View
97
Download
13
Category
Preview:
DESCRIPTION
Problem Based Learning
Citation preview
1
Kasus 3
Cepat Lelah dan Kaki Bengkak
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke praktek dokter karena
mengeluh badan cepat lelah walau hanya beraktifitas ringan, bahkan berjalan 30
meter saja sudah merasa kelelahan. Keluhan dirasakan sejak 2 minggu yang lalu,
tidak berkurang dengan istirahat. Pasien belum minum obat apapun. Beberapa hari
yang lalu pasien melihat bengkak pada kedua kakinya. Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda gagal jantung. Dokter
memberikan resep obat digoxin 0,25 mg untuk diminum sehari sekali dan
memberikan surat rujukan agar dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis pasien.
STEP 1. Clarify unfamiliar terms
1. Kaki Bengkak : peningkatan cairan ekstraseluler dan elstravaskuler yang
disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam ruang
interstitial.
2. Gagal Jantung : keadaan patofisiologi jantung yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah akan oksigen dan zat makanan untuk
metabolisme jaringan.
3. Obat Digoxin : - obat untuk pasien gagal jantung kongestif, takikardi
Supraventrikuler
- obat yang berfungsi sebagai vasodilatator dan mempunyai
efek ionotropik
STEP 2. Define the problems
1. Apa itu gagal jantung ?
2. Etiologi dan faktor resiko gagal jantung ?
3. Klasifikasi gagal jantung ?
4. Macam gagal jantung ?
5. Patofisiologi, kompensasi tubuh terhadap gagal jantung ?
6. Manifestasi klinis gagal jantung ?
2
7. Hubungan kaki bengkak dengan gagal jantung ?
8. Hubungan cepat lelah dengan gagal jantung ?
9. Penegakkan diagnosa (Anamnesis, PF, PP) ?
10. Pentalaksanaan ?
11. Digoxin (Farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontraindikasi, jenis
obat & golongan, efek samping, dosis) ?
STEP 3. Brainstorm possible hypothesis or explanation
1. - Anatomi jantung
- Cardiac output (CO)
- Stroke Volume (SV)
- Heart Rate (HR)
- Tahanan Perifer
Gagal jantung yaitu jantung tidak dapat melakukan fungsi fisiologisnya
secara normal, yang melibatkan beberapa faktor yang membatasi kerja
jantung sendiri.
3 konsep dasar :
- Beban awal
- Kontraktilitas
- Beban akhir
2. Etiologi :
- Kelainan kongenital
- Infeksi → penyakit jantung
rematik
- Penyakit jantung koroner
- Kardiomiopati
- Kelainan katup
- CO ↑
- Beban awal ↑
- Kontraktilitas ↓
- Beban akhir ↑
Faktor resiko :
- Hipertensi
- Alkohol
- Hipotiroidisme
- DM
- Obat
3
- Umur
- Jenis kelamin
- Kehamilan
- Anemia
3. Klasifikasi :
- NYHA : 1 – 4
- ACC : a- d
4. Macam :
- Gagal jantung sistolik dan diastolik
- Gagal jantung low output dan high output
- Gagal jantung akut dan kronis
- Gagal jantung forward dan backward
- Gagal jantung kanan dan kiri (kongestif)
5. 3 kompensasi :
- Sekresi hormon adrenalin dan noradrenalin
- Retensi Na+
- Hipertrofi miokard
Mekanisme adapted :
- Hipertensi miokard
- Neurohormonal
- Aktifasi sistem renin-angitensin-aldosteron
- Aktifasi sistem saraf simpatis
Sirkulasi sistemik, pulmoner, limfatik, coroner :
- Peptida natriuretik , ADH dan endotelin
- Mekanisme Frank Starling
6. Manifestasi klinis : sesak, lemah, bengkak di ekstremitas
- Kriteria Framingham
- Gagal jantung kanan dan kiri
4
7. Hubungan kaki bengkak dengan gagal jantung : pada gagal jantung kanan ,
penurunan aliran darah ke pulmo, perembesan ke ekstra sel. Dispneu,
ortopneu, paroksismal nocturnal dispneu
8. Hubungan cepat lelah dengan gagal jantung : pada gagal jantung kiri,
metabolisme menurun, CO↓ (perfusi seluruh tubuh tidak kuat)
9. Penegakkan diagnosa :
- Anamnesis
- PF
- PP
10. Penatalaksanaan :
- Medikamentosa : diuretik, β-blocker, antiaritmia, antagonis reseptor
aldosteron, ACE, ARB, angiotensin converting enzim.
- Non medikamentosa : faktor umum, gaya hidup, koreksi setiap penyebab,
diet, berhenti merokok, istirahat, tidak bepergian secara jauh.
11. Digoxin
Jenis : digitalis
Farmokodinamik : penghambat poten pada aktivitas pompa saluran atrium
Indikasi : payah jantung kongestif, takikardi, fibrilasi
Kontraindikasi : intoksikasi digitalis
5
STEP 4. Arrange explanations into tentative solutions
Gagal Jantung
Anatomi jantung
- 4 ruang
- 3 facies
- 3 sulcus
- 4 lapisan
Vaskularisasi :
- A. coronaria dextra
- A. Coronaria sinistra
4 katup :
- 2 katup semilunar
- 2 katup Atrioventrikular
Fisiologi Jantung
- SV = EDV-ESV
- CO = SV x HR/menit
- HR = Frekuensi kontraksi
- Beban awal = peregangan otot saat diastolik
- Beban akhir = volume ejeksi yang harus dikeluarkan oleh ventrikel saat kontaksinya meningkat
- Kontraktilitas = perubahan, kekuatan kontraksi
Etiologi
- Regurgitasi aorta
- Stenosis aorta
- Hipertensi sitemik
- Kardiomiopati
- Infeksi oleh bakteri Streptococcus β haemolyticus
- Demam reumatik
- aritmia
6
Gagal Jantung
Faktor resiko
- Obat β blocker
- Alkohol
- Jenis kelamin
- Perilaku
- Umur >40 tahun
- Hipertensi
- Resistensi perifer meningkat
- Diabetes melitus
Klasifikasi
NYHA
1. Penyakit jantung + aktifitas yang berat
2. Penyakit jantung + aktifitas ringan
3. Penyakit jantung + aktifitas sangat ringan
4. Penyakit
ACC
a. Ada tanda faktor resiko + belum ada kelainan struktural & fungsi jantung
b. Ada faktor resiko + sudah terdapat kelainan struktur jantung
c. Sedang dalam dekompensasi
d. Benar-benar masuk ke dalam refacting HF
Macam-macam istilah gagal jantung
- Gagal jantung sistolik dan diastolik
- Gagal jantung low output dan high output
- Gagal jantung akut dan kronis
- Gagal jantung kanan & kiri
- Gagal jantung backward & forward
7
Gagal jantung
Patofisiologi
Kompensasi tubuh :
- Sekresi adrenalin dan noradrenalin
- Retensi Na
- Hipertrofi miokard
Manifetasi klinis
Kriteria framingham :
- Gejala mayor
- Gejala minorGejala gagal jantung kiri :
- Takikardi
- Penurunan kapasitas aktifitas
- Kulit lembap
- GallopGejala gagal jantung kanan :
- Asites
- Edema tibia
- Asidosis
- JVP meningkat
- Hepatojugular refleks
Hubungan kaki bengkak
Gagal jantung kanan
Hubungan dengan cepat lelah
Penegakkan diagnosa :
- Anamnesis
- PF
- PP
Digoxin :
- Intoksikasi digitalis dan gambaran EKG nya
8
STEP 5. Define learning objectives
1. Mekanisme kerja Digoksin
2. Irama jantung pada EKG
3. Gejala dan tanda gagal jantung kiri dan kanan
4. Backward dan forward , beserta gambarnya
5. Gambar fisiologi jantung
6. Dekomkordis kenapa bisa jadi kongestif ?
7. Gambaran EKG intoksikasi digitalis
8. Intoksikasi digitalis
9. Right heart disease pada penyakit kongenital
10. Patofisiologi dari faktor resiko dan etiologi
11. Komplikasi gagal jantung
STEP 6. Privat study
STEP 7. Synthesize and test acquired information
1. Digoksin (Dosis, indikasi, kontraindikasi, farmakokinetik,
farmakodinamik, efek samping)
1) Deskripsi digoxin
Digoxin diperoleh dari daun tumbuhan digitalis (daun-daunan yang
dipakai sebagai obat memperkuat jantung). Digoxin membantu
membuat detak jantung lebih kuat dan dengan irama yang lebih
teratur. Nama & Struktur Kimia : Sinonim : (3ß, 5 ß , 12 ß )-3-[(O-
2,6-dideoxy- ß -D-ribo- hexopyranosyl-(1?4)-O-2,6-dideoxy- ß - D-
ribo-hexopyranosyl-(1?4)-2,6-dideoxy- ß D- ribo-exopyranosyl)oxy-
12,14-dihydroxy-card-20(22)-enolide. C41H64O14
Sifat Fisikokimia : Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau.
Obat ini praktis tidak larut dalam air dan dalam eter, sedikit larut
dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut dalam piridin
9
Keterangan : Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis),
suatu kelompok senyawa yang mempunyai efek khusus pada
miokardium. digoksin diekstraksi dari daun Digitalis lanata.
Golongan/Kelas Terapi Obat Kardiovaskuler : Nama Dagang
FaRgoxin
Lanoxin
Digoksin Sandoz
2) Farmakologi
Merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis
lanata. Mekanisme Digoksin melalui 2 cara yaitu efek langsung dan
efek tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan
kontraki otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi
berdasarkan penghambatan enzim Na+,K+ -ATPase dan peningkatan
arus masuk ion kalsium ke inta sel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh
digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung
terhadap neorotransmiter.
3) Farmakodinamik/Farmakokinetik
Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit
Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam
Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan
Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas,
makanan dapat menyebabkan absorpsi mengalami penundaan
(delay), tetapi tidak mempengaruhi jumlah yang diabsorpsi.
4) Distribusi :
Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg
Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg
Anak-anak : 16 L/kg
Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal
Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%
10
Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung
atau melalui reduksi cincin akton oleh bakteri di intestinal,
metabolisme diturunkan dengan adanya gagal jantung kongestif.
Bioavailabilitas: T½ eliminasi (half-life elimination) berdasarkan
umur, fungsi ginjal dan jantung: T½ eliminasi (half-life elimination):
parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit: digoxigenin: 4 jam ;
monodigitoxoside : 3 – 12 jam. Waktu untuk mencapai kadar puncak,
serum: oral ~ 1 jam Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk
obat yang tidak berubah ) Konsentrasi serum digoksin : Gagal jantung
kongestif : 0,5 -0,8 ng/ml .Aritmia : 0,8-2 ng/ml. Dewasa : < 0,5 ng/ml,
kemungkinan menunjukkan underdigitalization, kecuali jika terdapat
hal hal khusus Toksik > 2,5 ng/ml
5) Mekanisme kerja obat
Mekanisme kerja gagal jantung kongestif: menghambat pompa
Na/K ATP0-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran
natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium
intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular :
Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan
periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatn - efek
inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan
menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi
dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi. Digoksin merupakan prototipe
glikosida jantung yang berasal dari Digitalis lanata.
Mekanisme kerja digoksin melalui 2 cara, yaitu efek langsung dan
tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi
otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan
penghambatan enzim Na+, K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk
ion kalsium keintra sel. Efek tidak langsung yaitu pengaruh digoksin
terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap
neurotransmiter.
11
Mekanisme Aksi gagal jantung kongestif: menghambat pompa
Na/K ATP-ase yang bekerja dengan meningkatkan pertukaran
natrium-kalsium intraselular sehingga meningkatkan kadar kalsium
intraseluler dan meningkatkan kontraktilitas. Aritmia supraentrikular :
Secara langsung menekan konduksi AV node sehingga meningkatkan
periode refractory efektif dan menurunkan konduksi kecepatn - efek
inotropik positif, meningkatkan vagal tone, dan menurunkan dan
menurunkan kecepatan ventrikular dan aritmia atrial. Atrial fibrilasi
dapat menurunkan sensitifitas dan meningkatkan toleransi pada serum
konsentrasi digoksin yang lebih tinggi.
Monitoring penggunaan obat kapan mengukur konsentrasi serum
digoksin : konsentrasi serum digoksin harus dimonitor karena digoksin
mempunyai rentang terapi yang sempit ; endpoint therapy sukar
ditentukan dan toksisitas digoksin dapat mengancam jiwa. Kadar
serum digoksin harus diukur sedikitnya 4 jam setelah pemberian dosis
intravena dan sedikitnya 6 jam setelah pemberian dosis oral (optimal
12 – 24 jam setelah pemberian). Terapi awal (inisiasi): Jika loading
dose diberikan: konsentrasi serum digoksin diukur dalam 12 – 24 jam
sesudah pemberian loading dose awal. Kadar yang terukur
menunjukkan hubungan kadar plasma digoksin dan respon. Jika
loading dose tidak diberikan : konsentrasi serum digoksin ditentukan
setelah 3 – 5 hari terapi. Terapi pemeliharaan
(maintenance ):Konsentrasi harus diukur minimal 4 jam setelah dosis
IV dan paling sedikit 6 jam setelah dosis oral.Konsentrasi serum
digoxin harus diukur dalam 5-7 hari(rata-rata waktu steady state)
setelah mengalami perubahan dosis. Pemeriksaan dilanjutkan 7 – 14
hari setelah perubahan ke dalam dosis pemeliharaan (maintenance)
Catatan : pada pasien dengan end-stage renal disease (gagal ginjal
terminal) diperlukan waktu 15 – 20 hari untuk mencapai steady state.
