View
240
Download
1
Category
Preview:
DESCRIPTION
laporan fisiologi genitourinaria sistem
Citation preview
LAPORAN LAB ACTIVITY
FISIOLOGI
Kelompok 2
Anna Andany Lestari 101.0211.056Ryan Gamma 101.0211.0Dondy Juliansyah 101.0211.1
FK UPN VETERAN JAKARTA2011 / 2012
Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-
masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal
kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Ren sinistra terletak
setinggi costa XI atau vertebra lumbal 2-3, sedangkan ren dextra terletak setinggi costa
XII atau vertebral lumbal 3-4. Jarak antara extremitas superior ren dextra dan sinistra
adalah 7 cm, sedangkan jarak dari extremitas inferior ren dextra dan ren sinistra adalah
11 cm. Sedangkan jarak dari extremitas inferior ke crista iliaca adalah 3-5 cm.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal
dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ren di bungkus oleh:
1. Capsula fibrosa
Capsula fibrosa melekat pada ren dan mudah di kupas. Capsula fibrosa hanya
menyelubungi ginjal dan tidak membungkus glandula supra renalis.
2. Capsula adiposa
Capsula adiposa mengandung banayk lemak dan membungkus ginjal dan glandula
suprarenalis. Capsula adipose di bagian depan relative lebih tipis di bandingkan di
bagian belakang.
Ginjal dipertahankan pada tempatnya oleh fascia adiposa. Pada keadaan tertentu
capsula adiposa sangat tipis sehingga jaringan ikat yang menghubungkan capsula
fibrosa dan capsula renalis kendor sehingga ginjal turun, yang di sebut
nephroptosis.
3. Fascia renalis (Gerota)
Fascia renalis terletak di luar capsula fibrosa dan terditi dari 2 lembar yaitu fascia
prerenalis di bagian depan dan fascia retrorenalis di bagian belakang.kedua lembar
fascia renalis ke audal tetap terpisah, ke cranial bersatu, sehingga kantong ginjal
terbuka ke bawah, oleh karena itu sering terjadi ascending infection.
Ginjal di perdarahi oleh oleh a.renalis cabang dari aorta abdominalis setinggi vertebra
lumbal 1-2. Arteri renalis kanan lebih panjang daripada arteri renalis kiri karena arteri
renalis kanan harus menyilangi vena cava inferior. Arteri renalis berjalan di antara lobus
ginjal dan bercabang menjadi arteri interlobaris. Arteri interlobaris pada perbatasn cortex
dan medulla akan bercabang menjadi arteri arcuata yang akan mengelilingi cortex dan
medulla, sehingga di sebut arteri arciformis. Arteri arcuata mempercabangkan
mempercabangkan arteri interlobularis dan berjalan sampai tepi ginjal (cortex), kemudian
mempercabangkan vasa afferents: glomerolus dan di dalam glomerolus membentuk
anyaman/ pembuluh kapiler, sebagai vassa efferents→anyaman rambut=tubuli contorti.
Di superomedial dari ginjal terdapat suatu kelenjar endokrin yaitu glandula suprarenalis.
Glandula suprarenalis dextra berbentuk pyramid dan terletak antar diafragma dan lobus
dexter hepatis. Glandula suprarenalis lebih pipis dan berbentuk bulan sabit.
Glandula suprarenalis mendapatkan pendarahan dari:
1. Arteri suprarenalis superior, cabang dari a.phrenica inferior
2. Arteri suprarenalis media, cabang dari aorta abdominalis
3. Arteri suprarenalis inferior, cabang dari a.renalis
Sedangkan pembuluh darah baliknya melalui beberapa vena-vena kecil mengikuti
pembuluh nadinnya. Vena suprarenalis dextra bermuara pada vena cava inferior ,
sedangkan vena suprarenalis sinistra bermuara pada vena renalis sinistra dan biasanya
membentuk satu saluran dengan vena phrenica inferior.
Aliran getah bening dari cortex glandula suprarenalis lebih sedikit daripada medulla dan
mengikuti aliran limfe ke nnl.lumbales (aortica).
Glandula suprarenalis dipersarafi oleh plexus coeliacus dan cabang-cabang nn.splanchnici.
Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
Arteri Renalis → arteri interlobaris → arteri arcuata → arteri interlobaris → arteriol afferen → glomerulus → arteriol efferen → kapiler peritubuler dan vasa recta → vena interlobular → vena arcuata → vena interlobaris → vena renalis
Histologi Ginjal
Dalam jaringan korteks ginjal terdapat :
Glomerulus ginjal (korteks Malpighi), bangunan ini bentuknya khas, bulat dengan warna
lebih gelap daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Permukaan luarnya
diliputi epitel selapis gepeng yang disebut kapsula bowman pars parietal. Kadand ditemukan
tautan antara kapsula bowman pars parietalis dengan tubulus kontortus proksimal yang
membentuk polus tubularis. Dibawah kapsula bowman pars parietal terdapat ruangan
kosong yang dalam keadaan hidup terisi cairan ultrafiltrat (urine primer). Pada sisi yang
berlawanan dengan polus tubularis terdapat polus vaskularis, tempat masuk dan keluarnya
arteriol pada glomerulus. Arteriol yang masuk disebut vasa aferen, yang kemudian
bercabang-cabang menjadi sejumlah kapiler yang bergelung-gelung membentuk glomerulus.
Pembuluh kapiler tadi sebenarnya diliputi oleh podosit yang merupakan kapsula bowman
pars viseralis. Dengan mikroskop cahaya biasanya sulit membedakan sel endotel kapiler dari
podosit. Semua pembuluh kapiler tadi kemudian menjadi satu lagi membentuk arteriol yang
selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen yang berupa suatu arteriol.
Pada beberapa glomerulus dapat dibedakan vasa aferen dari vasa eferen karena kebetulan
terpotong pada apparatus yuxta glomerularis. Bangunan ini terdiri atas makula densa dan sel
yuxta glomerularis. Vasa aferen ikut membentuk bangunan ini karena sel yuxta glomerularis
sebenarnya merupakan sel otot polos dinding vasa aferen didekat glomerulus yang berubah
sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel tersebut tampak jernih dan kadang-kadang di dalam
sitoplasmanya terdapat granula. Ditempat ini, arteriol tidak mempunyai tunika elastika
interna.
Sisi luar sel yuxtaglomerularis berhimpit dengan sel yang menyusun makula densa yang
merupakan epitel dinding tubulus kontortus distalis. Pada bagina ini sel dinding tubulus
tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel makula densa dan sel yuxtaglomerular
bersama-sama membentuk apparatus yuxta glomerularis. Diantara apparatus yuxta
glomerularis dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat kelompokan sel-sel kecil
yang jernih yaitu sel mesangial atau sel polkisen.
Tubulus kontortus proksimal. Saluran ini selalu terpotong dalam berbagai bidang karena
jalannya berkelok-kelok. Dindingnya terdiri atas selapis sel kuboid dengan batas-batas sel
yang sukar dilihat. Intinya bulat, biru dan biasanya terletak agak berjauhan dengan inti sel
disebelahnya. Sitoplasma berwarna asidofil. Dinding lateral sel tidak jelas. Permukaan sel
yang menghadap lumen mempunyai batas sikat(brush border).
Tubulus kontortus distal. Seperti yang proksimal, dindingnya terdiri atas selapis sel kuboid
yang batas antar selnya agak lebih jelas dibanding yang proksimal, inti sel bulat, berwarna
biru, tetapi bila diperhatikan, jarak antara inti sel disebelahnya agak berdekatan satu sama
lain. Sitoplasma berwarna basofil dan permukaan sel yang menghadap lumen tidak
mempunyai brush border.
Arteri dan vena interlobularis. Pembuluh ini disebut juga a/v intralobularis atau a/v
kortikalis radiata. Kedua pembuluh ini sering terlihat berjalan berdampingan dan tergolong
arteriol dan venula. Bergantung pada arah potongannya, kedua pembuluh ini dapat terpotong
melintang atau memanjang, tetapi selalu berada didalam jaringan koteks ginjal.
Pada daerah yang berbatasan dengan jaringan medulla (pyramid) pada beberapa sajian dapat
ditemukan a/v arkuata yang tergolong arteriol dan venula yang lebih besar daripada a/v
interlobularis.
Kolumna renalis bertini. Jaringan korteks ginjal sebagian kecil menjorok kedaerah medulla
membentuk kolom mengisi celah diantara piramid. Jaringan medulla seperti itulah yang
disebut kolumna renalis bertini. Pada beberapa sajian disini pun dapat ditemukan pembuluh
darah yang juga tergolong arteriol/venula dan disebut a/v interlobaris.
Medula ginjal. Jaringan medulla ginjal hanya terdiri atas saluran-saluran yang kurang lebih
berjalan lurus. Jaringan medulla ada juga yang menjorok masuk kedalam daerah
korteks.didalam korteks ginjal jaringan medulla ini membentuk berkas-berkas yang disebut
prosesus ferreini. Di dalam berkas ini terdapat sekelompok saluran yang gambarannya
berbeda dari saluran yang ada di dalam jaringan korteks. Jika berkas itu terpotong melintang
biasanya tampak sejumlah saluran lumennya lebih kecil dan dindingnya pun lebih tipis.
