View
3
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
NSPK Norma Standar Prosedur Kriteria
Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
DRAFT 3
Badan Informasi Geospasial 2015
Norma Standar Prosedur Kriteria Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 ii. xx hal, 21x29,7 cm
Narasumber: Editor: XXX Desain Cover: Edwin Maulana, M.Sc.
Penanggung Jawab: Drs. Adi Rusmanto, M.T. Diterbitkan pertamakali oleh: Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik Badan Informasi Geospasial Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong 16911 Jawa Barat Telp. 021-87909587 Fax. 021-87909587 2015 ISBN: Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa ijin penerbit.
i
PRAKATA
Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) Pemetaan Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000 berisi panduan teknis untuk melakukan Pemetaan Sistem Lahan suatu
wilayah yang merupakan pendetailan Peta Sistem Lahan Skala 1:250.000. Penyusunan NSPK
ini dilakukan agar diperoleh standar mengenai metode, parameter dan cara penyajian Peta
Sistem Lahan 1:25.000/1:50.000. NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
dapat dijadikan sebagai acuan oleh praktisi, akademisi maupun kalangan umum yang akan
melakukan Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000. Hal tersebut dilakukan demi
mewujudkan kebijakan satu peta (One Map Policy).
NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 yang disusun oleh Badan
Informasi Geospasial (BIG), dilaksanakan secara sinergi dengan kegiatan pemutakhiran
sistem lahan skala 1:250.000 dan 1:50.000 pada tahun anggaran 2015. Uji coba pemetaan
Sistem Lahan skala 1:25.000/1:50.000 yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan
NSPK ini dilakukan di seluruh bagian dari Pulau Sulawesi selama periode tahun 2015.
Pemilihan Pulau Sulawesi sebagai wilayah uji coba didasarkan atas keberagaman sistem
lahan yang ada dapat mewakili sebagian besar sistem-sistem lahan yang ada di Indonesia.
NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 nantinya dijadikan sebagai
acuan dalam program pemetaan sistem lahan di seluruh Indonesia dalam program BIG.
Ketersediaan Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 untuk seluruh wilayah Indonesia
akan memberikan manfaat besar untuk pembangunan wilayah terutama yang terkait
dengan pemetaan RTRW Kabupaten/Kota. Setiap bentuk aktivitas pembangunan semestinya
ditempakan pada lokasi-lokasi yang sesuai dengan karakteristik lingkungan, sumberdaya
yang ada, serta ancaman bencana. Aktivitas pembangunan yang bermuara pada terciptanya
kesejahteraan masyarakat akan dapat berlangsung secara lestari jika ditempatkan pada
lokasi-lokasi yang sesuai. Sifat dasar dari Peta Sistem Lahan yang bersifat multi-guna juga
diharapkan dapat menjadi penghubung antar sektor pembangunan yang efektif dan efisien
karena memanfaatkan sumber data geospasial tematik yang sama.
Cibinong, November 2015
Kepala Pusat Pemetaan dan Integrasi Tematik
Drs. Adi Rusmanto, M.T.
ii
Daftar Isi
Halaman
PRAKATA............................................................................................................ i
Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Daftar Gambar .................................................................................................... iii
Daftar Tabel ....................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................................ 2
1.3. Ruang Lingkup ....................................................................................... 2
II. NORMA .......................................................................................................... 4
III. STANDAR ..................................................................................................... 5
3.1. Standar Umum ...................................................................................... 5
3.2. Standar Sumber Data ............................................................................. 5
3.3. Standar Penamaan Sistem Lahan ............................................................ 6
3.4. Standar Validasi Lapangan ...................................................................... 6
3.5. Standar Visualisasi Data/Kartografi .......................................................... 7
IV. PROSEDUR .................................................................................................... 11
4.1. Prosedur Persiapan data ......................................................................... 12
4.2. Prosedur Deliniasi Sistel Lahan dan Pengisian Data Atribut......................... 12
4.3. Prosedur Penentuan Titik Sampel ............................................................ 13
4.4. Prosedur Cek Lapangan .......................................................................... 13
4.5. Prosedur Penyajian Data Atribut .............................................................. 13
4.6. Prosedur Penamaan, Simbolisasi dan Visualisasi Peta Sistem Lahan ............ 14
4.7. Prosedur Penyajian Peta Sistem Lahan ..................................................... 16
V. KRITERIA ....................................................................................................... 17
5.1. Morfologi ............................................................................................... 17
5.2. Morfogenesa .......................................................................................... 20
5.3. Morfokronologi ....................................................................................... 23
5.4. Morfoaransemen .................................................................................... 23
VI. PENUTUP ...................................................................................................... 25
Daftar Bacaan Pendukung .................................................................................... 26
Glosarry ............................................................................................................. 28
iii
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 1. Contoh Layout Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 .................. 9
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000.... 11
Gambar 3. Contoh penamaan dan simbolisasi Peta Sistem Lahan ......................... 15
Gambar 4. Pola Aliran/Drainase .......................................................................... 19
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 1. Klasifikasi penamaan dan simbolisasi morfologi (terrain) ........................... 15
Tabel 2. Klasifikasi penamaan dan simbolisasi morfogenesa .................................. 15
Tabel 3. Klasifikasi Litologi pada Pembaruan Peta Sistem Lahan ............................. 20
Tabel 4. Pengelompokan Material Penutup Permukaan Lahan ................................ 21
Tabel 5. Proses Eksogenik yang Berlangsung pada dan Mengenai Permukaan Lahan 22
Tabel 6. Klasifikasi Morfoaramsemen ................................................................... 23
1 Pendahuluan NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) Pembaruan Peta Sistem Lahan ini adalah
menetapkan metode Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 yang merupakan
pendetilan dari Peta Sistem Lahan skala 1:250.000. Metode pemetaan yang disusun pada
skala 1:25.000/1:50.000 dimaksudkan untuk memisahkan faset-faset lahan yang pada Peta
Sistem Lahan skala 1:250.000 belum muncul sebagai satuan-satuan delineasinya dan baru
dideskripsikan keberadaannya di dalam suatu satuan delineasi Sistem Lahan.
Penyusunan NSPK peta sistem lahan merupakan salah satu teknik pemetan karakteristik
tentang fisik lahan sesuai skala yang dihasilkan dengan satuan pemetaan yang disebut
sistem lahan. Satuan-satuan Sistem Lahan yang telah dipetakan pada skala 1:250.000 perlu
untuk didetilkan pada skala yang lebih besar dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan
ruang untuk pembangunan agar dapat berlangsung secara lestari.
Menurut konsep dari Christian dan Stewart (1968), sistem lahan didefinisikan sebagai
daerah yang memiliki pola pengulangan (kesamaan karakteristik) dalam hal morfologi,
material, dan iklim yang relative seragam. Berdasarkan definisi sistem lahan dari dari
Christian dan Stewart (1968), terlihat bahwa pemetaan sistem lahan lebih bersifat fisik lahan
atau bentanglahan dan belum mencakup berbagai aktivitas masyarakat yang menyebabkan
perubahan morfologi pada permukaan bumi.
Pemetaan Sistem Lahan pada skala 1:25.000/1:50.000 ditujukan untuk melihat hubungan
antara faktor pembentuk bentanglahan dengan pemanfaatan sumberdaya lahan untuk
pembangunan. Penentuan satuan sistem lahan didasarkan pada analisis morfologi
permukaan lahan yang dimaknai secara mendalam dalam kaitannya dengan material
penyusun dan proses-proses perubahan morfologi permukaan baik oleh sebab-sebab yang
sifatnya alami maupun buatan manusia. Penarikan garis batas-batas satuan sistem lahan
pada peta skala 1:25.000/1:50.000 tidak dilakukan berdasarkan perbedaan penutup lahan,
meskipun diakui ada keterkaitan hubungan yang erat antara perbedaan morfologi
permukaan lahan dengan pola penutupan lahan yang bersifat alami.
Pendekatan yang digunakan untuk mendetilkan peta sistem lahan adalah masih sama, yaitu
pendekatan bentanglahan (landsacape approach). Pendetilan peta sistem lahan
menggunakan satuan bentuklahan sebagai dasar penarikan batas sistem lahan. Klasifikasi
ataupun hierarki pembaruan sistem lahan memperhatikan 4 (empat) aspek bentuklahan,
2 Pendahuluan NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
yaitu: 1). Morfologi (morfometri dan morfografi); 2). Morfogenesa yang mencakup
morfostruktur pasif (material penyusun bentuklahan) dan morfostruktur aktif (berbagai
proses endogenik dan eksogenik/morfodinamik); 3). Morfokronologi (urutan pembentukan);
dan 4). Morfoaransemen (susunan dalam ruang).
