View
267
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
kunjung rumah warga
Citation preview
Universitas Kristen Krida Wacana
Laporan Kasus Infeksi Saluran Napas Atas dengan Pendekatan Dokter Keluarga
di UPTD Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Cikampek
Periode September 2014 sampai dengan Agustus 2015
Oleh :
Mohamed Asri Bin Mohamed Zaini
112013193
-
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta,Oktober 2015
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan
yang ada di negara berkembang dan negara maju. ISPA adalah radang akut saluran
pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang parenkim paru. ISPA merupakan suatu
penyakit yang terbanyak dan tersering diderita oleh balita karena sistem pertahanan tubuh
masih rendah, terjadi baik di negara berkembang negara yang sudah mampu.1
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Tahun 2005 menyatakan
kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6–2,2 juta,
di mana sekitar 70% terjadi di negara-negara berkembang terutama di Afrika dan Asia
Tenggara. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei,nomor 7 di Malaysia, nomor 3 di
Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.1
Menurut Rikesdas 2013 Period prevalence Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk adalah 25,0
persen. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Nusa
Tenggara Barat, dan Jawa Timur. Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga
merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Insiden dan prevalensi Indonesia tahun 2013
adalah 1,8 persen dan 4,5 persen. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan.2
Menurut hasil Rikesdas Provinsi Jawa Barat tahun 2007 prevalensi ISPA tertinggi
di Kabupaten Karawang, selanjutnya Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Tasikmalaya.3
Ada banyak faktor yang langsung mempengaruhi kejadian penyakit ISPA baik
secara langsung maupun tidak langsung.Menurut Sutrisna faktor resiko yang
menyebabkan ISPA adalah sosio-ekonomi (pendapatan, perumahan, pendidikan orang
tua), status gizi, tingkat pengetahuan dan faktor lingkungan (kualitas udara).4
Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah lingkungan
perumahan, dimana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas
rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian dan jenis
2
bahan bakar yang dipakai. Faktor-faktor diatas diduga sebagai penyebab terjadinya
ISPA.4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang dihadapi adalah:
1. Masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian akibat ISPA khususnya
pneumonia.
2. Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 pneumonia merupakan penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia.
3. Insiden dan prevalensi kejadian ISPA di Indonesia tahun 2013 adalah 1,8% dan
4,5%.
4. Banyak faktor yang langsung mempengaruhi kejadian penyakit ISPA baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3
Bab II
Tinjauan Kasus
Puskesmas : Kecamatan CikampekTanggal kunjungan rumah : 21 September 2015
I. Identitas pasien :
Nama : An. L
Umur : 2 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
II. Riwayat biologis keluarga :
a. Keadaan kesehatan sekarang : Sedang
b. Kebersihan perorangan : Kurang
c. Penyakit yang sering diderita : ISPA
d. Penyakit keturunan : Tidak ada
e. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : Kurang ( tidak teratur, sedikit )
h. Pola istirahat : Cukup
i. Jumlah anggota keluarga : 4 orang
III. Psikologis keluarga
a. Kebiasaan buruk : Jajan sembarangan, main pasir
b. Pengambilan keputusan : Ayah
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas, bidan desa
e. Pola rekreasi : Kurang
4
IV. Keadaan rumah/ lingkungan
a. Jenis bangunan : Permanen
b. Lantai rumah : Kayu
c. Penerangan : Kurang baik
d. Kebersihan : Buruk
e. Ventilasi : Kurang baik
f. Dapur : Ada
g. Jamban keluarga : Ada
h. Sumber air minum : Air sumur dimasak dan disaring
i. Sumber pencemaran air : Ada
j. Pemanfaatan pekarangan : Tidak ada
k. Sistem pembuangan air limbah : Ada
l. Tempat pembuangan sampah : Ada
m. Sanitasi lingkungan : Buruk
V. Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Kurang
VI. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan : Kurang
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Baik
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VII. Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Tidak ada
b. Lain-lain : Tidak ada
5
VIII. Anggota keluarga :
Keterangan:
1. Ayah Os : Laki-laki, Ispa (49tahun)
2. Ibu os : Perempuan, sehat (45 tahun )
3. Kakak os : Perempuan, sehat (22 tahun)
4. Os : Laki - laki, sakit (2 tahun) menderita ISPA
IX. Keluhan utama :
Sering sesak napas
X. Keluhan tambahan :
Sering batuk, napas cepat
XI. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien sering sesak napas disertai dengan napas cepat. Pasien juga seringa
batuk. Batuk yang dialami adalah batuk berdahak, namun pasien mengaku sulit untuk
keluar. Lalu 2 hari setelahnya, pasien datang ke puskesmas Cilamaya untuk
mendapatkan pengobatan. Oleh dokter di puskesmas, pasien dirujuk ke rumah sakit
untuk rawatan lanjut.
