View
20
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
genetika
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genetika merupakan suatu ilmu cabang biologi yang mengkaji materi genetik,
reproduksi, ekspresi, perubahan dan rekombinasinya, keberadaannya dalam
populasi, serta perekayasaannya. Genetika sebagai ilmu biologi memiliki
kedudukan sangat tinggi dan penting, karena genetika merupakan inti dalam
biologi (Minkof, 1983 dalam Corebima, 2003).
Menurut Storer dan Usinger dalam Maknunah (1999), Drosophila merupakan
anggota kelas Insekta dari suku Drosophilidae yang memiliki jumlah anggota
yang besar dan tersebar di seluruh belahan dunia. Drosophila ini memiliki habitat
yang kosmopolit sehingga bisa hidup di beberapa wilayah mulai dari dataran
rendah hingga daerah pegunungan. Menurut King dalam Warsini (1996), dalam
kondisi alam yang berbeda akan ditemukan perbedaan jenis-jenis Drosophila.
Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di daerah
tersebut, seperti makanan, suhu, juga sifat adaptif yang sudah terbiasa dengan
kondisi alam di daerah tertentu.
Reproduksi merupakan fungsi utama dan tidak dapat dipisahkan dari
semua kehidupan makhluk hidup. Pada organisme yang berkembang biak secara
seksual, pertukaran gen dapat dikurangi atau dicegah dengan mekanisme isolasi
reproduksi (Dobzhansky dalam Basuki, 1997). Isolasi reproduksi tidak hanya
terjadi pada jenis yang sudah jelas berbeda secara definitif (semarga atau bukan
marga). Dewasa ini diketahui bahwa isolasi seksual ini dapat terjadi juga pada
kelompok-kelompok strain yang masih tergolong dalam satu jenis termasuk pada
Drosophila (Kusnawati dalam Munawaroh, 1996). Pada proses perkawinan antara
populasi yang satu dengan populasi yang lain menampakkan kecenderungan
pemilihan terhadap pasangan kawin. Individu jantan dari hampir setiap hewan
menunjukkan tingkah laku kawin yang merangsang individu betina dari spesies
sama yang responsive terhadap pola tingkah laku ini. Jadi, isolasi reproduksi
meliputi dasar dari reproduksi dan penerimaan stimulus oleh pasangan tertentu.
1
Kecenderungan kawin antara makhluk hidup dapat diukur dengan
menggunakan indeks isolasi. Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur
atau penghitung untuk mengetahui kekerabatan makhluk hidup. Selain itu,
pengukuran ini juga dapat memperkirakan kekuatan isolasi reproduksi yang
diperoleh dengan cara membandingkan bagian dari perkawinan homogami dan
heterogami (Erman & Person, 1981 dalam Basuki, 1997).
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Munawaroh (1996) yang
menggunakan D. melanogaster dari berbagai ketinggian tempat. Hasil yang
diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh kedua peneliti atas strain-strain D.
melanogaster tersebut, menunjukkan tidak adanya kecenderungan perkawinan
diantara strain-strain D. melanogaster; populasi-populasi D. ananassae dari
berbagai ketinggian tempat juga menunjukkan tidak adanya perbedaan
kecenderungan perkawinan. Hal ini berarti, bahwa di antara mereka tidak ada
perbedaan ciri fenotip.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka dilakukan penelitian
untuk mengetahui kecenderungan perkawinan Drosophila tangkapan yang
diperoleh dari tiga daerah yaitu Tulungagung, Lumajang, dan Malang, sehingga
judul penelitian ini adalah “Indeks Isolasi Drosophila Tangkapan dari Daerah
Tulungagung, Lumajang, dan Malang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Adakah kecenderungan perkawinan Drosophila tangkapan kota
Tulungagung, Lumajang, dan Malang berdasarkan perhitungan indeks
isolasi?
2
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
sebagai berikut:
1. Mengetahui kecenderungan perkawinan Drosophila tangkapan yang kota
Tulungagung, Lumajang, dan Malang berdasarkan perhitungan indeks
isolasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a) Memberikan informasi atau wawasan mengenai penggunaan indeks
isolasi reproduksi pada Drosophila tangkapan yang berasal dari daerah
Tulungagung, Lumajang, dan Malang.
b) Memberikan informasi mengenai hubungan kekerabatan antara
Drosophila tangkapan yang berasal dari daerah Tulungagung,
Lumajang, dan Malang.
2. Bagi Mahasiswa
a) Menambah informasi kepada mahasiswa biologi Universitas Negeri
Malang, khususnya dalam bidang genetika.
b) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian
secara mandiri mengenai genetika.
c) Memberikan informasi tetang ciri-ciri morfologi Drosophila
Tulungagung, Lumajang, dan Malang.
E. Asumsi Penelitian
Dalam penelitian ini, hal-hal yang menjadi anggapan dasar dalam
penelitian, yaitu :
1. Drosophila yang ditangkap di daerah Tulungagung, Lumajang, dan
Malang dianggap sudah mewakili seluruh wilayah yang ada di daerah
tersebut.
2. Umur individu jantan dan betina yang dikawinkan dianggap sama.
3. Semua faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, suhu, kelembaban dan
lain-lain dianggap sama.
3
4. Seluruh kondisi nutrisi yang digunakan selama penelitian adalah sama.
5. Persilangan dilakukan sampai mendapat generasi 3 (F3) yang dianggap
telah mendapatkan galur murni.
6. Faktor internal seperti umur Drosophila tangkapan. yang digunakan dalam
penelitian dianggap sama.
7. Kemampuan untuk kawin masing-masing strain Drosophila tangkapan.
dianggap sama.
F. Batasan masalah
Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah penelitian hanya
dilakukan untuk mengkaji kecenderungan perkawinan Drosophila yang berasal
dari daerah Tulungagung, Lumajang, dan Malang.
