View
32
Download
0
Category
Preview:
DESCRIPTION
pene
Citation preview
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh adanya
hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektivitas insulin.
Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air
dan elektrolit.
Kehamilan merupakan stres bagi metabolisme karbohidrat. Pada kehamilan terjadi
peningkatan produksi hormon-hormon antagonis insulin, antara lain : progesteron,
estrogen, Human placenta lactogen, dan kortisol. Peningkatan hormon-hormon tersebut
menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan peningkatan kadar glukosa darah.
Pyke membagi diabetes melitus pada kehamilan dalam tiga kelompok, yaitu :
1. Diabetes melitus gestasional (DMG), yaitu diabetes melitus yang terjadi hanya pada
waktu hamil.
2. Diabetes melitus pregestasional (DMPG), yaitu diabetes melitus yang sudah ada
sebelum hamil dan berlanjut selama ataupun setelah kehamilan.
3. Diabetes melitus pregestasional yang disertai dengan komplikasi, misalnya angiopati,
retinopati, dan nefropati.
Insiden diabetes melitus pada kehamilan sekitar 2% - %. Dalam kepustakaan lain
dikatakan bahwa diabetes melitus terdapat pada 1 – 2% wanita hamil, dan hanya 10% dari
wanita tersebut yang diketahui menderita diabetes melitus sebelum hamil, dengan
demikian disimpulkan sebagian besar yang terjadi pada kehamilan adalah diabetes
melitus gestasional. Penelitis John MF Adam di Ujung Pandang dalam dua periode yang
berbeda, memperoleh insiden diabetes melitus gestasional (DMG) yang jauh lebih tinggi
pada mereka dengan risiko tinggi (4.35%) dan 1.67% dari seluruh populasi wanita hamil.
Sedangkan pada periode kedua penelitiannya ditemukan 3% pada kelompok risiko tinggi
dan 1.2% dari seluruh populasi wanita hamil.
Kelompok risiko tinggi terjadinya diabetes melitus gestasional terbagi menjadi dua bagian
yaitu riwayat kebidanan yang mencurigakan seperti riwayat beberapa kali mengalami
keguguran, pernah melahirkan anak mati tanpa sebab yang jelas, pernah melahirkan bayi
dengan cacat bawaan, pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4000 gram,
dan pernah mengalami polihidramnion. Sedangkan risiko tinggi yang kedua adalah
riwayat ibu yang mencurigakan antara lain umur ibu waktu hamil lebih dari 30 tahun,
riwayat diabetes melitus dalam keluarga, pernah mengalami diabetes melitus gestasional
pada kehamilan sebelumnya, obesitas.
Mengingat bahaya komplikasi kehamilan dengan diabetes melitus, maka perlu dibuat
diagnosis sedini mungkin. Beberapa kelompok wanita hamil telah diketahui mempunyai
risiko tinggi untuk terjadinya diabetes melitus selama kehamilannya. Dan faktor risiko
merupakan kriteria yang berguna dalam penyaringan klinis selama pemeriksaan antenatal.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang gambaran gula
darah sewaktu pada ibu hamil dan faktor-faktor yang berhubungan di Puskesmas Grogol
Petamburan. Permasalahan yang ditemukan pada latar belakang tersebut adalah:
1. Apakah riwayat kebidanan yang jelek (pernah melahirkan bayi dengan berat
badan lebih dari 4000 gram) berhubungan dengan kadar glukosa darah pada
ibu hamil ?
