View
35
Download
8
Category
Preview:
DESCRIPTION
Referat Morbus Hansen
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Morbus Hansen atau di masyarakat lebih sering dikenal dengan
sebutan lepra atau kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronik dan
penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang bersifat
intraselular obligat.1
Penyakit kusta juga disebut dengan penyakit Hansen, yaitu suatu penyakit
infeksi kronik yang bermanifestasi terhadap kulit dan kelainan nervus
perifer. Manifestasi dari penyakit kusta ini berbeda dari seseorang atau
dengan yang lain tergantung imun system di penderita. Diagnosis penyakit
kusta didasarkan pada beberapa parameter klinik, yaitu pemeriksaan lesi di
kulit dan pemeriksaan saraf perifer. Dan ditemukannya bakteri berbentuk
basil yang tahan asam yang didapatkan dari kerokan jaringan kulit melalui
pemeriksaan Ziehl-Neelsen’s yang merupakan pemeriksaan penunjang
penyakit kusta.2
Karena pentingnya pengetahuan tentang pemeriksaan lesi di kulit,
pemeriksaan saraf perifer, serta pemeriksaan bakteriologis (Ziehl-
Neelsen’s), maka pada referat kali ini akan membahas tentang pemeriksaan
klinis dan penunjang penyakit kusta.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kusta
Penyakit Morbus Hansen atau di masyarakat lebih sering dikenal dengan
sebutan lepra atau kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronik dan
penyebabnya adalah Mycobacterium Leprae (M. Leprae) yang bersifat
intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertam, lalu kulit, dan
mukusa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain
kecuali susunan saraf pusat.1
2.2 Epidemiologi Penyakit Kusta
Penyakit kusta menyebar di seluruh dunia mulai dari Afrika, Amerika,
Asia Tenggara, Mediterania Timur dan Pasifik Barat. Berikut ini adalah
gambaran penyebaran penyakit kusta di dunia.
Gambar 2.1 Penyebaran Penyakit Kusta3
2
Sementara itu di regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi
berdasarkan penemuan kasus baru dan prevalensi seperti terlihat dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 2.1 Situasi Kusta di wilayah WHO-SEARO pada tahun 20114
NegaraJumlah kasus baru yang
ditemukan (case detection rate)
Jumlah kasus kusta terdaftar (prevalensi)
awal tahun 2012Bangladesh 3.970 3.300Bhutan 23 29Korea Utara Data tidak tersedia Data tidak tersediaIndia 127.295 83.187Indonesia 20.023 23.169Maladewa 14 2Myanmar 3.082 2.735Nepal 3.184 2.410Sri Lanka 2.178 1.565Thailand 280 678Timor Leste 83 72Total 160.132 117.147
Dari data-data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta
masih menjadi masalah di Indonesia.
2.3 Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh
G.A. HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum
juga dapat dibiakkan dalam media artificial. M. leprae berbentuk basil
dengan ukuran 3-8Umx0,5Um, tahan asam dan alkohol serta Gram positif. 1
2.4 Diagnosis dan Klasifikasi
Klasifikasi kusta didasarkan berbagai criteria yaitu manifestasi klinis,
bakteriologis, imunologis dan histopatologis. Manifestasi berupa lesi kulit
dan gejala neurologic adalah yang terpenting. 5
3
Tabel 2.2 Bagan Diagnosis Klinis Menurut WHO1
Sifat Kusta Pausibasiler (PB) Kusta Multibasilar (MB)Lesi KulitMakula datar, papul yang meninggi, nodus
1-5 lesiHipopigmentasi/eritemaDistribusi tidak simetrisHilangnya sensasi yang jelas
>6 lesiDistribusi lebih simetrisHilangnya sensasi kurang jelas
Kerusakan sarafMenyebabkan hilangnya sessasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang terkena
Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf
Sedangkan klasifikasi kusta menurut Ridley-Jopling adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 kKlasifikasi kusta Ridley-Jopling6
Resistensi tinggi Unstable resistance Tidak resisten
TT BT BB BL LL
Lesi Satu / dua Sedikit Sedikit / beberapa,
asimetris
Banyak Banyak dan
simetris
Skin smear 0 1+ 2+ 3+ 4+
Lepromin Tes 3+ 2+ + ± 0
Histologi Sel epitel menurun kerusakan
nsaraf, sarcoid like granuloma
Meningkatnya histiocytes, foam
cells, granuloma,
xanthoma-like
2.5 Patogenesis
Sebenarnya M. leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang
rendah, sebab penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu
memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya.
Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain
disebabkan oleh respon imun yang berbeda.5
4
Meskipun cara masuk M. leprae belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa penelitian memperlihatkan bahwa yang tersering melalui kulit yang
lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal
(secar ainhalasi). Pengaruh m. leprae terhadap kulit bergantung pada factor
imunitas seseorang, kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang
rendah, waktu regenerasi yang lama, serta sifat kuman yang avirulen dan
nontoksis.5
Pada kusta tipe LL terjadi kelumpuhan system imunitas seluler, dengan
demikian makrofag tidak mampu menghancurkan kuman sehingga kuman
daapat bermultiplikasi dengan bebas, yang kemudian dapat merusak
jaringan. Sedangkan pada tipe TT kemampuan fungsi system imunitas
selular tinggi, sehingga makrofag mampu menghancurkan kuman. Tetapi
setelah kuman difagosit, makrofag akan berubah menjadi sel epiteloid yang
tidak bergerak aktif dan kadang-kadang bersatu membentuk sel datia
Langhans. Bila infeksi ini tidak segera diatas akan terjadi reaksi berlebihan
dan masa epiteloid akan menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan
sekitarnya.5
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis pada morbus hansen dapat dilihat berdasarkan kelainan
saraf tepi dan kelainan kulit dan organ lainnya seperti berikut7 :
1. Kelainan saraf tepi
Kerusakan saraf tepi bisa bersifat sensorik, motorik, autonomik.
