View
45
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
fyfhgtfghkjh
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah perkembangan pendidikan Islam dimulai sejak agama Islam masuk
ke Indonesia, yaitu kira-kira pada abad kedua belas Maseh. Salah satu stetemen
yang sulit di sangkal, bahwa Islam sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan
budaya dan tradisi mansyarakat Indonesia sampai hari ini. Eksistensi Islam di
Indonesia sangat mempengaruhi kultur budaya masyarakat yang mayoritas
beragama Islam, dan terbesar di dunia merupakan bukti bahwa Islam sangat
berpengaruh terlebih dalam pembinaan masyarakat melalui pendidikan yang sudah
ada di pesisir terutama di Aceh dan Selat Malaka.
Sejak mulai masuk Islam ke tanah Aceh ( 1290 M ) pendidikan dan
pengajaran mulai lahir dan tumbuh dengan amat suburnya. Terutama setelah
berdiri kerajaan Islam di Pasai dan banyak Ulama Islam yang mendirikan
pesentren seperti Tengku di Geuredong, Tengku Cut Maplam.
Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia pada awal permulan masih
dilaksanakan secara tradisional belum tersusun kurikulum seperti saat ini. Baik itu
pendidikan di surau maupun pesantren. Mondernisasi pendidikan Islam di
Indonesia sangat di perlukan. Modernisasi pendidikan Islam diakui tidaklah
bersumber dari kalangan Muslim sendiri, melainkan diperkenalkan oleh
pemerintahan kolonial belanda pada awal abad 19.
Program modernisasi pendidikan Islam mempunyai akar-akarnya tetang
“Modernisasi” pemikiran dan instituisi Islam secara keseluruhan. Dengan kata lain
modernisasi pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dengan gagasan dan program
modernisasi Islam. Kerangka dasar yang berada dibalik modernisasi Islam secara
keseluruhan adalah modernisasi pemikiran dan kelembagaan Islam merupakan
persyarat bagi kebangkitan kaum muslim di masa modern.
Pendidikan Islam baik itu kelembagaan dan pemikiran haruslah
dimodernisasi, mempertahankan kelembagaan Islam tradisional hanya akan
memperpanjang nestapa ketidakberdayaan kaum muslimin dalam berhadapan
dengan kemajuan dunia modern.
Menurut Ibn Taimiyah secara umum pembaharuan dalam Islam timbul
karena :
1) membudayanya khurafat di kalangan kaum Muslimin,
2) kejumudan atau ditutupnya pintu ijtihad dianggap telah membodohkan umat
Islam,
3) terpecahnya persatuan umat Islam sehingga sulit membangun dan maju,
4) kontak antara barat dengan Islam telah menyadarkan kaum Muslimin akan
kemunduran.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian organisasi pembaharuan pendidikan islam
2. Organisasi pendidikan islam di Indonesia
3. Tokoh tokoh pembaharuan pendidikan islam
4. Pola pola pembaharuan pendidikan islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian organisasi pembaharuan pendidikan islam
Kata yang lebih di kenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata
modernisasi lahir dari dunia barat, adanya sejak terkait dengan masalah agama.
Dalam masyarakat barat kata modernisasi mengandung pengertian pemikiran,
aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-
institusi lama dan sebagainya. Agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-
pendapat dan keadan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi modern.
Pembaharuan Islam adalah upaya untuk menyesuiakan paham keagamaan
Islam dengan perkembangan dan yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan
dan terknologi modern. Dengan demikian pembaharuan dalam Islam bukan berarti
mengubah, mengurangi atau menambahi teks Al-Quran maupun Hadits, melainkan
hanya menyesuaikan paham atas keduanya. Sesuai dengan perkembangannya
zaman, hal ini dilakukan karena betapapun hebatnya paham-paham yang
dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya
dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasional, dan
sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih
banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak
yang tidak sesuai lagi.
