View
35
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
Sesak Nafas Akibat Ketinggian dan
Hubungannya dengan Sistem Respirasi
Kelompok C4
Ria Brillyanta Widyarta (102010232)
Joseph Nelson Leo (102011009)
Rufina Rettu (102011046)
Yan Ricky Sophian (102011081)
Kelly Stephani Catherine Tanzil (102011118)
Maulana Malik Ibrahim (102011158)
Stella Yosanie (102011226)
Bernadina N S Lewowerang (102011303)
Christopher (102011333)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat, 11510
Telp : (021) 5694 2061, Fax : (021) 563 1731
2012
Pendahuluan
1
Manusia mempunyai syarat-syarat untuk hidup sebagai makhluk hidup, salah satunya
adalah bernafas (respirasi). Bernafas merupakan salah satu aktivitas pokok yang dilakukan
manusia untuk mempertahankan hidupnya.1 Fungsi utama respirasi adalah memperoleh O2
untuk digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel. untuk
mencapai tujuan ini , pernapasan dapat dibagi menjadi 4 fungsi utama yaitu :2
a. Ventilasi paru yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli
paru.
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari
sel jaringan tubuh.
d. Pengaturan ventilasi dan hal – hal lain dari pernapasan .
Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan yaitu respirasi internal
dan eksternal. Respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses metabolik
intrasel atau respirasi sel merujuk kepada proses-proses metabolik intrasel yang dilakukan di
dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi
dari molekul nutrien. Respirasi eksternal adalah sluruh rangkaian kejadian dalam pertukaran
O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.1
Struktur Makroskopis dan Mikroskopis Sistem Respirasi
Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi struktur utama,
dan struktur pelengkap. Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran
udara pernapasan, terdiri dari jalan napas dan saluran napas, serta paru (parenkim paru). Yang
disebut sebagi jalan napas adalah nares, hidung bagian luar, hidung bagian dalam, sinus
paranasal, faring, dan laring. Sedangkan saluran napas adalah trakea, bronki, dan bronkioli.
Struktur pelengkap sistem pernapasan berupa komponen pembentuk dinding toraks,
diafragma, dan pleura. 3
Yang dimaksud dengan parenkim paru adalah organ berupa kumpulan kelompok alveoli
yang mengelilingi cabang-cabang pohon bronkus. Paru kanan terdiri dari tiga bagian, yaitu
lobus atas kanan, lobus tengah kanan, dan lobus bawah kanan. Setiap lobus mempunyai
bronkus lobusnya masing-masing. Paru kiri mempunyai dua lobus, yaitu lobus atas kiri dan
2
lobus bawah kiri dan setiap lobus juga mempunyai bronkus lobusnya masing-masing seperti
paru kanan.3
Hidung
Hidung terdiri atas kerangka tulang dan tulang rawan yang dibungkus jaringan ikat
dan kulit. Terbagi menjadi rongga hidung (cavum nasale) kiri dan kanan yang dipisahkan
oleh septum nasale. Rongga hidung terbuka di anterior pada nares dan di posterior ke dalam
faring melalui nasofaring. Luas permukaannya diperbesar oleh tiga tonjolan mirip gulungan
dari dinding lateral yang disebut
konka nasalis superior, media, dan
inferior. Kulit yang menutupi hidung
dilapisi rambut sangat halus dengan
kelenjar sebasea besar. Bagian dalam
hidung dilapisi empat jenis epitel.
Epitel berlapis gepeng kulit berlanjut
ke dalam melalui nares ke dalam
vestibulum, di mana sejumlah rambut
kaku dan besar menonjol ke saluran
udara. Keberadaan rambut-rambut kaku ini diduga membantu menahan partikel debu yang
besar dalam udara yang dihirup atau sering disebut sebagai alat penyaring udara dalam
saluran pernafasan. Beberapa milimeter ke dalam vestibulum, epitel berlapis gepeng ini
beralih menjadi epitel kolumnar atau kuboid tanpa silia. Mereka ini berlanjut menjadi epitel
bertingkat kolumnar bersilia yang menutupi sisa dari rongga hidung, kecuali daerah kecil di
dinding dorsal yang dilapisi epitel olfaktoris sensoris.4
Epitel hidung terdiri atas:
1. Sel-sel kolumnar bersilia
2. Sel goblet
3. Sel-sel basofilik kecil pada dasar epitel, dianggap sebagai sel-sel induk bagi
penggantian jenis sel yang lebih berkembang
Pada manusia, jumlah sel goblet berangsur bertambah dari anterior ke posterior. Selain
mukus, epitel juga mensekresi sedikit cairan yang membentuk lapisan di antara bantalan
mukus dan permukaan epitel. Silia di dalam lapisan cairan ini mendorong lapisan mukus di
3
Gambar 1. Bagian-Bagian Hidung 5
atasnya ke arah faring. Di bawah epitel terdapat lamina propria tebal yang mengandung
kelenjar submukosa, terdiri atas sel-sel mukosa dan serosa. Di dalam lamina propia juga
terdapat sel plasma, sel mast, dan kelompok jaringan limfoid. Di bawah epitel konka inferior
terdapat pleksus vena luas yang merupakan tempat terjadinya mimisan.4
Reseptor penghidu terdapat di dalam epitel olfaktoria, daerah khusus pada mukosa hidung
yang terdapat di atap rongga hidung dan meluas ke bawah sampai pada kedua sisi septum
serta sedikit ke atas konka nasalis superior. Epitel olfaktoris adalah epitel bertingkat silindris
tinggi, terdiri atas tiga jenis sel berbeda:
1. Sel penyokong atau sel sustentakular
Berbentuk panjang dengan inti lonjongnya yang terletak lebih ke apikal atau
superfisial pada peitel. Permukaan aspeksnya yang lebar mengandung mikrovili halus
yang menonjol ke dalam lapisan mukus permukaan. Bagian belakang dari sel-sel ini
lebih langsing.
2. Sel basal
Merupakan sel kecil pendek yang terletak di basis epitel dan di antara basis sel-sel
penyokong dan sel olfaktoris. Merupakan sel-sel kecil basofilik kuat.
3. Sel olfaktoris
Merupakan neuron bipolar sensoris. Inti bulat atau lonjongnya menempati daerah
pada epitel yang terletak di antara inti sel penyokong dan sel basal. Aspeks sel
ofaktoris langsing dan mengarah ke permukaan epitel. Memancar dari apeks ini
adalah silia olfaktoris non-motil dan panjang yang terletak paralel terhadap
permukaan epitel dalam mukus di atas epitel. Silia berfungsi sebagai reseptor bau.
Terjulur keluar dari basis sel yang langsing terdapat akson yang masuk ke dalam
jaringan ikat lamina propria di
bawahnya, tempat mereka
bergabung dalam berkas-berkas
kecil nervus olfaktorius tanpa
mielin, yaitu filia olfaktoria.
Saraf ini akhirnya keluar dari
cavum nasi dan berjalan ke
dalam bulbus olfaktorius otak.
4
Gambar 2. Nasal 6
Di bawah epitel olfaktoris terdapat lamina propria yang banyak mengandung kapiler,
pembuluh limfe, arteriol dan venul. Selain nervus olfaktorius, lamina propria juga
mengandung kelenjar olfaktoris tubuloalveolar bercabang dari Bowman. Kelenjar serosa ini
mencurahkan sekretnya melalui saluran sempit yang menembus epitel olfaktoris dan
bermuara pada permukaan. Sekret kelenjar ini membasahi mukosa olfaktoris dan
menyediakan pelarut yang dibutuhkan bagi substansi bebauan.4
Rongga Hidung atau Nasal
Rongga-rongga hidung dipisahkan dari sesamanya oleh sekat rongga hidung atau
septum nasi dari rongga mulut oleh palatum. Bagian anterior septum adalah kartilago.
Dinding lateral mulai pada dasar rongga hidung dari sekat. Rongga hidung menyempit
bagaikan suatu segitiga atap rumah ke arah puncaknya. Tiap rongga hidung berakhir pada
suatu pintu hidung belakang, koana, yang berhubungan dengan faring. Dasar rongga-rongga
hidung dibentuk oleh palatum durum dan palatum mole.
Atap rongga hidung adalah suatu alur yang melandai ke depan di bawah jembatan hidung
menuju lubang-lubang hidung luar, dan ke arah posterior sepanjang dinding depan tulang baji
pada resesus sfenoetmoidalis menuju koana. Dinding lateral diperbesar oleh tiga bangunan,
konka-konka, sinus frontalis, sinus sfenoidalis orifisium faringeal tuba Eustachii. 7
Tulang hidung terdiri atas:
a. Tulang nasal, membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.
b. Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid, membentuk bagian posterior
septum nasal.
c. Lantai rongga nasal adalah palatum keras, dibentuk oleh tulang makila dan
palatinum.
d. Langit-langit rongga nasal pada sisi medial, dibentuk oleh lempeng kribriform
tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasa, dan pada sisi
posterior dari tulang sfenoid.
5
Konka-konka nasalis adalah tulang-tulang tipis yang dilapisi sebuah membran mukosa yang
berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah. Konka nasalis
menonjol pada sisi medial dinding lateral rongga nasal. Terdapat sebuah meatus atau jalur
udara di bawah masing-masing konka, superior, media dan inferior. Konka nasalis inferior
merupakan konka nasalis terpanjang yang memiliki tulang tersendiri. Ke dalam meatus
inferior bermuara duktus nasolakrimalis yang mengumpulkan cairan air mata dari kantong
konjungtiva mata dan melalui dua buluh kecil, kanalis lakrimalis, mengumpulkan dan
mengosongkan cairan tersebut ke dalam kantong lakrimal. Bagian tulang konka media adalah
bagian tulang tapisan.
Membrana mukosa hidung terdiri atas kulit pada bagian eksternal permukaan hidung
yang mengandung folikel rambut, keringat, dan kelenjar sebasea, merentang sampai
vestibulum yang terletak di dalam nares. Kulit di bagian dalam ini mengandung rambut
(vibrissae) sebagai alat menyaring partikel dari udara terhisap. Di bagian rongga nasal yang
lebih dalam, epitel respiratorik membentuk mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya.
Lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang terletak pada lapisan
jaringan ikat tervaskularisasi dan terus memanjang untuk melapisi saluran pernapasan sampai
ke bronkus. Membrana mukosa hidung dibedakan menjadi dua bagian. 7
a. Daerah pernapasan melapisi konka inferior dan media, daerah septum yang sesuai
dan dasar rongga hidung. Berperan dalam merawat udara penarikan napas.
b. Daerah olfaktorius, meliputi konka superior, bagian septum yang letaknya
berlawanan dan atap rongga hidung. Daerah ini mengandung alat penghidu.
Fungsi dari membrana mukosa hidung adalah sebagai berikut. 8
a. Penyaringan partikel kecil
Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu
lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel
yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan
keluar.
b. Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk
Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta
dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.
c. Resepsi odor
6
Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng
kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk
indera penciuman.
Sinus paranasal merupakan kantong tertutup pada bagian frontal, etmoid, maksilar, dan
sfenoid. Sinus-sinus ini kebanyakan berkembang setelah lahir. Terdapat empat pasang sinus
paranasal. 7
a. Sinus maksilaris, meluas di bawah orbita dan dasarnya dipisahkan dari akar gigi-
gigi molar dan premolar oleh sebuah lempeng tulang.
b. Sinus frontalis, derajat meluasnya sinus ke dalam tulang dahi, sangat bervariasi
dan biasanya sinus ini tidak simetris. Di dekatnya terletak lekuk tengkorak depan
dan atap orbita
c. Sinus etmoidalis, terdiri atas sel-sel udara etmoidal. Sinus ini berkembang pada
usia muda. Batas-batasnya adalah orbita, lekuk tengkorak depan dan rongga
hidung dan terpisah dari alat-alat ini oleh lamela-lamela yang setipis kertas.
d. Sinus sfenoidalis, dipisahkan oleh sebuah sekat sagital, kadang-kadang sekat ini
tidak lengkap. Atap sinus sfenoidalis dibentuk oleh sela tursika pada dasar
tengkorak.
Setiap sinus yang menyusun paranasalis berfungsi untuk meringankan tulang kranial,
memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus, dan memberi efek resonansi dalam
proses bicara. Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus
kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak,
aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior. 7
Faring
Faring merupakan tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian
dasar tulang tengkorak sampai esofagus. Faring merupakan ruangan di belakang cavum nasi
yang menghubungkan traktus digestivus dan traktus respiratorius. Faring terbagi menjadi
nasofaring, orofaring, dan laringofaring. 8
7
a. Nasofaring
Nasofaring berada di sebelah dorsal hidung dan sebelah cranial palatum molle.
Nasofaring merpakan bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah
rongga nasal melalui dua naris internal (koana). 7
1. Dua tuba Eustachii (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi
gendang telinga.
2. Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak
di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
8
Rongga nasofaring tidak pernah tertutup, berbeda dengan orofaring dan
laringofaring. Ke arah ventral nasofaring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana yang masing-masing terpisah oleh septum nasi. Nasofaring
memiliki epitel bertingkat torak bersilia bersel goblet. Di bawah membrana basalis
pada lamina propria terdapat kelenjar campur. Pada bagian posterior terdapat
jaringan limfoid yang membentuk tonsila faringea. 7
b. Orofaring
Orofaring terbentang mulai dari palatum molle sampai tepi atas epiglotis atau
setinggi corpus vertebra cervical 2 dan 3 bagian atas. Orofaring dipisahkan dari
nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu perpanjangan palatum keras
tulang. 7
1. Uvula adalah prosesus kerucut kecil yang menjulur ke bawah dari bagian
tengah tepi bawah palatum lunak.
2. Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
Orofaring memiliki epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Terletak di
belakang rongga mulut dan permukaan belakang lidah. Orofaring akan dilanjutkan
ke bagian atas menjadi epitel mulut dan ke bawah ke epitel oesofagus. 7
c. Laringofaring
Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, merupakan gerbang untuk
sistem respiratorik selanjutnya. Laringofaring memiliki epitel bervariasi, sebagian
besar epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Laringofaring membentang dari
tepi kranial epiglotis sampai tepi inferior cartilago cricoidea atau mulai setinggi
bagian bawah corpus vertebra cervical 3 sampai bagian atas vertebra cervical 6.
Ke arah caudal laringofaring dilanjutkan sebagai oesofagus. 7
Laring
Laring (kotak suara) merupakan penghubung antara
faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek
berbentuk seperti kotak triangular. Laring dapat menutup
jalan-jalan udara yang lebih rendah dari faring misalnya
9
Gambar 3. Faring 9
pada saat batuk atau muntah. Semua otot laring, kecuali otot krikoaritenoideus posterior
berperan serta dalam penutupan ini. Di samping itu laring juga berperan dalam menghasilkan
nada-nada suara. Laring membentang antara lidah sampai trakea atau pada laki-laki dewasa
setinggi vertebra cervical 3 sampai 6. Laring terdiri atas sebuah kerangka tulang rawan
dengan ikat-ikat yang merupakan tempat perlekatan otot-otot, dan sebagian besar tertutup
membrana mukosa. Laring ditopang oleh sembilan kartilago, tiga berpasangan dan tiga tidak
berpasangan. 7
a. Kartilago tidak berpasangan
Kartilago tiroid
Kartilago krikoid
Epiglotis
Merupakan katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior
kartilago tiroid. Saat menelan, epiglotis secara otomatis menutupi
mulut faring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.
b. Kartilago berpasangan
Kartilago aritenoid
Kartilago kornikulata
Kartilago kuneiform
Trakea
Trakea merupakan tuba dengan panjang 10 cm sampai 12 cm dengan diameter 2,5
cm, terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area
vertebra serviks keenam sampai area vertebra thoraks kelima tempatnya membelah menjadi
dua bronkus utama. Karena strukturnya, alat ini mempertah ankan aliran udara. Dinding
anterolateralnya terdiri atas 10-20 kartilago hialin berbentuk tapal kuda yang dihubungkan
oleh ikat-ikat anular. Pada dinding posterior, paries membranaseus kartilago-kartilago
tertutup menjadi suatu cincin oleh jaringan ikat dan otot. 8 Dinding trakea diperkuat oleh
sederetan keping tulang rawan hialin berbentuk C yang mengelilingi bagian ventral dan
lateralnya. Cincin tulang rawan tidak utuh ini dipisahkan oleh celah-celah yang dijembatani
jaringan ikat fibro-elastis. Susunan demikian memberi trakea keleluasaan gerak yang besar,
10
sedangkan cincin-cincin tulang rawannya memungkinkannya menahan tekanan dari luar yang
dapat menutup jalan napas. Di luar tulang rawan terdapat lapis jaringan ikat padat dengan
banyak serat elastin. Dinding posterior trakea tidak dilengkapi tulang rawan. Sebagai
gantinya terdapat pita tebal dari otot polos yang terorientasi melintang, yang ujung-ujungnya
berbaur dengan lapis jaringan ikat padat di luar tulang rawan tadi.
Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, lapisan fibrokartilagineus dan adventisia. Di
antara ujung-ujungnya terletak muskulus trakealis. Mukosa terdiri dari epitel silindris
bertingkat bersilia dengan sel goblet, dan suatu lamina propria yang terdiri dari jaringan ikat
halus dengan jaringan limpatik difus dan kadang ada nodulus. Pada bagian dalam lamina
propria, serat-serat elastis membentuk membran elastis longitudinal. Di dalam submukosa
yang terdiri dari jaringan penyambung jarang terdapat kelenjar campur tubulo alveolar yang
duktusnya melewati lamina propria untuk bermuara ke dalam lumen trakea. 7
a. Sel silindris bersilia
Merupakan sel yang terbanyak. Setiap selnya terdiri dari 300 silia di apikalnya.
Terdapat banyak mitokondria kecil menyediakan ATP untuk pergerakan sel. pada
mikrograf elektron, sel-sel bersilia memiliki tepian bermikrovili, di mana silia-
silianya terjulur ke dalam lumen. Retikulum endoplasmanya tidak luas dan
terdapat relatif sedikit ribosom bebas. 4
b. Sel goblet
Sel goblet tampak serupa dengan yang terdapat di epitel hidung dan saluran cerna.
Bagian apikalnya yang melebar dipenuhi granul musigen bermuatan elektron
rendah. Sel goblet berfungsi mesintesa dan mensekresi lendir. Sel goblet memiliki
aparatus golgi dan retikulum endoplasma kasar di basal sel. 4
c. Sel sikat
Sel sikat berjumlah lebih sedikit dari sel-sel bersilia dan sel goblet. Merupakan sel
kolumnar langsing dengan tepian lumen bermikrovili. Filamen aktin di pusat
mikrovili terjulur ke bawah, memasuki sedikit sitoplasma apikal. Tidak ada granul
sekresi namun agregat glikogen kecil-kecil tersebar di dalam sitoplasma. Fungsi
sel sikat dan hubungannya terhadap jenis sel lain dari epitel belum diketahui.
Mereka dikatakan sebagai sel goblet kosong atau tahap perantara dalam
perkembangan sel basal untuk menggantikan sel bersilia. 4
d. Sel basal
11
Sel basal piramidal kecil terselip di antara dasar sel-sel silindris. Letak intinya
yang di bawah letak inti sel-sel silindris memberi epitel ini tampilan khas
bertingkat. Sel-sel basal memiliki sedikit organel dan dipandang sebagai cadangan
sel induk yang sanggup berkembang dan menggantikan sel-sel bersilia dan sel
goblet yang rusak. 4
Gambar 6. Trakea potongan memanjang 11
Pleura
Pleura terdiri dari dua lapisan : lapisan viseralis yang melekat pada paru dan lapisan
parietalis yang mebmatasi aspek terdalam dinding dada, diafragma, serta sisi pericardium dan
12
Gambar 5. Trakea 10
mediastinum. Pada hilus paru kedua lapisan pleura ini berhubungan. Hubungan ini
bergantung longgar di atas hilusdan disebut ligamentum pulmonale. Adanya ligamentum ini
memungkinkan peregangan vv. Pulmonalis dan pergerakan struktur hilus selama respirasi.12
Kedua rongga pleura tidak berhubungan dan rongga pleura mengandung sedikit cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura. Pada
inspirasi maksimal paru-paru hampir mengisi seluruh rongga pleura. Pada inspirasi tenang
paru-paru tidak mengembang sepenuhnya, melainkan menyisakan ruang sisa
kontodiafragmatikus dan kostomediastinal dari rongga pleura. Pleura parietalis sensitif
terhadap nyeri dan raba. Pleura viseralis hanya sensisit terhada regangan. 12
Paru – paru
Pertukaran gas antara udara penarikan pernapasan dan darah terjadi di paru-paru.
Semua struktur pada paru-paru dihubungkan oleh jaringan ikat dan tertutup membrana serosa
yaitu pleura. Pleura terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan viseralis yang melekat pada paru dan
lapisan parietalis yang membatasi
aspek terdalam dinding dada,
diafragma, serta sisi perikardium
dan mediastinum. Bronkus,
pembuluh darah dan limfe serta
saraf-saraf memasuki dan
meninggalkan paru-paru pada
hilus. Tiap paru terletak dalam
sebuah rongga pleura. 7
Paru-paru mengisi celah di dalam
rongga dada secara lengkap.
Puncak paru membentang dari
pintu atas rongga dada, menonjol
ke arah ventral di atas bagian depan iga pertama. Alas paru, permukaan diafragmatik,
terbaring di atas diafragma. Permukaan mediastinal berhadapan dengan celah jaringan ikat di
dalam rongga dada yaitu mediastinum. Permukaan kostal yang sangat melengkung,
menghadap iga-iga dan tulang belakang. Paru-paru selalu menyesuaikan diri terhadap
13
Gambar 7. Paru-Paru 13
perubahan bentuk rongga dada dan diafragma terus menerus mengembang. Diafragma
memisahkan rongga thoraks dan abdomen. Strukturnya terdiri dari bagian muskularis perifer
yang berinsersi di aponeurosis anterior-tendon sentralis. 7
Dari sebelah luar ke alveolus, pembagian bronkopulmonal adalah dimulai dengan bronkus
primer, bronkus sekunder atau bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental,
bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus
alveolaris, dan alveoli.
a. Bronkus Primer
Struktur bronki primer mula-mula seperti trakea. Pada waktu masuk paru, bentuk
C tulang rawan digantikan oleh lempeng-lempeng terpisah tulang rawan yang
mengelilingi bronkus, dan muskular polos menyebar dari muskulus trakealis untuk
membentuk lapisan tidak lengkap di sekeliling lumen.
b. Bronkus Sekunder
Bronkus sekunder atau bronkus lobaris, ditandai oleh beberapa lempeng tulang
rawan yang makin berdekatan. Epitelnya adalah epitel silindris bertingkat, bersilia
dengan sel goblet. Yang membentuk dinding terlihat berturut-turut, lamina propria
tipis, lapisan tipis muskular polos, submukosa di mana tersebar kelenjar bronkial,
lempeng-lempeng tulang rawan hialin, dan adventisia.
c. Bronkus Segmental dan Subsegmental
Bronkus segmental memperlihatkan susunan yang sama tetapi epitelnya lebih
rendah dan tulang rawan berkurang jumlahnya. Pada bronkus subsegmental hanya
kadang-kadang terdapat sepotong kecil tulang rawan.
d. Bronkiolus, Bronkiolus Terminalis, dan Respiratorius.
Pada bronkiolus epitelnya silindris bertingkat bersilia rendah dengan kadang-
kadang disertai sel goblet. Mukosanya khas berlipat. Terdapat sabuk otot polos
menonjol, adventisia mengelilinginya karena kelenjar dan tulang rawan tidak
terdapat lagi. Bronkiolus terminalis mempunyai lumen luas dan lebih beraturan
disertai dengan mukosa agak bergelombang. Epitelnya silindris bersilia tanpa sel
goblet. Masih terdapat lamina propria tipis, lapisan muskular polos, dan
adventisia.
14
Bronkiolus respiratorius merupakan tubulus yang langsung berhubungan dengan
duktus alveolaris dan alveoli. Epitelnya silindris kubis, mungkin masih bersilia
pada bagian proksimal. Alveoli muncul di dinding pada sisi berlawanan dengan
arteri pulmonalis. Semakin ke distal semakin banyak. Di sini epitel dan muskular
polos dari bronkiolus respiratorius kelihatan kecil, terputus-putus di antara pintu-
pintu alveoli.
Gambar 8. Bronkiolus Terminalis dan Respiratorius
e. Duktus dan Sakus Alveolaris
Setiap bagian bronkiolus respiratorius bermuara ke dalam dua atau lebih duktus
alveolaris, walaupun pada potongan hanya terlihat sebuah duktus alveolaris.
Dinding duktus alveolaris dibentuk oleh deretan alveoli terletak berdekatan satu
sama lain. Kelompok alveoli yang bermuara ke dalam suatu duktus alveolaris
disebut sebuah sakus atau kantong alveolaris.
f. Alveoli
Alveoli membentuk masa parenkim paru yang memberi gambaran jala-jala halus.
Alveoli yang bulat atau oval dibatasi oleh epitel gepeng, tidak tergambar jelas
pada pembesaran ini. Alveoli yang berdekatan mempunyai dinding gabungan
(septum interalveolar). Di dalam dinding tipis ini terdapat pleksus kapiler,
disokong oleh sedikit jaringan ikat halus di mana terdapat sedikit fibroblas dan
beberapa sel lainnya. Kapiler-kapiler tersebut dengan sendirinya menjadi dekat
dengan epitel gepeng yang melapisi alveolar di dekatnya, dipisahkan dari epitel
hanya oleh jaringan ikat tipis.
15
Gambar 9. Alveoli dengan Pewarnaan HE dan Perbesaran 200x.
Mekanisme Pernapasan
Respirasi eksternal, yaitu topik pada makalah ini, mencakup empat langkah:
1. Udara secara bergantian dimasukkan ke dan dikeluarkan dari paru sehingga udara
dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan eksternal) dan kantung udara
(alveolus) paru. Pertukaran ini dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernapas, atau
ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur untuk menyesuaikan aliran udara antara atmosfer
dan alveolus sesuai kebutuhan metabolik tubuh akan penyerapan O2 dan pengeluaran
CO2.
2. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara udara di alveolus dan darah didalam kapiler
paru melalui proses difusi.
3. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara paru dan jaringan.