2. Apakah riwayat ibu yang jelek ( umur ibu pada waktu hamil lebih dari 30
tahun, riwayat diabetes melitus dalam keluarga, pernah mengalami diabetes
gestasional pada kehamilan sebelumnya, obesitas,) berhubungan dengan
kadar glukosa darah pada ibu hamil?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran gula darah sewaktu pada ibu hamil dan faktor- faktor yang
berhubungan di puskesma grogol petamburan 2013
1.3.2 Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
a. Diketahuinya gambaran gula darah sewaktu di Puskesmas Grogol Petamburan
b. Diketahui hubungan usia waktu kehamilan dengan kadar gula darah pada waktu
hamill di Puskesmas Grogol Petamburan
c. Diketahui hubungan riwayat diabetes melitus pada keluarga dengan kadar gula
darah pada waktu hamill di Puskesmas Grogol Petamburan
d. Diketahui hubungan riwayat diabetes melitus gestasional pada kehamilan
sebelumnya dengan gula darah pada ibu hamil di Puskesmas Grogol Petamburan
e. Diketahui hubungan riwayat diabetes melitus pada ibu dengan gambaran gula
darah pada ibu hamil di Puskesmas Grogol Petamburan
f. Diketahui hubungan berat badan ibu pada gula darah ibu hamil di Puskesmas
Grogol Petamburan
g. Diketahui hubungan pernah melahirkan anak dengan berat lebih dari 4000 gram
pada kehamilan sebelumnya dengan gambaran gula darah pada ibu hamil di
Grogol Petamburan
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi peneliti
a. Menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah diperoeh saat
kuliah dan membandingkannya.
b. Memperoleh pengalaman belajar dengan pengetahuan dalam melakukan
penelitian.
c. Melatih kemampuan dalam berkomunikasi dengan masyarakat.
d. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.
e. Mendapat masukan mengenai gambaran gula darah sewaktu pada ibu hamil dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya di Puskesmas Grogol Petamburan.
f. Melatih kerja sama dalam tim.
1.4.2 Manfaat bagi perguruan tinggi
a. Mewujudkan Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, pengabdian kepada
masyarakat dan peneliti.
b. Mewujudkan Perguruan Tinggi UKRIDA sebagai masyarakat ilmiah dalam peran
serta fungsinya dibidang kesehatan.
c. Mengenalkan Fakultas Kedokteran UKRIDA kepada masyarakat.
1.4.3 Manfaat bagi Puskesmas
a. Sebagai masukan berupa hasil penelitian, dan saran- saran yang diharapkan dapat
mencapai umpan balik positif bagi ibu hamil di Puskesmas Grogol Petamburan
dalam upaya pencegahan diabetes melitus gestasional
b. Sebagai bahan masukan dalam pemeriksaan tambahan gula darah sewaktu pada
ibu hamil di puskesmas Grogol Petamburan
1.5 Sasaran
Semua ibu yang sedang hamil dengan usia trimester ke 2 (usia 15 minggu sampai usia
28 minggu) yang datang berobat ke puskesmas Grogol Petamburan
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 DEFINISI
Pada wanita hamil terjadi perubahan- perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap
metabolisme karbohidrat karena adanya hormon plasenta yang bersifat resistensi terhadap
insulin, sehingga kehamilan tersebut bersifat diabetogenik. Dengan meningkatnya umur
kehamilan, berbagai faktor dapat mengganggu keseimbangan metabolisme karbohidrat
sehingga terjadi gangguan toleransi glukosa.
Adanya suatu bentuk diabetes melitus (DM) yang hanya ditemukan saat kehamilan
dan kemudian menghilang setelah persalinan telah disinggung oleh Duncan (dikutip oleh
Adam) sejak satu abad yang lalu. Walaupun demikian barulah pada tahun 1980 WHO
mengakui diabetes melitus gestasi (DMG) sebagai suatu bentuk diabetes tersendiri.
Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi
glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali
ditemukan pada saat kehamilan berlangsung. Dengan definisi ini tidak lagi dipersoalkan
apakah penderita mendapat pengobatan insulin atau dengan diet saja, demikian pula apakah
gangguan toleransi glukosa kembali normal atau tidak setelah persalinan.
2.2 INSIDENS
Insidens DMG bervariasi antara 1,2 – 12%. Kepustakaan lain mengatakan 1 – 14%.
Di Indonesia insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%.5 Perbedaan insidens DMG ini terutama
disebabkan oleh karena perbedaan kriteria diagnosis materi penyaringan yang diperiksa. Di
Amerika Serikat insidens kira-kira 4%.
Kejadian DMG juga sangat erat hubungannya dengan ras dan budaya seseorang.
Contoh yang khas adalah DMG pada orang kulit putih yang berasal dari Amerika bagian
barat hanya 1,5-2% sedangkan penduduk asli Amerika yang berasal dari barat daya Amerika
mempunyai angka kejadian sampai 15%. Pada ras Asia, Afrika –Amerika dan Spanyol
insidens DMG sekitar 5-8% 7 sedangkan pada ras Kaukasia sekitar 1,5%.