Sebagai tambahan pasien yang menerima obat-obat yang dapat
menurunkan kalium seperti diuretik, harus dimonitor kadar kalium,
magnesium dan kalsium. Konsentrasi serum digoksin harus diukur jika
12
terdapat kondisi berikut : Apabila meragukan kepatuhan pasien atau
mengevaluasi timbulnya respon klinik yang jelek pada pengobatan
awal.
6) Interaksi obat
Kuinidin, verapamil, amiodarondan propafenon dapat
meningkatkan kadar digitalis. Diuretik, kortikosteroid, dapat
menimbulkan hipokalemia, sehingga mudah terjadi intoksikasi
digitalis. Antibiotik tertentu menginaktivasi digoksin melalui
metabolisme bakterial di usus bagian bawah. Propantelin, difenoksilat,
meningkatkan absorpsi digoksin. Antasida, kaolin-peptin, sulfasalazin,
neomisina, kolestiramin, beberapa obat kanker, menghambat absorpsi
digoksin. Simpatomimetik, meningkatkan resiko aritmia. Beta - bloker,
kalsium antagonis, berefek aditif dalam penghambatan konduksiAV.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan
signifikansi klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang
mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
Dengan obat lain : Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4
(minor):Meningkatkan efek/toksisitas : senyawa beta-blocking
(propanolol), verapamil dan diltiazem mempunyai efek aditif pada
denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan pada denyut
jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin
ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %),
bepridil, siklosporin, diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa
makrolida (eritromisin, klaritromisin), metimazol, nitrendipin,
propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin diturunkan 33 %
hingga 50 % pada pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil.
Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton
dapat mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat
meningkatkan kadar digoksin secara langsung. Pemberian
suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan digoksindihubungkan
dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus toksisitas akut
13
digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara
parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan
kadar darah digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik :
famciclovir, flecainid, ibuprofen, fluoxetin, nefazodone, simetidein,
famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.
Menurunkan efek: Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan
respon inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan
metoklopramid dapat menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine
(dan suplemen tiroid yang lain) dapat menurunkan kadar digoksin
dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan penurunan kadar
digoxin dalam darah.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan
signifikansi klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang
mengandung alumunium, sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
7) Interaksi makanan dengan digoxin
Gambaran Umum Digoxin adalah suatu obat diperoleh dari
foxglove [tumbuhan], Digitalis lanata. Digoxin digunakan terutama
untuk meningkatkan kemampuan memompa (kemampuan kontraksi)
jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart failure
(CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan
beberapa dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung). Obat ini
termasuk obat dengan TherapeuticWindow sempit (jarak antara MTC
[Minimum Toxic Concentration] dan MEC [Minimum Effectiv
Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya rentang antara
kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat
menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma
harus tepat agar tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan
efek toxic/keracunan). Efek samping pada pemakaian dosis tinggi,
gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan,
disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan
ritme jantung. Reaksi alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga
14
terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu membesarnya payudara pria)
mungkin terjadi.
Interaksi Digoxin dengan suplemen Magnesium (Mg) Penggunaan
Digoxin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan
pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg
akan sangat menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30-
500 mg per hari. Dari makanan, juga dapat ditingkatkan
konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg). Sumber utama Mg
adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-
kacangan, daging, coklat, susu dan hasil olahannya.
Interaksi Digoxin dengan Potassium (Kalium) Digoxin
mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga
Digoxin pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan
hiperkalemia fatal. Oleh karenanya pada saat
mengkonsumsi/menggunakan Digoxin, hindari konsumsi suplemen
potassium atau makanan yang mengandung potassium dalam
jumlah besar seperti buah (pisang). Sumber utama potassium
adalah buah, sayuran dan kacang-kacangan. Namun banyak orang
mengkonsumsi digoxin menyebabkan diuretic. Pada kasus
tersaebut, peningkatan intake potassium dibutuhkan. Oleh
karenanya harus dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang lain.
Interaksi Digoxin dengan Calcium(Ca) Peningkatan Ca dalam
plasma dapat meningkatakan toksisitas digoxin. Oleh karenanya,
hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam
sebelum/sesudah minum obat ini. Sumber utama Ca adalah susu
dan hasil olahannya seperti keju.
Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat Serat larut air dalam
makanan dapat menurunkan absorbsi digoxin.
Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)
- Ginseng : mekanisma belum jelas, namun penggunaan
bersama menyebabkan Digoxin kurang berfungsi
15
- Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam
jumlah besar mengakibatkan kehilangan potassium melalui
urin.
- GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan
menurunkan AUC Digoxin.
- Cara Mengatasi Keracunan Untuk mengatasi keadaan
keracunan biasanya dokter memberikan KSR untuk
mencegah terjadinya penurunan kadar kalium dalam darah
(hipokalemia). Keadaan hipokalemia akan meningkatkan
kepekaan sel-sel otot jantung terhadap digoxin sehingga
akan meningkatkan toksisitas digoksin. Oleh karena itu
pasien juga harus dikontrol makanannya terutama yang
mengandung kalium dengan pengawasan yang tepat.
8) Pengaruh
Terhadap Kehamilan tidak diketahui apakah digoksin dapat
membahayakan fetus jika diberikan pada wanita hamil atau
mempengaruhi kapasitas reproduktif. Pemberian digoksin pada wanita
hamil hanya jika memang benar diperlukan dan hanya jika keuntungan
pada ibu lebih besar daripada resiko yang ditimbulkan pada fetus.
Literatur dari BNF 50 menyebutkan diperlukan penyesuaian dosis.
Terhadap ibu menyusui hanya sedikit terdapat dalam air susu masuk
dalam air susu ibu (dalam jumlah sedikit)/compatible.
Terhadap Anak-anak. Bayi yg baru lahir menunjukkan adanya
toleransi yg bervariasi terhadap digoksin. Bayi prematur dan immatur
biasanya sensitif terhadap efek digoksin, dan dosis obat tidak hanya
diturunkan tapi harus dosis individualisasi sesuai dgn tingkat
maturitasnya.
Parameter monitoring konsentrasi serum digoksin, denyut jantung,
EKG, fungsi ginjal, peringatan Infark jantung baru, sick sinus
syndrome, penyakit tiroid, dosis dikurangi pada penderita lanjut usia,
16
hindari hipokalemia, hindari pemberian intravena secara cepat (mual
dan risiko arimia),kerusakan ginjal, dan kehamilan.
Informasi pasien jumlah dan frekuensi penggunaan obat tergantung
dari beberapa faktor, seperti kondisi pasien, umur dan berat badan.
Bila anda mempunyai pertanyaan yang berkaitan dengan jumlah dan/
frekuensi pemakaian obat tanyakan pada apoteker atau dokter. Obat ini
harus digunakan secara teratur, biasanya pada waktu yang sama tiap
hari dan biasanya pada pagi hari. Dapat digunakan tanpa makanan.
Diperlukan jumlah kalium yang cukup pada dietnya untuk menurunkan
risiko hipokalemia (hipokalemia dapat meningkatkan risiko toksisitas
digoksin). Tes laboratorium diperlukan untuk memonitor terapi.
Pastikan hal ini dilakukan. Jangan menggunakan OTC seperti antasida,
obat batuk, obat influenza, alergi kecuali atas petunjuk dokter atau
apoteker.Jangan menghentikan pemakaian obat ini tanpa berkonsultasi
dengan dokter.Jangan menggunakan obat melebihi jumlah yang telah
diresepkan, kecuali atas anjuran dokter. Kondisi medis awal pasien
harus diceritakan pada petugas kesehatan sebelum menggunakan obat
ini. Jangan menggunakan OTC atau obat resep yang lain tanpa
memberitahu dokter yang merawat Jika pasien lupa minum obat,
segera mungkin minum obat setelah ingat. Jika terlewat beberapa jam
dan telah mendekati waktu minum obat berikutnya jangan minum obat
dengan dosis ganda, kecuali atas saran dari tenaga kesehatan. Jika
lebih dari satu kali dosis terlewat, hubungi dokter atau apoteker .Obat
ini hanya digunakan oleh pasien yang mendapat resep. Jangan
diberikan pada orang lain.
Perubahan fungsi dugaan toksisitas digoksin pada permulaan
pengobatan atau keputusan menghentikan terapi dengan obat
(amiodaron, kuinidin, verapamil) yang mana berinteraksi dengan
digoksin; jika terapi bersama quinidin dimulai, kadar digoxin harus
diukur dalam 24 jam pertama sesudah mulai terapi dengan quinidin,
kemudian sesudah 7 – 14 hari. Adanya perubahan penyakit
(hypothyroidism).Denyut dan ritme dimonitor melalui pemeriksaan
17
secara periodik EKG untuk menilai baik efek terapi maupun tanda-
tanda toksisitas Monitoring dengan ketat ( terutama pasien yang
menerima diuretik atau amphotericin) terhadap penurunan kadar
kalium dan magnesium dan peningkatan kalsium , hal-hal tersebut
merupakan pemicu toksisitas digoksin. Ukur fungsi ginjal. Perhatikan
interaksi obat. Obervasi pasien terhadap tanda-tanda toksisitas
nonkardiak, kebingungan dan depresi.
9) Indikasi
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi).
Untuk payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium
proksimal dan flutter atrium.
Untuk mengobati gagal jantung kongestif, juga digunakan untuk
mengobati fibrilasi atrial, gangguan irama jantung pada atrium
(serambi bagian atas jantung yang membiarkan darah mengalir ke
jantung).
10) Kontraindikasi
Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ;
supraventricular arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff-
Parkinson-White Syndrome ; takikardia ventricular atau fibrilasi;
hypertropic obstructive cardiomyopathy BlokAV tingkat 2 dan
blok AV total.
Aritmia supra ventrikular yang disebabkan sindroma Wolff -
Parkinson - White. Fibrilasi ventrikel. Hipersensitif terhadap
digoksin dan penderita dengan riwayat intoleransi terhadap
preparat digitalis.
11) Dosis, cara pemberian dan lama pemberian
Oral, untuk digitalisasi cepat, 1 – 1,5 mg dalam dosis terbagi, bila
tidak diperlukan cepat, 250 – 500 mikrogram sehari (dosis yang
lebih tinggi harus dibagi).
18
Dosis pemeliharaan : 62,5 – 500 microgram sehari (dosis yang
lebih tinggi harus dibagi). disesuaikan dengan fungsi ginjal dan
pada atrial fibrilasi , tergantung pada respon denyut jantung; dosis
pemeliharaan biasanya berkisar 125 – 250 mcg sehari (dosis yang
lebih rendah diberikan pada penderita lanjut usia). Pada kondisi
emergensi, loading dose (dosis muatan) diberikan secara infus
intravena , 0,75 – 1 mg hingga paling sedikit 2 jam, kemudian
dilanjutkan dosis pemeliharaan melalui oral .
Dewasa:
Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis terbagi.
Untuk digitalisasi cepat dimulai 2 - 3 tablet, diikuti 1 -2 tablet tiap
6-8 jam sampai tercapai digitalisasi penuh. Untuk digitalisasi
lambat dan dosis penunjang 1/2-2 tablet sehari (1/2 - 1 tablet pada
usia lanjut), tergantung pada berat badan dan kecepatan bersihan
kreatinin.
Dosis harus dikurangi pada penderita dengan gangguan fungsi
ginjal.
Anak-anak dibawah 10 tahun : 025 mg/kg BB sehari dalam dosis
tunggalatau terbagi.
12) Peringatan dan perhatian
Dosis lebih rendah pada pasien dengan berat badan rendah.usia
lanjut, hipokalemia dan hipotiroid. Setelah pemberian selama 14 hari,
dosis hams diturunkan dan disesuaikan dengan respon pasien. Hati-hati
pemberian pada ibu hamil dan menyusui. Hati-hati pemberian pada
penderita gagal jantung yang menyertai glomerulonefritis akut, karditis
berat, gangguan fungsi ginjal sedang sampai berat, hipokalsemia,
hipomagnesemia, aritmia atrium yang disebabkan keadaan
hipermetabolik, penyakit nodus SA, Sindroma Wolff - Parkinson -
White, perikarditis konstriktif kronik, bayi neonatus dan bayi
prematur. Blok AV tidak lengkap pada pasien dengan serangan Stokes
- Adams dapat berianjut menjadi Blok AV lengkap. Jangan digunakan
19
untuk terapi obesitas atau takikardia sinus, kecuali jika disertai gagal
jantung. Digoksin dapat menimbulkan perubahan ST-T yang pgsitjf
semu pada EKG selama testlatihan. Anoreksia, mual, muntan dan
aritmia dapat merupakan gejala penyerta gagal jantung atau gejala-
gejala keracunan digitalis. Bila timbul keracunan digitalis maka
pemberian obat digitalis dandiuretik dihentikan.