4. Oksigen dan CO2 dipertukarkan antara jaringan dan darah melalui proses difusi
menembus kapiler sistemik (jaringan).1
Sistem respirasi tidak melaksanakan semua tahap atau langkah respirasi; sistem ini
hanya berperan dalam ventilasi pertukaran O2 dan CO2 antara paru dan darah (Langkah 1
dan 2). Sistem sirkulasi melaksanakan tahap-tahap selanjutnya.1
Mekanisme Inspirasi
Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak
ada udara yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot
inspirasi utama-otot yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang-
16
adalah diafragma dan otot intrrkostal eksternal. Pada awitan inspirasi, otot-otot ini
dirangsang untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama
adalah diafragma, suatu lembaran otot rangka yang membentuk lantai rongga thoraks dan
disarafi oleh saraf frenikus. Diafragma dalam keadaan melemas berbentuk kubah yang
menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi (pada stimulasi oleh saraf
frenikus), diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan
ukuran vertikal (atas ke bawah) (Gambar 10). Dinding abdomen, jika melemas, menonjol
keluar sewaktu inspirasi karena diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan
ke depan. Tujuh puluh lima persen pembesaran rongga thoraks sewaktu bernapas tenang
dilakukan oleh kontraksi diafragma.1
Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga (Inter artinya “di antara”; kosta artinya
“iga”). Otot interkostal eksternal terletak di atas otot interkostal internal. Kontraksi otot
interkostal eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke bawah dan depan antara dua iga yang
berdekatan, memperbesar rongga toraks dalam dimensi lateral (sisi ke sisi) dan antero- posterior (depan ke belakang). Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal mengangkat
iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan (Gambar 10). Saraf interkostal
mengaktifkan otot-otot interkostal ini.1
Gambar 10. Mekanisme Inspirasi.5
Sebelum inspirasi, pada akhir ekspirasi sebelumnya, tekanan intra-alveolus sama
dengan tekanan atmosfer, sehingga tidak ada udara mengalir masuk atau keluar paru.
Sewaktu rongga thoraks membesar, paru juga dipaksa mengembang untuk mengisi rongga
thoraks vang lebih besar. Sewaktu paru membesar, tekanan intra-alveolus turun karena
jumlah molekul udara yang sama kini menempati volume paru yang lebih besar. Pada
17
gerakan inspirasi biasa, tekanan intra-alveolus turun 1 mmHg menjadi 759 mmHg.
Karena tekanan intra-alveolus sekarang lebih rendah daripada tekanan atmosfer maka udara mengalir ke dalam paru mengikuti penurunan gradien tekanan dari tekanan
tinggi ke rendah. Udara terus masuk ke paru sampai tidak ada lagi gradien-yaitu, sampai
tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Karena itu, ekspansi paru tidak
disebabkan oleh udara masuk ke dalam paru; udara mengalir ke dalam paru karena turunnya
tekanan intra-alveolus yang ditimbulkan oleh ekspansi paru. Sewaktu inspirasi, tekanan
intrapleura turun menjadi 754 mmHg akibat ekspansi thoraks. Peningkatan gradien tekanan
transmural yang terjadi sewaktu inspirasi memastikan bahwa paru teregang untuk mengisi
rongga thoraks yang mengembang.1
Inspirasi dalam (lebih banyak udara dihirup) dapat dilakukan dengan
mengontraksikan diafragma dan otot interkostal eksternal secara lebih kuat dan dengan
mengaktifkan otot inspirasi tambahan (aksesorius) untuk semakin memperbesar rongga
thoraks. Kontraksi otot-otot tambahan ini, yang terletak di leher, mengangkat sternum dan
dua iga pertama, memperbesar bagian atas rongga thoraks. Dengan semakin membesarnya
volume rongga toraks dibandingkan dengan keadaan istirahat maka paru juga semakin
mengembang, menyebabkan tekanan intra-alveolus semakin turun. Akibatnya, terjadi
peningkatan aliran masuk udara sebelum tercapai keseimbangan dengan tekanan atmosfer;
yaitu, tercapai pernapasan yang lebih dalam.1
Mekanisme Ekspirasi
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil posisi aslinya
yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternal melemas, sangkar iga
yang sebelumnya terangkat turun karena gravitasi. Tanpa gaya- gaya yang menyebabkan
ekspansi dinding dada (dan karenanya, ekspansi paru) maka dinding dada dan paru yang
semula teregang mengalami recoil ke ukuran prainspirasinya karena sifat-sifat elastiknya,
seperti balon teregang yang dikempiskan. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-
alveolus meningkat, karena jumlah molekul udara yang lebih banyak yang semula
terkandung di dalam volume paru yang besar pada akhir inspirasi kini termampatkan ke
dalam volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi biasa, tekanan intra-alveolus meningkat
sekitar 1 mm Hg di atas tekanan atmosfer menjadi 761 mm Hg. Udara kini meninggalkan
paru menuruni gradien tekanannya dari tekanan intra-alveolus yang lebih tinggi ke tekanan
18
atmosfer yang lebih rendah. Aliran keluar udara berhenti ketika tekanan intra-alveolus
menjadi sama dengan tekanan atmosfer dan gradien tekanan tidak ada lagi.1
Selama pernapasan tenang, ekspirasi normalnya merupakan suatu proses pasif, karena
dicapai oleh recoil elastik paru ketika otot-otot inspirasi melemas, tanpa memerlukan
kontraksi otot atau pengeluaran energi. Sebaliknya, inspirasi selalu aktif karena ditimbulkan
hanya oleh kontraksi otot inspirasi dengan menggunakan energi. Ekspirasi dapat menjadi
aktif untuk mengosongkan paru secara lebih tuntas dan lebih cepat daripada yang dicapai
selama pernapasan tenang, misalnya sewaktu pernapasan dalam ketika olahraga. Tekanan
intra-alveolus harus lebih ditingkatkan di atas tekanan atmosfer daripada yang dicapai oleh
relaksasi biasa otot inspirasi dan recoil elastik paru. Untuk menghasilkan ekspirasi paksa atau
aktif tersebut, otot- otot ekspirasi harus lebih berkontraksi untuk mengurangi volume rongga
thoraks dan paru. Otot ekspirasi yang paling penting adalah (yang mungkin tidak diduga
sebelumnya) otot dinding abdomen. Sewaktu otot abdomen berkontraksi terjadi peningkatan
tekanan intra-abdomen yang menimbulkan gaya ke atas pada diafragma, mendorongnya
semakin ke atas ke dalam rongga thoraks daripada posisi lemasnya sehingga ukuran vertikal
rongga thoraks menjadi semakin kecil. Otot ekspirasi lain adalah otot interkostal internal, yang
kontraksinya menarik iga turun dan masuk, mendatarkan dinding dada dan semakin
mengurangi ukuran rongga thoraks; tindakan ini berlawanan dengan otot interkostal
eksternal.1
Sewaktu kontraksi aktif otot ekspirasi semakin mengurangi volume rongga thoraks,
volume paru juga menjadi semakin berkurang karena paru tidak harus teregang lebih banyak
untuk mengisi rongga thoraks yang lebih kecil; yaitu, paru dibolehkan mengempis ke volume
yang lebih kecil. Tekanan intra-alveolus lebih meningkat sewaktu udara di paru tertampung
di dalam volume yang lebih kecil. Perbedaan antara tekanan intra-alveolus dan atmosfer kini
menjadi lebih besar daripada ketika ekspirasi pasif sehingga lebih banyak udara keluar
menuruni gradien tekanan sebelum tercapai keseimbangan. Dengan cara ini, selama ekspirasi
paksa aktif pengosongan paru menjadi lebih tuntas dibandingkan ketika - i tenang pasif.1
Selama ekspirasi paksa, tekanan intrapleura melebihi tekanan atmosfer tetapi paru
tidak kolaps. Karena tekanan intra-alveolus juga meningkat setara maka tetap terdapat
gradien tekanan transmural menembus dinding paru sehingga paru tetap teregang dan
mengisi rongga toraks sebagai contoh, jika tekanan di dalam toraks meningkat 10
mmHg, maka tekanan intrapleura menjadi 766 mmHg dan tekanan intra-alveolus
menjadi 770 mm Hg- tetap terdapat perbedaan tekanan 4 mmHg.1
19
Volume dan kapasitas paru
Metode sederhana untuk mempelajari ventilasi paru adalah dengan mencatat volume
udara yang keluar masuk paru-paru, suatu proses yang disebut spirometri. Spirometer ini
terdiri dari sebuah drum yang dibalikan di atas bak air, dan drum tersebut diimbangi oleh
suatu beban. Dalam drum terdapat gas untuk bernapas, biasanya udara atau oksigen, dan
sebuah pipa yang menghubungkan mulut dengan ruang gas. Apabila seorang bernapas dari
dan ke dalam ruang ini, drum akan naik turun dan terjadi perekaman yang sesuai di atas
gulungan kertas yang berputar.6
Volume Paru
Paru-paru memiliki volume yang dapat dibagi menjadi 4 bagian yang bila
dijumlahkan semuanya akan sama dengan volume maksimal paru yang mengembang.
Masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut:
1. Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernapas normal, besarnya kira-kira 500 milimeter pada orang dewasa muda.
2. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah
dan di atas volume alun napas normal; dan biasanya mencapai 3000 mililiter dan di
atas volume alun napas normal; dan biasanya mencapai 3000 mililiter.
3. Volume cadangan ekspirasi adalah jumlah udara ekstra yang dapat diekspirasi oleh
ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun napas normal; jumlah normalnya adalah
sekitar 1100 mililiter.
4. Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah
ekspirasi paling kuat. Volume ini besarnya kira-kira 1200 mililiter.6
Kapasitas Paru
Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu
menyatukan dua atau lebih volume di atas. Kombinasr seperti itu disebut kapasitas paru. 2
1. Kapasitas inspirasi sama dengan volume alun napas ditambah volume cadangan
inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500 mililiter) yang dapat dihirup oleh
seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai
jumlah maksimum.