Sensorik biasanya berupa hipoestesia ataupun anastesia pada kulit
5
yang terserang. Motorikberupa kelemahan otot yang biasanya terjadi
pada ekstremitas atas, bawah, muka, dan otot mata.7
Autonomik menyerang persarafan kelenjar keringat sehingga ;esi
yang terserang tampak lebih kering. Gejala lain adalah pembesaran
saraf tepi terutama yang dekat dengan permukaan kulit antara lain
adalah pembesaran : n.ulnaris, n. Aurikularis magnus, n. Peroneus, n.
Tibialis posterior dan beberapa saraf tepi lainnya.7
2. Kelainan kulit dan organ lain
Kelianan kulit bisa hipopigmentasi ataupun eritematus dengan adanya
gangguan estesi yang jelas. Bila gejala lanjut dapat timbul gejala
akibat banyaknya kuman, yaitu7 :
a. Facies leonina (gejala infiltrasi difuse di muka)
b. Penebalan cuping telinga
c. Madarosis (penipisan alis bagian lateral)
d. Anastesi simetris pada kedua tungkai.
2.7 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan Klinis yang lengkap dan lengkap sangat penting dalam
menegakkan diagnosis kusta. Pemeriksaan tersebut meliputi :
a. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan lengkap mengenai riwayat datangnya keluhan8 :
- Menanyakan tentang lesi di kulit :
1. Durasi lesi di kulit : sejak kapan lesi muncul? Bercak yang muncul
beberapa hari yang lalu atau baru tumbuh bukan termasuk penyakit
6
kusta.
2. Perkembangan lesi di kulit : bagaimana mulai terjadinya? Lesi di kulit
yang tiba-tiba muncul bukan penyakit kusta (kecuali reaksi kusta).
Kusta biasanya muncul pelan-pelan
3. Karakteristik lesi kulit : bercak kusta tidak gatal dan biasanya tidak
nyeri. Rambut rontok biasanya ada pada kulit yang terdapat bercak.
4. Keringat : area lesi di kulit biasanya tidak berkeringat
5. Riwayat rekuren : lesi yang hilang timbul atau musiman biasanya
bukan kusta
- Pertanyaan yang lain :
1. Apakah kulit menjadi lebih kering di sekitar bercak?
2. Apakah tangan dan kaki menjadi lemah?
3. Apakah merasakan hilang rasa raba atau rasa yang abnormal di tangan
atau kaki? Apakah ada masalah ketika memegang, menggerakkan,
atau mengangkat benda atau saat aktifitas?
- Kelainan yang lain :
Mulai kapan terjadinya, lama keluhan tersebut dan perkembangannya?
- Riwayat pengobatan :
Pengobatan apa yang telah dilakukan, nama obat yang didapatkan
(menunjukkan kemasan obat), lama pengobatan, apakah obat-obatan
diminum teratur atau tidak?
- Riwayat alergi obat :
Apakah ada alergi obat, misalnya obat sulfa (Hindari Dapson)
7
- Riwayat Keluarga :
Apakah ada dikeluarga ada tetangga dekat yang memiliki penyakit atau
gejala yang sama?
- Jika pasien perempuan :
Menanyakan dnegan detail kapan terakhir menstruasi untuk
menyingkirkan kehamilan bila terjadi reaksi kusta.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan kulit/dermatologi
- Tempat
Tempat pemeriksaan harus cukup cahaya, sebaiknya diluar rumah
tetapi tidak boleh langsung di bawah sinar matahari atau di dalam
ruangan dengan ruang yang cukup, dengan arah sinar oblik/miring.
Sebaiknya menjaga kenyamanan orang yang diperiksa.4
- Waktu pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan siang hari agar mendapatkan cukup cahaya
matahari.4
- Orang yang diperiksa
Diberikan penjelasan kepada yang akan diperiksa dan keluarganya
tentang cara pemeriksaan. Periksa seluruh badan. Sedapat mungkin
seluruh tubuh diperiksa dengan batas-batas kesopanan.4
2. Pelaksanaan pemeriksaan
a. Pemeriksaan Pandangan4
- Orang yang diperiksa menghadap ke sumber cahaya, berhadapan
8
dengan petugas
- Pemeriksaan dimulai dari kepala sampai telapak kaki secara
simetris
- Perhatiakan setiap bercak (macula), bintil-bintil (nodulus) jaringan
parut, kulit yang keriput dan setiap penebalan kulit. Pada
pemeriksaan pandang tentukan kelainan kulit yang akan diperiksa
rasa raba
- Perhatikan kelainan dan cacat yang terdapat pada tangan dan kaki
antara lain atropi, jari kiting, pemendekan jari dan ulkus
b. Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit
Pemeriksaan rasa sangat penting untuk memperoleh gejala hilangnya
fungsi sensorik di bercak kulit.8
- Ujung bolpoin dibutuhkan untuk pemeriksaan berkurangnya fungsi
sensorik
- Membuat pasien nyaman (duduk atau tidur)
- Menjelaskan procedure ke pasien dan memperagakan yang akan
dilakukan dengan mata terbuka di kulit yang normal
- Sentuh kulit dengan bolpen (tegakkan bolpen dengan kulit) dengan
perlahan sentuhkan bolpen (jangan ditekan), ajarkan seseorang
untuk menunjuk tempat yang disentuh dengan tanggan pasien atau
menanyakan pada pasien jumlah sentuhan yang disentuhkan atau
mengatakan iya ketika terasa sentuhannya.
- Ulangi langkah-langkah beberapa kali sampai pasien mengerti atau
9
familiar dan nyaman.
- Sekarang meminta pasien untuk menutup matanya dan mengulangi
langkah-langkah di atas area lesi (pertama sentuhkan di area yang
normal, kemudian di area yang ada lesinya)
- Ulangi lagi langkah-langkah tersebut di area lesi
- Lakukan test tersebut di kemungkinan lesi
- Jangan menggunakan alat-alat seperti jarum, kapas, kain wool, kain
kulit, dll.
