View
72
Download
5
Category
Preview:
DESCRIPTION
scbd
Citation preview
Makalah Kekurangan Energi Protein Pada AnakA. Latar belakang
Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang masih menghadapi masalah kekurangan gizi yang cukup besar. Kurang gizi pada balita terjadi karena pada usia tersebut kebutuhan gizi lebih besar dan balita merupakan tahapan usia yang rawan gizi.
KEP adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia maupun negara-negara berkembang lainnya KEP berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas antara 20-30%, selain itu juga dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian.
Usia dibawah lima tahun (balita) terutama pada usia 1-3 tahun merupakan masa pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik fisik maupun otak. Sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling banyak dibandingkan pada masa-masa berikutnya. pada masa ini anak sering mengalami kesulitan makan, apabila kebutuhan nutrisi tidak ditangani dengan baik maka akan mudah terjadi Kekurangan energi protein (KEP).
Untuk mengantisipasi masalah di atas, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan secara terpadu di setiap tingkat pelayanan kesehatan, termasuk pada sarana kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas perawatan, Puskesmas, Balai Pengobatan, Puskesmas Pembantu, Pos Pelayanan Terpadu, dan Pusat Pemulihan Gizi yang disertai peran aktif masyarakat.
KEKURANGAN ENERGI PROTEIN PADA ANAK
A. Pengertian KEPMenurut Supariasa (2000) Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang
yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang
paling sering menderita akibat kekurangan gizi Pada anak-anak KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan
B. Klasifikasi KEP
Berikut ini adalah klasifikasi Kurang Energi Protein:1. KEP ringan bila berat badan menurut umur (BB/U) 70-80% baku median
WHO-NCHS dan/atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 80-90% baku median WHO-NCHS.
2. KEP sedang bila BB/U 60-70% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB 70-80% baku median WHO-NCHS.
3. KEP berat/Gizi buruk bila BB/U <60% baku median WHO-NCHS dan/atau BB/TB <70% baku median WHO-NCHS.
C. Etiologi KEPPenyebab terjadinya adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung
kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan (6). Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI (2).
2. Faktor socialHidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil (7), ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor (5).
3. Faktor ekonomiKemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya (2).
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
D. Patofisiologi KEPMakanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai
cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolic.
Kalau terjadi stress katabolic (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relative, kalau kondisi ini terjadi terus menerus maka akan menunjukkan manifestasi kwashiorkor ataupun marasmus.
Protein merupakan zat pembangun. Kekurangan protein dapat menggangu sintesis protein dengan akibat:
1. Gangguan pertumbuhan2. Atrofi otot3. Penurunan kadar albumin serum(sembab)4. Hb turun (anemia gizi)5. Jumlah aktivitas fagosit turun (daya tahan terhadap infeksi turun)6. Sintesis enzim turun (gangguan pencernaan makanan);sudaryat, 2000.
KEP dalam keadaan berat KEP dibagi menjadi 2 yaitu :1. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah defisiensi protein akibat terjadinya stress katabolic (infeksi).
a. EtiologiPenyebab utama makanan tidak mengandung protein hewani dengan alasan :
Ø Kemiskinan.Ø Pengetahuan mengenai penambahan makanan pada bayi dan anak.Ø Pemikiran yang salah.Ø Macam-macam infeksi : diare, cacingan dsb.Ø Khusus : ibu kekurangan ASI, ibu meninggal, ibu dengan sakit berat, ibu
hamil lagi, penghentian tiba-tiba dari ASI, penitipan anak/bayi.b. Patofisiologi
Pada kwashiorkor yang klasik, gangguan metabolic dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya(abdoeerahman, 1985).
Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema(abdoerrahman, 1985).
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein-beta sehingga transport lemak dari hati kedepot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar(abdoerahman,1985).
c. Tanda dan GejalaØ Pertumbuhan tergangguØ Berat badan dan tinggi badan kurang dibandingkan dengan anak sehat.Ø Perubahan mental, biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut
menjadi apatis.Ø Edema ringan maupun berat.Ø Gejala gastrointestinal seperti; anoreksia, diare, hal ini mungkin karena
gangguan fungsi hati, pancreas dan usus. Intoleransi laktosa kadang-kadang ditemukan.
Ø Perubahan rambut; mudah dicabut, warna berubah, kusam, kering, jarang.Ø Kulit kering (crazi pavement dermatosis)Ø Pembesaran hatiØ Anemia ringanØ Kelainan kimia darah; kadar albumin serum rendah, globulin
tinggi, (solihin,2000)
2. Marasmus
Marasmus adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein.
a. EtiologiØ Kegagalan menyusui anak, ibu meninggal anak diterlantarkan atau tidak
dapat menyusui.Ø Terapi dengan puasa karena penyakit, oleh karena itu tidak boleh lebih dari
24 jam.
Ø Tidak memulainya dengan makanan tambahan.b. Patofisiologi
Pada keadaan ini yang menyolok adalah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut(abdoerrahman, 1985).
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin(abdoerrahman,1985).
c. Tanda dan gejalaØ Muka seperti orang tuaØ Sangat kurus, tulang terbungkus kulitØ Cengeng dan rewelØ Kulit keriputØ Perut cekungØ Iga gambangØ Sering disertai penyakit infeksi dan diare
E. Komplikasi.
1. Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah saluran cerna, otot dan tulang, hati, pankreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal.
2. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi
tiroid menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
3. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada penglihatan (membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Jika tidak segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).
4. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin. B1menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental dan jantung.
5. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin berfungsi sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan mata.
6. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf.
7. Defisiensi Vitamin B12, Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa.
8. Defisit Asam Folat, Menyebabkan timbulnya anemia makrositik, megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.
9. Defisiensi Vitamin C, Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen oleh fibroblas karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel, pada proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan dentin.
10. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium, Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat merugikan tumbuh kembang anak.
11. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia.
12. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat, Noma atau stomatitis merupakan pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini.
F. Penatalaksanaan dietTata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk
memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein serta cukup vitamin dan mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal.
Ada 4 kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu pemberian diet, pemantauan dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut.
1. Pemberian diet
Pemberian diet pada KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Melalui 3 periode yaitu periode stabilisasi, periode transisi, dan periode rehabilitasi.
2. Kebutuhan energi mulai dari 80 sampai 200 kalori per kg BB/hari.3. Kebutuhan protein mulai dari 1 sampai 6 gram per kg BB/hari.4. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral bila ada defisiensi atau
pemberian bahan makanan sumber mineral tertentu.Bahan makanan sumber mineral khusus :
- Sumber Zn : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam.- Sumber Cuprum : tiram, daging, hati- Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai.- Sumber Magnesium : daun seledri bubuk coklat, kacang-kacangan,
bayam,- Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang-kacangan, kentang, apel,
alpukat, bayam, daging tanpa lemak.5. Jumlah cairan 130-200 ml per kg BB/hari, bila terdapat edema dikurangi.6. Cara pemberian : per oral atau lewat pipa nasogastrik (NGT).7. Porsi makanan kecil dan frekuensi makan sering.8. Makanan fase stabilisasi hipoosmolar/isoosmolar dan rendah laktosa dan
rendah serat (lihat tabel formula WHO dan modifikasi).9. Meneruskan pemberian ASI.
10. Membedakan jenis makanan berdasarkan berat badan, yaitu:BB<7 kg diberikan kembali makanan bayi dan BB >7 kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap.
11. Mempertimbangkan hasil anamnesis riwayat gizi.
2. Evaluasi dan pemantauan pemberian diet.
1. BB sekali seminggu: Bila tidak naik, kaji penyebab antara lain: masukkan zat gizi tidak adekuat, defisiensi zat tertentu, misalnya iodium, adanya infeksi, adanya masalah psikologis.
2. Pemeriksaan laboratorium: Hb, Gula darah, feses (adanya cacing), dan urin
3. Masukan zat gizi: bila kurang, modifikasi diet sesuai selera4. Kejadian diare: gunakan formula rendah atau bebas laktosa dan
hiperosmolar, misal: susu rendah laktosa, tempe, dan tepung-tepungan5. Kejadian hipoglikemi: beri minum air guila atau makan setiap 2 jam.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://jurnalmkmi.blogspot. com/2009/03/faktor-faktor-determinan-kejadian.html
2. http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?option=com_journal_review&id=3197&task=view
3. Almatsier,S.2001.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,Ilmu Gizi Pengetahuan Dasar Ilmu Gizi,Moehji Sjahmien Penerbit Papan Sinar Sinanti Jakarta 2007.
Peran Nutrisi dalam Pertumbuhan dan Perkembangan
secara biologis dan fisiologis berbeda dengan orang dewasa. anak bukanlah suatu miniatur dari remaja karena masih dalam proses tumbuh dan berkembang dokter dari seorang anak. Konsep penting Pediatri merupakan cabang ilmu kedokteran yang mempelajari asuhan medik mulai dari bayi sampai dewasa. Berasal dari bahasa yunani yang berarti healer of children
anak mulai dari tahap sebagai berikutPediatrics stage of development • Neonatus (0-1 bulan), infancy (bayi), toddlerhood (batita), usia prasekolah, usia sekolah, remaja
(dini, menengah, akhir/17-20 tahun). reseptif dan ekspresif), psikososial (emosional, sosial, adaptif). pertambahan ukuran/semakin besar dengan parameternya Berat Badan, Tinggi Badan, dan Lingkar Kepala. Perkembangan menunjukkan adanya maturasi dari fungsi dengan parameter motorik (motorik halus dan kasar), kognitif (kemampuan komunikasi • Konsep pertumbuhan berawal dari fertilisasi ovum hingga menjadi manusia
Penilaian fisikBerat Badan bentuknya datar. Jenis timbangan adalahSecara kasat mata, nutrisi bisa dilihat dari adanya pertambahan berat. Cara pengukuran berat badan bayi dilakukan dengan bantuan Beam Scale beberapa kali pakai harus dilakukan tera ulang1. Pegas perlu dicek baterai2. Digital Ketelitian timbangan bayi harus mencapai 10 gram atau 0,5 ons karena pertambahan bayi terjadi tiap hari. Oleh karena itu, timbangan kamar mandi tidak dapat digunakan karena skalanya yang besar/kasar sehingga tidak dapat mengukur pertambahan bayi yang cukup kecil. Dilakukan penimbangan hingga 2-3 kali yang kemudian dibuat dalam grafik untuk mengetahui pertumbuhan.