Kebutuhan akan peta sistem lahan berskala 1:25.000/1:50.000 semakin dirasakan oleh
banyak pihak, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan wilayah. Satuan-satuan
peta sistem lahan yang berbasis pada batas-batas morfologi permukaan lahan bersifat ikonik
yaitu dapat dilihat dan mudah dikenali di lapangan oleh orang awam sekalipun. Lebih dari
itu, kesadaran akan keeratan hubungan antara morfologi permukaan lahan dan karakteristik
lingkungan berikut sumberdaya lingkungan yang ada telah menyebabkan peta sistem lahan
semakin dicari. Peta sistem lahan yang semula dibuat dengan tujuan khusus pengembangan
transmigrasi, saat ini perlu diperdetil akurasi geometriknya dan presisi informasi yang
terkandung di dalamnya. Peta sistem lahan berskala besar telah menjadi sebuah kebutuhan
yang tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan.
Peta sistem lahan menjadi peta tematik utama, yang kegunaanya bersifat multiguna,
sehingga peta sistem lahan mempunyai nilai strategis untuk dasar kebijakan pembangunan
nasional antar sektor. Mengingat peran Peta Sistem Lahan yang sangat strategis, maka
diperlukan penyediaan NSPK untuk Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000. Peta
Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 mempunyai basis data yang diperkirakan dapat
mendukung interpretasi pemanfaatan sumberdaya lahan secara lestari. Basis data yang ada
pada Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 tetap mengacu pada basis data yang ada
pada Peta Sistem Lahan Skala 1:250.000 dengan penambahan beberapa parameter terpilih
yang sesuai untuk peruntukan khusus pada wilayah yang dipetakan.
1.2. Maksud dan Tujuan
NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 disusun dengan maksud
memberikan acuan bagi pihak kementerian/lembaga pemerintah, perguruan tinggi, swasta
dan lembaga swadaya masyarakat apabila akan malakukan pemetaan Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000. Tujuan penyusunan NSPK dimaksudkan untuk memberikan
keseragaman dalam NSPK Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 yang terkait dengan
penyediaan standard pemetaan dalam rangka implementasi kebijakan satu peta (One Map
Policy).
3 Pendahuluan NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
1.3. Ruang Lingkup
NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 merupakan panduan dalam
melakukan Pemetaan Sistem Lahan pada tingkat kabupaten/kota di Indonesia. Ruang
lingkup dalam NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 terdiri dari empat
aspek, yaitu:
a. aspek geometri dan data atribut/basis data;
b. aspek klasifikasi satuan-satuan faset lahan;
c. aspek penamaan dan simbolisasi; dan
d. aspek visualisasi data/kartografi.
4 Norma Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
II. NORMA
Norma Pemetaan Sistem Lahan 1:25.000/1:50.000 merupakan aturan, ukuran atau kaidah
yang digunakan sebagai panduan dan tolok ukur dalam Pembuatan Peta Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000. Norma Pembuatan Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 adalah
sebagai berikut:
1. Pembuatan Peta Sistem Lahan harus mengacu pada Informasi Geospasial Dasar
(IGD) dari Badan Informasi Geospasial.
2. Pemetaan Sistem Lahan skala 1:25.000/1:50.000 (faset lahan) merupakan
pendetailan dari Peta Sistem Lahan Skala 1:250.000.
3. Pembuatan Peta Sistem Lahan 1:25.000/1:50.000 menggunakan pendekatan
bentanglahan, dengan mengacu pada 4 aspek yaitu: 1). Morfologi (morfografi dan
morfometri); 2). Morfogenesa yang mencakup morfostruktur pasif (material
penyusun bentuklahan baik yang bersifat sebagai material dasar maupun material
penutup permukaan) dan morfostruktur aktif (berbagai proses endogenik dan
eksogenik/morfodinamik); 3). Morfokronologi (urutan pembentukan); dan 4).
Morfoaransemen (tatanan keruangan).
4. Karakteristik sistem lahan (data atribut) pada suatu wilayah (region) tidak boleh
dengan serta-merta digunakan pada daerah (region) lain, walaupun mempunyai
penamaan sistem lahan sama pada skala 1:250.000. Sangat dimungkinkan
perbedaan lokasi akan membawa konsekuensi pada perbedaan karakteristik wilayah
yang menurut hasil interpretasi citra dan/atau peta yang digunakan sebagai
sumberdaya belum dapat teridentifikasi. Perbedaan karakteristik wilayah akan
berimplikasi pada perbedaan informasi sumber daya/sistem lahan yang berbeda
pula.
5. Penyusunan basis data sistem lahan pada skala 1:25.000/1:50.000 harus dapat
dirunut asal usulnya dari satuan-satuan sistem lahan asalnya pada skala 1:250.000.
Basis data Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 mengandung tambahan
parameter-parameter yang sifatnya lokal sesuai dengan kegiatan pembangunan yang
akan dikembangkan di lokasi yang dipetakan.
6. Penyajian kartografis Peta Sistem Lahan berlatar-belakang/background warna
genesis bentuklahan, sedangkan data atribut sistem lahan disajikan dengan simbol-
simbol lain yang merupakan hasil klasifikasi pembaruan data sistem lahan.
5 Standar Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
III. STANDAR
3.1. Standar Umum
1) Pembuatan Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 harus mengacu pada IGD
BIG.
2) Standar ketelitian geometris peta mengacu pada Peraturan Kepala badan Informasi
Geospasial No. 15 tahun 2014 tentang pedoman teknis ketelitian peta dasar.
3) Satuan deliniasi tematik terkecil secara kartografis adalah 0,4 cm2 pada peta yang
dihasilkan.
4) Standar kecepatan dan keakuratan akuisisi data disesuaikan dengan kondisi waktu,
kondisi medan, dan ketersediaan sumberdaya manusia dan teknologi yang ada.
5) Standar basis data Peta Sistem Lahan 1:25.000/1:50.000 mengacu pada basis data
Peta Sistem Lahan Skala 1:250.000. Penambahan parameter-parameter pada basis
data Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 paling tidak, harus dapat digunakan
untuk menjelaskan/mendeskripsikan satuan-satuan faset lahan yang dideliniasi dari
satuan Sistem Lahan pada Skala 1:250.000.
6) Pembuatan klasifikasi data sistem lahan menggunakan pendekatan bentanglahan
yang mengacu pada aspek morfologi, morfogenesa, morfokronologi, dan
morfoaransemen.
7) Kartografi Peta Sistem Lahan mengacu pada mengacu pada SNI 6502.2-2010
tentang spesifikasi penyajian peta rupa bumi 25.000 dan SNI 6502.3-2010 tentang
spesifikasi penyajian Peta Rupa Bumi Indonesia skala 50.000 dan/atau
perubahannya.
3.2. Standar Sumber Data
1) Standar sumber data yang digunakan untuk analisis Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000 harus memenuhi kaidah-kaidah pemetaan.
2) Sumber data minimal untuk interpretasi (deliniasi) sistem lahan adalah data Digital
Terrain Model (DTM). Resolusi maksimal DTM untuk interpretasi Peta Sistem Lahan
skala 1:25.000 adalah 12,5 m, sedangkan resolusi maksimal DTM untuk interpretasi
Peta Sistem Lahan skala 1:50.000 adalah 25 m.
3) Jika data radar/citra satelit tidak tersedia maka DTM dapat dibangun dari peta RBI
skala 1:25.000.
4) Satuan-satuan Sistem Lahan pada wilayah datar, deliniasi faset-faset yang ada di
6 Standar Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
dalamnya dibantu dengan pemanfaatan citra optik dengan resolusi spasial minimal
10 x 10 m. Deliniasi faset lahan didasarkan atas deliniasi pola tutupan lahan yang
diperkirakan terkontrol oleh proses pembentukan morfologi permukaan lahan.
3.3. Standar Penamaan dan Simbolisasi Sistem Lahan
1) Penamaan dan simbolisasi data dan informasi yang muncul dari klasifikasi
pembuatan sistem lahan ditentukan oleh BIG dan pakar/ahli yang diminta sebagai
narasumber.
2) Penamaan dan simbolisasi Sistem Lahan skala 1:25.000/1:50.000 mengacu pada tipe
faset dan Sistem Lahan skala 1:250.000 yang terkait.
