View
752
Download
114
Category
Preview:
DESCRIPTION
Antasida DOEN
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA SEDIAAN LIKUIDA
SEMESTER V TAHUN 2007 / 2008
FORMULASI SEDIAAN ANTASIDA
PEMBIMBING :
Dra. TUTIEK PURWANTI, M.Si., Apt
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III GOLONGAN SENIN PAGI
1. MADE ARY SARASMITA ( 050513146 )2. ANA NURLAILI HIDAYAH ( 050513172 )3. JOSEPHINE PARAMITA A. ( 050513240 )4. NOVA MEI INDIRIANI ( 050513248 )5. YUNITA WINDA UTARI ( 050513252 )6. ANITA SETYAWATI ( 050513260 )7. NANDHIA BUDIARNI ( 050513272 )8. BETY NURFIA P. ( 050513282 )9. IKA DIAN NURFIATIN ( 050513290 )10. AFED HARTANTO ( 050513292 )11. RIDHA ALDY Z. ( 050513298 )12. IMANDA DYAH R. ( 050513300 )13. VORY DEWI YURIKASARI ( 050513318 )14. FENDIKA DWI YUDHA ( 050513328 )15. YUSI WIDYA A. ( 050513147 )
BAB I
PENDAHULUAN
Mukosa lambung, pilorus dan kardia mengeluarkan mukus, sehingga mukosanya
tahan dengan asam lambung. Sel parietal di fundus dan korpus mengeluarkan HCl dan
chief sel mengeluarkan pepsinogen. Pepsinogen dikatalisis oleh HCl menjadi pepsin,
suatu enzim proteolitik. Bila produksi asam lambung dan pepsin yang bersifat korosif
tidak berimbang dengan sistem gastroduodena, maka akan terjadi tukak peptik di
esofagus, lambung atau/dan duodenum.
Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk
menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak mengurangi volume HCl yang
dikeluarkan lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Kapasitas
menetralkan asam dari berbagai antasida pada dosis terapi bervariasi, tapi pada umumnya
pH lambung tidak lebih dari 4, yaitu keadaan yang jelas menurunkan aktivitas pepsin,
kecuali bila pemberiannya sering dan terus menerus. Mula kerja anasida sangat
bergantung pada kelarutan dan kecepatan neralisasi asam, sedangkan kecepatan
pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya.
Antasida dibagi dalam dua golongan yaitu antasida sistemik dan non sistemik.
Antasida sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorbsi dalam usus halus sehingga
menyebabkan urine bersifat alkalis, pada pasien dengan kelainan ginjal dapat terjadi
alkalosis metabolik, serta penggunaan kronik natrium bikarbonat memudahkan
nefrolitiasis fosfat. Sedangkan antasida non sisteik hampir tidak diabsorbsi dalam usus
sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh antasida non sistemik ialah
sediaan magnesium, aluminium dan kalsium.
Seperti yang telah disebutkan di atas, HCl disekresi oleh sel parietal di bagian
kanalikuli. Proses sekresi tersebut melalui 3 fase, yaitu :
1. fase chepalic : dihubungkan oleh vagus dan merupakan hasil dari aktivitas
Susunan Saraf Pusat melibatkan rangsang bau dan rasa.
2. fase gastris : dihubungkan oleh saraf lokal dan refleks diawali oleh rangsangan
kimia ( seperti hasil pencernaan pada reseptor di mukosa ).
3. fase intestinal : diawali oleh rangsangan kimia pada duodenum.
1
Sedangkan faktor-faktor yang dapat merangsang HCl pada sel parietal adalah
gastrin ( hormon ), acetilcholine ( neurotransmiter dari parasimpatis ), dan histamin
( hormon lokal, dengan reseptornya H2 ). Mekanisme sekresi HCl secra terperinci adalah
sebagai berikut :
2
Memompa ion H+ ke dalam lumen kanalikuli secara transport aktif dengan dikatalisis enzim H+ - K+ - ATPase, berikatan dengan ion Cl- dalam lumen kanalikuli
Stimulus / rangsang
sistem saraf
Asetilkolin
(parasimpatis)
H2 Gastrin
M2 ReseptorH2 Reseptor Reseptor gastrin yang spesifik
Menstimulasi sel parietal
HCl
Ada dua faktor kemungkinan yang menjadi penyebab gastritis :
1. Sistem pertahanan mukosa gastroduodenal yang lemah.
Mukosa lambung dilapisi oleh lapisan mukus dan bikarbonat yang melindungi
dari HCl dan pepsin. Bila kondisi mukosa terganggu, misalkan akibat pemberian
alkohol, cuka, anti inflamasi non steroid dan kortikosteroid serta infeksi dari
bakteri Compylobacter pylori, maka akan meningkatkan kemungkinan iritasi oleh
HCl dan pepsin yang bersifat korosif.
2. Sekresi asam lambung yang berlebih.
Dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya : ketidakseimbangan hormon
gastrin, jumlah sel parietal yang banyak, kelainan dalam pompa H+ pada lumen
kanalikuli atau bisa juga disebabkan oleh kerja saraf parasimpatis yang terlalu
berlebihan ( misal karena rangsangan kofein ).
Salah sau terapi gastritis adalah dengan menetralkan asam lambung yang berlebih
sehingga mukosa lambung masih mampu mentolerir sifat korosif HCl-Pepsin,
kemungkinan iritasi dapat diminamilisir, tetapi lambung tetap dapat menjalankan
fungsinya mencerna makanan dengan baik, yaitu dengan terapi antasida
Cara pemakaian antasida adalah sebagai berikut :
1. Sebelum makan.
Kondisi HCl yang berlebih dalam lambung mampu mengaktifkan pepsinogen
menjadi pepsin dalam jumlah banyak, padahal pepsin merupakan enzim proteolitik yang
mampu merusak lapisan mukosa bila kadarnya terlalu tinggi. Bila dalam kondisi
abnormal tersebut lambung terisi penuh oleh makanan, maka gesekan mekanik antara
mukosa dengan makanan akan menimbulkan iritasi yang ditandai dengan rasa nyeri /
perih pada lambung dan refleks ingin mengeluarkan makanan kembali ( mual muntah ).
2. Sebelum tidur.
Pada saat tidur, saraf parasimpatis tetap aktif bekerja, neurotransmitet asetil kolin
pun tetap dilepaskan pada GI tract. Akibatnya, HCl terus disekresi dan motilitas lambung
tetap berjalan. Dalam keadaan kosong, ada bagian mukosa lambung yang saling
berlekatan ; dengan adanya pepsin, suasana asam dan motilias ; tidak menutup
kemungkinan terjadi iritasi pada kedua lapisan mukosa yang berlekatan tersebut.
3
Sehingga antasida diberikan sebelum tidur untuk menetralkan HCl yang mungkin
berlebih, kadar pepsin yang diaktivasi menjadi lebih sedikit dan keadaan yang tidak
menguntungkan di atas dapat dihindari.
Dalam pengobatan tukak peptik, antasida memegang peranan penting di samping
berbagai cara pengobatan lain. Dengan pemberian antasida, nyeri lambung pasien akan
hilang, tetapi tidak berarti pasien dalam tahap penyembuhan, sehingga bahaya perforasi
tetap ada.
Kegagalan pengobatan simptomatik tukak peptik dengan antasida disebabkan
karena : frekuensi pengobatan yang tidak adekuat, dosis yan diberikan tidak cukup,
pemilihan sediaan yang tidak tepat dan sekresi asam lambung di waktu tidur yang tidak
terkontrol. Hal-hal berikut dapat digunakan sebagai pedoman penggunaan antasida :
1. penggunaan antasida sistemik jangka panjang sebaiknya dihindari.
2. bentuk suspensi mula kerjanya lebih cepat daripada bentuk tablet.
3. urutan daya netralisasi asam oleh antasida dari yang tingi ke yang rendah adalah :
kalium karbonat, magnesium karbonat, magnesium oksida dan magnesium
hidroksida, dihidroksi aluminium asetat atau dihidroksi aluminium natrium
kabonat.
4. campuran dua atau lebih antasida tidak lebih baik daripada 1 macam antasida.
Pada pasien tukak peptik yang berat, pengobatan dengan antasida perlu dilakukan
bersamaan dengan segala usaha pengobatan lainnya yaitu diet yang seimbang, istirahat,
psikoterapi dan pemberian antikolinergik.