Tinggi BadanPanjang bayi diukur dengan cara berbaring yang harus dilakukan dua orang, yang satu pegang kepala dan yang lain pegang lutut agar tetap lurus. Dilakukan pengukuran dengan cara berdiri jika sudah berumur dua tahun.
Lingkar KepalaPengukuran dilakukan dari glabella ke oksipital. Diplotkan ke dalam kurva Nellhaus, bukan kurva CDC.
Kenapa memakai Nellhaus? Berdasar literatur yang saya dapat dijelaskan sebagai berikut. Di US, sebenarnya dalam standar penilaian lingkar kepala menggunakan dua kurva yaitu kurva NCHS dan WHO. Kurva WHO adalah hasil adopsi dari NCHS yang kemudian dilakukan studi ulang pada populasi dengan status gizi baik dan etnik yang bermacam-macam. Kurva NCHS ini paling sering digunakan hanya untuk selama 3 tahun pertama kehidupan karena studi pembuatan kurva ini juga dilakukan terhadap usia 3 tahun pertama. Kurva Nellhaus digunakan untuk anak usia 0-18 tahun dan paling sering dipakai, khususnya untuk usia >3 tahun. Pembuatan kurva ini dihasilkan dari 14 studi yang dilakukan di seluruh dunia dari tahun 1948-1965. Kemudian, Nellhaus menyimpulkan bahwa kurva pertumbuhan lingkar kepala secara majemuk ini dibentuk dari berbagai laporan grafik secara aplikatif ”for children regardless of skin color or geographic location”. Kesimpulan ini diterima oleh Komunitas Kedokteran US. Oleh karena itu, Nellhaus digunakan banyak oleh standar dunia sekarang karena hasil studinya yang lebih aplikatif. Akan tetapi, US masih menyatakan bahwa dua kurva (NCHS dan WHO) dapat digunakan sebagai standar dunia untuk populasi yang etnisnya bermacam-macam dan status gizinya relatif baik. silahkan cari lagi, mungkin ada beberapa literatur yang berbeda.(referensi: Johnson DE. Does Size Matter, Or Is Bigger Better? The Use of Head Circumference in Preadoption Medical Evaluations and Its Predictive Value for Cognitive Outcome in Institutionalized Children. International Adoption Clinic at The University of Minnesota. 2003. p. 3. Available from: www.peds.umn.edu/iac)
Pada tahap infancy, khususnya pada tahun pertama kehidupan, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan berbeda kecepatannya dibanding dari tahun pertama ke tahun kedua. Begitu juga dengan perkembangannya, terutama pada kemampuan melihat yang awalnya jarak penglihatannya masih pendek. Keduanya ini saling memengaruhi, seperti halnya berat badan anak juga akan memengaruhi perkembangan anak tersebut karena untuk bisa duduk dan berlari, BB anak harus memenuhi ukuran minimalnya agar anak kuat untuk melakukan aktivitas tersebut.
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yaitu. tidak dapat diubah anak biasanya tinggi) anak mengikuti pertumbuhan orang tuanya (orang tua tinggi 1. Faktor genetik nutrisi, bahan kimia (penambah rasa), sakit, infeksi, sosial, emosional, dan budaya.2. Faktor lingkungan (dapat diubah)
Peran nutrisiNutrisi penting karena digunakan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.• Energy daily living sebagai terapi untuk pencegahan atau penyembuhan dari sakit atau berbagai agen fisik dan biologis lain.• Maintenance of health dibedakan menjadiNutrien karbohidrat, lemak, protein ukurannya berupa gram 1. Makronutrien vitamin dan mineral ukurannya miligram/mikrogram 2. Mikronutrien (lebih sedikit dibutuhkan) 3. AirSemua nutrien tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan komposisi seimbang (balanced health diet). Nutrisi tadi akan kita konsumsi sebagai suatu input, kemudian akan mengalami metabolisme dalam tubuh yang keluar sebagai suatu output berupa pertumbuhan (BB, TB, LK) dan perkembangan (psikomotor) OUTPUT (GROWTH METABOLISME INPUT (NUTRITION) & DEVELOPMENT)
Jika input bagus tetapi outputnya tidak bagus, maka terjadi kesalahan dalam metabolismenya. Metabolisme adalah sekumpulan reaksi kimia yang mengubah nutrisi (molekul kompleks) menjadi energi dan molekul kecil dengan bantuan reaksi enzimatik dan katalisator yang berupa mineral dan vitamin. Katabolisme molekul kecil (monosakarida, asam amino, asam lemak, gliserol) dalam sel menghasilkan energi/ATP dan H20, CO2, dan NH3. Energi/ATP akan digunakan untuk menggantikan sel-sel tubuh kita yang rusak. mengubah hasil pencernaan nutrisi di saluran pencernaan menjadi metabolit intermediet.• Katabolisme I mengubah metabolit intermediet menjadi produk inorganik dan ATP.• Katabolisme II • ATP yang dihasilkan digunakan untuk membentuk prekursor makromolekul (anabolisme I) dan selanjutnya, membentuk makromolekul (anabolisme II) yang dibutuhkan untuk pembentukan sel-sel seperti sel-sel tulang.
Nutrisi memiliki safe limit /Required Dietary Allowances yang menunjukkan nilai kebutuhan yang diperlukan. Kebutuhan untuk anak dan remaja tergantung dari pola pertumbuhan (seperti tahun pertama kehidupan dan saat pubertas terjadi). Konsekuensi akibat kekurangan atau kelebihan nutrisi disebut malnutrisi/nutrisi yang salah yang bisa berakibat sebagai berikut.
diabetes, penyakit jantung, inflamasi, dll. obesitas 1. Overnutrition osteoporosis, kognitif terganggu, muscular atrophy, gangguan reproduksi dan imunitas, dll.2. Undernutrition 3. Defisiensi nutrisi spesifik, seperti anemia defisiensi besi. tampak gemuk tetapi itu berupa edema di tubuh dan penyakit ini terjadi tidak sebanyak marasmus. tampak sangat kurus dan yang paling banyak terjadi. Selain itu, penyakit kwashiorkor (kekurangan protein) Malnutrisi bisa berakibat pada penyakit marasmus (kekurangan karbohidrat)
Pengaruh severe undernutrition juga dapat terjadi pada perkembangan otak dan pada 3 tahun pertama, terjadi perkembangan otak yang mencapai hampir 97% dan periode ini merupakan periode sensitif karena kemampuan konseptual mengalami perkembangan yang pesat selama kurun waktu ini. Pada anak usia dibawah 3 tahun, plastisitas otaknya masih bagus sehingga malnutrisi di usia dibawah tiga tahun masih dapat ditangani. Efek malnutrisi pada otak sebagai berikut. atrofi otak akibat girus otak menyusut. kemampuan otak menurun Undernutrition depresi, sesak napas, sirosis hati.Ovenutrition
Defisiensi nutrisi spesifik iodin digunakan untuk pembentukan sinaps. Pada bayi yang baru lahir dengan keadaan defisiensi iodin akan mengalami penurunan IQ sebanyak 13,5 poin, sedangkan pada anak akan mengalami retardasi mental.• Defisiensi iodin besi digunakan untuk pertumbuhan dendrit, neurotransmiter, dan mielinisasi. Defisiensi ini berakibat pada gangguan belajar akibat konsetrasi ↓ dan penurunan IQ sekitar 10-20 poin.• Defisiensi besi pada bayi prematur biasanya metabolisme kalsium dan fosfor kurang bagus. Jika kelebihan vitamin D akibat terapi bayi prematur tadi akan berakibat gangguan jantung, retardasi mental, kardiofasies, Pulmonary Arteriosclerosis (PAS), dll.• Hipervitaminosis D perubahan warna pada gigi dan tampak kulit yang berwarna putih-putih.• Kelebihan fluor Menurut WHO, bahaya malnutrisi telah menyebabkan 53% kematian anak dibawah lima tahun akibat undernutrition. 2/3 masalah tersebut diakibatkan karena pemberian makanan yang tidak tepat pada usia balita atau batita.