3) Penamaan sistem lahan pada skala 1:25.000/1:50.000 merupakan turunan dari
nama-nama satuan sistem lahan yang ada pada skala 1:250.000 yang ditambahi
dengan informasi material dasar (batuan) dan material penutup permukaan lahan
(tanah dan/atau bahan induk tanah); serta proses geomorfologi. Jika ada satuan-
satuan sistem lahan baru yang memang nyata-nyata berbeda karakteristiknya
dengan satuan-satuan sistem lahan pada skala 1:250.000 penamaanya menunggu
proses korelasi nama-nama satuan sistem lahan secara nasional yang akan
dilaksanakan setelah semua wilayah Indonesia terpetakan sistem lahannya.
4) Penamaan satuan-satuan Sistem Lahan pada skala 1:25.000/1:50.000 mengacu pada
nama-nama geografis region pulau-pulau besar (Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua) dan dilengkapi dengan meta-data.
3.4. Standar Validasi Lapangan
1) Sampel sistem lahan merupakan sampel area yang dipilih untuk dapat mewakili
satuan-satuan yang sedang diobservasi dengan mempertimbangkan adanya
pengulangan faset lahan (recurring pattern) yang pada skala 1:25.000/1:50.000
berupa elemen-elemen lahan.
2) Pengamatan di lapangan dilakukan secara transek dengan melintasi semaksimal
mungkin keberagaman faset-faset dan/atau elemen-elemen lahan yang mungkin
diketemukan di dalam satuan sistem lahan yang sedang diobservasi.
3) Sampel titik diambil secara purposive berdasarkan hasil pengamatan sepanjang
transek. Sangat dimungkinkan transek yang diamati lebih dari 1 jika satuan system
lahan yang diobservasi mempunyai keberagaman yang tinggi.
4) Jumlah titik sampel di setiap sampel area disesuiakan dengan kondisi lapangan, dan
7 Standar Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
luas wilayah yang diobservasi. Jumlah minimal titik yang diamati sepanjang transek
ada 3 agar mewakili bagian atas, tengah, dan bawah.
5) Pengenalan sampel material penutup permukaan dilakukan dengan pengamatan
singkapan tanah yang masih segar, minipit dan profil tanah agar dapat
menggambarkan secara utuh perlapisan dan/atau horison tanah dan/atau material
tanah. Pengambilan sampel dilakukan untuk diuji di laboratorium.
3.5. Standar Visualisasi Data/Kartografi
Visualisasi data merupakan penyajian data geospasial dalam bentuk peta yang
mengikuti kaidah kartografi. Penyajian data geospasial secara kartografis adalah khas
pada skala tertentu yang melibatkan proses-proses seleksi, generalisasi, dan
simbolisasi. Visualisasi data geospasial dalam bentuk peta harus dilengkapi dengan
berbagai informasi lain-lain yang harus ada dalam sebuah peta pada umumnya,
meliputi:
1) Judul Peta
Judul peta adalah Peta Sistem Lahan. Mencerminkan isi sekaligus tipe peta.
2) Nama Lembar Peta Dasar dan Nomor Peta Dasar
Lembar peta sesuai dengan lembar Peta Rupabumi, yang menunjukkan lembar
daerah/wilayah yang dipetakan. Lembar peta ditulis/diletakkan dibawah judul peta.
Nomor lembar peta dasar diikuti nama lembar peta. Sebutkan pula edisi dan tahun
pembuatan
3) Orientasi/tanda arah
Orientasi peta diperlukan untuk mempermudah penggunaan peta. Umumnya arah
utara ditunjukkan oleh tanda panah ke atas peta. Letaknya di bawah skala peta.
4) Skala Peta
Skala peta diletakkan dibagian dibawah judul peta. Skala yang diletakkan berupa
skala angka dan skala grafis.
5) Petunjuk Letak Peta dan Diagram Lokasi
Petunjuk letak peta menunjukkan lembar peta yang disusun terhadap lembar yang
lain dilingkungannya. Diagram lokasi menunjukkan lokasi yang dipetakan baik dari
letak geografis maupun letak administratif. Petunjuk Letak Peta diletakkan dibawah
dan diagram lokasi berada di bawah tanda arah.
6) Cakupan Citra
Menunjukkan liputan citra yang digunakan sebagai data.
7) Datum dan Sistem Proyeksi
8 Standar Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Datum dan sistem proyeksi, meliputi Proyeksi yang digunakan, Sistem Grid, Datum
Horisontal, Datum Vertikal.
8) Logo beserta informasi kelembagaan
Logo beserta informasi kelembagaan yang dicantumkan merujuk penerbit dan
pelaksana pembuat peta sistem lahan beserta informasi kelembagaannya
9) Keterangan
Keterangan atau legenda mejelasakan mengenai informasi/simbolisasi pada peta.
Infromasi pada legenda diawali dari simbol titik garis dan area. Penetapan tata letak
simbol baik titik, garis maupun poligon mengikuti kepentingan, tergantung informasi
mana yang harus ditekankan.
10) Satuan Morfologi
Keterangan satuan morfologi serta simbologi (warna) yang digunakan dalam satuan
morfologi.
11) Toponimi
Penamaan yang tercantum di dalam peta.
12) Riwayat Peta
Riwayat peta diletakkan dibawah sumber data, mencantumkan mengenai proses
pembuatan peta, tanggal, tahun pengambilan data dan pencetakan peta, verifikasi
lapangan, dan lain sebagainya yang memperkuat identitas penyusunan peta yang
dapat dipertanggungjawabkan.
13) Sumber Data
Sumber data diletakkan bagian kanan bawah muka peta, huruf kecil. Sumber data
berasal dari sumber peta dasarnya yaitu dari peta rupabumi atau topografi, peta
sistem lahan, foto udara atau citra satelit, dan data lainnya.
14) Pembagian Batas Administrasi
Pembagian batas administrasi diletakan di kanan bawah isi peta, yang mencakup
informasi batas negara, provinsi, batas kabupaten pada lembar peta tersebut.
15) Penampang Melintang
Penampang melintang adalah penampang melintang permukaan bumi yang dipotong
secara tegak lurus. Dengan penampang melintang dapat ketahui secara jelas bentuk
dan ketinggian suatu tempat yang ada dipermukaan bumi. Penampang melintang
menggambarkan dari puncak/pegunungan hingga dataran rendah/sungai/laut.
16) Foto Lapangan
Memuat informasi kenampakan lapangan pada suatu sistem lahan. Foto lapangan
digunakan untuk melengkapi informasi pada peta sistem lahan, sehingga mampu
9 Standar Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
memberikan gambaran kondisi aslinya. Foto lapangan didapatkan dari hasil survei
yang dilakukan dan sebaiknya diambil pada daerah yang mempunyai sistem lahan
dominan dan daerah yang mudah dikenali/dijangkau pada lembar nomor peta yang
dimaksud.
17) Digital Elevation Model
Merupakan representasi dari kenampakan 3 dimensi permukaan bumi, yang
berfungsi juga untuk mengetahui morfologi suatu daerah.
18) Penjelasan Utara Sebenarnya
Keterangan mengenai Utara Sebenarnya (US), Utara Geodetik (UG) dan Utara
Magnetik (UM)
19) Gambar Utara Sebenarnya
Gambar mengenai Utara Sebenarnya (US), Utara Geodetik (UG) dan Utara Magnetik
(UM)
20) Muka Peta
Muka peta disusun dari sumber peta rupabumi. Muka peta merupakan gambar peta
yang dilengkapi dengan dilengkapi grid atau graticule, dan grid UTM. Grid adalah
garis-garis lurus yang saling berpotongan dan membentuk sudut tegak lurus pada
muka peta untuk mengetahui dan menentukan koordinat titik-titik di atas peta. Grid
pada muka peta dilengkapi dengan derajad lintang dan bujur (Grid Geografi) dan
grid Universal Transverse Mercator (UTM).