13) Efek samping
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk :
anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan
penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung, delirium,
halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash, isckemia
intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang ,
trombositopenia.
Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakit kepala. Gejala
toksik pada jantung : kontraksi ventrikel prematur multiform atau
unifocal,takikardia ventrikular, desosiasi AV, aritmia sinus, takikardia
atrium dengan berbagai derajat blokAV. Gejala neurologik : depresi,
ngantuk, rasa lemah, letargi, gelisah, vertigo, bingungdan halusinasi
visual. Gangguan pada mata: midriasis, fotofobia, dan berbagai
gangguan visus.Ginekomastia, ruam kulit makulopopularatau
reaksikulit yang lain.
Efek samping lainya biasanya berhubungan dengan dosis yang
berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen,
gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung,
delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash,
isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang ,
trombositopenia.
Efek samping biasanya dalam kaitan dengan keracunan Digoxin
atau kelebihan dosis dan biasanya Digoxin dapat diterima dengan baik
apabila diberikan sesuai dengan dosis yang direkomendasikan untuk
gagal jantung kongestif (CHF).
20
Keracunan Digoxin: Efek GI (N/V, anoreksia, diare, sakit di bagian
perut) biasanya merupakan tanda-tanda pertama dari keracunan
Digoxin; Tanda-tanda lain dari keracunan Digoxin: Efek CNS (sakit
kepala, kelelahan, sakit di bagian wajah, kelemahan, kepeningan,
kebingungan mental); Gangguan penglihatan (mengaburkan
penglihatan, gangguan warna); Racun bisa menyebabkan efek CV
yang serius (memperburuk gagal jantung (HF), arrhythmias,
ditemukan adanya konduksi).Hipokalemia bisa mempengaruhi
seseorang pada keracunan Digoxin. Reaksi hipersensitif yang agak
jarang terjadi.
14) Instruksi Khusus
Dosis rendah Digoxin (62.5 mcg/hari atau 125 mcg setiap hari
lainnya) harus digunakan pada orang yang lebih tua, pasien dengan
kerusakan fungsi ginjal atau pasien dengan massa tubuh rendah
(kurus). Dosis muatan tidak diperlukan pada pasien gagal jantung
kongestif (CHF). Hindari pada pasien dengan kardiomiopati obstruktif
kecuali jika ada gagal jantung akut, pada pasien dengan sindrom
Wolff-Parkinson-White (WPW) tidak boleh digunakan untuk
ventricular arrhythmias.
Gunakan dengan hati-hati pada kasus hambatan jantung parsial,
gangguan batang sinus, miokarditis akut, MI (myocardial infarction)
akut, gagal jantung parah, penyakit pulmonary akut, pada pasien yang
menjalani cardioversion (pertimbangkan menghentikan cardioversion
dalam waktu 1-2 hari sebelum prosedur dilakukan) dan dengan obat-
obatan lain yang bisa menekan fungsi sinus dan fungsi AV nodal
(misalnya, Amiodarone atau beta-blocker). Hipokalemia,
hiperkalemia, hipomagnesemia, hipoksia, dan hipertiroidisme bisa
mempengaruhi sensitivitas terhadap digoxin.Pengawasan tingkat
digoxin hanya diperlukan jika diduga terjadi keracunan.
21
2. Irama jantung pada EKG
Irama jantung terdiri dari 3 macam yaitu Irama Sinus, Irama Junction,
dan Irama Ventrikel. Masing-masing irama dinamai sesuai dengan asal
impuls listrik yang keluar. Bila pencetus impuls listrik keluar dari SA
Node maka irama yang muncul disebut Irama Sinus, dari SA Node muncul
Irama Junction dan dari Ventrikel disebut Irama Idioventrikuler (baca:
Irama Ventrikel).
A. Irama Sinus
Asal impuls dari SA Node, kalau diibaratkan listrik di rumah pencetus
SA Node ini adalah PLN sehingga dia mempunyai daya yang kuat mampu
menghasilkan impuls 60-100x/menit. Ciri irama sinus adalah :
Gelombang P (+) (membentuk gambar cembung seperti bukit)
Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12
detik.
Bila denyutan jantung normal 60-100 x/menit disebut irama sinus
ritme, lebih dari 100x/menit disebut irama sinus takikardi, dan bila kurang
dari 60x/menit disebut irama sinus bradikardi.
B. Irama Junction
Asal impuls dari area junction, impuls ini muncul bila SA Node gagal
mengeluarkan impuls karena berbagai sebab. SA Node diibaratkan Genset
dia tidak bisa menghasilkan daya sekuat listrik dari PLN hanya mampu
menghasilkan impuls 40-60x/menit. Ciri irama junction adalah:
Gelombang P (-) (membentuk gambar cekung seperti lembah)
Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12
detik.
Gambar 01. Irama Junction takikardi
22
C. Irama Ventrikel
Asal impuls dari area Ventrikel, ibarat lampu templok dayanya kecil
sekali hampir tidak bisa menerangi rumah, seperti itulah kira-kira irama
ventrikel daya pompa jantung sudah sangat lemah, menghasilkan impuls
20-40 x/menit.
Gelombang P tidak ada
Kompleks QRS lebar lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.
Bila denyut jantung lebih dari 40x/menit disebut Irama Ventrikel
Takikardi. Bila sahabat menemui kasus seperti ini, segera raba denyut
karotis pasien. Irama Ventrikel Takikardi dengan nadi tidak teraba perlu
segera terapi kejut listrik (DC Shock).
Gambar 02. Irama ventrikel
Bila daya listrik jantung terus menurun, dia akan menunjukkan irama
Ventrikel Fibrilasi seperti gambar dibawah ini :
Gambar 03. Fibrilasi ventrikel
23
3. Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya
gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung
kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastolic dalam ventrikel kiri
dan volum akhir diastolic dalam ventrikel kiri meningkat, dengan tanda
dan gejala:
Perasaan badan lemah
Cepat lelah
Berdebar-debar
Sesak nafas
Batuk Anoreksia
Keringat dingin
Takhikardia
Dispnea
Paroxysmal nocturnal dyspnea
Ronki basah paru dibagian basal
Bunyi jantung III
Gagal jantung kanan karena gangguan atau hambatan pada daya
pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan menurun
tanpa didahului oleh adanya gagal jantung kiri, dengan tanda dan gejala:
Edema tumit dan tungkai bawah
Hati membesar, lunak dan nyeri tekan
Bendungan pada vena perifer (jugularis)
Gangguan gastrointestinal (perut kembung, anoreksia dan nausea)
dan asites.
Berat badan bertambah
Penambahan cairan badan
Kaki bengkak (edema tungkai)
Perut membuncit
Perasaan tidak enak pada epigastrium.
24
Edema kaki
Asites
Vena jugularis yang terbendung
Hepatomegali
4. Backward dan forward
Beberapa Istilah Dalam Gagal Jantung :
Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat
dibedakan dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya
dapat dibedakan dengan eko-Doppler.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung
memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan,
fatik, kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan
pengisian ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal
jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan
pemeriksaan Doppler-ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena
pulmonalis. Tidak dapat dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis,
pemeriksaan fisik saja. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik:
- Gangguan relaksasi
- Pseudo-normal
- Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi
penyebab gangguan diatolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia.
Disamping itu kongesti sistemik/pulmonal akibat dari gangguan diastolik
tersebut dapat diperbaiki dengan retriksi garam dan pemberian diuretik.
Mengurangi denyut jantung agar waktu untuk diastolik bertambah, dapat
dilakukan dengan pemberian penyekat beta atau penyekat kalsium non-
dihidropiridin.
25
Gagal Jantung Low output dan High output
Gagal jantung low output ialah gagal jantung dengan SV atau CO
yang rendah, disebabkan oleh, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan
perikard.
Gagal jantung high output ialah gagal jantung dengan SV atau CO
yang tinggi seperti pada hipertyroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V,
beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis kedua kelainan ini sulit
dibedakan.
Gagal jantung akut dan kronik
Gagal jantung akut adalah serangan cepat dari gejala-gejala atau
tanda-tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Contoh klasik gagal
jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang
menurun secara tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa
disertai udem perifer.
Gagal jantung kronis adalah sindrom klinis yang komplek yang
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, fatigue baik keadaan istirahat
atau beraktivitas, udem dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam
keadaan istirahat. Contoh gagal jantung kronis adalah kardiomiopati
dilatasi atau kelainan multi vascular yang terjadi secar perlahan-lahan.
Kongesti perifer sangat mencolok, namun tekanan darah masih terpelihara
dengan baik.
Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri
Gagal jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel
kanan seperti pada hipertensi pulmonal yang terjadi primer ataupun
sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan udem perifer, hepatomegali dan distensi vena
jugularis.
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel kiri, manifestasi klinis
ialah SV dan CO menurun dengan akibat perfusi berkurang dan terjadi
akumulasi cairan yang berlebihan pada vena pulmonalis. Contoh: AS,
26
hipertensi sistemik, infark luas, kardiomiopati dilatasi dengan akibat
terjadi keluhan DOE, PND, orthopnoe, hipotensi dan syok kardiogenik.
Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada
miokard kedua ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang
sudah berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
Backward – Forward heart failure
Konsep pada Backward heart failure adalah pada gagal jantung satu
atau ventrikel lainnya gagal untuk mengeluarkan isinya atau gagal untuk
terisi secara normal, sebagai konsekuensinya, tekanan dalam atrium dan
sistem vena dibelakang ventrikel yang gagal, meningkat, dan retensi garam
dan air terjadi sebagai konsekuensi dari meningkatnya tekanan vena
sistemik dan tekanan kapiler, akibatnya terjadi transudasi cairan kedalm
ruang interstisial.
Konsep Forward heart failure, bahwa manifestasi gagal jantung
timbul secara langsung akibat tidak cukupnya pengeluaran darah kedalam
sistem arteri. Menurut konsep ini, retensi garam dan air adalah
konsekuensi dari penurunan perfusi ginjal dan reabsorbsi natrium tubuler
proksimalis yang berlebihan dan reabsorbsi tubuler distalis yang
berlebihan melalui aktivasi sistem RAA.
Setiap hambatan pada aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan
menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward
congestion). Hambatan pengaliran (forward failure) akan menimbulkan
adanya gejala backward failure dalam sirkulasi aliran darah. Gagal jantung
forward terjadi oleh karena suplai darah tidak cukup ke aorta. Rasa lelah
terutama sewaktu melakukan pekerjaan adalah gejala yang khas pada
gagal jantung forward. Gagal jantung backward terjadi apabila ventrikel
kiri tidak mampu memompakan darah yang datang dari vena pulmonalis
dan atrium kiri sehingga terjadi pengisian yang berlebihan di paru-paru.
Gagal jantung backward biasanya mengakibatkan edema paru.
27
5. Fisiologi jantung
1). Potensial Aksi
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat perubahan permeabilitas yang
memungkinkan terjadi transport ion melewati saluran cepat dan saluran
lambat terutama ion Na, K, Ca. Potensial aksi terdiri dari 5 fase:
- Fase istirahat(fase 4)
Terjadimperbedaan potensial, di dalam sel(-) di luar sel(+) yang
menyebabkan terjadinya polarisasi akibat permeabilitas terhadap
Na-K terutama K. selanjutnya K akan merembes keluar sel.
- Depolarisasi cepat(fase0)- upstroke
Akibat permeabilitas Na meningkat kemudian Na akan masuk
melalui saluran cepat menyebabkan keadaan didalam(+) diluar(-)
- Repolarisasi parsial-fase 1(spike)
Mendadak terjadi perubahan kadar ion sebagai penyeimbang, ion
negative akan masuk, kemudian trjadi inaktivasi sal.Na .
- Plateu-fase 2
Tidak terjadi perubahan muatan listrik, ion masuk seimbang
dengan ion yang keluar. K, Na, Ca masuk melalui saluran lambat.
- Repolarisasi cepat fase 3(down upstroke)
- Aliran Ca& Na inaktif, permeabilitas thd K meningkat, kalium
akan keluar menyebabkan keadaan di dalam(-) dan diluar(+).
Ada 2 jenis refrakter dalam fase siklus elektrofisiologi jantung yaitu :
1. Periode Refrakter Absolut
- Sejak awal fase 0 sampai fase 3, sel jantung akan mengalami fase
refrakter absolut yang berarti saat ini serat otot jantung tidak dapat
di aktivasi ulang walaupun diberi stimulus yang cukup kuat.
2. Periode Refrakter Relatif
28
- Menuju pertengahan fase 3 dan tepat sebelum fase 4 sel jantung
akan mengalami fase refrakter relatif yang berarti apabila saat ini
sel otot jantung diberi stimulus yang lebih kuat dari stimulus
normal bisa menyebabkan terbentuk potensial aksi.