- Ketika memeriksa sensorik, sentuh kulit dengan bolpen secara
perlahan. Jangan ditekan. Ketika memeriksa harus sama.
Gambar 2.2 Teknik Pemeriksaan Raba8
Interpretasi dari pemeriksaan sensoris8
1. Hilangnya rasa sensorik jika pasien tidak merespon rasa raba
2. Berkurang atau melemahnya sensasi jika pasien disentuh > 3cm
dari titik sentuhan (> 1 cm dari permukaan fleksi lengan dan
tungkai)
3. Bandingkan dengan sisi yang berlawanan atau pada kulit yang
berdekatan untuk memperoleh kelemahan sensorik
10
Catatan8 :
- Bercak kusta di wajah kemungkinan tidak menyebabkan
hilangnya sensoris karena ada suplai nervus di kulit wajah
- Area kulit yang tebal kemungkinan tidak merasakan rangsangan
raba yang “standart” (telapak kaki dan siku tangan)
- Pemeriksaan raba sulit dilakukan pada pasien anak-anak. tanyakan
pada anak untuk duduk atau bermain di bawah matahari lalu
periksa keringat dan lihat berkurangnya keringat di lesi. Untuk
bayi raba raba lesi ketika bayi sedang tidur, jika rasa raba masih
ada maka akan mengganggu bayi, bayi akan bergerak.
c. Pemeriksaan nervus
Pemeriksaan dilakukan pada saraf-saraf tepi yang paling sering
terlibat dalam penyakit kusta, dan dapat diraba, seperti4 :
1. Tempat terjadinya kerusakan saraf
Pada umumnya, kerusakan saraf tepi yang sering terkena seperti
gambar di bawah ini8:
11
2. Dua komponen dari pemeriksaan nervus
- Palpasi nervus : untuk penebalan nervus, kelunakan dan
konsistensi8
- Penilaian fungsi nervus8 :
Otonom : menilai adanya keringat, rambut rontok, kulit
kering, dan retak
Kehilangan fungsi sensorik : di area yang di suplai oleh
nervus, misalnya dengan tes fungsi sensorik
Kekuatan otot (VMT) : menilai kekuatan gerakan dari Otot
Voluntar
12
Gambar 2.3 Saraf Tepi yang Sering Mengalami Kerusakan8
3. Perabaan (palpasi) saraf tepi
Berikut ini adalah prosedur umum pemeriksaan perabaan saraf4:
- Pemeriksaan berhadapan dengan dengan pasien
- Perabaan dilakukan dengan tekanan ringan sehingga tidak
13
menyakiti pasien
- Pada saat meraba saraf, perhatikan :
Apakah ada penebalan atau pembesaran
Apakah saraf kiri dan kanan sama besar atau berbeda
Apakah ada nyeri atau tidak pada saraf
Saat melakukan palpasi saraf perhatikan mimic pasien, apakah
ada kesan kesakitan tanpa menanyakan sakit atau tidak. Dari
beberapa saraf yang disebutkan, ada tiga saraf yang wajib diraba
yaitu saraf ulnaris, peroneus communis dan tibialis posterior4.
a. Saraf ulnaris
- Tangan kanan pemeriksa memegang lengan kanan bawah
penderita dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan
pasien relaks
- Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa
mencari sambil meraba saraf ulnaris di dalam sulkus nervi
ulnaris yaitu lekukan diantara tonjolan tulang siku dan
tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis)
- Dengan tekanan ringan gulirkan pada saraf ulnaris, dan
telusuri keatas dengan halus sambil melihat mimic atau
reaksi pasien apakah tambak kesakitan atau tidak
- Kemudian dengan prosedur yang sama untuk memeriksa
saraf ulnaris kiri (tangan kiri pemeriksa memegang lengan
kiri pasien dan tangan kanan pemeriksa meraba saraf ulnaris
14
kiri pasien terebut).
Gambar 2.4 Pemeriksaan saraf ulnaris8
b. Saraf peroneus communis (poplitea lateralis)4
- Pasien diminta duduk di suatu tempat (kursi, tangga, dll)
dengan kaki dalam keadaan relaks
- Pemeriksa duduk di depan pasien dengan tangan kanan
memeriksa kaki kiri pasien dan tangan kiri memeriksa kaki
kanan
- Pemeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada
pertengahan betis bagian luar pasien sambil pelan-pelan
meraba ke atas sambil menemukan benjolan tulang (caput
fibula). Setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa
meraba saraf peroneus 1 cm ke arah belakang
15
- Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan
bergantian ke kanan dank e kiri sambil melihat mimic atau
reaksi pasien.
Gambar 2.5 Pemeriksaan saraf
poplitea lateralis8
c. Saraf tibialis posterior4
- Pasien duduk relaks
- Dengan jari telunjuk dan tengah meraba saraf tibialis
posterior di bagian belakang bawah dari mata kaki sebelah
dalam (maleolus medialis) dengan tangan menyilang (tangan
kiri pemeriksa memeriksa saraf tibialis kiri dan tangan
kanan pemeriksa memeriksa saraf tibialis posterior kanan
pasien)
- Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil
melihat mimic atau reaksi pasien
16
Gambar 2.6 Pemeriksaan saraf tibialis posterior4
4. Pemeriksaan fungsi saraf
Pemeriksaan fungsi saraf dilakukan secara sistemik pada mata,
tangan dan kaki. Pemeriksaan fungsi raba dan kekuatan otot.