21) Print-out Peta (Peta cetak)
Peta Sistem Lahan versi cetak terdiri dari: (i) peta, (ii) buku legenda, (iii) buku
deskripsi
10 Standar Pemetaan Biomassa Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Contoh layout Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Contoh Layout Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
Keterangan Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/50.000:
1. Judul Peta 11. Toponimi 2. Nama Lembar Peta Dasar dan Nomor Peta Dasar 12. Riwayat Peta
3. Orientasi/Tanda Arah 13. Sumber Data 4. Skala Peta 14. Pembagian Batas Administrasi
5. Petunjuk Letak Peta dan Diagram Lokasi 15. Penampang Melintang
6. Cakupan Citra 16. Foto Lapangan 7. Datum dan Sistem Proyeksi 17. Digital Elevation Model 8. Logo Beserta Informasi Kelembagaan 18. Penjelasan Utara Sebenarnya 9. Keterangan 19. Gambar Utara Sebenarnya
10. Satuan Morfologi 20. Muka Peta
11 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
IV. PROSEDUR
Peta sistem lahan skala berapapun pada prinsipnya sama, berbasis pada delineasi
satuan morfologi permukaan lahan yang kemudian diisi dengan informasi material dasar
(batuan) dan material penutup permukaan lahan (tanah dan/atau bahan induk tanah); serta
asal proses (sebagai ancaman/potensi bencana). Kedetilan proses pendelenasian satuan-
satuan morfologi dan informasi yang ada di dalamnya adalah yang membedakan antara
peta-peta sistem lahan berbeda skala. Prosedur pembuatan Peta Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000 dapat dilihat pada bagan alir berikut:
Interpretasi faset lahan
menggunakan DTM
Pengisian Data Atribut
Analisis Bentanglahan dengan mempertimbangkan aspek: 1. Morfologi; 2. Morfogenesa; 3. Morfokronologi; 4. Morfoaransemen
Uji Lapangan
Cek Lapangan: Metode Toposequent (lereng) dan Hidrosequent (datar)
Pengambilan Data Lapangan disesuaikan
Hasil Inventarisasi Tingkat Akurasi Data
Pengambilan Sampel
material penutup lahan
Sub-Soil)
Validasi Batas Sistem Lahan
Redeliniasi dan Perbaikan Faset Lahan Analisis Laboratorium
Penamaan dan Simbolisasi Faset Lahan
Visualisasi/Kartografi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
(Spasial dan Atribut)
Penentuan Titik Sampel
Deskripsi Meta Data
Inventarisasi dan Identifikasi Data
Penyusunan Buku
Legenda dan Deskripsi
Peta Sistem Lahan
Inventarisasi Peta/Data: 1. Peta Sistem Lahan Skala
1:250.000 2. RBI Skala 1:25.000/1:50.000 3. Data DTM 4. Data sumberdaya lahan lainnya
(geologi, tanah, agroklimat, dll)
Peta Tentatif Faset Lahan
Peta Faset Lahan (Peta Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000)
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
Interpretasi facet lahan pada
daerah datar dibantu dengan
citra optik
12 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
4.1. Prosedur Persiapan Data
1. Data RBI skala 1:25.000 digunakan untuk analisis sistem lahan pada skala 1:25.000,
sedangkan data RBI skala 1:50.000 digunakan untuk analisis sistem lahan pada skala
1:50.000.
2. Peta Sistem Lahan 1:250.000 bersumber dari BIG.
3. Data informasi sumberdaya lahan lainnya dapat bersumber dari pemerintahan atau
hasil penelitian.
4. Data DTM yang digunakan untuk analisis Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000
maksimal memiliki resolusi spasial 12,5 m, sedangkan data DTM yang digunakan
untuk analisis Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:50.000 maksimal memiliki resolusi
spasial 25 m.
5. Satuan-satuan Sistem Lahan pada wilayah datar, deliniasi faset-faset yang ada di
dalamnya dibantu dengan pemanfaatan citra optik dengan resolusi spasial minimal
10 x 10 m.
6. Koreksi geometrik dan radiometrik harus dilakukan pada data citra yang digunakan
untuk analisis data sistem lahan.
4.2. Prosedur Deliniasi Sistem Lahan dan Pengisian Data Atribut
1. Deliniasi sistem lahan dilakukan dengan cara deteksi manual dan interpretasi visual.
2. Basis data yang dipergunakan sebagai batas penarikan garis deliniasi adalah data
DTM. Penarikan garis deliniasi pada daerah datar dapat dibantu dengan pemanfaatan
citra optik.
3. Penarikan batas deliniasi harus memperhatikan 4 aspek bentanglahan, yaitu
morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen.
4. Pengisian data atribut menggunakan informasi morfologi permukaan lahan yang
kemudian diisi dengan informasi material dasar (batuan) dan material penutup
permukaan lahan (tanah dan/atau bahan induk tanah) serta proses geomorfologi.
5. Pembuatan aspek penamaan dan simbolisasi didasarkan atas data dan informasi
yang muncul dari klasifikasi pembuatan sistem lahan yang ditentukan dan konsultasi
dengan pihak yang berkompeten yaitu BIG dan pakar/ahli.
6. Penamaan mengacu pada meta data regional (region pulau-pulau besar: Jawa-Bali,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku-Nusa Tenggara dan Papua).
13 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
4.3. Prosedur Penentuan Titik Sampel
1. Sampel sistem lahan merupakan sampel area yang dipilih untuk dapat mewakili
satuan-satuan yang sedang diobservasi dengan mempertimbangkan adanya
pengulangan faset lahan (recurring pattern).
2. Pengamatan di lapangan dilakukan secara transek dengan melintasi semaksimal
mungkin keberagaman faset-faset dan/atau elemen-elemen lahan yang mungkin
diketemukan di dalam satuan sistem lahan yang sedang diobservasi.
3. Sampel titik diambil secara purposive berdasarkan hasil pengamatan sepanjang
transek.
4. Jumlah titik sampel minimal 3 di setiap transek disesuiakan dengan kondisi lapangan,
dan luas wilayah yang diobservasi.
4.4. Prosedur Cek Lapangan
1. Pengecekan batas deliniasi harus diukur secara tepat dengan menggunakan GPS
yang sesuai akurasi koordinat X,Y-nya dengan skala pemetaan 1:25.000/1:50.000.
2. Interpretasi visual terhadap 4 aspek bentanglahan harus dilakukan.
3. Pengambilan sampel material penutup permukaan lahan untuk daerah berlereng
menggunakan metode toposequent, sedangkan untuk daerah dataran menggunakan
konsep hidrosequent.
4. Pengamatan dan pengambilan sampel material penutup permukaan lahan dilakukan
minimal dengan pengeboran dan/atau minipit (dimensi 60 cm x 60 cm x 60 cm)
sehingga memungkinkan mendapatkan informasi kedalaman efektif tanah,
kedalaman muka air tanah, dan perkiraan ketebalan total lapisan material lepas-lepas
penutup permukaan lahan.
5. Analisa material penutup permukaan lahan mencakup: pH, KTK, BO, Kejenuhan
Basa, tekstur, nilai cole, tingkat kekerasan tanah, angka atteberg (batas lekat, batas
plastis, batas cair).
6. Perlu dibedakan antara hasil deskripsi di lapangan dan di laboratorium.
4.5. Prosedur Penyajian Data Atribut
1. Penyajian data atribut harus memperhatikan 4 aspek bentanglahan, yaitu morfologi,
morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen.
2. Penyajian data atribut harus nama tempat/daerah yang dapat merepresentasikan
karakteristik sistem lahan tersebut.
14 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
3. Informasi yang disajikan dalam table data atribut dari kanan ke kiri adalah sebagai
berikut:
a) Simbol Sistem Lahan
b) Nama Sistem Lahan
c) Morfografi
d) Relief
e) Lereng
f) Terrain
g) Elevasi
h) Pola Aliran/Drainase
i) Kerapatan Aliran
j) Jenis Batuan
k) Tanah dan/atau material tanah
l) Bahan Induk dan atau material lepas-lepas di permukaan lahan
m) Genesa
n) Tipe Proses Eksogen dan proses antropogen
o) Intensitas Proses Eksogen dan proses antropogen
p) Tenaga Geomorfik
q) Proses Perkembangan Bentuklahan
r) Umur
s) Morfoaransemen
t) Tingkatan Akurasi Data
4.6. Prosedur Penamaan dan Simbolisasi, serta Visualisasi Peta Sistem Lahan
1. Penamaan dan Simbolisasi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
a) Penamaan sistem lahan dikelompokan berdasarkan wilayah pulau besar (region)
yang terdiri dari Jawa-Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku-Nusa
Tenggara dan Papua.
b) Penamaan sistem lahan masih mempertahankan penggunaan nama daerah yang
dapat merepresentasikan keunikan karakteristik sistem lahan pada lokasi
geografis yang digunakan sebagai penamaan. Dimungkinkan akan ada penamaan
sistem lahan baru dengan mempertimbangkan proporsi liputan sistem lahan yang
ditemukan serta dikarenakan adanya suatu bentanglahan yang unik/ikonik yang
berbeda dengan sistem lahan yang telah ada pada Peta Sistem Lahan 1:250.000.
Penamaan sistem lahan harus berdasarkan pada scientific review.
