Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika di SD
Matematika, menurut Ruseffendi (Prihandoko: 2006), adalah bahasa
simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu
tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang
tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan
akhirnya ke dalil.
Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi (Prihandoko: 2006),
yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir
yang dedukatif. Dalam matematika, setiap konsep yang abstrak yang baru
dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan bertahan lama
dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola
tindakannya.
Untuk keperluan inilah, maka diperlukan adanya pembelajaran melalui
perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja,
karena hal ini akan mudah dilupakan siswa.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun
2006 adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
10
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.2 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2011:22) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata
“cooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama dengan saling
membantu sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan
pembelajaran yang berhasil yang menginteraksi keterampilan sosial yang
bermuatan akademik Isjoni (2011: 27).
Sedangkan Agus Suprijono (2012: 54) mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.
Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajaran secara aktif
dalam proses pembelajaran menerus perbincangan dengan rekan-rekan dalam
kelompok kecil Isjoni (2011: 21).
Menurut Christopher Cheong (2010: 77) dalam jurnal internasional
berjudul From Group-based Learning to Cooperative Learning: A Metacognitive
Approach to Project-based Group Supervision mengungkapkan:
“The projects generally involve the creation of an information system with
a graphical user interface and a database back-end. Groups are free to
choose appropriate methodologies, platforms, frameworks, and
technologies to satisfy user requirements and complete their projects
successfully”
Pernyataan tersebut berarti “membangun pembelajaran kooperatif
biasanya diciptakan dari informasi yang berhubungan dengan siswa. Kelompok
dipilih secara bebas dengan metode, bentuk, kerangka dan tegnologi yang tepat
dan direncanakan agar berjalan dengan sukses”.
Sedangkan Wina Sanjaya (2013: 242) mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang menggunakan sistem
pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku
yang berbeda (heterogen).
11
Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok saja
tapi pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa jumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda
dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus saling
bekerja sama guna mencapai tujuan dalam pembelajaran tertentu.
Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu
teman dalam kelompok belum menguasai bahan belajar.
2.2.1 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi (Rusman
2011: 210) Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat
karena banyak pekerjaan orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi
yang saling bergantung satu sama lain dimana masyarakat secara budaya semakin
beragam.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak mempelajari materi saja. Namun,
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan kooperatif khusus yang
disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk
melancarkan hubungan, kerja dan tugas.
Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan
komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan
membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
2.2.2 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David dalam Anita Lie (2004: 31) mengatakan bahwa tidak
semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu:
1. Saling ketergantungan positif
Menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun
tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri, agar yang lain bisa mencapai tujuan
mereka.
2. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika
tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur pembelajaran
12
cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik.
3. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan
berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar
untuk membentuk kelompok yang menguntungkan semua anggota.
Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil
pemikiran dari satu kepala saja.
4. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan
berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa
dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi.
Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajara perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar
selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.
Unsur pembelajaran kooperatif di atas tidak dapat tercapai jika hanya
menggunakan model pembalajaran saja tanpa melibatkan siswa secara aktif.
Pembelajaran harus menekankan siswa aktif berdiskusi dengan kelompok.
Untuk mencapai unsur tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan
kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk,
menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat
membentuk makna tersendiri dari apa yang di pelajari.
2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course Review Horay)
2.3.1 Pengertian CRH (Course Review Horay)
Menurut Miftahul Huda (2013: 229-230) menyatakan Course Review
Horay merupakan model pembelajaran yang dapat menciptakan suasana kelas
menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa dapat menjawab
benar diwajibkan berteriak “horee!!” atau yel-yel lainnya yang disukai.
Model ini berusaha menguji pemahaman siswa dalam menjawab soal,
dimana jawaban soal tersebut dituliskan pada kartu atau kotak yang telah
dilengkapi nomor. Siswa atau kelompok yang memberi jawaban benar harus
langsung berteriak “horee!!” atau menyanyikan yel-yel kelompoknya. Model ini
13
bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami konsep dengan baik
melalui diskusi kelompok.
Sejalan dengan pendapat diatas (Widodo, 2007) mengatakan bahwa salah
satu keunggulan dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe CRH (Course
Review Horay) ini adalah aktifitas belajar lebih banyak terpusat kepada siswa
serta dapat menciptakan suasana dan interaksi belajar yang menyenangkan,
sehingga membuat siswa lebih menikmati pelajaran dan tidak mudah bosan dalam
belajar.
