View
222
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 8 Oktober 2015
(Nabila Syifa)
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
nikmat dan karunia-Nya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Salawat serta salam semoga selalu tercurah untuk baginda Nabi
Muhammad SAW, sebagai teladan terbaik hingga akhir zaman. Laporan
penelitian ini dapat terselesaikan karena banyaknya bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan kepada penulis selama
menempuh pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter atas bimbingan yang diberikan selama penulis menempuh
pendidikan di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. drg. Laifa Annisa Hendarrmin, Ph.D selaku pembimbing pertama dan PJ
Laboratorium Riset yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga
untuk membimbing penulis dari awal melakukan penelitian hingga
menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.
4. dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT-KL selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan banyak masukan dalam penulisan hasil penelitian dan
telah mencurahkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis
dalam menyusun dan menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS,FACS selaku penanggung jawab
modul riset yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam banyak
hal mengenai penelitian.
vi
6. Ibu Endah Wulandari, S. Si, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biokimia,
dan Ibu Zeti Harriyati, M. Biomed selaku PJ Laboratorium Biologi yang
telah memberikan izin penggunaan laboratorium.
7. Mbak Lilis, Mbak Ai, Mbak Suryani dan laboran-laboran lain yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam pengambilan data.
8. Seluruh responden penelitian yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, terima kasih telah bersedia menjadi subjek pada penelitian ini.
9. Ummi dan Abi atas pengorbanan tanpa pamrih, kasih sayang, dukungan
yang tidak pernah putus, doa-doa yang selalu dipanjatkan, serta semangat
kepada penulis selama melaksanakan penelitian.
10. Arbi Fadhli, Bcl atas do’a-do’a yang selalu dipanjatkan, kasih sayang,
pengertian dan motivasinya kepada penulis.
11. Teman-teman satu kelompok penelitian, Sari Dewi Apriana,
Abqariyatuzzahra Munasib, Faruq Yufarriqu Mufaza, dan M. Reza Syahli.
Terimakasih atas kerjasama, semangat pantang menyerah, serta dukungan
selama melakukan penelitian ini bersama-sama.
12. Teman-teman sejawat PSPD 2012 yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam
menempuh dunia mahasiswa kedokteran ini.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari
berbagai pihak. Demikian laporan penelitian ini penulis susun, semoga dapat
bermanfaaat.
Ciputat, 8 Oktober 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
Nabila Syifa. Program Studi Pendidikan Dokter. Peran Rokok Terhadap
Derajat Keasaman (pH) Saliva.
Tujuan: Penelitian ini menganalisis peran rokok terhadap derajat keasaman (pH)
saliva. Metode: Penelitian ini melibatkan 86 subjek yang dibagi menjadi dua
kelompok, 55 perokok dan 31 non-perokok, sebagai kontrol. Seluruh subjek
melewati tahap pengisian kuestioner, pemeriksaan fisik gigi dan mulut oleh dokter
gigi dan pengumpulan saliva yang tidak distimulasi. Pengukuran pH saliva
dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal. Hasil: Derajat keasaman
(pH) saliva secara signifikan (p<0.05) lebih rendah pada perokok dibanding non-
perokok. Penurunan pH saliva pada perokok berhubungan dengan jenis rokok dan
indeks Brinkman. Parameter klinis dari kesehatan gigi dan mulut (OHIS, CI) lebih
tinggi pada kelompok perokok dibanding non-perokok. Kesimpulan: Merokok
menurunkan pH saliva dan dapat mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut.
Kata kunci: merokok, derajat keasaman, saliva, kesehatan mulut
ABSTRACT
Nabila Syifa. Medical Education Study Program. The Role of Cigarette on
Salivary pH.
Objectives: The aim of this study was to analyze the role of cigarette on salivary
pH. Methods: This study comprised of 86 subjects divided into two groups, 55
smokers and 31 non-smokers, as a control group. All participants completed the
questioner, physical examination of mouth and teeth by the dentist and
unstimulated whole saliva were collected. Measurement of salivary pH were done
using the universal pH indicator. Results: Salivary pH was significantly lower in
smokers than non-smokers (p<0.05). Salivary pH decline in smokers associated
with kind of cigarette and Brinkman index. The clinical parameters of oral health
(OHIS,CI) were higher in smokers than non-smokers. Conclusions: Smoking
decrease salivary pH and can affect the oral health.
Keywords: smoking, salivary pH, saliva, oral health
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PENYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Hipotesis ........................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................... 3
1.4.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 3
1.5 Mandaat Penelitian ........................................................................ 3
1.5.1 Bagi Peneliti ........................................................................ 3
1.5.2 Bagi Masyarakat .................................................................. 3
ix
1.5.3 Bagi Civitas Akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4
2.1 Landasan Teori .............................................................................. 4
2.1.1 Saliva ................................................................................... 4
2.1.1.1 Anatomi Kelenjar Saliva ......................................... 4
2.1.1.2 Komposisi dan Fungsi ............................................ 5
2.1.1.3 Mekanisme Sekresi Saliva ...................................... 6
2.1.1.4 Pengaturan Sekresi Saliva dan Faktor yang
Mempengaruhi ........................................................ 7
2.1.1.5 Metode Pengambilan Saliva ................................... 9
2.1.1.6 Pengaturan pH Saliva dan Faktor yang
Mempengaruhi ........................................................ 11
2.1.1.7 Metode Pengukuran pH Saliva ............................... 12
2.1.2 Tembakau/Rokok ................................................................ 13
2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau/Rokok ...................... 13
2.1.2.2 Kandungan Rokok .................................................. 14
2.1.2.3 Klasifikasi Perokok ................................................. 16
2.1.2.4 Efek Rokok Terhadap pH Saliva ............................ 18
2.1.3 Kesehatan Gigi dan Mulut .................................................. 19
2.1.3.1 Status Kesehatan Gigi dan Mulut ........................... 19
2.1.3.2 Efek Rokok Terhadap Status Kesehatan Gigi dan
Mulut ....................................................................... 21
2.2 Kerangka Teori .............................................................................. 23
2.3 Kerangka Konsep .......................................................................... 24
2.4 Definisi Operasional ...................................................................... 25
BAB 3. METODE PENELITIAN ................................................................ 29
3.1 Desain Penelitian ........................................................................... 29
x
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 29
3.3 Kriteria Subjek Penelitian ............................................................. 29
3.4 Besar Sampel Penelitian ................................................................ 30
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 31
3.6 Cara Kerja Penelitian .................................................................... 31
3.7 Manajemen dan Analisis Data ...................................................... 32
3.8 Alur Penelitian .............................................................................. 32
3.9 Identifikasi Variabel ...................................................................... 33
3.10 Rencana Managemen dan Analisis Data ..................................... 33
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 34
4.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 34
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ........................................... 34
4.1.2 Karakteristik Perokok .......................................................... 35
4.1.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian ........... 35
4.1.4 Derajat Keasaman (pH) Saliva Subjek Penelitian ............... 36
4.1.5 Hubungan Indeks Brinkman, Jenis Rokok dan Konsumsi
Kopi dengan Derajat Keasaman (pH) Saliva ...................... 36
4.1.6 Analisis Multivariat Indeks Brinkman, Jenis Rokok dan
Konsumsi Kopi dengan Derajat Keasaman (pH) Saliva ..... 37
4.2 Pembahasan ................................................................................... 37
4.3 Aspek Keislaman .......................................................................... 40
BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 42
5.1 Simpulan ....................................................................................... 42
5.2 Saran .............................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 43
LAMPIRAN ................................................................................................... 47
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva ............................................................. 4
Gambar 2.2 Mekanisme Sekresi Saliva .......................................................... 7
Gambar 2.3 Jalur Persarafan Sekresi Saliva ................................................... 8
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tembakau Bahan Rokok .................................. 14
Tabel 2.2 Interpretasi Nilai Debris Index dan Calculus Index ........................ 20
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian ....................................................... 34
Tabel 4.2 Karakteristik Perokok ..................................................................... 35
Tabel 4.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian ...................... 35
Tabel 4.4 Hubungan Indeks Brinkman, Jenis Rokok, dan Konsumsi Kopi
dengan pH Saliva ............................................................................ 36
Tabel 4.5 Analisis Multivariat Indeks Brinkman, Jenis Rokok, dan
Konsumsi Kopi dengan pH Saliva .................................................. 37
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CI: Calculus Index
DI: Debris Index
DMFT: Decayed Missing Filled Teeth
IB: Indeks Brinkman
KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia
OHIS: Oral Hygiene Index Simplified
pH: power of Hidrogen
Riskesdas: Riset Kesehatan Dasar
WHO: World Health Organization
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir Informed Consent dan Data Responden ...................... 47
Lampiran 2. Dokumentasi Penelitian .............................................................. 58
Lampiran 3. Grafik Analisis Post Hoc Hubungan pH Saliva dengan Indeks
Brinkman ......................................................................................................... 59
Lampiran 4. Riwayat Penulis .......................................................................... 60
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rokok merupakan masalah besar di dunia. Tidak hanya meningkatkan risiko
kesehatan, merokok juga dapat menyebabkan kematian. Telah dilaporkan
memang terjadi penurunan prevalensi perokok sejak tahun 1980, tetapi prevalensi
perokok muda meningkat karena pertumbuhan penduduk yang tinggi. Tercatat
bahwa Indonesia dan Timor Leste menyumbang lebih dari 50% perokok pada
tingkat internasional. Di negara Indonesia sendiri, provinsi Nusa Tenggara Timur
menyumbang jumlah perokok terbanyak yaitu 55,6%.1-3
Hampir setiap orang mengetahui bahaya rokok. Slogan produk rokok pun jelas
menuliskan rokok dapat menyebabkan kematian karena berbagai zat yang
terkandung di dalamnya. Bahan utama pembuatan rokok adalah daun tembakau.
Komponen utama yang terdapat di dalam tembakau adalah nikotin. Nikotin
bersifat adiktif yang dapat membuat seorang perokok menjadi kecanduan. Proses
pembuatan rokok sendiri terjadi penambahan beberapa zat lainnya seperti tar,
benzena, fomaldehida, dan hidrogen sianida. Zat-zat ini termasuk ke dalam lima
puluh zat karsinogen yang terkandung dalam sebatang rokok jika dihisap.4
Efek konsumsi rokok sangatlah banyak. Konsumsi rokok dapat menyebabkan
penyakit tidak menular seperti kanker, diabetes mellitus, penyakit paru obtruktif
kronis dan penyakit pada sistem kardiovaskular. Mulut sebagai tempat pertama
terpaparnya rokok juga dapat mengalami masalah. Seorang perokok memiliki
resiko terjadi akumulasi karang gigi dan mempercepat terbentuknya plak gigi.1,5
Rongga mulut memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah masuknya zat
asing ke dalam tubuh. Peran ini dimainkan oleh saliva. Saliva adalah cairan yang
disekresikan oleh kelenjar eksokrin. Kelenjar saliva akan mengeluarkan
produknya yang berisi elektrolit dan protein ke rongga mulut. Saliva bekerja
dengan melubrikasi dan melindungi mukosa mulut dengan musin sehingga
mencegah penempelan radikal bebas. Selain mucin, saliva memiliki derajat
keasamaan (pH) yang juga berperan dalam sistem pertahanan mulut dengan cara
menetralkan pH mulut dari mikroorganisme yang menghasilkan asam.6
2
Athra tahun 2005 melaporkan bahwa merokok dalam jangka panjang
berhubungan dengan kejadian karies gigi namun tidak berhubungan dengan pH
saliva. Selanjutnya pada tahun 2013, Voelker dkk, melakukan studi pendahuluan
dengan hasil tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara pH saliva, kapasitas
buffer, kualitas saliva, dan jumlah Streptococcus mutans pada perokok. Kanwar,
dkk pada tahun yang sama melakukan penelitian di India untuk menilai efek
jangka panjang merokok terhadap pH saliva dan kualitas saliva. Hasil dari
penelitian tersebut didapatkan penurunan kualitas saliva dan pH saliva antara
perokok dan non-perokok.7-9
Kebiasaan merokok erat kaitannya dengan kebiasaan minum kopi. Kopi
mengandung karbohidrat sederhana dengan konsentrasi tinggi yang dapat
difermentasi oleh mikroorganisme dalam rongga mulut dan menghasilkan asam.
Kebiasaan minum kopi tersebut dapat memperparah penurunan pH saliva dan
meningkatkan risiko gangguan pada rongga mulut. Oleh karena itu perlu
diperhatikan kebiasaan minum kopi dalam kebiasaan merokok.19
Melihat besarnya angka prevalensi perokok di Indonesia dan efek negatif rokok
terhadap kesehatan mulut, maka perlu dilakukan penelitian untuk menilai derajat
keasamaan (pH) saliva dan menentukan seberapa besar perubahan yang terjadi.