XII. Riwayat penyakit dahulu :
Demam tifoid (+), Asma (-), Hipertensi (-), Diabetes (-)
6
XIII. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
a. Frekuensi nadi : 86 x/menit
b. Frekuensi napas: 24 x/menit
c. Suhu : 37,1oC
Kepala : Normosefali
Mata : Kedua konjungtiva tidak tampak anemis dan kedua sklera tidak
tampak ikterik
Hidung : septum deviasi tidak ada namun tampak sedikit sekret warna bening
Telinga : liang telinga kanan dan kiri lapang, tidak tampak sekret, serumen
postif ( +/ + ), bau (-/- ), refleks cahaya (+/+), membran timpani utuh.
Leher : Tidak tampak pembesaran KGB regional dan kelenjar tiroid tidak
tampak membesar.
Thorak Paru : Suara napas vesikuler dan terdengar rhonki basah di kedua lapang
paru.
Jantung : Bunyi jantung I -II reguler dan tidak terdengar gallop dan murmur
Abdomen : Tampak datar, supel, bising usus terdengar normal, tidak nyeri tekan,
Hepar-lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Pada kedua ekstremitas tidak tampak edema dan akral hangat
Tinggi badan : 45 cm
Berat badan : 15.5 kg
Status gizi : cukup (IMT = 18.44)
XIV. Diagnosis penyakit :
ISPA suspect bronkitis
XV. Diagnosis keluarga : -
7
XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit :
a. Promotif :
Memberikan penyuluhan kesehatan terutama mengenai faktor
penyebaran penyakit ISPA dan faktor yang mempengaruhi.
Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan adalah
diharapkan dapat mediagnosis penyakit dengan tepat agar dapat
dilakukan penanganan yang tepat.
Apabila memerlukan pemeriksaan lebih lanjut yang tidak bisa dilakukan
di puskesmas, merujuk ke Rumah Sakit terdekat.
b. Preventif : Memperbaiki sanitasi dan ventilasi tempat tinggal.
Menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan makan
makanan yang bersih, menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
c. Kuratif : Medikamentosa : Salbutamol 2x1, Paracetamol 3x1 tab,
Loratadine 2x1 tab
- Non medikamentosa: Menjalankan pola hidup sehat (makan
makanan bersih dan kebersihan diri serta lingkungan),
memperbaiki sanitasi dan ventilasi tempat tinggal.
d. Rehabilitatif: Minum obat yang teratur, Tidak minum minuman dingin,
coklat, dan makanan yang menyebabkan pengentalan dahak.
XVII. Prognosis
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia ad bonam
Masyarakat : dubia ad bonam
XVIII. Resume :
Pasien anak laki laki, 2 tahun sering sesak napas disertai dengan napas cepat.
Pasien juga seringa batuk. Batuk yang dialami adalah batuk berdahak, namun pasien
mengaku sulit untuk keluar. Lalu 2 hari setelahnya, pasien datang ke puskesmas
Cilamaya untuk mendapatkan pengobatan. Oleh dokter di puskesmas, pasien dirujuk
ke rumah sakit untuk rawatan lanjut.Pasien tidak memiliki riwayat asma, hipertensi.
Diagnosis : ISPA suspect bronkitis
XIX. Analisa Kasus
8
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 21 September
2015, didapatkan bahwa pasien menderita ISPA. Pasien laki laki berusia 2 tahun.
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua dan kakaknya.
Rumah pasien tergolong rumah yangn tidak sehat dilihat dari pencahayaan
dan ventilasi yang kurang memadai serta lingkungan pekarangan rumah yang kurang
dirawat. Kebersihan rumah kurang dijaga dengan baik karena pasien menyapu 1 kali
dalam satu hari. Rumah pasien memiliki 1 lantai,di dalam rumah terdapat dapur yang
bergabung besama jamban dan kamar mandi dan 1 kamar tidur. Pekarangan rumah
pasien sering dijadikan untuk tempat membuang sampah. Pasien dan keluarganya
menggunakan air sumur yang dimasak sebagai sumber air minum dan air sumur untuk
kebutuhan sehari - hari. Tidak ditemukan sumber pencemaran air.
Pola makan pasien dan keluarga kurang bervariasi. Menu nasi, sayur, ikan
yang paling sering menjadi menu makanan. Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga
pasien merupakan keluarga yang cukup taat beribadah beragama Islam. Keluarga
pasien juga keluarga merupakan yang kurang sehat dan seringkali mengidap penyakit
terutama mengenai sistem pernafasan.
Saat ini kondisi pasien cukup baik. Selain pengobatan secara medis, untuk
mencapai tingkat kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh kondisi
rumah yang lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik, cukupnya asupan gizi, serta
perbaikan pola makan. Faktor yang tidak bisa dihindarkan adalah kebersihan
lingkungan yang kurang bersih, pencahayaan dan ventilasi yang buruk.
Bab III
9
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang benar
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.5
ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang
dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung
paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru.5,6
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia.Pneumonia dibagi atas derajat
beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.Penyakit batuk pilek
seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya
digolongkan sebagai bukan pneumonia.Etiologi dari sebagian besar penyakit jalan napas
bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi antibiotik. Bila ditemukan harus
diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut harus mendapat antibiotic.5
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.6
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan
pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,
sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
3.2 Tanda-tanda bahaya
10
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan.Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernapasan dan mungkin meninggal.Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda
laboratoris.
Tanda-tanda klinis
a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi
dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang,
grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan
cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung,
papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
a. hypoxemia,
b. hypercapnia dan
c. acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
3.3Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam
(chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam,
tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis
dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.8
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA.
3.4 Penatalaksanaan
11
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya kematian
karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang tepat
pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik
untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang
kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang
pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting
bagi pederita ISPA.8
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
3.4.1. Pemeriksaan
Pemeriksaan organ dalam mulut seperti tonsil, faring dapat dilakukan.
Pemeriksaan bunyi nafas dan auskultasi paru dapat membantu menegakkan diagnosis,
namun apabila dicurigai adanya penyakit lain yang membutuhkan pemeriksaan
tambahan seperti foto thorax dll, maka pasien dapat dirujuk ke Rumah sakit lain yang
memiliki fasilitas yang dibutuhkan.
3.4.2 Pengobatan
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak
mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol
keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan
gejala batuk pilek bilapada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari.
12
d. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan
khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
3.5. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Menambahkan ventilasi yang baik di rumah.
c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
d. Mencegah pasien berhubungan dengan anggota keluarga terutama yang rentan
seperti anak (bisa menggunakan masker)
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
a. Penyuluhan kesehatan kepada seluruh masyarakat.
b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
3.6. Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.
Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita
mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat
melalui aktifitas kader akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia
yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia
berat yang perlusegera dirujuk ke rumah sakit .
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :
a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau sarana
dan tenaga yang tersedia.
b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-
kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit
dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya
ke rumah sakit bila dianggap perlu.
Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.
a. Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang
mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta
tindakan penunjang di rumah,
b. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang
mengobati penderita penyakit ISPA,
13
c. Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan
penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
d. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta
menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian
target.
Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu
a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk yang ada.
b. Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA tertentu
seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
c. Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
d. Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.
Kader kesehatan
a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa
(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal
tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia)
dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.
a. Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
b. Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah
yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah
tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat)
dengan antibiotik kontrimoksasol.
c. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk8
14
Bab IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita oleh semua
kalangan, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Klasifikasi
penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang
diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan
kerjasama semua pihak, yaitu peran serta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para
medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian
dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.
4.2 Saran
Penyakit ISPA adalah suatu gejala awal yang dapat ditimbulkan oleh berbagai
macam penyakit kronis, maka itu jangan menggampangkan penyakit umum ini. ISPA
dapat dipengaruhi oleh lingkungan, gaya hidup dan jenis makanan yang dikonsumsi.
ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta
penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan sekarang ini,
diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
15
Daftar Pustaka
1. Permatasari CAE. Faktor Resiko Kejadian ISPA. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia; 2009
2. Departemen Kesehatan. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Departemen kesehatan republik
kesehatan Indonesia; 2013. Diunduh dari: http://depkes.go.id, Diakses tanggal 2 Mei 2015.
3. Departemen Kesehatan. Riset kesehatan dasar Provinsi Jawa Barat. Jakarta: Departemen
kesehatan republik kesehatan Indonesia; 2013. Diunduh dari: http://depkes.go.id, Diakses
tanggal 2 Mei 2015.
4. Putro DEP. Hubungan antara pengetahuan dan sikap orang tua dengan upaya pencegahan
kekambuhan ISPA. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah,
2009.
5. Rosdy E, Kristiani. Penanggulangan ISPA. Jogjakarta; Magister Kebijakan dan Kesehatan
Masyarakat Universitas Gadjah Mada, 2009.
6. Lokakarya Dan Rakernas Pemberantasan Penyakit Infeksi saluran pernapasan akut. 2012.
7. Anonim.Pendekatan Epidemiologi I dan Dasar-Dasar Surveilans. Untuk Pelatihan
Prajabatan Umum dan Khusus Tenaga Paramedis di Puskesmas. Jakarta. 2012.
8. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
16
LAMPIRANFOTO
17
Recommended