View
6
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan konstribusi dalam
penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan
dukungan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2015: 185).
Sejalan dengan Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi
modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya
pikir manusia.
Ruseffendi (Heruman, 2013: 1) mengemukakan bahwa matematika adalah
bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
deduktif; ilmu tentang keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari
unsur yang tidak didefinisikan, unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau
postulat, dan akhirnya ke dalil. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan sebuah ilmu yang
menjadi dasar dari ilmu-ilmu lainnya dan dapat berfungsi untuk menyelesaikan
masalah sehari-hari dalam dunia kerja serta dapat memberikan dukungan terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.1.1.2 Fungsi Matematika
Matematika berfungsi sebagai media atau sarana siswa dalam mencapai
kompetensi. Dengan mempelajari materi matematika diharapkan siswa akan dapat
menguasai seperangkat kompetensi yang telah ditetapkan. Permendiknas No 22
Tahun 2006 tentang Standar Isi mata pelajaran matematika untuk SD/MI
menyatakan bahwa matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan
11
ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Oleh karena itu, penguasaan materi matematika bukanlah tujuan akhir dari
pembelajaran matematika, akan tetapi penguasaan materi matematika hanyalah
jalan mencapai penguasaan kompetensi. Keseluruhan fungsi matematika tersebut
hendaknya dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika.
2.1.1.3 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses
membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan
dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien (Komalasari, 2013: 3). Menurut Wragg
(Susanto, 2015: 188) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta,
keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama, atau
suatu hasil belajar yang diinginkan.
Pembelajaran matematika adalah proses pemberian belajar kepada peserta
didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik
memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari Muhsetyo
(Susanti, 2012: 13). Sedangkan Susanto (2015: 186) mendefinisikan pembelajaran
metematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi matematika. Menurut Heruman (2013: 4) dalam pembelajaran matematika
harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan
konsep yang akan diajarkan. Beliau juga menambahkan bahwa siswa harus dapat
menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya yang berupa
konsep matematika, dengan permasalahan yang ia hadapi. Berdasarkan pendapat
yang telah dikemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke siswa,
melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan siswa
12
serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya.
Sehingga dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa harus
saling bekerjasama demi terlaksananya tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2.1.1.4 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa
pembelajaran matematika di Sekolah Dasar bertujuan agar siswa memiliki
kemampuan-kemampuan, sebagai berikut: 1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma,
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2)
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengkomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,
sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Selain tujuan umum
yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta
memberikan tekanan pada keterampilan dalam penerapan, matematika SD juga
memuat tujuan khusus yaitu: 1) menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan
berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari; 2) menumbuhkan
kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika; 3)
mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut
dan; 4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, seorang guru
hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang
memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan dan mengembangkan
pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan
pelajaran melalui suatu proses belajar dan mengkonstruksinya dalam ingatan yang
13
sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut. Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh Jean Piaget, bahwa pengetahuan atau pemahaman
siswa itu ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri (Susanto,
2013: 190-191). Sehingga dapat disimpulkan bahwa inti dari tujuan pembelajaran
matematika di SD adalah memberi bekal kepada siswa untuk mampu dan terampil
dalam menggunakan penalarannya guna menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan kehidupan sehari-hari.
2.1.1.5 Karakteristik Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Menurut Piaget (Heruman, 2013: 1) siswa Sekolah Dasar berada pada fase
operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan
dalam proses berpikir untuk mengoprasikan kaidah-kaidah logika, meskipun
masih terikat dengan objek yang bersifat konkret. Oleh karena itu, proses belajar
mengajar perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar.
Wigar (Wibowo, 2015: 8 - 9) menyatakan bahwa pembelajaran matematika
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap) dimulai dari konsep yang
sederhana ke konsep yang lebih sukar.
2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral. Dalam setiap
memperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu memperkenalkan
konsep atau bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Bahan yang baru selalu
dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari dan sekaligus untuk
mengingatkannya kembali.
3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif.
Matematika adalah ilmu deduktif. Matematika tersusun secara deduktif
aksiomatik. Namun, sesuai dengan perkembangan intelktual di SD. Maka
dalam pembelajaran matematika perlu ditempuh dengan pola pikir atau
pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsisten. Kebenaran
matematika sesuai dengan struktur deduktif aksiomatiknya. Kebenaran-
14
kebenran dalam matematika pada dasarnya merupakan kebenaran
konsistensi, tidak ada pertentangan antara konsep yang satu dengan konsep
yang lainnya. Dalam pembelajaran matematika di SD kebenaran konsistensi
tersebut mempunyai nilai didik yang sangat tinggi dan amat penting untuk
pembinaan sumber daya manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Secara garis besar beberapa hal yang perlu dipahami oleh para guru SD
dalam rangka mempersiapkan pembelajaran matematika sudah pasti berkenaan
dengan konsep-konsep dasar matematika, analisis substansi materi matematika
dalam kurikulum SD dan proses pembelajarannya. Hal pertama yang perlu
dipahami berkenaan dengan pengkajian terhadap konsep-konsep dasar matematika
tersebut adalah dengan penalaran karena penalaran merupakan landasan untuk
mempelajari konsep-konsep matematika selanjtnya (Wahyudi, 2012: 21). Menurut
Hamzah (2014: 49) menguasai matematika tidak hanya dilihat pada unitnya saja
seperti aritmatika, akan tetapi ada yang lebih luas yaitu menguasai dan terampil
menyelesaikan masalah dengan tahapan-tahapan tertentu. Paling sederhana siswa
dapat menguraikan langkah-langkah menyelesaikan masalah sekurang-kurangnya
tiga langkah penyelesaian soal. Penguasaan langkah-langkah penyelesaian
masalah inilah akhirnya menjadi target berhasil atau tidaknya seorang guru
mengajar matematika.
2.1.2 Pengertian Belajar dan Hasil Belajar
2.1.2.1 Pengertian Belajar
Burton (Susanto, 2015: 3) mendefinisikan belajar sebagai perubahan tingkah
laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu
lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu
berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan Suprihatiningrum (2013: 14)
menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu
secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang
diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung sebagai
pengalaman (latihan) dalam interaksinya dengan lingkungan. Demikian halnya
dengan Budiningsih (Suprihatiningrum, 2013: 15) menyatakan bahwa belajar
15
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif
melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna
tentang hal-hal yang sedang dipelajari.