Perubahan pH saliva dapat berpengaruh terhadap pengaturan mineralisasi dan
demineralisasi gigi. Terganggunya pengaturan tersebut dapat menyebabkan
penurunan kesehatan gigi dan mulut.6,10
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana peran rokok terhadap derajat keasaman (pH) saliva pada laki-laki
perokok dan non-perokok?
1.3 Hipotesis
Rokok dapat mempengaruhi derajat keasamaan (pH) saliva pada laki-laki
perokok.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
3
- Diketahuinya peran rokok terhadap kualitas saliva.
1.4.2 Tujuan Khusus
- Diketahuinya perbedaan derajat keasaman (pH) saliva antara laki-
laki perokok dan non-perokok.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk :
1.5.1 Bagi peneliti
- Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Pendidikan
Dokter.
- Menambah pengetahuan mengenai peran rokok terhadap derajat
keasaman (pH) saliva.
1.5.2 Bagi masyarakat
- Menambah pengetahuan mengenai peran rokok terhadap derajat
keasaman (pH) saliva.
1.5.3 Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatulla Jakarta
- Sumber pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti
selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang berkaitan
dengan penelitian ini.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Saliva
2.1.1.1 Anatomi Kelenjar Saliva
Saliva disekresi oleh kelenjar eksokrin. Terdapat kelenjar mayor
dan minor yang mensekresi saliva ke rongga mulut. Kelenjar mayor di
antaranya yaitu, kelenjar parotid, kelanjar submandibular dan kelenjar
sublingual. Ketiga kelenjar ini berperan 90% dalam menghasilkan saliva.
Letak anatomi ketiga kelenjar tersebut berada di luar rongga mulut. Sesuai
dengan perkembangannya, kelenjar eksokrin memiliki bagian sekresi yaitu
saluran yang menghubungan kelenjar dengan epitel permukaan. Sehingga
setiap kelenjar mayor penghasil saliva memiliki duktus masing-masing
untuk mensekresikan saliva ke rongga mulut.11,12
Gambar 2.1 Anatomi Kelenjar Saliva11
(Sumber: Mescher, 2010)
Sepasang kelenjar parotid terletak pada inferior dan anterior
telinga, berada di antara kulit dan otot masseter. Duktus parotid (duktus
Stensen’s) masuk ke rongga mulut dengan menembus otot buccinator dan
bermuara dekat gigi molar atas kedua. Kelenjar submandibular berada di
5
sepanjang korpus mandibula, duktusnya (duktus Wharton’s) berjalan dari
lateral ke medial dan bermuara pada kurunkula sublingualis. Kelenjar
sublingual yang terletak di bawah lidah mempunyai dua duktus, duktus
sublingualis mayor (duktus Bartholin’s) berjalan dari pars inferior kelenjar
sublingual kemudian berakhir bersama duktus submandibularis pada
kurunkula sublingulis dan duktus sublingualis minor berjalan dari pars
superior kelenjar sublingualis kemudian bermuara pada plika
sublingualis.13,14
2.1.1.2 Komposisi dan Fungsi
Berdasarkan cara menghasilkan produk sekretoriknya, kelenjar
saliva termasuk kelenjar eksokrin dengan sekresi merokrin, yaitu
melibatkan eksositosis tipikal protein dalam sekresinya. Bergantung pada
jenis protein yang terlibat, hasil sekresi terbagi menjadi serosa dan
mukosa. Untuk kelenjar parotid, hasil sekresinya bersifat serosa (encer).
Sedangkan kelenjar submadibula bersifat seromukosa (90% serosa, 10%
mukosa) dan kelenjar sublingual bersifat mukoserosa (banyak
menghasilkan yang kental).11,12,14
Secara umum kandungan saliva adalah air, hanya sekitar 0,5% zat
terlarut di dalamnya. Selain ion seperti natrium, kalium, klorida, fosfat,
dan bikarbonat, terdapat urea, asam urat, enzim bakteriolitik dan enzim
pencernaan. Namun, untuk lebih spesifiknya, komposisi saliva tergantung
jenis sel sekretorik yang terdapat pada masing-masing kelenjar.11,12
Sel sekretorik utama pada kelenjar saliva terbagi atas sel sekretorik
serosa dan sel sekretorik mukosa. Sel sekretorik serosa berbentuk seperti
segitiga dan bertaut satu dengan yang lain membentuk massa sferis
sehingga biasa disebut asinus serosa. Sel asinar serosa yang terdapat pada
kelenjar parotid memiliki banyak retikulum endoplasma kasar, kompleks
golgi dan granula sekretorik. Sesuai dengan organel sel yang dimilikinya,
sel ini menghasilkan produk akhir berupa protein yaitu enzim perncernaan
amilase. Sedangkan sel sekretorik mukosa berbentuk kuboid sampai
silindris dan tersusun membentuk tubulus, sehingga disebut tubulus
6
mukosa. Sel ini banyak terdapat pada kelenjar sublingual dan sedikit pada
kelenjar submandibula. Hanya saja, pada kedua kelenjar tersebut sel
tubulus mukosa mempunyai tudung sel serosa yang disebut sel demilun
serosa yang sifatnya sama dengan sel serosa. Sel demilun ini
menghasilkan amilase dan lisozim.12
Komposisi saliva menggambarkan fungsi dari saliva itu sendiri.
Banyaknya kandungan air berfungsi untuk memudahkan proses
mengunyah dan melarutkan makanan. Klorida mengaktivasi enzim
amilase yang jelas berfungsi dalam proses pencernaan yaitu mendegradasi
karbohidrat. Bikarbonat dan fosfat sebagai pengatur tingkat keasaman
saliva, sedangkan lisozim sebagai fungsi proteksi menghancurkan dinding
bakteri. 6,11,14
2.1.1.3 Mekanisme Sekresi Saliva
Kelenjar saliva manusia mensekresi 1-1,5 liter saliva setiap
harinya. Mekanisme sekresi cairan saliva melibatkan dua fase, yaitu
sekresi cairan (saliva primer) dan reabsorbsi NaCl diikuti sekresi kalium.
Sekresi air oleh sel asinar tersebut membutuhkan ion klorida. Transpor ion
klorida melibatkan Na+K
+ATPase untuk menghasilkan energi sehingga
terjadi influks Cl melalui kanalnya pada membran basolateral. Konsentrasi
kalsium intraselular yang meningkat akan membuka kanal klorida pada
membran luminal dan kanal kalium pada membran basolateral.
Pembukaan kanal ini menyebabkan klorida berpindah dari dalam sel ke
lumen dan kalium dari dalam sel ke ruang interstisial. Banyaknya klorida
dalam lumen akan menarik natrium melalui transpor paraseluler dan
terbentuklah NaCl. Karena perbedaan gradien osmotik yang dihasilkan
oleh peningkatan NaCl menyebabkan penarikan air ke lumen.14,15
Saliva primer yang bersifat isotonik akan mengalami modifikasi
saat melintasi duktus striata kelenjar saliva. Terjadi sekresi kalium dan
bikarnonat serta reabsorbsi NaCl tanpa diikuti reabsorbsi air. Hal ini
dikarenakan duktus kelenjar saliva yang bersifat tidak permeabel terhadap
7
air. Reabsorbsi NaCl yang melebihi sekresi kalium dan bikarbonat
menyebabkan hasil akhir Saliva yang bersifat hipotonik.14,15
Gambar 2.2 Mekanisme Sekresi Saliva16
(Sumber: Smith PM, 2004)
Protein yang terkandung dalam saliva disekresikan oleh kelenjar
saliva dengan dua cara yaitu, sekresi vesikular dan sekresi granular.
Sekresi vesikular bersifat kontinu tanpa dipengaruhi stimulus eksternal
sedangkan sekresi granular sangat terikat stimulus eksternal. Sekresi
granular ini terjadi dalam proses pembentukan protein enzim pencernaan
di kelenjar parotid. 12,14
2.1.1.4 Pengaturan Sekresi Saliva dan Faktor yang Mempengaruhi
Variasi jumlah saliva yang disekresi setiap harinya dipengaruhi
oleh banyak hal. Perbedaan kelenjar yang memproduksi saliva, tipe sel,
neurotransmiter dan reseptor pada setiap kelenjar, stimulus dari luar serta
keterlibatan persarafan autonom adalah beberapa faktor yang
memperngaruhi hasil produksi saliva. Semua faktor tersebut tidak hanya
mempengaruhi jumlah saliva, melainkan juga komposisi yang terkandung
di dalamnya seperti protein dan elektrolit. 14
8
Rangsangan dari luar mempengaruhi produksi saliva melalui jalur
aferen dengan cara menerima rangsangan pada reseptor sensori. Aroma
yang terhirup melintasi lamina kribosa kemudian mencapai reseptor
olfaktorius dan menimbulkan efek sekresi saliva oleh kelenjar
submandibular. Namun, aroma yang bersifat mengiritasi seperti aroma
pedas dapat menimbulkan efek sekresi saliva oleh kelenjar parotid. Rasa
asam, manis, asin dan pahit juga merangsang sekresi saliva berdasarkan
lokasi rangsangan yang diterima oleh lidah. Pada bagian anterior lidah,
rangsangan akan menyebabkan sekresi saliva oleh kelenjar submandibular.
Sedangkan rangsangan yang diterima pada bagian posterior dan lateral
akan menyebabkan sekresi saliva oleh kelenjar parotid. Hal ini berkaitan
dengan inervasi pada kelenjar saliva, dimana nervus fasialis menginervasi
kelenjar submandibular dan sublingual sedangkan nervus glossofaringeal
menginervasi kelenjar parotid. Selain itu, selama mengunyah makanan,
mekanoreseptor pada ginggiva akan teraktivasi dan merangsang kerja saraf
parasimpatis dan menyebabkan hasil akhir sekresi saliva. 14,16
Gambar 2.3 Jalur Persarafan Sekresi Saliva16
(Sumber: Smith PM, 2004)
Impuls rangsangan akan diteruskan ke tingkat yang lebih tinggi
untuk akhirnya menghasilkan saliva. Nervus fasialis dan nervus
glossofaringeal berakhir di nukleus solitarius di medulla oblongata.
9
Selanjutnya jalur eferen nervus fasialis melalui ganglion submandibular
untuk mencapai kelenjar submandibula dan sublingual. Sedangkan jalur
eferen nervus glossofaringeal melalui ganglion otic untuk mencapai
kelenjar parotid. Selain melalui persarafan parasimpatis, saraf simpatis
pada segmen torakal medulla spinalis juga berperan dalam jalur eferen
sekresi saliva. Jalur post ganglion simpatis dari ganglion servical berjalan
menginervasi ketiga kelenjar saliva dan mempengaruhi sekresi saliva. 14,16
Tidak hanya stimulus dari luar saja yang dapat mempengaruhi
sekresi saliva. Faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi saliva terutama
laju aliran saliva adalah sebagai berikut.6
1. Hidrasi. Keadaan hiperhidrasi dapat meningkatkan laju aliran
saliva dan sebaliknya.
2. Irama sirkardian. Laju aliran saliva meningkat pada akhir siang
dan menurun mendekati nol selama tidur.
3. Konsumsi obat. Obat yang bersifat anti kolinergik seperti
antidepresan, antipsikotik, antihistamin dan antihipertensi dapat
menurunkan laju aliran saliva.
4. Konsumsi alkohol. Alkohol dapat menurunkan laju aliran
saliva.
5. Penyakit sistemik. Dapat mempengaruhi psikoemosional dan
merubah komposisi biokimia saliva.
6. Jenis kelamin. Perempuan cenderung memiliki kelenjar saliva
yang lebih kecil dibanding laki-laki. Hal ini menyebabkan laju
aliran saliva pada perempuan lebih rendah dibandingkan laki-
laki.
2.1.1.5 Metode Pengambilan Saliva
Secara umum pengukuran sekresi saliva dapat dilakukan dengan
beberapa cara di antaranya dengan menggunakan sekresi saliva tanpa
stimulasi, dengan stimulasi dan pengumpulan saliva khususnya glandula
parotid dengan atau tanpa stimulasi. Saliva yang disekresikan tanpa
stimulasi menggambarkan laju aliran saliva basal yang dalam sehari
10
berada di mulut selama 14 jam. Sedangkan saliva dengan stimulasi
disekresikan selama mengkonsumsi makanan sehingga kurang lebih ada di
dalam mulut dalam waktu 2 jam. Untuk menilai status glandula saliva dan
komponen yang terkandung di dalamnya maka digunakan pengumpulan
saliva tanpa stimulasi, sedangkan untuk menilai fungsi cadangan
digunakan saliva dengan stimulasi. 21,25
Terdapat lima cara yang biasanya digunakan pada penelitian dalam
pengumpulan saliva tanpa stimulasi, di antaranya sebagai berikut: 25
1. Metode Spitting
Saliva dikumpulkan dalam rongga mulut dengan keadaan
mulut tertutup. Kemudian setiap satu menit dikeluarkan dan
ditampung dalam wadah. Pengumpulan saliva ini dilakukan selama
lima hingga lima belas menit.