15 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
c) Simbolisasi sistem lahan dilakukan dengan menambahkan informasi morfologi
(relief/terrain), morfogenesa, dan morfoaransemen. Simbolisasi untuk morfologi
(terrain) adalah angka Arab (Tabel 1). Simbolisasi untuk morfogenesa
berdasarkan singkatan yang telah ditetapkan sebelumnya dan dapat bersifat
monogentik atau poligenetik (Tabel 2). Simbolisasi untuk morfoaransemen adalah
angka Arab (Tabel 6). Contoh penamaan dan simbolisasi Peta Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000 dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Contoh penamaan dan simbolisasi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
Tabel 1. Klasifikasi penamaan dan simbolisasi morfologi (terrain) Relief Simbol
Pegunungan 1
Bukit/Perbukitan 2
Berbukit 3
Bergelombang 4
Berombak 5
Datar 6
Tabel 2. Klasifikasi penamaan dan simbolisasi morfogenesa
Morfogenesa Simbol Warna R G B
Struktural S Ungu 153 0 255
Vulkanik V Merah 255 0 0
Fluvial F Hijau Muda 48 233 17
Marin M Biru Muda 0 176 240
Aeolian E Kuning 255 255 0
Glasial G Biru Tua 0 0 153
Solusional/Karst K Orange/Jingga 255 153 51
Biologik/Organik O Hijau Tua 0 108 49
Denudasional D Coklat 102 51 0
Antropogenik A Merah Muda 255 51 53
2. Visualisasi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
ABG _ 2 V 5
Morfoaransemen
Morfogenesa
Morfologi
Sistem Lahan Asal
Contoh: ABG_6V5 = Asembagus (ABG) _ perbukitan (2) – vulkanik (V) – Perbukitan Sisa Gunungapi (5)
16 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Kartografi Peta Sistem Lahan mengacu pada mengacu pada SNI 6502.2-2010
tentang spesifikasi penyajian peta rupa bumi 25.000 dan SNI 6502.3-2010 tentang
spesifikasi penyajian Peta Rupa Bumi Indonesia skala 50.000 dan/atau
perubahannya. Secara spesifik penyajian Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
mengacu pada Standar Visualisasi Data/Kartografi yang ada pada BAB III NSPK ini.
4.7. Prosedur Penyajian Peta Sistem Lahan
Hasil akhir Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 berupa Peta, Buku
Legenda, dan Buku Deskripsi Peta Sistem Lahan. Hasil akhir Pemetaan Sistem Lahan
skala 1:25.000/1:50.000 disajikan dalam bentuk cetak dan web-GIS sehingga
memudahkan pengguna untuk mengakses data sistem lahan. Detail isi output Pemetaan
Sistem Lahan skala 1:25.000/1:50.000 adalah sebagai berikut:
1. Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 dilayout dalam ukuran A0. Visualisasi
data dan kartografi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 mengacu pada Bab
III NSPK ini (Standar Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000).
2. Buku Legenda Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
Buku Legenda Peta menjelaskan simbol-simbol yang ada pada muka Peta Sistem
Lahan Skala 1:25.000/1:50.000. Buku legenda juga menjelaskan semua data atribut
yang ada pada Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000. Buku Legenda Peta
dilayout dalam ukuran A0.
3. Buku Deskripsi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000
Buku Deskripsi Peta menyajikan informasi lengkap mengenai Peta Sistem Lahan
Skala 1:25.000/1:50.000. Buku dilayout dalam ukuran A4. Sistematika penulisan
Buku Deskripsi Peta Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 adalah sebagai berikut:
HALAMAN COVER KATA PENGANTAR TIM PENYUSUN DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN RINGKASAN EKSEKUTIF I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan 1.3. Kegunaan Penelitian II. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 2.1. Komponen Biotik 2.2. Komponen Abiotik 2.3. Komponen Budaya
III. METODE 3.1. Sumber Data 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Analisis
V. PETA SISTEM LAHAN SKALA 1:25.000/1:50.000 VI. LEGENDA PETA SISTEM LAHAN SKALA 1:25.000/1:50.000 VII. DATA ATRIBUT PETA SISTEM LAHAN SKALA 1:25.000/1:50.000 VIII. POTENSI SUMBERDAYA LAHAN X. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1. Titik Uji Lapangan Lampiran 2. Data Hasil Uji Lapangan Lampiran 3. Data Hasil Uji Laboratorium Lampiran 4. Dokumentasi Lampiran 5. Lain-lain
17 Prosedur Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
3.4. Penyimpanan dan Penyajian Data 3.5. Uji Lapangan 3.6. Diagram Alir IV. KETERKAITAN/HUBUNGAN PETA SISTEM LAHAN SKALA 1:25.000/1:50.000 DENGAN PETA SISTEM LAHAN SKALA 1:250.000
17
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
V. KRITERIA
Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 memperhatikan pada aspek-aspek yang
didetilkan sebagai berikut:
5.1 Morfologi
Morfologi adalah unsur utama dalam pemetaan bentuklahan dan bentanglahan. Cara
merepresentasikan kesan relief/topografi permukaan bumi dapat dilakukan secara
deskriptif (morfologi) dan secara numerik (morfometri). Kondisi ini memberikan kesan
relief. Kesan pertama pada saat orang melihat permukaan bumi adalah relief.
Karakteristik morfologi suatu wilayah terbentuk oleh interaksi yang kompleks antara
material penyusun dengan berbagai proses geomorfologi yang bekerja padanya. Dengan
demikian, perbedaan morfologi permukaan bumi mengisyaratkan akan perbedaan genesis
bentuklahan.
a. Morfografi
Kesan kekasaran dari permukaan bumi yang mendeskripsikan relief secara relative
dari suatu lahan. Relief permukaan bumi secara umum dapat dikategorikan secara
berurutan sebagai berikut: dataran, pegunungan, perbukitan, lembah/cekungan
serta dataran.
b. Morfometri
Profil relief berdasarkan hasil pengukuran secara numeric yang mungkin berupa
ketinggian, kemiringan, kerapatan alur, volume bukit, volume cekungan dan aspek
lainnya yang dapat diukur. Terdapat 3 parameter yang dapat digunkan untuk
mengukur morfometri.
Relief: merepresentasikan kekasaran permukaan bumi, baik berupa dataran,
gundukan maupun cekungan hasil tenaga dari dalam permukaan bumi (endogen)
maupun tenaga dari luar permukaan bumi (eksogen). Klasifikasi amplitudo relief
mengacu kelas sebagai berikut (Desaunettes, 1977 dalam RePPProT, 1986):
1) Sangat Rendah : <2 meter
2) Rendah : 2 - 10 meter
3) Sedang : 11 - 50 meter
4) Tinggi : 51 - 300 meter
5) Sangat Tinggi : > 300 meter
Lereng: Medan yang memiliki permukaan lahan miring baik yang berada di
perbukitan maupun di lembah. Klasifikasi kemiringan lereng mengacu kelas sebagai
18
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
berikut (Desaunettes, 1977 dalam RePPProT 1986):
1) Datar : 0 - 2 %
2) Sangat landai : 2 - 8 %
3) Landai : 9 - 15%
4) Agak Curam : 16 - 25 %
5) Curam : 26 - 40 %
6) Sangat Curam : 41 - 60%
7) Ekstra Curam : > 60 %
Kombinasi relief dan lereng akan membentuk klasifikasi medan (terrain) sebagai
berikut (Desaunettes, 1977):
1) Datar (flat): kemiringan lereng 0 - 2%, amplitodo relief nill (kurang dari 1
meter).
2) Berombak/Bergelombang lemah (undulating): kemiringan lereng 2 - 8%,
amplitudo relief 1-10 meter, dominan 10 meter.
3) Bergelombang kuat (rolling): kemiringan lereng 8 - 16%, amplitude relief 1 -
10 meter, dominan 10 meter.
4) Berbukit rendah (hummocky): kemiringan lereng >16%, amplitude relief 1 -
10 meter, dominan 10 meter.
5) Berbukit sedang (hilocky): kemiringan lereng >16%, amplitude relief
maksimum 50 meter.
6) Berbukit tinggi (hilly): kemiringan lereng >16%, amplitudo relief dari 50 -
300 meter.
7) Bergunung-gunung (mountainous): kemiringan lereng >16%, amplitudo relief
>300 meter.
Klasifikasi medan (terrain) digunakan untuk menentukan suatu kenampakan di
permukaan dikatakan datar, bergelombang lemah/berombak, bergelombang kuat,
berbukit rendah, berbukit sedang, berbukit tinggi dan bergunung.
