View
417
Download
35
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
ACARA IIIPEMBUATAN SUSU KEDELAI
Kelompok I
ARFINI HIDAYANTI A1M011051
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting
peranannyadalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar
protein pada varietasunggul dapat mencapai 40 - 43 %. Kebutuhan protein sebesar
55 gram per hari dapat dipenuhidengan makanan yang berasal dari kedelai
sebanyak 157,14 gram (Radiyati, 1992).
Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Kedelai dapat diolah
menjadi susu karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Susu kedelai dapat
digunakansebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang
hampir sama denganharga yang lebih murah. Menurut Cahyadi (2007), protein
susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampirsama dengan susu sapi.
Kandungan protein susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi.Selain itu,
susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat
besi,vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan isoflavon.
Pada pengolahan susu kedelai terdapat kendala yaitu adanya bau langu
yang disebabkan oleh oksidasi lemak oleh enzim lipoksigenase (Jumaidi, 2009).
Timbulnya bau langu dapat dicegah salah satunya dengan menginaktivasi enzim
tersebut dengan cara pemanasan biji kedelai sebelum dipecah. Selain itu dapat
juga dilakukan dengan penggunaan air hangat saat penggilingan. Oleh karena itu
dalam praktikum pembuatan susu kedelai akan dibandingkan sifat susu kedelai
yang dibuat dari kedelai yang direbus dan tidak direbus, serta penggilingan biji
kedelai dengan air dingin dan air hangat. Sifat yang dibandingkan meliputi adanya
bau langu dan viskositas susu kedelai yang dihasilkan.
B. Tujuan
Mempelajari proses pembuatan susu kedelai dan membandingkan susu
yang dibuat dari biji kedelai yang direbus dahulu dan tidak direbus, serta ekstraksi
dengan air dingin dan air panas.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kedelai
Menurut para ahli botani, kedelai adalah tanaman yang berasal dari
Manchuria dan sebagian Cina, dan terdapat beberapa jenis kedelai liar yang
tergolong dalam spesies Glycine ussuriensis.Kemudian menyebar ke daerah
tropika dan subtropika serta dilakukan pemuliaan sehingga dihasilkan berbagai
jenis kedelai unggul yang dibudidayakan (Koswara,1992).
Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam famili Leguminosae
(kacang-kacangan). Menurut Cahyadi (2009),klasifikasi lengkap kedelai sebagai
berikut:
Nama ilmiah : Glycine max (L) Merill
Species : Max
Genus : Glycine
Sub famili : Papilionoideae
Famili : Leguminosae
Ordo : Polypetales
1. Komposisi Kedelai
Dilihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein yang
paling murah di dunia, di samping menghasilkan minyak dengan mutu yang baik.
Berbagai varietas kedelai yang ada di Indonesia mempunyai kadar protein 30,53
sampai 44 persen, sedangkan kadar lemaknya 7,5 sampai 20,9 persen. Biji kedelai
terdiri dari 7,3% kulit, 90,3% kotiledon dan 2,4% hipokotil (Koswara, 1992).
Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein yang
paling baik.Di samping itu, kedelai juga dapat digunakan sebagai sumber lemak,
vitamin, mineral dan serat.Komposisi rata-rata kedelai dalam bentuk biji kering
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.Komposisi kimia kedelai kering per 100 g
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)
Di samping mengandung senyawa berguna, ternyata pada kedelai juga
terdapat senyawa anti gizi dan senyawa penyebab off-flavor (penyimpangan cita
rasa dan aroma produk olahan kedelai).Senyawa antigizi yang sangat
mempengaruhi mutu produk olahan kedelai adalah antitripsin, hemaglutinin, asam
fitat, oligosakarida penyebab flatulensi (timbulnya gas dalam perut sehingga perut
menjadi kembung).Sedangkan senyawa penyebab off-flavor pada kedelai adalah
glukosida, saponin, estrogen, dan senyawa penyebab alergi. Dalam pengolahan,
senyawa-senyawa tersebut harus dihilangkan atau diinaktifkan, sehingga akan
dihasilkan produk olahan kedelai dengan mutu baik dan aman untuk dikonsumsi
manusia (Koswara, 1992).
2. Pengolahan Kedelai
Baik kedelai utuh maupun protein dan minyaknya dapat diolah melalui
berbagai cara menjadi berbagai macam produk pangan, pakan ternak dan produk
untuk keperluan industri. Menurut Koswara (1992), kedelai dapat langsung
dimakan maupun dalam bentuk olahannya. Kedelai yang langsung dimakan,
Komponen Jumlah
Kalori (kkal) 331,0
Protein (g) 34,9
Lemak (g) 18,1
Karbohidrat (g) 34,8
Kalsium (mg) 227,0
Fosfor (mg) 585,0
Besi (mg) 8,0
Vitamin A (SI) 110,0
Vitamin B1 (mg) 1,1
Air (g) 7,5
dipersiapkan dengan perebusan, penyangraian atau penggorengan.Kedelai rebus
biasa disajikan dalam bentuk kedelai muda beserta polongnya. Sedangkan produk
hasil olahan kedelai yang dihasilkan merupakan produk kedelai yang dihasilkan
melalui proses proses pengolahan terlebih dahulu, baik secara tradisional maupun
modern.
Menurut Soemardi dan Thahir (1993), produk olahan kedelai dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu makanan nonfermentasi dan
makanan fermentasi. Pengolahan kedelai secara nonfermentasi misalnya tahu,
kembang tahu susu kedelai, tepung dan bubuk kedelai, konsentrat dan isolat
protein kedelai, daging sintetik dan minyak kedelai. Sedangkan pengolahan
kedelai secara fermentasi contohnya tempe, kecap, tauco, soygurt dan keju kedelai
(Koswara, 1992).