Model CRH (Course Review Horay) juga merupakan salah satu
pembelajaran kooperatif yang bersifat menyenangkan dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkompetisi secara positif dalam pembelajaran, selain
itu juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, serta membantu
siswa untuk mengingat konsep yang dipelajari secara mudah.
Pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini juga merupakan suatu
pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengubah suasana pembelajaran
di dalam kelas dengan lebih menyenangkan, sehingga siswa merasa lebih tertarik.
Dalam pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini, apabila siswa dapat
menjawab secara benar maka siswa tersebut diwajibkan meneriakan kata “horay”
ataupun yel-yel yang disukai dan telah disepakati oleh kelompok maupun individu
siswa itu sendiri.
Dalam aplikasinya pembelajaran CRH (Course Review Horay) tidak hanya
menginginkan siswa untuk belajar keterampilan dan isi akademik. CRH (Course
Review Horay) sebagai salah satu proses learning to know, learning to do,
learning to be and learning to live together untuk mendorong terciptanya
kebermaknaan belajar bagi peserta didik (Suprijono, 2012).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
CRH (Course Review Horay) merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yaitu
kegiatan belajar secara berkelompok kecil yang lebih menekankan pada
pemahaman materi dengan cara menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru.
14
2.3.2 Hakikat Pembelajaran CRH (Course Review Horay) pada Bidang Studi
Matematika.
Pendekatan CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran
matematika, berusaha untuk menguji sampai dimana pemahaman yang dimiliki
oleh siswa. Selanjutnya guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil
yang berkompetisi untuk mendapatkan poin sebanyak-banyaknya dengan
menjawab benar pertanyaan dari guru yang dibacakan secara acak.
Dengan demikian siswa mampu berfikir lebih cepat dan memiliki motivasi
dalam diri mereka masing-masing. Pembelajaran melalui metode ini dicirikan
oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif yang melahirkan sikap
ketergantungan yang positif di antara sesama siswa, penerimaan terhadap
perbedaan individu dan mengembangkan ketrampilan bekerjasama antar
kelompok.
Kondisi seperti ini akan memberikan kontribusi yang cukup berarti untuk
membantu siswa yang kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep pada
matematika, pada akhirnya setiap siswa dalam kelas dapat mencapai hasil belajar
yang maksimal (Latifa Rachmawati : 2009).
2.3.3 Tujuan Pembelajaran model CRH (Course Review Horay) :
1) Meningkatkan kinerja siswa dalam menyelesaikan tugas akademik;
2) Siswa dapat belajar dengan aktif;
3) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
macam perbedaan latar belakang dan perbedaan cara pandang penyelesaian
masalah;
4) Mengetahui langkah-langkah yang akan digunakan guru ketika menggunakan
pembelajaran CRH (Course Review Horay).
2.3.4 Prinsip Pembelajaran CRH (Course Review Horay)
Dalam proses belajar mengajar, kegiatan siswa menjadi pusat perhatian
guru. Untuk itu agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan
kreatif belajar tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu
15
upaya kearah itu adalah dengan cara memperhatikan beberapa prinsip penggunaan
variasi dalam mengajar. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1) Pembelajaran CRH (Course Review Horay) sebaiknya digunakan dengan
suatu tujuan tertentu yang relevan dengan tujuan yang akan dicapai, sehingga
pembelajaran akan sejalan dengan perencanaan awal pembelajaran;
2) Direncanakan secara baik dan eksplisit dicantumkan dalam rencana pelajaran.
Jadi penggunaan pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini harus benar-
benar berstruktur dan direncanakan. Karena dalam menggunakan
pembelajaran CRH (Course Review Horay) ini memerlukan keluwesan,
spontan sesuai dengan umpan balik yang diterima dari siswa. Umpan balik ini
ada dua yaitu :
a. Umpan balik tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan
siswa.
b. Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran.
2.3.5 Kekurangan dan Kelebihan CRH (Course Review Horay)
Dalam setiap pembelajaran pasti memiliki kelemahan ataupun kelebihannya
masing-masing.
