View
9
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”
JL. S. PARMAN KAV 84-86 JAKARTA
PERIODE SEPTEMBER – OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
PUTRI RAHMAWATI, S.Far.
1206330002
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS” JL. S. PARMAN KAV 84-86 JAKARTA
PERIODE SEPTEMBER – OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
PUTRI RAHMAWATI S.Far.
1206330002
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Nama : Putri Rahmawati, S.Far. NPM : 1206330002
Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jl.S.Parman Kav 84-86 Jakarta September – Oktober
2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.
Nama : Putri Rahmawati, S.Far
NPM : 1206330002
Tanda Tangan :
Tanggal : 10 Januari 2014
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” Jakarta yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 September – 31
Oktober 2013.
Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker merupakan salah satu sarana
untuk mengembangkan wawasan kefarmasian mengenai farmasi di rumah sakit
sebelum melakukan pengabdian sebagai Apoteker dan merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap MS., selaku Pejabat Sementara Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013.
3. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Pendidikan Profesi
Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
4. Bapak dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B.Onk, M.Epid., selaku Direktur Utama
Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”.
5. Ibu Dra. Agusdini Banun S, Apt., MARS., selaku Kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Kanker ”Dharmais” dan pembimbing PKPA.
6. Ibu Dra. Guswita, Apt, M.Si., selaku pembimbing lapangan di Rumah Sakit
Kanker ”Dharmais”.
7. Ibu Prof. Dr. Effionora Anwar, MS., Apt., selaku pembimbing dari Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penyusunan laporan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
vi
8. Seluruh staf dan karyawan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
”Dharmais” yang telah membantu dalam pelaksanaan Praktik Kerja Profesi
Apoteker.
9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan
LXXVII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan PKPA ini jauh dari sempurna. Semoga
pengetahuan dan pengalaman yang penulis dapatkan selama kegiatan PKPA ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi para pembaca Terima kasih.
Penulis
2014
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Putri Rahmawati, S.Far
NPM : 1206330002
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT
KANKER “DHARMAIS” JL. S. PARMAN KAV 84-86 JAKARTA
PERIODE SEPTEMBER - OKTOBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila
diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia
berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis
data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 10 Januari 2014
Yang menyatakan
(Putri Rahmawati, S.Far)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
viii
ABSTRAK
Nama : Putri Rahmawati, S.Far NPM : 1206330002 Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” Jl. S. Parman Kav. 84-86 Jakarta Periode
September – Oktober 2013 Seiring dengan perkembangan zaman, orientasi praktik kefarmasian telah
mengalami perubahan yang awalnya berorientasi pada produk menjadi berorientasi pada pasien. Apoteker sebagai tenaga profesi di rumah sakit memiliki
peran yang sangat penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Untuk dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang baik di rumah sakit, seorang Apoteker harus memiliki kemampuan profesional dan
pengetahuan yang memadai serta berorientasi kepada kepentingan pasien. Kemampuan profesional apoteker tidak terbatas pada sisi teknis kefarmasian saja,
tapi juga dalam fungsi manajemen kefarmasian di rumah sakit. Oleh sebab itu, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” untuk menyelenggarakan program Praktik Kerja Profesi Apoteker
pada September – Oktober 2013. Tugas Khusus dengan judul Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Lantai VII dan Lantai VIII di Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” bertujuan untuk mengetahui waktu tanggap pelayanan resep pada pasien rawat inap di lantai VII dan lantai VIII Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Kata Kunci : Rumah Sakit Kanker Dharmais, Response Time, Pelayanan
Resep, Rawat Inap Tugas umum : xiv + 143 halaman, 38 lampiran Tugas Khusus : v + 25 halaman, 4 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 11 (1997 – 2013) Daftar Acuan Tugas Khusus : 3 (2004 – 2012)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
ix
ABSTRACT
Name : Putri Rahmawati, S.Far NPM : 1206330002
Study Program : Apothecary Title : Report of Pharmacist Internship Program at Dharmais Cancer
Hospital Jl. S. Parman Kav 84 - 86 Jakarta Period of
September - October 2013
Along with the times, the orientation of pharmacy practice has changed which was originally product oriented turned into patient oriented. Pharmacist as
professional workers in hospitals has a very important role in implementing health care in the field of pharmacy. To be able to give a good pharmacy services in hospitals, a pharmacist must have professional skills, adequate knowledge, and
oriented to patient . The ability of professional pharmacists are not limited to the technical side of pharmacy, but also in pharmacy management functions in the
hospital. Therefore, Faculty of Pharmacy, University of Indonesia coorporating with Dharmais Cancer Hospital organized Pharmacist Internship Program in September – October 2013. Specific Assignment titled “Response Time of service
prescription in hospitalized patients on the VII floor and VIII floor Dharmais Cancer Hospital” aims to determine the response time of service prescription in
hospitalized patients on the VII floor and VIII floor Dharmais Cancer Hospital. Keywords : Dharmais Cancer Hospital, Response Time, Prescription
Services, Inpatient General Assignment : xiv + 143 pages, 38 appendices
Specific Assignment : v + 25 pages, 4 appendices Bibliography of General Assignment : 11 (1997 – 2013) Bibliography of Specific Assignment : 3 (2004 – 2012)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iv
KATA PENGANTAR..................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3
2.1 Rumah Sakit ...................................................................................... 3 2.1.1 Definisi Rumah Sakit.............................................................. 3 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit .............................................. 3
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit ......................................... 6 2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit .......................................... 12
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ............................................... 12 2.2.1 Definisi IFRS.......................................................................... 12 2.2.2 Tujuan IFRS .......................................................................... 13
2.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS ......................................... 13 2.2.4 Ruang Lingkup IFRS ............................................................ 14
2.2.4.1 Fungsi Klinik (Pelayanan) ...................................... 14 2.2.4.2 Fungsi Non-Klinik (Manajerial)................................ 15 2.2.4.3 Fungsi Produksi ...................................................... 24
2.2.5 Struktur Organisasi IFRS ...................................................... 25 2.3 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ..................................................... 26
2.4 Formularium Rumah Sakit ................................................................ 29
3. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS” .... 31
3.1 Sejarah Rumah Sakit Kanker “Dharmais” .......................................... 31 3.2 Visi, Misi, Motto, Falsafah dan Budaya Kerja Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” ........................................................................................ 32 3.2.1 Visi ........................................................................................ 32 3.2.2 Misi ........................................................................................ 32
3.2.3 Motto ..................................................................................... 32 3.2.4 Falsafah dan Budaya Kerja ................................................... 33
3.3 Maksud dan Tujuan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” .................... 33 3.4 Fungsi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ......................................... 34
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
xi
3.5 Kegiatan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ...................................... 34
3.6 Struktur Organisasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ..................... 35 3.7 Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kanker “Dharmais” .................. 35
3.8 Akreditasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ................................... 37 4. TINJAUAN UMUM INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT
KANKER “DHARMAIS” ...................................................................... 38
4.1 Latar belakang ................................................................................... 38 4.2 Visi, Misi, Falsafah, Tujuan dan Fungsi ............................................. 38
4.2.1 Visi ........................................................................................ 38 4.2.2 Misi ........................................................................................ 38 4.2.3 Falsafah ................................................................................. 39
4.2.4 Tujuan .................................................................................... 39 4.2.5 Fungsi .................................................................................... 39
4.3 Struktur Organisasi ........................................................................... 40 4.4 Peran dan Kegiatan ........................................................................... 40
4.4.1 Manajemen Farmasi .............................................................. 40
4.4.1.1 Pemilihan................................................................... 41 4.4.1.2 Perencanaan ............................................................ 42
4.4.1.3 Pengadaan ............................................................... 43 4.4.1.4 Penerimaan Barang ................................................. 43 4.4.1.5 Penyimpanan ........................................................... 43
4.4.1.6 Pendistribusian ........................................................ 44 4.4.1.7 Pengendalian ........................................................... 44
4.4.1.8 Penghapusan ............................................................ 45 4.4.1.9 Pelayanan Pasien Rawat Inap ................................. 46
4.4.2 Produksi ................................................................................. 46
4.4.2.1 Produksi Non-steril ................................................. 47 4.4.2.2 Produksi Steril dan PIVAS....................................... 47
4.4.3 Pelayanan Farmasi Klinik........................................................ 48 4.4.4 Pencatatan dan Pelaporan ...................................................... 50
5. INSTALASI PENUNJANG: INSTALASI STERILISASI
SENTRAL DAN BINATU, BAGIAN REKAM MEDIS, DAN
INSTALASI KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
“DHARMAIS” ......................................................................................... 52
5.1 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” ........................................................................................ 52 5.1.1 Definisi .................................................................................... 52
5.1.2 Tujuan dan Tugas ISS ........................................................... 52 5.1.3 Aktivitas Fungsional ISS........................................................ 53 5.1.4 Pelayanan ISSB di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” .......... 54
5.1.5 Autoclave Gettinge ................................................................ 57 5.2 Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Kankes “Dharmais” .................. 60
5.3 Instalasi Kesehatan Lingkungan (IKL) dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ................................... 63 5.3.1 Pengelolaan Limbah Padat .................................................... 63
5.3.2 Pengelolaan Limbah Cair ...................................................... 67
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
xii
6. PEMBAHASAN ...................................................................................... 74
6.1 Aspek Manajemen Farmasi .............................................................. 74
6.1.1 Pemilihan ................................................................................. 74 6.1.2 Perencanaan ........................................................................... 77
6.1.3 Pengadaan .............................................................................. 78 6.1.4 Penerimaan ............................................................................ 79 6.1.5 Penyimpanan ......................................................................... 80
6.1.6 Pendistribusian ...................................................................... 82 6.1.7 Pelayanan Obat Pasien Rawat Inap ....................................... 88
6.1.8 Pengendalian ......................................................................... 89 6.1.9 Penghapusan .......................................................................... 90
6.2 Produksi ............................................................................................ 91
6.2.1 Produksi Non Steril ............................................................... 91 6.2.2 Produksi Steril ......................................................................... 92
6.2.2.1 PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service) 94 6.2.2.2 Pencampuran Obat Kanker Oral............................... 96
6.3 Farmasi Klinik ................................................................................... 98 6.3.1 Konseling dan Pelayanan Informasi Obat .............................. 98
6.3.2 Pemantauan Terapi Obat ........................................................ 98 6.3.3 Monitoring Interaksi Obat ..................................................... 99 6.3.4 Monitoring Efek Samping Obat ............................................ 99
6.3.5 Ronde atau Visite .................................................................... 99 6.4 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu ................................................ 99
6.5 Bagian Rekam Medik ......................................................................... 100 6.6 Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3............................................ 102
7. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 103
7.1 Kesimpulan.......................................................................................... 103
7.2 Saran .................................................................................................. 103
DAFTAR ACUAN ......................................................................................... 105
LAMPIRAN.................................................................................................... 106
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1 Alur Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ................................................................. 55
Gambar 5.2 Alur Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” ................................................................................ 67 Gambar 5.3 Alur Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” ................................................................................ 73 Gambar 6.1 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi ....................................... 79 Gambar 6.2 Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Tunai .................... 82
Gambar 6.3 Alur Pelayanan Resep Pasien Askes ....................................... 83 Gambar 6.4 Alur Pelayanan Resep Pasien Jamkesmas dan KJS ................ 84
Gambar 6.5 Alur Pelayanan Resep SAFARJAN ........................................ 85 Gambar 6.6 Alur Pelayanan Resep Satelit Obat Tradisional ...................... 87 Gambar 6.7 Matriks VEN-ABC ................................................................... 90
Gambar 6.8 Alur pencampuran obat injeksi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ................................................................................ 96
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” ......... 106 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi........................................ 107 Lampiran 3. Surat Pesanan Barang .............................................................. 108
Lampiran 4. Alur Pelayanan ISS .................................................................. 109 Lampiran 5. Autoclave .................................................................................. 110
Lampiran 6. Sterrad® NX ............................................................................. 111 Lampiran 7. Denah Ruang ISS .................................................................... 112 Lampiran 8. Formulir Penyerahan Barang Belum Steril ............................. 113
Lampiran 9. Indikator Kimia Eksternal dan Indikator Kimia Internal........... 114 Lampiran 10. Indikator Bowie and Dick Test ................................................ 115
Lampiran 11. Indikator Biologi (Attest) ........................................................ 116 Lampiran 12. Struktur Organisasi Bagian Rekam Medik ............................... 117 Lampiran 13. Alur Rekam Medik Pasien Baru ............................................... 118
Lampiran 14. Alur Rekam Medik Pasien Lama .............................................. 119 Lampiran 15. Incinerator ................................................................................ 120
Lampiran 16. Tempat Penampungan Sementara (TPS) .................................. 121 Lampiran 17. Formulir Permintaan Obat Baru di Luar Standar...................... 122 Lampiran 18. Material Request....................................................................... 123
Lampiran 19. Blanko Surat Pesanan Narkotika............................................... 124 Lampiran 20. Blanko Surat Pesanan Psikotropika ........................................... 125
Lampiran 21. Berita Acara Penerimaan ......................................................... 126 Lampiran 22. Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban Udara ........................... 127 Lampiran 23. Dokumentasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara ......... 128
Lampiran 24. Kartu stok ................................................................................ 129 Lampiran 25. Bon Permintaan Barang ........................................................... 130
Lampiran 26. Plastik Obat ............................................................................. 131 Lampiran 27. Formulir Pemantauan Obat dan Alkes Emergency .................. 132 Lampiran 28. Kartu Indeks (Kardeks)............................................................. 133
Lampiran 29. Blanko Mutasi Barang............................................................... 134 Lampiran 30. Formulir Pelayanan Pencampuran IV Admixture .................... 135
Lampiran 31. Blanko Pelayanan Pencampuran Obat Kanker ......................... 136 Lampiran 32. Etiket ........................................................................................ 137 Lampiran 33. Formulir Pemantauan Pengobatan ........................................... 138
Lampiran 34. Formulir Pelayanan Informasi Obat ......................................... 139 Lampiran 35. Formulir Konseling Pasien Pulang ............................................ 140
Lampiran 36. Formulir Konseling Pasien Rawat Jalan ................................... 141 Lampiran 37. Produk yang akan Disterilisasi .................................................. 142 Lampiran 38. Formulir Pelayanan Informasi Obat ......................................... 143
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus
diwujudkan melalui pembangunan yang berkesinambungan. Pembangunan
kesehatan diarahkan untuk mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Pelayanan kesehatan merupakan upaya yang diselenggarakan oleh pemerintah
atau swasta, dalam bentuk pelayanan kesehatan perorangan atau pelayanan
kesehatan masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu unit pelaksana
pelayanan kesehatan yang berfungsi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
dengan pendekatan terhadap peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan.
Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan di rumah sakit
yang memegang peranan penting dalam berjalannya pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, pelayanan farmasi rumah sakit adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang
berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu termasuk
pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Pelayanan farmasi di rumah sakit secara tersentral dikelola oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS), dimana IFRS merupakan tempat penyelenggaraan semua
pekerjaan kefarmasian di rumah sakit itu sendiri.
Seiring dengan perkembangan zaman, orientasi praktik kefarmasian telah
mengalami perubahan yang awalnya berorientasi pada produk (product oriented)
menjadi berorientasi pada pasien (patient oriented). Apoteker sebagai tenaga
profesi di rumah sakit memiliki peran yang sangat penting dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan di bidang kefarmasian. Untuk dapat memberikan pelayanan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
2
Universitas Indonesia
kefarmasian yang baik di rumah sakit, seorang Apoteker harus memiliki
kemampuan profesional dan pengetahuan yang memadai serta berorientasi kepada
kepentingan pasien. Kemampuan profesional apoteker tidak terbatas pada sisi
teknis kefarmasian saja, mengingat fungsi manajemen juga merupakan suatu hal
yang penting diperhatikan.
Berdasarkan hal tersebut,untuk melengkapi teori yang telah didapatkan
calon apoteker selama masa perkuliahan, maka Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia bekerjasama dengan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” untuk
menyelenggarakan program Praktik Kerja Profesi Apoteker pada periode 2
September – 31 Oktober 2013. Diharapkan melalui pengamatan secara langsung
terhadap kegiatan yang dilakukan di rumah sakit khususnya di bagian instalasi
farmasi, calon apoteker dapat lebih siap untuk terjun secara khusus ke dunia
profesi apoteker di rumah sakit.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah
Sakit Kanker “Dharmais” adalah sebagai berikut :
1. Memahami tugas dan fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”.
2. Memahami dan mengetahui peran dan tanggung jawab Apoteker di Rumah
Sakit.
3. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang manajemen
(perencanaan, pengadaan, penyimpanan, produksi, distribusi) dan klinis (PIO,
komunikasi, edukasi, konseling).
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit, rumah sakit didefinisikan sebagai suatu institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan
secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan. Menurut Siregar dan Amalia
(2004), Rumah Sakit merupakan suatu struktur terorganisasi yang
menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan
terapi, alat dan perbekalan kesehatan serta fasilitas fisik kedalam suatu sistem
terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan
kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,
persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Presiden Republik Indonesia,
2009b).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi
yaitu menyediakan, dan menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan,
pelayanan rehabilitatif serta pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Selain itu Rumah sakit berfungsi sebagai tempat pelatihan, pendidikan, penelitian,
pengembangan ilmu dan tekhnologi di bidang kesehatan serta administrasi umum
dan keuangan (Siregar dan Amalia, 2004). Secara lebih ringkas fungsi rumah sakit
yaitu :
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
4
Universitas Indonesia
a. Pelayanan pasien
Pelayanan pasien yang langsung di rumah sakit terdiri atas pelayanan
medis, pelayanan farmasi dan pelayanan keperawatan. Di samping itu untuk
mendukung pelayanan medis, rumah sakit juga mengadakan pelayanan
berbagai jenis laboratorium.Pelayanan pasien terbagi menjadi dua yaitu
pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan pasien rawat jalan,
dewasa ini semakin penting sebagai fungsi dan tanggungjawab rumah sakit
kepada komunitas karena pelayanan ini bersifat pencegahan penyakit yang
lebih parah dan juga untuk peningkatan kesehatan. Pelayanan pasien
melibatkan pemeriksaan dan diagnosis, pengobatan kesakitan atau luka,
pengobatan pencegahan, rehabilitasi, perawatan, pemulihan, dan pelayanan
tertentu lainnya (Siregar dan Amalia, 2004).
b. Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan sebagai suatu fungsi rumah sakit terdiri atas dua bentuk utama
yaitu :
1) Pendidikan dan pelatihan profesi kesehatan
Program pendidikan Rumah sakit mencakup program formal (kedokteran
dan perawat); program “in-service training” untuk personal profesional, seperti
residen dan program “on the job training” untuk personal non profesional.
Program itu penting karena memberikan pengalaman pembelajaran praktek
yang perlu dalam penyelamatan hidup manusia (Siregar dan Amalia, 2004).
2) Pendidikan dan pelatihan pasien.
Pendidikan dan pelatihan pasien merupakan suatu fungsi Rumah sakit
yang penting dalam suatu lingkup yang jarang disadari oleh masyarakat.
Pendidikan tentang obat sangat penting diberikan kepada pasien, untuk
meningkatkan kepatuhan, mencegah penyalahguanaan obat, dan meningkatkan
hasil terapi yang optimalo dengan penggunaan obat yang sesuai dan tepat
(Siregar dan Amalia, 2004).
c. Penelitian
Rumah sakit melakukan penelitian sebagai suatu fungsi vital untuk dua
maksud utama, yaitu memajukan pengetahuan medik tentang penyakit dan
peningkatan atau perbaikan pelayanan rumah sakit. Kedua maksud tersebut
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
5
Universitas Indonesia
ditujukan pada tujuan dasar dari pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi
penderita. Contoh kegiatan penelitian dalam rumah sakit mencakup
merencanakan prosedur diagnosis yang baru, melakukan percobaan
laboratorium dan klinik, pengembangan dan menyempurnakan prosedur
pembedahan baru, mengevaluasi obat investigasi, dan penelitian formulasi obat
yang baru.
d. Kesehatan masyarakat
Tujuan utama dari fungsi rumah sakit yang keempat ialah membantu
komunitas dalam mengurangi timbulnya kesakitan (illness) dan meningkatkan
kesehatan umum penduduk. Contoh kegiatan kesehatan masyarakat adalah
hubungan kerja yang erat dari rumah sakit yang mempunyai bagian kesehatan
masyarakat untuk penyakit menular, partisipasi dalam program deteksi
penyakit, seperti TBC, diabetes, hipertensi dan kanker, partisipasi dalam
program inokulasi masyarakat seperti terhadap influensa dan poliomielitis,
serta partisipasi bagian layanan ambulatori dalam pendidikan praktik kesehatan
rutin yang lebih baik, dan lain-lain. Apoteker rumah sakit mempunyai peluang
memberikan kontribusi pada fungsi ini dengan mengadakan brosur informasi
kesehatan, pelayanan pada penderita rawat jalan dan dengan memberi
konseling tentang penggunaan obat yang aman dan tindakan pencegahan
keracunan.
e. Pelayanan Rujukan Upaya Kesehatan
Pelayanan rujukan merupakan suatu upaya penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggungjawab timbal balik atas
kasus atau masalah yang timbul, baik secara vertikal maupun horizontal kepada
pihak yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap dan mempunyai
kemampuan lebih tinggi (Siregar dan Amalia, 2004).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit memiliki tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas tersebut, maka rumah sakit
memiliki fungsi :
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
6
Universitas Indonesia
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan Standar Pelayanan Rumah Sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna, tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit
Tujuan pengklasifikasikan rumah sakit agar dapat mengadakan evaluasi
yang lebih tepat untuk penggolongan rumah sakit. Ada beberapa jenis
pengklasifikasi rumah sakit, yaitu:
Menurut Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
Rumah Sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasarkan pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi dua yaitu :
a. Rumah Sakit Publik
Rumah sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah Sakit publik yang dikelola
Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan
Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik yang dikelola
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit
privat.
b. Rumah Sakit Privat
Rumah sakit privat dapat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Rumah Sakit dapat ditetapkan menjadi Rumah Sakit pendidikan setelah
memenuhi persyaratan dan standar rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit
pendidikan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Menteri yang
membidangi urusan pendidikan. Rumah Sakit pendidikan merupakan Rumah
Sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam
bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan,
dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya (Anonim, 2009).
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang
dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
Rumah Sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit. Jenis Rumah Sakit khusus antara
lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung, Kanker, Orthopedi, Paru,
Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit Infeksi,
Bersalin,Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan,
Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.
Rumah sakit khusus diklasifikasikan menjadi tiga yakni :
a. Rumah Sakit Khusus kelas A
Rumah Sakit Khusus kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
b. Rumah Sakit Khusus kelas B
Rumah Sakit Khusus kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
8
Universitas Indonesia
c. Rumah Sakit Khusus kelas C
Rumah Sakit Khusus kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
Klasifikasi Rumah Sakit umum berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 340/MENKES/PER/2010, terdiri atas :
1) RSU kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5
(lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13
(tiga belas) subspesialis, meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan
Gawat Darurat, Pelayanan Medik Spesialis lain, Pelayanan Medik
Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, dan
Pelayanan Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 400
(empat ratus) buah..
2) RSU kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
subspesialis dasar, meliputi : Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis
Penunjang Medik, Pelayanan Medik Spesialis lain, Pelayanan Medik
Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan
keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan,
Penunjang Non Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 200 (dua ratus)
buah.
3) RSU kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan Pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan
4 (empat) spesialis penunjang medik, meliputi Pelayanan Medik Umum,
Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan keperawatan dan
Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan, Penunjang Non
Klinik. Jumlah tempat tidur minimal 100 (seratus) buah.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
9
Universitas Indonesia
4) RSU kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar,
meliputi Pelayanan Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4
(empat) jenis pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan penyakit
Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. Jumlah tempat
tidur minimal 50 (lima puluh) buah.
Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang
telah diakreditasi dan rumah sakit yang belum diakreditasi. Rumah sakit yang
telah diakreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara formal oleh suatu
badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan bahwa suatu rumah sakit telah
memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu (Siregar dkk., 2004).
Standar pelayanan rumah sakit terdiri dari 16 kelompok kerja (POKJA) yaitu :
1) Administrasi dan Manajemen
2) Pelayanan Medis
3) Pelayanan Gawat darurat
4) Pelayanan Keperawatan
5) Rekam Medik
6) Pelayanan Farmasi
7) Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan Kewaspadaan Bencana
8) Pelayanan Radiologi
9) Pelayanan Laboratorium
10) Kamar Operasi
11) Pelayanan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (DALIN)
12) Pelayanan Perinatal Resiko Tinggi
13) Pelayanan Rehabilitasi Medik
14) Pelayanan Gizi
15) Pelayanan Intensif
16) Pelayanan Darah
Penilaian tahap I meliputi point 1-5, tahap II meliputi point 1-2 dan
tahap III meliputi point 1-16.Setiap pelayanan dari POKJA tersebut memuat
sebagian atau seluruh standar yaitu:
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
10
Universitas Indonesia
Standar 1. Falsafah dan tujuan
Standar 2. Administrasi dan pengelolaan
Standar 3. Staf dan pimpinan
Standar 4. Fasilitas dan peralatan
Standar 5. Kebijakan dan prosedur
Standar 6. Pengembangan staf dan program pendidikan
Standar 7. Evaluasi dan pengembangan mutu
Tahap awal akreditasi rumah sakit adalah penilaian lima standar
pelayanan pertama. Jika kelima POKJA tersebut sudah dinyatakan lulus,tiga
tahun kemudian dilanjutkan hingga standar pelayanan kedua belas dan
diteruskan penilaiannya hingga standar pelayanan keenam belas.
Penilaian rumah sakit tersebut dilakukan Instrument Self Assesment
yang disusun oleh Departemen Kesehatan yang dapat dilaksanakan secara
intern oleh rumah sakit yang bersangkutan dan oleh badan yang dibentuk
Kementerian Kesehatan RI yang disebut KARS (Komite Akreditasi Rumah
Sakit) (Kementerian Kesehatan RI, 1999).
Dalam suatu penilaian ada 4 hasil keputusan akreditasi yaitu :
1) Tidak terakreditasi
Rumah sakit tidak mendapat status akreditasi jika belum mampu
memenuhi standar yang ditetapkan, ada satu atau lebih kegiatan pelayanan
yang memperoleh skor kurang dari 65%. atau perolehan rata-rata dari semua
kegiatan pelayanan yang dinilai hanya mencapai 65% atau kurang.
2) Akreditasi bersyarat
Rumah sakit telah memenuhi syarat minimal, tetapi belum cukup karena
ada beberapa pelayanan dengan rekomondasi khusus (skor minimal 65% dan
setiap bidang tidak mempunyai nilai kurang dari 60%). Diberikan waktu 1
tahun untuk perbaikan.
3) Akreditasi penuh
Rumah sakit telah dapat memenuhi standar yang ditetapkan oleh komisi
akreditasi rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya. Total skor minimal adalah
75% dan dari masing-masing bidang pelayanan skor tidak ada yang kurang dari
60%. Berlaku untuk 3 tahun rumah sakit yang bersangkutan, dapat mengajukan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
11
Universitas Indonesia
permohonan untuk akreditasi pada periode berikutnya yaitu 3 bulan sebelum
masa berlakunya status masa akreditasi berakhir.
4) Akreditasi istimewa
Rumah sakit lulus akreditasi 3 periode berturut-turut akan memperoleh
status akreditasi untuk 5 tahun ke depan (Kementerian Kesehatan RI, 1999).
Akan tetapi, mulai tahun 2012 akan diberlakukan sistem akreditasi yang
baru yaitu sistem akreditasi KARS 2012. Dengan adanya sistem akreditasi
KARS 2012 akan merubah paradigma. Awalnya tujuan rumah sakit melakukan
akreditasi hanya semata-mata untuk kelulusan, tetapi sekarang juga
menekankan pada pelayanan berfokus pada pasien serta kesinambungan
pelayanan dan menjadikan keselamatan pasien sebagai standar utama. Hasil
survei penilaian atau kelulusan untuk sistem akreditasi KARS 2012 ini
berupa level pencapaian yang merupakan upaya pencapaian RS terhadap
penilaian yang ditentukan. Level tersebut adalah dasar, madya, utama, dan
pencapaian tertinggi adalah paripurna. Sistem ini berlaku pada Juli 2012 sesuai
dengan. Tingkat penilaian kelulusan akreditasi antara lain :
1. Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)
3. Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)
4. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)
5. Millenium Development Goal’s (MDG’s)
6. Akses Pelayanan dan Kontinuitas pelayanan (APK)
7. Asesmen Pasien (AP)
8. Pelayanan Pasien (PP)
9. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)
10. Manajemen Penggunaan Obat (MPO)
11. Manajemen Komunikasi dan Informasi (MKI)
12. Kualifikasi dan Pendidikan Staff (KPS)
13. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
14. Tata Kelola, Kepemimpinan dan Pengarahan (TKP)
15. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
12
Universitas Indonesia
2.1.4 Struktur Organisasi
Struktur organisasi rumah sakit umumnya terdiri atas badan pengurus
yayasan, dewan pembina, dewan penyantun, badan penasehat dan badan
penyelenggara. Badan Penyelenggara terdiri atas direktur, wakil direktur, komite
medik, satuan pengawas dan berbagai bagian dari instalasi. Sebuah rumah sakit
bisa memiliki lebih dari seorang wakil direktur, tergantung pada besarnya rumah
sakit. Wakil direktur pada umumnya terdiri atas wakil direktur pelayanan medik,
wakil direktur penunjang medik dan keperawatan, serta wakil direktur keuangan
dan administrasi. Staf Medik Fungsional (SMF) berada di bawah koordinasi
komite medik. SMF terdiri atas dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis dari
semua disiplin yang ada di suatu rumah sakit. Komite medik adalah wadah non
struktural yang keanggotaannya terdiri atas ketua-ketua SMF (Siregar dan Amalia,
2004).
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.2.1 Definisi IFRS
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) merupakan suatu unit atau fasilitas
rumah sakit yang merupakan tempat diselenggarakannya semua kegiatan
kefarmasian untuk keperluan rumah sakit tersebut dan bertanggung jawab atas
seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas :
1. Pelayanan paripurna yang mencakup perencanaan; pengadaan; produksi;
penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian
mutu; serta pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan
kesehatan di rumah sakit.
2. Pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung
pada pasien dan pelayanan klinik yang merupakan program rumah sakit
secara keseluruhan.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh seorang apoteker dengan
dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang- undangan yang berlaku dan kompeten secara professional (Siregar
& Amalia, 2004).
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
13
Universitas Indonesia
2.2.2 Tujuan IFRS
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) harus mempunyai sasaran jangka
panjang yang merupakan arah dari kegiatan harian yang dilakukan, yakni berupa
visi-misi, sasaran, dan tujuan. Adapun tujuan kegiatan Instalasi Farmasi Rumah
Sakit antara lain (Siregar dan Amalia, 2004):
1. Memberi manfaat pada penderita, rumah sakit, sejawat profesi kesehatan dan
kepada profesi farmasi oleh apoteker rumah sakit yang kompeten dan
memenuhi syarat,
2. Membantu dalam penyediaan perbekalan yang memadai oleh apoteker rumah
sakit yang memenuhi syarat,
3. Menjamin praktek profesional yang bermutu tinggi melalui penetapan dan
pemeliharaan standar etika profesional, pendidikan dan pencapaian, dan
melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi,
4. Meningkatkan penelitian dalam praktek farmasi rumah sakit dan dalam ilmu
farmasetik pada umumnya,
5. Menyebarkan pengetahuan farmasi dengan mengadakan pertukaran informasi
antara apoteker rumah sakit, anggota profesi dan spesialis yang serumpun,
6. Memperluas dan memperkuat kemampuan apoteker rumah sakit untuk:
a. Secara efektif mengelola suatu pelayanan farmasi yang terorganisasi,
b. Mengembangkan dan memberikan pelayanan klinik,
c. Melakukan dan berpartisipasi dalam penelitian klinik dan farmasi dan
dalam program edukasi untuk praktisi kesehatan, penderita, mahasiswa
dan masyarakat.