Efek Jangka Panjang Malnutrisi produktifitas dan kognitif menurun.• Berat badan lahir rendah/malnutrisi ketika bayi baru lahir • Protein Energy Malnutrition (PEM), dibedakan menjadi moderate (sedang) dan severe (berat). Moderate akan memiliki postur tubuh pendek dan kurus yang tidak terlalu. Severe memiliki postur tubuh yang sangat kurus. Keduanya mengalami penurunan kognitif dan produktifitas tetapi karena moderate memiliki postur kurus yang tidak begitu tampak dan berbeda mencolok dengan yang severe, maka terkadang orang lupa untuk memberikan terapi makan kepada yang moderate sehingga yang severe mengalami pertumbuhan dan perkembangan lebih baik daripada yang mengalami moderate PEM.• Defisiensi spesifik nutrisi berakibat pada penurunan kognitif, tetapi produktifitas tetap baik. Contohnya defisiensi besi.
diberikan hak kepada anak yaitu.Pediatrics Health Care menentukan apakah anak tersebut sehat atau sakit1. Diagnostik tindakan yang harus diberikan (jika sakit diberikan obat), pembedahan2. Tata laksana perawatan apa yang harus diberikan kepada anak3. Perawatan
perhitungan nutrisi yang harus diberikan kepada anak4. Pemberian asupan nutrisi jika anak tersebut sakit5. Rehabilitasi
dilakukan penilaian status gizi. Status gizi dinilai hanya dari BB dan TB, bukan berdasar BB/U atau TB/U (dilihat dari proporsi tubuh). Penentuan klasifikasi dengan 3 cara, yaitu.Pediatric Nutrition Care Activities normal: +/-2SD, overweight: +2 hingga +3SD, obese:1. Z-score >3SD, kurus: -2 hingga -3SD, gizi buruk: <-3SD2. BMI/indeks massa tubuh: BB (kg) / (TB (m))2 . Klasifikasi: < P5 = underweight, P5 – P85 = normal, P85 – P95 = overweight, >P95 = obese. BMI digunakan untuk menentukan obesitas atau overweight. actual weight/ideal weight. Caranya: tentukan dulu BB dan TB sekarang dan plot di kurva yang memiliki kurva BB dan TB sekaligus. Dari TB, tarik garis horizontal memotong P50 dan akan ketemu nilai Height Age (tinggi sekarang sesuai untuk anak usia berapa). Dari Height Age akan ketemu Ideal Weight (dari tinggi tersebut harus memiliki berat seberapa) dengan tarik garis vertikal ke P50 kurva weight. Kemudian hitung perbandingannya dan masukkan ke dalam klasifikasi sebagai berikut.3. Percent Ideal Body Weight ≥120% : obesitas110-120% : overweight90-110% : normal80-90% : mild malnutrition70-80% : moderate malnutrition≤70% : serve malnutritionJika terhitung sebagai overweight atau obesitas, maka dilakukan perhitungan lagi dengan BMI.
Penentuan jumlah gizi yang harus diberikan paling bagus1. Kalorimetri indirek 2. Harris-Benedict equation3. WHO (REE) dikalikan dengan ideal weight dan height age bukan terhadap actual weight. Ada tabel penggolongan kebutuhan RDA per golongan umur (lihat slide aja!!!).4. RDA
Cara pemberian asupan makananDipilih yang sesuai kepada pasien anaknya. Salah satunya jika tidak dapat diberikan secara oral, diberikan dengan bantuan Naso Gastric Tube (NGT). Untuk menentukan cairan/takaran yang akan diberikan terdapat beberapa faktor yaitu 1. Faktor pasien : umur, diagnosis terkait masalah nutrisi, kebutuhan nutrisi, fungsi gastrointestinal.2. Faktor nutrisi: kekentalan makanan, komposisi (susu sapi murni tidak boleh diberikan kepada bayi < gagal ginjal).Pemberian makan pada bayi (usia1 th karena elektrolit yang tinggi tidak dapat diterima oleh ginjal bayi < dicek berat badan naik apa tidak dan parameter fisik lainnya. ada mediasi imun seperti alergi susu sapi karena proteinnya.3. Pertumbuhan tidak dimediasi oleh imun seperti intoleransi laktosa, alergi bisa karena toksik, mikrobiologi, psikologi. Toleransi reaksi negatif pada suatu makanan (diagram reaksi lihat di slide) sangat individual, tergantung rasa, selera, dll.2. Tolerance selingan yang bagus adalah buah.Monitoring keberhasilan pemberian nutrisi dengan melihat parameter yaitu 1. Acceptability (makanan yang bisa diterima bayi) alergi protein karena pencernaan bayi masih terbukaPola makan sebanyak 3 kali dengan 2 kali selingan nasi. Perubahan jenis makanan ini tergantung dengan kepandaian bayinya dalam kemampuan
mengunyah. Infant feeding practice disesuaikan dengan beberapa hal sebagai berikut.• Maturasi sistem neuromotorik• Maturasi sistem gatrointestinal• Maturasi sistem imunologik nasi lembek kasar gizinya kurang. Susu bubuk tidak steril karena dapat terkontaminasi oleh E. sakazakii. Cara membuat susu formula yang tepat sebagai berikut.1. Bersihkan perlengkapan berupa gelas, botol, dsb.2. Masukkan air mendidih (1000C) yang sudah didiamkan ½ jam sehingga suhunya menjadi sekitar 700C.3. Baru masukkan susu bubuk dan diaduk. 4. Dinginkan lagi hingga suhunya bisa dikonsumsi untuk bayi.Diatas 6 bulan, susu formula sudah tidak cukup dan harus mendapat makanan pendamping ASI (makronutrien dan mikronutrien ditambah) yang disesuaikan dengan perkembangan mulut (gigi dan kemampuan mengunyah). Perubahan jenis makanan seperti lunak elektrolit tinggi, terlalu encer susu formula yang sering digunakan adalah dalam bentuk bubuk. Jika terlalu kental modifikasi susu sapi untuk menyesuaikan komposisi nutrisi yang bisa diterima oleh bayi, ada tiga bentuk yaitu langsung siap minum, konsentrat, dan bubuk.Pemberian susu formula harus tepat transmisi dapat terjadi melalui pemberian ASI• Ibu-ibu yang terkena radiasi• Pengguna obat narkotik• Infeksi herpes simpleks yang terjadi di daerah payudaranya, di tempat lain tidak jadi masalahJika hal ini terjadi, maka pemberian ASI digantikan dengan infant formula (berbeda dengan susu sapi) dapat menular ke bayi• Penderita HIV atau HTLV (Human T-cell leukemia/lymphoma virus) tipe I atau II bayi yang tidak dapat mengolah laktosa atau galaktosa.2. Faktor dari ibu • Ibu yang mengalami tuberkulosis dan tidak mendapat perawatan kenyang/kembung tapi tidak ada kalorinya.Kontraindikasi pemberian ASI1. Bayi galaktosemia banyak mengandung globul lemak yang meningkatkan berat badan. Jangan lebih dari 20 menit karena menyebabkan bayi mengalami sakau ASI (ngempeng) ASI encer, 3 menit kemudian bayi usia 1 bulan kurang lebih tiap 2-4 jam dilakukan pemberian ASI. Pemberian ASI min 10 menit dan max 20 menit. Keluaran ASI pada 7 menit pertama bayi akan sering BAB karena pengaruh laktosa yang tinggi di ASI. Laktosa penting untuk otak dan pertumbuhan lain)2. Formula feeding3. Feed on demand hisapannya tidak akan efektif. Posisinya boleh apa pun. Kecukupan pemberian ASI dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu pertambahan berat badan, banyaknya berkemih, dan BAB (banyaknya ASI makanan paling lengkap atau balanced diet hingga bayi usia 6 bulan. Cara pemberian ASI yang benar adalah rahang atas dan bawah bayi harus berada di areolar mamae, bukan di putingnya 1 tahun) ada tiga pilihan yaitu:1. Breast feeding
Penanganan Terkini Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak
Widodo Judarwanto, Children Grow Up Clinic Jakarta Indonesia
Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi yang disebabkan
oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai
dengan kekurangan zat gizi lain. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai
“ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan
kebutuhan tubuh bagi mereka untuk menjamin pertumbuhan,
pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi Protein (KEP)
berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk
marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.
Marasmus berasal dari kata Yunani marasmos, yang berarti layu atau
wasting. Marasmus melibatkan kurangnya asupan protein dan kalori dan
ditandai oleh kekurusan. Para kwashiorkor istilah diambil dari bahasa Ga
dari Ghana dan berarti “penyakit dari penyapihan.” Williams pertama kali
digunakan istilah tahun 1933, dan mengacu pada asupan protein yang tidak
memadai dengan wajar (energi) asupan kalori. Edema adalah karakteristik
dari kwashiorkor tetapi tidak ada dalam marasmus.
Studi menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif terhadap
kelaparan, sedangkan kwashiorkor merupakan respon maladaptif
kelaparan. Anak-anak dapat hadir dengan gambaran beragam marasmus
dan kwashiorkor, dan anak-anak dapat hadir dengan bentuk ringan dari
kekurangan gizi. Untuk alasan ini, disarankan Jelliffe protein-kalori panjang
(energi) gizi buruk untuk menyertakan kedua entitas.
Meskipun kekurangan energi protein mempengaruhi hampir semua sistem
organ, artikel ini terutama berfokus pada manifestasi kulit nya. Pasien
dengan kekurangan energi protein juga mungkin memiliki kekurangan
vitamin, asam lemak esensial, dan elemen, yang semuanya dapat
menyebabkan dermatosis mereka.
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG),
dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya.
Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan
nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi,
pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder
bila kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya
penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan
pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi
meningkat, penyerapan nutrisi yang turun dan/meningkatnya kehilangan
nutrisi. Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi
berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan
hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau
terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan
meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif,
kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–
3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti
oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD,
maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini
terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah
marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Sehimgga pada
KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh,
penurunan berbagai sintesa enzim.
Patofisiologi
Secara umum, marasmus adalah asupan energi yang cukup untuk
menyesuaikan kebutuhan tubuh. Akibatnya, tubuh menarik pada toko
sendiri, sehingga kekurusan. Pada kwashiorkor, konsumsi karbohidrat yang
memadai dan penurunan asupan protein utama untuk sintesis protein
menurun visceral. Para hipoalbuminemia sehingga memberikan kontribusi
untuk akumulasi cairan ekstravaskuler. Gangguan sintesis B-lipoprotein
menghasilkan hati berlemak.
Kurang Energi Protein (KEP) juga melibatkan kurangnya asupan nutrisi
penting. Tingkat serum rendah seng telah terlibat sebagai penyebab ulkus
kulit pada banyak pasien. Dalam sebuah penelitian 1979 dari 42 anak-anak
dengan marasmus, peneliti menemukan bahwa hanya mereka anak-anak
dengan tingkat serum rendah ulserasi kulit seng dikembangkan. Tingkat
serum seng berkorelasi erat dengan kehadiran edema, pengerdilan
pertumbuhan, dan wasting yang parah. Klasik “mosaik kulit” dan “cat
terkelupas” dari dermatosis kwashiorkor beruang kemiripan yang cukup
besar terhadap perubahan kulit enteropathica acrodermatitis, dermatosis
yang defisiensi seng.