2.3 PATOFISIOLOGI
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan KH yang menunjang
pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapar berdifusi secara
tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai
kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin.
Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini
menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan.
Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen
ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak
mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan
hiperglikemia atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon
estrogen, progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita
hamil meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan
insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan human plasenta laktogen (HPL) yang
dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat
diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Hormon tersebut
mempengaruhi reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini
patut diperhitungkan dalam pengendalian diabetes
Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks.
Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan menyeluruh
mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan yakni
plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan
hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip
oleh Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena
rusaknya reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore)
melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa
oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa
kerusakan respon GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.
Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa
kehamilan merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin
meningkat. Pada sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat
diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta. Pada sebagian kecil
wanita hamil, kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin,
dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.
2.4 KLASIFIKASI
Perkembangan ilmu kedokteran makin meningkat dalam berbagai aspek yaitu
etiologi, patogenesis diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Sejalan dengan perkembangan
tersebut berbagai kriteria diagnosis dan klasifikasi DM bermunculan. Oleh WHO “expert
committee on diabetes mellitus” tahun 1980 telah dibuat suatu klasifikasi DM berdasarkan
etiopatologi, yang kemudian diperluas pada tahun 1985.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes melitus di
Indonesia Tahun 2002 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:
Tipe 1 ● Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
● Autoimun
● Idiopatik
Tipe 2 ● Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin
Tipe lain ● Defek genetik fungsi sel beta
● Defek genetik kerja insulin
● Penyakit eksokrin pankreas
● Endokrinopati
● Karena obat atau zat kimia
● Infeksi
● Sebab imunologi yang jarang
● Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus gestasional
Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya
perlangsungan penyakit. Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi White
yang sangat terkenal sampai saat ini. Klasifikasi ini terutama menitikberatkan pada umur saat
diketahuinya DM, lamanya mengidap DM dan adanya komplikasi vaskuler khususnya retino-
renal.
Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan untuk
menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara tajam pada
semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang terutama untuk
menggambarkan dan membandingkan populasi DM hamil.
Klasifikasi White menekankan bahwa kerusakan target organ khususnya mata, ginjal,
jantung mempunyai akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang
direkomendasikan oleh “American College of Obstetricians and Gynecologists” pada tahun
1994 adalah klasifikasi sebagai berikut :
Tabel 1. Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan)
Class Onset Fasting Plasma
Glucose
2-hour
postprandial
Glucose
Therapy
A1
A2
Gestational
Gestational
< 105 mg/dL
> 105 mg/Dl
< 120 mg/dL
> 120 mg/dL
Diet
Insullin
Class Age of Onset
(yr)
Duration (yr) Vascular Disease Therapy
B
C
D
F
R
H
Over
10 - 19
Before 10
Any
Any
Any
< 10
10 -19
> 20
Any
Any
Any
None
None
Benign Retinopathy
Nephropathy*
Proliperative
retinopathy
Heart
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Selanjutnya Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yang
sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :
1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.
2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.
3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan
penyakit jantung koroner.
2.5. KRITERIA DIAGNOSIS
Secara klinis diagnosis DM dapat dilakukan oleh adanya gejala yang khas, yaitu : rasa
haus berlebihan, sering kencing, sering mengalami infeksi berulang, berat badan turun tanpa
sebab yang jelas. Dengan adanya hiperglikemia pada satu kali pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu sesuai dengan “study group” WHO 1985. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
diperlukan apabila glukosa sewaktu tidak jelas menunjukkan diagnosis DM.
2.5.1. Kriteria diagnosis ADA 1997
Sampai akhir tahun 1997 kriteria diagnosis yang dipakai adalah kriteria WHO tahun
1980/1985.Mulai akhir tahun 1997 American Diabetes Association (ADA) memperkenalkan
kriteria diagnosis DM yang baru. Perbedaan utama dengan kriteria diagnosis WHO 1985
hanya pada kadar glukosa plasma puasa saja. WHO 1985 memberikan batasan glukosa
plasma puasa untuk DM adalah > 140 mg/dl, pada kriteria ADA kadar glukosa plasma puasa
>126 mg/dl.