Susanto (2015: 4) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh
suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan
seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir,
merasa, maupun dalam bertindak. Lain halnya dengan W.S. Wingkel (Susanto,
2015: 4) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas. Dari
beberapa pengertian belajar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar
merupakan usaha sadar manusia untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang
melibatkan aktivitas mental dan interaksi aktif antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok dan individu dengan lingkungan sehingga dapat
menghasilkan perubahan salah satunya adalah perubahan dalam hal pengetahuan
yang dapat diukur dengan hasil belajar.
2.1.2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tolok ukur yang utama untuk mengetahui
keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang hasil belajarnya tinggi dapat
dikatakan, bahwa dia telah berhasil dalam belajar, demikian pula sebaliknya.
Hasil belajar menurut Gagne & Briggs (Suprihatiningrum, 2013: 37) adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan
dapat diamati melalui penampilan siswa (leaner’s performance). Reigeluth
(Suprihatiningrum, 2013: 37) juga berpendapat bahwa hasil belajar atau
pembelajaran dapat dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai
dari metode (strategi) alternative dalam kondisi yang berbeda. Ia juga mengatakan
secara spesifik bahwa hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang
16
diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil
belajar selalu dinyatakan dalam bentuk tujuan (khusus) perilaku (unjuk kerja).
Secara sederhana, Susanto (2015: 5) mendefinisikan bahwa yang dimaksud
dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari
seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku
yang relatif menetap. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan di
atas dipertegas lagi oleh Nawawi (Susanto, 2015: 5) yang menyatakan bahwa
hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil
tes mengenai sejumlah meteri pelajaran tertentu. Dari beberapa pengertian
mengenai hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari kecakapan
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan melalui skor atau nilai
yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes mengenai sejumlah materi pelajaran
tertentu yang sudah dipelajari.
2.1.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Demi mencapai hasil belajar sebagaimana yang diharapkan, maka perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Pertama adalah
faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) di antaranya kecerdasan,
bakat, minat dan tingkat motivasi siswa. Kedua adalah faktor dari luar siswa
(faktor ekstern), di antaranya adalah keadaan keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakatnya. Wasliman (Susanto, 2013: 12) mengungkapkan bahwa hasil
belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai
faktor yang memengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci,
uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
1. Faktor internal, faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam
diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor
17
internal ini meliputi; kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar,
ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2. Faktor eksternal, faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Keadaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang
morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang
tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku
yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh
dalam hasil belajar peserta didik.
Selanjutnya, dikemukakan oleh Wasliman (Susanto, 2013: 13) bahwa
sekolah merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan hasil belajar siswa.
Semakin tinggi kemampuan belajar siswa dan kualitas pengajaran di sekolah,
maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Kualitas pengajaran di sekolah
sangat ditentukan oleh guru, sebagaimana dikemukakan oleh Wina Sanjaya
(Susanto, 2013: 13), bahwa guru adalah komponen yang sangat menentuan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasarkan pendapat ini dapat
ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat berperan memengaruhi
hasil belajar adalah guru. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan
yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia sekolah dasar, tak
mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti, televisi, radio, dan
komputer. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang
memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.
Mengacu pada pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi hasil belajar siswa ada dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Namun, penelitian ini hanya memilih salah satu dalam faktor eksternal
yaitu guru seperti yang telah dipaparkan oleh Wina Sanjaya. Agar lebih spesifik
dan sesuai dengan penelitian ini, maka diambil kualitas pengajaran di kelas yaitu
model pembelajaran yang digunakan oleh guru.
18
2.1.3 Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams Games
Tournaments (TGT) dan Student Teams Achievement Division (STAD)
2.1.3.1 Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran menurut Joyce & Well (Inus, 2012: 12) adalah suatu
rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana
pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan
membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Sedangkan menurut
Komalasari (2013: 57) model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas
oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Dari
beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan model pembelajaran adalah suatu rencana yang susun oleh guru mengenai
pembelajaran dari awal sampai akhir.
Selain memiliki tujuan dan asumsi, Joyce et al. (Rustaman, hlm. 2)
mengatakan bahwa sebuah model pembelajaran juga memiliki lima unsur
karakteristik model, yaitu sintaks, sistem sosial, prinsip reaksi, sistem pendukung,
dampak instruksional dan dampak pengiring. Sintaks mencakup tahap-tahap
kegiatan dari suatu model. Sistem sosial mencakup situasi atau suasana dan norma
yang berlaku dalam model tersebut. Prinsip reaksi menggambarkan pola kegiatan
bagaimana seharusnya pendidik melihat dan memperlakukan peserta didiknya,
termasuk bagaimana caranya memberikan respon. Sistem pendukung meliputi
segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model
tersebut. Dampak instruksional adalah hasil belajar yang dicapai langsung dengan
cara mengarahkan peserta didik pada tujuan yang diharapkan. Adapun dampak
pengiring merupakan hasil belajar lainnya yang dihasilkan dalam interaksi belajar
mengajar sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung oleh
peserta didik tanpa arahan langsung dari pendidik (Rustaman, hlm. 2)
19
2.1.3.2 Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif sering disebut sebagai pembelajaran secara
berkelompok. Slavin (Tukiran, 2011: 55) mengemukakan bahwa cooperative
learning adalah suatu model pembelajaran di mana dalam sistem belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4 – 6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Pada
dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau
perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur
kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di
mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota
kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota
kelompok. Solihatin (Tukiran, 2011: 56)
Lie (Tukiran, 2011: 56) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar
pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative
learning dengan benar-benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas
dengan lebih efektif. Senada dengan penjelasan tersebut Roger dan David
(Tukiran, 2011: 58) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa
dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur
model pembelajaran gotong-royong harus diterapkan, yang meliputi: 1) saling
ketergantungan positif, artinya bahwa keberhasilan suatu karya sangat bergantung
pada usaha setiap anggotanya; 2) tanggung jawab perseorangan, artinya setiap
siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik; 3) tatap
muka, maksudnya bahwa setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk
bertemu muka dan berdiskusi: 4) komunikasi antar anggota, artinya agar para
pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi dan; 5) evaluasi
proses kelompok, pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar
selanjutnya dapat bekerjasama lebih efektif.