Pada tahun 2007, Lin dkk menyatakan bahwa “penilaian calon asupan
makanan dan gizi pada populasi anak-anak Malawi pada risiko kwashiorkor”
ditemukan “tidak ada hubungan antara perkembangan kwashiorkor dan
konsumsi makanan atau nutrisi.”
Epidemiologi
Kurang Energi Protein (KEP) adalah bentuk paling umum dari kekurangan
gizi di antara pasien yang dirawat inap di Amerika Serikat. Sebanyak
setengah dari semua pasien dirawat di rumah sakit memiliki kekurangan
gizi pada tingkat tertentu. Dalam survei terbaru di rumah sakit anak-anak
besar itu, prevalensi akut dan kronis kekurangan energi protein lebih dari
satu setengah. Hal ini sangat banyak penyakit yang terjadi di Amerika abad
21, dan kasus pada anak 8-bulan di pinggiran kota Detroit, Mich, dilaporkan
pada tahun 2010.
Dalam survei pada masyarakat berpenghasilan rendah wilayah di Amerika
Serikat, 22-35% anak usia 2-6 tahun berada di bawah persentil 15 untuk
berat badan. Survei lain menunjukkan bahwa 11% anak-anak di daerah
berpenghasilan rendah memiliki tinggi badan-banding-usia pengukuran di
bawah persentil ke-5. Pertumbuhan yang buruk terlihat pada 10% anak
pada populasi pedesaan.
Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak-anak kurang gizi
berjumlah 181.900.000 (32%) di negara berkembang. Selain itu,
149.600.000 diperkirakan anak-anak muda dari 5 tahun kekurangan gizi
ketika diukur dalam hal berat untuk usia. Di selatan Asia Tengah dan timur
Afrika, sekitar separuh anak-anak memiliki keterbelakangan pertumbuhan
karena kekurangan energi protein. Angka ini adalah 5 kali prevalensi di
dunia barat.
Sebuah studi cross-sectional dari remaja Palestina menemukan bahwa
55,66% dari anak laki-laki dan 64,81% anak perempuan memiliki asupan
energi yang tidak memadai, dengan asupan protein tidak memadai dalam
15,07% dari anak laki-laki dan 43,08% anak perempuan. Uang saku harian
yang direkomendasikan untuk mikronutrien disambut oleh kurang dari 80%
dari subyek penelitian.
Sekitar 50% dari 10 juta kematian tiap tahun di negara berkembang terjadi
karena kekurangan gizi pada anak-anak muda dari 5 tahun. Pada
kwashiorkor, angka kematian cenderung menurun sebagai usia meningkat
onset. Temuan Dermatologic tampil lebih signifikan dan lebih sering terjadi
di antara berkulit gelap orang. Temuan ini mungkin dijelaskan dengan
prevalensi yang lebih besar dan tingkat keparahan peningkatan protein
energi malnutrisi di negara berkembang dan tidak perbedaan dalam
kerentanan rasial.
Marasmus paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun.
Periode ini ditandai dengan kebutuhan energi meningkat dan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Menyapih (penghentian ASI
dan dimulainya MPASI) terjadi selama periode berisiko tinggi. Menyapih
sering diperrimit oleh faktor geografi, ekonomi kesehatan, kesehatan
masyarakat, budaya, dan pola diet.
Hal ini dapat efektif bila diperkenalkan makanan memberikan nutrisi yang
tidak memadai, ketika makanan dan air yang terkontaminasi, ketika akses
ke perawatan kesehatan tidak memadai, dan / atau ketika pasien tidak
dapat mengakses atau membeli makanan yang tepat.
Manifestasi Klinis
Rendahnya asupan kalori atau ketidakmampuan untuk menyerap kalori
adalah faktor utama terjadinya kwashiorkor. Berbagai sindrom dapat
dikaitkan dengan kwashiorkor. Pada anak-anak, temuan dari kenaikan berat
badan yang buruk atau penurunan berat badan, memperlambat
pertumbuhan linier, dan perubahan perilaku, seperti mudah tersinggung,
apatis, penurunan respon sosial, kecemasan, dan defisit perhatian mungkin
menunjukkan kekurangan energi protein. Secara khusus, anak apatis ketika
tidak terganggu tetapi mudah marah jika diangkat. Kwashiorkor khas
mempengaruhi anak-anak yang sedang disapih. Gejalanya termasuk diare
dan perubahan psikomotor.
Pada penderita dewasa umumnya kehilangan berat badan, meskipun, dalam
beberapa kasus, edema dapat menutupi penurunan berat badan. Pasien
mungkin menggambarkan kelesuan, kelelahan mudah, dan sensasi dingin.
Penurunan global fungsi sistem hadir.
Pasien dengan kekurangan energi protein juga dapat hadir dengan luka
nonhealing. Ini mungkin menandakan proses katabolik yang memerlukan
intervensi gizi.
Lewandowski dkk melaporkan kwashiorkor dan acrodermatitis
enteropathica seperti letusan setelah prosedur bypass lambung distal
bedah. Kwashiorkor dilaporkan dalam penyajian bayi dengan diare dan
dermatitis, akibat penyakit Crohn kekanak-kanakan. Diare dan dermatitis
membaik dalam 2 minggu dengan pengobatan.
Seorang anak 3-tahun dengan hidup bersama dan penyakit celiac Hartnup
yang mengakibatkan kwashiorkor, anemia, hepatitis, hypoalbuminia,
angular cheilitis, glositis, alopecia konjungtivitis dan menyebar, kulit
eritematosa, deskuamasi, erosi, dan menyebar hiperpigmentasi dilaporkan
oleh Sander dkk pada tahun 2009 dengan suplementasi gizi yang tepat
Pemeriksaan Fisik
Pada marasmus, anak kurus muncul dengan ditandai hilangnya lemak
subkutan dan pengecilan otot. Kulit adalah xerotik, keriput, dan longgar.
Monyet fasies sekunder hilangnya bantalan lemak bukal adalah
karakteristik dari gangguan ini. Marasmus mungkin tidak memiliki
dermatosis klinis. Namun, temuan tidak konsisten termasuk kulit halus,
rambut rapuh, alopesia, pertumbuhan terganggu, dan fissuring pada kuku.
Dalam kekurangan energi protein, rambut lebih berada dalam fase
(istirahat) telogen dari dalam fase (aktif) anagen, kebalikan dari normal.
Kadang-kadang, seperti pada anoreksia nervosa, ditandai pertumbuhan
rambut lanugo dicatat.
Kwashiorkor biasanya menyajikan dengan gagal tumbuh, edema, fasies
bulan, perut bengkak (perut buncit), dan hati berlemak. Saat ini, perubahan
kulit merupakan karakteristik dan kemajuan selama beberapa hari. Kulit
menjadi gelap, kering, dan kemudian membagi terbuka ketika ditarik,
mengungkapkan daerah pucat antara celah-celah (yaitu, gila trotoar
dermatosis, kulit enamel cat). Fitur ini terlihat terutama di daerah yang
tekanan. Berbeda dengan pellagra, perubahan ini jarang terjadi pada kulit
yang terkena sinar matahari.
Depigmentasi rambut menyebabkannya menjadi kuning kemerahan menjadi
putih. Rambut keriting menjadi diluruskan. Jika periode gizi buruk diselingi
dengan gizi yang baik, bolak band rambut pucat dan gelap, masing-masing,
yang disebut tanda bendera, mungkin terjadi. Juga, rambut menjadi kering,
kusam, jarang, dan rapuh, mereka bisa ditarik keluar dengan mudah. Resesi
Temporal dan rambut rontok dari belakang kepala terjadi, kedua
kemungkinan untuk menekan ketika anak berbaring. Dalam beberapa
kasus, kehilangan rambut dapat menjadi ekstrim. Rambut juga bisa menjadi
lebih lembut dan lebih halus dan terlihat sulit diatur. Bulu mata dapat
mengalami perubahan yang sama, memiliki penampilan sapu disebut.
Lempeng kuku yang tipis dan lembut dan dapat pecah-pecah atau bergerigi.
Atrofi papila di lidah, sudut stomatitis, xerophthalmia, dan cheilosis dapat
terjadi.
Penyakit radang usus, seperti penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, juga
dapat menghasilkan manifestasi kulit sekunder kekurangan gizi.
Defisiensi vitamin C biasanya timbul manifestasi sebagai perdarahan
perifollicular, petechiae, perdarahan gingiva, dan perdarahan sempalan,
selain hemarthroses dan perdarahan subperiosteal. Anemia bisa terjadi, dan
penyembuhan luka mungkin terganggu. Kekurangan niacin klinis
bermanifestasi sebagai pellagra yaitu, dermatitis, demensia, diare dalam
kasus-kasus lanjutan. Dermatitis memanifestasikan di daerah terkena sinar
matahari, termasuk punggung, leher (kalung Casal), wajah, dan dorsum
tangan (pellagra) awalnya sebagai eritema menyakitkan dan gatal.
Selanjutnya, vesikel dan bula dapat mengembangkan dan meletus,
menciptakan berkulit, lesi bersisik. Akhirnya, kulit menjadi kasar dan
ditutupi oleh sisik gelap dan remah. Demarkasi mencolok dari daerah yang
terkena dampak dari kulit normal dicatat.
Kekurangan energi protein juga dikaitkan dengan kemungkinan
peningkatan calciphylaxis, sebuah vasculopathy kapal kecil yang melibatkan
kalsifikasi mural dengan proliferasi intimal, fibrosis, dan trombosis.
Akibatnya, iskemia dan nekrosis kulit terjadi. Jaringan lain terpengaruh
termasuk lemak subkutan, organ viseral, dan otot rangka.
