View
80
Download
6
Category
Preview:
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahli
membuat pembagian dan klasifikasi otitis media. Secara mudah, otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media
serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME),
dimana masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Selain itu, terdapat
juga jenis otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media
sifilitika. Otitis media yang lain adalah otitis media adhesiva. (1)
Otitis media merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada anak-
anak selain dari penyakit infeksi saluran nafas. Beberapa kasus otitis media akut
dapat menyebabkan otitis media efusi (OME) yang persisten, yang merupakan
salah satu penyebab utama penurunan pendengaran pada anak-anak, utamanya
pada Negara berkembang, dan mencapai puncak insidensi pada usia 2 dan 5
tahun. (2) (3)
Penyebab utama otitis media efusi (OME) belum jelas, namun beberapa
data menunjukkan bahwa refluks asam lambung menjadi kemungkinan penyebab
OME pada anak. Meskipun disfungsi tuba eustachia itu sendiri dapat
menyebabkan efusi telinga tengah, ada banyak bukti yang menunjukkan
kebanyakan kasus OME terjadi sebagai sekuel dari otitis media akut atau
setidaknya memiliki faktor etiologi yang sama. Penyebab spesifik dapat
diidentifikasi pada kebanyakan kasus otitis media pada orang dewasa, seperti
penyakit sinus paranasal, karsinoma nasofaring, dan sebagai sekuel post radiasi. .
OME dapat asimtomatik dan hanya dideteksi pada pemeriksaan skrining audiologi
rutin. Gejala OME yang paling sering adalah penurunan pendengaran. Gejala
lainnya berupa rasa tersumbat pada telinga. Gejala yang lebih jarang dapat berupa
nyeri telinga, tinnitus atau gangguan keseimbangan. (2)
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI
Gbr 1. Anatomi telinga (4)
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam.
Telinga luar terdiri dari daun telinga sampai membran timpani. Daun telinga
terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S,
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga luar, sedangkan dua pertiga bagian
dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 ½ - 3 cm. (1)
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani;
batas depan tuba eustachia; batas bawah vena jugularis; batas belakang aditus
ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis; batas atas tegmen timpani; batas
dalam berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium. (1)
2
Gbr 2. Telinga tengah (5)
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (membran Sharpnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar
ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel
kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam. (1)
Bagian penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya (cone of light)
ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5
untuk membran timpani kanan. Reflex cahaya ialah cahaya dari luar yang
dipantulkan oleh mebran timpani. (1)
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
3
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan
serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di
dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. (1)
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong
yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. (1)
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini
terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah
dengan antrum mastoid. Tuba eustachia termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. (1)
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran
dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli. (1)
Gbr 3. Telinga dalam (5)
4
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea
tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala
media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi
perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli
disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar
skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti.
(1)
B. DEFINISI
Otitis media efusi, disebut juga otitis media non supuratif, otitis media
serosa, otitis media musinosa, otitis media sekretoria atau otitis media mucoid
(glue ear). Otitis media efusi persisten merupakan keadaan dimana terdapat
efusi pada telinga tengah, yang bersifat serosa ataupun mukoid, dan persisten
dalam waktu 3 bulan atau lebih, dengan membran timpani yang utuh dan
tanpa tanda-tanda infeksi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis media
serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media
mukoid (glue ear). Pada dasarnya otitis media efusi dibagi menjadi dua, yaitu :
otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronik. (1) (2)
Otitis media efusi akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga
tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Keadaan
akut ini dapat disebabkan antara lain oleh : (1) sumbatan tuba, pada keadaan
tersebut terbentuk cairan di telinga tengah disebabkan oleh tersumbatnya tuba
secara tiba-tiba seperti pada barotraumas, (2) virus, terbentuknya cairan di
telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus pada jalan napas atas,
(3) alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan
keadaan alergi pada jalan napas atas, (4) idiopatik. (1)
Pada otitis media efusi kronik, sekret terbentuk secara bertahap tanpa
rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama. Sekret
pada OME kronik dapat kental seperti lem, maka disebut “glue ear”. Otitis
5
media efusi kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan OME akut
lebih sering terjadi pada orang dewasa. (1)
C. ETIOLOGI
Penyebab dari Otitis Media Efusi umumnya adalah obstruksi tuba
eustachia akibat edema mukosa karena infeksi (sinusitis, nasofaringitis) atau
alergi. Tekanan ekstrinsik pada bagian kartilago tuba esutachia akibat
hyperplasia kelenjar atau jaringan limfe, ataupun tumor. Malfungsi otot tuba
eustachia seperti pada anak dengan cleft-palate / bibir sumbing, ataupun
malformasi dari tuba itu sendiri seperti pada Down syndrome. (6)
Pada anak-anak nasofaringitis merupakan penyebab tersering OME.