G. Definisi Istilah
1. Indeks isolasi adalah alat (rumusan) yang digunakan untuk mengukur
adanya kecenderungan perkawinan yang terjadi pada organisme yang
dapat diperoleh dari perbandingan antara selisih presentase perkawinan
homogami dan heterogami dengan jumlah presentase perkawinan
homogami dan heterogami (Bock, 1982 dalam Munawaroh, 1996)
2. Male-Choice adalah perkawinan dimana individu jantan bebas memilih
individu betina yang akan dikawini (Bock, 1978 dalam Munawaroh,
1996).
3. Perkawinan homogami adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang
sama dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).
4. Perkawinan heterogami, adalah perkawinan yang terjadi pada populasi
yang berbeda dalam satu spesies (Munawaroh, 1996).
5. Kecenderungan kawin adalah kecenderungan pemilihan terhadap pasangan
kawin, Pada proses perkawinan antara populasi yang satu dengan populasi
yang lain (Kusnawati dalam Munawaroh, 1996).
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ciri-ciri Umum Drosophila
Menurut Borror, mengatakan bahwa ciri-ciri umum marga Drosophila sp.
antara lain:
1. Kepala Dan Sutura- Sutura
Sutura kepala utama yang sering dipakai dalam identifikasi lalat-lalat
adalah sutura frontalis .Sutura ini biasa dalam bentuk U yang
terbalik ,yang menjulur dari atas dasar- dasar sungut lateroventral ke arah
tepi- tepi bagian bawah mata- mata majemuk. Secara lengkap ciri umum
mengenai bagian kepala Drosophila akan digambarkan seperti dibawah ini,
(Borror, 1992)
2. Sungut
Secara dasar sungut seekor lalat terdiri dari tiga ruas. Ruas dasar disebut
(scape), pedikel, dan flagellum. Ruas ketiga mengandung satu juluran
yang memanjang, yakni sebuah style atau sebuah arista. Sebuah style
biasanya di ujung dan cukup kaku, sedangkan sebuah arista biasanya
terletak dorsal dan seperti rambut- bulu. Sebuah arista munkin
telanjang ,berambut atau plumosa.
(Borror, 1992)
5
3. Tungkai- Tungkai
Ciri tungkai yang utama yang dipakai dalam memisahkan kelompok-
kelompok lalat adalah struktur empodium ,ada tidaknya taji- taji tibia, dan
adanya bulu- bulu rambut tibia yang tertentu. Empodium adalah satu
struktur yang timbul dari antara kuku- kuku pada ruas tarsus terahir.
(Borror, 1992)
4. Sayap- sayap
Pada kebanyakan sayap- sayap lalat terdapat satu sobekan pada sisi
posterior sayap dekat dasar yang memisahkan dari sebuah gelambir dasar
yang kecil yang disebut alula. Pada dasar yang terahir dari sayap, terletak
di bagian dasar alula seringkali terdapat dua gelambir yang disebut
calypteres. Satu yang terletak di samping alula adalah calypter bagian atas,
dan satu lainnya calypter bagian bawah. Calipter- calipter dapat beragam
ukuran dan bentuknya pada kelompok- kelompok yang berbeda.
(Borror, 1992)
6
(Borror, 1992)
B. Timbulnya Keanekaragaman Dalam Populasi
Interaksi antara lingkungan dan faktor genetik akan menghasilkan
karakteristik yang dapat diamati pada suatu individu (Ayala dalam Basuki, 1997).
Adanya interaksi faktor lingkungan dan genetik akan menyebabkan terdapatnya
keanekaragaman dalam populasi yang dapat muncul sebagai perbedaan genotip
saja atau dapat muncul sebagai karakteristik yang nyata (fenotif) yang teramati
secara langsung (Basuki, 1997).
Keanekaragaman dari suatu populasi dapat dipertahankan selama tidak terjadi
perubahan dalam frekuensi gen yang dapat juga merubah informasi atau susunan
gene pool. Akan tetapi dalam suatu populasi alam, tentu tidak dapat dihindari
adanya mutasi, seleksi, penyimpangan gen yang acak, migrasi yang berbeda,
yang secara keseluruhan merupakan hal prinsip yang menyebabkan evolusi
biologi (Herskowitz dalam Basuki, 1997)
C. Penyebaran Drosophila Secara Umum
Marga Drosophila sp. mempunyai jumlah anggota yang sangat besar,
bermacam-macam, dan habitatnya tersebar luas. Anggota-anggotanya ditemukan
7
mulai dari dataran rendah hingga daerah pegunungan dan dari daerah tropis
sampai daerah tundra. Daratan subur, gurun pasir, rawa dan savana, semuanya
merupakan habitat dari anggota-anggota Drosophila sp, tak terkecuali daerah
hutan dan pegunungan (King, 1975) dalam Warsini (1996).
Shorrock (1972) dalam Munawaroh (1996), menggolongkan pola
penyebaran Drosophila di alam menjadi 2 jenis.
1. Penyebaran in space (penyebaran dalam ruang), membedakan pola
penyebaran Drosophila yang didasarkan pada lokasi atau daerah yang
diakibatkan oleh adanya kondisi khusus yang ada di suatu daerah, seperti
keberadaan jenis makhluk hidup tertentu yang tidak ditemukan didaerah
lain.
2. Penyebaran in time (penyebaran dalam waktu) membedakan pola
penyebaran jenis-jenis Drosophila yang didasarkan pada waktu, baik
harian maupun musiman, sehingga ada perbedaan suhu, kelembapan, serta
intensitas cahaya dalam selang waktu tertentu, baik satu dari maupun satu
musim.
D. Mekanisme Isolasi
Mekanisme isolasi menurut Futuyama (1981) dalam Hamid (2009)
adalah karakteristik biologi yang menyebabkan spesies simpatrik. Isolasi dapat
berupa isolasi tingkah laku mekanis, lingkungan, dan fisiologis yang dapat
menghalangi dua individu dari dua spesies yang berbeda untuk menghasilkan
keturunan yang normal (Hadisubroto, 1989 dalam Basuki, 1997).