20
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keberagaman, dan pengembangan
keterampilan sosial. Untuk mencapai hasil belajar itu model pembelajaran
kooperatif menuntut kerjasama dan interdependensi peserta didik dalam struktur
tugas, struktur tujuan, dan struktur reward-nya. Struktur tugas berhubungan
bagaimana tugas diorganisir. Struktur tujuan dan reward mengacu pada derajat
kerjasama atau kompetensi yang dibutuhkan untuk tujuan mencapai tujuan
maupun reward. (Suprijono, 2011: 61). Berdasarkan paparan di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) adalah suatu model pembelajaran yang banyak memberikan kesempatan
kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang diberikan oleh guru secara terstruktur. Dalam hal ini guru tidak
lagi bertugas sebagai transfer pengetahuan melainkan menjadi fasilitator dan
mediator di mana siswa lebih banyak diberikan kesempatan melalui interaksi yang
aktif dan positif antar sesama siswa untuk memecahkan soal-soal dalam materi
yang diberikan, baik melalui membaca, mendengar, analisis maupun refleksi
terkait dengan materi pelajaran tersebut. Agar pembelajaran terlaksana dengan
baik, maka guru harus memperhatikan langkah-langkah dalam pembelajaran
kooperatif.
2.1.3.3 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning
Pembagian kerja yang kurang adil tidak perlu terjadi jika guru benar-benar
menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif. Banyak guru hanya
membagi peserta didik dalam kelompok kemudian memberi tugas untuk
menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai hal yang dikerjakan. Akhirnya,
peserta didik merasa ditelantarkan. Karena mereka belum berpengalaman, mereka
merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan
tugas tersebut. Akibatnya kelas gaduh. Supaya hal ini tidak terjadi, kita sebagai
guru wajib memahami sintak model pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2011:
64). Sintak tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
21
Tabel 1 Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase.
Fase-Fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik.
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
Fase 2: Present information Menyampaikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal
Fase 3: Organize students into learning teams Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efesien
Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya.
Fase 5: Test on the materials Mengevaluasi
Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai meteri pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6: Provide recognition Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan presentasi individu maupun kelompok
2.1.3.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative
Learning
Karli dan Yuliariatiningsih (artikelbagus.com) mengemukakan kelebihan
model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) dapat melibatkan siswa secara aktif
dalam mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana
belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis; 2) dapat mengembangkan
aktualisasi berbagai potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa; 3) dapat
mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan
sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat; 4) siswa tidak hanya
sebagai objek belajar melainkan juga sebagai subjek belajar karena siswa dapat
menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya; 5) siswa dilatih untuk bekerjasama,
karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk
mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya; 6)
memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh dan memahami
pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya
lebih bermakna bagi dirinya. Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran
kooperatif juga memiliki kelemahan, seperti yang telah di kemukakan oleh
Thabrany (artikelbagus.com) sebagai berikut: 1) bisa menjadi tempat mengobrol
22
atau gosip; 2) sering terjadi debat sepele di dalam kelompok; 3) bisa terjadi
kesalahan kelompok. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kelemahan
tersebut maka guru diharapkan untuk membagi kelompok yang beranggotakan 3,
5 atau 7 orang siswa, jangan lebih dari 7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat
terjadi beberapa blok yang saling mengobrol, dan guru juga harus memberikan
nasehat kepada siswa yang memiliki kemampuan tinggi supaya jangan pelit
membagi ilmunya kepada temannya yang membutuhkan.
2.1.3.5 Macam-Macam Model Pembelajaran Cooperative Learning
Terdapat beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif,
walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah. Menurut
Rusman (2013: 213 – 225) jenis-jenis model pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut: 1) model Student Teams Achievement Division (STAD)
merupakan variasi pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi menjadi
kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin,
dan sukunya; 2) model Jigsaw merupakan model pembelajaran yang pola kerjanya
seperti sebuah gergaji, yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara
bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama; 3) Group
Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi
menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 – 6 siswa yang heterogen,
selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki dan melakukan penyelidikan
yang mendalam atas topik yang dipilih kemudian mempresentasikan hasilnya
tersebut; 4) model Make a Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis
model pembelajaran kooperatif di mana siswa disuruh mencari pasangan kartu
yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat
mencocokkan kartunya diberi poin; 5) model TGT (Teams Games Tournaments)
merupakan salah satu tipe pembelajaran koopereatif yang menempatkan siswa
dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 – 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda untuk
berturnamen antar kelompok; 6) model Struktural merupakan model pembelajaran
kooperatif yang memiliki enam komponen utama dalam pembelajaran yaitu
struktur dan konstruk yang berkaitan, prinsip-prinsip dasar, pembentukan
23
kelompok dan pembentukan kelas, kelompok, tata kelola dan keterampilan sosial.
Dari beberapa model pembelajaran kooperatif tersebut hanya diambil dua model
pembelajaran saja untuk diteliti yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournaments (TGT) dan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) karena kedua model pembelajaran tersebut
memiliki karakteristik yang hampir sama.
2.1.3.6 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams
Games Tournaments (TGT)
Teams Games Tournaments (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran
kooperatif yang di desain dan dikembangkan oleh Slavin dan De Vries pada tahun
1990. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Rusman (2013: 224) bahwa TGT
adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam
kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang
memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda.
Menurut Slavin (2010: 166) model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) memiliki lima komponen utama yaitu presentasi kelas, bekerja
dalam tim, game, turnamen, dan rekognisi tim. Sementara Saco (Rusman, 2013:
224) mengatakan bahwa dalam TGT siswa memainkan permainan dengan
anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-
masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-
pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga
diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok
mereka). Pendapat Saco tersebut didukung oleh Trianto (2013: 83) yang juga
mengatakan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT ini siswa
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh
tambahan poin untuk skor tim meraka.
Permainan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis
pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, misalnya, akan mengambil sebuah
kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari
24
semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai
kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam
bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternative atau dapat pula
sebagai review materi pembelajaran (Rusman, 2013: 224). Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TGT merupakan model
pembelajaran yang menitikberatkan belajar dengan kelompok dan mengerjakan
tugas yang diberikan oleh guru secara bersama-sama. Dalam pembelajaran ini
siswa akan lebih aktif karena masing-masing siswa dalam setiap kelompok akan
dituntut tanggungjawabnya ketika mengikuti turnamen pada akhir pokok bahasan
pembelajaran. Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan
dalam hal akademik. Setiap siswa yang tergabung dalam suatu kelompok tersebut
akan berlomba-lomba untuk memperoleh hasil yang optimal. Diharapkan dengan
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments
(TGT) ini siswa lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran, lebih bisa
bekerjasama dengan teman-teman lain, lebih bertanggungjawab dan membuat
suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Oleh karena itu, agar pembelajaran
efektif dan menyenangkan maka baik guru maupun siswa harus memperhatikan
langkah-langkah dalam setiap pembelajaran kooperatif tipe TGT.
2.1.3.7 Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Teams
Games Tournaments (TGT)
Menurut Robert E. Slavin (2010: 161- 175) komponen-komponen dalam
TGT adalah presentasi kelas, belajar dalam tim, game, turnamen dan rekognisi
tim. Berikut adalah sintak dalam model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Tabel 2 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Sintaks dalam Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT Perilaku Guru
Fase 1 Presentasi Kelas
Guru memberikan presentasi materi kepada siswa dengan cara demonstrasi lewat bahan bacaan atau LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
Fase 2 Guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar secara
25
Belajar Tim heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 5 – 6 orang siswa. Siswa menyelesaikan tugas atau masalah yang terdapat dalam LKS secara berkelompok
Fase 3 Game
Guru menyiapkan meja turnamen, kartu undian, kartu soal, dan kartu jawaban
Fase 4 Turnamen
Guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen
Fase 5 Rekognisi Tim
Guru memberikan informasi kepada masing-masing kelompok tentang skor yang telah mereka peroleh Guru memberikan penghargaan atau hadiah kepada kelompok yang memiliki poin tertinggi
Berdasarkan tabel 2 di atas, berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai
sintak dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT.
1. Presentasi Kelas
Presentasi kelas dalam Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) tidak berbeda dengan pengajaran biasa atau pengajaran
klasikal oleh guru, hanya pengajaran lebih difokuskan pada materi yang sedang
dibahas saja. Ketika penyajian kelas berlangsung mereka sudah berada dalam
kelompoknya. Dengan demikian mereka akan memperhatikan dengan serius
selama pengajaran penyajian kelas berlangsung sebab setelah ini mereka harus
mengerjakan games akademik dengan sebaik-baiknya dengan skor mereka akan
menentukan skor kelompok mereka.
2. Belajar Tim
Kelompok disusun dengan beranggotakan 5 – 6 orang siswa yang mewakili
pencampuran dari berbagai keragaman dalam kelas seperti kemampuan
akademik, jenis kelamin ras atau etnik. Fungsi utama mereka dikelompokkan
adalah anggota-anggota kelompok saling menyakinkan bahwa mereka dapat
bekerja sama dalam belajar dan mengerjakan game atau lembar kerja dan lebih
khusus lagi untuk menyiapkan semua anggota dalam menghadapi kompetisi.
3. Game
Gamenya terdiri dari atas pertanyaan-pertanyaan yang kontennya relevan
yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperolehnya dari
presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim. Game tersebut dimainkan di atas
meja dengan tiga orang siswa, yang mewakili tim yang berbeda. Kebanyakan
game hanya berupa nomor-nomor pertanyaan yang ditulis pada lembar yang
26
sama. Seorang siswa mengambil sebuah kartu bernomor dan harus menjawab
pertanyaan sesuai nomor yang tertera pada kartu tersebut. Sebuah aturan tentang
penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban masing-
masing.
4. Turnamen
Turnamen adalah sebuah struktur dimana game berlangsung. Biasanya
berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit, setelah guru memberikan
presentasi di kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar
kegiatan. Pada turnamen pertama, guru menunjuk siswa untuk berada pada meja
turnamen, tiga siswa berprestasi tinggi sebelumnya pada meja 1, tiga berikutnya
pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang seimbang ini, seperti halnya
sistem skor kemajuan individual dalam STAD, memungkinkan para siswa dari
semua tingkat kinerja sebelumnya berkonstribusi secara maksimal terhadap skor
tim mereka jika mereka melakukan yang terbaik.
5. Rekognisi Tim
Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberi penghargaan berupa
hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar
sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama. Ada tiga
penghargaan yang dapat diberikan dalam penghargaan tim. Penghargaan tim
dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 Penghargaan Tim
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
40 Tim Baik (Good Teams) 45 Tim Sangat Baik (Great Teams) 50 Tim Super (Super Teams)
Teams Games Tournaments (TGT) terdiri dari siklus regular dari aktivitas
pengajaran, sebagai berikut:
1. Pengajaran
Guru menyampaikan pelajaran seperti yang telah dijelaskan pada
komponen pertama yaitu presentasi di kelas.
27
2. Belajar Tim
Para siswa diminta untuk memahami dan menyelesaikan permasalaan yang
terdapat dalam Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Mereka harus saling membantu
dan bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Karena tim
adalah fitur yang paling penting dalam TGT, maka pada tiap poinnya, yang
ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan
tim pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
Berikut akan diuraikan langkah-langkah untuk membagi para siswa ke dalam
tim:
a. Membuat Lembar Rangkuman Tim
Membuat sebuah kopian dari lembar rangkuman tim untuk setiap lima
siswa (sudah terdapat dalam LKS masing-masing kelompok).
Tabel 4 Lembar Rangkuman Tim
Nama Tim: Anggota Tim 1 2 3 4 5 6 Total
Total Skor Tim Rata-rata Tim Penghargaan Tim
b. Susun Peringkat Siswa
Pada selembar kertas, buatlah urutan peringkat siswa atau nilai rata-rata
(mata pelajaran) dari yang tertinggi sampai yang terendah kinerjanya.
c. Tentukan Berdasarkan Jumlah Tim
Tiap tim harus terdiri dari lima anggota jika memungkinkan. Untuk
menentukan berapa tim yang akan dibentuk, maka jumlah siswa di kelas
tersebut dibagi lima, hasil bagi tersebut tentunya merupakan jumlah tim
beranggotakan lima orang yang akan terbentuk. Jika pembagaian tersebut tidak
genap, maka sisa dari pembagian tersebut ditambahkan pada tim yang telah
terbentuk empat orang, sehingga akan terdapat satu atau dua, atau tiga tim yang
beranggotakan enam orang.
Rata-rata Tim = Total Skor Tim : Jumlah Anggota Tim
28
d. Pembagian Siswa ke dalam Tim
Dalam membagi siswa ke dalam tim, seimbangkan timnya supaya (a) tiap
tim terdiri atas level yang kinerjanya berkisar dari yang rendah, sedang dan
tinggi, dan (b) level kerja yang sedang dari semua tim yang ada di kelas
hendaknya setara. Berikut contoh format membagi siswa ke dalam tim.
Tabel 5 Membagi Siswa ke dalam Tim
Kategori Peringkat/Nilai Rata-rata Nama Tim
Siswa Berprestasi Tinggi
89 85 82 81 78 77
A B C D E F
Siswa Berprestasi Sedang
76 75 75 71 71 70 70 70 68 68 68 67 63 63 63 63 61 61
F E D C B A A B C D E F A B C D E F
Siswa Berpengetahuan
Rendah
60 59 59 59 59 58
F E D C B A
e. Isilah Lembar Rangkuman Tim
Isilah nama-nama siswa dari tiap tim dalam lembar rangkuman tim.
3. Turnamen
Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen,
dengan meja turnamen empat peserta. Perhatikan gambar di bawah ini:
29
Gambar 1 Penempatan Siswa pada Meja Turnamen
Keterangan: MT 1, MT 2, MT 3, MT 4 : Meja Turnamen A-1, B-1, C-1 : Siswa berkemampuan akademik tinggi A-2, B-2, C-2 : Siswa berkemampuan akademik sedang A-3, B-3, C-3 : Siswa berkemampuan akademik sedang A-4, B-4, C-4 : Siswa berkemampuan akademik rendah
Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk menentukan
pembaca yang pertama – yaitu siswa yang menarik nomor tertinggi. Permainan
berlangsung sesuai waktu di mulai pembaca pertama.
Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Dia
lalu membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada
pada kartu, termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah pilihan pilihan
berganda. Misalnya, seorang siswa yang mengambil kartu nomor 21 membaca
dan menjawab soal nomor 21. Pembaca yang tidak yakin akan jawabannya
diperbolehkan menebak tanpa dikenai sanksi. Jika konten dari permainan tersebut
melibatkan permasalahan, semua siswa (bukan hanya si pembaca) harus
mengerjakan permasalahan tersebut supaya mereka siap untuk ditantang. Setelah
si pembaca memberikan jawaban, siswa yang di sebelah kiri atau kananya
TEAM A
TEAM B TEAM C
A-1 A-2 A-3 A-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
MT
1
MT
2
MT
3
MT
4
B-1 B-2 B-3 B-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
C-1 C-2 C-3 C-4
Tinggi Sedang Sedang Rendah
30
(penantang pertama) punya opsi untuk menantang dan memberikan jawaban yang
berbeda. Jika dia ingin melewatinya, atau bila penantang kedua mempunyai
jawaban yang berbeda dengan dua peserta pertama, maka penantang kedua boleh
menantang. Akan tetapi, penantang harus hati-hati karena mereka harus
mengembalikan kartu yang telah dimenagkan sebelumnya kedalam kotak (jika
ada) apabila jawaban yang mereka berikan salah. Apabila semua peserta punya
jawaban, ditantang, atau melewati pertanyaan, penantang kedua (atau peserta yang
ada di sebelah kanan pembaca) memeriksa jawaban dan membacakan jawaban
yang benar dengan keras. Si pemain yang memberikan jawaban yang benar akan
menyimpan kartunya. Jika kedua penantang memberikan jawaban salah, dia harus
mengembalikan kartu yang telah dimenangkan (jika ada) ke dalam boks. (Slavin,
2010: 172 - 173)
4. Rekognisi Tim
Skor tim dihitung berdasarkan skor turnamen anggota tim, dan tim tersebut
akan direkognisi atau diberi penghargaan (hadiah) apabila mereka berhasil
melampaui kriteria yang telah ditetapkan.
Pemain 1
1. Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permainan.
2. Bacalah pertanyaan dengan keras. 3. Cobalah untuk menjawab soal.
Pemain 2
Menantang jika dia mau (dan memberikan jawaban yang berbeda) atau boleh melewainya.
Pemain 3
Boleh menantang jika pemain 2 melewati, dan jika dia memang mau. Apabila semua pemain sudah menantang atau melewati pemain 3 memeriksa jawaban. Siapapun yang menjawab benar berhak menyimpan kartunya. Jika si pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika kedua pemain 2 dan 3 salah, maka dia harus mengembalikan kartu yang dimenangkan ke dalam kotak, jika ada.
Gambar 2 Aturan Permainan (Slavin, 2008: 173)
31
Tabel 6 Pemetaan Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dalam Standar Proses
pada Permendiknas No 41 Tahun 2006
Model Sintak
Langkah Dalam Standar Proses
Pendahuluan Kegiatan Inti
Penutup Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
Teams Games
Tournaments (TGT)
1. Presentasi Kelas
√ √
2. Belajar Tim √ 3. Games √ 4. Tournaments √ 5. Rekognisi
Team √ √
2.1.3.8 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative Learning
Tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing, demikian juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournaments (TGT). Menurut Shoimin (2014: 207 - 208), kelebihan dari
model pembelajaran kooepetif tipe TGT adalah sebagai berikut: 1) model TGT
tidak hanya membuat peserta didik yang cerdas (berkemampuan akademis tinggi)
lebih menonjol dalam pembelajaran, tetapi peserta didik yang berkemampuan
akademi lebih rendah juga ikut aktif dan mempunyai peranan penting dalam
kelompoknya; 2) dengan model pembelajaran ini, akan menumbuhkan rasa
kebersamaan dan saling menghargai sesama anggota kelompoknya; 3) dalam
model pembelajaran ini, membuat peserta didik lebih bersemangat dalam
mengikuti pembelajaran. Karena dalam pembelajaran ini, guru menjanjikan
sebuah penghargaan pada peserta didik atau kelompok terbaik; 4) dalam
pembelajaran peserta didik ini, membuat peserta didik menjadi lebih senang
dalam mngikuti pembelajaran karena ada kegiatan permainan berupa turnamen
dalam model ini. Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah sebagai berikut: 1) membutuhkan waktu yang lama; 2) guru dituntut
untuk pandai memilih materi pelajaran yang cocok untuk model ini; 3) guru harus
mempersiapkan model ini dengan baik sebelum diterapkan. Misalnya, membuat
soal untuk setiap meja turnamen atau lomba, dan guru harus tahu urutan akademis
32
peserta didik dari yang tertinggi hingga terendah. Oleh karena itu, untuk
mengatasi kelemahan tersebut maka seorang guru harus pandai dalam memilih
materi pembelajaran yang akan digunakan untuk turnamen, selain itu guru juga
harus mempelajari terlebih dahulu model pembelajaran yang akan digunakan agar
tidak terjadi kerancauan ketika diterapkan di kelas.
2.1.3.9 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Student
Teams Achievement Division (STAD)
Model pembelajaran kooperetaif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
John Hopkin. Menurut Slavin (Rusman, 2013: 213) model STAD (Student Teams
Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling
banyak diteliti, model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam
matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada
tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Sedangkan Trianto (2013: 68)
mendefinisikan pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil
dengan jumlah anggota tiap kelompoknya 4 – 5 orang siswa secara heterogen.
Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Isjoni (Susanti, 2012: 18) medeskripsikan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan salah satu dari
model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan
interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil yang maksimal. Pendapat
tersebut dipertegas lagi oleh Slavin (Trianto, 2013: 68 - 69) menyatakan bahwa
pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4 – 5 orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru
menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan
bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh
siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak
33
diperbolehkan saling membantu. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli
mengenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat ditarik kesimpulan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok secara
heterogen untuk bekerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru dan
saling memberikan motivasi agar tujuan kelompok dapat tercapai.
Strategi pelaksanaan/siklus aktivitas model STAD adalah sebagai berikut: 1)
siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam
kemampuan jenis kelamin dan sukunya; 2) guru memberikan pelajaran; 3) siswa-
siswa di dalam kelompok itu memastikan bahwa semua anggota kelompok itu
bisa menguasai pelajaran tersebut; 4) semua siswa menjalani kuis perseorangan
tentang materi tersebut. Mereka tidak dapat membantu satu sama lain; 5) nilai-
nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang
sebelumnya; 6) nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi
peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai
mereka yang sebelumnya; 7) nilai-nilai dijumlah untuk mendapatkan nilai
kelompok; 8) kelompok yang bisa mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan
sertifikat atau hadiah-hadiah lainnya. Sharan (Tukiran, 2011: 64 - 65)
Persiapan yang harus dilakukan oleh guru sebelum memulai pembelajaran
STAD adalah menyiapkan materi yang akan digunakan dalam pembelajaran,
materi bisa diadaptasi dari buku teks atau sumber-sumber terbitan lainnya atau
bisa juga dengan materi yang dibuat oleh guru. Selain materi guru juga
mempersiapkan lembar kegiatan, lembar jawaban dan kuis serta kunci jawaban
untuk setiap kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan. Selanjutnya, guru
mengelompokkan siswa dalam tim secara heterogen. Setelah itu, guru harus
menentukan skor awal pertama. Skor awal mewakili skor rata-rata siswa pada
kuis-kuis sebelumnya. Apabila guru memulai menggunakan STAD setelah tiga
kali atau lebih kuis, gunakan rata-rata skor siswa sebagai skor awal atau jika tidak,
gunakan hasil nilai terakhir siswa pada tahun lalu. Terakhir adalah membangun
tim, sebelum memulai menggunakan pembelajaran kooperatif akan lebih baik jika
memulai dengan satu atau lebih latihan pembentukan tim sekedar untuk memberi
34
kesempatan kepada anggota tim untuk melakukan sesuatu yang mengasyikkan dan
untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. Slavin (Tri, 2013: 13).
2.1.3.10 Langkah-Langkah dalam Pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD)
Langkah-langkah atau tahapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Slavin (2010: 143 – 146) ada lima yaitu presentasi kelas, belajar dalam tim, kuis,
skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.
Tabel 7 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Sintak dalam Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Perilaku Guru
Fase 1 Presentasi Kelas
Guru memberikan presentasi materi kepada siswa dengan cara demonstrasi lewat bahan bacaan atau LKS (Lembar Kegiatan Siswa)
Fase 2 Belajar Tim
Guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar secara heterogen, masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 orang siswa. Siswa menyelesaikan tugas atau masalah yang terdapat dalam LKS secara berkelompok
Fase 3 Kuis
Guru memberikan kuis kepada siswa secara individu tentang materi yang telah dipelajari
Fase 4 Skor Kemajuan Individual
Guru memberikan informasi kepada siswa tentang skor yang telah mereka peroleh
Fase 5 Rekognisi Tim
Guru memberikan penghargaan atau hadiah kepada kelompok yang memperoleh poin tertinggi
Berdasarkan tabel di atas, berikut akan dijelaskan mengenai sintak model
pembelajaran kooperatif tipe STAD.
1. Presentasi Kelas
Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam
kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan
atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan
presentasi audiovisual. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa
hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit
STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-
benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan
demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis
mereka menentukan skor tim mereka.
35
2. Belajar Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari
kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama
dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar,
dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim
berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling
sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan permasalah bersama,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila
anggota tim ada yang membuat kesalahan. Tim adalah fitur yang paling penting
dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat anggota tim
melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik
untuk membantu tiap anggotanya. Tim ini memberikan dukungan kelompok
bagi kinerja akademik penting dalam pembelajaran, dan itu adalah untuk
memberikan perhatian dan respek yang mutual yang penting untuk akibat yang
dihasilkan seperti hubungan antar kelompok, rasa harga diri, penerimaan
terhadap siswa-siswa mainstream.
3. Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi
dan sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggungjawab secara individual
untuk memahami materinya.
4. Skor Kemajuan Individual
Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada
tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih
giat dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa
dapat memberikan konstribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem
skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha
mereka yang terbaik. Tiap siswa diberikan skor “awal”, yang diperoleh dari rata-
rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.
36
Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan
tingkat skor kuis mereka dibandingkan dengan skor awal mereka.
Tabel 8 Perhitungan Perkembangan Skor Individu
No. Skor Kuis Poin Kemajuan 1. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin 2. 10 – 1 poin di bawah skor awal 10 poin 3. Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin 4. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin 5. Kertas jawan sempurna (terlepas dari skor awal) 30 poin
5. Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Tabel 9 Tingkat Penghargaan Kelompok
No. Rata-rata Tim Predikat 1. 0 ≤ N ≤ 5 - 2. 6 ≤ N ≤15 Tim yan Baik (Good Team) 3. 16 ≤ N ≤ 20 Tim yang Baik Sekali (Great Team) 4. 21 ≤ N ≤ 30 Tim yang Istimewa (Super Team)
Keterangan: N = Rata-rata perolehan skor tim dan skor individu
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk mata pelajaran
Matematika di SD N Popongan Bringin Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang
adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat
Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang
sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2. Penyajian kelas
Sebelum menyajikan meteri guru memulai dengan menyampaikan tujuan
pembelajaran memberikan motivasi untuk berkooperatif.
37
3. Pembentukan Kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan
percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan
kemampuan belajar.
4. Kegiatan kelompok
Dalam kegiatan belajar kelompok, bahan yang digunakan adalah LKS
(Lembar Kegiatan Siswa) untuk setiap kelompok. Siswa mendiskusikan lembar
kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota
kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan
yang diberikan.
Tabel 10 Pemetaan Sintak Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dalam Standar Proses
pada Permendiknas No 41 Tahun 2006
Model Sintak
Langkah Dalam Standar Proses
Pendahuluan
Kegiatan Inti Penutup
Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi
Student Teams
Achievement Division (STAD)
1. Presentasi Kelas
√ √
2. Belajar Tim √ 3. Kuis √ √ 4. Perkembangan
Skor Individual √ √
5. Rekognisi Team √ √
2.1.3.11 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Cooperative Learning
Tipe Student Teams Achievement Division (STAD)
Suatu strategi pembelajaran pasti memiliki kelebihan dan kelemahan.
Demikian halnya dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achivement Division (STAD). Yuliatmoko (Tri, 2013: 12) mengemukakan bahwa
dalam pembelajaran tipe STAD ada bermacam-macam keunggulan yang terdapat
di dalamnya antara lain: 1) dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah; 2) dapat
38
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan
penyelidikan mengenai suatu masalah; 3) dapat mengembangkan bakat
kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi; 4) dapat
memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu dan
kebutuhan belajarnya; 5) para siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran mereka
dan mereka lebih aktif dalam diskusi; 6) dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi temannya,
dan menghargai pendapat orang lain.
Sementara kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD
menurut Shoimin (2014: 189 - 190) adalah sebagai berikut: 1) konstribusi dari
siswa berprestasi rendah menjadi kurang; 2) siswa berprestasi tinggi akan
mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan; 3)
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit untuk mencapai
target kurikulum; 4) membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga pada
umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif; 5)
membutuhkan kemampuan khusus sehingga tidak semua guru dapat melakukan
pembelajaran kooperatif dan; 6) menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat
suka bekerja sama.
2.1.3.12 Perbandingan Karakteristik STAD dan TGT
Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa variasi atau tipe
pembelajaran. Setiap tipe dari model pembelajaran pasti memiliki karakteristik
masing-masing, demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
TGT. STAD dan TGT memiliki karakteristik yang hampir sama, yang
membedakan adalah tugas utama. Sajian tentang perbandingan dari beberapa tipe
pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (Tri, 2013: 21 - 22) dapat dilihat pada
tabel 11 di bawah ini:
Tabel 11 Perbandingan Karakteristik STAD dan TGT
Karakteristik STAD TGT
Tujuan kognitif Informasi akademik sederhana Informasi akademik tinggi dan keterampilan ikuiri
Tujuan sosial Kerja kelompok dan kerja sama Kerja sama dalam kelompok kompleks
39
Struktur tim Kelompok belajar heterogen dengan 4 – 6 orang anggota
Kelompok belajar heterogen dengan 4 – 6 orang anggota
Pemilihan topik pelajaran Biasanya guru Biasanya guru
Tugas utama Siswa menggunakan lembar kegiatan dan saling membantu menuntaskan materi belajarnya
Menyelesaikan inkuiri kompleks
Penilaian Tes mingguan Menyelesaikan proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes essay
Pengakuan Lembar pengetahuan dan publikasi lain
Publikasi lain
Berdasarkan uraian mengenai model kooperatif tipe STAD dan TGT di atas,
maka dapat dilihat perbedaan pelaksanaan atau tahapan pelaksanaan STAD dan
TGT sebagai berikut:
Tabel 12 Perbedaan Tahapan Pelaksanaan STAD dan TGT
Tahapan
Pelaksanaan STAD TGT
Persiapan 1. Guru menyiapkan materi, lembar kegiatan, kuis dan kunci jawaban.
2. Guru mengelompokkan siswa dalam tim.
3. Guru menentukan skor awal masing-masing siswa.
4. Guru membimbing dalam membangun tim.
1. Guru menyiapkan materi, soal kelompok dan kunci jawaban, soal/kartu turnamen dan kunci jawaban.
2. Guru mengelompokkan siswa dalam kelompok.
Kegiatan awal 1. Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran secara umum yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar.
Kegiatan inti 1. Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
2. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
3. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
4. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari.
5. Atau guru meminta masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
1. Guru menyajikan materi pelajaran secara umum kepada siswa dengan cara demonstrasi lewat bahan bacaan/LKS.
2. Guru membagi siswa menjadi kelompok secara heterogen, masing-masing terdiri dari 4 – 6 orang.
3. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
4. Guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen.
5. Guru membagi soal-soal turnamen kepada masing-masing kelompok turnamen.
Kegiatan akhir
1. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
1. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok yang memiliki poin tertinggi.
40
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Susanti, Fitri Ari (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas
Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team
Achievement Division) Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas IV SD Negeri
Salatiga 06 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Team Achievement Division) terhadap hasil belajar matematika.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa
kelompok eksperimen yaitu 82, 46 lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-
rata hasil belajar siswa kelompok kontrol yaitu 75, 42. Dari hasil uji hipotesis
yang dilakukan diperoleh nilai sig. 0,000 maka H0 ditolak dan Ha diterima,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil belajar matematika siswa kelas IV B SD Negeri Salatiga 06 dengan
hasil belajar matematika siswa kelas IVA SD Negeri Salatiga 06, perlakuan yang
diberikan dapat lebih efektif digunakan.
Sunario, F (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan
Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Team Game Tournament
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kauman Lor 03
Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang Semester Genap Tahun 2011/2012”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan model
pembelajaran Cooperative Learning tipe Team Game Tournament terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas V Sekolah Dasar. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tipe Team Game
Tournament (TGT) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap hasil
belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Kauman Lor 03. Hal tersebut
ditunjukkan oleh rata-rata nilai postes siswa kelas eksperimen lebih tinggi
daripada rata-rata nilai postes siswa kelas kontrol, yaitu 87,22 > 67,48. Perbedaan
rata-rata (mean difference) dari rata-rata nilai postes antara kedua kelas tersebut
sebesar 12,739 dimana t hitung 3,678 > t tabel 2,017 dengan tingkat signifikan
0,001 < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Cooperative
41
Laerning tipe Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas V SD Negeri Kauman Lor 03.
Tri Handayani, Maria (2013), dalam skripsinya yang berjudul “Efektivitas
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dengan Tipe Teams Games Tournaments (TGT) Terhadap Hasil Belajar
Matematika Pada Materi Matriks Siswa Kelas X SMK PGRI 2 Salatiga”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan TGT terhadap hasil belajar matematika pada materi
matriks siswa kelas X SMK PGRI 2 Salatiga tahun pelajaran 2012/2013. Hasil
penelitian menunjukkan ada perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan
diantara siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan
tipe STAD yaitu dengan rata-rata nilai akhir untuk TGT adalah 83,38 dan STAD
adalah 72,79. Indeks gain siswa yang menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT yaitu 0,61 dan gain sebesar 26,47. Berdasarkan hasil tersebut, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih efektif
digunakan pada pembelajaran matematika.
Berdasarkan penelitian di atas, ternyata model pembelajaran Cooperative
Learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Teams Games
Tournaments (TGT) dapat mempengaruhi dan meningkatkan hasil belajar siswa.
Hal ini, akan dijadikan acuan dalam penelitian yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Turnaments (TGT) dan Student
Teams Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran matematika untuk
mengetahui perbedaan hasil belajar siswa kelas V di SD Negeri Bringin 02 dan
SD Negeri Popongan Bringin Gugus Gajah Mada Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang.
2.3 Kerangka Pikir
Kerangka pikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
42
adalah model yang digunakan guru pada saat mengajar. Faktor tersebut sangat
menunjang keberhasilan siswa dalam belajar.
Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan hasil belajar metematika yang
menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) dengan model pembelajaran Cooperative Learning
tipe Teams Games Tournaments (TGT) pada materi Pecahan dan Perbandingan
siswa kelas V SD di Gugus Gajah Mada Kecamatan Bringin Kabupaten
Semarang. Penelitian akan dimulai dengan memberikan pretest terhadap kedua
kelompok dengan soal yang sama dan hari yang sama pada jam yang berbeda,
untuk mengetahui tingkat kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan.
Setelah didapatkan hasil pretest, kemudian akan ditentukan kelompok eksperimen
1 dan kelompok eksperimen 2, dengan perbedaan bahwa pada kelompok
eksperimen 1 penelitian dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran
Cooperative Learning Tipe Teams Games Tournaments (TGT) dan kelompok
eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran Cooperative Learning Tipe
Student Teams Achievement Division (STAD). Kemudian setelah adanya
treatment pada kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2, akan
diadakan postest pada siswa di kedua kelompok eksperimen tersebut, untuk
mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dengan STAD terhadap hasil belajar matematika siswa.
Pada pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments)
ditekankan pada kegiatan pembelajaran yang mudah diterapkan, yang melibatkan
aktifitas seluruh siswa, serta mengandung permainan akademik dan
reinforcement. Sedangkan, pada pembelajaran kooperataif tipe STAD (Student
Teams Achievement Division) ditekankan pada kegiatan pembelajaran yang
memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan yang diajarkan oleh guru. Jika siswa menginginkan
kelompoknya mendapatkan hadiah, maka mereka harus membantu teman
sekelompok mereka dalam mempelajari materi. Para siswa diberi waktu untuk
bekerja sama dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru,
namun tidak saling membantu ketika mengerjakan kuis, sehingga setiap siswa
43
harus benar-benar menguasai materi (tanggungjawab perseorangan). Pembelajaran
kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournaments) dan STAD (Student Teams
Achievement Division) ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan siswa juga
akan terdorong untuk belajar aktif saling bekerjasama dalam kelompok dan
tertarik pada kuis dan turnamen akademik sehingga dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Secara rinci dapat dilihat pada bagan berikut:
2.4 Hipotesis Tindakan
Bertitik tolak dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dirumuskan hipotesis atau dugaan sementara yaitu “Terdapat
perbedaan hasil belajar matematika yang signifikan antara penggunaan model
pembelajaran STAD dengan TGT pada materi Pecahan dan Perbandingan siswa
kelas V SD Gugus Gajah Mada Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang
Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016”.
Gambar 3 Skema Kerangka Pikir Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan STAD
Kelompok Ekperimen 1 Posttest Pretest
Kemampuan awal kedua
kelompok sama
Uji beda rata-rata hasil posttest apakah terdapat perbedaan hasil
belajar matematika yang signifikan antara model
pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan STAD
Kelompok Eksperimen 2
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division (STAD)
Pretest
Posttest
Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments (TGT)
Recommended