Sedangkan pada orang dewasa, kondisi ini lebih jarang, dan adanya OME
persisten dapat disebabkan oleh tumor nasofaringeal yang menyumbat tuba
eustachia, atau neoplasma yang menekan atau menginfiltrasi saluran tuba
esutachia. (6)
D. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor lingkungan, umur, dan gangguan pada tuba eustachia dapat
merupakan factor predisposisi OME.
- Faktor lingkungan. Beberapa studi epidemiologis menunjukkan hubungan
yang erat dengan peningkatan prevalensi OME. Factor ini berupa, pemakaian
dot, makan sambil berbaring, alergi dengan lingkungan tertentu, status sosial
ekonomi yang rendah,
- Umur. Pada bayi, tuba eustachia lebih horizontal, seiring pertumbuhan
tuba esutachia membentuk sudut 45° dalam beberapa tahun. Selain itu ukuran
dan bentuk tuba eustachia saat bayi, masih kurang memadai untuk ventilasi
telinga tengah.
- Gangguan tuba eustachia. Gangguan pada pembukaan normal orifisium
tuba eustachia pada nasofaring juga dihubungkan dengan peningkatan
prevalensi otitis media efusi. Biasanya terjadi pada pasien dengan bibir
sumbing dan pada anak dengan Down syndrome serta kelainan lain pada
6
palatum. Selain itu, penurunan klirens mukosiliar serta peningkatan viskositas
mukus pada fibrosis kistik juga dihubungkan dengan peningkatan prevalensi
OME. (7)
E. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat infeksi telinga tengah merupakan problem medis yang
paling sering pada bayi dan anak usia pra sekolah, dan merupakan diagnosis
primer tersering pada anak usia < 15 tahun. Pada skrining bayi hingga usia 5
tahun menunjukkan prevalensi OME sebesar 15-40%. Puncak insidensi OME
berkisar pada usia 2 dan 5 tahun, serta paling sering terjadi pada musim dingin.
(7) (8)
F. PATOGENESIS
OME dapat terjadi selama masa penyembuhan OMA saat inflamasi telah
mereda. Berkisar 45% anak yang menderita OMA mengalami OME persisten
setelah satu bulan, namun angka ini menurun menjadi 10% setelah 3 bulan. (7)
Dalam kondisi normal, mukosa telinga tengah mensekresi mukus secara
konstan, yang kemudian dialirkan oleh transport mukosiliar ke nasofarings
melalui tuba eustachia. Berbagai factor yang menyebabkan produksi mukus
berlebih, atau gangguan klirens mukus, ataupun keduanya dapat menyebabkan
otitis media efusi. (2)
Infeksi bakteri atau virus dapat menyebabkan peningkatan produksi dan
viskositas sekrersi mukosa telinga tengah. Infeksi juga menyebabkan inflamasi
dan edema mukosa yang dapat mengobstruksi tuba eustachia. Paralisis temporer
oleh eksotoksin bakteri juga mengganggu proses klirens efusi tersebut. (7)
Studi eksperimental membuktikan kegagalan membukanya tuba eustachia
sebagai penyebab efusi telinga tengah. Karena gas secara konstan diabsorbsi ke
dalam mikrosirkulasi mukosa telinga tengah, terjadi tekanan negatif pada celah
telinga tengah jika tuba eustahia terhambat. Tekanan negatif ini menyebabkan
transudasi cairan ke dalam telinga tengah. (2)
7
Pemaparan asap rokok juga dapat berkontribusi dalam disfungsi siliar pada
OME. Ada viskositas optimum mukus agar dapat terjadi transport mukosiliar
yang efektif. Bila mukus yang dibentuk di telinga tengah terlalu seros atau terlalu
mukoid, silia tidak mampu membersihkan dengan efisien. (2)
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Otitis media efusi dapat asimtomatis dan hanya terdeteksi melalui
pemeriksaan skrining audiologi rutin. OME biasanya memiliki gejala yang
tidak terlalu jelas. Gejala OME yang paling sering adalah penurunan
pendengaran. Meskipun anak yang lebih tua dapat mengeluhkan penurunan
pendengaran, namun pada kebanyakan kasus gejala tersebut ditemukan
oleh orang tua, perawat, ataupun guru dari anak tersebut. Orang tua
biasanya merasakan volume televisi yang terlalu besar ataupun anak duduk
dekat dengan televisi, atau anak tidak merespon saat dipanggil. Pada anak
yang lebih muda gejala dapat berupa keterlambatan atau gangguan
berbicara. Gejala lainnya berupa rasa penuh atau tersumbat pada telinga.