Langkah-langkah pemeriksaan fungsi saraf4 :
- Persiapan pemeriksaan fungsi saraf
Siapkan bolpen yang ringan dan kertas
Siapkan tempat duduk untuk pasien
- Cara pemeriksaan fungsi saraf
Pemeriksaan secara berurutan agar tidak ada yang terlewatkan
mulai dari kepala sampai kaki
a. Wajah dan Leher
1. Saraf trigeminal
Bagian sensoris dari saraf trigeminal adalah konjungtiva
dan kornea dan beberapa bagian di kulit wajah. Hal
terpenting yang mengindikasikan hilangnya fungsi
17
sensorik pada nervus trigeminus adalah berkurang atau
hilang reflek kornea, yaitu reflek mengedipkan mata.8
2. Saraf supraorbital dan supratocheal adalah cabang dari
saraf trigeminal yang lebih tipis dan dapat dipalpasi
dengan jari diatas mata.8
3. Saraf fasial
Saraf ini mensuplai beberapa otot wajah seperti otot
orbicularis oculi. Paralisis saraf fasial pada pasien kusta
adalah tipe LMN yang menyebabkan hilangnya setengah
otot wajah di sisi yang sama seperti hilangnya lipatan
wajah dan ekspresi. Wajah akan menjadi flat dan sudut
mulut akan tertarik ke bawah. Lemah atau lumpuhnya
otot orbicularis oculi sangat penting karena berfungsi
untuk menutupnya kelopak mata. Ketidakmampuan
menutup mata disebut Lagopthalmus.8
4. Saraf aurikularis magnus
Saraf ini menginervasi sudut mandibula dan area parotid
dan dapat membesar (dengan dipalpasi). Saraf ini berada
di leher lateral, di bawah telinga, dan menyilang otot
sternokleidomastoideus bagian 1/3 atas. Palpasi saraf ini
dilakukan di sebelah kanan, pasien disuruh untuk
menoleh ke arah berlawanan (ke kiri) sehingga menarik
otot sternokleidomastoideus. Palpasi secara gentle
18
dengan dua jari, dan pastikan bagian yang dipalpasi
adalah saraf aurikularis magnus, bukan vena.8
Gambar 2.7 Pemeriksaan saraf aurikularis magnus8
b. Mata
1. Fungsi motorik saraf fasialis4
Pasien diminta memejamkan mata
Dilihat dari depan atau samping apakah mata tertutup
dengan sempurna atau tidak ada celah
Bagi mata yang tidak menutup rapat, diukur lebar
celahnya lalu dicatat
19
Gambar 2.7 Lagophtalmus8
2. Fungsi sensorik mata
Pemeriksaan kornea yaitu fungsi saraf trigeminus tidak
dilakukan di lapangan4
c. Tangan
1.Fungsi motorik
Saraf ulnaris4
Tangan kiri pemeriksa memegang ujung jari manis, jari
tengah dan telunjuk tangan kaanan pasien, dengan
telapak tangan pasien menghadap ke arah atas dan
posisi ekstensi (jari kelingking bebas bergerak san tidak
terhalang oleh tangan pemeriksa)
Minta pasien mendekatkan (adduksi) dan menjauhkan
(abduksi) kelingking dari jari-jari lainnya. Bila pasien
dapat melakukannya, minta ia menahann kelingkingnya
pada posisi jauh dari jari lainnya, dan kemudian jari
20
telunjuk pemeriksa mendorong pada bagian pangkal
kelingking
Gambar 2.8 Pemeriksaan motorik saraf ulnaris4
Penilaian4 :
- Bila jari kelingking pasien dapat menahan dorongan
ibu jari pemeriksa, berarti kekuatan ototnya kuat
- Bila jari kelingking pasien tidak dapat menahan
dorongan pemeriksa berarti kekuatan ototnya
tergolong sedang
- Bila jari pasien tidak dapat mendekat atau menjauh
dari jari lainnya berarti sudah lumpuh
Bila hasil pemeriksaan meragukan apakah masih kuat
atau sudah mengalami kelemahan, dapat dilakukan
pemeriksaan konfirmasi sebagai berikut4 :
- Minta pasien menjepit dengan kuat sehelai kertas yang
diletakkan di atas jari manis dan jari kelingking, alu
21
penderita menari kkertas tersebut sambil menilai ada
tidaknya tahanan atau jepitan terhadap kertas tersebut.
- Penilaian
Bila kertas terlepas dengan mudah berarti kekuatan
otot lemah
Bila ada tahanan terhadap kertas berarti otot masih
kuat
Saraf Medianus (kekuatan otot ibu jari)4
- Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk
sampai kelingking tangan kanan pasien agar telapak
tangan pasien menghadap ke atas dan dalam posisi
ekstensi
- Ibu jari pasien ditegakkan keratas sehingga tegak lurus
terhadap telapak tangan pasien (seakan-akan
menunjuk kea rah hidung) dan pasien diminta untuk
mempertahankan posisi tersebut
- Jari telunjuk pemeriksa menekan pangkal ibu jari
22
Gambar 2.9 Pemeriksaan fungsi motorik dengan kertas4
pasien yaitu dari bagian batas antara pungugng dan
telapak tangan mendekati telapak tangan
Gambar 2.10 Pemeriksaan motorik saraf medianus4
- Penilaian4 :
Bila ada gerakan dan tahanan kuat berarti kekuatan
ototnya tergolong kuat
Bila ada gerakan dan tahanan lemah berarti kekuatan
otot tergolong sedang
Bila tida ada gerakan berarti sudah lumpuh
Selalu perlu dibandingkan kekuatan otot tangan
kanan dan kiri untuk menentukan adanya kelemahan
Saraf Radialis4
- Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan
bawah tangan kanan pasien
- Pasien diminta menggerakkan pergelangan tangan
23
kanan yang terkepal ke atas (ekstensi)
- Pasien diminta bertahan pada posisi ekstensi (ke atas)
lalu dengan tangan kanan pemeriksa menarik tangan
pasien ke arah pemeriksa
Gambar 2.11 Pemeriksaan kekuatan saraf radialis8
- Penilaian4 :
Bila pasien mampu menahan tarikan berarti kekuatan
ototnya tergolong kuat
Bila ada gerakan tapi pasien tidak mampu menahan
tarikan berarti kekuatan otot tergolong sedang
Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh (pergelangan
tangan tidak bisa ditegakkan ke atas)
2.Fungsi sensorik saraf ulnaris dan medianus4
- Posisi pasien : tangan yang akan diperiksa diletakkan di
atas meja atau paha pasien atau bertumpu pada tangan
kiri pemeriksa sedemikian rupa sehingga semua ujung
24
kaki tersangga (tangan pemeriksa yang menyesuaikan
diri dengan keadaan tangan pasien) misalnya claw hand,
maka tangan pemeriksa menyangga ujung-ujung jari
tersebut sesuai lengkungan jarinya.