Hadisubroto, 1989 dalam Munawaroh 1996 menjelaskan bermacam-
macam mekanisme isolasi.
a. Mekanisme Prazigotik : fertilisasi dan pembentukan gamet terhalang
1. Habitat. Populasi tinggal di daerah yang sama tetapi menempati habitat
yang berbeda.
2. Musiman atau sementara. Populasi hidup pada daerah yang sama namun
kematangan seksual terjadi pada waktu yang berbeda
8
3. Ethologi. Populasi dipisahkan oleh tingkah laku yang berbeda dan tidak
sejalan sebelum kawin. Isolasi ethiologi disebut juga dengan isolasi
seksual atau isolasi fisiologi
4. Mekanis. Tidak terjadi fertilisasi silang atau dibatasi oleh perbedaan
struktur alat reproduksi
b. Mekanisme poszigotik : terjadi fertilisasi dan zigot, tetapi dihasilkan
keturunan yang lemah dan steril. Hal ini dikarenakan sebab-sebab tertentu,
antara lain:
1. Keturunan lemah
2. Perkembangan hibrid yang steril, karena gonadnya berkembang
abnormal
3. Sterilisasi hibrid akibat segresi. Hibrid steril karena distribusi yang
abnormal dari keseluruhan kromosom, segmen kromosom atau
kombinasi gen pada gamet.
4. F2 yang rusak. Hibrida F1 normal dan fertil, namun F2 terdiri dari individu-
individu yang lemah atau steril.
E. Isolasi Reproduksi
Reproduksi merupakan fungsi utama dan tidak dapat dipisahkan dari
semua kehidupan makhluk hidup yang dicapai melalui berbagai macam cara salah
satunya adalah dengan pertemuan antara gamet jantan dan gamet betina
(fertilisasi) pada mahkluk hidup yang berkembangbiak secara seksual, pertukaran
gen dapat dikurangi atau dicegah dengan mekanisme isolasi reproduksi
(Dobzbanzsky, dkk. 1977 dalam Basuki 1997).
Suatu mekanisme isolasi reproduksi adalah segala sesuatu yang secara
genetik dikondisikan mencegah atau menghalangi perubahan gen antara populasi
yang melibatkan perubahan yang berupa perubahan lingkungannya, tingkah laku
dan fisiologinya yang dapat mencegah dua spesies membentuk keturunan yang
mampu bertahan hidup (Tamarin, 1991 dalam Basuki 1997).
Isolasi reproduksi tidak hanya ditemukan pada jenis yang sudah jelas
berbeda dalam definitif (semarga dan bukan semarga). Dewasa ini sudah diketahui
bahwa isolasi seksual juga dapat ditemukan pada kelompok X (strain) yang
9
tergolong satu jenis dan keadaan semacam ini dijumpai di lingkungan Drosophila
(Corebima, 1992 dalam Munawaroh, 1996).
Isolasi reproduksi di lingkungan hewan itu antara lain berupa perbedaan
tingkah laku kawin pada individu jantan, perbedaan bunyi atau suara, perbedaan
pola warna. Salah satu mekanisme yang paling penting dalam mencegah
perkawinan antar spesies (interbreeding) adalah isolasi tingkah laku. Individu
jantan dari hampir setiap hewan menunjukkan tingkah laku kawin yang
merangsang individu betina dari spesiesnya sendiri. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa isolasi reproduksi meliputi dasar dari produksi dan penerimaan tanda-tanda
atau stimulus oleh pasangan tertentunya. Jika tanda atau stimulus tersebut tidak
sempurna atau tidak sesuai, individu betina tidak akan respon dan perkawinan
tidak akan terjadi (Mc. Gath dan Kelly, 1975 dalam Munawaroh, 1996).
F. Pemilihan Pada Peristiwa Perkawinan (Metode Male-Choice)
Pemilihan pada peristiwa kawin (male-choice) merupakan suatu
fenomena yang ditemukan pada banyak spesies hewan. Pemilihan pada peristiwa
kawin didefinisikan oleh Marcus (1992) dalam Basuki (1997) sebagai semua pola
tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu yang menunjukkan bahwa mereka
lebih menyukai kawin dengan pasangan kawin tertentunya daripada dengan yang
lain. Dalam metode male-choice suatu individu jantan dari satu strain dikawinkan
dengan dua individu yang berbeda, yaitu satu dari strain yang sama (betina
homogami) yang lainnya dari strain yang berbeda (betina heterogami) dalam
jangka waktu 24 jam (Bock, 1978).
Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat spesies akan melibatkan
banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada peristiwa pendekatan
sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang dikeluarkan oleh
individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku seksual spesies
yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang erat dari jenis
seks yang berbeda. (Marcus, 1992 dalam Basuki 1997).
10
G. Indeks Isolasi
Indeks isolasi merupakan salah satu alat pengukur atau perhitungan untuk
mengetahui keberadaan makhluk hidup. Disamping ini indeks isolasi merupakan
suatu system tertutup secara genetis. Nilai indeks isolasi menurut Erhrman dan
Parson (1981) dalam Basuki (1997) menunjukkan perkiraan tentang kekuatan
seleksi seksual dan isolasi seksual yang didapat dari perbandingan bagian atau
proporsi dari perkawinan homogami dan heterogami. Pada keadaan kawin yang
acak, proporsi perkawinan homogami dan heterogami diharapkan sama.
Indeks isolasi untuk masing-masing individu spesies diuji dengan metode
male-choice yang mana perhitungannya memungkinkan indeks isolasi tersebut
dirumuskan sebagai berikut;
Nilai yang diperoleh dari indeks isolasi ini berkisar antara -1 sampai +1.
Bila nilai dari indeks isolasi negatif, maka artinya adalah kecenderungan
pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika indeks isolasi 0 maka diantara
strain tadi tidak ada isolasi, sedangkan jika indeks isolasi bernilai positif berarti
terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap betina homogami
(Bock, 1978 dalam Munawaroh 1996).