Didalam jaringan medulla ginjal, yang terdapat pada prosesus ferreini maupun pada piramid
dapat dipelajari saluran-saluran urine sebagai berikut
a. Ansa henle segmen tebal naik (pars asenden). Gambarannya mirip tubulus kontortus
distal, tetapi garis tengahnya lebih kecil.
b. Ansa henle segmen tipis. Gambarannya mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya
meskipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga
sitoplasmanya lebih jelas terlihat, selain itu lumennya tampak kosong.
c. Ansa henle segmen tebal turun (pars desenden). Gambarannya mirip tubulus kontortus
proksimal, tetapi diameternya lebih kecil.
d. Duktus koligens. Gambarannya mirip tubulus kontortus distal tetapi dinding sel
epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat.
Jaringan medulla yang terdapat di dalam piramid gambarannya sama dengan yang tedapat dalam prosesus ferreini. Tetapi makin dekat ke papilla renis, saluran-saluran yang ada didalamnya tamapak berdiameter lebih besar, dindingnya dilapisi epitel kubis tinggi selapis sampai torak dan disebut duktus papilaris bellini. Saluran yang terakhir ini bermuara kedalam kaliks minor.
Mekanisme kerja ginjal
Salah satu fungi ginjal adalah sebagai tempat pembentukan urin. Ada tiga proses dasar
yang terlibat dalam pembentukan urin yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi.
1. Filtrasi
Proses filtrasi terjadi di glomerulus. Sewaktu darah mengalir melalui glomerulus,
plasma bebas protein tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman.
Dalam keadaan normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring. Proses ini
dikenal sebagai filtrasi glomerulus. Filtrasi glomerulus merupakan langkah pertama
dalam pembentukan urin. Secara rata – rata, 125ml filtrat glomerulus (cairan yang
difiltrasi) terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap menit.
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul bowman harus melewati
tiga lapisan yang membentuk membrane glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus,
membrane basal, dan lapisan dalam kapsula bowman. Secara kolektif, lapisan – lapisan
ini berfungsi sebagai saringan molekuler halus yang menahan sel darah dan protein
plasma tetapi membolehkan H2O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil.
Membrane glomerulus
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari satu lapis sel endotel gepeng. Lapisan ini
memiliki banyak pori besar yang menyebabkannya 100 kali lebih permeable terhadap
H2O dan zat terlarut daripada kapiler di bagian tubuh lain.
Membrane basal adalah lapisan gelatinosa aseluler (tidak mengandung sel) yang
terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip di antara glomerulus dan kapsula
bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan structural, dan glikoprotein menghambat
filtrasi protein plasma yang kecil. Protein plasma yang lebih besar tidak dapat difiltrasi
karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi pori ini masih dapat melewatkan
albumin, protein plasma kecil. Namun, karena bermuatan negative, maka glikoprotein
menolak albumin dan protein lain, yang juga bermuatan negative. Karena itu, protein
plasma hampir tidak terdapat pada filtrate, dengan kurang daari 1% molekul albumin
berhasil lolos ke dalam kapsula bowman.
Lapisan dalam kapsul bowman terdiri dari sel podosit, sel yang mirip gurita yang
mengelilingi glomerulus. Setiap sel podosit memiliki bayak foot process (podo artinya
“kaki”, prosesus adalah tonjolan appendix) memanjang yang saling menjalin dengan
foot process podosit sekitar, seperti anda menjalinkan jari – jari tangan anda ketika
memegang bola dengan kedua tangan. Celah sempit di antara foot process yang
berdampingan, yang dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalir tempat cairan
meninggalkan kapiler glomerulus menuju lumen kapsul bowman.
Karena itu, rute yang dilalui oleh bahan terfiltrasi melewati membrane glomerulus
seluruhnya berada di luar sel, pertama melalui pori kapiler, kemudian melalui
membrane basal aseluler, dan akhirnya melewati celah filtrasi kapsuler.