1. Kelebihan pembelajaran CRH (Course Review Horay)
a. Pembelajaran lebih menarik;
Artinya, dengan menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay)
siswa akan lebih bersemangat dalam menerima materi yang akan
disampaikan oleh guru karena banyak diselingi dengan games ataupun
simulasi lainnya.
b. Mendorong siswa untuk dapat terjun kedalam situasi pembelajaran;
Artinya, siswa diajak ikut serta dalam melakukan suatu games atau
simulasi yang diberikan guru kepada peserta didiknya yang berkaitan
dengan materi yang akan disampaikan guru.
c. Pembelajaran tidak monoton karena diselingi dengan hiburan atau game,
dengan begitu siswa tidak akan merasakan jenuh yang bisa menjadikannya
tidak berkonsentrasi terhadap apa yang dijelaskan oleh guru.
d. Siswa lebih semangat belajar karena suasana belajar lebih menyenangkan;
Artinya, kebanyakan dari siswa mudah merasakan jenuh apabila metode
yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah. Oleh karena itu,
dengan menggunakan pembelajaran CRH (Course Review Horay) mampu
16
membangkitkan semangat belajar terutama anak sekolah dasar yang
notabene masih ingin bermain-main.
e. Adanya komunikasi dua arah;
Artinya, siswa dengan guru akan mampu berkomunikasi dengan baik,
dapat melatih siswa agar dapat berbicara secara kritis, kreatif dan inofatif.
Sehingga tidak akan menutup kemungkinan bahwa akan semakin banyak
terjadi interaksi diantara guru dan siswa.
2. Kekurangan pembelajaran CRH (Course Review Horay)
a. Siswa aktif dan siswa yang tidak aktif nilai disamakan;
Artinya, guru hanya akan menilai kelompok yang banyak mengatakan
horey. Oleh karena itu, nilai yang diberikan guru dalam satu kelompok
tersebut sama tanpa bisa membedakan mana siswa yang aktif dan yang
tidak aktif.
b. Adanya peluang untuk berlaku curang.
Artinya, guru tidak akan dapat mengontrol siswanya dengan baik apakah
ia menyontek ataupun tidak. Guru akan memperhatikan per-kelompok
yang menjawab horey, sehingga peluang adanya kecurangan sangat besar.
2.3.6 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe CRH (Course Review
Horay).
Bruce Joyce dan Marsahl Weil mengemukakan langkah-langkah dari CRH
(Course Review Horay) yaitu:
a. informasi kompetensi,
b. sajian materi,
c. tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menulis nomor,
d. sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak,
e. guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak,
f. siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru
berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya
dengan yel hore atau yang lainnya,
g. pemberian reward,
h. penyimpulan dan evaluasi,
i. refleksi.
17
Menurut Suprijono (2012: 129) langkah-langkah CRH sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
3. Memberikan kesempatan kepada siswa bertanya jawab.
4. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai
dengan kebutuhan dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-
masing.
5. Guru membaca soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam
kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan kalau
benar diisi tanda(√) dan salah diisi tanda silang (×).
6. Siswa yang sudah mendapat tanda (√) vertikal atau horisontal, atau
diagonal harus berteriak “horay” atau yel-yel lainnya.
7. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah “horay” yang diperoleh.
8. Penutup.
Sedangkan menurut Hamid (2011: 223-224) mengemukakan langkah-
langkah pembelajaran CRH sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi.
c. Memberikan kesempatan kepada siswa bertanya jawab.
d. Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak 9,16,atau 25
buah sesuai dengan kebutuhan. Kemudian setiap kotak diisi angka sesuai
dengan selera masing-masing siswa.
e. Guru menbacakan soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam
kotak yang nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan kalau
benar diisi tanda (√) dan salah diisi tanda silang (×).
f. Siswa yang sudah mendapat tanda (√) vertikal atau horisontal, atau
diagonal harus berteriak “hore” atau yel-yel lainnya.
g. Nilai siswa dihitung dari jawaban benar jumlah “hore” yang diperoleh.
h. Penutup.
Dari pendapat di atas tentang langkah-langkah implementasi CRH (Course
Review Horay) dapat dikaji bahwa dalam menerapkan pembelajaran CRH
18
(Course Review Horay) terdapat 5 tahapan yang perlu dilakukan. Masing-masing
tahapan menunjukkan kegiatan yang berbeda-beda yang perlu dipahami oleh guru
sehingga dapat melaksanakan pembelajaran dengan baik.