Semakin kecil nilai indeks isolasi berarti semakin maju dalam isolasi
reproduksi (dalam hal ini isolasi seksual) karena semakin terbuka untuk kawin
dengan strain lain. Dengan demikian bisa dikatakan kekerabatannya lebih atau
semakin dekat. Sebaliknya semakin besar indeks isolasi maka semakin tertutup
terhadap strain yang lain (kekerabatan antar strain yang semakin jauh) (Bock,
1978 dalam Basuki 1997). Jadi dari sini dapat dirumuskan kekerabatan dari suatu
spesies.
11
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konseptual
12
Penyebaran Drosophila tangkapan. adalah di daerah tropik dan spesies ini sering ditemukan pada habitat domestik dan besifat kosmopolit.
Setiap spesies dalam populasi mempunyai ciri, tingkah laku, fisiologi, dan struktur gen yang berbeda satu dengan yang lain. Masing- masing spesies dalam
suatu populasi antara yang satu dengan yang lainnya memiliki tingkah laku kawin yang berbeda, sehingga mempengaruhi kecenderungan kawin
B. Hipotesis
1. Terdapat kecenderungan perkawinan antara Drosophila tangkapan Kota
Tulungagung, Malang dan Lumajang
2. Drosophila tangkapan kota Tulungagung, Malang dan Lumajang
mempunyai hubungan kekerabatan berdasarkan perhitungan nilai indeks
isolasi.
13
Perkawinan yang terjadi antar beberapa populasi dalam suatu spesies terjadi kecenderungan memilih terhadap pasangan kawin yang berasal dari populasi
yang sama (Bock, 1978).
Persilangan dengan metode male- choice,
Perhitungan indeks isolasi
Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerabatan adalah indeks isolasi. Dengan rumus sebagai berikut:
I =
Adanya hubungan kekerabatan ditinjau dari kecenderungan perkawinan
Drosophila tangkapan lokal Malang,Tulungagung, dan Lumajang
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah bersifat expose facto. Penelitian expose
facto merupakan penelitian yang bertujuan menemukan penyebab yang
memungkinkan perubahan perilaku, gejala atau fenomena yang disebabkan oleh
suatu peristiwa, perilaku atau hal-hal yang menyebabkan perubahan pada variable
14
bebas yang secara keseluruhan sudah terjadi. Penelitian ex post facto secara
metodis merupakan penelitian eksperimen yang juga menguji hipotesis tetapi
tidak memberikan perlakuan-perlakuan tertentu karena sesuatu sebab kurang etis
untuk memberikan perlakuan atau memberikan manipulasi. Biasanya karena
alasan etika manusiawi, atau gejala/peristiwa tersebut sudah terjadi dan ingin
menelusuri faktor-faktor penyebabnya atau hal-hal yang mempengaruhinya.
Data yang diambil dari persilangan antara Drosophila tangkapan lokal
Malang, Lumajang, dan Tulungagung dengan metode male-choice, yaitu
pembebasan jantan untuk memilih individu betina yang akan dikawini. Perlakuan
untuk masing-masing dilakukan dengan 3 kali ulangan. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah dengan menggunakan anava tunggal.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang laboratorium genetika (310) gedung
biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Penelitian ini dilakukan mulai bulan
September – November 2012.
C. Variabel Penelitian
Variabel Bebas : Daerah tangkapan
Variabel terikat : Indeks isolasi
D. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel pada proyek ini adalah:
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal
dari lokal Malang, Lumajang, dan Tulungagung.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal
dari Malang (kecamatan Blimbing), Lumajang (Desa Pasirian), dan
Tulungagung ( Desa Rejotangan,Dusun Pundensari).
15
E. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; botol selai, selang
ampul, botol balsam, spidol, cotton bud, blender, kompor, kuas gambar, panci,
pengaduk, pisau, timbangan dan mikroskop stereo. Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Drosophila tangkapan yang berasal dari lokal Kandangan
Malang, Lumajang, dan Tulungagung, pisang rajamala, tape singkong, gula
merah, air, yeast, kloroform, kertas pupasi, kantong plastik, spon, selang.
F. Prosedur Kerja
1. Penangkapan Drosophila
a. Menentukan daerah penangkapan Drosophila tangkapan yaitu daerah
Malang, Lumajang, dan Tulungagung. Memasukkan potongan buah
pisang ke dalam beberapa botol selai
b. Meletakkan toples pada tempat yang ditentukan sampai terdapat
Drosophila tangkapan, kemudian menutup botol tersebut dengan spon
2. Pembuatan medium
a. Menimbang bahan pisang Rajamala, tape singkong dan gula merah
dengan perbandingan 7:2:1
b. Menghaluskan ketiga bahan dengan blender, kemudian
menuangkannya ke dalam panci
c. Menambahkannya dengan air secukupnya
d. Memasaknya selama 45 menit sambil diaduk (usahakan tidak terlalu
encer dan tidak terlalu kental), kemudian didinginkan
e. Memasukkan medium yang telah masak ke dalam botol persilangan
sebanyak seperlima bagian dari tinggi botol persilangan
f. Memberikan yeast secukupnya dan meletakkan kertas pupasi ke dalam
botol tersebut
g. Menutup botol tersebut dengan spon yang telah dipotong sesuai ukuran
3. Pemurnian dan Persiapan Stok
16
a. Mengamati ciri-ciri Drosophila yang telah ditangkap dari masing-
masing daerah dengan menggunakan mikroskop stereo dengan cara
dimasukkan dalam plastik
b. Membiarkan Drosophila tangkapan dari ketiga daerah tersebut ke
dalam botol medium pemurnian hingga terdapat pupa
c. Memindahkan pupa yang telah menghitam ke dalam selang ampul dan
mengampul sebanyak-banyaknya
d. Melakukan identifikasi terhadap lalat yang telah menetas dan
menyilangkan dalam satu daerah dari hasil ampul tersebut berdasarkan
persamaan ciri, dalam satu botol terdapat satu pasang serta melakukan
banyak ulangan
e. Membiakkan banyak pasang Drosophila dengan ciri yang sama
masing-masing daerah
f. Melakukan pemurnian sampai dengan F3, keturunan F3 dianggap
sebagai stok
4. Identifikasi spesies Drosophila
5. Persilangan
a. Mengidentifikasi Drosophila tangkapan jantan dan betina, kemudian
mewarnai Drosophila tangkapan betina pada masing-masing daerah
dengan warna yang berbeda dengan menggunakan spidol.