Sedangkan setelah mencapai fase 4 atau fase istirahat, setiap stimulus
yang mampu mencapai ambang dapat menghasilkan potensial aksi.
2) . Cardiac Cycle
a. Cardiac OutputDefinisi
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua
ventrikel per menit. Curah jantung terkadang disebut volume jantung per
menit. Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada laki-laki berukuran
rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan.
Perhitungan curah jantung :
Curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi curah jantung
(1) aktivitas berat memperbesar curah jantung sampai 25 L per menit, pada
atlit yang sedang berlatih mencapai 35 L per menit. Cadangan jantung
adalah kemampuan jantung untuk memperbesar curahnya.
(2) Aliran balik vena ke jantung. Jantung mampu menyesuaikan output
dengan input-nya berdasarkan alasan berikut:(a) peningkatan aliran balik
vena akan meningkatkan volume akhir diastolic(b) peningkatan volume
diastolic akhir, akan mengembangkan serabut miokardial ventrikel(c)
semakin banyak serabut oto jantung yang mengembang pada permulaan
konstraksi (dalam batasan fisiologis), semakin banyak isi ventrikel,
sehingga daya konstraksi semakin besar. Hal ini disebut hukum Frank-
Starling tentang jantung.
29
(3) Faktor yang mendukung aliran balik vena dan memperbesar curah
jantung(a) pompa otot rangka. Vena muskular memiliki katup-katup, yang
memungkinkan darah hanya mengalir menuju jantung dan mencegah
aliran balik. Konstraksi otot-otot tungkai membantu mendorong darah kea
rah jantung melawan gaya gravitasi(b) Pernafasan. Selama inspirasi,
peningkatan tekanan negative dalam rongga toraks menghisap udara ke
dalam paru-paru dan darah vena ke atrium(c) Reservoir vena. Di bawah
stimulasi saraf simpatis, darah yang tersimpan dalam limpa, hati, dan
pembuluh besar, kembali ke jantung saat curah jantung turun(d) Gaya
gravitasi di area atas jantung membantu aliran balik vena(4) Faktor-faktor
yang mengurangi aliran balik vena dan mempengaruhi curah jantung(a)
perubahan posisi tubuh dari posisi telentang menjadi tegak, memindahkan
darah dari sirkulasi pulmonary ke vena-vena tungkai. Peningkatan refleks
pada frekuensi jantung dan tekanan darah dapat mengatasi pengurangan
aliran balik vena(b) Tekanan rendah abnormal pada vena (misalnya, akibat
hemoragi dan volume darah rendah) mengakibatkan pengurangan aliran
balik vena dan curah jantung(c) Tekanan darah tinggi. Peningkatan
tekanan darah aorta dan pulmonary memaksa ventrikel bekerja lebih keras
untuk mengeluarkan darah melawan tahanan. Semakin besar tahanan yang
harus dihadapi ventrikel yang bverkontraksi, semakin sedikit curah
jantungnya(5) Pengaruh tambahan pada curah jantung(a) Hormone
medular adrenal. Epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin meningkatkan
frekuensi jantung dan daya kontraksi sehingga curah jantung meningkat.
(b) Ion. Konsentrasi kalium, natrium, dan kalsium dalam darah serta
cairan interstisial mempengaruhi frekuensi dan curah jantungnya. (c) Usia
dan ukuran tubuh seseorang dapat mempengaruhi curah jantungnya.(d)
Penyakit kardiovaskular. Beberapa contoh kelainan jantung, yang
membuat kerja pompa jantung kurang efektif dan curah jantung berkurang,
meliputi:(1) Aterosklerosis, penumpukan plak-plak dalam dinding
pembuluh darah koroner, pada akhirnya akan mengakibatkan sumbatan
aliran darah.(2) Penyakit jantung iskemik, supali darah ke miokardium
tidak mencukupi, biasanya terjadi akibat aterosklerosis pada arteri koroner
dan dapat menyebabkan gagal jantung.(3) Infark miokardial (serangan
30
jantung), biasanya terjadi akibat suatu penurunan tiba-tiba pada suplai
darah ke miokardium.(4) Penyakit katup jantung akan mengurangi curah
darah jantung terutama saat melakukan aktivitas (Ethel, 2003: 236-237).
3). Peredaran darah
Peredaran darah besar dan darah kecil
Pada intinya, peredaran darah besar adalah perjalanan aliran darah
dari jantung – sistemik – jantung. Sedangkan peredaran darah kecil
merupakan perjalanan aliran darah dari jantung – paru-paru – jantung.
Berikut uraian dari peredaran darah besar:
Atrium sinistra memompa darah yang kaya akan oksigen untuk
memasuki ventrikel sinistra melewati katup bikuspidalis. Kemudian
secara bergantian, giliran ventrikel sinistra memompa darah yang ada
pada rongganya untuk mendarahi sistemik (seluruh tubuh) melewati
katup semilunaris aorta sehingga darah dapat disalurkan melalui aorta
tersebut. Aliran darah yang telah mendarahi bagian atas tubuh, kembali
ke jantung (atrium dextra) melalui vena cava superior, sedangkan
aliran darah yang telah mendarahi bagian bawah tubuh, kembali ke
jantung melalui vena cava inferior. Keduanya merupakan aliran darah
yang kaya akan karbondioksida.
Peredaran darah kecil:
Aliran darah dari vena cava superior dan inferior yang kaya akan
karbondioksida tadi, akan memasuki atrium dextra. Selanjutnya oleh
atrium dextra dipompa menuju ventrikel dextra melalui katup
trikuspidalis. Kemudian, oleh ventrikel dextra dipompa ke paru-paru
melewati katup semilunaris pulmonal dan berjalan melalui arteri
pulmonalis. Setelah melewati paru, darah yang kaya oksigen dibawa
kembali ke jantung (atrium sinistra) melalui vena pulmonalis.
31
Systole-Diastole
Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut
diastol. Periode pengisian jantung dengan darah yang diikuti oleh suatu
periode kontraksi adalah sistol. Ketika kurva paling atas secara
berurutan menunjukkan perubahan tekanan didalam aorta, ventrikel
kiri dan atrium kiri. Kurva keempat melukiskan perubahan volume
ventrikel, kurva kelima adalah elektrokardium, dan kurva keenam
adalah fonokardiogram yang merupakan rekaman bunyi yang
dihasilkan oleh jantung terutama oleh katup jantung sewaktu
memompa darah
Fungsi Atrium sebagai Pompa Primer
Darah mengalir terus menurus dari vena besar ke atrium, 75 %
darah tersebut mengalir dari atrium ke ventrikel sebelum ventrikel
kontraksi.
Kontraksi atrium menyebabkan tambahan pengisian ventrikel
sebesar 25 %.
Atrium sebagai pompa primer yang menyebabkan efektivitas
pompa ventrikel sebanyak 25 %.
Perubahan tekanan dalam atrium :
- Gelombang P : karena kontraksi atrium
Tekanan atrium dextra naik 4-6 mmHg
Tekanan atrium sinistra naik 7-8 mmHg
- Gelombang c : saat ventrikel mulai berkontraksi
Sebagian disebabkan adanya sedikit aliran balik darah ke atrium
pada permulaan kontraksi ventrikel, penonjolan katup A-V ke
atrium karena peningkatan tekanan di ventrikel.
- Gelombang v : akhir kontraksi ventrikel
32
Disebabkan aliran darah dari vena sementara katup A-V tertutup
sewaktu kontraksi. Kontraksi selesai, katup A-V membuka,
darah mengalir ke ventrikel, gelombang v hilang.
Fungsi Ventrikel sebagai Pompa
Pengisian Ventrikel
- Pada fase sistolik darah mengumpul di atrium (katup A-V tertutup.
- Sesudah sistolik selesai dan tekanan di ventrikel turun, tekanan di
atrium naik dan mendorong katup A-V agar terbuka, darah
mengalir ke ventrikel (periode pengisian cepat, berlangsung kira-
kira 1/3 pertama diastolik)
- Sedikit darah mengalir ke ventrikel (1/3 kedua diastol)
- Atrium berkontraksi dan memberi dorongan tambahan terhadap
aliran darah ke ventrikel, hal ini kira-kira 25% dari pengisian
ventrikel pada setiap siklus jantung.
Pengosongan ventrikel selama sistolik
Periode kontraksi isovolemik (isometrik)
Setelah ventrikel kontraksi, tekanan naik tiba-tiba, katup A-V
menutup
Ventrikel membentuk tekanan yang cukup untuk membuka katup
semilunaris (dibutuhkan waktu 0.02-0.03 derik )
Terjadi kontraksi tapi belum ada pengosongan
Ada peningkatan tegangan di otot tanpa pemendekan serat-serat
otot
Periode Ejeksi
tekanan ventrikel sinistra naik lebid dari 80 mmHg, tekanan
ventrikel dextra naik lebih dari 8 mmhg, katup semilunaris terbuka.
33
1/3 pertama periodeà terjadi 70 % pengosongan (periode ejeksi
cepat)
2/3 terakhir periode à terjadi 30 % pengosongan (periode ejeksi
cepat)
Periode Relaksasi Isovolemik
Pada akhir sistolik, ventrikel relaksasi, tekanan intraventrikuler
turun.
Tekanan arteri besar naik à darah kembali ke ventrikel à katup
aorta dan katup pulmonalis tertutup.
Katup A-V terbuka untuk memulai siklus pemompaan ventrikel
baru.
Fungsi Katup
- Katup A-V
Katup trikuspidalis dan mitralis mencegah aliran balik
darah yang berasal dari ventrikel manuju ke atrium selama fase
sistolik. Katup aorta dan pulmonalis mencegah aliran balik darah.
- Muskulus Papilaris
Menarik daun-daun katup ke dalam agar katup tidak menonjol
terlalu jauh.
- Katup Aorta dan Pulmonalis
Dapat menyesuaikan diri dengan baik untuk menahan trauma fisik
tambahan.
Kurva Tekanan Aorta
- Bila ventrikel kiri berkontraksi, tekanan venrikel dengan cepat
meningkat sampai katup aorta membuka.
34
- Bila katup aorta menutup, pada kurva tekanan akan timbul suatu
insisura.
- Insisura disebabkan oleh periode singkat aliran balik darah segera
sebelum penutupan katup.
- Tekanan aorta turun hingga 80 mmHg (doastolik) yang merupakan
2/3 dari tekanan maksimum 120 mmHg (sistolik).
4). Hubungan antara Bunyi Jantung dengan Pompa Jantung
- Ventrikel berkontraksi à akan terdengar suara yang disebabkan
oleh penutupan katup A-V. getaran suara tersebut nadanya rendah
dan berlangsung relatif lama dan dikenal sebagai bunyi jantung
pertama.
- Sewaktu katup aorta dan katup pulmonalis menutup pada akhir
sistolik tedengar bunyi menutup yang relatif cepat karena katup-
katup ini menutup dengan cepat dan sekelilingnya hanya bergetar
untuk periode waktu yang singkat, bunyi ini dikenal dengan bunyi
jantung kedua.
- Kadang-kadang dapat didengar bunyi atrium yang disebabkan oleh
getaran yang berhubungan dengan aliran darah yang masuk ke
ventrikel.
- Bunyi jantung ketiga à terjadi kira-kira pada akhir 1/3 pertama
dari fase diastolik yang disebabkan oleh darah yang mengalir
masuk ke dalam ventrikel yang hampir penuh dengan bunyi
bergemuruh.
Hasil Kerja Jantung
- Hasil kerja sekuncup à jumlah energi yang diubah oleh jantung
menjadi kerja selama setiap denyut jantung sewaktu memompa
darah ke arteri.
- Hasil kerja semenit à jumlah total energi yang diubah dalam 1
menit à hasil kerja sekuncup X denyut jantung/menit.
- Kerja luar (kerja volume-tekanan) à kerja yang dilakukan oleh
ventrikel kiri untuk meningkatkan tekanan darah selama tiap
35
denyut jantung. Hasil kerja luar ventrikel kanan biasanya sekitar
1/6 hasil kerja ventrikel kiri.
- Energi kinetik dari aliran darah à hasil kerja tambahan dari tiap
ventrikel yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi kinetik
aliran darah adalah sebanding dengan massa darah yang
diejeksikan x kuadrat kecepatan ejeksi.
Frekuensi Jantung
- Frekuensi jantung sebagian besar berada di bawah pengaturan
ekstrinsik SSO yang terdiri dari saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Kedua saraf tersebut akan mempersarafi SA
node dan AV node dan kemudia mempengaruhi kecepatan dan
frekuensi hantaran impuls.
- Saraf parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung
dan saraf simpatis akan mempercepat denyt jantung. Namun
pada saat istirahat saraf yang bekerja dominan adalah saraf
parasimpatis
- Frekuensi Jantung berdasar kecepatannya ada 3:
Frekuensi jantung normal
Frekuensi jantung normal berkisar 60 sampai
100 denyut permenit, dengan rata- rata
denyutan 75 kali permenit, Dengan
kecepatan seperti itu, siklus jantung
berlangsung selama 0,8 detik ; sistole 0,5
detik: diastole 0,3 detik
Takikardia
Adalah peningkatan frekuensi jantung sampai
melebihi 100 denyut permenit
Brakikardia
Adalah frekuensi jantung yang kurang dari 60
kali permenit
Volume Sekuncup
36
o Merupakan volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel
per detik
o Ada 3 faktor yang mempengaruhi besar volum sekuncup
yaitu :
i.Beban Awal
1. Adalah derajat peregangan serabut
miokardium segera sebelum kontraksi.
Derajat peregangan ini bergantung pada
volum darah yang meregangkan ventrikeel
pada akhir diastol.
2. Mekanisme ini dinyatakan dalan mekanisme
Frank Starling, yang menyatakan bahwa
semakin besar kekuatan kontraksi saat
dastolik maka semakin besar kekuatan
kontraksi saat sistol. Sehingga meningkatkan
volume sekuncup.
ii.Beban Akhir
1. Adalah tegangan serabut miokardium yang
harus terbentuk untuk kontraksi dan
pemompaan darah.
2. Faktor yang mempengaruhi dijelaskan dalam
versi sederhana persamaan Laplace.
Tegangan dinding = Tekanan intraventrikel x ukuran
Ketebalan dinding ventrikel
3. Persamaan diatas menunjukan bahwa
tegangan dinding sebanding dengan tekanan
intraventrikel dan ukuran ventrikel dan
berbanding terbalik dengan ketebalan
dinding ventrikel
iii.Kontraktilas
37
1. Adalah perubahan kekuatan kontraksi yang
terbentuk, yang terjadi tanpa perubahan
panjang serabut niokardium.
2. Peningkatan kontraktilitas merupakan hasil
intensifikasi hubungan jembatan
penghubung pada sarkomer yang berkaitan
dengan konsentrasi ion Ca 2+
3. Konsentrasi miokardium secara langsung
sebanding dengan jumlah kalsium intrasel.
Peningkatan denyut jantung dapat
meningkatkan kekuatan kontraksi. Bila
jantung berdenyut lebih sering, kalsium akan
tertimbun lebih banyak dalam sel jantung
sehingga terjadi peningkatan kekuatan
kontraksi. Kekuatan kontraksi ini akan
meningkatkan volume sekuncup dan cardiac
output.
Efek obat terhadap Kontraktilitas
a. Obat seperti dopamine dan dobutamine menstimulasi alpha-1
receptors pada otot jantung sehingga nantinya akan menstimulasi
Ca2+ à positive inotropik
b.Obat untuk hipertensi seperti propanolol, timolol, metaprolol,
atenolol,barbiturates, dan labetulol memiliki sifat blocking pada alfa
maupun beta reseptor sehingga Ca2+ tidak terstimulasi à negative
inotropik
1. Nodus Sinus (System Konduksi) System konduksi adalah system impuls listrik pada jantung yang
terdiri dari serabut otot jantung yang khusus sehingga impuls
dapat menjalar dari pace maker ke dalam otot otot
myocardium.
38
Fungsi dari system konduksi adalah :
a. Mengatur kecepatan
b. Mengatur irama
c. Mengatur kekuatan denyut jantung
System konduksi jantung terdiri dari :
a. Nodus sinu-atrials (S-A node)
b. Nodus atrio ventricularis (A-V node)
c. Serabut penghubung
d. Plexus subendocardial dan intramyocardial dari purkinye
e. Berkas his dan cabang-cabangnya
Simpul SA secara normal mengeluarkan listrik paling cepat,
depolarisasi menyebar dari sini ke bagian lain sebelum
mengeluarkan listrik menentukan frekuensi denyut jantung.
Impuls yang dibentuk dalam simpul SA berjalan melalui
lintasan atrium ke simpul AV, melalui simpul ini ke berkas his,
dan sepanjang cabang-cabang berkas His melalui system
Purkinje ke otot ventrikel.
Asal dan penyebaran eksitasi jantung
Simpul SA terletak pada hubungan antara vena kava superior
dengan atrium kanan
Simpul AV terletak pada bagian posterior kanan septum antar
atrium
39
Terdapat tiga berkas serat di atrium yang mengandung serat
jenis purkinje dan menghubungkan simpul SA dengan
simpul AV :
– Traktus antar simpul anterior Bachman
– Traktus antar simpul medial Wenckebach
– Traktus antar simpul posterior thorel
Secara normal simpul AV adalah satu-satunya lintasan yang
menghubungkan atrium dengan ventrikel. Simpul AV
dilanjutkan dengan berkas His, yang memberikan cabang
berkas kiri pada puncak septum interventrikular dan
berlanjut sebagai cabang berkas kanan. Cabang berkas kiri
dibagi fasikulus anterior dan fasikulus posterior. Cabang-
cabang dan fasikulus berjalan pada subendokardium turun
pada kedua sisi septum dan berhubungan dengan system
purkinje, yang seratnya menyebar ke semua bagian
miokardium ventrikel
Irama listrik otomatis dari serat-serat sinus
Serat-serat jantung mempunyai kemampuan perangsangan
sendiri (self excitation), yang dapat menyebabkan proses
lepasan dan kontraksi otot otomatis
Dikarenkan tingginya konsentrasi ion natrium di dalam cairan
ekstraselular juga dengan muatan listrik negative di dalam
serat-serat nodus sinus yang sedang beristirahat
Ion-ion natrium yang bermuatan posistif di bagian luar dari
serat tetapi cenderung masuk ke dalam
Masuknya ion-ion natrium bermuatan positif menyebabkan
peningkatan potensial membrane
40
Perjalanan Konduksi
1. Potensial aksi pada otot jantung timbul pertama kali di SA
node yang terletak di atrium kanan. Oleh karena itu
kontraksi otot pertama kali terjadi di atrium kanan. Peran
SA node tersebut di atas menyebabkan pada keadaan
normal dikatakan “pace maker”.
2. Stimulus menyebrangi antar sekat dan mencapai AV node.
Peristiwa ini terjadi dalam waktu 50 mdet. Di sini
junctional fiber berfungsi untuk memperlambat tibanya
potensial aksi di AV node. Dengan demikian pada periode
diastole waktu pengisian bias optimal.
3. Terjadi delay (perpanjangan) pada AV node sekitar 150 mdet
dan kontraksi atrium terjadi
4. Impuls berjalan di sepanjang septum interventrikular dalam
bundle AV dan bundle brunch menuju serat purkinje
selama kira-kira 175 mdet
5. Impuls yang dihantarkan oleh serat purkinje dan disampaikan
melewati miokardium ventricular. Kontraksi atrium
41
lengkap dan kontraksi ventrikel dimulai. Peristiwa ini
membutuhkan waktu 225 mdet
Jadi kontraksi atrium diselesaikan dahulu, mengalami
perlambatan dan kontraksi ventrikel dimulai. Jadi kontraksi
antara atrium dan ventrikel tidak berbarengan, tetapi satu
persatu bergantian. Hal inilah yang membuat jantung juga
dikatakan sebagai pompa berotot
Terkadang SA node dapat mengalami kerusakan missal karena
aterosklerosis, maka fungsi dari SA node akan digantikan oleh
organ-organ di bawahnya tetapi dengan kecepatan yang
berbeda dapat disebut sebagai pacu jantung
abnormal/ektopik/escape pace maker. Disebabkan oleh :
Bagian jantung lain memilkirangsangan ritmik yang jauh
lebih besar dibanding nodus sinus
Penghambatan penjalaran impuls dari nodus sinus ke bagian
jantung lain
Mengakibatkan ventrikel gagal memompakan darah —denyut
jantung terhambat: disebut sebagai syndrome stoke-Adams
2. Autoregulasi
Pengaturan Keseimbangan Tekanan Darah
a. Jika Tekanan Darah yang menurun.
Intinya tekanan darah akan mengalami vasodilatasi, yaitu
pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan menurunnya
tekanan darah yang akhirnya suplai darah tidak maksimal
keseluruh tubuh. Yang membuat aktivitas memompa jantung
berkurang, banyak cairan darah keluar dari sirkulasi.
- Homeostasis, tekanan darah dan volume normal
- kemudian terjadi gangguan homeostasis, yaitu penurunan tekanan
dan volume darah
- Lalu tubuh akan melakukan 2 cara untuk mengatasinya, yaitu short
term dan long term. Yang short term(Yang melewati jantung),
42
tubuh akan menggunakan aktivasi simpatik. Seperti yang kita
ketahui sistem saraf simpatik itu berfungsi untuk meningkatkan
tekanan darah, meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut
jantung. Akhirnya cardiac output dan pheriperal resistan
mengalami kenaikan, dan terjadi kenaikan tekanan darah dan
akhirnya homeostasis kembali ke normal lagi.
- cara yang ke-2 yaitu long term (yaitu melewati ginjal) dengan cara
ginjal menghasilkan enzim yang disebut renin yang memicu
pembentukan angiotensin yang selanjutnya akan memicu pelepasan
hormon aldosteron,dan mengurangi pembuangan air dan garam
oleh ginjal sehingga akan meningkatkan volume darah dalam
tubuh.dan juga melepaskan hormon epinefrin( adrenalin) dan
noreepinefrin(noradrenalin) yang merangsang jantung dan
pembuluh darah. Bisa juga dengan cara mengaktifkan eritropoetin
yang akhirnya menaikkan formasi sel darah merah.setelah itu
homeostasis dapat kembali normal.
b. Jika tekanan darah meningkat
Intinya terjadi vasokonstriksi. Jadi darah pada setiap denyut
jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempitdaripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan.dan akhirnya
bertambahnya cairan dalam sirkulasi.
- Homeostasis, tekanan dan volume darah normal
- Kemudian terjadi gangguan homeostasis yaitu kenaikan tekanan
dan volume darah.
- Lalu tubuh akan melakukan dilatasi dinding arteri
- Mengaktifkan ANP (Atrial Natriuretic Peptide), yaitu ginjal
melakukan perannya untuk menambah pengeluaran garam dan air,
yang menyebabkan volume darah akan berkurang. Jika volume
darah berkurang, otomatis tekanan darah juga akan menurun dan
akhirnya kembali ke tekanan darah yang normal.
43
6. Dekomkordis kenapa bisa jadi kongestif ?
44
Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif.
7. Gambaran EKG pada Intoksikasi digitalis
Perubahan EKG yang khas untuk intoksikasi digoxin adalah:
ST Depresi dengan gambaran ‘scooped out’ Flat, negative or biphasic T
wave
Pemendekan QT interval
Peningkatan amplitudo u-wave
Prolonged PR-interval
Sinus bradycardia
Aritmia yang sering terjadi pada keracunan digitalis:
AV block. termasuk complete AV block and Wenkebach.
Tachyarrhythmias:
Junctional tachycardia
Atrial tachycardia
Ventricular ectopia, bigemini, monomorphic ventricular tachycardia,
bidirectional ventricular tachycardia
Gambaran EKG pada intoksikasi digitalis
45
(Dapus: Goodman Gilman. 1991. Digitalis intoxication. In:the pharmacological basis of therapeutics, 8th edition, Pergamon press)
8. Intoksikasi DigitalisDefinisi
Intoksikasi adalah masuknya zat ke dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan bahkan dapat menyebabkan kematian.
Intoksikasi digitalis dapat diartikan sebagai intoksikasi yang dikarenakan
dosis toksik digitalis cukup dekat dengan dosis terapi, adanya
kecenderungan terjadi akumulasi, dan dipengaruhi oleh kadar elektrolit
yang tidak seimbang.
Tanda-Tanda dan Pemicu
Gejala-gejala umum intoksikasi digoksin, meliputi anoreksia,
perasaan mual dan muntah serta diare tidaklah spesifik Manifestasi
gastrointestinal sangat umum dialami oleh pasien usia lanjut, pasien
dengan gastritis, chronic heart failure atau chronic kidney disease.
Meskipun demikian, adanya keluhan gastrointestinal dan malaise pada
pasien dalam terapi digitalis. Terdapat kelainan pada penglihatan yang
merupakan gejala paling umum pada intoksikasi digitalis. Kelainan ini
dapat berupa gangguan penglihatan warna, khususnya chromatopsia
(persepsi subyektif bahwa warna benda yang dilihat tidak mempunyai
warna sesuai aslinya. Sementara bradiaritmia dapat merupakan salah satu
manifestasi klinis intoksikasi digitalis.
Digitalis dieksresi melalui ginjal dengan clearance rate yang
sebanding dengan glomerular filtration rate. Gagal ginjal akan
memperlama waktu paruh digitalis dan mengurangi volume distribusi
ekstravaskuler.