7. Meningkatkan pengetahuan dan pengertian praktek farmasi rumah sakit
kontemporer bagi masyarakat, pemerintah, industri farmasi dan profesional
kesehatan lainnya
8. Membantu menyediakan personal pendukung yang bermutu untuk IFRS
9. Membantu dalam pengembangan dan kemajuan profesi kefarmasian.
2.2.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan perbekalan farmasi, yang meliputi
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
14
Universitas Indonesia
kepada pasien, sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang
beredar dan digunakan dalam rumah sakit. Jadi, IFRS merupakan satu-satunya
unit di rumah sakit yang bertugas dan bertanggung jawab sepenuhnya pada
pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obat/perbekalan kesehatan yang
beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut. Selain itu, IFRS harus
menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin
pelayanan bermutu tertinggi dan yang paling bermanfaat dengan biaya minimal.
IFRS juga bertanggung jawab untuk mengembangkan pelayanan farmasi yang
luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk kepentingan pelayanan pasien
yang lebih baik (Siregar dan Amalia, 2004).
2.2.4 Ruang Lingkup IFRS
2.2.4.1 Fungsi Klinik (Pelayanan)
Fungsi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai bagian
terpadu dari perawatan pasien atau memerlukan interaksi dengan profesional
kesehatan lain yang secara langsung terlibat dalam pelayanan pasien.
Berdasarkan SK Menkes No.1197/Menkes/SK/X/2004, kegiatan
pelayanan meliputi pengkajian resep, dispensing, pemantauan dan pelaporan efek
samping obat, pelayanan informasi obat, konseling, pemeriksaan kadar obat dalam
darah, ronde/visite pasien, pengkajian penggunaan obat.
Farmasi klinik ini memerlukan pengumpulan data dan interpretasi
data penderita serta keterlibatan penderita dan interaksi langsung antarprofesional.
Sesuai dengan karakteristik dan defenisi pelayanan farmasi klinik ada tiga
komponen utama yang mendasari peranan klinik dalam pelayanan farmasi di
rumah sakit yaitu komunikasi, konseling dan konsultasi. Menurut Siregar (2004),
pada prinsipnya aktivitas farmasi klinik meliputi:
1. Pemantauan pengobatan. Hal ini dilakukan dengan menganalisis terapi,
memberikan advis kepada praktisi kesehatan tentang kebenaran
pengobatan, dan memberikan pelayanan kefarmasian pada pasien secara
langsung,
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
15
Universitas Indonesia
2. Seleksi obat. Aktivitas ini dilakukan dengan bekerja sama dengan dokter
dan pemegang kebijakan di bidang obat dalam penyusunan formularium
obat atau daftar obat yang digunakan,
3. Pemberian informasi obat. Farmasis bertanggug jawab mencari informasi
dan melakukan evaluasi literatur ilmiah secara kritis, dan kemudian
mengatur pelayanan informasi obat untuk praktisi pelayanan kesehatan dan
pasien,
4. Penyiapan dan peracikan obat. Farmasis bertugas menyiapkan dan meracik
obat sesuai dengan standar dan kebutuhan pasien,
5. Penelitian dan studi penggunaan obat. Kegiatan farmasi klinik antara lain
meliputi studi penggunaan obat, farmakoepidemiologi, farmakovigilansi,
dan farmakoekonomi,
6. Therapeutic drug monitoring (TDM). Farmasi klinik bertugas menjalankan
pemantauan kadar obat dalam darah pada pasien dan melihat profil
farmakokinetik untuk optimasi regimen dosis obat,
7. Uji klinik. Farmasis juga terlibat dalam perencanaan dan evaluasi obat,
serta berpartisipasi dalam uji klinik,
8. Pendidikan dan pelatihan, terkait dengan pelayanan kefarmasian.
Fungsi farmasi klinik yang berkaitan secara langsung dengan penderita
yaitu fungsi dalam proses penggunaan obat, mencakup wawancara sejarah
penggunaan obat pasien, diskusi dengan dokter dan perawat mengenai pemilihan
regimen obat pada pasien tertentu, interpretasi resep/order obat; pembuatan Profil
Pengobatan Penderita (P3); pemantauan efek obat pada pasien; edukasi pasien;
konseling dengan pasien yang akan pulang; pelayanan farmakokinetika klinik;
pelayanan pencampuran sediaan intravena; dan pelayanan pencampuran nutrisi
parenteral.
2.2.4.2 Fungsi Non-Klinik (Manajerial)
Fungsi non klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian
dari pelayanan pasien, seringkali merupakan tanggung jawab apoteker rumah
sakit, serta tidak memerlukan interaksi dengan profesional kesehatan lain,
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
16
Universitas Indonesia
meskipun semua pelayanan farmasi harus disetujui oleh staf medik melalui Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT).
Lingkup fungsi farmasi non klinik meliputi perencanaan; penetapan
spesifikasi produk dan pemasok; pengadaan; pembelian; produksi; penyimpanan;
pengemasan dan pengemasan kembali; distribusi; dan pengendalian semua
perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit secara
keseluruhan. Fungsi non klinik juga meliputi pengelolaan perbekalan farmasi
diantaranya :
1) Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan
pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan
Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi
pembelian.
2) Perencanaan
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan berdasarkan dari acuan buku–buku seperti DOEN,
Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit, ketentuan setempat
yang berlaku yang terdiri dari data catatan medik, anggaran yang tersedia,
penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode
yang lalu dan rencana pengembangan.
Untuk dapat melakukan perencanaan perbekalan farmasi yang baik maka
diperlukan suatu metode perencanaan. Ada tiga metode perencanaan, yaitu :
1. Metode konsumsi, dibuat berdasarkan data konsumsi periode sebelumnya,
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
17
Universitas Indonesia
2. Metode epidemiologi, dibuat berdasarkan pola penyakit di rumah sakit
periode sebelumnya maupun pola penyakit di sekitar rumah sakit yang
diperkirakan akan terjadi,
3. Metode kombinasi konsumsi & epidemiologi.
Sebelum perencanaan diadakan, perlu dievaluasi terlebih dahulu apakah
perencanaan sudah mendekati benar atau belum. Untuk itu ada beberapa
mekanisme evaluasi, diantaranya:
a. Analisa ABC (Pareto)
Analisis ABC adalah analisis yang digunakan dalam beberapa sistem
persediaan untuk menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi
untuk semua item. Analisa ABC merupakan pembagian konsumsi obat dan
pengeluaran untuk perencanaan dengan membagi obat yang dikonsumsi
menjadi 3 kategori, yaitu: (1) Golongan A: always 10-20% item obat saja yang
disediakan, tapi dana yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obat ini sangat
besar yaitu mencapai 70-80% dari keseluruhan dana, (2) Golongan B: better
20-40% item obat yang disediakan, dana yang dikeluarkan untuk pengadaan
obat-obat ini cukup besar yaitu mencapai 10-15% dari keseluruhan dana, dan
(3) Golongan C: control ketersediaannya sangat banyak yaitu mencapai 60%
dari keseluruhan item obat, namun kebutuhan dana yang dikeluarkan dalam
pengadaannya rendah yaitu hanya 5-10% dari keseluruhan dana.
Kelompok Jumlah Item NilaiA 20% 80%B 30% 15%C 50% 5%
b) Analisa VEN
Analisa VEN merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan
prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok aman dan harga
penjualan obat. Kategori obat-obat sistem VEN yaitu (1) V (Vital) adalah obat-
obat yang termasuk dalam potensial life saving drug, mempunyai efek samping
withdrawl secara signifikan (pemberian harus secara teratur dan
penghentiannya tidak tiba-tiba) atau sangat penting dalam penyediaan
pelayanan kesehatan dasar. Contohnya: diazepam injeksi, digoksin tablet,
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
18
Universitas Indonesia
atropin sulfat injeksi, (2) E (Essensial) adalah obat-obat yang efektif untuk
mengurangi kesakitan, namun demikian sangat signifikan untuk bermacam-
macam penyakit tetapi tidak vital secara absolut (penting tetapi tidak vital),
untuk penyediaan sistem kesehatan dasar. Contohnya: dizepam tablet,
paracetamol tablet, amoksisilin tablet, dan (3) N (Non Essensial) merupakan
obat-obat yang digunakan untuk penyakit minor atau penyakit tertentu yang
efikasinya masih diragukan termasuk terhitung mempunyai biaya tinggi untuk
memperoleh keuntungan terapeutik. Contohnya: ferrosi sulfat tablet, obat
kumur, aspirin pediatrik tablet.
c) EOQ (Economic Order Quantity)
Sistem ini ditetapkan untuk menentukan jumlah perbekalan farmasi yang
paling ekonomis yang harus dipesan. Dengan metode ini diharapkan akan
dapat meminimalkan jumlah penyimpangan perbekalan farmasi yang akan
disediakan. Metode ini menetapkan jumlah order maksimal dalam waktu
tertentu dengan meminimalkan biaya.
Keterangan:
D : Jumlah kebutuhan obat per tahun
Cs : Biaya pemesanan
i : % biaya penyimpanan
P : Harga barang / obat per unit
d) EOI (Economic Order Interval)
Sistem ini digunakan untuk menentukan interval waktu yang dibutuhkan
untuk sistem pemesanan perbekalan farmasi yang dianggap paling ekonomis
dan mengelompokkan persediaan yang akan diorder tiap bulan, 4 bulan, 6
bulan dan seterusnya.
atau
Keterangan :
D : Jumlah kebutuhan obat per tahun
Pi
DCsEOQ
2
DPi
CsEOI
2 D
EOQEOI
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Cs : Biaya pemesanan
i : % biaya penyimpanan
P : Harga barang / obat per unit
e) Analisis ROP (ReOrder Point)
ROP yaitu jumlah persediaan yang ideal saat dilakukannya pemesanan
ulang (Quick et al., 1997).
3) Pengadaan
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui pembelian yang dilakukan secara tender
(oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) dan secara langsung dari
pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan; produksi/pembuatan sediaan
farmasi yang terdiri dari produksi steril dan non steril serta pengadaan melalui
sumbangan/droping/hibah. Metode untuk melakukan pengadaan yaitu:
a. Open tender (tender terbuka), merupakan sistem terbuka bagi produsen
dan distributor obat dan alat kesehatan untuk mengajukan penawaran,
dengan persyaratan dan kriteria yang ditetapkan pihak rumah sakit, tender
diumumkan di media massa.
b. Restricted tender (tender tertutup), merupakan sistem tender bagi produsen
dan distributor tertentu yang telah memenuhi persyaratan dan kriteria yang
ditetapkan, lebih menghemat biaya dan waktu.
c. Negotiated procurement (sistem kontrak), merupakan sistem pengadaan
dengan menyusun perjanjian kontrak jual beli antara rumah sakit dan
pemasok. Biasanya untuk barang-barang yang sulit didapatkan dan harus
tersedia di rumah sakit dan pihak supplier dapat menjamin ketersediaan
barang tersebut.
d. Direct procurement (pemesanan langsung), merupakan sistem pengadaan
dengan membeli langsung barang yang dibutuhkan oleh rumah sakit
kepada pemasok, biasanya untuk mengurangi resiko kerusakan barang
selama penyimpanan dan untuk obat-obat yang harganya mahal, yang
penggunaannya belum jelas.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
20
Universitas Indonesia
4) Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,
konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi
pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa, barang harus bersumber dari
distributor utama, harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS),
khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin,
dan expired date minimal 2 tahun.
5) Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menempatkan perbekalan farmasi
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dan memenuhi syarat. Penyediaan
perbekalan farmasi harus disimpan oleh tenaga yang kompeten, terdidik, terlatih
dan mempunyai izin untuk menangani yaitu apoteker. Tujuan dari penyimpanan
perbekalan farmasi:
a) Memelihara mutu obat
b) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
c) Menjaga kelangsungan persediaan
d) Memudahkan pencarian dan pengawasan
e) Memudahkan pengawasan persediaan (stok), kerusakan dan kadaluarsa
f) Menjamin keamanan dari pencurian dan kebakaran
g) Menjamin pelayanan yang cepat dan cepat
Syarat penyimpanan :
a. Accesibility: mudah diakses
b. Utilities: memiliki sumber listrik, air, AC dan sebagainya.
c. Communicatio: memiliki alat komunikasi (misalkan: telepon)
d. Drainage: berada di lingkungan yang baik denga sistem pengairan yang
baik
e. Size: harus cukup menampung barang yang ada
f. Security: aman dari pencurian, penyalahgunaan dan hewan pengganggu.
Kegiatan penyimpanan perbekalan farmasi meliputi: perencanaan dan
penyusunan kebutuhan, penerimaan, pemeriksaan barang, pengiriman barang
dan pencatatan barang. Hal yang harus diteliti dalam proses penerimaan barang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
21
Universitas Indonesia
adalah kelengkapan dokumen pendukung seperti faktur atau surat jalan dan
meneliti kondisi barang meliputi jenis, jumlah dan kondis fisik barang saat
diterima. Barang yang telah diterima disimpan sesuai dengan ketentuan
penyimpanan.
Sistem penyimpanan perbekalan farmasi yang ada:
a) Berdasarkan bentuk sediaan, dipisahkan antara sediaan padat (misal:
tablet) dan cair (misal: syrup) dan alat kesehatan,
b) Alphabetis, penyimpanan berdasarkan huruf depan dari nama obat dan
disusun dari huruf A sampai Z,
c) Berdasarkan kelas terapi atau farmakoterapi, menyangkut tentang indikasi
obat yang disimpan misalnya antibiotik, antidiabetes, antihipertensi, obat
batuk,
d) Berdasarkan suhu, dibagi berdasarkan suhu kamar, sejuk, kering dan suhu
< 0oC misalnya suppositoria, injeksi, vaksin,
e) Obat-obat yang mudah terbakar, seperti eter, anastetik lokal, gas medik
(misalnya: CO2, nitrogen dan oksigen), dan obat sitostatik disimpan
ditempat tersendiri,
f) Obat narkotika dan obat keras tertentu disimpan tersendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan,
g) Sistem FIFO dan FEFO atau kombinasi keduanya untuk menghindari
terjadinya stok yang kadaluarsa.
6) Pendistribusian
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi dirancang atas
dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan
efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada, metode sentralisasi atau
desentralisasi, sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau
kombinasi.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 pendistribusian perbekalan farmasi dibagi menjadi
tiga yaitu:
a) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh
Satelit Farmasi.
b) Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh
Apotek Rumah Sakit.
c) Pendistribusian Perbekalan Farmasi di luar Jam Kerja
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi
kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh apotek rumah
sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan
perbekalan farmasi emergensi.
Secara umum ada empat sistem distribusi obat di rumah sakit yaitu:
a) Sistem Distribusi Obat Resep Individual (Individual Prescription)
Sistem distribusi obat resep individual sentralisasi adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat oleh IFRS sentral sesuai dengan yang ditulis pada
order atau resep atas nama Pasien Rawat Tinggal (PRT) tertentu melalui
perawat ke ruang penderita tersebut. Semua obat yang diperlukan untuk
pengobatan di-dispensing dari IFRS. Resep oleh perawat di kirim ke IFRS,
kemudian resep itu di proses sesuai dengan cara dispensing yang baik dan obat
disiapkan untuk didistribusikan kepada pasien. Keuntungan dari sistem
distribusi ini adalah (1) semua resep dikaji langsung oleh apoteker, yang juga
dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat berkaitan dengan
obat penderita, (2) memberi kesempatan interaksi profesional antara apoteker-
dokter- perawat-penderita, (3) memungkinkan pengendalian yang lebih dekat
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
23
Universitas Indonesia
atas perbekalan, (4) mempermudah penagihan biaya obat penderita (Siregar
dan Amalia, 2004).
Kelemahan dari sistem distribusi ini adalah (1) kemungkinan
keterlambatan sediaan obat sampai kepada penderita, (2) jumlah kebutuhan
personel di IFRS meningkat, (3) memerlukan jumlah perawat dan waktu yang
lebih banyak untuk penyiapan obat di ruang pada waktu konsumsi obat, (4)
terjadinya kesalahan obat karena kurang pemeriksaan pada waktu penyiapan
konsumsi (Siregar dan Amalia, 2004).
b) Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruang (Floor Stock)
Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan kegiatan
penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat,
yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil
dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan kepada
penderita di ruang itu. Dalam sistem ini semua persediaan obat di ruang di
supply oleh IFRS. Biasanya sekali seminggu personel IFRS memeriksa
persediaan obat di ruang, lalu menambah obat, yang persediaannya sudah
sampai tanda batas pengisian kembali (Siregar dan Amalia, 2004).
Keuntungan dari sistem Floor Stock adalah (1) obat yang diperlukan
segera tersedia bagi penderita, (2) peniadaan pengembalian obat-obatan yang
tidak terpakai ke IFRS, (3) pengurangan penyalinan kembali order obat, dan
(4) pengurangan jumlah personel IFRS yang diperlukan.
Kerugian dari sistem Floor Stock antara lain (1) kesalahan obat sangat
meningkat karena order obat tidak dikaji oleh apoteker, (2) meningkatnya
persediaan obat di unit perawat, (3) meningkatnya pencurian obat dan bahaya
yang berhubungan dengan kerusakan obat, (4) diperlukan penambahan modal
investasi, dan (5) diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani
obat- obatan (Siregar dan Amalia, 2004).
c) Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dan Persediaan di
Ruang
Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi beban kerja IFRS.
Obat yang disediakan di ruangan adalah obat yang diperlukan oleh banyak
penderita, setiap hari diperlukan, dan biasanya adalah obat yang harganya
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
24
Universitas Indonesia
relatif murah, mencakup obat resep atau obat bebas (Siregar dan Amalia,
2004).
Keuntungan dari sistem distribusi ini adalah (1) semua resep atau order
individual dikaji langsung oleh apoteker, (2) adanya kesempatan berinteraksi
profesional antara apoteker-dokter-perawat-penderita, (4) obat yang diperlukan
dapat segera tersedia bagi penderita (obat persediaan di ruang), dan (5) beban
IFRS dapat berkurang (Siregar dan Amalia, 2004).
Kekurangan sistem distribusi ini adalah (1) kemungkinan keterlambatan
sediaan obat sampai ke penderita (obat resep individual), dan (2) kesalahan
obat dapat terjadi (obat dari persediaan di ruang) (Siregar dan Amalia, 2004).
d) Sistem Distribusi Obat Dosis Unit (Unit Dose Dispensing)
Sistem ini adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang
dikoordinasikan IFRS dalam rumah sakit. Sistem dosis unit dapat berbeda
dalam bentuk, tergantung kepada kebutuhan khusus rumah sakit. Akan tetapi,
unsur khusus berikut adalah dasar dari semua sistem dosis unit, yaitu: obat
dikemas dalam kemasan unit tunggal, di-dispensing dalam bentuk siap
konsumsi, dan untuk kebanyakan obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis,
dihantarkan ke atau tersedia pada ruang perawatan penderita pada setiap waktu.
Keuntungan sistem ini adalah (1) penderita menerima pelayanan IFRS 24 jam
sehari dan hanya membayar obat yang dikonsumsi, (2) semua obat disiapkan
oleh IFRS sehingga waktu perawat lebih banyak digunakan untuk merawat
penderita, (3) mengurangi medical error, (4) penyiapan sediaan intravena oleh
IFRS, (5) apoteker dapat datang ke unit perawat atau ruang penderita untuk
melakukan konsultasi obat, (6) menghemat ruang di pos perawatan, (7)
meniadakan resiko pencurian dan pemborosan obat, dan (8) peningkatan
pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat menyeluruh (Siregar dan
Amalia, 2004).
2.2.4.3 Fungsi Produksi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, dan pengemasan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
25
Universitas Indonesia
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi :
1) Sediaan farmasi dengan formula khusus
2) Sediaan farmasi dengan harga murah
3) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
4) Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
5) Sediaan farmasi untuk penelitian
6) Sediaan nutrisi parenteral
7) Rekonstruksi sediaan obat kanker
2.2.5 Struktur Organisasi IFRS
Struktur organisasi dasar dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
adalah pengadaan, pelayanan, dan pengembangan. Struktur organisasi dasar ini
juga disebut pilar kerja karena dalam struktur organisasi dasar itu berkumpul
berbagai kegiatan atau pekerjaan. Suatu struktur organisasi dapat dikembangkan
dalam tiga tingkat, yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan.
Manajer tingkat puncak bertanggung jawab dalam hal perencanaan,
penerapan, dan menjalankan fungsi yang efektif dari sistem mutu secara
menyeluruh. Manajer tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian atau unit
fungsional memiliki tanggung jawab membuat desain dan menerapkan berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan mutu dalam bidang fungsional mereka, untuk
mencapai mutu produk dan/atau pelayanan yang diinginkan. Sedangkan, manajer
garis depan terdiri atas personel pengawas yang secara langsung memantau dan
mengendalikan kegitan yang berkaitan dengan mutu dalam berbagai tahap saat
pembuatan produk atau menjalankan pelayanan.
Setiap perseorangan dari IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab,
kewenangan fungsi, dan dampak mereka pada suatu produk dan/atau pelayanan.
Setiap personel dalam IFRS harus merasa bertanggung jawab untuk mencapai
suatu mutu produk dan/atau pelayanan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
26
Universitas Indonesia
2.3 Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang berada di bawah
komite medik rumah sakit yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf
medis dengan staf IFRS, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili
spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi
Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,
tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi adalah untuk :
1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
2. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.
Susunan kepanitian PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat (Kementerian
Kesehatan RI, 2004) :
1. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
dokter, apoteker, dan perawat untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter
bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional
yang ada.
2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah
sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua adalah
Farmakologi, sekretarisnya adalah apoteker dari instalasi farmasi atau
apoteker yang ditunjuk.
3. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT
dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit
yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT.
4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris,
termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
27
Universitas Indonesia
5. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
Fungsi serta Ruang Lingkup Panitia Farmasi dan Terapi (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
1. Mengembangkan formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama.
2. PFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus.
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
Kewajiban Panitia Farmasi dan Terapi adalah (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2004) :
1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai
budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional
2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.
3. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
28
Universitas Indonesia
4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit.
Peran dan tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi, antara lain
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
1. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris).
2. Menetapkan jadwal pertemuan.
3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan.
4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan.
5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit.
6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait.
7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan.
8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain.
9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT.
10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat.
12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait (Anonim, 2004).
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
29
Universitas Indonesia
2.4 Formularium Rumah Sakit
Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap
batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium halaman judul, daftar nama
anggota Panitia Farmasi dan Terapi, daftar Isi, informasi mengenai kebijakan dan
prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan dan
lampiran.
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada
dokter, apoteker perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam
menerapkan sistem formularium, meliputi :
1. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung Sistem
Formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
2. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap-tiap institusi.
3. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis
oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem Formularium yang
dikembangkan oleh Panitia Farmasi dan terapi.
4. Nama obat yang tercantum dalam Formularium adalah nama generik.
5. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi
Farmasi.
6. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis
obat generik yang sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli
yang diminta, dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu
harus didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi, dan apoteker
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
30
Universitas Indonesia
bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan
kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk
mendiagnosa dan mengobati pasien (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
31 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”
3.1 Sejarah Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Profil Rumah Sakit
Kanker ”Dharmais”)
Kebutuhan layanan kanker yang terpadu di Indonesia sudah lama
dirasakan oleh para pakar penyakit kanker, termasuk para staf pengajar di
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Cita-cita untuk mendirikan sebuah
rumah sakit kanker yang mampu memberikan layanan secara holistik dan terpadu
telah lama dipendam. Kesempatan tersebut terbuka pada tahun 1988 ketika ketua
yayasan Dharmais, Bapak H. M. Soeharto, meminta Dr. dr. A. Harryanto
Reksodiputro untuk memikirkan model rumah sakit kanker yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat Indonesia. Dr. dr. A. Harryanto Reksodiputro segera
menghubungi para pakar FKUI dan meminta nasehat Departemen Kesehatan serta
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sehingga terbentuklah tim
pembuatan usulan pendirian rumah sakit kanker pada bulan Oktober 1988.
Usulan tersebut diselesaikan pada Desember 1988 kemudian diserahkan
kepada ketua Yayasan Dharmais pada 9 Januari 1989. Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” merupakan rumah sakit yang didirikan atas gagasan mantan Presiden
Republik Indonesia Soeharto selaku Ketua Yayasan Dharmais yang merasa
prihatin karena jumlah penderita kanker yang semakin meningkat dan menjadi
salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Pengelolaan pasien kanker
memerlukan alat-alat, fasilitas, dan obat yang mahal. Pasien yang mampu
cenderung memilih berobat ke luar negeri karena pelayanan di sana dirasa lebih
lengkap dan nyaman. Hal ini mendorong yayasan mendirikan suatu rumah sakit
yang mampu memberikan pelayanan lengkap, terpadu, nyaman serta dapat
dinikmati pasien yang mampu dan kurang mampu. Pembangunan rumah sakit
dimulai Mei 1991 pada bidang tanah seluas 63.540 hektar dan selesai 5 Juli 1993.
Pada 30 Oktober 1993, Rumah Sakit Kanker “Dharmais” diresmikan oleh Bapak
Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia pada masa itu, di bawah
Departemen Kesehatan. Namun secara operasional dikelola oleh Yayasan
Dharmais. Pada awal tahun 1998, oleh karena terjadi krisis multidimensional serta
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
32
Universitas Indonesia
akibat biaya operasional dan biaya perawatan yang meningkat, Rumah Sakit
Kanker ”Dharmais” (RSKD) kemudian diserahkan kepada Departemen Kesehatan
secara utuh. Pada tahun 2000, RSKD diberikan otonomi khusus dari pemerintah
yaitu perubahan status secara resmi dan berlaku menjadi Perusahaan Jawatan
(Perjan) sejak Februari 2002, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.128 Tahun
2000. Dengan bentuk ini, diharapkan rumah sakit bisa mandiri dan rumah sakit
diperbolehkan membuka fasilitas yang dapat memberikan profit kepada rumah
sakit. Adanya pergantian pemerintahan pada tahun 2005, menyebabkan semua
rumah sakit yang berbentuk Perjan kembali ke unit masing-masing dan berstatus
Badan Layanan Umum (BLU). BLU adalah instansi yang dibentuk dengan tujuan
memberikan pelayanan kepada masyarakat, berupa penyedia barang dan atau jasa
yang dijual dengan mengesampingkan keuntungan atau dengan menekankan
pelayanan yang dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan produktifitas. Strategi
ini diharapkan mampu merubah Rumah Sakit Kanker ”Dharmais” menjadi
mandiri, menyejahterakan karyawan serta siap berkompetisi dengan rumah sakit
lain.
3.2 Visi, Misi, Motto, Falsafah dan Budaya Kerja Rumah Sakit Kanker
”Dharmais” (Profil Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”)
3.2.1 Visi
Menjadi Rumah Sakit dan Pusat Kanker Nasional yang merupakan
panutan dalam penanggulangan kanker di Indonesia.
3.2.2 Misi
Melaksanakan pelayanan, pendidikan dan penelitian yang bermutu tinggi
di bidang penanggulangan kanker.
3.2.3 Motto
Motto Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yaitu tampil lebih baik, ramah dan
professional.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
33
Universitas Indonesia
3.2.4 Falsafah dan Budaya Kerja
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” memiliki falsafah yang berbunyi rasa
kebersamaan menyertai kegiatan terpadu demi mewujudkan pelayanan terhadap
kesehatan. Sedangkan budaya kerja yang ada di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
yaitu Rumah Sakit Kanker ”Dharmais” melakukan pelayanan, pendidikan, dan
penelitian yang bermutu tinggi di bidang kanker melalui aktualisasi SMILE ! & C
:
S : Senyum dan selalu siap melayani
M : Mengutamakan mutu pelayanan, pencegahan pencemaran dan
pengendalian dampak lingkungan, pencegahan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja, untuk kepentingan dan keselamatan pengunjung,
pasien dan karyawan
I : Ikhlas dalam melaksanakan tugas
L : Loyal pada pimpinan dan berdedikasi dalam tugas serta taat pada
peraturan perundangan yang berlaku.
E : Excellent dalam pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta disiplin
administrasi yang tertib dan efisien
! : Merupakan simbol optimis yang berarti mempunyai sikap selalu
optimis menghadapi segala tantangan dan hambatan dalam tugas
C : Continually Improvement, senantiasa melakukan perbaikan mutu
pelayanan, lingkungan, dan keselamatan kesehatan kerja (K3) secara
berkesinambungan
3.3 Maksud dan Tujuan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Profil
Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”)
Maksud dan Tujuan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah untuk:
1. Meningkatkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan kanker menuju pelayanan prima.
2. Meningkatkan manajemen rumah sakit.
3. Meningkatkan mutu profesionalisme.
4. Meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, penelitian, dan
pengembangan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
34
Universitas Indonesia
5. Meningkatkan jangkauan pelayanan.
6. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3.4 Fungsi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Profil Rumah Sakit
Kanker ”Dharmais”)
Untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Melaksanakan upaya peningkatan pelayanan kesehatan.
2. Melaksanakan upaya pencegahan terjadinya penyakit kanker.
3. Melaksanakan upaya penyembuhan terhadap pasien kanker.
4. Melaksanakan upaya rehabilitasi terhadap pasien kanker.
5. Melaksanakan asuhan dan pelayanan keperawatan.
6. Melaksanakan rujukan kesehatan.
7. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan.
8. Melaksanakan penelitian dan penyebarluasan hasil penelitian.
9. Melaksanakan administrasi umum dan keuangan.
3.5 Kegiatan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Profil Rumah Sakit
Kanker ”Dharmais”)
Untuk melaksanakan fungsi-fungsinya, Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
menyelenggarakan kegiatan:
1. Pelayanan kesehatan paripurna kepada masyarakat baik dalam bentuk
pelayanan promotif, preventif, kuratif, paliatif, maupun rehabilitatif secara
paripurna.
2. Pengembangan pelayanan, pendidikan, dan penelitian di bidang onkologi
yang meliputi molekuler, medik, bedah, radiasi, diagnostik serta pelayanan
penunjangnya.
3. Pendidikan, pelatihan, penelitian, dan usaha lain dalam bidang kesehatan.
4. Pengelolaan administrasi umum dan keuangan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
35
Universitas Indonesia
3.6 Struktur Organisasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Struktur organisasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD) dapat dilihat
pada Lampiran 1. Dalam struktur organisasi tersebut RSKD dipimpin oleh
seorang dokter sebagai direktur utama yang diawasi oleh dewan pengawas.
Direktur utama membawahi empat Direktur, yaitu:
1. Direktur Medik dan Keperawatan
Direktur ini membawahi bidang medik, keperawatan, dan rekam medik.