2. Metode Arbsorbent
Saliva dikumpulkan dengan cara meletakkan penyerap
seperti swab, cotton, atau sponge dalam mulut selama satu sampai
lima menit. Metode ini mempengaruhi laju aliran saliva, sehingga
dalam pelaksanaannya penyerap diletakkan selama dua menit
dalam mulut untuk menghindari adanya perubahan konsentrasi
komponen akibat aliran saliva yang terlalu tinggi.26
3. Passive Drool
Pada metode ini saliva dikumpulkan dalam beberapa menit
secara pasif dalam wadah penampungan tanpa adanya rangsangan
mekanoreseptor.
4. Suction
Pengumpulan saliva menggunakan metode ini dilakukan
dengan menggunakan alat berupa syringe, micropipet, saliva ejector,
atau dengan gentle suction. Aspirasi saliva dapat disesuaikan
berdasarkan kelenjar yang ingin diteliti.
5. Arbsorbent (swab)
Metode ini biasanya digunakan untuk mengidentifikasi
komponen-komponen saliva. Pada metode ini dibutuhkan alat
11
sentrifuse untuk pemutaran sampel saliva yang sudah dikumpulkan
dengan meletakkan swab, cotton, atau sponge gauze pada orificium
kelenjar saliva.
2.1.1.6 Pengaturan pH Saliva dan Faktor yang Mempengaruhi
Dalam menjaga lingkungan mulut, saliva memiliki pengaturan
terhadap keasaman saliva. Untuk menahan perubahan ion yang terjadi,
saliva memiliki sistem penyangga berupa bikarbonat, fosfat dan sistem
protein. Kadar bikarbonat saliva sangat bergantung dengan laju aliran
saliva. Ketika laju aliran saliva menurun, maka jumlah ion-ion yang
terkandung dalam saliva juga ikut menurun, salah satunya bikarbonat.
Dawes, 2005 menyatakan bahwa konsentrasi bikarbonat pada saliva
meningkat dengan adanya peningkatan laju aliran saliva. Pada laju aliran
saliva 0,5 ml/menit, didapatkan pH saliva sebesar 7,3 dan pada laju aliran
saliva 1,0 ml/menit, pH saliva meningkat menjadi 7,5.17
Pada keadaan tidak terstimulasi, bikarbobat dan fosfat berperan
seimbang dalam menjaga derajat keasaman saliva. Sedangkan ketika
terstimulasi, kerja kelenjar parotid meningkat dan sekresi bikarbonat akan
semakin banyak, sehingga pada keadaan terstimulasi bikarbonat berperan
90% sebagai peyangga. Pada saat terstimulasi tersebut, kemungkinan
reabsorbsi bikarbonat menjadi lebih sedikit karena peningkatan laju aliran
saliva, yang menyebabkan peningkatan kadar bikarbonat ketika laju aliran
saliva meningkat. Pada keadaan laju aliran saliva yang sangat menurun,
pH saliva dapat mencapai nilai kritis yaitu 5 dan penyangga yang lebih
berperan adalah derivat protein.16,17
Selain sebagai penyangga, bikarbonat dapat berdifusi ke dalam
plak gigi dan merubah amin menjadi amonia kemudian menetralkan asam.
Peyangga lainnya yang ada pada saliva adalah urea, produk hasil asam
amino dan katabolisme protein. Urea dapat meningkatkan pH saliva
setelah dihidrolisis oleh bakteri urease yang menghasilkan amonia dan
karbon dioksida.6,18
12
Karena hubungan antara pH saliva dan laju aliran saliva, maka
faktor yang mempengaruhi laju aliran saliva adalah faktor yang juga
mempengaruhi pH saliva. Selain itu, asupan makanan tinggi karbohidrat
juga dapat menyebabkan pH saliva menurun karena mudah mengalami
fermentasi menghasilkan asam melalui glikolisis oleh bakteri
Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus.10
2.1.1.7 Metode Pengukuran pH Saliva
Secara umum pengukuran pH saliva dapat dilakukan dengan cara
semikuantitatif dan kuantitatif. Pengukuran pH saliva dengan
menggunakan kertas lakmus dan indikator pH adalah contoh pengukuran
dengan cara semikuantitatif. Hal ini karena hasil yang didapatkan berupa
perubahan warna dan memiliki makna nilai tertentu. Seperti kertas lakmus
biru yang berubah menjadi merah yang mengartikan pH asam (<7) dan
perubahan warna pada indikator pH yang hasilnya disesuaikan dengan
papan warna sesuai pabrik produksi masing-masing. Sedangkan
pengukuran kuantitatif adalah pengukuran menggunakan alat digital
dengan tingkat ketelitian lebih tinggi untuk mengetahui pH saliva.
Melihat dari penelitian sebelumnya yang juga mengukur pH saliva,
Singh, 2015 melakukan penelitian untuk melihat efek merokok jangka
panjang terhadap pH saliva dan laju aliran saliva dengan menggunakan
pengukuran indikator pH (kertas Indikrom). Saliva yang tidak distimulasi
dikumpulkan dalam tabung yang memakai tanda ukuran, kemudian strip
indikator dicelupkan ke dalam saliva selama 30 detik dan warna yang
dihasilkan dibandingkan dengan papan warna yang dikeluarkan oleh
pabrik. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Kanwar A, 2013
untuk melihat efek jangka panjang tembakau terhadap pH saliva dan laju
aliran saliva. Digunakan metode dengan strip pH spesifik saliva yang
segera dicelupkan ke dalam saliva setelah pengukuran laju aliran saliva.9,20
Pada penelitian Voelker, 2013 untuk melihat hubungan pH saliva
dengan merokok digunakan metode pengukuran menggunakan strip pH
yang ditempelkan pada mukosa pipi selama 10 detik dan dibandingkan
13
dengan papan warna pada Saliva Check Buffer Testing Mat untuk
pengukuran saliva yang tidak terstimulasi. Sedangkan untuk saliva yang
distimulasi, strip pH dicelupkan kedalam wadah yang berisi saliva selama
10 detik dan dibandingkan dengan papan warna pada Saliva Check Buffer
Testing Mat. Saliva yang distimulasi juga diukur kembali dengan
menggunakan TwinpH meter elektronik dengan sampel saliva mengenai
sensor alat yang sudah dikalibrasi.8
2.1.2 Tembakau/ Rokok
2.1.2.1 Definisi dan Jenis Tembakau/Rokok
Menurut KBBI, tembakau adalah tanaman dengan nama latin
Nicotiana tabacum, berdaun lebar dan daunnya diracik halus dan
dikeringkan untuk bahan baku rokok. Sedangkan rokok menurut Peraturan
Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang
mengandung zat adiktif adalah salah satu produk tembakau yang
dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya,
termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang
dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan
atau tanpa bahan tambahan.27,28
Secara umum terdapat dua jenis rokok yang diproduksi di
Indonesia, yaitu rokok kretek dan rokok putih. Rokok juga dapat dibagi
berdasarkan bahan campuran yang terkandung di dalamnya.29,30
1. Rokok Kretek
Rokok ini berisi tembakau dengan campuran cengkeh.
Pembuatannya dapat dengan menggunakan tangan atau mesin.
2. Rokok Putih
Jenis rokok ini adalah rokok dengan atau tanpa filter yang
berisi tembakau tanpa campuran cengkeh, boleh diberi bahan
tambahan lainnya sesuai dengan yang diperbolehkan oleh
pemerintah.
14
3. Cerutu
Salah satu produk tembakau berisi campuran serpihan
tembakau tanpa tambahan bahan lain dan dibalut dengan
lembaran daun tembakau.
2.1.2.2 Kandungan Rokok
Berikut kandungan kimia tembakau yang sudah melewati proses
pengeringan dan fermentasi dan telah siap digunakan.
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Tembakau Bahan Rokok
Golongan Kandungan (%)
Selulose 7-16
Gula 0-22
Trigliserida 1
Protein 3,5-20
Nikotin 0,6-5,5
Pati 2-7
Abu (Ca, K) 9-25
Bahan Organik 7-25
Lilin 2,5-8
Pektinat, polifenol, flavon, karotenoid,
minyak atsiri, parafin, sterin, dll.
7-12
(Dikutip dari: Tirtosastro, 2009)
Jumlah total komponen kimia pada tembakau yang telah siap
dibuat rokok adalah sebanyak 2500. Sebanyak 1100 terdapat dalam asap
rokok dan 1400 mengalami degradasi dan bereaksi kembali membentuk
4800 komponen kimia baru. Di antara seluruh komponen kimia tersebut,
beberapa memiliki efek terhadap kesehatan, yaitu sebagai berikut.23,32,38
1. Nikotin.
Merupakan senyawa alkaloid yang dapat menyebabkan
ketagihan dan gangguan pada jantung serta paru-paru. Nikotin
ditemukan pada fase partikular pada aliran asap rokok ketika
dihisap (mainstream smoke), maupun aliran asap ketika rokok
tidak dihisap (sidestream smoke).
2. Tar/NFDPM (Nicotine Free Dry Particulate Matter)
15
Tar dihasilkan ketika tembakau dibakar. Konsedat asap yang
berisi seribu komponen berbeda dikurangi air dan nikotin
adalah tar. Ketika dingin, tar akan menjadi padat dan
membentuk endapan coklat pada permukaan gigi, saluran nafas
dan paru-paru. Tar tersusun atas senyawa organik dan
anorganik dan bersifat karsinogenik.
3. TSNA (tobacco specific nitrosamine).
Terkandung pada daun tembakau dalam jumlah sedikit, namun
dapat meningkat akibat proses pengovenan dan aktivitas
mikroba yang menghasilkan nitrit. TSNA bersifat sangat
karsinogenik.
4. PAH (polynuclear aromatic hydrocarbons)
Dibentuk melalui pirolisis rantai panjang hidrokarbon, terpenes
dan phytosterol (stigmasterol, parafin, gula, asam amino,
selulosa). PAH yang berasal dari pirolisis selulosa adalah
benzo[a]pyrene (B-a-P). Komponen ini adalah salah satu
karsinogen paling poten yang tidak ditemukan langsung pada
daun tembakau tetapi melalui pirolisis pada suhu panas
pembakaran rokok.
5. Karbon Monoksida
Gas yang dibentuk dari beberapa material seperti kayu, batu
bara dan minyak panas yang dibakar. Ketika rokok dibakar
akan membentuk gas ini sebagai salah satu komponen asap.
Gas ini berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular
karena dapat terikat lebih kuat dengan hemoglobin
dibandingkan oksigen dalam darah.
6. NTRM (nontobacco related-material).
Bahan lainnya pada rokok seperti pembungkus kertas dan filter
yang mengandung selulosa sebagai bahan dasar pembentukan
B-a-P. Material ini juga dapat yang mempengaruhi kadar
komponen kimia yang terhisap.
16
Selain komponen di atas, terdapat komponen asam organik seperti
asam oksalat, sitrat, malat yang memberi kesegaran saat menghisap asap
rokok. Asap rokok yang asam juga berpengaruh mempermudah absorpsi
nikotin. Penambahan gula pada proses pembuatan rokok juga
menghasilkan asap rokok yang asam (pH= 5,2-6,2), tetapi dinetralkan
kembali dengan tambahan komponen nitrogen.23,31,32
Antara jenis rokok putih dan kretek terdapat perbedaan komponen
kimia di dalamnya. Dalam rokok kretek ditemukan lima komponen kimia
yang tidak terdapat pada rokok putih, yaitu eugenol, acetyl eugenol, B-
caryophyllene, x-humulene, dan caryophyllene epoksida. Hal lainnya yang
membedakan adalah kadar tar pada asap rokok kretek lebih besar
dibandingkan rokok putih. Jumlah komponen ini juga dipengaruhi oleh
filter pada rokok dan sifat porositas dari kertas rokok pada pangkal batang
rokok. 22,29
2.1.2.3 Klasifikasi Perokok
Menurut National Clearinghouse on Smoking and Health 1955,
perokok adalah yang semasa hidupnya mengkonsumsi 100 batang rokok
atau lebih dan masih mengkonsumsinya hingga saat ini. Definisi ini terus
berkembang hingga pada tahun 1998 WHO memberikan definisi perokok
adalah seseorang yang pada saat dilakukan survey menghisap produk
tembakau apapun, baik setiap hari maupun terkadang-kadang. Klasifikasi
perokok menurut WHO antara lain:33
1. Perokok harian (daily smoker) yaitu seseorang yang merokok apapun
jenis produk tembakau, setidaknya sekali dalam sehari
2. Perokok sesekali (occasional smoker) yaitu seseorang yang merokok
tetapi tidak setiap hari. Occasional smokers dibagi menjadi:
- Reducers yaitu seseorang yang dulunya merokok setiap hari tetapi
sekarang tidak merokok setiap hari
- Continuing occasional yaitu seseorang yang telah merokok 100
batang atau lebih tetapi tidak merokok setiap hari dan saat ini tidak
merokok setiap hari.