b. Menyilangkan Drosophila tangkapan antar populasi dengan metode
Male-Choice yaitu dengan mengawinkan 5 individu jantan dengan 5
individu betina dari salah satu daerah dan 5 individu betina dari daerah
lainnya. Macam persilangannya adalah sebagai berikut :
1. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5LMJ (Heterogami dan homogami)
2. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5TA(Heterogami dan homogami)
3. ♂5MLG>< ♀5LMJ >< ♀5TA (Heterogami)
4. ♂5MLG >< ♀5MLG >< ♀5TA (Heterogami dan homogami)
5. ♂5MLG>< ♀5MLG >< ♀5LMJ (Heterogami dan homogami)
6. ♂5MLG >< ♀5TA >< ♀5LMJ(Heterogami)
7. ♂5TA >< ♀5TA>< ♀5LMJ(Heterogami dan homogami)
8. ♂5TA >< ♀5TA >< ♀5MLG(Heterogami dan homogami)
17
9. ♂5TA >< ♀5LMJ>< ♀5MLG (Heterogami)
Keterangan:
MLG = Drosophila tangkapan Malang
LMJ = Drosophila tangkapan Lumajang
TA= Drosophila tangkapan Tulungagung
c. Dua hari setelah persilangan, individu jantan dilepas, kemudian
masing-masing individu betina dipindahkan dalam botol balsam yang
telah berisi medium pisang (masing-masing botol diisi satu individu
betina Drosophila tangkapan).
d. Mengamati ada tidaknya larva (jangka waktu 1 minggu) dalam botol
balsem, kemudian mencatatnya dalam tabel data pengamatan.
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan cara melakukan pengamatan ada atau tidaknya larva secara langsung
terhadap Drosophila tangkapan betina yang telah dibuahi oleh pejantan pada
masing-masing persilangan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel
pengamatan seperti berikut:
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Kemunculan Larva pada Individu Betina Hasil
Persilangan
Tipe
persilangan♂ ♀
ULANGAN
I II
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 5MLG5MLG
5LMJ
2 5MLG5MLG
5TA
3 5MLG5LMJ
5TA
4 5LMJ5LMJ
5TA
5 5LMJ 5LMJ
18
5MLG
6 5LMJ5TA
5MLG
7 5TA5TA
5MLG
8 5TA5TA
5LMJ
9 5TA5MLG
5LMJ
Dari tabel hasil pengamatan ada tidaknya larva di atas kemudian
dimasukkan ke dalam tabel rekapan hasil pengamatan sebagai berikut :
Tabel 4.2 Rekapan Data Hasil Pengamatan
Tipe
Persilangan♂ ♀
Ulangan
1 2
1 5MLG5MLG
5LMJ
25MLG
5MLG
5TA
3 5MLG5LMJ
5TA
4 5LMJ5LMJ
5TA
5 5LMJ5LMJ
5MLG
6 5LMJ5TA
5MLG
7 5TA5TA
5MLG
8 5TA 5TA
19
5LMJ
9 5TA5MLG
5LMJ
Keterangan:
MLG = Drosophila tangkapan Malang
LMJ = Drosophila tangkapan Lumajang
TA = Drosophila tangkapan Tulungagung
H. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
rumus perkawinan homogami dan heterogami kemudian rumus indeks isolasi
untuk mengetahui kecenderungan perkawinan Drosophila tangkapan yang berasal
dari Malang, Lumajang, dan Tulungagung dengan rumus kemudian nilai indeks
isolasi ditransformasi kemudian menggunakan analisis statistik dengan metode
analisis varian tunggal.
1. Menghitung persentase perkawinan heterogami dan homogami
% perkawinan homogami =
% perkawinan heterogami =
2. Menghitung indeks isolasi.
3. Hasil perhitungan indeks isolasi ditransformasikan dalam transformasi dan
selanjutnya dianalisis secara statistik dengan menggunakan Anava tunggal
RAK.
