Upload
imam-wahyudin-latief
View
2.622
Download
287
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Lebih dari 60 persen populasi di dunia mengalami permasalahan rambut
berketombe. Di Indonesia sendiri, angkanya lebih tinggi karena iklim tropis,
polusi, kebiasaan hidup, serta penggunaan penutup kepala seperti jilbab maupun
helm yang dapat memengaruhi permasalahan kulit kepala selaku media
pertumbuhan rambut. Gangguan kulit kepala seperti sensitif, berminyak dan
berketombe, yang mengganggu pertumbuhan rambut secara normal seringkali
terjadi. Kerontokan rambut pun menjadi permasalahan kulit kepala lebih serius.
Kesadaran untuk merawat kulit kepala memang tidak setinggi kesadaran untuk
merawat kulit wajah.
Shampo adalah salah satu sediaan semisolid yang merupakan produk
topikal yang dimaksudkan untuk diaplikasikan pada kulit atau membran mukosa
untuk memberikan efek lokal dan kadang-kadang sistemik. Sampo adalah
sediaan yang mengandung surfaktan dalam bentuk yang cocok dan berguna
untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit
kepala agar tidak membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan si
pemakai (Visvanattan, 2007).
Shampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan
air dengan tujuan untuk melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh
untuk melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang melekat. Namun
tidak semua sampo berupa cairan atau digunakan dengan campuran air, ada juga
sampo kering berupa serbuk yang tidak menggunakan air.
Formulasi untuk sampo harus mengandung bahan-bahan yang berfungsi
sebagai surfaktan, foaming agent dan stabilizer, opacifier, hydrotopes, viscosity
modifier, dan pengawet (Mottram, 2000).
Aloe vera (lidah buaya) adalah salah satu jenis tanaman yang
mempunyai kandungan nutrisi yang lengkap diantaranya vitamin A, B1, B2,
B3, B21,C dan E selain itu aloe vera juga mengandung 17 asam amino salah
satunya adalah lisin yang mampu menembus kulit dengan baik dan
menyuburkan rambut. Asam amino yang terkandung dapat membantu
perkembangan sel-sel baru dimana mampu meregenerasi folikel-folikel rambut
yang menyebabkan rambut tumbuh dengan baik (Gayatri, 2011).
Dalam praktikum ini akan dibuat shampo gel, dimana shampo ini dibuat
dengan menggunakan gel dari lidah buaya (Aloe vera) serta dengan
meningkatkan viskositas dari shampo cair biasa. Shampo gel lidah buaya ini
dibuat dengan menggunakan metode beker.
I.2 Maksud Percobaan
Adapun maksud percobaan ini yaitu mengetahui cara pembuatan shampo
dengan metode tertentu.
1.3 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Dapat membuat shampo gel dari tanaman lidah buaya (Aloe vera)
menggunakan metode beker.
2. Dapat mengetahui penambahan bahan yang tepat untuk pembuatan shampo
gel dari tanaman lidah buaya (Aloe vera)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
A. Emulsi
Emulsi adalah sistem heterogen yang tidak stabil secara termodinamika,
yang terdiri dari paling sedkit dua fase cairan yang tidak tercampur, dimana
salah satunya terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesan-tetesan
kecil yang berukuran 0,1-100 µm yang distabilkan oleh emulgator atau
surfaktan yang cocok (Tungadi, R. 2014). Menurut Ansel (2008), emulsi
adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan kecil
zat cair yang terdistribusi keseluruh pembawa yang tidak bercampur. Dalam
batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium
disperse sebagai fase luar atau fase kontinu.
Komposisi dasar emulsi terdiri dari (Syamsuni, 2006):
a. Fase dispers/ fase internal/ fase diskontinu/ fase tersispersi/ fase dalam,
yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil didalam zat cair
dalam zat cairan lain.
b. Fase eksternal/ fase kontinu/ fase pendispersi/ fase luar yaitu zat cair
dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar (bahan pendukung)
emulsi tersebut.
c. Emulgator adalah bagian dari emulsi yang berfungsi untukmenstabilkan
emulsi.
Tipe-tipe emulsi terdiri dari (Lachman, 2008):
a. Minyak dalam air (M/A) jika tetesan-tetesan minyak didispersikan dalam
suatu fase air kontinu.
b. Air dalam minyak (A/M) jika minyak merupakan fase kontinu
c. Emulsi ganda (M/A/M atau A/M/A).
Emulsi dapat dibuat dengan beberapa cara, tergantung pada sifat
komponen emulsi dan perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Metode
pembuatan emulsi terbagai menjadi tiga, yaitu (Ansel, 2008):
a. Metode gom kering
Metode ini menggunakan perbandingan 4:2:1 karena untuk tiap 4
bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom. Dimana gom dicampur
dengan minyak terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan air untuk
membentuk korpus emulsi dan ditambahkan dengan sisa air.
b. Metode gom basah
Metode ini menggunakan perbandingan yang sama dengan gom
kering, tetapi urutan camppurannya berbeda. Dalam metode ini dibuat
musilago terlebih dahulu dengan menggunakan setengah fase air, lalu
ditambahkan fase minyak secara perlahan-lahan kemudian ditambahkan
sisa fase air.
c. Metode botol
Dalam metode ini serbuk gom arab ditambah dalam sebuah botol
kering, kemudian ditambahkan dua bagian air dan campuran tersebut
dikocok dengan kuat dalam wadah yang tertutup.
d. Metode tambahan
Suatu emulsi yang dibuat baik dengan metode gom kering maupun
dengan metode gom basah.
e. Metode beker
Metode ini digunakan jika emulsi yang dibuat terdiri dari dua jenis
emulgator (ada yang larut minyak dan ada yang larut air). Caranya
dipanaskan fase air dan fase minyak pada masing-masing beker diatas
waterbath hingga suhu 700C. Ketika mencapai suhu yang sama maka fase
internal dimasukkan ke dalam fase eksternal dan diaduk hingga homogen.
