View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KAREBA PALU KOROKABAR PENANGANAN BENCANA SULTENG
november 2018 - II edisi #2
Seorang warga
menerima obat-obatan
di posko kesehatan.
Foto: Martin Dody/ERCB
LAYANAN KESEHATAN DAN PSIKOSOSIAL
“Banyak yang mulai mengeluhkan gatal-
gatal di sini, mas,” kata Aziz, koordinator
Posko Dusun 3 Desa Langaleso ketika
ditemui oleh Kareba Palu Koro.
Menanggapi hal tersebut, ERCB melalui
tim kesehatan dari Persatuan Karya
Dharma Kesehatan Indonesia (PERDHAKI)
yang terdiri dari 2 dokter, 4 perawat, dan
1 apoteker bergerak ke Dusun 3 Desa
Langaleso untuk memberikan layanan
kesehatan.
”Hal itu kemungkinan dikarenakan
kegiatan mandi dan cuci baju berasal
dari sumber air baru yang muncul setelah
likuifaksi,” ujar Dokter Caraka Anto
Yuwono.
Selain gatal-gatal, banyak warga yang
mengeluhkan nyeri otot dan nyeri kepala.
“Hal ini dimungkinkan akibat kondisi
di pengungsian yang kurang nyaman
dan di malam hari pasien susah tidur,”
tambahnya.
Kasus infeksi saluran pernafasan atas
akut (ISPA) karena kondisi lingkungan
berdebu pun mulai ditemukan pada
beberapa warga.
Selain keluhan-keluhan yang sudah
disebutkan di atas, di desa lain ditemukan
kasus pada anak-anak yang kemungkinan
akibat alergi. Menurut dr. Dion Sulistyo,
alergi yang ditemukan pada anak-anak
tersebut kemungkinan akibat makanan
instan. Bantuan berupa makanan
instan dan susu formula memang tidak
disarankan karena dapat menyebabkan
alergi dan diare pada anak-anak.
Bros untuk Ketenangan
Selain Layanan Kesehatan, PERDHAKI
juga memberikan Layanan Psikososial.
Pertimbangannya adalah keadaan yang
tiba-tiba berubah secara drastis bukan
tidak mungkin memengaruhi kondisi
seseorang. Tidak hanya secara fisik,
namun bisa juga secara psikis. Oleh karena
itu, Maria Goretti Ivoni Utami dan Maria
Goretti Djanuria Samosir, RGS tergerak
untuk membantu para warga terdampak
dengan memberikan layanan psikososial
di wilayah-wilayah yang terdampak.
“Tujuan pemberian psikososial yang
kami adakan untuk memantau keadaan
trauma mereka akibat bencana alam
secara psikisnya. Adapun secara psikis
keadaan mereka (warga terdampak) bisa
diobservasi melalui bahasa tubuh mereka
dari cara mereka menjawab pertanyaan
baik melalui angket yang kami buat
maupun dari cara mereka ketika berbagi
cerita,” kata Ivon, sapaan Maria Goretti
Ivoni Utami.
Beberapa kegiatan yang dilakukan
untuk menggali keadaan mereka berupa
melakukan kegiatan play therapy, role
play, menggambar atau membuat bentuk
KAREBA PALU KORO
3 dimensi dengan plastisin. Setelah itu mereka kemudian diajak
untuk berbagi pengalaman tentang bencana yg dihadapi.
Sasaran dari layanan psikososial ini adalah semua anak laki atau
perempuan remaja laki atau perempuan dan dewasa laki laki
maupun perempuan. Artinya semua orang yang membutuhkan.
“Kami melakukan konseling individu dan kelompok. Bagi mereka
yang kami lihat perlu penanganan khusus kami coba dekati secara
pribadi,” Ivon menambahkan.
Untuk remaja dan orang dewasa khususnya ibu-ibu walaupun
ada juga anak laki-laki atau laki-laki dewasa yang mengikuti
layanan kegiatan psikosoial, kami menggunakan teknik kreativitas
membuat bros.
Dari hasil karya itu mereka diajak berbagi perasaan tentang duka
yg dialami saat bencana terjadi dan mereka bisa bercerita dengan
leluasa karena pengalaman yang dialami sama. Dan ibu-ibu ada
juga yang mengungkapkan bahwa selama ini mereka tidak pernah
disentuh dengan kegiatan psikososial.
Kegiatan membuat bros tersebut memiliki makna tersendiri.
Merangkai bros diibaratkan menata kembali puing-puing yang ada.
Bila dikumpulkan dan kemudian ditata kembali dengan semangat
untuk memperbaiki akan menjadi rumah yang bisa ditempati lagi.
Pemikiran atau semangat positif inilah yang coba dibangun melalui
layanan psikososial yang diberikan.