4. Analisis Varian Tunggal
20
Adapun langkah-langkah dalam teknik Analisis Data RAK menurut
Sulisetijono (2006) adalah sebagai berikut:
a. Menghitung JK Total = -FK
b. Menghitung JK Perlakuan =
c. Menghitung JK ulangan =
d. Menghitung JK Galat= JK Total – JK Perlakuan – JK ulangan
e. Memasukkan data pada tabel Ringkasan Anava
f. Membandingkan nilai F Hitung dengan nilai F Tabel pada taraf
0,01 dan 0,05
g. Menarik kesimpulan
- Jika Fhit > F tabel, maka Ho ditolak dan hipotesis penelitian diterima
- Jika Fhit < F tabel, maka Ho terima dan hipotesis penelitian ditolak
BAB V
DATA DAN ANALISIS DATA
A. Data
21
a. Ciri-ciri fenotip yang sama dari Drosophila tangkapan dari daerah
Lumajang, Malang, dan Tulungagung :
1. Mata majemuk berwarna merah
2. Terdapat sepasang sungut
3. Terdapat mata ocelli
4. Arista berambut
5. Susunan cabang arista berselang-seling
6. Ujung antena tumpul
7. Antena berambut
8. Bentuk mata majemuk oral dan cembung
9. Terdapat dua pasang oral bristle
10. Terdapat rambut di metatarsus, tibia, dan femur
11. Warna abdomen ventral kuning kecoklatan tanpa warna hitam di ujung
12. Tipe mulut penjilat
13. Panjang sayap melebihi tubuh
14. Ujung sayap membulat
15. Sayap mengkilat
16. Costa mencapai ujung sayap
17. Ruas tarsus pertama lebih panjang dari tarsus kedua
18. Tarsus terdiri dari lima ruas
19. Terdapat taji-taji tibia
20. Terdapat rambut-rambut tipis di thorax
21. Terdapat rambut halus di abdomen ventral
22. Faset mata halus
23. Sex comb terletak di tarsus segmen pertama
24. Terdapat warna gelap pada ujung abdomen ventral
25. Terdapat alula
26. Rangka sayap anterior lebih tebal dari posterior
27. Costa berambut
28. Abdomen berambut
29. Abdomen terdiri dari lima segmen
30. Costa terputus
22
31. Terdapat koksa
32. Terdapat kuku tarsus
33. Empodium menyerupai rambut
34. Terdapat calipter
35. Terdapat alula
36. Terdapat probocis
37. Terdapat trokanter
38. Metatarsus berambut
39. Terdapat rambut akrostical
40. Terdapat rambut-rambut duri notopleura
41. Terdapat rambut-rambut duri dorsosentral
42. Terdapat segitiga mata ocelli
43. Terdapat rambut ventrikel bagian dalam
44. Terdapat rambut ventrikel bagian luar
45. Terdapat rambut mata ocelli
46. Tipe sayap Dolichopodidae
47. R1 tidak bercabang
48. R2 dan R3 tidak bercabang
49. R4 dan R5 tidak bercabang
50. Sel basal dan sel distal tidak bergabung
Drosophila yang kita ambil mempunyai 50 ciri yang sama, kemudian
dilakukan identifikasi spesies dengan acuan kunci identifikasi menurut
buku Bock (1976) adalah sebagai berikut:
1 Oral bristle kedua lebih pendek dari oral bristle.............................................2
Oral bristle kedua memiliki lebih panjang dari setengah kali atau hampir
sama panjang dengan oral bristel pertama......................................................3
3 (1) Garis-garis apikal pada abdomen tergit anterior seringnya terputus di
tengah, pipi luas, femur depan pada beberapa spesies terdapat garis
ventromedial yang pendek berwarna hitam(femoral comb) subgeneral
Drosophila dan Dorsilopha ...........................................................................4
23
Garis-garis apikal pada abdomen tergit tidak terputus, diameter pipi sempit,
femoral comb tidak tampak ( subgenera
Sopophora)...................................................................................................13
13(3) Seluruh tubuh (seluruh bristle, rambut dan arista) berwarna kuning terang,
pada jantan tidak terdapat sex
comb..........................................................................................flavohirta (21)
Tubuh tidak seluruhnya seperti deskripsi di atas, bristle dan arista berwarna
hitam.............................................................................................................14
14(3)Jantan dengan sisir kelamin berbeda tersusun secara longitudinal, transversal
dengan bristle pada tarsus depan berwarna sangat
hitam.............................................................................................................20
Jantan tanpa sex comb atau memiliki modifikasi tarsal tidak seperti yang
disebutkan di
atas................................................................................................................15
20(14) Sex comb tersusun longitudinal sepanjang metatarsus dan segmen tarsal
ke-2...............................................................................................................25
Sex comb tersusun secara transversal atau miring........................................21
21(20)Sex comb tersusun miring pada metatarsus.................................................22
Sex comb tersusun transversal pada garis di segmen tarsal kedu.................23
23(21)Perut bagian apikal jantan berwarna hitam.................................................13
Perut jantan, semua targit dengan sedikit warna hitam di bagian
posterior........................................................................................................24
24(23)Sex comb terdiri dari dua baris bristle pada metatarsus dan satu baris pada
segmen tarsal
kedua..........................................................................................................17
Sex comb terdiri dari lima baris bristle pada metatarsus dan 3-4 baris pada
segmen tarsal kedua....................................................................annanasae
Berdasarkan identifikasi spesies di atas diketahui Drosophila yang telah
kami tangkap merupakan Drosophila annanase.
