View
55
Download
3
Category
Preview:
DESCRIPTION
Conjungtivitis
Citation preview
MODUL ORGAN MATA DAN THT
SEORANG PRIA DATANG DENGAN KEDUA MATA MERAH
KELOMPOK V
030.07.156 Marissa Rusyani
030.07.161 Nadya YDHP
030.07.212 Regina Fristasari
030.09.179 P Gusti Ratih Permatasari
030.09.181 Petrus Philipus Mekas
030.09.182 Pradita Adiningsih
030.09.184 Pramita Yulia Andini
030.09.186 Pryta Widyaningrum
030.09.187 Puteri Rahmia
030.09.188 Putri Nabilah Candra
030.09.250 Tara Wandhita Usman
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
22 SEPTEMBER 2011
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet, seperti bagian mata
yang lain konjungtiva juga dapat bermasalah dan terinfeksi oleh mikroorganisme patogen. Pada
kasus ini dapat dengan jelas diketahui adanya infeksi pada konjungtiva pasien atau disebut
dengan konjungtivitis, karena disertai dengan sakit tenggorokan ditambah lagi melihat hasil dari
pemeriksaan ofthalmologi maka dapat disimpulkan untuk kasus ini konjungtivitis yang terjadi
disebabkan oleh virus. Konjungtivitis oleh virus itu sendiri sering disebabkan oleh infeksi
ditempat lain seperti influenza ataupun faringitis. Konjungtivitis karena virus mudah sekali
menyebar dan sangat cepat mengenai mata disebelahnya. Oleh karena itu perlu penatalaksanaan
yang baik agar keadaan pasien cepat sembuh dan mencegah penularan lebih lanjut.
Konjungtivitis masih banyak terjadi di Indonesia, apalagi dengan hygiene yang buruk akan
mempercepat penularan dari konjungtivitis. Tidak ada pengobatan yang khusus untuk
konjungtivitis virus sehingga pada penatalaksanaannya hanya diberikan secara simptomatik dan
memperbaiki keadaan umum pasiennya saja atau mengatasi penyakit lain yang menyertai
sehingga pasien dapat cepat membaik dan penularan dapat dicegah. Walaupun tidak ada
pengobatan yang khusus untuk konjungtivitis virus tetapi karena infeksi virus ini tergolong self
limiting disease maka walaupun tidak ditata laksana dengan obat untuk membunuh virus tubuh
manusia dapat mengatasinya dan membunuh virus-virus tersebut sehingga keadaan pasien akan
membaik dengan sendirinya dalam waktu 3 minggu. Yang paling baik seharusnya adalah
mencegah terjadinya konjungtivitis seperti menjaga kebersihan tangan, menghindari agen
penyakit, menjaga kesehatan dan tidak memakai handuk ataupun sapu tangan yang sudah kontak
dengan penderita.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pria berusia 25 tahun datang mengeluh kedua mata tampak merah seluruhnya, sejak tiga hari yang lalu. Tidak tampak buram.
OD OS
6/6 VISUS 6/6
15,6 mmHg TIO 15,6 mmHg
Baik ke segala arah Gerak Baik ke segala arah
Kedudukan : ortoforia
Edema ringan
Hiperemis
Secret (+)kering pada silia dan
palpebra
Secret sedikit
Berwarna putih
Folikel pada konjungtiva
palpebra
Pseudomembran (+)
Vesikel di kulit (-)
Palpebra Edema ringan
Hiperemis
Secret (+)kering pada silia dan
palpebra
Secret sedikit
Berwarna putih
Folikel pada konjungtiva
palpebra
Pseudomembran (+)
Vesikel di kulit (-)
Kemotik (-)
Injeksi konjungtiva (+)
Secret (+)
Banyak berwarna putih
Subkonjungtiva bleeding (-)
Konjungtiva bulbi Kemotik (-)
Injeksi konjungtiva (+)
Secret (+)
Banyak berwarna putih
Subkonjungtiva bleeding (-)
Jernih
Ulkus (-)
kornea Jernih
Ulkus (-)
Dalam coA Dalam
Bulat
Sentral
Reflek cahaya tidak langsung
dan langsung (+)
Iris dan pupil Bulat
Sentral
Reflek cahaya tidak langsung
dan langsung (+)
jernih lensa Jernih
jernih vitreus Jernih
Reflek fundus (+)
Detail tidak dinilai
Funduskopi Reflek fundus (+)
Detail tidak dinilai
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. X
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status : -
Alamat : -
KELUHAN UTAMA
Kedua mata merah seluruhnya sejak 3 hari yang lalu.
KELUHAN TAMBAHAN
Tidak terdapat buram
HIPOTESIS MASALAH
KONJUNGTIVITIS
Konjungtivitis bakteri akut
Peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada umumnya
memberi gejala yang sama dengan konjungtivitas pada umumnya. Mata merah yang merata
yang disebabkan adanya injeksi konjungtiva oleh arteri konjungtiva posterior merupakan
gejala utama, selain itu juga adanya sekret yang banyak dan berwarna kuning untuk bakteri
yang purulen sedangkan adanya sekret yang sedikit untuk bakteri yang nonpurulen.
Lakrimasi juga dapat ditemukan dan mata kadang terdapat gatal kadang tidak. Terkadang
juga pada infeksi bakteri purulen dapat terdapat demam dan sakit tenggorok tetapi hal itu
jarang ditemukan. Biasanya terdapat udem palpebra dan pseudomembran di c. tarsalis pada
kasus konjungtivitis bakteri akut akibat kuman neisseria gonorhoe. Dapat juga terdapat
pembesaran papil dan juga pus yang kental dan banyak.
Konjungtivitis virus akut
Peradangan konjungtiva akibat virus biasanya memberikan gambaran mata merah
yang merata pada kedua mata yang disebabkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah akibat
infeksi selain itu juga terdapat lakrimasi banyak dan sering yang mana biasany dapat
mengganggu aktifitas pasien adanya sekret dan gatal yang tidak terlalu sering dirasakan.