“Perlu pendekatan yang berbeda saat kita menangani anak-anak
kecil dengan mereka yang sudah dewasa,” kata Sr. Goretti, sapaan
Maria Goretti Djanuria Samosir, RGS.
“Anak-anak butuh didekati dulu hingga merasa nyaman dengan
kita, baru kemudian bisa ditanya tentang apa yang dia alami atau
dia rasakan. Sedangkan mereka yang sudah dewasa sudah bisa
diajak untuk sharing apa yang dialami,” tambahnya.
Hal tersebut terlihat ketika Sr. Goretti mendampingi sebuah
keluarga yang kehilangan salah seorang anggota keluarganya di
Desa Langaleso akibat bencana likuifaksi. Ia meluangkan waktu
untuk membuat Syeffa (3) dan Angel (5) merasa nyaman untuk
kemudian bercerita tentang ibu mereka yang menjadi korban.
Kepada sang ayah, Sr. Goretti berpesan agar meluangkan waktu
untuk melepaskan emosinya dalam ruang dan waktu yang tepat
dari kesedihan yang dipendam akibat kehilangan istri tercintanya.
Selain di beberapa posko pengungsian, Kareba Palu Koro
berkesempatan mendampingi tim ini ketika memberikan layanan
psikososial di Sekolah Bala Keselamatan di Palu. Sasarannya adalah
para pelajar SMP. Dibagi menjadi dua kelompok, anak-anak dari
satu kelas diajak untuk berbagi pengalaman mereka saat bencana
terjadi. Diawali dengan berdoa dan bernyanyi, anak-anak diajak
untuk membuat sebuah bentuk dengan menggunakan plastisin
yang mengingatkan mereka pada detik-detik terjadinya bencana.
Ada yang membuat simbol radio, boneka, dan lain-lain. Dari
kegiatan tersebut, anak-anak semacam dibuka untuk kemudian
mau berbagi cerita tentang apa yang mereka alami saat bencana
terjadi baik tertulis maupun secara lisan.
Sebelum berbagi cerita, anak-anak diminta untuk berkomitmen
untuk mengeluarkan unek-unek atau perasaan yang selama ini
dipendam. “Mau menangis pun tidak apa-apa. Teman-teman yang
lain harus mendengarkan dan tidak boleh menertawakan jika ada
teman yang menangis,” pesan Ivon kepada anak-anak.
“Kita tidak akan bisa melupakan masa lalu, tapi dengan berpikir
positif kita akan dapat belajar banyak hal dari masa lalu untuk
perbaikan ke depannya,” tutup Ivon. (mdk)
RECOVERADIO, SAMBUNG SUARA PEMULIHAN GEMPA DAN TSUNAMI
Elshinta meluncurkan Recoveradio pada Senin (12/11), sebuah
media yang diharapkan dapat menyampaikan perkembangan
informasi bagi masyarakat, penyintas, relawan, dan pemerintah
tentang perkembangan proses dalam masa transisi darurat menuju
pemulihan di Palu, Sigi, dan Donggala yang terhitung dari 27
Oktober hingga 25 Desember 2018.
“Ini adalah pilot project, dan Palu menjadi wilayah pertama untuk
menerapkan proyek ini,” ungkap Dwi Iswanto, penyiar Elshinta.
Dalam proyek ini, Elshinta menggandeng radio-radio setempat
seperti Cakrawala FM, Nebula FM, Ramayana FM, MS FM, dan Skip
FM.
“Nanti kita akan siaran dari Cakrawala FM. Partner lokal sangat
penting karena mereka sudah punya jaringan yang luas,” kata Dwi.
Dalam acara yang diadakan di halaman kantor Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sigi ini,
Recoveradio mengadakan siaran langsung perdana. Hadir dalam
siaran perdana ini Bupati Sigi, Muhamad Irwan Lapata beserta
wakilnya, Paulina, S.E., M.Si. Hadir pula Perwakilan Organisasi
Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Sigi dan beberapa perwakilan
dari posko relawan diantaranya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,
BPBD, ACT, BSMI, dan ERCB.
Pemerintah kabupaten Sigi sangat menyambut baik kegiatan
ini dan siap bersinergi dengan Recoveradio untuk menyediakan
informasi bagi masyarakat.
“Saya mewakili pemerintah dan masyarakat Sigi sangat
berterima kasih atas kinerja para relawan yang begitu gigih
membantu masyarakat. Recoveradio ini sangat tepat karena
disaat masyarakat bingung mencari sumber informasi, radio bisa
menjangkau masyarakat luas,” kata Irwan.
Recoveradio sudah mendapat izin penyiaran dari Menkominfo
untuk 6 bulan kedepan dan bisa diperpanjang. “Kita liat
perkembangannya, jika media ini masih dibutuhkan saya pikir kita
akan perpanjang sesuai kebutuhan yang ada,” Dwi menambahkan.