17
- Experimenters yaitu seseorang yang telah merokok kurang dari 100
batang dan saat ini tidak merokok setiap hari.
Seorang non-perokok adalah seseorang yang pada saat dilakukan
survey tidak merokok produk tembakau sama sekali. Klasifikasi non-
perokok menurut WHO antara lain:33
1. Ex-smokers yaitu seseorang yang dulunya merokok setiap hari tetapi
saat ini tidak merokok sama sekali.
2. Never smokers yaitu seseorang yang tidak pernah merokok sama
sekali atau tidak pernah merokok setiap hari atau pernah merokok
kurang dari 100 batang sepanjang hidupnya.
3. Ex-occasional smokers yaitu seseorang yang dulunya pernah merokok
sesekali tetapi tidak setiap hari dan pernah merokok 100 batang atau
lebih sepanjang hidupnya.
Selain itu, kebiasaan merokok dapat diklasifikasikan berdasarkan
derajat beratnya merokok dengan indeks Brinkman. Indeks Brinkman
didapatkan dari jumlah batang rokok yang dihisap perhari dan lama
merokok dalam tahun sebagai variabelnya. Rumusnya sebagai berikut:34
Indeks Brinkman =
(Jumlah batang rokok yang dihisap perhari) x (Lama merokok dalam
tahun)
Pembagian derajat berat merokok dengan indeks Brinkman yaitu:
0-200 = perokok ringan
201-600 = perokok sedang
>600 = perokok berat
2.1.2.4 Efek Rokok terhadap pH Saliva
Rokok sebagai salah satu produk tembakau memiliki pengaruh
terhadap pH saliva. Paparan rokok yang terus-menerus pada kebiasaan
18
merokok yang menahun dapat mempengaruhi refleks yang berkaitan
dengan saliva yaitu pada taste receptor sebagai primary site sekresi saliva.
Peningkatan aktivitas kelenjar saliva ditemukan pada setiap orang yang
baru mulai merokok. Namun, pada konsumsi tembakau dalam jangka lama
juga tidak ditemukan penghambatan refleks yang berhubungan dengan
saliva. Walaupun tidak ditemukan banyak perbedaan laju aliran saliva
pada perokok dan non-perokok, tetapi terdapat penurunan konsentrasi zat
terlarut pada saliva ketika terjadi peningkatan laju aliran saliva akibat
konsumsi tembakau jangka lama.40
Total zat terlarut dalam saliva sekitar 0.7% dengan komponen
organik 0,5% dan sisanya inorganik. Komponen inorganik terdiri dari
berbagai elektrolit salah satunya bikarbonat dan fosfat sebagai penyangga
yang berperan menjaga kestabilan pH saliva. Sebagai salah satu komponen
zat terlarut, maka komsumsi rokok dalam jangka lama juga dapat
mempengaruhi konsentrasi bikarbonat dan fosfat dalam saliva.17,40
Penurunan konsentrasi zat terlarut akibat peningkatan laju aliran
saliva dapat disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena memang terjadi
peningkatan sekresi air pada saliva primer atau lebih sedikit sekresi air
tetapi zat terlarut yang direabsorbsi lebih banyak dari biasanya. Karena
tidak terdapat banyak perbedaan laju aliran saliva antara perokok dan non-
perokok, maka kemungkinan terjadi dua hal tersebut secara bersamaan.
Mekanisme lebih lanjut mengenai hal ini masih dalam penelitian, hanya
saja terdapat peningkatan konsentrasi sodium saat terjadi penurunan
kalsium dan potassium pada konsumsi tembakau dalam jangka lama.
Sehingga secara keselurahan pH saliva dapat mengalami penurunan karena
hal tersebut.40
2.1.3 Kesehatan Gigi dan Mulut
2.1.3.1 Status Kesehatan Gigi dan Mulut
19
Status kesehatan gigi dan mulut didapatkan dari hasil pemeriksaan
terhadap gigi dan mulut seseorang. Status ini menggambarkan suatu
keadaan atau kondisi kebersihan gigi dan mulut yang dibagi menjadi
kebersihan mulut baik, sedang atau buruk. Indeks yang umum digunakan
adalah Oral Hygiene Index Simplified (OHI-S) menurut Greene dan
Vermilion yang hasilnya didapatkan dari Debris Index (DI) dan Calculus
Index (CI) sebagai variabelnya. Rumus perhitungan OHI-S adalah sebagai
berikut:35,36
OHI-S = DI+CI
Kriteria untuk OHIS dalam menentukan keadaan mulut seseorang
yaitu:
- Skor 0,0-1,2 : baik
- Skor 1,3-3,0 : sedang
- Skor 3,1-6,0 : buruk
Debris Index (DI) adalah penilaian ada tidaknya debris pada
permukaan gigi, sedangkan Calculus Index (CI) adalah penilaian ada
tidaknya kalkulus pada permukaan gigi. Terdapat enam permukaan gigi
yang diperiksa, yaitu empat permukaan gigi posterior dan dua permukaan
gigi anterior. Permukaan gigi posterior yang diperiksa adalah molar satu
atau molar dua. Pada molar atas permukaan yang diperiksa adalah sisi
bukal, sedangkan pada molar bawah permukaan yang diperiksa adalahh
sisi lingual. Untuk permukaan gigi anterior yang diperiksa adalah
permukaan incisor kanan atas dan permukaan incisor kiri bawah.35
Hasil pemeriksaan Debris Index (DI) dan Calculus Index (CI)
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Interpretasi Nilai Debris Index dan Calculus Index
Skor Debris Index (DI) Calculus Index (CI) 0 Tidak ada debris Tidak terdapat kalkulus
20
1 Terdapat debris menutup tidak lebih 1/3 permukaan gigi
Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 Terdapat debris menutup lebih 1/3 sampai 2/3 permukaan gigi
Kalkulus supragingiva menutup lebih 1/3 sampai 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva berupa bercak hitam di sekitar leher gigi atau terdapat keduanya
3 Terdapat debris menutup lebih dari 2/3 permukaan gigi.
Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva merupakan cincin hitam di leher gigi atau terdapat keduanya
Sumber: Kartiyani, 2010
Untuk menilai status gingiva, digunakan skor Gingiva Index (GI)
menurut Loe dan Silness. Status gingiva adalah suatu keadaan atau kondisi
kesehatan gingiva yang menggambarkan gingiva dalam keadaan normal,
gingiva dengan inflamasi ringan, sedang, dan berat. Gingiva Index (GI)
adalah hasil pembagian antara skor yang didapatkan dengan jumlah gusi
yang diperiksa. Kriteria skor GI adalah:35
- 0 : gingiva normal.
- 1 : inflamasi ringan pada gingiva yang ditandai perubahan warna,
sedikit edema, palpasi tidak terjadi perdarahan.
- 2 : inflamasi gingiva sedang, warna merah, edema, berkilat, palpasi
terjadi perdarahan.
- 3 : inflamasi gingiva parah, warna merah terang atau merah
menyala, edema terjadi ulserasi, perdarahan spontan.
Penggolongan keparahan inflamasi gingiva dapat ditentukan
berdasarkan Gingiva Index (GI) sebagai berikut:
- 0,1-1,0 = inflamasi ringan
- 1,1-2,0 = inflamasi sedang
- 2,1-3,0 = inflamasi berat
2.1.3.2 Efek Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Mulut
21
Rongga mulut sebagai bagian pertama yang terpapar rokok
memiliki risiko lebih besar mengalami gangguan. Kebiasaan merokok
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit periodontal dan
dapat menurunkan status kesehatan gigi dan mulut. Menurut Arowojolu,
2013 merokok menyebabkan perubahan warna pada gigi, membuat
permukaan gigi menjadi kasar dan meningkatkan akumulasi plak. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitiannya yang menunjukkan nilai OHI-S dan GI
pada perokok lebih tinggi dibandingkan non-perokok. Sehingga dapat
disimpulkan kesehatan gigi dan mulut perokok lebih rendah dibandingkan
non-perokok.24
Nilai GI yang tinggi menandakan tanda inflamasi yang nyata pada
gingiva. Peningkatan inflamasi ini disebabkan penurunan aliran darah
karena pengaruh nikotin. Komponen kimia lainnya yang bersifat sitotoksik
juga dapat diabsorpsi melalui membran mukosa dan pembuluh darah
sehingga mempengaruhi jaringan lunak di rongga mulut.24,32
Penelitian yang dilakukan di Indonesia oleh Saptorini dan Kusuma,
2013 tentang faktor risiko yang berhubungan dengan status periodontal
pada pria perokok, didapatkan hasil higienitas mulut (OHIS), jumlah
batang rokok yang dihisap dan lama waktu merokok sebagai faktor risiko
status periodontal. Dari 85 subjek penelitian yang merokok didapatkan
higienitas mulut buruk sebanyak 81.2% dan sisanya memiliki higenitas
mulut sedang. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa merokok
berhubungan dengan penyakit periodontal terkait dosis rokok yang
dikonsumsi. Jika jumlah rokok yang dihisap dan tahun lama merokok
meningkat setiap hari, maka risiko periodontitis semakin tinggi.37
Kandungan nikotin dalam asap rokok dapat menghambat
perlekatan dan pertumbuhan sel fibroblast ligamen periodontal dan
merusak sel membran. Selain itu, nikotin dapat bekerja sebagai
kemoatraktan yang dapat menyebabkan akumulasi netrofil dan
mengaktifkannya melepaskan granul berisi protease sel yang dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. Perubahan panas akibat pembakaran
rokok juga dapat mengiritasi mukosa mulut secara langsung dan
22
menyebabkan perubahan vaskularisasi dan sekresi saliva. Hal ini
menyebabkan peningkatan laju aliran saliva dan konsentrasi ion kalsium
sehingga dapat menyebabkan peningkatan skor kalkulus.38,41
Kebiasaan merokok juga dapat mempengaruhi akumulasi plak dan
meningkatkan karies gigi. Zinser, dkk melakukan penelitian antara
kebiasaan merokok dan karies gigi pada supir truk di Mexico. Didapatkan
hasil DMFT perokok lebih tinggi dibandingkan non-perokok. Selain itu,
semakin banyak konsumsi rokok perhari maka semakin tinggi terjadinya
karies. Sama halnya dengan hasil penelitian Al-Weheb, 2005 yang
didapatkan perbedaan DMFT pada perokok dan non-perokok. Hasil
penghitungan Lactobacillus didapatkan lebih tinggi pada perokok
dibandingkan non-perokok. Dan terdapat hubungan antara DMFT dengan
perhitungan Lactobacillus, sehingga dapat disimpulkan kemungkinan
peran Lactobacillus dalam terjadinya karies gigi.7,39
Penurunan pH saliva yang terjadi akibat efek rokok dapat
mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Ketika pH saliva asam, maka
akan meningkatkan bakteri asidofilik dan demineralisasi enamel gigi.
Dalam penelitian Voelker, dkk, kejadian karies gigi berhubungan dengan
penurunan pH saliva. Hal ini dikarenakan peningkatan aktivitas
mikroorganisme akibat sisa-sisa makanan pada gigi yang berlubang.
Ketika kebiasaan merokok diikuti dengan adanya karies gigi, maka hal
tersebut akan menyebabkan penurunan pH saliva menjadi semakin
asam.8,10,18,20
2.2 Kerangka Teori
23
2.3 Kerangka Konsep
Sekresi saliva oleh
sel epitel sekretori
NaKATPase,
influks Cl
↑Ca intrasel
Membuka kanal K di
membran basolateral
Membuka kanal Cl
di membran luminal
Cl ke lumen kelenjar K ke interstisial
Menarik Na melalui
transpor paraseluler
Menarik H2O ke
lumen kelenjar
Reabsorbsi NaCl,
sekresi K dan HCO3
Saliva
Rokok
- Kandungan
rokok dan asap
rokok
- Jenis rokok
- Efek panas
pembakaran
- Derajat
keparahan (IB)
pH saliva
Kopi
Mengandung
karbohidrat
Karies gigi
Sisa makanan
pada gigi
berlubang
Fermentasi oleh
bakteri
Kesehatan gigi dan
mulut (OHIS, CI,
DI, GI)
Suasana rongga
mulut
24
2.4 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Pengukur Alat Ukur Cara Ukur Skala
Pengukuran
Kebiasaan Merokok
- Kandungan rokok dan
asap rokok
- Jenis rokok
- Efek panas pembakaran
- Derajat keparahan (IB)
Kerusakan sel dan jaringan
kelenjar saliva
↓ Derajat keasaman (pH) saliva
- Memiliki kebiasaan
merokok namun
terpapar asap rokok
dalam jangka waktu
yang cukup lama
(perokok pasif)
- Karies gigi
- Kebiasaan minum
kopi
= Variabel bebas
= Variabel yang diteliti
= Variabel perancu
25
1. pH saliva Derajat
keasaman
yang
digunakan
untuk
menyatakan
tingkat
keasaman
atau
kebasaan
suatu cairan
kompleks
pada rongga
mulut yang
terdiri atas
campuran
sekresi dari
beberapa
kelenjar
saliva
Peneliti Indikator
pH
universal
Strip pH
dicelupkan ke
dalam tabung
ukur selama 3
detik dan
perubahan
warna
disesuaikan
dengan papan
warna yang
tersedia dari
pabrik.