Gaya – gaya yang berperan pada proses filtrasi glomerulus
Tekanan darah kapiler glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh
darah di dalam kapiler glomerulus. Tekanan ini pada akhirnya bergantung pada
kontraksi jantung (sumber energy yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi
terhadap aliran darah yang ditimbulkan oleh arteriol aferen dan eferen. Tekanan darah
kapiler glomerulus, dengan nilai rata – rata diperkirakan 55mmHg, lebih tinggi
daripada tekanan darah kapiler ditempat lain. Penyebab lebih tingginya tekanan di
kapiler glomerulus adalah garis tengah arteriol aferen yang lebih besar dibandingkan
dengan arteriol eferen. Karena darah dapat lebih mudah masuk ke glomerulus melalui
arteriol aferen yang lebih lebar daripada keluar melalui arteriol eferen yang lebih
sempit maka tekanan darah kapiler glomerulus tetap tinggi akibat terbendung darah di
kapiler glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi yang dihasilkan oleh arteriol
eferen, maka tekanan darah tidak memiliki kecenderungan untuk turun di sepanjang
kapiler glomerulus seperti di kapiler lain. Tekanan darah glomerulus yang tinggi dan
tidak menurun ini cenderung mendorong cairan keluar glomerulus menuju kapsul
bowman di seluruh panjang kapiler glomerulus, dan merupakan gaya utama yang
menghasilkan filtrasi glomerulus. Sementara tekanan darah kapiler glomerulus
mendorong filtrasi, dua gaya lain yang bekerja menembus membran glomerulus
(tekanan osmotic koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul bowman).
Tekanan osmotic koloid plasma ditimbulkan oleh distribusi tak seimbang protein
– protein plasma di kedua sisi membrane glomerulus. Karena tidak dapat difiltrasi,
maka protein plasma terdapaat di kapiler glomerulus, tetapi tidak di kapsul bowman.
Karena itu, konsentrasi H2O lebih tinggi dikapsul bowman daripada di kapiler
glomerulus. Timbul kecenderungan H2O untuk berpindah melalui osmosis menuruni
gradient konsentrasinya sendiri di kapsul bowman ke dalam glomerulus melawan
filtrasi glomerulus. Gaya osmotic oposan ini rata – rata 30mmHg yaitu lebih sedikit
tinggi daripada di kapiler lain. Tekanan ini lebih tinggi karena H2O yang difiltrasi
keluar darah glomerulus jauh lebih banyak sehingga konsentrasi protein plasma lebih
tinggi daripada di tempat lain.
Tekanan hidrostatis kapsul bowman, tekanan yang ditimbulkan oleh cairan
dibagian awal tubulus ini, diperkirakan sekitar 15mmHg. Tekanan ini yang cenderung
mendorong cairan keluar kapsul bowman, melawan filtrasi cairan dari glomerulus
menuju kapsul bowman.
2. Proses Reabsorbsi
Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut
didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yangterlarut dapat
direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino.
a. Tubulus kontortus proksimal
Sebagian besar glukosa, asam amino, fosfat, dan bikarbonat direabsorpsi di
tubulus kontortus proksimal, bersama dengan 60-70% Na+, K+, Ca2+, ureum, dan air.
Natrium
Konsentrasi Na+ di filtrat adalah sekitar140 mmol/L, tetapi pada sitosol sel
epitel, konsentrasi Na+ ini jauh lebih rendah (antara10-20 mmol/L), yang juga
bermuatan negative. Oleh karena itu, gradien elektrokimia mendukung
pergerakkan ion Na+ dari filtrat ke dalam sel, sehingga memberikan gaya dorong
untuk transpor sekunder zat-zat lainnya. Sekitar 80% Na+ yang memasuki sel
tubulus proksimal ditukar dengan H+ (antiporter).5 Sekresi ion H+ di tubulus
proksimal berperan kritis pada reabsorpsi HCO3-. Pada akhirnya, Na+ akan
ditranspor ke cairan interstitial, dan hanya sekitar 20% Na+ yang ditranspor yang
akan berdifusi ke kapiler.
Air
Air tidak direabsorpsi secara aktif. Karena Na+ dan HCO3- ditranspor
keluar dari tubulus ke cairan interstitial peritubulus, maka osmolalitas cairan
interstitial peritubulus akan meningkat, sedangkan osmolalitas cairan tubulus
berkurang. Perbedaan tekanan osmotik ini menyebabkan reabsorpsi air.5
Reabsorpsi air meningkatkan konsentrasi Cl-, K+, Ca2+, dan ureum di
dalam tubulus, sehingga akan terjadi difusi menuruni gradien konsentrasi ke
rongga peritubulus. Permeabilitas terhadap Cl- meningkat pada 2/3 akhir tubulus
kontortus proksimal, sehingga memfasilitasi reabsorpsi Cl-. Hal ini menyebabkan
lumen tubulus menjadi lebih positif, dan meningkatkan reabsorpsi kation. Karena
reabsorpsi Na+, Cl-, K+, Ca2+, dan ureum ditubulus kontortus proksimal terjadi
bersamaan dengan reabsorpsi air, maka konsentrasi totalnya pada cairan yang
meninggalkan tubulus kontortus proksimal akan serupa dengan konsentrasi pada
filtrat dan plasma, walaupun kuantitas dan volume cairan total berkurang hingga
sekitar 70%.
Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara simporter dengan Na+, dan kemudian
berdifusi keluar sel ke interstitium peritubulus. Tm glukosa adalah ~380 mg/menit
(~21 mmol/menit), dan ambang batas ginjal adalah ~11 mmol/L.
Asam amino
Asam amino direabsorpsi oleh beberapa simporter terkait Na+, yang
spesifik untuk asam, basa, dan asam amino netral.
Fosfat
Fosfat dikotranspor dengan Na+. Tm fosfat mendekati beban terfiltrasi,
sehingga peningkatan konsentrasi fosfat dalam plasma akan menyebabkan
ekskresi. Reabsorpsi fosfat diturunkan oleh hormon paratiroid.
Asam dan basa organik
Zat ini meliputi metabolit-metabolit (misalnya garam empedu, urat,
oksalat) dan obat-obatan (misalnya PAH, penisilin, aspirin), dan semuanya
disekresi. Asam organik ditranspor dari cairan peritubulus ke sel tubulus secara
kotranspor dengan Na+, dan berdifusi ke tubulus untuk ditukar dengan anion
(misalnya Cl-, HCO3-). Basa organik secara aktif dikeluarkan dan ditukar dengan
Na+ atau H+.
b. Ansa henle
Cairan yang memasuki bagian descendens ansa Henle bersifat isotonic dengan
plasma (~290 mosmol/kgH2O). Terbentuknya osmolalitas yang tinggi di medulla
bergantung pada perbedaan permeabilitas terhadap air dan solut di berbagai regio
yang berbeda, transpor aktif ion pada bagian ascendens tebal, dan adanya counter-
current multiplier. Bagian descendens tipis permeabel terhadap air tapi tidak
permeabel terhadap ureum, sedangkan bagian ascendens tidak permeabel terhadap air
tetapi permeabel terhadap ureum; bagian ini juga sangat permeabel terhadap ion Na+
dan Cl-. Bagian ascendens tebal secara aktif mereabsorpsi Na+ dan Cl- dari cairan
tubulus dengan menggunakan kotransporter Na+-K+-2Cl-. Na+ ditranspor terutama
oleh pompa Na+ (beberapa oleh kotranspor Na+-HCO3-), dan Cl- melalui difusi. K+
keluar lagi ke lumen melalui kanal K+, menciptakan muatan positif yang
menggerakkan reabsorpsi kation ( Na+, K+, Ca2+, Mg2+). Karena bagian ascendens
tebal tidak permeabel terhadap air, reabsorpsi ion mengurangi osmolalitas cairan
tubulus (hingga ~90 mosmol/kgH2O) dan meningkatkan osmolalitas cairan
interstitial, sehingga menciptakan perbedaan osmotik sebesar ~200 mosmol/kgH2O.
Counter-current multiplier
Peningkatan osmolalitas menebabkan air berdifusi keluar dari bagian
descendens, dan sejumlah Na+ dan Cl- berdifusi ke dalam, sehingga cairan tubulus
menjadi pekat. Begitu cairan yang pekat ini mengalir turun, cairan berjalan ke
arah yang berlawanan dengan cairan yang kembali dari regio dengan osmolalitas
yang masih lebih tinggi di medulla bagian dalam. Pengaturan counter-current ini
menciptakan gradien osmotik, yang menyebabkan Na+ dan Cl- berdifusi keluar
dari bagian ascendens (menurunkan konsentrasi cairan ascendens), dan air
berdifusi keluar dari bagian descendens (meningkatkan konsentrasi cairan
descendens). Efek ini diperkuat oleh fakta bahwa bagian ascendens tidak
permeabel terhadap air, tetapi sangat permeabel terhadap Na+ dan Cl-, dan juga
dengan daur ulang ureum di antara duktus kolektivus dan bagian ascendens,
sehingga merupakan kontribusi penting untuk konsentrasi urin. Pada ujung ansa
Henle, cairan interstitial dapat mencapai osmolalitas sebesar ~1400
mosmol/kgH2O, karena bagian NaCl dan ureum sama.
Pasokan darah ke medulla dicegah agar tidak menghilangkan gradien
osmotik antara korteks dan medulla oleh pengaturan counter-current exchanger
pada kapiler vasa rekta. Vasa rekta juga mengeluarkan air yang direabsorpsi dari
ansa Henle dan duktus kolektivus medulla. O2 dan CO2 juga dipertahankan,
sehingga, pada medulla bagian dalam, PO2 rendah dan PCO2 tinggi.
c. Tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus
Cairan yang memasuki tubulus distal bersifat hipotonik (~90 mosmol/kgH2O).
tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus kortikal tidak permeabel terhadap
ureum. Saluran ini juga tidak permeabel terhadap air, kecualijika terdapat ADH.