Siaran Recoveradio ini dapat didengarkan di 91,2 FM atau dengan
menggunakan aplikasi Elshinta Mobile. (zan/mdk)
02
KAREBA PALU KORO
Tidak hanya gempa dan tsunami, di beberapa kecamatan di Sulawesi Tengah juga dilanda banjir bandang pada 21 Oktober 2018 lalu. Hujan lebat yang menyebabkan banjir bandang ini sempat memutus beberapa jalur, seperti jalur ke Kulawi. Pada Sabtu (3/11), tim ERCB mencoba menembus Kulawi sekaligus melakukan kajian kebutuhan pasca bencana.
Jalur yang terputus adalah antara Desa
Salua dan Desa Namo dan sama sekali
tidak bisa dilewati kendaraan karena
dipenuhi lumpur dan potongan-potongan
kayu. Setidaknya empat kecamatan, yaitu
Kecamatan Lindu, Kecamatan Kulawi,
Kecamatan Kulawi Selatan, dan Kecamatan
Pipikoro terisolir untuk sementara waktu.
“Sudah kurang lebih seminggu ini, jalur
menuju Kulawi sudah dapat dilewati baik
dengan kendaraan roda dua maupun
roda empat,” kata Suaib, seorang warga
Dusun Sadaunta. Namun tetap dibutuhkan
kehati-hatian ekstra saat melintas jalur
tersebut, terutama jalur antara Salua dan
Namo. Di beberapa bagian masih terlihat
sisi tebing yang masih rawan longsor.
Batang-batang kayu juga masih nampak
di beberapa bagian tebing. Di beberapa
titik, jika menggunakan kendaraan roda
empat, untuk kendaraan yang berlawanan
arah harus bergantian untuk melewatinya
karena lebar jalan sementara yang
dapat dilewati terbatas dan jurang yang
mengancam di salah satu sisi. Diberlakukan
jadwal buka tutup di jalur ini. Jalur hanya
dibuka pada pukul 11.00 sampai dengan
pukul 13.00 WITA dan pukul 16.00 sampai
dengan pukul 20.00 WITA.
“Di luar jam-jam tersebut, jalur menuju
dan dari Kulawi ditutup untuk pengerjaan
jalan,” tambah Suaib. Pemberlakuan
penutupan jalan dengan menggunakan
portal yang diletakkan di Dusun Sadaunta,
Desa Namo. Tampak petugas keamanan
juga berjaga disana.
Saat beristirahat di dusun tersebut,
terlihat 2 buah excavator sedang
dikerahkan untuk mengamankan bagian
tebing dengan membuat semacam teras di
bagian tengah tebing tersebut. Diharapkan
dengan adanya teras tersebut, jika terjadi
longsor maka longsoran akan tertahan dan
tidak sampai ke jalan. Tanah hasil kerukan
bagian tebing tersebut dibuang ke jalan
untuk kemudian diratakan dan dikeraskan
dengan menggunakan menggunakan alat
berat lainnya. Di beberapa titik lainnya,
kami juga sempat berpapasan dengan
para pekerja yang meratakan jalan dengan
menggunakan alat berat.
Perjalanan menuju Kulawi masih sekitar
kurang lebih 10 km. Sepanjang perjalanan
tersebut, terlihat beberapa titik longsor
walaupun dalam skala kecil. Nampak
juga retakan-retakan di jalan yang dilalui.
Untuk desa-desa di Kecamatan Kulawi,
sebagian besar kerusakan diakibatkan oleh
gempa. Posko-posko pengungsian nampak
didirikan untuk para warga terdampak.
Namun yang menarik adalah, banyak
warga terdampak di wilayah Kulawi yang
sudah membangun hunian sementara
dengan menggunakan bahan-bahan yang
masih dapat dimanfaatkan dari sisa-sisa
rumah yang rusak akibat gempa.
Berbentuk rumah panggung, para
warga membangun hunian-hunian
sementara tersebut dengan menggunakan
bahan utama bambu, kayu, dan seng.
Bentuk rumah panggung dipilih agar
alas rumah tidak langsung tanah akan
tetapi bisa menggunakan kayu. Selain
itu, jika turun hujan, maka air tidak masuk
ke dalam hunian sementara tersebut,
seperti yang nampak di Desa Boladangko
ketika kami singgah disana. Kepala Desa
Boladangko, Roni Tohama dan para warga
yang rumahnya rusak akibat gempa,
membangun hunian sementara di pinggir
sebuah lapangan. “Kami memilih untuk
tinggal disini untuk sementara waktu
daripada kembali ke perkampungan,” kata
Roni.