20
2. Kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume
residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal
(kira- kira 2300 mililiter).
3. Kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume alun napas dan
volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan
seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan
kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mililiter).
4. Kapasitas paru total adalah volume maksimum di mana paru dapat dikembangkan se-
besar mungkin dengan inspirasi paksa (kira- kira 5800 mililiter); jumlah ini sama
dengan kapasitas vital ditambah volume residu.2
Volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih
kecil daripada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada
orang yang bertubuh kecil dan astenis.2
Singkatan dan Lambang yang Dipakai pada Penelitian Fungsi Paru
Spirometer hanyalah salah satu cara pengukuran yang dipakai sehari-hari oleh
dokter paru. Selanjutnya, kita akan lihat pada pembahasan berikut bahwa beberapa cara
pengukuran sangat bergantung pada perhitungan matematika. Untuk menyederhanakan
perhitungan dan presentasi data fungsi paru ini, angka-angka singkatan dan simbol- simbol
telah distandardisasikan. Dengan memakai lambang-lambang ini, diperlihatkan beberapa
latihan aljabar sederhana yang menunjukkan sebagian hubungan timbal balik antara
volume dan kapasitas paro; mahasiswa dapat memikirkan dan membuktikan hubungan
timbal balik ini:2
VC = IRV + VT + ERV
VC = IC + ERV
TLC = VC + RV
TLC = IC + FRC
FRC = ERV + RV
21
Gambar 11. Diagram pernapasan 14
Mekanisme Transpor Oksigen dan Karbon Dioksida
Setelah alveoli diventilasi dengan udara segar , langkah selanjutnya dalam proses
pernapasan adalah difusi oksigen dari alveoli ke pembuluh darah paru dan difusi karbon
dioksida dalam arah sebaliknya , keluar dari pembuluh darah . Proses difusi secara sederhana
merupakan gerakan molekul – molekul secara acak yang menjalin jalan ke seluruh arah
melalui membran pernapasan dan cairan yang berdekatan .Walaupun demikian dalam
fisiologi pernapasan kita tidak hanya memperhatikan mekanisme dasar terjadinya difusi tetapi
juga kecepatan difusi .Pada fisiologi pernapasan banyak sekali campuran gas – gas terutama
oksigen , karbon dioksida dan nitrogen .Kecepatan difusi masing – masing gas ini berbanding
langsung dengan tekanan yang disebabkan oleh gas itu sendiri yang disebut tekanan parsial
gas .Selain perbedaan tekanan berbagai faktor lain juga mempengaruhi kecepatan difusi gas
dalam cairan .Faktor – faktor tersebut antara lain :2
a. Daya larut gas dalam cairan , makin besar daya larut gas makin banyak jumlah
molekul yang tersedia untuk berdifusi pada perbedaan tekanan parsial tertentu.
b. Luas penampang cairan ,makin besar luas penampang lintang daerah difusi itu makin
besar jumlah total molekul yang berdifusi.
c. Jarak yang harus dilalui gas sewaktu difusi , makin jauh jarak yang harus ditempuh
oleh molekul makin lama waktu yang dibutuhkan olehmolekul tersebut untuk
berdifusi.
22
d. Berat molekul gas
e. Suhu cairan
Difusi gas melalui membran pernapasan melukiskan unit pernapasan yang terdiri dari
bronkiolus respiratorius , duktus alveolaris , atria dan alveoli.Kira – kira 300 juta alveoli di
kedua paru , masing – masing alveolus mempunyai diameter rata – rata 0,2 mm . Dinding
alveolus sangat tipis dan diantara alveoli terdapat jaringan kapiler yang hampir padat dan
saling berhubungan .Karena luasnya pleksus kapiler inilah maka aliran darah dalam dinding
alveolus telah diuraikan sebagai suatu ” lembaran ” aliran darah.Dengan demikian jelas
bahwa gas alveolus berada sangat dekat dengan darah kapiler paru.Selanjutnya pertukaran
gas antara udara alveolus dan darah paru terjadi melalui membran di seluruh bagian terminal
paru , tidak hanya dalam alveoli itu sendiri .Semua membran ini secara bersama – sama
dikenal sebagai membran pernapasan yang juga disebut membran paru .2
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernapasan antara
lain :2
a. Ketebalan membran
b. Luas permukaan membran
c. Koefisien difusi gas dalam substansi membran
d. Perbedaan tekanan parsial gas antara kedua sisi membran
Transport Oksigen
Oksigen dalam darah dalam dua bentuk: larut secara fisik dan secara kimiawi. Sangat
sedikit O2 yang larut dalam cairan tubuh. Jumlah yang larut berbanding lurus dengan PO2
darah: semakin tinggi PO2, semakin banyak O2 yang larut. Pada PO2 arteri normal sebesar
100 mmHg, hanya 3ml O2 yang larut dalam 1 liter darah. Karena itu, hanya 15 ml O2/menit
yang dapat larut dalam aliran darah paru normal 5 liter/menit (curah jantung istirahat).
Bahkan dalam keadaan istirahat, sel-sel menggunakan 250 ml O2/menit, dan konsumsi dapat
meningkat hingga 25 kali lipat selama olahraga berat. Untuk menyalurkan O2 yang
dibutuhkan jaringan bahkan dalam keadaan istirahat, curah jantung harus sebesar 83,3
liter/menit jika O2 hanya dapat diangkut dalam bentuk larut. Jelaslah harus ada mekanisme
lain untuk mengangkut O2 ke jaringan. Mekanisme ini adalah hemoglobin (Hb). Hanya 1,5%
O2 dalam darah yang larut; sisa 98,5% nya diangkut dalam ikatan HB. O2 yang terikat ke Hb
tidak ikut membentuk PO2 darah; karena itu, PO2 darah bukan ukuran kandungan O2 total
darah tetapi hanya ukuran bagian O2 yang larut.1
23
Hemoglobin, suatu molekul protein yang mengandung dan terdapat di dalam sel darah
merah, dapat membentuk ikatan yang longgar dan reversibel dengan O2. Ketika tidak
berikatan dengan O2, Hb disebut sebagai hemo-globin tereduksi, atau deoksihemoglobin;
kerika berikatan dengan O2, disebut oksihemoglobin (HbO2):1
Hb + O2 ↔ HbO2
Hemoglobin tereduksi Oksihemoglobin
Masing-masing dari keempat atom besi di dalam bagian hem se buah molekul
hemoglobin dapat berikatan dengan sa tu mo l eku l O2, sehingga se t i a p mo le ku l Hb
dapat membawa h ingga empat molekul O2. Hemoglobin dianggap j enuh ke t ika
semua Hb yang ada membawa O2 secara maksimal. Persen saturasi hemoglobin (%Hb),
suatu ukuran seberapa banyak Hb yang berikatan dengan O2, dapat bervariasi dari 0%
sampai 100%.1
Faktor terpenting yang menentukan % saturasi Hb adalah Po2 darah, yang berkaitan
dengan konsentrasi O2 yang secara fisik larut dalam darah . Menurut hukum aksi massa,
jika konsentrasi satu bahan yang terlibat dalam suatu reaksi reversibel meningkat maka
reaksi terdorong ke arah yang berlawanan. Sebaliknya, jika konsentrasi satu bahan berkurang
maka reaksi terdorong ke arah sisi tersebut. Dengan menerapkan hukum ini ke reaksi
reversibel yang melibatkan Hb dan O2 (Hb + O2 ↔ HbO2), ketika Po2 darah meningkat,
seperti di kapiler paru, reaksi bergerak ke arah sisi kanan persamaan, meningkatkan
pembentukan HbO2 (peningkatan % saturasi Hb). Ketika Po2 darah turun, seperti di kapiler
sistemik, reaksi terdorong ke arah sisi kiri persamaan dan oksigen dibebaskan dari Hb karena
HbO2 berdisosiasi (penurunan % saturasi Hb). Karena itu akibat perbedaan Po2 di paru dan
jaringan lain, maka Hb secara otomatis “mengambil" O2 di paru, tempat ventilasi secara
terus-menerus menyediakan pasokan segar O2 dan melepaskannya di jaringan, yang secara
terus-menerus menggunakan O2.1
Namun, hubungan antara Po2 darah dan % saturasi Hb tidaklah linier, suatu hal yang
sangat penting dari segi fisiologis. Peningkatan dua kali lipat tekanan parsial tidak
melipatduakan % saturasi Hb. Hubungan antara variabel-variabel ini mengikuti kurva
berbentuk S, kurva disosiasi (atau saturasi) Hb-O2. Di batas atas, antara Po2 darah 60 dan 100
mmHg, kurva mendatar, atau mengalami plateau. Di dalam kisaran tekanan ini, peningkatan
Po2 hanya menyebabkan sedikit peningkatan derajat pengikatan Hb ke O2. Sebaliknya, dalam
kisaran Po2 0 sampai 60 mm Hg, peningkatan kecil Po2 menyebabkan perubahan besar dalam
24
derajat pengikatan Hb ke O2, seperti diperlihatkan oleh bagian bawah yang curam kurva ini.