Perubahan kriteria ini didasarkan pada alasan bahwa :
1. Pengukuran glukosa plasma puasa lebih mudah dilakukan.
2. Melakukan TTGO tidak praktis dan perlu waktu untuk menguji.
3. Komplikasi kronik pada mata berupa retinopati lebih banyak berhubungan dengan
kadar glukosa plasma puasa
2.5.2. Kriteria diagnosis WHO 1999
Tahun 1999 WHO melakukan perubahan kriteria diagnosis DM yang merupakan
perbaikan dari kriteria yang dibuat oleh NDDG (National Diabetes Data Group) dan WHO
tahun 1985 yang pada dasarnya mengikuti ADA 1997 dengan menurunkan kadar glukosa
plasma puasa.
Setelah pertemuan “expert committee on the diagnosis and classification of diabetes
mellitus” yang melaporkan bahwa diagnosis DM dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;
1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L )
2. Glukosa plasma puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
3. Kadar glukosa plasma 2 jam setelah beban glukosa 75 gram yaitu > 200 mg/dl
(11,1 mmol/L)
Tabel 2. Kriteria baru diagnosis diabetes menurut ADA 1997 dan WHO1999
Glukosa plasma dalam mg/dl
Puasa TTGO Sewaktu Gejala
ADA 1997
Normal < 110 - - -
DM > 126 - - -
IFG/GDPT 110 - 126 - - -
WHO 1999
Normal < 110 - - -
DM
1 > 126 - - -
2 - > 200 - -
3 - - > 200 3P,
BB trn
TGT - 140 - < 200 - -
Keterangan : IFG = Impaired Fasting Glucose
GDPT = Glukosa darah puasa terganggu
TGT = Toleransi glukosa terganggu
2.6 FAKTOR RISIKO DMG
Riwayat kebidanan mencurigakan
Beberapa kali keguguran
Riwayat pernah melahirkan bayi dengan cacad bawaan
Pernah melahirkan bayi ≥ 4000 gram
Polihidramnion
Riwayat ibu yang mencurigakan
Umur ibu hamil > 30 tahun
Riwayat DM dalam keluarga
Pernah DMG pada kehamilan sebelumnya
Obesitas
Berat badan ibu waktu lahir > 5 kg
2.7 SKRINING (PENYARINGAN) DMG
Sedikitnya ada tiga alasan mengapa penyaringan DMG perlu dilaksanakan. Keadaan
hiperglikemia pada ibu dapat mengakibatkan :
a. Angka kesakitan pada ibu sendiri yang tinggi dibandingkan populasi normal
b. Angka kesakitan dan kematian perinatal yang meningkat
c. Ternyata mereka dengan riwayat DMG sebelumnya merupakan resiko tinggi untuk
menjadi DM di kemudian hari
2.7.1 Materi Penyaringan
Sejak lama terdapat pertentangan apakah semua wanita hamil harus di lakukan
penyaringan DMG atau cukupkah penyaringan hanya pada mereka yang dianggap kelompok
risiko tinggi saja.Skrining pada semua wanita hamil merupakan cara yang paling ideal,
namun kita perlu mengakui cara ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi.
Sebaliknya jika penyaringan hanya pada mereka yang dianggap risiko tinggi ternyata
sebagian wanita DMG tidak akan ikut terjaring. Adam melaporkan hasil penyaringan di
Ujung Pandang pada dua periode yang berbeda dan mendapatkan insiden DMG lebih tinggi
pada kelompok risiko tinggi. Dari 42 wanita DMG yang ditemukan pada penyaringan periode
kedua ternyata 29 wanita hamil termasuk risiko tinggi dan 13 sisanya tidak tergolong risiko
tinggi. Dengan kata lain apabila penyaringan hanya dilakukan pada wanita yang tergolong
risiko tinggi, 31% penderita tidak terjaring. Oleh karena itu hampir semua sepakat bahwa
penyaringan untuk DMG harus dilakukan pada semua wanita hamil.