4
TINJUAUAN BAHAN AKTIF SEDIAAN ANTASIDA
SENYAWA AKTIF KARAKTERISTIK FISIKA KARAKTERISTIK KIMIA
1.Natrium Bikarbonat
( NaHCO3 )
FI III hal 424
FI IV hal 601
2.Aluminium Hidroksida
Al ( OH )3
Martindale 28th ed hal 73
3. Kalsium Karbonat
( CaCO3 )
Martindale 28th ed hal 76
H.P.Excipient hal 68
BM = 84,01. Pemerian :
Serbuk hablur/putih,
monoklin kecil, buram, tidak
berbau. Kelarutan : larut
dalam 11 bagian air dengan
mengalami dekomposisi
secara perlahan, praktis tidak
larut dalam etanol 95 % p.
Stabil di udara kering,
namun pada udara lembab
akan terurai.
Pemerian : serbuk putih,
tidak berbau, tidak berasa,
serbuk amorf dengan
agregat. Kelarutan : praktis
tidak larut dalam air dan
alkohol, larut dalam asam
mineral dan larutan alkali.
BJ 100,09. Pemerian : serbuk
putih, tidak berbau dan
berasa, monokristalin.
Kelarutan : praktis tidak larut
dalam air, sedikit larut dalam
air yang mengandung CO2
atau garam amonium, praktis
tidak larut dalam alkohol,
- 4 % suspensi dalam air
memiliki pH tidak lebih
dari 10.
- Baik digunakan dengan
kombinasi Mg(OH)2
- CaCO3 mengabsorbsi
kelembapan pada suhu
25C.
- PH = 9 ( dalam dispersi
air 10% w/v )
5
4. Magnesium hidroksida
Mg ( OH )2
Martindale 28th ed hal 82
5.Magnesium Trisilikat
Mg2Si2O3.nH2O
Martindale 28th ed hal 83
6. Magnesium Karbonat
( MgCO3 )
H.P.Excipient hal 347
larut dengan effervescent
dalam asam. Stabil dalam
udara kering.
Pemerian : serbuk putih,
amorf, tidak berbau, tidak
berasa. Kelarutan : praktis
tidak larut dalam air, alkohol,
eter, kloroform, larut dalam
asam encer.
Pemerian : serbuk hablur,
putih, tidak berbau, sedikit
higroskopis. Kelarutan :
praktis tidak larut dalam air
dan alkohol. BJ anhidrus =
260,86.
Pemerian : massa berwarna
putih, mengkilat, serbuk,
agak berasa dan tidak
berbau, tapi karena daya
absorbsinya yang tinggi,
MgCO3 dapat mengabsorbsi
bau. Stabil pada daerah
kering dan cahaya.
- sedikit mengabsorbsi
CO2 dari udara.
Inkompatibilitas dengan
tetrasiklin, parasetamol, metil
paraben, propil paraben, asam
mineral.
Inkompatibilitas dengan
penobarbital Na, larutan
diazepam pada PH > 5.
PH Disolusi = 7,4.
6
Jadi bahan aktif yang terpilih adalah : Kombinasi Al ( OH )3 dan Mg ( OH )2
Alasan :
1. Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya panjang.
2. Mg ( OH )2 dan Al (OH)3 merupakan antasida non sistemik, dimana pemberian
antasida non sistemik relatif lebih aman daripada pemberian sistemik. ( contoh
antasida sistemik : natrium bikarbonat ).
3. Pemberian Al ( OH )3 dapat menutupi efek diare dari efek katartika akibat
pemberian magnesium hidroksida.
4. Pemberian Mg(OH)2 dapat menutupi konstipasi akibat pemberian Al(OH)2
5. Kombinasi Al ( OH )3 dan Mg(OH)2 mempunyai efektivitas yang lebih baik dan
toksisitas yang lebih rendah dari magnesium trisilikat.
Jadi bentuk sediaan yang terpilih adalah : sediaan oral suspensi.
Alasan :
1. Bahan aktif tidak bisa larut dalam air.
2. Bioavailabilitas sediaan suspensi lebih besar daripada bentuk tablet atau kapsul
sehingga lebih cepat diabsorbsi dalam darah.
7
EFEK FARMAKOLOGI DARI BAHAN AKTIF TERPILIH
SENYAWA AKTIF EFEK KHASIAT EFEK SAMPING
1. Aluminium
Hidroksida
Al ( OH )3
2. Magnesium
Hidroksida
Mg ( OH )2
Digunakan untuk mengobati
tukak peptik, nefrolitrasis
fosfat dan sebagai adsorben
pada keracunan.
Digunakan sebagai kartatik
dan antasid.
- konstipasi.
- Mual dan muntah.
- Gangguan absorbsi
fosfat dapat terjadi
sehingga menimbulkan
sindrom deplesi fosfat
disertai osteomalaisa.
- Dapat mengurangi
absorpsi bermacam-
macam vitamin dan
tetrasiklin.
- ion magnesium dalam
usus akan diabsorpsi
dan cepat diekskresi
melalui ginjal, hal ini
akan membahayakan
pasien yang fungsi
ginjalnya kurang baik.
Ion magnesium yang
diabsorpsi akan
bersifat sebagai antasid
sistemik sehingga
menimbulkan
alkaliura, tetapi jarang
terjadi alkalosis.
- pemberian kronik
magnesium hidroksida
8
akan menyebabkan
diare.
- Dapat menimbulkan
kelainan neurologik,
neuromuskular dan
kardiovaskular.
9
BAB II
PERHITUNGAN DOSIS
Menurut Farmakologi dan Terapi bagian Farmakologi FKUI edisi 4 hal 505 :
- Antasida Al tersedia dalam bentuk suspensi Al(OH)3 gel yang mengandung 3,6-
4,4% Al2O3. Dosis yang dianjurkan adalah 8 ml.
- Susu magnesium berupa suspensi yang berisi 7-8,5% Mg(OH)2. 1ml susu
magnesium dapat menetralkan 2,7 mEq asam. Dosis yang dianjurkan sebanyak 5-
30 ml.
Perhitungan Penetralan Asam :
325 mgram Mg(OH)2 → dapat menetralkan 11,1 mEq HCl.
1 gram Al(OH)3 → dapat menetralkan 25 mEq HCl.
Dosis tunggal yang dianjurkan = 0,6 gram = 600 mg
Asam yang harus dinetralkan = 0,6 gram x 25 mEq
1 gram
= 15 mEq
Dari 15 mEq ini, asam yang dinetralkan oleh Al(OH)3 sebesar 7,5 mEq dan yang
dinetralkan oleh Mg(OH)2 sebesar 7,5 mEq.
Untuk menetralkan 7,5 mEq asam diperlukan Al(OH)3 sebanyak = 7,5 mEq x 600 mg
15 mEq
= 300 mg.
Untuk menetralkan 7,5 mEq asam diperlukan Mg(OH)2 sebanyak = 7,5 mEq x 325 mg
11,1 mEq
= 220 mg.
Perhitungan Dosis :
Al(OH)3 = 300 mg dalam setiap sendok takar ( 5 ml ), sehingga :
Pemakaian sekali = 300 mg tiap 5 ml
Pemakaian sehari = 300 mg x ( 3 – 4 ) kali
= 900 mg – 1200 mg.
10
Mg(OH)2 = 220 mg dalam setiap sendok takar ( 5 ml ), sehingga :
Pemakaian sekali = 220 mg tiap 5 ml.
Pemakaian sehari = 220 mg x ( 3 – 4 ) kali.
= 600 mg – 880 mg.
Penentuan Kemasan :
Pemakaian sekali = 5 ml.
Pemakaian sekali = ( 3 – 4 ) kali x 5 ml
= 15-20 ml.
Kemasan yang diinginkan = 150 ml.
11
BAB III
PERSYARATAN UMUM
1. Menurut Farmakope Indonesia III tahun 1979 hal 32 :
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang tidak larut
yang terdispersi pada fase cair. Kriteria suspensi :
- Zat yang terdispersi halus dan tidak boleh terlalu cepat mengendap.
- Jika dikocok perlahan, endapan harus dapat terdispersi kembali.
- Dapat mengandung bahan tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi.
- Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah dikocok dan dituang.
2. Menurut Farmakope Indonesia IV tahun 1995 hal 18 :
- Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Beberapa suspensi dapat langsung
digunakan, namun ada yang perlu direkonstitusikan terlebih dahulu dengan
pembawa yang sesuai.
- Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu ( oral ), harus
mengandung zat antimikroba, bahan pengaroma yang sesuai.