- Jelaskan pada pasien apa yang akan dilakukan padanya
sambil memperagakan dengan sentuhan ringan dari
ujung bolpen pada lengannya dan satu atau dua titik
pada telapak tangannya.
- Bila pasien merasakan sentuhan diminta untuk
menunjukkan tempat sentuhan tersebut dengan jari
tangan yang lain.
- Test diulangi sampai pasien mengerti dan kooperatif
- Pasien diminta untuk menutup mata atau menoleh ke
arah yang berlawanan dari tangan yang diperiksa
- Pasien diminta menunjukka tempat yang terasa disentuh
- Usahakan pemeriksaan titik-titik tersebut tidak
berurutan (secara acak)
- Bila pasien tidak menunjukkan dua titik atau lebih
berarti ada gangguan rasa raba pada saraf tersebut
25
Gambar 2.12 Pemeriksaan sensorik pada tangan8
3.Deformitas
a. Saraf Ulnaris
Deformitas saraf ulnaris menyebabkan hiperekstensi di
sendi metakarpophalangeal dan fleksi di sendi
proksimal dan distal interphalangeal (Claw Hand)8
Gambar 2.13 Claw hand8
b. Saraf Medianus
Deformitas saraf medianus biasanya berhubungan
26
dengan saraf ulnaris, jadi biasanya disebut complete
claw hand8
Gambar 2.14 Complete claw hand8
c. Saraf Radialis
Deformitas saraf ini biasanya disebut dengan wrist
drop.
Gambar 2.15 Wrist drop8
d. Poplitea Lateralis
Deformitas saraf ini biasanya disebut dengan foot
drop.
27
Gambar 2.16 Foot drop8
d. Kaki
1.Fungsi sensorik
Saraf tibialis posterior4
- Kaki kanan pasien diletakkan pada paha kiri, usahakan
telapak kaki menghadap ke atas
- Tangan kiri pemeriksa menyangga ujung jari kaki
pasien
- Cara memeriksa sama seperti rasa raba tangan
- Bila pasien tidak dapat menunjukkan dua titik atau lebih
berarti ada gangguan rasa raba pada saraf tersebut
Saraf Poplitea Lateralis
- Saraf ini mensuplai bagian terbesar di kaki bagian
lateral dan telapak kaki. Jadi bila ada pasien penyakit
kusta, yang sering terkena adalah kerusakan sensorik
28
pada saraf ini8
Gambar 2.17 Kerusakan saraf poplitea lateralis8
2.Fungsi motorik saraf poplitea lateralis
- Dalam keadaan duduk, pasien diminta mengangkat
ujung kaki dengan tumit tetap diletakkan di lantai atau
ekstensi maksimal (seperti berjalan dengan tumit)
- Pasien diminta bertahan pada posisi ekstensi tersebut,
lalu pemeriksa dengan kedua tangan menekan
punggung kaki pasien ke bawah atau lantai
- Penilaian :
Bila ada gerakan dan pasien mampu menahan tekanan
pemeriksa berarti kekuatan oto tergolong kuat
Bila ada gerakan namun pasien tidak mampu menahan
tekanan berarti kekuatan otot tergolong sedang
29
Bila tidak ada gerakan berarti lumpuh (ujung kaki
tidak bisa sitegakkan di atas
Gambar 2.18 Pemeriksaan motorik saraf poplitea
lateralis8
4.Pemeriksaan Otonom
Gangguan otonomik terhadap kelenjar keringat dilakukan
guratan tes (lesi digores dengan tinta) penderita exercise,
bila tinta masih jelas, maka tes menunjukkan positif
(Gunawan Test).7
30
Gambar kesimpulan pemeriksaan klinis kusta8 :
Gambar 2.19 Daftar gambar kesimpulan kelainan saraf8
31
2.8 Pemeriksaan Bakteriologis
Skin smear atau kerokan jaringan kulit adalah pemeriksaan sediaan yang
diperoleh lewat irisan dan kerokan kecil ada kulit yang kemudian di beri
pewarnaan tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae.4,9
a. Tujuan skin smear9
Untuk membantu menentukan diagnosis penyakit kusta pada suspect
kusta
Membantu diagnosis pasien relaps pada pasien yang sebelumnya
mendapatkan pengobatan
b. Persiapan pengambilan skin smear4
1. Kaca obyrk baru dan kotak kaca obyek (slide box)
2. Skalpel (tangkai pisau ukuran No. 3 dan pisau No. 15)
3. Lampu spirtus (Bunsen)
4. Spiritus/alkohol
5. Kapas
6. Korek api
7. Pensil kaca
8. Penjepit kaca obyek
32
Gambar 2.20 Alat untuk skin smear9
c. Beberapa ketentuan lokasi pengambilan kerokan jaringan kulit9
1. Ambilah kerokan hanya dari dua tempat yaitu cuping telinga dan
salah satu lesi yang paling aktif, tapi tidak berada di wajah. Lesi yang
aktif yaitu yang meninggi dan berwarna kemerahan.
Gambar 2.21 Pengambilan kerokan di lesi dan cuping telinga9
2. Jika tidak ada lesi kulit yang sesuai, ambil smear dari lokais yang
sebelumnya diketahui aktif atau lokasi dimana smear sebelumnya
33
positif
d. Cara pengambilan sediaan skin smear
1. Cucilah tangan dan memakai sarung tangan
2. Ambil kaca obyek sediaan yang baru, bersih dan tidak tergores. Tulis
nomor identitas pasien di bagian bawah kaca obyek dengan
menggunakan slide marker
Gambar 2.22 Pemberian identitas pada kaca obyek9
3. Bersihkan lokasi kulit tempat pengambilan skin smear dengan kapas
alkohol. Biarkanlah mongering
4. Nyalakan api spirtus
5. Pasanglah mata pisau scalpel (blade) pada gagangnya. Jika
pemasangan scalpel dengan posisi mata pisau di bawah, pastikan
tidak menyentuh apapun
6. Jepitlah kulit dengan erat menggunakan jempol dan telunjuk, tetap
jepit dengan kuat agar darah tidak keluar
7. Buatlah insisi atau irisan pada kulit dengan panjang sekitar 5 mm
dengan dalam 2 mm. kulit tetap dijepit agar darah tidak keluar. Jika
berdarah, bersihkan darah tersebut dengan kapas alkohol
34
Gambar 2.23 Insisi cuping telinga9
8. Putar pisau scalpel 90 derajat dan pertahankan pada sudut yang tepat
pada irisan. Keroklah irisan tersebut sekali atau dua kali
menggunakan pisau scalpel untuk mengumpulkan cairan atau bubur
jaringan. Tidak boleh ada darah pada specimen tersebut karena dapat
mengganggu pewarnaan dan pembacaan.
9. Lepaskan jepitan pada kulit dan hapus darah dengan alkohol
10. Buatlah apusan dari kerokan kulit tersebut di atas kaca obyek, pada
sisi yang sama tuliskan identitas pasien. Buatlah apusan berbentuk
lingkaran dengan diameter 8 mm
Gambar 2.24 Apusan kerokan kulit di kaca obyek9
35
11. Hapus kotoran di mata pisau dengan kapas beralkohol. Lewatkan
mata pisau scalpel diatas nyala api Bunsen selama 3-4 detik. Biarkan
dingin tapi jangan sampai menyentuh sesuatu.
12. Ulangi langkah di atas untuk lokasi apusan lain. Buat apusan di sisi
dekat dengan apusan sebelumnya, tapi jangan sampai bersentuhan
dengan apusan sebelumnya.
13. Lepas pisau scalpel dengan hati-hati
14. Tutup luka dan ucapkan terimakasih pada pasien
15. Biarkan kaca obyek mongering selama 15 menit dengan suhu
ruangan, tetapi tidka di bawah terik matahari langsung
16. Fiksasi apusan dengan melewatkan di atas nyala api Bunsen 3 kali.
Kaca objek tersebut jangan sampai terlalu panas saat disentuh
Gambar 2.25 Fiksasi apusan dengan nyala api9
17. Taruh kaca obyek di kotak kaca obyek dan kirimkan ke laboratorium
disertai dengan formulir permintaan pemeriksaan
e. Cara Pewarnaan
Memubuat pewarnaan dengan mengguankan metode Ziehl Neelsen.
Pewarnaan dengan menggunakan carbol fuchsin 1%, dengan semua 36
warna merah. Bilas pewarnaan dengan asam alkohol 1%, untuk
menghilangkan semua warna kecuali pada Mycobacterium leprae.
Lakukan pembilasan dengan methylene blue 0,2%. Basil kusta akan
terlihat seperti batang-batang merah pada latar belakang biru.9
Peralatan4,9 :
1. Botol yang mengandung larutan carbol fuchsin 1%, asam alkohol
1%, larutan methylene blue 0,2%
2. Lampu spirtus
3. Jam dinding atau jam tangan
4. Wadah dengan air mengalir
5. Pippet
6. Besi penyangga rak kaca obyek
7. Tisu
8. Sarung tangan
Gambar \2.26 Peralatan untuk pewarnaan gram9
Buat register kaca obyek di register laboratorium
Letakkan kaca obyej di rak pewarnaan dengan sisi apusan
37
menghadap ke atas. 10 kaca obyek atau lebih dapat diwarnai
bersamaan. Pastikan bahwa kaca obyek terebut tidak saling
bersentuhan satu dengan yang lain
Pewarnaan4,9
1. Sebelum digunakan, menyaring carbol fuchsin 1% menggunakan
kertas saring
2. Tutupi seluruh permukaan kaca obyek dengan larutan carbol fuchsin
1%
Gambar 2.27 Penetesan larutan carbor fuschin9
3. Panaskan kaca obyek dengan hati-hati di atas lampu spirtus sampai
uap carbol fuchsin keluar. Ulangi 3 kali dengan durasi 5 menit.
Pastikan pewarnaan tidak sampai mendidih. Jika pewarnaan
mongering tambah lagi reagen dan panaskan lagi
4. Basuh dengan hati-hati di bawah air mengalir. Keringkan air hingga
kaca obyek tidak lagi berwarna, meskipun apusan akan menjadi
merah tua
38
Gambar 2.28 Membasuh kaca obyek dengan air mengalir9
Pelunturan4,9
1. Tetesi permukaan kaca obyek sampai tertutup dengan asam alkohol
1% selama 10 detik. Metode lain adalah dengan menggunakan asam
sulfat 5% selama 10 menit
Gambar 2.29 Menetesi dengan asam alkohol9
2. Bilas perlahan dengan air
Counter Staining
1. Tetesi sediaan dengan methylene blue 0,2% selama 1 menit
2. Bilas dengan air dan biarkan kaca obyek mongering di rak
pengeringan dengan posisi miring dengan sisi apusan menghadap ke
bawah.
39
Gambar 2.30 Membilas kaca obyek dengan air mengalir dan
memiringkan apusan ke bawah9
3. Apusan siap dibaca
f. Pembacaan
1. Bentuk-bentuk kuman kusta yang dapat ditemukan dalam lapangan
mikroskop4 :
a. Bentuk utuh (solid)
1. Dinding sel tidak putus
2. Mengambil zat warna secara merata
3. Panjang kuman 4 kali lebarnya
40
b. Bentuk pecah-pecah (fragmented)
1. Dinding sel terputus mungkin sebagian atau seluruhnya
2. Pengambilan zat warna tidak merata
c. Bentuk granular (granulated)
Kelihatan seperti titik-titik tersusun garis lurus atau berkelompok
d. Bentuk globus
Beberapa BTA utuh atau fragmented atau granulated
mengadakan ikatan atau kelompok. Kelompok kecil 40-60 BTA.
Kelompok besak 200-300 BTA
e. Bentuk clumps
Beberapa bentuk granular membentuk pulau-pulau tersendiri
(lebih dari 500 BTA)
Gambar 2.31 Gambar bentuk bakteri9
2. Cara melakukan pembacaan skin smear4,9
a. Siapkan mikroskop dengan pembesaran obyek 10 dan 100 kali dan
memulai dengan menggunakan obyektif 10
b. Letakkan kaca obyek di bawah mikroskop dengan hapusan
menghadap ke atas dan nomor identitias terletak di kiri
41
c. Fokukan gambar menggunakan obyektif 10 kalo
d. Tetesi hapusan dengan minyak emersi setetes
e. Rubah obyektif menjadi pembesaran 100 kali. Hal ini akan
menyebabkan lensa obyektif menyentuk minyak imersi
f. Buka diafragma seluruhnya dan naikkan kondensor ke posisi
tertinggi
g. Fokuskan dengan tepat menggunakan skrew
h. Kemudian mulai menghitung lapangan pandang. Dapat
menggunakan cara sebagai berikut4 :
Zig zag (Zig zag method)
Huruf Z (Z method)
Setengah atau seperempat lingkaran (Half a Quarter Circle
Method)
Gambar 2.32 Teknik perhitungan lapang pandang4
42
3. Cara menghitung basic tahan asam (BTA) dalam lapangan
mikroskop
Setelah menemukan lapangan pandang pertama, pindahlah ke
lapangan pandang berikutnya. Periksalah tiap apusan sekitar 100
lapangan pandang.4,9
BTA akan nambak sebagai batang merah dengan latar belakang
biru. Bentuknya dapat berupa lurus atau melengkung dan warna
merah dapat merata atau homogeny (solid) atau tidak rata
(fragmented dan granular). Kelompok basil tersebut disebut globi.
Basil yang solid menandakan adanya mikroorganisme yang hidup
dan dapat dengan mudah terlihat pada pasien yang belum pernah
diobati atau pasien relaps.4,9
a. Indeks Bakteri (IB)
Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan
apus. Kegunaan IB untuk membantu menentukan tipe kusta dan
menilai hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala
logaritma Ridley.4
Tabel 2.5 Indeks Bakteri (IB)4,9
Jumlah Bakteri
0 0 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
1+ 1-10 BTA dalam 100 LP, hitung 100 lapangan pandang
2+ 1-10 BTA dalam 10 LP, hitung 100 lapangan pandang
3+ 1-10 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
43
4+ 10-100 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
5+ 100-1000 BTA dalam rata-rata 1 LP, hitung 25 lapangan pandang
6+ >1000 BTA atau 5 clumps ditemukan dalam rata-rata 1 lapangan pandang :
hitung 25 lapangan pandang
Gambar 2.33Indeks Bakteri (IB)2
1. Tulislah hasil untuk kedua apusan dalam register
laboratorium
2. Bilas kaca obyek dengan xylene (xylol). Jangan dihapus
44
3. Simpan kaca obyek dalam kotak kaca obyek untuk control
kualitas
4. Kaca obyek yang tidak disimpan harus dimusnahkan atau
didesinfeksi, dididihkan dan dicucu untuk digunakan kembali
pada pemeriksaan rutin lain (misalnya tinja, urin). Kaca
obyek tidak boleh digunakan ulang untuk apusan kulit lain
atau pemeriksaan sputum
5. Sampaikan hasil pemeriksaan pada petugas yang meminta
apusan kulit
b. Indeks Morfologi (IM)
Merupakan presentase basil kusta, bentuk utuh (solid) terhadap
seluruh BTA. Sebaiknya dicari lapang pandang yang paling baik,
artinya tidak ada globus atau clumps. Jika tidak ada, ambil
lapangan pandang yang paling sedikit mengandung globus atau
clumps. Apabila ditemukan dlobus atau clumps jangan dihitung.4
IM =
Indeks morfologi berguna untuk mengetahui daya penularan
kuman juga untuk menilai hasil pengobatan dan membantu
menentukan resistensi terhadap obat.4
45
Contoh menghitung IB dan IM4 :
Lokasi Pengambilan Kepadatan Solid Fragmented/
Granulated
1. Daun telinga kiri 5+ 5 95
2. Daun telinga kanan 4+ 6 94
3. Paha kiri 4+ 3 97
4. Bokong kanan 4+ 4 96
Jumlah 17+ 18 382
IB=17+ ¿4=4,25¿ ℑ= 18
18+382x100 %=4,50
Catatan4 :
- Hasil pembacaan sediaan apus cukup dinyatakan negative (-)
atau positif (+) saja
2.9 Pemeriksaan Histopatologis
Pada sebagian kecil kasus, bilamana diagnosis masih meragukan,
pemeriksaan histopatologis dapat membantu. Pemeriksaan ini sangat
membantu khususnya pada anak-anak, bilamana pemeriksaan saraf sensoris
46
sulit dilakukan, juga pada lesi dini contohnya pada tipe interminate, serta
untuk menentukan klasifikasi yang tepat.5
Biopsy seharusnya diambil dari tepi lesi yang aktif dan diambil secara luas
sampai ke jaringan subkutan. Pemeriksaan histologist dari penyakit Hansen
berkorelasi dengan gejala klinis penyakit. Adanya kelainan saraf merupaan
karakteristik dari penyakit Hansen dan histological perineural dan kelainan
saraf meningkatkan kemungkinan adanya penyakit Hansen.6
Ada beberapa kegunaan dalam pemeriksaan histopatologi dari pasien
penyakit kusta, yaitu10:
a. Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta
b. Untuk mengetahui klasidikasi lesi pada penyakit kusta
c. Untuk mengidentifikasi adanya basil di jaringan
d. Untuk melihat respon pengobatan yang diberikan
e. Untuk diagnosis reaksi kusta
Berikut ini adalah gambaran histopatologi menurut jenis penyakit kusta :
1. Tuberculoid Leprosy (TT)
Terdiri dari kelompok sel epithel dengan adanya giant cells yang
ditemukan pada tuberculoid leprosy.6 Sel granuloma epitheloid selalu
mengikis sampai lapisan basal dari epidermis.10
2. Borderline Tuberculoid Leprosy (BT)
Hasil pemerikasaan histology BT hamper sama dengan tipe tuberculoid
yang lain, tetapi sel epitheloid menunjukkan beberapa vacuolation, basil
47
yang banyak serta bebrapa lapisan yang mengalami inflamasi terpisah dari
lapisan epidermis.6
3. Midborderline Leprosy (BB)
Hasil pemeriksaan histology BB hampir sama yaitu adanya sel epitheloid
dan macrofag tanpa membentuk granuloma yang jelas. Limphosit sedikit
dan tersebar dan giant cell mulnitucleat tidak ada, hal ini yang
membedakan dengan histology dari BT.10
4. Borderline Lepromatous Leprosy (BL)
Pada hasil pemeriksaan histology BL, terdapat bentukan histiosit, lebih
banyak daripada sel epitheloid. Limphosit bisa ada di dalam granuloma.6
5. Lepramatous Leprosy (LL)
Makrofag granuloma pada LL besar dan terdapat foam cells dengan
jumlah limfosit yang jarang. Basil yang solid tertumpuk membentuk
seperti rokok dan terlihat sebagai globi.10
48
Gambar 2.34 A. Sel epitheloid pada BT; B. Langerhans giant cells; C.
epidermal erosi; D. bentuk makrofag granuloma pada LL; E. ENL; F.
Globi10
2.10 Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada
tubuh seseorang yang terinfeksi M leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat
spesifik terhadap M. leprae yaitu antibodi anti phenolic glycolipid (PGL-1) dan
antibodi antiprotein 16 kD serta 35 kD.1
Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-
lipoarabinomanan (LAM) yang juga dihasilkan oleh kuman M. Tuberculosis1.
Kegunaan pemeriksaan serologik ini ialah dapat membantu diagnosis
kusta yang meragukan karena tanda klinis dan bakteriologik tidak jelas.
49
Disamping itu dapat membantu menentukan kusta subklinis, karena tidak
didapati lesi kulit misalnya pada narakontak serumah. Macam-macam
pemeriksaan serologik kusta lainnya adalah1:
Uji MLPA (mycobacterium leprae particle aglutination)
Uji ELISA (Enzyme Linked Immuno-sorbent assay)
ML dipstick test (Mycobacterium leprae dipstick)
ML flow test (Mycobacterium leprae flow test)
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit kusta juga disebut dengan penyakit Hansen, yang disebabkan
oleh Mycobacterium Leprae , yaitu suatu penyakit infeksi kronik yang
bermanifestasi terhadap kulit dan kelainan nervus perifer.1,
Penegakan diagnosis dari penyakit ini adalah dengan anamnesis, adanya
pemeriksaan lesi di kulit, pemeriksaan saraf perifer, pemeriksaan Ziehl-
Neelsen’s, pemeriksaan histopatologis dan pemeriksaan serologis.
50
Pemeriksaan saraf tepi diperiksa dari mulai fungsi sensorik, motorik,
dan otonom untuk mengetahui apakahh fungsi tersebut masih baik atau
tidak. Pemeriksaan gram (Ziehl-Neelsen’s) dan pemeriksaan histopatologis
digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri untuk membantu
menegakkan diagnosis, klasifikasi, serta membantu menilai hasil
pengobatan. Sedangkan pemeriksana serologi digunakan untuk
mendiagnosis penyakit kusta yang meragukan, karena tanda klinis dan
bakteriologik tidak jelas.1
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Kosasih, I Made Wisnu, Emmy Sjamsoe-Daili, Sri Linuwih Menaldi. Kusta.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima. Penerbit FKUI Jakarta 2007; 73-
88.
2. Vaishali B. Naik et al: Evaluation of Significance of Skin Smears in Leprosy for
Diagnosis, Follow Up, Assessment of Treatment Outcome and Relapse. Asiatic
Journal of Biotechnology resources, 2011; page: 547 – 552
3. M.T. Htoon, dr., et al: WHO Expert Committee on Leprosy: eighth report.
Printed in Italy. 2012;17-28.
51
4. Mr. M.O. Regan, Dr. J. Keja. Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit
Kusta. Kementerian Kesehatan RI. Direktor Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan 2012; Page 5-11, 75-98.
5. Abdullah Benny,dr., Sp.KK. Morbus Hansen, Dermatologi Pengetahuan Dasar
dan Kasus Di Rumah Sakit. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSU Haji,
Surabaya, 2009, hal 149-159.
6. Jmes, William D. Et. Al,2011, chapter 17 : Hansen’s Disease, In : Andrew’s
Disease of the Skin Clinical Dermatology,11th, p : 334-444
7. M. Yulianto Listiawan, Indropo Agusni, Sunarko Matodihardjo. Morbus Hansen,
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Edisi III Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo Surabaya, Surabaya, 2005, Page
41-48
8. R. K. Srivastava, dr., Training Manual for Medical Officers, National Leprosy
Eradication Programme, Directorate General of Health Services Ministry of
Health & Family Welfare Nirman Bhawan, New Delhi, 2009, page: 18-19, 21-47
9. Guido Groenen dr., Paul Saunderson dr., Profesor Baohong Ji. How to Do A
Skin Smear Examination for Leprosy, Learning Guide Three, International
Federation of Anty-Leprosy Association (ILEP), 2003, Page : 1-6
10. Avninder Singh, Xiaoman Weng, Indira Nath. Skin Biopsy in Leprosy, National
Institute of Pathology (ICMR), Safdajung Hospital Campus, New Delhi, 2011,
Page : 73-86
52
53
Recommended