Dengan adanya ADH, air akan berdifusi ke interstitium korteks ginjal, dan cairan
tubulus menjadi pekat, mencapai osmolalitas maksimum sebesar ~290
mosmol/kgH2O (isotonic dengan plasma). Namun demikian, cairan tubulus berbeda
dari plasma karena banyaknya ion Na+, K+, Cl-, dan HCO3- yang telah direabsorpsi,
dan digantikan dengan ureum. Cairan ini menjadi pekat ketika air direabsorpsi,
karena tubulus kontortus distal dan duktus kolektivus kortikal tidak permeabel
terhadap ureum.
Duktus kolektivus medulla juga menjadi permeabel terhadap air jika terdapat
ADH. Air direabsorpsi karena tingginya osmolalitas interstitium medulla. Oleh
karena itu, pada kondisi dengan stimulasi ADH maksimum, osmolalitas akhir urin
dapat mencapai 1400 mosmol/kgH2O; jika tidak ada ADH, urin akan encer (~60
mosmol/kgH2O). walaupun hanya 15% nefron yang memiliki ansa Henle yang
sampai ke medulla bagian dalam, dan juga berkontribusi terhadap tingginya
osmolalitas medulla, duktus kolektivus semua nefron akan melewati medulla dan oleh
karena itu akan memekatkan urin.
Ureum
Duktus kolektivus medulla permeabel terhadap ureum, yang akan
berdifusi menuruni gradien konsentrasi ke dalam medulla dan kemudian ke
bagian ascendens ansa Henle. Ureum akan menjadi ‘terperangkap’ dan sebagian
akan didaur ulang, sehingga konsentrasi yang tinggi tetap dipertahankan dan
memberikan ~50% osmolalitas medulla. ADH akan meningkatkan permeabilitas
duktus kolektivus medulla terhadap ureum, sehingga reabsorpsinya juga
meningkat dengan difusi terfasilitasi; hal ini akan lebih meningkatkan osmolalitas
medulla dan memungkinkan produksi urin yang lebih pekat.
Kalium
Sebagian besar kalium telah direabsorpsi sesampainya di tubulus kontortus
distal, dan dengan demikian ekskresi kalium diregulasi oleh sekresi pada tubulus
kontortus distal bagian akhir. K+ ditranspor secara aktif oleh pompa Na+, dan
disekresi secara pasif melalui kanal K+ dan kotranspor K+-Cl-. Jadi, sekresi terjadi
karena gradien konsentrasi di antara sitosol dan cairan dalam lumen tubulus. Akan
tetapi, K+ yang disekresi akan mengurangi gradien kecuali jika terus dialirkan,
sehingga ekskresi K+ meningkat jika aliran lumen tubulus meningkat. Jadi,
diuretik sering kali menyebabkan hilangnya K+. Sekresi K+ meningkat karena
pengaruh aldosteron, yang meningkatkan aktivitas pompa Na+. gangguan
homeostasis K+ seringkali berhubungan dengan gangguan asam-basa.
Kalsium
Reabsorpsi kalsium di tubulus kontortus distal diregulasi oleh hormon
paratiroid (PTH) dan 1,25-dihidroksikolekalsiferol (bentuk aktif vitamin D). PTH
akan mengaktivasi kanal masuk Ca2+. Pembuangan Ca2+ dibantu oleh antiporter
Na+-Ca2+. Protein pengikat Ca2+ mencegah peningkatan berlebihan Ca2+ bebas
dalam sitosol. PTH juga menginhibisi reabsorpsi fosfat.
3. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla
renalis selanjutnya diteruskan ke luar. Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, baik
melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus, dan tidak di reabsorpsi, akan
dieliminasi dalam urin. Bahan – bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalan
ion hydrogen (H+), ion K, serta anion dan kation organic, yang banyak di antaranya
adalah senyawa yang asing bagi tubuh.
Sekresi ion H+
Sekresi H+ ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan asam-basa
di tubuh. Ion hydrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari
tubuh melalui urin. Ion hydrogen dapat disekresikan oleh tubulus proksimal,
distal, atau koligentes, dengan tingkat sekresi H+ bergantung dengan keasaman
cairan tubuh. Ketika cairan tubuh terlalu asam, maka sekresi H+ meningkat.
Sebaliknya, sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan tubuh terlalu
rendah.