- Untuk mengatasi pengendapan pada suspensi, digunakan bahan-bahan yang
sesuai untuk meningkatkan kekentalan dalam bentuk gel suspensi seperti
tanah liat, surfaktan, polimer, poliol dan gula.
- Suspensi harus dikocok baik sebelum digunakan untuk menjamin distribusi
bahan padat merata dalam pembawa, hingga menjamin keseragaman dosis
yang tepat.
- Suspensi disimpan pada wadah tertutup rapat.
3. Menurut Pharmaceutical Dosage Form = Disperse volume I hal 17 :
Suspensi didefinisikan secara operasional sebagai suatu materi dimana fase
pertama, partikel padat terdispersi ke dalam fase kedua yang biasanya cairan.
12
4. Menurut Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design hal 91 :
Persyaratan bentuk suspensi :
a. Bahan yang tersuspensi tidak boleh cepat mengendap.
b. Partikel yang mengendap pada dasar suspensi tidak boleh membentuk massa yang
keras, tetapi harus bisa terdispers secara homogen ketika suspensi tersebut dikocok.
c. Suspensi tidak boleh terlalu kental agar mudah dituang dari botol.
13
BAB IV
SPESIFIKASI SEDIAAN
NO JENIS SPESIFIKASI YANG DIINGINKAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BENTUK SEDIAAN
KADAR BAHAN AKTIF
PH SEDIAAN
UKURAN PARTIKEL
VISKOSITAS
WARNA
BAU
RASA
SUSPENSI
Al(OH)3 = 300mg/5ml
Mg(OH)2 = 220mg/5ml
7,3 – 8,5
0,5 μm – 5 μm
-
Putih
Mint
Manis mint
14
BAB V
PENYUSUNAN FORMULA SEDIAAN
15
Memungkinkan terkena cahaya langsung saat penyimpanan
ManitolSorbitolSakarinSyrupus simplex
Dikemas dalam botol warna gelap
CMC NaMCAcaciaHydroxypropil celulose
Perlu suspending
agent
PEGPropilenglikolSorbitolGliserinSyrupus simplex
MentholVaniliPeppermint oil
NipaginNipasolNa-benzoat
Perlu pengawetPerlu
wetting agent
Perlu pemanis
Tidak stabil jika terkaena cahaya
langsung
Dibuat sediaan suspensi
Perlu perasa Air tempat pertumbuhan mikroba
Bahan aktif Al(OH)3 dan Mg(OH)3
Tidak berasaDitujukan untuk dewasa
Air sebagai pembawa
Sulit terbasahi
Praktis tidak larut air
FORMULA BAKU SEDIAAN ORAL SUSPENSI ANTASIDA
1. Berdasarkan Pharmaceutical Dosage Form, Disperse System, vol I, hal 259
Antasida suspension.
( provided by FMC Corp, Philadelphia, PA )
Component Percent
Aluminium hydrokside compressed gel ( Type E-500 ) 24,46
Magnesium hydrokside 12,94
Sorbitol 70 % solution 5,00
Methyl paraben 0,10
Propyl paraben 0,01
Avicel RC-591 0,90
Xanthan gum 0,10
Deionized walet 56,49
2. Berdasarkan Pharmaceutical Dosage Form, Disperse System, vol III, hal 310
Antacid suspension.
A : Al-Mg Fluid gel ( Reheis Chemical ) 36, 20 g
B : Sorbitol solution 70 % 7,00 g
C : Antifoam AF emulsion ( Dow Chemical ) 1,70 g
D : Methyl paraben 0,22 g
E : Propyl paraben 0,04 g
F : Flavor 0,30 g
G : Methocel K4M ( Dow Chemical ) 0,60 g
H : Deionized water 53,94 g
16
3. Berdasarkan Pharmaceutical Dosage Form, Disperse System, vol II, hal 131
Aluminium Hydroxide Formula
Aluminium hydroxide 362,8 g
Sorbitol solution, USP 282,0 ml
Syrup, USP 93,0 ml
Glycerin, USP 25,0 ml
Methyl paraben 0,9 g
Propyl paraben 0,3 g
Flavor q.s
Purified water, a sufficient quantity to make 1000 ml
17
BAB VI
PENYUSUNAN BAHAN TAMBAHAN SEDIAAN ANTASIDA
1. SUSPENDING AGENT
Suspending agent diperlukan dalam sediaan suspensi agar bahan aktif yang tidak
larut dalam pembawanya dapat terdispers membentuk sediaan suspensi yang stabil dan
tidak terlalu cepat mengendap.
BAHAN PEMERIAN KELARUTAN ADI INKOMPATIBILITAS KET. LAIN
Carboxy
metil
selulose
(CMC-
Na )
H.P
Excipient
hal 87
Metyl
Selulose
( MC )
H.P
excipient
hal 336
Serbuk
granular,
putih, hampir
putih, tidak
berbau
Serbuk/granul
berwarna
putih/putih
kekuningan,
tidak berbau,
tidak berasa
Praktis tidak
larut dalam
aseton, etanol,
eter dan
toluen. Mudah
terdispersi
dalam air pada
semua suhu.
Praktis tidak
larut dalam
aseton, air
panas,metanol,
CHCl3,etanol.
Larut dalam
asam asetat
glasial, dalam
air dingin akan
mengembang
dan terdispersi
Asam kuat dan
dengan larutan garam
dari besi dan
beberapa logam misal
aluminium, seng,
merkuri.
Metil paraben, propil
paraben, asam tanat,
butil paraben.
Dapat
mening-
Katkan
viskositas
Sediaan.
Larutan
dalam air
stabil.
Konsentrasi
yang
digunakan
sebagai
suspensi
adalah 1-
2%
18
Acacia
H.P
Excipient
hal 1
Hydroksi
Propil
Celulose
( HPC )
H.P
excipient
hal 244
Putih, atau
putih
kekuningan,
bentuk bulat,
granul,
serbuk
Putih sampai
agak
kekuningan,
tidak berbau,
dan serbuk
tidak berasa.
Larut dalam
20 bagian
gliserin, dalam
20 bagian
propilenglikol,
dalam 2,1
bagian air, dan
praktis tidak
larut dalam
etanol 95%.
Larut dalam
banyak pelaru
organik polar.
Amidopyrin, kresol,
etanol 95%, garam
besi, fenol, timol,
vanilin.
Dalam larutan
inkompatibel dengan
turunan fenol misal
metyl paraben dan
propil paraben.
Jadi suspending agent yang terpilih adalah : CMC Na.
Alasan :
1. Dapat berfungsi sebagai protektif koloid.
2. Tidak inkompatibel dengan bahan aktif dan bahan lain.
3. Rentang PH yang luas memenuhi syarat sediaan.
4. Efektif dan stabil pada PH basa.
5. Pemakaian Metyl Celulose inkompatibel dengan pengawet terpilih sedangkan
pilihan pengawet terbatas.
19
2. PEMANIS ( SWEETENING AGENTS )
Pemanis diperlukan untuk meningkatkan akseptabilitas sediaan.
BAHAN PEMERIAN KELARUTAN ADI INKOMPATIBILITAS KET.
LAIN
Sukrose
(Handbook
of
Excipient
p.539 )
Manitol
H.P
excipient
hal 362
Sorbitol
H.P
Excipient
hal 596
Kristal
hablur, putih,
tidak berbau,
manis.
Serbuk
kristal/granul,
putih, tidak
berbau.
Semanis
glukosa dan
½ manis dari
sukrosa.
Kristal/serbuk
higroskopis,
tidak berbau,
putih, tidak
Praktis tidak
larut dalam
kloroform,
dalam etanol
1:400, dalam
etanol 95%
1:170, dalam
propan-2-ol
1:400, dalam
air 1:0,5 ;
dalam air
mendidih 1:0,2
Larut dalam
air suhu 20C=
1:0,67; dalam
suhu 40C=
1:0,48, praktis
tidak larut
dalam eter.
Praktis tidak
larut dalam
kloroform,
etanol
Larutan asam
dapat terhidrolisis
menjadi dekstrosa
dan fruktosa,
inkompatibel
dengan amonium
klorida, asam
askorbat.
Bila dikonsumsi
dalam jumlah
besar akan timbul
efek laksan.
Konsentrasi
67 % w/w
sebagai
syrupus
simplex.
Viskositas
10%
larutan w/w
= 8.
Pemakaian
untuk
suspensi =
6-7%
20
Sirupus
simplex
FI III hal
81
berwarna,
kemanisan
50%-60%
sukrose.
Sirop adalah
sediaan cair
berupa
larutan yang
mengandung
sakarosa.