Tahap pertama adalah mengidentifikasi topik pembelajaranan serta
membagi kelompok. Guru menyajikan materi dengan menggunakan media
pembelajaran, menjelaskan langkah-langkah CRH (Course Review Horay)
kemudian membentuk siswa dalam kelompok.
Tahap kedua adalah perencanaan tugas yang akan dipelajari. Siswa
diberikan permasalahan untuk didiskusikan bersama teman kelompok. Dalam
tahap ini guru bertugas untuk pemahaman siswa terhadap soal yang mereka
kerjakan dan membimbing siswa agar dapat terlaksana dengan baik.
Tahap ketiga adalah menyelesaikan tugas kelompok. Dalam tahap ini
siswa diharapkan memastikan jawaban mereka, guru juga memotivasi dan
mengamati siswa dalam berdiskusi. Selanjutnya guru memberikan lembar CRH
kepada masing-masing kelompok dan meminta siswa untuk memilih nomor soal
secara acak.
Tahap keempat adalah permainan dengan mempresentasikan hasil diskusi.
Guru memberikan soal secara acak sesuai nomor yang dipilih para siswa. Siswa
mengerjakan soal tersebut dengan berdiskusi bersama kelompok masing-masing.
Setelah selesai siswa diharapkan untuk mempresentasikan jawaban mereka dan
siswa lain menaggapi.
Ketika guru mengumumkan jawaban yang benar dan masing-masing tim
dengan jawaban benar harus mengisi kartu horay dengan tanda benar (O) dan
lainnya mengisi tanda silang (X), dan memberi bintang kepada tim yang
mendapatkan tanda benar (O) berbentuk garis vertika/horizontal/ diagonal dan
memberikan penghargaan berupa hadiah kepada kelompok yang berhasil
membentuk banyak garis.
Tahap kelima adalah evaluasi. Dalam tahap ini, siswa bersama guru
mengevaluasi proses pembelajaran yang telah berlangsung yaitu dengan
memberikan refleksi, umpan balik, serta penghargaan kepada siswa untuk
19
memotivasi siswa dalam proses belajar mulai dari tahap pertama hingga tahap
akhir.
Sejalan dengan implementasi di atas Bruce Joyce dan Marsha Weil
(1996:7) mengatakan model pembelajaran ini membantu siswa memperoleh
informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, dan sarana mengekspresikan diri.
Unsur model pembelajaran Joyce dan Weil (1986:14-15) mengemukakan bahwa
setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki empat
unsur berikut:
1. Sintak (syntax)
2. Sistem sosial (social system)
3. Prinsip reaksi (prinsiples of reaction)
4. Sistem pendukung (support system)
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marshal Weil
mengetengahkan empat kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) Model interaksi
sosial; (2) Model pengolahan informasi; (3) Model persona-humanistik; (4) Model
modifikasi tingkah laku.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk melaksanakan tugasnya secara
profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memiliki keterampilan
yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif,
kreatif, dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.
2.4 Penerapan Pembelajaran CRH (Course Review Horay) Pada Materi Operasi
Hitung Pecahan.
Untuk melaksanakan pembelajaran CRH (Course Review Horay), guru perlu
melakukan persiapan yang memadai, agar pelaksanaannya berjalan dengan lancar
sehingga siswa tertarik untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Kegiatan dalam
pembelajaran model CRH (Course Review Horay) yaitu untuk menyelesaikan
soal pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik,
yaitu:
1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal,
20
2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk
menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan
yang ditanyakan dengan suatu variabel,
3) Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah,
4) Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan
5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (Suyitno, 2005:4).
Penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay) untuk meningkatkan
hasil pemahaman siswa pada materi operasi hitung pecahan adalah sebagai
berikut:
1. Menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
Guru menyampaikan semua tujuan yang ingin dicapai dan memotivasi siswa agar siswa
senantiasa belajar dengan sungguh-sungguh.
2. Menyajikan atau mendemonstrasikan materi sesuai topik dengan tanya jawab.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan metode pembelajaran klasik, kemudian
siswa diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru.
3. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil.
Guru menjelaskan kepada siswa cara membentuk kelompok belajar dan membantu siswa
agar melakukan transisi secara efisien sehingga pembelajaran dapat dimulai dengan
segera.