Sekresi ion kalium
Sekresi ion kalium di tubulus distal dan koligentes digabungkan dengan
reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+ basolateral dependen energy. Pompa ini tidak
hanya memindahkan Na+ keluar sel menuju ruang lateral tetapi juga
memindahkan K+ dari ruang lateral ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel
yang meningkat mendorong perpindahan netto K+ dari sel ke dalam lumen
tubulus. Perpindahan menembus membrane luminal berlangsung secara pasif
melalui sejumlah besar saluran K+ di membrane ini di tubulus distal dan
koligentes. Dengan menjaga konsentrasi K+ cairan interstisium rendah (karena
mengangkut K+ ke dalam sel tubulus dari cairan interstisium sekitar), pompa
basolateral mendorong perpindahan pasif K+ keluar plasma kapiler peritubulus ke
dalam lumen tubulus di bagian distal nefron.
Karena sekresi K+ dikaitkan dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+,
mengapa K+ tidak disekresikan di sepanjang segmen tubulus yang melakukan
reabsorpsi Na+ dan tidak hanya terjadi di bagian distal nefron? Jawabannya
terletak di lokasi saluran K+ pasif. Di tubulus distal dan koligentes, saluran K+
terkonsentrasi di membrane luminal, menyediakan rute bagi K+ yang dipompa ke
dalam sel untuk keluar ke dalam lumen (disekresikan). Di segmen tubulus
lainnya, saluran K+ terutama terletak di membrane basolateral. Akibatnya, K+
yang dipompa ke dalam sel dari ruang lateral oleh pompa Na+-K+ mengalir balik
ke ruang lateral melalui saluran – saluran ini. Daur ulang K+ ini memungkinkan
pompa Na+-K+ terus menerus melakukan reabsorpsi Na+ tanpa efek local netto
pada K+.
A. Hormon – hormone yang berpengaruh pada mekanisme kerja ginjal
Faktor hormon meningkatkan efektivitas pengaturan umpan balik cairan tubuh-ginjal.
Hormone utama yang berperan dalam proses yang mengontrol keseimbangan natrium air
tersebut adalah hormone antidiurentik (ADH),peptida natriuretik atrium (atrial natruertic
peptide.ANP) angiotensin II dan III,dan aldosteron.. Sistem umpan balik osmoreseptor ADH
untuk mengontrol konsentrasi dan osmolaritas natrium cairan ekstrasel. Contohnya bila
osmolaritas (konsentrasi natrium dalam plasma) meningkat diatas normal akibat kekurangan
air, sistem umpan balik ini akan bekerja sebagai berikut :
Peningkatan osmolarits cairan esktrasel(yang secara praktis berarti peningkatan
konsentrasi natrium plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel
osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, mengkerut.
Pengerutan sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, yang akan
mengirimkan sinyal saraf ke sel saraf tambahan di nukleus supraoptik yang kemudian
meneruskan sinyal ini menyusuri tingkai kelenjar hipofise ke hipofisis posterior.
Pontensial aksi yang disalurkan ke hipofisis posterior akan merangsang pelepasan ADH,
yang disimpan dalam granula sekretorik di ujung saraf.
ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, tempat ADH meningkatkan
permeabilitas air di bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan duktus
koligentes medula.
Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan
reabsorsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat.
Jadi air disimpan didalam tubuh sedangkan natrium dan zat terlarut terus dikeluarkan
dalam urin. Hal ini menyebabkan pengenceran zat terlarut didalam caitan ekstrasel yang
akan memperbaiki kepekatan cairan ekstrasel mula-mula yang berlebihan.
Terjadi serangkaian kejadian yang berlawanan saat cairan ekstrasel menjadi terlalu encer.
Contohnya, pada asupan air yang berlebihan dan oenurunan osmolaritas ekstrasel, lebih
sedikit ADH yang terbentuk lalu tubulus ginjal mengurangi permeabilitasnya terhadap air
yang dieabsorbsi, dan sejumlah besar urin encer dibentuk. Hal tersebut kemudian
memekatkan cairan tubuh dan mengembalikan osmolaritas plasma kembali ke nilai normal.
Peranan ADH dalam mengatur ekskesi air oleh ginjal
ADH memainkan peranan penting terhadap ginjal untuk membentuk sedikit volume
urin pekat sementara mengeluarkan garam dalan jumlah nirmal. Pengaruh ini sangat
penting selama kehilangan air, yang dengan kuat meningkatan kadar ADH plasma yang
kemudian meningkatkan kadar reabsorbsi air oleh ginjal dan membantu memperkecil
penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri yang terjadi. Kehilangan air selama
24 sampai 48 jam normalnya hanya menyebabkan penurunan volume cairan ekstrasel dan
tekanan darah arteri yang kecil saja. Akan tetapi, bila berpengaruh ADH dihambat oleh
dengan obat ang bersifat antagonis terhadap kerja ADH untuk meningkatkan reabsorbsi
air di tubulus distal dan tubulus koligentes, masa kehilangan air yang sama akan
menyebabkan penurunan volume cairan ekstrasel dan tekanan arteri yang besar.