Numerik
2. Status
merokok
Dikatakan
perokok jika
saat
pengambilan
sampel telah
menjadi
perokok
aktif dan
masuk
kriteria
inklusi dan
disebut non-
Peneliti Form
identitas
dan
riwayat
merokok
Melakukan
wawancara
dan pengisian
form data
subjek
penelitian
Kategorik
nominal
26
perokok jika
saat
pengambilan
sampel tidak
merokok
dan masuk
kriteria
inklusi
3. Derajat
Keparah
an (IB)
Nilai yang
menunjukka
n derajat
keparahan
merokok
yang didapat
dari hasil
perkalian
jumlah
batang
rokok
perhari
dengan lama
merokok
dalam tahun
Peneliti Indeks
Brinkman
Pengisian form
data subjek
penelitian
Numerik
4. Jenis
Rokok
Kretek
Salah satu
jenis rokok
ysng berisi
tembakau
dengan
campuran
cengkeh.
Peneliti Form data
subjek
penelitian
Pengisian form
data subjek
penelitian
Kategorik
nominal
5. Jenis
Rokok
Semua jenis
rokok selain
Peneliti Form data
subjek
Pengisian form
data subjek
Kategorik
nominal
27
Bukan
Kretek
jenis kretek
seperti jenis
rokok filter,
herbal dan
lainnya.
penelitian penelitian
6. Konsums
i Kopi
Kebiasaan
mengkonsu
msi kopi
dalam sehari
dengan jenis
kopi apapun.
Peneliti Form data
subjek
penelitian
Pengisian form
data subjek
penelitian
Numerik
7. OHIS
(Oral
Hygiene
Index
Simplifie
d)
Nilai yang
menunjukka
n status
kebersihan
mulut
Dokter gigi
pembimbing
Indeks
OHIS
Pemeriksaan
gigi dan mulut
Numerik
8. DI
(Debris
Index)
Nilai yang
menunjukka
n ketebalan
debris pada
permukaan
gigi
Dokter gigi
pembimbing
Indeks DI Pemeriksaan
gigi dan mulut
Numerik
9. CI
(Calculu
s Index)
Nilai yang
menunjukka
n kalkulus
pada gigi
Dokter gigi
pembimbing
Indeks CI Pemeriksaan
gigi dan mulut
Numerik
10. GI
(Gingiva
l Index)
Nilai yang
menunjukka
n gingivitis
yaitu
penilaian
Dokter gigi
pembimbing
Indeks GI Pemeriksaan
gigi dan mulut
Numerik
28
warna,
konsistensi
dan
kecenderung
an gusi
berdarah
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik bivariat tidak berpasangan
dengan desain penelitian potong lintang (cross sectional study).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat
Pengukuran pH pada saliva akan dilakukan di Medical Research
Laboratory, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2.2 Waktu
Penelitian dilakukan selama bulan Februari 2015 – Juli 2015.
3.3 Kriteria dan Subjek Penelitian
Kriteria inklusi umum:
1. Laki-laki
2. Usia 20-55 tahun
3. Bersedia menyetujui informed consent
4. Kriteria partisipan perokok:
- Menjadi perokok aktif
5. Kriteria partisipan non-perokok:
- Tidak merokok aktif saat pengambilan saliva
Kriteria eksklusi umum:
1. Sedang berpuasa pada saat pengambilan saliva
2. Tidak dapat berpartisipasi karena keadaan psikologis yang buruk (gaduh
gelisah, agitasi)
3. Memiliki riwayat penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelenjar
saliva (seperti DM, tumor)
4. Mengkonsumsi alkohol dan NAPZA
5. Mengkonsumsi obat yang mempengaruhi konsentrasi saliva
30
3.4 Besar Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar
sampel penelitian analitik tidak berpasangan dengan variabel numerik yakni
sebagai berikut:
Keterangan:
Zα = kesalahan tipe I sebesar 5% = 1,645
Zβ = kesalahan tipe II sebesar 5% = 1,645
(X1 – X2) = selisih minimal yang dianggap bermakna = 0,23
S = Sg = standar deviasi, diperoleh dengan rumus:
Sg = standar deviasi gabungan
S1 = standar deviasi kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
n1 = besar sampel kelompok 1 pada penelitian sebelumnya
S2 = standar deviasi kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
n2 = besar sampel kelompok 2 pada penelitian sebelumnya
Hasil perhitungan berdasarkan peneltian Kanwar, dkk tahun 2013:
(Sg)2 = [ 0,112 x (20 – 1) + 0,142 x (20 – 1)]
20 + 20 – 2
= 0,2299 + 0,3724
38
Sg = �0,01585
Sg = 0,126
Setelah dimasukkan kedalam rumus:
N = 2{(1,645 + 1,645) 0,126}2
{0,23}2
N = 6,4 (Bulatkan 7)
Berdasarkan kerangka teori didapatkan tiga faktor yang mempengaruhi pH
saliva tetapi tidak dapat dikeluarkan pada penelitian ini, yaitu objek penelitian
yang tidak hanya memiliki kebiasaan merokok namun terpapar asap rokok
dalam jangka waktu yang cukup lama (perokok pasif), karies gigi serta
31
kebiasaan minum kopi. Dengan demikian, jika digunakan rumus besar sampel
role of ten, didapatkan perhitungan sebagai berikut
N1=N2= Cofounding factors x 10
= 3 x 10 = 30
Dengan demikian diambil jumlah sampel terbanyak untuk penelitian ini
yaitu 30 orang untuk setiap kelompok.
3.5 Alat dan Bahan
3.5.1 Alat Penelitian
• Tabung sampel 15 mL
• Corong 40 mL
• Indikator pH universal Merck
• Rak tabung
• Coolbox berisi es batu
3.5.2 Bahan Penelitian
• Saliva perokok dan non-perokok
3.6 Cara Kerja Penelitian
• Menentukan subjek penelitian sesuai dengan kriteria inklusi.
• Mendapatkan informed consent dari subjek penelitian, pengisian rekam
medis dan kuisioner serta memberikan penjelasan kepada subjek mengenai
prosedur pengambilan saliva.
• Subjek tidak diperbolehkan makan dan minum selama 1 jam sebelum
pengambilan saliva.
• Pemeriksaan gigi dan mulut responden dilakukan oleh dokter gigi, untuk
mengetahui status GI (Gingival index), DI (debri index), CI (calculus
index), dan Oral Higiene Index Score (OHIS).
• Subjek diminta untuk membuang saliva pada tabung sampel 15 mL selama
5 menit melalui corong. Waktu pengambilan saliva antara pukul 09.00-
11.00 pagi untuk meminimalisir efek sirkardian.
32
• Tabung yang berisi saliva dimasukkan ke dalam tempat yang berisi es
pendingin untuk menjaga komposisi saliva hingga dibawa ke
Laboratorium FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
• Pengukuran pH saliva dengan indikator pH universal. Strip dimasukkan ke
dalam tabung hingga terendam selama 3 detik dan dilakukan pembacaan
langsung dalam 30 detik setelah strip dicelupkan.
• Strip disesuaikan dengan papan indikator pH universal dan dicatat
perubahan warna yang terjadi
3.7 Alur Penelitian
3.8 Identifikasi Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
• Variabel bebas/independen pada penelitian ini adalah kebiasaan merokok
dan kebiasaan tidak merokok
• Variabel terikat/dependen pada penelitian ini adalah pH saliva
Pembuatan proposal penelitian
Ethical clearance dari komisi etik
Pemilihan subjek penelitian
Inform consent kepada subjek
Pengambilan sampel saliva
Pemeriksaan pH saliva sampel
Pengolahan data
33
• Variabel perancu pada penelitian ini antara lain: objek penelitian yang
tidak hanya memiliki kebiasaan merokok namun terpapar asap rokok
dalam jangka waktu yang cukup lama (perokok pasif), karies gigi serta
kebiasaan makan dan minum yang bersifat asam.
3.9 Rencana Managemen dan Analisis Data
Data hasil pengukuran pH saliva dan data kuestioner dari subjek
penelitian yang telah didapatkan dikumpulkan kemudian dimasukkan ke
dalam komputer dan dianalisis menggunakan SPSS v20. Data yang diperoleh
dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui rerata dan standar deviasi.
Normalitas distribusi data di uji dengan Kolmogorov Smirnov untuk jumlah
sampel lebih dari 50 dan uji Shapiro Wilk untuk jumlah data yang kurang dari
50.
Uji hipotesis untuk membandingkan pH saliva pada perokok dan non-
perokok menggunakan uji unpaired t-test, namun jika distribusi data tidak
normal dapat dilakukan pengujian dengan uji Mann Whitney. Dilihat nilai p
value, nilai p<0.05 menunjukkan terdapat perbedaan signifikan antara pH
saliva pada perokok dibandingkan dengan non-perokok.
34
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini menggunakan 86 sampel yang terdiri dari 55 sampel perokok
dan 31 sampel non-perokok. Karakteristik 86 sampel tersebut seperti usia, latar
belakang pendidikan dan kebiasaan konsumsi kopi dapat diihat pada tabel 4.1 di
bawah ini.
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian (n=86)
Karakteristik Perokok (n=55) Non-Perokok (n=31)
Jumlah (n) Presentase (%) Jumlah (n) Presentase (%)
Usia
17-24 tahun
25-34 tahun
35-44 tahun
45-55 tahun
0
5
22
28
0
9,1
40,0
50,9
3
8
10
10
9,7
25,8
32,3
32,3
Rerata ± SD 43,44 ± 5,86 37,42 ± 9,94
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
Perguruan Tinggi
2
8
13
30
2
3,6
14,5
23,6
54,5
3,6
1
1
5
18
6
3,2
3,2
16,1
58,1
19,4
Konsumsi Kopi
0-2 gelas
>2 gelas
35
20
63,6
36,4
28
3
90,3
9,7
Rerata ± SD 2 (0-7)* 1,0 (0-3)*
*median (minimal-maksimal)
Hasil penelitian menunjukkan usia subjek penelitian keseluruhan berkisar
antara 17-55 tahun. Usia 45-55 tahun adalah usia terbanyak pada kedua
kelompok. Rerata usia perokok (43,44) lebih tinggi dibandingkan non-perokok
(37,42). Sedangkan pendidikan kelompok perokok dan non-perokok terbanyak
adalah lulusan SMA dengan presentase 52,6% dan 57,6%. Berdasarkan konsumsi
kopi, kedua kelompok mengkonsumsi 0-2 gelas kopi perhari dengan presentase
62,5% dan 90,6%.
4.1.2 Karakteristik Perokok
35
Didapatkan karakteristik dari data perokok sebanyak 55 orang sebagai
berikut.
Tabel 4.2 Karakteristik Perokok
Jumlah (n) Presentase (%)
Indeks Brinkman
Ringan (≤200)
Sedang (201-600)
Berat (>600)
21
21
13
36,8
36,8
23,6
Jenis Rokok
Kretek
Bukan kretek
16
39
29,1
70,9
Berdasarkan indeks Brinkman, hasil penelitian menunjukkan jumlah
terbanyak pada kelompok indeks Brinkman ringan (36,8%) dan sedang (36,8%).
Hasil ini didapatkan dari perkalian antara lama merokok dalam tahun dan jumlah
batang rokok perhari. Jenis rokok yang dikonsumsi oleh perokok terbanyak adalah
jenis bukan kretek dengan presentase 70,9% yang meliputi jenis rokok filter,
herbal dan lainnya.
4.1.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian
Tabel 4.3 Status Kesehatan Gigi dan Mulut Subjek Penelitian
Perokok Non-Perokok
p value n = 55 n = 31
Debris Index (DI)
1,00 (0,33-1,67)* 0,83 (0,17-1,5)* 0,083
0,048**
0,960
0,014**
Calculus Index (CI)
1,67 (0,83-2,83)* 1,67 (0,33-2,33)*
Gingival Index (GI)
1,17 (0,33-2,33)* 1,17 (0,17-2,17)*
Oral Higiene Index
Simplified (OHIS)
2,64 ± 0,65 2,26 ± 0,80
*median (minimal-maksimal)
**p value signifikan
Hasil penelitian berdasarkan pemeriksaan gigi dan mulut didapatkan
perbedaan bermakna pada nilai Calculus Index (CI) dan Oral Higiene Index
Simplified (OHIS) antara perokok dan non-perokok (p value= 0,021; 0,014).