95%=1:25,
praktis tidak
larut dalam
eter, agak larut
dalam
metanol,
dalam air = 1 :
0,5
Besi oksida dapat
menyebabkan
perubahan warna,
dan suasana yang
terlalu asam/basa.
Kadar
sakarosa
tidak
kurang
64,0% dan
tidak lebih
dari 66,0%
Bahan pemanis yang terpilih adalah : syrupus simplex.
Alasan :
1. dapat juga berfungsi sebagai pembasah ( wetting agent ).
2. inert dan kompatibel dengan eksipien.
3. dapat larut dalam suasana alkalis.
4. memberikan rasa yang manis pada sediaan
21
3. PENGAWET ( PRESERVATIVES )
Dibutuhkan pengawet karena sediaan mengandung air dan gula, dimana
merupakan media pertumbuhan yang baik bagi mikroba.
BAHAN PEMERIAN KELARUTAN ADI INKOMPATIBILITAS KET.
LAIN
Na
Benzoat
H.P
Excipient
hal 549
Nipagin /
Metil
Paraben
H.P
excipient
hal 390
Nipasol /
Propil
Paraben.
Putih,
granul, tidak
berbau,amorf
Kristal putih,
tidak berbau,
berwarna,
rasa
membakar
Kristal putih,
tidak berbau,
tidak berasa
Dalam etanol
95% = 1:35
Dalam etanol
90% = 1:50
Dalam air
1:1,8
Dalam air
mendidih 1:1,4
Dalam air
1:400, dalam
air 500 C =
1:50, dalam air
800C = 1:30,
dalam
propilenglikol
1:5, dalam
gliserin 1:69,
larut bebas
dalam alkohol,
eter
Dalam air
1:2500, dalam
propilenglikol
5
mg/
kg
BB
10
mg /
kg
Gelatin, garam ferri,
garam Ca
Aktivitas anti mikroba
turun dengan adanya
surfaktan
Magnesium aluminium
silikat, magnesium
trisilikat besi oksida
Konsentrasi
0,02-0,5%
PH=3-6
Konsentrasi
0,01-0,02%
22
H.P.E
hal 526
Propilen
glikol
Cairan
kental,
jernih, tidak
berbau,
manis,
seidkit pedas
mirip
gliserin
1:3,9, dalam
gliserin 1:250,
dalam etanol
1:1,1 ; sangat
larut dalam
aseton, larut
bebas dalam
alkohol, eter
Dapat larut
dengan aseton,
kloroform,
etanol 95%,
gliserin, air,
larut dalam
eter ( 1:6 ),
tidak campur
denganminyak
mineral
BB
25
mg /
kg
BB
Oxidizing agent seperti
KmnO4
Jadi pengawet yang terpilih adalah : nipagin
Alasan :
1. nipagin efektif pada pH basa.
2. tidak inkompatibel dengan bahan aktif dan bahan lain.
3. pemakaian propilenglikol sebagai pengawet tidak dapat digunakan dalam sediaan ini
karena melebihi perhitungan ADI.
4. pemakaian gliserin sebagai pengawet membutuhkan konsentrasi yang besar ( 20 % )
sehingga dari segi akseptabilitas kurang dapat diterima.
23
4. FLAVORING AGENT
Selain sebagai corigen saporis, flavoring agent dapat sebagai corigen odoris untuk
menutupi rasa / bau yang tidak enak dari bahan aktif dan meningkatkan akseptabilitas
sediaan.
BAHAN PEMERIAN KELARUTAN ADI INKOMPATIBILITAS KET.
LAIN
Menthol
H.P
Excipient
hal 383
Vanilin
H.P
Excipient
hal 667
Serbuk kristal
aglomerasi,
tidak
berwarna,
bau dan rasa
khas.
Serbuk/kristal
jarum, bau
khas vanila
dan rasa
manis.
Sangat larut
dalam etanol
95%,kloroform
dan eter, agak
sukar larut
dalam gliserin,
praktis tidak
larut di air.
Pada suhu 20C
larut dalam
aseton, larutan
alkali
hidroksida,
kloroform,
etanol 95%=
1:2,etanol 70%
= 1:3, larut
dalam eter,
larut dalam 20
bagian
gilserin, dalam
air 1 : 100
Butil kloralhidrat,
kamfer, kloralhidrat,
kromium trioksida,
fenol, oksidator.
Aseton dapat
memberikan warna
yang terlalu cerah.
Inkompatibel dengan
etanol yang dicampur
dengan gliserin.
24
Pepper
mint oil
FI III hal
458
Cairan tidak
berwarna,
kuning pucat/
kekuningan
kehijauan.
Rasa pedas
dan hangat,
bau khas.
Larut dalam
etanol = 1 : 4
Jadi flavoring agent yang terpilih adalah : peppermint oil.
Alasan :
1. bersifat karminatif sehingga dapat mengurangi rasa kembung yang merupakan
salah satu akibat dari gastritis.
2. Rasa mint yang segar dapat mengurangi rasa mual yang ditimbulkan sebagai efek
samping dari aluminium hidroksida.
25
5.WETTING AGENT
diperlukan wetting agent untuk membantu membasahi bahan obat yang sukar
larut dalam air sehingga dapat terdispersi lebih merata dengan suspending agent.
BAHAN PEMERIAN KELARUTAN ADI INKOMPATIBILITAS KET. LAIN
Polietilen
glikol (PEG) /
makrogol
(Handbook of
Excipient
p.454)
Propilenglikol
(H.PExcipient
p.521)
PEG 200 –
600 bentuk
cairan, PEG
lebih dari
1000
berbentuk
padatan,
PEG 200 –
600 cairan
jernih,
terkadang
berwarna
agak kuning,
cairan
viskus,
punya
karakteristik
baud an rasa
membakar.
BJ = 1,11-
1,14 g/cm3
pada suhu
25N C
Cairan
jernih, tidak
berwarna,
Larut dalam
air, aseton,
alkohol,
benzen,
gliserin, dan
glikol.Agak
larut di hidro-
karbon alifatik
dan eter, tidak
larut dalam
lemak, minyak
minaeral, dan
minyak lemak.
Larut di
aseton,
kloroform,
- Bahan berwarna
- Nipagin / nipasol
( kemungkinan kecil)
- Fenol, tanin, asam
salisilat.
KmnO4
Efek laksan
pada
pemakaian
oral.
Fungsi :
solven,
lubrikan
tablet dan
kapsul, basis
salep dan
supositoria,
plasticizier.
Fungsi :
pengawet,
disinfektan,
26
Sorbitol
(Handbook of
Excipient
p.596)
Syrupus
simplex
(FI III hl 81)
Gliserin
(Handbook of
viskus,
praktis
cairan tidak
berbau
dengan rasa.
BJ suhu 20NC
=1,038g/cm3
BM= 182,17
Cairan tidak
berbau,
putih atau
hampir tidak
berwarna,
kristalin,
dalam
bentuk
serbuk :
higroskopis.
Kemanisan :
50-60 %
sukrosa
Sirup adalah
sediaan cair
berupa
larutan yang
mengandung
sakarosa.
Cairan
jernih, tidak
etanol 95 %,
gliserin, air.
Larut dalam 6
bagian eter,
tidak larut
dalam minyak
mineral, lemak
Pada suhu 20NC
: praktis tidak
larut di CHCl3
, eter, agak
larut di
metanol, 1:25
di etanol 95
% , 1:0,5 di
air.
Kelarutan pada
- Menghasilkan wax
bila di tambah
dengan
polietilenglikol
- Bereaksi dengan
besi oksida
- Penisilin
- Khelating agent
- Meledak bila
dicampur dengan
oxdizing agent
(KmnO4)
- Zinc okside,
bismuth nitrat,
kontaminan besi,
humektan,
solven,
stabilizier
untukvitamin,
wetting agent
Fungsi :
humektan,
plasticizier,
sweetening
agent,diluent
tablet/kapsul.
Kadar
sakarosa
tidak kurang
64,0% &
tidak lebih
dari 66,0%.
Sebagai :
- antimikroba
27
Excipient
p.257)
berbau,
kental,
higroskopis.
Kemanisan :
0,6x sukrosa
suhu 20NC,
agak larut di
aseton, praktis
tidak larut di
benzena,
kloroform,
larut di etanol,
1:500 di eter,
1:11 di etil
asetat, larut di
metanol,
praktis tidak
larut di lemak
larut di air.
fenol, salisilat,
tanin.
,emolient,
humektan,
plasticizer,
solven,
pemanis,
tonicity
agent.