Kadang-kadang dapat terjadi demam dan sakit tenggorakan. Biasanya pada jenis
konjungtivitus virus akut yang disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 biasanya ada riwayat
penularan yang paling tersering adalah riwayat pernah berenang beberapa hari yang lalu
sebelum muncul gejala-gejala mata merah,dan lain-lain. Biasanya terdapat rasa sesuatu
mengganjal atau kelilipan pada mata juga sering terdapat pada konjungtivitis virus akut
akibat adenovirus ini baik yang tipe 3,7,8 atau tipe 2,4,7. Untuk pemeriksaan fisiknya sendiri
paling sering didapatkan udem palpebra mulai dari ringan sampai berat, juga terdapat
pseudomembran dan folikel serta bisa juga terdapat infiltrat kornea.
Konjungtivitis jamur
Biasanya sangat jarang terjadi dan 50% diantara terjadi tanpa gejala. Namun
demikian jika terinfeksi oleh jamur biasanya terjadi juga mata merah yang merata dan juga
terdapat sekret dan lakrimasi walupun hanya sangat sedikit. Mungkin dalam anamnesis
tambahan juga dapat kita tanyakan adanya penggunaan terapai steroid lokal dalam jangka
waktu yang lama atau pasien dalam keadaan fisik yang buruk, karena hal tersebut merupakan
faktor resiko terjadinya konjungtivitis akibat jamur.
Konjungtivitis alergi
Untuk gejala-gejala umum sama sperti tipe konjungtivitis akut lainnya yaitu terdapat
mata merah yang merata yang disertai gatal yang sangat hebat dan sangat mengganggu. Bisa
juga terdapat sekret dan lakrimasi namun biasanya sedikit. Mungkin yang perlu diperhatikan
dalam penegakkan diagnosis dari konjungtivitis alergi ini adalah ketepatan dalam anamnesis.
Dari anamnesis kita bisa menanyakan dan memperoleh hal-hal yang berkaitan dengan
riwayat alergi diantaranya menanyakan hal-hal yang dapat memicu terjadinya mata merah
seperti mungkin debu,bulu hewan, dan lain-lain. Menanyakan juga riwayat atopi dalam
keluarga dan juga rekurensi dari mata merah ini. Sedangkan dari pemeriksaan fisiknya
sendiri biasanya terdapat cobble stone papil dan juga terdapat fibrosis konjungtiva. (1)
HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
Hematoma subkonjungtiva dapat terjadi dimana pembuluh darah rapuh, yang dapat
dikarenakan usia, hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan. Dapat pula terjadi akibat trauma baik langsung maupun tidak
langsung. (2)
EPISKLERITIS
Merupakan reaksi radang jaringan ikat vascular yang terletak angtara konjungtiva dan
permukaan sclera, yang mungkin disebabkan karena reaksi hipersensitivitas terhadap
penyakit sistemik seperti TB (Tuberculosis), RA (Rheumatoid Arthritis), Lues, SLE
(Systemic Lupus Erythematosus), dll. Yang kemudian kita bisa tanyakan kepada pasien.(2)
Umumnya terjadi bilateral, namun pada kasus yang berat dapat terjadi unilateral.
SKLERITIS
Biasanya disebabkan kelainan atau penyakit sistemik. Lebih sering disebabkan penyakit
jaringan ikat, pasca herpes, sifilis dan gout(2). Dapat terjadi bilateral dan unilateral.
ANAMNESIS TAMBAHAN
Riwayat penyakit sekarang
1. Apakah mata berair? Apakah banyak, atau sedikit?
Hal ini ditanyakan untuk mengarah ke penyabab konjungtivitis dimana biasa kalau
konjungtivitis akibat virus terdapat peningkatan mata berair yang besar.
2. Apakah mata merah disertai pengeluaran kotoran mata? Kalau iya, bagaimana jumlahnya
dan warnanya?
Hal ini ditanyakan juga untuk mengetahui penyebab konjungtivitis, dimana biasanya
sekret paling banyak ditemukan pada konjungtivitis akut bakteri yang purulen dan biasa
berwarna kuning
3. Apakah disertai gatal yang sangat mengganggu?
Mengarah pada konjungtivitis alergi yang biasanya terasa gatal yang sangat
mengganggu.
4. Apakah terasa seperti terdapat benda asing?
Hal ini mengarah pada konjungtivitis akibat virus
5. Bagaimana kelopak mata saat bangun tidur?
6. Apakah ada lingkungan sekitar yang menderita gejala sama?
7. Ada penyakit penyerta lain seperti demam atau sakit tenggorokan?
Mengarah pada hipotesis konjungtivitis akibat virus
8. Apakah merasa silau?
9. Apakah ada riwayat trauma?
Mengarah pada hipotesis hematoma subkonjungtiva
10. Bagaimana perjalanan penyakitnya? Menetap atau progresif?
Mengarah pada kemungkinan skleritis dan episkleritis yang pada awalnya mungkin
hanya terjadi unilateral, yang kemudian pada kasus berat dapat menjadi bilateral
Riwayat penyakit dahulu
1. Apakah pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya?
Untuk diagnosis konjungtivitis alergi (rekurensi)
2. Apakah ada riwayat alergi pada anda atau keluarga?
Untuk diagnosis konjungtivitis alergi
3. Apakah memiliki penyakit seperti RA (Rheumatoid Arthritis), TB (Tuberculosis),
Hipertensi?
Untuk mengarah pada diagnosis skleritis, episkleritis, maupun hematoma
subkonjungtiva.
Riwayat keluarga
1. Dalam keluarga adakah yang menderita yang sama dengan pasien?
2. Bisa juga ditanyakan riwayat alergi keluarga
Riwayat pengobatan
1. Apakah mata merah ini telah diobati? Jika sudah, bagaimana hasilnya?
2. Adakah penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama misalnya kortikosteroid?
Untuk diagnosis konjungtivitis akibat jamur
Riwayat kebiasaan
1. Bagaimana kebersihan pribadi dan keluarga pasien?
2. Apakah ada hobi atau kebiasaan pasien berenang?
Untuk mendiagnoisis konjungtivitis akibat virus (tempat penularan kolam renang)
I. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dibutuhkan untuk melihat keadaan umum pasien dan status oftalmologis
pasien,dimana hal ini merupakan hal yang penting untuk diketahui supaya dapat menegakkan
diagnosis.
Status generalis
o Keadaan umum : tampak sakit ringan
o Tanda vital:
Suhu : 380c
Tekanan darah : 120 / 80 mmhg
Denyut nadi : 76x/menit
Pernafasan :16x/menit
o Pengukuran
Berat badan : -
Tinggi badan : -
o Status Mental
1. Kesadaran: compos mentis
2. Kesan sakit: sakit ringan
o Kulit
o Warna atau perubahan warna kulit
o Efloresensi/ruam kulit
o Adanya vesikel di kulit baik bilateral atau unilateral
o Kelenjar getah bening : periksa ada pembesaran atau tidak pada 1 atau lebih kelenjar
getah bening.
o Kepala :
o Wajah
o Rambut
o Mata : (status oftalmologis)
o Telinga
o Hidung
o Bibir
o Gigi dan gusi
o Lidah
o Mukosa mulut dan palatum
o Uvula
o Pharynx : pharyngitis
o Tonsil
o Bau nafas
o Leher :
Bentuk
Gerak dan reflex
Kelenjar getah bening dan thyroid
Arteri carotis dan vena jugularis serta trachea
o Thorax :
Inspeksi : bentuk thorax,sela iga, tulang dada, dan tulang belakang, gerak dinding
thorax saat pernafasan,
palpasi : menetapkan besar angulus costa,memeriksa dengan perabaan kelainan pada
dinding thorax, memeriksa vocal fremitus,memeriksa friction fremitus,meraba ictus
cordis,gerak dinding thorax saat bernafas, meraba thrill.
Perkusi : memeriksa keadaan jantung paru, menetapkan batas paru hepar, menetapkan
batas paru-lambung, menetapkan batas jantung sebelah kanan, menetapkan batas kiri
jantung, menetapkan batas-batas jantung,menetapkan batas paru-paru.
Auskultasi : suara nafas, suara tambahan
o Abdomen
tidak terdapat kelainan
o Urogenital
Tidak terdapat kelainan
o Anus dan rectum
tidak terdapat kelainan
o Ekstermitas atas dan bawah :
tidak terdapat kelainan
Status oftalmologis
OD OS
6/6 VISUS 6/6
15,6 mmHg TIO 15,6 mmHg
Baik ke segala arah Gerak Baik ke segala arah
Kedudukan : ortoforia
Edema ringan
Hiperemis
Secret (+)kering pada silia dan
palpebra
Secret sedikit
Berwarna putih
Folikel pada konjungtiva
palpebra
Pseudomembran (+)
Vesikel di kulit (-)
Palpebra Edema ringan
Hiperemis
Secret (+)kering pada silia dan
palpebra
Secret sedikit
Berwarna putih
Folikel pada konjungtiva
palpebra
Pseudomembran (+)
Vesikel di kulit (-)
Kemotik (-)
Injeksi konjungtiva (+)
Secret (+)
Banyak berwarna putih
Subkonjungtiva bleeding (-)
Konjungtiva bulbi Kemotik (-)
Injeksi konjungtiva (+)
Secret (+)
Banyak berwarna putih
Subkonjungtiva bleeding (-)
Jernih
Ulkus (-)
kornea Jernih
Ulkus (-)
Dalam COA Dalam
Bulat
Sentral
Reflek cahaya tidak langsung
dan langsung (+)
Iris dan pupil Bulat
Sentral
Reflek cahaya tidak langsung
dan langsung (+)
jernih lensa Jernih
jernih vitreus Jernih
Reflek fundus (+)
Detail tidak dinilai
Funduskopi Reflek fundus (+)
Detail tidak dinilai
Interpretasi pemeriksaan fisik
Visus :
Pada pasien pemeriksaan visus (ketajaman penglihatan) normal.Hal ini dibuktikan bahwa pasien
dapat melihat dengan batas normal dan hal ini semakin mengarahkan hipotesis kita ke golongan
penyakit mata yang merupakan mata merah tanpa penurunan visus yang berarti bisa mengenai
konjungtiva,episklera dan sclera mata.
Tekanan intraokuler
Tekanan intraokuler pada kasus ini normal pada kedua mata pasien karena berkisar dari
15-20 mmHg.
Gerakan dan kedudukan
Pada kasus ini mata pasien dalam hal gerakan dan kedudukannya normal.
Palpebra
edema ringan : edema yang terjadi pada pasien merupakan reaksi peradangan dari
konjungtiva yang berefek vasodilatasi pembuluh darah termasuk di a.superior
lateral palpebrae,dan a. superior medial palpebrae karena ini reaksi peradangan di
palpebra masih ringan,sehingga edema yang terjadi juga ringan, Selain itu di Kulit
palpebra tipis dan halus serta dihubungkan oleh jaringan ikat yang halus dengan
otot yang ada dibawahnya sehingga kulit dengan mudah dapat digerakkan, dengan
demikian maka edema dan perdarahan mudah tertumpuk disini sehingga
menimbukan pembengkakan palpebra.
Hiperemis : merupakan tanda dari radang
Secret kering pada palpebra dan silia : secret ini berasal dari sel radang yang
bermigrasi ke epitel konjungtiva setelah berasal dari lapisan stroma konjungtiva
lalu akan bergabung dengan sekresi sel goblet dan fibrin yang ada di konjungtiva
lalu dengan adanya reflek mengedip maka akan ada pengeluaran secret ini hingga
menempel pada palpebra dan silia lalu karena terpajan suhu luar maka akan
kering.\
Secret sedikit dan berwarna putih : hal ini karena pada pasien terjadi radang pada
konjungtiva sehingga di palpebra hanya mendapat efek dari secret di konjungtiva
yang keluar karena reflek berkedip mata. Selain itu secret yang berwarna putih
menunjukkkan bahwa mikroorganisme tidak mengeluarkan zat lain dari tubuhnya
dan hal ini biasa terjadi pada infeksi virus.Karena apabila infeksi bakteri,pasti
bakteri itu sendiri akan menghasilkan nanah (pus) sehingga secret lebih lengket
dan berwarna kuning.
Folikel pada konjungtiva palpebra : ini merupakan tonjolan pada jaringan
konjungtiva biasanya di bawah folikel akan terdapat cairan keruh yang terdiri atas
sebukan sel limfoid.Karena reaksi konjungtiva yang kemasukan mikroorganisme
maka akan menuju tempat yang banyak jaringan limfoid yaitu fornix konjungtiva
yang berada disekitar konjungtiva palpebra,, hal ini menimbulkan reaksi radang
sehingga ada pembesaran jaringan limfoid tersebut yang membentuk tonjolan
yang disebut folikel.Hal ini menyebabkan saat penglihatan terasa mengganjal.
Pseudomembran : karena reaksi radang pada konjungtiva sehingga membuat
secret yang akan menutupi epitel konjungtiva yang mudah diangkat disebut
pseudomembran.
Vesikel di kulit (-) :vesikel di kulit merupakan manifestasi pada infeksi virus
herpes sehingga dengan tidak adanya vesikel,hipotesis konjungtivitis Karena virus
herpes bisa dihapuskan.
Konjungtiva bulbi
Kemotik (-) : kemotik merupakan edema konjungtiva ,dengan tidak adanya hal ini dapat
kita hapuskan konjungtivitis dikarenakan virus unggas dan juga karena adanya
konjungtivitis hemoragik akut.
Injeksi konjungtiva : Konjungtiva divaskularisasikan oleh a.konjungtiva posterior yang
bisa membesar apabila ada peradangan di konjungtiva,hal ini membuktikan adanya
peradangan konjungtiva (konjungtivitis)yang biasanya ij=njeksi ini berkelok-kelok dan
sangat jelas di forniks dan mulai menipis di daerah limbus.
Secret banyak berwarna putih : karena ada peradangan di konjungtiva maka ada sebukan
dari sel radang dan fibrin dan sel goblet yang ditambahkan dengan air mata yang keluar
dengan maksud untuk mengeluarkan mikroorganisme dari konjungtiva.Sehingga secret
menjadi lebih banyak dan karena letak konjungtiva lebih superficial maka reflek tear
film yang ada akan bertambah sehingga secret lebih banyak.
Subkonjungtival bleeding : dipasien hal ini tidak terjadi berarti peradangan yang terjadi
tidak sampai ke pemecahan pembuluh darah di konjungtiva.
Kornea
Jernih dan tidak ada ulkus : hal ini menandakan kornea normal dan tidak ada ulkus,hal
inilah yang membuat penglihatan masih jelas karena pembiasan kornea yang memiliki
daya bias besar tidak terganggu.
Camera Oculi Anterior
Dalam : normal, tidak ada penumpukan sel radang juga di aquos humor di coa dan cop
sehingga tidak ada perubahan indeks bias sehingga pasien tidak silau.
Iris dan pupil
Bulat,central.reflek cahaya (+) : normal hal ini juga yang menyebabkan pasien tidak silau
karena pengaturan cahaya normal.
Lensa dan vitreus
Jernih : normal, sehingga tidak ada perubahan indeksi= bias s=dan pasien tidak silau dan
pembiasan tidak terganggu sehingga visus normal.
Funduskopi
Reflek fundus (+) : retina pada pasien normal sehingga visus tidak terganggu.
Kesimpulan interpretasi :
Pasien cenderung mendekati hipotesis konjungtivitis et.causa virus karena secret putih dan
banyak yang dihasilkan dan tanda radang di konjungtiva seperti injeksi konjungtiva,hiperemis
dan folikel serta pseudomembran.Dengan adanya pharingitis dan demam subfebris dan penularan
yang diduga secara droplet dari rekan kerjanya ini lebih mengarah ke konjungtivitis demam
faringokonjungtiva ,namun untuk lebih meyakinkan lagi harus ada pemeriksaan berupa
pemeriksaan sel darah putih yang ada (limfosit dan monosit) serta pewarnaan gram untuk
melihat apakah ada bakteri atau tidak.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan hapusan konjunctiva ditemukan adanya sel limfosit, monosit dan
granula basofil. Ini menunjukkan bahwa terjadi infeksi virus. Pada pemeriksaan gram,tidak
ditemukannya bakteri. Ini menunjukkan bahwa infeksi bukan disebabkan oleh virus.
DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis dan hasil pemeriksaan oftalmologis, kelompok kami
mendiagnosis pasien ini menderita konjungtivitis demam faringokonjungtiva oculi dextra
simistra. Berdasarkan etiologi yang mendasarinya, pasien mengalami konjungtivitis viral oculi
dextra sinistra. Berdasarkan lama perjalanannya yaitu konjungtivitis akut oculi dextra sinistra.
Penegakkan diagnosa ini didasarkan pada gejala-gejala subyektif (yang dikeluhkan
pasien) yaitu adanya kedua mata merah seluruhnya, gatal ringan, sering berair (lakrimasi), dan
kelopak yang tampak bengkak sejak 3 hari yang lalu, serta rasa perih seperti kelilipan. Kami
mendiagnosis pasien ini mengalami peradangan konjungtiva (konjungtivitis) akut.
Adanya keluhan sakit tenggorokan dan keadaan subfebris pada pasien ini mengarahkan
kami kepada kemungkinan etologinya adalah virus.
Keluhan-keluhan pasien itu juga didukung oleh ditemukannya secret yang berwarna putih
pada palpebra dan konjungtiva, adanya pseudomembran pada palpebra, dan adanya injeksi
konjungtiva.
Dengan adanya demam, sakit tenggorokan dan konjungtivitis maka kami mendiagnosis
pasien ini mengalami Konjungtivitis demam faringokonjungtiva.
PATOFISIOLOGI
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan 7 yang
ditularkan secara droplet. Dari keterangan pasien, diketahui bahwa 1 minggu yang lalu salah
seorang teman satu kantornya mengalami gejala yang sama. Diduga terjadi penularan secara
droplet sehingga virus menginfeksi konjungtiva dan ke faring melalui mulut atau hidung.
Adanya mikroorganisme yang masuk ke konjungtiva menyebabkan air mata keluar
dengan maksud untuk mengeluarkan pertahanan terhadap mikroorganisme. Air mata memiliki
lapisan minyak dari kelenjar Meibom, air mata dari kelenjar Krauss dan mucin dari sel goblet
untuk menjaga agar air mata tidak meleleh di pipi. Namun pada kasus ini, sel goblet tidak
melaksanakan fungsinya dengan optimal karena muara sel goblet pada forniks konjungtiva
dalam keadaan meradang, sehingga air mata meleleh berlebihan (lakrimasi). Kesan perih, seperti
kelilipan dan gatal kemungkinan terjadi akibat rangsangan sensoris pada N. V1 yang memberikan
rangsangan akibat ada benda asing, dimana rangsangan tersebut berupa perih dan seperti
kelilipan, serta gatal.
Pasien tidak mengalami silau karena gangguan yang terjadi pada konjungtiva bukan
merupakan media refraksi, tidak mempengaruhi pembiasan cahaya. Sehingga visus tetap normal
dan pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan sel radang pada kornea, aquos humor, vitreus dan
lensa sehingga pada saat cahaya masuk tidak terjadi perubahan indeks bias, hal inilah yang
menyebabkan pasien tidak merasa silau.
Infeksi yang disebabkan virus ini dibuktikan dengan adanya limfosit dan monosit yang
berada dalam pewarnaan Gram, hal ini kemungkinan merupakan tanda dari suatu infeksi virus
karena sel limfosit dan monosit yang meningkat saat tubuh terinfeksi virus dan tidak ditemukan
bakteri pada pewarnaan Gram.
Sekret yang dihasilkan berwarna putih dan banyak karena virus tidak menghasilkan
sekret, berbeda halnya dengan bakteri yang menghasilkan pus. Sehingga sekret mata pasien
berwarna putih, tidak adanya pus yang lengket menjadikan sekret mudah mongering, maka
pasien tidak banyak memiliki kotoran mata melainkan sekret yang berasal dari sel radang, fibrin
dan sel goblet berupa mukus. Sekret berada di epitel, maka pada saat berkedip, sekret akan
tersapu palpebra dank arena sel goblet tidak berfungsi optimal maka air mata dan sekret meleleh
keluar dan menempel di palpebra dan silia lalu mengering karena terpajan udara.
Sekret ini bila menutupi konjungtiva akan menyebabkan pembentukan pseudomembran
yang mudah diangkat,sehingga pada pengobatan alangkah baiknya bila pseudomembran ini
diangkat dulu agar pengobatan masuk dengan optimal ke konjungtiva.
Infeksi virus juga menyebabkan reaksi jaringan limfoid di bagian forniks konjungtiva
sehingga menyebabkan pembentukan folikel yang mengganjal mata karena letaknya di
konjungtiva palpebra.Selain itu karena radang di konjungtiva , pembuluh darah di palpebra juga
vasodilatasi dan turut membawa sel radang sehingga terjadi edema ringan palpebra.
Konjungtivitis demam faringokonjungtiva dapat dibuktikan juga dengan adanya injeksi
konjungtiva yang berasal dari A.konjungtiva posterior dan bentuknya berkelok-kelok dan jelas di
forniks dan menipis di limbus selain itu pasien juga mengalami demam subfebris dan faringitis
selain gejala yang ada sebelumnya.
DIAGNOSIS BANDING
Keratokonjungtivitis epidemika
Tidak dapat dijadikan sebagai diagnosis kerja dikarenakan pada pemeriksaan tidak ditemukan
adanya perdarahan subkonjungtiva, kemosis dan fotofobia. Adanya kemosis menandai fase akut,
sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan. Perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam
pada keratokonjungtivitis epidemika.
PENATALAKSANAAN
Untuk konjungtivitis demam faringokonjungtiva tidak terdapat pengobatan yang spesifik karena merupakan self limiting disease
Medikamentosa
- Pengobatan simptomatik seperti astringen untuk mengurangi gejala dan hiperemi, lubrikasi untuk mengurangi lakrimasi dan obat influenza
- Anti virus, seperti Acyclovir eye cream
- Antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
Non medikamentosa
- Pengambilan pseudomembran sebelum diberikan obat
- Kompres dingin pada 24 jam pertama lalu kompres hangat selama 3 hari setelahnya
- Pembersihan kelopak mata
- Menjaga higiene dan tidak diperkenankan berenang terlebih dahulu
- Edukasi seperti tidak menggosok mata yang sakit, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah
Pencegahan Penyakit Dari Konjungtivitis
Untuk mencegah makin meluasnya penularan konjungtivitis, kita perlu memperhatikan
langkah-langkah sebagai berikut:
Usahakan tangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan
hindari mengucek-ngucek mata.
Mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari.
Hindari berbagi bantal, handuk dan saputangan dengan orang lain.
Mencuci tangan sesering mungkin, terutama setelah kontak (jabat tangan, berpegangan,
dll) dengan penderita konjungtivitis.
Untuk sementara tidak usah berenang di kolam renang umum.
Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah
membersihkan kotoran mata. (3) (4)
KOMPLIKASI
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan
pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1. Keratokonjungtivitis dikarenakan karena perlekatan di daerah pseudomembran bisa
menyebabkan ulkus kornea.
2. Komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
3. Komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah bila sembuh
akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat mengganggu
penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
PROGNOSIS
Ad vitam : Ad bonam
Ad Fungsionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Mata dapat terkena berbagai kondisi. Beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain
bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi tersebut
dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI MATA
Mata terletak di regio orbita. Mata dilindungi oleh palpebra. Palpebra superior lebih besar dan
lebih mudah bergerak dibandingkan dengan palpebra inferior. Palpebra bagian dalam terdapat
konjungtiva. Terdapat pula glandula Zeis yang merupakan kelenjar sebasea dan glandula Moll,
serta glandula Meibom, yang menghasilkan sekret minyak untuk mencegah air mata menguap
terlalu cepat sehingga mata tidak menjadi kering, dan membantu kelopak mata agar tertutup
dengan baik.
Gambar 1. Tampak Luar Mata dan Potongan Sagital Kelopak Mata
I. Palpebra
1. Struktur
Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama adalah palpebra.
Fungsinya adalah mencegah benda asing masuk, dan juga membantu proses lubrikasi
permukaan kornea. Pembukaan dan penutupan palpebra diperantarai oleh muskulus
orbikularis okuli dan muskulus levator palpebra. Muskulus orbikularis okuli pada
kelopak mata atas dan bawah mampu mempertemukan kedua kelopak mata secara tepat
pada saat menutup mata. Pada saat membuka mata, terjadi relaksasi dari muskulus
orbikularis okuli dan kontraksi dari muskulus levator palpebra di palpebra superior. Otot
polos pada palpebra superior atau muskulus palpebra superior (Müller muscle) juga
berfungsi dalam memperlebar pembukaan dari kelopak tersebut. Sedangkan, palpebra
inferior tidak memiliki muskulus levator sehingga muskulus yang ada hanya berfungsi
secara aktif ketika memandang kebawah (Encyclopædia Britannica, 2007).
Selanjutnya adalah lapisan superfisial dari palpebra yang terdiri dari kulit,
kelenjar Moll dan Zeis, muskulus orbikularis okuli dan levator palpebra. Lapisan dalam
terdiri dari lapisan tarsal, muskulus tarsalis, konjungtiva palpebralis dan kelenjar meibom
(Wagner, 2006). [1]
Gambar Potongan Sagital Palpebra Superior
2. Inervasi
Serabut otot muskulus orbikularis okuli pada kedua palpebra dipersarafi cabang
zigomatikum dari nervus fasialis sedangkan muskulus levator palpebra dan beberapa
muskulus ekstraokuli dipersarafi oleh nervus okulomotoris. Otot polos pada palpebra dan
okuler diaktivasi oleh saraf simpatis. Oleh sebab itu, sekresi adrenalin akibat rangsangan
simpatis dapat menyebabkan kontraksi otot polos tersebut (Encyclopædia Britannica,
2007).
II. Apparatus lakrimasi
Apparatus lakrimasi dibagi menjadi dua bagian yaitu system sekresi dan system ekskresi air
mata. Berikut adalah gambar anatomi dari system lakrimasi (Wagner, 2006).
Gambar Anatomi Sistem Lakrimasi
1. Sistem sekresi air mata
Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi basal air
mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung menurun seiring
dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar air mata
utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal di atas orbita. Kelenjar
yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra superior. Setiap
kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang
lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran
pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua belas duktus yang
bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh
emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati
tepian palpebra (epiphora). Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis
pons melalui nervus intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang
maksilaris nervus trigeminus.
Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama,
mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar
utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran.
Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks superior. Sel
goblet uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan glikoprotein dalam
bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis di tepian palpebra
memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar
keringat yang juga ikut membentuk film prekorneal (Sullivan, 1996 dan Kanski,
2003). [1]
2. Sistem ekskresi air mata
Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai di
lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke
dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus
orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal.
Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya,
dan itulah sebabnya hanya sedikit yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi
sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler.
Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang mengelilingi
ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan, palpebra ditarik
ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi sakus lakrimalis
berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif pada sakus.
Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus, yang kemudian masuk
melalui duktus nasolakrimalis – karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan –
ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan mirip-katup dari epitel pelapis sakus
cenderung menghambat aliran balik air mata dan udara. Yang paling berkembang di
antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung distal duktus nasolakrimalis
(Sullivan, 1996).
Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air mata yang berhubungan dengan
fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli dan sistem lakrimal inferior
(Wagner, 2006).
Gambar Sistem Ekskresi Lakrimalis
III. Permukaan okuler
1. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari membran
mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung melapisi permukaan
bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada mata yaitu kornea. Secara anatomi,
konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris.
Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal,
tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal. Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada
tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.
Pada konjungtiva palpebra, terdapat dua
lapisan epithelium dan menebal secara bertahap
dari forniks ke limbus dengan membentuk
epithelium berlapis tanpa keratinisasi pada
daerah marginal kornea. Konjungtiva
palpebralis terdiri dari epitel berlapis tanpa
keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel
tersebut terdapat lapisan adenoid yang terdiri
dari jaringan ikat longgar yang terdiri dari
leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat
pada tarsus, sedangkan bagian bulbar bergerak
secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada daerah kornea (Sihota, 2007).
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan – bersama dengan banyak vena konjungtiva
yang umumnya mengikuti pola arterinya – membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva
yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan
lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk
pleksus limfatikus yang banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
pertama (oftalmik) nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat
nyeri. (Riordan-Eva, 2000).
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan kebutuhan
oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata dengan mekanisme
pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai
darah. Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel
mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk
IgA (Sihota, 2007). Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi
menjadi dua grup besar yaitu (Kanski, 2003):
1) Penghasil musin
a) Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah
inferonasal.
b) Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis
superior dan sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.
c) Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2) Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar Krause dan
kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini terletak dalam dibawah substansi propria.
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena
suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah
menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan
merupakan medium yang baik (Sihota, 2007).
2. Kornea
Kornea merupakan membran pelindung dan ‘jendela’ yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Kornea meliputi seperenam dari permukaan anterior bola mata.
Kelengkungannya lebih besar dibandingkan permukaan mata lainnya. Perbatasan antara
kornea dan sklera disebut sebagai limbus (ditandai dengan adanya sulkus yang dangkal –
sulkus sklera). Kornea terdiri dari 3 lapisan yaitu epitel, substansi propria atau stroma dan
endotel. Diantara epitel dan stroma terdapat lapisan atau membran Bowman dan diantara
stroma dan endotel terdapat membran descemet.
Berikut adalah gambaran histologinya (Lang, 2006).
Kornea
yang sehat adalah
avaskular dan tidak memiliki saluran limfatik. Nutrisi sel kornea didapat melalui difusi
dari cairan akueus, kapiler pada limbus, dan oksigen yang terlarut dalam film prekorneal.
Metabolisme kornea cenderung aerobik dan mampu berfungsi baik secara anaerobik
selama enam sampai tujuh jam. Sel yang bermetabolisme secara aktif adalah endotel,
epitel dan sel keratosit stroma. Oksigen yang menyuplai kornea kebanyakan berasal dari
film prekorneal dengan kontribusi sedikit dari kapiler di limbus dan gradien oksigen.
Suplai glukosa pada kornea 90% berasal dari cairan akueus dan 10% dari kapiler limbus.
Persarafan kornea berasal dari divisi oftalmik nervus trigeminus. Percabangan nervus ini
berasal dari ruang perikoroidal, menembus sklera dan membentuk pleksus. Pleksus ini
akan menyebar secara radier dan kemudian masuk ke stroma kornea. Serat saraf ini akan
kehilangan selaput mielin dan bergabung membentuk pleksus subepitel kornea. Cabang
terminal nervus ini akan menembus lapisan Bowman, menyebar dan membentuk pleksus
intraepitel. Saraf ujung bebas inilah yang responsif terhadap nyeri dan suhu. Akibat dari
banyaknya persarafan, hal ini menyebabkan kornea sangat sensitif terhadap berbagai
stimuli.
Epitel dan endotel kornea memiliki fungsi untuk menjaga agar cairan pada stroma
kornea tetap dalam keadaan stabil. Sel- sel pada kedua lapisan ini kaya akan lipid dan
bersifat hidrofobik (sedangkan stroma bersifat hidrofilik) sehingga solubilitas garam
menjadi rendah. Sel epitel memiliki junction complexes yang mencegah masuknya air
mata kedalam kornea atau keluarnya cairan dalam kornea ke film prekorneal. Sel endotel
juga memiliki junction complexes namun influks dari cairan akueus dapat terjadi dengan
adanya mekanisme transpor aktif Na-K ATPase (Sihota, 2007). (5)
Otot-otot Penggerak Bola Mata
Kelopak mata tertutup jika otot orbicularis oculi berkontraksi dan otot levator palpebra
berelaksasi. Kelopak mata terbuka jika otot levator palpebra yang dipersarafi oleh N. III
berkontraksi sehingga mengangkat kelopak mata atas.
Bola mata digerakkan oleh M. Obliquus superior
yang dipersarafi oleh N. IV untuk melihat ke
bawah dan lateral; M. Obliquus inferior yang
dipersarafi oleh N. III untuk melihat ke atas dan
lateral; M. Rectus medial yang dipersarafi oleh
N.III untuk melihat ke arah medial; M. Rectus
lateralis yang dipersarafi N. VI untuk melihat
kearah lateral; M. Rectus superior yang dipersarafi oleh N.III untuk melihat ke atas dan medial;
M. Rectus inferior yang dipersarafi N.III untuk melihat kebawah dan medial.(6)
FISIOLOGI
PENGLIHATAN NORMAL
Cahaya masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Pupil merupakan lubang bundar anterior di
bagian tengah iris yang mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata. Pupil membesar bila
intensitas cahaya kecil (bila berada di tempat gelap), dan apabila berada di tempat terang atau
intensitas cahayanya besar, maka pupil akan mengecil. Yang mengatur perubahan pupil tersebut
adalah iris. Iris merupakan cincin otot yang berpigmen dan tampak di dalam aqueous humor,
karena iris merupakan cincin otot yang berpigmen, maka iris juga berperan dalam menentukan
warna mata. Setelah melalui pupil dan iris, maka cahaya sampai ke lensa. Lensa ini berada
diantara aqueous humor dan vitreous humor, melekat ke otot–otot siliaris melalui ligamentum
suspensorium. Fungsi lensa selain menghasilkan kemampuan refraktif yang bervariasi selama
berakomodasi, juga berfungsi untuk memfokuskan cahaya ke retina. Apabila mata memfokuskan
pada objek yang dekat, maka otot–otot siliaris akan berkontraksi, sehingga lensa menjadi lebih
tebal dan lebih kuat. Dan apabila mata memfokuskan objek yang jauh, maka otot–otot siliaris
akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Bila cahaya sampai ke retina,
maka sel–sel batang dan sel–sel kerucut yang merupakan sel–sel yang sensitif terhadap cahaya
akan meneruskan sinyal–sinyal cahaya tersebut ke otak melalui saraf optik. Bayangan atau
cahaya yang tertangkap oleh retina adalah terbalik, nyata, lebih kecil, tetapi persepsi pada otak
terhadap benda tetap tegak, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu
sebagai keadaan normal.
Gambar 5. Fisiologi penglihatan
Fisiologi mengedip
A. Reflex mengedip
Banyak sekali ilmuan mengemukakan teori mengenai mekanisme refleks kedip
seperti adanya pacemaker atau pusat kedip yang diregulasi globus palidus atau
adanya hubungan dengan sirkuit dopamin di hipotalamus. Pada penelitian Taylor
(1999) telah dibuktikan adanya hubungan langsung antara jumlah dopamine di
korteks dengan mengedip spontan dimana pemberian agonis dopamin D1
menunjukkan peningkatan aktivitas mengedip sedangkan penghambatannya
menyebabkan penurunan refleks kedip mata.
Refleks kedip mata dapat disebabkan oleh hampir semua stimulus perifer, namun
dua refleks fungsional yang signifikan adalah (Encyclopædia Britannica, 2007) [1]:
1) Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan konjungtiva yang
disebut refleks kedip sensoris atau refleks kornea. Refleks ini berlangsung cepat
yaitu 0,1 detik.
2) Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut refleks kedip
optikus. Refleks ini lebih lambat dibandingkan refleks kornea.[1]
B. Ritme Normal Kedipan mata
Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara reguler dengan interval dua
sampai sepuluh detik dengan lama kedip selama 0,3-0,4 detik. Hal ini merupakan
suatu mekanisme untuk mempertahankan kontinuitas film prekorneal dengan cara
menyebabkan sekresi air mata ke kornea. Selain itu, mengedip dapat membersihkan
debris dari permukaan okuler. Sebagai tambahan, mengedip dapat mendistribusikan
musin yang dihasilkan sel goblet dan meningkatkan ketebalan lapisan lipid
(McMonnies, 2007). Iwanami (2007) mengemukakan bahwa muskulus Riolan dan
muskulus intertarsal dipercaya berhubungan dengan sekresi kelenjar meibom.
Menurut Hollan (1972), frekuensi mengedip berhubungan dengan status mental
dan juga diregulasi oleh proses kognitif. Kara Wallace (2006) pada Biennial
International Conference on Infant Studies XVth di Jepang (Abelson, 2007)
menyatakan bahwa berbicara, menghapal, dan perhitungan mental (mental
arithmatic) dihubungkan dengan peningkatan frekuensi mengedip. Sedangkan
melamun, mengarahkan perhatian dan mencari sumber stimulus diasosiasikan dengan
penurunan frekuensi mengedip mata. Namun, kedipan mata dapat bervariasi pada
setiap aktivitas seperti membaca, menggunakan komputer, menonton televisi,
mengendarai alat transportasi, dan memandang. Frekuensi mengedip juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal seperti keletihan, pengaruh medikasi, stres dan keadaan
afektif (Doughty, 2001). (5)
Perjalanan dan Sistem Drainase Aqueous Humor
Aqueous humor adalah cairan jernih yang mengisi COA yang berfungsi memberi nutrisi pada
organ mata yang avaskular seperti kornea. Komposisinya serupa dengan plasma, tetapi dengan
konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi, serta protein, urea, glukosa yang lebih
rendah. Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Aqueous humor memasuki COA melalui
pupil lalu menuju anyaman trabekular di sudut COA.
Anyaman trabekular terdiri atas berkas jaringan kolagen dan elastic, membentuk suatu saringan
dengan ukuran pori-pori yang semakin mengecil saat mendekati kanal Schlemm. Saluran eferen
kanal Schlemm sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous, menyalurkan cairan ke
dalam sistem vena.(7,8)
Gambar 4. Jalur aquos humor
KONJUNGTIVITIS
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum didunia. Penyakit ini
bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan
banyak secret purulen kental. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.
Gejala konjungtivitis
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar,
sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda asing dan sensasi tergores
atau terbakar sering dihubungkan dengan edema dan hipertrofi papila yang biasanya menyertai
hiperemi konjungtiva. Jika ada rasa sakit, artinya kornea juga terkena.
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
Terdapat dua jenis konjungtivitis bakteri: akut dan kronik. Konjungtivitis akut biasanya jinak dan
dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 14 hari. Pengobatan dengan salah satu obat
antibakteri yang tersedia biasanya menyembuhkan dalam beberapa hari. Sebaliknya,
konjungtivitis hiperakut (purulen) yang disebabkan Neisseria gonorrhoeae atau Neisseria
meningitis dapat menimbulkan komplikasi mata berat bila tidak diobati dini. Konjungtivitis
kronik biasanya sekunder terhadap penyakit palpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis.
Tanda dan gejala
umumnya bermanifestasi dalam bentuk iritasi dan pelebaranb pembuluh darah (injeksi)
bilateral,eksudat purulen dengan palpebra saling melengket saat bangun tidur, dan kadang-
kadang edema palpebra. Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan melalui tangan menular
kemata sebelahnya. Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui benda yang dapat
menyebarkan kuman (fomit).
KONJUNGTIVITIS VIRAL
Konjungtivitis viral adalah suatu oenyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis
virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi
ringan yang cepat sembuh sendiri.
1. Konjungtivitis Folikular Viral Akut
Deman Faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh deman 38.3-400 C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuller pada satu atau dua mata. Folikel sering sangat mencolok pada kedua
konjungtiva dan mukosa faring. Penyakit ini bias bersifat unilateral atau bilateral. Mata merah
dan berair sering terjadi, selain itu mungkin ada keratitis epitel superficial untuk sementara dan
sesekali terdapat sedikit preaurikular (tidak nyeri tekan). Sindrom ini mungkin tidak lenyap,
hanya terdiri atas satu atau dua tanda utama (demam, faringitis, dan konjungtivitis)
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovorus tipe 3 dan kadang-
kadang oleh tipe 4 dan 7. Virusnya dapat dibiakkan dalam sel-sel HeLa dan diidentifikasi oleh
uji netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit , virus ini juga didiagnosis secara serologis
melalui peningkatan titer antibody penetral-virus. Namun, diagnosis klinis adalah suatu hal yang
mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh dalam biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan
mudah menular di kolam renang berklor rendah. Tidak adad pengobatan spesifik, tetapi
konjungtivitis umumnya sembuh sendiri kira-kira dalam 10 hari.
Pada kasus yang berat dapat diberikan steroid topical 3-4 tetes per hari untuk
mempercepat pemulihan terhadap inflamasinya(9).
2. Konjungtivitis Viral Kronik
Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat menimbulkan
konjungtivitis folikular kronik unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan mungkin
menyerupai trakoma. Reaksi radangnya terutama mononuclear (berbeda dengan reaksi pada
trakoma). Lesi bulat, berombak, putih-mutiara, non-inflamatorik denagn pusat yang melekuk
khas untuk molluscum kontagiosum. Biopsy menunjukkan inklusi sitiplasma eosinofilik yang
memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti kesatu sisi.
KONJUNGTIVITIS JAMUR
Konjungtivitis Candida
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Candida spp (biasanya Candida albicans) adalah infeksi
yang jarang terjadi; umumnya tampak sebagai bercak putih. Keadaan ini dapat timbul pada
pasien diabetes atau pasien yang terganggu system imunnya, sebagai konjungtivitis ulcerative
atau granulomatosa.
Kerokan menunjukkan reaksi radang sel polimorfonuklear. Organism mudah tumbuh pada agar
darah atau media agar Sabouraud dan mudah diidentifikasi sebagai ragi bertunas (budding yeast)
atau sebagaipseudohifa (jarang). (1)
KESIMPULAN
Pasien menderita konjungitivitis viral akut, diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
gejala klinis dan temuan pada pemeriksaan fisik. Diduga pasien tertular virus oleh teman
sekantornya yang sebelumnya menderita gejala yang sama. Umumnya disebabkan oleh
adenovirus, dan pada host yang immunocompetent merupakan self limiting disease, namun tetap
memerlukan terapi adekuat karena dikhawatirkan infeksi dapat berlanjut menuju kornea, dimana
hal ini sangat tidak diharapkan karena kornea merupakan media refraksi yang berperan sangat
penting sementara kornea tidak memiliki daya regenerasi. Penyakit ini dapat dicegah, dengan
selalu menjaga kebersihan individual dan hindari menyentuh mata dengan tangan yang belum
dicuci.
DAFTAR PUSTAKA
1. Garcia, JF. Konjungtiva. In: Riordan P, Whitcher JP. Oftalmologi umum 17 th ed. Jakarta:
EGC; 2009. p. 97-112
2. Sidarta,I. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
p.118-20.
3. Mansjoer, Arif dkk. Konjungtivitis . Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I. Medica
Aesculapius FKUI, Jakarta : 2001
4. Sidarta, Ilyas. Penuntun ilmu penyakit mata . Ed.3. Balai penerbit FKUI Jakarta : 2008
5. Meutia, N. Dampak Paparan Asap Rokok Terhadap Frekuensi Mengedip dan Keluhan
yang Dirasakan pada Mata Pria Usia 20-40 Tahun di Kelurahan Kesawan Medan.
Diunduh dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16739/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses pada tanggal 9 Sepetember 2011.
6. Snell RS. Basic Anatomy: The Head and Neck. Clinical Anatomy. In: Sun B, editor. 7 th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004. p 818-33.
7. Ocular Pathology: Anatomy of The Human Eye. Available at:
http://www.images.missionforvisionusa.org/anatomy/2005/10/cornea-histology.html.
Accessed September 18, 2011.
8. Salmon JF. Glaukoma. Oftalmologi Umum. In: Susanto D, editor. 17th ed. Jakarta:
Penerbit EGC. 2007. p 214.
9. Sandford-Smith J. Eye Disease in Hot Climates. 4th ed. Elsevier, India: 2003. p.126.
Recommended