot).
Data subjektif pasien mengatakan tangan kiri sudah dapat digerak-gerakan,
ditekuk-tekuk abduksi-aduksi, objektif pasien mempraktekkan kakinya
digerak-gerakan, ditekuk-tekuk abduksi –aduksi, kekuatan otot ekstremitas
kiri atas 4. Analisa teratasi sebagian, tangan kiri pasien tampak sudah dapat
digerak gerakkan ditekuk tekut abduksi aduksi, fleksi-ekstensi, kekuatan otot
4, pasien belum dapat beraktivitas secara mandiri. Planning lanjutkan
intervensi. Anjurkan pasien melaltih ROM pada eksteremitas kiri atas selama
dirumah.
Evaluasi hari ketiga pada pemberian quisioner untuk menilai tingkat
kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan dalam hal ini pemberian
103
latihan ROM aktif dan pasif, disini penulis menyimpulkan pasien sangat puas
oleh latihan dan hasil yang didapatkan salama masa perawatan di rumah sakit
DR. Moewardi yang sebelumnya tidak diberikan oleh perawat, mengacu
kepada teori Budiharto (2008), Kepuasan adalah tingkat rasa puas seseorang
setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan
dengan harapanya. Jadi kepuasan atau ketidakpuasan adalah kesimpulan dari
interaksi antara harapan dan pengalaman sesudah memakai jasa atau
pelayanan yang diberikan. Upaya untuk mewujudkan kepuasaan pelanggan
total bukanlah hal yang mudah menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total
tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu.
104
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
implementasi dan evaluasi tentang pemberian latihan ROM aktif dan pasif
terhadap kepuasan pelayanan pasien pada asuhan keperawatan Ny. S dengan post
orif humerus medial sinistra di ruang mawar II RS Dr. Moewardi secara metode
studi kasus, maka dapat ditarik kesimpulan
A. KESIMPULAN
Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pengkajian
Ny. S mengatakan nyeri saat tangan kiri digerak-gerakkan, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5 (sedang), nyeri dirasakan hilang
timbul. Pasien terlihat meringis menahan sakit, pergerakkan terlihat
sangat hati-hati, pasien selalu melindungi area nyeri.
Pasien mengatakan terdapat luka operasi pada lengan kiri. Data
objektif didapatkan panjang luka jahitan ± 15 cm, tidak ada rembesan,
tidak ada nanah, jumlah jahitan 18, darah drain 5 cc.
Pasien mengatakan badan lemas, ketika bangun tidur dan duduk
badan terasa ingin jatuh, pasien terlihat kesulitan menggerakkan tangan
kirinya, pasien tidak mampu berjalan.
105
Pola aktivitas seperti makan/minum, berpakaian, mobilisasi
ditempat tidur, dan ambulasi didapat score 2 atau dibantu dengan orang
lain, sedangkan aktivitas seperti toileting dan berpindah didapat score 3
atau dibantu orang lain dan alat.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang muncul dan sebagai keperawatan
prioritas adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post
ORIF fraktur humerus medial sinistra). Masalah keperawatan kedua yang
muncul adalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor
mekanik (pembedahan). Masalah keperawatan yang ketiga adalah
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskulokeletal
(penurunan kekuatan otot).
3. Intervensi
Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(post ORIF fraktur humerus medial sinistra) adalah kaji status nyeri
pasien, berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan
posisi yang nyaman, ajarkan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam
ketika nyeri muncul, kolaborasi pemberian obat analgesik pereda nyeri
(ketorolak 30 mg/8 jam ).
Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
faktor mekanik (pembedahan) adalah observasi kulit akan adanya
106
kemerahan, bersihkan kulit agar tetap bersih dan kering, anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar terutama pada area luka
operasi.
Intervensi keperawatan yang dapat diambil untuk menyelesaikan
masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan muskulokeletal (penurunan kekuatan otot) adalah kaji
kemampuan pasien dalam mobilisasi, latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADL secara mandiri sesuai kemampuan, beri latihan ROM
aktif dan pasif, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan pada Ny.S
dengan post ORIF fraktur humerus medial sinistra adalah sesuai dengan
intervensi yang sudah dibuat dan lebih mengoptimalkan pemberian
relaksasi nafas dalam untuk menurunkan nyeri pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan yang didapat setelah 3 hari pengelolaan
pada Ny. S dengan post ORIF fraktur humerus medial sinistra adalah
masalah nyeri akut belum teratasi, masalah kerusakan integritas kulit
dapat teratasi, masalah hambatan mobilitas fisik dapat teratasi sebagian.
6. Analisa
Pemberian latihan ROM aktif dan pasif yang diberikan selama 3
hari secara berturut turut sangat efektif terhadap peningkatan kekuatan
107
otot dan fungsi gerak serta meningkatkan kepuasan pelayanan terhadap
pasien post orif fraktur humerus medial sinistra yang biasanya tidak
diberi latihan ROM oleh perawat.