- mengkristal
pada suhu
kurang dari
20NC
Jadi wetting agent yang terpilih adalah : Propilen glikol, sorbitol, gliserin.
Alasan dipakai propilenglikol karena toksisitasnya paling rendah dibandingkan glikol-
glikol yang lain.
Alasan dipakai gliserin dan sorbitol karena sesuai dengan formula baku standar, sorbitol
dan gliserin dapat memperbaiki konsistensi.
28
FORMULA YANG TERPILIH
FORMULA I
NO NAMA BAHAN FUNGSI JUMLAH
( / BOTOL )
% b/v
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Al ( OH )3
Mg ( OH )2
CMC Na
Sorbitol
Nipagin
Syrupus simplex
Peppermint oil
Aqua
Bahan aktif
Bahan aktif
Suspending agent
Wetting agent
Pengawet
Pemanis
Perasa
Pembawa
9 g
6,6 g
1,5 g
19,37 g
0, 15 g
15 g
0,5 ml
ad 150 ml
6 %
4,4 %
1 %
12,91 %
0,1 %
10 %
0,33 %
FORMULA II
NO NAMA BAHAN FUNGSI JUMLAH
( / BOTOL )
% b/v
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Al ( OH )3
Mg ( OH )2
CMC Na
Propilenglikol
Nipagin
Syrupus simplex
Peppermint oil
Aqua
Bahan aktif
Bahan aktif
Suspending agent
Wetting agent
Pengawet
Pemanis
Perasa
Pembawa
9 g
6,6 g
1,5 g
13,49 g
0, 15 g
15 g
0,5 ml
ad 150 ml
6 %
4,4 %
1 %
8,99 %
0,1 %
10 %
0,33 %
29
FORMULA III
NO NAMA BAHAN FUNGSI JUMLAH
( / BOTOL )
% b/v
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Al ( OH )3
Mg ( OH )2
CMC Na
Gliserin
Nipagin
Syrupus simplex
Peppermint oil
Aqua
Bahan aktif
Bahan aktif
Suspending agent
Wetting agent
Pengawet
Pemanis
Perasa
Pembawa
9 g
6,6 g
1,5 g
16,38 g
0, 15 g
15 g
0,5 ml
ad 150 ml
6 %
4,4 %
1 %
10,92 %
0,1 %
10 %
0,33 %
30
31
SKEMA PEMBUATAN
FORMULA I
32
Sorbitol 9 g
Syrupus simplex 15 g
Nipagin 0,15 gAqua 60 ml
Al(OH)3 9 gMg(OH)3 6,6 g
Aduk ad larut
Ditambah peppermint oil 4,5 mgAduk ad homogen
Ditambah aquades ad 150 mlAduk ad homogen
Aduk ad musilago
Ad mengembang
CMC Na 1,5 g + air panas 30 ml
FORMULA II
33
Propilenglikol 5 g + nipagin 0,15 g Aduk ad larut
Syrupus simplex 15 g
Al(OH)3 9 gMg(OH)3 6,6 g
Ditambah peppermint oil 4,5 mgAduk ad homogen
Ditambah aquades ad 150 mlAduk ad homogen
Aduk ad musilago
Ad mengembang
CMC Na 1,5 g + air panas 30 ml
FORMULA III
34
Syrupus simplex 15 g
Al(OH)3 9 gMg(OH)3 6,6 g
Ditambah peppermint oil 4,5 mgAduk ad homogen
Ditambah aquades ad 150 mlAduk ad homogen
Aduk ad musilago
Ad mengembang
CMC Na 1,5 g + air panas 30 ml Propilenglikol 5 g + nipagin 0,15 g Aduk ad larutPropilenglikol 5 g + nipagin 0,15 g Aduk ad larutPropilenglikol 5 g + nipagin 0,15 g Aduk ad larutPropilenglikol 5 g + nipagin 0,15 g Aduk ad larutPropilenglikol 5 g + nipagin 0,15 g Aduk ad larut
Gliserin 13 ml + nipagin 0,15 g Aduk ad larut
PERHITUNGAN ACCEPTABLE DAILY INTAKE ( ADI )
FORMULA I
1. ADI CMC-Na = 4 – 10 g / hari ( Handbook of P.Excipient p 89 )
CMC Na yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 1, 5 g = 0,05 g – 0,1 g
150 ml
CMC Na yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3-4 ) kali x ( 0,05 g – 0, 1 g )
= ( 0,15 g – 0,2 g ) – ( 0,3 g – 0, 4 g ).
TIDAK MELEBIHI ADI
2. ADI Nipagin = 10 mg / kg BB ( Handbook of P. Ecipient p 342 )
Berdasarkan Ars Prescribendi BB dewasa = 70 kg.
ADI Nipagin untuk usia dewasa = 700 mg.
Nipagin yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 0,15 g = 0,005 g – 0, 010 g
150 ml
Nipagin yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3 – 4 ) kali x 0, 005 g – 0,010 g
= ( 0,0150 g – 0,030 g ) – ( 0,02 g – 0,04 g )
TIDAK MELEBIHI ADI
3. ADI Sorbitol = 20 g / hari ( Handbook of P.Excipient p 517 )
Sorbitol yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 19,37 g = 0,646 g – 1, 291 g
150 ml
Sorbitol yang idgunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3 – 4 ) kali x 0,646 g – 1,291 g
= ( 1,9838 g – 3,873 g ) – ( 2,584 g – 5,164 g )
TIDAK MELEBIHI ADI
35
FORMULA II
1. ADI CMC-Na = 4 – 10 g / hari ( Handbook of P.Excipient p 89 )
CMC Na yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 1, 5 g = 0,05 g – 0,1 g
150 ml
CMC Na yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3-4 ) kali x ( 0,05 g – 0, 1 g )
= ( 0,15 g – 0,2 g ) – ( 0,3 g – 0, 4 g ).
TIDAK MELEBIHI ADI
2. ADI Nipagin = 10 mg / kg BB ( Handbook of P. Ecipient p 342 )
Berdasarkan Ars Prescribendi BB dewasa = 70 kg.
ADI Nipagin untuk usia dewasa = 700 mg.
Nipagin yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 0,15 g = 0,005 g – 0, 010 g
150 ml
Nipagin yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3 – 4 ) kali x 0, 005 g – 0,010 g
= ( 0,0150 g – 0,030 g ) – ( 0,02 g – 0,04 g )
TIDAK MELEBIHI ADI
3. ADI Propilenglikol = up to 25 mg/kg BB ( Handbook of P.Excipient p 522 )
Berdasarkan Ars Prescribendi BB dewasa 70 kg
ADI Propilen glikol untuk usia dewasa = 1, 75 g
Propilenglikol yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 13,49 g = 0,4497 g – 0,8993 g
150 ml
Propilenglikol yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3 – 4 ) kali x 0,4497 g – 0,8993 g
= ( 1,3491 g – 2,6979 g ) – ( 1,7988 g – 3,5972 g )
TIDAK MELEBIHI ADI
36
FORMULA III
1. ADI CMC-Na = 4 – 10 g / hari ( Handbook of P.Excipient p 89 )
CMC Na yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 1, 5 g = 0,05 g – 0,1 g
150 ml
CMC Na yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3-4 ) kali x ( 0,05 g – 0, 1 g )
= ( 0,15 g – 0,2 g ) – ( 0,3 g – 0, 4 g ).
TIDAK MELEBIHI ADI
2. ADI Nipagin = 10 mg / kg BB ( Handbook of P. Ecipient p 342 )
Berdasarkan Ars Prescribendi BB dewasa = 70 kg.
ADI Nipagin untuk usia dewasa = 700 mg.
Nipagin yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 0,15 g = 0,005 g – 0, 010 g
150 ml
Nipagin yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3 – 4 ) kali x 0, 005 g – 0,010 g
= ( 0,0150 g – 0,030 g ) – ( 0,02 g – 0,04 g )
TIDAK MELEBIHI ADI
3. ADI Gliserin = 1 – 1,5 g / kg BB
Berdasarkan Ars Prescribendi BB dewasa 70 kg
ADI Gliserin untuk usia dewasa = 70 - 105 g
Gliserin yang digunakan sekali :
12 tahun ke atas = 5 ml – 10 ml x 16,38 g = 0,5460 g – 1,0920 g
150 ml
Gliserin yang digunakan sehari :
12 tahun ke atas = ( 3 – 4 ) kali x 0,4497 g – 0,8993 g
= ( 0,5460 g – 1,0920 g ) – ( 2,1890 g – 4,3680 g )
TIDAK MELEBIHI ADI
37
BAB VII
RANCANGAN EVALUASI SEDIAAN
No. Jenis Pengujian Alat Cara Hal yang
diingnkan
1.