Gejala yang lebih jarang dapat berupa nyeri telinga, tinnitus atau gangguan
keseimbangan. (2) (7)
Gejala yang menonjol pada OME akut biasanya berupa pendengaran
berkurang. Selain itu pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat pada
telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda pada telinga
yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang-kadang terasa seperti ada cairan
yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah. Rasa sedikit
nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada
barotrauma), tetapi setelah secret terbentuk tekanan negative perlahan-lahan
hilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya
secret adalah virus atau alergi. Tinnitus, vertigo atau pusing kadang-kadang
ada dalam bentuk yang ringan. Pada OME kronik, perasaan tuli lebih
menonjol, oleh karena adanya sekret kental atau glue ear. (1)
8
2. Pemeriksaan Fisis
Penemuan pada pemeriksaan otoskopi dapat bervariasi. Pada stadium
awal, dapat ditemukan cairan jernih dengan gelembung atau “air-fluid
level”. Seiring dengan bertambahnya volume dan kekentalan cairan, serta
hilangnya udara, membrane timpani dapat terlihat berwarna gelap, tebal
atau pucat. Efusi telinga serous dan mucous biasanya steril dan tidak
menyebabkan penebalan dan kemerahan difus seperti pada infeksi
bakterial akut. Kadang ditemukan membran timpani tetap berwarna terang,
dengan reflex cahaya yang baik. Pada otoskopi OME akut terlihat
membrane timpani retraksi. Kadang-kadang tampak gelembung udara atau
permukaan cairan dalam kavum timpani. Pada otoskopi OME kronik dapat
terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning-kemerahan atau
keabu-abuan. (1) (9)
Penemuan yang lebih terpercaya adalah penurunan mobilitas
membrane timpani. Bila cairan kental dan tidak ada udara, dapat terlihat
pergerakan membrane timpani menurun atau tidak ada sama sekali.
Pneumatic otoscopy merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
menentukan mobilitas membrane timpani sebagai respons terhadap
perubahan tekanan. Pneumatik otoskopi memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang tinggi dalam mendiagnosa OME. Pada pneumatic otoskopi,
lakukan penilaian terhadap warna, translusensi dan posisi membrane
timpani serta derajat mobilitas membrane timpani. Membran timpani
normal konveks, translusen dan intak. Penebalan membrane timpani
menyebabkan penurunan mobilitas. Bila membrane timpani tidak bergerak
dengan pemberian sedikit tekanan positif atau negative, maka
kemungkinan besar terdapat efusi pada telinga tengah. Kadang pada
pemberian tekanan dapat terlihat air-fluid level di belakang membrane
timpani, yang bernilai diagnostic pada efusi telinga tengah. (9) (10)
9
Gbr 4. Otoskopi Pneumatik Siegle (10)
Gbr 5. Pemeriksaan dengan menggunakan Otoskopi Pneumatik Siegle. (10)
Gbr 6. Telinga kanan. Membran timpani normal.
1 = pars flaccida; 2 = short process of the malleus; 3 = handle of the malleus; 4 = umbo;
5 = supratubal recess; 6 = tubal orifice; 7 = hypotympanic air cells; 8 = stapedius tendon;
c = chorda tympani; I = incus; P = promontory; o = oval window;
R = round window; T = tensor tympani; A = annulus. (6)
10
Gbr 7. Otitis media efusi dengan perubahan minimal pada membrane timpani. Membrane
timpani hanya terlihat sedikit berbeda, berwarna coklat dengan sedikit hiperemis.