4. Membuat kartu atau lembaran kertas.
Untuk menguji pemahaman siswa,guru menyuruh siswa membuat kartu atau lembaran
kertas yang diserahkan kepada guru yang nantinya akan diisi nomor, kemudian
dikembalikan pada tiap-tiap kelompok;
5. Guru membacakan soal aritmatika sederhana.
Guru akan membacakan soal secara acak dan siswa menuliskan jawabannya didalam
kartu atau kertas yang nomornya disebutkan guru.
6. Mendiskusikan soal-soal.
Setelah pembacaan soal dan jawaban yang telah ditulis oleh sisawa didalam kartu atau
lembaran kertas, guru dan siswa mendiskusikan soal yang telah diberikan tadi.
7. Bagi yang jawaban benar, siswa memberi tanda ceklist dan lansung berteriak horay atau
menyanyikan yel-yel yang dibuat atas dasar kesepakatan dari kelompoknya masing-
masing;
8. Nilai siswa dihitung dari jawaban yang benar dan yang banyak berteriak horay .
9. Guru memberikan hadiah (reward) pada siswa yang memperoleh nilai tinggi atau yang
banyak mengatakan horay.
10. Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing;
11. Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal peluang;
12. Guru memberikan kuis.
Dari langkah-langkah pembelajaran diatas, dapat kita ketahui kekurangan
dan kelebihan dari pembelajaran yang telah dilakukan.
Kelebihan : Siswa diajak untuk mampu menjelaskan kepada siswa lain satu
kelompoknya, dapat mengeluarkan ide-ide yang ada di dalam pikirannya secara
spontanitas sehingga lebih memahami materi tersebut. Siswa dilatih untuk mampu
21
bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain. Siswa mampu berfikir dengan
cepat.
Kekurangan : Adanya kecurangan yang dilakukan siswa, dikarenakan posisi
duduk yang berkelompok sehingga guru tidak banyak mengontrol tiap kelompok,
siswa merasa lebih tertekan dibandingkan dengan mengerjakan soal masing-
masing sehingga dalam pembelajaran model CRH (Course Review Horay),
terdapat kesempatan yang sama bagi setiap anggota kelompok untuk berhasil.
Dukungan kelompok dalam belajar, dan tanggung jawab individual
digunakan untuk penampilan atau penentuan hasil akhir. Secara kongkrit
penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay), yakni sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara
belajar secara berkelompok;
2. Mengembangkan kecepatan berfikir siswa;
3. Menciptakan kelompok belajar;
4. Melakukan penilaian dengan cara memperhatikan suatu kelompok yang
sering mengatakan horay.
2.5 Motivasi Belajar
2.5.1 Pengertian Motivasi Belajar
Menurut James O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah
keadaan yang mengaktifkan maupun memberikan dorongan kepada makhluk
untuk bertingkah laku agar mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi
tersebut.
Selanjutnya menurut Sadirman A.M. (2012:75) mengatakan motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki
tercapai.
Berdasarkan dua pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa
motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang
22
timbul dari dalam diri seseorang dan menyebabkan orang tersebut mau bertindak
melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang
mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Hal ini merupakan suatu yang akan dikerjakan itu tidak menyentuhkan
kebutuhannya. Segala yang menarik minat orang lain belum tentu dapat
membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan
dengan kepentingannya sendiri.
Menurut Prasetya Irawan dalam Agus Suprijono (2012: 162) mengutip hasil
penelitian Fyan dan Maehr bahwa dari tiga faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar yaitu latar belakang, kondisi atau konteks sekolah dan motivasi, maka
faktor terakhir merupakan faktor yang paling baik.
Studi yang dilakukan Suciati menyimpulkan bahwa konstribusi motivasi
sebesar 36%, sedangkan McClelland menunjukkan bahwa motivasi berprestasi
mempunyai konstribusi sampai 64% terhadap prestasi belajar.
Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno dalam Agus Suprijono
(2012: 163) dapat diklasifikasikan sebagi berikut :
a) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.
b) Adanya dan dorongan kebutuhan dalam belajar.
c) Adanya harapan dan cita-cita masa depan.
d) Adannya penghargaan dalam belajar.
e) Adanya kegiatan yang menarik dan menyenangkan dalam belajar.
f) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta
didik dapat belajar dengan baik.