Sedangkan pada nilai Debris index (DI) dan Gingiva Index (GI) tidak didapatkan
perbedaan bermakna antara perokok dan non-perokok. Namun, pada kedua indeks
36
didapatkan nilai maksimal lebih tinggi pada perokok (1,67; 2,33) dibanding non-
perokok (1,50; 2,17). Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesehatan gigi dan
mulut perokok lebih rendah dibanding non-perokok.
4.1.4 Derajat Keasaman (pH) Saliva Subjek Penelitian
Hasil penelitian ini didapatkan derajat keasaman (pH) saliva pada subjek
perokok (6,00 (5,00-8,00)) lebih rendah dibandingkan subjek non-perokok (7,00
(6,00-8,00)). Setelah dilakukan uji statistik Mann Whitney pada pH saliva perokok
dan non-perokok didapatkan hasil p value 0,001 yang menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara pH saliva perokok dan non-perokok.
4.1.5 Hubungan Indeks Brinkman, Jenis Rokok dan Konsumsi Kopi dengan
Derajat Keasaman (pH) Saliva
Tabel 4.4 Hubungan Indeks Brinkman, Jenis Rokok, dan Konsumsi Kopi dengan
pH Saliva
Jumlah
(n)
Presentase
(%)
p value
Indeks Brinkman Berat (>600)
Sedang (201-600)
Ringan (≤200)
Tidak Merokok
13
21
21
31
15,1
24,4
24,4
36,0
<0,001
Jenis Rokok Kretek
Bukan Kretek
Tidak Merokok
16
39
31
18,6
45,3
36,0
<0,001
Konsumsi Kopi >2 gelas
≤2 gelas
23
63
26,7
73,3
0,006
Tabel 4.4 menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara indeks
Brinkman, jenis rokok dan konsumsi kopi dengan pH saliva (p <0,001; <0,001;
0,006). Berdasarkan analisis Post Hoc pada variabel indeks Brinkman didapatkan
bahwa kelompok yang mempunyai perbedaan pH saliva adalah antara kelompok
perokok berat (>600) dengan tidak merokok, kelompok perokok sedang (201-600)
dengan tidak merokok dan kelompok perokok berat (>600) dengan perokok
ringan (≤200) (p <0,001; 0,005; 0,027).
Analisis Post Hoc pada variabel jenis rokok didapatkan bahwa kelompok
yang mempunyai perbedaan pH saliva adalah antara jenis rokok kretek dengan
37
bukan kretek, jenis rokok kretek dengan tidak merokok dan jenis rokok bukan
kretek dengan tidak merokok (p= 0,038; <0,001; 0,012).
4.1.5 Analisis Multivariat Indeks Brinkman, Jenis Rokok dan Konsumsi
Kopi dengan Derajat Keasaman (pH) Saliva
Tabel 4.5 Analisis Multivariat Indeks Brinkman, Jenis Rokok, dan Konsumsi
Kopi dengan pH Saliva
Variabel p value S.E Wald Exp(B) IK 95%
Minimum Maksimum
Indeks Brinkman
Berat (>600)
Sedang (201-600)
0.20
0.56
0.90
0.66
1.63
0,34
3.16
1.47
0.54
0.40
18.52
5.39
Jenis Rokok
Kretek
Bukan kretek
0.01
0.20
0.86
0.68
7.93
1.68
11.20
2.40
2.09
0.64
60.22
9.05
Konsumsi Kopi
>2 gelas
0.52
0.63
0.41
1.50
0.43
5.18
Berdasarkan hasil analisis bivariat, dilakukan analisis multivariat regresi
logistik antara penurunan pH saliva (≤6) sebagai variabel bebas dengan indeks
Brinkman, jenis rokok serta konsumsi kopi sebagai variabel terikat. Variabel yang
bermakna berpengaruh terhadap penurunan pH saliva (≤6) adalah jenis rokok
kretek (p= 0.01). Kekuatan hubungan dari yang terbesar hingga terkecil adalah
jenis rokok kretek, indeks Brinkman berat, jenis rokok bukan kretek, konsumsi
kopi dan indeks Brinkman sedang. Sehingga penurunan pH saliva (≤6) pada
penelitian ini lebih dipengaruhi oleh jenis rokok dan indeks Brinkman berat
dibandingkan konsumsi kopi.
4.2 Pembahasan
Penelitian dengan 55 sampel perokok dan 31 sampel non-perokok ini
memiliki karakteristik subjek penelitian dengan rerata usia 43,44 tahun untuk
kelompok perokok dan 37,42 tahun untuk kelompok non-perokok. Didapatkan
rerata usia perokok lebih tinggi dibandingkan non-perokok. Rentang usia
terbanyak pada kedua kelompok adalah sama yaitu berkisar 45-55 tahun. Hal ini
cukup sesuai dengan data yang dilaporkan Riskesdas tahun 2013, bahwa
38
didapatkan 31,4% perokok dengan usia 45-55 tahun setiap harinya di Indonesia.
Angka ini mewakili urutan ketiga setelah kelompok usia 30-34 tahun (33,4%) dan
35-39 tahun (32,2%).3
Berdasarkan pendidikan, tidak ditemukan perbedaan bermakna antara
perokok dan non-perokok. Pada kedua kelompok ini didapatkan tingkat
pendidikan terbanyak pada lulusan SMA yaitu 54,5% dan 58,1% (Tabel 4.1). Hal
ini bersesuaian dengan hasil Riskesdas 2013, bahwa kelompok perokok di
Indonesia memiliki pendidikan terbanyak yaitu lulusan SMA.3
Sebagian besar subjek penelitian mengkonsumsi kopi setiap harinya.
Kelompok perokok 36,4% mengkonsumsi kopi >2 gelas perhari, sedangkan pada
kelompok non-perokok 90,3% mengkonsumsi kopi 0-2 gelas perhari (Tabel 4.1).
Terdapat perbedaan bermakna pada kedua kelompok, bahwa kelompok perokok
mengkonsumsi kopi lebih banyak dibandingkan non-perokok. Hal ini
menyebabkan kemungkinan terjadi perubahan pH saliva yang diakibatkan oleh
kebiasaan konsumsi kopi. Seperti penelitian Andriany, dkk yang menyatakan
pengaruh konsumsi kopi Ulee Kareng terhadap penurunan pH saliva yang
signifikan. Penurunan pH saliva tersebut dikarenakan kopi mengandung
karbohidrat sederhana yang tinggi dan fermentasinya di dalam mulut oleh bakteri
menghasilkan asam sehingga dapat menurunkan pH saliva sampai di bawah 5,5.19
Penelitian ini memfokuskan melihat perbedaan pH saliva akibat konsumsi
rokok. Didapatkan hasil yang bermakna pada pH saliva antara perokok dan non-
perokok (p= 0.001). Hal ini menunjukkan bahwa pH saliva perokok lebih rendah
dibandingkan non-perokok.
Peran rokok terhadap pH saliva pada penelitian ini dilihat dari kebiasaan
merokok yang dikategorikan menggunakan indeks Brinkman. Didapatkan jumlah
yang sama antara indeks Brinkman ringan dan sedang yaitu sebesar 36,8% (Tabel
4.2). Setelah dilakukan uji statistik, pH saliva perokok berat berbeda bermakna
dengan perokok ringan (p= 0,027). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama
konsumsi rokok dan semakin banyak jumlah batang rokok yang dikonsumsi setiap
harinya berpengaruh terhadap perubahan pH saliva yang terjadi pada kelompok
perokok. Serupa dengan penelitian Singh, dkk yang menyatakan penurunan pH
saliva pada perokok (6,30 ± 0,36) dibandingkan non-perokok (7,10 ± 0,24). Pada
39
penelitian tersebut digunakan subjek perokok dengan konsumsi rokok 10-15
batang perhari selama >6 bulan untuk melihat efek paparan rokok yang lama.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Kanwar, dkk bahwa didapatkan
pH saliva perokok lebih rendah dibandingkan non-perokok.9,20
Hal tersebut berkebalikan dengan penelitian Al-Weheb, 2005 yang melihat
efek rokok terhadap karies gigi dan faktor saliva. Didapatkan pH saliva perokok
(7,32 ± 0,40) lebih tinggi dibandingkan non-perokok (7,24 ± 0,42). Hal ini terjadi
kemungkinan karena perbedaan sampel saliva yang digunakan, dimana pada
penelitian tersebut digunakan saliva dengan stimulasi. Sama halnya dengan
penelitian Palomares et.al, dimana tidak didapatkan hasil bermakna antara pH
saliva perokok dan non-perokok (p= 0,160, p >0,05). Namun, didapatkan hasil
bahwa pH saliva perokok lebih rendah dibandingkan non-perokok.7,21
Selain lamanya paparan rokok dan jumlah rokok yang dikonsumsi, jenis
rokok juga berpengaruh terhadap penurunan pH saliva subjek perokok pada
penelitian ini. Terdapat perbedaan bermakna pH saliva antara jenis rokok kretek
dan bukan kretek (p= 0,038). Hal ini sejalan dengan penelitian Arta, 2014, bahwa
didapatkan penurunan pH saliva yang lebih signifikan pada perokok kretek
dibandingkan perokok putih (p= 0,003). Penyebab terjadinya penurunan pH
tersebut karena perbedaan kandungan antara kedua jenis rokok. Rokok kretek
mengandung kadar tar yang lebih tinggi dibandingkan jenis rokok lainnya. Selain
itu jenis rokok kretek umumnya tidak menggunakan filter pada bagian yang akan
dihisap, sehingga berhubungan dengan kadar komponen kimia yang dapat
mempengaruhi pH saliva.22,23,29
Umumnya, kebiasaan merokok tak lepas dari kebiasan mengkonsumsi
kopi. Penelitian ini mendapatkan hasil hubungan antara pH saliva dengan
konsumsi kopi (p= 0,006). Namun setelah dilakukan analisis multivariat,
didapatkan hasil akhir bahwa konsumsi kopi memiliki kekuatan hubungan yang
tidak besar dengan penurunan pH saliva (p= 0,52). Hal ini menunjukkan bahwa
penurunan pH saliva yang terjadi pada penelitian ini diakibatkan karena peran
rokok dan jenis rokok yang dikonsumsi.
Selain mempengaruhi pH saliva, pada penelitian ini juga membuktikan
bahwa rokok mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut. Terlihat dari nilai OHIS
40
yang tinggi pada kelompok perokok (2,64 ± 0,65). Indeks ini didapat dari hasil
penilaian Calculus Index (CI) dan Debris Index (DI). Didapatkan hasil bermakna
pada OHIS dan CI antara perokok dan non-perokok (p= 0,021; 0,014). Sejalan
dengan Arowojolu tahun 2013 bahwa terdapat perbedaan bermakna pada OHIS
dan GI antara perokok dengan non-perokok (p <0,05).24
Kebiasaan mengkonsumsi rokok dalam waktu yang lama dengan jumlah
batang rokok perhari yang banyak dapat mempengaruhi fungsi saliva, salah
satunya menurunkan pH saliva. Selain itu, rokok juga dapat mempengaruhi
kesehatan gigi dan mulut. Penurunan pH saliva yang terjadi juga dilaporkan
berhubungan dengan indeks DMFT yang merupakan penilaian terhadap karies
gigi. Kebiasaan merokok yang diikuti kebiasaan minum kopi dapat semakin
menurunkan pH saliva. Sehingga sebaiknya menghindari kebiasaan merokok yang
diikuti kebiasaan minum kopi. Dengan dibuktikannya efek rokok terhadap rongga
mulut dan saliva, diharapkan dapat mengurangi kebiasaan merokok penduduk
dunia di mana saja.
4.3 Aspek Keislaman
Segala hal tentang kehidupan telah Allah SWT berikan pedomannya
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Termasuk dalam hal menjaga
kesehatan tubuh yang merupakan amanah dari Allah SWT dan akan diminta
pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Allah SWT berfirman:
م إلى التهلكةولا تلقوا بأيديك
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”
(QS: Al-Baqarah: 195)
Allah juga berfirman:
ولا تقتلوا أنفسكم إن الله كان بكم رحيما
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu” (QS: An-nisaa’: 29)
Allah SWT telah menjelaskan bahwa jangan sampai manusia melakukan
hal yang dapat mengakibatkan kebinasaan bagi dirinya, apalagi sampai
membunuh dirinya sendiri. Seperti kebiasaan merokok yang dapat menyebabkan
kerusakan pada tubuh karena berbagai komponen kimia yang terkandung di
41
dalamnya. Merokok menjadi faktor risiko berbagai penyakit, salah satunya
penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskular seperti stroke. Menurut
baseline health research, 2007, stroke menyumbangkan 15,4% sebagai penyebab
kematian. Hal ini menyebabkan pentingnya mengurangi konsumsi rokok. Selain
itu, efek rokok tidak hanya berakibat pada seseorang yang mengkonsumsinya saja.
Karena banyaknya komponen kimia yang ditemukan dalam asap rokok, hal ini
menyebabkan kemungkinan efek yang terjadi pada orang lain yang tidak merokok
tetapi terpapar asap rokok. Nabi bersabda:
لا ضرر ولا ضرار
“Tidak ada kemudharatan terhadap diri sendiri dan tidak juga kepada orang lain”
(HR. Ibnu Majah no 2341)
Oleh karena itu, sebaiknya para perokok berusaha untuk mengurangi
konsumsi rokok dan secara perlahan berhenti untuk mengkonsumsinya lagi. Tidak
hanya untuk menjaga kesehatan diri sendiri tetapi juga orang-orang disekitar.
Karena kelak setiap amanah akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah
SWT, termasuk jasad manusia dan cara manusia tersebut memelihara tubuhnya.
Ayat di atas Allah SWT tutup dengan kalimat “sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepadamu” yang mengartikan bahwa salah satu alasan Allah SWT
melarang hal tersebut adalah karena Allah menyayangi hambaNya.
42
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan:
1. Didapatkan perbedaan bermakna derajat keasaman (pH) saliva pada
perokok (median= 6,0) dibandingkan non-perokok (median= 7,00) (U=
1191,5, Z= -3,45, p= 0,001, r= -0,37).
2. Penurunan pH saliva yang terjadi pada perokok berhubungan dengan jenis
rokok dan indeks Brinkman (p= 0,038; 0,027).
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan:
1. Dibutuhkan penelitian lanjutan dengan penilaian terhadap kadar
bikarbonat.
2. Dibutuhkan penelitian lanjutan untuk melihat hubungan indeks Brinkman
dan derajat keasaman (pH) saliva dengan jumlah sampel tiap kelompok
sebesar 187 orang.
DAFTAR PUSTAKA
43
1. WHO. WHO Report on The Global Tobacco Epidemic, 2013: Enforcing bans
on tobacco advertising, promotion and sponsorsHip. Luxembourg: World
Health Organization; 2013: p. 11-14.
2. Ng M, Freeman MK, Fleming TD, Robinson M, Dwyer-Lindgren L,
Thomson B, et al. Smoking Prevalence and Cigarette Consumption in 187
countries, 1980-2012. JAMA. 2014 Jan 8;311(2):183-92.
3. BPdPKK. Riset Dasar Kesehatan Tahun 2013. Jakarta: Kesehatan
Kementerian Republik Indonesia; 2013: Hlm. 137
4. Ed. Pamela Korsmeyer and Henry R. Kranzler. Encyclopedia of Drugs,
Alcohol and Addictive Behavior Vol. 4.3rd
ed. Detroit: Macmillan Reference
USA, 2009. p. 95-130
5. Mirbod SM, Ahing SI. Tobacco-Associated Lesions of the Oral Cavity: Part
I. Nonmalignant Lesions. J Can Dent Assoc 2000; 66: 252-6
6. Almeida PDVd, Gregio AMT, Machado MAN, Lima AASd, Azevedo LR.
Saliva Composition and Functions: A Comprehensive Review. J Contemp
Dent Pract. 2008 March; (9)3: p. 072-080.
7. Al-Weheb MA. Smoking and its relation to caries experience and salivary
lactobacilli count. J Coll Dentistry 2005; 17(1): 92-85
8. Voelker MA, Simmer-Beck M, Cole M, Keeven E, Tira D. Preliminary
findings on the correlation of saliva pH, buffering capacity, flow, Consistency
and Streptococcus mutans in relation to cigarette smoking. J Dent Hyg. 2013
Feb; 87(1):30-7
9. Kanwar A, Sah K, Grover N, Chandra S, Singh RR. Long-term effect of
tobacco on resting whole mouth salivary flow rate and pH: An institutional
based comparative study. European Journal of General Dentistry. 2013
December; 2(3): p. 296-299
10. Suryadinata A. Kadar Bikarbonat Saliva Penderita Karies dan Bebas Karies.
Sainstis. 2012 September; 1(1): p. 35-36
11. Tortora GJ, Derrickson B. The Digestive System. In: Roesch B, editor.
Principles of Anatomy and Physiology. 12th
ed. US: John Wiley & Sons, Inc;
2009. p. 929-931.
44
12. Mescher AL. Organs Associated with The Digestive Tract. In: Mescher AL,
editor. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th
ed. US: McGraw-Hill
Companies, Inc; 2010. p. 276-280.
13. Moore KL, Dalley AF. Anatomi Berorientasi Klinis Jilid 3. Edisi 5. Jakarta:
Erlangga; 2013. hlmn. 124-125
14. Ekstrom J, Khosravani N, Castagnola M, Messana I. Saliva and The Control
of Its Secretion. Berlin: Springer; 2012. p. 20-30.
15. Catalan MA, Nakamoto T, Melvin JE. The Salivary Gland Fluid Secretion
Mechanism. The Journal of Medical Investigation. 2009 October; 56: 192-
195.
16. Smith PM. Mechanisms of Salivary Secretion. In: Edgar WM, O’Mullane
DM, Dawes C, editors. Saliva and Oral Health. 3rd
ed. London: British Dental
Association; 2004. p. 1-2.
17. Pedersen AML. Saliva. Copenhagen: Institude of Odontology; 2007.
18. Shetty C, Hegde MN, Devadiga D. Correlation Between Dental Caries with
Salivary Flow, pH, and Buffering Capacity in Adult South Indian Population:
An In-vivo Study. Int. J. Res. Ayurveda Pharm. Mar-Apr 2013; 4(2): 219-
222.
19. Andriany P, Hakim RF, Mahlianur. Pengaruh Konsumsi Kopi Ulee Kareng
(Arabika) Terhadap pH Saliva Pada Usia Dewasa Muda. Dentika Dental
Jurnal. 2012; 17(2): 151
20. Singh M, Ingle NA, Kaur N, Yadav P, Ingle E. Effect of Long Term Smoking
on Salivary Flow Rate and Salivary pH. JindianAssocPublicHealthDent.
January-March 2015; 13(1): 11-13
21. Palomares CF, Munoz-Montagud JV, Sanchiz V, Herreros B, Hernandez V,
Minguez M, et al. Unstimulated Salivary Flow Rate, pH and Buffer Capacity
of Saliva in Healthy Volunteers. Rev Esp Enferm Dig. 2004; 96(11): p. 773-
783.
22. Arta IPKP. Perbedaan pH Saliva Pada Perokok Putih dan Perokok Kretek
Sesaat Setelah Merokok. Universitas Mahasaraswati Denpasar; 2014: 13-32
45
23. Tirtosastro S, Murdiyati AS. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok.
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri. April 2010; 2(1): 33-
43.
24. Arowojolu MO, Fawole OI, Dosumu EB, Opeodu OI. A Comparative Study
of The Oral Hygiene Status of Smokers and Non-smokers in Ibadan, Oyo
State. NigerMedJ. July-August 2013; 54(4): 240-243
25. Greenberg, Glick, Ship. Burket’s Oral Medicine Ed 11. India: BC Decker Inc;
2008
26. Melnyk Bernadette Mazurek, Morrison Dianne, Beedy. Intervention
research:designing, conducting, analyzing, funding. USA: Springer
publishing Company; 2012
27. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia). Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2008
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.109 Tahun 2012 Tentang
Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau
Bagi Kesehatan. Sistem Informasi Perundang-undangan [Internet]. 2012
[cited 2015 Sept 01]. Available from:
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/47_PP%20Nomor%20109%20Tahu
n%202012.pdf
29. World Health Organization. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report
2011. [Internet]. Jakarta: World Health Organization; 2012 Aug 30 [cited
2015 May 21]. Available from:
http://who.int%2Ftobacco%2Fsurveillance%2Fsurvey%2Fgats%2Findonesia
_report.pdf
30. Kusuma DA, Yuwono SS, Wulan SN. Studi Kadar Nikotin dan Tar Sembilan
Merk Rokok Kretek Filter yang Beredar di Wilayah Kabupatn Nganjuk.
J.Tek.Pert. 2012; 5(3): 151-155
31. World Health Organization. Tobacco: deadly in any form or disguise
[Internet]. France: World Health Organization; 2006 [cited 2015 Sept 10].
Available from:
http://who.int%2Ftobacco%2Fcommunications%2Fevents%2Fwntd%2F2006
%2FTfi_Rapport.pdf
46
32. Geiss O, Kotzias D. Tobacco, Cigarettes and Cigarette Smoke: An Overview
[Internet]. Italy: Joint Research Centre Institude for Health and Consumer
Protection; 2007 [cited 2015 May 21]. Available from: http://jrc.cec.eu.int
33. Weitkunat R, Coggins CRE, Wang ZS, Kallischnigg G, Dempsey R.
Assessment of Cigarette Smoking in Epidemiologic Studies. Tobacco
Research. 2013 Sept; 25(7): 638-648.
34. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktif kronik
(PPOK): Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia [Internet].
2003 [cited: 2015 Sept 9]. Available from:
http://klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf
35. Sacea A, Lampus BS, Supit A. Gambaran Status Rongga Mulut dan Status
Gingiva pada Mahasiswa dengan Gigi Berjejal. Jurnal e-GiGi (eG). Maret
2013; 1(1): hlm. 52-58
36. Kartiyani I, Santoso O. Paparan Pengaruh Sulfur Terhadap Kejadian
Gingivitis: Studi pada Pekerja Tambang Belerang di Gunung Welirang,
Pasuruan, Jawa Timur. Jurnal PDGI. Januari 2010; 59(1): hlmn. 24-28
37. Saptorini YKK, Kusuma AP. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Status
Periodontal pada Pria Perokok Buruh Bongkar Muat Pelabuhan Tanjung
Emas Semarang. Universitas Dian Nuswantoro, 2013.
38. Kusuma ARP. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan Gigi dan Rongga Mulut.
Majalah Ilmiah Sultan Agung. 2011 Juli; 49.
39. Zinser VA, Irigoyen ME, Rivera G, Maupome G, Sanchez-Perez L,
Velazquez C. Cigarette Smoking and Dental Caries among Professional
Truck Drivers in Mexico. Caries Res. 2008; 42: 255-262.
40. Khan GJ, Mahmood R, Haq I, Din S. Secretion of Total Solids (Solutes) in
The Saliva of Long-Term Tobacco User. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2008;
20(1): 20-22.
41. Vinay Kumar. Paru dan Saluran Nafas Atas. In: Vinay Kumar, Ramzi S.
Cotran, Stanley L. Robbin, editors. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. hlmn. 515-518
LAMPIRAN
Lampiran 1
47
Formulir Inform Consent dan Data Responden
FORMULIR PERSETUJUAN
SETELAH PENJELASAN
Judul Penelitian:
Peran Rokok Terhadap Skor Kualitas Hidup, Derajat Keasaman (pH), Kadar Kalsium, Kadar Protein
Total dan Laju Aliran Saliva (SFR): Penelitian Pada Perokok dan Non-perokok Laki-Laki
Peneliti:
Faruq Yufarriqu Mufaza
Nabila Syifa
M. Reza Syahli
Sari Dewi Apriana
Abqariyatuzzahra Munasib
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jl. Kertamukti Pisangan
Ciputat, Jakarta 15419, Telepon: 021-74716718, 021-7401925
Kontak pada keadaan darurat:
Peneliti Utama : Faruq Yufarriqu Mufaza (085764444435)
Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Partisipasi Anda bersifat sukarela, dalam
arti Anda bebas untuk turut serta atau menolaknya. Anda juga bebas berbicara karena
kerahasiaan Anda terjamin.
Sebelum membuat keputusan, Anda akan diberitahu detail penelitian ini berikut kemungkinan
manfaat dan risikonya, serta apa yang harus Anda kerjakan. Tim peneliti akan menerangkan
tujuan penelitian ini dan memberikan formulir persetujuan untuk dibaca. Anda tidak harus
memberikan keputusan saat ini juga, formulir persetujuan dapat Anda bawa ke rumah untuk
didiskusikan dengan keluarga, sahabat atau dokter Anda.
Jika Anda tidak memahami apa yang Anda baca, jangan menandatangani formulir persetujuan ini.