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan penurunan mobilitas MT dan gangguan pada
pemeriksaan audiometri. (11)
Gbr 8. Otitis media serosa. Tampak gelembung udara pada bagian anterior malleus serta
pada kuadran posteroinferior. (6)
Gbr 9. OME dengan transudat yang kental memberikan warna kuning gelap pada
membrane timpani. Air fluid level dapat terlihat pada kuadran posterosuperior. Membrane
timpani tampak hiperemis difus. (6)
11
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium jarang digunakan dalam pemeriksaan
dan diagnosis otitis media efusi (OME) kecuali diduga ada proses lain.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah cukup sensitif dan spesifik untuk
memfasilitasi keakuratan diagnosis dan pengobatan penyakit. Kultur tidak
rutin dilakukan pada penyakit otitis media efusi. (7)
Pada kasus yang jarang, laju endap darah (LED) diperoleh untuk
menyingkirkan adanya destruksi/kerusakan tulang, atau complete blood
cell (CBC) dinilai untuk menyingkirkan adanya infeksi aktif. (7)
Pada otitis media akut studi histologis pada tulang temporal
tampak adanya dilatasi dan hiperplasia pembuluh darah, inflamasi dan
metaplasia dari mukosa, pembentukan kelenjar, edema, dan infiltrasi
dengan populasi sel mononuklear. Temuan yang sama mungkin ada, untuk
tingkat yang lebih rendah, pada otitis media dengan efusi. (7)
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos mastoid pernah digunakan sebagai metode skrining
untuk otitis media dengan efusi (OME), tapi studi pencitraan ini sekarang
jarang digunakan, mengingat anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah
cukup sensitif dalam membantu mendiagnosa penyakit. (7)
CT-scan
CT Scan sangat sensitif dan tidak diperlukan untuk mendiagnosis.
Namun, CT scan penting dalam upaya untuk menyingkirkan kemungkinan
komplikasi dari otitis media (misalnya, mastoiditis, trombosis sinus
sigmoid, erosi tulang dengan ekstensi intrakranial) atau lesi yang abnormal
(misalnya, cholesteatoma). CT Scan sangat penting dalam otitis media
dengan efusi unilateral ketika massa nasofaring atau tuba estachius harus
disingkirkan. (7)
MRI (Magnetic Resonane Imaging)
12
Magnetic resonance imaging (MRI) sangat berguna pada
pemeriksaan massa jaringan lunak yang mungkin berkontribusi terhadap
efusi telinga tengah (MEE) karena kemampuannya untuk menggambarkan
batas/tepi jaringan lunak dan membantu menentukan tingkat ekstensi
potensial intrakranial (sering membantu pada massa nasofaring). Selain
itu, MRI dan variannya erat terkait dari magnetic resonance venography
(MRV) dan magnetic resonance arteriography (MRA) menunjukkan
komplikasi seperti trombosis pada sinus intrakranial sangat baik. Namun,
ketika terjadi ekstensi intrakranial, baik invasi dari nasofaring atau tulang
temporal, CT scan membantu menentukan anatomi tulang secara spesifik
dan harus digunakan dalam hubungannya dengan MRI. (7)
Tympanometri
Timpanometri merupakan tes yang lebih akurat untuk
mendiagnosis otitis media efusi (OME). Hasil dari tes ini dapat membantu
memberitahukan jumlah dan ketebalan cairan. Tympanometri mungkin
yang paling berguna dari semua tes yang berhubungan dengan otitis media
efusi (OME). Tes ini menunjukkan tipe B terdapat pada 43% kasus otitis
media dengan efusi dan tipe C pada 47% kasus. (7) (8)
Tes ini sangat berguna pada anak-anak kecil yang kanalis acusticus
eksternalnya mungkin terlalu kecil atau kolaps untuk memungkinkan
visualisasi yang memadai dari membran timpani. Namun, pada mereka
yang berusia kurang dari 7 bulan, timpanometri tidak dapat dipercaya. (7)
Tes bahasa
Tes bahasa juga telah dianjurkan dalam pedoman praktek klinis
untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran (nada murni rata-rata
lebih besar dari 20 dB HL evaluasi audiometri komprehensif). Pengujian
untuk keterlambatan bahasa adalah penting, karena komunikasi merupakan
bagian integral dari semua aspek fungsi manusia. Anak-anak dengan
keterlambatan bicara dan bahasa selama tahun-tahun prasekolah beresiko
untuk masalah komunikasi lanjutan dan penundaan di kemudian membaca
dan menulis. (7)
Tympanocintesis
13
Tympanocintesis melibatkan aspirasi efusi dari telinga tengah.