2.
3.
Organoleptis
Penetapan pH
Penentuan
densitas
Panca indera
pH meter
Fischer
Piknometer
Bau
Rasa
warna
1. Bersihkan elektrode alat yang
digunakan dengan aquadest
2. Siapkan pH standar yang akan
digunakan untuk kalibrasi ( sesuai
pH yang diinginkan ).
3. Masukkan magnetic stirer dan
electrode ke dalam larutan standar
4. Atur posisi dalam keadaan on
5. Catat pH yang tertera pada alat
( hitung selisih pH standard an pH
pada alat yang akan digunakan
sebagai pembanding untuk
perhitungan pH selanjutnya ).
6. Ukur pH larutan sediaan dengan
cara no. 3-5
7. Catat pHnya, kemudian lakukan
replikasi 3x.
1. Bersihkan piknometer dengan
alkohol 95 %, kemudian keringkan.
2. Timbang piknometer kosong
dengan neraca analitik.
38
4. Pengukuran
viskositas
Viskosimeter
Cup & Bob
3. Piknometer diisi dengan sediaan ad
garis tanda.
4. Sesuaikan shu yang tertera pada
piknometer dengan suhu sediaan.
5. Timbang piknometer yang berisi
sediaan.
6. Lakukan replikasi 3 kali.
7. Hitung BJ masing-masing replikasi
dengan rumus :
BJ = M2 – M1
V
Dimana :
M2 = berat piknometer dan sediaan
M1 = berat piknometer kosong
V = volume yang tertera pada
piknometer
8. Hitung rata – rata BJ dan SDnya
1. Masukkan larutan dalam wadah
viskosimeter Cup & Bob.
2. pasang alat pemutar viskosimeter
Cup & Bob.
3. Letakkan wadah viskosimeter
ditengah alat pemutar viskosimeter.
4. Usahakan alat pemutar
mengambang di dalam wadah
viskosimeter sehingga bagian
bawah alat tidak menyentuh
permukaan wadah dan bagian atas
alat terendam seluruhnya.
5. Nyalakan alat dan amati berapa
39
5. Kapasitas
penetralan asam
pH meter
angka yang ditunjukkan alat
( dalam dPas ).
a. Standardisasi pH meter
1. Dilakukan kalibrasi pH meter
menggunakan larutan dapar baku
Kalium biftalat 0,05 M dan Kalium
tetraoksalat 0,05 M.
b. Standardisasi Pengaduk Magnetik
1. Masukkan 100 ml air ke dalam
gelas piala 250 ml yang berisi
batang pengaduk magnetik 40 mm
x 10 mm yang dilapisi Perfluoro
karbon padat dan mempunyai
cincin putaran pada pusat.
2. Atur daya pengaduk magnetik
hingga menghasilkan kecepatan
pengadukan rata – rata 300 ± 30
putaran per menit.
3. Bila batang pengaduk terpusat pada
gelas piala seperti yang telah
ditetapkan takometer optik yang
sesuai.
c. Prosedur
1. Pipet 30 ml HCl 1,0 N LV ke dalam
larutan uji sambil diaduk terus
menggunakan pengaduk magnetik.
2. Setelah penambahan asam, aduk
selama 15 menit tepat, segera
titrasi.
3. Titrasi kelebihan asam dengan
40
6.
7.
Penentuan
ukuran partikel
Penentuan
volume
sedimentsi
Mikroskop
elektron
Gelas ukur
tertutup
NaOH 0,5 LV dalam waktu tidak
lebih dari 5 menit sampai dicapai
pH 3,5 yang stabil ( selama 10 – 15
detik ).
4. Hitung jumlah mEq asam yang
digunakan tiap gram zat uji.
Nb : tiap ml HCl 1,0 N setara
dengan 1 mEq asam yang
digunakan.
1. Kalibrasi skala okuler dengan
memasang mikrometer obyektif
dan okuler.
2. Teteskan suspensi di atas obyek
gelas, tutup dengan cover gelas.
3. Ambil mikrometer obyektif, ganti
dengan obyek gelas yang berisi
sampel.
4. Ukur diameter partikel ± 300
partikel.
5. Lakukan pengelompokkan :
tentukan ukuran partikel terkecil
dan terbesar dari seluruh sampel.
bagilah dalam berbagai interval dan
kelas.
1. Masukkan 60 ml sediaan ke dalam
gelas ukur bertutup.
2. Amati volume pengendapan selama
1 hari.
3. Lakukan pengamatan selama ± 1
41
minggu, ukur volume sedimentasi
dengan rumus :
F = Vu
Vo
Dimana :
F = volume sedimentasi
Vu = volume akhir dari endapan
Vo = volume awal dari suspensi
sebelum mengendap.
42
HASIL EVALUASI SEDIAAN
1. Organoleptis
Bau : mint
Rasa : manis mint
Warna : putih
2. Penetapan pH
Kalibrasi pHmeter
Dapar standar pH 7 terbaca 6,83
Faktor koreksi = + 0,17
I. pH = 9,02 + 0,17 = 9,19 (30,0o c)
II. pH = 9,05 + 0,17 = 9,22 (30,6o c)
III. pH = 9,08 + 0,17 = 9,25 (31,0o c)
pH rata-rata = 9,22
3. Penentuan Densitas
Volume pikometer = 9,765 cm3
I. Berat piknometer + sediaan = 41,4635 g
Berat piknometer kosong = 30,3560 g -
Berat sediaan (w) = 11,1075 g
BJ = w = 11,1075 g = 1,1375 g v 9,765 cm 3
II. Berat piknometer + sediaan = 41,3625 g
Berat piknometer kosong = 30,3480 g -
Berat sediaan (w) = 11,0145 g
BJ = w = 11,0145 g = 1,1280 g v 9,765 cm 3
43
III. Berat piknometer + sediaan = 41,3669 g
Berat piknometer kosong = 30,3586 g -
Berat sediaan (w) = 11,0083 g
BJ = w = 11,0083 g = 1,1273 g v 9,765 cm 3
BJ rata-rata = 1,1309 g /cm3
4. Pengukuran Viskositas
Alat : Rion Viskositester VT – 04 E
I. 1,9 dPa S
II. 1,9 dPa S
III. 1,9 dPa S
Rata-rata viskositas = 1,9 dPa S
5. Penentuan Ukuran Partikel
Pembesaran okuler = 10x
Pembesaran objektif = 40x
0,7 0,5 0,4 1,1 1,3 0,6 1,2 1,3 0,5 0,6
1,0 1,0 0,5 1,0 1,0 0,7 0,7 0,5 0,7 0,7
0,8 0,8 0,4 1,0 0,8 0,6 0,6 0,7 0,6 0,5
0,3 1,1 0,5 0,8 0,7 0,8 0,8 0,7 0,5 0,5
0,3 0,7 1,0 0,6 1,0 0,8 0,9 0,8 1,1 1,1
0,3 0,5 0,5 0,5 1,0 0,8 1,3 0,7 0,5 0,7
0,4 1,1 0,3 0,9 0,7 0,7 1,0 0,4 1,0 0,5
0,8 0,5 0,5 0,4 1,0 0,5 0,8 1,2 0,9 0,8
0,5 0,7 0,8 0,5 0,9 0,8 1,3 0,8 0,8 1,1
0,5 1,2 0,5 0,6 0,9 0,8 1,0 1,2 0,6 0,4
0,2 0,5 0,4 0,8 0,5 1,0 0,5 08 1,0 1,0
0,7 0,6 0,6 0,6 1,0 1,0 0,9 1,0 0,8 0,5
0,4 0,7 1,0 0,4 0,5 1,0 0,4 0,5 0,7 0,4
44
0,4 0,5 0,9 0,8 0,4 0,6 1,0 0,5 0,5 0,4
0,8 0,5 0,5 0,7 1,3 0,5 0,4 0,6 0,6 0,4
1,0 1,0 0,4 1,1 0,8 0,8 1,0 0,7 0,7 0,6
0,7 0,5 0,5 0,6 0,7 1,1 0,6 0,6 1,2 0,5
1,0 0,5 0,3 0,6 0,6 0,7 0,5 0,5 1,0 0,7
0,5 0,5 0,5 0,4 0,6 0,9 0,6 0,4 0,6 0,5
0,5 0,7 0,8 1,0 0,5 0,8 0,5 0,4 0,5 1,0
0,9 0,6 0,5 0,5 0,5 0,6 1,0 0,4 0,9 0,4
0,3 0,8 0,6 0,7 0,5 0,6 0,9 0,8 1,1 1,0
0,3 0,7 0,5 0,6 1,0 1,2 0,8 0,5 0,8 0,9