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Kemunculan Larva pada Individu Betina Hasil
Persilangan
24
Tipe
Persilangan♂ ♀
ULANGAN
I II
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 5 MLG
5
MLG- √ √ - √ √ √ √ √ -
5
LMJ- √ - - - - - - - √
2 5 MLG
5
MLG
5 TA
3 5 MLG
5
LMJ√ √ - - - - - - - √
5 TA - - - √ - - - - √ -
4 5 LMJ
5
LMJ√ √ - - √ √ √ √ √ √
5 TA - - - - - - - - - -
5 5 LMJ
5
LMJ√ √ √ √ - - √ √ - √
5
MLG- √ - - - √ - √ - -
6 5 LMJ
5 TA √ - - - - - - - √ -
5
MLG- √ - - - √ - - √ -
7 5 TA
5 TA √ √ √ √ - √ √ √ √ √
5
MLG- - √ - - - - - - √
8 5 TA
5 TA
5
LMJ
9 5 TA 5
MLG
25
5
LMJ
Tabel 5.2 Rekapan Data Hasil Pengamatan
Tipe
Persilangan♂ ♀
Ulangan
1 2
1 5 MLG5 MLG 3 4
5 LMJ 1 1
2 5 MLG5 MLG
5 TA
3 5 MLG5 LMJ 2 1
5 TA 1 1
4 5 LMJ5 LMJ 3 5
5 TA 0 0
5 5 LMJ5 LMJ 4 3
5 MLG 1 2
6 5 LMJ5 TA 1 1
5 MLG 1 2
7 5 TA5 TA 4 5
5 MLG 1 1
8 5 TA5 TA
5 LMJ
9 5 TA5 MLG
5 LMJ
B. Analisis Data
Perhitungan presentase perkawinan homogami dan heterogami Drosophila
angkapan dari Lumajang, Malang, dan Tulungagung
% perkawinan homogami =
× 100%
26
% perkawinan heterogami =
× 100%
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Presentase Perkawinan Homogami dan Heterogami
Tipe
Persilangan♂ ♀
Ulangan
1 2
1 5 MLG5 MLG 60 80
5 LMJ 20 20
2 5 MLG5 MLG
5 TA
3 5 MLG5 LMJ 40 20
5 TA 20 20
4 5 LMJ5 LMJ 60 100
5 TA 0 0
5 5 LMJ5 LMJ 80 60
5 MLG 20 40
6 5 LMJ5 TA 20 20
5 MLG 20 40
7 5 TA5 TA 80 100
5 MLG 20 20
8 5 TA5 TA
5 LMJ
9 5 TA5 MLG
5 LMJ
Perhitungan Indeks Isolasi
Tabel Nilai Indek Isolasi
27
No Macam PersilanganUlangan
1 2
1 5 MLG♂ >< 5 MLG♀ >< 5 LMJ♀ 0,5 0,6
2 5 MLG♂ >< 5 MLG♀ >< 5 TA♀
3 5 MLG♂ >< 5 LMJ♀ >< 5 TA♀ -1 -1
-1 -1
4 5 LMJ♂ >< 5 LMJ♀ >< 5 TA♀ 1 1
5 5 LMJ♂ >< 5 LMJ♀ >< 5 MLG♀ 0,6 0,2
6 5 LMJ♂ >< 5 TA♀ >< 5 MLG♀ -1 -1
-1 -1
7 5 TA♂ >< 5 TA♀ >< 5 MLG♀ 0,6 0,7
8 5 TA♂ >< 5 TA♀ >< 5 LMJ♀
9 5 TA♂ >< 5 MLG♀ >< 5 LMJ♀
Uji Hipotesis
Jika data dari penelitian yang kami peroleh sudah lengkap, maka dapat dilakukan
uji hipotesis dengan langkah sebagai berikut.
h. Menghitung JK Total = -FK
i. Menghitung JK Perlakuan =
j. Menghitung JK ulangan =
k. Menghitung JK Galat= JK Total – JK Perlakuan – JK ulangan
l. Memasukkan data pada tabel Ringkasan Anava
SK Db Jk KT Fhitung Ftabel(0,005) Ftabel(0,01)
Ulangan
Perlakuan
Galat
Total
28
m. Membandingkan nilai F Hitung dengan nilai F Tabel pada taraf 0,01 dan 0,05
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Kecenderungan perkawinan antara Drosophila tangkapan Kota
Tulungagung, Malang, dan Lumajang
Sesuai dengan data yang kami peroleh dan didasarkan atas perhitungan
analisis data yang kami lakukan pada penelitian ini didapatkan kesimpulan
sementara bahwa kecenderungan kawin Drosophila tangkapan daerah
Tulungagung, Malang, Lumajang adalah perkawinan homogami. Untuk
mengetahui kecenderungan perkawinan tersebut teknik perhitungan analisis data
yang digunakan adalah perhitungan indeks isolasi. Indeks isolasi merupakan salah
satu alat pengukur/ perhitungan untuk mengetahui kekerabatan makhluk hidup.
Parson(1981) dalam Basuki (1997).Pada persilangan5 MLG♂ >< 5 MLG♀ >< 5
LMJ pada ulangan 1 dan 2 didapatkan nilai indeks isolasi sebesar 0,5 dan 0,6,
pada persilangan 5 LMJ♂ >< 5 LMJ♀ >< 5 TA♀didapatkan nilai indeks isolasi
pada ulangan 1 dan 2 secara berturut- turut yaitu 1 dan 1, dan pada persilangan
terakhir yang berhasil kami yaitu persilangan 5 TA♂ >< 5 TA♀ >< 5 MLG♀
nilai indeks isolasi ulangan1 dan 2 secara berturut-turut yaitu 0,6 dan 0,7.
Sedangkan pada persilangan yang heterogami misalnya 5 MLG♂ >< 5 LMJ♀ ><
5 TA♀ didapatkan nilai indeks isolasi – 1.
Hasil diatas menunjukan bahwapada persilangan yang nilai indeks isolasi
mengarah ke positif, berarti jantan memiliki kecenderungan memilih betina
homogami. Sedangkan persilangan dengan nilai indeks isolasi negatif berarti ada
kecenderungan memilih betina heterogami. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
bahwa jika indeks isolasi bernilai positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan
individu jantan terhadap betina homogami (betina dari kota yang sama) sedangkan
jika nilai indeks isolasinya negatif maka ada kecenderungan memilih betina
heterogami (Bock, 1978 dalam Munawaroh 1996).
29
Apabila data dari penelitian yang dilakukan sudah lengkap, maka
perhitungan akan dilanjutkan dengan uji statistik menggunakan anava tunggal.Jika
dari hasil perhitungan statistik didapatkan hasil F hitung lebih besar daripada F
tabel ,maka hipotesis 0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima, ini berarti ada
kecenderungan perkawinan homogami maupun heterogami pada Drosophila
tangkapan Tulungagung, Malang dan Lumajang. Dan jika F hitung lebih kecil
daripada F tabel ,maka hipotesis 0 diterima dan hipotesis penelitian ditolak artinya
tidak ada kecenderungan kawin antara Drosophila tangkapan Tulungagung,
Malang dan Lumajang
Nilai indeks isolasi menurut Ehrman dan Parson, 1981 dalam Basuki ,
1997 menunjukkan perkiraan tentang kekuatan seleksi seksual dan isolasi seksual
yang didapat dari membandingkan bagian atau proporsi dari perkawinan
homogami dan heterogami pada keadaan kawin yang acak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Bock, 1978 dalam Munawaroh, 1996, nilai indeks isolasi berkisar
antar -1 sampai +1. Bila nilai indeks isolasi negatif maka artinya ada
kecenderungan pemilihan jantan terhadap betina heterogami. Jika Nilai indeks
isolasinya 0 maka artinya diantara strain tidak terjadi isolasi. Sedangkan nilai
indeks positif berarti terdapat kecenderungan pemilihan individu jantan terhadap
betina homogami.