Waktu paruh meningkat pada pasien dengan kelainan ginjal yang
lanjut (hingga 3-5 hari); volume distribusi dan clearance rate, keduanya
akan menurun pada pasien lanjut usia. Dikarenakan sempitnya indeks
terapi, penggunaan obat ini pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
dan pada pasien usia lanjut harus sangat hati-hati sekali.4 Seperti apa yang
46
dinyatakan oleh Doering pada penelitiannya di tahun 1977, orang usia
lanjut dengan gangguan fungsi ginjal rentan untuk terjadi intoksikasi
digitalis.6 Sementara Soffer and Dubnow, pada penelitiannya, menyatakan
bahwa insiden reaksi toksik meningkat dengan tajam sesuai dengan usia
dan dosis yang diberikan pada pasien tua harus lebih kecil.7 Selain itu
pada satu penelitian oleh Lubash dkk, diketahui bahwa intoksikasi digitalis
dijumpai pada 30 % pasien dengan terapi dialisis yang mendapatkan terapi
digitalis.
Selain faktor usia dan kelainan fungsi ginjal, kita harus menilai
secara hati-hati adanya kondisi ketidakseimbangan elektrolit yang dapat
mempengaruhi mekanisme kerja digitalis. Hipokalemia berpotensi untuk
mencetuskan aritmia. Kalium dan digitalis berinteraksi dengan saling
menghambat satu sama lain untuk berikatan dengan Na+/K+ ATPase. Ion
kalsium memfasilitasi aksi toksik glikosida jantung dengan mempercepat
penyimpanan kalsium intraseluler yang berlebihan yang mendasari
gangguan otomatisitas yang dicetuskan digitalis. Oleh karena itu
hiperkalsemia meningkatkan risiko aritmia akibat digitalis. Sedangkan
magnesium memberikan efek sebaliknya
Sementara itu, dari pemeriksaan fisik, denyut nadi tidak teratur dan
lambat, 43 kali per menit. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Kecurigaan kepada kelainan oragan lain seperti saluran cerna, hati, dan
ginjal dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Begitu pula
kecurigaan keluhan gastrointestinal sebagai salah satu manifestasi infark
miokard dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan EKG. Bentuk aritmia
apapun, termasuk atrial fibrilation slow ventricular response, dapat
merupakan manifestasi EKG intoksikasi digitalis dan tidak ada satupun
gambaran EKG yang patognomonik pada keadaan dimana kadar digoksin
berlebihan. Kombinasi antara peningkatan otomatisitas dan gangguan
konduksi (contohnya AV block disertai dengan accelerated junctional)
menunjukkan kemungkinan besar adanya intoksikasi bahkan pada pasien
yang kadar serumnya masih dalam rentang dosis terapi. Munculnya gejala
malaise, gangguan gastrointestinal, atau aritmia baru pada pasien yang
47
menerima digitalis memberikan kecurigaan adanya intoksikasi. Apabila
gejala-gejala tersebut membaik setelah penghentian obat atau pengurangan
dosis digoksin, maka hal ini semakin mendukung adanya intoksikasi
digitalis. Pengukuran konsentrasi glikosida dalam plasma atau serum,
bersamaan dengan perkiraan konsentrasi kalium dalam plasma akan sangat
membantu penegakan diagnosis. Apabila konsentrasi kalium normal,
sangat tidak mungkin terjadi intoksikasi digitalis dengan konsentrasi
digitalis di bawah 2 ng/ml, sedangkan intoksikasi sangat mungkin terjadi
bila kadar digoksin dalam serum di atas 4 ng/ ml. Meskipun begitu pada
pasien dengan kadar kalium di bawah normal, kadar glikosida antara di
bawah 2 ng/ml mungkin masih dapat dikaitkan dengan intoksikasi.
Dasar Diagnosa
Kadar digitalis plasma dapat dapat digunakan untuk memonitor
toksisitas dan sebagai petunjuk dosis pengobatan yang tepat. Kadar terapi
bervariasi antara 0,6-1,3 ng/mL. Kadar digitalis dalam serum yang
berkaitan dengan toksisitas tumpang tindih antara rentang dosis terapi
dengan dosis yang toksik karena banyak sekali faktor yang meningkatkan
potensi terjadinya toksisitas digitalis. Oleh karena onset kerja digitalis
yang terlambat, setidaknya 6 jam setelah pemberian obat dan pengambilan
sampel pengukuran kadar digoksin sehingga mencegah peningkatan kadar
yang tidak sebenarnya. Terlalu mengandalkan kadar digoksin tanpa
melihat manifestasi klinis dapat menyebabkan pengambilan keputusan
intervensi yang tidak sesuai dan mahal.11 Cara yang terbaik adalah dengan
memantau kadar digitalis dan menghubungkannya dengan kadar kalium
dan manifestasi klinis dan gambaran EKG. Kadar digoksin yng diukur
sebelum 6-8 jam setelah proses cerna mencerminkan distribusi awal obat
akan tetapi bukan kadar dalam jaringan yang sebenarnya dan tidak bisa
menjadi prediktor adanya intoksikasi. Waktu paruh dalam plasma
memendek menjadi 10-25 jam pada pencernaan secara akut dan masif,
dibandingkan dengan pada proses cerna yang tidak toksik yaitu 36 jam.
48
Terapi
Penatalaksanaan yang efektif berdasarkan pada penemuan awal
bahwa disritmia dan atau manifestasi nonkardiak mungkin berhubungan
dengan intoksikasi digoksin. Prinsip umum penatalaksanaan meliputi
penilaian beratnya masalah dan penyebab terjadinya toksisitas (misalnya,
fungsi ginjal, dosis yang diberikan, obat yang diberikan bersamaan, dan
apakah dosis yang berlebihan sengaja atau tidak sengaja diberikan. Kedua,
faktor-faktor yang mempengaruhi pengobatan, antara lain usia, riwayat
penyakit, kronik tidaknya intoksikasi digitalis, adanya penyakit jantung
dan atau gangguan fungsi ginjal, dan yang paling penting perubahan EKG.
Ketiga, penilaian kondisi hemodinamik, meliputi EKG 12 lead dan
monitor jantung, begitu pula perawatan di ICU dan akses intravena.
Keempat, pengukuran elektrolit secara cepat, meliputi kalium dan kalsium,
kreatinin, dan kadar digitalis. Penatalaksanaan disritmia bervariasi,
tergantung ada tidaknya ketidakstabilan kondisi hemodinamik, perjalanan
aritmia, ada tidaknya gangguan elektrolit. Pada bradiaritmia yang stabil,
pasien ditatalaksana dengan observasi dan penghentian obat. Pastikan
status volume yang cukup untuk mengoptimalakan fungsi ginjal dalam
membuang obat yang berlebihan. Obat untuk sebagian besar bradikardi
adalah penghentian digitalis, sedangkan pemberian atropin atau pacu
jantung sementara diperlukan pada pasien yang bergejala.
9. Right heart disease pada kongenital
Penyakit jantung kongenital
Merupakan suatu penyakit jantung bawaan atau suatu penyakit jantung
yang dibawa oleh seorang bayi yang berlaku sejak dalam kandungan
seperti jantung berlubang dan kecacatan pada jantung. Kelainan kongenital
merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan
sebab penting terjadinya abortus, lahir mati atau kematian segera setelah
49
lahir. Kematian bayi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sering
diakibatkan oleh kelainan kongenital yang cukup berat, bayi yang
dilahirkan dengan kelainan kongenitaI besar, umumnya akan dilahirkan
sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk
masa kehamilannya. Bayi berat lahir rendah dengan kelainan kongenital
berat, kira-kira 20% meninggal dalam minggu pertama kehidupannya.
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dapat berupa satu jenis
kelainan saja atau dapat pula berupa beberapa kelainan kongenital secara
bersamaan sebagai kelainan kongenital multipel. Kadang-kadang suatu
kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi
lahir, tetapi baru ditemukan beberapa waktu setelah kelahiran bayi.
Sebaliknya dengan kermajuan tehnologi kedokteran,kadang- kadang suatu
kelainan kongenital telah diketahui selama kehidupan fetus. Bila
ditemukan satu kelainan kongenital besar pada bayi baru lahir, perlu
kewaspadaan kemungkian adanya kelainan kongenital ditempat lain.
Dikatakan bahwa bila ditemukan dua atau lebih kelainan kongenital kecil,
kemungkinan ditemukannya kelainan kongenital besar di tempat lain
sebesar 15% sedangkan bila ditemukan tiga atau lebih kelainan kongenital
kecil, kemungkinan ditemukan kelainan kongenital besar sebesar 90%.
Penyebab langsung kelainan kongenital sering kali sukar diketahui.
Pertumbuhan embryonal dan fetaI dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor secara bersamaan.
Beberapa faktor etiologi yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain :
o Kelainan Genetik dan Khromosom.
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kelainan kongenital pada anaknya. Di antara
kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa,
tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai
unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai
unsur resesif. Penyelidikan daIam hal ini sering sukar, tetapi
50
adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu keturunan dapat
membantu langkah-langkah selanjutya.
o Faktor mekanik.
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan hentuk organ tubuh hingga menimbulkan
deformitas organ cersebut. Faktor predisposisi dalam pertumbuhan
organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu
organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan
talipes pada kaki sepcrti talipes varus, talipes valgus, talipes
equinus dan talipes equinovarus (clubfoot).
o Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi
yang terjadi pada periode organogenesis yakni dalam trimester
pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam periode
organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam
pertumbuhan suatu organ rubuh. Infeksi pada trimesrer pertama di
samping dapat menimbulkan kelainan kongenital dapat pula
meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus. Sebagai contoh
infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi oleb virus
Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita infeksi
Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem
pendengaran sebagai tuli dan ditemukannya kelainan jantung
bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital antara lain ialah infeksi virus
sitomegalovirus, infeksi toksoplasmosis, kelainan-kelainan
kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada system saraf pusat seperti hidrosefalus,
mikrosefalus, atau mikroftalmia.
o Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada
trimester pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya
51
dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Salah satu
jenis obat yang telah diketahui dagat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya
fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang
diminum wanita hamil muda dengan tujuan yang kurang baik
diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya
trimester pertama, dihindari pemakaian obat-obatan yang tidak
perlu sama sekali; walaupun hal ini kadang-kadang sukar dihindari
karena calon ibu memang terpaksa harus minum obat. Hal ini
misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat
dihindarkan; keadaan ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya
sebelum kehamilan dan akibatnya terhadap bayi.
o Faktor umur ibu
Telah diketahui bahwa mongolisme lebih sering ditemukan pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause.
o Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan
kejadian kelainan kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu
hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus kemungkinan
untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi yang normal.
o Faktor radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat
radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat
52
menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya
dihindarkan dalam masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
o Faktor gizi
Pada binatang percobaan, kekurangan gizi berat dalam masa
kehamilan dapat menimbulkan kelainan kongenital. Pada manusia,
pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi
kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-
bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya. Pada binatang
percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin A ribofIavin, folic
acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian &elainan
kongenital.
o Faktor-faktor lain
Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui penyebabnya.
Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan hidup janin diduga
dapat menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia,
hipotermia, atau hipertermia diduga dapat menjadi faktor
penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan kongenitai tidak
diketahui.
Jenis-Jenis Penyakit Jantung Bawaan
Penyakit Jantung Bawaan dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi besar, yaitu
PJB sianotik dan asianotik (Bernstein, 2007).
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik
Penyakit Jantung Bawaan Asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di
sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup
jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa
adanya lubang di sekat jantung. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi
53
klinis yang bervariasi dari ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya
kelainan serta tahanan vaskuler paru
Menurut Soeroso dan Sastrosoebroto (1994), berdasarkan ada tidaknya
pirau, kelompok asianotik terbagi atas 2 kelompok, yaitu kelompok dengan pirau
dari kiri ke kanan dan kelompok tanpa pirau.
Kelompok dengan pirau kiri ke kanan adalah sebagai berikut:
Defek Septum Ventrikel
Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang
pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara antar
rongga ventrikel (Ramaswamy, et al. 2009). Defek ini dapat terletak dimanapun
pada sekat ventrikel, baik tunggal atau banyak, serta ukuran dan bentuk dapat
bervariasi (Fyler, 1996).
Insidensi DSV terisolasi adalah sekitar 2 – 6 kasus per 1000 kelahiran hidup dan
terjadi lebih dari 20% dari seluruh kejadian PJB. Defek ini lebih sering terjadi
pada wanita daripada pria.
Klasifikasi DSV dibagi berdasarkan letak defek yang terjadi, yaitu:
1. Perimembranasea, merupakan lesi yang terletak tepat di bawah katup
aorta. Defek Septum Ventrikel tipe ini terjadi sekitar 80% dari seluruh
kasus DSV
2. Muskular, merupakan jenis DSV dengan lesi yang terletak di otot-otot
septum dan terjadi sekitar 5 – 20% dari seluruh angka kejadian DSV.
Gejala klinis DSV cukup bervariasi, mulai dari asimtomatis, gagal jantung berat,
ataupun gagal tumbuh. Semua ini sangat bergantung kepada besarnya defek serta
derajat piraunya sendiri, sedangkan lokasi defek sendiri tidak mempengaruhi
derajat ringannya manifestasi klinis yang akan terjadi (Soeroso and
Sastrosoebroto,1994). Pada DSV kecil dengan pirau kiri-ke-kanan dan tekanan
arteri pulmonalis yang normal, pasien biasanya tidak menunjukkan gejala dan
kelainan ditemukan ketika pemeriksaan fisik. Pada defek berukuran besar dengan
54
peningkatan aliran darah paru dan hipertensi pulmonalis, pasien dapat mengalami
dispnea, kesulitan makan, gangguan pertumbuhan, infeksi paru berulang, dan
gagal jantung pada awal masa bayi (Bernstein, 2007).