Sebaliknya, bila terdapat volume ekstrasel yang berlebihan, penurunan kadar ADH
mengurangi reabsorsi air oleh ginjal, jadi membantu menghilangkan volume yang
berlebihan dari tubuh.
Peranan Aldosteron dalam Mengatur Ekskresi Ginjal
Aldosteron meningkatkan reabsorsi natrium, terutama pada tubulus koligentes
kortikalis. Peningkatan reabsorbsi natrium juga terkait dengan peningkatan reabsorsi air
dan sekresi kalium. Oleh karena itu, pengaruh akhir aldosteron adalah membuat ginjal
menahan natrium dan air tetapi meningkatkan ekskresi kalium dalam urin.
Fungsi aldosteron dalam mengatur keseimbangan natrium berhubungan erat dengan
angiotensin II. Yaitu, dengan penurunan asupan natrium, peningkatan kadar angiotensin
II yang terjadi merangsang sekresi aldosteron, yang kemudian membantu untuk
menurunkan ekskresi natrium dalam urin dan oleh karena itu, mempertahankan
keseimbangan natrium. Sebaliknya asupan natrium yang tinggi, penekanan pembentukan
aldosteron menurunkan reabsorbsi tubukus, membuat ginjal mengeksresikan natrium
dalam jumlah yang lebih besar. Dengan demikian, perubahan pembentukan aldosteron
juga membantu mekanisme natriuresis tekanan dalam mempertahankan keseimbangan
natrium selama variasi asupan natrium.
Peranan Angiotensin II dalam Mengatur Eksresi Ginjal
Salah satu pengatur ekskresi natrium paling kuat dalam tubuh adalah angiotensin II.
Perubahan asupan natrium dan cairan berhubungan dengan perubahan timbal balik pada
pembentukan angiotensin II, dan hal ini kemudian sangat membantu mempertahankan
keseimbangan natrium dan cairan tubuh. Artinya, bila asupan natrium meningkat diatas
normal, sekresi renin menurun, menyebabkan penurunan pembentukan angiostensin II.
Karena angiotensin II memiliki beberapa pengaruh penting untuk meningkatkan
reabsorbsi natrium oleh tubulus, penurunan kadar angiotensin II menurunkan reabsorbsi
natrium dan air oleh tubulus, sehingga meningkatkan ekskresi natrium dan air oleh ginjal.
Hasil akhirnya adalah memperkecil peningkatan volume cairan ekstrasel dan tekanan
arteri yang akan terjadi bila asupan natrium meningkat.
Sebaliknya, bila asupan natrium menurun dibawah normal, peningkatan kadar
angiotensin II menyebabkan retensi natrium dan air, dan menghindari penurunan tekanan
darah arteri. Jadi, perubahan aktivitas sistem renin-angiostensin berperan sebagai penguat
mekanisme natriuresis tekanan yang sangat kuat untuk mempertahankan tekanan darah
dan volume cairan tubuh yang stabil.
Hormon Kerja Utama Berkaitan dengan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Jaringan yang di pengaruhi
ADH Resorpsi H₂o ↑ Ginjal Aldosteron Resorpsi Na’↑ Ginjal,kelenjar liur dan
keringat,kolon distalEkskresi K’↑ Ginjal
ANP Ekskresi Na’↑ Ginjal Volume urin ↑Renin ↓Angiotensi II ↓ Zona glomerulosa adrenalPembentukan aldosteron ↓
Angiotensi II Pembentukan aldosteron ↑ Zona glomerulosa adrenalVasokonstriksi ↑ Pembuluh resistensi perifer
Angiotensi III Pembentukan aldosteron ↑ Zona glomerulosa adrenal
Hormon yang berperan dalam mekanisme kerja ginjal.
Daftar Pustaka
Sloane E. Anatomi dan fisiologi. Jakarta: EGC; 2004.
Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar. Jakarta: EGC; 2007.
Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.
Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC; 2006.
Ganong WF. Fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2005.
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC
Dorland, WAN. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: EGC; 2002.
Moore K, Agur A. Anatomis Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates, 2002.
Ward JPT, Clarke RW, Linden RWA. At a glance fisiologi. Jakarta: Erlangga; 2007.
Marks BD, Marks DA, Smith MC. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta: Egc; 2001.
Recommended