B. SARAN
Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberi saran sebagai
berikut :
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien lebih
optimal dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan institusi pendidikan memberikan kemudahan dalam
pemakaian sarana dan prasarana yang merupakan fasilitas bagi
mahasiswa untuk menggembangkan ilmu pengetahuan dan
keterampilannya dalam melalui praktik klinik dan pembuatan laporan.
3. Bagi Penulis Selanjutnya
Diharapkan penulis dapat menggunakan atau memanfaatkan
waktu lebih efektif, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan
pada pasien secara optimal.
108
DAFTAR PUSTAKA
AminHuda Nurarif, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc
Budiharto, 2008.Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta :Egc
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnose Keperawatan, Edisi 6. Jakarta :Egc
Damping, H, Hendrik. 2012. Pengaruh Penatalaksanaan Terapi Latihan Terhadap Kepuasan
Pasien Fraktur di Irina A Blu RSUP Prof. DR. RD. Kandou Manado vol 1 no 1
Harahap. I. A. 2011. Perilaku Nyeri, Fenomena Harian Yang Dihadapi Perawat, What We
Can Do? Dalam Evidance Based Dalam Praktik Pelayanan Keperawatan.
Prosiding. Medan: Fakultas Keperawatan USU.
Haryanti, K Dan Hadi, S. 2008. Hubungan Persepsi Mutu Pelayanan Dan Mulai Konsumen
Dengan Kepuasan Konsumen. Semarang :Psikodimensia
Http://Www.Lontar.Ui.Ac.Id/File?File=Digital/20281386. Diakses Pada Tanggal
13 Desember 2015
Ichaner’s. 2009. Pengetahuan Perawatan Tentang Mobilisasi Dini. Jakarta :Egc
Irfan, Muhamad. 2012. Fisioterapi Bagi Insan Stroke.Yogyakarta :GrahaIlmu
Jitowiyono S. & Kristiyanasari W.2012.Asuhan Keperawatan Post Operasi Edisi2.Nuha
Medika. Yogyakarta
Jitowiyono S. dan Kristiyanasari.W.2012.Asuhan Keperawatan Post Operasi.2nd
ed. Nuha
Medika, Yogjakarta.
Junadi, P. 2007. Survei Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit. Jakarta : Seminar Rspad Gatot
Subroto
Lewis, Et Al. 2011. Medical Surgical Nursing AssesmentAnd Management Of Clinical
Problems Volume 2. Mosby: Elsevier
Lukman, Ningsih N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Muskulokiletal. Jakarta :SalembaMedika
Midian Sirait.2014.ISO InformasiObatIndonesia Volume 48.Isfi:Jakarta
Mustawan, Zulaik. 2008. Hubungan Penggunaan Mekanisme Koping Dengan Intensitas
Nyeri Pada Pasien Post OperasiFraktur femur di Unit Orthopedi RSU Islam
Kustati Surakarta. Skripsi. Surakarta:
FakultasIlmuKedokteranUniversitasMuhammadiyah Surakarta.
109
Muttaqin, M Dan Kustap, (2008). Asuhan Keperawatan Gangguan Muskulokeletal. Jakarta :
EGC
Notoadmodjo, S. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta :RinekaCipta
Nurarif H.A & Kusuma .2013.NANDA NIC-NOC.Jilid 1.Med Action.Yogyakarta.
Potter, P. A,.& Perry, A. G. 2006.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan
Praktek Volume2, Edisi 4. Egc. Jakarta
Price, Sylvia dan Wilson Lorraine, M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit.Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran . Jakarta: EGC.
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi Edisi Ketiga. Pt.Yarsif
Watampone. Jakarta
Ropyanto, Chandra. 2011.Analisis Factor-Faktor Yang BerhubunganDengan Status
Fungsional Pasien Paska Open Reduction Internal Fixation (Orif) Fraktur
Ekstremitas Bawah Di Rs. Ortopedi Prof. Soeharso Surakarta ,Jurnal Ilmiah
Kesehatan.
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan. Graha Ilmu :
Jogjakarta
Sjamsuhidajat, R & Jong, W.D. 2010.Buku Ajar IlmuBedah, Edisi 2.Egc. Jakarta
Syaiful Y. & Rachmawan S. H. 2014.Efektifitas Relaksasi Nafa Dalam dan Distraksi Baca
Menurunkan Nyeri Pasca Operasi Pasien Fraktur Femur. 5(2):101-107.
Syamsuhidayat R. De Jong Wim, 2005.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Tamsuri A. 2007. KonsepdanPenatalaksanaanNyeri.BukuKedokteran: EGC.
T. Heather Herdman, PhD, Rn. Nanda Internasional Diagnosa Keperawatan Definisidan
Klasifikasi 2012-2014. EGC.Jakarta
Wals. 2008.Distraksi dan Relaksasi Suatu Teknik Untuk Mengatasi Nyeri. Jakarta: Salemba
Medika, hal 112.
Wartonah dan Tarwoto. 2005.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: SalembaMedik.
Wijaya, A., SaferidanPutri, M., Yesse.2013.KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep.1nd
ed. Nuha Medika. Yogyakarta.
Recommended