Keuntungan dari sediaan emulsi (Syamsuni, 2006):
a. Sediaan emulsi farmasetika biasanya diberikan guna menutupi rasa obat
yang tidak enak
b. Rasa minyak tidak enak dapat ditutupi, karena dibuat dalam sediaan
emulsi
c. Absorbs lebih cepat dibandingkan dengan sediaan lain
d. Bahan-bahan yang tidak dapat disatukan (fase minyak atau fase air) dapat
disatukan dengan adanya penambahan emulgator.
Adapun kerugian dari sediaaan emulsi, yaitu emulsi kadang sulit
dibuat dan membutuhkan teknik pemprosesan khusus. Untuk menjamin krya
tipe ini dan untuk membuatnya sebagai sediaan yang berguna, emulsi harus
memiliki sifat yang diinginkan yang menimbulkan sedikit mungkin masalah-
masalah yang berhubungsn dengsn hsl tersebut (Dirjen POM, 1995).
Ada beberapa uji yang dapat dilakukan untuk menentukan tipe emulsi
adalah sebagai berikut (Tungadi, 2014):
1. Uji Pengenceran
Metode ini tergantung pada kenyataan bahwa suatu emulsi m/a dapat
diencerkan dengan air dan emulsi a/m dengan minyak. Saat minyak
ditambahkan, tidak akan bercampur ke dalam emulsi dan akan nampak
nyata pemisahannya. Tes ini secara benar dibuktikan bila penambahan air
atau minyak diamati secara mikroskop.
2. Uji konduktivitas
Emulsi dimana fase kontinyu adalah cair dapat dianggap memiliki
konduktivitas yang tinggi dibanding emulsi dimana fase kontinyunya adalah
minyak. Berdasarkan ketika sepasang elektrode dihubungkan dengan sebuah
ampu dan sumber listrik, dimasukkan dalam emulsi m/a, lampu akan
menyala karena menghantarkan arus untuk ke dua elektrode. Jika lampu
tidak menyala , diasumsikan bahwa tipe a/m.
3. Uji Kelarutan Warna
Bahwa suatu pewarna larut air akan larut dalam fase berair dari emulsi.
Sementara zat warna larut minyak akan ditarik oleh fase minyak. Jadi
ketikapengujian mikroskopik menunjukkan bahwa zat warna larut air telah
ditarik untuk fase kontinyu, uji ini diulangi menggunakan sejumlah kecil
pewarna larut minyak, pewarnaan fase kontinyu menunjukkan tipe a/m.
B. Shampo
Shampo adalah salah satu kosmetik pembersih rambut dan kulit kepala
dari segala macam kotoran, baik yang berupa minyak, debu, sel-sel yang
sudah mati dan sebagainya (Latifah, 2007). Fungsi shampo pada umumnya
digunakan dengan mencampurkan dengan air dengan tujuan sebagai berikut :
1. Melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi
rambut dan membersihkan kotoran yang melekat.
2. Meningkatkan tegangan permukaan kulit, umumnya kulit kepala sehingga
dapat meluruhkan kotoran.
Shampo adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk membersihkan
rambut, sehingga rambut dan kulit kepala menjadi bersih dan sedapat
mungkin lembut, mudah diatur dan berkilau (Faizatun, 2007: 1).
Formulasi untuk shampo harus mengandung bahan-bahan yang berfungsi
sebagai surfaktan, foaming agent dan stabilizer, opaficier, hydrotopes,
viskositas modifikasi dan pengawet. Bahan-bahan dalam shampo harus aman
dan mudah terdegradasi sebagaimana kosmetik perwatan tubuh lain. Setiap
bahan harus memiliki fungsi dan peran yang spesifik (Motram, 2000).
II.2 Rancangan Formula
Tiap 100 mL mengandung:
Aloe vera 20 mL
SLS 10%
Asam Stearat 1,5%
TEA 3%
HPMC 2,0%
Asam Sitrat qs
Natrium Sitrat qs
Gliserin 1%
Propil Paraben 0,02%
Metil Paraben 0,18%
Na2EDTA 0.1%
α- Tokoferol 0,05%
Air add 100mL
II.3 Alasan Formulasi
• Sampo sebagai “sediaan surfaktan” (bahan aktif permukaan) dalam
bentuk sesuai-cair, padat atau serbuk, dimana jika digunakan dibawah
kondisi khusus dapat menghilangkan lemak, kotoran dan kulit terkelupas
pada permukaan dari rambut dan kulit kepala tanpa menimbulkan efek
merugikan bagi rambut, kulit kepala atau kesehatan dari yang
menggunaka (Balsam, 1992).