Pemilihan jantan pada individu betina disebabkan oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah adanya feromon. Peristiwa kawin yang terjadi pada tingkat
spesies akan melibatkan banyak hal terhadap feromon seks yang muncul pada
peristiwa pendekatan sebelum kawin. Feromon seks ini berupa tanda kawin yang
dikeluarkan oleh individu yang mempunyai pengaruh meningkatkan tingkah laku
seksual spesies yang sama atau spesies yang masih mempunyai hubungan yang
erat dari jenis seks yang berbeda (Marcus, 1992 dalam Basuki 1997). Jadi
dimungkinkan juga kecenderungan perkawinan homogami ini dipengaruhi juga
oleh perbedaan feromon yang dikeluarkan, sehingga hanya dapat mengenali
feromon dari spesies yang sama saja meskipun Drosophila ketiga kota ini
mempunyai kesamaan ciri.
Selain disebabkan oleh feromon kecenderungan kawin antar individu juga
dipengaruhi oleh lingkungan. Dari hasil penelitian yang kami lakukan
30
menunjukkan bahwa Drosophila tangkapan Tulunagung, Malang,dan Lumajang
memiliki kecenderungan perkawinan homogami, karena selain ketiga daerah
tersebut cukup berjauhan secara geografis. Kondisi habitatnya juga berbeda, hal
ini sesuai dengan penyataan Hadisubroto (1989) dalam Munawaroh (1996) salah
satu mekanisme isolasi dapat dipengaruhi oleh habitat, meskipun berasal dari
populasi yang sama namun menempati habitat yang berbeda. Lingkungan yang
ekstrim juga mempengaruhi adaptasi dari Drosophila yang dimungkinkan dapat
mengakibatkan suatu mutasi yang nantinya juga berpengaruh pada perilaku
kawinnya.
Shorey (1968) dalam Junaidi (1998) menyatakan bahwa faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi feromon antara lain adalah kecepatan angin, kebasahan
relatif, intensitas cahaya, dan temperatur. Terdapat batas atas dan batas bawah
kecepatan angin sehingga serangga merespon feromon.
Selain digunakan untuk mengetahui suatu kecenderungan kawin, Indeks
isolasi juga dapat digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan. Berdasarkan
hasil perhitungan nilai indeks isolasi pada persilangan yang telah dilakukan
menunjukan nilai indeks isolasi . Drosophila tangkapan pada daerah Tulungagung
dan Malang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dikarenakan nilai indeks
isolasinya mendekati nol, namun meskipun demikian Drosophila dari kota ini
tetap memiliki kecenderungan perkawinan homogami karena nilai indeksnya
positif. Sedangkan persilangan antara Drosophila tangkapan Lumajang dan
Tulungagung memiliki kekerabatan yang cukup jauh karena nilai indeks
isolasinya sama dengan 1
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Watanabe dan Kawanishi dalam
basuki (1997) bahwa jika nilai indeks isolasi sama dengan 1, berarti kedua strain
yang disiliangkan berada pada level species yang berbeda. Jika nilai indeks
isolasi sama dengan 0 atau negatif berarti kedua strain yang disilangkan masih
berada pada level species yang sama
Pada Drosophila sp yang masih dalam level spesies yang sama, tidak dapat
dikatakan bahwa tidak ada perbedaan diantaranya, selain karena nilai indek
isolasi yang hanya cenderung nol dan bukan negative,tetapi juga seperti
pernyataan yang dinyatakan oleh Basuki (1997) yang dapat disimpulkan bahwa
31
meskipun D. simulans dan D. marurutiana yang dalam subgroup yang sama yaitu
D. melanogaster dan memiliki fenotip yang sulit dibedakan tetapi genotip dari
dari masing- masing keduanya tetap berbeda.Hal ini didukung pula dengan
pernyataan Widodo (2003) yang menyatakan bahwa secara genetik tidak ada dua
individu dalam satu spesies yang persis sama. Apalagi faktor- faktor lingkungan
juga ikut berpengaruh dalam timbulnya ciri- ciri yang muncul sebagai fenotip
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan Sementara
1. Terdapat kecenderungan individu jantan Drosophila tangkapan lokal
daerah Lumajang, Malang, dan Tulungagung memilih betina homogami,
karena dari perhitungan indeks isolasi dari persilangan yang dilakukan
lebih banyak yang menunjukkan nilai yang positif yaitu di atas 0.
2. Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks isolasi pada persilangan yang
telah dilakukan menunjukan nilai indeks isolasi . Drosophila tangkapan
pada daerah Tulungagung dan Malang memiliki hubungan kekerabatan
yang dekatdikarenakan nilai indeks isolasinya mendekati nol, namun
meskipun demikian Drosophila dari kota ini tetap memiliki kecenderungan
perkawinan homogami karena nilai indeksnya positif. Sedangkan
persilangan antara Drosophila tangkapan Lumajang dan Tulungagung
memiliki kekerabatan yang cukup jauh karena nilai indeks isolasinya sama
dengan 1
32
B. Saran
1. Penelitian ini memerlukan ketelitian, kesabaran, ketekunan yang tinggi
khususnya pada saat mengidentifikasi ciri-ciri morfologi pada saat
pemurnian dan pada saat melakukan persilangan.
2. Pada saat perlakuan pemberian warna pada sayapnya, sebaiknya
ditentukan jenis pensil atau bolpoin warna yang digunakan untuk
pewarnaan, untuk menghindari hilangnya warna yang telah diberikan
untuk membedakan individu tiap spesies.
33
Recommended