Baik bagian atas yang datar maupun bawah yang curam memiliki makna fisiologis.1
Bagian datar kurva adalah dalam kisaran PO2 darah yang terdapat di kapiler paru
tempat O2 berikatan dengan Hb. Darah arteri sistemik yang meninggalkan paru, setelah
mengalami keseimbangan dengan PO2 alveolus, normalnya memiliki PO2 100 mmHg. Dengan
melihat kurva O2 – Hb, perhatikan bahwa pada PO2 darah 100 mmhg, Hb mengalami saturasi
97.5%, Karena itu, pada keadaan normal Hb dalam darah arteri sistemik hampir mengalami
saturasi penuh.1
Jika pada PO2 alveolus dan karenanya, PO2 arteri turun di bawah normal, maka hanya
sedikit terjadi penurunan jumlah total O2 yang diangkut dalam darah sampai PO2 turun di
bawah 60 mmHg, karena regio plato kurva. Jika PO2 arteri turun 40%, dari 100 mmHg
menjadi 60 mmHg, maka konsentrasi O2 yang larut seperti tercermin oleh PO2 juga akan turun
40%. Namun pada PO2 darah 60 mmHg % saturasi Hb masih tetap tinggi sebesar 90%.
Dengan demikian, kandungan O2 total darah hanya sedikit berkurang meskipun terjadi
penurunan 40% PO2, karena Hb masih membawa O2 dalam jumlah hampir memenuhi
kapasitasnya dan sebagian besar O2 diangkut oleh Hb daripada dalam bentuk terlarut. Namun
bahkan jika PO2 darah sangat meningkat, misalnya menjadi 600 mmHg, dengan napas O2
murni, hanya sedikit O2 tambahan yang masuk ke darah. Terdapat sejumlah kecil O2
tambahan yang larut tetapi % saturasi Hb hanya dapat ditingkatkan secara maksimal oleh
tambahan 2.5%, menjadi saturasi 100%. Karena itu, dalam kisaran PO2 antara 60 dan 600
mmHg atau bahkan lebih tinggi, hanya terdapat 10% perbedaan dalam jumlah O2 yang
diangkut oleh Hb. Dengan demikian, bagian plato kurva O2-Hb menciptakan ruang keamanan
yang cukup luas bagi kapasitas darah mengangkut O2.1
Bagian curam kurva antara 0 dan 60 mmHg berada dalam kisaran PO2 darah yang
terdapat di kapiler sistemik, tempat O2 dibebaskan dari Hb. Dalam kapiler sistemik, darah
mengalami keseimbangan dengan sel jaringan sekitar pada PO2 rerata 40 mmHg, % saturasi
Hb adalah 75%. Darah tiba di kapiler jaringan dengan PO2 100 mmHg dan saturasi Hb 97.5%.
Karena Hb hanya dapat mengalami saturasi 75% pada PO2 40 mmHg di kapiler sistemik,
maka hampir 25% HbO2 harus berdisosiasi, menghasilkan Hb tereduksi dan O2. O2 yang
dibebaskan ini dapat berdifusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel darah
merah melalui plasma dan cairan interstisium ke dalam sel jaringan.1
25
Gambar 12. Kurva disosiasi (saturasi) O2-Hb.15
Dalam keadaaan normal, Hb dalam darah vena yang kembali ke paru memiliki
saturasi 75%. Jika sel jaringan melakukan metabolisasi lebih aktif maka PO2 darah kapiler
sistemik turun karena sel-sel mengonsumsi O2 lebih cepat. Perhatikan pada kurva bahwa
penurunan 20 mmHg pada PO2 ini menurunkan % saturasi Hb dari 75% menjadi 30%; HbO2
yang menyerahkan O2-nya ke jaringan lebih banyak sekitar 45% daripada normal. Penurunan
normal 60 mmHg PO2 dari 100 menjadi 40 mmHg di kapiler sistemik menyebabkan sekitar
25% dari HbO2 total menyerahkan O2-nya. Sebagai perbandingan, penurunan lebih lanjut PO2
hanya 20 mmHg menyebabkan bertambahnya HbO2 total yang menyerahkan O2-nya sebesar
45%, karena tekanan parsial O2 dalam rentang itu bekerja di bagian curam kurva. Dalam
kisaran ini, penurunan kecil PO2 kapiler sistemik sudah dapat secara otomatis segera
menyediakan O2 dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan yang lebih aktif
melakukan metabolisme. Saat olahraga berat, hingga 85% Hb dapat menyerahkan O2-nya ke
sel yang aktiof melakukan metabolisme. Selain pengambilan O2 yang lebih langsung dari
darah ini, jumlah O2 yang disediakan untuk sel-sel yang aktif bermetabolisasi, misalnya sel
otot saat olah raga, juga meningkat oleh penyesuaian sirkulasi dan pernapasan yang
meningkatjkan laju aliran darah beroksigen ke jaringan yang aktif tersebut.1
Hemoglobin sebagai tempat pennyimpanan O2, memindahkan O2 dari larutan segera
setelah molekul ini masuk ke darah dari alveolus. Karena hanya O2 larut yang berperan
membentuk PO2, maka O2 yang tersimpan di Hb tidak dapat ikut membentuk PO2 darah.
Ketika darah vena sistemik masuk ke kapiler paru, PO2nya jauh lebih rendah daripada PO2
26
alveolus, sehingga O2 segar berdifusi ke dalam darah, meningkatkan PO2 darah. Segera setelah
PO2 darah naik, persentase Hb yang dapat berikatan dengan O2 juga meningkat, seperti
ditunjukkan oleh kurva O2-Hb. Karena itu, sebagian besar O2 yang telah berdifusi ke dalam
darah berikatan dengan Hb dan tidak lagi berperan menetukan PO2. Karena O2 dikeluarkan
dari larutan karena berikatan dengan Hb, PO2 turun ke tingkat yang hampir sama dengan
ketika darah masuk ke paru, meskipun jumlah total O2 dalam darah sebenarnya telah
bertambah. Karena PO2 darah kembali lebih rendah daripada PO2 alveolus maka lebih banyak
O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah, hanya untuk kembali diserap oleh Hb.1
Meskipun kita membahas proses ini secara bertahap, difusi netto O2 dari alveolus ke
darah sebenarnya terjadi secara terus-menerus sampai Hb mengalami saturasi lengkap oleh
O2 sesuai dengan yang dimungkinkan oleh PO2 tersebut. Pada PO2 normal 100 mmHg, Hb
mengalami saturasi 97.5%. Karena itu, dengan menyerap O2, Hb menjaga PO2 darah rendah
dan memperlama eksistensi gradien tekanan parsial sehingga dapat terjadi pemindahan netto
O2 dalam jumlah besar ke dalam darah. Barulah setelah Hb tidak lagi dapat menyimpan O2
tambahan (yaitu, Hb telah mengalami saturasi sesuai PO2 tersebut) semua O2 yang
dipindahkan ke dalam darah tetap larut dan langsung berkontribusi untuk PO2. Saat ini barulah
PO2 darah cepat seimbang dengan PO2 alveolus, dan menyebabkan pemindahan O2 lebih lanjut
terhenti, tetapi titik ini belum tercapai sampai hb telah mengangkut O2-nya secara maksimal.
Setelah PO2 darah seimbang dengan PO2 alveolus maka tidak ada lagi pemindahan O2,
seberapapun O2 total yang telah dipindahkan.1
Situasi kebalikannya terjadi di tingkat jaringan. Karena PO2 darah yang masuk ke
kapiler yang masuk ke kapiler sistemik jauh lebih besar daripada PO2, jaringan sekitar maka
O2 segera berdifusi dari darah ke jaringan sehingga PO2 darah turun. Ketika PO2 darah turun,
Hb harus melepaskan sebagian dari O2 yang dibawanya, karena % saturasi Hb berkurang.
Sewaktu O2 yang dibebaskan dari Hb larut dalam darah, PO2 darah meningkat dan kembali
melebihi PO2 jaringam sekitar. Hal ini mendorong perpindahan lebih lanjut O2 dari darah,
meskipun jumlah total O2 dalam darah telah turun. Hanya ketika Hb tidak lagi dapat
membebaskan O2 (ketika Hb telah membebaskan O2-nya semaksimal mungkin sesuai PO2 di
kapiler sistemik) barulah PO2 darah turun hingga serendah PO2 jaringan sekitar. Pada waktu ini,
tidak ada lagi pemindahan O2. Hemoglobin, karena menyimpan O2 dalamn jumlah besar yang
dapat dibebaskan jika terjadi penurunan kecil PO2 di tingkat kapiler sistemik, memungkinkan
pemindahan O2 dari darah ke sel dalam jumlah yang jauh lebih besar daripada seandainya Hb
tidak ada.1
27
Karena itu, Hb berperan penting ddalam jumlah total O2 yang dapat diangkut oleh
darah di paru dan dibebaskan ke jaringan. Jika kadar Hb turun menjadi separuh normal, maka
kapasitas darah mengangkut O2 turun sebesar 50% meskipun PO2 arteri normal 100 mmHg
dengan saturasi Hb 97.5%. Hanya separuh Hb yang tersedia untuk dijenuhkan oleh O2, yang
kembali menekan betapa pentingnya Hb dalam menentukan berapa banyak O2 yang dapat
diserap di par dan disediakan ke jaringan.1
Meskipun faktor utama yang menentukan % saturasi Hb adalah PO2 darah namun
faktor lain dapat mempengaruhi afinitas atau kekuatan ikatan, antara Hb dan O2 dan,
karenanya, dapat menggeser kurva O2-Hb (yaitu mengubah % saturasi Hb pada PO2 tertentu).
Faktor-faktor lain ini adalah CO2, keasaman, suhu, dan 2,3-bifosfogliserat.1
Peningkatan PCO2 menggeser kurva O2-Hb ke kanan. % saturasu Hb tetap bergantung
pada PO2, tetapi untuk setiap PO2, jumlah O2 dan Hb yang berikatan lebih sedikit. Efek ini
penting, karena PCO2 darah meningkat di kapiler sistemik sewaktu CO2 berdifusi menuruni
gradien tekanan parsial dari sel ke dalam darah. Adanya CO2 tambahan di darah pada efeknya
menurunkan afinitas Hb terhadap O2 di tingkat jaringan dibandingkan jika hanya penurunan
PO2 di kapiler sistemik yang merupakan faktor penentu % saturasi Hb.1
Peningkatan keasaman juga menggeser kurva ke kanan. Karena CO2 menghasilkan
asam karbonat (H2CO3), darah menjadi lebih asam di tingkat kapiler sistemik sewaktu darah
menyerap CO2 dari jaringan. Penurunan afinitas Hb terhadap O2 yang terjadi karena
peningkatan keasaman ini menambah jumlah O2 yang dibebaskan di tingkat jaringan untuk
PO2 tertentu.1
Pengaruh CO2 dan asam pada pembebasan O2 dikenal sebagai efek Bohr. Baik CO2
maupun komponen ion hidrogen dari asam dapat berikatan secara reversibel dengan Hb di
luar tempat pengikatan O2. Akibatnya adalah perubahan struktur molekul Hb yang
mengurangi afinitasnya terhadap O2.1
Peningkatan suhu menggeser kurva O2-Hb ke kanan, menyebabkan lebih banyak O2
yang dibebaskan pada PO2 tertentu. Peningkatan suhu lokal meningkatkan pembebasan O2
dari Hb untuk digunakan oleh jaringan yang lebih aktif.1
Perubahan-perubahan sebelumnya terjadi di lingkungan sel darah merah, tetapi suatu
faktor dalam sel darah merah juga dapat mempengaruhi derajat pengikatan O2-Hb: 2,3
bifosfogliserat (BPG). Konstituen eritrosit ini, yang diproduksi sewaktu sel darah merah
melakukan metabolisme, dapat berikatan secara reversibel dengan Hb dan mengurangi
afinitasnya terhadap O2, seperti yang dilakukan oleh CO2 dan H+. Karena itu, peningkatan
28
kadar BPG, seperti faktor lain, menggeser kurva O2-Hb ke kanan, meningkatkan pembebasan
O2 sewaktu darah mengalir melalui jaringan.1
Produksi BPG oleh sel darah merah secara bertahap meningkat jika Hb di darah arteri
terus menerus mengalami undersaturation – yaitu ketika HbO2 arteri di bawah normal.
Keadaan ini dapat terjadi pada orang yang tinggal di tempat tinggi atau pada mereka yang
mengidap tipe-tipe tertentu penyakit sirkulasi atau pernapasan atau anemia. Dengan
membantu membebaskan O2 dari Hb di tingkat jaringan, peningkatan BPG membantu
ketersediaan O2 bagi jaringan meskipun pasokan O2 arteri berkurang secara kronis.1
Gambar 13. Efek dari penambahan Pco2, H+, suhu, dan 2,3-
bifosfogliserat pada kurva O2-Hb.15
Namun, tidak seperti faktor lain –yang normalnya hanya ada di tingkat jaringan dan
dengan demikian akan menggeser kuerva O2-Hb ke kanan hanya di tingkat kapiler sistemik,
tempat penggeseran tersebut menguntungkan dalam membebaskan O2- BPG terdapat di sel
darah merah di seluruh sistem sirkulasi dan karenanya, menggeser kurva ke kanan dengan
derajat yang sama di jaringan dan paru. Akibatnya, BPG menurunkan kemampuanj darah
mengikat O2 di tingkat paru, yang merupakan sisi negatif dari peningkatan produksi BPG.1
Transport Karbondioksida
Ketika darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi menuruni gradien
tekanan parsialnya dari sel jaringan ke dalam darah. Karbon dioksida diangkut oleh darah
dalam tiga cara:
1. Larut secara fisik. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larut secara fisik dalam
darah bergantung pada PCO2. Karena CO2 lebih larut daripada O2 dalam cairam plasma
maka proporsi CO2 yang larut secara fisik dalam darah lebih besar daripada O2.
29
Meskipun demikian, hanya 10% dari kandungan CO2 total darah yang terangkut
dengan cara ini pada tingkat PCO2 vena sistemik normal.
2. Terikat ke hemoglobin. Sebanyak 30% dari CO2 berikatan dengan Hb untuk
membentuk karbamino hemoglobin (HbCO2). Karbon dioksida berikatan dengan
bagian hem. Hb tereduksi memiliki afinitas lebih besar terhadap CO2 daripada HbO2.
Karena itu, dibebaskannya O2 dari Hb di kapiler jaringan mempermudah penyerapan
CO2 oleh Hb.
3. Sebagai bikarbonat. Sejauh ini cara yang paling penting untuk mengangkut CO2
adalah sebagai bikarbonat (HCO3-), dengan 60% CO2 diubah menjadi HCO3
- oleh
reaksi kimia berikut, yang berlangsung di dalam sel darah merah:1
CO2 + H2O ↔ H2CO3 ↔ H+ + HCO3-
Dalam reaksi pertama, CO2 berikatan dengan H2O untuk membentuk asam karbonat
(H2CO3). Reaksi ini dapat terjadi sangat lambat di plasma, tetapi berlangsung sangat cepat di
dalam sel darah merah karena adanya enzim eritrosit karbonat anhidrase, yang mengatalisis
(mempercepat) reaksi. Sesuai sifat asam, sebagian dari molekul asam karbonat secara spontan
terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat. Karena itu, satu atom karbon dan dua
atom oksigen molekul CO2 asli terdapat dalam darah sebagai integral dari HCO3-. Hal ini
menguntungkan karena HCO3- lebih larut dalam darah daripada CO2.1
Sewaktu reaksi ini berlangsung, HCO3- dan H+ mulai menumpuk di dalam sel darah
merah memiliki pembawa HCO3- - Cl- yang secara pasif mempermudah difusi ion-ion ini
dalam arah berlawanan menembus membran. Membran relatif impermeabel terhadap H+.
Karena itu, HCO3-, bukan H+, berdifusi menuruni gradien konsentrasinya keluar eritrosit
menuju plasma. Karena HCO3- adalah ion bermuatan negatif maka efluks HCO3
- yang tidak
disertai oleh difusi keluar ion bermuatan positif menciptakan gradien listrik. Ion klorida (Cl-),
anion plasma yang utama, berdifusi ke dalam sel darah merah menuruni gradien listrik ini
untuk memulihkan netralitas listrik. Pergeseran masuk Cl- sebagai penukar efluks HCO3- yang
dihasilkan oleh CO2 ini dikenal sebagai pergeseran klorida (Cl-).1
Hemoglobin berikatan dengan sebagian besar H+ yang menumpuk di dalam eritrosit
pada penguraian H2CO3. Seperti pada CO2, Hb tereduksi memiliki afinitas yang lebih besar
terhadap H+ daripada HbO2. Karena itu, pembebasan O2 mempermudah ikatan H+ yang
dihasilkan oleh CO2 dengan Hb. Karena hanya H+ yang bebas tak larut yang menentukan
keasaman suatu larutan maka darah vena akan jauh lebih asam daripada darah arteri
seandainya Hb tidak membersihkan sebagian besar H+ yang dihasilkan di tingkat jaringan.1
30
Kenyataan bahwa pengeluaran O2 dari Hb meningkatkan ketersediaan Hb untuk
menyerap CO2 dan H+ yang dihasilkan oleh CO2 dikenal sebagai efek Haldane. Efek Haldane
dan efek bekerja sinkron untuk mempermudah pembebasan O2 dan penyerapan CO2 dan H+
yang dihasilkan oleh CO2 di tingkat jaringan. Peningkatan CO2 dan H+ menyebabkan
peningkatan pembebasan O2 dari Hb oleh efek Bohr; peningkatan pelepasan O2 dari Hb,
selanjutnya, menyebabkan peningkatan penyerapan CO2 dan H+ oleh Hb melalui efek
Haldane. Proses keseluruhan bekerja sangat efisien. Hb tereduksi harus diangkut kembali ke
paru untuk kembali diisi oleh O2. Sementara itu, setelah O2 dibebaskan, Hb mengangkut
penumpang baru – CO2 dan H+ - yang memiliki tujuan sama ke paru.5
Reaksi-reaksi di tingkat jaringan sewaktu CO2 masuk ke darah dari jaringan berbalik
setelah darah tiba di paru dan CO2 meninggalkan darah untuk masuk ke alveolus.1
Gambar 14. Transport karbondioksida dalam darah.15
Efek Perubahan Tekanan pada Tubuh
Dalam keadaan normal, tubuh manusia melakukan aktivitas metabolismenya dengan
pengaruh besar tekanan atmosfer di luar tubuh. Tepat di permukaan air laut, tekanan udara
berada pada angka 760mmHg atau setara dengan 1 atm, di mana di dalamnya terkandung
0,21 atm O2, 0,78 atm N2 dan 0,01 atm gas-gas lain. Perubahan tekanan yang besar dalam
waktu yang singkat, baik penurunan maupun penaikan tekanan dapat menyebabkan masalah
utama dalam sistem respirasi tubuh, yang salah satunya adalah efek dekompresi. Tekanan
atmosfer berkurang seiring dengan bertambahnya ketinggian dataran diukur dari permukaan
laut. Penurunan tekanan atmosfer dibarengi dengan jumlah oksigen yang berkurang, sehingga
pernapasan yang dilakukan paru-paru terganggu, salah satu bentuknya adalah sesak napas.
31
Pada ketinggian 18000 kaki di atas permukaan laut, tekanan atmosfer akan berkurang drastis
menjadi setengah kali semula tekanan atmosfer normal 70mmHg. Karena prororsi nitrogen
dan oksigen di udara tetap sama, maka Po2 udara inspirasi di ketinggian ini adalah 21% dari
380mmHg atau 80 mmHg, dengan Po2 alveolus menjadi lebih rendah daripada 45mmHg.
Pada setiap ketinggian di atas 10000 kaki, Po2 arteri akan turun ke bagian curam dari kurva
HbO2, di bawah kisaran aman regio datar. Akibatna, persentase saturasi Hb dalam darah
arteri berkurang tajam dengan bertambahnya ketinggian. Orang yang naik secara cepat ke
ketinggian 10000 kaki atau lebih mengalami gejala acute mountain sickness yang berkaitan
dengan hipoksia hipoksik dan alkalosis akibat hipokapnia yang ditimbulkannya.
Meningkatnya dorongan napas untuk memperoleh O2 lebih banyak meyebabkan alkalosis
respiratorik, karena karbondioksida yang dikeluarkan lebih cepat dilepas ke atmosfer
dibandingkan dengan yang dihasilkan dari proses metabolisme tubuh. Gejala ini mencangkuo
lesu, mual, muntah, hilangnya nafsu makan, bernafas terengah-engah, kecepatan jantung
tinggi akibat dipicu oleh hipoksia sebagai tindakan kompensasi untuk meningkatkan
penyaluran oksigen yang ada melalui sirkulasi di jaringan, serta disfungsi saraf yang ditandai
oleh gangguan penilaian, pusing bergoyang, dan inkoordinasi.
Meskipun terdapat respon akut terhadap ketinggian, perlu diketahui bahwa di dalam
tubuh manusia terdapat proses penyesuaian atau aklimitasi, di mana ketika seseorang tinggal
di tempat yang tinggi, respon-respon kompensasi akut berupa peningkatan ventilasi dan curah
jantung secara bertahap akan beradaptasi secara lambat, yang kemudian akan memungkinkan
oksigenisasi adekuat ke jaringan dan pemulihan keseimbangan asam-basa normal.
Pembentukan sel darah merah yang meningkat dirangsang oleh eritropoietin merupakan salah
satu respon tubuh terhadap berkurangnya penyaluran oksigen ke ginjal. Peningkatan jumlah
SDM selanjutnya akan meningkatkan kemampuan darah mengangut oksigen dari udara segar
menuju jaringan. Hipoksia juga mendorong sintesis BPG di dalam SDM sehingga oksigen
juga akan lebih mudah dilepaskan ke dalam jaringan. Jumlah kapiler di dalam jaringan
meningkat, mengurangi jarak yang harus ditempuh oleh oksigen ketika berdifusi dari darah
untuk mencapai sel. Selain itu, sel yang telah mengalami aklimitasi akan mampu
menggunakan oksigen secara lebih efisien melalui peningatan jumlah mitokondria sebagai
pemroses metabolisme tubuh. Ginjal yang berperan memulihkan pH arteri mendekati normal
dengan menahan asam yang normalnya dibuang melalui urin. Namun disamping keseluruhan
tindakan kompensatorik tubuh ini, tetap akan membawa efek samping bagi tubuh, yaitu
seperti pertambahan jumlah SDM dalam tubuh akan meningkatkan kekentalan darah,
32
sehingga selanjutnya resistensi terhadap aliran darah meningkat, membuat jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompa darah melewati pembuluh.1, 17
Pada alkalosis , rasio HCO3- terhadap CO2 di dalam cairan ekstrasel meningkat ,
menyebabkan peningkatan pada pH ( penurunan konsentrasi H+ ) seperti yang terbukti dari
persamaan Handerson – Hasselbalch.Tanpa memperhatikan penyebab alkalosis , baik akibat
gangguan metabolik atau respiratorik , masih terdapat suatu peningkatan rasio HCO3-
terhadap H+ did alam cairan tubulus ginjal .Efek akhir dari mekanisme kompensasi ini adalah
kelebihan HCO3- yang tidak dapat direabsorbsi dari tubulus dan oleh karena itu
diekskresikan dalam urin. Jadi alkalosis HCO3- dikeluarkan dari cairan ekstra sel melalui
ekskresi ginjal yang mempunyai efek yang sama seperti dengan penambahan H+ pada cairan
ekstrasel.Ii membantu mengembalikan konsentrasi H+ dan pH kembali normal.Pada alkalosis
respiratorik terdapat peningkatan pH cairan ekstrasel dan penurunan konsentrasi
H+ .Penyebab alkalosis adalah penurunan PCO2 plasma yang disebabkan oleh
hiperventilasi.Pengurangan PCO2 kemudian menimbulkan penurunan kecepatan sekresi H+
oleh tubulus ginjal .Penurunan sekresi H+ mengurangi jumlah H+ dalam cairan tubulus ginjal.
Akibatnya jumlah H+ tidak cukup untuk bereaksi dengan semua HCO3- yang difiltrasi.Oleh
karena itu HCO3- yang tidak dapat bereaksi dengan H+ , tidak direabsorbsi dan diekskresikan
dalam urin.Hal ini menghasilkan penurunan konsentrasi HCO3- plasma dan koreksi terhadap
alkalosis.Oleh karena itu respons kompensasi terhadap pengurangan PCO2 primer pada
alkalosis respiratorik adalah pengurangan konsentrasi HCO3- plasma yang disebabkan oleh
peningkatan ekskresi HCO3- oleh ginjal .2
Alkalosis respiratorik disebabkan oleh ventilasi yang berlebihan oleh paru.Jenis
alkalosis respiratorik fisiologis terjadi ketika seseorang mendaki hingga mencapai tempat
yang tinggi .Kandungan oksigen yang rendah dalam udara akan merangsang pernapasan yang
menyebabkan banyak sekali pelepasan CO2 dan terbentuknya alkalosis respiratorik ringan.2
Kesimpulan
Hipotesis diterima bahwa terjadinya sesak napas pada ketinggian 3000m di atas
permukaan laut disebabkan karena adanya gangguan mekanisme transport oksigen dan
karbondioksida akibat pengaruh perubahan ketinggian dan tekanan atmosfer, yang
selanjutnya akan mengganggu mekanisme kerja pernapasan pada manusia.
33
Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012. h
497-547.
2. Guyton,Hall.Buku ajar Fisiologi Kedokteran.11thed.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2007.h 495 - 537.
3. Djojodibroto, RD. Respirologi. Jakarta: EGC, 2009. h.88-9.
4. Fawcett DW, Bloom. Buku ajar histologi. Edisi ke-12. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2002.h.629-49.
5. Bagian-Bagian Hidung. Diunduh dari : http://blog-biologiku.blogspot.com/ , 14 Mei
2012.
6. Nasal. Diunduh dari
http://visual.merriam-webster.com/human-being/sense-organs/smell-taste/nasal-
fossae.php , 14 Mei 2012.
7. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.2-72.
8. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.h.266-77.
9. Faring.Diunduh http://www.emory.edu/ANATOMY/AnatomyManual/pharynx.html ,
14 Mei 2012.
1. Trakea. Diunduh dari :
10. Trakea .Diunduh dari http://f-forum10.nstars.org/t97-trakea-trachea , 14 Mei 2012.
11. Trakea potongan memanjang.Diunduh dari
www.sectiocadaveris.files.wordpress.com , 14 Mei 2012.
12. Faiz O, Moffat D. At a glance series Anatomi. Cetakan ke-2. Jakarta: EGC, 2006.
h.105-7.
13. Paru-paru. Diunduh dari :http://griyaherbalalami.com/solusi-penyakit/pengobatan-
radang-paru-paru , 14 Mei 2012.
14. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2004: 267-71.
15. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. Edisi ke-7. Belmont:
Brooks/Cole; 2010. p.497-547.
16. Dampak dari Mendaki Gunung. Diunduh dari :
http://www.heqris.com/2009/07/mendaki-gunung.html , 14 Mei 2012.
34
35
Recommended