• Komponen utama dalam sampo adalah surfaktan (sabun dan detergen
sintetik) maka tepat untuk mengulang kegunaan masing-masing
perbedaan dan keuntungannya (Balsam, 1992).
1. Sabun
2. Detergen sintetik terdiri dari detergen anionik, kationik, amfoter,
non ionik, kombinasi sabun-detergen sintetik.
3. Zat tambahan berupa pembentuk busa, bahan pelembut, bahan
pengopak, bahan penjernih, bahan sequestrant, bahan anti ketombe,
bahan pengental, bahan pengawet, bahan penstabil lainnya, dan zat
tambahan kosmetik lain.
• Pembuatan sampo ini digunakan tipe emulsi M/A, karena jika diinginkan
preparat yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air harus dipilih suatu
emulsi minyyak dalam air seperti untuk absorbs pada kulit (Ansel, 2008).
• Formulasi sediaan sampo dibuat dalam bentuk emulsi M/A karena dengan
menggunakan tipe ini minyak akan terdispersi dalam air. Dimana air lebih
dominan dari minyak sehingga air berfungsi sebagai pelarut dan sekaligus
sebagai pengatur viskositas (Mottram, 2000).
II.4. Alasan Penggunaan Bahan
1. Aloe vera (zat aktif)
Lidah buaya tersusun oleh 95% air sisanya mengandung bahan aktif
seperti minyak esensial, asam amino, mineral, vitamin, dan glikoprotein.
Gel lidah buaya mengandung 17 asam amino yang penting bagi tubuh
seperti ligtin, ligin, lisin, histidin, serin, valin (Djubaedah, 2003).
Gel lidah buaya mengandung asam amino yang dapat membantu
perkembangan sel-sel baru dimana mampu meregenerasi folikel-folikel
rambut yang menyebabkan rambut tumbuh dengan baik dan mengangkat
sel-sel yang telah mati (Gayatri, 2011).
2. Sodium Lauril Sulfat
SLS merupakan detergen yang baik karena berasal dari berasal dari
asam kuat, larutan yang netral, deterjen jenis ini mudah didegredasi
secara secara biologis oleh mikroorganisme dan tidak berakumulasi di
lingkungan (Hard, 1998).
Konsentrasi SLS sebagai detergen yaitu 10% dan konsentrasi yang
digunakan dalam formulasi adalah 10% (Excipient, 2009).
Mekanisme kerja dari detergen menurut Parrot (1968) dimulai
dengan pembasahan kotoran yang akan dibersihkan selanjutnya terjadi
prose emulsifikasi kotoran sehingga kotoran akan terperangkap dalam
busa dan kotoran terangkat bersama busa ketika dibilas.
3. TEA (Trietanolamin)
TEA digunakan sebagai bahan pengemulsi dan bahan pelarut.
Dengan konsentrasi umum dalam emulsi 2-4% dan yang digunkan dalam
formulasi ini adalah 3% (Excipient, 2009).
TEA digunakan kombinasi dengan asam lemak seperti asam stearat
sebagai zat pengemulsi (Martindale, 2002).
4. Asam Stearat
Asam stearat disintesis dari tumbuhan untuk mengentalkan dan
menstabilkan emulsi. Penggunaan surfaktan ini bertujuan untuk
meningkatkan kestabilan emulsi dengan cara menurunkan tegangan antar
muka, antara fase minyak dan fase air (Balsam, 1992).
Konentrasi asam stearat yang digunakan sebagai pengemulsi adalah
1,5% (Excipient, 2009).
5. HPMC
Hidroksi propil metil selulosa (HPMC) yang mempunyai sifat alir
pseudoplastis dapat berfungsi sebagai pengental dan penstabil busa
dengan cara gelatinasi. Struktur HPMC mengentalkan dan memperkuat
dinding sehingga memperlambat kecepatan dalam mengalir (Faizatun,
2008).
HPMC digunakan sebagai bahan pengental untuk meningkatkan
stabilitas fisik sediaan shampo dan menciptakan tahan dalam alir
6. Asam sitrat dan Natrium sitrat
Asam sitrat dan natrium sitrat merupakan asam lemah dan garamnya
yang digunakan sebagai pengontrol pH yang dapat menurunkan pH
sehingga pH kulit pengguna tidak teriritasi akibat alkali sabun
(Wasiatmadja, 2007).
Asam sitrat biasanya digunakan untuk menyeimbangkan pH
formulasi pada serat rambut yang berkisar antara pH 5,6-6,2. pH yang
digunakan adalah 6 (Mottram, 2000).
7. Gliserin
Dalam formulasi topikal dan kosmetik utamanya digunakan sebagai
humektan dan emolien konsentrasi gliserin sebagai emolien yaitu ≤ 30%
dengan konsentrasi digunakan dalam formulasi adalah 1 % (Excipient 6th,
283).
Humektan bekerja dengan cara menarik air melalui penetrasi dalam
kulit yang akan mengakibatkan pengembangan stratum korneum yang
memberikan persepsi kulit halusdengan sedikit kerut (L, Bouman, 2002).
8. Propil paraben dan Metil paraben
Kombinasi pengawet propil paraben dan metil paraben sering
disatukan Karena kombinasi tersebut meingkatkan efektivitas kerja
pengawet, baik dengan penambahan spectrum efektivitas atau beberapa
sifat sinergis (Lachman, 2008).