Tympanocentesis dapat berfungsi baik sebagai prosedur terapi dan
prosedur diagnostik. (7)
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis Banding (7)
Tumor nasofaring jinak
Karsinoma nasofaring
Otitis media akut
Hipertrofi adenoid
Defek kongenital pada tuba eustachia
Diskinesia silier
Defisiensi igG
I. PENATALAKSANAAN
Non-Operatif
Panduan klinis untuk penanganan non-operatif OME yaitu : (2) (7)
1. Dokumentasi lateralitas, durasi efusi dan keparahan gejala OME.
2. Bedakan anak dengan OME yang beresiko mengalami gangguan bicara,
bahasa atau belajar, pada anak yang beresiko perlu evaluasi pendengaran,
bahasa, dan bicara serta perlu intervensi.
3. Anak OME yang tidak beresiko ditangani dengan watchful waiting selama
3 bulan dari onset efusi (bila diketahui) atau dari saat terdiagnosa (jika
onset tidak diketahui).
4. Pemeriksaan pendengaran dilakukan bila OME menetap selama 3 bulan
atau lebih, atau kapan saja saat dicurigai adanya keterlambatan bicara,
gangguan belajar, atau penurunan pendengaran yang signifikan pada anak
dengan OME.
5. Anak dengan OME persisten yang tidak beresiko harus di periksa kembali
dalam interval 3-6 bulan hingga tidak lagi diurigai adanya efusi, penurunan
14
pendengaran yang signifikan, atau abnormalitas structural pada membrane
timpani atau telinga tengah.
Observasi
Kebanyakan pasien OME tidak membutuhkan penanganan khusus
terutama bila gangguan pendengaran bersifat ringan. Pada banyak pasien OME
dapat sembuh spontan. Periode watchful waiting selama 3 bulan dari onset (bila
diketahui) atau dari ditegakkannya diagnosis (jika onset tidak diketahui)
disarankan sebelum mempertimbangkan intervensi. Secara ideal penanganan
dini diberikan pada pasien yang tidak mengalami penyembuhan spontan.
Beberapa percobaan menunjukkan bahwa gangguan pendengaran bilateral > 30
dB sebagai factor yang memperlambat resolusi spontan. Intervensi dini harus
dipertimbangkan bila terdapat keterlambatan bicara atau perkembangan bahasa
atau bila OME terjadi pada hanya satu telinga yang mendengar. (2)
Medikamentosa
Pengobatan Otitis Media Efusi masih kontroversial dan sangat bervariasi
dalam prakteknya. Penggunaan obat termasuk antibiotik, steroid, dekongestan
dan antihistamin. Penggunaan antibiotik pada OME tampak efektif pada
beberapa pasien, namun hanya memiliki efek jangka pendek. Antibiotik yang
dapat diberikan seperti erythromycin, amoxicillin, trimetophrim-
sulfamethoxazole. (1) (7)
Penanganan operatif
Penanganan operatif OME adalah tube tympanostomy dan adenoidectomy.
Myringotomy dan aspirasi efusi telinga tengah tanpa insersi tube ventilasi
hanya memiliki manfaat jangka pendek dan tidak direkomendasikan. (2)
Indikasi penanganan operatif pada OME yaitu : (12)
1. Bila terdapat OME bilateral yang berlangsung selama 3 bulan atau lebih,
utamanya bila simtomatis;
2. OME unilateral selama 6 bulan atau lebih, utamanya jika simtomatis;
15
3. OME yang rekuren atau persisten pada anak yang beresiko tinggi, dengan
atau tanpa adanya simtom;
4. OME dengan kerusakan struktural pada membrane timpani atau telinga
tengah.
Myringotomy
Myringotomy dan aspirasi efusi. Jika OME disertai penurunan
pendengaran menetap selama lebih dari 3 bulan, seringkali dilakukan
myringotomy (dengan anastesi umum pada anak-anak) disertai aspirasi cairan.
Bila prosedur ini dilakukan tanpa pemasangan tube untuk menyamakan
tekanan, memberikan hasil yang kurang memuaskan dalam jangka-panjang.
Myringotomy dan aspirasi merupakan penanganan yang lebih cocok untuk
pasien dewasa. Keuntungan dari tindakan ini adalah pemulihan yang segera
pada pendengaran, gejala dan tekanan. Kerugian dari tindakan ini adalah insisi
biasanya sembuh dalam waktu 1 minggu, sedangkan masalah yang mendasari
yaitu disfungsi tuba membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pulih (rata-rata
6 minggu); oleh karena itu rekurensi sering terjadi. Myringotomy dan aspirasi
berguna untuk pasien dengan derajat kehilangan pendengaran sedang sampai
berat. (7) (11)
Myringotomy dengan pemasangan tympanostomy tube
Indikasi pemasangan tympanostomy tube, yaitu : (13)
1. OME kronik, yang tidak berespon dengan obat, yang berlangsung selama 3
bulan pada OME bilateral, atau 6 bulan pada OME unilateral.
2. Otitis media akut yang rekuren, utamanya jika profilaksis antimicrobial
gagal.
3. OME rekuren dengan durasi setiap episode tidak mencukupi criteria kronik,
namun durasi kumulatif melebihi, seperti 6 bulan dalam 1 tahun terakhir.
4. Bila ditemukan atau dicurigai adanya komplikasi supuratif; insersi
tympanostomy tube pada saat tympanosintesis/myringotomy dapat
menambah waktu drainase dan aerasi telinga tengah dan mastoid.
16
5. Disfungsi tuba esutachia (walaupun tanpa adanya efusi telinga tengah) bila
pasien menunjukkan tanda dan gejala yang persisten/rekuren yang tidak
hilang dengan pengobatan.
6. Barotraumas, utamanya untuk mencegah episode rekurensi (missal, setelah
penerbangan pesawat, atau terapi hypobaric chamber)
Tujuan pemasangan tube tympanostomy adalah untuk membuat ventilasi
pada rongga telinga tengah untuk memperbaiki pendengaran. Ventilasi telinga
tengah jangka panjang juga dapat meredakan inflamasi kronik pada mukosa
telinga tengah. Komplikasi dapat berupa seperti myringosklerosis, otore
puurulen, dan perforasi residual setelah pemasangan. Ada dua jenis
tympanostomy tube : tube jangka pendek (ontoh, grommets), yang dapat
bertahan pada membrane timpani selama kurang lebih 12 bulan, dan tube
jangka panjang (contoh, T-tubes) dapat bertahan hingga beberapa tahun.
Insidensi perforasi residual pada penggunaan tube ventilasi jangka panjang
mengindikasikan pemasangan tube jangka panjang tidak diindikasikan pada
kasus yang tidak berkomplikasi. (2)
Gbr 10. Beberapa jenis ear tube. (14)
Gbr 11. Tanda panah menunjukkan insisi radial pada myringotomy dimana grommet
akan diinsersi. Insisi tidak dilakukan pada kuadran posterior/superior membran
untuk menghindari cedera pada incus dan stapes. (11)
17
Gbr 12. Insersi grommet; tube teflon yang sering digunakan untuk mencegah
rekurensi efusi telinga tengah. Trauma yang ditimbulkan mini-grommet pada
mebran timpani lebih minimal, namun ekstrusi lebih cepat. (11)
Gbr 13. Insersi Grommet. Insisi myringotomy pada bagian posterior membrane
timpani dapat merusak sendi inudostapedial atau round window, selain itu insersi
grommet pada bagian posterior dapat menimbulkan nekrosis akibat tekanan dalam
waktu yang lama. Myringotomy radial anterior atau inferior merupakan insisi yang
lebih aman. (11)
Tube grommet menyediakan ventilasi pada telinga tengah dan bertindak
sebagai tuba eustachia. Grommet biasanya lepas dari membrane timpani yang
telah intak secara spontan dalam jangka 6-18 bulan, dan biasanya didapatkan
bersama dengan serumen pada meatus. Dengan efusi telinga tengah yang
rekuren, mungkin dibutuhkan pemasangan ulang grommet. Jika fungsi normal
tuba eustahia tidak kembali dan OME berulang, dilakukan penggantian
grommet. (11)
Adenoidectomy
Adenoidectomy masih menjadi kontroversi dalam penanganan OME.