Kata tajdid sendiri secara bahasa berarti “mengembalikan sesuatu kepada
kondisinya yang seharusnya”. Dalam bahasa Arab, sesuatu dikatakan “jadid”
(baru), jika bagian-bagiannya masih erat menyatu dan masih jelas. Maka upaya
tajdid seharusnya adalah upaya untuk mengembalikan keutuhan dan kemurnian
Islam kembali. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, Thahir ibn ‘Asyur
mengatakan, Pembaharuan agama itu mulai direalisasikan dengan mereformasi
kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikiran agamisnya dengan upaya
mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya,
dari sisi pengamalan agamisnya dengan mereformasi amalan-amalannya, dan juga
dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama.
Pengertian Pembaharuan menurut Istilah: Harun Nasution cenderung
menganalogikan istilah “pembaharuan” dengan “modernisme”, karena istilah
terakhir ini dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan
usaha mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusi lama, dan sebagainya unutk
disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi modern. [1][1]
[1][1] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Malang : UIN Malang Press, 2008), 246-247.
B. Organisasi Pendidikan Islam Di Indonesia
Organisasi islam di Indonesia lahir disebabkan karena tumbuhnya sikap
patriotisme dan rasa nasionalisme serta sebagai respon terhadap eksploitasi politik
pemerintah kolonial belanda yang mengakibatkan kemunduran total dikalangan
masyarakat Indonesia.
Tokoh-tokoh islam menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan rasa
nasionalisme dikalangan rakyat dengan melalui pendidikan. Dengan sendirinya
kesadaran berorganisasi yang dijiwai dengan perasaan nasionalisme yang tinggi
menimbulkan perkembangan dan era baru dikalangan Indonesia, kemudian
penyelenggaraan pendidikan yang bersifat nasional itu dimasukkan pada agenda
perjuangan. Dengan ini maka lahirlah sekolah-sekolah swasta atas usaha para
perintis kemerdekaan.[2]
Ada beberapa organisasi-organisasi sosial keagamaan yang banyak
melakukan aktifitas kependidikan, diantaranya :
1. Al-Jami’at Al-Khoiriyyah
Organisasi ini didirikan di Jakarta pada tanggal 17 juli 1905. Perhatian
organisasi ini ditujukan pada pendirian dan pembinaan sekolah tingkat dasar
dan pengiriman anak-anak ke turki untuk melanjutkan studinya. Organisasi ini
merupakan organisasi modern petama dikalangan masyarakat islam, yang
memiliki AD/AR, Daftar anggota yang tercatat rapat-rapat secara berskala dan
yang mendirikan suatu lembaga pendidikan yang boleh dikatakan cukup
[2][2]modern (kurikulum, kelas-kelas, pemakaian bangku-bangku, papan tulis
dan buku)
Dengan demikian organisasi ini bisa dikatakan sebagai pelopr pendidikan
islam modern di Indonesia. [3]
2. Al Ishlah Wal Al Irsyad
Al Ishlah wal Al Irsyad adalah pecahan dari organisasi Jami’at
Khoiriyyah, didirikan pada tahun 1913 dan mendapat pengesahan dari belanda
pada tanggal 11 Agustus 1915. menurut Steenbrink, organisasi ini lahir karena
adanya perpecahan dikalangan Jami’at Khoir mengenai hak istimewa golongan
Sayyid, mereka yang tidak setuju dengan kehormatan berlebihan dengan
sayyid dikecam dan dicap sebagai reformis, kemudian mendirikan organisasi
Jam’iyyah Al Ishlah Wal Irsyad Al ‘Arabiyyah. Tujuan organisasi ini yaitu:
a. Merubah tradisi dan kebiasaan orang arab tentang kitab suci, bahasa arab,
bahasa belanda dan bahasa-bahasa lainya.
b. Membangun dan memelihara gedung-gedung pertemuan, sekolah dan unit
percetakan.
Salah satu perubahan yang di lakukan Al Irsyad adalah pembaharuan
dibidang pendidikan. Pada tahun 1913 didirikan disebuah perguruan modern di
Jakarta, dengn sistem kelas. Materi pelajaran yang diberikan adalah pelajaran
umum dan agama. Sekolah-sekolah Irsyad berkembang dan meluas sampai ke
[2][2] Zuhairini, 2008, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta; Bumi Aksara. H. 157.[3] Fenti Hikmawati, 2008, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung; PT. Pustaka Setia. H. 80
kota-kota dimana Al Irsyad mempunyai cabang dan cara umum, semuanya
berada ditingkat rendah.
Di Jakarta dan Surabaya didirikan sekolah guru untuk melatih dan
mendidik calon-calon guru bagi kebutuhan sekolah Al Irsyad selain itu juga
dibuka kursus dimana siswi-siswi bisa memilih spesialisasi dari mata pelajaran
agama, pendidikan atau bahasa.[4]
3. Perserikatan Ulama’
Organisasi ini berdiri atas inisiatif KH. Abdul Halim pada tahun 1911
sebagai perwujudan dari lahirnya gerakn-gerakan pembaharuan islam di
Indonesia. Beliau termotifasi untuk melaksanakan kegiatan, terutama dalam
bidang pendidikan, diantaranya karena pengalaman selama di makkah yang
membuatnya terkesan dengan penyelenggaraan lembaga pedidikan bab As
Salam, yang sudah menerapkan sistem pendidikan yang cukup maju dengan
meninggalkan sistem pendidikan lama yang memakai halaqoh.
Dalam perbaikan mutu lembaga pendidikanya, Abdul Halim berhubungan
dengan Jami’at Khoir dan Al Irsyad di Jakarta. Ia juga mewajibkan pada
murid-muridnya pada tingkat yang tinggi untuk memahami bahasa arab.
Pada tahun 1932. Abdul Halim mendirikan “santri asrama” sebuah
sekolah berasrama yang dibagi menjadi tiga tingkatan: tingkat permulaan,
dasar, dan lanjutan. Kurikulum yang diberikan di sekolah tersebut tidak hanya
berupa pengetahuan agama dan umum, tetapi juga keterampilan yang bernilai
ekonomis, pelajar-pelajar santri asrama dilatih dalam pertanian, pekerjaan
[4][4]tangan (besi dan kayu) menenun dan mengolah berbagai bahan seperti
membuat sabun. Mereka harus tinggal di asrama di siplin yang ketat, terutama
dalam pembagian waktu dan dalam sikap pergaulan hidup mereka.
4. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di jogjakarta pada tanggal 18 Nopember1912
bertepatan pada tanggal 18 Dzulhijjah 1330 H oleh KH. Ahmad Dahlan atas
saran yang diajukan murid-muridnya.
Organiasi ini mempunyai maksud menyebarkan pengajaran kanjeng nabi
Muhammad SAW kepada penduduk bumi putra dan memajukan agama islam
pada anggota-anggotanya.
Tujuan didirikan organisasi ini adalah untuk membebaskan umat islam
dari kebekuan dalam segala bidang kehidupanya, dan praktek-praktek agama
yang menyimpang dari kemurnian ajaran islam. Saat itu, umat islam telah
dipengarui sikap fatalisme, bid’ah, khurofat, dan konservatisme yang
berpengaruh kuat pada kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi masyarakat
muslim Indonesia. Kolonialisme dan misi Kristen telah memburuk keadaan
umat islam yang semakin terbelakang dan ketinggalan zaman disegala bidang.
Sebagai organisasi dakwah dan pendidikan muhammadiyyah mendirikan
lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Pada tahun
1915 H KH. Ahmad Dahlan mulai mendirikan sekolah dasarnya yang pertama.
[4][4] Hanun Asrohah, 1999, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta; PT. Logos Wacana Ilmu. H. 161.
Pada sekolah ini diberikan pengetahuan umum, disamping pengetahuan agama.
Kemudian diikuti dengan berdirinya sekolah-sekolah Muhammadiyah di
pelosok Indonesia.
5. Nahdlatul Ulama
Organisasi ini didirikan di Surabaya pada tanggal 33 januari 1926 M
bertepatan pada tanggal 16 Rajab 1344 H oleh kalangan madzhab yang sering
menyebut dirinya sebagai golongan Ahlussunah Waljama’ah yang dipelopori
oleh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah dari jombang. Dan alim
ulama’ tiap-tiap daerah diantaranya adalah:
1. KH. Bisri Jombang
2. KH. Ridean Semarang
3. KH. Nawawi pasuruan
4. KH. Asnwi Kudus
5. KH. Hambali Kudus
6. K. Nahrawi Malang
7. KH. Doromuntaha Bangkalan
8. KH. M. Alwi Abdul Aziz
Gerakan NU berusaha mempertahankan salah satu dari empat madzhab
dalam masalah yang berhubungan dengan fiqh madzhab Hanafi, madzhab
Maliki, madzhab Syafi’I dan madzhab Hambali. Dalam hal I’tiqod, NU
berpegang pada Ahlussunah Waljama’ah. Dalam konteks ini, NU memahami
hakikat Ahlussunah Waljama’ah sebagai ajaran islam yang murni
[5][5]sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rosulullah SAW bersama para
sahabatnya.
Motifasi utama berdirinya NU adalah mengorganisasikan potensi dan
peranan ulama’ pesantren yang sudah ada, untuk ditingkatkan dan
dikembangkan secara luas untuk diguakan sebagai wadah untuk
mempersatukan dan menyatukan langkah para ulama’ pesantren dalam tugas
pengabdian yang tidak terbatas pada masalah kepesantrenan dan kegiatan
ritual Islam saja, tetapi lebih ditingkatkan lagi agar para ulama’ lebih peka
terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi dan masalah kemasyarakatan pada
umumnya.
6. Persatuan islam
Persis didirikan di Bandung pada tanggal 17 september 1923 oleh KH.
Zamzam. Pendirian organisasi ini bermula dari pertemuan yang bersifat
kenduri kemudian diteruskan dengan bincang-bincang tentang persoalan-
persoalan agama dan gerakan-gerakan keagamaan baik di Indonesia maupun di
Negara lain. Kegiatan persis diantaranyamengadakan pertemuan-pertemuan
umum, tabligh, khitobah, menerbirkan majalah, pamphlet, serta kitab. [3]
7. Al Washliyah
Al Washliyah didirikan di Medan pada tanggal 30 Nopember 1930 oleh
pelajar dan para guru Maktab Islamiyah Tapanuli. Organisasi ini bergerak
[5][3] F enti Himawati, Op.Cit., H. 94
dibidang pendidikan, sosial dan keagamaan. Adapun usaha-usaha yang
dilakukannya antara lain: mengusahakan berlakunya hukum-hukum islam,
membangun perguruan dan mengatur kesempurnaan pelajaran, dan
pendidikan, mendirikan dan memelihara tempat ibadah, dan menyantuni fakir
miskin dan mendidik anak yatim. [5]
C. Tokoh Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam
1. KH. Ahmad Dahlan (1869-1923)
Sekilas riwayat atau biografi singkat KH. Ahmad Dahlan, ia dilahirkan di
Yogyakarta pada tahun 1869 M dengan nama kecilnya Muhammad Darwis,
putra dari KH. Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, Khatib di masjid besar Jami’
kesultanan Yogyakarta. Ibunya ialah putri Haji Ibrahim, seorang penghulu.
Ia adalah seorang ilmuan yang alim dan selalu haus ilmu dan
pengalamannya dimana pun dan kapanpun setiap ada kesempatan. Seperti ilmu
Hisab yang pernah jadi objek observasinya dan beliau menguasai dan ahli
dalam bidang tersebut.
KH. Ahmad Dahlan juga merupakan pendiri daripada organisasi
Muhammadiyah. Cita-citanya sebagai seorang ulama ialah tegas, ia hendak
memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama Islam.
Usaha-usahanya ditujukan pada hidup beragama. Keyakinannya ialah bahwa
untuk membangun masyarakat bangsa haruslah terlebih dahulu membangun
semangat bangsa. Kalau serikat Islam usaha-usahanya lebih menekankan pada
sisi politik yang berlandaskan cita-cita agama.[6][6]
Muhammadiyah lebih menekankan usahanya pada perbaikan hidup
beragama dengan amal-amal pendidikan dan sosial.
2. KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947)
KH. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada tanggal 14 februari tahun 1981 M di
Jombang Jawa Timur. Beliau ialah pendiri Jami’iyah Nahdatul Ulama yang
merupakan organisasi masa Islam terbesar Indonesia, bahkan ia sebagai
Syeikhul Akbar dalam perkumpulan ulama yang terbesar di Indonesia, dan
sekaligus pendiri pondok pesantren Tebuireng di Jombang Jawa Timur,
tepatnya pada tanggal 26 Rabi’ul Awal tahun 1899 M. Pembaharuan
Tebuireng yang pertama ialah dengan mendirikan Madrasah Salafiyah (1919)
sebagai tangga untuk memasuki tingkat menengah pesantren Tebuireng.
3. KH. Abdul Halim
KH. Abdul Halim merupakan pelopor gerakan pembaharuan di daerah
Majalengka, Jawa Barat, yang kemudian berkembang menjadi persyerikatan
Ulama pada tahun 1911, yang kemudian berubah menjadi Persatuan Umat
Islam (PUI), pada tanggal 5 April 1952 M / 9 Rajab 1371. Beliau lahir di
Ciberelang, Majalengka pada tahun 1887 M.
Beliau juga yang mempelopori dan mengubah system pendidikan
tradisional di daerah asalnya, Majalengka yakni dengan menghapuskan system
[6][5] Ibid., H. 97
halaqah dan digantikan dengan mengorganisir kelas-kelas dengan kelengkapan
meja dan kursi serta menyusun kurikulum melalui lembaga pendidikan yang
terdapat di Bab al Salam (dekat Makkah) dan di Jedah.
Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang ekonomi dan pendidikan
berhasil didirikan KH. Abdul Halim pada tahun 1911 M yang diberi nama
Hayatul Qulub yang kemudian dialihkan nama menjadi Persyarikatan Ulama.
4. Abdurrahman Wahid
Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gusdur merupakan salah
satu tokoh pendidikan. Beliau lahir di Denanyar Jombang Jawa Timur pada
tanggal 4 agustus 1940. Menurut sekilas riwayat hidupnya, Gusdur berasal dari
keturunan darah biru. Ia putra dari KH. Wahid Hasyim (putranya KH. Hasyim
Asy’ari) pendiri dan pelopor jami’iyah Nahdatul Ulama dan pesantren
Tebuireng. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah putrid dari KH. Bisri Samsuri seorang
pendiri pesantren Denanyar Jombang. Kakek dari pihak ibunya juga
merupakan tokoh NU, yang jadi rais ‘aam PBNU setelah KH. Wahid
Hasbullah. Dengan demikian, Gusdur merupakan cucu dari tokoh NU
sekaligus dua tokoh bangsa Indonesia tahun 1949.
Di antara konsep pembaharuan yang dilakukan oleh Abdurrahman
Wahid ialah konsep pesantren, kebebasan berpikir, multicultural pendidikan
dan pemikiran liberal terhadap budaya atau konsep barat tanpe filter.
D. Pola Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab kelemahan dan kemunduran
umat islam sebagaimana nampak pada masa sebelumnya dan dengan
memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang di alami oleh bangsa-
bangsa Eropa maka pada garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan
pendidikan islam. Di antaranya :
1. Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada pola pendidikan
modern.
Golongan yang berorientasi pada pola pendidikan modern di Barat, pada
dasarnya mereka berpandangan bahwa sumber kekuatan dan kesejahteraan
hidup yang di alami oleh Barat adalah sebagai hasil dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi modern yang mereka capai. Mereka juga
berpendapat bahwa apa yang dicapai oleh bangsa-bangsa Barat sekarang tidak
lain adalah merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan dan kebudayaan
yang pernah berkembang di dunia islam. Atas dasar demikian maka untuk
mengembalikan kekuatan dan kejayaan umat islam, sumber keekuatan dan
kesejahteraan tersebut harus dikuasai kembali.
Dalam hal ini usaha pembaharuan pendidikan islam adalah dengan jalan
mendirikan sekolah-sekolah dengan pola sekolah Barat, baik sistem maupun isi
pendidikannya. Disamping itu pengiriman pelajar-pelajar ke dunia Barat
terutama ke Perancis untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi
modern tersebut banyak dilakukan oleh penguasa-penguasa di berbagai negri
islam.
Pembaharuan pendidikan dengan pola barat ini, mulanya timbul di Turki
Usmani pada akhir abat ke 11 H/17 M setelah mengalami kalah perang dengan
berbagai negara Eropa Timur pada masa itu, yang merupakan benih bagi
timbulnya usaha sekuralisasi Turki yang berkembang kemudian dan
membentuk Turki modern. Sultan Mahmud II (yang memerintah Turki Usmani
1807-1839 M) adalah pelopor pembaharuan pendidikan di Turki.
Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisional ini tidak
sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad kesembilan belas. Sultan Mahmud II
mengeluarkan perintah supaya anak sampai umur dewasa jangan dihalangi
masuk madrasah. Selain itu Sultan Mahmud II juga mengirimkan siswa-siswa
ke Eropa untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi langsung dari
sumber pengembangan. Setelah mereka pulan ketanah air, mereka banyak
berpengaruh terhadap usaha-usaha pembaharuan pendidikan. Dari mereka ini
pula berkembangnya faham sekularisme di Turki yang kemudian diterapkan
secara mantap sekarang ini.
Pola pembaharuan pendidikan yang berorientasi ke Barat ini, juga
nampak dalam usaha Muhammad Ali Pasya di Mesir, yang berkuasa pad tahu
1805-1848. Muhammad Ali Pasya dalam rangka memperkuat kedudukannya
dan sekaligus melaksanakan pembaharuan pendidikan di Mesir, mengadakan
[7][7]pembaharuan dengan jalan mendirikan berbagai macam sekolah yang
meniru system pendidikan dan pengajaran Barat.[2]
2. Pola pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada sumber islam yang
murni.
Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya islam sendiri merupakan
sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan
modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakekatnya
mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta
kekuatan bagi umat manusia. Dalam hal ini islam telah membuktikannya pada
masa-masa kejayaannya.[1]
Menurut analisa mereka diantara sebab-sebab kelemahan umat islam
adalah karena mereka tidak lagi melaksanakan ajaran agama islam secara
semestinya. Ajaran-ajaran islam yang menjadi sumber kemajuan dan kekuatan
ditnggalkan dan menerima ajaran-ajaran islam yang tidak murni lagi. Hal
tersebut terjadi setelah mandeknya perkembangan filsafat islam, di
tinggalkannya pola pemikiran rasional dan kehidupan umat islam telah di
warnai oleh pola kehidupan yang bersifat pasif. Disamping itu, dengan
mandeknya perkembangan fiqih yang di tandai penutupan pintu ijtihad, umat
islam telah kekurangan daya untuk mengatasi problematika hidup yang
menantangnya sebagai akibat dari perubahan dan perkembangan zaman.
[7][2] Zuhairini Dkk, Sejarah Pensisikan Islam (Jakarta : , 1986) 116-120.[1] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Malang : UIN Malang Press, 2008), 246-247.
Pola pembaharuan ini di rintis oleh Mohammad bin Abd Al-Wahab,
kemudian di canangkan kembali oleh Jamaludin al Afghani dan Muhammad
Abduh. Menurut Jamaludin al Afghani, pemurnian ajaran agama islam dengan
kembali ke Al-Qur’an dan Al-Hadist dalam arti yang sebenarnya tidaklah
mungkin. Ia berkeyakinan bahwa islam adalah sesuai dengan semua bangsa,
semua zaman, dan semua keadaan.
Menurut Muhammad Abduh, bahwa pengetahuan modern dan islam
adalah sejalan dan sesuai, karena dasar ilmu pengetahuan modern adalah
sunatullah sedangkan dasar islam adalah Wahyu Allah swt. Kedua-duanya
berasal dari Allah swt. Oleh karena itu umat islam harus menguasai keduanya.
[6]
3. Usaha pembaharuan pendidikan islam yang berorientasi pada nasionalisme.
Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembangnya pola
kehidupan modern dan mulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat mengalami
kemajuan rasa nasionalisme yang kemudian menimbulkan kekuatan-kekuatan
politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut mendorong pada umumnya
bangsa-bangsa Timur dan bangsa terjajah lainnya untuk mengembangkan
nasionalisme masimng –masing. Umat islam mendapati kenyataan bahwa
mereka terdiri dari berbagai bangsa yang berbeda latar belakang dan sejarah
perkembangan kebudayaannya. Mereka pun hidup bersama dengan orang-orang
yang beragama lain tapi sebangsa. Inilah yang juga mendorong
perkembangannya rasa nasionalisme di dunia islam.[9][9]
[9][6] Widda Djuhan, Sejarah Pendidikan Islam Klasik ( Ponorogo : LPPI STAIN, 2010), 69-70[2] Zuhairini Dkk, Sejarah Pensisikan Islam (Jakarta : , 1986), 122-123.
Disamping itu,adanya keyakinan dikalangan pemikir-pemikir
pembaharuan di kalangan umat islam, bahwa pada hakekatnya ajaran islam bisa
diterapkan dan sesuai dengan segala zaman dan tempat. Oleh karena itu, ide
pembaharuan yang berorientasi pada nasionalisme inipun bersesuaian dengan
ajaran islam.
Ide kebangsaan atau nasionalisme inilah yang pada tahap perkembangan
berikutnya mendorong timbulna usaha-usaha merebut kemerdekaan dan
mendirikan pemerintahan sendiri di kalangan bangsa-bangsa pemeluk islam.
Dalam bidang pendidikan umat islam yang telah membentuk pemerintahan
nasional tersebut mengembangkan sistem dan pola pendidikan nasionalnya
sendiri-sendiri.[2]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi islam di
Indonesia lahir dari sikap nasionalisme masyarakat yang tinggi, menimbulkan
perkembangan dilapangan pendidikan dan pengajaran kemudian melahirkan
lembaga-lembaga formal yang dipelopori oleh tokoh-tokoh pendidikan islam
dilengkapi dengan system dan isinya.
perkembangan Islam di Indonesia sangat pesat yang seperti berbeda
pendapat tentang permulaan Islam di Indonesia antara lain: Bahwa kedatangan
Islam pertama di Indonesia tidak identik dengan berdirinya kerajaan Isalam
pertama di Indonesia mengingat bahwa pembawa Islam ke Indonesia adalah para
pedagang, bukan missi tentara dan bukan pelarian politik. Mereka tidak ambisi
langsung mendirikan kerajaan Islam.
B. Saran
Demikian makalah yang bisa saya tuliskan, makalah ini pasatinya jauh dari
kesempurnaan, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan saya. Dengan
tangan terbuka dan lapang dada saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan
dengan rendah hati saya akan mendengar saran, guna mengevaluasi makalah ini,
semoga makalah ini memberi manfaat bagi kita. Amin
Recommended