3. Faktor-faktor Penghambat pada Pengolahan Kedelai
Masalah utama dalam pengolahan kedelai adalah terdapatnya senyawa anti
gizi dan senyawa penyebab off-flavor. Kehadiran dua kelompok senyawa tersebut
dalam produk olahan kedelai dapat menyebabkan penurunan mutu bahkan tidak
layak dikonsumsi manusia. Berikut ini beberapa faktor penghambat pada
pengolahan kedelai menurut Koswara (1992):
a. Antitripsin
Antitripsin adalah suatu jenis protein yang menghambat kerja
enzim tripsin di dalam tubuh. Enzim tripsin merupakan enzim yang
penting dalam pencernaan protein. Aktivitas antitripsin pada kedelai dapat
dihilangkan dengan cara perendaman yang diikuti pemanasan. Pemanasan
dilakukan dengan cara perebusan, pengukusan, atau menggunakan otoklaf.
Perendaman kedelai yang terlalu lama dapat menyababkan penurunan
kandungan gizinya. Hasil penelitian Lo dkk (1970) dalam Koswara (1992)
mengungkapkan bahwa perendaman selama 24 jam dan 76 jam berturut-
turut akan menurunkan kandungan protein sebesar 36 dan 38%.
Perendaman kedelai cukup dilakukan selama 6-8 jam sehingga kadar air
kedelai menjadi kira-kira 40-60% atau berat kedelai menjadi sekitar 2 kali
berat semula.
b. Hemaglutinin
Hemaglutinin atau lektin adalah suatu glukoprotein yang dapat
menyebabkan penggumpalan sel darah merah. Penggumpalan sel darah
merah biasanya terjadi dalam usus halus, sehingga penyerapan zat-zat gizi
terganggu yang akan menyebabkan pertumbuhan terhambat.
Daya gumpal hemaglutinin dapat dihilangkan dengan pemanasan
kacang kedelai, baik dengan pengukusan, perebusan dan otoklaf.
Pengukusan 100°C selama 15-20 menit dapat menghancurkan daya racun
hemaglutinin, sedangkan jika digunakan otoklaf pada suhu 121°C hanya
membutuhkan waktu 5 menit. Pengaruh perebusan terhadap aktivitas
hemaglutinin belum banyak diteliti, tetapi diduga dapat menghilangkan
aktivitas tersebut pada pemasakan di rumah tangga.
c. Asam Fitat
Asam fitat termasuk ke dalam senyawa antigizi karena dapat
mengkelat (mengikat) elemen mineral terutama seng, kalsium,
magnesium, dan besi sehingga akan mengurangi ketersediaan mineral-
mineral tersebut secara biologis. Menurut Kakade (1974) dalam Koswara
(1992), asam fitat juga dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa
kompleks sehingga kecepatan hidrolisis protein menjadi terhambat.
Kandungan asam fitat dalam biji kedelai tersebar merata dalam
semua bagian biji, dan jumlahnya tidak dapat diturunkan dengan
pemanasan.Asam fitat dapat dihidrolisis oleh enzim fitase menjadi inositol
dan asam posfat.Enzim fitase dalam kedelai dapat diaktifkan dengan
perendaman dalam air hangat.
d. Penyebab Bau Langu (Beany flavor)
Bau dan rasa langu merupakan salah satu masalah dalam
pengolahan kedelai.Rasa langu yang tidak disukai ini dihasilkan oleh
adanya enzim lipoksigenase pada kedelai.Hal ini terjadi karena enzim
lipoksigenase mengoksidasi lemak.Khususnya asam lemak tidak jenuh
yang banyak terdapat dalam kedelai.Oksidasi lemak dapat menghasilkan
senyawa-senyawa penyebab bau langu, yang tergolong dalam kelompok
heksanal dan heksanol. Senyawa tersebut dalam konsentrasi rendah sudah
dapat menyebabkan bau langu, misalnya konsentrasi 1-heksanal sebesar
4,5 ppb sudah dapat menyebabkan bau langu.
Untuk mencegah timbulnya bau langu pada saat pengolahan
kedelai maka sebaiknya kedelai digiling dengan air mendidih (suhu tinggi)
karena dalam suhu tinggi enzim lipoksigenase menjadi tidak
aktif.Sementara ituAstawan (1991) menyatakan bahwa
penambahannatrium bikarbonat juga dapat mengurangi bau langu.
e. Penyebab Rasa Pahit dan Rasa Kapur
Disamping bau dan rasa langu, faktor penyebab off-flavor yang lain dalam
kedelai adalah rasa pahit dan rasa kapur yang disebabkan oleh adanya
senyawa-senyawa glikosida dalam biji kedelai.Diantara glikosida tersebut,
soyasaponin dan sapogenol merupakan penyebab utama rasa pahit dalam
kedelai dan produk-produk kedelai nonfermentasi.Sedangkan penyebab
rasa kapur adalah adanya isoflavon dan gugus aglikonnya.
Saponin dapat larut dalam air panas dan alkohol, dengan demikian
pengolahan kedelai dengan air panas atau alkohol dapat mengurangi rasa
pahit.Untuk mencegah rasa pahit dapat dilakukan dengan perlakuan panas
dan pengaturan pH.
B. Susu Kedelai
Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat
digunakansebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang
hampir sama denganharga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki
susunan asam amino yang hampirsama dengan susu sapi (Kurniasari, dkk, 2010).
