View
198
Download
6
Category
Preview:
DESCRIPTION
muhtadi
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia melakukan komunikasi setiap saat dalam setiap setting kehidupan
baik itu antara individu dengan individu dan individu dengan kelompok. Manusia
sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup.
Manusia perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis, seperti minum, makan, dan memenuhi kebutuhan psikologis,
seperti kebahagiaan, sukses, rasa ingin tahu, dan lain-lain.
Komunikasi dapat terjadi pada siapa saja, baik antara guru dan muridnya,
orang tua dengan anak, pedagang dengan pembeli, dan sebagainya. Pada
dasarnya komunikasi tidak hanya berupa memberitahukan dan mendengarkan
saja. Komunikasi harus mengandung informasi, sikap, ide, opini atau pendapat.
Komunikasi merupakan suatu proses mulai dari merancang pesan, mendengarkan
pesan, menginterpretasikan pesan, memahami pesan, sampai pada penyampaian
pesan kembali oleh penerima (komunikan) untuk mencapai kesepakatan atau
tujuan bersama. Salah satu jenis komunikasi, yaitu komunikasi antar pribadi yang
merupakan jenis komunikasi yang efektif. Komunikasi antar pribadi
didefinisikan sebagai proses hubungan yang tercipta, tumbuh dan berkembang
antar individu yang satu (sebagai komunikator) dengan individu lain (sebagai
komunikan), komunikator dengan gayanya sendiri menyampaikan pesan kepada
komunikan, sedangkan komunikan dengan gayanya sendiri menerima pesan dari
komunikator.
Dalam komunikasi antar pribadi kita sebagai pelaku komunikasi harus
mengetahui dan memahami syarat, unsur-unsur, dan cara berkomunikasi yang
efektif. Selain itu juga perlu memahami fungsi komunikasi antar pribadi, hal-hal
yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi, komunikasi antar pribadi yang
efektif hingga implementasinya dalam kegiatan konseling. Semua itu akan
dibahas oleh penyusun dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian komunikasi antar pribadi?
2. Apa fungsi komunikasi antar pribadi?
3. Bagaimana komunikasi antar pribadi yang efektif?
4. Bagaimana hubungan antar pribadi itu terjadi?
5. Bagaimana implementasi komunikasi antar pribadi yang efektif dalam
konseling?
1.3 Tujuan
Tujuan Umum : Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi komunikasi
antar pribadi.
Tujuan Khusus : 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian komunikasi antar
pribadi
2. Mahasiswa dapat menyebutkan fungsi komunikasi antar
pribadi.
3. Mahasiswa dapat menyebutkan komunikasi antar pribadi
yang efektif.
4. Mahasiswa dapat menjelaskan hubungan antar pribadi dan
menyebutkan jenis-jenis hubungan antar pribadi
5. Mahasiswa dapat mengimplementasikan dan
mempraktekkan secara langsung komunikasi antar pribadi
dalam konseling
1.4 Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini bagi mahasiswa, yaitu agar mahasiswa dapat
rmengimplementasikan komunikasi antar pribadi yang efektif ke dalam proses
konseling. Sehingga proses konseling dapat berjalan efektif dan terentaskannya
masalah yang dihadapi oleh konseli.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Komunikasi Antar Pribadi
Sebelum membahas mengenai definisi komunikasi antar-pribadi, kita perlu
membedakan antara komunikasi non-antarpribadi dan komunikasi antarpribadi.
Miller dan Steinberg (1975) membedakannya berdasarkan tingkatan analisis yang
digunakan untuk melakukan prediksi guna mengetahui apakah komunikasi itu bersifat
non-antarpribadi atau antarpribadi. Menurut mereka terdapat tiga tingkatan dalam
melakukan prediksi, yaitu kultural, sosiologi, dan psikologis.
a. Analisis Tingkat Kultural
Kultur merupakan keseluruhan karangka kerja komunikasi: kata- kata,
tindakan-tindakan, postur, gerak-isyarat, nada suara, ekspresi wajah, penggunaan
waktu, ruang, dan materi, dan cara ia bekerja, bermain, bercinta, dan
mempertahankan diri. Kesemuanya itu dan selebihnya merupakan sistem-sistem
komunikasi yang lengkap dengan makna-makna yang hanya dapat dibaca secara tepat
apabila seseorang akrab dengan prilaku dalam konteks sejarah, sosial, dan kultural
( Edward T. Hall, 1976 ). Terdapat dua macam-macam, yaitu homogeneous apabila
orang-orang di suatu kultur berprilaku kurang lebih sama dan menilai sesuatu juga
sama. Sedangkan yang heterogemous adanya perbedaan-perbedaandi dalam pola
prilaku dan nilai-nilai yang dianutnya. Jadi, apabila komunikator melakukan prediksi
terhadap reaksi penerima atau receiver sebagai akibat menerima pesan dengan
mengguanakan dasar kultural.
Pada analisis tingkat kultural sering terjadi kesalahan dalam menangkap
makna yang disamapikan komunikator dan komunikator sering juga menyampaikan
pesan yang kurang dimengerti oleh komunikan misalnya dalam berkomunikasi
dengan orang berbeda latar budaya dalam menggunakan kata-kata yang terkadang
memiliki makna yang berbeda. Misalnya , kata cokot bagi orang Jawa dan Sunda
berbeda maknanya bagi orang Jawa, kata tersebut memiliki arti “ mengigit” dan bagi
orang sunda berarti “ mengambil”. Men-cokot sabun bagi orang Sunda berarti
mrngambil sabun sedangkan bagi orang Jawa berarti mengigit sabun. Perbedaan
makna tersebut bisa juga berkaitan dengan stereotip sosial yang sifatnya negatif
terhadap pihak lain. Jadi, bukan hanya masalah perbedaan makana sebuah kata tetapi
bisa juga perbedaan sikap, persepsi seseorang terhadap orang lain yang berbada latar
belakang budayanya. Selain itu juga manyangkut masalah tradisi, adat istiadat,
kebiasaan, peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang bisa saja berbeda
dengan budaya lain.
b. Analisi Pada Tingkat Sosiologis
Apabila prediksi komunikator tentang reaksi komunikan terhadap pesan-pesan
yang ia sampaikan didasarkan kepada keanggotaan komunikan didalam kelompok
sosial tertentu, maka komunikator melakukan prediksi pada tingkat sosiologis.