9. Na2EDTA
Dinatrium EDTA digunakan untuk mengkhelat logam-logam yang
terdapat dalam air atau bahan lain sehingga dapat mencegah
berkurangnya efektivitas surfaktan (Faizatun, 2008). Berdasarkan
mekanismenya bahan pengkhelat logam menurut Kenneth (1986) bekerja
dengan cara Berlangsungnya reaksi oksidasi seringkali diinisiasi oleh
adanya ion logam seperti Fe3+,Co3+, Ni2+, Mn3+ ion logam dapat
membentuk kompleks dengan oksigen dan kemudian membentuk radikal
peroksi. Ion logam dapat dapat bereksi dengan obatnya sendiri
membentuk radikal.
Bahan pengkhelat memiliki kekuatan antioksidan dalam bentuk
ikatan ion logam, jadi secara temodinamika dikatakan melepaskan logam
tersebut dari lingkungannya dalam larutan. 10. α- Tokoferol
α- Tokoferol merupakan preparat antioksidan untuk perlindungan
kulit yang dapat membantu mengaktifkan kembali regenerasi kulit sel-sel
mati. Dalam pemberin topical dapat langsung diserap oleh kulit,
melindungi kulit dari zat beracun (asap rokok, polusi udara). Konsentrasi
yang dogunakan α- Tokoferol sebagai antioksidan adalah 0,05%
(Novianty, 2008).
Dalam Novianty (2008) dijelaskan bahwa mekanisme kerja dari
antioksidan yaitu menghalangi proses oksidasi dengan cara menetralisir
radikal bebas. Dalam proses ini antioksidan pun akan teroksidasi dengan
radikal bebas yang merupakan atom atau molekul yang memiliki elektron
yang tidak berpasangan pada lapisan luarnya.
11. Air
Air digunakan sebagai bahan pelarut dan juga sebagai bahan pengatur
viskositan dari sediaan sampo (Motram, 2000)
II.5 Uraian bahan
1. Aloe Vera
Nama resmi : Lidah buaya
Nama lain : Lidah buaya
Pemerian : Transparan atau hampir berwarna putih , langan
Kelarutan : Larut dalam air
Kegunaan : Zat adiktif
Khasiat : Meregenerasi folike-folikel rambut.
2. Sodium lauril sulfat (FI III 1979: 713; Excipient 6th 2009: 650)
Nama resmi : Sodium lauryl sulfate
Nama lain : Sls, sodium lauril sulfate dodecyl alcohol
hydrogen sulfate, sodium salt, dodecyl sodium
sulfate; dodecyl sulfate sodium
RM/BM : C12H2 NaO46/288,38
Pemerian : Putih atau krem pucat kekuningan kristal, atau
bubuk halus rasa pahit dan bau samar zat lemak.
Kelarutan : sangat larut dalam air, larut sebagian dalam
etanol
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan garam dari polivalen
ion logam , seperti aluminium, timah, seng dan
presipilat dengan garam kalium.
Stabilitas : Stabil dalam kondisi penyimpanan normal,
namun dalam larutan dan dalam keadaan ekstrim
yaitu pH 2,5 mengalami gidrolisis untuk lauril
alkohol dan sodium bisulfat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, jauh dari oksidator
kuat, ditempat yang sejuk dan kering.
Kegunaan : surfaktan dan pembusa
Konsentrasi : 0,5-2,5% yang digunakan 2,5%
3. Asam Stearat (Excipient 6th:2009)
Nama resmi : Stearat Acid
Nama lain : Asam Stearat
RM/BM : C18H26O2/ 284, 47
Pemerian : Cairan kental, kekuningan sampai coklat muda,
biru dan rasa khas
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam
etanol (95%) l dalam kloroform p, dalam ester p
dan salam ester minyak tanah.
Inkompatibilitas : Dengan kebanyakan metil hidroksida
Stabilitas : Stabil dalam bentuk murni, mengandung
hidroksi karena (0,005%)
Kegunaan : Sebagai Antioksidan dan sebagai emulgator
Konsentrasi : 0,5-2,5% yang digunakan 2,5%
4. TEA (FI III 1979; Excipient 6th 2009)
Nama resmi : Trietanolamin
Nama lain : Trihidroksi atilamin, TEA
RM/BM : (CHO-CH2CH3). N/149,19
Pemerian : Cairan kental jernih, tidak berwarna atau kuning
lemak dan bau seperti amonia.
Kelarutan : Bercampur dengan air, metanol dan aseton
Inkompatibilitas : Akan bereaksi dengan asam, untuk membentuk
garam dan ester TEA bereaksi dengan tembaga
untuk membentuk garam yang kompleks,
perubahan warna terjadi jika ada logam berat.
Kegunaan : Sebagai emulgator
Konsentrasi : 2-4%
5. Metil paraben (FI III 1979; Excipient 6th 2009)
Nama resmi : Methylis parabenum
Nama lain : Nipagin
Rm/Bm : C8H8O3/152,15
Pemerian : Serbuk hablur putih, hampir tidak berbau, tidak
mempunyai rasa, kemudian agak membakar
diikuti rasa tebal
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, 20 bagian air
mendidih dalam 3,5 ml etanol (95%) p dan
dalam 3 bagian aseton p, mudah larut dalam eter
p dan dalam larutan alkali hidroksida
Inkompatibilitas : Dengan bahan antimikroba dan bahan metil
paraben dikurangi dengan adanya surfaktan non
ionik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : sebagai pengawet pada air
Konsentrasi : 0,18%
6. Propil paraben (FI III 1979; Excipient 6th 2009)
Nama resmi : Propyli parabenum
Nama lain : Nipasol
Rm/Bm : C10H12O3/180,21
Pemerian : Serbuk hablur putih, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5
bagian etanol (95%), 3 bagian aseton p, 40
bagian minyak lemak, mudah larut dalam larutan
alkali hidroksida
Inkompatibilitas : Dengan bahan antimikroba dan bahan propil
paraben dikurangi dengan adanya surfaktan non
ionik
Stabilitas : Larutan berair pada pH 3-6 dapat distabilkan
pada 20 menit
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pengawet pada minyak
Konsentrasi : 0,02%
7. Na2 EDTA (FI III 1979)
Nama resmi : dinatrium Etilen Diamin Tetra asetat dihidrat
Nama lain : dinatrium EDTA
RM/BM : C10H19 N2 N22.08 2H20 /372,24
Pemerian : serbuk kablur, putih , tidak berbau, rasaa gak
aman
Kelarutan : larut dalam II bagian air , sukar larut dalam
etanol (95%), praktis tidak larut dalam
kloroform p dan eter p.
Kegunaan : sebagai pengkhelat
Konsentrasi : 0,1%
8. HPMC (Rowe. 2009)
Nama resmi : Hydroxi propil metyl selullosa
Nama lain : Cellulose, hidroksipropil metil eter, HPMC,
Methocel, metilselulosapropilen glikol eter,
metil hidroksipropilselullosa, Metolose
RM/BM : CH3CH(OH)CH2/ 360.31
Pemerian : HPMC berupa serbuk putih atau hampir putih,
tidak berbau, dan tidak berasa
Kelarutan : Larut dalam air dingin, praktis tidak larut dalam
kloroform, etanol (95%)dan eter; namun larut
dalam campuran etanol dan iklorometana,
campuran metanol dan diklorometana, dan
campuran air dan alkohol. Larut dalam larutan
aseton encer, campuran diklorometana dan
propan-2-ol, dan pelarut organik lain
Inkompatibilitas : Inkompatible dengan beberapa agen
pengoksidasi
Stabilitas : Stabil pada pH 3-11. Peningkatan temperatur
dapat mengurangi viskositas larutan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : sebagai pengental
Konsentrasi : 2,0%
9. Citric acid (FI IV 1995:48; Excipient 6th 2008: 181)
Nama resmi : Acidum citricum
Nama lain : Asam sitrat
RM/BM : C16H807/210,14
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk
hablur granal hampir halus, tidak berbauatau
praktis tidak berbau atau praktis tidak berbau,
rasa sangat asam, berbentuk hidrat mekar dalam
udara kering.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut
dalam etanol , agak sukar larut dalam eter
Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan kalium tatrat, alkali dan
tanah, karbonat dan bikarbonatasetat dan sulfida.
Tidak kompatibel dengan bahan pengoksidasi,
basa, bahan pereduksi dengan nitrat. Senyawa
ini berpotensi meledak jika dikombinasikan
dengan logam nitrat.
Stabilitas : Tidak stabil pada suhu 400C danmudah meledak
dalam udara lembab
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : penstabil pH
10. α- tokoferol (Dirjen Pom: 296; Rowe: 312)
Nama resmi : Tocapherolum
Nama lain : α- tokoferol
Rm/Bm : C29H2O2/430
Pemerian : Praktis tidak berbau, tidak berasa, bentuk α-
tokoferol asetat berwarna minyak kental
jernih,warna kuning/kuning kehijauan
Kelarutan : α- tokoferol asam salisilat tidak larut dalam air,
etanol dalam eter, dalam aseton dan dalam
minyak nabati, sangat mudah larut dalam
kloroform
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan peroksida dan ion
logam terutama besi, tembaga berbagai period
Stabilitas : Stabil oleh garam besi serta perak. α- tokoferol
diatur lebih stabil untuk yang mudah
teroksidasi , bebas yang biasanya
digunakanuntuk bahan yang stabil , untuk yang
mudah teroksidasi, tokoferol bebas yang
biasanya digunakan untuk bahan yang stabil
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai antioksida
Konsentrasi : 0,05 %
11. Natrium sitrat (Rowe. 2009; 640-641)
Nama resmi : Sodium Citrate Dihydrate
Nama lain : Garam asam sitrat trisodium, E331, citras natrii,
natriumsitrat tersier; trisodium sitrat.
Rm/Bm : C6H5Na3O7. 2H2O/294.10
Pemerian : Bubuk kristal putih dengan pendingin, tidak
berbau, tidak berwarna, monoklinik kristal, rasa
Kelarutan : Mudah larut dalam air, mudah larut dalam air
mendidih, tidak larut dalam etanol
Inkompatibilitas : Larutan berair yang sedikit basa dan akan
bereaksi dengan zat asam. Garam Alkaloidal
dapat diendapkan dari air atau solusi hidro-
alkohol. Kalsium dan strontium garam akan
menyebabkan pengendapan sitrat yangsesuai.
kompatibel lainnya meliputi basa, zat
pereduksi,dan oksidator
Stabilitas : Bahan stabil. larutan berair dapat disterilisasi
denganautoklaf.
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara dalam sejuk dan
kering.
Kegunaan : Sebagai pendapar
12. Gliserin (Dirjen Pom : 296; Rowe: 312)
Nama resmi : Glycerollum
Nama lain : Gliserin, Glycerol
Rm/Bm : C3H8O3/92,09
Pemerian : Cairan seperti sirup, jernih tidak berwarna
berbau manis diikuti rasa hangat, higroskopis
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol (95%)
praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter
dalam minyak lemak
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan bahan pengoksida kuat
seperti kromium hidroksida, pottasium klorat,
potasium permanganat
Stabilitas : Stabil pada tekanan dan suhu normal
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai emolien
Konsentrasi : 1 %
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan bahan
III.1.1 Alat:
1. Batang pengaduk
2. Cawan porselin
3. Gelas kimia
4. Gelas ukur
5. Sendok tanduk
6. Sudip
7. Ultraturax
8. Waterbatch
III.1.2 Bahan:
1. Air
2. alkohol
3. Aloe vera
4. Asam stearat
5. Citric acid
6. Gliserin
7. karbopol
8. Lap kasar
9. Metil paraben
10. Na2 EDTA
11. Metil paraben
12. Propil paraben
13. Sodium laurilsulfat
14. Tissue
15. TEA
III.2 Prosedur kerja
1. Karbopol didispersikan kedalam air panas (60-70o C)
2. Diaduk dengan menggunakan ultraturax dengan kecepatan 395 rpm
selama 2 menit
3. Didinginkan sampai 20-25o C
4. Masing-masing fase dipanaskan pada beker gelas yang berbeda diatas
water batch
5. Pada fase minyak dimasukkan propil paraben, asam stearat dan α-
tokoferol pada suhu 70o C dan diaduk hingga homogen
6. Pada beker fase air dimasukkan EDTA, metil paraben, gliserin, natrium
lauril sulfat, TEA, dan aloe vera pada suhu 80oC
7. Dimasukkan fase internal (fase minyak) kedalam fase eksternal (fase air)
dengan pengadukan terus menerus hingga minyak hampir dingin
8. Kedua campuran fase tersebut dimasukan kedalam karbopol yang telah
didispersikan kedalam air
9. Dilakukan pengocokan dengan ultraturax dengan kecepatan 600 rpm
selama 2 menit
10. Dicampur hingga homogen
III.3 Perhitungan
III.3.1 Perhitungan dapar
pH yang didapar = 7
Dapar sitrat, pH = 5.9-8.0
pKa = 3,13 pKa2 = 4,76 pKa3 = 6,40
pKa= -Log Ka
6,40 = -Log Ka
Ka = 10-6.40
= 3.98.10-7
pH = - Log [H+]` 7 = - Log [H+]
[H+] = 10-7
β = 2,303 x c x Ka ¿¿
0,01 = 2,303 x c x3.98 x10−14
(3.98 x 10−7 x10−7 ) ²
0,01 = 2,303 x c x 3.98 x10−14
(4.98 x10−7 ) ²
0,01 = 2,303 x c x 3.98 x 10−14
24.8 x 10−14
0,01 = 2,303 x c x 0.16
0,01 = 0,368 x c
C = 0,01
0,368 = 0,027
pH =pKa + Log g/a
7 = 6,40 + Log g/a
Garam = -0,6.asam
[garam] = 3.98 [asam]
c = garam + asam0,027 = 3,98 (asam) + asam0,027 = 4,98 asam
Asam = 0,0274.98
= 5,42.10-3
Garam = C-asam= 0,027 x 5,42.10-3
= 0,027 x 0,00542= 0,02158
Massa asam = BM x c asam x v
= 192,13 x 5,42.10-3 x 0,1= 0,104 g
Massa garam= BM x c garam x v= 214,11 x 0,02158 x 0,1= 0,462 g
III.3.2 Perhitungan bahan
- Aloe vera = 20 ml
- NSL = 10
100 x 110 ml = 11 g
- Asam stearat = 1,5100
x 110 ml = 1,65 g
- TEA = 3
100 x 110 ml = 3,3 g
- Metil paraben = 0,18100
x 110 ml = 0,198 g
- Propil paraben = 0,02100
x 110 ml = 0,022 g
- Na2 EDTA = 0,1100
x 110 ml = 0,11 g
- HPMC = 2
100 x 110 ml = 2,2 g
- Asam sitrat = 0,104 g
- Na sitrat = 0,462 g
- Gliserin = 1
100 x 110 ml = 1,1 g
- α-tokoferol = 3 ml
- Air = 100 ml – (20 + 11 + 1,65 + 3,3 + 0,198 + 0,022 +
0,11 + 2,2 + 0,104 + 0,462 + 1,1 + 3)
=100 - 43,146
=66,854 ml
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
No Uji yang dilakukan
Hasil Pengujian
+ -
1. Uji busa √
2. Uji kelarutan warna √ (tipe m/a)
3. Uji konduktivitas √ (tipe m/a)
IV. Pembahasan
Shampo adalah produk perawatan rambut yang digunakan untuk
menghilangkan minyak, debu, serpihan kulit, ketombe, partikel-partikel kotor
yang berasal dari lingkungan dan kotoran lain dari rambut (Putra, 2009). Pada
praktikum teknologi sediaan semi solid ini dibuat shampo dengan zat aktif lidah
buaya (Aloe vera L). Bagian lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya
yang terdapat dalam daging daun. Gel lidah buaya yang mengandung 17 asam
amino yang berfungsi bagi tubuh ( Djubaedah, 2003). Menurut jurnal Dokter
Oz (2010) bahwa beberapa bukti menyatakan bahwa jenis asam amino L-Lisin
pada dosis 500-1000 mg) mampu menyuburkan rambut. Selain itu asam amino
dalam gel lidah buaya yang terkandung dapat membantu perkembangan sel-sel
baru dimana mampu meregenerasi folikel-folikel rambut yang menyebabkan
rambut tumbuh dengan baik dan mengangkat sel-sel yang telah mati (Gayatri,
2011).
Shampo lidah buaya ini dibuat dalam tipe minyak dalam air (m/a).
Karena dilihat dari penggunaan shampoo itu sendiri secara umum biasanya
menggunakan air, berdasarkan buku Ansel (2011) jika menginginkan preparat
yang mudah dihilangkan dari kulit dengan air maka digunakan emulsi minyak
dalam air. Selain itu tipe emulsi minyak dalam air merupakan sistem emulsi
yang paling sederhana (Voight, 1994).
Dalam formulasi shampoo lidah buaya Dalam formulasi ini
menggunakan sodium lauril sulfat (SLS) sebagai deterjen yang mempunyai
gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. SLS merupakan detergen yang baik karena
garamnya berasal dari asam kuat, larutan yang netral. Detergen jenis SLS
dangat mudah didegradasi secara biologis oleh mikrooganisme dan tidak
berakumulasi di lingkungan (Hard, 1998). Selain detergen dalam formulasi ini
digunakan kombinasi surfaktan asam stearat dan TEA (Trietanolamin). Saat
TEA direaksikan dengan asam stearat, sediaan yang dibentuk akan bertindak
sebagai emulgator minyak dalam air yang sangat baik (Perscription, 2000).
Pengawet yang digunakan dalam formulasi ini merupaka pengawet
golongan paraben yaitu metil paraben dan propil paraben. Pengawet golongan
ini digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba dalam produk
kosmetik, makanan dan minuman (Excipient 6th, 2009). Kombinasi pengawet ini
sering dilakukan karena menurut lachman (2008), mikroorganisme dapat
tinggal di dalam air atau kedua-duanya serta dengan kombinasi tersebut
meningkatkan efektivitas kerja pengawet baik penambahan spectrum aktivitas
atau beberapa sifat sinergis.
Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA), dalam formulasi ini digunakan
sebagai pengkhelat. Bahan pengkhelat digunakan untuk mengkhelat logam-
logam yang terdapat dalam air atau bahan lain sehingga dapat mencegah
berkurangnya evektifitas surfaktan (Faizatun, 2008). Selain pengkhelat,
digunakan Hydroxi Propil Metil Celulosa (HPMC) sebagai pengental. HPMC
menurut jurnal Faizatun (2008) memiliki sifat alir pseudoplastis, struktur
HPMC dapat memperkuat dinding serta memperlambat kecepatan alir. Selain
itu HPMC dapat meningkatkan stabilitas fisik sediaan sehingga shampoo lebih
mudah dituang (Faizatun, 2008).
Sebagai pengontrol pH, dalam formulasi ini digunakan pendapar dari
golongan sitrat baik asam maupun garamnya. Keduanya dapat menurunkan pH
sehingga pengguna tidak teritasi akibat alkali sabun (Faizatun, 2008). Dalam
formulasi ini juga digunakan emolien atau pelembut yaitu gliserin. Emolien
dapat mengisi ruang antar desqualing keratinosit untuk membentuk permukaan
halus serta dapat meningkatkan kohesi dari sel-sel keratinosit sehingga ujung-
ujung sel tidak menggulung (Balsam, 2002). Bahan selanjutnya yaitu
antioksidan yang digunakan adalah α-tokoferol. Antioksidan dapat
mengahalangi proses oksidasi dengan cara menetralisir radikal bebas. α-
tokoferol merupakan antioksidan untuk perlindungan kulit, dapat memanjakan
kulit dengan memperpanjang usia sel-sel kulit (Novianty, 2008). Selanjutnya
pelarut yang digunakan dalam formulasi ini adalah air. Menurut Sari (2013) air
merupakan pelarut yang berlimpah dan murah, serta merupakan pelarut yang
semi polar baik untuk digunakan sebagai pelarut untuk berbagai produk.
Metode pembuatan shampo ini menggunakan metode beker. Menurut
buku Teknologi Liquida dan semisolid (2014), kedua fase dipisahkan dalam
beker yang berbda. Kemudian masing-masing dipanaskan pada suhu berbeda.
Untuk fase air dipanaskan pada suhu 70º C sedangkan fase minyak pada suhu
80º C. Perbedaan suhu ini dilakukan karena minyak lebih lama dingin daripada
air, sehingga jika suhu air lebih rendah dari minyak maka air akan terlebih
dahulu dingin sehingga suhunya tidak sama lagi dengan minyak (Tungadi,
2014).
Pertama-tama HPMC didispersikan ke dalam air panas yang suhunya
60-70°C. Kemudian diaduk dengan ultraturax dengan kecepatan 100 rpm
selama 6 menit dan didinginkan sampai suhu 20-25°C. Setelah dipanaskan fase
minyak dan fase air, dimasukkan fase minyak ke dalam fase air setelah itu
dicampur dengan ultraturax. Kemudian dimasukkan HPMC dan diaduk lagi
dengan ultraturax dengan kecepatan 600 rpm selama 2 menit sampai homogen.
Selanjutnya dilakukan evaluasi emulsi yaitu uji busa dan uji tipe emulsi
dengan menggunakan uji kelarutan warna dan uji konduktivitas. Berdasarkan
evalusi tersebut, pada uji busa shampo aloe vera menghasilkan tinggi busa yaitu
20 cm. menurut Mita (2009) persyarata tinggi busa pada umumnya yaitu
berkisar 1,3-22 cm. sehingga dari hasil yang diperoleh maka busa dari shampoo
aloe vera ini menghasilkan busa yang baik. Sedangkan pada uji tipe emulsi
kelarutan warna, dengan menggunakan metilen blue shampo aloe vera
merupakan tipe emulsi minyak dalam air. Hal ini ditandai dengan meresapnya
metilen blue hingga kebawah sediaan. Pada uji tipe emulsi dengan
konduktivitas juga dapat dibuktikan bahwa tipe emulsi shampo aloe vera
merupakan tipe minyak dalam air, hal ini dapat dibuktikan dengan menyalanya
sumber listrik saat sebuah elektroda dicelupkan kedalam emulsi. Hal ini terjadi
karena jumlah air dalam formula ini lebih banyak, dimana air merupakan
penghantar arus listrik yang lebih baik. Langkah terakhir shampo aloe vera
dikemas dalam kemasan botol yang tertutup rapat dan terlindung dari cahaya
dan diberi etiket.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
1. Metode yang digunakan dalam pembuatan shampo gel lidah buaya (Aloe
vera) yaitu metode beker dimana fase air dan fase minyak dipanaskan
diatas waterbatch pada beker dan suhu yang berbeda (fase air 80°C, fase
minyak 70°C).
2. Untuk menghasilkan shampo lidah buaya (Aloe vera) yang aman memiliki
viskositas yang baik, busa yang stabil, dan dapat mengoptimalkan kerja
detergen ditambahkan bahan seperti pengental dan penstabil busa
(contohnya HPMC), pengawet (contohnya metil paraben),
antioksidan (contohnya α-tokoferol) dan emolien (contohnya gliserin).
V.2 Saran
Diharapkan bagi praktikan agar lebih hati-hati dalam menimbang dan
meracik formula sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan dan bagi
penanggung jawab laboratorium agar melengkapi alat dan bahan yang
dibutuhkan praktikan agar praktikum berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Clear Conditioning Shampoo. Lubrizol Corporation
Ansel,H,C.2011. Pengantar Benruk Sediaan Farmasi.Jakarta: UI Press
Balsam, M. S. 1992. Cosmetics Science And Technology Second Edition. London: Jhon Willi and Jan, Inc
Dirjen POM, 1995. Farmakope Indonesia. Jakarta: DEPKES RI
Djubaedah, E. 2003. Pengolahan Lidah Buaya Dalam Sirup. Bogor: Balai Besar Industri Argo
Faizatun,Dkk.2008. Formulasi Shampoo Ekstrak Bungan Chamomile Dengan Hidroksi Propel Metal Selulisa Sebagai Pengental. Jakarta: Universitas Pancasila
Gayatri. 2011. Buku Cerdas Untuk Perempuan Aktif. Jakarta: Gugus Media
Lachman, 2008. Teori dan Praktik Farmasi Industri. Jakarta: UI Press
Mita,S,M. 2009. Pengembangan Ekstrak Etanol Kubis Asal Kabupaten Bandung Barat Dalam Bentuk Shampoo Antiketombe Terhadap Jenis Masesezia Furfur. Surabaya: Farmasi Universitas Padjajaran
Mottram, F.J. L. 2000. Hair Shampoos. Kluwer Academic Publishers: Printed In Great Britain
Novianty, T. 2008. Pengaruh Formulasi. Jakarta: FMIPA UI
Oz,M. 2010. Being Beautiful. Bandung: Media Utama
Parrot, F.L. 1968. Pharmaceutical Technology. Lowd. Burgess Publishing Company
Putra,H.2009. Pembuatan Shampo Dengan Bahan Baku Sodium Laurel Sulfat. Medan: Uniersitas Sumatra Utara
Rowe, R.C. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipient. London: Pharmaceutical Press
Sari,K. 2013. Teknologi Hasil Penelitian Ekstraksi Pati Resisten Dari Tiga Varietas Kentang Lokal Yangberpotensi Sebagai Kandidat Prebiotik.Kalimantan: Unviersitas Jember
Sprowls,B,J. 1970. Prescription Pharmacy 2nd Edition. Lipincott Company: Philadelphia
Tungadi, R. 2014. Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolid. Jakarta: CV. Sagung Seto
Visvanathan, C. 2007. Shampoo Production, asian institute of technology School of environment, resources and development. Thailand: Environmental engineering and managementprogram
Voight,R.1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Ugm
Wasiatmadja, S.M. 2007. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI