View
280
Download
13
Category
Preview:
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Stroke, atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak. Sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
& Bare, 2002). Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah
ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau
kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut
saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom yang
menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan
intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan
menekan
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darak otak non traumatik (Mansjoer,
2000).
Stroke hemoragik adalah suatu kondisi yang terjadi terutama disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Pembuluh darah pecah dan
melepaskan darah ke otak. Penelitian menunjukkan bahwa hampir 20% dari
stroke yang terjadi secara keseluruhan adalah perdarahan di alam (Anonim,
2010).
B. ETIOLOGI
1. Hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral rupture
aneurisme sakular.
2. Arteriosklerosis (trombosis)
40% kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pada akibat
ateriosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada
lapisan intima arteri besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel otonya menghilang. Lumina elastika
interna robek dan berjumbal, sehingga lumen pembuluh sebagian berisi
oleh materi sklerotik tersebut.
3. Embolisme
4. Perdarahan serebri
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh subtura arteri serebri
ekstrapasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subarakhnoid, sehingga
jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan.
5. Aneurisma pembuluh darah serebral
Adanya kelainan pembuluh darah yakni berupa penebalan pada satu
tempat yang diikuti oleh penipisan di tempat lain. Pada daerah penipisan
dengan manuver tertentu dapat menimbulkan perdarahan.
6. Kelainan jantung/penyakit jantung
Paling banyak dijumpai pada pasien post MCI, atrial fibrilasi dan
endokarditis. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan cardiac output
dan menurunkan aliran darah ke otak. Disamping itu dapat terjadi proses
embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
7. Diabetes mellitus (DM)
Penderita DM berpotensi mengalami stroke karena 2 alasan, yaitu
terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat aliran
darah khususnya serebral dan adanya kelainan mikrovaskuler sehingga
berdampak juga terhadap kelainan yang terjadi pada pembuluh darah
serebral.
8. Usia lanjut
Pada usia lanjut terjadi proses kalsifikasi pembuluh darah, termasuk
pembuluh darah otak.
9. Peningkatan kolesterol (lipid total)
Kolesterol tubuh yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis dan
terbentuknya embolus dari lemak.
10. Obesitas
Pada obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol
sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah
satunya pembuluh darah otak.
11. Perokok
Pada perokok akan timbul plak pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
12. Kurang aktivitas fisik
Kurang aktivitas fisik dapat juga mengurangi kelenturan fisik termasuk
kelenturan pembuluh darah (pembuluh darah menjadi kaku), salah
satunya pembuluh darah otak.
C. PATOFISIOLOGI (Joko, 2008)
Otak sendiri merupakan 2% dari berat tubuh total. Dalam keadaan
istirahat otak menerima seperenam dari curah jantung. Otak mempergunakan
20% dari oksigen tubuh. Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi
anoksia seperti yang terjadi pada cerebro vaskular accident di otak
mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang
terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah
yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu:
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian
otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-
perubahan iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat
menimbulkan nekrosis.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemoragik).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit perubahan
pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan melampaui batas
kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat. Oklusi suatu arteri
otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana jaringan otak normal
sekitarnya yang masih mempunyai perdarahan yang baik berusaha membantu
suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang
terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna
darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta
arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada daerah ini. Selama
berlangsungnya peristiwa ini, otoregulasi sudah tidak berfungsi sehingga
aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan tekanan darah arteri. Di
samping itu reaktivitas serebrovaskuler terhadap PCO2 terganggu.
Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang tertentu akan memulai
serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara
permanen.
D. TANDA DAN GEJALA (Doni, 2009)
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan
luasnya daerah otak yang terkena.
1. Pengaruh terhadap status mental
Tidak sadar: 30%-40%.
Konfuse: 45% dari pasien biasanya sadar.
2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianestesia (30%-80%).
Afasia bila mengenai hemisfer dominan (35%-50%).
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%).
3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
Hemiplegia dan hemianestesia kontralateral terutama tungkai (30%-
80%).
Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana
yang terkena.
4. Daerah arteri serebri posterior
Nyeri spontan pada kepala.
Afasia bila mengenai hemisfer dominan (35%-50%).
5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak.
Hemiplegia alternans atau tetraplegia.
Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan
menelan, emosi labil).
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer kanan
Hemiparese sebelah kiri tubuh.
Penilaian buruk.
Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan.
2. Stroke hemisfer kiri
Mengalami hemiparese kanan.
Perilaku lambat dan sangat berhati-hati.
Kelainan bidang pandang sebelah kanan.
Disfagia global.
Afasia.
Mudah frustasi.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT Scan memperlihatkan edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
2. Sinar X menggambarkan klasifikasi parsial dinding aneurisma pada
perdarahan subarakhnoid.
3. EEG mengidentifikasi masalah berdasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
4. Angiografi serebral memperlihatkan adanya perdarahan arteri atau
adanya oklusi atau ruptur.
5. MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arteriovena (AVM).
6. Pungsi lumbal memperlihatkan adanya peningkatan dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan intrakranial.
F. PENGKAJIAN PRIMER
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
d. Pemeriksaan fisik
- BI (Breathing): Dispneu, resiko terjadi aspirasi den gagal pernafasan
akut
- B2 (bleeding):Hipotensi / hipertensi, tskiksrdi / bradikardi
- B3 (Brain): Kelemahan otot etrakolur yang menyebabkan palsi ocular,
jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin
disatrik
- B4: (Bladder): Menururunkan fungsi kandung kemih, retensi urine,
hilanhnya sensasi saat berkemih
- B5: (Bowel): kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot
diafragma dan peristaltic usus turun
- B6: (Bone): gangguan aktifitas/mobilitas fisik, kelemahan otot yang
berlebihan
G. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
- kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis.
- mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
- Perubahan tingkat kesadaran
- Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis
( hemiplegia ) , kelemahan umum.
- gangguan penglihatan
b. Integritas ego
Data Subyektif:
- Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
- Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
kegembiraan
- kesulitan berekspresi diri
c. Eliminasi
Data Subyektif:
- Inkontinensia, anuria
- distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya
suara usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
- Nafsu makan hilang
- Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
- Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
- Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
- Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
- Obesitas ( factor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
- Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
- nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
- Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
- Penglihatan berkurang
- Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
- Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
- Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
- Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
- Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
- Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
- Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
- Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
- Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
- Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif:
- Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
g. Respirasi
Data Subyektif:
- Perokok ( factor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
- Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
- Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
- Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
- Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
- Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
i. Interaksi social
Data obyektif:
- Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi (Doenges E,
Marilynn,2000)
j. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
- Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
- Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
- Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
- Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
- Kepala : bentuk normocephalik
- Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
- Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur
akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h. Pemeriksaan neurologi
- Pemeriksaan nervus cranialis
- Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
- Pemeriksaan motorik
- Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.
- Pemeriksaan sensorik
- Dapat terjadi hemihipestesi.
- Pemeriksaan refleks
H. Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Aktivitas dan istirahat
Data subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi
atau paralisis (hemiplegi).
Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran.
Perubahan tonus otot (flaksid atau spastis), paraliysis
(hemiplegia), kelemahan umum..
Gangguan penglihatan.
Gangguan tingkat kesadaran.
b) Sirkulasi
Data subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia,
gagal jantung, endokarditis bakterial), polisitemia, riwayat
hipotensi postural.
Data obyektif:
Hipertensi arterial.
Disritmia, perubahan EKG.
Pulsasi: kemungkinan bervariasi.
Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c) Integritas ego
Data subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan,
kegembiraan.
Kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d) Eliminasi
Data objektif:
Inkontinensia, anuria.
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak adanya
suara usus (ileus paralitik).
e) Makan/cairan
Data subyektif:
Nafsu makan hilang.
Nausea/vomitus menandakan adanya PTIK.
Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia.
Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan
faring).
Obesitas (faktor resiko).
f) Sensori neural
Data subyektif:
Pusing/sinkope (sebelum CVA/sementara selama TIA).
nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan
sub arachnoid.
Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati.
Penglihatan berkurang.
Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas
dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Data obyektif:
Status mental; koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
Ekstremitas: kelemahan/paraliysis (kontralateral pada semua
jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya
reflek tendon dalam (kontralateral).
Wajah: paralisis/parese (ipsilateral).
Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata
komprehensif, global/kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,
stimuli taktil.
Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral.
g) Nyeri/kenyamanan
Data subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot/fasial.
h) Respirasi
Data subyektif:
Perokok (faktor resiko).
Data obyektif:
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas.
Timbulnya pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur.
Suara nafas terdengar ronkhi/aspirasi.
i) Keamanan
Data subjektif:
Motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan.
Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat
objek, hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang
pernah dikenali.
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan
regulasi suhu tubuh.
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.
j) Interaksi sosial
Data subjektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.
k) Pengajaran/pembelajaran
Data subjektif:
Riwayat hipertensi keluarga, stroke (faktor risiko), penggunaan
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol (faktor risiko).
l) Pertimbangan rencana pulang
Menentukan regimen medikasi/penanganan terapi.
Bantuan untuk transportasi, berbelanja, menyiapkan makanan,
perawatan diri dan pekerjaan rumah.
2. Rencana Asuhan Keperawatan
a) Dx 1. Perubahan perfusi serebral b.d interupsi aliran darah:
gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral dan edema
serebral.
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya atau membaik,
fungsi kognitif dan motorik sensori.
Menunjukkan TTV stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan
TIK.
Intervensi
Mandiri
Menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi
serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Memantau dan mencatat status neurologis sesering mungkin dan
bandingkan dengan keadaan normal atau standar.
Pantau TTV, seperti: adanya hipertensi, frekuensi dan irama
jantung, auskultasi adanya murmur, catat pola irama dari
pernapasan.
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya
terhadap cahaya.
Catat perubahan dalam penglihatan seperti adanya kebutaan,
gangguan lapang pandang dan persepsi.
Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam
posisi anatomis.
Pertahankan keadaan tirah baring, ciptakan lingkungan yang
tenang, batasi pengunjung atau aktivitas klien sesuai indikasi.
Cegah terjadinya mengedan saat defekasi.
Kolaborasi
Memberikan oksigen sesuai indikasi.
Memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, seperti
masa protrombin, kadar dilantin.
b) Dx 2. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik, paralisis spastis.
Kerusakan perceptual/kognitif.
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Mempertahankan posisi optimal dari fungsi.
Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh.
Mempertahankan integritas kulit.
Intervensi
Mandiri
Mengkaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal
dengan cara yang benar. Klasifikasikan melalui skala 0 – 4.
Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring) dan
sebagainya.
Melakukan latihan gerak aktif dan pasif pada semua pada saat
masuk. Menganjurkan melakukan latihan seperti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari dan
telapak tangan.
Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi
tegak.
Tinggikan tangan dan kepala.
Kolaborasi
Memberikan tempat tidur dengan matras bulat sesuai indikasi.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif
dan ambulasi pasien.
c) Dx 3. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan sirkulasi serebral,
kerusakan neuromuskular, kehilangan tonus, kelemahan/kelelahan
umum.
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
Menerima pesan-pesan melalui metode-metode alternatif.
Memperlihatkan peningkatan kemampuan untuk mengerti.
Intervensi
Mandiri
Mengkaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak
memahami kata atau mengalami kesulitan berbicara atau
membuat pengertian sendiri.
Memperhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan
umpan balik.
Meminta pasien untuk mengikuti perintah sederhanan ulangi
dengan kata atau kalimat sederhana.
Menunjukkan objek dan meminta pasien untuk menyebutkan
nama tersebut.
Menganjurkan pengunjung/orang terdekat mempertahankan
usahanya untuk berkomunikasi dengan pasien, seperti membaca
surat, diskusi tentang hal-hal yang terjadi pada keluarga.
Kolaborasi
Konsultasikan kepada ahli terapi wicara.
d) Dx 4. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan persepsi sensori,
transmisi, integrasi (trauma neurologis).
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya
keterbatasan residual.
Mendemonstrasikan perilaku untuk mengkompensasikan
terhadap/defisit hasil.
Intervensi
Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul.
Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan
lampu menyala, letakkan banda dalam jangkauan lapang
penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit jika perlu.
Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabotan yang
membahayakan.
Lindungi pasien dari suhu yang berlebih, kaji adanya lingkungan
yang membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap
suhu air dengan tangan yang normal.
Hindari kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebih sesuai
kebutuhan.
Lakukan validasi terhadap persepsi pasien. Orientasikan kembali
pasien secara teratur pada lingkungannya, staf dan tindakan
yang akan dilakukan.
e) Dx 5. Kurang perawatan diri b.d kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi
otot; kerusakan perseptual/kognitif; nyeri/ketidaknyamanan; depresi.
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Melakukan aktivitas perawatan diri dalam tingkat kemampuan
sendiri.
Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi
Mandiri
Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan
skala 0-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan
pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Sadari perilaku/aktivitas impulsive karena gangguan dalam
mengambil keputusan.
Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri pasien waktu
yang cukup untuk mengerjakan tugasnya.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
Gunakan alat bantu pribadi, seperti kombinasi pisau bercabang,
sikat tangkai panjang, dll.
Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya.
Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan
pada kebiasaan pola normal.
Kolaborasi
Berikan obat supositoria dan pelunak feses.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
f) Dx 6. Risiko tinggi kerusakan menelan b.d kerusakan
neuromuskular/perseptual.
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah.
Mempertahankan berat badan yang diinginkan.
Intervensi
Mandiri
Tinjau ulang patologi/kemampuan menelan pasien secara
individual, catat luas paralisis fasial, gangguan lidah. Timbang
berat badan secara teratur.
Bantu pasien dengan mengontrol kepala.
Letakan pasien pada posisi duduk/tegak selama setelah makan.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan di atas bibir/di bawah dagu jika
dibutuhkan.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel lidah/tempatkan
es untuk mengetahui adanya kelemahan lidah.
Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang.
Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah
kalori yang masuk.
Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Kolaborasi
Berikan cairan melalui IV dan/atau makanan melalui selang.
g) Dx 7. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan serta
perawatan.
Tujuan. Setelah 3 x 24 jam pemberian asuhan keperawatan, pasien
akan:
Berpartisipasi dalam proses belajar.
Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/prognosis dan
aturan terapeutik.
Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan.
Intervensi
Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan diskusikan
rencana/kemungkinan melakukan kembali aktifitas.
Tinjau ulang/pertegas kembali pengobatan yang diberikan.
Identifikasi cara meneruskan program setelah pulang.
Sarankan menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan terutama
selama kegiatan berpikir.
Identifikasi sumber-sumber yang ada dimasyarakat, seperti
perkumpulan stroke, atau program pendukung lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Pathway Stroke Non Hemoragik. Diakses dari
http://downloads.ziddu.com/downloadfile/8377454/Pathwaysstroke.doc.html
Anonim. 2010. Patofisiologi Diagram of Dengue Stroke. Diakses dari
http://www.scumdoctor.com/Indonesian/disease-prevention/brain-disease/
stroke/hemorrhagic-stroke/Pathophysiology-Diagram-Of-Hemorrhagic-
Stroke.html
Doenges, M. E., et al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Doni. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Stroke. Diakses dari
http://mhs.blog.ui.ac.id/fer50/2008/09/17/asuhan-keperawatan-pada-klien-
dengan-stroke/comment-page-1/
Farin. 2008. Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragik. Diakses dari
http://farinqhusyank.blogspot.com/2008/04/asuhan-keperawatan-stroke-
hemoragik.html
Harsono. 1996. Buku Ajar: Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Joko, S. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke. Diakses dari
http://jokosp.blogspot.com/2008/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-
stroke.html
Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius.
Price, S. A., & Lorraine, M. W. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Brenda, G. B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Volume 3. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Recommended