View
15
Download
2
Category
Preview:
DESCRIPTION
sanglah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes.Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada
<5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20
tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2
ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih
dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan
1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar
1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.1,2,3
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular
atau hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif berupa kesulitan membaca,
penglihatan kabur disebabkan karena edema macula, penglihatan ganda, penglihatan
tiba-tiba menurun pada satu mata, melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah
terjadi perdarahan vitreus, melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip. Gejala objektif
pada retina yang dapat dilihat yaitu: Mikroaneurisma,dilatasi pembuluh darahHard
exudate danSoft exudate, Edema retina, dan pembentukan pembuluh darah baru.
1
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan
funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan
metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan
oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining. Terdapat banyak klasifikasi
retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan
atas beratnya perubahan mikrovaskular retina.
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan pemeriksaan rutin pada ahli mata, kontrol glukosa darah
dan hipertensi, Fotokoagulasi, Injeksi Anti VEGF dan Vitrektomi.
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg). Untuk prognosis retinopati diabetes tanpa
pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan
kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
Karena prevalensi retinopati diabetes yang tinggi dan pentingnya mengetahui
prevensi, penegakan diagnosis serta penanganan pada penyakit ini, maka kami
membuat karya ini. Karya ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman baik tentang
definisi, patogenesis, penegakan diagnosis, penanganan serta prevensi retinopati
diabetes serta mengaplikasikannya secara langsung dengan pembahasan laporan
kasus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Retinopati diabetika adalah proses degenerasi akibat hipoksia di retina karena
penyakit diabetes mellitus. Diagnosis retinopati diabetika ditegakkan secara klinis
jika dengan pemeriksaan angiografi flurosensi fundus sudah didapatkan
mikroaneurisma atau perdarahan pada retina di satu mata, baik dengan atau tanpa
eksudat lunak ataupun keras, abnormalitas mikrovaskular intra retina atau hal-hal lain
yang telah diketahui sebagai penyebab perubahan-perubahan tersebut
(Michaelson,1980).
2.2 Patofisiologi Retinopati DM
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive
oxygen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan
AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan
faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1
(IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia
kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose
reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol
kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan
lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel
pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta
trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan
3
gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan
ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi
taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous 9-11.
2.3 Gejala dan Tanda Retinopati DM
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami
gejala penurunan tajam penglihatan6. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah
retina, dapat ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta
perdarahan intraretina.6,11,13 Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang
mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan serabut saraf retina sehingga terjadi
hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi tersebut menimbulkan
akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates pada
pemeriksaan oftalmoskopi.12
Pada pemeriksaan funduskopi akan ditemukan kelainan-kelainan seperti :
1. Mikroaneurisma.
Mikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena,
dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh
darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya
sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus
dini pada mata.
2. Perdarahan retina.
3. Eksudat.
4. Neovaskularisasi retina.
Neovaskularisasi retina biasanya terletak dipermukaan jaringan. Tampak
sebagai pembuluh darah yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
4
ireguler. Awalnya terletak pada jaringan retina kemudian berkembang ke
daerah preretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhiaolid
(preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
5. Jaringan proliferasi di retina atau badan kaca
Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM proliferatif dan non
proliferatif.6,11,13 Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh
darah baru dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif.6,11,13
.Kebutaan pada DM dapat terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif
intravitreous, atau ablasio retina traksional.8,9,11
Gambar 1. Diabetik Neuropati
2.4 Diagnosis Retinopati DM
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dengan fundus fotografi dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina.9 Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus fotografi. Keunggulan pemeriksaan tersebut
adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih
5
sehingga mampu dilaksanakan di pelayanan kesehatan primer.Selanjutnya, retinopati
DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment Diabetic Retinopathy
Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus fotografi berperanan
sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatifmaka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.7,15
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, funduskopi dan stereoscopic fundus
fotografi dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography
bila perlu.6,16 OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan
kelainan yang sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta
responsnya terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina
bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.6
2.5 Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,
makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian
mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan
kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman setelah ditetesi obat
tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi pemberian
midriatikum17. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap.
Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk
memakukan (fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian
mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan
pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan
kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks
retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan
pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai
6
tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang
normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning,
sedangkan cup-disc ratio.