Mohon menanyakan kepada dokter atau staf peneliti mengenai apapun yang tidak Anda pahami,
termasuk istilah-istilah medis. Anda dapat meminta formulir ini dibacakan oleh peneliti. Bila Anda
bersedia untuk berpartisipasi, Anda diminta menandatangani formulir ini dan salinannya akan
diberikan kepada Anda.
Kode Partisipan
No. Rekam Medik
Tanggal
48
Apa tujuan penelitian ini?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui skor kualitas hidup dan keadaan rongga mulut para pria
perokok dan non-perokok serta mengukur laju aliran saliva (SFR), derajat keasaman, kadar ion
kalsium, kadar protein total pada saliva.
Mengapa saya diminta untuk berpartisipasi?
Anda diminta berpartisipasi karena Anda telah merokok rutin selama minimal 1 tahun dan telah
memenuhi kriteria penelitian ini atau sebagai kelompok kontrol yang tidak pernah merokok sama
sekali.
Berapa banyak orang yang mengikuti penelitian ini?
Lima puluh perokok dan lima puluh non-perokok akan mengikuti penelitian ini.
Di mana penelitian akan berlangsung?
Penelitian akan dilakukan di Medical Research Laboratory, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN SyarifHidayatullah Jakarta.
Apa yang harus saya lakukan?
Jika memenuhi kriteria, Anda akan diikutkan dalam penelitian. Jika Anda setuju untuk mengikuti
penelitian, maka Anda harus mengikuti seluruh prosedur penelitian termasuk mengisi rekam
medis, pemeriksaan fisik, gigi dan mulut, dan pengumpulan saliva.
Pengisian Rekam Medis untuk mengumpulkan informasi
Anda akan mengisi rekam medis dengan sejumlah pertanyaan untuk mengetahui data pribadi,
mengenai kesehatan dan kesejahteraan, jumlah rokok yang dikonsumsi, kebiasaan mengenai
pola makan dan menjaga kebersihan rongga mulut serta, mengenai keluhan di rongga mulut.
Pemeriksaan fisik dan gigi mulut
Anda akan menjalani pemeriksaan fisik berupa pengukuran berat badan dan tinggi badan. Untuk
pemeriksaan gigi mulut untuk mengetahui adanya kelainan rongga mulut berupa radang gusi,
kerusakan jaringan penyangga gigi, gigi berlubang, infeksi jamur rongga mulut, sudut bibir pecah-
pecah & meradang, sindroma mulut terbakar, serta pengukuran banyaknya ludah yang dihasilkan
dan derajat keasaman saliva (ludah).
Pengumpulan saliva
Anda akan diminta untuk mengumpulkan ludah selama kurang lebih 5 menit didalam mulut, lalu
meludahkannya kedalam tabung steril. Ludah Anda akan dikumpulkan kurang lebih sebanyak 1
ml.
Pengisian Kuisioner SF-36
Anda akan diminta untuk mengisi kuisioner pengukuran skor kualitas hidup. Di dalam kuisioner
tersebut terdapat 36 poin pertanyaan. Silahkan diisi sesuai dengan keadaan yang sebenar-
benarnya, sesuai dengan keadaan yang dirasakan oleh Anda.
49
Berapa lama saya harus menjalani penelitian ini? Dapatkah saya berhenti dari penelitian
sebelum waktunya?
Penelitian ini akan memakan waktu maksimal 1.5 jam dengan rincian, 30 menit untuk mengisi
rekam medis, 30 menit pemeriksaan fisik dan gigi mulut, 15 menit untuk pengumpulan ludah dan
15 menit untuk pengisian kuesioner.
Akankah saya mendapat kompensasi?
Anda akan menerima souvenir dari Tim Peneliti untuk serangkaian penelitian ini. Souvenir ini
diberikan sebagai tanda terima kasih atas partisipasi Anda dalam penelitian ini. Anda juga dapat
berkonsultasi masalah gigi, mulut dan kesehatan secara umum kepada dokter dan dokter gigi.
Siapa yang dapat saya hubungi bila mempunyai pertanyaan, keluhan, atau bertanya tentang
hak-hak saya sebagai subyek penelitian?
Jika Anda memiliki pertanyaan maupun keluhan berkaitan dengan partisipasi Anda atau hak- hak
sebagai subyek penelitian, Anda dapat menghubungi Peneliti Utama pada nomor telepon yang
tercantum di halaman pertama formulir ini, jika anggota tim peneliti tidak dapat dihubungi.
Ketika Anda menandatangani formulir ini, Anda setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Ini berarti Anda sudah membaca informed consent, pertanyaan Anda telah dijawab, dan Anda
memutuskan untuk berpartisipasi.
Nama Partisipan Tanda tangan Tanggal
Nama Pengumpul data Tanda tangan Tanggal
50
(Lanjutan)
Jam Pemeriksaan: …………………
DATA PRIBADI
Nama
TTL
:
:
……………………………………...
........................................
Jenis Kelamin :
Alamat : ......................................................................................................................................
HP : ......................
Pekerjaan
Penghasilan/
bulan
1. <1.500.000
Pendidikan
:
:
:
........................
2. 1.500.000-2.500.000
SD/SMP/SMA/D3/S1/S2/S3/……
Status Pernikahan
Agama
3. 2.500.000-3.500.000
:
:
…………….
…………….
4. >3.500.000
PENYAKIT SISTEMIK : (jawab dengan ADA atau TIDAK ADA)
51
Hepatitis B/C :
HIV :
TBC :
Diabetes
Mellitus
:
Hipertensi :
(Lanjutan)
RIWAYAT GIGI DAN MULUT
Kunjungan terakhir ke dokter gigi :
Jenis perawatan :
Frekuensi & waktu sikat gigi : ....... Kali/hari; pagi / siang / sore / malam
Penggunaan obat kumur : Ya / Tidak; ........ kali/hari; Merek.............
Keluhan mulut kering : Ya / Tidak; Sejak ............. hari/minggu/bulan/tahun
Asupan air putih/hari : ....... Gelas
Konsumsi kopi/hari : ....... Gelas
FREKUENSI MEROKOK
1. Apakah anda hampir setiap hari merokok:
1) Ya
2) Tidak, berapa hari dalam seminggu anda merokok …………..
2. Berapa rata-rata jumlah batang rokok yang anda habiskan dalam sehari: …………..
batang/hari
3. Jenis rokok yang biasa anda konsumsi:
1) Kretek
2) Filter
3) Membuat sendiri
4) Lainnya: …………..
4. Sudah berapa lama anda merokok: ………….. tahun yang lalu
5. Apakah alasan anda pertama kali merokok?
1) iseng
2) penasaran/coba-coba
52
3) diajak/dipaksa teman
4) mencontoh orang tua
5) terlihat dewasa/keren
6) terlihat seperti tokoh idola
(Lanjutan)
7) lainnya....
6. Siapa yang pertama kali memperngaruhi anda untuk merokok
1) tidak ada
2) orang tua
3) saudara
4) teman
5) iklan
6) lainnya....
7. Dimana biasanya anda merokok (boleh pilih lebih dari satu)
1) di rumah
2) di tempat kerja
3) di tempat teman
4) di tempat umum
5) lainnya....
8. Biasanya anda mendapatkan rokok darimana
1) orang tua
2) teman
3) beli sendiri
4) lainnya
9. Keadaan apa yang membuat anda merokok (boleh pilih lebih dari satu)
1) saat bosan
2) saat stress/kesal/marah
3) merasa gugup/hilangkan ketegangan
4) saat mulut merasa tidak enak
5) saat santai/iseng
6) saat melihat orang merokok
7) lainnya
KEINGINAN BERHENTI MEROKOK
Diadopsi dari WHO
1. Apakah anda pernah mencoba berhenti merokok
1) Ya
53
(Lanjutan)
2) Tidak (langsung ke pertanyaan No.7)
2. Kapan anda mencoba berhenti merokok: ………….. tahun yang lalu
3. Berapa kali anda berusaha berhenti merokok?.......... kali
4. Apakah anda sukses dalam berhenti merokok pada saat itu?
1) Ya
2) Tidak
5. Berapa lama anda berhenti merokok pada saat itu?....... hari
6. Apa cara yang anda gunakan untuk berhenti merokok pada saat itu?
1) ke dokter
2) Permen
3) Obat
4) lainnya ....
7. Apakah anda mau berhenti merokok?
1) Ya, karena....
2) Tidak
8. Bagaimana tindakan keluarga saat anda merokok
1) ditegur
2) dibiarkan
3) lainnya....
9. Seberapa besar pengaruh iklan dalam mempengaruhi anda merokok
1) besar sekali
2) besar
3) biasa saja
4) tidak ada pengaruh
5) sangat tidak ada pengaruh
10. Keadaan apa yang anda peroleh dari setelah merokok
1) memberi kenikmatan
2) memberi rasa percaya diri
3) membantu melepaskan rasa tertekan oleh masalah
4) dapat memusatkan konsentrasi
11. Menurut Anda, apakah ada dampak merokok terhadap Anda?
1) Ya, ada. Contohnya ..........
(Lanjutan)
2) Tidak
12. Menurut Anda, adakah dampak rokok terhadap lingkungan?
1) Ya, ada. Contohnya ..........
54
2) Tidak
KETERGANTUNGAN TERHADAP NIKOTIN
Diadopsi dari Fagerstrom Nicotine Dependence
1. Seberapa cepat anda merokok yang pertama kali setelah anda bangun tidur?
1) Setelah 60 menit (0)
2) 31-60 menit (1)
3) 6-30 menit (2)
4) dalam 5 menit (3)
2. Apakah anda mengalami kesulitan untuk tidak merokok didaerah yang
terlarang/dilarang merokok
1) Tidak (0)
2) Ya (1)
3. Kapan paling sulit bagi anda untuk tidak merokok?
1) Merokok pertama kali pada pagi hari (1)
2) Waktu lainnya (0)
4. Berapa batang rokok anda habiskan dalam sehari?
1) 10 atau kurang dari itu (0)
2) 11-20 (1)
3) 21-30 (2)
4) 31 atau lebih (3)
5. Apakah anda lebih sering merokok pada jam-jam pertama bagun tidur dibandingkan
dengan waktu lainnya?
1) Tidak (0)
2) Ya (1)
6. Apakah anda merokok walaupun sedang sakit sampai hanya tiduran ditempat tidur
hampir sepanjang hari ?
1) Tidak (0)
2) Ya (1)
Kesimpulan:
(Lanjutan)
Jumlah Skor:………………… Intepretasi:…………………….
1-2: Ketergantungan rendah 5-7: Ketergantungan sedang
3-4: Ketergantungan rendah sampai sedang 8 + : Ketergantungan tinggi
SALIVA
55
Laju aliran saliva tanpa stimulasi : ml/menit
pH saliva :
Kalsium :
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
Debris index Debris index
Calculus index Calculus index
CPITN CPITN
CPITN CPITN
Calculus index Calculus index
Debris index Debris Index
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
(Lanjutan)
GI tidak dapat digantikan
6 1 4
4 1 6
DEBRIS INDEX (DI)
0 : Tidak ada debris/stain
1 : Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa
adanya debris pada permukaan gigi tersebut
2 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3 permukaan
gigi
3 : Debris lunak yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
GI=
56
CALCULUS INDEX (CI) pengganti : 21/41
GINGIVAL INDEX (GI) tidak dapat digantikan
Lampiran 2
Dokumentasi Penelitian
Pengisian Informed Consent, Rekam
Medis dan Kuestioner
Pemeriksaan Gigi dan Mulut oleh Dokter
Gigi
0 : Tidak ada kalkulus
1 : Kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi
2 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namun tidak lebih dari 2/3
permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit/bercak kalkulus subgingiva di servikal gigi
3 : Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus subgingiva yang
menutupi atau melingkari permukaan servikal gigi
0 : Gingiva normal
1 : Inflamasi ringan, sedikit perubahan warna, sedikit edema, tidak ada perdarahan saat probing
2 : Inflamasi sedang, kemerahan, edema & licin mengkilat, perdarahan saat probing
3 : Inflamasi berat, kemerahan & edema yang jelas, ulserasi. Kecenderungan untuk perdarahan spontan
57
Pengumpulan Saliva Subjek Penelitian
Pengukuran pH Saliva dengan Indikator
Universal
Lampiran 3
Grafik Analisis Post Hoc Hubungan pH Saliva dengan Indeks Brinkman dan Jenis
Rokok
58
Lampuran 4
Riwayat Penulis
Identitas :
59
Nama : Nabila Syifa
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 05 Februari 1995
Agama : Islam
Alamat : Limus Pratama Regency Jl. Tegal VII Blok
G9/27
Email : nabilasyifa38@yahoo.com
Riwayat Pendidikan:
2000-2006 : SD. Muhammadiyah 01 Cileungsi
2006-2009 : MTs. Darul Marhamah
2009-2012 : MA. Darul Marhamah
2012-sekarang : Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Recommended