Keanggotaan kelompok merupakan golongan orang-orang yang memiliki
karakteristik tertentu yang sama. Kelompok menyerupai budaya karena anggota
kelompok memperlihatkan pola perilaku dan nilai yang membedakannya dari
kelompok lain. Kelompok pada umumnya terdapat jumlah anggota yang lebih sedikit
dibandingkan dengan anggota yang ada di seluruh budaya.
c. Anlisis Pada Tingkat Psikologis
Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan
terhadap prilaku komunikasi didasarkan pada analisis dari pengalaman-pengalaman
belajar individual yang unik maka prediksi itu didasarkan pada analisis tingkat
psikologis. Dua orang yang sering berinteraksi mencari perbedaan – perbedaan yang
relevan pada orang yang diajak komunikasi. Jadi komunikator melihat bahwa setiap
orang memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya satu sama lainnya. satu
sama lain terutama pada data psikologis secara khusus menegaskan bahwa mereka
mengenal satu sama lain sebagai individu. Penegasan ini berarti bahwa telah
mendapatakan pengertian didalam karakteristis yang unik mengenai kepribadian satiu
sama lain.
Memahami komunikasi dan hubungan antar pribadi dari sudut padang
individu adalah menempatkan pemahaman mengenai komunikasi di dalam proses
psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan
makna tersendiri terhadap hubungan dimana dia terlihat di dalamnya. Karena
pemahaman tersebut bersifat sangat pribadi dan sangat bermakna bagi individu, maka
pemahaman psikologis acapkali dianggap sebagai makna yang sesungguhnya dari
suatu hubungan antar pribadi.
Perbedaan Pokok Antar Komunikasi Non-Antarpribadi Dan Komunikasi
Antarpribadi
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibedakan antara komunikasi antar
pribadi dan komunikasi non-antar pribadi. Apabila prediksi mengenai hasil
komunikasi terutama didasarkan pada tingkat analisis kultural dan sosiologis, maka
komunikator terlibat dalam komunikasi non-antarpribadi. Pada komunikasi non-
antarpribadi di tingkat kultural dan sosiologis, prediksi mengenai hasil – hasil
komunikasi dapat disamakan dengan apa yang dinamakan generalisasi rangsangan
(stimulus generalization) yakni individu dalam melakukan prediksi mencari
kesamaan di antara para pelaku komunikasi lainnya. Generalisasi rangsangan mirip
dengan proses abstraksi. Contohnya adalah ketika kita melakuakan sebuah observasi
terhadap sekelompok objek, misalnya mengenai jabatan seorang direktur, kita akan
membuat aspek – aspek yang memiliki kesamaan. Dengan begitu, kita akan dapat
menyimpulkan bahwa orang yang memiliki jabatan direktur adalah orang yang
memiliki ciri, seperti : selalu berdasi, rapi, berkemeja, memiliki banyak anak buah,
dan sebagainya. Namun terkadang generalisasi rangsangan ini tidak sesuai dengan
kenyataan. Terkadang saat kita bertemu dengan seseorang dengan ciri direktur,
ternyata hal tersebut jauh dari kenyataan, karena ternyata orang yang bersangkutan
hanyalah seorang sales.
Sebaliknya, pada komunikasi antarpribadi, prediksi pada tingkat psikologis
mengenai hasil komunikasi dapat disamakan dengan perbedaan rangsangan (stimulus
discrimination), yaitu seseorang dalam melakukan prediksi mencari perbedaan yang
relevan pada komunikan. Jadi komunikator melihat bahwa individu memiliki
karakteristik yang khas yang membedakannya satu sama lainnya.
.Komunikasi antar pribadi sesungguhnya baru akan tercipta kalau terdapat
kesadaran dari dua pihak untuk mengamati keadaan masing-masing pihak dan
memberikan respon atas keadaan tersebut. Sebagaimana sifat komunikasi, maka
hubungan yang terjadi ditandai dengan adanya sikap saling memperhatikan, saling
memahami, penuh pengertian, dan keakraban. Berdasarkan uraian di atas, maka
Komunikasi Antarpribadi dapat di definisikan sebagai proses hubungan yang tercipta,
tumbuh dan berkembang antar individu yang satu (sebagai komunikator) dengan
individu lain (sebagai komunikan), komunikator dengan gayanya sendiri
menyampaikan pesan kepada komunikan, sedangkan komunikan dengan gayanya
sendiri menerima pesan dari komunikator.
2.2 Fungsi Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi memiliki 2 fungsi yaitu fungsi sosial dan fungsi
pengambilan keputusan :
1. Fungsi Sosial
Untuk kebutuhan biologis dan psikologis
Sejak lahir kita tidak dapat hidup sendiri untuk mempertahankan hidup.
Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis kita seperti dan minum, dan memenuhi kebutuhan
psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan. Melalui komunikasi pula kita
dapat memenuhi kebutuhan emosional kita dan meningkatkan kesehatan
mental kita. Kita belajar makna cinta, kasih sayang, keintiman, simpati, rasa
hormat, rasa bangga, bahkan iri hati dan kebencian. Melalui komunikasi kita
dapat mengalami berbagai kualitas perasaan itu dan membandingkannya
antara perasaan satu dengan perasaan yang lain.
Mengembangkan hubungan timbal balik
Komunikasi dengan suatu proses sebab-akibat atau aksi-reaksi yang
arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan baik secara verbal atau
nonverbal, seseorang penerima beraksi dengan jawaban verbal atau
menggunakan kepala, kemudian orang pertama beraksi lagi setelah menerima
respons atau umpan balik dari kedua, dan begitu seterusnya. Jadi hubungan
timbal balik ini berfungsi sebagai unsur pemerkarya, pemerkuat komunikasi
antar pribadi sehingga harapan-harapan dalam proses komunikasi menjadi
sungguh-sunguh terjadi.
Untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu diri sendiri
Komunikasi itu penting membangun konsep diri kita, aktualisasi diri,
kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan.
Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa
diri kita dan itu hanya bias kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang
lain kepada kita. Pernyataan eksistensi diri orang berkomunikasi untuk
menunjukkan dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan
eksistensi diri. Ketika berbicara, kita sebenarnya menyatakan bahwa kita ada.
Menangani konflik
Untuk melakukan komunikasi dengan baik, sebaiknya kita mengetahui
situasi dan kondisi serta karakteristik lawan bicara. Sebagaimana yang kita
tahu, bahwa setiap manusia itu seperti sebuah radar yang melingkupi
lingkungan. Manusia bias menjadi sangat sensitive pada bahasa tubuh, ekspresi
wajah, postur, gerakan, intonasi suara yang akan membantu individu untuk
memberi penekanan pada kebenaran, ketulusan dan reliabilitas dari komunikasi
itu sendiri sehingga komunikasi itu sendiri dapat mempengaruhi pola pikir
lawan bicara kita. Dengan demikian KAP berfungsi untuk mengurangi atau
mencegah timbulnya suatu konflik didalam suatu organisasi atau kelompok
masyarakat. Dengan adanya KAP maka permasalahan kecil.
2. Fungsi pengambilan keputusan
Manusia berkomunikasi untuk membagi informasi
Dalam proses memberi atau bertukar informasi, komunikasi sangat
memiliki pengaruh yang sangat efektif digunakan karena dalam hal ini
komunikasi dapat mewakili informasi yang dikehendaki dalam pesan yang dia
sampaikan sebagai bahan perakapan pada kegiatan komunikasi.
Manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain
Komunikasi yang berfungsi seperti ini mengandung muatan persuasif
dalam arti pembicara ingin pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau
informasi yang disampaikan akurat dan layak untuk diketahui. Bahkan
komunikasi yang sifatnya menghiburpun secara tidak langsung membujuk
kalayak untuk melupakan persoalan hidup mereka.
Hal-hal yang mempengaruhi komunikasi antar pribadi :
1. Persepsi Interpersonal
Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi, atau
menafsirkan informasi inderawi. Persepsi interpersonal adalah
meberikanmakna terhadap stimui inderawi yang berasal dari seseorang
(komunikan), yang berupa pesan verbal dan nonverbal. Kecermatan dalam
persepsi interpersonal akan berpengaruh terhaddap keberhasilan komunikasi,
seorang peserta komunikasi yang salah memberi makna terhadap pesan akan
mengakibatkan kegagalan komunikasi.
2. Konsep diri
Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.
Konsep diri yang positif, ditandai dengan 5 hal yaitu :
a. Yakin akan kemampuan mengatasi masalah
b. Merasa setara dengan orang lain
c. Menerima pujian tanpa rasa malu
d. Menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan
dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat.
e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah.
Konsep diri merupakan factor yang sangat menentukan dalam komunikasi
antar pribadi yaitu :
Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiaporang bertingkah laku sedapat
mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seorang mahasiswa
menganggap dirinya sebagai orng yang rajin, ia akan berusaha menghadiri
kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, memplajari materi kuliah
dengan sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.
Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan
komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain
meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep
diri menjadi dekat dengan kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan
pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman dan
gagasan baru.
Percaya diri. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai
communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi
disebabkan oleh kurangnya percaya diri. Untuk menumbuhkan percaya diri,
menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu.
Selektifitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena
konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri
( terpaan selektif ), bagaimana kita mempersepsi pesan ( persepsi selektif ),
dan apa yang kita ingat ( ingatan selektif ). Selain itu konsep diri juga
berpengaruh dalam penyandian pesan ( penyandian selektif ).
3. Atraksi Interpersonal
Atraksi Interpersonal adalah kesukaan pada orang lain, sikap positif
dan daya tarik seseorang. Komunikasi antar pribadi dipengaruhi atraksi
interpersonal dalam hal :
Penafsiran pesan dan penilaian. Pendapat dan penilaian kita terhadap orang
lain tidak semata – mata berdasarkan pertimbangan rasional, kita juga
makhluk emosional. Karena itu, ketika kita menyenangi seseorang, kita juga
cenderung melihat segala hal yang berkaitan dengan dia secara positif
sebaliknya jika membencinya, kita cenderung melihat karakteristiknya
secara negative.
Efektivitas komunikasi. Komunikasi antar pribadi dinyatakan efektif bila
pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan.
Bila kita berkumpul dengan satu kelompok yang memiliki kesamaan dengan
kita, kita akan gembira dan terbuka. Bila kita berkumpul dengan orang yang
kita benci akan membuat kita tegang, resah, dan tidak enak. Kita akan
menutup diri dan menghindari komunikasi.
4. Hubungan Interpersonal
Hubungan Interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antara
seseorang dengan orang lain. Hubungan interpersonal yang baik akan
menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya,
makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga
makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara peserta komunikasi.
Miller ( 1976 ) dalam explorations in interpersonal communication,
menyatakan bahwa “memahami proses komunikasi interpersonal menuntut
hubungan simbiosis antara komunikasi dan perkembangan rasional, dan
pada gilirannya ( secara serentak ), perkembangan rasional mempengaruhi
sifat komunikasi antar pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut.”
Lebih jauh, Jalalludin Rakhmat ( 1994 ) memberi catatan bahwa
terdapat tiga factor dalam komunikasi antar pribadi yang menumbuhkan
hubungan interpersonal yang baik, yaitu : a. percaya, b. sikap suportif, dan c.
sikap terbuka.
2.3 Komunikasi Antar Pribadi yang Efektif
Jalaluddin Rachmat (1986:147) menyatakan bahwa komunikasi antar pribadi
yang efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi
komunikan. Bila kita berkumpul dalam satu kelompok yang memiliki kesamaan
dengan kita, maka kita akan menyenangi mereka. Komunikasi pun berlangsung lebuh
santai, gembira, dan terbuka. Sedangkan apabila kita berkumpul dengan orang-orang
yang kita benci atau tidak sukai, maka akan membuat kita tegang, resah dan tidak
enak. Kita akan cenderung menutup diri dan menghindari komunikasi.
a. Komunikasi antar pribadi yang efektif harus adanya:
1. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka
kepada orang yang diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus
dengan segera membuka semua riwayat hidupnya. Aspek keterbukaan yang kedua
mengacu kepada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap
stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada
umumnya merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin orang
bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Dan kita berhak
mengharapkan hal ini. Kita memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi
secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut “kepemilikan”
perasaan dan pikiran (Bochner dan Kelly, 1974). Terbuka dalam pengertian ini
adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang kita lontarkan adalah memang
milik kita dan kita dapat mempertanggungjawabkannya.
2. Empati
Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai “kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat
tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.
Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya,
berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang
sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain,
perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa
mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non verbal.
Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan memperlihatkan
(1) keterlibatan aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik
yang sesuai; (2) konsentrasi terpusat meliputi kontak mata, postur tubuh yang
penuh perhatian, dan kedekatan fisik; (3) sentuhan atau belaian yang sepantasnya.
3. Sikap Mendukung
Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap
mendukung. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung.Kita memperlihatkan sikap mendukung dengan
bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif, (2) spontan, bukan strategic, dan (3)
provisional, bukan sangat yakin.
4. Sikap Positif
Sikap positif mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki
sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada
yang lebih menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak
menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau
suasana interaksi
5. Kesetaraan
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang
mungkin lebih pandai. Lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis
daripada yang lain. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam
segala hal. Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih
efektif bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing
pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu
hubungan interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan, ketidak-sependapatan dan
konflik lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada
daripada sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak
mengharuskan kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal
dan nonverbal pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau
menurut istilah Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan
”penghargaan positif tak bersyarat” kepada orang lain.
b. Unsur – unsur Komuniasi yang Efektif
Jika ingin komunikasi menjadi efektif maka unsure-unsur berikut perlu
diperhatikan.