2.6 Tatalaksana Retinopati DM
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan
penyakit. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema
makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula signifikan
merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah
dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani
panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4
bulan pascatindakan. Panretinal laser Fotokoagulaso segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema
makula signifikan, maka kombinasi fokal dan panretinal laser Fotokoagulasi menjadi
terapi pilihan.16 Fotokoagulasi laser dilakukan dengan mengarahkan laser yang
terfokus dengan berkas panjang gelombang ke bagian tertentu dari retina. Absopsinya
pada bermacam lapisan retina berpigmen intraokular, menyebabkan peningkatan suhu
lokal yang pada gilirannya menyebabkan denaturasi protein jaringan dan nekrosis
koagulatif.19
Terapi pada mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata
dengan edema makula diabetik yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau
secara ketat tanpa dilakukan terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan fokal
laser bila lesinya setempat dan grid laser bila lesinya difus. Laser Argon pada makula
hanya cukup untuk menghasilkan bakaran sinar karena parut laser dapat meluas dan
mempengaruhi penglihatan. Terapi di bawah ambang dan mikropulise laser
7
memberikan hasil yang sama efektif dengan parut yang lebih sedikit. Penyuntikan
triamcinolone atau anti-VEGF juga efektif.19
Fotokoagulasi pan-retina (PRP) diindikasikan untuk menangani retinopati
diabetik proliferatif yang risiko tinggi dan mata dengan retinopati diabetik non-
proliferatif yang berat dan retinopati diabetik proliferatif awal yang berisiko tinggi
terhadap progresi ataupun hasil pengobatan yang buruk. Dengan merangsang regresi
pembuluh-pembuluh baru, foto koagulasi pan-retina (PRP) menurunkan insiden
gangguan penglihatan berat akibat retinopati diabetik proliferatif hingga 50%.
Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur diberikan di seluruh retina untuk
mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah yang iskemik. Daerah sentral yang
dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh temporal utama tidak dikenai.19,20
Vitrektomi dapat membersihkan perdarahan vitreus dan mengatasi traksi
vitreoretina. Vitreoktomi dini diindikasikan untuk diabetes tipe I dengan perdarahan
vitreus luas dan proliferasi aktif yang berat dan penglihatan mata sebelah yang buruk.
Tanpa kondisi tersebut vitrektomi dapat ditunda hingga setahun karena perdarahan
vitreus akan bersih secara spontan pada 20% mata. Vitrektomi pada retinopati
diabetik proliferatif dengan perdarahan vitreus minimal hanya bermanfaat untuk mata
yang telah menjalani foto koagulasi laser pan-retina dan memiliki pembuluh darah
baru yang mulai mengalami fibrosis.19 Obat-obatan anti VEGF menjanjikan sebagai
tambahan vitrektomi untuk membantu mengurangi insiden perdarahan retina
kambuhan pascaoperasi.19
Inhibitor VEGF adalah kelompok obat yang berikatan dengan reseptor VEGF
tanpa menyebabkan aktivasi yang memblok pembentukan pembuluh darah baru dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Contoh obat ini yaitu: Pegaptanib,
Ranibizumab, Bevacizumab dan Regeneron. Suntikan intravitreal obat anti-VEGF
mampu menurunkan penebalan makula, tapi rata-rata besaran pengurangan dan durasi
respon kurang dibanding suntikan triamsinolon intravitreal. Hal ini mungkin
menunjukkan bahwa jalur biokimia lain yang tidak melibatkan VEGF penting dalam
patogenesis edema makula diabetes.20
8
Bevacizumab (Avastin) adalah antibodi monoklonal full-length terhadap
semua isoform VEGF-A. Ini efektif untuk pengobatan neovaskular degenerasi
makula terkait usia dan untuk retinopati diabetik. Ini efektif dalam mengurangi risiko
hemorage post operatif setelah vitrektomi. Avastin digunakan dengan kombinasi
terhadap triamcinolone pada akhir vitrektomi pada perdarahan vitreus pasien dengan
diabetik retinopati proliferatif.20
Kortikosteroid menghasilkan beberapa efek melalui beberapa mekanisme efek
anti-inflamasi dan efek pengaturan VEGF. Mereka telah digunakan dalam
pengobatan retinopati diabetik sebagai peribulbar, sub-tendon dan injeksi intravitreal.