Direktur ini mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan pelayanan medis
di rumah sakit.
2. Direktur SDM dan Pendidikan
Direktur ini membawahi bagian sumber daya manusia, bagian pendidikan
dan pelatihan, dan bagian penelitian dan pengembangan.
3. Direktur Keuangan
Direktur ini membawahi bagian keuangan, yang meliputi penyusunan
anggaran, mobilisasi dana, akutansi, dan verifikasi.
4. Direktur Umum dan Operasional
Direktur ini mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan tata usaha,
sistem informasi manajemen, dan pelayanan pelanggan.
3.7 Sarana dan Prasarana Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD) terletak di Jalan Letnan
Jenderal S. Parman kavling 84-86 Slipi, Jakarta Barat. Bangunan RSKD terdiri
dari tiga blok bangunan, yaitu bangunan rumah sakit, bangunan penelitian dan
pengembangan serta asrama, dan bangunan penunjang. Bangunan RSKD yang
digunakan untuk pelayanan pasien kanker meliputi:
1. Lantai dasar (Basement): Instalasi Radiodiagnostik, Instalasi Radioterapi,
Bagian Rekam Medik, Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu, Pusat
Komputer, Unit Deteksi Dini Kanker.
2. Lantai 1: Pintu gerbang utama lobby, Registrasi dan Informasi, Layanan
Pelanggan, Instalasi Patologi Klinik, Instalasi Patologi Anatomi dan
Kamar Jenazah, Satelit Farmasi Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat,
Instalasi Rawat Jalan (termasuk Unit Diagnostik Terpadu, Unit Prosedur
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Diagnostik dan Endoskopi, Unit Rawat Singkat), Instalasi Gizi, Bank
Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia.
3. Lantai 2: Poliklinik Rawat Jalan Kanker (Poliklinik Onkologi), Instalasi
Rehabilitasi Medik, Instalasi Farmasi, Instalasi Bank Darah, Kafetaria
umum, Ruang Serbaguna dan Minimarket, Satelit Farmasi Rawat Inap,
Satelit Obat Tradisional, dan Unit Penerimaan Barang.
4. Lantai 3: Instalasi Bedah Pusat, Instalasi Rawat Intensif, Ruang Handling
Cytotoxic Unit dan IV admixture, High Care Unit (HCU), Intensive Care
Unit (ICU), Ruang Direksi, Badan Pelaksana Harian Dewan Penyantun,
Ruang Administrasi dan Sekretariat.
5. Lantai 4: Ruang Rawat Inap Kelas II, dan Ruang Rawat Anak.
6. Lantai 5: Ruang Isolasi Imunitas Menurun (RIIM), Ruang Isolasi
Radioaktif (RIRA) dan Ruang Rawat Inap Kelas III.
7. Lantai 6: Ruang Rawat Inap Kelas III, Ruang Rawat Inap Pasca Operasi.
8. Lantai 7 : Ruang Rawat Inap Kelas I.
9. Lantai 8: Ruang Rawat Inap Kelas VIP, VVIP dan Kelas I.
Ruang perawatan pasien dibagi menjadi ruang perawatan kelas I, II, III,
VIP, VVIP, ruang ICU, ruang HCU, RIIM, dan RIRA. Ruang ICU dan HCU
merupakan ruang perawatan pasien kritis untuk mencegah, mengurangi dan
memperbaiki komplikasi, yang membedakan keduanya ruang ICU diperuntukkan
bagi pasien dalam kondisi daya tahan tubuh menurun, sedangkan ruang HCU
tidak. RIIM ditujukan untuk pasien yang imunitas tubuhnya menurun atau
mengalami penurunan jumlah leukosit, karena efek kemoterapi, agar tidak mudah
terinfeksi. RIRA ditujukan untuk pasien yang mendapatkan terapi dengan bahan
radioaktif.
Ruang kelas I terdiri dari 56 tempat tidur, kelas II ada 32 tempat tidur,
kelas III ada 52 tempat tidur, kelas VIP ada 14 tempat tidur, kelas VVIP ada 2
tempat tidur, ruang perawatan pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) dan KJS (Kartu Jakarta Sehat) ada 77 tempat tidur, RIIM ada 5
tempat tidur, RIRA ada 6 tempat tidur, ruang anak ada 25 tempat tidur, dan ruang
ICU ada 15 tempat tidur.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Bangunan Penelitian dan Pengembangan Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
meliputi :
1. Lantai 1: Gedung Auditorium, Instalasi Administrasi Pasien Jaminan.
2. Lantai 2 & 3: Bagian Penelitian dan Pengembangan, Instalasi Layanan
Pengadaan.
3. Lantai 4: Ruang Perawatan Jamkesmas (Ruang Teratai).
4. Lantai 5: Bagian Pendidikan dan Pelatihan, Perpustakaan, Instalasi
Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
5. Lantai 6: Bagian Keuangan & Sumber Daya Manusia (SDM).
3.8 Akreditasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Rumah Sakit Kanker “Dharmais’ (RSKD) merupakan rumah sakit khusus
milik pemerintah dengan tipe A. Akreditasi RSKD masih mengikuti sistem
akreditasi KARS 2007. RSKD juga telah mendapat sertifikasi dalam penerapan
OHSAS 18001 : 2007, ISO 9000 : 2008, dan ISO 14001 : 2004 untuk seluruh
pelayanan yang ada di rumah sakit. Sehingga sebanyak 16 pelayanan memperoleh
akreditasi penuh tingkat lanjut tahun 2009 yang kedua kalinya.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
38 Universitas Indonesia
BAB 4TINJAUAN UMUM INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT KANKER
“DHARMAIS”
4.1 Latar Belakang
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah unit pelayanan
fungsional yang bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan Keperawatan. Tugas
utamanya adalah melaksanakan pekerjaan kefarmasian di rumah sakit yang
berorientasi kepada pasien dan dipimpin oleh seorang apoteker. Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” memiliki peran penting terhadap pelayanan kepada
pasien karena sebagian besar tindakan medik di rumah sakit memerlukan perbekalan
kefarmasian.
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang ada di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” (RSKD) meliputi pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari
perencanaan dan pemilihan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan hingga
pendistribusian, pemusnahan, pengendalian dan penggunaan perbekalan farmasi yang
diikuti dengan pemberian pelayanan informasi dan monitoring terapi obat.
4.2 Visi, Misi, Falsafah, Tujuan, dan Fungsi
4.2.1 Visi
Visi dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” menjadi Instalasi
Farmasi panutan di bidang kanker bagi Farmasi Rumah Sakit di Indonesia.
4.2.2 Misi
Misi dari Instalasi Farmasi RSKD adalah sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi dari aspek manajemen, aspek klinik,
dan aspek produksi.
2. Ikut serta dalam program pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk
menunjang pengobatan, khususnya di bidang kanker.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
39
Universitas Indonesia
4.2.3 Falsafah
Pelayanan farmasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan secara utuh di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dan berorientasi
pada pelayanan pasien, melakukan penyediaan obat yang bermutu serta terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat.
4.2.4 Tujuan
Tujuan dari Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan farmasi secara profesional kepada pasien sehingga
efek pengobatan tercapai.
2. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di Rumah
Sakit Kanker "Dharmais".
3. Meningkatkan hubungan kerja sama dengan dokter, perawat dan tenaga
kerjakesehatan lain yang terkait dalam pelayanan farmasi rumah sakit.
4. Melaksanakan kebijakan obat di Rumah Sakit Kanker "Dharmais" dalam
rangka penggunaan obat yang rasional.
5. Mengembangkan ilmu dan profesi kefarmasian khusus kanker serta
menyebarkan kepada para Apoteker Rumah Sakit di seluruh Indonesia.
4.2.5 Fungsi
Fungsi Instalasi Farmasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sebagai
berikut:
1. Melaksanakan perencanaan pengadaan obat dan alat kesehatan untuk
pelayanan kepada pasien kanker.
2. Melaksanakan penyimpanan obat dan alat kesehatan secara aman sesuai
prinsip-prinsip pengelolaan logistik.
3. Melaksanakan pendistribusian obat dan alat kesehatan dengan mengutamakan
mutu, efesiensi, biaya, ketepan waktu, keamanan, rasionalisasi dan tanggung
jawab.
4. Melaksanakan pencampuran obat kanker untuk menunjang perkembangan
pelayanan.
5. Melaksanakan sterilisasi pencampuran obat-obat kanker.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
40
Universitas Indonesia
6. Melakukan penelitian di bidang kefarmasian yang berkaitan dengan obat
kanker.
7. Melakukan pengawasan penggunaan obat kanker terhadap pasien.
8. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.
9. Melaksanakan pelayanan informasi ob30at.
10. Melaksanakan pengembangan staf melalui pendidikan dan pelatihan terkait.
4.3 Struktur Organisasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” berada dibawah direktur
medik dan keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang kepala instalasi
farmasi, dibantu oleh koordinator administrasi, kepala unit pelayanan I (satelit
farmasi), kepala unit pelayanan II (UDD), kepala unit penunjang (logistik farmasi),
dan kepala unit produksi farmasi, serta staf farmasi yang bertanggung jawab pada
setiap kegiatan pelayanan yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”. Struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.4 Peran dan Kegiatan
Peran Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah
melaksanakan pelayanan farmasi secara profesional. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh Instalasi Farmasi RSKD meliputi :
1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi dari aspek manajemen.
2. Menyelenggarakan kegiatan produksi, baik produksi steril maupun produksi non
steril.
3. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik
4.4.1 Manajemen Farmasi
Manajemen farmasi merupakan siklus kegiatan yang dimulai dari proses
perencanaan dan pemilihan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan hingga
pendistribusian, penghapusan dan pengendalian serta evaluasi yang diperlukan bagi
kegiatan pelayanan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
41
Universitas Indonesia
4.4.1.1 Pemilihan
Pemilihan dilakukan untuk menetapkan jumlah dan jenis sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan di rumah sakit agar
penggunaan obat yang rasional dapat tercapai. Proses pemilihan perbekalan farmasi
di rumah sakit dilakukan oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) melalui penyusunan,
pengembangan, dan evaluasi formularium rumah sakit yang dilakukan secara berkala.
Penyusunan formularium Rumah Sakit Kanker “Dharmais” menggunakan pola 1:2:1
(1 original: 2 me too : 1 generik).
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD)
dibentuk berdasarkan SK Direksi Utama RSKD No.HK.00.06/1/0021 tanggal 4
Januari 2010. PFT bertugas mengawasi dan membantu pengelolaan perbekalan
farmasi di instalasi farmasi. Susunan personalia PFT di RSKD berdasarkan
Keputusan Direksi Rumah Sakit Kanker “Dharmais“ Nomor :
HK.01.01/1/02234/2013 adalah :
1. Pengarah : Direktur Utama.
2. Ketua : Dokter spesialis medik, ketua komite medika.
3. Sekretaris : Apoteker (kepala instalasi farmasi).
4. Seksi-seksi : a. Seksi pelayanan dan informasi obat
b. Seksi pendidikan dan penelitian.
Kewajiban PFT meliputi:
1. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit agar pengelolaan dan
penggunaan obat secara rasional dapat tercapai.
2. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium rumah
sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.
3. Melaksanakan pendidikan di bidang pengelolaan dan penggunaan obat
terhadap pihak-pihak yang terkait.
4. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan memberikan
umpan balik atas hasil pengkajian tersebut.
Tugas Khusus PFT RS Kanker “Dharmais” :
a) Seksi Pelayanan dan Informasi Obat
1. Melaksanakan evaluasi penulisan obat dengan nama generik, kesesuaian
dengan formularium dan DOEN.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
42
Universitas Indonesia
2. Membuat pedoman penggunaan antibiotik.
3. Menyusun daftar obat-obatan untuk gawat darurat.
4. Menentukan standar minimal order obat.
5. Melaksanan pelayanan informasi obat secara aktif dan pasif :
PKMRS.
Buletin.
Menjawab pertanyaan.
b) Seksi Pendidikan dan Penelitian
1. Melaksanakan pendidikan tentang penggunaan obat secara rasional.
2. Mengatur jadwal presentasi prinsipal.
3. Melaksanakan pemantauan rasionalitas, efek samping, dan keamanan
obat.
4. Melaksanakan pengkajian penggunaan obat.
5. Melaksanakan audit tentang obat.
4.4.1.2 Perencanaan
Perencanaan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit bertujuan
agar pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dapat memenuhi kriteria tepat
jenis, tepat jumlah, tepat waktu, serta efisien. Proses dalam perencanaan meliputi
pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
dan anggaran rumah sakit.
Terdapat tiga metode perencanaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, yakni
morbiditas, pola konsumsi, dan kombinasi antara pola konsumsi dan morbiditas.
Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” menggunakan
metode konsumsi.
Perencanaan perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) di Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” dilakukan secara komputerisasi menggunakan Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS) yang terhubung dengan unit-unit di Rumah Sakit terkait dengan
kegiatan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
43
Universitas Indonesia
4.4.1.3 Pengadaan
Setelah dilakukan pemilihan dan perencanaan perbekalan kefarmasian, tahap
selanjutnya adalah melakukan pengadaan. Kegiatan ini bertujuan memenuhi
kebutuhan sesuai dengan perencanaan yang telah disetujui oleh pihak rumah sakit.
Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dilakukan oleh
Instalasi Layanan Pengadaan (ILP). Pengadaan dilakukan berdasarkan Material
Request (MR) yang diajukan oleh Instalasi Farmasi.
Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” terdiri
dari dua jenis, yaitu perbekalan yang dapat langsung digunakan oleh pasien dan
perbekalan yang harus diproses dahulu di bagian produksi atau pembuatan sediaan
farmasi, baik produksi steril maupun non-steril.
4.4.1.4 Penerimaan
Perbekalan farmasi yang datang dari distributor atau PBF (Pedagang Besar
Farmasi) diterima oleh Unit Penerimaan Barang (UPB). Kegiatan ini meliputi
penerimaan perbekalan farmasi yang telah diadakan oleh ILP sesuai dengan aturan
kefarmasian dan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu, waktu
penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan. Perbekalan farmasi yang
diterima kemudian diperiksa kondisi (barang dan kemasan tidak cacat), jenis dan
jumlah, waktu kadaluarsa (minimal dua tahun), dan kesesuaian nama perbekalan
farmasi yang diterima dengan yang dipesan (kesesuaian barang dengan faktur dan
juga Purchasing Order (PO) dari rumah sakit). UPB juga memeriksa kesesuaian
nomor PO yang tertera pada faktur dengan nomor PO yang tertera pada SPB (Surat
Pesanan Barang) atau pada lembar PO dari rumah sakit. Pemeriksaan kesesuaian
antara barang yang datang dengan barang yang dipesan juga diperiksa oleh petugas
logistik farmasi ketika pengambilan barang dari UPB ke bagian logistik farmasi.
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan kesesuaian antara fisik barang dengan PO, dan
faktur dari distributor.
4.4.1.5 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan menata dan memelihara dengan cara
menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diterima pada tempat yang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
44
Universitas Indonesia
dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik dan dapat merusak mutu obat.
Kegiatan penyimpanan harus dilakukan dengan baik dan sesuai dengan sifat dan
stabilitas perbekalan farmasi sehingga kualitas, kuantitas, dan keamanan perbekalan
farmasi dapat terjaga, serta mempermudah pencarian barang yang disimpan sehingga
dapat menjamin pelayanan yang cepat dan tepat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan penyimpanan yaitu
suhu dan kelembaban ruangan yang tepat, sesuai dengan sifat dan stabilitas
perbekalan farmasi, serta keamanan. Perbekalan farmasi yang telah diserahkan ke
petugas koordinator logistik farmasi akan disimpan dalam tempat penyimpanan, dan
disusun berdasarkan jenis, bentuk sediaan, abjad, serta status obat tersebut (obat
Askes atau obat umum).
4.4.1.6 Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau
kepada pasien. Sistem pendistribusian obat dan alat kesehatan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit “Dharmais” meliputi pendistribusian perbekalan farmasi dasar,
perbekalan farmasi individu, dan paket tindakan. Untuk pendistribusian perbekalan
farmasi individu dilakukan melalui beberapa satelit farmasi di rumah sakit, yakni
Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI), Satelit Farmasi Rawat Jalan (SAFARJAN).
Untuk pendistribusian perbekalan farmasi dasar dilakukan secara langsung ke unit-
unit atau ruangan yang memerlukan, demikian pula dengan pendistribusian paket
tindakan.
4.4.1.7 Pengendalian
Pengendalian merupakan kegiatan pengawasan perbekalan farmasi untuk
mencegah terjadinya penumpukan barang atau barang berlebih melalui metode VEN
dan ABC atau kombinasi keduanya. Dengan analisis ABC, jenis-jenis perbekalan
farmasi dapat diidentifikasi berdasarkan nilai nominal dalam rupiah. Prinsip utama
analisa ABC adalah mengurutkan jenis-jenis perbekalan farmasi dimulai dari jenis
yang membutuhkan anggaran atau rupiah terbanyak. Berikut ini adalah kategori-
kategori perbekalan farmasi berdasarkan analisis ABC :
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
45
Universitas Indonesia
1. Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
2. Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
3. Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
Sedangkan analisis VEN dilakukan dengan menentukan prioritas kebutuhan
suatu perbekalan farmasi, antara lain termasuk vital (harus tersedia), esensial (perlu
tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan). Kriteria VEN yang
umum adalah perbekalan farmasi dikelompokkan sebagai berikut:
1. Vital (V), bila persediaan farmasi tersebut diperlukan untuk menyelamatkan
jiwa (life saving drugs) dan bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko
kematian.
2. Esensial (E), bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit atau mengurangi penderitaan pasien.
3. Non-esensial (N), meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan
untuk penyakit yang dapat sembuh secara alami (self-limiting disease),
perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang
mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan
farmasi sejenis lainnya, dan lain-lain.
Gabungan analisis ABC dan VEN dapat dituangkan melalui matriks ABC-
VEN. Matriks ini dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat
vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, namun
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk obat non-esensial dalam
kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Kategori A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
4.4.1.8 Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan pemusnahan terhadap perbekalan farmasi
yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, atau mutu yang tidak memenuhi
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
46
Universitas Indonesia
standar. Penghapusan barang diusulkan oleh bagian IFRS ke tim penghapusan untuk
dimusnahkan. Tim penghapusan barang mengajukan izin pemusnahan barang kepada
Kementerian Kesehatan. Apabila disetujui, maka pihak Kementerian Kesehatan akan
membuat berita acara bahwa barang boleh dimusnahkan, selanjutnya dilakukan
pemusnahan yang disertai saksi dari pihak Kementerian Kesehatan dan pihak Rumah
Sakit.
4.4.1.9 Pelayanan Pasien Rawat Inap
Pelayanan obat pasien rawat inap dilakukan di depo farmasi yang berada di
tiap ruangan rawat inap di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, yaitu di kelas
VIP/VVIP, kelas I, kelas II, kelas III, dan ruang anak. Adanya depo farmasi bertujuan
memberikan kemudahan penyiapan dan pendistribusian perbekalan farmasi kepada
pasien sehingga pelayanan kepada pasien dapat dilakukan dengan lebih mudah dan
cepat. Sistem distribusi perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap dilakukan secara
Unit Dose Dispensing (UDD) yang dilakukan dengan menyiapkan obat untuk tiap
waktu pemberian (dosis satu kali pemberian) untuk penggunaan selama 24 jam
(sesuai dosis obat dan aturan pakai). Selain itu, juga terdapat lemari khusus untuk
penyimpanan obat-obat dan perbekalan kesehatan lain yang bersifat life saving (obat-
obat emergency).
4.4.2 Produksi
Produksi farmasi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, maupun
mengemas kembali sediaan farmasi yang dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi untuk
menunjang dan memenuhi kebutuhan pasien. Produksi tersebut meliputi produksi
steril dan produksi nonsteril. Tujuan dilakukan produksi adalah:
a. Menyediakan produk yang tidak terdapat di pasaran.
b. Memproduksi sediaan penunjang untuk menegakkan proses diagnosa.
c. Memproduksi sediaan farmasi dengan harga yang lebih terjangkau untuk
pasien.
d. Mengerjakan produk yang dibutuhkan dengan segera dan memerlukan
penanganan khusus seperti rekonstitusi obat kanker dan IV admixture.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
47
Universitas Indonesia
4.4.2.1 Produksi Non-Steril
Produksi nonsteril dilakukan sesuai perencanaan yang telah dibuat atau
berdasarkan permintaan dari bagian koordinator logistik. Pendistribusian produk non
steril dilakukan oleh bagian koordinator logistik. Apabila stok barang di koordinator
logistik sudah mencapai stok minimal, bagian koordinator logistik akan membuat
permintaan ke bagian produksi. Produk nonsteril yang dihasilkan di Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” meliputi:
a. Dharmeza powder, Dharmezin ointment, dan Dharwash Mouthwash sebagai
perawatan luka.
b. Saliva substitusi (air liur buatan), digunakan pada pasien yang mendapat
terapi radiasi pada kanker lidah dan kanker nasofaring.
c. Poli etilen glikol (PEG) sebagai laksansia sebelum dilakukan pemeriksaan
kolonoskopi.c
d. Larutan asam cuka untuk penunjang diagnosis dalam radioterapi.
e. Garam Inggris sebagai laksansia untuk menunjang proses kolonoskopi.
f. H2O2 sebagai pencuci jaringan dan untuk tetes telinga.
g. OBH sebagai obat batuk.
h. Handrub untuk mencuci tangan.
i. Indigo Carmin sebagai pewarna untuk penandaan dalam penegakan diagnosa.
4.4.2.2 Produksi Steril dan PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service)
PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service) merupakan pelayanan
Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yang bertujuan untuk :
1. Mendapatkan sediaan dengan sterilitas terjamin.
2. Mendapatkan sediaan dengan mutu terjamin (kompatibel dengan pelarut, obat
lain, material kontainer, serta stabilitas terjamin).
3. Mengurangi medication error (kesalahan dalam pemberian obat).
4. Meningkatkan efisiensi dengan mengurangi terbuangnya kelebihan obat.
5. Penghematan waktu perawat.
6. Memberi perlindungan kepada petugas dan lingkungan, khusus untuk obat
atau sediaan yang berbahaya (obat kanker).
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Kegiatan produksi steril non injeksi diantaranya pembuatan basis krim efudix
sebagai sediaan penunjang perawatan luka kanker kulit yang mengandung 5-FU dan
tetriplex untuk penunjang dalam penegakan diagnosa kanker. Kegiatan PIVAS
meliputi pencampuran obat injeksi non kanker (IV admixture) dan pencampuran obat
kanker (Handling Cytotoxic). Obat injeksi kanker maupun obat injeksi non kanker
(IVadmixture) harus terjamin sterilitas dan mutunya mulai dari produksi sampai
diberikan kepada pasien, oleh karena itu peralatan yang terjamin mutu dan
kualitasnya serta petugas yang terampil.
4.4.3 Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan farmasi klinik pada dasarnya
mengatur dan memberikan informasi mengenai cara penggunaan perbekalan farmasi
yang efektif, efisien, aman, dan bertanggung jawab untuk mencapai rasionalitas
penggunaan obat dengan mengutamakan kepentingan pasien. Untuk melaksanakan
kegiatan ini apoteker harus memiliki pengetahuan (knowledge), keahlian dan
ketrampilan (skill), perilaku (attitude) serta kemampuan kerjasama dengan profesi
terkait lainnya di rumah sakit.
Adapun tujuan dari kegiatan pelayanan farmasi klinik adalah :
1. Meningkatkan mutu dan cakupan pelayanan kefarmasian.
2. Meningkatkan kerjasama dengan dokter, perawat dan profesi kesehatan terkait
lainnya.
3. Meningkatkan rasionalitas penggunaan obat, antara lain penggunaan obat
yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat dosis regimen dan waspada terhadap
efek samping obat.
Kegiatan farmasi klinik yang diselenggarakan di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Kanker “Dharmais“ meliputi:
1. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat dilakukan pada pengobatan pasien rawat inap
dengan harapan tercapainya rasionalitas pengunaan obat oleh pasien dengan cara
memantau penggunaan obat yang diberikan oleh dokter kepada pasien. Untuk
penggunaan antibiotik, PTO dilakukan menggunakan catatan pemberian
antibiotik. Melalui Pemantauan Terapi Obat dapat diketahui keterangan mengenai
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
49
Universitas Indonesia
pasien, profil penggunaan obat selama perawatan, parameter klinis (suhu, leukosit,
atau kultur), efek obat yang ditemukan, dan hasil terapi.
2. Monitoring Interaksi Obat
Kegiatan ini berfungsi untuk mendeteksi adanya interaksi antara obat-obatan
yang diberikan oleh dokter, sehingga interaksi obat yang berpotensi menimbulkan
efek buruk bagi pasien dapat dihindari. Program ini didukung oleh software Drug
Interaction Fact® dan literatur yang tersedia. Interaksi yang ditemukan pada
literatur akan dibandingkan dengan kondisi pasien yang sebenarnya agar dibuat
rekomendasi yang sesuai kepada dokter.
3. Ronde/visite
Ronde/Visite adalah suatu kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan secara bersama oleh tim dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tujuan
dilakukannya ronde/visite untuk memantau kondisi pengobatan harian pasien
secara seksama dan menyeluruh sehingga dapat tercapai rasionalisasi pengobatan
pasien, menilai kemajuan pasien, dan meningkatkan kerjasama dengan tenaga
kesehatan lain.
4. PIO (Pelayanan Informasi Obat)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat,
profesi kesehatan lain, dan pasien di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Kegiatan
PIO dapat dilakukan secara pasif maupun secara aktif. Informasi yang diberikan
dapat bersifat segera (CITO) maupun yang dapat ditunda.
Tujuan dilakukan PIO adalah untuk memberikan informasi mengenai obat
kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit dengan cepat dan
akurat, menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama kebijakan bagi PFT, meningkatkan
profesionalisme apoteker, dan menunjang terapi obat yang rasional.
5. Konseling
Konseling merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan cara penggunaan obat yang
diresepkan kepada pasien. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman
yang benar mengenai obat dan pengobatan kepada pasien serta memberikan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
50
Universitas Indonesia
motivasi kepada pasien. Informasi yang dapat diberikan dalam konseling meliputi:
nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama
penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, interaksi yang
mungkin terjadi, cara penyimpanan obat, serta hal-hal lain yang perlu diperhatikan
dalam pengobatan pasien tersebut.
6. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi
pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis,
diagnosis, dan terapi. MESO dilakukan jika ada pelaporan dari pasien, perawat
ataupun dokter. Tujuan dilakukan monitoring efek samping obat adalah untuk
mengetahui Efek Samping Obat (ESO) yang belum terdokumentasi dalam
literature, sebagai upaya melengkapi informasi ESO obat secara obyektif dan
mengetahui tindakan yang diperlukan untuk menangani kejadian ESO.
4.4.4 Pencatatan dan Pelaporan
Kegiatan ini merupakan dokumentasi dari setiap kegiatan yang dilaksanakan
oleh semua unit di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yang meliputi:
1. Koordinator Logistik
a. Pencatatan barang masuk dan keluar
b. Pencatatan kartu stok
c. Pencatatan barang expire date dan rusak
d. Pencatatan pendistribusian barang farmasi
e. Pencatatan perencanaan barang farmasi
f. Pencatatan lain-lain yang dibutuhkan
2. Unit produksi
a. Pencatatan permintaan produksi, handling cytotoxic, IV-admixture
b. Pencatatan identitas pasien, dokter dan asal permintaan
c. Pengisian form permintaan
d. Pencatatan lainnya yang diperlukan
3. Unit Pelayanan
a. Pencatatan permintaan obat/alkes dalam kardeks
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
51
Universitas Indonesia
b. Dispensing dan delivery obat
c. Serah terima obat dengan perawat
d. Pencatatan obat yang tidak terlayani dan kasus lainnya
4. Administrasi dan pelaporan
a. Pencatatan surat masuk dan keluar
b. Pembuatan laporan sesuai kebutuhan dan lain-lain
5. Farmasi klinik
a. Pencatatan kegiatan konseling
b. Pencatatan kegiatan pelayanan informasi obat
c. Permintaan handling cytotoxic, IV-admixture, dan lain-lain
Pelaporan ini dilakukan secara rutin setiap bulan, enam bulan dan tahunan.
Hasil laporan tersebut akan menunjukkan semua kegiatan yang telah dilakukan yang
meliputi kegiatan rutin, perkembangan dan cakupan pelayanan. Hal ini diperlukan
untuk mengevaluasi dan menilai pencapaian target kinerja Instalasi Farmasi Rumh
Saki Kanker “Dharmais”, Kemudian dari kesimpulan ini dibuat rencana tindak lanjut
dan penanganan masalah yang diperlukan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
52 Universitas Indonesia
BAB 5INSTALASI PENUNJANG: INSTALASI STERILISASI SENTRAL DANBINATU , BAGIAN REKAM MEDIS, DAN INSTALASI KESEHATAN
LINGKUNGANRUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”
5.1 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”
5.1.1 Definisi
Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu adalah instalasi dalam rumah sakit
yang menyediakan bahan/sediaan dan alat-alat steril kepada semua unit yang
melayani ruang perawatan, klinik, laboratorium khusus, dan ruang
operasi.Namun, di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” unit binatu terpisah dengan
Instalasi Sterilisasi Sentar (ISS). Dalam buku pedoman Instalasi Sterilisasi Sentral
(ISS) di rumah sakit yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan, ISS adalah unit
pelayanan non struktual yang berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang
sesuai standar/pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit.
ISS ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. ISS
dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan
rumah sakit. Kepala ISS dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-
tenaga fungsional dan atau non medis (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
5.1.2 Tujuan dan Tugas ISS (Kementerian Kesehatan RI, 2009).
Tujuan ISS di rumah sakit adalah:
a. Membantu unit lain di RS yang membutuhkan kondisi steril untuk
pencegahan terjadinya infeksi
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta
menanggulangi infeksi nosokomial.
c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Tugas ISS di rumah sakit adalah:
a. Menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.
b. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan.
c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan,
kamar operasi, maupun ruangan lainnya.
d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif
serta bermutu.
e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan
perawatan pasien.
f. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.
g. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi, maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.
h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan
dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi
nosokomial.
i. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.
j. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf ISS baik yang
bersifat intern maupun ekstern.
k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
5.1.3 Aktivitas Fungsional ISS (Kementerian Kesehatan RI, 2009)
Alur aktivitas fungsional secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pembilasan: pembilasan alat-alat yang telah digunakan tidak dilakukan di
ruang perawatan.
b. Pembersihan: semua peralatan pakai ulang harus dibersihkan secara baik
sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.
c. Pengeringan: dilakukan sampai kering
d. Inspeksi dan pengemasan: setiap alat bongkar pasang harus diperiksa
kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas
maksimumnya.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
54
Universitas Indonesia
e. Memberi label: setiap kemasan harus mempunyai label yang menjelaskan
isi dari kemasan, cara sterilisasi, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa proses
sterilisasi.
f. Pembuatan: membuat dan mempersiapkan kapas serta kasa balut yang
kemudian akan disterilkan.
g. Sterilisasi: sebaiknya diberikan tanggun jawab kepada staf yang terlatih.
h. Penyimpanan: harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi
penyimpanan yang baik.
i. Distribusi: dapat dilakukan berbagai sistim distribusi sesuai dengan rumah
sakit masing-masing.
5.1.4 Pelayanan ISSB di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) di RSKD membawahi 2 unit
kerja yaitu unit sterilisasi dan unit binatu. Instalasi ini berada dibawah Direktorat
Umum dan Operasional. Unit Sterilisasi mempunyai 2 kegiatan pokok, yaitu:
1. Kegiatan sterilisasi, kegiatan ini dilakukan untuk mensterilkan alat dan
barang yang digunakan oleh instalasi-instalasi yang membutuhkan.
2. Kegiatan produksi, yaitu memproduksi barang-barang steril, seperti kassa
steril, lidi kapas, tampon, depper, kassa, alkohol dan lain-lain.
Instalasi Sterilisasi dan Binatu juga dilengkapi dengan beberapa fasilitas
yang mendukung proses sterilisasi secara optimal, yaitu autoclave (metode
sterilisasi panas basah) yang dapat dilihat pada Lampiran 5 serta alat sterilisasi
plasma (metode ionisasi). Dalam rangka menjamin sterilitas produk, maka
dilakukan juga monitoring proses sterilisasi dengan menggunakan indikator
mekanik/fisika, kimia dan biologi. Alur pelayanan Instalasi Sterilisasi Sentral dan
Binatu dijelaskan pada Gambar 5.1 dan Lampiran 4.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Gambar 5.1 Alur Pelayanan Instalasi Sterilisasi Sentral & Binatu Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”
Keterangan:
: Daerah Kotor
: Daerah Bersih
: Daerah Mesin
: Daerah Steril
: Logistik
Tanggung jawab Instalasi Sterilisasi Sentral bervariasi tergantung dari
besar kecilnya rumah sakit, struktur organisasi dan proses sterilisasi. Tugas pokok
Unit Sterilisasi Sentral adalah menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan
kegiatan sterilisasi alat, bahan dan linen rumah sakit. Fungsi Unit Sterilisasi
Sentral adalah:
1. Melakukan proses sterilisasi alat, bahan, dan linen (Lampiran 37).
2. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan,
kamar operasi, maupun ruangan lainnya.
User
Pendistribusian
Penyimpanan
PengemasanIndikatorisasiLabelisasi
Sterilisasisuhu tinggi
ProduksiGudang
Pengadaan
FarmasiRawat Jalan
danInapOK
Kelas-kelasPaket Tindakan
PenerimaanCek Tgl sterilisasi
Cek kemasanCek tgl ExpiredUji mikrobiologi
berkala
Cek indikatorCek Kemasan
Cek Label
InstrumenLinen
Baju Operasi
Kassa Diatas 100°C
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
56
Universitas Indonesia
3. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif
serta bermutu.
4. Mempertahankan stok inventori barang steril yang memadai untuk
keperluan perawatan pasien.
5. Mempertahankan standar yang lebih ditetapkan.
6. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.
7. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan
dan pengendalian infeksi bersama dengan Tim Pengendalian Infeksi
Nosokomial.
8. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.
9. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf Unit Sterilisasi
Sentral baik yang bersifat intern maupun ekstern.
10. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
Instalasi Sterilisasi dan Binatu memiliki letak (Lampiran 7) dan pembagian
ruangan yang dimiliki yakni sebagai berikut:
1. Ruang Penerimaan (daerah kotor) adalah ruangan yang digunakan untuk
kegiatan menerima barang-barang yang akan disterilkan dengan mengisi
formulir barang yang belum steril (Lampiran 8).
2. Daerah Dekontaminasi adalah ruangan yang digunakan untuk kegiatan
pencucian alat misalnya box obat kemoterapi, pemilihan/penyortiran
barang-barang yang akan disterilisasi, perendaman, pembersihan dan
pembilasan. Ruangan tersebut dibatasi dengan garis berwarna merah.
3. Daerah Produksi adalah ruangan yang digunakan untuk kegiatan produksi
Instalasi Sterilisasi dan Binatu diantaranya pembuatan kassa, kapas
alkohol, depper, tampon dan lain-lain.
4. Daerah Persiapan adalah ruangan yang kegiatannya mempersiapkan
barang-barang yang akan disterilkan salah satunya yaitu memberi label
(labelling) dan sealing pada barang/alat yang akan disterilkan.
5. Daerah Penyimpanan/Clean Room adalah ruangan untuk menyimpan
barang/alat yang sudah melalui proses sterilisasi dan untuk penyerahan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
57
Universitas Indonesia
permintaan barang/alat steril disertai formulir penyerahan barang sudah
steril (Lampiran 38).
6. Ruangan penunjang adalah ruangan yang berfungsi untuk menunjang
kegiatan Instalasi Sterilisasi dan Binatu, diantaranya ruang ganti, ruang
istirahat, ruang pimpinan dan ruang rapat.
5.1.5 Autoclave Gettinge
Proses sterilisasi yang sering dilakukan di ISS ini adalah proses sterilisasi
uap menggunakan autoclave (Lampiran 5) dan proses sterilisasi ion menggunakan
plasma. Sterilisasi uap digunakan untuk barang-barang yang tahan terhadap
pemanasan pada suhu tinggi. Berikut ini adalah proses sterilisasi uap pada mesin
Autoclave Gettinge (GE 6612 AR-2):
1. Suhu 135 °C
a. Siklus sterilisasi memakan waktu 35 menit dengan waktu pemaparan
uap selama 7 menit. Digunakan untuk mensterilisasi instrumen-
instrumen yang telah dikemas.
b. Siklus sterilisasi memakan waktu 15 menit dengan waktu pemaparan
uap selama 3,5 menit. Digunakan untuk mensterilisasi instrumen-
instrumen yang dikemas.
2. Suhu 121°C
Siklus sterilisasi memakan waktu 45 menit dengan waktu pemaparan uap
selama 20 menit. Digunakan untuk mensterilisasi karet dan plastik.
Untuk memberikan jaminan bahwa parameter-parameter yang ditentukan
dalam proses sterilisasi uap sudah dipenuhi dengan baik maka perlu dilakukan
proses monitoring. Hal ini juga bertujuan untuk menjamin kualitas produk
luaran (output product) 100% steril. Berikut ini adalah jenis-jenis indikator
sterilisasi yang dilakukan untuk pengujian mutu: :
a. Indikator Mekanik
Indikator mekanik adalah bagian dari instrumen mesin sterilisasi seperti
gauge, tabel dan indikator suhu maupun tekanan yang menunjukkan apakah
alat sterilisasi bekerja dengan baik. Kegunaan:
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
58
Universitas Indonesia
Pengukuran temperatur dan tekanan merupakan fungsi penting dari
sistem monitoring sterilisasi, maka bila indikator mekanik berfungsi
dengan baik akan memberikan informasi segera temperatur, tekanan,
waktu dan fungsi mekanik lainnya dari alat.
Memberikan indikasi adanya masalah apabila alat rusak dan
memerlukan perbaikan.
b. Indikator Kimia
Indikator kimia adalah indikator yang memadai terjadinya paparan
sterilisasi (misalnya: uap panas atau gas etilen oksid) pada obyek yang
disterilisasikan dengan adanya perubahan warna. Klasifikasi indikator kimia
adalah sebagai berikut:
1) Indikator Eksternal dan Indikator Internal (Lampiran 9)
Indikator eksternal, contoh: Autoclave tape (3M), berbentuk tape
dan digunakan di bagian luar kemasan. Dengan terjadinya perubahan
warna, indikator ini memberikan informasi bahwa bagian luar
kemasan benda yang disterilkan telah melewati proses sterilisasi.
Indikator internal, contoh: Comply (3M), berbentuk strip dan
pemakaiannya diletakkan pada bagian dalam kemasan akan terlihat
perubahan warna dari kuning menjadi hitam jika telah melewati
proses sterilisasi. Indikator ini digunakan untuk barang yang tidak
tembus pandang, misalnya tromol (box stainless).
2) Indikator untuk tes Bowie-Dick (Lampiran 10)
Indikator jenis ini digunakan untuk menilai efisiensi pompa vakum
pada alat sterilitasi, serta untuk mengetahui adanya kebocoran udara dalam
ruang sterilisasi.Oleh karenanya hanya digunakan pada metode sterilisasi
uap panas yang yang menggunakan sistem vakum. Jadi indikator ini sama
sekali bukan untuk mengetahui kondisi sterilisasi telah tercapai.
c. Indikator Biologi (Attest) (Lampiran 11)
Indikator biologi adalah sediaan yang berisi populasi mikroorganisme
spesifik dalam bentuk spora yang bersifat resisten terhadap beberapa parameter
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
59
Universitas Indonesia
yang terkontrol dan terukur dalam suatu proses sterilisasi tertentu.
Mikroorganisme yang digunakan yaitu Geobacillus stearethermophillus.
Bakteri tersebut memberikan informasi bahwa barang sudah disterilkan atau
belum. Pada saat melakukan pengujian digunakan 2 indikator Attest, yang
pertama merupakan indikator uji yang dimasukkan ke dalam autoclave
bersama dengan linen, dan yang kedua merupakan indikator kontrol.
Kemudian keduanya dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 56C
selama 24-48 jam. Apabila Attest yang diproses (indikator uji) tidak berubah
warna tetap berwarna ungu, hal itu menunjukkan bahwa spora telah terbunuh
sehingga tidak ada pertumbuhan bakteri,akan tetapi apabila indikator uji Attest
hasilnya bewarna kuning, menunjukkan bahwa di dalam media terjadi
pembentukan asam yang menandakan masih ada pertumbuhan bakteri dalam
proses sterilisasi tersebut.
Berbeda dengan sterilisasi uap menggunakan autoclave yang digunakan
untuk barang-barang yang tahan pemanasan pada suhu tinggi, untuk melakukan
sterilisasi terhadap bahan-bahan yang tidak tahan pemanasan digunakan
sterilisasi plasma secara ion menggunakan alat Sterrad® NX (Lampiran 6).
Biasanya alat ini digunakan untuk melakukan sterilisasi terhadap alat-alat
kedokteran single use yang ingin digunakan kembali dan hanya terbatas pada
beberapa jenis kateter, guidel dan body stapler (harus dengan persetujuan
direksi).
Pasca sterilisasi dilakukan monitoring steril/tidaknya produk akhir dengan
melakukan uji mikrobiologi pada produk akhir (produk steril) secara sampling
meliputi produk habis pakai, instrumen, dan linen steril. Begitu pula dilakukan
uji mirobiologi sterilitas ruangan yang meliputi fungsi HEPA dan udara di
ruang steril. Untuk mempertahankan agar ruangan sterilisasi mengandung
kuman seminimal mungkin maka dilakukan fogging (pengasapan) yang
dilakukan satu minggu sekali dan untuk memastikan sterilitasnya maka
dilakukan juga uji mikrobiologi dengan menggunakan media agar yang
pemeriksaannya dilakukan secara rutin 3 bulan sekali.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
60
Universitas Indonesia
5.2 Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Rekam medik merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien mulai dari pasien datang hingga pulang.
Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap, dan jelas atau secara
elektronik. Fisik rekam medik milik sarana pelayanan kesehatan, dalam hal ini
rumah sakit, sedangkan isinya milik pasien yang bersifat rahasia.
Adapun yang berhak melihat rekam medis yaitu dokter, dokter gigi, tenaga
kesehatan tertentu, petugas pengelola, dan pimpinan sarana kesehatan. Apabila
ada pihak-pihak yang membutuhkan rekam medik maka perlu meminta izin
kepada Direktur. Jika ada unit-unit terkait yang memerlukan rekam medik, maka
ada Bon Peminjaman Rekam Medik yang ditandatangani oleh pihak yang
memintanya. Di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, rekam medik yang sedang
dipinjam, posisinya digantikan oleh tresser.
Warna tresser berbeda-beda seperti merah menandakan bahwa rekam
medik sedang dipinjam oleh unit pelayanan, warna biru menandakan bahwa
rekam medik sedang dipinjam untuk penelitian, dan warna putih menandakan
bahwa rekam medik yang dipinjam merupakan rekam medik pasien yang sudah
meninggal. Tujuan dari adanya tresser yaitu bertujuan untuk memudahkan
pencarian rekam medik yang sedang dipinjam.
Rekam medik memiliki sistem penomoran berdasarkan urutan datang
pasien.Nomor rekam medik terdiri dari enam digit angka dan satu pasien hanya
memiliki satu nomor rekam medik untuk seumur hidup sehingga tidak ada
duplikasi nomor.Secara umum, alur pasien dibedakan antara pasien rawat inap
dengan pasien rawat jalan.Selain itu, dokumen rekam medik juga dibedakan
antara pasien baru dengan pasien lama (pasien yang sebelumnya pernah datang ke
rumah sakit Dharmais).
Di RSKD, terdapat bagian yang mengelola rekam medik yang dinamakan
bagian rekam medik. Secara struktur organisasi bagian ini berada di bawah
Direktur Medik dan Keperawatan (Lampiran 12). Bagian rekam medik berperan
sebagai gerbang pertama pasien ketika masuk rumah sakit dan berperan penting
dalam mendukung proses pelayanan medis kepada pasien. Rekam medik juga
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
61
Universitas Indonesia
berperan dalam proses pendidikan dan penelitian. Bagian rekam medik
mempunyai tugas menyiapkan seluruh sumber daya dan fasilitas rekam medik dan
admission, melaksanakan bimbingan pelaksanaan pelayanan, menyusun dan
mengolah catatan medik, melakukani pengkodean dan penyimpanan serta
pemantauan pelaksanaan rekam medik. Bagian rekam medik dibagi menjadi tiga
seksi, yakni:
1. Seksi Admisi
Seksi in bertugas di bagian pendaftaran pasien rawat inap, rawat jalan, dan
jaminan. Dalam menjalankan tugasnya, seksi admisi melaksanakan sistem
triase, yaitu suatu sistem pemilahan pasien baru yang datang tanpa surat
pengantar. Sistem ini dijalankan dengan cara dokter triase menanyakan
kondisi pasien dan menyarankan pasien untuk melakukan pengobatan ke
poliklinik yang sesuai.
2. Seksi Catatan Medik
Seksi ini bertugas untuk merapikan dan menyusun status pasien dan semua
informasi pasien yang ada di dalamnya sesuai dengan pedoman baku yang
telah ditetapkan.
3. Seksi Pengkodean dan Penyimpanan
Seksi pengkodean dan penyimpanan bertugas untuk mengelompokkan
status (rekam medik) pasien berdasarkan penyakit dengan cara memberikan
kode-kode tertentu sesuai jenis penyakit pasien.
Alur pasien baru di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (Lampiran 13) yaitu
pasien atau keluarga pasien mendaftar ke bagian pendaftaran pasien baru yang ada
di lobby RS, pasien ditanya oleh dokter triase tentang keluhan yang dirasakan,
pasien diarahkan diarahkan ke unit-unit tertentu sesuai keluhan, kemudian rekam
medik akan diantarkan oleh petugas ke poliklinik tempat pasien berobat, ketika
pasien telah selesai berobat atau telah pulang, petugas akan kembali untuk
mengambil rekam medik untuk dikembalikan ke bagian rekam medik untuk
diperiksa kembali. Rekam medik diurutkan dan disusun berdasarkan nomor rekam
medik. Selanjutny dilakukan coding (pengkodean) berdasarkan diagnosa dan jenis
penyakit pada tiap rekam medik. Data kemudian dimasukkan ke dalam komputer
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
62
Universitas Indonesia
untuk mempermudah bagian admission dalam mencari data rekam medik pasien
jika pasien tersebut kembali berobat.
Alur pasien lama atau yang pernah datang ke rumah sakit “Dharmais”
(Lampiran 14) yaitu pasien lama datang ke bagian pendaftaran (admission),
komputer di bagian pendaftaran rawat inap secara online akan terhubung dengan
bagian penyimpanan rekam medik sehingga rekam medik dikirim ke unit terkait
tempat pasien berobat, ketika pasien telah selesai masa perawatannya atau telah
pulang, petugas akan kembali untuk mengambil rekam medik untuk dikembalikan
ke rekam medik bagian untuk diperiksa kembali, selanjutnya rekam medik
diurutkan dan disusun berdasarkan nomor rekam medik.
Penyimpanan rekam medik di rumah sakit Dharmais menggunakan sistem
terminally digit yakni disusun dan disimpan berdasarkan dua digit terakhir pada
nomor rekam medik, serta ditandai dengan warna-warna yang berbeda pada fisik
rekam medik. Setiap hari petugas rekam medik bertugas mengantar rekam medik
pasien baru datang dan mengambil rekam medik pasien yang telah pulang
(tenggang waktu pengambilan adalah 1x24 jam setelah pasien pulang). Rekam
medik tidak hanya disimpan, namun juga diolah secara statistik. Beberapa data
hasil pengolahan rekam medik secara statistik yakni:
1. Jumlah pasien baru dan pasien datang
2. Tren jenis penyakit
3. BOR (Bed Occupation Rate)
4. LOS (Length of Stay)
5. TOI (Turn Over Interval)
6. BTO (Bed Turn Over)
7. NDR (Net Death Rate)
8. GDR (Gross Death Rate)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
269/MENKES/PERIII/2008, rekam medik pasien rawat inap di rumah sakit wajb
disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung dari tanggal
terakhir pasien berobat atau dipulangkan, setelah batas waktu 5 tahun, rekam
medis dapat dimusnahkan. Di RSKD hingga saat ini rekam medik belum pernah
dimusnahkan. Hal ini bertujuan untuk pengembangan, pendidikan, dan penelitian
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
63
Universitas Indonesia
terhadap penyakit kanker. Selain pemusnahan, rekam medik juga dapat
mengalami penyusutan, yakni pemisahan rekam medik milik pasien yang dalam
waktu 10 tahun tidak melakukan kunjungan sama sekali (bisa jadi pasien
meninggal, berobat ke tempat lain/second opinion, atau telah sembuh).
Penyusutan rekam medik ini bertujuan untuk peningkatan efektifitas tempat
penyimpanan rekam medik.
5.3 Instalasi Kesehatan Lingkungan (IKL) dan Keselamatan Kesehatan
Kerja (K3) Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Instalasi Kesling (Kesehatan Lingkungan) dan K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja)bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh limbah rumah
sakit., keamanan dan keselamatan baik untuk pasien maupun anggota rumah sakit
lain seperti petugas kesehatan, karyawan, dan lain-lain.Instalasi Kesling bertugas
mengelola limbah padat maupun cair yang berasal dari seluruh kegiatan yang
dilakukan di rumah sakit.
5.3.1 Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat RSKD merupakan limbah rumah sakit yang berbentuk padat
berasal dari seluruh kegiatan di rumah sakit. Pengelolaan limbah padat dilakukan
setiap hari oleh petugas kebersihan dan dipisahkan berdasarkan limbah padat
medis, non medis, dan domestik. Limbah padat dari setiap ruangan dikumpulkan
dalam satu kantong plastik dengan warna yang sesuai dengan jenis limbahnya.
1. Limbah medis padat
a. Sumber
Sumber limbah padat medis RSKD berasal dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah
kandungan logam berat tinggi.
b. Pewadahan
Limbah padat medis ditampung dalam wadah yang berbeda berdasarkan
kategori limbah yang dihasilkan.Wadah yang digunakan terbuat dari bahan
yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air dan tertutup dengan dilapisi
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
64
Universitas Indonesia
kantong plastik yang berbeda warna. Untuk kategori limbah infeksius
patologi dan anatomi menggunakan kantong plastik berwarna kuning, limbah
sitotoksis menggunakan kantong plastik kuning yang diberi label bertuliskan
“limbah sitotoksis” dan logo,limbah kimia dan farmasi dengan kantong
plastik warna kuning yang diberi label dan logo dan limbah radioaktif dengan
kantong plastik warna merah, sedangkan untuk limbah benda tajam
ditampung dalam satu wadah yang anti bocor, anti tusuk, dan tidak mudah
untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat
membukanya dan dilapisi dengan kantong plastik berwarna kuning.
c. Pengangkutan
Pengangkutan limbah medis dilakukan sebanyak 2- 3 kali dalam sehari,
yaitu pada siang, sore dan dini hari atau apabila telah mencapai 2/3 bagian
telah terisi limbah. Alat angkut yang digunakan berupa trolly tertutup, namun
dalam proses pengangkutan masih ada petugas yang menggunakan trolly
terbuka dan limbah yang diangkut tidak dipisahkan serta tidak menggunakan
jalur khusus.
d. Pengolahan
Tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan limbah medis padat, seluruh
limbah medis padat yang dihasilkan akan dibakar dengan menggunakan
incinerator (Lampiran 15). Insenerator tersebut terdiri dari 2 tungku
(chamber) dengan kapasitas 800kg. Pembakaran dilakukan selama 1 jam per
100 kg, untuk lebih efektif pembakaran dilakukan setiap 15 menit dengan
berat limbah sebanyak 25 kg. Hal ini merupakan strategi yang dilakukan
untuk mencapai hasil pembakaran yang optimal. Proses pembakaran dimulai
dengan memasukkan limbah medis padat kedalam chamber 1 dengan suhu
500 – 600oC, chamber ini digunakan untuk membakar fisik limbah.
Selanjutnya hasil pembakaran berupa gas/ emisi buangan dari chamber 1
dibakar di chamber 2 dengan suhu 600 – 1000oC, hal tersebut menghasilkan
emisi yang keluar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pembakaran
dilakukan terus menerus selama jam kerja (per 8 jam kerja). Untuk limbah
yang datang setelah jam kerja maka akan ditampung di Tempat Penampungan
Sementara (TPS) (Lampiran 16) untuk dibakar keesokan harinya. Limbah
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
65
Universitas Indonesia
hasil pembakaran limbah di incenerator akan dipindahkan ke dalam TPS B3
setiap 7 hari sekali.
Abu insenerator hasil pembakaran akan di kirim ke PPLI apabila
kapasitas Limbah yang dihasilkan mencapai 2 ton. Setiap rumah sakit yang
memiliki incenerator dan TPS harus memiliki surat izin dan
memperpanjangan surat izin setiap 3 tahun untuk TPS yang dikeluarkan oleh
BPLHD dan setiap 5 tahun untuk insenerator yang dikeluarkan oleh KLH. Uji
emisi incenerator dilakukan setiap 3 bulan oleh PT. Unilab Perdana atau Lab
yang telah memiliki izin dari MENKLH. Untuk limbah radioaktif Rumah
Sakit Kanker “Dharmais” menggunakan sistem re-export, limbah tersebut
dikembalikan ke perusahaan penghasil atau distributor yakni BATAN (Badan
Tenaga Atom Nasional).
2. Limbah padat non medis
a. Sumber
Limbah padat non medisyang dihasilkan oleh Rumah Sakit Kanker
“Dharmais adalah limbah B3 non medis berupa baterai bekas, lampu TL
bekas dan oli bekas.
b. Pewadahan
Wadah yang digunakan untuk penyimpanan sementara limbah B3 non
medis berbeda berdasarkan jenis limbahnya. Limbah baterai bekas dan lampu
TL ditampung dalam kontainer berupa drum berbahan dasar plastik dan
dilengkapi dengan tutup sedangkan limbah oli bekas ditampung dalam wadah
berupa drum kaleng yang tertutup, wadah tersebut diberi label bertuliskan
“Limbah B3”
c. Pengangkutan
Pengangkutan dilakukan setiap hari dengan menggunakan troli tertutup
apabila jumlah limbah yang dihasilkan tidak banyak maka petugas yang
mengangkut limbah tersebut tidak menggunakan alat pengangkut khusus
menuju TPS, khusus oli bekas diangkut ke TPS B3 non Medis yang berada di
ruang genset.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
66
Universitas Indonesia
d. Pengolahan
Limbah B3 non medis berupa baterai bekas akan dikembalikan ke
perusahaan penghasil atau distributor, sedangkan untuk lampu TL bekas dan
oli bekas akan diangkut oleh PPLI atau perusahaan yang mempunyai izin.
3. Limbah Domestik
a. Sumber
Limbah domestik ialah limbah yang berasal dari kegiatan di dapur,
perkantoran, taman dan halaman.
b. Pewadahan
Pewadahan untuk limbah domestik dikelompokkan menjadi 2 yaitu
wadah untuk sampah organik dan sampah an-organik. Pada kontainer yang
digunakan diberikan label bertuliskan jenis sampah dan warna untuk
kontainer sampah organik dan sampah an-organik juga dibedakan guna
mempermudah dalam proses pemilahan serta kontainer dilapisi oleh kantong
plastik berwarna hitam.
c. Pengangkutan
Pengangkutan dilakukan setiap hari sebanyak 2-3 rit, atau apabila 2/3
bagian telah terisi limbah. Alat angkut yang digunakan berupa trolly tertutup
namun tidak terpisah.
d. Pengolahan
Seluruh limbah domestik (organik dan anorganik) Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” ditampung di TPS (Tempat Penampungan Sementara) berupa
bangunan tertutup dengan panjang 8 meter, lebar 2 meter dan tinggi 2 meter,
yang dilengkapi saluran untuk cairan lindi, selanjutnya limbah domestik akan
diangkut oleh Petugas Dinas Kebersihan PEMDA DKI Jakarta setiap hari.
Selain itu Rumah Sakit Kanker “Dharmais” melakukan pemilahan terhadap
sampah kardus, yang nantinya sampah kardus tersebut akan dijual ke
pengepul. Rumah Sakit Kanker “Dharmais” melakukan upaya minimisasi
limbah dengan cara 3R namun upaya tersebut tidak berjalan sejak tahun 2011
sebab keterbatasan SDM, saat ini upaya minimisasi yang dilakukan ialah
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
67
Universitas Indonesia
composting. Bahan baku composting adalah daun-daun kering yang ada
disekitar halaman Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Upaya ini cukup efektif
untuk meminimasi sampah dedaunan karena dapat mengurangi timbulan
sampah dedaunan sebanyak 60 – 70kg per hari. Kompos yang dihasilkan
mencapai 420 kg per bulan, yang selanjutnya kompos tersebut akan
digunakan kembali untuk pemeliharaan tanaman.
Secara ringkas alur pengolahan limbah padat di RSKD dapat dilihat pada
Gambar 5.2
Gambar 5.2 Alur Pengolahan Limbah Padat Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
5.3.2 Pengelolaan Limbah Cair
Rumah Sakit Kanker “Dharmais”memiliki 2 buah unit IPAL yang masing-
masing memiliki fungsi dan sistem berbeda.
1. Instalasi Pengolahan Air Limbah 1 (IPAL 1)
Rumah Sakit Kanker “Dharmais" memiliki Instalasi Pengolahan Air
Limbah sendiri yang telah ada sejak pertama dibangunnya rumah sakit ini.
IPAL 1 memiliki fungsi untuk mengolah air limbah yang bersumber dari
semua kegiatan rumah sakit kecuali kegiatan yang bersumber dari pencucian
laundri, instalasi gizi, kantin, gedung MK (asrama dan kantor IPS-RS) dan dari
limbah pembersihan insenerator. Sistem pengolahan limbah cair STP (Sewage
Treatmen Plant) Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah Modifikasi Extended
SumberLimbahPadat
SampahMedis
TPS Medis
TPSDomestik
Incinerator
TPA
Composting
Pabrik DaurUlang
SampahRadioaktif
TPSRadioaktif
Re-eksport
SampahDomestik
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
68
Universitas Indonesia
Aeration dengan Contact Stabilization. Kapasitas yang dimiliki IPAL 1 sebesar
725 m3/hari.Aktual air limbah yang diolah adalah rata-rata 200-300 m3/hari.
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” memiliki 4 buah sewage (tempat
penampungan sementara) yang akan disalurkan ke IPAL 1, yang mana salah
satu sewage digunakan khusus untuk air limbah radioaktif yang berasal dari
buangan urine dan feces pasien di RIRA (Ruang Isolasi Radioaktif). Sewage
tersebut menggunakan sistem paruh waktu diharapkan dengan sistem ini dapat
menghilangkan kandungan radioaktif yang ada pada limbah cair (Zero
Radioaktif).Selanjutnya air limbah dari sewage akan dialirkan menuju IPAL 1
menggunakan pompa. Berikut ialah proses pengolahan limbah cair di IPAL 1:
a. Grit Chamber
Air limbah yang berasal dari Sewage pertama kali akan masuk ke bak Grit
Chamber. Di bak ini terjadi proses penyaringan. Air limbah di grit chamber
akan disaring pertama kali di screen kasar, screen tersebut menyaring sampah-
sampah ukuran besar, sampah yang masih terbawa dari screen kasar akan
dicacah menggunakan communitor, selanjutnya sampah yang masih lolos akan
disaring kembali menggunakan screen halus.
b. Aeration tank (Bak Aerasi)
Air yang berasal dari grit chamber akan mengalir ke bak aerasi. Di bak
aerasi ini disuplai oksigen dengan menggunakan mesin blower, fungsi O2 yang
dihasilkan adalah untuk metabolisme bakteri aerob, bakteri tersebut digunakan
untuk memecah polutan yang terkandung dalam air limbah tersebut, sehingga
di bak ini terjadi penurunan kadar pencemaran oleh bakteri aerob dan di bak
aerasi terjadi penurunan BOD, COD dan Amoniak.
c. Sedimentation tank
Air limbah dari aeration tank akan mengalir ke sedimentation tank, di bak
ini lumpur yang terkandung dalam air limbah akan diendapkan. Pada
sedimentation tank terjadi pembentukan flok yang kemudian akan disatukan
oleh mesin scrapper. Flok-flok yang terbentuk akan diangkat secara manual.
Lalu Air limbah akan menuju distribution tank menggunakan air lift.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
69
Universitas Indonesia
d. Distribution box
Pada bak distribusi air limbah akan dipecah, air yang tidak mengandung
lumpur akan mengalir ke bak penampungan akhir, sedangkan air yang masih
mengandung lumpur akan mengalir ke stabilitation tank.
e. Stabilitation tank
Stabilitation tank berfungsi sebagai tempat untuk pembibitan bakteri. Air
limbah dari stabilitation tank akan mengalir secara overflow ke aeration tank.
f. Sand filter
Air limbah yang berasal dari bak penampungan akhir akan dipompa
menuju sand filter. Polutan yang terkandung dalam air limbah akan disaring
menggunakan pasir silika.
g. Carbon filter
Air yang sudah disaring dengan sand filter selanjutnya dialirkan ke carbon
filter. Disini air juga akan disaring kembali, tujuan penyaringan ini adalah
untuk menghilangkan warna dan bau yang terkandung dalam air limbah
tersebut, air limbah kemudian akan mengalir ke outlet.
Limbah cair yang telah diolah di IPAL 1 akan dibuang ke saluran kota
melalui pipa outlet. Petugas IPAL 1 melakukan pencatatan debit dan swapantau
setiap hari. Kegiatan swapantau berupa pengukuran suhu, pH, DO, dan TSS.
Selain melakukan kegiatan swapantau RSKD juga melakukan uji kualitas limbah
cair terolah (effluent) pada outlet IPAL 1 & 2, pengujian dilakukan dengan cara
mengirimkan sampel limbah cair ke PT. Unilab Perdana setiap 1 bulan sekali dan
ke BPLHD setiap 3 bulan sekali, pada kegiatan tersebut diharapkan kualitas dan
kuantitas air limbah yang diolah memenuhi persyaratan yang berlaku. Izin
pembuangan Limbah cair (IPLC) dikeluarkan oleh BPLHD. Perizinan tersebut
harus diperpanjang selama 5 tahun sekali, dan pada kurun waktu 5 tahun dari
tahun 2010-2015 actual air limbah yang diperbolehkan dibuang oleh IPAL 1 ke
saluran kota ialah 407 m3/hari.
2. Instalasi Pengolahan Air Limbah 2 (IPAL 2)
Unit IPAL 2 didirikan pada tahun 2010 dengan kapasitas 100 m3/hari,
dengan aktual limbah cair yang diolah setiap harinya sebesar 20-40 m3/ hari.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
70
Universitas Indonesia
Unit IPAL 2 digunakan untuk pengolahan limbah cair yang berasal dari
kegiatan pencucian laundri, instalasi gizi, kantin, gedung MK (asrama dan
kantor IPS-RS) dan dari limbah pembersihan incenerator. Sistem yang
digunakan ialah aerob and anaerob system.Air limbah yang akan diolah di
IPAL 2 sebelumnya ditampung terlebih dulu di sewage yang berjumlah 4 buah
yakni sewage instalasi gizi, sewage laundry, sewage insenerator dan kantin,
dan sewage Gedung MK. Selanjutnya air limbah dari sewage akan dialirkan
menuju IPAL 2 menggunakan pompa. Berikut ialah proses pengolahan limbah
cair di IPAL 2:
a. Grease Trap
Air limbah yang bersumber dari instalasi gizi, insenerator dan kantin serta
asrama yang berasal dari masing-masing sewage akan dialirkan menuju grease
trap yang berfungsi untuk menangkap minyak dan lemak yang dihasilkan dari
kegiatan instalasi gizi, insenerator dan kantin serta asrama. Air mengandung
minyak dan dalam waktu beberapa hari di permukaan air akan membentuk
grease/lemak yang kemudian di tahan di grease trap. Grease Trap ini harus di
kontrol setiap hari, jika ada penumpukan grease yang berlebihan, maka ini
harus di angkat dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.
b. Solid & Separation Chamber
Chamber ini menerima air limbah yang mengalir dari grease trap dan
berfungsi untuk menahan/menyaring partikel non organik (padat, seperti
plastik, kain, dan lainnya) yang besar supaya tidak masuk ke dalam proses
berikutnya. Hanya partikel kecil yang masuk ke chamber berikutnya untuk di
treatment lebih lanjut.
c. Flow equalization
Pada tahap ini, limbah yang berasal dari solid and separation chamber
akan dihomogenkan agar mempermudah dalam proses berikutnya.
d. Anaerobic Digestion
Air limbah yang ada pada equalization chamber akan mengalir ke
anaerobic chamber, pada tahap ini dilengkapi Enpiro-Ball Bio-Media, tetapi
tidak dibutuhkan oksigen karena proses ini adalah anaerob. Pada tahap ini
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
71
Universitas Indonesia
terjadi penurunan parameter-parameter pencemar air limbah yang dilakukan
oleh bakteri anaerob.
e. Sump/Collecting Pit
Air yang sudah melalui anaerobic chamber akan mengalir menuju
Sump/Collecting Pit, dari unit ini air limbah akan di transfer dengan pipa
submersible menuju system aerobic.
f. Aerobic equalization Chamber
Chamber ini menerima air limbah dari anaerobic chamber melalui
Sump/Collecting Pit. Pada tahap ini di pasang fine bubble difusser dan di
oksidasi dengan air blower sehingga mikroorganisme aerobik akan hidup dan
berkembang biak dengan sempurna. Selain itu unit ini berfungsi untuk
menurunkan BOD, COD, SS dan menghilangkan bau. Chamber ini meneriman
pengembalian lumpur (return sludge) yang berasal dari sedimentasi dengan
menggunakan air lift pump.
g. Clarifier (Sedimentation)
Chamber ini menerima aliran air limbahdari aerobic chamber yang
berfungsi untuk memisahkan air yang bersih dengan sludge/lumpur. Lumpur
yang mengendap akan dikembalikan ke aerobic equalization chamber.
h. Aerobic Chamber with Biofilm
Chamber ini dilengkapi dengan plate settler berupa media honey comb.
Mekanisme proses metabolisme didalam system biofilm merupakan system
biofilm yang terdiri dari media penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada
media honey comb. Pada tahap ini terjadi proses penurunan polutan dengan
biofilm. Setelah ini proses ini air akan mengalir secara gravitasi ke unit
electrocoagulation untuk menjalani proses pengolahan selanjutnya.
i. Electrocoagulation
Sama seperti pengolahan konvensional secara kimia dengan menggunakan
koagulan dan flokulan, disini air limbah juga mengalami hal serupa. Namun
proses ini menggunakan energi listrik. Pada tahap ini unsur-unsur polutan
terutama seperti warna, kandungan organik maupun anorganik dipecahkan
ikatannya dari air limbah dengan menggunakan energi listrik. Pada tahap ini
terjadi pengikatan ion negatif oleh ion positif, ikatan tersebut akan membentuk
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
72
Universitas Indonesia
polutan yang berat jenisnya lebih dari air, polutan tersebut akan mengendap
dan endapan tersebut akan diangkat secara manual.
j. Sand filter
Sebelum menuju sand filter, air limbah akan mengalir ke bak
penampungan, lalu dari bak penampungan air limbah akan dipompa menuju
sand filter. Tujuan penyaringan pada unit sand filter adalah untuk menyaring
polutan yang masih terdapat dalam air limbah dengan menggunakan pasir
silika.
k. Carbon filter
Tujuannya penyaringan pada unit carbon filter adalah untuk
menghilangkan materi dari cairan terutama komponen yang berkontribusi atas
adanya warna dan bau dalam air limbah. Banyak sekali absorben yang
digunakan untuk aplikasi lapangan, namun karbon aktif merupakan bahan yang
sering digunakan karena lebih ekonomis dan sifarnya non polar.
l. Ultra Violet (UV) Desinfection
Pada proses ini, air limbah dari carbon filter akan didesinfeksi
menggunakan radiasi Ultra Violet (UV). Air yang akan di desinfeksi dialirkan
diantara tabung sinar merkuri dan tabung reflector yang dilapisi metal dengan
waktu pemaparan beberapa detik, namun energi yang diperlukan cukup tinggi
sekitar 10-20 watt/m3/jam.
m. Treated Water Tank
Chamber ini untuk menampung air yang sudah diproses dan siap untuk di
gunakan kembali atau dibuang ke saluran kota secara gravitasi.
IPAL 2 Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dirancang untuk dapat
menghasilkan olahan air limbah yang dapat memenuhi persyaratan air bersih,
sehingga diharapkan dapat digunakan kembali untuk kebutuhan rumah sakit,
antara lain untuk menyiram tanaman dan digunakan untuk sumber air dalam
pencucian laundri dan lain-lain.
Sama halnya dengan IPAL 1, Instalasi Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit Kanker “Dharmais” juga melakukan pemeriksaankualitas limbah cair
terolah (effluent) IPAL 2 secara rutin setiap harinya untuk swapantau serta
pengiriman sampel limbah cair ke ke PT. Unilab Perdana setiap 1 bulan sekali dan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
73
Universitas Indonesia
ke BPLHD setiap 3 bulan sekali untuk diperiksa kualitas dan kuantitas limbah cair
yang dihasilkan dengan peraturan yang berlaku. Perizinan IPAL 2 dikeluarkan
oleh IPLC, aktual air limbah yang diperbolehkan dibuang ke saluran kota pada
IPAL 2 adalah 36 m3/hari.
Gambar 5.3 Alur Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
74 Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung
jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut.
Pelayanan kefarmasian terdiri dari pengelolaan barang farmasi yang
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi, penyiapan obat berdasarkan resep bagi pasien rawat
jalan dan rawat inap, pengendalian mutu, pengendalian distribusi dan penggunaan
seluruh perbekalan farmasi di rumah sakit, pelayanan farmasi klinik kepada
pasien. Kegiatan tersebut secara garis besar dikelompokkan menjadi: manajemen
farmasi, farmasi klinik, serta produksi farmasi.
Pelayanan instalasi farmasi RSKD yaitu pelayanan farmasi satu pintu (one
bin system) yaitu instalasi farmasi RS yang bertanggung jawab terhadap seluruh
kegiatan dalam rangka pengelolaan barang dan perbekalan farmasi. Dinamakan
sistem satu pintu karena satu kebijakan (kriteria pemilihan obat, penerapan sistem
formularium), satu SOP (prosedur instruksi kerja, dan pelayanan), satu
pengawasan operasional (laporan rutin, koordinasi), satu sistem informasi
(informasi logistik, informasi obat).
6.1 Manajemen Farmasi
6.1.1 Pemilihan
Tujuan pemilihan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
yaitu untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai
jumlah pasien atau jumlah kunjungan dan memenuhi kriteria efektif, aman,
bermutu, dan terjangkau. Pemilihan perbekalan farmasi yang akan masuk ke
dalam formularium Rumah Sakit Kanker “Dharmais” menggunakan sistem 1:2:1.
Pada sistem tersebut, berlaku ketentuan yaitu untuk setiap zat aktif terdiri atas 1
produk paten (original), 2 produk me too, dan 1 nama generik. Pemilihan obat dan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
75
Universitas Indonesia
alat-alat kesehatan di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dilakukan oleh Panitia
Farmasi dan Terapi (PFT). Obat-obat baru yang akan masuk ke dalam
formularium harus melalui tahapan seleksi oleh PFT. Tahapan pengajuan obat
baru yang akan masuk ke dalam formularium yaitu :
a. User (dokter) melakukan permintaan obat baru yang ditawarkan distributor
pabrik farmasi dengan cara mengisi Formulir Permintaan Obat Baru di
Luar Standar Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yang harus ditandatangani
oleh tiga dokter spesialis (Lampiran 17).
b. Pengisian formulir tersebut dilengkapi dengan informasi produk yang
terdiri dari nama obat, bentuk sediaan dan kekuatan, indikasi, efek samping
utama obat baru yang pernah dilaporkan, literatur yang menjadi referensi,
dan harga per unit.
c. PFT melakukan pengecekan kelengkapan formulir dan menganalisis
kebutuhan obat tersebut dan membandingkan dengan formularium yang
sudah ada.
d. Pihak distributor yang menawarkan obat baru melakukan presentasi
mengenai produk baru tersebut didepan PFT dan dokter pengguna (user),
kemudian PFT menganalisa kembali informasi yang didapat dari presentasi
distribusor.
e. Jika obat tersebut disetujui maka formulir permintaan obat baru
ditandatangani oleh ketua PFT dan kepala IFRS kemudian dilakukan
negosiasi harga antara distributor Instalasi Layanan Pengadaan (ILP).
f. Apabila kesepakatan harga telah tercapai maka dilakukan penandatanganan
Ikatan Kerja Sama (IKS). Status obat tersebut berupa obat konsinyasi
secara sistem.
g. PFT melihat pola pemakaian obat tersebut selama tiga bulan pertama. Dari
data yang ada, dilakukan pengkategorian obat menurut pemakaiannya: fast
moving, slow moving,atau middle moving.
h. Obat yang dimasukkan kedalam suplemen formularium yang digunakan di
RSKD adalah kategori fast moving dan hasil pertimbangan terhadap segala
aspek obat menunjukkan bahwa obat tersebut layak dimasukkan ke dalam
formularium. Obat tersebut akan dimasukkan ke dalam formularium pada
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
76
Universitas Indonesia
periode berikutnya. Namun, jika kategori obat tersebut berupa middle atau
slow moving maka dilakukan pengamatan selama tiga bulan kedua. Masuk
atau tidaknya obat tersebut ke dalam formularium berdasarkan beberapa
persyaratan yang sudah ditetapkan oleh PFT.
i. Setelah obat baru masuk ke dalam formularium, PFT mengevaluasi
frekuensi pemakaian obat baru tersebut secara berkala.
Prosedur penambahan dan pengurangan daftar obat dalam formularium :
1. Melakukan evaluasi terhadap obat yang sudah masuk formularium setiap
tiga bulan sekali terkait dengan efektifitas dan frekuensi penggunaannya di
RS Kanker Dharmais.
2. Obat yang jarang digunakan (slow moving) setelah waktu tiga bulan akan
diingatkan kepada principal terkait atau dokter yang meminta obat
tersebut. Apabila pada 3 bulan berikutnya tetap tidak atau kurang jalan,
maka obat tersebut dikeluarkan dari buku formularium dan posisinya
digantikan oleh obat me too berikutnya atau lainnya.
3. Bila pada hasil evaluasi dalam 3 bulan pertama, ternyata ada obat-obat
yang tidak jalan atau tidak digunakan, maka obat tersebut langsung
dikeluarkan dari buku formularium dan kesempatan diberikan kepada obat
me too berikutnya untuk menggantikan posisi obat yang dikeluarkan
tersebut.
4. Untuk obat yang bersifat life saving dan dibutuhkan namun tidak terdapat
dalam formularium, maka harus mendapat persetujuan dari ketua komite
medik atau direktur medik dan keperawatan.
Formularium di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” selalu diperbaharui
setiap satu tahun sekali. Dalam melakukan evaluasi formularium, dilihat
persentase penggunaan obat oleh dokter yang berasal dari formularium. Semakin
besar persentase keterpakaian obat oleh dokter yang ada di dalam formularium
menunjukan semakin tinggi tingkat kepatuhan dokter dalam meresepkan obat-
obatan yang termasauk ke dalam formularium tersebut.
Selain formularium RSKD, terdapat dua formularium lain yang digunakan
di RSKD, yaitu Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) untuk pasien ASKES dan
formularium JAMKESMAS untuk pasien JAMKESMAS.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
77
Universitas Indonesia
Dalam tahap pemilihan, apoteker RSKD telah berupaya dalam menjaga
kualitas demi terselenggaranya pelayanan yang berorientasi pada patient safety
yaitu :
1. Mengadakan dan mengembangkan formularium yang sedang digunakan
2. melakukan penyeleksian obat yang akan ataupun sedang digunakan di
rumah sakit, dan
3. mengkaji penggunaan obat di rumah sakit
6.1.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan menyusun daftar kebutuhan perbekalan
farmasi yang disesuaikan dengan anggaran dengan tujuan mencegah terjadinya
kekurangan atau kelebihan perbekalan farmasi.
Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
mengacu pada Formularium 1:2:1, DPHO, dan Formularium Jamkesmas.
Perencanaan di instalasi farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” menggunakan
metode konsumsi yang dimodifikasi dengan data kecenderungan pemakaian 3
bulan sebelumnya.
Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker Dharmais sudah
dilakukan melalui sistem komputerisasi yaitu dengan proses SIRS (Sistem
Informasi Rumah Sakit) yang dilihat pada jumlah stok maksimal dan minimal.
Dasar penetapan stok minimal dan maksimal diperoleh dengan
mempertimbangkan analisis penjualan selama tiga bulan (pola konsumsi),
kemudian di lihat rata-rata per bulannya, trend pemakaian, lead time, dan stok
pengaman.
Perencanaan dilakukan oleh bagian logistik farmasi. Apabila telah
mencapai stok minimum, maka secara otomatis akan keluar Material Request
(Lampiran 18) yang ada di SIRS. Material Request (MR) berisi nama obat/alkes,
distributor, harga, diskon, dan jumlah yang akan dipesan. MR diverifikasi dengan
mempertimbangkan kecenderungan pemakaian, kelangkaan barang farmasi, slow
moving dan middle stock. Kemudian bagian logistik farmasi membuat print out
material request tersebut yang selanjutnya akan dibawa ke bagian Instalasi
Layanan Pengadaan (ILP). Data digital MR terhubung langsung dengan ILP dan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
78
Universitas Indonesia
dalam bentuk tercetak diserahkan kepada ILP untuk memastikan MR sesuai.
Permintaan biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam seminggu.
Keuntungan dari penggunaan SIRS pada proses perencanaan obat adalah
saat stok obat di komputer telah menyentuh batas stok minimal, obat tersebut akan
langsung tertera dalam MR untuk kemudian ditindaklanjuti oleh ILP, sehingga
akan menyederhanakan serta mempercepat proses perencanaan dan permintaan ke
ILP. Kekurangan dari sistem ini yaitu jika terjadi kesalahan sistem atau instalasi
listrik padam maka akan terjadi hambatan dalam prosesnya.
6.1.3 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
dilakukan oleh Instalasi Layanan Pengadaan (ILP). Pengadaan dilakukan dengan
dua metode, yaitu penunjukkan langsung dan lelang harga. Lelang harga
dilakukan untuk pengadaan obat dan alat kesehatan, sedangkan penunjukkan
langsung dilakukan untuk pengadaan obat narkotika dan psikotropika. Proses
lelang dilakukan terhadap penawaran harga oleh distributor dan dilaksanakan
setiap satu tahun sekali.
Tugas ILP terkait dengan pelelangan dan pengadaan barang yaitu
membuat dokumen pengadaan, membuat jadwal lelang, melaksanakan lelang,
menginformasikan hasil lelang, dan melakukan input data ke bagian logistik
farmasi.
Prinsip lelang di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah lelang harga
dimana harga tersebut merupakan harga yang terikat selama satu tahun. Metode
lelang di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” adalah pelelangan pasca kualifikasi
yaitu untuk semua rekanan yang terdaftar dan memenuhi kriteria yang telah
ditentukan oleh ILP dalam dokumen pengadaan. Proses lelang diikuti oleh
Farmasi, ILP, dan Pejabat Komite Lelang.
Proses lelang meliputi pengumuman lelang terbuka, pendaftaran peserta
lelang, pengajuan dokumen, pembukaan dokumen, evaluasi dokumen, penetapan
pemenang, pengumuman pemenang dan masa sanggah. Setelah melewati masa
sanggah, pemenang yang telah ditetapkan menandatangani Ikatan Kerja Sama
(IKS) dengan ILP Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
79
Universitas Indonesia
Alur pengadaan barang dimulai dari bagian logistik farmasi mengeluarkan
MR yang telah disetujui oleh kepala instalasi farmasi, kemudian MR tersebut
dikirim ke ILP. ILP membuat SPB (Surat Pesanan Barang) (Lampiran 3) atau
Purchasing Order (PO) sesuai dengan MR, lalu melakukan pemesanan barang ke
distributor melalui fax atau telepon. Untuk pemesanan narkotik dan psikotropik,
MR yang digunakan terpisah dengan jenis obat lain. Dalam pemesanannya, selain
menggunakan MR, disertakan juga lampiran form Surat Pesanan (SP) khusus. SP
narkotika (Lampiran 19) ada 4 lembar (putih, merah, hijau, kuning) dan SP
psikotropika (Lampiran 20) ada 3 lembar (putih, kuning, merah) yang
ditandatangani oleh kepala instalasi.
Surat Pesanan Barang (SPB) dibuat dua rangkap oleh ILP, lembar pertama
untuk distributor dan lembar kedua untuk arsip Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
SPB diserahkan ke perusahaan farmasi sebagai bukti pemesanan barang.
Pemesanan narkotika dan psikotropika, MR yang digunakan terpisah dengan jenis
obat lain. Dalam pemesanannya, selain menggunakan MR, disertakan juga
lampiran form surat pesanan (SP) khusus. SP narkotika yang terdiri dari 4 lembar
(putih, merah, hijau, kuning) dan SP psikotropika terdiri dari 3 lembar (putih,
kuning, merah) yang ditandatangani oleh kepala instalasi.
Gambar 6.1 Alur Pengadaan Perbekalan Farmasi
6.1.4 Penerimaan
Barang yang dikirim oleh distributor ke Instalasi Farmasi diterima oleh
Unit Penerimaan Barang (UPB) disertai empat faktur, dua faktur untuk distributor
dan 2 faktur untuk UPB. UPB memeriksa jenis barang yang datang dan jumlahnya
Faktur
MRBagian LogistikFarmasi
Instalasi LayananPengadaan
Distributor
PO /SPB
Unit PenerimaanBarang
DO&
BAP
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
80
Universitas Indonesia
serta daftar barang yang ada dalam faktur yang dicocokkan dengan daftar barang
yang ada dalam material request apakah sesuai pesanan atau tidak. Selain
memeriksa jenis barang dan jumlahnya, UPB melakukan pemeriksaan terhadap
kualitas fisik barang, tanggal kadaluwarsa, kondisi penyimpanan pada saat
pengiriman, kesesuaian jumlah perbekalan farmasi yang diterima dengan jumlah
perbekalan farmasi yang dipesan pada SPB dan faktur.
Apabila sudah sesuai, UPB membuat surat Delivery Order (DO) sebanyak
dua lembar, satu lembar untuk UPB dan satu lembar untuk bagian logistik
farmasi, kemudian bagian logistik farmasi datang ke UPB untuk mengambil
barang. Sebelum mengambil barang, bagian logistik farmasi melakukan
pemeriksaan ulang terhadap kelengkapan barang yang disesuiakan dengan faktur.
Pada saat barang diambil oleh bagian logistik farmasi, selanjutnya perbekalan
farmasi dimasukkan datanya ke SIRS. Setelah itu UPB membuat Berita Acara
Penyerahan (BAP) barang dari UPB ke pihak bagian logistik farmasi. BAP
(Lampiran 21) ditandatangani oleh dua orang dari pihak UPB dan satu orang dari
bagian logistik farmasi. BAP tersebut kemudian diserahkan ke distributor untuk
penagihan ke bagian keuangan.
6.1.5 Penyimpanan
Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi di bagian logistik farmasi adalah
memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan persediaan, memudahkan
dalam pencarian, memudahkan pengawasan persediaan (stok), kerusakan dan
kadaluarsa, serta menjamin pelayanan yang tepat dan cepat.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang dilakukan oleh bagian logistik
farmasi menggunakan sistem kombinasi, yaitu FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out). FIFO merupakan sistem penyimpanan barang
yang pertama kali masuk akan menjadi yang pertama kali dikeluarkan pada saat
ada permintaan. Sedangkan FEFO (First Expired First Out) merupakan sistem
penyimpanan barang yang masa kadaluarsanya terdekat akan pertama kali
dikeluarkan pada saat ada permintaan.
Penyimpanan perbekalan farmasi oleh bagian logistik farmasi di RSKD
dibagi menjadi:
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
81
Universitas Indonesia
1. Gudang obat regular
2. Gudang obat Askes, obat kanker, obat narkotika dan psikotropika
3. Gudang alat kesehatan I (untuk barang – barang seperti jarum, benang,
cathether)
4. Gudang alat lesehatan II (untuk barang – barang ukuran besar atau kotak
besar)
5. Gudang obat Infus
6. Gudang Cairan dan B3 (Bahan Beracun Berbahaya).
Di setiap ruang penyimpanan dilengkapi dengan alat pengukur suhu dan
kelembapan udara. Hal ini berguna untuk pengawasan kondisi penyimpanan
barang. Petugas bagian logistik farmasi mengontrol dan mencatat suhu dan
kelembaban ruangan 2 kali pada pagi dan sore (Lampiran 23) dengan alat
pengukur suhu dan kelembaban udara (Lampiran 22), mengisi kartu stok
(Lampiran 24) serta mengecek kesesuaian jumlah fisik barang dengan kartu stok
obat karena ketidaksesuaian antara jumlah fisik barang dengan kartu stok obat
akan berakibat pada terhambatnya distribusi barang.
Penyimpanan perbekalan farmasi di bagian logistik farmasi Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” telah memenuhi ketentuan misalnya dalam hal penyimpanan,
perbekalan farmasi yang diterima dari distributor disimpan dengan menggunakan
prinsip FIFO dan FEFO, penyimpanan perbekalan farmasi dikelompokkan
berdasarkan kelompoknya (misalnya obat, alat kesehatan, bahan baku, dan cairan
infus, disimpan terpisah), bentuk sediaannya (sediaan parenteral, padat, setengah
padat, dan cair, disimpan terpisah), status pasien (pasien regular dan pasien Askes
disimpan terpisah), untuk setiap kelompok dan bentuk sediaan, disusun secara
alfabetis, stabilitas penyimpanannya yaitu pada suhu kamar 25oC atau dalam
lemari pendingin 2-8oC, obat-obat narkotika dan psikotropika, disimpan dalam
lemari khusus sesuai dengan ketentuan pengelolaan yang ditetapkan, serta bahan-
bahan berbahaya dan mudah terbakar disimpan terpisah.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
82
Universitas Indonesia
6.1.6 Pendistribusian
Pendistribusian perbekalan farmasi dari IFRS dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu pendistribusian ke Satelit Rawat Inap (SAFARI), Satelit Rawat
Jalan (SAFARJAN), Barang Farmasi Dasar, dan Paket Tindakan.
a. Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI)
SAFARI merupakan bagian dari Instalasi Farmasi yang melaksanakan
kegiatan pelayanan farmasi berupa pelayanan resep dari ruang rawat inap dan
HCU. Berdasarkan status pasien, SAFARI melayani 6 jenis pasien, yaitu
pasien tunai/reguler/deposit, pasien Jaminan Perusahaan, pasien Asuransi
Kesehatan Sosial (Askes-Sos), pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas), dan KJS (Kartu Jakarta Sehat).
Gambar 6.2 Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Tunai
Alur pelayanan resep secara umum di SAFARI yaitu resep dari dokter
diterima SAFARI untuk di-billing dan dicetak etiket (Lampiran 32),
selanjutnya obat disiapkan atau diracik, kemudian dilakukan pengemasan dan
pemberian etiket, setelah itu dilakukan penyerahan obat dengan memeriksa 5B
(benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, dan benar cara pemberian).
Pada pelaksanaan pelayanan mulai dari obat dihargai, diracik, dikemas, dan
R/ dibilling dan dicek kembali kelengkapan R/ sesuaidengan status pasien dan di cap HRKP
Menyiapkan obat sesuai R/ dengan prinsip 5 benar(benar obat, benar pasien, benar waktu, benar dosis
dan benar cara pemberian)
Depo farmasi UDD
Petugas SAFARI menerima kelengkapan resep
Resep dari Depo Farmasi UDD
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
83
Universitas Indonesia
diserahkan, dilakukan oleh petugas SAFARI yang berbeda dan setiap petugas
harus memberi paraf pada kolom HRKP (hargai, racik, kemas, penyerahan)
dan 5B sesuai dengan tugasnya. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa
obat yang akan diserahkan sudah benar. Di SAFARI, pelaksanaan HRKP sudah
berjalan, namun dalam penandaan HRKP belum optimal karena petugas yang
melaksanakan pada umumnya tidak memberikan randa pada kolom HRKP dan
5B yang ada pada resep.
Untuk pasien rawat inap tunai dan jaminan perusahaan, resep diberikan
langung oleh petugas UDD (Unit Dose Disepensing) ke SAFARI. Sedangkan
untuk pasien rawat inap Askes, Jamkesmas dan KJS, resep diserahkan oleh
petugas UDD ke keluarga pasien untuk diantarkan sendiri ke SAFARI.
Selanjutnya akan dilakukan pelayanan resep sesuai alur pelayanan resep secara
umum di SAFARI, kemudian obat diantarkan ke petugas UDD ruangan oleh
petugas SAFARI.
Gambar 6.3 Alur Pelayanan Resep Pasien Askes
Untuk pasien Askes, terlebih dahulu resep dibawa ke bagian Askes
untuk diverifikasi dan diperiksa obat apa saja yang ditanggung dan yang tidak
ditanggung sesuai Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Apabila ada obat
yang diperlukan tetapi tidak ada dalam DPHO, maka pasien peserta Askes
Resep
Pasien
DPHO Di luar DPHO
Keluarga Pasien (Pasien membelisecara tunai)
Dilayani oleh petugas farmasi ruangan secara UDD
Verifikasi Petugas ASKES
Petugas ASKES
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
84
Universitas Indonesia
diminta menanggung biaya obatnya secara pribadi. Setelah itu resep diantarkan
pasien atau keluarga pasien ke SAFARI. Sedangkan untuk pasien Jamkesmas
dan KJS, resep terlebih dahulu dibilling oleh petugas SAFARI, setelah itu
diverifikasi, kemudian resep diberikan kembali ke SAFARI untuk dilakukan
pelayanan resep.
Gambar 6.4 Alur Pelayanan Resep Pasien Jamkesmas dan KJS
Permintaan barang dari SAFARI ke bagian logistik farmasi dilakukan
dengan cara pengisian bon permintaan barang (Lampiran 25) yang dilakukan
oleh petugas SAFARI yang kemudian diterima oleh bagian logistik farmasi
yang akan dicetak dalam bentuk bon mutasi barang. Lembar mutasi barang
dapat dilihat pada Lampiran 29. Permintaan mutasi barang dari SAFARI ke
bagian logistik farmasi seringkali dilakukan, sehingga meyulitkan bagian
logistik farmasi dalam melayani permintaan mutasi barang dan pemborosan
kertas.
b. Satelit Farmasi Rawat Jalan (SAFARJAN)
SAFARJAN merupakan bagian dari instalasi farmasi yang
melaksanakan pelayanan farmasi berupa pelayanan resep obat untuk pasien
rawat jalan. SAFARJAN melayani pasien tunai, pasien HIV, pasien jaminan
perusahaan, dan pasien di luar RSKD .
Diverifikasi petugas jaminan
Pasien diberi SKP (Surat Keabsahan Jaminan)
Resep disiapkan di depo farmasisecara UDD
Resep
Dibilling oleh petugas SAFARI
Pasien
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
85
Universitas Indonesia
Gambar 6.5 Alur Pelayanan Resep SAFARJAN
Alur pelayanan resep di SAFARJAN secara umum yaitu resep dari
dokter dibawa oleh pasien ke SAFARJAN untuk dibilling, kemudian dilakukan
pembayaran, setelah itu dilakukan penyiapan dan/atau peracikan, kemudian
dilakukan pemberian etiket dan pengemasan dan selanjutnya penyerahan obat
dengan memeriksa 5B (benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, dan
benar cara pemberian). Pada pelaksanaan pelayanan mulai dari obat dihargai,
diracik, dikemas, dan diserahkan, dilakukan oleh petugas yang berbeda dan
setiap petugas harus memberi paraf pada kolom HRKP (hargai, racik, kemas,
penyerahan) dan 5B sesuai dengan tugasnya. Alur tersebut dapat juga
dilakukan untuk pasien rawat jalan tunai.
Pengisian HRKP dan 5B ini bertujuan untuk memastikan bahwa obat
yang akan diserahkan sudah benar. Pelaksanaan HRKP di SAFARJAN sudah
dijalankan dengan baik. Kemudian obat diserahkan langsung ke pasien oleh
petugas disertai dengan pemberian informasi obat (PIO) yang diserahkan.
Alur pelayanan resep untuk pasien jaminan perusahaan yaitu resep dari
dokter dibawa oleh pasien ke SAFARJAN untuk dibilling, kemudian resep
tersebut diverifikasi, setelah disetujui, resep kemudian dibawa kembali ke
Membilling R/ pasien
Petugas Farmasi menyerahkan obat sesuai R/ dengan prinsip 5 benar (benarobat, benar identitas pasien, benar waktu, benar dosis dan benar cara pemberian
Obat diserahkan ke pasien dengan memberikan informasi yang jelas tentangobat pasien
Membayar di kasir untuk pasien tunai
Pasien menyerahkan bukti pembayaran
Menerima R/ yang memenuhi persyaratan R/ dan Persyaratan status pasien
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
86
Universitas Indonesia
SAFARJAN, kemudian dilakukan proses pelayanan resep di SAFARJAN
secara umum.
Adapun untuk pasien HIV, obat-obatan untuk pasien HIV diberikan
secara gratis karena merupakan program pemerintah, namun untuk suplemen
makanan atau vitamin biayanya dibebankan ke pasien.
Permintaan barang dari SAFARJAN ke bagian logistik farmasi
dilakukan dengan cara pengisian bon permintaan barang yang dilakukan oleh
petugas SAFARJAN dan kemudian diterima oleh bagian logistik farmasi yang
akan dicetak dalam bentuk bon mutasi barang. Sama hal-nya dengan SAFARI,
permintaan mutasi barang dari SAFARJAN ke bagian logistik farmasi
seringkali dilakukan, sehingga meyulitkan bagian logistik farmasi dalam
melayani permintaan mutasi barang dan pemborosan kertas.
c. Satelit Farmasi Obat Tradisional
Satelit Obat Tradisional melayani resep pasien rawat inap dan rawat
jalan RSKD, selain itu dapat melayani resep dari luar rumah sakit. Selain
melayani resep dari dokter, pembelian obat tradisional tanpa resep juga dapat
dilayani dengan disertai konseling dan pemberian informasi obat tradisional
oleh apoteker. Alur pelayanan farmasi yang ada di Satelit Obat Tradisional
terdiri dari dua pelayanan yaitu pelayanan dengan resep dan pelayanan tanpa
resep, untuk pelayanan dengan resep alur pelayanannya yaitu resep dari dokter
diterima oleh petugas farmasi dan dilakukan pengecekkan kelengkapannya,
selanjutnya resep hargai dan pasien melakukan pembayaran secara tunai di
kasir, kemudian pasien menyerahkan bukti pembayaran dan petugas farmasi
menyerahkan obat tradisional tersebut disertai dengan informasi yang jelas.
Untuk alur pelayanan obat tradisional pasien tanpa resep dokter, petugas
farmasi melakukan swamedikasi terhadap keluhan yang disampaikan oleh
pasien, diawali dengan menggali informasi dari keluhan pasien tersebut dan
memilihkan obat yang tepat, selanjutnya obat tersebut hargai dan pasien
membayar secara tunai di kasir, obat tradisional diserahkan oleh petugas
farmasi disertai dengan informasi obat yang jelas serta cara penggunaan obat
yang benar dan rasional. Alur pelayanan resep Satelit Obat Tradisional dapat
dilihat pada Gambar 6.6.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Gambar 6.6 Alur Pelayanan Resep Satelit Obat Tradisional
d. Perbekalan Farmasi Dasar
Perbekalan farmasi dasar merupakan perbekalan farmasi yang sering
digunakan untuk kebutuhan bersama di tiap-tiap ruangan dan permintaanya
dilakukan satu kali dalam seminggu. Setiap ruangan menuliskan permintaan
barang yang diminta pada form Bon Permintaan Barang (Lampiran 15) yang
diserahkan kepada bagian logistik farmasi. Kemudian dari bagian logistik
farmasi akan mendistribusikan permintaan barang yang diminta.
Pendistribusian dilakukan ke rawat inap, rawat jalan, dan ruangan lain yang
juga menggunakan barang-barang farmasi dasar (Instalasi Rehabilitasi Medik,
IGD, poli rawat jalan, ICU, dll). Contoh perbekalan farmasi dasar yaitu:
alkohol 70%, alcohol swab, kassa, masker, sarung tangan, microphore tape dll.
e. Paket Tindakan
Paket tindakan didistribusikan ke Instalasi Bedah Sentral dan Unit
prosedur diagnostik. Paket tindakan disiapkan oleh petugas depo sesuai dengan
permintaan tindakan yang akan dilakukan. Alur persiapannya yaitu perawat
meminta perbekalan farmasi perpaket ke Depo Farmasi, kemudian petugas di
depo farmasi menyiapkan paket tindakan tersebut, lalu perawat mengambil
paket tindakan yang sudah disediakan oleh petugas depo farmasi dan kemudian
digunakan untuk tindakan diagnostik. Perbekalan farmasi yang terpakai
Petugas farmasi melakukanpengecekan resep
Petugas farmasi menyerahkan obat beserta informasi kepada pasien
Membilling resep pasien
Pasien membayar tunai di kasir danmenyerahkan bukti pembayaran
Pasien dengan resep dokter Pasien tanpa resep dokter
Petugas farmasi melakukan swamedikasi(mendengarkan keluhan pasien dan
memilihkan obat yang tepat untuk pasien
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
88
Universitas Indonesia
dibilling dan barang yang tidak digunakan dikembalikan lagi ke petugas depo
farmasi.
6.1.7 Pelayanan Pasien Rawat Inap
Pelayanan obat pasien rawat inap dilakukan di ruangan UDD yang berada
di tiap ruangan rawat inap di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, yaitu di kelas
VIP/VVIP, kelas I, kelas II, kelas III, ruang anak, dan ruang teratai (Jamkesmas).
Kegiatan UDD di ruangan rawat inap Rumah Sakit Kanker “Dharmais” :
a. Menyiapkan obat-obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien
sesuai dengan 5 benar.
b. Menyiapkan obat oral, obat injeksi, dan alat kesehatan sebagai persediaan
untuk masing-masing pasien dan dicatat di Kartu Indeks (Kardeks)
(Lampiran 28).
c. Menyiapkan barang farmasi dasar dan emergency.
d. Menyimpan obat dan alkes ke dalam masing-masing box pasien.
e. Mencatat obat-obat dan alat kesehatan yang tidak digunakan oleh pasien
yang selanjutnya dikembalikan ke apotek/retur.
Pelayanan depo farmasi di rawat inap dilakukan secara Unit Dose
Dispensing (UDD) dengan menyiapkan obat untuk penggunaan 24 jam (sesuai
dosis obat dan aturan pakai). Alur penyiapan obat di UDD yaitu obat disiapkan
oleh petugas UDD sesuai dengan dan dimulai dari pemberian obat sore hingga
besok siang. Khusus untuk hari Jumat, petugas farmasi menyiapkan obat yang
dibutuhkan pasien hingga hari Senin. Obat disiapkan dalam plastik dengan warna
yang berbeda untuk setiap waktu pemberian (Lampiran 26). Plastik obat yang
digunakan yaitu pagi (plastik putih), siang (plastik merah), sore (plastik biru),
malam (plastik hijau), dan untuk obat-obat dengan penggunaan pada jam-jam
tertentu (misalnya golongan narkotika atau psikotropika) menggunakan plastik
berwarna kuning. Obat yang telah disiapkan oleh petugas UDD, kemudian akan
diserahkan ke perawat untuk diberikan kepada pasien.
Kardeks adalah formulir pengobatan yang berisi informasi yang
didalamnya terdiri atas beberapa data seperti nama dokter yang merawat, nama
kepala perawat, nama apoteker, nama obat yang diberikan, potensi obat, dosis
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
89
Universitas Indonesia
obat, frekuensi pemberian, petunjuk penggunaan, bentuk sediaan, cara
penggunaan serta dilengkapi pula dengan tanggal pemberian obat. Pada kardeks
juga terdapat catatan tekanan darah, denyut nadi, repiratory rate, dan suhu tubuh
yang diukur dan ditulis setiap harinya.
Petugas UDD juga menyiapkan lemari obat emergency yang berisi obat-
obatan, alat kesehatan, dan sediaan infus. Tugas petugas UDD di ruangan terkait
pengelolaan obat emergency yaitu mengawasi kesesuaian obat dan alat kesehatan
dalam lemari emergency dengan Form Pemantauan Obat dan Alkes Emergency
(Lampiran 27).
Obat dalam lemari emergency dipilih berdasarkan obat yang memiliki
onset yang cepat seperti efineprin, deksametason, ranitidin, transamin, vitamin K
(dalam bentuk injeksi) dan lainnya. Apabila obat dalam lemari emergency
digunakan maka perawat harus mencatat sesuai dengan yang digunakan lalu
dibuatkan resep dan kemudian diserahkan ke petugas UDD untuk dilakukan
penggantian. Pemeriksaan terhadap lemari emergency dilakukan setiap hari untuk
mencegah ketidaktersediaan obat ketika keadaan darurat.
6.1.8 Pengendalian
Pengendalian merupakan kegiatan pengawasan perbekalan farmasi untuk
mencegah terjadinya penumpukan barang atau barang berlebih melalui metode
VEN dan ABC atau kombinasi keduanya. Dengan analisis ABC, jenis-jenis
perbekalan farmasi dapat diidentifikasi, berdasarkan nilai nominal dalam rupiah.
Prinsip utama analisa ABC adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan
farmasi ke dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran atau
rupiah terbanyak. Berikut adalah kategori-kategori perbekalan farmasi
berdasarkan analisis ABC :
1. Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
2. Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
3. Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
Berbeda dengan analisis ABC, analisis VEN menentukan prioritas
kebutuhan suatu perbekalan farmasi termasuk vital (harus tersedia), esensial
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
90
Universitas Indonesia
(perlu tersedia), atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan). Kriteria VEN
yang umum adalah perbekalan farmasi dikelompokkan sebagai berikut:
1. Vital (V) bila persediaan farmasi tersebut diperlukan untuk
menyelamatkan kehidupan (life saving drugs), dan bila tidak tersedia akan
meningkatkan resiko kematian.
2. Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien.
3. Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang
digunakan untuk penyakit yang sembuh sendiri (self-limiting disease),
perbekalan farmasi yang diragukan manfaatnya, perbekalan farmasi yang
mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding perbekalan
farmasi sejenis lainnya, dan lain-lain.
Gabungan analisis ABC dan VEN dapat dituangkan melalui matriks ABC-
VEN. Matriks ini dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk
menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan.Semua obat
vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C hendaknya disediakan, tetapi
kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk obat non-esensial dalam
kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Kategori A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Gambar 6.7 Matriks VEN – ABC
6.1.9 Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan
farmasi yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, atau mutu tidak memenuhi
standar. Proses penghapusan barang yaitu barang yang sudah kadaluarsa atau
rusak diusulkan oleh bagian IFRS ke tim penghapusan untuk dimusnahkan. Tim
pemusnahan barang mengajukan izin untuk pemusnahan barang kepada
Kementerian Kesehatan. Apabila sudah disetujui, pihak Kementerian Kesehatan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
91
Universitas Indonesia
akan membuat berita acara bahwa barang boleh dimusnahkan, selanjutnya
dilakukan pemusnahan yang disertai saksi dari pihak Kementerian Kesehatan dan
pihak Rumah Sakit.
6.2 Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, merubah bentuk, atau mengemas
kembali sediaan farmasi baik steril maupun non steril yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kefarmasian.. Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
melakukan aktivitas produksi yang dibagi menjadi produksi steril dan non steril.
Kegiatan produksi antara lain :
1. Menyediakan produk perawatan luka kanker yang tidak ada di pasaran,
contohnya: Dharmeza powder, Dharmezin ointment, Dharmawash mouth
powder, dan efudix ointment.
2. Memproduksi sediaan penunjang untuk menegakkan proses diagnosa,
contohnya tetriplex, indigo carmin, dan larutan PEG.
3. Memproduksi sediaan farmasi dengan harga yang lebih terjangkau untuk
pasien, contohnya: garam inggris, carbo gliserin, borak gliserin, asam asetat
glasial, larutan natrium bikarbonat, H2O2, OBH, saliva subtitusi, dan
Handrub.
4. Mengerjakan produk dengan penanganan khusus seperti rekonstitusi obat
kanker dan IV admixture.
6.2.1 Produksi Non Steril
Bagian produksi non steril membuat produk non steril sesuai dengan
jadwal produksi yang telah dibuat dan berdasarkan permintaan dari bagian logistik
farmasi. Pada proses produksi, petugas akan mempersiapkan bahan baku yang
diperlukan dan meracik sesuai dengan formula dan cara kerja baku yang telah
tertera dalam form produksi suatu produk. Bahan baku yang tidak ada atau
ketersediaannya kurang akan dilakukan pengadaan dengan bon permintaan barang
kepada logistik farmasi.
Untuk produk yang sudah jadi diberi etiket yang berisi nama produk dan
nomor batch. Sebagian produk disimpan sebagai sampel (sampel per tinggal)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
92
Universitas Indonesia
untuk mengantisipasi jika ada komplain terhadap produk yang dihasilkan. Produk
jadi didistribusikan ke bagian logistik farmasi dengan melampirkan formulir
penyerahan produk sebagai bukti serah terima bagian produksi dengan logistik
farmasi. Sistem penomoran batch berdasarkan nomor urut pembuatan tiap
bulan/tanggal pembuatan/kode produk.
6.2.2 Produksi Steril
Produksi steril di RSKD terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Produksi steril non-injeksi yaitu memproduksi krim efudix
(mengandung 5-Flourourasil) yang pengerjaan basisnya dilakukan di
ruang non steril dan proses pencampuran basis krim dengan zat aktif 5-
Flourourasil dilakukan pada ruangan steril dalam Biological Ssafety
Cabinet (BSC) dan pencampuran obat kanker oral.
b. Produksi steril injeksi yaitu pencampuran obat injeksi non kanker (IV
admixture) dan pencampuran obat kanker (Handling Cytotoxic). Obat
injeksi kanker maupun obat injeksi non kanker (IV admixture) harus
terjamin sterilitas dan mutunya mulai dari produksi sampai diberikan
kepada pasien. Rekonstitusi dilakukan secara profesional di dalam
clean room. Unit Produksi yang harus sesuai dengan standar Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Kriteria ruangan produksi antara lain tidak memiliki sudut diantara sisi
dinding melainkan melengkung, lantai dan dinding dilapisi oleh epoksi agar
memiliki permukaan yang halus, suhu dan kelembaban terkontrol, serta
memiliki tekanan udara tertentu. Ruangan yang ada di ruangan produksi yaitu
ruangan produksi sediaan non steril, ruang produksi sediaan steril yang dibagi
menjadi ruang IV admixture, ruang pencampuran obat kanker, ruang antara,
dan scrub room yaitu ruang yang digunakan untuk mencuci tangan sebelum
masuk ruang antara.
Khusus untuk obat injeksi kanker, disamping sterilitas obat terjamin,
operator yang melakukan rekonstitusi harus terlindung dari paparan obat
kanker. Perlindungan terhadap operator harus diperhatikan karena obat kanker
bersifat sangat toksik serta bersifat karsinogenik, mutagenik, maupun
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
93
Universitas Indonesia
teratogenik. Sebisa mungkin, tingkat keterpaparan terhadap operator ditekan
semaksimal mungkin.
Dalam melaksanakan pencampuran, baik obat kanker maupun obat
injeksi non kanker, operator harus menggunakan alat pelindung diri (APD).
APD terdiri dari:
1. Baju pelindung, harus menutupi lengan operator dan memiliki manset
dengan bahan yang bersifat menahan penetrasi partikel tumpahan obat.
Operator dianjurkan untuk menggunakan baju pelindung ganda (baju
dalam dan baju luar).
2. Sarung tangan, harus terbuat dari lateks tebal dan tidak berbedak. Operator
dianjurkan untuk menggunakan sarung tangan ganda.
3. Headcover
4. Kacamata dan masker
5. Penutup muka dan pelindung kaki.
Beberapa fasilitas yang terdapat dalam ruang produksi steril yakni:
1. Pass box, berfungsi sebagai lalu lintas obat yang terletak antara clean
room dan ruang administrasi.
2. Clean room, merupakan ruangan bersih yang harus memiliki jumlah
partikel yang terbatas, temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan
persyaratan Ruang Kelas I berdasarkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) dan tekanan udara yang bersifat negatif dari tekanan udara luar.
Clean room harus selalu disterilisasi dengan cara fogging.
3. Ante room, merupakan ruangan yang berada di antara clean room dengan
area lain; berfungsi sebagai barrier (pembatas) atas hilangnya tekanan dan
kontaminasi yang berasal dari pengaruh masuknya udara luar ke clean
room, dan berfungsu untuk mengontrol lingkungan dimana materi
pengepak alat steril dapat dilepas.
4. Scrub room, merupakan ruangan yang harus dilalui oleh operator
pencampuran sebelum memasuki ante room dimana terdapat wastafel
untuk mencuci tangan sebelum ataupun setelah melakukan pencampuran.
5. Biological Safety Cabinet (BSC), BSC yang digunakan di Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” adalah BSC kelas II Cytogard series 2000. BSC ini
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
94
Universitas Indonesia
memiliki prinsip kerja yaitu tekanan udara di dalam cytogard bersifat lebih
negatif daripada tekanan udara di luar, sehingga meminimalisasi
keterpaparan operator dengan obat ketika melakukan rekonstitusi. Aliran
udara di dalam BSC bergerak secara vertikal sebagai barrier agar udara
luar tidak masuk ke meja kerja atau sebaliknya. Validasi perlu dilakukan
terhadap Cytogard melalui kalibrasi setiap 6 – 12 bulan (1 – 2 kali dalam
setahun).
6. Laminair Air Flow (LAF), merupakan alat yang digunakan untuk kegiatan
rekonstitusi IV di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. LAF ini memiliki
prinsip kerja yaitu tekanan udara di dalam cytogard bersifat positif
daripada tekanan udara di luar, sehingga menjaga sterilisasi produk.
6.2.2.1 PIVAS (Pharmacy Intravenous Admixture Service)
a. Pencampuran obat injeksi non kanker (IV Admixture)
IV Admixture adalah pencampuran obat steril kedalam larutan intravena
steril untuk menghasilkan suatu sediaan steril yang bertujuan untuk
penggunaan intra vena, contohnya: ranitidin injeksi, ondansetron injeksi,
vitamin C injeksi, neurobion injeksi, antibiotik injeksi, antiemetik injeksi
yang dikerjakan di dalam clean room atau ruang kelas 2 dengan
menggunakan Laminar Air Flow (LAF).
Alur pelayanan IV Admixture dilakukan atas dasar resep dokter
dari kelas VIP/VVIP, I, II, III dan ruang anak yang ditulis dalam formulir
pelayanan pencampuran IV Admixture (Lampiran 30) dan dilakukan pada hari
kerja (Senin sampai Jumat). Petugas farmasi di depo menyiapkan obat-obat
injeksi yang kemudian diantarkan ke ruang produksi. Petugas ruang produksi
memeriksa kelengkapan formulir permintaan pencampuan seperti nama
pasien, No.MR, ruangan, dan obat yang akan di rekonstitusi.
Apabila ada kekurangan atau kesalahan, maka petugas
mengkonfirmasi ke petugas farmasi di depo, apabila formulir sudah lengkap
dan sesuai, maka dilakukan rekonstitusi dan petugas membuat etiket.
Sebelum dilakukan rekonstitusi di ruangan IV admixture, vial dan ampul
didisinfeksi terlebih dahulu yang kemudian dimasukan ke dalam pass box dan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
95
Universitas Indonesia
direkonstitusi di dalam LAF. Setelah selesai, obat dimasukkan kembali ke
dalam pass box, dicek ulang, dan diantarkan ke rawat inap.
Pelayanan IV admixture di RSKD melayani pasien rawat inap tunai,
askes, dan jaminan perusahaan. Sedangkan pada pasien jamkesmas dan KJS,
pelayanan IV admixture hanya dilayani untuk pemakaian pada pagi hari.
b. Pencampuran Obat Kanker (Handling cytotoxic)
Merupakan kegiatan pencampuran obat kanker yang dilakukan dalam
clean room / ruang kelas 1 dengan menggunakan alat Biological Safety
Cabinet (BSC) khusus yaitu Cytogard yang memiliki dua HEPA filter untuk
menyaring kontaminan dan paparan. Prinsip kerja BSC yaitu:
1. Tekanan udara di dalam BSC lebih negatif dari tekanan udara luar agar
obat kanker, percikan ampul, vial, maupun serbuk-serbuk obat tidak
mengarah ke operator.
2. Udara ruangan BSC mengalir melalui kisi-kisi dan masuk ke dalam
bagian meja kerja.
3. Udara dari bawah meja kerja, dialirkan vertikal ke atas disaring oleh
HEPA filter menjadi udara bersih.
4. Udara yang terkontaminasi ditarik kembali melalui kisi-kisi bagian depan
dan belakang kabinet bercampur dengan udara ruangan yang tertarik ke
dalam kabinet.
5. Udara kembali disaring oleh HEPA filter kabinet (±70%) kembali ke area
kerja, sisanya (± 30%) melalui HEPA filter ruangan.
Pencampuran obat kanker yang dilakukan bagian produksi instalasi
farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” terdiri dari 2 jenis pencampuran,
yaitu :
1. Pencampuran obat kanker injeksi
Alur pencampuran obat kanker injeksi dimulai dari protokol
kemoterapi/blanko pelayanan pencampuran obat kanker (Lampiran 31)
diserahkan ke bagian produksi farmasi dari ruang rawat inap/singkat untuk
direkonstitusi, kemudian petugas produksi farmasi melakukan pengecekan
terlebih dahulu terhadap kelengkapannya seperti data pasien (nama, nomor
MR, ruangan pasien, pasien serta obat, dan dosis yang akan di rekonstitusi),
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
96
Universitas Indonesia
jika data yang diperlukan belum lengkap maka dilakukan konfirmasi kepada
petugas farmasi di UDD ruangan atau kepada perawat.
Apabila sudah lengkap maka dilakukan proses selanjutnya yaitu
menyiapkan obat injeksi beserta pelarutnya yang akan direkonstitusi.
Kontainer obat yang berisi vial dan ampul didesinfeksi, kemudian dituliskan
etiket selanjutnya dimasukkan ke dalam pass box untuk direkonstitusi. Hasil
rekonstitusi, yang berupa infus atau syringe, diseka alkohol untuk
meminimalkan kontaminasi kemudian dikeluarkan melalui pass box.
Dilakukan pengecekan ulang dan dibuatkan etiket luar kemudian di kirim ke
ruangan rawat inap dan dilakukan serah terima dengan perawat. Gambar 6.8
menunjukkan skema prosedur pencampuran obat injeksi di ruang produksi
steril Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Gambar 6.8 Alur pencampuran obat injeksi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
6.2.2.2 Pencampuran Obat Kanker Oral
Selain pencampuran obat kanker injeksi di produksi, juga dilakukan
pencampuran obat kanker oral yang merupakan permintaan dari SAFARI,
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
97
Universitas Indonesia
SAFARJAN dan apotek lain dari luar rumah sakit. Alurnya yaitu resep yang
berasal dari SAFARI, SAFARJAN, dan apotek luar beserta obatnya oleh petugas
diberikan ke unit produksi kemudian oleh petugas produksi dilakukan pengecekan
resep dan obat, kemudian resep dan obat dimasukan ke dalam pass box untuk di
racik di ruang clean room.
Peracikan dilakukan dengan penyiapan mortir dan stamper yang telah
didesinfeksi dengan alkohol. Kemudian obat tersebut diracik dalam mortir yang
dimasukkan dalam kantong transparan. Peracikan dilakukan di dalam BSC.
Setelah peracikan selesai kemudian dilakukan pengemasan serbuk di dalam BSC
dalam keadaan blower tidak dinyalakan untuk menghindari terjadinya paparan
obat ke petugas. Setelah selesai, semua peralatan peracikan dibersihkan, racikan
obat diserahkan ke petugas produksi lewat pass box untuk dilakukan pengecekan
akhir. Racikan obat diserahkan ke unit asal yang memberikan resep.
Dalam melakukan pencampuran obat-obat kanker, seorang operator harus
menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) untuk melindungi dari keterpaparan
obat-obat kanker.
Bila terdapat tumpahan obat kanker maka dilakukan prosedur penanganan
tumpahan baik di dalam maupun di luar area penyiapan menggunakan peralatan
khusus yang disebut spill kit. Apabila terjadi tumpahan berupa cairan, terlebih
dahulu petugas mengambil serpihan pecahan kaca dengan menggunakan pinset
yang kemudian serpihan tersebut dimasukkan ke dalam plastik bening.
Selanjutnya plastik bening tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
berwarna ungu. Kemudian cairan obat dilap menggunakan lap kering, lalu
didekontaminasi dengan menggunakan deterjen dan didisinfeksi dengan
menggunakan larutan klorin 3%.
Tumpahan obat kanker tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
warna ungu dan ditempelkan label simbol obat kanker. Sedangkan untuk
tumpahan obat kanker berupa serbuk, pecahan dan serbuk disapu dengan
menggunakan penyapu kecil yang ada di dalam spill kit beserta penadahnya,
kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna ungu. Selanjutnya area
pecahan didekontaminasi dan didisinfeksi. Material tajam (misalnya bekas
pecahan ampul, spuit) dimasukkan ke wadah khusus yang anti bocor dan tahan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
98
Universitas Indonesia
terhadap tusukan. Material yang tidak tajam (misalnya penutup vial) dimasukkan
ke kantong khusus berwarna kuning (kantong limbah infeksius).
6.3 Farmasi Klinik
Kegiatan Farmasi Kliinik bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Sampai saat ini terdapat beberapa pelayanan farmasi klinik di Rumah
Sakit Kanker “Dharmais” yang sudah berjalan dan masih ada juga dalam tahap
pengembangan.
6.3.1 Konseling dan Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan konseling di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dapat diberikan
pada pasien rawat inap yang akan pulang serta pasien rawat jalan (kanker dan
HIV/AIDS). Pada setiap ruang rawat inap dan apotek rawat jalan, terdapat masing
– masing 1 orang apoteker farmasi klinik yang bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan konseling kepada pasien. Pada pasien rawat inap, sebelum
pasien pulang apoteker farmasi klinik akan mengisi formulir konseling pasien
pulang (Lampiran 35), sedangkan pada pasien rawat jalan formulir konseling diisi
setelah pasien menerima obat (Lampiran 36).
PIO memiliki formulir pelayanan informasi obat untuk mempermudah
identifikasi pertanyaan, pemberian jawaban, dan dokumentasi kegiatan farmasi
klinik (Lampiran 34). Kegiatan PIO di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” belum
berjalan secara aktif baik melalui penerbitan leaflet terkait dengan penggunaan
obat-obat sitostatika juga secara pasif dengan pelayanan secara langsung atau
melalui telepon untuk memberikan informasi kefarmasian yang dibutuhkan oleh
pasien, keluarga pasien, dokter, perawat, asisten apoteker, dan profesi kesehatan
lain. Hal ini disebabkan belum adanya pusat informasi obat khusus Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”.
6.3.2 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat merupakan program yang berperan dalam
membantu sistem manajemen kesehatan, menginterpretasikan dan memperbaiki
penulisan resep, administrasi dan penggunaan obat. Kegiatan PTO dilakukan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
99
Universitas Indonesia
menggunakan formulir pemantauan pengobatan (Lampiran 33). Program PTO
yang sudah berjalan di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” baru terbatas pada
pengawasan penggunaan antibiotik untuk mencegah terjadinya resistensi akibat
penggunaan antibiotik. Secara umum PTO bertujuan untuk memastikan tepat atau
tidaknya rasionalitas penggunaan obat pada pasien.
6.3.3 Monitoring Interaksi Obat
Program monitoring interaksi obat di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
telah dijalankan dengan menggunakan software Drug Interaction Fact®. Jika
ditemukan interaksi obat yang bermakna secara klinis, apoteker akan
menyampaikan dan mendiskusikan hal tersebut kepada dokter penanggung jawab
pasien untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan merugikan pasien.
6.3.4 Monitoring Efek Samping Obat
Hingga saat ini program MESO belum dapat dijalankan secara optimal
oleh staf farmasi klinik karena kurangnya kerja sama dan koordinasi dari tenaga
kesehatan di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Diharapkan kedepannya dapat
ditumbuhkan kerja sama dan komunikasi yang baik antar tenaga kesehatan
sehingga monitoring efek samping obat dapat dijalankan secara optimal.
6.3.5 Ronde atau Visite
Program ronde atau visite, yaitu kunjungan dokter dan apoteker ke setiap
pasien, baru berjalan di Ruang Rawat Anak. Peranan Apoteker farmasi klinik
dalam program ronde atau visite di Rumah Sakit Kanker “Dharmais” saat ini
masih terbatas karena kurangnya tenaga farmasi klinis.
6.4 Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB)
Instalasi Sterilisasi Sentral dan Binatu (ISSB) RSKD berada di bawah
Direktorat Umum dan Operasional. ISSB dibagi menjadi 2 bagian yaitu unit
sterilisasi sentral dan unit binatu. Tugas pokok ISSB adalah menyediakan fasilitas
dan menyelenggarakan kegiatan sterilisasi alat, bahan dan linen rumah sakit.
Sedangkan fungsi secara rinci dari ISSB adalah menerima, memproses,
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
100
Universitas Indonesia
memproduksi, mensterilkan, menyimapn, serta mendistribusikan peralatan medis
ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien. ISSB
juga berperan serta dalam pengendalian infeksi dan menekan kejadian infeksi
nosokomial.
Unit Sterilisasi Sentral (USS) adalah bagian dari ISSB yang bertanggung
jawab atas pensterilan linen, dan instrumen-instrumen yang digunakan dalam
berbagai tindakan medik serta produksi barang-barang steril seperti kassa,
tampon, kapas, lidi kapas agar dapat digunakan pasien yang membutuhkan.
Keberadaan unit sterilisasi ini sangatlah penting dalam upaya pencegahan infeksi
nosokomial. Untuk memastikan proses sterilisasi berjalan dengan baik
digunakanlah berbagai indikator seperti indikator mekanik, kimia, dan biologi
serta untuk menjamin sterilitas barang-barang yang dihasilkan unit sterilisasi
sentral dilakukan uji mikrobiologi terhadap ruangan, produk hasil sterilisasi, dan
linen secara berkala.
Sebagian besar proses sterilisasi yang dilakukan di ISSB Rumah Sakit
Kanker “Dharmais” menggunakan metode sterilisasi panas basah dengan alat
autoklaf. Sedangkan untuk barang-barang yang tidak tahan pemanasan, proses
sterilisasi dilakukan dengan menggunakan mesin Sterrad NX (58C, 28 menit).
Mesin ini bekerja dengan menggunakan plasma sehingga dapat digunakan untuk
sterilisasi barang-barang dari bahan alumunium, polimer, PVC, nylon, neoprene,
polisorbat, polietilen, misalnya selang-selang, karet, stepler dan barang-barang
yang biasanya disposible. Hal ini tentunya akan meringankan biaya perawatan
pasien karena barang-barang yang biasanya hanya sekali pakai, dengan adanya
mesin ini dapat digunakan kembali setelah disterilisasi.
6.5 Bagian Rekam Medik
Bagian rekam medik merupakan unit yang bertanggung jawab terhadap
penyimpanan data-data pasien dari mulai pasien mendaftar hingga akhir
pengobatan pasien. Petugas rekam medik juga berkewajiban menjaga kerahasiaan
isi dari rekam medik setiap pasien. Secara umum, kegiatan di Bagian Rekam
Medik Rumah Sakit Kanker “Dharmais” telah berlangsung dengan baik.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
101
Universitas Indonesia
Kegiatan di rekam medik meliputi admission, filing, assembling, dan
coding. Admission adalah proses pendaftaran untuk mendapatkan rekam medis
untuk pasien rawat jalan atau rawat inap. Filing adalah pengambilan rekam medis
oleh petugas di ruang rekam medis. Permintaan dari admission tercetak otomatis
di ruang rekam medik. Rekam medik akan diantar ke ruang poli yang dituju.
Assembling yaitu kegiatan penyusunan berkas-berkas rekam medis agar
memudahkan petugas medis dalam membaca. Kemudian coding dilakukan
pengkodean jenis penyakit sesuai standar internasional, WHO. Pengkodean ini
mengacu pada International Clasification of Disease yaitu: ICD-10, ICD-O, ICD-
9-CM (digunakan untuk pengkodean prosedur diagnosa). Pengkodean ini
digunakan untuk klaim ke jaminan, jika pasien tersebut menggunakan jaminan.
Penyimpanan rekam medik di rumah sakit Dharmais telah terlaksana
dengan cukup baik, yakni menggunakan sistem terminally digit yakni disusun dan
disimpan berdasarkan dua digit terakhir pada nomor rekam medik, serta ditandai
dengan warna-warna yang berbeda pada fisik rekam medik. Pemberian tanda
berupa warna ini memudahkan petugas dalam menyusun dan mencari rekam
medik. Rekam medik ini seharusnya disimpan hingga 5 tahun (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2008), namun karena hingga saat ini kanker masih menjadi
penyakit yang sulit untuk disembuhkan dan masih dalam penelitian, serta karena
Rumah Sakit Kanker Dharmais merupakan rumah sakit pengembangan,
pendidikan, dan penelitian maka masa penyimpanan rekam medik diperpanjang
hingga 50 tahun (penentuan masa penyimpanan ini masih dalam proses perizinan
ke Departemen Kesehatan).
Pemusnahan rekam medik dilakukan setelah rekam medik disimpan
selama 50 tahun. Pemusahan ini diikuti oleh minimal 2 orang saksi, dibuat berita
acara pemusnahan, dan didokumentasikan. Semua berkas dalam rekam medik
dimusnahkan, kecuali data jati diri pasien dan nomor rekam medik. Selain
pemusnahan, rekam medik juga dapat mengalami penyusutan, yakni pemisahan
rekam medik milik pasien yang dalam waktu 10 tahun tidak melakukan
kunjungan sama sekali (bisa jadi pasien meninggal, berobat ke tempat lain/second
opinion, atau telah sembuh). Penyusutan rekam medik ini bertujuan untuk
peningkatan efektifitas tempat penyimpanan rekam medik.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
102
Universitas Indonesia
6.6 Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3
Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3, sangat penting peranannya dalam
hal penanganan limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan rumah sakit agar
tidak membahayakan masyarakat di sekitar rumah sakit. Untuk limbah cair,
pengolahannya dilakukan di IPAL sementara limbah padat, dipilih berdasarkan
asal limbah tersebut, limbah medis akan dimusnahkan dengan incenerator, limbah
organik akan dibuat pupuk kompos, limbah anorganik yang dapat direcycle akan
didaur ulang sementara yang tidak dapat didaur ulang akan dibuang di TPA, dan
limbah radioaktif akan dire-eksport.
Sejak April 2013, seluruh pengelolaan limbah padat dilakukan oleh pihak
kedua. Hal ini dilakukan untuk menjaga keamanan, efisiensi biaya, dan kerapihan
kerja yang jauh lebih baik dibanding dilakukan oleh pihak rumah sakit. Asap yang
dikeluarkan dari insenerator dapat menimbulkan polusi di lingkungan rumah sakit,
untuk itu perlu adanya uji emisi setiap 3 bulan sekali. Dengan adanya pihak kedua
yang dapat mengelola limbah padat, rumah sakit tidak perlu melakukan uji
tersebut untuk menjada lingkungan rumah sakit yang bersih.
Kegiatan lain dari Instalasi Kesehatan Lingkungan dan K3 adalah program
green hospital melalui pembuatan taman-taman di rumah sakit, pembuatan taman
konservasi air hujan, penggunaan cahaya matahari untuk menggantikan lampu
penerangan di dalam ruangan, pengurangan penggunaan kertas.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
103 Universitas Indonesia
BAB 7KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Rumah Sakit Kanker ”Dharmais”, maka disimpulkan bahwa :
1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” telah melaksanakan
fungsi kefarmasian sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian yang
ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2. Kegiatan yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
meliputi manajemen farmasi, produksi, dan pelayanan farmasi klinik.
Apoteker memiliki peran fungsional pada setiap aspek kegiatan tersebut.
3. Kegiatan manajemen di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” meliputi pemilihan, perencanaan dan pengadaan, produksi,
penyimpanan, pendistribusian, penghapusan dan pemusnahan,
administrasi, dan pelayanan obat pasien rawat inap.
4. Kegiatan produksi yang dilakukan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” terdiri dari kegiatan produksi non steril serta kegiatan
produksi steril yang meliputi pelayanan pencampuran sediaan intravena
dan penanganan sitostatika
5. Kegiatan Farmasi Klinik di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” meliputi monitoring penggunaan obat, monitoring interaksi
obat dan efek samping obat, program ronde/visite, handling cytotoxic, IV-
admixture, serta informasi dan konseling obat yang semuanya berorientasi
kepada pasien (patient oriented).
7.2 Saran
Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat diberikan demi peningkatan
kualitas pelayanan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” :
1. Sebaiknya pelayanan IV admixture di produksi steril juga dilakukan
kepada pasien Jamkesmas dan KJS untuk menjamin mutu obat yang akan
diberikan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
104
Universitas Indonesia
2. Dalam rangka meningkatkan eksistensi peran apoteker farmasi klinik di
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” sebaiknya kegiatan visite atau ronde dan
konseling dapat dilakukan diseluruh ruangan
3. Sebaiknya Rumah Sakit Kanker “Dharmais” memiliki ruangan khusus
pelayanan informasi obat agar segala informasi tentang obat yang
dibutuhkan oleh pasien, tenaga kesehatan lain maupun profesi lain dapat
diberikan dengan baik.
4. Untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dan mempermudah penelusuran
apabila terjadi kesalahan sebaiknya penandaan pada kolom HRKP di
SAFARI dapat diisi oleh petugas SAFARI.
5. Sebaiknya permintaan mutasi barang dari SAFARI maupun SAFARJAN
dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore, sehingga bagian
logistik farmasi tidak perlu melakukan mutasi berkali-kali dalam jumlah
yang sedikit, dan untuk menghemat waktu dan penggunaan kertas.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
105 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anonim. (2004). Standar Kompetensi Farmasis Indonesia. ISFI : Jakarta.
Anonim. (2013). Lembar Informasi Internal RS. Kanker “Dharmais” Edisi No.013 Tahun II. Rumah Sakit Kanker “Dharmais” : Jakarta.
Dirjen Bina Pelayanan Medik. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Steriisasi(Central Sterile Supply Department) di Rumah Sakit. KementerianKesehatan RI : Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri KesehatanNomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No.1045/Menkes//Per/XI/2006 tentang PedomanOrganisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar PelayananFarmasi di Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan RI : Jakarta
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri KesehatanNo.269/Menkes/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis. KementerianKesehatan RI : Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri KesehatanRepublik Indonesia No.340/Menkes/Per/III/2010 Tentang Klasifikasi RumahSakit. Kementerian Kesehatan RI : Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang Republik Indonesia No.23Tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang Republik IndonesiaNomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-undang Republik IndonesiaNomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta.
Quick, J.D., Hume, M., Rankin, J.R., O’Connor, R.W. (1997). Managing DrugSupply, Second Edition, Revised and Expanded. Kumarin Press : WestHartford.
Rumah Sakit Kanker Dharmais. (2011). Profil Rumah Sakit Kanker Dharmais.Jakarta: Diklat RSKD.
Siregar, Charles J.P. dan Amalia, Lia (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori danPenerapan. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
106
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
107
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
108
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Surat Pesanan Barang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
109
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Alur Pelayanan ISS
Keterangan :
Daerah Kotor
Daerah Bersih
Sterilisator
Daerah Steril
Gudang logistik
USER
PENERIMAAN
PENGESETAN
PENGISIAN FORM
PENGEMASAN INDIKATORISASI
DAN PELABELAN STERILISASI
PENYIMPANAN
PENDISTRIBUSIAN
GUDANG
PENGADAAN
PRODUKSI
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
110
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Autoclave
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
111
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Sterrad® NX
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
112
Universitas Indonesia
Lampiran 7. Denah Ruang ISS
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
113
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Formulir Penyerahan Barang Belum Steril
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
114
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Indikator Kimia Eksternal dan Internal
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
115
Universitas Indonesia
Lampiran 10. Indikator Bowie and Dick Test
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
116
Universitas Indonesia
Lampiran 11. Indikator Biologi (Attest)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
117
Universitas Indonesia
Lampiran 12. Struktur Organisasi Bidang Rekam Medik
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
118
Universitas Indonesia
Lampiran 13. Alur Rekam Medik Pasien Baru
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
119
Universitas Indonesia
Lampiran 14. Alur Rekam Medik Pasien Lama
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
120
Universitas Indonesia
Lampiran 15. Incinerator
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
121
Universitas Indonesia
Lampiran 16. Tempat Penampungan Sementara (TPS)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
122
Universitas Indonesia
Lampiran 17. Formulir Permintaan Obat Baru di Luar Standar
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
123
Universitas Indonesia
Lampiran 18. Material Request
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
124
Universitas Indonesia
Lampiran 19. Blanko Surat Pesanan Narkotika
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
125
Universitas Indonesia
Lampiran 20. Blanko Surat Pesanan Psikotropika
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
126
Universitas Indonesia
Lampiran 21. Berita Acara Penerimaan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
127
Universitas Indonesia
Lampiran 22. Alat Pengukur Suhu dan Kelembaban Udara
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
128
Universitas Indonesia
Lampiran 23. Dokumentasi Pengukuran Suhu dan Kelembaban Udara
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
129
Universitas Indonesia
Lampiran 24. Kartu Stok
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
130
Universitas Indonesia
Lampiran 25. Bon Permintaan Barang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
131
Universitas Indonesia
Lampiran 26. Plastik Obat
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
132
Universitas Indonesia
Lampiran 27. Formulir Pemantauan Obat dan Alkes Emergency
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
133
Universitas Indonesia
Lampiran 28. Kartu Indeks (Kardeks)
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
134
Universitas Indonesia
Lampiran 29. Blanko Mutasi Barang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
135
Universitas Indonesia
Lampiran 30. Formulir Pelayanan Pencampuran IV Admixture
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
136
Universitas Indonesia
Lampiran 31. Blanko Pelayanan Pencampuran Obat Kanker
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
137
Universitas Indonesia
Lampiran 32. Etiket
(a)
(b)
(c)
(d)
Keterangan : (a) Etiket Obat Luar, (b) Etiket Obat Dalam, (c) Etiket Luar
Rekonstitusi Obat Kanker dan IV Admixture, (d) Etiket Dalam
Rekonstitusi Obat Kanker dan IV Admixture
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
138
Universitas Indonesia
Lampiran 33. Formulir Pemantauan Pengobatan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
139
Universitas Indonesia
Lampiran 34. Formulir Pelayanan Informasi Obat
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
140
Universitas Indonesia
Lampiran 35. Formulir Konseling Pasien Pulang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
141
Universitas Indonesia
Lampiran 36. Formulir Konseling Pasien Rawat Jalan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
142
Universitas Indonesia
Lampiran 37. Produk yang akan Disterilisasi
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
143
Universitas Indonesia
Lampiran 38. Formulir Penyerahan Barang Sudah Steril
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
RESPONSE TIME PELAYANAN RESEP
PASIEN RAWAT INAP LANTAI VII DAN LANTAI VIII
DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”
TUGAS KHUSUS PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”
PUTRI RAHMAWATI, S.Far.
1206330002
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
2. TINJAUAN UMUM ............................................................................. 3
2.1 Waktu Tanggap (Response Time) ..................................................... 3
2.2 Standar Pelayanan Minimal Farmasi Rumah Sakit .......................... 3
2.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap ........ 3
2.4 Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Kanker
“Dharmais ......................................................................................... 5
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Waktu Pelayanan Resep ...................... 7
3. METODE PENGKAJIAN .................................................................... 9
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ......................................................... 9
3.2 Metode Pengkajian ............................................................................ 9
3.2.1 Kriteria Inklusi ....................................................................... 9
3.2.2 Kriteria Eksklusi..................................................................... 9
3.2.3 Pengumpulan Data ................................................................ 9
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 11
4.1 Hasil ................................................................................................... 11
4.1.1 Response Time Ruang Rawat Inap Mawar 2 ......................... 11
4.1.2 Response Time Ruang Rawat Inap Anggrek 2 ....................... 12
4.1.3 Response Time Ruang Rawat Inap Mawar 1 ......................... 13
4.1.4 Response Time Ruang Rawat Inap Anggrek 1 ....................... 14
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 15
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 18
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 18
5.2 Saran ................................................................................................. 19
DAFTAR ACUAN ........................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................... 21
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Tunai .......................... 6
Gambar 2.2 Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap Jamkesmas dan KJS .............. 6
Gambar 2.3 Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap Askes ..................................... 7
Gambar 4.1 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Mawar 2
lantai 7 .......................................................................................... 11
Gambar 4.2 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Mawar 2
lantai 7 .......................................................................................... 12
Gambar 4.3 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Anggrek 2
lantai 7 ........................................................................................... 12
Gambar 4.4 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Anggrek 2
lantai 7 .......................................................................................... 13
Gambar 4.5 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Mawar 1
lantai 8 .......................................................................................... 13
Gambar 4.6 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Mawar 1
lantai 8 ........................................................................................... 14
Gambar 4.7 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Anggrek 1
lantai 8 ........................................................................................... 14
Gambar 4.8 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Anggrek 1
lantai 8 ........................................................................................... 15
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Perbandingan jumlah resep pada waktu tunggu pelayanan resep
obat jadi dan resep obat racik lantai 7 dan lantai 8 ............................ 15
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang
Mawar 2 Lantai VII Rumah Sakit Kanker “Dharmais .................. 21
Lampiran 2 Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang
Anggrek 2 Lantai VII Rumah Sakit Kanker “Dharmais ............... 22
Lampiran 3 Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang
Mawar 1 Lantai VIII Rumah Sakit Kanker “Dharmais ................. 23
Lampiran 4 Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang
Anggrek 1 Lantai VIII Rumah Sakit Kanker “Dharmais .............. 25
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129 tahun 2008, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dimaksudkan agar
tersedianya panduan bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan pelaksanaan
dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan
standar pelayanan minimal rumah sakit. Salah satu sarana kesehatan yang
memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peran yang
sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah rumah
sakit. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang
bermutu dengan standar yang ditetapkan dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/Menkes/SK/II/2008, Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Rumah
Sakit merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal, juga
merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang
diberikan oleh Rumah Sakit. Salah satu pelayanan rumah sakit yang minimal
wajib disediakan oleh rumah sakit diantaranya adalah pelayanan farmasi
Pelayanan farmasi di suatu rumah sakit dikelola oleh unit atau instalasi
farmasi yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan
teknis kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit berperan
penting dalam memberikan pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang
berorientasi kepada pasien dan melakukan penyediaan obat yang bermutu serta
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Instalasi Farmasi bertanggung jawab
dalam mengoptimalkan pelayanan resep pasien rawat inap dan rawat jalan di
rumah sakit.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Dalam rangka memenuhi standar pelayanan minimal pelayanan farmasi di
Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” perlu melakukan evaluasi pencapaian indikator kinerja pelayanan
farmasi. Salah satu indikator yang harus dicapai sesuai standar dari pelayanan
farmasi adalah waktu tunggu untuk pelayanan obat jadi maksimal 30 menit
sedangkan obat racikan maksimal 60 menit. Dengan demikian, perlu dilakukan
evaluasi waktu tanggap pelayanan resep (response time) di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” terutama pelayanan resep pada pasien rawat inap, mengingat evaluasi
waktu tanggap pelayanan resep pada pasien rawat jalan telah dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan tugas khusus di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
yaitu untuk:
a. Mengetahui waktu tanggap pelayanan resep pada pasien rawat inap di
lantai VII dan lantai VIII Rumah Sakit Kanker Dharmais.
b. Membandingkan hasil evaluasi waktu tanggap RS Kanker “Dharmais”
terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) Menteri Kesehatan RI.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Waktu Tanggap (Response Time)
Waktu tanggap pelayanan resep (response time) merupakan tenggang
waktu pelayanan resep yang dimulai dari pasien menyerahkan resep sampai
dengan menerima obat. Response time pelayanan obat di Instalasi Farmasi dibagi
menjadi waktu tunggu pelayanan obat jadi dan waktu tunggu pelayanan obat
racikan. Response time yang cepat, tepat, dan sesuai prosedur akan dapat
memberikan pelayanan farmasi yang efektif, pelayanan yang berkesinambungan
dan efisien (Kementerian Kesehatan RI, 2004).
2.2 Standar Pelayanan Minimal Farmasi Rumah Sakit (Kementerian
Kesehatan RI, 2008)
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit,
terdapat 21 jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh
rumah sakit, salah satunya adalah pelayanan farmasi yang meliputi :
a. Waktu tunggu pelayanan
b. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat
c. Kepuasan Pelanggan
d. Penulisan resep sesuai formularium
Selain itu, terdapat dua indikator mutu yang dapat menilai setiap jenis
pelayanan yang diberikan, salah satunya mengenai waktu tunggu pelayanan yang
terbagi menjadi dua yaitu waktu tunggu pelayanan obat jadi dan waktu tunggu
pelayanan obat racikan.
2.3 Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004, kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, dapat diselenggarakan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
4
Universitas Indonesia
secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di
ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis atau sistem kombinasi oleh
Satelit Farmasi.
Pelayanan perbekalan farmasi pasien rawat inap di Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” dilakukan di depo farmasi ruangan yang berada di tiap ruangan rawat
inap, yaitu di kelas VIP/VVIP, kelas I, kelas II, kelas III, ruang anak, dan ruang
teratai (Jamkesmas). Kegiatan petugas depo farmasi di ruangan rawat inap Rumah
Sakit Kanker “Dharmais”:
Menyiapkan obat-obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan oleh pasien
sesuai dengan 5 benar.
Menyiapkan obat oral, obat injeksi, dan alat kesehatan sebagai persediaan
untuk masing-masing pasien dan dicatat di Kartu Indeks (Kardeks)
Menyiapkan barang farmasi dasar dan emergency.
Menyimpan obat dan alkes ke dalam masing-masing box pasien.
Mencatat obat-obat dan alat kesehatan yang tidak digunakan oleh pasien
yang selanjutnya dikembalikan ke apotek/retur.
Pelayanan depo farmasi di rawat inap dilakukan secara Unit Dose
Dispensing (UDD) atau unit dose dengan menyiapkan obat untuk penggunaan 24
jam (sesuai dosis obat dan aturan pakai). Alur penyiapan obat di UDD yaitu obat
disiapkan oleh petugas UDD sesuai dengan dan dimulai dari pemberian obat sore
hingga besok siang. Khusus untuk hari Jumat, petugas farmasi menyiapkan obat
yang dibutuhkan pasien hingga hari Senin. Obat disiapkan dalam plastik dengan
warna yang berbeda untuk setiap waktu pemberian (Lampiran 26). Plastik obat
yang digunakan yaitu pagi (plastik putih), siang (plastik merah), sore (plastik
biru), malam (plastik hijau), dan untuk obat-obat dengan penggunaan pada jam-
jam tertentu (misalnya golongan narkotika atau psikotropika) menggunakan
plastik berwarna kuning. Obat yang telah disiapkan oleh petugas UDD, kemudian
akan diserahkan ke perawat untuk diberikan kepada pasien.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
5
Universitas Indonesia
2.4 Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” (RSKD) memiliki sistem pendistribusian
obat desentralisasi, yaitu sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau unit pelayanan. Cabang ini
dikenal dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Di RSKD terdapat Sateli
Farmasi Rawat Inap (SAFARI) yang merupakan bagian dari Instalasi Farmasi
yang melaksanakan kegiatan pelayanan farmasi berupa pelayanan resep dari ruang
rawat inap. SAFARI merupakan bagian dari Instalasi Farmasi yang melaksanakan
kegiatan pelayanan farmasi berupa pelayanan resep dari ruang rawat inap dan
HCU. Berdasarkan status pasien, SAFARI melayani 6 jenis pasien, yaitu pasien
tunai/reguler/deposit, pasien Jaminan Perusahaan, pasien Asuransi Kesehatan
Sosial (Askes-Sos), pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), dan KJS
(Kartu Jakarta Sehat).
Alur pelayanan resep secara umum di SAFARI yaitu resep dari dokter
diterima SAFARI untuk di-billing dan dicetak etiket selanjutnya obat disiapakan
atau diracik, kemudian dilakukan pengemasan dan pemberian etiket, setelah itu
dilakukan penyerahan obat dengan memeriksa 5B (benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar waktu, dan benar cara pemberian). Pada pelaksanaan pelayanan mulai
dari obat dihargai, diracik, dikemas, dan diserahkan, dilakukan oleh petugas
SAFARI yang berbeda dan setiap petugas harus memberi paraf pada kolom
HRKP (hargai, racik, kemas, penyerahan) dan 5B sesuai dengan tugasnya. Hal ini
bertujuan untuk memastikan bahwa obat yang akan diserahkan sudah benar. Di
SAFARI, pelaksanaan HRKP sudah berjalan, namun dalam penandaan HRKP
belum optimal karena petugas yang melaksanakan pada umumnya tidak
memberikan randa pada kolom HRKP dan 5B yang ada pada resep.
Untuk pasien rawat inap tunai dan jaminan perusahaan, resep diberikan
langung oleh petugas UDD ke SAFARI. Sedangkan untuk pasien rawat inap
Askes, Jamkesmas dan KJS, resep diserahkan oleh petugas UDD ke keluarga
pasien untuk diantarkan sendiri ke SAFARI. Selanjutnya akan dilakukan
pelayanan resep sesuai alur pelayanan resep secara umum di SAFARI, kemudian
obat diantarkan ke petugas UDD ruangan oleh petugas SAFARI.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Alur Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Tunai
Untuk pasien Askes, terlebih dahulu resep dibawa ke bagian Askes untuk
diverifikasi dan diperiksa obat apa saja yang ditanggung dan yang tidak
ditanggung sesuai Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Apabila ada obat
yang diperlukan tetapi tidak ada dalam DPHO, maka pasien peserta Askes diminta
menanggung biaya obatnya secara pribadi. Setelah itu resep diantarkan pasien
atau keluarga pasien ke SAFARI. Sedangkan untuk pasien Jamkesmas dan KJS,
resep terlebih dahulu dibilling oleh petugas SAFARI, setelah itu diverifikasi,
kemudian resep diberikan kembali ke SAFARI untuk dilakukan pelayanan resep.
Gambar 2.2 Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap Jamkesmas dan KJS
R/ dibilling dan dicek kembali kelengkapan R/ sesuai
dengan status pasien dan di cap HRKP
Menyiapkan obat sesuai R/ dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar waktu, benar dosis dan benar cara
pemberian)
Diantae kembali ke Depo farmasi UDD
Petugas SAFARI memeriksa kelengkapan resep
Resep diantar Petugas Depo Farmasi UDD ke SAFARI
Diverifikasi petugas jaminan
Pasien diberi SKP (Surat Keabsahan Jaminan)
Resep disiapkan di depo farmasi secara UDD
Resep
Dibilling oleh petugas SAFARI
Pasien
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap Askes
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Waktu Pelayanan Resep
Renni Septini (2012) dalam Tesisnya menulis faktor-faktor yang
mempengaruhi waktu tunggu pelayanan resep, yaitu :
1. Jenis Resep, disini jenis resep dibedakan menjadi jenis racikan dan non
racikan. Dimana jenis resep racikan membutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan dengan jenis resep jadi.
2. Jumlah Resep dan kelengkapan resep. Dalam hal ini adalah jumlah
item resep, dimana setiap penambahan item obat di dalam resep akan
memberikan penambahan waktu pada setiap tahap pelayanan resep.
3. Shift petugas, dimana pada shift pagi memerlukan waktu pelayanan
yang lebih cepat dibandingkan dengan shift sore.
4. Ketersediaan Sumber Daya Manusia yang cukup dan terampil,
sehingga dapat mengurangi lama waktu pelayanan resep
5. Ketersediaan obat sesuai dengan resep yang diterima, sehingga waktu
yang terbuang untuk mencari obat pengganti yang lain dapat dikurangi.
Resep
Diberikan kepada pasien
DPHO Di luar DPHO
Keluarga Pasien (Pasien membeli
secara tunai)
Dilayani oleh petugas farmasi ruangan secara UDD
Verifikasi Petugas ASKES
Petugas ASKES
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
8
Universitas Indonesia
6. Sarana dan fasilitas yang dapat menunjang proses operasi pelayanan
resep, antara lain pemakaian alat-alat teknologi yang canggih yang
dapat memberikan kepuasan kepada pasiennya.
7. Partisipasi pasien/keluarga selama menunggu proses pelayanan.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
9 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian response time pelayanan resep pasien rawat inap dilakukan di
Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI) Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” Jalan S. Parman Kav. 84-86 Slipi Jakarta Barat selama pelaksanaan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), yaitu pada tanggal 10 – 25 Oktober 2013.
3.2 Metode Pengkajian
3.2.1 Kriteria Inklusi
Data yang dikumpulkan memiliki kriteria inklusi sebagai berikut:
a. Resep dokter yang berasal dari ruang rawat di lantai VII dan VIII pasien
rawat inap Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
b. Resep tersebut diserahkan ke Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI)
Instalasi Farmasil Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
c. Waktu pelayanan resep SAFARI mulai dari jam 08.00 sampai 16.00 WIB
3.2.2 Kriteria Eksklusi
Data yang tidak diambil sesuai dengan kriteria eksklusi, yaitu:
a. Resep dokter yang berasal dari ruang rawat di lantai VII dan VIII pasien
rawat inap Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
b. Resep dokter yang berasal dari pasien rawat jalan Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”.
c. Resep tidak diterima oleh Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI) Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
d. Waktu pelayanan resep SAFARI < jam 08.00 dan > jam 16.00 WIB
3.2.3 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berasal dari resep dokter pasien rawat inap di
ruang rawat lantai VII dan lantai VIII Rumah Sakit Kanker “Dharmais”. Ruang
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
10
Universitas Indonesia
rawat inap yang terdapat di lantai VII dan lantai VIII Rumah Sakit Kanker
“Dharmais” antara lain :
a. Lantai VII, terdiri dari dua ruang inap, yaitu Ruang Mawar 2 dan Ruang
Anggrek 2. Ruang mawar 2 merupakan ruang rawat inap kelas 1 untuk
pasien pribadi dan jaminan perusahaan, sedangkan ruang anggrek 2
merupakan ruang rawat inap kelas VIP untuk pasien pribadi, askes dan
jaminan perusahaan.
b. Lantai VIII, terdiri dari dua ruang rawat inap, yaitu Ruang Mawar 1 dan
Ruang Anggrek 1. Ruang mawar 1 merupakan ruang rawat inap kelas 1
untuk pasien Askes, sedangkan ruang anggrek 1 merupakan ruang rawat
inap kelas VIP/VVIP untuk pasien pribadi, Askes dan jaminan Perusahaan.
Data yang dikumpulkan meliputi waktu pelayanan satelit farmasi rawat
inap sejak resep diterima SAFARI (billing) pelayanan resep pengantaran
perbekalan farmasi ke ruang rawat inap. Alur pelayanan resep pasien rawat inap
Rumah Sakit Kanker “Dharmais” yaitu resep dari dokter diterima oleh petugas
depo farmasi rawat inap. Kemudian untuk pasien pribadi dan jaminan perusahaan
resep akan diantarkan langsung oleh petugas depo rawat inap ke SAFARI,
sementara untuk pasien Askes resep akan diserahkan petugas depo farmasi kepada
keluarga pasien untuk dibawa ke satelit farmasi rawat inap (SAFARI).
Resep pasien pribadi dan jaminan perusahan yang sampai di SAFARI
langsung dihargai (billing). Khusus pasien Askes, terlebih dahulu resep dibawa ke
bagian Askes untuk dilakukan verifikasi, lalu resep dikembalikan ke SAFARI
untuk di-billing, kemudian obat disiapkan oleh petugas SAFARI termasuk
peracikan obat untuk resep obat racikan. Kemudian dilakukan pengemasan dan
penyerahan perbekalan farmasi ke ruang rawat. Untuk pasien rawat inap, obat
langsung diantarkan petugas SAFARI ke ruang depo farmasi ruang rawat inap.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
11 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Pada pengkajian response time pelayanan resep di Satelit Farmasi Rawat
Inap (SAFARI) Rumah Sakit Kanker “Dharmais”, hasil pengukuran dibagi
berdasarkan ruang rawat inap yang terdapat di lantai VII dan lantai VIII Rumah
Sakit Kanker “Dharmais”. Jenis pelayanan resep terbagi menjadi pelayanan resep
obat jadi dan obat racikan.
4.1.1 Response Time Ruang Rawat Inap Mawar 2
Pengumpulan data response time pelayanan resep ruang rawat inap Kelas
1, Mawar 2 Lantai VII dilakukan selama dua hari. Response time yang diamati
sebanyak 24 resep obat jadi dan 4 resep obat racik. Terdapat 5 resep yang belum
terlayani setelah jam 16.00 WIB. Rata-rata pelayanan resep obat jadi di ruang
rawat inap Mawar 2 membutuhkan waktu 61 – 120 menit (50%), sedangkan rata –
rata pelayanan resep obat racik di ruang rawat inap Mawar 2 membutuhkan waktu
121 - 180 menit (50%). Waktu pelayanan resep terlama yaitu 216 menit dan
waktu pelayanan resep tercepat yaitu 31 menit.
Gambar 4.1 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Mawar 2 lantai 7
0
2
4
6
8
10
12
14
15 - 30 31 - 60 61 - 120 121 - 180 181 - 240 >240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Mawar 2 Lantai VII
42%
4%
50%
4%
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Gambar 4.2 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Mawar 2 lantai 7
4.1.2 Response Time Ruang Rawat Inap Anggrek 2
Pengumpulan data response time pelayanan resep ruang rawat inap Kelas
VIP, Anggrek 2 Lantai VII dilakukan selama dua hari. Response time yang
diamati sebanyak 31 resep obat jadi dan 7 resep obat racik. Terdapat 6 resep yang
belum terlayani setelah jam 16.00 WIB. Rata-rata pelayanan resep obat jadi di
ruang rawat inap Anggrek 2 membutuhkan waktu 61 – 120 menit (47%),
sedangkan rata-rata pelayanan resep obat racik di ruang rawat inap Anggrek 2
membutuhkan waktu 121 – 180 menit (57%). Waktu pelayanan resep terlama
yaitu 237 menit dan waktu pelayanan resep tercepat yaitu 22 menit.
Gambar 4.3 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Anggrek 2 lantai 7
0
1
2
3
61 - 120 121 - 180 181 - 240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Mawar Lantai
VII
0
5
10
15
20
15 - 30 31 - 60 61 - 120 121 - 180 181 - 240 >240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Anggrek 2 Lantai
VII
9%
47 %
16%
6%
25%
50%
25%
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Gambar 4.4 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Anggrek 2 lantai 7
4.1.3 Response Time Ruang Rawat Inap Mawar 1
Pengumpulan data response time pelayanan resep ruang rawat inap Kelas 1,
Mawar 1 Lantai VIII dilakukan selama empat hari. Response time yang diamati
sebanyak 90 resep obat jadi dan 8 obat racik. Terdapat 9 resep yang belum terlayani
setelah jam 16.00 WIB. Rata-rata pelayanan resep obat jadi di ruang rawat inap
Mawar 1 membutuhkan waktu 61 – 120 menit (35%), sedangkan pelayanan resep
obat racik di ruang rawat inap Mawar 1 membutuhkan waktu pelayanan resep obat
racik 121 – 180 menit. Waktu pelayanan resep terlama yaitu 302 menit dan waktu
pelayanan resep tercepat yaitu 32 menit.