Elevasi: ukuran ketinggian suatu tempat di atas permukaan laut. Elevasi menjadi
ukuran ketinggian suatu permukaan dimuka bumi berdasarkan batas pasang
tertinggi dan pasang terendah air laut. Klasifikasi ketinggian absolut di atas
permukaan laut (dpl) menurut Van Zuidam (1985) adalah:
1) Dataran rendah : < 50 m dpal
2) Dataran rendah pedalaman : 50 – 100 m dpal
3) Perbukitan rendah : 100 – 200 m dpal
19
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
4) Perbukitan : 200 – 500 m dpal
5) Perbukitan tinggi : 500 – 1.500 m dpal
6) Pegunungan : 1.500 – 3.000 m dpal
7) Pegunungan tinggi : 3.000 m dpal
Pola aliran/drainase: pola aliran yang dibentuk oleh aliran air yang terjadi pada
permukaan bumi mengikuti aliran sungai, dan danaupada cekungan (drainagge
basin) tertentu.
Denritik Paralel Trellis Kompleks Sinuous Meander
Rektangular Pinatte Sentripetal Braided Anastomik
Radial Deranged Karstik Distributari Gambar 4. Pola Aliran/Drainase
20
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Perbedaan pola aliran sungai di satu wilayah sangat ditentukan oleh perbedaan
kemiringan, topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya.
Kerapatan Aliran atau tingkat torehan: suatu rasio total panjang jaringan
sungai terhadap luas Daerah Aliran Sungai yang bersangkutan. Klasifikasi kerapatan
aliran (kelas kerapata aliran dengan satuan km/km persegi, adalah sebagai berikut
(Strahler, 1964 dalam RePPProT, 1986):
1) Sangat rendah : <0.5 km/km2
2) Rendah : 0.5 - 1 km/km2
3) Sedang : 1.1 - 2.0 km/km2
4) Agak tinggi : 2.1 - 4.0 km/km2
5) Tinggi : >4.0 km/km2.
5.2 Morfogenesa
Morfogenesa adalah asal usul pembentukan dan perkembangan bentuklahan. Deskripsi
morfogenesa mencakup material penyusun bentuklahan (litologi) dan proses-proses
geomorfologi (mencakup proses endogenik dan eksogenik) yang terjadi. Morfogenesa
meliputi: morfostruktur pasif dan morfosruktur aktif:
a. Morfogenesa: Morfostruktur Pasif (Material)
Morfostruktur pasif tidak lain adalah litologi penyusun bentuklahan. Litologi adalah ilmu
tentang batu-batuan yang berkenaan dengan sifat fisik, kimia, dan strukturnya.
Pengambilan informasi litologi pada pembaruan peta sistem lahan ini ditekankan pada:
a) Surface material/bahan induk (diutamakan), baru kemudian (jika diperlukan), b) Sub-
surface material.
Tabel 3. Klasifikasi litologi peta sistem lahan.
No Jenis
Batuan Klasifikasi
1 Beku Berdasarkan letak membekunya magma : 1.1. Plutonik (batuan beku
dalam) 1.2. Vulkanik (batuan beku
luar)
Berdasarkan sifat kimianya: 1.1. Asam 1.2. Menengah 1.3. Basah 1.4. Ultra-basa
Berdasarkan jenisnya 1.1. Batuan beku dalam: 1.1.1. Batholith 1.1.2. Stock 1.1.3. Laccolith 1.1.4. Sill 1.1.5. Dike 1.2. Batuan beku luar 1.2.1. Obsidian 1.2.2. Pumice (batu apung) 1.2.3. Volcanic-breccia (breksi vulkanik) 1.2.4. Agglomerate (aglomerat) 1.2.5. Lapilli-tuff (tuf lapilli)
1.2.6. Coarse-tuff (tuf kasar) 1.2.7. Fine-tuff (tuf halus)
21
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
2 Sedimen Berdasarkan teksturnya: 2.1. Batuan Sedimen Klastis: 2.1.1. Berbutir kasar (> 2 mm): Konglomerat, Breksi 2.1.2. Berbutir sedang (1/16-2 mm): Batu pasir kuarts, arkose, greywacke, 2.1.3. Berbutir halus (1/256-1/106 mm) : Batu lanau 2.1.4. Berbutir amat halus (<1/256 mm) Batulempung/serpih 2.2. Batuan Sedimen Nonklastis: 2.2.1. Sedang-kasar 2.2.2. Holokristalin, pecahan konkoidal 2.2.3. Agragat oolit 2.2.4. Fosil+fragmen fosil tersemen lepas (tidak kuat) 2.2.5. Fosil melimpah didalam matriks gampingan 2.2.6. Cangkang organisme mikroskopik sehalus lempung (lunak) 2.2.7. Kalsit (banded) 2.2.8. Tekstur serupa dengan tekstur batugampig 2.2.9. Kriptokristalin,kompak, keras 2.2.10. Kristalin halus-kasar
Berdasarkan tempat dan pelaku pengendapannya: 2.1. Sedimen laut 2.2. Sedimen sungai 2.3. Sedimen angin 2.4. Sedimen danau 2.5. Sedimen glasial 2.6. Sedimen koluvial
3 Metamorf Berdasarkan tekstur: 3.1. Batu sabak (slate) 3.2. Filit (phyllite) 3.3. Sekis (schist) 3.4. Gneis 3.5. Hornfels 3.6. Amfibolit (amphibolite) 3.7. Granulit (granulite) 3.8. Milonit (myllonite) 3.9. Kataklasit (cataclasit) 3.10. Filonit (phyllonite)
Berdasarkan struktur: 3.1. Berfoliasi 3.2. Tidak berfoliasi
4 Aluvium Napalan Gampingan Vulkanik Campuran Material lainnya (………)
Tabel 4. Pengelompokan material penutup permukaan lahan
No Tipe Material
Penutup Permukaan
Kelompok besar Parameter
yang diukur Penamaan
1 Tanah 1. Organik 2. Mineral
Jenis horison Tebal horison Sifat fisik Sifat kimia Sifat biologi
Menurut sistem USDA hingga pada kategori Sub-group
2 Material Tanah / bahan induk tanah
1. Insitu 2. Fluvial 3. Abu gunungapi 4. Material Alterasi hidrotermal/geothermal
Jumlah lapisan Tebal perlapisan Tingkat pelapukan Teksur
Klasifikasi menurut jenis, jumlah perlapisan, tebal perlapisan dan tekstur materialnya
22
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
b. Morfogenesa: Morfostruktur Aktif (Endogen dan Eksogen)
Morfostruktur aktif mencakup proses endogenik (tektonik dan vulkanisme) dan proses
eksogenik (morfodinamik yang mencakup: pelapukan, pengikisan dan pengendapan oleh
berbagai tenaga geomorfologis). Proses endogenik tektonis mencakup pengangkatan,
pensesaran, pelipatan, amblesan. Proses endogenik vulkanik mencakup berbagai bentuk
aktivitas erupsi dan intrusi magmatis.
Proses eksogenik mencakup seluruh proses pelapukan yang menghasilkan material lepas
penutup permukaan dan redistribusi material permukaan oleh berbagai tenaga
geomorfologis (aliran air, pencairan es, angin, gelombang dan arus laut, aksi biotis, dan
gravitasi). Deskripsi bentuklahan secara morfologis-morfografis bersifat mudah dipahami
namun tidak detil, sementara deskripsi secara morfologis- morfometris bersifat detil
namun susah untuk dipahami. Berdasarkan proses pembentukannya (agar mudah
memahmi), bentuklahan lebih cenderung diklasifikasikan menurut genetisnya
(bentuklahan asal prosesnya). Klasifikasi bentuklahan berdasarkan asal proses
(Verstappen, 1983):
1. Struktural (S)
2. Vulkanik (S)
3. Fluvial (F)
4. Marin (M)
5. Aeolian (E)
6. Glasial (G)
7. Solusional/Karst (K)
8. Biologik/Organik (O)
9. Denudasional (D)
10. Antropogenik (A)
Pada pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 sangat dimungkinkan satuan-
satuan sistem lahan yang ada mempunyai genesa peralihan/transisi antara dua proses
pembentukannya. Khusus untuk proses antropogenik hanya dapat menjadi penambah
informasi pada 9 genesa yang lain.