Defek Septum Atrium
Defek Septum Atrium (DSA) adalah anomali jantung kongenital yang ditandai
dengan defek pada septum atrium akibat gagal fusi antara ostium sekundum,
ostium primum, dan bantalan endokardial. Defek Septum Atrium dapat terjadi di
bagian manapun dari septum atrium, tergantung dari struktur septum atrium yang
gagal berkembang secara normal
Klasifikasi DSA dibagi menurut letak defek pada septum atrium, yaitu:
1. Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum
dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum.
Kejadian DSA Ostium Primum pada wanita sama dengan pria dan
terhitung sekitar 20% dari seluruh kasus PJB (Bernstein, 2007).
2. Ostium Sekundum, merupakan tipe lesi DSA terbanyak (70%) dan jumlah
kasus pada wanita 2 kali lebih banyak daripada pria (Vick and Bezold,
2008).
3. Sinus Venosus, merupakan salah satu jenis DSA yang ditandai dengan
malposisi masuknya vena kava superior atau inferior ke atrium kanan.
Insidensi defek ini diperkirakan 10% dari seluruh kasus DSA (Vick and
Bezold, 2008).
Defek yang terjadi dapat berbagai jenis, mulai dari yang berukuran kecil sampai
sangat besar dan menyebabkan pirau dari atrium kiri ke atrium kanan dengan
beban volume lebih banyak di atrium dan ventrikel kanan. Gejala pada anak dan
neonatus umumnya asimtomatis, namun bila pirau cukup besar maka pasien dapat
mengalami sesak nafas dan sering mengalami infeksi paru. Gagal jantung sangat
jarang ditemukan. Pada anak dengan pirau kiri-ke-kanan berukuran besar biasanya
mengeluhkan cepat lelah dan dispnea. Gagal tumbuh jarang didapati.
55
Defek Septum Atrioventrikularis
Defek Septum Atrioventrikularis (DSAV) ditandai dengan penyatuan DSA dan
DSV disertai abnormalitas katup atrioventrikular (Bernstein, 2007).
Defek Septum Atrioventrikularis terhitung 4 – 5% dari seluruh kasus PJB.
Predileksi defek ini antara pria dan wanita sama banyaknya.
Gejala dapat timbul pada minggu pertama dan gagal jantung pada bulan-bulan
pertama kelahiran (Soeroso dan Sastrosoebroto, 1994). Riwayat intoleransi
olahraga, cepat lelah, dan Pneumonia berulang dapat ditemukan, terutama pada
bayi dengan pirau kiri-ke-kanan dan mitral insufisiensi mitral yang berat
(Bernstein, 2007).
Duktus Arteriosus Persisten
Seperti namanya, Duktus Arteriosus Persisten (DAP) disebabkan oleh duktus
arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Jika duktus tetap terbuka setelah
penurunan resistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat bercampur ke darah
arteri pulmonalis (Bernstein, 2007).
Gejala klinis yang muncul tergantung ukuran duktus. Duktus berukuran kecil
tidak menyebabkan gejala dan biasanya diketahui jika terdapat suara murmur saat
dilakukan pemeriksaan fisik. Pada pasien dengan DAP berukuran besar, pasien
akan mengalami gejala gagal jantung. Gangguan pertumbuhan fisik dapat menjadi
gejala utama pada bayi yang menderita DAP besar (Bernstein, 2007).
Kelompok tanpa pirau meliputi:
1. Stenosis Pulmonalis --- Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik
dalam tubuh ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri
pulmonalis, diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis (SP). Stenosis
Pulmonalis terjadi sekitar 7.1 – 8.1 per 100.000 kelahiran hidup. Defek ini
cenderung terjadi pada wanita (Fyler, 1996). Gejala klinis umumnya
asimtomatis meskipun stenosis cukup besar. Anak bisa saja tampak sehat,
tumbuh kembang normal dengan wajah moon face, dapat berolahraga
56
seperti normal, dan tidak terdapat infeksi saluran nafas yang berulang
(Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Walaupun demikian, pasien yang
awalnya tidak menunjukkan gejala dalam perkembangan penyakitnya
dapat timbul gejala yang bervariasi dari dispnea ringan saat olahraga
sampai gejala gagal jantung, tergantung keparahan obstruksi dan tingkat
kompensasi myokardium. Obstruksi sedang-berat dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah paru selama berolahraga sehingga terjadi
kelelahan yang diinduksi olahraga, sinkop, atau nyeri dada.
2. Stenosis Aorta --- Stenosis Aorta (SA) merupakan penyempitan aorta yang
dapat terjadi pada tingkat subvalvular, valvular, atau supravalvular.
Kelainan mungkin tidak terdiagnosis pada masa anak-anak karena katup
berfungsi normal, hanya saja akan ditemukan bising sistolik yang lunak di
daerah aorta dan baru diketahui pada masa dewasa sehingga terkadang
sulit dibedakan apakah stenosis aorta tersebut merupakan penyakit jantung
bawaan atau didapat (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Insidensi SA
pada anak mendekati 5% dari seluruh kejadian PJB (Bernstein, 2007).
Defek ini lebih sering terjadi pada pria (Emmanouilides, et al. 1998).
Gejala klinis asimtomatis, namun pada gejala yang cukup berat dapat
ditemukan nyeri substernal, sesak nafas, pusing, atau sinkop pada saat
bekerja atau olahraga (Soeroso and Sastrosoebroto, 1994). Bayi dengan
SA terisolasi dapat disertai denga gagal jantung kronik pada beberapa
bulan awal kehidupan dan menunjukkan tanda dan gejala klasik gagal
jantung, berupa dispnea, kesulitan makan, dan berat badan tidak
bertambah.
3. Koarktasio Aorta --- Koarktasio Aorta (KoA) adalah suatu obstruksi pada
aorta desendens yang terletak hampir selalu pada insersinya duktus
arteriosus (Fyler, 1996). Prevalensi KoA di Amerika Serikat adalah
sebesar 6 – 8% dari seluruh kasus PJB dan prevalensinya di Asia (<2%)
lebih rendah daripada di Eropa dan negara Amerika Utara. Rasio kejadian
defek ini pada pria dan wanita adalah 2:1 (Rao and Seib, 2009). Gejala
yang tampak pada masa neonatus umumnya merupakan jenis koarktasio
yang berat. Gejala dapat hilang timbul mendadak. Tanda klasik KoA
57
adalah nadi brakhialis yang teraba normal atau meningkat, nadi femoralis
serta dorsalis pedis teraba kecil atau tidak teraba sama sekali dan harus
ditekankan pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas. Pasien
dapat menunjukkan gejala di beberapa minggu awal kehidupan berupa
kesulitan makan, takipnea, dan letargia. Gejala dapat memburuk menjadi
gagal jantung dan syok.
Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Sesuai dengan namanya, manifestasi klinis yang selalu terdapat pada
penyakit jantung sianotik adalah sianosis. Sianosis adalah kebiruan pada mukosa
yang disebabkan oleh terdapatnya lebih dari 5 gr/dl hemoglobin tereduksi dalam
sirkulasi. Dibandingkan dengan pasien PJB non sianotik, jumlah pasien PJB
sianotik lebih sedikit. Walaupun jumlahnya lebih sedikit, PJB sianotik
menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada PJB non
sianotik.
Tetralogi Fallot
Tetralogi Fallot (TF) merupakan kombinasi 4 komponen, yaitu Defek
Septum Ventrikel (DSV), over-riding aorta, Stenosis Pulmonal (SP), serta
hipertrofi ventrikel kanan. Komponen paling penting untuk menentukan derajat
beratnya penyakit adalah SP yang bersifat progresif .
Tetralogi Fallot merupakan PJB jenis sianotik dengan angka kejadian
terbanyak dengan insidensi 1 – 3 kasus per 1000 kelahiran hidup.
Manifestasi klinis TF mencerminkan derajat hipoksia. Pada waktu baru
lahir biasanya bayi belum sianotik; bayi tampak biru setelah tumbuh. Jari tabuh
pada sebagian besar pasien sudah mulai tampak setelah berumur 6 bulan. Salah
satu manifestasi yang penting pada TF dalah terjadinya seranga sianotik (cyanotic
spells, hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh timbulnya sesak
nafas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat
pula disertai kejang atau sinkop.
58
Pertumbuhan dan perkembangan dapat terhambat pada pasien TF yang
berat dan tidak terobat, terutama jika saturasi oksigen kurang dari 70% (Bernstein,
2007).
Transposisi Arteri Besar
Transposisi Arteri Besar (TAB) ditandai dengan aorta yang secara
morfologi muncul dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis muncul dari
ventrikel kiri. Pada 60% pasien, aorta berada di bagian anterior kanan dari arteri
pulmonalis walaupun di beberapa kasus aorta dapat berada di bagian anterior kiri
dari arteri pulmonalis.
Insidensi TAB yang tercatat adalah 20 – 30 per 10.000 kelahiran hidup.
Defek ini lebih dominan terjadi pada pria dengan persentase 60 – 70% dari
seluruh kasus.
Gejala klinis dapat berupa sianosis, penurunan toleransi olahraga, dan
gangguan pertumbuhan fisik, mirip dengan gejala pada TF; walaupun begitu,
jantung tampak membesar (Bernstein, 2007). Sianosis biasanya terjadi segera
setelah lahir dan dapat memburuk secara progresif. Gejala gagal jantung kongestif
mulai tampak dalam 2 – 6 minggu.
Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh
Pada Atresia Pulmoner dengan Septum Ventrikel Utuh (APSVU), daun
katup pulmonalis berfusi secara lengkap sehingga membentuk membran dan tidak
terdapat jalan keluar (outflow) ventrikel kanan. Tidak terdapat aliran darah di
ventrikel kanan karena tidak adanya hubungan antarventrikel (Bernstein, 2007).
Defek ini terjadi 7.1 – 8.1 per 100.000 kelahiran hidup dengan persentase
0.7 – 3.1% dari seluruh kasus PJB di Amerika Serikat (Charpie , 2009). Sianosis
telah jelas tampak dalam hari-hari pertama pascalahir. Bayi sesak dengan gejala
gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik, tidak terdengar bising, atau terdengar
bising pansistolik insufisiensi trikuspid, atau terdengar bising duktus arteriosus.
59
Ventrikel Kanan dengan Jalur Kedua Ganda
Ventrikel Kanan dengan Jalan Keluar Ganda (VKAJKG), yang dalam
kepustakaan barat disebut Double Outlet Right Ventricle (DORV), adalah
kelainan jantung yang ditandai dengan malposisi arteri-arteri besar, septum outlet,
atau keduanya, yang menyebabkan kedua arteri besar muncul dari ventrikel kanan
(Hoffman, 2009). Defek ini terjadi 1 – 1.5% dari seluruh kejadian PJB.
Presentasi klinis VKAJKG sangat bervariasi, bergantung kepada kelainan
hemodinamiknya; defek ini dapat mirip DSV, TAB, atau TF. Oleh karena itu,
diagnosis tidak mungkin ditegakkan atas dasar gambaran klinis saja (Prasodo,
1994). Jika defek ini disertai dengan SP, terjadi penurunan aliran darah paru
sehingga terjadi sianosis yang cukup berat seperti gejala TF. Pasien VKAJKG
tanpa SP memiliki gejala yang sama dengan DSV, yaitu peningkatan aliran darah
paru sehingga terjadi takipnea dan kardiomegali.
Atresia Trikuspid
Istilah Atresia Trikuspid (AT) menggambarkan agenesis katup trikuspid
kongenital dan merupakan jenis PJB sianotik terbanyak setelah TF dan TAB (Rao,
2009). Pada defek ini, tidak terdapat aliran dari atrium kanan menuju ventrikel
kanan sehingga seluruh aliran balik vena sistemik masuk ke bagian kiri jantung
melalui foramen ovale atau jika terdapat defek pada septum atrium (Bernstein,
2007).
Insidensi AT diperkirakan 1 per 10.000 kelahiran hidup dengan estimasi
prevalensi AT dari seluruh kasus PJB adalah 2.9% dari autopsi dan 1.4% dari
penegakkan diagnosis setelah dilakukan pemeriksaan berulang.
Sianosis biasanya muncul segera setelah lahir, dengan penyebaran yang
dipengaruhi oleh tingkat keterbatasan aliran darah pulmonal (Bernstein, 2007).
Apabila aliran darah paru berkurang maka pasien akan tampak sianotik; semakin
sedikit darah ke paru maka semakin jelas sianosis yang terjadi.