Gambar 4.5 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Mawar 1 lantai 8
0
1
2
3
4
5
61 - 120 121 - 180 181 - 240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Anggrek 2 Lantai VII
0
5
10
15
20
25
30
35
15 - 30 31 - 60 61 - 120 121 - 180 181 - 240 >240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Mawar 1 Lantai VIII
2%
10%
35%
22%
20%
29%
57%
14%
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
14
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Mawar 1 lantai 8
4.1.4 Response Time Ruang Rawat Inap Anggrek I
Pengumpulan data response time pelayanan resep ruang rawat inap Kelas
VIP/VVIP, Anggrek 1 Lantai VIII dilakukan selama empat hari. Response time
yang diamati sebanyak 24 resep obat jadi 5 resep obat racik. Terdapat 3 resep
yang belum terlayani setelah jam 16.00 WIB. Rata-rata pelayanan resep obat jadi
di ruang rawat inap Anggrek 2 membutuhkan waktu 61 – 120 menit (33%),
sedangkan rata-rata pelayanan resep obat racik di ruang rawat inap Anggrek 1
membutuhkan waktu pelayanan resep obat racik 121 – 180 menit. Waktu
pelayanan resep terlama yaitu 215 menit dan waktu pelayanan resep tercepat yaitu
10 menit.
Gambar 4.7 Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Anggrek 1 lantai 8
0
1
2
3
4
5
61 - 120 121 - 180 181 - 240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Mawar 1 Lantai VIII
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Waktu
(Menit)
15 - 30 31 - 60 61 - 120 121 - 180 181 - 240
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat jadi di Ruang Anggrek 1 Lantai VIII
37,5%
50%
4%
29%
33%
13%
7%
12,5%
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
15
Universitas Indonesia
Gambar 4.8 Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Anggrek 1 lantai 8
No. Jenis
Resep 15 – 30
menit
31 – 60
menit
61 – 120
menit
121 – 180
menit
180 – 240
menit
>240
menit
1 Obat
Jadi
4
(2,6%)
26
(17,2%)
67
(44,4%)
29
(19,2%)
23
(15,2%)
2
(1,3%)
2 Obat
Racik
0
(0%)
0
(0%)
4
(30,7%)
7
(53,8%)
2
(15,4%)
0
(0%)
Tabel 4.1 Perbandingan jumlah resep pada waktu tunggu pelayanan resep obat
jadi dan resep obat racik lantai 7 dan lantai 8
4.2 Pembahasan
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi suatu mutu
pelayanan adalah waktu lama pelayanan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Oleh karena itu, dilakukan
pengukuran waktu tunggu pelayanan resep di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”
untuk mengevaluasi kesesuaian mutu pelayanan dengan standar yang telah
ditentukan. Sampel yang digunakan adalah resep pasien rawat inap dari lantai VII
dan lantai VIII.
0
1
2
3
4
5
61 - 120 121 - 180
Ju
mla
h R
esep
Waktu Tunggu (Menit)
Response time pelayanan resep obat racik di Ruang Anggrek 1
Lantai VIII
80%
20%
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
16
Universitas Indonesia
Waktu tanggap (response time) pelayanan resep Satelit Farmasi Rawat
Inap (SAFARI) Rumah Sakit Kanker “Dharmais” memiliki waktu yang bervariasi
berdasarkan ruang perawatan di lantai VII dan lantai VIII Rumah Sakit Kanker
“Dharmais”. Rata-rata waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan obat racik di
SAFARI Rumah Sakit Kanker “Dharmais” masing-masing 60 – 120 menit dan
121 – 180 menit. Hal ini sangat berbeda dengan indikator pelayanan farmasi pada
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Berdasarkan Kepmenkes Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 menyatakan bahwa waktu tunggu minimal pelayanan
resep obat jadi ≤30 menit dan obat racikan ≤60 menit. Indikator pelayanan farmasi
pada Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit tidak spesifik pada pasien rawat
jalan ataupun rawat inap, sehingga tidak ada tolak ukur waktu tunggu minimal
untuk pelayanan resep pasien rawat inap.
Beberapa faktor yang menyebabkan lamanya waktu tunggu pelayanan
resep pasien rawat inap di Satelit Farmasi Rawat Inap (SAFARI) antara lain:
1. Adanya gangguan koneksi pada komputer di Satelit Farmasi Rawat Inap
(SAFARI), sehingga proses billing terganggu.
2. Storage time yaitu tidak adanya petugas yang melaksanakan proses
selanjutnya, sehingga terjadi penumpukan pada tahap selanjutnya yang dapat
menyebabkan waktu bertambah lama. Waktu kerja non produktif (waktu
kerja yang terbuang) menyebabkan terhentinya suatu produksi yang
disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari pihak manajemen dan dari sikap
petugas yang kurang baik, antara lain kurangnya motivasi kerja, petugas yang
berbincang saat bekerja, tidak masuk kerja, dan datang terlambat (Ritung,
2003). Hal ini terlihat pada shift petugas SAFARI. Petugas SAFARI yang
menangani lantai VII dan lantai VIII memiliki jadwal middle yaitu jam 11.00
– 19.00 WIB, padahal banyak resep yang telah di-billing sebelum jam 11.00
WIB, akibatnya banyak resep baru dapat terlayani setelah jam 11.00 WIB.
Lain halnya apabila petugas SAFARI tidak hadir, pelayanan resep rawat inap
untuk lantai VII dan lantai VIII baru dapat terlayani setelah jam 14.00 WIB.
3. Kurangnya tenaga pramuhusada yang bertugas untuk mengantarkan obat ke
depo farmasi rawat inap membuat perbekalan farmasi yang telah disiapkan
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
17
Universitas Indonesia
tertahan sementara di SAFARI karena petugas harus mengantar perbekalan
farmasi ke ruangan lain, sehingga menambah waktu tunggu pelayanan resep
pasien rawat inap.
4. Peracikan kapsul yang masih menggunakan cara tradisional, membuat waktu
peracikan obat lebih lama.
5. Keterbatasan alat pengangkut perbekalan farmasi (trolley), sehingga
menyulitkan tenaga pramuhusada untuk mengantarkan perbekalan farmasi ke
ruang perawatan.
6. Adanya beberapa perbekalan farmasi yang habis atau belum tersedia di
SAFARI. Akibatnya SAFARI harus melakukan mutasi barang dari bagian
logistik farmasi ke SAFARI. Hal ini menambah waktu pelayanan resep
karena mutasi perbekalan farmasi dari bagian logistik farmasi ke SAFARI
terkadang membutuhkan waktu yang lama. Pelayanan resep dapat terlayani
keseluruhan apabila semua perbekalan farmasi yang tertera pada resep telah
lengkap.
7. Jenis resep. Dari tabel 4.1, dari total 151 resep obat jadi, 67 resep (44,4%)
memiliki waktu tunggu pelayanan resep 61 – 120 menit, sedangkan dari total
13 resep obat racik, 7 resep (53,8%) memiliki waktu tunggu pelayanan resep
121 – 180 menit. Dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis resep memberikan
kontribusi waktu tunggu, resep obat racik membutuhkan waktu pelayanan
lebih lama dibandingkan dengan resep obat jadi.
Meskipun pelayanan resep di SAFARI mengalami beberapa kendala,
namun petugas SAFARI selalu berkoordinasi baik dengan petugas lainnya untuk
membantu mengoptimalkan pelayanan resep pasien rawat inap, misalnya petugas
Askes di bagian verifikasi pasien askes, petugas logistik farmasi dalam hal mutasi
barang dan petugas depo di tiap ruang rawat inap lantai VII dan lantai VIII yang
terkadang ikut membantu pekerjaan petugas SAFARI dalam penyiapan
perbekalan farmasi, dan mengantarkannya ke ruang rawat inap. Hal ini akan
mempercepat pelayanan resep pasien rawat inap di SAFARI.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
18 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Response time pelayanan resep pasien rawat inap lantai IV, V dan VI Rumah
Sakit Kanker “Dharmais” yaitu:
i. Response time pelayanan resep ruang rawat inap Mawar 2 (lantai VII)
- 61 – 120 menit (41%) untuk pelayanan resep obat jadi.
- 121 – 180 menit (50%) untuk pelayanan resep obat racikan.
ii. Response time pelayanan resep ruang rawat inap Anggrek 2 (lantai VII)
- 61 – 120 menit (41%) untuk pelayanan resep obat jadi.
- 121 – 180 menit (57%) untuk pelayanan resep obat racikan.
iii. Response time pelayanan resep ruang rawat inap Mawar 1 (lantai VIII)
- 61 – 120 menit (35%) untuk pelayanan resep obat jadi.
- 121 – 180 menit (50%) untuk pelayanan resep obat racikan.
iv. Response time pelayanan resep ruang rawat inap Anggrek 2 (lantai VIII)
- 61 – 120 menit (20%) untuk pelayanan resep obat jadi.
- 121 – 180 menit (80%) untuk pelayanan resep obat racikan.
b. Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan Menteri
Kesehatan RI, diketahui bahwa:
i. Ruang Mawar 2: Response time pelayanan resep obat jadi dan obat
racikan belum memenuhi SPM
ii. Ruang Anggrek 2: 9% response time pelayanan resep obat jadi
memenuhi SPM, sementara response time pelayanan resep obat racikan
belum memenuhi SPM.
iii. Ruang Mawar 1: Response time pelayanan resep obat jadi dan obat
racikan belum memenuhi SPM
iv. Ruang Anggrek 1: 4% response time pelayanan resep obat jadi
memenuhi SPM, sementara response time pelayanan resep obat racikan
belum memenuhi SPM.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
19
Universitas Indonesia
5.2 Saran
a. Sebaiknya dilakukan pengkajian ulang response time pelayanan resep dengan
jumlah resep yang representatif, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi
indikator pelayanan farmasi di Rumah Sakit Kanker “Dharmais”.
b. Perlu ditambahkannya sarana dalam melakukan penyiapan obat racikan
sehingga mengurangi waktu tunggu pelayanan resep obat racik.
c. Dibutuhkan penambahan alat pengangkut (trolley) dan penambahan tenaga
pramuhusada sehingga meningkatkan proses pendistribusian perbekalan
farmasi ke depo ruang rawat inap.
d. Sebaiknya shift petugas SAFARI diatur berdasarkan volume resep yang
meningkat terutama pada jam sibuk atau peak hour, sehingga tidak ada
storage time yang menyebabkan waktu tunggu pelayanan resep bertambah
lama.
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
20 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Kementerian Kesehatan RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.
Septini, Renni. (2012). Analisis Waktu Tunggu Pelayanan Resep Pasien Askes
Rawat Jalan di Yanmasum Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Tahun 2011 .
Tesis. FKM UI
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang Mawar 2
Lantai VII Rumah Sakit Kanker “Dharmais
No Nama
Pasien
Racik/
Non-Racik
(Obat/Alkes)
Biliing
obat Non-
Askes
Penyiapan/
Peracikan
Pengantaran
ke UDD
Sampai
di UDD
Waktu
Tunggu
(Jam:Menit)
1 Tn. MK NR-2/0 11:23 11:51 12:12 12:20 0:57
2 Tn. MK NR-0/2 11:31 11:53 12:12 12:20 0:49
3 Tn. MK NR-1/1 11:21 11:42 12:12 12:20 0:59
4 Tn. M NR-5/3 11:19 11:56 12:12 12:20 1:01
5 Tn. D NR-4/5 11:32 11:57 12:12 12:20 0:48
6 Tn. K NR-0/1 11:45 12:03 12:12 12:20 0:35
7 Ny. AD NR-6/4 11:18 11:37 12:12 12:20 1:02
8 Ny. BNS NR-2/0 11:30 11:52 12:12 12:20 0:50
9 Ny. A NR-3/4 11:43 11:56 12:12 12:20 0:37
10 Ny. A NR-1/0 11:48 11:57 12:12 12:20 0:32
11 Ny. A NR-1/0 11:11 11:53 12:12 12:20 1:09
12 Tn. K NR-1/0 11:49 11:59 12:12 12:20 0:31
13 Tn. NS NR-13/0 (2) 11:47 12:08 12:12 12:20 0:33
14 Tn. NS NR-4/1 11:47 15:31 >16:00 xxxxxxx xxxxxxx
15 Ny. HK NR-10/3 13:08 13:25 15:17 15:22 2:14
16 Ny. HK NR-1/0 10:16 11:22 11:28 11:35 1:19
17 Nn. MK NR-3/7 15:14 15:31 >16:00 xxxxxxx xxxxxxx
18 MA NR-3/1 10:15 11:21 11:28 11:35 1:20
19 MA NR-3/1 10:06 11:45 13:38 13:42 3:36
20 Ny. A R/NR-8/2 10:21 11:23 11:28 11:35 1:14
21 Ny. A NR-7/3 10:13 11:23 11:28 11:35 1:22
22 Ny. A NR-0/1 15:15 15:32 >16:00 xxxxxxx xxxxxxx
23 Ny. BN NR-2/0 10:12 11:25 11:28 11:35 1:23
24 Ny. BN NR-0/1 15:14 15:31 >16:00 xxxxxxx xxxxxxx
25 Tn. K NR-2/0 10:12 11:25 11:28 11:35 1:23
26 Tn. K NR-1/0 15:13 15:32 >16:00 xxxxxxx xxxxxxx
27 Tn. NS NR-5/1 11:13 11:37 12:12 12:20 1:07
28 Tn. NS R-1/0 13:08 13:25 15:17 15:22 2:14
29 Tn. MK R/NR-6/0 13:12 13:24 15:20 15:22 2:10
30 Tn. MK NR-0/5 10:15 11:21 11:28 11:35 1:20
31 Tn. MK NR-7/3 10:13 11:23 11:28 11:35 1:22
32 Ny. A R-1/2 10:10 11:45 13:38 13:42 3:32
33 Ny. S NR-3/0 10:16 11:22 11:28 11:35 1:19
Rata – rata waktu tunggu 1:20
Waktu Tunggu Terlama 3:36
Waktu Tunggu Tercepat 0:31
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang Anggrek
2 Lantai VII Rumah Sakit Kanker “Dharmais
No Nama
Pasien
Racik/
Non-Racik
(Obat/Alkes)
Biliing
obat
Non-
Askes
Billing
obat
Askes
Penyiapan/
Peracikan
Pengantaran
ke UDD
Sampai
di UDD
Waktu
Tunggu
(Jam:Menit)
1 Ny. LE NR-1/0 - 11:05 11:24 12:12 12:14 1:09
2 Ny. LE NR-1/0 - 12:47 13:02 14:10 14:13 1:26
3 Tn. S NR-2/0 10:49 - 10:51 12:12 12:14 1:25
4 Tn. AP NR-1/0 10:50 - 11:17 12:12 12:14 1:24
5 Tn. P NR-4/2 11:52 - 12:09 12:12 12:14 0:22
6 Ny. M NR-1/0 - 11:49 11:56 12:12 12:14 0:25
7 Ny. M NR-3/0 14:32 14:58 15:30 >16.00 xxxxxx xxxxxx
8 Tn. Z R/NR-2/1 - 13:24 14:42 15:12 15:15 1:51
9 Tn. Z R/NR-3/2 10:43 11:11 12:03 13:00 13:03 2:20
10 Tn. Z R-3/0 - 14:53 15:40 >16.00 xxxxxx xxxxxx
11 Tn. SS NR-2/0 12:14 13:18 13:41 14:10 14:13 1:59
12 Tn. SS NR-0/1 - 14:51 15:40 16.00 xxxxxx xxxxxx
13 Ny. S NR-1/1 - 12:33 13:05 14:10 14:13 1:40
14 Ny. S NR-0/1 - 14:50 15:40 >16.00 xxxxxx xxxxxx
15 Tn. I R/NR-12/6 11:57 - 13:15 14:10 14:13 2:16
16 Tn. M NR-1/0 - 10:50 11:05 12:12 12:14 1:24
17 Tn. M NR-0/1 - 14:50 15:40 >16.00 xxxxxx xxxxxx
18 Tn. AP NR-5/3 10:26 - 11:20 11:28 11:32 1:06
19 Tn. AP NR-2/0 14:05 - 14:41 15:12 15:15 1:10
20 Tn. AP NR-1/0 15:09 - 15:18 >16.00 xxxxxx xxxxxx
21 Ny. S NR-2/1 9:58 - 10:18 10:18 10:22 0:24
22 Ny. UH NR-4/1 - 10:05 11:18 11:28 11:30 1:25
23 Ny. BK NR-2/2 10:28 - 11:19 11:28 11:30 1:02
24 Ny. UH NR-4/0 - 10:05 11:20 11:28 11:30 1:25
25 Tn. Md NR-9/1 10:52 11:09 11:52 13:38 13:42 2:50
26 Tn. Md NR-0/1 - 14:07 14:11 15:12 15:15 1:08
27 Ny. M NR-8/4 10:21 11:15 12:26 13:38 13:42 3:21
28 Ny. M NR-9/0 11:18 11:25 12:43 13:38 13:42 2:24
29 Tn. Z NR-3/0 11:41 11:03 12:30 13:38 13:42 2:01
30 Ny. N NR-9/4 12:26 12:12 12:58 13:38 13:42 1:16
31 Tn. R NR-2/0 - 14:06 14:43 15:12 15:15 1:09
32 Tn. B NR-8/7 11:18 13:44 14:57 15:12 15:15 3:57
33 Tn. I R/NR-8/2 10:06 11:15 11:45 13:38 13:42 3:36
34 Tn. S NR-3/0 11:18 11.20 11:37 12:12 12:20 1:02
35 Ny. AR R/NR-6/1 11:18 11:25 12:43 13:38 13:42 2:24
36 Ny. E R-2/0 10:48 11:10 12:07 13:00 13.03 2:15
37 Tn. Z R/NR-4/3 - 11:23 11:44 13:00 13:03 1:40
38 Tn. AP NR-6/1 (2) 9:15 9:17 10:23 12:12 12:14 2:59
39 Tn. HK NR-3/0 12:58 13:23 13:40 14:10 14:13 1:15
Rata – rata waktu tunggu 1:44
Waktu Tunggu Terlama 3:57
Waktu Tunggu Tercepat 0:22
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang Mawar 1
Lantai VIII Rumah Sakit Kanker “Dharmais
No Nama
Pasien
Racik/
Non-Racik
(Obat/Alkes)
Biliing
obat Non-
Askes
Billing
obat
Askes
Penyiapan/
Peracikan
Pengantaran
Resep ke
UDD
Sampai
di UDD
Waktu
Tunggu
(Jam:Menit)
1 Ny. H NR-5/3 (3) 10:38 11:53 12:07 12:53 12:57 2:19
2 Ny. M NR-8/6 (2) 12:28 12:48 13:24 13:32 13:35 1:07
3 Ny. R NR-1/3 (2) 10:40 12:01 13:23 13:32 13:35 2:55
4 Ny. SR NR-3/1 10:47 12:13 12:19 12:53 12:57 2:10
5 Ny. Ni NR-3/7 10:42 12:03 13:26 13:32 13:35 2:53
6 Tn. Y NR-8/3 (2) 11:18 12:32 13:29 13:32 13:35 2:17
7 Ny. M NR-6/0 (3) 12:22 12:45 12:57 12:57 0:35 0:35
8 Tn. N NR-13/3 (2) 10:57 12:16 12:55 13:32 13:35 2:38
9 Ny. B NR-3/3 11:03 12:25 12:37 12:53 12:57 1:54
10 Ny. IK NR-8/1 (3) 11:19 11:57 13:34 14:22 14:25 3:06
11 Nn. N NR-4/2 11:21 12:39 13:20 13:32 13:35 2:14
12 Tn. P NR-6/1 10:58 12:24 12:43 12:53 12:57 1:59
13 Tn. S NR-4/3 11:41 11:43 13:21 13:32 13:35 1:54
14 Tn. E NR-1/0 - 12:10 12:32 12:53 12:57 0:47
15 Tn.NI NR-1/0 -- 11:35 12:33 12:53 12:57 1:22
16 Ny. M NR-3/1 - 12:25 12:40 12:53 12:57 0:32
17 Ny. S NR-1/0 10:35 11:52 12:05 12:53 12:57 2:22
18 Ny. S NR-0/3 - 11:26 13:19 13:32 13:35 2:09
19 Ny. K NR-1/0 - 11:25 13:24 13:32 13:35 2:10
20 Ny. W NR-1/0 - 12:25 13:12 13:32 13:35 1:10
21 Ny. N NR-1/0 - 12:23 12:41 12:53 12:57 0:34
22 Ny. M NR-4/0 - 9:53 14:37 14:52 14:55 5:02
23 Ny. Si NR-10/3 (2) 10:03 12:08 13:25 13:36 13:50 3:47
24 Nn. W NR-7/2 - 12:16 13:28 13:36 13:50 1:34
25 Ny. M NR-7/2 - 12:23 13:32 13:36 13:50 1:27
26 Nn.N NR-4/1 9:16 9:18 9:29 13:36 13:50 4:34
27 Nn. N NR-3/2 10:08 12:26 13:18 13:36 13:50 3:42
28 Ny.N NR-5/0 (2) - 11:55 12:30 13:36 13:50 1:55
29 Ny. Ni NR-5/1 (3) 10:35 11:56 12:31 13:36 13:50 3:15
30 Tn. Y NR-9/3 10:58 12:55 14:50 14:52 14:55 3:57
31 Tn. Pr NR-7/2 10:49 12:37 13:07 13:36 13:50 3:01
32 Tn. S NR-7/3 10:03 12:24 13:26 13:36 13:50 3:47
33 Ny. IK NR-2/1 - 13:48 14:28 14:52 14:55 1:07
34 Ny. R NR-6/3 - 13:01 14:41 14:52 14:55 1:54
35 Ny. H NR-5/2 10:18 12:27 13:21 13:36 13:50 3:32
36 Tn. N NR-11/3 11:01 12:57 14:46 14:52 14:55 3:54
37 Ny. B NR-5/3 11:27 13:00 14:35 14:52 14:55 3:28
38 Ny. S NR-2/1 - 12:21 13:16 13:36 13:50 1:29
39 Ny. M NR-18/3 (4) 9:58 12:04 13:13 13:36 13:50 3:52
40 Tn. Ef NR-1/0 - 13:03 14:33 14:52 14:55 1:52
41 J NR-12/0 - 11:42 12:26 13:36 13:50 2:08
42 Tn. F NR-1/0 - 10:16 12:06 13:36 13:50 3:34
43 Tn. S NR-1/0 - 10:24 11:59 13:36 13:50 3:26
44 M NR-1/0 - 10:56 12:35 13:36 13:50 2:54
45 Ny. N NR-1/0 10:00 - 12:07 13:36 13:50 3:50
46 Ny. S NR-1/0 - 12:20 12:57 13:36 13:50 1:30
47 Ny. W NR-2/0 - 13:03 14:32 14:52 14:55 1:52
48 Tn. S NR-4/1 - 9:04 9:25 12:12 12:18 3:14
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
24
Universitas Indonesia
49 Tn. I NR-1/0 - 11:04 12:14 14:10 14:20 3:16
50 Tn. J NR-3/1 (2) 12:19 13:22 13:53 14:10 14:20 2:01
51 Tn. E NR-3/1 (2) - 13:25 13:56 14:10 14:20 0:55
52 Tn. S NR-6/2 - 13:13 13:58 14:10 14:20 1:07
53 Ny. R NR-7/4 12:42 13:26 14:04 14:10 14:20 1:38
54 Ny. R NR-5/4 (2) - 13:12 14:12 14:51 14:54 1:42
55 Ny. M NR-8/3 (2) 11:59 13:10 14:20 14:51 14:54 2:55
56 Tn. S NR-2/1 (2) 11:16 14:13 14:22 14:51 14:54 3:38
57 Ny. KI NR-5/1 (2) 13:12 13:22 14:24 14:51 14:54 1:42
58 Tn. Y R-5/0 (2) 12:44 13:28 14:31 14:51 14:54 2:10
59 Tn. P NR-4/0 12:44 13:36 14:34 14:51 14:54 2:10
60 Tn. P NR-5/2 11:28 14:20 14:51 14:51 14:54 3:26
61 Nn. N NR-7/2 (2) 12:15 13:20 14:42 14:51 14:54 2:39
62 Ny. B NR-11/3 (2) 11:10 14:13 14:48 14:51 14:54 3:44
63 Ny. ET NR-4/0 - 13:47 14:50 14:51 14:54 1:07
64 Tn. M NR-1/0 - 14:16 14:50 14:51 14:54 0:38
65 Ny. IK NR-5/1 11:17 14:35 15:00 >16 :00 xxxxx xxxxx
66 Ny. S NR-7/2 11:26 14:38 15:03 >16:00 xxxxx xxxxx
67 Tn. S NR-7/4 11:29 14:23 15:07 >16:00 xxxxx xxxxx
68 Ny. N NR-5/1 (2) 15:01 14:59 15:09 >16:00 xxxxx xxxxx
69 Ny. A NR-2/0 14:33 14:59 15:26 >16:00 xxxxx xxxxx
70 Tn. E NR-1/1 14:55 15:01 15:33 >16:00 xxxxx xxxxx
71 Tn. N NR-10/4 14:55 15:07 15:39 >16:00 xxxxx xxxxx
72 Ny. S NR-2/1 - 14:50 15:41 >16 :00 xxxxx xxxxx
73 Ny. S NR-1/1 - 10:07 11:10 11:28 11:32 1:25
74 Tn. P NR-7/2 10:06 10:15 11:06 11:28 11:32 1:26
75 Tn. P NR-1/0 - 12:10 12:37 13:00 13:03 0:53
76 Ny. R NR-1/1 - 10:16 11:05 11:28 11:32 1:16
77 Ny. M NR-7/2 10:09 10:18 11:16 11:28 11:32 1:23
78 Ny. M NR-2/1 - 12:09 12:40 13:00 13:03 0:54
79 Ny. E NR-8/2 10:04 10:03 11:09 11:28 11:32 1:28
80 Ny. E NR-1/0 - 12:08 12:38 13:00 13:03 0:55
81 Ny. H NR-5/6 - 10:29 11:35 13:00 13:03 2:34
82 Ny. NK NR-2/2 - 10:22 11:33 13:00 13:03 2:41
83 Ny. NK NR-1/0 - 13:24 14:43 15:12 15:15 1:51
84 Ny. M NR-4/3 - 11:23 11:44 13:00 13:03 1:40
85 Ny. M NR-0/4 11:10 - 12:27 13:00 13:03 1:53
86 Ny. M NR-1/0 - 13:24 14:43 15:12 15:15 1:51
87 Tn. S NR-4/2 - 11:16 12:08 13:00 13:03 1:47
88 Tn. S NR-2/2 10:24 11:14 12:05 13:00 13:03 2:39
89 Ny. ET NR-4/4 10:43 11:11 12:03 13:00 13:03 2:20
90 Ny. ET NR-2/1 13:54 13:55 15:16 >16:00 xxxxx xxxxx
91 Tn. J NR-4/0 10:48 11:10 12:07 13:00 13:03 2:15
92 Tn. S R-6/2 - 13:47 14:50 14:51 14:54 1:07
93 Ny. B R-4/3 10:49 - 10:51 12:12 12:14 1:25
94 Ny. B R-0/4 10:49 - 10:51 12:12 12:14 1:25
95 Ny. W NR-8/2 11:18 11:25 12:43 13:38 13:42 2:24
96 Ny. W R-6/3 10:21 11:15 12:26 13:38 13:42 3:21
97 Ny. M R-0/2 9:15 9:17 10:23 12:12 12:14 2:59
98 Ny. M R-8/2 11:18 11:25 12:43 13:38 13:42 2:24
99 Ny. IK R-3/1 - 10:29 11:35 13:00 13:03 2:34
Rata – rata waktu tunggu 2:15
Waktu Tunggu Terlama 5:02
Waktu Tunggu Tercepat 0:32
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Response Time Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap Ruang Anggrek
1 Lantai VIII Rumah Sakit Kanker “Dharmais
No Nama
Pasien
Racik/
Non-Racik
(Obat/Alkes)
Biliing
obat
Non-
Askes
Billing
obat Askes
Penyiapan/
Peracikan
Pengantaran
Resep ke
UDD
Sampai
di
UDD
Waktu
Tunggu
(Jam:Menit)
1 Tn. AA NR-4/5 9:23 - 11:57 12:53 12:58 3:35
2 Tn. HK NR-0/3 9:24 - 11:59 12:53 12:58 3:34
3 Tn. AA R/NR-4/2 11:03 12:25 12:37 12:53 12:57 1:54
4 Tn. E NR-4/2 8:56 - 9:12 9:35 9:38 0:42
5 Tn. SR NR-1/0 8:52 - 9:14 9:35 9:38 0:46
6 Tn. SR NR-1/0 10:47 - 11:18 12:12 12:14 1:27
7 Ny. C NR-8/2 8:54 - 9:18 9:35 9:38 0:44
8 Ny. C NR-7/3 9:55 - 10:08 10:09 10:12 0:17
9 Tn. S NR-4/0 - 9:18 9:23 9:35 9:38 0:20
10 Tn. S NR-1/1 - 10:47 11:20 12:12 12:14 1:27
11 Tn. S NR-1/0 - 13:24 13:36 14:51 14:55 1:31
12 Tn. S NR-2/0 - 11:22 12:36 13:00 13:03 1:41
13 Tn. S NR-1/0 - 12:19 12:46 13:00 13:03 0:44
14 Tn. K R/NR-5/3 - 13:08 13:25 15:17 15:22 2:14
15 Tn. K NR-0/1 10:50 - 10:55 10:56 11:00 0:10
16 Tn. K NR-6/1 13:21 - 14:05 15:12 15:15 1:54
17 Tn. K NR-0/1 14:02 - 15:17 >16:00 xxxxx xxxxxx
18 Tn. AA NR-3/0 9:46 - 10:12 11:28 11:31 1:45
19 Tn. F NR-3/0 12:50 13:46 14:50 15:12 15:15 2:25
20 Tn. F NR-6/2 10:33 10:35 11:30 13:00 13:03 2:30
21 Ny. E NR-4/2 - 10:36 10:39 13:00 13:03 2:27
22 Ny. E NR-1/0 - 15:19 15:32 >16:00 xxxxx xxxxxx
23 Ny. AS NR-0/1 9:47 - 10:11 11:28 11:31 1:44
24 Tn. S NR-5/0 - 15:15 15:34 >16:00 xxxxx xxxxxx
25 Ny. E R/NR-4/2 10:52 11:09 11:52 13:38 13:42 2:50
26 Tn. FR NR-6/2 9:48 - 10:15 10:56 11:00 1:12
27 Tn. AA NR-3/1 8:38 - 8:45 9:30 9:32 0:54
28 Ny. E R/NR-6/1 9:15 9:17 10:23 12:12 12:14 2:59
29 Tn. SS R/NR-5/3 10:38 11:53 12:07 12:53 12:57 2:19
Rata – rata waktu tunggu 1:37
Waktu Tunggu Terlama 3:35
Waktu Tunggu Tercepat 0:10
Laporan praktek…., Putri Rahmawati, FF UI, 2014
Recommended