Sebuah studi oleh Harima dkk melaporkan tentang efek makanan ringan
malam pada pasien yang menerima kemoterapi untuk karsinoma
hepatoseluler.
Penyebab
Di seluruh dunia, penyebab paling umum dari gizi buruk adalah asupan
makanan tidak memadai. Prasekolah anak usia di negara berkembang
sering beresiko untuk gizi buruk karena ketergantungan mereka pada
orang lain untuk makanan, peningkatan kebutuhan protein dan energi,
sistem kekebalan tubuh belum matang menyebabkan kerentanan lebih
besar terhadap infeksi, dan paparan kondisi nonhygienic.
Faktor lain yang signifikan adalah tidak efektif menyapih sekunder
ketidaktahuan, kebersihan yang buruk, faktor ekonomi, dan faktor budaya.
Prognosis lebih buruk bila kekurangan energi protein terjadi dengan infeksi
HIV. Infeksi saluran pencernaan dapat dan sering endapan klinis
kekurangan energi protein karena diare yang berhubungan, anoreksia,
muntah, peningkatan kebutuhan metabolik, dan penurunan penyerapan
usus. Infeksi parasit memainkan peran utama di banyak bagian dunia.
Di negara maju, asupan makanan tidak memadai adalah penyebab yang
kurang umum dari gizi buruk, kekurangan energi protein lebih sering
disebabkan oleh penurunan penyerapan atau metabolisme abnormal.
Dengan demikian, di negara maju, penyakit, seperti cystic fibrosis, gagal
ginjal kronis, keganasan masa kanak-kanak, penyakit jantung bawaan, dan
penyakit neuromuskuler, berkontribusi kekurangan gizi. Fad diet,
manajemen yang tidak tepat alergi makanan, dan penyakit kejiwaan, seperti
anoreksia nervosa, juga dapat menyebabkan parah kekurangan energi
protein.
Populasi di kedua fasilitas perawatan akut dan jangka panjang beresiko
untuk penurunan berat badan yang signifikan secara klinis paksa (IWL)
yang dapat mengakibatkan kekurangan energi protein. IWL didefinisikan
sebagai hilangnya 4,5 kg atau lebih besar dari 5% dari berat badan yang
biasa selama periode 6-12 bulan. Kekurangan energi protein terjadi ketika
penurunan berat badan lebih besar dari 10% dari berat badan normal
terjadi.
Orang-orang tua sering mengalami kekurangan gizi, penyebab umum yang
meliputi nafsu makan berkurang, ketergantungan pada bantuan untuk
makan, gangguan kognisi dan / atau komunikasi, posisi yang buruk,
penyakit akut yang sering dengan kerugian gastrointestinal, obat-obat yang
penurunan nafsu makan atau meningkatkan kerugian gizi, polifarmasi,
penurunan rasa haus respon, penurunan kemampuan berkonsentrasi urin,
restriksi cairan disengaja karena takut inkontinensia atau tersedak jika
dysphagic, faktor psikososial seperti isolasi dan depresi, monoton diet, lebih
tinggi persyaratan kepadatan nutrisi, dan tuntutan lainnya dari usia,
penyakit, dan penyakit pada tubuh.
Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh
tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis,
kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok,
cengeng, rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy
pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut,
diare dan anemia.
Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus
kulit, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan
lemak sumkutan minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering
disertai penyakit infeksi dan diare.
Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan
marasmus.
DIAGNOSIS
Klinik : anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang,
serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda
malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin)
Laboratorik : terutama Hb, albumin, serum ferritin
Anthropometrik : BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi
badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur),
BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas
menurut tinggi badan)
Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat diet rinci, pengukuran
pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap
ditunjukkan. Tindakan pengukuran tinggi badan-banding-usia atau berat
badan-untuk-tinggi pengukuran kurang dari 95% dan 90% dari yang
diharapkan atau lebih besar dari 2 standar deviasi di bawah rata-rata
untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, pertumbuhan kurang dari
5 cm / th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.
Klasifikasi :
KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CD
KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
KEP berat : £ 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
Pemeriksaan Laboratorium WHO merekomendasikan tes
laboratorium berikut:
Glukosa darah
Pemeriksaan Pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi
langsung
Hemoglobin
PemeriksaanUrine pemeriksaan dan kultur
Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
Serum albumin
Tes HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak, dan
kerahasiaan harus dipelihara.)
Elektrolit
Hasil
Temuan yang signifikan dalam kwashiorkor meliputi hipoalbuminemia
(10-25 g / L), hypoproteinemia (transferin, asam amino esensial,
lipoprotein), dan hipoglikemia.
Plasma kortisol dan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi, tetapi
sekresi insulin dan tingkat pertumbuhan insulin faktor yang menurun.
Persentase cairan tubuh dan air ekstraseluler meningkat. Elektrolit,
terutama kalium dan magnesium, yang habis.
Tingkat beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun, dan tingkat
lipid beredar (terutama kolesterol) yang rendah.
Ketonuria terjadi, dan kekurangan energi protein dapat menyebabkan
penurunan ekskresi urea karena asupan protein menurun. Dalam kedua
kwashiorkor dan marasmus, anemia defisiensi besi dan asidosis
metabolik yang hadir.
Ekskresi hidroksiprolin berkurang, mencerminkan terhambatnya
pertumbuhan dan penyembuhan luka.
Kemih meningkat 3-methylhistidine adalah refleksi dari kerusakan otot
dan dapat dilihat di marasmus.
Malnutrisi juga menyebabkan imunosupresi, yang dapat menyebabkan
hasil negatif palsu tuberkulin kulit tes dan kegagalan berikutnya untuk
secara akurat menilai untuk TB.
Biopsi kulit dan analisis rambut dapat dilakukan
DIAGNOSA BANDING
Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-
kwashiorkor perlu dibedakan dengan :
Sindroma nefrotik
Sirosis hepatis
Payah jantung kongestif
Pellagra infantil
Actinic Prurigo
PENATALAKSANAAN
Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit : Prinsip dasar penanganan
10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
Penanganan hipoglikemi
Penanganan hipotermi
Penanganan dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pengobatan infeksi
Pemberian makanan
Fasilitasi tumbuh kejar
Koreksi defisiensi nutrisi mikro
Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
Perawatan Medis
Pada anak dan orang dewasa, langkah pertama dalam pengobatan
kekurangan energi protein (KEP) adalah untuk mengoreksi kelainan
cairan dan elektrolit dan untuk mengobati setiap infeksi. Kelainan
elektrolit yang paling umum adalah hipokalemia, hipokalsemia,
hypophosphatemia, dan hypomagnesemia.
Pemberian makronutrien harus dimulai dalam waktu 48 jam di bawah
pengawasan spesialis gizi.
Sebuah studi double-blind dari 8 anak dengan kwashiorkor dan ulserasi
kulit menemukan bahwa pasta seng topikal lebih efektif dibandingkan
plasebo dalam bidang penyembuhan kerusakan kulit. Suplemen seng
oral juga ditemukan efektif.
Langkah kedua dalam pengobatan kekurangan energi protein (yang
mungkin tertunda 24-48 jam pada anak) adalah menyediakan
macronutrients dengan terapi diet.
Susu formula berbahan dasar adalah pengobatan pilihan. Pada awal
pengobatan diet, pasien harus diberi makan ad libitum. Setelah 1
minggu, harga asupan harus mendekati 175 kkal / kg dan 4 g / kg protein
untuk anak-anak dan 60 kkal / kg dan 2 g / kg protein untuk orang
dewasa. Sebuah multivitamin setiap hari juga harus ditambahkan.
Pengobatan penyakit penyerta
Defisiensi vitamin A Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral
pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi
memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
1. umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
2. umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
3. umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan : Tetes mata khloramfenikol atau salep
mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, Teteskan tetes mata
atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari. Tutup mata dengan kasa
yang dibasahi larutan garam faali
Dermatosis Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi,
deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka
bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh
Candida. Tatalaksana :
1. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-
permanganat) 1% selama 10 menit
2. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
3. usahakan agar daerah perineum tetap kering
4. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
Parasit/cacing Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3
hari, atau preparat antihelmintik lain.
Diare berkepanjangan Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada
perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering
kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari
melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja
mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7
hari.
Tuberkulosis Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes
tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip
atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
Tindakan kegawatan
Syok (renjatan) Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai
KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok
karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan
intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati
terhadap terjadinya overhidrasi. Pedoman pemberian cairan :
1. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama.
2. Evaluasi setelah 1 jam :
3. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan)
dan status hidrasi ® syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan
seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan
pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam
selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus
(F-75/pengganti).
4. Bila tidak ada perbaikan klinis ® anak menderita syok septik. Dalam hal
ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi
darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam).
Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila : Hb < 4 g/dl atau Hb 4-6
g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi
darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada tanda
gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah
yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi
dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,
syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap <
4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
Konsultasi
Konsultasi Setiap pasien pada risiko kekurangan gizi harus dirujuk ke
ahli diet atau profesional gizi lainnya untuk penilaian gizi lengkap dan
konseling diet.
Arahan subspesialisasi lain harus dipertimbangkan jika temuan dari
evaluasi awal menunjukkan bahwa penyebab mendasarnya bukan asupan
gizi yang buruk.
Jika tanda-tanda menunjukkan malabsorpsi, pencernaan harus
dikonsultasikan.
Selanjutnya, pada kasus pediatrik, seorang dokter anak, sebaiknya satu
dengan pengalaman dalam pengelolaan kekurangan energi protein
(KEP), harus mengawasi perawatan pasien.
Setiap pasien dengan kelainan laboratorium yang signifikan, seperti
dibahas di atas, dapat mengambil manfaat dari konsultasi dengan
subspesialisasi yang sesuai (misalnya, endokrinologi, hematologi).