Adenoidectomy menghilangkan obstruksi nasal, memperbaiki tuba eustachia,
18
dan mengeliminasi potensi reservoir bakteri. Bukti menunjukkan bahwa
adenoidectomy efektif mengurangi morbiditas OME. Namun, karena resiko
potensial yang ditimbulkan adenoidectomy (perdarahan primer dan, insufisiensi
velofaringeal, namun jarang terjadi), banyak yang menggunakan
tympanostomy tube sebagai penanganan lini pertama dan mempertimbangkan
adenoidectomy bila pemasangan tympanostomy tube berulang pada OME
rekuren. (2)
J. PROGNOSIS
Umumnya, prognosis otitis media efusi adalah baik. Kebanyakan kasus
sembuh sendiri tanpa ada intervensi, dan banyak pula yang sembuh tanpa
terdiagnosa. Namun, 5% anak yang tidak ditangani seara operatif mengalami
OME yang persisten dalam setahun. Intervensi bedah meningkatkan klirens
dari efusi telinga tengah, namun manfaatnya terhadap perkembangan bicara
dan bahasaserta kualitas hidup masih kontroversial. (2)
Setelah ekstrusi tube spontan, 20-50% pasien mengalami rekurensi OME,
sehingga membutuhkan penggantian tube, dan pada kebanyakan kasus,
adenoidektomi simultan. (2)
Otitis media efusi biasanya akan sembuh dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan. Pengobatan dapat mempercepat proses pemulihan. Masa
penyembuhan “glue ear” tidak secepat otitis media dengan efusi yang lebih
tipis (serosa). (8)
Otitis media efusi biasanya tidak mengancam jiwa. Kebanyakan anak tidak
mengalami efek jangka panjang berupa gangguan pendengaran ataupun
gangguan bicara, bahkan jika cairan masih ada dalam beberapa bulan. (8)
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi, Efiaty A., et al., [ed.]. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. edisi 6. Jakarta : FK-UI, 2007.
2. Lalwani, Anil K., [ed.]. Current Diagnosis & Treatment : Otolaryngology Head and Nek Surgery. 2nd edition. New York : McGraw-Hill.
3. Cummings, Charles W., et al., [ed.]. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery. 4th edition. Pennsylvania : Mosby, 2005.
4. University of Maryland Medical Center. Ear Anatomy. [Online] 2005. http://www.umm.edu/patiented/articles/ear_anatomy_000155.htm.
5. Drake, Richard L., Vogl, Wayne and Mitchell, Adam W.M. Gray's Anatomy for Students. s.l. : Elsevier, 2007.
6. Sanna, Mario, Russo, Alessandra and Donato, Giuseppe De, [ed.]. Color Atlas of Otoscopy from Diagnosis to Surgery. New York : Thieme, 1999.
7. Trasher, Richard D. Medscape. Otitis Media with Effusion. [Online] October 2011. www.emedicine.medscape.com/article/858990-overview.
8. Zieve, David. Medline Plus. Otitis Media With Effusion. [Online] September 2012. www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/007010.htm.
9. Menner, Albert L. A Pocket Guide to the Ear. New York : Thieme, 2003.
10. Rennie, Catherine E. MedScape. Pneumatic otoscope examination. [Online] March 2012. http://emedicine.medscape.com/article/1348950-overview#showall.
11. Bull, Tony R. Color Atlas of ENT Diagnosis. 4th edition. New York : Thieme, 2003.
12. Rosenfeld, Richard M. and Bluestone, Charles D. Evidence-Based Otitis Media. 2nd edition. Pennsylvania : BC Decker Inc, 2003.
13. Pensak, Myles L. Controversies in Otolaryngology. New York : Thieme, 2001.
14. Reilly, Brian. MedScape. Ear Tube Insertion. [Online] March 2012. http://emedicine.medscape.com/article/1890757-overview#showall.
20
Recommended