Tabel 5. Proses-proses eksogenik yang berlangsung pada dan mengenai permukaan lahan
No Tipe Proses Intesitas Proses Tenaga geomorfik
1 Pelapukan Tinggi Sedang Rendah
Fisik Kimia Biotik
2 Pengikisan-pengangkutan Tinggi Sedang Rendah
Fluvial Aeolian Gelombang-ombak Gravitasional Antropogenik Biotik
23
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
3 Pengendapan/sedimentasi Tinggi Sedang Rendah
Gravitasional Presipitasi kimia Fluviatil Lakustrin Aeolin Gelombang-ombak Antropogenik Biotik
5.3 Morfokronologi
Morfokronologi adalah urutan proses pembentukan satuan bentuklahan yang merupakan
satu sistem pembentukan. Morfokronologi dapat bermakna relatif dapat pula bermakna
mutlak. Namun demikian, deskripsi urutan pembentukan bentuklahan secara relatif lebih
lazim diterapkan. Pengambilan informasi morfokronologi pada pembaruan peta sistem
lahan dapat juga diketahui melalui tingkat dan umur melalui sumber yang ada
(referensi).
1) Tahap proses perkembangan bentuklahan/landform terkait dengan tingkat
umur (stage) dalam pembentukannya (muda, dewasa, tua).
2) Umur:
Recent (baru).
Quarter (holocene, pleistocene)
Tersier (miocene, oligocene, eocen, pliocen)
Pra-Tersier.
5.4 Morfoaransemen
Adalah deskripsi lokasi/posisi suatu bentuklahan terhadap bentuklahan lain yang ada di
sekitarnya. Lokasi dapat pula bermakna mutlak dan dapat pula bermakna relatif. Sebagai
contoh lokasi mutlak adalah delta yang pasti terletak di daerah pesisir. Contoh lokasi
relatif adalah lereng kaki pegunungan yang dapat terletak jauh di pedalaman namun
dapat pula terletak di tepi laut.
24
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Tabel 6. Klasifikasi Morfoaramsemen
No. Bentuklahan Morfoaransemen Simbol
1. Struktural 1. Punggungan sinklin 2. Punggungan Antiklinin 3. Punggungan Kuesta (Kemiringan dipslope/bidang lapisan
batuan 10-150 4. Punggungan Homoklin (15-45 derajad) 5. Punggungan Hogback (>= 45 derajad) 6. Lembah Sinklin 7. Lembah Antiklinin 8. Lembah Homoklin 9. Kubah antiklinin
10. Kubah Intrusi Garam 11. Dataran Denudasial Struktur Sesar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2. Vulkanik 1. Perbukitan/ Punggungan dinding kaldera 2. Dataran kaldera 3. Kerucut gunungapi (termasuk gunungapi sekunder, kerucut
gunungapi parasiter) 4. Kubah Lava 5. Perbukitan/Bukit Intrus (Boss, Stock, Lakolit, Lopolit) 6. Bukit Jenjang Gunungapi (volcanic neck) 7. Perbukitan sisa gunungapi (volcanic skleton) 8. Kawah erupsi, fumarole, solfatar 9. Punggunga korok
12 13 14 15 16 17 18 19 20
10. Punggungan aliran lava 11. Punggungan aliran lahar 12. Punggungan aliran piroklastik 13. Datara/kipas aliran lava 14. Dataran/kipas aliran lahar 15. Dataran/kipas aliran piroklastik 16. Dataran kaki gunungapi 17. Dataran antar gunungapi 18. Kubah gunungapi
21 22 23 24 25 26 27 28 29
3. Fluvial 1. Dataran/kipas alluvial 2. Dataran/kipas koluvial 3. Dataran banjir 4. Punggungan tanggul alam 5. Cekungan rawa belakang 6. Dataran teras sungai 7. Dataran pantai danau 8. Dataran dasar danau
30 31 32 33 34 35 36 37
4. Marine 1. Dataran pantai (beach) 2. Punggungan pantai (beach ridge) 3. Cekungan laguna 4. Punggungan gosong tombolo
5. Punggungan gosong spit 6. Bukit menara pantai (stack) 7. Dataran teras laut (marine terrace) 8. Paparan terumbu karang 9. Dataran teras terumbu (terangkat)
10. Punggungan gumuk pantai (sand dunes, barchans dunes) 11. Dataran pasng surut (estuary atau delta)
38 39 40 41
42 43 44 45 46 47 48
5. Aeolian 1. Punggungan/bukit gumuk pasir (sand dunes) 2. Dataran gurun
49 50
6. Glasial 1. Perbukitan/dataran morena 2. Dataran teras glasial 3. Lembah cirques 4. Lembah aliran glasial (termasuk lembah gantung) 5. Punggungan arete
51 52 53 54 55
25
Kriteria NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
7. Karst 1. Perbukitan/plateu karst 2. Bukit/perbukitan/kubah/kerucut karst (konikal, sinoid, pepino) 3. Bukit/perbukitan menara karst (mogote) 4. Lembah dolina 5. Lembah uvala 6. Lebah polje 7. Lembah kering 8. Dataran karst
56 57 58 59 60 61 62 63
8. Biologik/Organik 1. Rawa 2. Gambut
64 65
9. Denudasional 1. Perbukitan terkikis 2. Pegunungan terkikis 3. Bukit sisa 4. Bukit terisolasi 5. Pedimen 6. Gawir 7. Kipas rombakan lereng 8. Lahan rusak
66 67 68 69 70 71 72 73
10. Antropogenik 1. Tambang 2. Industri 3. Pemukiman 4. Lahan Terbangun 5. Kehutanan dan Pertanian
74 75 76 77 78
25
Penutup NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
VI. PENUTUP
Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) Pemetaan Sistem Lahan Skala
1:25.000/50.000 merupakan hasil kajian yang melibatkan pakar terkait bidang pemetaan
tematik. NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/50.000 mencakup aspek (1)
geometrik dan data atribut; (2) klasifikasi sistem lahan (faset lahan); (3) penamaan dan
simbolisasi; dan (4) visualisasi data/kartografi.
NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/50.000 disusun sebagai satu-satunya
pedoman dalam melakukan Pemetaan Sistem Lahan di Indonesia. Metode dan parameter
baku yang sesuai dengan karakteristik wilayah Indonesia dituangkan dalam NSPK Pemetaan
Sistem Lahan Skala 1:25.000/50.000, sehingga memudahkan pengguna untuk melakukan
Pemetaan Sistem Lahan.
NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/50.000 yang disusun telah mengacu
dan mempertimbangkan Standar Nasional Indonesia yang sudah diterbitkan sebelumnya.
Pihak-pihak terkait yang akan melaksanakan Pemetaan Sistem Lahan Skala
1:25.000/1:50.000 harus merujuk pada NSPK ini.
26
Daftar Pustaka NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
DAFTAR BACAAN PENDUKUNG
Bakosurtanal, 2006, Spesifikasi Teknis Pemutakhiran Data Sistem Lahan. Bogor, Indonesia.
Christian CS, Stewart GA., 1968, Methodology of integrated surveys. Proceedings of
UnescoConference on Aerial Surveys and Integrated Studies, Toulouse,
France, page 233-280.
J. R. Desaunettes., 1977, Catalogue of Landforms for Indonesia: Examples of a
Physiographic Approach to Land Evaluation for Agricultural Development;
Trust Fund of the Government of Indonesia, Food and Agriculture
Organization, Bogor. Indonesia.
Lillesand, T.M., Kiefer, R.W., 1993, Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, Indonesia.
RePPProT, 1986, Reviews of Phase I Result Irian Jaya. Government of Republic Indonesia,
Ministry of Transmigration, Jakarta, Indonesia.
RePPProT, 1987, Reviews of Phase I Results East and Soth Kalimantan, Government of
Republic Indonesia, Ministry of Transmigration, Jakarta, Indonesia.
RePPProT, 1988, Reviews of Phase I Results Sumatera, Government of Republic Indonesia,
Ministry of Transmigration, Jakarta, Indonesia
RePPProT, 1988, Reviews of Phase I Results Sulawesi, Government of Republic Indonesia,
Ministry of Transmigration, Jakarta, Indonesia.
RePPProT, 1989, Reviews of Phase I Results Maluku and Nusa Tenggara, Government of
Republic Indonesia, Ministry of Transmigration. Jakarta, Indonesia.
RePPProT, 1989, Reviews of Phase I Results Java & Bali, Government of Republic Indonesia,
Ministry of Transmigration, Jakarta, Indonesia.
RePPProT, 1990, Sumberdaya Lahan Indonesia, Land Resource Department ODNRI
(Overseas Development Admnistration Foreign and Coomonwealth Office),
London, England.
Soil Survey Staff, 1999, Kunci Taksonomi Tanah. USDA (United Dapartment of Agriculture,
natural Resources Conservation Services). Pusat Penelitaian Tanah dan
Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor,
Indonesoa
Sutoto, 2013. Geologi Dasar. Penerbit Ombak. Yogyakarta. Indonesia.
Van Zuidam, R.A. and Van Zuidam Concelado, F.I, 1978, Terrain Analysis and Classification
Using Aerial Photograph, ITC Textbook, International Institute for Aerospace
Survey dan Earth Sciences, Enschede, The Netherlands
Van Zuidam, 1985, Aerial Photo-Interpretation Terrain Analysis and Geomorphology
Mapping, Smith Publisher The Hague, ITC.
Verstappen, H., 1983, Applied Geomorphology, Elsevier Science Publishers, Amsterdam
Von Bandat, H. F., 1962, Aerogeology, Houston TX, Gulf Publishing Co, p. 350
27
Daftar Pustaka NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Peraturan dan Undang-undang
1. NSPK Pembaruan Peta Sistem Lahan Skala 1:250.000, PPIT – BIG (2014)
2. Peraturan Kepala badan Informasi Geospasial No. 15 tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar.
3. SNI 6502.2-2010 tentang Spesifikasi Penyajian Peta Rupa Bumi Skala 25.000
4. SNI 6502.3-2010 tentang Spesifikasi Penyajian Peta Rupa Bumi Skala 50.000
28
Glosarry NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
GLOSARRY
Amplitudo relief Perbedaan ketinggian suatu bentuk bentanglahan Bentanglahan Bentangan permukaan bumi dengan seluruh fenomena fisik dan
biotisnya, yang mencakup: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan atribut-atribut lain, yang dipengaruhi dan mempengaruhi aktivitas manusia
Bentuklahan Bentukan pada permukaan bumi sebagai hasil interaksi yang kompleks antara material penyusun bentuklahan dengan berbagai proses geomorfologis yang membentuknya dan mengubahnya dari waktu ke waktu
Bentuklahan asal proses Aeolian (e)
Bentuklahan yang terbentuk akibat aktivitas angin
Bentuklahan asal proses Antropogenik (a)
Bentuklahan yang terbentuk akibat oleh aktivitas manusia.
Bentuklahan asal proses Biologik/Organik (o)
Bentuklahan yang terbentuk akibat aktivitas organisme maupun biologis.
Bentuklahan asal proses Denudasional (d)
Bentuklahan yang terbentuk oleh berbagai proses pengikisan dan pengelupasan material penyelimut batuan dasar sehingga hampir seluruh material penyelimut permukaan hilang dan menyisakan batuan dasar yang tersingkap
Bentuklahan asal proses Fluvial (f)
Bentuklahan yang terbentuk akibat pengendapan material oleh air yang mengalir/ sungai.
Bentuklahan asal proses Glasial (g)
Bentuklahan yang terbentuk akibat aktivitas gletser (gerakan massa es).
Bentuklahan asal proses Marin (m)
Bentuklahan yang terbentuk akibat proses laut, seperti tenaga gelombang, pasang dan arus.
Bentuklahan asal proses Solusional/Karst (k)
Bentuklahan yang terbentuk akibat oleh pelarutan batuan.
Bentuklahan asal proses Struktural (s)
Bentuklahan yang terbentuk akibat pengaruh struktur geologi.
Bentuklahan asal proses Vulkanik (v)
Bentuklahan yang terbentuk akibat kegiatan gunung api
Data Geospasial Data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek alam dan/atau buatan manusia yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi (UU IG No. 4 Tahun 2011)
Drainase tanah Pengeringan air yang berlebihan pada tanah yang mencakup proses pengatusan dan pengaliran air yang berada dalam profil tanah maupun pada permukaan tanah yang menggenang (pounded) akibat pengeruh topografi, air tanah yang dangkal, iklim (curah hujan).sifat pengeringan air yang berlebihan pada tanah, meliputi pengatusan dan pengalihan air baik pada profil tanah maupun yang ada pada permukaan tanah.
Fisiografi Wilayah yang cukup terbatas sehingga gejala-gejala yang terjadi didalamnya tidak terpengaruh oleh keadaan fisik wilayah-wilayah tetangga
Genangan Air yang antri (memenuhi) jalan dengan ketinggian air mencapai 30 sampai 50 cm.
29
Glosarry NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Geospasial Aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisisuatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu (UU IG No. 4 Tahun 2011).
Iklim Keadaan cuaca pada suatu daerah dalam jangka waktu panjang (umumnya 30 tahun)
Informasi Geospasial Data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian (UU IG No. 4 Tahun 2011).
Karakteristik lahan Sifat-sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Kedalaman tanah efektif
Kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, waktu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus oleh akar tanaman.
Kemiringan lereng Beda tinggi / jarak x 100% Kesesuaian lahan Tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan lahan
tertentu. Ketinggian Posisi vertikal (ketinggian) suatu objek dari suatu titik tertentu
(datum) Kualitas air Mengacu pada karakteristik kimia, fisika dan biologi air. Kualitas lahan Sifat-sifat atau atribut yang komplek dari suatu lahan Lapisan tanah atas (topsoil)
Tanah lapisan atas berwarna gelap dan kehitam-hitaman yang terpindahkan oleh proses pengolahan tanah
Lapisan tanah bawah (subsoil)
Tanah lapisan bawah warnaya lebih cerah dan lebih padat daripada tanah atas, mempunyai strukturnya lebih mampat, dan tidak tersentuh oleh proses pengolahan tanah
Lereng Bidang, tanah yg landai atau miring Litologi Ilmu tentang batu-batuan yg berkenaan dengan sifat fisik, kimia,
dan strukturnya. Morfogenesa Asal muasal pembentukan dan perkembangan bentuklahan yang
mencakup berbagai proses-proses endogenik dan eksogenik yang pernah dan sedang terjadi pada bentuklahan.
Morfografi Susunan objek alami yang ada dipermukaan bumi, bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan, antara lain, lembah, bukit, perbukitan, dataran, punggungan, tubuh sungai, kipas aluvial, dan lain-lainnya.
Morfokronologi Proses pembentukan permukaan bumi yang menyangkut mengenai aspek pembentukan formasi dan perkembangannya, hal ini penting sekali untuk membedakan antara bentuk-bentuk dari berbagai jenis umur, terutama yang masih baru (recent) dengan bentuk-bentuk dari periode-periode masa lalu.
Morfologi Kajian mengenai seluk beluk bentuk obyek, dalam hal ini obyek kajian adalah permukaan bumi. Kajian morfologi permukaan bumi dapat diungkapkan secara deskriptif (morfografis) dan secara numeric (morfometris) menggunakan ukuran yang eksak
Morfometri Pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada aspek-aspek kualitatif dari suatu daerah seperti kelerengan, pola lereng, ketinggian, relief, bentuk lembah, tingkat erosi atau pola pengaliran.
Pembaruan Menambah atau mengurangi data dan atau informasi Penggambaran Peta Suatu proses dalam menyajikan informasi mengenai keadaan
permukaan bumi pada bahan kertas menurut aturan tertentu
30
Glosarry NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Penggunaan lahan Setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual.
Perikanan Segala sesuatu yg bersangkutan dng penangkapan, pemiaraan, dan pembudidayaan ikan.
Peta Gambaran dari permukaan bumi pada suatu bidang datar yang dibuat secara kartografis menurut proyeksi dan skala tertentu dengan menyajikan unsur- unsur alam dan buatan serta informasi lainnya yang diinginkan
Peta Dasar Peta yang menyajikan informasi dasar, yang dapat dipakai sebagai dasar bagi penyajian informasi tematik lainnya
Profil bentang lahan Penampang melintang suatu bentang lahan yang menunjukkan sistem lahan yang dilalui garis transek pada lembar nomor peta yang dimaksud
Singkapan Batuan Bagian batuan dasar yang tampak di permukaan bumi Sistem Lahan Suatu kesatuan dari satuan-satuan bentuklahan yang proses
pembentukannya saling terkait sehingga membentuk pola pengulangan yang relatif seragam dalam hal relief/topografi, tanah, vegetasi dan iklim (Christian dan Stewart, 1968).
Spasial Aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi, letak dan posisinya (UU IG No. 4 Tahun 2011).
Tanah Tubuh alam gembur yang menyelimuti sebagian besar permukaan daratan sebagai hasil kerja iklim dan organisme yang bekerja pada bahan induk tanah yang terletak pada relief tertentu selama waktu tertentu pula.
Tekstur tanah Perbandingan relatif dari partikel penyusun tanah yang terdiri dari pasir, debu, dan klei (clay)
Tematik Utama Data dan atau informasi geospasial dengan tema tertentu yang dapat digunakan untuk data utama pemetaan tematik lain
31
Glosarry NSPK Pemetaan Sistem Lahan Skala 1:25.000/1:50.000 - PPIT BIG - 2015
Recommended