1. Sumber (komunikasi). Komunikator sebagai pengirim esan hendaknya
benar-benar siap dengan pesanya. Pesan dikemas dengan bahasa tulis
atau bahasa lisan yang benar-benar bisa dipahami oleh pendengar pesan.
2. Media atau saluran pengiriman pesan. Media yang digunakan dalam
mengirim pesan juga harus jelas dan tidak bias. Mengajarkan organ
tubuh manusia bagi anak-anak sekoah dasar maka medianya harus jelas
dengan menggunakan alat perasa torso manusia.
3. Menerima pesan ( komunikan atau receiver). Pihak penerima pesan juga
harus siap menerima pesan. Dengan pengetahuannya atau emahamannya
maka komunikan harus focus pada pesan yang diterima.
4. Efek, yaitu apa yang terjadi setelah menerima pesan. Apakah dengan
mudah komunikan merespon kembali pesan yang diterima, atau apakah
ada perubahan sikap setelah melakukan komunikasi, atau apakah terjadi
perubahan perilaku. Jika terjadi perubahan yang diharapkan oleh
komunikator sebagai akibat dari komunikasi iti maka komunikasi akan
menjadi sangat efektif.
c. Syarat - syarat Komunikasi yang Efektif
Agar komunikasi menjadi efektif maka syarat-syarat berikut perlu
diperhatikan yaitu, (1) meniptakan suasana yang saling menguntungkan, (2)
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti bila mungkin bahasa yang
digunakan adalah bahasa yang setara (3) pesan yang disampaikan menggugah
perhatian atau minat bagi pihak komunikan, (4) pesan yang disampaikan
menggugah kepentingan komunikan yang dapat menguntungkan, (5) pesan yang
disampaikan dapat menumbuhkan suatu penghargaan bagi pihak komunikan.
Berikut adalah beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam komunikasi yang
efektif:
1. Harus diingat bahwa komunikasi adalah suatu proses. Komunikasi
adalah suatu proses karena merupakan kegiatan yang terus meneerus
dalam sebuah proses. Jadi dalam tersebut ada yang mempengaruhi dan
ada pula yang dipengaruhi.
2. Komunikasi adalah sebuah system. Bahwa komunikasi merupakan
sebuah system terdiri dari beberapa sub system. Ada komunikator ada
komunikan dan ada saliran, ada media komuniasi manakala satu sub
system terganggu akan yang lain jga terganggu.
3. Bahwa komunikasi bersifat transaksi dan komunikasi. Yang di maksud
dengan interaksi adalah saling bertukar pesan. Seseorang berbicara dan
yang mendengar pembiaraan itu memberikan reaksi atau komentar atas
pesan yang disampaikan. Komunikasi itu sering berubah ataun berlanjt
menjadi transaksi yaitu melakukan perjanjian.
d. Cara-cara Melakukan Komunikasi yang Efektif
Agar komunikasi yang kita lakukan menjadi efektif maka perlu
memperhatikan cara-cara berikut.
1. Menguasai ragam komunikasi. Komunikasi itu banyak ragamnya.
Berkomunikasi dengan bahasa lisan atau bisa pula berkomunikasi
dengan bahasa tulisan. Ada pula berkomunikasi dengan bahasa isyarat
atau bahasa non verbal. Tehnik yang dipakai tergantung pada dimana
komunikasi itu dilakukan dengan siapa berkomunikasi. Jika
menggunakan bahasa verbal maka hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah (1) kata-kata digunakan dalam berkmunikasidapat dimengerti,
(2) kecepatan (speed) dapat diatur dengan tepat artinya tidak terlalu
cepat dan tidak terlalu lambat, (3) intonasi suara, dalam pengucapan dan
pengejaan kata harus jelas dengan kata dan intonasi yang benar dan
tepat, (4) volime suara, dapat diatur dengan baik tidak terlalu keras dan
tidak terlalu kecil, tergantung pada komunikan, (5) singkat dan jelas.
Komunikan akan efektif bila pesan yang disampaikan jelas dan singkat.
(6) Timing ( waktu yang tepat) artinya, menyediakan waktu untuk
mendengar atau memperhatikan apa yang didengar apa yang
disampaikan. Bila menggunakan bahasa tubuh atau bahasa isyarat maka
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah, ekspresi wajah, kontak mata,
postur tubuh dan gerak isyarat. Semua itu akan menggabarkan isi hati
pengiriman pesan atau penerima pesan. Apakah semua itu telah sesuai
dengan apa yang dikemukakan secara lisan.
2. Bersikap empati. Sebagaimana disebutkandidepan bahwa empati adalah
memposisikan diri dalam situasi yang dialami dan sekaligus memahami
apa yang dirasakan oleh komunikan.
3. Pleksibel. Anda tidak harus kaku dan serius dengan gaya yang formal.
Komunikasi itu perlu sisipan informal dengan humor agar santai.
4. Lugas dan ringkar. Gunakan kata atau kalimat yang to the point dan
ringkas. Dan sedapat mungkin dengan kata atau kalimat pendek tetapi
tidak mengurangi makna atau maksud. Pemakaian kata atau kalimat
yang bertele-tele menjadi membosankan.
5. Memahami bahasa non verbal yang tepat. Terkadang bahsa tubuh lebih
bermakna ketimbang bahasa verbal karena sulit dimanipulasi.
6. Menjadi pendengar yang baik. Artinya apabila ada seseorang yang
sedang berbicara maka kita harus mendengarkan dengan baik agar bisa
memberikan respon yang tepat sesuai dengan harapan lawan bicara kita.
7. Konsisten. Konsisten mempunyai makna kesucian. Dalam konteks
komunikasi maka komunikator tidak dengan mudah memindahkan
topik-topik pembicaraan kepada komunikan sehingga komunikan
menjadi bingung.
8. Egaliter. Artinya tidak membuat sekat-sekat atau pembatas antara
komunikator dengan komunikan. Jika ini tersa makna hubungan baik
menjadi terhapus.
9. Terbuka. Dalam artian bersedia untuk dikresi jika ada kekeliruan dan
meminta maaf jika salah. Sikap seperti ini turut mendukung komunikasi.
2.4 Hubungan Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi lebih menekankan pada hubungan antar pribadi dari
dua pihak yang melakukan komunikasi. Kegagalan komunikasi terjadi, apabila isi
pesan yang disampaikan oleh komunikator tidak dipahami oleh komunikan. Ketidak
pahaman ini membuat hubungan antara komunikator dan komunikan menjadi tidak
kondusif. Menurut Rochmaningsih (2004) Komunikasi yang efektif akan
menciptakan hubungan interpersonal yang baik. Karena dalam hubungan
interpersonal yang baik dilakukan dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi
tatap muka antar pribadi, sehingga orang yang melakukan interaksi tersebut akan bisa
mengetahui reaksi orang yang diajak berkomunikasi baik yang bersifat verbal
maupun non verbal.
Metode peningkatan hubungan menurut Arnold P. Goldstein (1975) yaitu ada
tiga prisip : makin baik hubungan antar pribadi (1) makin terbuka pasien
mengungkapkan perasaannya, (2) makin cenderung ia meneliti perasaannya secara
mendalam beserta penolongnya dan (3) makin cenderungg ia mendengarkan dengan
penuh perhatian dan bertindak atas nasehat yang diberikkan penolongnya. Semakin
baik hubungan antar pribadi, maka semakin terbuka orang untuk mengungkapkan
dirnya, makin cemat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga
makin efektif komunikasi yang berlangsung di atara komunikator dan komunikan.
Kita dapat menggolongkan orang yang kita ajak berhubungan sebagai
kenalan, teman, dan sahabat atau teman akrab ( Verderber et al., 2007). Adapun jenis-
jenis hubungan antar pribadi, yaitu :
a. Kenalan
Kenalan adalah orang yang kita kenal melalui namanya dan berbicara bila ada
kesempatan, tetapi interaksi kita dengan mereka terbatas. Banyak hubungan dengan
kenalan tumbuh atau berkembang pada konteks khusus.
b. Teman
Karena perjalanan waktu, beberapa kenalan bisa menjadi teman kita. Teman
atau teman-teman adalah mereka dengan siapa kita telah mengadakan hubungan yang
lebih pribadi secara sukarela (Patteerson Bettini, dan Nussbaum, 1993). Sebagaimana
persahabatan berkembangan, orang bergerak ke arah interaksi yang kurang terkait
kepada peran. Misalanya, A dan B yang teman sekelas di komunikasi dan telah
berbicara hanya mengenai kuliah komunikasi, dapat memutuskan untuk pergi
bersama setelah kuliah ke pertandingan bola basket. Jika mereka merasa cocok
terhadap satu sama lain, mereka dapat melanjutkan untuk bertemu di luar kelas dan
akhirnya menjadi teman. Beberapa dari persahabatan kita atau temen tetangga.
Persahabatan konteks ini bisa hilang atau putus jika konteksnya berubah. Misalnya,
persahabatab anda dengan orang di kantor bisa putus jika anda atau teman anda dapat
pekerjaan baru di perusahaan lain.
Agar persahabatan itu berkembang dan berkesinambungan, beberapa prilaku
kunci harus ada. Samter (2003), menjelaskan lima kompetensi penting perlu untuk
hubungan persahabatan.
1. Inisiasi (initiation). Di mana seseorang harus berhubungan atau bekenalan
dengan orang lain dan interaksi harus berjalan mulus, santai, dan
menyenangkan. Sebuah persahabatan tidak akan terjalain dua orang yang
jarang berinteraksi atau interaksinya tidak memuaskan.
2. Sifat mau mendengarkan (responsivenees). Masing-masing harus
mendengarkan kepada orang lain, fokus kepada mitranya, dan merespon
pembicaraan mitranya. Adalah sulit untuk menjalin persahabatan kepada
orang yang fokus pada dirinya sendiri atau masalahnya sendiri.
3. Pengungkapan diri (self-disclosure). Kedua belah pihak mampu
mengungkapakan perasaan pribadinya terhadap satu sama lain. Persahabatan
tidak akan terjalin, jika masing-masing hanya mendiskusikan hal-hal yang
abstrak saja atau membicarakan masalah-masalah yang dangkal sifatnya dan
tidak mendalam.
4. Dukungan emosional (emotionalvsupportr). Orang berharap mendapatkan
kenyamanan dan dukungan dari temanya. Kita berharap mendapatakan teman
dengan sifat-sifat seperti ini.
5. Pengelolaan konflik (conflict management). Suatu hal yang tak terelakan
bahwa teman-teman akan tidak setuju mengenai gagasan atau prilaku kita.
Persahabatan bergantung pada keberhasialan mengenai hal-hal yang tidak
disetujui ini. Pada kenyataan, dengan mengelola konflik secara kompeten,
maka orang dapat mempeerat persahabatnya.
c. Sahabat Kental atau Teman Akrab
Sahabat kental atau teman akrab atau close friend or intimate adalah mereka
yang jumlahnya sedikit dengan siapa seseorang secara bersama – sama mempunyai
komitmen tingkat tinggi, saling ketergantungan, kepercayaan, pengungkapan,
kesenangan di dalam persahabatan. Seseorang bisa mempunyai kenalan yang tidak
terbatas jumlahnya dan banyak teman tetapi ia hanya mempunyai sejumlah kecil
teman yang benar – benar akrab. Dengan sahabat kental, kita menunjukkan tanggung
jawab kita dengan saling berikrar terhadap satu sama lain. Kita tunjukkan
kepercayaan kita dengan mempunyai harapan – harapan positif terhadap lainnya dan
percaya bahwa ia akan berperilaku dengan adil dan jujur. Dengan sahabat kental,
kehidupan kita adanya saling ketergantungan atau jalin – menjalin. Kita saling
mengandalkan atau bergantung terhadap satu sama lain. Kita saling mengungkapkan
informasi pribadi mengenai diri kita dengan sahabat kental. Walaupun hubungan
dengan kenalan dapat menyenangkan, kebanyakan orang mengalami kesenangan dan
kegembiraan terbesar dari hubungan dengan sahabat kental dan teman karib.
Dalam hubungan antarpribadi, memiliki tahapan – tahapan tertentu sampai pada
akhirnya seseorang mampu melakukan proses self disclosure. Tahap – tahap tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan hubungan interpersonal
Tahap ini disebut tahap perkenalan diamana kedua individu baru
bertemu dan terjadinya proses penyampaian informasi yaitu berupa “fase
kontak yang permulaan” atau adanya usaha dari kedua individu untuk
mengetahui secepatnya identitas, sikap, dan nilai pihak yang lain. Menurut
Charles R. Berger (1973), informasi pada tahap perkenalan dapat
dikelompokan menjadi tujuh kategori, yaitu (1) informasi demografis, (2)
sikap dan pendapat; tentang orang atau objek (3) rencana yang akan datang
(4) kepribadian (5) perilaku pada masa lalu (6) orang lain (7) hobi dan minat.
2. Peneguhan hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal bersifat statis. Cara memelihara hubungan
pada tahap ini adalah dengan empat faktor, yaitu keakraban, control, respon
yang tepat, dan nada emosi yang tepat.
3. Konfirmasi
Tahap ini adalah tahap dimana seseorang membutuhkan pengakuan
langsung, perasaan positif, respon meminta keterangan, respon setuju dan
respon suportif.
4. Diskonfirmasi
Diskonfirmasi adalah keseraian suasana emosional ketika
berlangsungnya komunikasi. Walaupun kemungkinan, saat terjadinya
komunikasi, keduanya berinteraksi dalam suasana emosional yang berbeda
5. Pemutusan hubungan interpersonal
Dalam tahap ini, kita dapat mengambil analisis dari R.D Nye (1973)
yang menyebutkan lima sumber konflik : (1) kompetisi, salah satu pihak
berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain; misalnya
menunjukan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang
lain (2) dominasi, salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain
sehingga orang itu merasakan hak – haknya dilanggar (3) kegagalan masing
– masing, berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak
tercapai (4) provokasi, salah satu pihak terus – menerus berbuat sesuatu
yang ia ketahui menyinggung perasaan orang lain (5) perbedaan nilai, kedua
pihak tidak sepakat tentang nilai – nilai yang mereka anut.
2.4 Implementasi Komunikasi Antar pribadi yang Efektif dalam Konseling
Konseling merupakan hubungan komunikasi antar pribadi antara konselor dan
konseli yang bersifat psikologis. Di dalam proses konseling, keterampilan seorang
konselor dalam merespon pernyataaan konseli dan mengkomunikasikannya kembali
sangatlah diperlukan. Agar proses komunikasi yang dimaksud dapat efektif dan
efisien, maka konselor seyogyanya memiliki kemampuan dan keterampilan
berkomunikasi.
Dalam proses wawancara konseling, konselor harus mampu menggali
perasaan dan pikiran konseli. Proses penggalian ini membutuhkan sebuah teknik
khusus agar pertanyaan maupun pernyataan yang dilontarkan konselor kepada konseli
dapat menghipnotis konseli untuk semakin terbuka. Untuk itu konselor harus
menguasai teknik-teknik konseling secara verbal maupun nonverbal.
a. Teknik Konseling Verbal
Menurut Wndinkell (1991: 316), teknik konseling verbal adalah tanggapan-
tanggapan verbal ( dengan kata-kata) yang diberikan konselor, yang merupakan
perwujudan konkret dari maksud pikiran, perasaan yang terbentuk dalam batin
konselor untuk membantu konseli pada saat tertentu. Ungkapan konselor kepada
konseli akan menggunakan sebuah teknik verbal, tergantung pada intensitas
pertemuannya. Tanggapan verbal konselor akan dituangkan dalam bentuk
pertanyaan maupaun pernyataan, kalimat tanya, atau kombinasi dari pernyataan
dan kalimat Tanya. Teknik-teknik konseling secara verbal adalah sebagai berikut
(Winkell, 1991: 316):
1. Ajakan untuk memulai (invitation to talk)
Pada akhir fase pembukaan konselor mempersilakan konseli untuk
memulai menjelaskan masalah yang ingin dibicarakan. Jika konseli datang
kepada konselor atas inisiatifnya sendiri, ajakan untuk memulai ini akan
mudah ditanggapi oleh konseli. Akan tetapi, jika konseli dating kepada
konselor karena dipanggil, konselor perlu menjelasakan terlebih dahulu
maksud dan tujuan konseli untuk diundang, setelah itu baru teknik ajakan
untuk memulai bias dipahami oleh konseli. Sebagai contoh konselor dapat
berkata,
a. “Apa yang ingin saudara bicarakan dengan saya?”
b. “Coba ceritakan apa yang membuat saudara ingin bertemu dengan saya!”
c. “Adakah yang mengganggu pikiran atau perasaan saudara saat ini?”
d. “Tampaknya ada hal yang mengganggu saudara saat ini, apa boleh saya
tahu?”
2. Penerimaan atau pengertian (acceptance/understanding)
Konselor menyatakan penerimaan dan atau pengertiannya terhadap
ungkapan konsel, sekaligus mempersilahkan konseli memberikan pernyataan
selanjutnya. Dengan ungkapan-ungkapan tersebut konselor tidak bermaksud
menyatakan bahwa ia setuju, sependapat atau sepaham. Sebagai contoh,
konselor dapat berkata,
a. “Saya mengerti….Ya,ya,ya.”
b. “Mm…mmm. Saya memahami maksud saudara.”
3. Perumusan pikiran-gagasan atau refleksi pikiran (reflection of content)
Menyangkut komponen pengalaman dan komponen reflektif dalam
pesan yang disampaikan konseli. Disebut pikiran-gagasan karena subjek
menggunakan bentuk-bentuk representative mental,
peristiwa/kejadian/pengalaman, gagasan dari pihak selain konseli, atau
pendapat/pandangan konseli sendiri terhadap apa apa yang telah terjadi yang
tertangkap secara eksplisit, dirumuskan kembali oleh konselor dalam bentuk
kata-kata sendiri atau kata-kata konseli. Sebagai contoh, perhatikan
percakapan antara konseli dengan konselor, berikut:
Konseli : ” Saya berharap akan mendapatkan kenyamanan setelah tinggal di
rumah yang baru.”
Konselor: “ Jadi, saudara akan mendapatkan kenyamanan setelah tinggal di
rumah yang baru.”
4. Perumusan perasaan atau refleksi perasaan (reflection of feelings)
Menyangkut komponen afektif dalam perasaan konseli. Konselor
memantulkan kembali kepada konseli perasaan yang sedang dialaminya atau
pengalaman yang telah diungkapkannya secara verbal maupun nonverbal.
Oleh konselor pernyataan tersebut dipantulkan kembali tanpa menambah atau
mengurangi makna dan bobot perasaan konseli.
Contoh :
Konseli : “Saya sungguh-sungguh kecewa dengan cara seperti itu.”
Konselor : “ Saudara sangat kecewa dengan cara demikian.”
5. Penjelasan pikiran-gagasan atau klarifikasi pikiran (clarification of content)
Menyangkut komponen reflektif dalam pesan konseli, yang biasanya
mencangkup suatu keyakinan, pandangan, atau evaluasi terhadap pengalaman.
Reflektif pikiran ini akan bersifat tentatif (meraba atau menduga) sehingga
konseli diminta untuk memberikan umpan balik kepada konselor dengan kata-
kata khusus atau dengan bentuk kalimat tanya.
Contoh :
Konseli : “Saya kira saya mampu untuk melakukan itu, akan tetapi kadang-
kadang saya menjadi ragu.”
Konselor :“Tampaknya saudara masih belum yakin pada kemampuan
saudara?” (meminta umpan balik dengan menggunakan kalimat
tanya)
Konseli : “Ya,… mungkin memang demikian. Saya tidak percaya pada diri
sendiri.”
6. Penjelasan perasaan atau klarifikasi perasaan (clarification of feelings)
Menyangkut komponen afektif dalam pesan konseli. Konselor ingin
mengecek apakah konseli telah menangkap dengan tepatat isi dan
bobot/kedalaman perasaan secara implisit yang telah diungkapkannta.
Ungkapan perasaan konseli dapat berupa ungkapan verbal maupun nonverbal
(secara tidak langsung).
Contoh :
Konseli : “ Saya kira persahabatan kami selama ini baik-baik saja.”
Konselor : “Jadi, saudar sangat puas dengan pertemanan tersebut?” (konselor
meminta umpan balik dengan kalimat khusus)
7. Permintaan untuk melanjutkan (general lead)
Konselor mempersilakan konseli untuk memberikan ulasan/penjelasam
mengenai sesuatu yang telah dikemukakannya. Jika konselor ingin
menggunakan kalimat tanya, sebaiknya memakai pertanyaan terbuka. Teknik
ini dapat dipakai dalam beberapa selama proses konseling. Tujuan
penggunaan teknik ini adalah agar konseli menjelaskan secara mendalam,
menggali lebih dalam, dan memperluas pandangan, dengan pemberian umpan
balik ya:ng merangsang. Contoh: “Lalu, bagaimana?”, “Bagaimana maksud
Anda tersebut?”, “maka”, “dan”, “Coba lanjutkan dengan lebih jelas.”
8. Pengulangan satu-dua kata (accent)
Konselor mengulangi satu atau dua kata kunci pernyataan konseli dalam
bentuk kalimat tanya agar konseli memberikan penjelasaan lebih lanjut.
Konselor dapat memilih kata-kata yang lebih mengungkapkan pikiran atau
gagasan, atau yang lebih mengungkapkan perasaan.
Contoh:
Konseli : “Saya merasa terlalu resah dengan kegiatan tersebut, menjengkelkan
rasanya. Sayalah yang harus memikul tugas yang berat.”
Konselor : “Terlalu resah atau menjengkelkan, atau tugas yang berat?”
9. Ringkasan/rangkuman (summary)
Konselor merumuskan secara singkat dan jelas apa yang telah dikatakan
oleh konseli. Ada empat kemungkinan, yaitu :
a. Pikiran dan gagasan yang telah dikemukakan oleh konseli sampai
sekarang,
b. Sejumlah perasaan yang telah diungkapakan oleh konseli sampai
sekarang,
c. Isi pembicaraan antara konseli dan konselor samapai, dan
d. Isi pembicaraan selama wawancara
10. Pertanyaan mengenai hal tertentu (PHT, questioning/probing)
Konselor ingin mendapat tanggapan tentang hal tertentu, maka jawaban
konseli terbatas isinya, yaitu sesuai dengan hal yang ditanyakan. Pertanyaan
ini bias bersifat tertutup maupun terbuka. Contohnya : “Kapan?”, Siapa
saja?”, “Bagaimana itu terjadi?”, “Di mana?”, dan seterusnya.
11. Pemberian umpan balik (feedback)
Pemberian umpan balik dilakukan oleh konselor untuk menyampaikan
kepada konseli bagaimana kata-kata, sikap, dan tindakanya dalam
mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini, konselor menyampaikan sendiri
perasaan/pikiranya kepada konseli mengenai sikap konseli selama wawancara
berlangsung atau mengenai kemajuan yang telah dicapai konseli selama
proses wawancara.
Contoh :
Konselor : “Mulailah membaur bersama teman-temanmu, jika ada
permasalahan bicarakan dengan teman-teman, siapa tau mereka
bisa membantu.”
Konseli : “Maksud Ibu, saya seharusnya bersikap terbuka dengan seluruh
teman ?
Konselor : Nah, bagus, tampaknya pemikiranmu ini membuat kita akan
selangkah lebih maju
12. Pemberiaan informasi (information giving)
Konselor menyampaikan pengetahuan tentang sesuatu kepada konseli,
sesuatu yang sebaiknya diketahui, namun belum disadari oleh konseli.
Penyampaian informasi ini tidak boleh mengandung unsur saran, misalnya
konselor menerangkan ciri-ciri masa remaja, hasil tes IQ, dan lain-lain.
13. Penyajian alternatif (forking response)
Konselor mengemukakan beberapa alternatif. Konseli diminta untuk
memilih salah satu dari dari beberapa alternatif yang diberikan.
Contoh :
Konseli : “Saya ingin kuliah di perguruan tinggi guru dan mengambil jurusan
Bimbingan Konseling, tapi saya binggung untuk kuliah dimana
Bu.”
Konselor: “ Saudara ingin perguruan tinggi negeri atau swasta? Apabila
perguruan tinggi negeri saudara bisa ke UNDIKSHA Singaraja, jika
ingin perguruan tinggi swasta saudara bisa ke IKIP PGRI di
Denpasar.”
14. Penyelidikan (Investigation)
Konselor mengajak konseli untuk bersama-sama menyelidiki alternatif –
alternatif yang dapat dipilih. Meninjau bersama – sama konsekuensi pada
masing – masing alternatif. Biasanya teknik penyelidikan ini digunakan pada
beberapa alternative pemecahan yang disebut pengambilan keputusan
(decision making).
Contoh :
Konseli : “Saya akan memilih masuk jurusan IPS.”
Konselor: “ Apa keuntungan dan kerugian anda jika masuk jurusan IPS?”
15. Pemberian struktur (structuring)
Konselor memberikan petunjuk tentang urutan langkah berpikir atau
urutan tahap dalam pembicaraan yang diikuti agar sampai pada pemecahan
masalah/penyelesaian masalah.
Contoh : “ Sebelum kita melangkah lebih dalam pada permasalahan saudara,
marilah kita tinjau lebih dalam hal – hal apa saja yang telah saudara
uangkapkan tadi.” , “Nah, ada baiknya kita kembali pada hal-hal yang
saudara banyak bicarakan tadi.”
16. Interpretasi (interpretation)
Konselor menambahkan sesuatu pada hal – hal yang sudah terungkap
dan yang elum disadari konseli. Konselor menggali makna yang terdapat di
balik kata – kata konseli atau dibalik tindakan yang telah diceritakan.
Contoh : “ Saudara tadi mengatakan berat jika harus masuk jurusan IPA.
Apakah keberatan masuk jurusan IPA itu muncul karena belajar di jurusan
IPA anda harus belajar dengan keras, sedangkan jurusan IPS membuat
saudara puas karena saudara merasa tidak memerlukan prestasi belajar?
Bagaimana menurut pendapat saudara?”
17. Konfrontasi (confrontation)
Konselor mengarahkan perhatian konseli atas beberapa hal yang
menurut pandangan konselor tidak sesuai satu sama lain. Ketidaksesuaian ini
terdapat pada hal – hal yang diungkapkan konseli, baik secara verbal maupun
nonverbal.
Contoh:
Konselor : “Bagaimana perasaan saudara saat ini ?”
Konseli : “Baik – baik saja, Bu… (berbicara sangat lambat, ekspresi wajah
ingin menangis)
Konselor : “Anda tadi mengatakan baik – baik saj tetapi mengapa Anda
bersedih? Kiranya apa yang terjadi?”
18. Diagnosis
Konselor mejelaskan kepada konseli apa yang menjadi inti
masalahnya/mengapa masalah tersebut muncul. Dalam hal ini, konselor
menggelar semua data hasil percakapan dengan konseli, baik yang bersifat
psikologis maupun hasil wawancara dengan konseli.
Contoh :
Konselor : “Rasa takut saudara untuk berenang di kolam renang saat ini
bersumber dari pengalaman saudara sewaktu kelas 1 SD. Saat itu
saudara pernah tercebur di kolam renang sehingga saudara
tenggelam tak sadarkan diri. Tampaknya demikian ?”
19. Dukungan atau bimbingan (reassurance/support)
Konselor memberikan semangat dan keyakinan kepada konseli, lebih –
lebih pada saat segalanya menjadi sulit bagi konseli. Konselor membesarkan
hati konseli, memberikan harapan – harapan agar konseli tidak kehilangan
semangar. Namun, bimbingan yang diberikan jangan terlalu berlebihan.
Contoh : “Yakinlah dengan keputusanmu ini.”, “Tidak sesulit seperti yang
saudar pikirkan, bukan?”, “Saya yakin saudara mampu melaksanakannya.”
20. Usulan atau saran (suggestion/advice)
Dalam proses konseling kadang ditemukan konseli yang sangat
mebutuhkan saran apabila sedang dalam keadaan bingung. Konselor yang
berpengalaman tidak akan ragu-ragu dalam menggunakan teknik ini, tetapi
konselor harus sangat bijaksana dalam menentukan terhadap siapa dan kapan
teknik ini digunakan. Usul/saran biasanya digunakan dalam fase peyelesaian
masalah.
Contoh: “Waktu yang tepat seandainya saudara ingi membicarakan pemilihan
jurusan kepada ibu saudara adalah pada saat acara santai dengan keluarga.
Bagaimana?”, “Kalau boleh saya usul, waktu yang tepat adalah setelah
makan malam, baimana?”
21. Penolakan (criticsm)
Konselor menyatakan pendapatnya berdasarkan objektif, yang bersifat
menolak pandangan, tindakan, atau rencana konseli. Akan tetapi, pemberian
teknik ini harus sangat hati-hati karena penyampaian yang kurang tepat bisa
merusak hubungan dalam proses konseling. Dalam hal tindakan moral dan
pendidikan, teknik ini kiranya akan mudah digunakan.
Contoh: “Saya kurang sependapat dengan tindakan anda yang main hakim
sendiri.”
Selain menggunakan teknik konseling verbal, konselor harus mamapu
menggunakan teknik konseling nonverbal. Dengan menguasai teknik konseling
nonverbal, konselor dapat menangkap isyarat atau pesan konseli yang belum
terungkap secara verbal. Penggunaan teknik ini harus memiliki kesesuaian antara apa
yang diungkapkan konselor dengan perilaku yang tampak di hadapan konseli.
c. Teknik Konseling Nonverbal
1. Anggukan kepala : untuk menyatakan sependapat, setuju, searah dengan jalan
yang diungkapkan konseli.
2. Senyuman : untuk menyatakan sikap menerima. Biasanya pada saat
menyambut keedatangan konseli,
3. Tatapan mata : untuk menyatakan sikap sedang memperhatikan. Tentunya
tatapan mata yang dimaksud adalah menatap atau memperhatikan kea rah
seluruh wajah konseli.
4. Intonasi suara: untuk menyatakan kesesuaian pembicaraan dengan konseli.
5. Ekspresi muka : untuk mendukung reaksi-reaksi yang diungkapka konseli.
6. Diam : untuk menyatakan atau mempersilakan konseli untuk terus
melanjutkan pembicaraan atau empati terhadap ungkapan perasaan konseli.
Diam bukan berarti membiarkan konseli. Diam adalah sikap menghargai.
7. Gerakan tangan : untuk memperkuat atau mendukung apa yang diungkapkan
konselor secara verbal.
8. Gerakan bibir : gerakan bibir harus dilakukan secara wajar jika konselor tidak
bebicara karena gerakan bibir yang berlebihan bisa menimbulkan efek sikap
negatif bagi konseli.
9. Pakaian : pakaian konselor akan sangat mendukung dalam proses konseling.
Jika konselor menggunakan pakaian rapi, bersih wangi, dan sesuai, konseli
akan merasa sangat nyaman berbicara dengan konselor.
10. Jarak tempat duduk : konselor harus tepat dalam mengatur jarak duduk
dengan konseli. Karena jika terlalu jaug terkesan menolak, jika terlalu dekat
konseli pun tidak akan merasa nyaman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi Antarpribadi dapat di definisikan sebagai proses hubungan yang
tercipta, tumbuh dan berkembang antar individu yang satu (sebagai komunikator)
dengan individu lain (sebagai komunikan), komunikator dengan gayanya sendiri
menyampaikan pesan kepada komunikan, sedangkan komunikan dengan gayanya
sendiri menerima pesan dari komunikator.
Fungsi komunikasi antar pribadi, yaitu fungsi sosial dan fungsi pengambilan
keputusan. Fungsi sosial untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis,
mengembangkan hubungan timbale balik, meningkatkan dan mempertahankan
mutu diri sendiri, dan untuk menangani konflik. Sedangkan fungsi pengambilan
keputusan untuk membagi informasi dan untuk mempengaruhi orang lain.
Komunikasi antar pribadi yang efektif harus adanya keterbukaan, empati, sikap
mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Jenis-jenis hubungan antar pribadi,
yaitu kenalan, teman, sahabat kental atau teman akrab.
Implementasi komunikasi antar pribadi dalam proses konseling memerlukan
suatu teknik agar konseling berjalan dengan efektif, yaitu teknik komunikasi
verbal dan nonverbal.
3.2 Saran
Penyusun menyarankan agar mahasiswa secara khusus dapat menggunakan
komunikasi antar pribadi yang efektif dalam setiap setting kehidupan. Khususnya
untuk mahasiswa Bimbingan Konseling agar dapat mengimplementasikan
komunikasi antar pribadi yang efektif dalam proses konseling dan saat pemberian
layanan bimbingan konseling kepada siswa.
Recommended