Anak-anak dengan gizi buruk sekunder untuk asupan yang tidak
memadai dan / atau kelalaian harus dirujuk ke lembaga sosial yang tepat
untuk membantu keluarga dalam mendapatkan sumber daya dan
menyediakan perawatan berkelanjutan bagi anak.
DAFTAR PUSTAKA
Alleyne G.A.O., Hay R.W., Picau D.I., Stanfield J.P., White head R.G.,
1977. The ecology and pathogenesis of protein–energic
malnutrition. Dalam : Alleyne GAO, Hay RW, Picau DI et al, eds. Protein–
energy malnutrition. London : Edward Arnold Ltd, 8-24.
Baker SS, 1997. Protein Energy Malnutrition in The hospitalized
Pediatric Patient. In : (Walker WA, Watkins JP, eds). Nutrition in
Pediatrics : Basic Science and Clinical Applications, 2nd ed : BC.Decker
Inc. Publisher; London , 162-168.
Barness L.A., Curran J.S., 1996. Nutrition. Dalam : Berhman R.E.,
Kligman R.M., Jenson H.B., eds. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke
lima belas. Philadelphia : W.B. Saunders Co, 141-161.
Onis M de, Monteiro C, Clugston G. The worldwide magnitude of protein-
energy malnutrition: an overview from the WHO Global Database on
Child Growth. Bulletin of the World Health Organization. 1993;71(6).
Lin CA, Boslaugh S, Ciliberto HM, et al. A prospective assessment of food
and nutrient intake in a population of Malawian children at risk for
kwashiorkor. J Pediatr Gastroenterol Nutr. Apr 2007;44(4):487-93.
Tierney EP, Sage RJ, Shwayder T. Kwashiorkor from a severe dietary
restriction in an 8-month infant in suburban Detroit, Michigan: case
report and review of the literature.Int J Dermatol. May 2010;49(5):500-6.
World Health Organization, Dept of Nutrition for Health and
Development. Nutrition for health and development: a global agenda for
combating malnutrition. World Health Organization. Available
at http://whqlibdoc.who.int/hq/2000/WHO_NHD_00.6.pdf.
Jildeh C, Papandreou C, Abu Mourad T, et al. Assessing the Nutritional
Status of Palestinian Adolescents from East Jerusalem: a School-based
Study 2002-03. J Trop Pediatr. Jul 31 2010;
Jen M, Yan AC. Syndromes associated with nutritional deficiency and
excess. Clin Dermatol. Nov-Dec 2010;28(6):669-85.
Lewandowski H, Breen TL, Huang EY. Kwashiorkor and an
acrodermatitis enteropathica-like eruption after a distal gastric bypass
surgical procedure. Endocr Pract. May-Jun 2007;13(3):277-82
Al-Mubarak L, Al-Khenaizan S, Al Goufi T. Cutaneous presentation of
kwashiorkor due to infantile Crohn’s disease. Eur J Pediatr. Jan
2010;169(1):117-9.
Sander CS, Hertecant J, Abdulrazzaq YM, Berger TG. Severe exfoliative
erythema of malnutrition in a child with coexisting coeliac and Hartnup’s
disease. Clin Exp Dermatol. Mar 2009;34(2):178-82.
Tavarela Veloso F. Review article: skin complications associated with
inflammatory bowel disease. Aliment Pharmacol Ther. Oct 2004;20 Suppl
4:50-3.
Harima Y, Yamasaki T, Hamabe S, et al. Effect of a late evening snack
using branched-chain amino acid-enriched nutrients in patients
undergoing hepatic arterial infusion chemotherapy for advanced
hepatocellular carcinoma. Hepatol Res. Jun 2010;40(6):574-84.
Thavaraj V, Sesikeran B. Histopathological changes in skin of children
with clinical protein energy malnutrition before and after recovery. J
Trop Pediatr. Jun 1989;35(3):105-8.
McKenzie CA, Wakamatsu K, Hanchard NA, Forrester T, Ito S. Childhood
malnutrition is associated with a reduction in the total melanin content of
scalp hair. Br J Nutr. Jul 2007;98(1):159-64.
Chung SH, Stenvinkel P, Lindholm B, Avesani CM. Identifying and
managing malnutrition stemming from different causes. Perit Dial Int.
Jun 2007;27 Suppl 2:S239-44.
US Department of Health and Human Services, US Department of
Agriculture. Dietary guidelines for Americans, 2005. National Guideline
Clearinghouse. 2005.
Balint JP. Physical findings in nutritional deficiencies. Pediatr Clin North
Am. Feb 1998;45(1):245-60.
Beers MH, Berkow R, eds. Nutritional Disorders: Malnutrition. In: The
Merck Manual. 17th ed. Merck; 1999:28-32.
Collins N. Protein-energy malnutrition and involuntary weight loss:
nutritional and pharmacological strategies to enhance wound
healing. Expert Opin Pharmacother. Jul 2003;4(7):1121-40.
Constans T, Alix E, Dardaine V. [Protein-energy malnutrition. Diagnostic
methods and epidemiology]. Presse Med. Dec 16 2000;29(39):2171-6.
Delahoussaye AR, Jorizzo JL. Cutaneous manifestations of nutritional
disorders.Dermatol Clin. Jul 1989;7(3):559-70.
Glaser, KL. Pediatrics: Malnutrition. Medstudents. Available
athttp://www.medstudents.com.br/pedia/pedia1.htm.
Golden MHN. Severe malnutrition. In: Weatherall DJ, Ledingham JGG,
Warrell DA, eds. Oxford Textbook of Medicine. 3rd ed. 1996:1278-96.
Goskowicz M, Eichenfield LF. Cutaneous findings of nutritional
deficiencies in children.Curr Opin Pediatr. Aug 1993;5(4):441-5.
Gupta MA, Gupta AK, Haberman HF. Dermatologic signs in anorexia
nervosa and bulimia nervosa. Arch Dermatol. Oct 1987;123(10):1386-90.
Hendricks KM, Duggan C, Gallagher L, et al. Malnutrition in hospitalized
pediatric patients. Current prevalence. Arch Pediatr Adolesc Med. Oct
1995;149(10):1118-22.
Jilcott SB, Masso KL, Ickes SB, Myhre SD, Myhre JA. Surviving but not
quite thriving: anthropometric survey of children aged 6 to 59 months in
a rural Western Uganda district. J Am Diet Assoc. Nov
2007;107(11):1983-8.
Kuhl J, Davis MD, Kalaaji AN, Kamath PS, Hand JL, Peine CJ. Skin signs
as the presenting manifestation of severe nutritional deficiency: report of
2 cases. Arch Dermatol. May 2004;140(5):521-4.
McLaren DS. Skin in protein energy malnutrition. Arch Dermatol. Dec
1987;123(12):1674-1676a.
Miller SJ. Nutritional deficiency and the skin. J Am Acad Dermatol. Jul
1989;21(1):1-30.
Pelly TF, Santillan CF, Gilman RH, et al. Tuberculosis skin testing,
anergy and protein malnutrition in Peru. Int J Tuberc Lung Dis. Sep
2005;9(9):977-84.
Prendiville JS, Manfredi LN. Skin signs of nutritional disorders. Semin
Dermatol. Mar 1992;11(1):88-97.
Rabinowitz SS, Gehri M, Stettler N, Di Paolo ER. Marasmus. eMedicine
from WebMD[serial online]. May 20, 2009;Available
athttp://emedicine.medscape.com/article/984496-overview.
Ryan AS, Goldsmith LA. Nutrition and the skin. Clin Dermatol. Jul-Aug
1996;14(4):389-406.
Schneider JB, Norman RA. Cutaneous manifestations of endocrine-
metabolic disease and nutritional deficiency in the elderly. Dermatol
Clin. Jan 2004;22(1):23-31, vi.
Shah S, Kannikeswaran N, Kamat D. A rash. Clin Pediatr (Phila). Sep
2007;46(7):650-4.
Shashidhar HR, Grigsby DG. Malnutrition. eMedicine from
WebMD [serial online]. April 9, 2009;Available
at http://emedicine.medscape.com/article/985140-overview.
Soni BP, McLaren DS, Sherertz EF. Skin lesions in nutritional, metabolic
and heritable disorders: cutaneous changes in nutritional disease.
In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 1999:1725-37.
Wilmer WA, Magro CM. Calciphylaxis: emerging concepts in prevention,
diagnosis, and treatment. Semin Dial. May-Jun 2002;15(3):172-86
Colon RF, 1993. Clinical and laboratory assesssment of the malnourished
child. In : Suskind RM, Suskind LL eds. Textbook of pediatric nutrition,
2nd ed. Raven Press Ltd ; New York : 191-205.
Farthing MJG, Keusen GT, 1985. In : Arneil GC, Metcoff J, eds. Pediatric
Nutrition 1sted. Butterworths. London : 194-218.
Golden M.H.N., 2001. Severe malnutrition. Dalam : (Golden MHN ed).
Childhood Malnutrition : Its consequences and management. What is the
etiology of kuashiorkor? Surakarta : Joint symposium between
Departement of Nutrition & Departement of Paediatrics Faculty of
Medicine, Sebelas Maret University and the Centre for Human Nutrition,
University of Sheffielob UK, 1278-1296.
Krause MV, Mohan LK, 1996. Nutritional deficiency disease. In : Krause
MV, Mahan LK, eds. Food, nutrition, and diet therapy. 9th ed. W.B.
Saunders Co. Philadelphia : 387-420.
Lees MH, et al, 1965. Relative hypermetabolism in infants with
congenital heart disease and undernutrition. Pediatrics 36 : 183-91.
Mc Laren Ds, 1991. Nutritional Assessment and Survellance. In : (Mc
Laren et. al. eds). Text Book of Paediatric Nutrition 3rd ed. Churchill
Livingstone. Edinburgh : 309-317.
Puone T, Sanders D, Chopra M , 2001. Evaluating the Clinical
Management of Severely Malnourished Children. A Study of Two Rural
District Hospital. Afr Med J 22 : 137-141.
Wixted, D. Clinical Nutrition Management. http://www.kabc.org/nutrit
2.htm
World Health Organization, 1983. Measuring in nutritional status :
guidelines for assessing the nutritional impact of supplementary feeding
programmes for vulnerable groups. Geneva.
Marasmus, Kwassiorkor, tipe Kurang Energi Protein
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang disebabkan oleh kekurangan energi
maupun protein dalam proporsi yang berbeda-beda, pada derajat yang ringan sampai berat. Beberapa pengertian
Kurang Energi Protein (KEP):
KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan proteindalam
makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi
(AKG). Disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut (BB/U) baku WHO-
NCHS.
Istilah Kurang Energi Protein (KEP) digunakan untuk menggambarkan kondisi klinik berspektrum luas yang
berkisar antara sedang sampai berat. KEP yang berat memperlihatkan gambaran yang pasti dan benar
(tidak mungkin salah) artinya pasien hanya berbentuk kulit pembungkus tulang, dan bila berjalan bagaikan
tengkorak (Daldiyono dan Thaha, 1998).
KEP adalah gizi buruk yang merupakan suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan
dan kedokteran. Gizi buruk itu sendiri adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi
menahun atau kekurangan gizi tingkat berat. Gizi buruk yang disertaidengan tanda-tanda klinis disebut
marasmus, kwashiorkor dan kombinasi marasmus kwashiorkor(Soekirman (2000).
KEP terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori dan protein atau keduanya tidak tercukupi oleh
diet. Kedua bentuk defisiensi ini tidak jarang berjalan bersisian, meskipun salah satu lebihdominan ketimbang
yang lain.
A lmats ier (2004) mengatakan KEP adalah s indroma gabungan antara dua jenis kekurangan energi dan
protein, dimana sindroma ini merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia.
Beberapa tipe Kurang Energi Protein (KEP) dapat disebutkan, bahwa KEP atau gizi buruk pada tingkat ringan atau
sedang, belum menunjukkan gejala sakit. Masih seperti anak-anak lain, masih bermain dan sebagainya,
tetapi bila diamati dengan seksama badannya mulai kurus. Sedangkan bagi KEP yang tingkat berat yang disertai
dengan gejala klinis disebut marasmus atau kwashiorkor, dimasyarakat lebih dikenal sebagai “busung lapar”.
Jika kondisi KEP cukup berat dikenal dengan istilah marasmus dan kwashiorkor, masing-masing dengan
gejala yang khas, dengan kwashiorkor dan marasmik ditengah-tengahnya. Pada semua derajat maupun tipe
KEP ini terdapat gangguan pertumbuhan disamping gejala-gejala klinis maupun biokimiawi yang khas bagi
tipenya. Klasifikasi KEP digunakan untuk menentukan prevalensi KEP disuatu daerah dengan melihat derajat
beratnya KEP, hingga dapat ditentukan persentase gizi kurang dan berat di daerah
tersebut (Pudjiadi, 2005)
"Arial","sans-serif"; letter-spacing: 0.15pt;">.
Beberapa tipe KEP antara lain adalah sebagai berikut :
Marasmus. Marasmus adalah malnutrisi pada pasien yang menderita kehilangan lebih dari 10 % berat badan
dengan tanda-tanda klinis berkurangnya simpanan lemak dan protein yang disertai gangguan fisiologik. Tanpa terjadi
nya cedera/kerusakan jaringan atau sepsis (Daldiyono dan Thaha, 1998) .
Marasmus disebabkan oleh kekurangan energi. Marasmus berasal dari bahasa Yunani yang berarti
wasting/merusak. Marasmus pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama), karena
terlambat diberimakanan tambahan. Marasmus merupakan penyakit kelaparan dan terdapat pada kelompok sosial
ekonomi rendah (Almatsier, 2004).
Gejala klinis dari tipe KEP marasmus menurut Depkes RI, tampak sangat kurus, wajah seperti orang
tua, cengeng, rewel, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana
longgar), perut cekung, iga gambang dan sering disertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) serta
diare kronik atau konstipasi/susah buang air.
Kwashiorkor. Kwashiorkor lebih banyak terdapat pada usia dua hingga tiga tahun yang sering terjadi pada anak
yang terlambat menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal protein. Kwashiorkor
dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih (Almatsier, 2004) .
Adapun gejala klinis dari tipe KEP kwashiorkor adalah ; edema umumnya diseluruh tubuh, terutama pada
punggung kaki (dorsum pedis) yang jika ditekan melekuk, tidak sakit, dan lunak ; wajah membulat dan
sembab ; pandangan mata sayu ; rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok ; perubahan status mental, apatis dan rewel ; pembesaran hati ; otot mengecil (hipotropi), lebih
nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk ; kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (Crazy pavement dermatosis) dan sering disertai penyakit
infeksi, umumnya akut serta anemia dan diare.
Marasmus-Kwashiorkor. Tipe marasmus-kwasiorkor terjadi karena makanan sehari-harinya tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan normal. Pada tipe ini terjadi penurunan berat badan dibawah
60 % dari normal.
Gejala klinis dari tipe marasmus dan kwashiorkor adalah merupakan gabungan antara marasmus dan kwashiorkor yang disertai oleh edema, dengan BB/U < 60 % baku Median WHO NCHS. Gambaran yang utama ialah kwashiorkor edema dengan atau tanpa lesi kulit, pengecilan otot, dan pengurangan lemak bawah kulit seperti pada marasmus. Jika edema dapat hilang pada awal pengobatan, penampakan penderita akan menyerupai marasmus. Gambaran marasmus dan kwashiorkor muncul secara bersamaan dan didominasi oleh kekurangan protein yang parah (Arisman, 2004).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KURANG ENERGI PROTEIN (KEP)A. PENGETIANKurang Energi Protein (KEP) : keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi enegi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga memnuhi angka kebutuhan gizi (AKG). (Pudjiani “Kapita Selekta Kedokteran” edisi 3, Fakultas Kedokteran UI).Malnutrisi Energi Protein : tidak adekuatnya intake potein dan kalori yang dibutuhkan oleh tubuh. (Sunadi, Skp. “Buku Pegangan Praktek Klinik”. Askep pada anak edisi 1).B. PATOFISIOLOGI Penyakit malnutrisi dengan kekurangan energi protein atau tidak mncukupinya. Makanan bagi tubuh sering dengan marasmus dan kwashiorkor. Khashiorko adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya. Kekurangan protein dalam makanan akan mengakibatkan kekurangan asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintetis dan metabolisme terutama sebagai petumbuhan dan perbaikan sel, makin berkurangnya asam amino dalam serum menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hati, kulit akan tampak bersisik dan kering karena depigmentasi. Anak dapat mengalami gangguan pada mata karena kekurangan vitamin A. kekurangan mineral khususnya besi, kalsium dan seng. Edema yang terjadi karena hipoproteinemia yang mana cairan akan berpindah dari intravaskuler kompatemen ke rongga interstisial yang kemudian menimbulkan asites. Gangguan gastrointestinal seperti adanya perlemakan pada hati dan atropi pada sel acini pancreas. Marasmus adalah suatu penyakit ang disebabkan kekurangan kalori dan protein. Pada marasmus ditandai dengan atropi jaringan, terutama lapisan sub kutan dan badan tampak kurus seperti orang tua. Pada marasmus metabolisme lemak kurang terganggu dari pada
kwashiorkor, sehingga kekurangan vitamin biasanya minimal atau tidak ada pada marasmus tidak ditemukan edema akibat dari hipoalbuminemia dan atau retensi sodium. Pemenuhan kebutuhan dalam tubuh masih dapat dipenuhi dengan adanya cadangan protein sebagi sumber energi.C. ETIOLOGI• Kakurangan kalori• Kekurangan protein
D. KOMPLIKASIa. Kwashiorkor- Diare- Infeksi- Anemia- Gangguan tumbuh kembang- Hipokalemi- Hipernatremi b. Marasmus - Infeksi- Tuberkolosis- Parasitosis- Disentri- Malnutrisi kronik- Gangguan tumbuh kembangE. MANIFESTASI KLINISKWASHIORKOR- Muka sembab- Lathargi- Edema- Jaringan otot menyusut- Jaringan sub kutan tipis dan lembut- Warna rambut pirang atau seperti rambut jagung- Kulit kering dan bersisik- Alopecia- Anorexia- Gagal dalam tumbuh kembang- Tampak anemiaMARASMUS- Badan kurus kering- Tampak seperti orang tua
- Lethargi - Iritabel- Kulit berkeriput- Ubun-ubun cekung pada bayi- Jaringan subkutan - Turgor kulit jelek- Malaise - Apatis- KelaparanF. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK- Pemeriksaan fisik- Pemeriksaan laboratorium, albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
G. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK- Diit Tinggi Kalori, Protein, Mineral dan Vitamin- Pemberian terapi cairan dan elektrolit- Penanganan diare bila ada, cairan, antidiare dan antibiotic.
H. PENATALAKSANAAN PERAWATANa. Pengkajian- Riwayat status – social – ekonomi- Kaji riwayat pola makan - Pengkajian antropometri- Kaji manifestasi klinis- Monitor hasil laboratorium
- Timbang BB- Kaji TTV- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.b. Diagnosa Keperawatan- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak adekuatnya intake nutrisi- Kurang volume cairan tubuh dan kontipasi b.d kurangnya intake cairan- Gangguan integritas kulit b.d asites - Resiko infeksi b.d respon imun sekunder dan malnutrisi- Kurangnya pengetahuan b.d kurang terpapar terhadap informasiPerencanaan dan Intervensia. Meningkatkan pemenuhan kebutuhan status nutrisi - Kaji pola makanR / : Untuk mengetahui asupan nutrisi- Berikan makanan TKTPR / : Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan protein tambahan
- Timbang BB setiap hariR / : Untuk memantau status nutrisi- Tingkatkan pemberian ASI dengan pemasukan intake nutrisi yang adekuat pada orang tua (ibu)R / : dengan pemberian ASI dapat mengurangi kekebalan dan durasi penyakitb. Meningkatkan hidrasi dan mencegah konstipasi- Berikan cairan yang adekuat sesuai dengan kondisinyaR / : untuk mempertahankan kebutuhan cairan yang adekuat- Berikan cairan atau nutrisi parenteral : pantau kepatenan infusR / : Untuk mengetahui asupan nutrisi- Ukur intake darah output : 2 – 3 ml/kg/jamR / : Untuk mengevaluasi kecukupan masukan cairan- Auskultasi bising ususR / : inflamasi/iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas, penurunan absorbsi air dan diare
- Kaji tanda-tanda ususR / : untuk mengetahui intake dan outputc. Meningkatkan integritas kulit - Kaji kebutuhan kulitR / : sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya- Berikan alas matras yang lembutR / : untuk mencegah atau mengurangi penekanan pada kulit- Berikan cream kulitR / : untuk melindungi kulit dari iritasi dan memberikan kelembabab pada kulit- Ganti segera pakaian yang lembab dan basahR / : pakaian yang lembab dan basah dapat menyebabkan iritasi .- Lakukan kebersihan kulitR / : untuk mengurangi mikroorganisme- Hindari penggunaan sabun yang dapat mengiritasi kulitR / : untuk melindungi kulit dari iritasid. Mencegah terjadinya infeksi- Kaji tanda-tanda infeksi : ukur suhu tubuh setiap 4 jamR / : untuk memasikan pengenalan dan pengobatan yang segera- Gunakan standar pencegahan universal ; kebersihan, mencuci tangan bila akan kontak pada anak, menghindari dari aanak yang infeksiR / : Untuk menurunkan kemungkinan penyebaran infeksi- Berikan imunisasi bagi anak yang belum diimunisasiR / : imunisasi dapat meningkatka kekebalan tubuh dan mencegah infeksie. Meningkatkan pengetahuan orang tua- Ajar orang tua dalam pemenuhan nutrisiR / : pengetahuan tentang hal malnutrisi dapat diketahui oleh keluarga- Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat
R / : agar orang tua mengetahui intake nutrisi yang adekuat- Jelaskan kondisi yang terkait dengan malnutrisiR / : meningkatkan pemahamam keluarga tentang malnutrisi- Ajarkan ibu mengkonsumsi nutrisi yang adekuat untuk meningkatkan produksi ASI R / : ASI mengandung zat gizi yang tinggi- Libatkan keluarga dalam perawatan anak untuk menemukan kebutuhan sehari-hariR / : keluarga mengerti keadaan anak dan mengurangi kecemasan.
I. IMPLEMENTASISesuai interensiEVALUASIa. anak akan memperlihatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi secara adekuat yang ditandai dengan berat badan normal sesuai dengan usia, nafsu makan meningkat, dan tdak ditemukan manifestasi mainutrisi.b. Anak tidak menunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan ubun-ubun tidak, turgor kulit normal, membran mukosa lembab, out put urin sesuai.c. Anak menunjukan keutuhan integritas kulit yang ditandai dengan kulit tidak bersisik, tidak kering dan elastisitas kulit normal.d. Anak akan terbebas dari infeksi.e. Orang tua memahami pemenuhan kebutuhann nitrisi pada anak.
PENUTUP
KESIMPULANKep adalah: keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kebutuhan gizi. Kep disebabkan karena kekurangan protein dan kalori.Berdasarkan penyebab umum kep: dibagi atas dua yaitu: kwashiorkor dan marasmus
Table 55.1. Istilah dan Klarifikasi KEPTahun Jenis KEP Istilah dan klasifikasi Dasar diagnosis< tahun 50-an tahun 50-an Tahun 60-an Tahun 70-an Berat Ringan-Berat Ringan-Berat Ringan-Berat Kwashiorkor, marasmus, atrofi, cachexia, dsb. Malnutrition: - (overmalnutrition) - undermainnutrition - ringan/sedang - berat (K-M-MK) Protein Calorie Malnutrition (PCM): - ringan/sedang - berat (K-M-MK) Protein energy malnutrition (PEM): -ringan/sedang. -berat (K-M-MK) - Klinik - Lab. (Albumin) Antropometrik = Gomez, 1956 Klinik/Lab./Antropomet = Scoring System Mc Laren, 1967 = Jelliffe, 1966
Klinik/Lab./Antropomet = welcome trust pai 1970 = nomogran Mc Laren 1975. Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3 Derajat malnutrition BB % terhadap st BB/U Derajat I Derajat II Derajat III 90-75 75-60 < 60 Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3 Derajat malnutrition BB % terhadap st. BB/TB Derajad I Derajat II Derajat III 80-90 70-80 < 70 Dikutip dari Ilmu Gizi Klinis (Pudjiani S).3 Table 55. 4 Klarifikasi Kep menurut the Wellcome trust party, 1970 Derajat malnutrition BB % terhadap st BB/U Ederma (-) Ederma (+) 80-60 undernutrition kwashiorkor < 60 marasmus marasmus-kwasiorkor Dikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S)3 Table 55.5 Scoring system menurut Mc Laren, 1967 Gejala klinik Skor Edema Dematosis Edema + dermatosis Hair chance Hepatomegali Serum albumin/total protein < 1, 00/<3,25 1,00-1,49/3,25-3,99 1,5-1,99/4,00-4,74 4,75-2,49/4,75-5,49 2,50-2,99/5,50-6,24 3,00-3,49/6,25-6,99 3,50-3,99/7,00-7,74 > 4,00/>7,75 32611
76543210Penilaian:Skor 0-3 : MarasmusSkor 4-8 : Marasmus-kwasiorkorSkor 9-15 : kwashiorkorDikutip dari ilmu gizi klinis (Pudjiani S).3
Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental.Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenannya berikan :• Kasih saying• Lingkungan yang ceria• Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari• Aktivitas fisik segera setelah sembuh• Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dsb).Siapkan follow up setelah sembuhBila berat anak sudah mencapai 80 % BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan.
Tunjukan kepada orang tua: • Pemberian makan yang sering dan kandungan energi dan nutrient yang padat• Terapi bermain terstrukturSarankan: • Membawa anaknya kembali untuk kontroll secara teratur• Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster)• Pemberian vitamin A setiap 6 bulan.Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu:1. defisiensi vitamin A, seperti koreksi defisiensi nutrient mikro2. dermatosisumumnya difisiensi Zn terdapat pada keadaan ini dan dermatosis membaik dengan pemberian suplementasi Zn. Selain itu: • kompres bagian kulit yang terkena dengan KmnO (K-permanganat). 1 % selama 10 menit.• Beri salep/krim (Zn dengan minyak kastor)• Jaga daerah perineum agar tetap kering3. parasit atau cacaing beri membendazol 100 mg oral, 2 x sehari selama 3 hari4. diare melanjutdiare biasa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara berhati-hati. Bila ada intelorasi laktosa (jarang). Obati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain melanjutnya diare. Bila mungkin lakukan pemeriksaan tinja mikrosskopik. Beri metrodinazol 7,5 mg/kg BB setiap 8 jam selama 7 hari.5. tuberculosis, obati sesuai pedoman TBbila pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas (BB/U > 80 % atau BB/Tb > 90 %)., di rumah harus sering diberi makanan tinggi energi ( 150 kkal/kg BB/hari) dan tinggi protein ( 4 g/kgBB/hari)• beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) paling sedikit 5 kali sehari• beri makanan selingan diantara makanan utama• upayakan makanan selalu dihabiskan• beri suplementasi vitamin danmineral/elektorlit• teruskanASikegagalan pengobatan tercermin pada:1. tingginya angka kematianbila mortalitas > 5 %, perhatikan apakah kematian terjadi pada:• dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses dehidrasi kurang tepat• dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyakl atau pemilihan formula tidak tepat• malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan.2. kenaikan berat badan tidak addekuat pada fase rehabilitasi
penilaian kenaikan BB:• baik : > 10 g/kg BB/hari• sedang : 5-10 g/kg BB/hari• kurang : <5 g/kg BB/harikemungkinan kenaikan BB, antara lain:• pemberian makanan tidak adekuat• defisiensi nutrient tertentu: vitamin, mineral• infeksi yang tidak terdektesi, sehingga tidaak diobati• HIV/AIDS• Masalah psikologikTindakan pada kegawatan1. shocksulit membedakan dehidrasi atau sepsis. Shock karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena. Pedoman pemberian cairan:• berikan 15 ml/kg BB dalam 1 jam pertama cairan dektrosa 5 %: NaCL 0,9 % = 1:1 atau larutan ringer dengan dekstrosa 5 %. Evaluasi setelah 1 jam• ulangi pemberian cairan seperti diatas, kemdian lanjutkandengan cairan per oral atau nasogastrik (resomal/penggantinya) sebanyak 10 ml/kg BB/jam sampai 10 jam.• selanjutnya beri formula khususbila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian cairan pertama, anggap anak menderita sepsis,sehingga beri cairan rumat 4 ml/kg BB/jam. Berikan darah segar 10 ml/kg BB perlahan-lahan (selama 3 jam). Selanjutnya mulai berikan formula khusus2. anemia berattransfusi darah diberikan bila:• Hb < 4 gram/dl• Atau bila ada distress napas dan Hb 4-6 gram/dlBeri transfuse darah berupa darah segar 10 ml/kg BB dalam tiga jam. Bila ada tanda gagal jantung gunakan packed red cells untuk transfuse dengan jumlah yang sama, beri furosemid 1 mg/kg BB, IV pada transfuse dimulai. Bila anak dengan distress pernapasan setelah transfuse HB tetap < dari 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl jangan ulangi pmberian darah.
Recommended