Pemandangan yang sama kami lihat
ketika masuk ke Desa Tangkulowi. Para
warga membangun kembali rumah-
rumah mereka yang rusak dengan kayu,
bambu, dan seng. Berbeda dengan di
Desa Boladangko, di desa ini, warga
membangun hunian sementara di lokasi
bekas rumah mereka.
Selain kebutuhan akan beras dan
bahan makanan lainnya, peralatan rumah
tangga seperti alat-alat untuk memasak
juga dibutuhkan. Sarana untuk anak-anak
sekolah juga perlu diperhatikan. (mdk)
MENEMBUS KULAWIHuntara Desa Boladangko. Foto: Martin Dody/ERCB
03
KAREBA PALU KORO
Kareba Palu Koro adalah media penyebaran informasi terkait penanganan bencana di Sulawesi Tengah yang dikelola oleh Jaringan Emergency Response Capacity Building (ERCB) pada masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi pasca bencana gempa, tsunami, dan likuifaksi 28 September 2018 di Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Media ini didukung oleh pendanaan dari SHO dan Cordaid dan terbit dua mingguan.
Pemimpin Redaksi: Arfiana Khairunnisa, KARINA Yogyakarta
Redaksi: Martin Dody Kumoro, M. Fauzan, Jaringan ERCB
Saran dan masukan dapat dikirimkan melalui karinayogyakarta@gmail.com atau dialamatkan ke Jl. Karanja Lembah, Lorong BTN Polda, Samping Perum Kelapa GadingDesa Kalukubula, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Sigi, Sulteng
TANGKI AIR DAN WATER PURIFIER MULAI DIDISTRIBUSIKAN
Air, sanitasi, dan kebersihan menjadi
perhatian Tim ERCB sejak menginjakkan kaki
di Sulawesi Tengah pada 4 Oktober 2018.
Hal tersebut karena penyintas gempa dan
tsunami tidak hidup dalam kondisi normal.
Yang dimaksud dengan kondisi normal adalah
dimana mereka tinggal di lingkungan yang
cukup ideal dimana terdapat rumah beserta
fasilitas air bersih dan MCKnya.
Di dalam kondisi pasca bencana, seperti yang
dialami warga terdampak gempa, tsunami,
dan likuifaksi di Palu, Sigi, dan Donggala,
kesulitan untuk mendapatkan air bersih menjadi
permasalahan tersendiri yang jika tidak segera
diatasi akan menimbulkan permasalahan lebih
lanjut terkait kesehatan. Keluhan gatal-gatal
banyak dijumpai di posko-posko pengungsian
yang masih minim sarana air bersihnya.
Tim ERCB berupaya untuk mendistribusikan
tangki air ke posko-posko pengungsian.
Berdasarkan kajian, penyintas kesulitan
mendapatkan air bersih baik untuk dikonsumsi
maupun untuk kegiatan MCK. Rencananya,
sebanyak 35 tangki air kapasitas 2000 dan 1000
liter akan didistribusikan. Hingga 3 November
2018, sudah didistribusikan sebanyak 20 tangki
air ke delapan desa di Palu, Sigi, dan Donggala.
“Kita memakai pendekatan yang sedikit
berbeda dalam pendistribusian tangki air.
Lokasi-lokasi yang diberi bantuan adalah
lokasi yang berdasarkan kajian memiliki
sumber air. Hal tersebut untuk meminimalkan
ketergantungan pasokan air dengan
menggunakan truk air,” terang Ilham Syaiful
Huda dari Lembaga Pengembangan Teknologi
Pedesaan (LPTP). Di beberapa desa, seperti
di Desa Salua, Kabupaten Sigi, air ditampung
di tangki air ukuran 2000 liter baru kemudian
didistribusikan ke tangki-tangki yang lebih kecil
dengan menggunakan pipa.
Untuk menjamin ketersediaan air bersih untuk
dikonsumsi, pengiriman tangki air tersebut
disertai pula dengan pemberian water purifier
yang berfungsi untuk menyaring air dari hasil
penampungan agar siap dan aman untuk
dikonsumsi. Masyarakat diberi petunjuk tentang
cara merangkai water purifier tersebut dan
kapan filter harus diganti.
Berbagai bantuan berupa beras, lauk pauk,
terpal, palet untuk alas di tenda-tenda terus
diupayakan untuk diberikan kepada para warga
terdampak baik di Palu, Sigi, maupun Donggala.
Tidak hanya itu, layanan kesehatan, trauma
healing, dan juga taman bermain anak juga
diberikan agar walaupun warga terdampak
tinggal di posko-posko pengungsian namun
bisa lebih bermartabat. (mdk)
REDAKSIONAL
Bantuan tangki air dan water purifier ke Desa Salua
Foto: Martin Dody/ERCB
04
Recommended