1,2 1,0 0,5 0,4 0,7 1,0 0,7 0,6 1,0 0,8
0,7 0,3 0,9 0,5 1,0 0,7 0,8 0,7 1,0 0,6
0,3 0,5 0,5 0,6 0,8 0,7 0,7 1,0 0,7 0,6
0,3 0,7 0,6 0,7 0,8 0,9 0,6 0,7 0,6 0,6
0,3 1,0 0,9 0,7 1,2 0,9 0,7 0,5 0,7 0,5
0,7 0,7 0,5 0,7 1,1 1,3 1,0 0,7 0,8 0,9
0,7 0,5 0,6 1,2 0,9 1,0 1,0 0,7 0,7 0,8
Kalibrasi skala okuler
8,9 skala okuler = 9,0 skala objektif
9,0 skala okuler = 9,2 skala objektif
Skala objektif = 0,01 mm
Pembesaran okuler = 10x
Pembesaran objektif = 10 x
Sampel:
Pembesaran okuler = 10x
Pembesaran objektif = 40x
1 skala okuler = 9,0 / 8,9 + 9,2 / 9,0 = 1,01673 skala objektif 2
1 skala okuler = 1,01673 x 0,01 mm = 0,0101673 mm = 10,1673 µm
45
Skala okuler n = ∑ partikel d = skala objektif µm * n.d
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
1,1
1,2
1,3
2
11
23
60
37
48
36
18
41
10
8
6
0,5084
0,7625
1,0167
1,2709
1,5251
1,7793
2,0335
2,2876
2,5418
2,7960
3,0502
3,3044
1,0168
8,3875
23,3841
76,2540
56,4287
85,4064
73,2060
41,1768
104,2138
27,9600
24,4016
19,8262
*d = skala okuler x 10,1673 x 10 40
Rentang = dmaks – dmin = 3,3044 – 0,5084 = 2,796
Jumlah kelas = 1 + 3,3 log n = 1 + 3,3 log 300 = 9,1745 ≈ 9
Interval kelas = rentang = 2,796 = 0,3107 Jumlah 9
46
KURVA
Kurva Distribusi Frekuensi Ukuran Partikel
010
2030
4050
6070
8090
1 2 3 4 5 6 7 8 9
rata - rata jarak ukuran (um)
jum
lah
(n
)
Jarak ukuran
(µm)
Rata-rata
jarak ukuran
(đ)
Jml
(n)n.d n.d2 n.d3 n.d4
0,5084 – 0,8191
0,8192 – 1,1299
1,1300 – 1,4407
1,4408 – 1,7515
1,7516 – 2,0623
2,0624 – 2,3731
2,3732 – 2,6839
2,6840 – 2,9947
2,9948 – 3,3055
0,6637
0,9745
1,2853
1,5961
1,9569
2,2177
2,5285
2,8393
3,1501
13
23
60
37
84
18
41
10
14
8,6281
22,4135
77,118
59,0557
164,3796
39,9186
103,6685
28,393
44,1014
5,7265
21,8419
99,1198
94,2588
321,6744
88,5275
262,1258
80,6162
138,9238
3,8006
21,2850
127,3986
150,4465
629,4847
196,3274
662,7851
228,8937
437,6239
2,5225
20,7422
163,7455
240,1276
1231,8386
435,3953
1675,8521
649,8979
1378,5591
∑ 300 547,6764 1032,8147 2458,0455 5798,6808
47
dIn = ∑ nd = 547,6764 = 1,8256 µm (d panjang)
∑n 300
dsn = √∑ nd 2 = √ 1032,8147 = 1,8555 µm (d luas)
√ ∑n √ 300
dvn = 3√∑ nd 3 = √ 2458,0455 = 2,0150µm (d volum)
√ ∑n √ 300
dsl = ∑ nd 2 = 1032,8147 = 18858 µm (d luas panjang)
∑ nd 547,6764
dvs = ∑ nd 3 = 2458,0455 = 2,3799 µm (d volum luas)
∑nd2 1032,8147
dvs = ∑ nd455 4 = 5798,6808 = 2,3591µm (dvolum bobot)
∑nd3 2458,0455
48
6. Penentuan Volume Sedimentasi
F = Vu Vo = 100,0 ml
Vo
Hari I
Waktu
(menit)
Formula I Formula II Formula III
Vu1 F1 Vu2 F2 Vu3 F3
15
30
45
60
75
90
-
-
-
99
99
99
-
-
-
0,99
0,99
0,99
-
-
-
99
99
99
-
-
-
0,99
0,99
0,99
100
100
100
99
99
99
1
1
1
0,99
0,98
0,98
Kurva Perbandingan Nilai F terhadap Waktu ( menit )
0.975
0.98
0.985
0.99
0.995
1
1.005
0 20 40 60 80 100
Waktu ( menit )
Vu
/Vo
Formula 1 danFormula 2
Formula 3
49
Waktu
(hari)
Formula I Formula II Formula III
Vu1 F1 Vu2 F2 Vu3 F3
1
2
3
4
5
99
97
97
96
93,5
0,99
0,97
0,97
0,96
0,935
99
99
99
99
60
0,99
0,99
0,99
0,99
0.60
98
88,5
79
74
71
0,98
0,885
0,790
0,740
0,71
Kurva Perbandingan Nilai F terhadap Waktu ( hari )
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( hari )
Vu
/Vo Formula 1
Formula 2
Formula 3
50
7. Kapasitas Penetralan Asam
- Untuk mencapai pH 3,5 dibutuhkan NaOH 0,5N 54,1 ml
- 30 ml HCl 1,0 N ≈ 30 mEq asam
Diharapkan 5 ml sediaan antasida manatralkan 15 mEq asam
1ml HCl 1,0N ≈ 2 ml NaOH 0,5N
30ml HCl 1,0N : - x mEq dinetralkan antasid 5ml
(30 mEq) : - y mEq dinetralkan NaOH 0,5N 47ml
≈ HCl 1,0N = 47 ml = 23,5ml HCl
2
≈ 23,5 mEq asam
Yang dinetralkan oleh 5 ml antasida = 30 mEq – 23,5mEq
= 6,5 mEq asam
% efektifitas = 6,5 mEq X 100% = 19,67%
15 mEq
51
Al(OH)3 9 gMg(OH)3 6,6 g
BAB VIII
PEMBAHASAN
Antasida adalah obat yangdimaksudkan untuk menetralkan kelebihan asam
lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasida tidak
mengurangi volume HCl yang disekresi lambung tetapi peninggian pH akan menurunkan
aktvfitas pepsin. Pada praktikum ini dipilih sediaan antasida non sistemik sebab dapat
mengurangi efek samping alkalosis metabolik. Bahan obat yang terpilih adalh kombinasi
AlOH3 dan MgOH2 dengan tujuan memperpanjang masa kerja obat dan dapat saling
menutupi efek samping dari masing – masing bahan aktif tersebut.
Pada praktikum pembuatan sediaan antasida dipilih bentuk sediaan suspensi.
Hal ini disebabkan karena beberapa permasalahan antara lain yaitu bahan obat (MgOH2
dan Al OH3) tidak larut dalam air tetapi stabil dalam air. Sediaan antasida diharapkan
memberikan efek yang cepat sehingga dengan dipilih sediaan suspensi absorbsi lebih
cepat dibandingkan sediaan padat,dan bioavailabilitas dalam darah cukup besar.
Dosis pakai yang terpilih sediaan antasida ini adalah dalam 5ml suspensi
mengandung 300mg AlOH3 dan 220mg MgOH2 dengan aturan pemakaian 3 – 4 kali
sehari yaitu sebelum makan dan sesudah tidur. Kemasan yang terpilih adalah 150ml.
Pada tahap formulasi antasida dsiperlukan bahan antara lain :
1. Suspending agent yang terpilih dalah CMC Na 1%
2. Wetting agent yang terpilih adalah Gliserin 10,92%
3. Preservatives yang terpilih adalah Nipagin 0,1%
4. Sweetening agent yang terpilih adalah sirupus simpleks 10%
5. Flavoring agent yang terpilih adalah pepermint oil 0.33%
6. Pembawa Aqua ad 150ml
Dalam sediaan ini tidak diperlukan dapar sebab sediaan antasida dimaksudkan
menetralkan asam lambung sehingga tidak dibutuhkan penyetabil pH dalam mekanisme
kerjanya. Alasan pemilihan bahan – bahan tambahan di atas telah dijelaskan dalam
rancangan formula.