2.7.2 Waktu Penyaringan
Penyaringan DMG yang dilakukan pada umur kehamilan muda akan memberikan
hasil tes nagetif yang terlalu tinggi, sebaliknya pada kehamilan yang terlalu tua
mengakibatkan keterlambatan pengobatan pada mereka yang DMG. Beberapa peneliti
menganjurkan penyaringan sebaiknya dimulai pada umur kehamilan 24 – 28 minggu. Pada
mereka yang mempunyai faktor risiko yang sangat mencurigakan sebaiknya penyaringan
dilakukan pada pertemuan pertama dan diulang kembali pada minggu gestasi ke- 24-28
apabila hasil tes negatif. Konsensus PERKENI menganjurkan penyaringan dilakukan sejak
pertemuan pertama dengan setiap pasien hamil.
2.7.3 Cara Penyaringan
Terdapat dua macam cara penyaringan yaitu satu tahap dan dua tahap. Penyaringan
satu tahap. adalah cara WHO.Sedangkan penyaringan dua tahap dikenal dengan cara
O’Sullivan-Mahan
2.7.3.1 Cara WHO
Penyaringan menurut WHO sama dengan populasi bukan wanita hamil. Dalam
keadaan berpuasa pada pagi hari, diambil contoh darah kemudian diberikan beban glukosa 75
gram. Contoh darah berikutnya diperiksa dua jam setelah beban glukosa. Kriteria diagnosis
yaitu ≥ 126 mg% atau/dan dua jam ≥ 200 mg%. Yang mempunyai kadar glukosa darah puasa
antara 110-126 mg% dan dua jam antara 140-200 mg% disebut toleransi glukosa terganggu.
Khusus untuk wanita hamil yang tergolong toleransi glukosa terganggu pun harus dikelola
sebagai DM.
2.7.3.2 Cara O’Sullivan- Mahan
a. Tes Tantangan Glukosa (TTG)
Cara O’Sullivan-Mahan terdiri atas dua tahap yaitu TTG dan TTGO. Semua wanita
hamil yang datang untuk penyaringan baik dalam keadaan puasa atau tidak diberikan beban
glukosa 50 gram yang dilarutkan dalam 200 ml air dan segera diminum. Satu jam kemudian
diambil contoh darah plasma vena untuk periksa kadar glukosa darah. Apabila kadar glukosa
plasma vena;
- < 140 mg% maka tes dinyatakan negatif
- ≥ 140 mg% maka tes dinyatakan positif (catatan: ada yang menganggap pada keadaan
puasa ≥ 130 mg%, keadaan tidak puasa ≥ 140 mg%)
- ≥ 200 mg% maka tidak perlu lagi melakukan TTGO, tetapi langsung dianggap DMG
dan segera mendapat pengobatan.
b. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Persiapan untuk melakukan tes toleransi glukosa sama dengan persiapan pada TTGO
pada umumnya. Pasien harus makan yang mengandung cukup karbohidrat beberapa hari
sebelumnya. Semalam sebelumnya harus berpuasa selama 8-12 jam. Tes dilakukan pada pagi
hari dalam keadaan puasa. Diambil contoh darah kemudian diberikan minnum glukosa 100
gram yang dilarutkan dalam 200 ml air. Pengambilan contoh darah berikutnya dilakukan
pada satu, dua dan tiga jam setelah pemberian. Kadar normal adalah puasa < 105 mg%, satu
jam < 190 mg%, dua jam < 165 mg% dan tiga jam 145 mg%. Disebut DMG apabila
sedikitnya ditemukan dua angka yang abnormal.
2.7.4 Kesepakatan PERKENI
Pada pertemuan PERKENI, untuk kemudahan dipakai cara penyaringan satu tahap
saja sesuai yang dianjurkan WHO, dengan modifikasi glukosa darah yang diperiksa hanya
glukosa darah 2 jam sesuai beban glukosa 75 gram, kriteria diagnosis sesuai dengan WHO.
2.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara seorang ahli
penyakit dalam, ahli obstetri, ahli gizi dan dokter spesialis anak. Tujuan pengobatan adalah
untuk menurunkan angka kesakitan maternal, kesakitan dan kematian perinatal dan hanya
dapat tercapai apabila keadaan normoglikemia dicapai dan dipertahankan selama kehamilan
sampai persalinan.
Sasaran normoglikemia pada DMG adalah kadar glukosa plasma vena puasa <
105 mg% dan dua jam sesudah makan < 120 mg%. Untuk mencapainya dapat dilakukan
dengan :
a. Pengaturan diet yang sesuai dengan kebutuhan yang diatur oleh ahli gizi.
b. Memantau glukosa darah sendiri di rumah dan edukasi
c. Pemberian insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan diet
2.8.1 Pengaturan diet
Diet merupakan tahap awal penting pada penatalaksanaan DMG dan bertujuan untuk:
a) mencapai normoglikemia dan
b) untuk menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang optimal.
Perlu selalu diingat bahwa menyusun diet pada DMG tidak semata-mata untuk
mencapai normoglikemia, tetapi pengaturan diet baik jumlah kalori maupun komposisi
makanan harus diperhitungkan untuk pertumbuhan janin agar menghasilkan bayi yang sehat.
Jumlah kalori dan komposisi makanan
Jumlah kalori yang dibutuhkann antara 30-35 kcal/kg berat badan ideal yang
diperhitungkan dengan menggunakan indeks Broca (1800 – 2500 kcal/hari). Jumlah kalori
ini terdiri atas 60-70% hidrat arang, 10-15% protein dan sisanya lemak 20-25%. Jumlah
kalori tersebut diberikan dalam enam kali makan .
2.8.2 Memantau Diabetes Terkendali
Di klinik yang maju, semua pasien DMG diajar untuk memantau glukosa darah
sendiri di rumah. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) tampaknya lebih unggul
dibandingkan pemantauan intermiten di rumah sakit. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan
pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Hal ini mempermudah mencapai
normoglikemia dan bagi mereka yang mendapat tambahan insulin akan memberikan
keuntungan untuk mencegah reaksi hipoglikemia berat. Waktu pemeriksaan PGDM
bervariasi tergantung pada terapi. Waktu yang bermanfaat untuk pemantauan adalah saat
sebelum makan dan waktu tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), 2 jam setelah makan
(menilai ekskursi maksimal glukosa selama sehari), diantara siklus tidur (untuk menilai
adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), dan ketika mengalami gejala
seperti hypoglicemic spells. Disamping itu dilakukan juga pemeriksaan HbA1c secara
berkala setiap 8 - 12 minggu untuk menilai efek terapi sebelumnya. Kriteria pengendalian
DM baik bila HbA1c < 6,5%, sedang bila 6,5 – 8% dan buruk bila > 8%. Pemeriksaan
dianjurkan sedikitnya 2 kali setahun
2.8.3. Insulin
Jika dengan pengaturan makan selama dua minggu tidak mencapai sasaran
normoglikemia maka insulin harus segera dimulai. Pasien DMG yang ditemukan setelah
umur kehamilan 28 minggu dengan kadar glukosa darah puasa. > 130 mg% dianjurkan agar
segera dimulai dengan insulin oleh karena pengobatan setelah 30 minggu sulit untuk
mencegah hiperplasia sel beta dan hiperinsulinemia janin.
Umumnya insulin dimulai dengan dosis kecil, dan meningkat dengan meningkatnya
usia kehamilan. Insulin yang dipakai adalah human insulin. DMG dengan hiperglikemia
hanya pada pagi hari, cukup diberikan suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur malam.
Pasien dengan hiperglikemia pada keadaan puasa maupun sesudah makan diberikan insulin
kombinasi kerja menengah dan kerja cepat, pagi dan sore hari. Dosis insulin diperkirakan
antara 0,5-1,5 U/kg berat badan, 2/3 diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore hari. Hanya pada
keadaan tertentu dimana belum terkendali dengan pemberian 2 kali perlu diberikan 4 kali
sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam sebelum makan dan insulin kerja menengah pada
malam hari sebelum tidur
Tabel 3. Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa Darah Setelah Gagal Dengan Diet
Kadar Glukosa Darah Pemberian Insulin
07.00 13.00 19.00 22.00
GDP tinggi, 2 jam sesudah makan normal - - - M
GDP dan 2 jam sesudah makan tinggi C-M C-M
atau
C C C M
2.9 PENANGANAN OBSTETRI
Tujuan penanganan obstetri ibu DMG pada trimester tiga kehamilan adalah untuk
mencegah terjadinya KJDR dan asfiksia dan juga meminimalkan morbiditas meternal yang
berhubungan dengan persalinan.
Pemantauan ibu dan janin dilakukan dengan:
a. Pengukuran tinggi fundus uteri.
b. Mendengarkan denyut jantung janin secara khusus memakai ultrasonografi (USG) dan
kardiotokografis (KTG).
c. Penilaian menyeluruh janin dilakukan dengan skor fungsi dinamik janin plasenta (FDJP).
Skor < 5 merupakan tanda gawat janin. Penilaian ini dilakukan setiap minggu sejak umur
kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia, pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan
gawat janin merupakan indikasi untuk malakukan persalinan secara seksio sesarea.
d. Pada saat seksio sesarea, penatalaksanaan ibu DMG dikerjakan seperti yang lazim pada
pasien DM dengan pembedahan.
e. Janin yang sehat (skor FDJP > 6 ) dapat dilahirkan pada umur kehamilan 38 minggu
dengan persalinan biasa. Memperpanjang umur kehamilan akan meningkatkan insidens
fetal makrosomia dan seksio sesarea sehingga dianjurkan persalinan pada umur
kehamilan 38 minggu.
f. Ibu hamil DMG tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun
harus selalu diperhatikan gerak janin (normal > 12 kali/12 jam).
g. Bayi dari ibu yang DMG memerlukan perawatan khusus.
h. Bila diperlukan terminasi kehamilan harus dilakukan amniosentesis dahulu untuk
memastikan kematangan paru janin (bila umur kehamilan < 38 minggu).
i. Kehamilan dengan DMG yang berkomplikasi (hipertensi, preeklampsia, kelainan
vaskuler infeksi seperti glomerulonefritis, sistitis, moniliasis) harus dirawat sejak umur
kehamilan 34 minggu. Pasien DMG yang berkomplikasi biasanya memerlukan insulin.
Umumnya kadar gula darahnya mudah terkendali, kecuali jika ada komplikasi.
2.10 PENANGANAN BAYI DARI IBU DMG
Bayi dari ibu DMG harus dikelola sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium yang penting untuk menegakkan diagnosis
adanya kelainan pada bayi tersebut, yaitu :
a. Kadar glukosa serum tali pusat
selanjutnya ketika bayi berumur 1,2,4,8,12,24,36 dan 48 jam. Apabila kadar glukosa
darah dengan reflectance meter < 45 mg/dl, harus diperiksa kadar glukosa serum.
b. Kadar kalsium dan magnesium harus diperiksa pada umur 6, 12, 24, dan 48 jam.
c. Hematokrit harus diperiksa dari tali pusat dan selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam.
d. Kadar serum bilirubin harus diperiksa bila bayi tampak kuning.
Kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi pada janin dan bayi dari ibu diabetes, yaitu:
makrosomia, kematian janin, trauma lahir dan asfiksia neonatal, penyakit membrana hialin,
kelainan bawaan, hipoglikemia, hopokalsemia dan hipomagnesemia,
hiperbilirubinemia, polisitemia trombosis vena renalis.
2.11 PEMANTAUAN LANJUT
The Fourth Workshop-Conference menyarankan agar semua wanita DMG dilakukan
tes toleransi glukosa oral 75 gram 4-6 minggu setelah persalinan dan selanjutnya setiap 6
bulan sekali. Saran dilakukannya follow-up postpartum karena 50% penderita DMG akan
berkembang menjadi DM tipe 2 dalam 5 -20 tahun. Perlindungan obstetri melalui pemakaian
kontrasepsi harus diterapkan pada penderita DMG. Kontrasepsi oral Estrogen-Progesteron
dosis rendah atau alat kontrasepsi dalam rahim (ADR) dapat dianjurkan pada penderita ini
bila tidak ada kontra indikasi lainnya.
Kerangka Konsep
Usia ibu pada waktu hamil
Diabetes Melitus
Gestasional
Konsep Teori
Obesitas
Usia kehamilan
Riwayat DM pada keluarga
Riwayat DM pada ibuRiwayat DMG pada
kehamilan sebelumnya
Riwayat melahirkan bayi > 4000 gram
Diabetes Melitus gestasional
Polihidramnion
Diabetes Melitus
Gestasional
Obesitas
Usia kehamilan
Riwayat DM pada keluarga
Riwayat DM pada ibuRiwayat DMG pada
kehamilan sebelumnya
Riwayat melahirkan bayi > 4000 gram
Recommended