Susu kedelai merupakan minuman bergizi tinggi dan sejak abad ke-2
sebelum Masehi sudah dibuat di Cina. Dari Cina kemudian berkembang ke Jepang
dan setelah Perang Dunia II berkembang ke negara-negara Asean
(Koswara,1992). Susu kedelai adalah produk minuman seperti susu sapi, tetapi
dibuat dari ekstrak kedelai. Susu kedelai diperoleh dengan cara penggilingan biji
kedelai yang telah direndam dalam air. Hasil penggilingan kemudian disaring
untuk diperoleh filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberi bumbu untuk
meningkatkan rasanya (Santoso, 2009).Menurut Radiyati (1992), susu kedelai
merupakan minuman yang bergizi karena kandungan proteinnya tinggi. Selain itu
susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, phosphor, zat
besi,provitamin A, Vitamin B kompleks (kecuali B12), dan air. Menurut Liu
(1997), pada dasarnya susu kedelai adalah hasil ekstraksi kedelai oleh air,
dimana penampakan dan komposisinya sangat mendekati susu sapi.
Kelebihan susu kedelai adalah tidak mengandung laktosa sehingga susu ini
cocok dikonsumsi penderita intoleransi laktosa, yaitu seseorang yang tidak
mempunyai enzim lactase dalam tubuhnya (Cahyadi, 2007). Untuk meningkatkan
kandungan gizinya, susu kedelai dapat diperkaya dengan vitamin dan mineral
yang dibutuhkan tubuh. Perbandinganantara susu kedelai dan susu sapi dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi susukedelai dan susu sapi per 100 gram
Komponen Susu Kedelai Susu Sapi
Kalori (kal) 41 61
Protein (g) 3,5 3,2
Lemak (g) 2,5 3,2
Karbohidrat (g) 5 4,3
Kalsium (mg) 50 143
Fosfor (mg) 45 60
Besi (mg) 0,7 133
Vitamin A (SI) 200 130
Vitamin B1 (mg) 0,08 0,03
Vitamin C (mg) 2 1
Air (g) 87 88,3
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, (1992).
1. Syarat Susu Kedelai
Menurut Koswara (1992), untuk memperoleh susu kedelai yang baik dan
layak dikonsumsi manusia, diperlukan persyaratan sebagai berikut:
a. Bebas dari Rasa Langu
Rasa langu (Beany Flavor) merupakan rasa khas kedelai mentah,
yang umumnya tidak disenangi oleh beberapa golongan masyarakat.Beany
flavor ini merupakan faktor intrinsik yang disebabkan oleh kerusakan
oksidatif asam lemak tak jenuh karena aktivitas enzim lipoksigenase
(Smith dan Circle, 1972).Enzim tersebut mengoksidasi lemak sewaktu
dinding sel pecah oleh penggilingan terutama jika penggilingan dilakukan
secara basah dengan suhu dingin.Reaksi tersebut menghasilkan paling
sedikit delapan senyawa volatil penyebab bau langu. Menurut Smith dan
Circle (1972), enzim lipoksigenaseyang terdapat di dalam kedelai akan
mengoksidasi lipid dan menghasilkan etil-fenil-keton yang dapat
menyebabkan langu pada kedelai tersebut.
Enzim lipoksigenase mudah rusak karena panas. Oleh karena itu
untuk mencegah bau dan rasa langu dapat dilakukan dengan:
1. Menggunakan air panas (suhu 80-100°C) pada saat penggilingan
kedelai.
2. Merendam kedelai dalam air panas (suhu 80°C) selama 10-15 menit,
sebelum kedelai digiling.
b. Bebas Antitripsin
Agar bebas antitripsin, kedelai direndam dalam air atau larutan
NaHCO3 0,5% selama semalam (8-12 jam) yang diikuti dengan blanching
menggunakan air mendidih selama 30 menit.
c. Stabilitas Koloid yang Mantap
Untuk mendapatkan susu kedelai dengan stabilitas koloid yang
baik, dapat dilakukan dengan cara:
1. Menambahkan zat pengemulsi (emulsifier)
Di dalam susu kedelai terdapat bahan padat yang dapat larut dan tidak
larut dalam air. Bahan-bahan tersebut dapat membentuk suspensi yang
stabil karena adanya lesitin dalam kedelai yang berperan sebagai
emulsifier alami. Tetapi pada susu kedelai yang akan dibotolkan,
sebaiknya ditambah emulsifier komersial seperi CMC (Carboxy
Methyl Cellulose) atau Tween 80.
2. Pengaturan suhu pengolahan dan penyimpanan
Penggilingan dengan air panas (90-100°C) menghasilkan koloid yang
lebih baik dibandingkan dengan penggilingan dingin (30°C).
Penyimpanan pada ruang/lemari pendingin dapat menjaga stabilitas
koloid susu kedelai. Menurut hasil penelitian, susu kedelai yang
dipasteurisasi dan kemudian disimpan pada suhu 4°C mempunyai
stabilitas yang mantap dan tidak terjadi kerusakan setelah
penyimpanan selama 2 bulan.
3. Homogenisasi
Homogenisasi adalah suatu proses untuk mendapatkan ukuran globula
lemak yang seragam. Peralatan untuk homogenisasi disebut
homogenizer. Untuk menghasilkan susu kedelai dengan stabilitasyang
baik, homogenisasi dilakukan dua kali dengan tekanan yang berbeda.
4. Pengaturan kadar protein
Jika kadar protein susu kedelai 7 persen atau leih, susu kedelai akan
lebih kental dan membentuk gumpalan jika dipanaskan, sehingga
kurang disukai konsumen. Untuk mendapatkan susu kedelai yang baik
(tidak menggumpal jika dipanaskan), maka kadar protein susu kedelai
harus kurang dari 7%. Keadaan ini diperoleh dengan penambahan air
pada bubur kedelai hasil penggilingan sehingga rasio air dan kedelai
menjadi 10:1. Dengan cara ini diperoleh kadar protein sebesar 3-4%.