52
Setelah diakukan tahapan formulasi,sediaan dievaluasi untuk mengetahui
apakah sediaan telah memenuhi persyaratan spesifikasi tang telah ditentukan. Dan dari
hasil evaluasi didapatkan data sebagai berikut :
1. Uji Organoleptis
Bau : mint
Rasa : manis mint
Warna : putih
Kesimpulan : sediaan memenuhi spesifikasi organoleptis
2. Uji Penetapan pH
Sebelum dilakukan uji penetapan pH, dilakukan kalibrasi terlebih dahulu pada
pH meter, klibrasi ini dilakukan dengan menggunakan dapar standar pH 7
yang terbaca pada alat adalah 6,83, dengan demikian faktor koreksi +0,17.
Setelah dilakukan uji penetapan pH pada sediaan antasida makaa daperoleh
data pH sediaan antasida
1.pH = 9,19 (t = 30,0 0C)
2.pH = 9,22 (t = 30,6 0C)
3.pH = 9,25 (t = 31,0 0C)
Dari ketiga data tersebut diperoleh pH rata – rata 9,22, dalam hal ini tidak
dilakukan konversi terhadap suhu sebab tidak terlalu bermakna terhadap
perubahan pH,dan jika diinginkan suhu yang sama pada setiap kali uji maka
pH meter terlebih dahulu harus diatur pada suhu yang diinginkan
tersebut,adapun caranya telah tercantum pada petunjuk manual pemakaian
alat.
3. Uji Penentuan Densitas
Penentuan densitas dilakukan dengan menggunakan piknometer. Volume
piknometer pada suhu 20 0C adalah 9,765 cm3 (tercantum pada alat) Dari uji
tersebut diperoleh data antara lain :
1. bj = 1,1375 g/ cm3
2. bj = 1,1280 g/ cm3
3. bj = 1,1273 g/ cm3
53
Dari ketiga data tersebut diperoleh bj rata – rata = 1,1309 g / cm3
4. Pengukuran Viskositas
Alat yang digunakan adalah Rion Viskostester VT-04E
Prinsip kerja alat ini adalah Cup and Bob. Data yang diperoleh dari
pengukuran adalah 1,9 dPaS
5. Penentuan Ukuran Partikel
Uji penentuan ukuran pertikel dilakukan karena ukuran partikel sangat
mampengaruhi kestabilan sediaan suspensi yang dihasilkan, semakin besar
rentang ukuran partikael suspensi maka suspensi yang dihasilkan semakin
tidak stabil, artinya terjadi perbedaan kecepatan pengendapan. Partikel kecil
akan mengendap terlebih dahulu baru kemudian diikuti partikel besar,dengan
damikian proses pengandapan akan tejadi dalam waktu yang lama sehingga
endapan sulit untuk diredispersikan.Ukuran partikel sediaan antasida yang
diperoleh memenuhi semua rentang dalam spesifikasi yang telah ditentukan,
yaitu 0,5 – 5 µm. Ukuran partikel sediaan yang paling banyak terdapat pada
rantang 1 - 2 µm.
6. Uji Penentuan Volume Sedimentasi
Salah satu syarat sediaan suspensi adalah bahan yang tersuspensi tidak boleh
cepat mengendap (minimal dalam waktu pendispersian sampai penuangan)
dan partikel yang mengendap pada dasar suspensi tadakboleh membentuk
masa yang keras tetapi harus bisa terdispersi secara homogen ketika suspensi
tersebut dikocok.
Kurva volume sedimentasi yang diinginkan harus berupa garis horizontal atau
menurun perlahan. Dan sediaan antasida hasil formulasi memenuhi kriteria
tersebut. Sebagai absis adalah waktu dan sebagai ordinat adalah volume akhir
endapan dibagi volume total suspensi. Dalam evaluasi ini diperoleh dua data,
data pertama dilakukan pengamatan tiap 15 menit selama 90 menit,kemudian
data kedua dilakukan pengamatan tiap hari selama 5 hari.
7. Uji Kapasitas Penetralan Asam
Kapasitas menetralkan asam dari berbagai antasida pada dosis terapi adalah
bervariasi tetapi pada umumnya pH lambung tidak lebih dari pH 4. kapsitas
54
penetralan asam ini sangat mempengaruhi efektifitas antasida yang dihasilkan
sehingga kapasitas sediaan harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Sediaan antasida ini diinginkan mampu menetralkan 15mEq asam. Pengujian
dilakukan terhadap dosis terkecil dari pemakaian (5ml). Pada pembuatan
larutan uji ditambahkan 30ml HCl 1,0N, di mana 1 ml HCl 1,0N setara
dengan 1mEq asam yang artinya HCl yang ditambahkan menghasilkan
30mEq asam yang akan dinetralkan oleh NaOH dan sediaan antasida. Dari
5ml sediaan antasida diharapkan mampu menetralkan 15mEq asam. Larutan
uji dititrasi dengan NaOH 0,5N sampai mencapai pH 3,5. untuk mencapai pH
3,5 tersebut dibutuhkan NaOH sebanyak 47ml yang artinya NaOH ini
menetralkan 23,5mEq asam . Dengan demikian antasida hanya mampu
menetralkan sebanyak 6,5mEq asam padahal sediaan diinginkan mampu
menetralkan 15 mEq asam. Dapat disimpulkan sediaan antasida tidak
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan, hal ini dikarenakan pemakaian
suspending agent yang digunakan adalah CMC Na yang bersifat inkompatibel
dangan garam dari alumunium. Telah diketahui pada prosedur pembuatan
sediaan uji kapasitas penetralan asam, sediaan antasida ditambahkan 30ml
HCl yang akan bereaksi dengan alumunium dalam antasida sehingga
membentuk garamAlCl3 yang akan membentuk sifat inkompatibilitas dengan
CMC Na yang dapat menurunkan pH dari sediaan sehingga efektivitas
sediaan menurun. Untuk menghindari hal ini maka diginakan suspending
agent pengganti hydroxypropyl methyl cellulose yang tidak memiliki sifat
inkompatibilitas dengan bahan aktif.
55
BAB VIII
KESIMPULAN
1. Sifat organoleptis sediaan yang dihasilkan memiliki bau mint, rasa manis mint,
dan warna putih.
2. pH sediaan rata – rata dari hasil evaluasi adalah 9,22
3. Viskositas sediaan rata – rata dari hasil evaluasi adalah 1,9 dPaS,pengukuran ini
menggunakan alat viskosimeter cup and bob Rion Viskosimeter VT-04E
4. Berat jenis sediaan rata – rata diperoleh dari hasil evaluasi adalah 1,1309 g / cm3
5. Ukuran partikel dari hasil evaluasi memiliki jarak ukuran antara 0,5084 –
3,3055µm
6. Hasil evaluasi volume sedimentasi diperoleh dua data yaitu data pertama
dilakukan pengamatan tiap 15 menit selama 90 menit,kemudian data kedua
dilakukan pengamatan tiap hari selama 5 hari. Dari kedua data tersebut diperoleh
grafik pada kurva yang menurun secara perlahan sesuai dengan persyaratan
terjadinya sedimentasi yang baik.
7. Uji kapasitas penetralan asam dari hasil evaluasi sediaan diperoleh data dalm satu
dosis terkecil sediaan antasida mampu menetralkan 6,5mEq asam.
56
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, edisi ketiga,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, edisi keempat,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Ganiswara S.G, 1995, Farmakologi dan Terapi, edisi keempat,
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Gennoro A.R, 2000, Remington; The Science and Practice of Pharmacy Volume I,
Philadelphia College of Pharmacy And Science, Philadelphia
Kibbe A.H, 2000, Handbook of Pharmaceutical Excipients, third edition,
The Pharmaceutical Press, London
Reynold J.E.F, 1982, Martindale The Extra Pharmacopeia, twenty eight edition,
The Pharmaceutical Press, London
Lieberman H.A, 1996, Pharmaceutical Dosage Form, Disperse Systems Vol.I,
Second edition, Marcel Dekker Inc, New York
Aulton Michael, 1987, Pharmaceutics : The Science Of Dosage Forms Design,
Lorgmann Group (FE) Ltd, Hongkong
57
Recommended