60
Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan
Dewasa ini telah terjadi peningkatan dan kemajuan teknologi, baik dalam
diagnosis, teknik pembedahan, serta perbaikan perawatan yang menyebabkan
terjadi peningkatan harapan hidup pada pasien dengan Penyakit Jantung Bawaan
(PJB) pascabedah jika dibandingkan tidak dilakukan pembedahan sehingga tidak
jarang teknik pembedahan sering dilakukan sebagai suaru penatalaksanaan pada
pasien PJB. Pada pasien-pasien PJB, dapat terjadi berbagai kelainan, baik pada
otot jantung, paru, atau keduanya, yang apabila tidak dikoreksi kelainan yang
terjadi dapat bersifat ireversibel. Oleh karena itu, sebaiknya pasien PJB diperiksa
secara menyeluruh dan dilakukan penatalaksanaan berupa pembedahan atau
operasi pascabedah pada saat yang tepat.
Terdapat 2 unsur utama yang diharapkan dalam tindakan pembedahan
pada kasus PJB, yaitu tindakan bedah dengan risiko mortalitas yang rendah serta
peningkatan harapan hidup layaknya orang normal lainnya.
Bedah jantung merupakan bagian integral dalam pelayanan kardiologi
anak. Kemajuan bedah jantung berlangsung sangat pesat dalam 2 dasawarsa
terakhir. Perkembangan teknologi dalam mendeteksi kelainan jantung pada bayi
baru lahir memudahkan dalam aspek pembedahan jantung itu sendiri. Kemajuan
teknologi dalam mendeteksi adanya kelainan jantung pada anak telah bergeser
hingga ke arah neonatus.
10. Patofisiologi dari faktor resiko dan etiologi gagal jantung
Etiologi Gagal Jantung
Berbagai kondisi yang menuju ke perubahan struktur atau fungsi
dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya gagal
jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi gagal jantung pada pasien
dengan Ejection Fraction (EF) yang terpelihara berbeda dari gagal jantung
dengan EF yang terdepresi, banyak etiologi yang tumpang tindih dari
kedua keadaan tersebut.
61
Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab yang dominan pada
60-75% pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita di Negara-negara
industri.
Hipertensi memberi kontribusi pada perkembangan penyakit gagal
jantung pada 75% pasien, termasuk pasien dengan PJK. Interaksi antara
PJK dan hipertensi memperbesar risiko pada gagal jantung, seperti pada
diabetes mellitus.
Jantung memiliki mekanisme kompensasi di dalam mengatasi
penurunan fungsi pompa jantung, sehingga pada umumnya pasien gagal
jantung akan tetap asimtomatik, hingga adanya faktor presipitasi yang
memperberat keadaan, sehingga pada pasien mulai timbul gejala, faktor-
faktor yang dapat bertindak sebagai faktor presipitasi dalam gagal jantung
adalah infeksi, aritmia, infark jantung, anemia, hipertiroid dan kehamilan,
emosi atau konsumsi garam berlebih,emboli paru, hipertensi, miokarditis,
demam reumatik, dan endokarditis infektif.
Infeksi dapat memperberat keadaan gagal jantung, karena pada
infeksi terdapat demam, takikardia, dan hipoksemia, yang kemudian akan
meningkatkan kebutuhan metabolik, dan berakibat pada perburukan dari
gagal jantung. Lebih jauh lagi, aritmia adalah salah satu faktor presipitat
yang sering memperburuk fungsi pompa jantung. Mekanisme yang terjadi
antara lain melalui penurunan waktu untuk pengisian ventrikel sehingga
menyebabkan disfungsi miokardium iskemik, peningkatan tekanan atrium,
gangguan sinkronisasi pompa jantung, serta penurunan curah jantung
akibat penurunan dari kontraksi jantung.
Emboli paru dapat mencetuskan gagal jantung, dikarenakan
kemampuannya untuk meningkatkan tekanan arteri pulmonalis. Anemia
memperburuk gagal jantung dikarenakan pada keadaan ini, jantung
mengalami kegagalan untuk mengkompensasi kebutuhan oksigen jaringan
tubuh dengan jalan meningkatkan curah jantung. Peningkatan cepat dari
tekanan arterial sebagaimana terlihat pada pasien hipertensi malignan,
dapat menyebabkan dekompensasi. Penyakit jantung reumatik dan
62
miokarditis dapat menyebabkan infeksi dan inflamasi pada otot jantung,
yang kemudian dapat menyebabkan atau memperburuk gagal jantung.
Hipertensi sebagai faktor risiko gagal jantung
Faktor risiko penyakit kardiovaskular antara lain adalah hipertensi,
merokok, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes
mellitus, mikroalbuminuria atau perhitungan LFG < 60 ml/menit, usia
(laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun), riwayat kelurga dengan
penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-laki < 55 tahun,
perempuan < 65 tahun).
Menurut data dari penelitian Framingham, hipertensi adalah
penyebab gagal jantung kongestif paling sering terutama pada kelompok
umur 30-62 tahun. Hipertensi meningkatkan risiko gagal jantung dalam
pola yang kontinyu dan bertingkat sesuai dengan tingginya tekanan darah.
Pemaparan jangka lama sampai peningkatan moderat tekanan darah seperti
hipertensi akut memberi kontribusi pada insiden gagal jantung pada
populasi. Dengan membandingkan komponen tekanan darah sebagai
prediktor gagal jantung, data penelitian Framingham menunjukkan
pengaruh yang lebih besar dari tekanan sistolik dibanding dengan diastolik
pada semua umur dan jenis kelamin. Hipertensi merupakan faktor risiko
termodifikasi nomor satu yang berhubungan dengan berkurangnya fungsi
sistolik ventrikel kiri. Berdasarkan data percobaan klinis dibuktikan bahwa
menurunnya tekanan arteri sistemik dapat menurunkan insiden gagal
jantung.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya gagal
jantung. Hal ini dapaat terjadi melalui dua mekanisme yaitu diawali
dengan terjadinya hipertrofi ventrikel liri yang menyebabkan kepayahan
otot jantung dalam memompa, maupun hipertensi itu sendiri yang
merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner yang akhirnya dapat
berakhir pada gagal jantung.
Berdasarkan analisa survei First National Health and Nutrition
Examination, risiko relatif gagal jantung diantara pasien dengan hipertensi
63
jika dibandingkan dengan populasi secara umum, diperkirakan 1,4 kali
lebih besar. Pasien dengan tekanan darah berkisar antara 130-139 atau 80-
89 mmHg sepanjang hidupnya akan memiliki dua kali risiko menjadi
hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular dari pada yang tekanan
darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah
sistolik > 140 mmHg merupakan faktor yang lebih penting untuk
terjadinya penyakit kardiobvaskular dari pada tekanan darah diastolik.
Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
Faktor resiko lain :
- Obat-obatan sperti penyekat β dan antagonis kalsium dapat
menekan kontraktilitas miokard dan obat kemoterapeutik seperti
doksorubisin dapat menyebabkan kerusakan miokard
- Alkohol bersifat kardiotoksik, terutama bila dikonsumsi dalam
jumlah banyak
- Aritmia mengurangi efisiensi jantung, seperti yang terjadi bila
kontraksi atrium hilang (fibrilasi atrium, AF) atau disosiasi dari
kontraksi ventrikel (blok jantung). Takikardia (ventrikel atau
atrium) menurunkan waktu pengisian ventrikel, meningkatkan
beban kerja miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia
miokard dan bila terjadi dalam waktu lama, dapat menyebabkan
dilatasi ventrikel serta perburukan fungsi ventrikel.
64
11. Komplikasi
a) Syok Kardiogenik
Ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang mengakibatkan
gangguan berat pada perfusi jaringan dan hantaran oksigen ke jaringan.
Ciri khas pada syok kardiogenik akibat infark miokardium akut adalah
hilangnya 40% atau lebih miokardium ventrikel kiri. Selain kehiangan
masif jaringan otot ventrikel kiri, juga ditemukan daerah-daerah nekrosis
fokal di seluruh ventrikel. Nekrosis fokal diduga terjadi akibat
ketidakseimbangan terus menerus antara kebutuhan dan suplai oksigen
miokardium. Pembuluh darah koroner yang terserang juga tidak mampu
menungkatkan aliran darah secara memadai akibat penngkatan beban kerja
dan kebutuhan oksigen jantung yang berkaitan dengan respons
kompensatorik seperti rangsangan simpatis.
Patofisiologi
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari
kegagalan ventrikel kiri. Peristiwa patofisiologis dan respons
kompensatoriknya sesuai dengan gagal jantung, tetapi lebih berkembang
ke bentuk yang lebih berat. Penurunan kontraktilitas jantung mengurangi
curah jantung dan meningkatkan volume tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri sehingga menyebabkan kongesti paru dan edema.
Dengan menurunnya tekanan arteri sistemik, maka terjadi
perangsangan baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan
simpatoadrenal menimbulkan refleks vasokontriksi, takikardia, dan
peningkatan kontraktilitas untuk menambah curah jantung dan
mmenstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas akan terus meningkat sesuai
dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan air. Jadi, menurunnya
kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respons
kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal.
Meskipun mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan
tekanan arteri darah dan perfusi jaringan, namun efeknya terhadap
miokardium justru buruk karena meningkatkan beban kerja jantung
65
dankebutuhan oksigen miokardium. Aliran darah koroner yang tidak
memadai (terbukti dengan adanya infark) menyebabkan meningkatnya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai okigen terhhadap
miokardium (Price, 2005).
b) Tamponade jantung
Definisi
Kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh peningkatan
tekanan intraperikardial akibatpengumpulan darah dari atau cairan dalam
pericardium dari rupture jantung, trauma tembus, atau efusiyang progresif
Patofisiologi
Jantung terbungkus di dalam kantung membranosa berdinding
ganda, lapisan luar kantung adalahmembrane fibrosa yang kuat yang
melekat ke partisi jaringan ikat yang memisahkan paru. Inimenambatkan
jantung, sehingga jantung tetap pada posisi di dalam dada. Kantung bagian
dalam dilapisioleh suatu membrane yang mengeluarkan cairan pericardium
encer, yang menghasilkan pelumasanuntuk mencegah gesekan antara
lapisan lapisan pericardium ketika jantung berdenyut. Kadang
kadangterjadi perikarditis, peradangan kantung pericardium yang
menyebabkan rasa nyeri akibat gesekan, biasanya disebabkan oleh infeksi
bakteri atau virus. Apabila darah karena perdarahan masuk ke jantung
pericardium akibat luka yang menembus jantungatau robeknya dinding
jantung, kantung, karena membran luarnya yang kuat tidak dapat
mengembanguntuk menyesuaikan dirin terhadap tambahan volume cairan,
malahan kantung membesar ke dalam, menekan jantung dan
membatasi pengisian jantung. Jantung kekurangan ruang untuk
mengembang, sehingga jumlah darah yang dapat masuk melalui vena
terbatas. Karena darah yang kembali ke jantunguntuk dipompa ke luar
jaringan berkurang, timbul gagal jantung. Distensi kantung pericardium
yang mengganggu pengisian jantung seperti itu dikenal sebagai tamponade
jantung (Price, 2005).
66
c) Sirosis Kardiale
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering
dijumpai padapenderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan
adanya gejala klinis gagal jantung (terutama gagal jantung kanan), tes
fungsi hati yang abnormal dan tidak ditemukanpenyebab lain dari
disfungsi hati (Allen, 2008; Lau, 2002). Congestive hepatopathy juga
dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg liver, atau chronic
passive hepaticcongestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan
mengakibatkan timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut
dengan cardiac cirrhosis atau cardiac fibrosis. Meskipun cardiac cirrhosis
menggunakan istilah sirosis, jarang memenuhi kriteria patologis sirosis.
Congestive hepatopathy ini sangat sulit dibedakan dari sirosishati primer
karena klinisnya relatif tidak spesifik. Tetapi tidak sama seperti sirosis
yang disebabkan oleh hepatitis virus atau penggunaan alkohol,
pengobatan ditujukan pada pengelolaan gagal jantung sebagai penyakit
dasar (Bayraktar, 2007; Myers, 2003;Giallourakis, 2002; Wanless, 1995).
Patogenesis congestive hepatopathy umumnya dianggap sebagai
reaksi stroma hati terhadap hipoksia, tekanan atau nekrosis hepatoselular.
Tetapi hal ini tidak menjelaskan hubungan antara gejala dan tingkat
keparahan fibrosis, dimana pada pasien jantung dekompensasi pada
derajat yang sama, fibrosis tidak selalu terjadi. Patogenesis congestive
hepatopathy penting, karena definisi congestive hepatopathy masih
menjadi perdebatan (Wanless, 1995).
67
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, Newman W.A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. Jakarta
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi. EGC. Jakarta
Price, Sylvia. 2007. Patofisiologi: Konsep Dasar Proses Klinis Penyakit. EGC.
Jakarta
Rilantono LI, Baraas Faisal, Karo SK, Roebiono PS. 2004. Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. EGC, Jakarta.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 jilid II. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.
Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid II. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.
Bernstein D, Webber S. New directions in basic research in hypertrophy and heart
failure: relevance for pediatric cardiology. Prog. Pediatr. Card. 32:5-9,
2011.
Recommended