Selain syarat tersebut di atas, di Indonesia ada standar atau syarat mutu
susu kedelai telah ditetapkan oleh Dewan Standarisasi Nasional dalam SNI
(1995). Syarat mutu susu kedelai dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Syarat Mutu Susu Kedelai
No Kriteria Uji Persyaratan
1Keadaan:
Bau
Rasa
Warna
Normal
Normal
Normal
2 pH 6,5 – 7,0
3 Protein (%) Min. 2,0
4 Lemak (%) Min. 1,0
5 Total padatan (%) Min. 11,50
6 Keasaman (dihitung sebagai asam
laktat0,5-2,0
7 Cemaran Logam:
Timbal (mg/kg)
Tembaga (mg/kg)
Timah (mg/kg)
Raksa (mg/kg)
Arsen (mg/kg)
Seng (mg/kg)
Maks. 0,2
Maks. 2,0
Maks. 40,0
Maks. 0,03
Maks. 0,1
Maks. 5,0
8 Cemaran Mikroba:
Angka lempeng total (koloni/ml)
Salmonella
Staphilococcus aerus
Escheresia coli (APM/ml)
Vibrio sp.
Kapang (koloni/ml)
Maks. 2 x 102
Negatif
Negatif
< 3
Negatif
Maks. 50
Sumber: Standar Nasional Indonesia (1995)
2. Pembuatan Susu Kedelai Cair
Menurut Cahyadi (2009), susu kedelai cair dibuat dengan teknologi dan
peralatan yang sederhana, serta tidak memerlukan keterampilan khusus. Susu
kedelai dapat disajikan dalam bentuk murni, artinya tanpa penambahan gula dan
cita rasa baru, tetapi dapat juga ditambah gula atau flavor (essense seperti mocca,
pandan, vanili, cokelat, dan lain-lain). Jumlah gula yang ditambahkan biasanya
sekitar 5-7% dari berat susu (Koswara,1992). Namun untuk meningkatkan selera
anak-anak biasanya kandungan gula ditingkatkan menjadi 5-15%. Tetapi menurut
hasil penelitian di Filipina kadar gula 11% menyebabkan lekas kenyang dan cepat
bosan. Maka kadar gula yang dianjurkan adalah 7%.
Secara sederhana, pembuatan susu kedelai adalah sebagai berikut
(Cahyadi, 1992):
a. Bersihkan kedelai dari segala kotoran, kemudian dicuci.
b. Rebus kedelai yang telah bersih selama kira-kira 15 menit, lalu rendam
dengan air bersih selama kira-kira 12 jam.
c. Cuci kedelai sampai kulit arinya terlepas, hancurkan dengan penggiling
dengan penambahan air panas.
d. Saring campuran dengan kain saring sehingga diperoleh larutan susu
kedelai.
e. Tambahkan gula pasir, garam, dan perasa (vanila atau cokelat) secukupnya
ke dalam larutan susu lalu aduk sampai merata dan panaskan sampai
mendidih.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan susu kedelai dilaksanakan pada hari
Kamis tanggal 27Maret 2014bertempat di Laboratorium
Pengolahan Pangan, Gedung Laboratorium Teknologi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
B. Bahan dan Alat
Bahan : biji kedelai 300 g tiap perlakuan, gula pasir, garam,
dan air.
Alat : blender, kain saring, panci, kompor, timbangan,
pengaduk, gelas.
C. Prosedur
Menimbang biji kedelai yang sudah disortasi dan bebas
dari benda asing sebanyak masing-masing 300 g untuk
setiap perlakuan (adan 6 perlakuan)
↓
Memisahkan biji tersebut menjadi 3 kelompok, yaitu R1=
tidak direbus, R2= direbus 5 menit, dan R3= direbus 15
menit
↓
Merebus biji kedelai dengan 300 ml air mendidih selama
waktu yang ditentukan (sesuai perlakuan), kemudian
merendam biji kedelai tersebut dalam air rebusan selama
3-4 jam. Pada biji yang tidak direbus, biji langsung
direndam dalam air dingin selama 3-4 jam.
↓
Mengupas kulit biji kedelai.
↓
Menimbang biji kedelai yang telah dikupas
↓
Menggiling kedelai kupas dengan penambahan air
(kedelai:air = 3:1).Penggilingan dilakukan menggunakan
air dingin (E1) dan air panas suhu ±85°C (E2) untuk
masing-masing perlakuan, sehingga diperoleh 6 kombinasi
perlakuan, yaitu R1E1; R1E2; R2E1; R2E2; R3E1; R3E2.
↓
Menyaring kedelai giling menggunakan kain saring.
↓
Mengukur volume filtrat sebanyak 100 ml.
↓
Merebus filtrat dengan penambahan gula pasir 5% dan
garam 0,2%, selama pemasakan diaduk-aduk hingga
mendidih.
↓
Setelah susu kedelai matang, dibiarkan dingin kemudian
melakukan pengamatan adanya bau langu pada susu
kedelai dan viskositasnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Pengamatan susu kedelai yang dihasilkan meliputi adanya
bau langu dan viskositas susu kedelai pada setiap kombinasi
perlakuan. Pembuatan susu kedelai yang telah dilakukan ada 6
kombinasi perlakuan, yaitu:
R1E1 = tidak direbus dan digiling dengan air dingin
R2E1 = direbus selama 5 menit dan digiling dengan air
dingin
R3E1 = direbus selama 15 menit dan digiling dengan air
dingin
R1E2 = tidak direbus dan digiling dengan air panas
R2E2 = direbus selama 5 menit dan digiling dengan air
panas
R3E2= direbus selama 15 menit dan digiling dengan air
panas
1. Tabel hasil pengamatan adanya bau langu susu
kedelai
N
oPanelis
Perlakuan
R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2
1 A 1 4 3 2 4 3
2 B 2 4 2 3 4 4
3 C 2 4 3 2 4 4
4 D 3 3 2 2 2 3
5 E 2 4 4 3 3 4
6 F 3 2 3 3 4 4
7 G 3 3 4 3 1 4
8 H 2 4 4 4 3 4
9 I 3 3 2 1 4 3
10 J 3 2 1 2 2 4
11 K 2 3 4 2 4 4
12 L 2 3 1 2 4 4
13 M 2 3 4 3 2 4
14 N 3 3 3 1 2 4
15 O 1 3 4 3 4 4
Total 34 48 44 36 47 57
Rata-
rata2,27 3,2 2,93 2,4 3,13 3,8
Lang
u
Agak
lang
u
Agak
lang
u
Lang
u
Agak
lang
u
Tida
k
lang
u
Keterangan : 1 = sangat langu 3 = agak langu
2 = langu 4 = tidak langu
2. Tabel hasil pengamatan viskositas susu kedelai
N
oPanelis
Perlakuan
R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2
1 A 2 4 1 4 1 1
2 B 2 1 3 4 2 3
3 C 2 1 1 4 1 1
4 D 1 1 1 4 1 1
5 E 3 3 2 4 1 1
6 F 2 2 2 4 2 1
7 G 3 1 1 4 1 1
8 H 3 3 1 4 1 1
9 I 3 1 3 4 3 1
10 J 1 1 1 4 1 1
11 K 3 1 3 4 1 1
12 L 3 1 3 4 1 1
13 M 1 1 1 4 1 1
14 N 3 2 2 4 1 1
15 O 1 1 1 4 1 1
Total 31 24 23 60 19 17
Rata-
rata2,07 1,6 1,53 4 1,27 1,13
Agak
ence
r
Agak
ence
r
Agak
ence
r
Sang
at
kent
al
Ence
r
Ence
r
Keterangan : 1 = encer 3 = agak kental
2 = agak encer 4 = sangat kental
3. Tabel hasil pengamatan kesukaan susu kedelai
N
oPanelis
Perlakuan
R1E1 R2E1 R3E1 R1E2 R2E2 R3E2
1 A 2 3 2 1 4 3
2 B 1 4 3 3 4 2
3 C 3 2 2 3 4 2
4 D 2 2 2 1 4 2
5 E 2 2 1 3 2 3
6 F 2 3 2 1 4 3
7 G 3 2 2 2 1 2
8 H 1 2 1 1 3 2
9 I 3 3 3 1 3 3
10 J 2 2 1 2 1 2
11 K 1 2 2 1 2 2
12 L 1 3 1 1 2 4
13 M 1 3 4 1 2 2
14 N 2 2 2 2 1 2
15 O 2 2 2 1 1 2
Total 29 37 30 24 38 36
Rata-
rata1,93 2,47 2 1,6 2,53 2,4
Suka Suka Suka Suka
Tida
k
Suka
Suka
Keterangan : 1 = sangat suka 3 = agak suka
2 = suka 4 = tidak suka
B. Pembahasan
Pada praktikum pembuatan susu kedelai, susu kedelai
diperoleh dari ekstrak kedelai yang kemudian dididihkan dengan
penambahan sedikit gula dan garam. Untuk memperoleh ekstrak
kedelai, dilakukan ekstraksi dengan cara penggilingan biji kedelai
kemudian menyaringnya. Dalam ekstraksi kedelai, penggilingan
dilakukan dengan penambahan air. Air yang digunakan dapat air
dingin maupun air panas (suhu tinggi). Perbedaan suhu air pada
saat penggilingan kedelai akan mempengaruhi ekstrak kedelai
yang nantinya akan menjadi susu kedelai. Menurut Koswara
(1992), penggilingan menggunakan air panas (suhu 80-100°C)
merupakan salah satu upaya untuk mencegah timbulnya bau
dan rasa langu pada kedelai, sehingga susu yang dihasilkan
terbebas dari bau dan rasa langu. Hal ini disebabkan oleh adanya
panas dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase yang
merupakan penyebab bau langu. Selain itu, menurut Maryam
(2007), adanya variasi suhu air pada proses penggilingan akan
memberikan dampak yang bervariasi pada saridele yang
dihasilkan. Secara umum semakin tinggi suhu pelarut, akan
mengakibatkan interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut
semakin tinggi. Akibatnya komponen yang terlarutakan semakin
banyak. Keadaan ini akan menyebabkan saridele yang dihasilkan
akan semakin pekat pula.
Perlakuan pendahuluan pada pembuatan susu kedelai
adalah perebusan biji kedelai, perendaman biji kedelai, dan
mengupasan kulit biji kedelai sebelum kedelai digiling.
Perebusan biji kedelai sebelum penggilingan dilakukan untuk
menginaktifkan enzim lipoksigenase (penyebab bau langu).
Pemanasan biji kedelai (dengan perebusan) dapat
menginaktifkan enzim penyebab bau langu tersebut. Dengan
demikian jika dalam pembuatan susu kedelai tanpa perebusan
kedelai sebelum penggilingan, maka susu kedelai yang
dihasilkan memiliki bau dan rasa langu. Perendaman biji kedelai
sebelum penggilingan juga dimaksudkan untuk mencegah
timbuknya bau langu. Menurut Koswara (1992), merendam
kedelai dalam air panas (suhu 80°C) selama 10-15 menit
sebelum kedelai digiling dapat mencegah timbulnya bau langu
pada susu kedelai yang dihasilkan. Pengupasan kulit biji kedelai
sebelum kedelai digiling bertujuan untuk menghilangkan
senyawa penyebab rasa pahit dan rasa kapur yang terdapat
dalam kulit biji kedelai, selain itu pengupasan kulit biji kedelai
juga dapat mempermudah ekstraksi kedelai.
Setelah diperoleh ekstrak kedelai, ekstrak kedelai
ditambah gula pasir 5% dan garam sebanyak 0,2% untuk
meningkatkan citarasa susu kedelai. Selanjutnya ekstrak kedelai
direbus sampai mendidih. Perebusan dilakukan untuk
menginaktifkan mikroorganisme sehingga memperpanjang umur
simpan. Selain itu perebusan juga dapat menghilangkan
senyawa-senyawa antigizi yang terdapat dalam kedelai. Menurut
Koswara (1992), kedelai mengandung beberapa senyawa antigizi
yaitu senyawa antitripsin, hemaglutinin, asam fitat, oligosakarida
penyebab flatulensi, penyebab bau langu, rasa pahit dan rasa
kapur. Salah satu cara menghilangkan atau menginaktifkan
senyawa-senyawa tersebut adalah dengan pemanasan
(perebusan).
Pada praktikum pembuatan susu kedelai, perlakuan yang
diujikan dilakukan adalah perlakuan perebusan sebelum kedelai
digiling dan perlakuan penggunaan variasi suhu pada saat
penggilingan. Secara keseluruhan dalam praktikum pembuatan
susu kedelai ada enam kombinasi perlakuan. Setelah diperoleh
susu kedelai dari enam kombinasi perlakuan tersebut
selanjutnya dilakukan pengamatan adanya bau langu dan
viskositas masing-masing susu kedelai. Pengamatan tersebut
dilakukan oleh 15 panelis semi terlatih yang terdiri dari
mahasiswa praktikan pembuatan susu kedelai.
Bau Langu Pada Susu Kedelai
Berdasarkan hasil pengamatan adanya bau langu pada
susu kedelai yang dihasilkan, susu kedelai perlakuan R1E1dan
R1E2 yaitu kedelai yang tidak direbus dan diekstraksi
(digiling)menggunakan air dingin maupun air panas
menghasilkan susu kedelai yang langu.Kedelai yang direbus 5
menit dan diekstraksi dengan air dingin (R2E1) maupun dengan
air panas (R2E2) menghasilkan susu kedelai yang agak langu.
Begitu pula dengan kedelai yang direbus 15 menit dan
diekstraksi dengan air dingin (R3E1) menghasilkan susu kedelai
yang agak langu. Susu kedelai yang tidak langu dihasilkan oleh
perlakuan R3E2 yaitu direbus selama 15 menit dan diekstraksi
dengan air panas.
Secara umum perlakuan perebusan kedelai sebelum
penggilingan dapat mengurangi adanya bau langu pada susu
kedelai yang dihasilkan. Pada perlakuan R1 dimana kedelai tidak
direbus baik digiling (ekstraksi) dengan air dingin maupun air
panas, menghasilkan susu kedelai yang memiliki bau langu.
Sedangkan kedelai yang direbus sebelum penggilingan
menghasilkan susu kedelai yang kurang memilikibau langu (agak
langu) bahkan tidak langu.
Proses dan lama perebusan juga mempengaruhi adanya
bau langu pada susu kedelai yang dihasilkan. Pada perlakuan
R2E2 dimana kedelai direbus selama 5 menit dan digiling dengan
air panas, menghasilkan susu kedelai yang agak langu. Jika
dibandingkan dengan perlakuan R3E2 (direbus selama 15 menit
dan digiling dengan air panas), maka susu kedelai yang direbus
selama 5 menit memiliki bau yang lebih langu karena susu
kedelai perlakuan R3E2 menghasilkan susu kedelai yang tidak
langu. Dengan demikian semakin lama perebusan kedelai maka
semakin efektif dalam menghilangkan bau langu susu kedelai.
Hal tersebut juga sesuai dengan teori bahwa proses pemanasan
(perebusan) kedelai dapat menginaktifasi enzim lipoksigenase
pada kedelai sehingga dapat mengurangi bau langu yang timbul
pada susu kedelai
Pada perlakuan kedelai yang tidak direbus dan digiling
dengan air panas maupun air dingin (R1E1 dan R1E2), susu
kedelai yang dihasilkan sama-sama memiliki bau langu.Pada
perlakuan kedelai yang direbus selama 5 menit dan
digilingdengan air panas maupun air dingin (R2E1 dan R2E2)
sama-sama menghasilkan susu kedelai yang agak langu. Jika
hasil tersebut dibandingkan, hasil ini kurang sesuai dengan teori
bahwa penggilingan dengan air panas dapat menginaktifkan
enzim lipoksigenase sehingga susu kedelai yang kedelainya
digiling dengan air dingin seharusnya lebih langu dari susu
kedelai yang penggilingannya menggunakan air panas. Namun,
pada hasil pengamatan susu kedelai yang diekstraksi (digiling)
dengan air dingin maupun air panas memiliki bau langu yang
sama. Hal ini dapat disebabkan karena adanya sedikit kesalahan
dalam pelaksanaan praktikum, misalnya karena penggunaan
blender. Blender yang digunakan adalah blender yang telah
digunakan untuk menggiling kedelai yang tidak direbus dan
digiling dengan air dingin, sehingga susu kedelai yang
seharusnya tidak langu menjadi sedikit agak langu. Selain itu
dapat juga disebabkan karena suhu air yang digunakan untuk
menggiling kedelai kurang tinggi (kurang panas) atau bias pada
saat pengamatan susu kedelai. Pengamatan yang dilakukan oleh
panelis semi terlatih dan dalam keadaan lingkungan yang kurang
efektif dan sedikit ada pengaruh dari panelis lain. Namun
perbedaan tersebut hanya sedikit sehingga dalam praktikum ini
perlakuan penggilingan dengan air dingin maupun air panas
tidak menghasilkan perbedaan berarti pada bau langu susu
kedelai yang dihasilkan.
Secara teori, seharusnya ada pengaruh suhu air yang
digunakan pada saat penggilingan terhadap susu kedelai yang
dihasilkan. Menurut Cahyadi (2009), Koswara (1992) dan Smith
(1972), penggunaan air suhu tinggi pada proses penggilingan
kedelai dapat menginaktifkan enzim lipoksigenase sehingga akan
mencegah bau langu pada susu kedelai yang dihasilkan. Namun
dalam praktikum ini tidak dihasilkan demikian. Susu kedelai yang
dihasilkan dari kedelai yang direbus selama 5 menit dan digiling
dengan air dingin maupun air panas sama-sama menghasilkan
susu kedelai yang agak langu. Hal ini dapat terjadi karena pada
waktu perebusan 5 menit masih terdapat enzim lipoksigenase
yang belum inaktif dan air yang digunakanuntuk penggilingan
kedelai kurang panas, sehingga air tersebut tidak dapat
menginaktifasi sisa enzim lipoksigenase yang belum inaktif pada
saat perebusan dan menyebabkan susu kedelai yang dihasilkan
masih sedikit berbau langu. Sebab jika dibandingkan dengan
susu kedelai dari kedelai yang tidak direbus (R1), maka susu
kedelai R1 memiliki bau yang langu sedangkan kedelai yang
direbus selama5 menit (R2) menghasilkan susu yang agak langu.
Dengan demikian, penggunaan air panas maupun air dingin pada
penggilingan kedelai yang sudah direbus tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap bau langu susu kedelai
karena perebusan sudah menginaktifkan hampir seluruh enzim
lipoksigenase penyebab bau langu pada kedelai.
Selain perlakuan perebusan dan penggilingian dengan air
panas, untuk menghilangkan bau langu pada susu kedelai juga
dapat dilakukan dengan penambahan bahan tambahan yang
diijinkan seperti perasa, pemberi flavor atau essens. Seperti yang
telah dilakukan oleh Ambarwani dan Susilo (2008), penambahan
biji wijen dan kecambah jagung pada pembuatan susu kedelai
juga dapat menghilangkan bau langu pada susu kedelai yang
dihasilkan. Selain itu pemberian flavor buah-buah (stroberi, jeruk,
dan sebagainya), perasa vanila, coklat pada susu kedelai juga
dapat menghilangkan atau menutupi bau langu pada susu
kedelai sehingga dapat meningkatkan kesukaan konsumen
terhadap susu kedelai (Koswara, 1992).
Viskositas Susu Kedelai
Seperti halnya ada tidaknya bau langu susu kedelai,
pengamatan viskositas susu kedelai juga dilakukan oleh 15
panelis.Dari hasil pengamatan viskositas susu kedelai, perlakuan
R1E1(tidak direbus dan digiling dengan air dingin); R2E1 (direbus
selama 5 menit dan digiling dengan air dingin); dan R3E1
(direbus selama 10 menit dan digiling dengan air dingin),
menghasilkan susu kedelai dengan viskositas agak encer.
Sedangkan kedelai yang tidak direbus dan diekstraksi
menggunakan air panas (R1E2) menghasilkan viskositas sangat
kental. Perlakuan R2E2 (direbus selama 5 menit dan ekstraksi
dengan air panas) dan R3E2 (direbus selama 15 menit dan
ekstraksi dengan air panas) menghasilkan susu dengan
viskositas yang sama, yaitu encer.
Cara ekstaksi kedelai dapat mempengaruhi viskositas susu
kedelai yaitu pada penggunaan air dingin atau air panas pada
saat penggilingan kedelai. Adanya variasi suhu air dalam proses
penggilingan ini, akan memberi dampak yang berbeda pula pada
proses melarutnya protein yang berupa legumeilin dan
komponen lain yang ada dalam kacang kedele. Hal ini dapat
terjadi karena proses melarutnya suatu zat sangat dipengaruhi
oleh temperatur (Keenan, 1995).
Berdasarkan hasil pengamatan, penggunaan air panas
pada proses penggilingan kedelai menghasilkan susu kedelai
yang lebih encer dibanding susu kedelai yang dihasilkan dari
kedelai yang digiling dengan air dingin.Hasil tersebut kurang
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin tinggi
suhu air pada saat penggilingan kedelai maka protein yang
terekstrak semakin banyak. Dengan demikian total padatan pada
susu lebih tinggi sehingga susu yang dihasilkan lebih kental.
Secara umum semakin tinggi suhu pelarut, akan mengakibatkan
interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut semakin tinggi.
Akibatnya komponen yang terlarutakan semakin banyak.
Keadaan ini akan menyebabkan saridele yang dihasilkan akan
semakin pekat pula (Maryam, 2007). Dengan demikian susu
kedelai yang dihasilkan semakin kental.Adanya ketidaksesuaian
antara teori dan hasil pengamatan ini dapat disebabkan karena
keadaan kacang kedelai yang kurang baik dan bias pada saat pengamatan susu
kedelai.
Berdasarkan perlakuan perebusan, kedelai yang tidak
direbus menghasilkan susu kedelai yang lebih kental. Hal ini
dapat disebabkan karena perebusan mungkin dapat
menyebabkan perubahan komponen yang terdapat dalam
kedelai sehingga mempengaruhi kekentalan atau viskositas susu
kedelai yang dihasilkan.
Viskositas susu kedelai juga dipengaruhi oleh kadar protein
yang terdapat dalam susu kedelai. Menurut Ambarwani dan Joko
Susilo (2008), semakin tinggikadar protein dan semakin rendah
kadarairnya, akan semakin kental susu yangdihasilkan.
Sedangkan menurut Astawan (2009),kandungan protein dalam
susu kedelaidipengaruhi oleh jenis atau varietas dan jumlahair
pengekstrak yang digunakan dalampembuatan susu nabati.
Kadar protein dalamsusu kedelai yang dibuat dengan
perbandinganair dengan kedelai 8:1, 10:1, dan 15:1 berturut-
turutadalah 3,6 %, 3,2 %, dan 2,4 %.
Di dalam susu kedelai terdapat bahan padat yang dapat
larut dan tidak dapat larut. Bahan-bahan tersebut dapat
membentuk susupensi yang stabil karena adanya lesitin dalam
kedelai yang berperan sebagai emulsifier alami. Tetapi pada
susu kedelai masih diperlukan bahan penstabil tambahan untuk
meningkatkan kestabilan susu kedelai.Bahan penstabil
(stabilizer) menurutSuryani dkk, (1999) berfungsi
meningkatkanviskositas atau kekentalan dari
mediumpendispersi. Dengan peningkatan kekentalangerakan
dari droplet fase terdispersi menjadilambat sehinga mencegah
untuk bergabung satudengan yang lain. Salah satu contoh
bahanpenstabil adalah Carboxy Methyl Celulose(CMC) dan
Calsium Laktat, maupun Tween 80 (Koswara, 1992).
Kesukaan Terhadap Susu Kedelai
Berdasarkan hasil pengamatan kesukaan panelis terhadap
susu kedelai, susu kedelai dari seluruh perlakuan disukai oleh
panelis, kecuali susu kedelai dengan perlakuan R2E2 (direbus 5
menit dan diekstraksi dengan air panas) sedikit kurang disukai
oleh panelis (agak suka). Hasil pengamatan kesukaan yang
relatif sama pada tiap perlakuan disebabkan adanya bias pada
saat pengamatan susu kedelai. Keadaan lingkungan yang kurang
efektif dan kondusif, serta adanya pengaruh dari panelis lain
menyebabkan hasil pengamatan kesukaan panelis terhadap susu
kedelai yang dihasilkan menjadi kurang valid (bias).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembuatan susu kedelai secara umum adalah dengan
melakukan penggilingan kedelai yang telah dibersihkan,
direbus, direndam dan dikupas, selanjutnya disaring dan
dipanaskan sampai mendidih dengan penambahan
sedikit gula dan garam.
2. Kedelai yang direbus dahulu sebelum penggilingan
menghasilkan susu kedelai yang tidak langu sedangkan
pada kedelai yang tidak direbus menghasilkan susu
kedelai yang lebih langu sebab perebusan dapat
menginaktifkan enzim lipoksigenase penyebab bau
langu pada kedelai.
3. Kedelai yang digiling dengan air dingin maupun dengan
air panas menghasilkan susu kedelai yang tidak
memiliki perbedaan pada bau langu. Sebenarnya
penggilingan dengan air panas juga dapat
menginaktifkan enzim lipoksigenase. Namun hasil
menunjukkan tidak demikian karena mungkin air
digunakan untuk penggilingan kedelai kurang panas
sehingga tidak dapat menginaktifasi enzim
lipoksigenase yang masih tersisa di dalam kedelai
setelah proses perebusan.
4. Penggilingan kedelai menggunakan air suhu panas memiliki viskositas
yang lebih encer dibandingkan dengan penggilingan yang
menggunakan air dingin. Keadaan seperti itu tidak sesuai karena
seharusnya susu kedelai yang menggunakan air panas saat proses
penggilingan memiliki viskositas yang lebih kental. Hal tersebutdapat
disebabkan karena bias pada saat pengamatan susu kedelai atau bisa
juga karena keadaan kacang kedelai kurang bagus sehingga kandungan
protein yang dimiliki pun kurang bagus.
B. Saran
Pada praktikum pembuatan susu kedelai sebaiknya dalam melakukan
pengamatan lebih serius dan benar-benar obyektif serta menggunakan panelis
yang terlatih sehingga data yang diperoleh merupakan data yang valid.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwani dan Joko Susilo. 2008. Pengaruh Penambahan Biji Wijen (Sesamum indicum) dan Kecambah Jagung (Zea mays) terhadap Sifat Fisik dan Sifat Organoleptik Susu Kedelai.Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, VOL.2, No.1, Juni 2008 Hal 1-10.
Astawan, M. dan M.W. Astawan. 1991. Teknologi PengolahanPangan Nabati Tepat Guna.Jakarta: Akademi Presindo.
Astawan, M. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang Dan Biji-bijian, Jakarta: Panebar Swadaya.
Cahyadi, Wisnu. 2007. Teknologi dan Khasiat Kedelai. Jakarta: Bumi Aksara.
. 2009. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Dewan Standarisasi Nasional, 1995. Susu Kedelai. Standar Nasional Indonesia 01-3830-1995.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Penerbit Bhratara.
Jumadi, 2009. Pengkajian Teknologi Pengolahan Susu Kedelai.Buletin Teknik Pertanian Vol. 14, No. 1, 2009: 34-36.
Koswara, Surisno. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Kurniasari, Kholifah dan Nurul Fithri D.W. 2010.Optimasi Penambahan Alginat Sebagai Emulsifier pada Susu Kedelai dengan Variasi Kecepatan, Waktu dan Suhu Pengadukan. Jurnal Hasil Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Liu, K. 1997. Soybean: Chemistry, Techology, and Utilization. New York: Chappman andHall.
Maryam, Siti. 2007. Penentuan Suhu Optimum Air Saat Menggiling Kedele untukMenghasilkan Tahu Berkualitas.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora, Lembaga Penelitian Undiksha(2), 156-167.
Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTG Puslitbang Fisika Terapan-LIPI.
Santoso. 2009. Susu dan Yoghurt Kedelai.Malang: Laboratorium Kimia PanganFaperta Universitas Widya Gama.
Soemardi dan R. Thahir. 1993. Pascapanen Kedelai. Bogor: Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan.
Smith, A.K., dan Circle, S.J. 1972. Soybean Chemistry and Technology.Connecticut: The AVI Publishing Co.
Suryani, Ani, Illah Sailah, dan Erliza Hambali. 1999. Teknologi
Emulsi. Bogor: Departemen TeknologiIndustri Pertanian, IPB.
LAMPIRAN
Kedelai yang telah direndam Kedelai yang telah dikupas
kulitnya
Penggilingan kedelai Sari kedelai yang
telah disaring
Pemanasan sari kedelai Susu kedelai
Recommended