Peribulbar triamsinolon atau metilprednisolon injeksi telah digunakan untuk
mengobati edema makula diabetes baik sebagai monoterapi atau sebagai terapi
tambahan laser.
2.7 Deteksi Dini Retinopati DM
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association 7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa
dan anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani
pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah
diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan
mata lengkap oleh dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM.Ketiga,
pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap
tahun oleh dokter spesialis mata.Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat
dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan
dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan
hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama
sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau
perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh
tentang risiko tersebut.7
9
2.8 Penutup
Retinopati DM merupakan komplikasi mikrovaskular DM yang menjadi
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa di negara maju. Keterlambatan
diagnosis DM dan tidak adanya gejala pada awal perjalanan penyakit menyebabkan
sebagian besar kasus retinopati DM tidak terdeteksi hingga terjadi kebutaan. Deteksi
dini, pengendalian faktor risiko, dan terapi yang memadai merupakan kunci utama
tata laksana retinopati DM. Dua dari tiga hal tersebut dapat dilaksanakan di pelayanan
kesehatan primer sehingga peranan optimal dokter umum sangat diperlukan dalam
tata laksana retinopati DM.
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : JS
No.CM : 15031004
Usia : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Mataram, Nusa Tenggara Barat
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Pendidikan terakhir : Sarjana
Agama : Kristen
Suku / Bangsa : Batak / Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 9 Juni 2015
3.2 Anamnesa
Keluhan utama :Penglihatan kabur
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUP Sanglah dengan keluhan mata kabur
pada mata sebelah kanan. Mata kabur dirasakan sejak kurang lebih satu setengah
bulan yang lalu. Ia mengaku sebelumnya, memiliki mata kabur pada mata sebelah
kanan sejak kurang lebih 8 tahun yang lalu dan memberat pada 2 bulan terakhir
hingga mata kanannya tidak dapat melihat sama sekali. Akhirnya, ia melakukan
operasi katarak pada dua bulan yang lalu dan mengaku penglihatannya membaik.
Pada sekitar dua minggu setelah operasi, penglihatan pada mata kanannya
kembali memburuk. Ia mengatakan selain penglihatan kabur ia juga merasakan mata
merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair. Saat itu ia datang ke
rumah sakit di Mataram dan diberikan obat tetes mata. Beberapa hari kemudian
keluhan mata merah berkurang tetapi rasa nyeri dan penglihatan kabur masih
dirasakan. Ia akhirnya dirujuk ke RSUP Sanglah.
11
Pada saat pemeriksaan ia masih mengeluhkan penglihatan yang kabur, mata
terasa perih saat membaca dan mata sering berair.
Riwayat penyakit terdahulu:
Pasien memiliki riwayat katarak pada mata kanan pasien dan sudah menjalani
operasi katarak dua bulan yang lalu. Ia juga memiliki riwayat diabetes melitus sejak
kurang lebih 16 tahun yang lalu. Dahulu ia jarang mengontrol penyakitnya, namun
sejak satu tahun yang lalu ia mengalami luka pada kaku sebelah kanan sehingga harus
di operasi. Sejak itu ia selalu mengontrol penyakitnnya setiap bulan dan
menggunakan obat secara teratur.Saat ini pasien menggunakan suntik insulin untuk
mengontrol gula darahnya. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi tetapi pasien
mengatakan memiliki kolesterol tinggi dan mengkonsumsi obat untuk mengontrol
kolesterolnya sejak 3 bulan terakhir. Riwayat alergi disangkal oleh pasien.
Riwayat sosial :
Pasien saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan pada waktu luang ia menjaga
warung di rumahnya. Ia tinggal dirumah bersama dengan istri dan 3 anaknya. Ia
mengatakan dahulusering menghabiskan sebagian besar waktunya diam dirumah dan
jarang berolahraga dan memiliki berat badan berlebih (92Kg). Tetapi sejak 1 tahun
terakhir ia selalu menyempatkan dirinya untuk berjalan santai sekitar rumahnya untuk
berolahraga. Ia juga lebih mengatur pola makannya dengan makan sedikit gula dan
garam.
Riwayat penyakit keluarga :
Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan pada mata
yang sama seperti pasien sebelumnya. Riwayat kencing manis juga dimiliki oleh
kedua kakak pasien. Riwayat penyakit kronis lain pada keluarga disangkal oleh
pasien.
12
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 78x / menit
Pernafasan : 20 x / menit
Temperatur aksila : 36,8oC
VAS : 0/10
Berat Badan : 86 kg
Tinggi badan : 170 cm
BMI : 29,76 kg/m2
Status Oftalmologi
Okuli Dekstra
(OD)
Okuli Sinistra
(OS)
Visus 1/60
Pin hole : No
improvement
6/6
Pin hole : No
improvement
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra Superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
13
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjuntiva tarsal
superior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva tarsal
inferior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan subkonjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sklera
Warna Tenang Tenang
14
Pigmentasi Tidak ada Tidak ada
Kornea
Edema
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presipitat
Arcus senilis
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan
Kedalaman
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Hitam
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Hitam
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi / Subluksasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
Funduskopi Papil N.II bulat,
berbatas tidak tegas,
CDR sulit dievaluasi,
aa/vv 2:3,Retina: NVE,
Papil N.II bulat,
berbatastidak tegas,
CDR sulit dievaluasi,
aa/vv 2:3, Retina: NVE,
15
Vitreous
dot blot,eksudat (+),
Makula: sulit
dievaluasi.
Keruh
dot blot,eksudat (+),
Makula: sulit dievaluasi.
Keruh
Tekanan intraokular
NCT 18 19,9
3.4 Resume
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2
minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan
mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak kurang lebih 16 tahun yang
lalu dengan riwayat DM tidak terkontrol. Dan mulai mengontrol penyakinya sejak
satu tahun terakhir karena. Saat ini pasien menggunakan suntik insulin untuk
mengontrol gula darahnya. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi tetapi pasien
mengatakan memiliki kolesterol tinggi dan mengkonsumsi obat untuk mengontrol
kolesterolnya sejak 3 bulan terakhir. Riwayat alergi disangkal oleh pasien.
Pasien saat ini bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan sering menghabiskan
sebagian besar waktunya diam dirumah. Sejak 1 tahun terakhir ia mulai rutin
berolahraga dan mengatur pola makan dengan baik.
Tidak terdapat riwayat keluhan pada mata yang sama seperti pasien pada
keluarga. Riwayat kencing manis juga dimiliki oleh kedua kakak pasien. Riwayat
penyakit kronis lain pada keluarga disangkal oleh pasien.
16
Pemeriksaan Lokal Mata
OD Pemeriksaan
Mata
OS
1/60
PH: NI
Visus 6/6
PH: NI
Ortophoria Kedudukan Ortophoria
Segala arah Pergerakan Segala arah
Hiperemi (-), edema (-),
spasme (-)
Palpebra Hiperemi (-), edema (-),
spasme (-)
Hiperemi (-), jaringan
fibrovaskular (-)
Konjungtiva Hiperemi (-), jaringan
fibrovaskular (-)
Jernih, edema (-), infiltrat (-) Kornea Jernih, edema (-), infiltrat (-)
Normal COA Normal
Bulat, reguler Iris Bulat, reguler
Sentral, bulat, reflek cahaya
(+), Ø 5 mm
Pupil Sentral, bulat, reflek cahaya
(+), Ø 5 mm
Jernih Lensa Jernih
Keruh Vitreous Keruh
Papil N.II bulat, berbatas
tidak tegas, CDR sulit
dievaluasi, aa/vv 2:3, Retina:
NVE, dot blot,eksudat (+),
Makula: sulit dievaluasi.
Funduskopi Papil N.II bulat, berbatas
tidak tegas, CDR sulit
dievaluasi, aa/vv 2:3, Retina:
NVE, dot blot,eksudat (+),
Makula: sulit dievaluasi.
18 Tonometri NCT 19,6
3.5 Diagnosis Banding
Ocular Dextra et SinistraProliperatif Diabetic Retinopati + CSME (Clinicaly
Significant Macular Edema)
Ocular Dextra et Sinistra Oklusi Vena Retina Sentralis
Ocular Dextra et Sinistra Oklusi Cabang Vena Retina
17
3.6 Diagnosis Kerja
Ocular Dextra et SinistraProliperatif Diabetic Retinopati + CSME
Ocular Dextra Pseudofakia
3.7 Usulan Pemeriksaan
- Foto Fundus
- Fundus Flourescin Angiography (FFA)
- Ocular coherence tomography (OCT)
- USG
3.8 Terapi
Injeksi Avastin (anti VEGF)
Laser Panretinal fotokoagulasi
Kontrol kadar gula darah dan HbA1C
3.9 Prognosis
Ad vitam : dubius ad bonam
Ad fungsionam : dubius ad malam
Ad sanationam : dubius ad malam
18
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2
minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan
mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair.
Pada stadium awal, pasien retinopati diabetik umumnya tidak memberikan
gejala klinis (asimptomatis) dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada tahap yang
lebih lanjut dari penyakit, pasien mungkin mengeluhkan munculnya gejala subjektif
seperti floaters, penglihatan kabur, distorsi, kesulitan membaca, diplopia, penglihatan
menurun yang tiba-tiba, melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip. Bila kita
membandingkan terdapat kesesuaian antara teori dan gejala pasien dimana pasien
mengatakan penglihatan yang menurun, kesulitan saat membaca sehingga mata terasa
perih dan lelah serta berair.
Sesuai teori, pada retinopati diabetes akan ditemukan mikro aneurismata yang
dapat dilihat berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah;
perdarahan yang dapat dilihat berupa titik, garis dan bercak yang dekat dengan
mikroaneurisma; dilatasi pembuluh darah vena; exudate baik berupa gambaran
irreguler kekuning-kuningan(Hard Exudate) maupun gambaran cotton wool paches
yaitu bercak berwarna kuning yang berisifat difus dan berwarna putih (Soft Exudate);
pembentukan pembuluh darah baru; edema retina serta hiperlipidimia.
Pada pemerikasaan fisik funduskopi yang dilakukan pada pasien, ditemukan
gambaran papil N.II bulat, berbatas tidak tegas, Cup Disc Rasio yang sulit dievaluasi,
perbandingan arteri dan vena 2:3 dengan pelebaran vena di kedua mata pasien. Pada
retina ditemukan pembentukan vena baru (NVE), dot blot dan eksudat (+) dengan
makula yang sulit dievaluasi dan vitreous yang keruh di kedua mata pasien.
Pembentukan vena baru (NVE), dot blot serta eksudat yang lebih banyak terlihat pada
mata kanan pasien. Hal ini sesuai dengan teori gejala pada retinopati diabetes
19
khususnya retinopati diabetes proliferatif dimana ditemukan pembentukan pembuluh
darah baru pada retina.
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus sejak kurang lebih 16 tahun yang
lalu dengan riwayat DM tidak terkontrol. Ia juga memiliki kolesterol tinggi dan tidak
memiliki hipertensi. Ia memiki aktivitas rendah namun sejak 1 tahun terakhir ia mulai
rutin berolahraga dan mengatur pola makan dengan baik.
Menurut teori, salah satu komplikasi paling sering dari diabetes melitus adalah
diabetik retinopati. Hal ini dilihat dari durasi penyakit diabetes melitus, kontrol kadar
gula darah yang buruk atau kondisi hiperglikemia yang lama dan tidak
terkontrol.Riwayat diabetes melitus yang cukup lama dialami oleh pasien menjadi
faktor pendukung terjadinya retinopati diabetes. Penyakit ini berkembang sering
dengan perkembangan penyakit diabetes pada pasien, hal ini juga didukung dengan
riwayat pasien yang tidak patuh dengan terapi sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi diabetes yang salah satunya adalah retinopati diabetes.
Pasien diusulkan untuk melakukan pemeriksaan foto fundus, Fundus
Flourescin Angiography (FFA), Ocular coherence tomography (OCT) dan USG. Foto
fundus dilakukan agar komponen bagian belakang mata pasien dapat terlihat dengan
jelas. Flourescin Angiography dilakukan untuk melihat kelainan mikrovaskular
seperti microaneurisma, perdarahan serta area non perfusi yang lebih jelas pada mata.
Ocular coherence tomography digunakan untuk menilai ketebalan dari retina dan
melihat adanya pembengkakan pada retina dan memantau edema makula. USG
dilakukan untuk mengevaluasi status retina bila media diobstruksi oleh perdarahan
vitreous.
Terapi yang disarankan pada pasien adalah injeksi avastin (anti VEGF), Laser
Panretinal fotokoagulasi dan mengontrol diabetes. Hal yang paling utama diberikan
pada pasien adalah mengontrol diabetes. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol
gula darah dan kadar HbA1c. Ini bertujuan untuk mengurangi perjalanan dari
perburukan retinopati. Injeksi avastin (anti Vascular Endothelial Growth Factor)
dilakukan untuk mengurangi pembentukan pembuluh darah baru serta laser panretinal
koagulasi berfungsi untuk mengurangi daerah iskemia.
20
BAB V
SIMPULAN
Retinopati diabetik adalah suatu penyakit mikroangiopati progresif kronik
yang ditandai dengan kerusakan pembuluh-pembuluh darah halus retina, akibat
kondisi hiperglikemia yang lama pada diabetes mellitus. Dalam penanganan penyakit
ini, hal yang utama adalah kontrol penyakit dan pencegahan terhadap perburukan dari
penyakit serta komplikasi lebih lanjut.
Pasien Laki-laki, 57 tahun, mengeluhkan mata kabur pada mata sebelah kanan
sejak kurang lebih satu setengah bulan yang lalu. Ia memiliki riwayat operasi katarak
2 bulan sebelum operasi dan mengaku penglihatan membaik setelah operasi. 2
minggu setelah operasi penglihatan pasien kembali memburuk. ia juga merasakan
mata merah, mata terasa perih saat membaca dan mata sering berair. Sesuai dengan
teori, pada retinopati diabetes.
Pada pemerikasaan fisik funduskopi yang dilakukan pada pasien, ditemukan
kelainan yang sesuai dengan teori yaitu gambaran papil N.II bulat, berbatas tidak
tegas, Cup Disc Rasio yang sulit dievaluasi, perbandingan arteri dan vena 2:3 dengan
pelebaran vena di kedua mata pasien. Pada retina ditemukan pembentukan vena baru
(NVE), dot blot dan eksudat (+) dengan makula yang sulit dievaluasi dan vitreous
yang keruh di kedua mata pasien.
Untuk pemeriksaan penunjang, sesuai dengan teori pasien diusulkan untuk
melakukan pemeriksaan foto fundus, Fundus Flourescin Angiography (FFA), Ocular
coherence tomography (OCT) dan USG.Serta untuk penanganan pasien, diterapi
dengan injeksi avastin (anti VEGF), Laser Panretinal fotokoagulasi dan mengontrol
diabetes.
21
Daftar Pustaka
1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;27:1047-53.
2. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.
3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD. Diabetic retinopathy. Diabetes Care. 2003; 26(Suppl1):S99-102.
4. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of diabetic retinopathy: Pooled data from population studies from the United States, Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.
5. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones. 2010;19(4):235-43.
6. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging population. Geriatrics. 2009;64(2):16-26.
7. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. Diabetes Care. 2010;33(Suppl1):S11-61.
8. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL. Retinopathy in diabetes. Diabetes Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.
9. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes. 2009;27(4):140-5.
10. Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7.
11. Bloomgarden ZT. Screening for and managing diabetic retinopathy: Current approaches. Am J Health-Syst Pharm.2007;64 (Suppl12):S8-14.
12. Chui TYP, Thibos LN, Bradley A, Burns SA. The mechanism of vision loss associated with a cotton wool spot. Vision Res. 2009;49:2826-34.
22
13. Kern TS, Huang S. Vascular damage in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 506-12.
14. Early Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) Research Group. Fundus photographic risk factors for progression of diabetic retinopathy: report number 12. Ophthalmology.1991; 98:823-33.
15. Williams GA, Scott IU, Haller JA, Maguire AM, Marcus D, McDonald HR. Single-field fundus photography for diabetic retinopathy screening: a report by American Academy of Ophthalmology. Ophthalmology. 2004;111:1055-62.
16. American Academy of Ophthalmology. Preferred Practice Patern for Diabetic Retinopathy; 2008.
17. Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical Examination. 2007;2:7-14.
18. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. In: Benjamin L, James B, editor. Ophthalmology investigation examination techniques. China: Elsevier; 2007. p. 45-50.
19. Eva PR, John PW. 2009. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum. Edisi ke 17.
Jakarta: EGC
20. Alghadyan AA. Diabetic Retinopathy: An Update. Saudi Journal of
Ophtalmology. 2011; 25: 99-111
23
Recommended