Dari pengertian motivasi belajar, dapat disimpulkan 3 fungsi motivasi
sebagai berikut:
1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi dalam hal ini sebagai motor
penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang
harus dikerjakan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
23
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Suprijono,
2009: 163-164).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan yang dimaksud
motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri individu untuk
melakukan tindakan, sehingga mencapai hasil yang lebih baik dari pada hasil
sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan disini adalah hasil belajar.
2.5.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar
Dalam membicarakan aspek-aspek motivasi belajar, hanya dibahas dari dua
sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut
“motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut
“motivasi ekstrinsik” (Sardiman A.M. 2012: 89).
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi
tanpa perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik
cenderung akan menjadi seseorang yang terdidik, berpengetahuan yang
mempunyai keahlian dalam bidang tertentu.
Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Sebenarnya motivasi
baik itu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu yang abstrak dan tidak
dapat dilihat bentuknya.
Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana mengukur motivasi tersebut?
Uno (2011:23) menyebutkan bahwa untuk dapat mengetahui motivasi
instrinsik atau motivasi yang datang dari dalam diri seseorang dapat diukur
dengan: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena
adanya perangsang dari luar (Sardiman A.M. 2012: 89). Motivasi ekstrinsik
diperlukan agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat
siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan
24
dalam menggunakan motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi
menjadikan siswa malas belajar.
Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotivasi siswa dalam
rangka proses interaksi belajar mengajar. Dalam pendidikan dan pengajaran, guru
bukan hanya berperan menjadi administator, demonstrator, pengelola kelas,
mediator, fasilitator, supervisor, dan evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan
pembimbing.
Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar.
Usaha ini dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk-bentuk motivasi
sekolah agar dapat membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamah
(Samsudin 2003) ada enam hal yang dapat diusahakan guru yaitu:
1) Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.
2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan
pada akhir pengajaran.
3) Memberikan ganjaran terhadap prestasi belajar yang dicapai siswa
sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di
kemudian hari.
4) Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun
kelompok.
5) Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.
6) Menggunakan metode yang bervariasi.
Selain Djamarah, Uno (2011:23) menyebutkan bahwa upaya agar siswa
dapat termotivasi untuk belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong
dirinya untuk belajar antara lain:
1) Adanya penghargaan dalam belajar;
2) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan;
3) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi terjadi karena ada
dua hal. Pertama motivasi ada karena adanya keinginan dari dalam diri sendiri
untuk belajar. Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik, dan kedua
adalah motivasi belajar yang muncul dari dalam diri siswa untuk tertarik belajar
25
karena adanya dorongan dari pihak di luar dirinya yang disebut sebagai motivasi
ekstrinsik.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan motivasi intrinsik dan
ekstrinsik, untuk melihat motivasi belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik,
indikator yang akan digunakan untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini,
yaitu indikator yang disampikan oleh Uno (2011:23).
Sedangkan motivasi ekstrinsik indikator yang akan digunakan pada motivasi
belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh Djamarah (2003). Untuk
mengukur motivasi belajar peneliti menggunakan angket, angket ini diberikan
setelah siswa diberikan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran CRH
(Course Review Horay).
2.6 Hasil Belajar
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 40-41), hasil belajar merupakan hal
yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesikannya bahan.
Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009:41), “Hasil
belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”.
Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru dan mengatakan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung.
Menurut Hamalik (2006: 30) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pendapat beberapa para
ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya dari hal yang
tidak mereka ketahui sebelumnya menjadi tahu.
26
Hasil belajar digunakan guru untuk dijadikan tolak ukur atau kriteria dalam
mencapai tujuan dalam pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa telah
mampu memahami belajar dan dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku.
Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil
yang diperoleh siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran
yang berupa data angka (hasil tes).
Hasil belajar diperoleh pada kegiatan akhir dalam bentuk pemberian
evaluasi terhadap siswa yang dilakukan di dalam kelas. Pengambilan hasil belajar
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi
siswa melalui pengadaan tes bagi siswa.
2.6.1 Pengukuran Hasil Belajar Matematika
Menurut Sudjana (2013: 3), penilaian hasil belajar adalah proses pemberian
nilai terhadap hasil belajar yang di capai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini
mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa.
Menurutnya ada tiga istilah yang merujuk pada aktivitas-aktivitas utama dalam
kegiatan penilaian/pengukuran kelas, yaitu (1) asesmen, (2) pengukuran dan (3)
evaluasi. Prosedur teknik yang dimaksud adalah teknik tes dan teknik nontes.
Menurut Chatterji dalam Supratiknya (2013: 4), aktivitas terakhir dalam
rangkaian kegiatan penilaian kelas adalah evaluasi, yaitu “a procces that comes
after measurement is completed. It involves making a value judgmentor
interpretation of the resulting data in a decision making context”.
Maksudnya, evaluasi merupakan proses sesudah pengumpulan data atau
informasi baik dengan teknik pengukuran (tes atau skala) maupun dengan teknik
asesmen lain selesai dilakukan bahkan sesudah data atau informasi tersebut selesai
diolah.
Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran hasil belajar
adalah suatu pengukuran berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah
dilaksanakan dengan menggunakan istilah tiga aktivitas, yaitu: (1) asesmen, (2)
pengukuran, (3) evaluasi serta pengumpulan data atau informasinya dengan teknik
pengukuran tes dan skala.
27
2.7 Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang akan dilakukan mengacupada penelitian-penelitian
terdahulu yang relevan, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya.
1. Marteni Dewi, 2014 Penelitian berjudul Pengaruh Pembelajaran Kooperatif
Tipe CRH (Course Review Horay) Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Siswa
Kelas 5 SD Tahun Pelajaran 2013/2014. Kesimpulan dari hasil penelitian
tersebut adalah hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti
pembelajaran CRH (Course Review Horay) dan kelompok siswa yang
mengikuti pembelajaran konvensional pada siswa kelas 5 SD di Gugus IV
Kecamatan Buleleng.
Berdasarkan hasil uji-t, diperoleh t hitung sebesar 4,46, sedangkan t tabel
dengan db = 37 pada taraf signifikansi 5% adalah 1,74. Hasil perhitungan
tersebut menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel. Disamping itu,
rata-rata skor hasil belajar IPA kelompok siswa yang belajar dengan
pembelajaran CRH (Course Review Horay) (21,83) lebih tinggi daripada
rata-rata skor kelompok siswa yang belajardengan model pembelajaran
konvensional (15,2).
2. Setyaningsih, 2014 Penelitian berjudul Peningkatan Aktivitas Dan Hasil
Belajar Bentuk Pasar Dengan Metode CRH (Course Review Horay)
Berbantuan Media Gambar Kelas VIII SMP N 1 Bulu Kabupaten Sukoharjo.
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah berdasarkan hasil penelitian
diperoleh aktivitas siswa siklus I sebesar 70,83% meningkat menjadi
87,50% pada siklus II.
Sedangkan aktivitas guru dalam siklus I sebesar 71,86% meningkat
menjadi 90,6% pada siklus II. Rata-rata hasil belajar kognitif
menunjukkan pada siklus I sebesar 72,67 meningkat menjadi 83,20 pada
siklus II. Sedangkan ketuntasan klasikal pada siklus I sebesar 70%
meningkat menjadi 83,33% pada siklus 2. Penelitian yang saya lakukan
28
memiliki persamaan dengan penelitian Setyaningsih yaitu menggunakan
model CRH (Course Review Horay) dan hasil belajar.
3. Darmawati, Arnentis dkk. 2011 penelitian berjudul Penerapan Pembelajaran
Kooperatif Tipe CRH (Course Review Horay) Untuk Meningkatkan Sikap
Ilmiah Dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VIII.1 SMP Negeri 2
Pekanbaru Tahun Pelajaran 2011/2012.
Kesimpulan dari hasil penelitian tersebut adalah hasil menunjukkan bahwa
siklus I berarti sikap ilmiah siswa adalah 82,25 % (cukup), penyerapan rata-
rata siswa adalah 81,08 (cukup), ketelitian belajar siswa adalah 80,56 %
(cukup) dan kelompok penghargaan predikat yang super ada 4 kelompok.
Pada siklus kedua rata-rata sikap ilmiah siswa meningkat menjadi 90,99 %
(baik), penyerapan rata-rata siswa adalah 89,61 (baik), ketuntasan belajar
siswa adalah 100 % (sangat baik) dan Kelompok penghargaan yang super
predikat ada 2 kelompok. Penelitian yang saya lakukan memiliki persamaan
dengan penelitian Setyaningsih yaitu menggunakan model CRH (Course
Review Horay) dan hasil belajar.
Dari ketiga penelitian terdahulu, dapat dilihat perbedaan yang mencakup jelas
dari ketiga hasil penelitian tersebut. Dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran
mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar.
Serta pada hasil penelitian terdahulu jelas sekali perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan saat ini yaitu belum memasukan variabel motivasi belajar. Dengan
demikian ada keterkaitan dalam penelitian yang dilakukan dengan peneliti
sebelumnya.
Hal ini memberikan kesempatan dan celah kepada penulis untuk memasukan
variabel motivasi dalam penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran yang
diteliti yakni mata pelajaran Matematika untuk SD kelas 5 dan dalam penelitian
ini, peneliti akan meneliti motivasi belajar dan hasil belajar.
29
2.8 Kerangka Berpikir
Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki situasi
pembelajaran yang terjadi pada siswa kelas 5 SD Negeri Banyurip. Fakta yang
didapat mengenai suasana pembelajaran pada siswa disekolah ini adalah bahwa
guru masih mendominasikan pembelajaran. Akibatnya siswa kurang termotivasi
dalam belajar matematika, dan hasil belajarnya pun menjadi rendah.
Penelitian ini memilih pendekatan penelitian tindakan kelas dengan
menggunakan dua siklus, dengan pemikiran bahwa evaluasi pada siklus pertama
akan menjadi catatan untuk dijadikan masukan pada siklus 2. Namun demikian uji
coba pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe CRH (Course Review
Horay) tetap dilanjutkan hingga tercapai kreteria KKM yaitu ≥ 65.
Pemilihan model pembelajarn Kooperatif tipe CRH (Course Review Horay)
dipilih berdasarkan situasi subjek penelitian yaitu siswa kelas 5. Pada usia ini,
siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sudah bisa bekerja sama dan
berdiskusi dalam kelompok, dengan model kooperatif tipe CRH (Course Review
Horay) diharapakan bahwa pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerja
sama diantara siswa.
Model pembelajaran CRH (Course Review Horay) mengkombinasikan
keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual, model CRH
(Course Review Horay) dirancang untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis
dan praktis dari sistem pengajaran individual. Mengadaptasi pengajaran terhadap
perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian
prestasi siswa.
Perlunya semacam individualisasi telah dipandang penting khususnya dalam
pelajaran matematika. Pembelajaran dari tiap kemampuan yang diajarkan
sebagian besar tergantung pada penguasaan kemampuan yang dipersyaratkan.
Dengan membuat para siswa belajar dalam tim-tim pembelajaran
kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara
rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling
memberi dorongan untuk maju, maka guru dapat membebaskan diri mereka dari
30
memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogen
yang berasal dari tim-tim yang heterogen. Berikut dapat dilihat dalam Gambar 2.1
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
(Arikunto :2010)
2.9 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan
adalah sebagai berikut:
a. Penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran
matematika kelas 5 SD Negeri Banyurip dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
31
b. Penerapan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dalam pembelajaran
matematika kelas 5 SD Negeri Banyurip dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
Hal ini dikarenakan pembelajaran CRH (Course Review Horay) dipilih
berdasarkan situasi subyek penelitian yaitu siswa kelas 5. Pada usia ini, siswa
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sudah bisa bekerja sama dan berdiskusi
dalam kelompok, dengan model koopertif tipe CRH (Course Review Horay)
diharapkan bahwa pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerja sama
diantara siswa.
Hal tersebut juga didukung dengan penerapan matematika yang dekat
dengan kehidupan siswa. Dalam pembelajaran CRH (Course Review Horay) siswa
menjadi sentral dari proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sedangkan
guru hanya sebagai mediator ataupun fasilitator yang bertugas untuk menyediakan
dan memenuhi kebutuhan siswa saat proses pembelajaran.
Pendekatan ini membutuhkan peningkatan peran guru untuk lebih
memotivasi siswa sehingga diharapkan pembelajaran CRH (Course Review
Horay) dapat digunakan sebagai usaha perbaikan atau sebuah tindakan untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika.